ISSN :1907-6304
PRAKTEKAKUNTANSIDALAM BUDAYAKAPITALISME
Accounting Practice in the Religious Capitalism Arvian Triantoro *) Abstract In a practice, accounting science as a part of social science had a connection with capitalism culture.Some cases like Enron, Xerox, World Com andAsianAgree proves that accounting science has been exploited by the practitioners to smoothly the way forming a business culture which full of capitalism culture. This article tries explains that accounting is not free value, as part of social science, the expansion of accounting science has drop into practice and science progress here in enclosed of subjectivity, masculine and full of unethical behavior which is presentation of reality from capitalism culture. A correction to accounting science progress inclining with the Positive Accounting Theory need to be done. Some expert ideas presented in this article as reflection that need to be made a change. Aristoteles says: ..we can change future because we don't know it: if future have been known, hence we cannot change it. Future depended from does we do the existing, and all together can hope that we can see a better day tomorrow
Keyword: Accounting, Capitalism, Religious Capitalism
Abstraksi Dalam prakteknya ilmu akuntansi sebagai ilmu sosial tidak dapat dipisahkan dengan budaya kapitalisme. Beberapa kasus seperti Enron, Xerox, World Com danAsianAgri membuktikan bahwa ilmu akuntansi telah dimanfaatkan oleh para praktisi untuk memuluskan jalannya membentuk suatu budaya bisnis yang penuh dengan budaya kapitalisme. Tulisan ini mencoba memaparkan bahwa akuntansi tidaklah bebas nilai, sebagai bagian dari ilmu sosial, perkembangan ilmu akuntansi telah terjerembab ke dalam praktek dan perkembangan ilmu yang sarat dengan unsur subjektivitas, maskulin dan menghalalkan segala cara dan penuh dengan perilaku tidak etis yang merupakan wujud nyata dari budaya kapitalisme. Koreksi atas perkembangan ilmu akuntansi yang condong dengan toori postif perlu dilakukan.Beberapa pemikiran pakar dihadirkan dalam tulisan ini sebagai refleksi bahwa perlu dilakukan perubahan. Seperti kata Aristoteles, kita dapat mengubah masa depan karena kita tidak mengetahuinya:kalau masa depan sudah diketahui, maka kita tidak dapat mengubahnya. Masa depan tergantung dari apa yang kita lakukan saat ini, dan semuanya dapat berharap bahwa kita dapat menjumpai hari esok yang lebih baik.
Kata Kund :Ak:untansi, Kapitalisme, Kapitalis Religius
"') Staff Pengajar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni2008 :60 - 76
1. Pendahuluan Dalam perkembangannya ilmu pengetahuan dan kapitalisme selalu berinteraksi secara aktif melalui gerak dialektika yang tidak dapat dihindarkan, gerak ini memunculkan pula perkembangan teori ilmu pengetahuan yang sejalan dengan kapitalisme itu sendiri. Kapitalisme secara pasti telah melahirkan teknologi yang membawa perubahan radikal dunia modern. Ilmu pengetahuan, teknologi dan kapitalisme akbimya menjadi tiga pilar yang saling berperan dalam membentuk jaringan rasionalitas instrumental, rasionalitas efisiensi, birokrasi dan kalkulasi cost/benefit untuk memerdekakan dan mencerahkan manusia sesuai dengan cita-cita pencerahan (Budiman 1997 ; 73). Akuntansi sebagai salah satu ilmu sosial juga merupakan ilmu pengetahuan dan prakteknya yang sama sekali tidak dapat dipisahkan dari kapitalisme. Jaringan kerja dan relasi-relasi yang dibentuk kapitalisme telah mengubah perilaku dalam praktek akuntansi serta turut dalam mewarnai teori akuntansi yang disebut-sebut sebagai instrumen penting dalam dunia bisnis (the language of business). Akuntansi dalam lingkungankapitalisme menjadi tidak berdaya dan mau tidakmau ikut tergilas dalam derasnya arus kapitalisme. Sejalan dengan pandangan di atas Triker (1978 ; 8) melihat akuntansi sebagai anak dari budaya di mana akuntansi itu berada, dengan kata lain akuntansi sebagai suatu ilmu maupun prakteknya dibentukmelalui interaksi sosial yang sangat kompleks (lihat Morgan 1988, Hines 1989 danFrancis 1993). Jika lingkungan yang membentuk alo.mtansi tersebut adalah lingkungan kapitalisme, maka perkembangan akuntansi sebagai ilmu dan prakteknya akan bernafaskan kapitalisme juga. Beberapa bukti dalam dasawarsa terakhir telah menunjukkan bahwa praktek akuntansi selama ini kental dengan kapitalisme.Akuntansi dalam praktek bisnis modern sangat identik dengan angkaangka. Tanpa angka adalah sesuatu hal yang sangat mustahil bagi akuntansi dan implikasinya adalah bahawa tanpa akuntansi kita tidak dapat menggambarkankedaaan entitas bisnis, sebagaimana dikemukakan oleh Hines di bawah ini : Akanjadi apa "posisi keuangan" atau "kinerja" atau "ukuran" sebuah perusahaan tanpa akuntansi keuangan ? tanpa konsep "aktiva", kewajiban, "modal", dan "/aha" (yang semuanya diterjemahkan dalam bentuk angka) pertanyaan-pertanyaan tentang kesehatan kinerja, dan ukuran perusahaan akan su/it dijawab (1986; 61}. Imbas dari pemikiran di atas maka praktek akuntansi yang berlangsung akan berfokus pada "angka-angka"akuntansi yang akan diciptakan, agar kinerjanya baik maka akuntabilitas dari "angka" akuntansi yang dibentuk dikesampingkan, praktek-praktek manajemen laba, transfer pricing, taking a bath dalam akuntansi menjadi "hal yang wajar", dan skandal akuntansipun makin menjamur. Beberapa fakta seputar skandal akuntansi ini diantaranya : • perusahaan publik seperti Enron, WorldCom, Xerox, Merck, Tyco Inti, dan sebelumnya Global Crossing, dan yang terakbir Adelthin, mereka semua adalah perusahaan besar di Amerika dan dengan sekejap hancur dikarenakan skandal akuntansi (lihat KOMPAS, Senin, 15 Juli 2002) • Kasus Asian Agri yang melibatkan akuntan keuangan dimana telah melakukan manipulasi pajak (transfer pricing) sehingga merugikan negara Indonesia (Lihat Tempo interaktif). • Kasus lanjutan dari ENRON yang mengakibatkan ditutupnya salah satu KAP besar yang termasuk ke dalam Big Five.
