42
STAIN Palangka Raya
RELIGIOUS EDUCATION CHILDREN IN THE FAMILY CROSS RELIGIOUS PERSPECTIVE ABSTRACT By: Hamdanah Family is one of natural education center. Parents are naturally encouraged to educate and guide their children to be mature who have a decent life, to be happy in this world and hereafter. Because the religious education that was given by parents to children has a major influence in forming the character of the growth and development of the children. Children who get more religious exercise in their childhood will get a stronger religious basic in them selves when they are being adult, so they can apply it in their life. Religious diversity is a Sunnatullahthat must be accepted by humans objectively, even the Lord reminded that everybody has been given a law and way in belief, then how humans compete to do goodness on the earth. The multi religions perspective, religious education in family basically shows similarities in pattern, goal and material. Its pattern and goal is to establish a good personality, to the Almighty God and also the other creatures, in order to make a responsible person. Different religions in a family is quite difficult to provide religious education to the children, though it seems harmonious, but it gets problems and psychological effects in the process of planting a belief or ideology to the children. Keywords: Religious Education, Family, Interfaith
I. Pendahuluan Pendidikan pada dasarnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat,
dan keluarga. Atas dasar tanggung jawab ini
pendidikan di Indonesia diselenggarakan melalui tiga jalur, yaitu pendidikan formal, non formal dan informal.1 Kegiatan pendidikan informal yang
1
Barsihannor, Belajar dari Luqman al-Hakim (Yogyakarta: Kota Kembang, 2011), hlm. 1. Lihat pula Dedi Hamid, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Bina Bahagia, 2004), hlm. 16.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
43
STAIN Palangka Raya
dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.2 Institusi keluarga merupakan pendidikan yang pertama yang didapat oleh anak. Lingkungan pendidikan yang pertama membawa pengaruh terhadap anak untuk melanjutkan pendidikan yang
dialaminya di sekolah dan di
masyarakat. Dengan kata lain bahwa peran keluarga adalah suatu kewajiban yang harus diberikan kepada anaknya untuk membentuk kepribadian bagi anaknya baik lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Orang tua sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan anak,3 berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya sesuai dengan kedudukannya yang telah diberikan amanat oleh Tuhan. Fungsi orang tua secara kodrati adalah membimbing anak-anaknya agar menjadi manusia dewasa, berkehidupan yang layak, taat beragama, menjadi anak yang saleh, bahagia di dunia dan di akhirat. Keinginan seperti ini merupakan keinginan alamiah yang secara fitrah telah dimiliki oleh orang tua. Hal ini disebabkan Allah telah menghembuskan sifat kasih sayang ke dalam setiap diri manusia sebagai modal dasar untuk menjadi khalifah di muka bumi. Untuk mewujudkan hal yang demikian orang tua dituntut menciptakan kehidupan rumah tangga yang harmonis antara kebutuhan fisik dan psikis. Kebutuhan fisik berupa pemenuhan seluruh kebutuhan keluarga baik berkenaan dengan sandang, pangan, dan papan, sedangkan kebutuhan psikis adalah menjadikan keluarga sebagai basis pendidikan sekaligus penghayatan agama bagi seluruh anggota keluarga. Dari semua proses pendidikan yang dijelaskan di atas, maka pendidikan
agama menjadi sesuatu yang sangat urgen di dalam rumah
tangga. Pendidikan agama dalam keluarga dapat memberikan pengaruh besar bagi pembentukan karakter yang diharapkan. Di Indonesia terdapat lima agama yang mendapat pengakuan negara yaitu; Islam, Katolik, Protestan, Hindu dan Buddha. Di samping itu, di era 2
UU RI Nomor 20 Tahun 2003, Bab IV pasal 27 ayat 1 (Bandung: Citra Umbara, 2003), hlm.13. 3 Lihat QS. At-Tahrim [66]: 3.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
44
STAIN Palangka Raya
Presiden Abdurrahman Wahid, Konghuchu4 juga mendapat tempat tersendiri di negeri ini. Masing-masing agama yang diakui ini mempunyai ketentuan hukum yang berbeda satu sama lainnya. Dalam tulisan ini penulis akan mengungkapkan bagaimana pendidikan agama anak dalam keluarga dilihat dari berbagai agama. II. Makna Keluarga Bagi Anak Secara sosiologis keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil yang terdiri atas suami-isteri-anak. Pengertian demikian mengandung dimensi hubungan darah dan juga hubungan sosial. Dalam hubungan darah keluarga bisa dibedakan menjadi keluarga besar dan keluarga inti, sedangkan dalam dimensi sosial, keluarga merupakan suatu kesatuan sosial yang diikat oleh saling berhubungan atau interaksi dan saling mempengaruhi, sekalipun antara satu dengan lainnya tidak terdapat hubungan darah. Pengertian keluarga dapat ditinjau dari perspektif psikologis dan sosiologis.5 Secara Psikologis, keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi,
4
Di masa Orde Baru, seluruh aktivitas peribadatan Konghuchu dilarang dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 14/ 1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Di masa Presiden Abdurrahman Wahid berkuasa, ia mencabut Inpres Suharto itu dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 6/ 2000, dan kini etnis Tionghoa dapat merayakan kembali Imlek secara bebas dan terbuka. Menteri Agama pada tanggal 24 januari 2006 telah menegaskan, bahwa berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 1 tahun 1965, yang kemudian dinyatakan oleh UndangUndang Nomor 5 tahun 1969, maka Departemen Agama melayani umat Konghuchu sebagai umat penganut agama Konghuchu. Selanjutnya ditegaskan bahwa berkaitan dengan ketentuan UndangUndang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, jika dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan menganggap itu maka Departemen Agama memperlakukan para penganut agama Konghuchu yang dipimpin oleh Pendeta Konghuchu adalah sah menurut Undang-Undang Perkawinan. Pencatatan perkawinan bagi para penganut agama Konghuchu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu dilakukan oleh Kantor Catatan Sipil. Ucapan Presiden Yudhoyono pada 4 Februari 2006 menyatakan bahwa negara tidak lagi memperpegangi istilah agama yang diakui atau tidak diakui. Prinsip yang dianut oleh UndangUndang Dasar adalah negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Negara tidak akan pernah mencampuri ajaran sesuatu agama karena masalah itu berada di luar jangkauan tugas dan kewenangan negara. Tugas negara adalah memberikan perlindungan, pelayanan dan membantu pembangunan dan pemeliharaan sarana peribadatan serta mendorong pemeluk agama yang bersangkutan agar menjadi pemeluk agama yang baik. Lihat http:// batarahutagalung.blogspot.com/2006/06/ajaran-konghuchu-diakui-kembali.html. 5 Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 17.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
45
STAIN Palangka Raya
saling memperhatikan, dan saling menyerahkan diri. Sedangkan pengertian secara sosiologis, keluarga adalah satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan, dengan maksud untuk saling menyempurnakan diri, saling melengkapi satu dengan yang lainnya.6 Dalam suatu keluarga keutuhan sangat diharapkan oleh seorang anak, saling membutuhkan, saling membantu dan lain-lain, dapat mengembangkan potensi diri dan kepercayaan pada diri anak. Dengan demikian diharapkan upaya orang tua untuk membantu anak menginternalisasi nilai-nilai moral dapat terwujud dengan baik. Keluarga yang seimbang adalah keluarga yang ditandai oleh adanya keharmonisan hubungan atau relasi antara ayah dan ibu serta anak-anak dengan saling menghormati dan saling memberi tanpa harus diminta. Pada saat ini orang tua berprilaku proaktif dan sebagai pengawas tertinggi yang lebih menekankan pada tugas dan saling menyadari perasaan satu sama lainnya. Sikap orang tua lebih banyak pada upaya memberi dukungan, perhatian, dan garis-garis pedoman sebagai rujukan setiap kegiatan anak dengan diiringi contoh teladan, secara praktis anak harus mendapatkan bimbingan, asuhan, arahan serta pendidikan dari orang tuanya, sehingga dapat mengantarkan seorang anak menjadi berkepribadian yang sejati sesuai dengan ajaran agama yang diberikan kepadanya. dan juga tidak kalah pentingnya komunikasi dialogis sangat diperlukan oleh anak untuk memahami berbagai persoalan-persoalan yang tentunya dalam tingkatan rasional, yang dapat melahirkan kesadaran diri untuk senantiasa berprilaku taat terhadap nilai moral dan agama yang sudah digariskan.