PRAKTEKAKUNTANSD I AI..AM BUDAYAKAPITAUSME Arvilln Tlillntom
I
61
• Kasus Bank Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang masing-masing berbeda yang ditemukan oleh BAPEPAM tanggal30 September 2002. Laporan keuangan yang berbeda tersebut adalah pertama, yang disampaikan kepada publik melalui media masa tanggal28 Nopember 2002, kedua yang disampaikan ke BEJ tanggal 27 Desember 2002, dan ketiga yang disampaikan oleh akuntan publik tanggal6 Januari 2003 (HUPikiran Rakyat, 18 Maret 2003) Fenomena di atas memperjelas bahwa praktek akuntansi saat ini kental dengan perilakuperilaku yang tidak etis dan merugikan pihak lain.Hal ini terjadi dikarenakan perkembangan teori akuntansi beserta perangkat standar dalam lingkungan yang kental dengan budaya kapitalisme mengakibatkan perilaku dari individu-individu di dalamnya menonjolkan perilaku yang kapitalis juga. Nanum demikian meskipun akuntansi memang dibentuk oleh lingkungannya, akuntansi dapat pula berbalik mempengaruhi lingkungannya sebagaimana dipertegas oleh Mathews dan Parera (1993; 15) dengan mengatakan:
Although the conventional views is that accounting is socially constructed as a result of social, economic and political events, there are alternative approaches vhich suggest that accounting may be socially constructing. Intinya adalah sangat jelas akuntansi diibaratkan sebagai pedang bermata dua, di satu sisi akuntansi dibentuk oleh lingkungannya (socially constructed) dan disisi lainnya sekaligus dapat memebentuk lingkungannya (socially constructing).Halinisekaligus memastikan bahawa akuntansi bukanlah suatu bentuk ilmu pengetahuan dan praktek yang bebas dari nilai (vaue free}, tetapi sebaliknya akuntansi adalah disiplin ilmu pengetahuan dan praktek yang sarat dan kental dengan nilai. Berangkat dari permasalahan di atas, tulisan ini mencoba untuk mengupas sejauhmana perkembangan akuntansi sebagai disiplin ilmu dengan lingkungannya (kapitalisme) dan sekaligus mencoba untuk memberikan solusi untuk mengeliminir akuntansi yang "kapitalistik" dengan nilainilainya yang kapitalistikpula dengan satu kajian-kajiannilai-nilai etika universal yang sebetulnya harus diterapkan dalam akuntansi dan prakteknya.
2. Pembahasan 2.1. Definisi Budaya Kata "budaya" berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentukjamak dari kata buddhi, yang berarti "budi" atau "kaal". Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai " halhal yang berkaitan dengan budi atau akal". Istilah culture, yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata "co/ere" yang artinya adalah ''mengolah atau mengerjakan", yaitu dimaksudkan kepada keahlian mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata co/ere yang kemudian berubah menjadi ulture diartikan sebagai "segala daya dan kegiatan manusia untukmengolah dan mengubah alam"(Soekanto, 1996:188). SeorangAntropolog yang bernama E.B. Taylor (1871), memberikan defenisi mengenai kebudayaan yaitu "kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiada, lain kemampuankemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat". Antropolog ini menyatakan bahwa kebudayaan mencakup semua yang
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni2008 :60 - 76
didapatkan dan dipelajari dari pola-pola perilaku normatif, artinya mencakup segala cara atau pola berpikir, merasakan dan bertindak (Soekanto, 1996:189).
l.l. Pengaruh Budaya terhadap Praktek Akuntansi Hofstede (1991) mendefinisikan budaya sebagai "the collective programming of the mind which distinguishes the members of one group or category of people, who share the same social and cultural environment, from another". Secara umum, budaya termasuk: kepercayaan, nilai-nilai dan tradisi yang berlaku di suatu masyarakat tertentu pada masa tertentu. Agama, pendidikan, norma-norma, adat istiadat dan sejarah merupakan komponen-komponen penting dari budaya suatu masyarakat. Dari sudut pandang kultural, Hofstede (1991) menentukan empat karakteristik budaya, yaitu :symbols, heroes, rituals dan values.Hofstede mengatakan karakteristik yang keempat (valueslnilai-nilai) merupakan hal yang paling sulit diubah. Dia mengatakan bahwa perbedaan-perbedaan dalam kebiasaan institusional di antara masyarakat-masyarakat nasional dapat dijelaskan dengan perbedaan-perbedaan dalam empat dimensi, yaitu : large versus small
Power Distance; strong versus weak Uncertainty Avoidance; Individualism versus Collectivism; dan Masculinity versus Femininity. Menurutnya keempat dimensi di atas meretleksikan orientasi budaya dari suatu negara. Pertanyaan yang dapat dikemukakan disini adalah apakah perbedaan budaya ini akan membentuk: sistem akuntansi yang beda pula?
2.2.1. Power distance Dari hasil penelitiannya Hofstede menemukan bahwa power distance masyarakat Timur Tengah (Arab) lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Israel danAmerika Serikat. Dalam masyarakat yang kesenjangan kekuasaannya tinggi bentuk: pemerintahannya cenderung sentralitas, hal ini berpengaruh terhadap praktek. akuntansi di negara tersebut dimana bila dikaitkan dengan pajak dan income differentials. Negara-negara yang memiliki income differentials yang besar dikombinasikan dengan sistem pajak yang tidak adil, kesenjangan kekuasaannya cenderung besar. Dengan pemerintahan yang cenderung sentralistis maka sistem akuntansi yang berlaku akan dipengaruhi oleh intervensi pemerintah.
2.2.2. Collectivism versus Individualism Budaya timur tengah ternyata lebih bersifat kolektif dibandingkan dengan budaya Amerika Serikat yang cenderung individual. Di negara-negara timur tengah seperti Arab Saudi, Kuwait dan Suriah cenderung melakukan konsensus secara kolektif dalam pengambilan keputusan, landasan berflkir yang diambil didapat dari Al Quran dan Hadits,prakteknya dalam akuntansi negara-negara timur tengah ini akan dipengaruhi oleh intervensi pemerintah sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam pemerintahan dalam penyusunan sistem akuntansi.
2.2.3. Uncertainty Avoidance Negara-negara Timur Tengah cenderung memiliki tingkat kepastian yang tinggi, karena mereka berpegag teguh pada keyakinan yang mereka anut. Agama adalah nilai budaya terpenting di Timur Tengah, dengan mayoritasnya penganut agama Islam maka Al Qur'an dijadikan panduan bagi mereka dalam menciptakan aturan-aturan tentang hubungan manusia denganAllah SWT (hablum minallah) juga mencakup aturan-aturan praktis hubungan antar manusia (hablum minannas) seperti etika, kejujuran, kepailitan, negosiasi bisnis,kontrak. akuntabilitas, dan lain-lain.Jika sebagian
PRAKTEKAKUNTANSD I AI..AM BUDAYAKAPITAUSME Arvilln Tlillntom
I
63
besar agama berusaha untuk: menciptakan, di pikiran dan hati setiap individu, ekspektasi akan sesuatu yang sudah pasti, Islam denganAl-Qur'an menekankan fakta bahwa semakin kita yakin sesuatu yang baik akan terjadi, sesuatu yang baik tersebut akan benar-benar terjadi sepanjang kita hanya takut (dalam artian positif) kepada Allah SWT Sang Pencipta, tidak kepada selainNya (Prayudi, 2003). Sehingga penyusunan sistern akuntansi akan penuh dengan intervensi pemerintah.
2.2.4. Masculinity versus Femininity Dimensi terakhir ini terkait erat dengan pembagian gender di masyarakat. Maskulinitas mengindikasikan kecenderungan suatu masyarakat untukmenunjukkan kebanggaanpersonal melalui prestasi, ketegasan, heroisme, kesuksesan finansial dan material. femininitas mengindikasikan kecenderungan suatu masyarakat terhadap hubungan kekeluargaan, kesederhanaan, kepedulian terhadap yang lemah, dan kesetaraan hidup serta pelestarian lingkungan. Dalam prakteknya akuntansi penuh dengan unsur maskulinitas, Hines (1992) mengindikasikan bahwa praktek akuntansi modern saat inipenuh dengan bias maskulin, perusahaan hanya berorientasi memaksimalkan profit untuk kepentingan shareholders atau untuk kepentingan manajemen itu sendiri dalam mendapatkan bonus, maka manajemen dapat melakukan eksploitasi terhadap orang lain dan lingkungan.Manajemen enggan memberikan gaji yang memadai bagi karyawannya karena memberikan gaji yang memadai berarti akan memperbesar beban upah dan gaji. Tingginya beban jelas akan memperkecil profit. Perilaku-perilaku ini menunjukkan bahwa praktek akuntansi saat ini kental dengan maskulinitas. Berdasarkan pembagian kelompok menurut Hofstede di atas kita dapat menyimpulkan bahwa selama ini akuntansi tidaklah bebas nilai, dalam prakteknya akuntansi akan selalu dipengaruhi oleh budaya lingkungan sekitarnya. 2.3. Budaya Kapitalisme Dikaitkan dengan perkembangan ekonomi budaya kapitalisme adalah budaya ekonomi yang mengidentikkan manusia sebagai makhluk ekonomi,memikirkan dirinya sendiri dengan tujuan pemenuhan hasrat pribadi dan kemakmuran. Sebetulnya budaya kapitalisme yang terbentuk pada awalnya memi1iki tujuan sebagai sarana untuk beragama. Budaya kapitalisme yang religius dalam ilmu ekonomi ini dapat ditelusuri pada pemikiran Saint Thomas Aquinas (1225-1274) Max Weber (1905). Dalam bukunnya "Summa Teologica" Saint Thomas Aquinas Seorang pendeta yang secara sistematis mempresentasikan teologi, moral, sosiologi, dan prinsip ekonomiyang dipengaruhi pendekatan Aristotelian, membahas doktrin ekonomi tentang doktrin pemikiran ekonomi yang menyangkut kepemilikan pribadi, the just price, tentang distributive justice, dan larangan rente (usury) atau improper gains. Dijelaskan lebih lanjut Thomas Aquinas mendukung kepemilikan pribadi dengan dasar pemikiran bahwa hal tersebut sesuai dengan hukum alam menurut alasan kemanusiaan, untuk menfaat kehidupan manusia. Dikatakan pula bahwa private production akibat pengakuan private property memberikan stimulus yang lebih besar untuk aktivitas ekonomi dibandingkan dengan produksi bersama. Meski demikian, tidak lantas menjadi kepemilikan yang tidak terbatas seperti huku.m Romawi. Aquinas merdleksikan ide stewarship of wealth. Bahwa yang lain memiliki hak untuk dibagi.Aquinas memperbolehkan pula pengaturan pemerintah untuk barang publik. Kemudian Aquinas mengakui pula pentingnya kegiatan komersial dan tindakan yang realistik dari adanya insentif. Yang dipermasalahkan Aquinas dalam ..Summa Teologica"
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni2008 :60 - 76
adalah tentang ''just price", dengan pertanyaan, "Whether a man may lawfully sell a thing for more than it is worth?".Profit, dalam hal ini yang moderat, diperbolebkan jika pedagang mempunyai maksud terhormat, seperti self support, charity, dan public service. Karena Aquinas tidak memberikan spesifikasi nilai suatu barang yang katanya tidak bias ditetapkan secara matematis, maka yang dimaksud dengan ''just price" adalah harga berlaku yang terjadi di suatu tempat pada saat tertentu, yang ditentukan oleh perkiraan yang wajar (fair-minded estimate). Selanjutnya Aquinas melarang apa yang disebut improper gains yang dianggap sebagai rente. Tokoh selanjutnya Max Webber dalam "The protestant Ethics and the Spirit of Capitalism", mendukung gagasan, semangat, dan mentalitas kapitalisme yang bersumber dari ajaran agama. Manusia ditunjukkan sebagai homo economicus, yaitu konsep yang dari dulu hingga sekarang dalam hal penugasan kehidupan ekonomi adalah sesuai. Bahwa tujuan hidup adalah mendapatkan kemakmuran dan kekayaan yang digunakan untuk tugas melayani Tuhan. Webber menekankan sikap memperhatikan kehidupan dengan berlaku hati-hati, bijaksana, rajin, dan bersungguh-sungguh dalammengelola bisnis. Segiutama darikapitalisme modem adalah memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya dikombinasikan dengan menghindari secara ketat terhadap pemakaian untuk bermewah-mewah. Prinsip ini mengungkapakan suatu tipe perasaan yang erat hubungannya dengan pemikiran keagamaan. Selanjutnya Weber menunjukkan suatu masyarakat yang sudah diwarnai oleh sifat mental kapitalis akan nampak pada kehidupan yang diarahkan pada alat produksi pribadi,perusahaan, perusahaanbebas,penghematan uang, dan mekanisme persaingan dan rasionalisasi pengelolaan bisnis. Jauh sebelum kemunculan ThomasAquinas dan Max Weber, seorang filsuflslam Ibn Khaldun telah menguraikan dengan detail mengenai aspek-aspek kapitalisme yang religius.Karyanya yang monumental, "Aiuqaddimah ", atau "The pro/ogema" atau "The Introduction" diketjakan selama empattahun (1375-1379) menggambarkan dengan jelas mengenai pemikiran-pemikirannya. Lingkup pemikirannya meliputi teori nilai, hukum supply dan demand, produksi, distribusi dan konsumsi kekayaan, uang dan modal, division of labor, capital formation dan pertumbuhan ekonomi, perdagangan internasional, public finance,dan tanggungjawab ekonomi pemerintah.Rekomendasi kebijakannya didasari oleh analisisnya atas apa yang terjadi dengan mendasarkan pada "the dictates of reason as well as ethics", menunjukkan pertimbangan positif sekaligus normatif. Ibn Khaldun mengakui peningnya institusi pengaturan dalam hal pembuatan kebijakan, pembuatan keuangan publik dan penjaminan dipenuhinya kebutuhan masyaraka. Berarti tidak untuk intervensi pasar dalam hal penentuan harga yang ditentukan supply dan demand. Karena, "God is the controller of the price". Dalam hal dorongan atau insentif tindakan, seperti telah disebutkan diatas, tidak diragukan lagi bahwa Ibn Khaldun menekankan baik alasan rasional maupun moral.
2.4. Karakteristik Sistem kapitalisme Bila dikaitkan dengan sistem ekonomi, penggunaan sistem kapitalisme setidaknya akan memunculkan lima karakteristik pokok. Lima karakteristik pokok tersebut menurut Pratama Rahardja (200l), diantaranya : a. Hak Kepemilikan Sebagian besar hak kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalis adalah hak kepemilikan individu/ swasta.
PRAKTEKAKUNTANSD I AI..AM BUDAYAKAPITAUSME Arvilln Tlillntom
I
65
b.