Lingkungan keluarga sangat
menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan, sebab di sinilah anak pertama kali menerima sejumlah nilai pendidikan.7 Sentralisasi nilai-nilai agama dalam proses pendidikan agama pada anak mutlak dijadikan sebagai sumber pertama dan sandaran utama dalam 6
Ibid. Barsihannor, Studi..., hlm. 89.
7
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
46
STAIN Palangka Raya
mengartikulasikan nilai-nilai moral agama yang dijabarkan dalam kehidupan kesehariannya. Nilai-nilai agama sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan keluarga, agama yang ditanamkan oleh orang tua sejak kecil kepada anak akan membawa dampak besar dimasa dewasanya, karena nilainilai agama yang diberikan mencerminkan disiplin diri yang bernuansa agamis. Di dalam keluarga anak pertama kali mengikuti irama pergaulan sosial, terlibat dalam interaksi edukatif. Suasana seperti ini disebut dengan situasi domestik, tempat lingkungan pergaulan anak hanya terbatas dengan sejumlah orang yang terdapat di dalam keluarga tersebut, seperti ibu, ayah, kakak, adik atau nenek/kakek. Di dalam keluarga, kebutuhan pribadi anak seperti yang disampaikan oleh Abraham Maslow juga berlangsung. Pada tahap awal, anak memerlukan kebutuhan dasar seperti makan dan minum, kemudian meningkat kepada kebutuhan akan kasih sayang dan penghargaan, lalu meningkat lagi menjadi kebutuhan terhadap keamanan dan kesehatan serta pada waktunya anak memerlukan self actualization (mencari pemaknaan terhadap siapa dirinya). Keluarga juga berperan menjadi benteng pertahanan dari sejumlah pengaruh yang datang dari luar. Tidak jarang anak menanyakan sesuatu problem yang datang dari luar yang dia sendiri canggung untuk menjawab atau mengatasinya. Karena itu, rujukan utama anak adalah keluarga. Di sinilah diperlukan hadirnya sosok orang tua yang bijaksana dan memiliki wawasan yang cukup untuk menerangkan kepada anak tentang apa yang dihadapinya atau yang dirasakannya terlebih lagi ketika dalam sebuah keluarga menganut berbagai macam agama. III. Konsep Pendidikan Agama Dalam Keluarga menurut Berbagai Agama A. Konsep Pendidikan Agama Islam 1. Urgensi Pendidikan Agama Islam Lingkungan keluarga (family) merupakan media pertama dan utama yang secara langsung atau tak langsung berpengaruh terhadap perilaku dalam perkembangan anak dan dalam keluargalah tempat Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
47
STAIN Palangka Raya
mengadakan sosialisasi (sosialization). Keluarga adalah wadah yang sangat penting di antara individu dan group, juga merupakan kelompok sosial yang pertama tempat anak-anak menjadi anggotanya.8 Lembaga keluarga adalah lembaga tempat mula-mula manusia digembleng untuk mengarungi hidupnya, yang tidak terlepas dari dasar pendidikan Islam yakni al-Quran dan Hadis. Kedua dasar ini bersifat mutlak, baku dan final, karena dari dasar inilah timbul berbagai konsep, rumusan dalam produk pendidikan Islam yang dihasilkan. Apabila dasar sebagai rujukan utamanya tidak kuat atau dapat berubah-ubah, bisa dipastikan proses dan perjalanan pendidikan bukan saja kehilangan arah, bahkan justru tidak memiliki arah, laksana bangunan sebuah rumah yang tidak mempunyai fondasi yang kuat, karenanya akan cepat hancur/berantakan. Hal tersebut senada dengan pendapat Mansur Isna yang mengatakan, bahwa dasar pendidikan Islam adalah al-Quran dan al-Hadis. Keduanya menjadi fundamen bagi pendidikan, di dalamnya terdapat nilai-nilai yang dapat dijadikan dasar bagi pendidikan Islam dan sebagai nilai yang fundamental dapat merangkum berbagai nilai yang lainnya seperti tauhid, kemanusiaan, kesatuan ummat, keseimbangan dan rahmatan li ala’lamin.9 Pendidikan agama dalam lingkungan keluarga mulai ditanamkan sejak anak masih usia dini dan bahkan saat dalam kandungan terlebih lagi saat akan menikah seperti memilih jodoh, karena perkawinan merupakan pembentukan awal keluarga. Dalam ikatan perkawinan ini diharapkan tercipta suatu kedamaian, ketentraman dalam hidup manusia. Penanaman nilai akhlak mulia terhadap anak sangat perlu dan diutamakan, seperti sifat kasih sayang, rasa saling menghargai, jujur, displin, peduli dan lain-lain. Ini disebabkan dasar pembentukan akhlak
8
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 108. Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2001). hlm. 63.