Profit/ Keuntungan Dalam masyarakat kapitalsi profit menjadian tujuan utama untuk mencapai kemakmuran atau secaa kasamya adalah untuk memuaskan nafsu si pemiliki modal.
c. Konsumerisme Istilah ini identik dengan hedonisme, yaitu :fidsafah hidup yang mengajarkan untuk mencapai kepuasan sebesar-besamya selama hidup di dunia ini. d. Kompetisi Semangatini telahmuncul sejakjamanpemikiranAdam Smith danJ.B Say.Melalui konsep ini individu/ kelompok/ organisasi dituntut untuk selalu efisiensi agar dapat berkompetisi dengan yang lainnya. e. Harga Konsep harga ini diidentikkan dengan kelangkaan. Bila kita bandingkan dengan ideologi lainnya seperti sosialis/ komunis dan lainnya terdapat beberapa perbedaan yang mendasar. Sebagai contoh budaya kapitalisme sekuler mengakui eksisteosi Pencipta dan hari akhir, tetapi menafikkan perannya di dunia nyata sehingga manusia tidak wajib terikat dengan hukum-hukum Pencipta, kecuali dengan hukum-hukum buatan manusia, sedangkan budaya berideologikan sosialis komunis ala Karl Marx memandang kehidupan ini hanya materi belaka yang bersifat kekal, kehidupan ini hanyalah materi yang berevolusi (dialektika materialistik). Dalam konteks peran negara, Muh. Romzy (2001) dalam buku Sosialis Religius berpendapat bahwa budaya kapitalisme memandang negara sebagai wahana untuk menerapkan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh parlemen atau lembaga legislatif, berbeda dengan sosialisme komunis, bagi ideologi ini negara adalah proses dari evolusi materialisme, negara adalah wahana temperer untuk menuju masyarakat tanpa negara dan tanpa kelas. Selanjutnya untuk sistem ekonomi kapitalisme dengan konsekueosinya yang memandang individu sebagai sebagai makhluk yang bebas,
maka kepemilikan barang oleh individu menjadi hal yang wajar apakah itu barang tambang, hasil hutan dan kekayaan alam lainnya. Sehingga memunculkan fenomena monopoli dan kesenjangan ekonomi yang besar.Dalam budaya sosialis komunis konsep kepemilikan dihapuskan, sebab hanya negara saja yang berhak memiliki dan mengelola semua barang-barang komoditi atau uang yang ada. Menurut ZainalAbidin (200l), dalam masyarakat kapitalis kelas pemilik modal menentukan jenis dan jumlah produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dengan demikian kelas pemilik modal pula yang menentukan eksistensi kaum buruh (proletar), karena dengan diku.asainya alatalat produksi, maka kaum buruh secara ekonomis, politis dan bahkan kultural menajdi sangta tergantung pada kaun pemilik modal (borjuis). Berbeda dengan kapitalisme, marxisme/ komunisme menghendaki kepemilikan bersama atas alat-alat produksi, hal ini dapat mencegah terjadinya penindasan, ketidakadilan, alienansi dan dehumanisasi, khususnya pada kelas buruh.
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni2008 :60 - 76
Segi Pemba.nding
Kot1Sep Islam
Konsep Kapita.lis
Konsep Ma.rxis
Filsafat Ekonomi
Berasal konsep ta uhid yang menguatkan Tuhan sebag
berasas laissez faire yang memberi kebebasan penuh kepada n1anusia dalam memenuhi kebu tuhan , meterialistikny, ,
berasas pada konsep petjuangan kelas yang n1enegaskan peran Tuha sebagai kausa prima kehidupan
Nilai Dasar
Kebebasan terbatas terh adap pemilikan (ownership) harta kekayaan dan sumbersun1ber ekononli, Nil,,i keseimbangan (equilibr-ium), Nil.U Keadilan (Justice).
hak nulik individu adalah absol ut, adan ya kebebasan n1en1asukt se mua sekt or kegiatan ekonomi dan t:ransaksi utenurut persaingan bebas dan norma individu ditarik dari individualin1e d,u, u tilitarianisnte.
Hak milik ada pada kaum proletar yang diwakili oleh pemerintah diktator, sentralistik dan n1en1atikan kreativit,lS ekonomi r.lkyat, pendapatan dan distnbusi kolE'ktif adalah hal utan1a dan hu bungan E'kononu di luar nE>gam sengat diba tasi.
Nilai InstrumE'n
KonsPp za k"t
T<>rlPtak P"d" pPrsai-
PPrPnC';Uli'li\n sP.ntt·r.ltshk
Ekonomi
larangan riba (btmga) kerjasama ekononu (cooperation a tau syirknll), j
ngan sen1pun1a dan kebebasan kE'luar masuk tanpa restriksi, Pasar yang ntonopolistis, lnfonnasi dan bentuk p.1sar atonustis dari
tnelalui proses iterasi yang mE'kanistis, Pemilikan kaum prolE'tar thd . faktor produksi secara kolektif
atau hi lmlz)
tiap tuut ekonomi
Ekonomi
Sumbe1· : A. M. Saefuddin, et.al (1998: 35-56)
Sangat tampak sekali bahwa karakteristik yang muncul dalam sistem kapitalisme dan sistem lainnya seperti sosialis komunis lebih condongpada materialiSl!K; sebingga tujuan awal darifalsafah kapitalisme mengalami pergeseran. Pergeseran konsep kapitalisme terjadi ketika masa renaissance muncul di Eropa, beberapa ahli ekonomi mulai memisahkan iJmu pengetahuan dengan agama, sehingga muncul doktrin yang sangat terkenal hingga sekarang bahwa ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang harus bebas nilai. Dalam perkembangannya iJmu ekonomi harus bebas dengan nilainilai yang ada (agama, budaya, lingkungan dll), iJmu ekonomi menjadi satu kajian yang diukur datgan nilai rasionalitas, objdctivitas dan ilmiah.. di sisi lain budaya kapitalisme mengalami kemajuan yang pesat ditandai dengan peristiwa revolusi industri hingga kemajuan teknologi yang dijadikan alat pendukung untuk memperkuat kapitalisme itu sendiri, dan yang lebih penting lagi adalah makna etis menjadi hal yang bias dalam praktek ekonomi kapitalis.
2.5. Dampak Sistem Kapitalisme AriefBudiman (1991) mengemukakan bahwa salah satu dampak budaya kapitalisme global adalah diciptakannya manusia-manusia yang serakah dan materialistis, sesuai dengan yang dibutuhkan oleh sistem kapitalisme. Produksi akan macet kalau manusia merasa sudah cukup dan tidak mau berkonsumsi lagi. Akibatnya, melalui ildan dan berbagai bentuk promosi lainnya manusia dibentuk menjadi berperilak:u konsumeristis.Sikap serakah, materialistis, dan konsumeristis inilah yang mendorong orang untuk bekerja sekeras-kerasnya, demi memenuhi keinginannya yang tak
PRAKTEK AKUNTANSDI AI..AM BUDAYA KAPITAUSME Arvilln Tlillntom
kunjung terpuaskan. Kekayaan menjadi simbol status dalam sistem kapitalis. Ukuran tidak: lagi pada kualitas manusianya, melainkan pada jumlah atau kuantitas harta yang dimiliikinya. Kejujuran tak lagi menjadi ukuran keluhuran perilaku. Sisi lain dari pengembangan sistem kapitalis adalah ditimbulkannya semangat individualistis, baik dalam berkonsumsi maupun berproduksi. Kolektivitas dan solidaritas dianggap tidak: rasional. Kemampuan berkompetisi untuk meraih yang terbanyak, tertinggi, lalu berkonsumsi dalam jumlah banyak untuk meraih simbol status adalah tuntutan untuk bisa masuk danbertahan dalam kehidupan sistem kapitalis.Akhimya kapitalisme bukan lagi sekadar sistem perekonomian belaka, tetapi sudah mencampuri nilai-nilai kehidupan dan menentukan arah tujuan hidup. Dampak kapitalisme lainnya secara lebih luas menurut Prathama Rahardja (2001) diantaranya bahwa kapitalisme dapat memunculkan : a. Persaingan bebas(free competition).Hal ini menyebabkan memburuknya distribusi pendapatan di masyarakat, sehingga orang kaya akan semakin kaya dan sebaliknya orang miskin akan maikin miskin b. Dalam kenyataanya ada saling mengorbankan antara ujuan efisiensi dengan keadilan. Masyarakat kapitalis sangat mengagungkan efisiensi, sehingga tidak: ada larangan bagi pengusaha untuk meningkatkan efisiensinya, termasuk.terus-menerus mengurangi tenaga kerja dan menggantinya dengan peningkatan teknologi. c. Prinsip mekanisme pasar dengan "invisible hand'nya dapat menciptakan imperialisme baru dalam bentuk perluasan keku.asaan ekonomi (merger, akuisisi dll). Lebih tajam lagi Benjamin R Barber (2003) dalam bukunya Jihad Vs Me World menyoroti sepak terjang kapitalisme dengan nada sinis sebagai ••ideologi yang paling menarik dan diminati suatu bangsa", selanjutnya Benjamin menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan besar menjadi ''pelaku utama" dalam masalah-masalah global dan perannya lebih besar daripada sebuah negara. Perusahaan ini bukan hanya disebut sebagai perusahaan multinasional tapi telah Illel!iadi tansnasional atau pascanasional bahkan menuju antinasional, karena melalui konsep globalisasi mereka menarik kembali gagasan tentang bangsa dan parokialisme lain yang membatasi mereka dalam ruang dan waktu. Lebih tajam lagi Zainal Abidin (2002) menyoroti dampak kapitalime dan fllsafat positivisme secara umum bahwa jika tolak ukur pembangunan adalah kemajuan di bidang fisik material maka sasaran atau orientasi hidup manusia ditujukan untukmendapatkan sebanyak-banyaknya kekayaan material, konsekuensi etis dari hal ini adalah masalah etika dan moral menjadi marginal, tujuan hidup manusia bukan lagi kebahagiaan dan kenikmatan kerja melainkan pada perolehan sebanyakbanyaknya hasil dalam waktu yang singkat, selanjutnya harga diri dan martabat seseorang atau suatu bangsa ditentukan oleh seberapa besar akses dan kontribusi ekonomi dan industri yang dimiliki oleh orang atau bangsa ito.Semakin besar akses dankontribusi ekonomis dan politis seseorang atau suatu bangsa, semakin besar pula harga diri dan martabat orang atau bangsa itu. Kualitas dan kemanusian hanya merupakan nilai yang bersifat periafeal. Padahal jika merujuk pada pendapat dari Mahatma Gandhi "dunia bisa mem.enuhi kebutuhan hidup umat manusia, tetapi tidak: bisa mem.enuhi keserakahan manusia"Sangat jelas sekali bahawa budaya kapitalise mem.bawa manusia pada hidup yang bersifat serakah untuk pemuasan nafsu yang tak terbataskan.
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni2008 :60 - 76
3. Akuntansi Dalam Prakteknya 3.1. Akuntansi dalam Perangkap Kapitalisme Seperti yang diungkap oleh Tricker (1978) akuntansi adalah anak dari budaya masyarakat dimana akuntansi dipraktekkan.Hal ini mengindikasikan bahwa nilai masyarakat memiliki peranan yang penting dalam mempengaruhi bentuk akuntansi. Akuntansi modern yang berkembang saat ini banyak menyerap dan dikembangkan oleh masyarakat yang kental dengan nilai leberalisme dan kapitalisme yang tinggi. Dalam masyarakat yang kapitalis hak milik mutlak berada pada seorang individu, dengan konsep ini sebuahbadan usaha didirikan, dimiliki oleh, dan digunakan untuk pemilik: yang memiliki modal (kapitalis). Kedudukan yang tinggi bagi seorang kapitalis ini akhirnya membentuk akuntansi yang memihak pada kepentinggan kapitalis.Bahkan para praktisi akuntansi ikut terpengaruh dengan memanipulasi angka-angka laba hanya untuk memuaskan kepentingan kapitalsi (ENRON, LIPPO). Menurut Triyuwono (2006) secara implisit kedudukan kapitalis yang sentral ini telah mengakibatkan : (a) bentuk akuntansi menjadi egois, (b) bias materi, (c) tidak memperhatikan eksternalitas, (d) bias maskulin dan (e) berorientasi pada informasi berbasis angka. a). Nilai egoisme dalam Akuntansi Egoisme dalam akuntansi identik dengankonsep akuntansi ekuitas yaitu entity theory. Menurut pandangan teori ini, perusahaan akan eksis bila ia mampu menciptakan income. Dan income ini semata-mata diperuntukkan pada pemegang saham. b). Nilai Materialisme Akuntansi Modern Nilai materialitas yang terkandung dalam akuntansi identik dengan konsep utilitas yang dianutnya. Dalam prakteknya jika suatu perbuatan mengbasilkan utilitas, maka perbuatan tadi dikatakan etis, dan utilitas yang diamksudkan disini adalah utilitas dalam pengertian materi dengan konsep dasarnya untuk meraih pleasure dan happiness. c). Orientasi Internalitas Akuntansi Modern Praktek akuntansi modem cenderung tidak bertanggung jawab terhadap unsur eksternal yang terjadi akibat aktivitas yang dilakuk:an oleh perusahaan, dan sebaiknya yang menanggung adalah masyarakat secara keseluruhan. d). Orientasi Angka-angka Akuntansi modern Seperti yang diutarakan oleh Hines (1989) bahwa tanpa angka-angka akuntansi keadaan perusahaan tidak dapat tergambarkan.Orientasi pada angka-angka akuntansiinimenjadikan realitas bisnis oleh akuntansi modern berpusat pada angka yang akan dibentuk, dampaknya informasi yang dimunculkan menjadi sangat parsial karena tereduksi oleh bentuk angka-angka yang diinginkan. 3.2. Budaya Kapitalisme dalam Kepemilikan Perusahaan Dalam ilmu akuntansi, teori kepemilikan yang sering digunakan adalah Entity Theory. Ide utama teori iniadalah memahami perusahaan sebagai entitas yang terpisah dari pemiliknya.Terdapat dua pandangan yang berbeda dalam konteks Entity Theory. Versi pertama adalah versi tradisional yang memandang bahwa perusahaan beroperasi untuk keuntungan pemegang saham, yaitu orangorang yang menanamkan dananya dalam perusahaan. Dengan demikian akuntansi akan diperlakuk:an sebagai laporan kepada pemegang saham tentang status dan konsekuensi dari investasi mereka. Versi kedua adalah anggapan bahwa sebuah entitas adalah bisnis untuk dirinya sendiri yang
PRAKTEKAKUNTANSD I AI..AM BUDAYAKAPITAUSME Arvilln Tlillntom
I
69
berkepentingan.Hal ini menyebabkan laporan akuntansi diberikan kepada pemegang saham hanya dalam rangka memenuhi persyaratan legal dan untuk mengelola hubungan baik dengan mereka
dalam konteks bahwa sejumlah dana tambahan mungkin dibutuhkan dimasa depan.Dalam praktelmya teori ini mengakibatkan manajemen mengemban tugas untuk memperoleh dan mengakunwlasi kekayaan yang tanpa batas, entitas bisnis memiliki kekuasaan untuk memanfaatkan pendapatan dan kekayaannya sendiri, dengan orientasi untuk kesejahteraan pemilik perusahaan.Entitas bisnis akan berperan sebagai agen pemilik perusahaan dengan orientasi kerja perolehan kekayaan secara tak terbatas baik untuk kesejahteraan pemilik juga untuk survivalitas dan perkembangannya sendiri. Bahkan yang lebih mengerikan lagi adalah entitas bisnis ini akan dijadikan sebgai mesin perang mengeruk kekayaan dan pertimbangan etis dikesampingkan. Karena ia hanya alat makan perilakunya ini tidak dapat disalahkan. Selain itu dalam prakteknya Entity Theory inimemiliki kemampuan untuk merasionalisasikan, menormalisasi dan melegitimasi berbagai macam instrumen yang digunakan untuk mengendalikan buruh yang seolah-olah kaum buruh memperoleh banyak manfaat dari sistem yang sebenarnya sangat eksploitaif (Triyuwono; 2006).