9
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
48
STAIN Palangka Raya
yang baik diterapkan bermula dari dalam keluarga, sebagai media pertama pembentukan kepribadiannya. 2. Tujuan Pendidikan Agama terhadap Anak Perkawinan yang didirikan berdasarkan asas-asas yang islami adalah bertujuan untuk mendapatkan keturunan yang sah dan baik-baik serta mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan di dalam kehidupan manusia. Kebahagiaan tersebut bukan saja terbatas dalam ukuran fisikbiologis tetapi juga dalam psikologis dan sosial serta agamis. Agama
dijadikan
dasar
perkawinan
karena
bertujuan
menghantarkan manusia menuju kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat. Dalam agama, aturan-aturan hubungan suami isteri, baik menyangkut hak dan kewajiban masing-masing sangat jelas dan tegas diatur.10 Bagaimanapun sebuah keluarga tentunya tidak akan terlepas dari anggota keluarga yang ada di dalamnya, hal mendasar dalam membentuk suasana rumah tangga yang islami adalah kondisi personal yang selalu menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik, sehingga tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Secara umum tujuan yang diharapkan dalam pendidikan agama kepada anak adalah agar anak mampu mencapai kedudukan yang dekat dengan Allah yang Maha Kuasa, menggapai rida-Nya, mencintai-Nya sehingga terbentuklah pribadi yang utuh dan mendukung pelaksanaan fungsinya sebagai khalifah fi al-Ard}, sedangkan tujuan secara khusus adalah terbentuknya akhlak mulia, mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat, sehingga menjadi anak yang saleh.11 Menurut Kamrani Buseri, keluarga yang ideal ialah yang dapat menghantarkan seluruh isi keluarganya mencapai tujuan hidup yang bahagia dan sejahtera dalam arti pisik material, rohaniah spiritual serta duniawi dan ukhrawi.12 10
Kamrani Buseri, Pendidikan Keluarga Dalam Islam (Yogyakarta: Bina Usaha, 1990), hlm.14. 11 Ibid., hlm. 14. 12 Ibid., hlm. 23.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
49
STAIN Palangka Raya
Dengan demikian tujuan dari pendidikan agama yang diberikan orang tua kepada anak tidak lain adalah untuk menjadikan atau membentuk anak yang saleh dan mendapat rida Allah, dan terbentuk pribadi yang baik yang dapat menjalin hubungan dengan Allah dan juga dengan makhluk yang lainnya. Kesemuanya itu dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada-Nya atas karunia yang Allah berikan kepada orang tua sebagai pengemban amanat Allah swt. 3. Materi Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga Secara umum materi pendidikan agama di dalam keluarga mencakup (1) akidah, (2) syariah dan (3) akhlak. a. Akidah/Tauhid Istilah tauhid sudah tidak asing lagi bagi setiap orang yang mengaku muslim. Kata ini merupakan kata benda kerja (verbal noun) aktif (yakni memerlukan pelengkap penderita atau objek), sebuah derivasi atau tasrif dari kata-kata wahid yang artinya satu atau esa. Oleh karena itu, makna harfiah tauhid
ialah menyatukan atau
mengesakan.13 Agama Islam mengajarkan pemeluknya hanya percaya kepada satu Tuhan yaitu Allah swt. Meski gambaran tentang Tuhan terlalu abstrak untuk dikonstruksi secara logika akademik, tetapi paling tidak, penjelasan Tuhan tentang zat-Nya melalui firman-Nya dalam QS. AlIkhlas [112] : 4 dapat dipahami oleh makhluk-Nya. Dia adalah zat yang Maha Esa, Allah bukanlah tubuh yang berjisim ataupun berjiwa dan tidak menyamai suatu makhluk-Nya dan tidak ada makhluk yang menyamai Dia.14 Allah Maha Hidup dan Menghidupkan, Dia kekal selamanya. Allah yang menjadikan segala yang ada, Allah sangat bijaksana dalam perbuatan-Nya. Allah akan memberikan balasan yang baik kepada hamba-Nya yang beriman, yang taat dan beramal saleh.
13
Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lugat wa al-A’lam (Beirut: Dar al-Masyriq, 1986), hlm.
548. 14
Satiri, Tuntunan Iman (Jakarta: CV Multiyasa, 1992), hlm. 17.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
50
STAIN Palangka Raya
Seperti yang disabdakan Nabi saw., dalam Islam diajarkan rukun iman yang menjadi asasi seluruh ajaran Islam, yang berjumlah enam bagian yang terdiri atas iman kepada Allah, malaikat, kitab suci, nabi dan rasul, hari akhir, qada dan qadar Allah.15 Kewajiban orang tua adalah menumbuhkan anak atas dasar pemahaman dan dasar-dasar pendidikan Iman dan ajaran Islam sejak masa perkembangan dan pertumbuhannya, sebab akidah yang kuat akan menumbuhkan amal peribadatan yang sedemikian tinggi yang dapat menghiasi akhlak yang mulia. Jika tauhid seorang anak telah kuat, maka segala tindak tanduknya akan didasarkan pada pikiranpikiran yang dibenarkan, dan hatinyapun akan tentram. Perilakunya senantiasa didasarkan pada landasan yang kokoh dan kuat sehingga dapat dijadikan pegangan dan tumpuan ketentraman. b. Syariah Akidah/keimanan merupakan pegangan hidup yang disebut dengan iman, Orang tua wajib membiasakan dalam diri anak sedini mungkin untuk memperkenalkan tentang ibadah, sehingga anak akan tumbuh menjadi insan-insan yang benar-benar takwa, dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Perintah melakukan ibadah (salat) yang diikuti dengan perintah melakukan kebaikan atau menyeru orang berbuat baik dan mencegah perbuatan munkar, artinya mempunyai implikasi ibadah yang bersifat ritual dan sosial, yang satu sama lain saling berpengaruh. Ibadah ritual 15