3.3. Budaya Kapitalisme dalam Laporan Keuangan Perusabaan Pengaruh budaya kapitalismjuga terlihat pada formula dari tujuan laporan keuangan yang didefinisikan oleh accounting body di Amerika Serikat, seperti terlihat di bawah ini : The basic objective of financial statement is to provide information useful for making economic decision (Mathews and Parera ; 1993) Tujuan dasar dari laporan keuangan seperti yang diungkapkan di atas secara implisit merefleksikan kepentingan investor (stockholder) atas manfaat ekonomis dari apa yang telah diinvecttasikan. Untuk itu,pihak invecttor akan membutubkan informasi akuntansiuntuk pengambilan keputusan. Jadi laporan keuangan merupakan instrumen yang digunakan untuk memberikan informasi tentang kinetja dari manajemen. Sehingga kita akan melihat bahwa formula laporan keuangan ini sectungguhnya tidaklah benar-benar netral, formula ini cenderung memiliki bias nilai, yaitu mementingkan kepentingan pemilik modal. Kepentingan dari pemilik modal itu sendiri adalah mempertahankan modal yang ditanam (capital maintenance) sekaligus mendapatkan laba yang
maksimal. Berdasarkan hal ini maka yang paling krusial tetjadi adalah akuntansi akan menjadi kendaraan yang dikuasai oleh pemilik modal (kapitalis) di mana kekuasaan tunggal berada di tangannya.Dan eksploitasi ini dilakukan terhadap pihak-pihak lain serta alam.
3.4. Simbiosis Mutualisme Kapitalisme dan Teori Akuntansi Tanpa disadari ternyata perilaku yang terjadi dalam realitas sosial dan praktek bisnis yang serba kapitalis maka tepri yang membentuk ilmu akuntansi itu sendiri dirasuki atau terkontaminasi karakteristik kapitalisme yang kuat. Dengan kata lain telah terjadi hubungan yang saling menguntungkan (sismbiosis mutualisme) antara para kapitalis dengan ilmu akuntansi. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Bailey (1988) memberikan gambaran jelas tentang bentuk dan peraturan akuntansi akuntansi dinegara-nagara sosialis. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa akuntansi yang dipraktekkan di negara-negara tersebut sarat dengan nilainilai sosialis. Sedangkan karya Watts dan Zimmerman (1986) dalam bukunya yang terkenal dan dijadikan rujukan bagi teori akuntansi modern Positive Accounting Theory,memberikan gambaran
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni2008 :60 - 76
yang jelas tentang sistem ek:onomi kapitalsi yang mempunyai pengaruh kuat dalam membentuk: praktik-praktik akuntansi khususnya dinegara-negara yang menggunakan sistem ini. Dari kedua penelitian di ata dapat dilihat bahwa faktor sistem politik (ideologi) dan ekonomi adalah faktorfaktor penentu yang memiliki andil besar dalam membentuk:akuntansi. Karena saat iniyang menjadi magnet adalah ideologi kapitalisme, maka menjadi hal yang wajar bahwa teori akuntansi modem yang dikembangkan oleh Watts dan Zimmerman yaitu Positive Accounting Theory (PAT) kental dengan ideologi kapitalisme dan menjadi magnet rujukan perkembangan ilmu akuntansi. Dalam praktek:nya kita dapat melihat bahawa akuntansi positif merupakan anak dari sistem ekonomi kapitalis. Ciri maksimalisasi laba dan akumulasi kapital merupakan identitas utama yang tidak dapat dipisahkan dari akuntansi positif. Perkembangan ilmu positifproduk. dari modernisme ini banyak menekankan pada aspek praksis dan fungsi, melecehkan aspek nilai (etika) dengan beranjak pada asumsi ilmu pengetahuan positif harus netral dan bebas dari nilai (value free). Kek:uatan modemisme yang semakin besar menyebabkan perkembangan ilmu pengetahuan positif semakin kuat, dengan kek:uatan hegemoni ini maka ilmu-ilmu yang tidak sesuai dengan metode (prosedur) ilmiah yang telah diformat oleh ilmu positif diklaim sebagai ilmu yang tidak ilmiah, tidak sahih dan tidak layak untuk: hidup, dikembangkan apalagi dipraktek:kan. Angin segar yang dihembuskan oleh modernisme mem.bawa Postive Accounting Theory berkembang menjadi paradigma baku dalamilmu akuntansi, hal inisekaligus memberikan keuntungan kepada kapitalisme untuk: tetap menancapkan kek:uasaanya dalam sendi-sendi kehidupan manusia diantaranya dalam praktek bisnis. Sehingga dalam praktek: akuntansi, kita akan melihat bahwa akuntansi positif yang berkembang saat ini merupakan anak dari sistem kapitalistik. Ciri maksimalisasi laba dan akumulasi kapital merupakan identitas utama yang tidak dapat dipisahkan dari akuntansi. Maksimalisasi laba misalnya, akan terlihat di akhir laporan Rugi Laba akan terlihat akun Laba Bersih. Akun ini merupakan tujuan utama manajemen perusahaan yang juga menjadi kepentingan bagi pemilik perusahaan (shareholders), investor dan kreditor. Semakin tinggi angka akuntansi yang diciptakan dalam akun Laba Bersih ini, maka semakin baik kinerja dari peruasahaan yang bersangkutan. Sedangkan ciri budaya kapitalis lainnya dalam akumulasi kapital akan tampak pada Laporan Neraca dengan akun Laba yang Ditahan yang merupakan bagian dari Ekuitas. Atau dilaporkan juga secara khusus dalam Laporan Laba yang Ditahan.Semakin besar komposisi ekuitas ini terhadap nilai hutang, maka semakin aman investasi yang ditanamkan oleh investor. Analisis-analisis keuangan dalam akuntansipun dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan atau yang terkait dengan perusahaan. Kita bisa melihat bahwa alat-alat analisis ini sebetulnya tidak terlepas dari hegemoni kapitalisme, dengan tingkat kepercayaan yang sangat tinggi pada angka-angka akuntansi, akhimya nilai yang dibuat dalam angka akuntansi tersebut menjadi angka-angka yang ..sakral" yang dianggap dapat membantu meningkatkan kesejahteraan ek:onomi bagi pihak-pihak yang berkepentingan melalui pengambilan keputusan ek:onomi. Dan sebagai penyedia informasi akuntansi juga dapat digunakan sebagai misalnya, alat untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi, alat untuk menurunkan agency cost, meningkatkan produktivitas karyawan dan sebagainya.
4. Perlunya Etika Kapitalisme masih terus bertahan. Secara berani Francis Fukuyama menyatakan bahwa kapitalisme adalah the end of history,hal ini dikarenakan setiap negara mengadopsi dan berusaha sistem ek:onomi yang market oriented dan terintegrasi menuju kapitalisme global, alasannya jelas,
PRAKTEKAKUNTANSD I AI..AM BUDAYAKAPITAUSME Arvilln Tlillntom
I
71
meningkatnya kompleksitas dan intensitas informasi kehidupan modern pada saat yang bersamaan membuat centralized planning-economy menjadi sangat-sangat sulit, kalau tidak mau dikatakan tidak memungkinkan. tersebut. Sistem kapitalisme pasca perang dunia kedua juga telah menjadi natural stopping point, yang mendorong banyak negara agraris dan industri untuk mengejar ketertinggalannya dari Amerika. Alasan selanjutnya dalah kegagalan yang dialami konumisme. Sepertiga masyarakat dunia yang menggunakan ekonomi komunis telah memutuskan untuk bergabung dengan sistem kapitalisme. Kapitalismepun untuk mempertahankan eksistensinya melakukan perubahan-perubahan, Kata LesterThurow, "Its still going to be capitalism, but it's going to be a very different capitalism. In other words, we know the forces that are going to determine the future of capitalism. But we don't knaw is the exact shape of the future, because that s not determined by stars; its determined by what we do". (Rethinking thefuture, hal 237). Pernyataan Thurow ini merujuk pada lima kekuatan. Pertama, berakhimya komunisme. Kedua, pergeseran dari industri yang natural resource-based ke industri yang manmade brainpower atau yang knawledge-based. Ketiga, faktor demografis; tumbuhnya populasi dunia yang sekaligus makin tua. Keempat, sampainya masa genuinely global economy. Terakhir, hilangnya dunia yang unipolar, tidak ada lagi kekuatan ekonomi dan politik yang dominan. Gesekangesekan kekuatan ini menimbulkan perubahan lingkungan industri, edologis, teknologis, sosiologis, psikologis, ekologis, dan seterusnya. Dalam halini, teknologi dan ideologi ditunjuk sebagai kekuatan utama yang besar.Disebutkan lebih lanjut oleh Lester Thurow dalam "The Future of Capitalism", mengatakan bahwa kapitalisme masih akan berlanjut meskipun mengalami beberapa perubahan. Ia memajukan eksperimen sosial dengan menciptakan prinsip, norma, dan aturan-aturan sosial baru yang sesuai dengan perkembangan ekonomi. Sehingga, semakin berkembang ekonomi dan teknologi, semakin berkembang pula komponen normatif masyarakatnya. Salah satu langkah dalam mengeliminir dampak negatif dari kapitalisme adalah dengan mengembalikan kapitalisme ini kewujudnya yang semula, yaitu sebagai sarana untuk mengabdi kepada Tuhan (Ibn Khaldun, Thomas Aquinas), sehingga perilaku kapitalisme akan dikontrol oleh standar etis yang membatasi aktivitas gerak individu. Keterlibatan etika dalam bentuk norma, nilai dan moral haruslah diharmoniskan dalam diri manusia ketika berinteraksi dengan sesama dan sekitarnya. Francis (1990) mengklaim bahwa akuntansi adalah sebuah praktek moral. Hal ini dikarenakan akuntan dapat mengubah dunia dan mempengaruhi pengalaman hidup orang lain dengan cara yang menyebabkan pengalaman hidup seseorang menjadi berbeda dengan tidak adanya akuntansi atau adanya bentuk alternatif akuntansi dalam haliniadalah informasi akuntansi itu sendiri.Selanjutnya Jere Francis (1990) mengemukakan nilai etika yang dapat direalisasikan melalui praktik akuntansi yaitu : kejujuran (honesty), perhatian terhadap status ekonomi orang lain (concern for the economic status of others), sensitivitas terhadap nilai kerja sama dan konflik (sensitivity to the value of cooperation and conflict), karakter komunikatif akuntansi (comnw.nicative character of accounting) dan penyebaran informasi ekonomi (dissemination of economic information). Beberapa pendapat di atas menandakan fenomena yang menunjukkan semakin meningkatnya perhatian akan pentingnya penerapan etika dalam akuntansi khususnya dan dunia bisnis pada umumnya, hal ini dikarenakan begitu gencamya praktek kapitalisme melanda dunia bisnis.
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni2008 :60 - 76
Kecenderungan yang besar untuk: selalu mengakumulasi laba mempengaruhi perilaku para pelaku bisnis sehingga muncullah praktek-praktek seperti monopoli, eksploitasi karyawan atau buruh, kesewenangan dalam mengeksploitasi alam dll Seperti yang dikemukakan oleh Sonny Keraf (1991) dibawah ini:
Namun yang masih sangat memprihatinkan adalah bahwa bisnis hampir tidak pernah atau belum dianggap sebagai suatu profesi yang luhur. Hal ini disebabkan oleh pandangan masyarakat yang menganggap bahwa bisnis adalah suatu pekerjaan yang kotor dan dicemoohkan. ltulah sebabnya bisnis selalu mendapat konotasi yang jelek...Kesan dan sikap masyarakat seperti itu sebenarnya disebabkan oleh ulah orang-orang bisnis itu sendiri, atau lebih tepat ulah beberapa 'orang bisnis ' yang memperlihatkan citra yang begitu negatif Agama merupakan sumber yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam etika bisnis, karena agama memudahkan manusia untuk: mengetahui atau membedakan yang baik dan yang buruk atau yang benar dan yang salah dalam berbisnis. Mengapa agama dijadikan sumber nilai ? karena hanya Tuhanlah yang memiliki otoritas tertinggi dalam menetapkan nilai-nilai yang baik dan yang benar. Menurut Chryssides dan Kaler (1993) :
... jika Tuhan itu ada, lalu siapa yang lebih baik dari Tuhan itu sendiri memutuskan apa yang benar dan apa yang salah ? Jika Tuhan itu Maha Mengetahui, maka pasti Dialah pemegang otoritas yang terpercaya atas para ahli etika .... Oleh karena itu masyarakat yang percaya akan adanya Tuhan akan membangun nilai-nilai etikanya berdasarkan pada ajaran agama masing-masing, sehingga dalam praktek bisnis mereka akan selalu diselimuti dengan nilai etika yang kuat, setidaknya dalam berperilaku, seorang kapitalis akan menampilkan sosok kapitalis yang religius. Pelaksanaan etika yang berdasar pada agama akan memberikan suatu konsep yang menyatakan bahwa pelaku tindakan (individul kelompok) yang baik dan benar menurut etika agama akan mendapatkan pahala atas yang telah diperbuatnya, dan jika melanggar mereka akan berdosa atas perbuatannya. Esensi yang lebih tinggi yang dapat diambil dalam menyandarkan etika pada agama adalah adanya kesadaran dalam diri individu I kelompok da1am melakukan tindakan (kegiatan bisnis) seolah-olah telah melihatAllah, atau sebaliknya bahawa individul kelompok sadar bahwa Allah selalu melihat apa yang mereka perbuat. Kesadaran seperti ini membuat para pelaku bisnis meyakini bahwa dalam hidup ini tidak ada jalan menghindar dari Tuhan dan pengawasan-Nya terhadap tingkah laku mereka.