Al-Imam Muslim, Şâhih Muslim (Bandung: Maktabat Dahlan, t.t.), hlm. 23. Hadis itu lengkapnya berbunyi sebagai berikut: ﺴﺄَﻟُﻮهُ ﻓَﺠَ ﺎ َء َرﺟُ ٌﻞ ﻓَﺠَ ﻠَﺲَ ِﻋ ْﻨ َﺪ ُر ْﻛﺒَﺘَ ْﯿ ِﮫ ﻓَﻘَﺎ َل ﯾَﺎ َرﺳُﻮ َل ْ َﺳﻠُﻮﻧِﻲ ﻓَﮭَﺎﺑُﻮهُ أَنْ ﯾ َ ﺳﻠﱠ َﻢ َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو ﷲِ ﺻَ ﻠﱠﻰ ﱠ َﻋﻦْ أَﺑِﻲ ھُ َﺮ ْﯾ َﺮةَ ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل َرﺳُﻮ ُل ﱠ ْاﻹﯾﻤَﺎنُ ﻗَﺎ َل أَن ِ ْ ﷲِ ﻣَﺎ ﺻ َﺪﻗْﺖَ ﻗَﺎ َل ﯾَﺎ َرﺳُﻮ َل ﱠ َ ﺷ ْﯿﺌًﺎ وَ ﺗُﻘِﯿ ُﻢ اﻟﺼ َﱠﻼةَ َوﺗُﺆْ ﺗِﻲ اﻟ ﱠﺰﻛَﺎةَ َوﺗَﺼُﻮ ُم رَ َﻣﻀَﺎنَ ﻗَﺎ َل َ ِ ﺸ ِﺮ ُك ﺑِﺎ ﱠ ْ ُاﻹﺳ َْﻼ ُم ﻗَﺎ َل َﻻ ﺗ ِ ْ ﷲِ ﻣَﺎ ﱠ ْاﻹﺣْ ﺴَﺎنُ ﻗَﺎ َل أَن ِ ْ ﷲِ ﻣَﺎ ﺻ َﺪﻗْﺖَ ﻗَﺎ َل ﯾَﺎ َرﺳُﻮ َل ﱠ َ ﺚ َوﺗُﺆْ ﻣِﻦَ ﺑِﺎ ْﻟﻘَ َﺪ ِر ُﻛﻠﱢ ِﮫ ﻗَﺎ َل ِ ﺳﻠِ ِﮫ َوﺗُﺆْ ﻣِﻦَ ﺑِﺎ ْﻟﺒَ ْﻌ ُ ﺗُﺆْ ﻣِﻦَ ﺑِﺎ ﱠ ِ وَ ﻣ ََﻼﺋِ َﻜﺘِ ِﮫ َو ِﻛﺘَﺎﺑِ ِﮫ َوﻟِﻘَﺎﺋِ ِﮫ َو ُر ﺴﺌُﻮ ُل َﻋ ْﻨﮭَﺎ ﺑِﺄ َ ْﻋﻠَ َﻢ ْ ﷲِ َﻣﺘَﻰ ﺗَﻘُﻮ ُم اﻟﺴﱠﺎ َﻋﺔُ ﻗَﺎ َل ﻣَﺎ ا ْﻟ َﻤ ﺻ َﺪﻗْﺖَ ﻗَﺎ َل ﯾَﺎ َرﺳُﻮ َل ﱠ َ ﷲَ َﻛﺄَﻧﱠ َﻚ ﺗَﺮَاهُ ﻓَﺈِﻧﱠ َﻚ إِنْ َﻻ ﺗَﻜُﻦْ ﺗَﺮَاهُ ﻓَﺈِﻧﱠﮫُ ﯾَﺮَا َك ﻗَﺎ َل ﺗَﺨْ ﺸَﻰ ﱠ ض ِ ْﺷﺮَا ِطﮭَﺎ َوإِ َذا َرأَﯾْﺖَ اﻟْﺤُ ﻔَﺎةَ ا ْﻟﻌُﺮَاةَ اﻟﺼﱡ ﱠﻢ ا ْﻟﺒُ ْﻜ َﻢ ُﻣﻠُﻮ َك ْاﻷَر ْ َﺷﺮَا ِطﮭَﺎ إِذَا َرأَﯾْﺖَ ا ْﻟﻤَﺮْ أَةَ ﺗَﻠِ ُﺪ َرﺑﱠﮭَﺎ ﻓَﺬَا َك ﻣِﻦْ أ ْ َﺳﺄ ُﺣَ ﱢﺪﺛُ َﻚ ﻋَﻦْ أ َ ﻣِﻦْ اﻟﺴﱠﺎﺋِ ِﻞ َو } َﷲُ ﺛُ ﱠﻢ ﻗَ َﺮأ ﺐ َﻻ ﯾَ ْﻌﻠَ ُﻤﮭُﻦﱠ إ ﱠِﻻ ﱠ ِ ﺲ ﻣِﻦْ ا ْﻟ َﻐ ْﯿ ٍ ﺷﺮَاطِ ﮭَﺎ ﻓِﻲ ﺧَ ْﻤ ْ َﺷ َﺮا ِطﮭَﺎ َوإِذَا َرأَﯾْﺖَ ِرﻋَﺎ َء ا ْﻟﺒَﮭْﻢِ ﯾَﺘَﻄَﺎ َوﻟُﻮنَ ﻓِﻲ ا ْﻟﺒُ ْﻨﯿَﺎ ِن ﻓَﺬَا َك ﻣِﻦْ أ ْ َﻓَﺬَا َك ﻣِﻦْ أ ض ﺗَﻤُﻮتُ إِنﱠ ٍ ْي أَر ﷲَ ِﻋ ْﻨ َﺪهُ ِﻋ ْﻠ ُﻢ اﻟﺴﱠﺎ َﻋ ِﺔ َوﯾُﻨَ ﱢﺰ ُل ا ْﻟ َﻐﯿْﺚَ َوﯾَ ْﻌﻠَ ُﻢ ﻣَﺎ ﻓِﻲ ْاﻷَرْ ﺣَ ﺎمِ َوﻣَﺎ ﺗَ ْﺪرِي ﻧَﻔْﺲٌ ﻣَﺎذَا ﺗَ ْﻜﺴِﺐُ َﻏﺪًا َوﻣَﺎ ﺗَ ْﺪرِي ﻧَﻔْﺲٌ ﺑِﺄ َ ﱢ إِنﱠ ﱠ ُﷲ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ ﺳﻠﱠ َﻢ ُردﱡوهُ َﻋﻠَ ﱠﻲ ﻓَﺎ ْﻟﺘُﻤِﺲَ ﻓَﻠَ ْﻢ ﯾَﺠِ ﺪُوهُ ﻓَﻘَﺎ َل َرﺳُﻮ ُل ﱠ َ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ ﷲَ َﻋﻠِﯿ ٌﻢ ﺧَ ﺒِﯿ ٌﺮ { ﻗَﺎ َل ﺛُ ﱠﻢ ﻗَﺎ َم اﻟﺮﱠﺟُ ُﻞ ﻓَﻘَﺎ َل َرﺳُﻮ ُل ﱠ ﱠ ﺴﺄَﻟُﻮا ْ َﺳﻠﱠ َﻢ َھﺬَا ِﺟ ْﺒﺮِﯾ ُﻞ أَرَا َد أَنْ ﺗَ َﻌﻠﱠﻤُﻮا إِ ْذ ﻟَ ْﻢ ﺗ َ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
51
STAIN Palangka Raya
yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan ikhlas kepada Allah akan berimplikasi kepada perilaku sosial seseorang. Sebagaimana
keimanan,
maka
ibadahpun
sesungguhnya
merupakan hal yang fitri, yakni yang secara intern terdapat pada kecendrungan alami manusia dan alam kejadian asalnya sendiri.16 Ibadah memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan akhlak. Ibadah berkaitan dengan takwa, dan takwa berarti melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Perintah Allah berkaitan dengan perbuatan baik, sedangkan larangan Allah berkaitan dengan perbuatan buruk. c. Akhlak Kata ‘akhlak’ dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.17 Menurut istilah Latin, akhlak disebut moral, berasal dari akar kata mos atau moris, yang berarti: (1) Beliefs about the nature of man. (2) Beliefs about ideals, about what is ggod or desirable or worthy of pursuit for its own sake. (3) Rules laying down what ought to be done and what ought no to be done , and (4) Motives that incline us to choose the right or the wrong course. 18 Pengertian ini menunjukkan bahwa moral mengacu kepada persoalan baik dan buruk; apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya tidak dikerjakan, serta suatu motif yang mendorong kita untuk memilih yang benar atau yang salah. Karena itulah, menurut pendapat Izutsu, moral merupakan suatu istilah etik primer yang mengandung metabahasa bagi suatu sikap dan tindakan yang benar dan salah.19 Orang tua memberikan pendidikan akhlak kepada anak yang 16
Nurcholis Madjid, Islam: Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 63. Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 15. 18 Partick HLM. Nowell Smith, “Religion and Morality”, dalam Paul Edward (ed.), The Encyclopedia of Philosophy, vol. VII (New York: Macmillan Publishing Co., Inc., and The Free Press, 1972), hlm. 150. 19 Toshihiko Izutsu, Ethico Religious Concept in the Qur’an (Montreal: Mc Gill University 17
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
52
STAIN Palangka Raya
digambarkan dalam sebuah kisah Luqman al Hakim terdapat dalam alQuran surah Lukman ayat 12-19, beberapa bentuk akhlak yang dijadikan kerangka dasar pembentukan sikap, baik secara lahir maupun batin. B. Konsep Pendidikan Agama Kristen Pendidikan Kristen adalah pendidikan yang mempunyai ciri khas tertentu, ciri khas Kristen yang utama adalah tentang iman dan perilakunya mengakui Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, seperti yang disaksikan oleh Alkitab, Perjanjian lama dan Perjanjian Baru, ciri khas ini diakui oleh peraturan perundang-undangan.20 Dalam agama Kristen, Pendidikan agama untuk anak haruslah dimulai sedini mungkin. Anak dipersiapkan secara bertahap agar pada usia 5 atau 6 tahun sudah dapat mengikuti pelajaran mengenai kitab suci.21 Setiap anak memiliki potensi untuk mengenal agama, yang dimulai sejak ia dilahirkan dan setiap pengalaman yang ditemui oleh anak dalam hidupnya turut membentuk keimanan dalam diri anak. Dalam pemberian pendidikan agama pada anak, selalu disertai dengan penghargaan yang diberikan oleh orang tua atas partisipasinya sehingga anak mampu mengembangkan dirinya.