5. Penutup Masa depan tidak dapat diketahui pasti, walaupun paling tidak kita dapat melihat tandatandanya.Seperti kataAristoteles,kita dapat mengubah masa depan karena kita tidak mengetahuinya: kalau masa depan sudah diketahui, maka kita tidak dapat mengubahnya. Masa depan tergantung dari apa yang kita lakukan saat ini, dan semuanya dapat berharap bahwa kita dapat menjumpai hari esok yang lebih baik. Sebagaimana ilnw ekonomi mengajarkan, manusia senantiasa dihadapkan pada pilihan-pilihan. Demikian juga dengan sistem ekonomi yang dipakai dalam praktek bisnis sekarang merupakan bagian dalam pembentukan hari depan yang lebih baik. Kita berurusan dengan persoalan besar,
PRAKTEKAKUNTANSD I AI..AM BUDAYAKAPITAUSME Arvilln Tlillntom
I
73
yang sangat menentukan kinerja perek:onomian yang lebih baik. Sebagaimana disebut didepan, pilihannya ada dua, menjalankan yang sudah ada atau menawarkan alternatifbaru.Alternatifbaru ini, bias sama sekali baru, atau membuat yang sudah ada dengan beberapa penyesuaian-penyesuaian yang - kalau memang perlu - sifatnya fundamental. Yang dipaparkan disini adalah sebuah realitas sosial yang terbangun dengan pondasi yang kuat berupa kapitalisme yang telah me:mbelenggu praktek akuntansi danperkembangan i1mu akuntansi itu sendiri.Konsep kapitalisme yang awalnya menitik beratkan kepada perwujudan ibadah kepada Tuhan telah dikesampingkan menjadi pemuasan individu yang berlebihan, sehingga perilaku-perilaku negatif dalam bisnis menjadi hal yang diwajarkan. Perkembangan teori dan praktek akuntansi disini dipaparkan dengan maksud memberikan gambaran bahwa telah terjadi praktek simbiosis mutualisme antara akuntansi dengan budaya kapitalisme itu sendiri, bila hal ini dibiarkan maka pendapat Francis Fukuyama bahwa kapitalisme sebagai the end of history menjadi kenyataan. Mitos bahwa ilmu pengetahuan (akuntansi) adalah ilmu yang bebas nilai mesti kita rubah, justru akuntansi dan praktek di dalamnya sangatlah sarat dengan nilai. Jika hari ini nilai yang menyelimuti akuntansi adalah nilai-nilai kapitalisme, maka perubahan mesti dilakukan. Perlunya nilai-nilai etika melandasi praktek akuntansi dan bisnis pada umumnya menjadi satu keharusan, dan tugas ini berada dalam tampuk kita sebagai pelaku dan pengembang dari akuntansi itu sendiri. Jangan sampai kita berada dalam posisi yang netral, atau meminjam istilah Baudrillard berada dalamposisi /e strategy de fatale yang penuh dengan paradoks, tidak menerima, tidak menolak, tidak mengkritik, tidak menyanjung situasi yang ada dan bersikap peduli amat ! Kalau masih ada semangat, seperti kata Muhammad Iqbal, "mendatangkan kehidupan dari dunia sendiri, menyalakan api yang tersembunyi dalam dunia sendiri" kalau dunia yang sekarang tidak sesuai dengan keinginan kita. Entah mana yangfirst best choice, mana pula yang second
best choice.
Daftar Pustaka Abidin, Zainal., 2001, Filasafat Manusia, Bandung, Rosda Bailey, Derek T., 1988, Accounting in Socialist Countries, London. Routledge Barber, Benjamin (2003),. JIHAD Vs Me WORLD Globalisasi dan Tribalisme Baru Dunia. Surabaya. IKON Budiman. Hikmat., 1997, Pembunuhan yang Selalu Gaga/: Modemisme dan Krisis Rasionalitas Menurut Daniel Bell, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Chryssides, George D., 1993, An Introduction to Business Ethics, London. Chapman & Hall Francis, Jere., 1990, after virtue? Accounting as a Moral and Discursive Practice. Accounting, Auditing and Accountability Journal3 (3); 5-17
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni2008 :60 - 76
Hines, Ruth D., 1988, Financial Accounting in Community reality, we construct Reality. Accounting Organization and Society 13 (3); 251-256 ., 1989. The Sociopolitical Paradigm in Financial Accounting Research, Accounting, Organizations and Society 2(2); 72-92 Hofstede, G, 1980, Culture Consequences, Beverly Hills, California : Sage Publication. Hofstede, G, 1987, Accounting and Culture, Edited by Barry e. Cushing, American Accounting Association. Hofstede, G, 1991, Cultures and Organizations-Software of the Mind, McGraw Hill Book Company, U.K. H.U Pikiran Rakyat Iggi Haruman Achsien., 1999. Kapitalisme Relijius, Buletin Ekonomi dan Moneter, Jakarta. Iqbal, Muhammad., 1984, The Reconstruction of Religious thought in Islam, Lahore: Institute oflslamic Culture,. Keraf, A Sonny., 1991, Etika Bisnis : Membangun Citra Bisnis sebagai Profesi Luhur, Yogyakarta, Penerbit Kanisius H.U KOMPAS Mathews, MR and MHB Perera., 1993, Accounting Theory and Development, Melbourne, Thomas Nelson Australia Muh, Romzy et. al., 2001, Sosialis Religius, Jogjakarta, Kreasi Wacana Naisbitt, John and Patricia Aburdene, , 1990, Megatrend 2000, JakartaBinarupa Aksara. Parera, M. H. B., 1989, Towards a Framework to Analyze the Impact of Culture on Accounting, The International Journal of Accounting 24 (1); 42-56 Prayudi., 2003, Pengaruh Budaya dan Nilai-Nilai Kepercayaan (Agama) terhadap Sistem dan Praktek. Akuntansi di Negara Berkembang. (www.fatimah.org) Rahardja Pratama (2001), Teori Ekonomi Makro. Lembaga Penerbit FE UI. Sasono Adi, Didin Hafidudin, A.M. Saefudin, dkk. 1998. Solusi Islam Atas Problematika Umat (Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah). Jakarta: Gema Insani Press. Soek.anto, Soejono., 1994, Sosiologi suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali Pers Thurow, Lester , 1996, The future of Capitalism, London; Nicholas Brealey Pub.
PRAKTEKAKUNTANSD I AI..AM BUDAYAKAPITAUSME Arvilln Tlillntom
I
75
Triyuwono, lwan., 2006, Akuntansi Syariah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Weber, Max, 1958, The Protestant Ethics and the Spirit of Capitalism, Charles Scribner's Sons, New York. Watts, Ross L. And Jerold L. Zimmerman, 1986, Positive Accounting Theory, englewood Cliffs, Prentice-Hall, Inc
www.tempointqak:tif.com
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni2008 :60 - 76