1. Tujuan Pendidikan Agama Kristen Tujuan Pendidikan Agama Kristen adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.22
Press, 1966), hlm. 20. 20 Sairin Winata, Partisipasi Kristen dalam Pembangunan Pendidikan Indonesia (Jakarta: BPK Gunung, 1998), hlm. 1. 21 Kadarmanto, Hasil Sidang Agung KWI dan Gereja Katolik Indonesia, (Jakarta: t.p., 2003) 22 Wirata Sairin, Partisipasi ..., hlm. 2.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
53
STAIN Palangka Raya
2. Materi Pendidikan Agama Kristen a, Ajaran tentang ketuhanan dan keimanan Ajaran tentang ketuhanan dalam agama Kristen adalah Tritunggal yang ketiga-tiganya adalah pribadi Allah dan ketiga pribadi itu adalah Allah. Walaupun terdiri atas tiga pribadi (oknum) namun hanya satu Allah yang masing-masing memiliki suatu pengetahuan ilahi, satu kehendak ilahi, satu kehidupan ilahi, sehingga disebut Tritunggal Yang Maha Kudus. Kepercayaan seperti ini diharapkan melahirkan keimanan yang teguh yang disebut dengan iman kristiani, yaitu kepercayaan kepada Allah melalui segala tindakan dan perbuatan yang telah dinyatakan dalam diri Yesus. Yesus adalah gambaran tentang Allah/Tuhan yang dapat dipahami oleh manusia. b. Ajaran tentang ibadah Adapun bentuk ajaran agama Kristen tidak terlepas dari cara pencapaian Yesus Kristus, yang terdiri atas : Persekutuan (3). Al Kitab (4). Perkabaran Injil.
(1).
Ibadah (2).
Perkabaran Injil
berupa pernyataan verbal dan tampak mengenai kematian
dan
kebangkitan Yesus Kristus, dari kematian untuk dosa-dosa umat manusia, yang dilakukan dengan maksud untuk menyelamatkan orang.23 C. Konsep Pendidikan Agama Katolik Menurut hasil sidang Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWGI), pendidikan agama dari orang tua yang diberikan kepada anak harus diteruskan sampai usia remaja dan dewasa.24 Pendidikan agama hendaknya 23
Isi Perkabaran Injil terdiri dari (a) Masalah kita; untuk dapat menghargai Injil sebagai kabar baik, maka dapat dilihat dari kabar buruknya, yaitu semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (b) Keadaan sulit, maksudnya adalah masalah kita mengakibatkan kita berada dalam keadaan sulit yang cukup besar yaitu tidak dapat menyelamatkan diri sendiri dengan pekerjaan yang dilakukan, (c) Hukuman, yaitu untuk dosa, Upah dosa ialah maut, Bukti semua orang berdosa yaitu suatu hari akan mati, (d) Pembekalan, maksudnya Injil tidak berhenti dengan hukuman untuk dosa, karena Allah menunjukkan kasih-Nya kepada ummat-Nya yaitu dengan matinya Kristus untuk semua, (e) Pengampunan, maksudnya untik pergi ke sorgha maka harus diampuni yaitu dengan kematian Kristus. Lihat Buku Toni Evans, hlm.27 24 KWI., Hasil Sidang Agung KWI dan Gereja Katolik Indonesia (Jakarta: Etam Print, 2003)
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
54
STAIN Palangka Raya
dilakukan melalui teladan dan penciptaan suasana secara bersama, seperti penciptaan iklim rukun dan damai, mengasihi dan melayani orang lain, bersedia bertenggang rasa, peka terhadap orang lain, saling bantu membantu, mencintai Tuhan, rajin berdoa dan beribadat. Kesemuanya itu dilakukan supaya dapat membentuk kepribadian anak supaya lambat laun dapat menjadi insan yang berbudaya dan penuh iman, dengan cara orang tua dan anak perlu menanamkan sifat selalu bersama pergi ke parayaanperayaan Ekaristi pada hari yang diwajibkan, juga mempersiapkan sakramen-sakramen dan merenungkan sabda Tuhan di rumah. 1. Tujuan Pendidikan Agama Adapun yang menjadi tujuan pendidikan agama Katolik adalah (1) Memahami diri dan lingkungan hidupnya sebagai karunia Tuhan dan mensyukuri semua karunia itu dengan mencintai dan menghormati Tuhan serta lingkungan dalam tindakan nyata, (2) Memahami pribadi Yesus Kristus dan warta berita dari kebaikan serta mengamalkannya, (3) Memahami arti dan makna gereja, sifat-sifat dan tugasnya, sarana-sarana dalam gereja dan mewujudkan hidup menggereja secara aktif, (4) Memahami hidup beriman yang terlibat dalam masyarakat dan mewujudkannya secara nyata.25 2. Materi Pendidikan Agama Ajaran Ketuhanan dalam agama Katolik adalah Tritunggal yang ketigatiganya adalah pribadi Allah dan ketiga pribadi itu adalah Allah. Walaupun terdiri atas tiga pribadi (oknum) namun hanya satu Allah yang masingmasing memiliki suatu pengetahuan ilahi, satu kehendak Ilahi, satu kehidupan Ilahi, sehingga disebut Tritunggal Yang Maha Kudus. Paradigma materi ketuhanan ini melahirkan keimanan yang menjadi fondasi dasar dalam agama Katolik. Pokok ajaran agama Katolik adalah
Kitab Suci, Syahadat 12
dan
Liturgi. 26 25
KWI., Perutusan Murid-murid Yesus (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 6. Kitab Suci, berarti mengenal Kristus dengan cara membaca dan merenungkan isi dari
26
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
55
STAIN Palangka Raya
D. Konsep Pendidikan Agama Hindu Agama Hindu ialah agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk-penduduk negeri India sekarang. Agama ini timbul dari bekasbekas reruntuhan ajaran-ajaran Veda dengan mengambil buah pikiran dari bentuk-bentuk rupa India purbakala dan berbagai-bagai kisah dongeng yang bersifat rohani yang telah tumbuh di semenanjung itu sebelum kedatangan bangsa Arya.
27
Dalam agama Hindu mengandung adat
istiadat, budi pekerti dan gambaran kehidupan orang-orang Hindu, sehingga agama ini dinamakan
juga dengan agama Brahma (yang
mempunyai pengaruh kekuatan yang besar, dengan amalan do’a-do’a dan juga kurban). 1. Tujuan Pendidikan Agama Kitab Suci, yang hadir dalam pendalaman iman di lingkungan yang terlihat pada bulan Kitab Suci yaitu pada bulan September minggu pertama terlebih lagi bagi pemula, semakin tekun membaca Kitab Suci, maka semakin mengenal akan Kristus. Kemudian Syahadat 12 dalam istilah ajaran Katholik terdiri dari (a) Aku percaya kepada Allah Bapak yang Maha Kudus, pencipta langit dan bumi, (b) Dan kepada “Yesus Kristus”, anaknya yang tunggal Tuhan kita, (c) Yang dikandung dan roh Kudus, lahir dari anak bunda Maria, (d) Yang menderita di bawah pemerintahan Pompius Pilatus, (e) Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara yang mati, (f) Naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapak Yang Maha Kudus, (g) Akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang masih hidup dan yang mati, (h) Aku percaya kepada Roh Kudus, (i) Gereja yang kudus dan di persekutukan orang kudus, (j) Pengampunan dosa, (k) Kebangkitan daging dan (l) Hidup yang kekal.26 Sedangkan Liturgi disebut dengan ibadah Sakramen, yang terdiri atas 7 (tujuh) Sakramen, yakni (a) Pembaptisan, artinya manusia telah diampuni segala dosa, diangkat menjadi anak-anak Allah, dianugerahi Roh Kudus, diberi materi kekal selamanya dijadikan milik Kristus, diterima resmi sebagai anggota Gereja-Nya, (b) Ekaristi, misa atau penjamuan suci, ibadat ini lebih unggul dari ibadat lainnya, karena Tuhan Yesus sendiri hadir secara utuh dan lengkap dalam empat cara yaitu dengan cara berkumpul dengan umatnya, sebagai imam/pemimpin, sabda Tuhan yang diwartakan, menyatunya tubuh dan darah Kristus, (c) Penguatan Iman, dilakukan ketika anak menginjak akil balik, anak tersebut perlu diperkuat dengan imannya agar dapat mengambil tindakan yang matang serta bertanggung jawab dengan cara pemberkatan, memercikan air oleh pendeta dan meminum anggur merah, sebagai lambang darah Yesus, (d) Pengakuan dosa atau obsolusi, yaitu mengakui dosanya kepada Tuhan dengan disaksikan oleh salah satu utusan-Nya di muka bumi yaitu seorang Pastur dan benar-benar bertobat dari dosa yang diperbuatnya dan secara jujur untuk tidak melakukannya lagi di saat yang akan datang, (e) Perminyakan suci, berhubungan dengan penyakit, bukan dengan akhir hidup manusia. Yang menerima perminyakan suci adalah uskup dan imam, minyak yang dipakai bernama Oleum Infirmorum yang telah diberkati Uskup dalam misi Krisna, upacara seperti ini bisa dilakukan di rumah, rumah sakit dan gereja dan yang boleh menerimanya adalah yang sudah dibaptis secara Katolik, (f) Pentahbisan iman/amanat, yakni upacara yang menganggap sesuatu itu dipandang suci, (g) Perkawinan, yakni soal janji dari kedua belah pihak dengan bebas keduanya saling memilih dan berjanji untuk bersatu, saling mencintai seumur hidup, dalam untung dan malang dengan diteguhkan oleh Tuhan sendiri.26 Lihat Ahmadi, Perbandingan Agama (Jakarta: Rineka Cipta, 199), hlm 199-200 27 I Made Tatib, Veda Sabda Suci; Pedoman Praktis Kehidupan (Surabaya: Pasmita, 1996), hlm. 2.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
56
STAIN Palangka Raya
Tujuan Agama Hindu yang dirumuskan sejak Weda mulai diwahyukan adalah “Moksartham Jagadhitaya ca iti Dharma”, yang artinya bahwa agama (dharma) bertujuan untuk mencapai kebahagiaan rohani dan kesejahteraan hidup jasmani atau kebahagiaan secara lahir dan batin.28 Menurut Agama Hindu, bahwa keluarga menjadi tempat pertama bagi anak-anak menerima pendidikan, oleh karena itu peran orang tua dalam pendidikan tidak bisa diabaikan begitu saja, tetapi harus mendapat perhatian yang serius, karna tujuan pendidikannya adalah mengantarkan seorang anak menuju kedewasaan. Menurut ajaran Hindu seperti diuraikan dalam kitab suci Veda, membangun kehidupan dalam keluarga umat beragama dapat dijelaskan secara gamblang dengan melaksanakan ajaran Tattwam Asi (ajaran sosial tanpa batas), Karma Phala (merupakan hukum sebab akibat), dan Ahimsa (merupakan landasan penerapan keharmonisan kehidupan beragama). Ahimsa artinya tanpa kekerasan, tidak membunuh dan tidak menyakiti makhluk hidup lainnya.29 2. Materi Pendidikan Agama a. Ajaran tentang Ketuhanan dan Keimanan Percaya terhadap Tuhan, mempunyai pengertian yakin dan iman terhadap Tuhan itu sendiri, yakin dan iman ini merupakan pengakuan atas dasar kekayaan bahwa sesungguhnya Tuhan itu ada, Maha Kuasa, Maha Esa, dan Maha segala-galanya. Tuhan yang Maha Kuasa disebut dengan Hyang Widhi (Brahman), artinya yang kuasa atas segala yang ada, tidak ada apapun yang luput dari kuasa-Nya. Ia sebagai pencipta, sebagai pemelihara dan pelebur alam semesta dengan segala isinya. Tuhan adalah sumber dan awal serta akhir dan pertengahan dari segala yang ada. Adapun pokok-pokok keimanan dalam agama Hindu adalah , percaya adanya Tuhan (Brahman/Hyang Widhi), percaya adanya
28
Lihat http:/hindubatam/com/old/brt0906, diakses tanggal 30 April 2012. Ibid.
29
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
57
STAIN Palangka Raya
Atman, percaya
adanya
Hukum
Karma Phala, ercaya adanya
Punarbhawa/Reinkarenasi/Samsara, percaya adanya Moksa30 b. Ajaran tentang Kehidupan 16 Bagi umat Hindu, hidup adalah sebuah perjalanan yang harus melewati 1631 kejadian penting sebagai tonggak sejarah yang dapat diidentifikasikan sebagai tangga menuju tahapan perkembangan jasmani dan emosional. Setiap tahapan yang dilalui dilaksanakan upacara suci yang disebut dengan “samskara”, yang berarti membersihkan, menyucikan sesuatu obyek, menjernihkannya untuk menuju tahapan yang lebih tinggi.
E. Konsep Pendidikan Agama Budha Dalam ajaran Buddha yang paling utama adalah etika / moral sebagai cermin keberhasilan orang tua maupun guru dalam mendidik anakanaknya secara utuh, dan bahkan
menurut Maha Guru Tan Chen,32
keberhasilan tersebut tidak dinilai dari nilai akademis yang tinggi melainkan kemampuan psikomotorik anak dalam mempraktikkan etika moral yang bisa dimanfaatkan di masyarakat dan lingkungan Pokok-pokok perbuatan yang dikenalkan kepada anak-anak adalah pengembangan 30
Departemen Agama RI., Tuntunan Dasar Agama Hindu (Jakarta: Departemen Agama RI, t.t.), hlm.11. 31 (1) Garbhadhana (konsepsi), (2) Pumsavana (kehamilan berumur 3 bulan), (3) Simantonnayana (memberikan perlindungan ketika bayi berumur 4-6 bulan dalam kandungan), (4) Jitakarma (Upacara saat kelahiran bayi), (5) Namakarana (upacara pemberian nama saat berumur 11 hari atau hari yang baik setelah hari kelahiran, (6) Niskramana (membawa bayi keluar rumah setelah berumur 4 bulan), (7) Annaprasana (Upacara memberi makanan pada usia 6-7 bulan), (8) Chudakarma (Upacara pemotongan rambut pertama setelah bayi berumur 1-3 tahun), (9) Karenavedha (Upacara tindik daun telinga setelah bayi berumur 3 tahun), (10) Upanayana (Upacara saat memasuki sekolah, umur 6-8 btahun), (11) Vedarambha (Upacara mulai belajar Kitan suci Veda), (12) Samavartana (Upacara peneyelesaian pendidikan, usia sekitar 24 tahun), (13) Vivaha (Upacara perkawinan, sudah melepaskan diri sebagai Brahmacaroi, kini memasuki masa Gahastha), (14) Vanaprastha (Upacara memasuki usia pension dan memandang dunia sebagai keluarga sendiri, (15) Sannyasa (Upacara pensucian diri untuk melepaskan diri dari ikatan duniawi), (16) Antyesti (Upacara kematian/Bhupendra). Lihat Rajabali, Pandey, Hindu Samskaras, (Delhi: Motilal Banarsidass, 1991), hlm. 21. 32 Seorang pengajar Etika Moral di Taiwan, ketika memberikan seminar di Surabaya, Senin 19 Maret 2012, menyarankan agar orang tua menjalin komunikasi dan kebersamaan dengan anak setiap hari. Lingkungan keluarga merupakan praktik pendidikan etika moral yang paling tepat dan harus memahami psikologis anak.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
58
STAIN Palangka Raya
kerelaan, kemoralan, dan konsentrasi, sejak masih dalam kandungan dan bahkan saat memilih calon suami isteri. 1. Tujuan Pendidikan Agama Tujuan Pendidikan agama Buddha adalah: a) Mengembangkan keyakinan (Saddha) dan ketakwaan (Bhakti) kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tratana, Para Bodhisattwa. b) Mengembangkan manusia berakhlak mulia melalui peningkatan pelaksanaan moral (sila), meditasi (samadhi) dan kebijaksanaan (panna) sesuai dengan Buddha Dharma (agama Buddha). c) Mengembangkan manusia yang dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan/menerapkan Dharma sesuai dengan ajaran Buddha yang terkandung dalam kitab Suci Tripitaka sehingga menjadi manusia yang bertanggung jawab sesuai dengan prinsip dharma dalam kehidupan sehari-hari.33 Tujuan tertinggi bagi manusia dalam ajaran Buddha adalah Nirvana, Nirvana berarti “memadamkan” atau “meniup” atau “mematikan” ibarat api berhenti menyala, kehabisan bahan bakar, api jadi padam.34 2. Materi Pendidikan a. Ajaran tentang Iman Ajaran sejati Buddha adalah mengajarkan orang agar membebaskan diri dari segala ikatan dan pengaruh duniawi serta kehidupan, karena dunia dan segala macam kehidupan, bagi jasmani maupun rohani, adalah dukkha atau penderitaan, penuh dengan nafsu-nafsu, nafsu duniawi yang mengotorkan dan mencemarkan serta menyelimuti kesucian alam kebuddhaan. Dalam keadaan bagaimanapun umat Buddha hanya berlindung kepada Sang Tiratana, yaitu Buddha.35
33
Lihat http/www.vihara.mahavira.graha.co.id/view/info/agama/Buddha. Diakses tanggal 24 September 2010. 34 Ibid. 35 Ibid., hlm. 7.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
59
STAIN Palangka Raya
Orang tua mengajarkan kepada anak apabila ingin memilih jodoh, maka ada
empat hal yang harus diperhatikan; (a) Keduanya
harus setara dalam keyakinan sadda), (b) setara dalam sila (moral), (c) setara dalam kemurahan hati (cago) dan (d) setara dalam kebijaksanaan/pengertian
(panna).36
Apabila
seseorang
dapat
menjalankan apa yang diajarkan oleh Sidharta Goutama dalam kitab suci tersebut maka dia akan bahagia dan akhirnya dapat mencapai nirwana. b. Ajaran tentang Meditasi Dalam ajaran Buddha, ada yang dikatakan dengan pembersihan batin yakni “meditasi”, tujuannya adalah menyatukan diri dengan makhluk super ataupun untuk memperoleh pengalaman mistik ataupun untuk menghipnotis diri sendiri. F. Konsep Pendidikan Agama Menurut Kong Hu Cu Ru Jiao atau agama Kong Hu Cu adalah agama monoteis, percaya hanya pada satu Tuhan, yang biasa disebut sebagai Tian, Tuhan Yang Maha Esa atau Shangdi (Tuhan Yang Maha Kuasa). Tuhan dalam konsep Kong Hu Cu tidak dapat diperkirakan dan ditetapkan, namun tiada satu wujud pun yang tanpa Dia. Dilihat tiada tampak, didengar tidak terdengar, namun dapat dirasakan oleh orang beriman. Dalam Yijing dijelaskan bahwa Tuhan itu Maha Sempurna dan Maha Pencipta (Yuan), Maha Menjalin, Maha Menembusi dan Maha Luhur (Heng), Maha Pemurah, Maha Pemberi Rahmat dan Maha Adil (Li), dan Maha Abadi Hukumnya (Zhen).37 1. Ajaran Pokok Agama Kong Hu Cu Seperti halnya ajaran pokok agama lain, dalam agama Kong Hu Cu dikenal hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Khalik dan hubungan horizontal antara sesama manusia. Dalam kosa kata Agama Kong Hu Cu disebut sebagai Zhong Shu, Satya kepada (Firman) Tuhan, 36
Pandita Sasanadhaja, Tuntunan Perkawinan dan Hidup Berkeluarga dalam Agama Budhha (Jakarta: Pengurus Pusat Yayasan Budhha Sasana, 1996), hlm. 7. 37 Lihat Wikipedia, diakses tanggal 10 Februari 2012.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
60
STAIN Palangka Raya
dan Tepasalira (tenggang rasa) kepada sesama manusia.
Prinsip
Tepasalira ini kemudian ditegaskan dalam beberapa sabdanya yang terkenal, “Apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan diberikan kepada orang lain” dan “Bila diri sendiri ingin tegak (maju), berusahalah agar orang lain tegak (maju)”. Kedua sabda ini dikenal sebagai “Golden Rule” (Hukum Emas) yang bersifat Yin dan Yang.38 Dalam memberikan pendidikan agama kepada anak sejak kecil, orang tua menekankan tentang keimanan dan tenggang rasa kepada semua orang, juga ditekankan kepada anak agar mempunyai budi pekerti yang luhur. Pengalaman beragama yang ditanamkan oleh orang tua sejak kecil pada anak nantinya akan menentukan kualitas moral anak setelah mereka dewasa. Pada awalnya sikap beragama dibentuk oleh orang tua di rumah, namun kemudian disempurnakan di sekolah, sesuai dengan usia anak. 2. Tempat Ibadah & Rohaniwan Agama Kong Hu Cu Tempat ibadah Kong Hu Cu adalah Litang, Miao (Bio), Kongzi Miao, Khongcu Bio, dan Kelenteng. Litang, selain merupakan tempat sembahyang, juga merupakan tempat kebaktian berkala (biasanya setiap hari Minggu atau tanggal 1 dan 15 penanggalan Imlek). Orang tua mengajak anak untuk melaksanakan sembahyang di kelenteng, pembiasaan yang diberikan orang tua kepada anak untuk melaksanakan sembahyang tidak lain mempunyai tujuan, agar anak terbiasa dalam peribadatan dan selalu mengingat Tuhan di manapun mereka berada. Secara teologis semua agama pada dasarnya mewajibkan kepada orang tua untuk memberikan pendidikan agama kepada anak, karena dalam ajaran agama terdapat cara-cara untuk mengarahkan, mendidik, dan menunjuki manusia kearah yang satu, yaitu kebahagiaan dan kebenaran sejati. Penanaman keberagamaan anak merupakan bagian dari proses tumbuh kembang keberagamaan anak. Aspek eksternal harus seimbang dengan aspek internal anak yaitu pengetahuan, perasaan, dan cara 38
Lihat Wikipedia, diakses tanggal 10 Februari 2012.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
61
STAIN Palangka Raya
bertindak. Apabila pendidikan agama yang diberikan kepada anak terlalu berat, anak tidak akan paham apa yang disampaikan kepadanya, demikian juga kalau pendidikan agamanya berupa materi yang ringan, maka anakpun akan meremehkannya. Pendidikan agama anak yang disampaikan harus berkaitan dengan tahap berpikirnya, seperti ciri kehidupan beragama anak adalah imitatif, keberadaan anak-anak disebabkan proses peniruan dan peneladanan serta masih didominasi oleh lingkungan keluarga dan orang dewasa yang ada di sekitarnya terutama orang tuanya. IV. Pendidikan Anak di Keluarga Multi Agama Salah satu keragaman yang menjadi sebuah fakta di masyarakat adalah adanya fenomena kawin beda agama. Fenomena ini tampaknya sudah menjadi sebuah diskursus umum, baik di dalam forum ilmiah ataupun sering menjadi bahan-bahan infotainment. Meski tidak diatur di dalam perundang-undangan negara bahkan belum disepakati kebolehannya dalam agama, namun fenomena kawin beda agama ini terus menjadi sebuah kenyataan yang menggejala dan menggelinding bagaikan bola salju. Masih teringat dalam benak masyarakat bagaimana sosok publik figur seperti para artis secara terang-terangan melaksanakan nikah beda agama. Pernikahan mereka bahkan terekspose secara terbuka, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila dalam satu keluarga/satu rumah dihuni oleh anggota keluarga yang memiliki ragam agama/keyakinan. Misalnya, terdapat keluarga (suami-istri) yang berbeda agamanya, dan anakanaknya mengikuti salah satu dari agama orang tuanya. Perbedaan agama dalam keluarga ini terjadi disebabkan setelah menikah, kedua pasangan tetap mempertahankan agama masing-masing. Pada awalnya, perkawinan semacam ini terjadi disebabkan lahirnya kesepakatan bersama calon kedua mempelai untuk menganut salah satu agama. Dalam hal ini, biasanya mereka memilih menikah berdasarkan agama Islam. Akan tetapi, perjalanan dalam berumah tangga yang mereka arungi akhirnya tidak konsisten dengan janji yang mereka ikrarkan saat menikah. Akibatnya, mereka kembali kepada agamanya semula. Maka hadirlah keluarga dengan multi Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
62
STAIN Palangka Raya
keyakinan dalam sebuah biduk rumah tangga seperti; suami beragama Islam istri beragama Kristen atau istri beragama Hindu Kaharingan suami beragama Islam, juga ada istri beragama Buddha suami beragama Islam, begitu juga sebaliknya sampai keluarga tersebut mempunyai keturunan (anak). Keluarga tersebut kelihatannya tetap dapat hidup rukun walaupun berbeda keyakinan atau agamanya. Meski demikian, secara psikologis anggota keluarga mengalami beban ideologis. Misalnya, seorang ibu merasa beruntung karena anak-anaknya ikut agama ibunya, akan tetapi ayahnya merasa kesepian ketika ingin berbagi pengetahuan dan pengalaman beragama, terlebih ketika dia menyadari bahwa anak merupakan amanah yang suatu saat kelak dimintai pertanggung jawaban. Ketika tumbuh kesadaran terhadap tanggung jawab keluarga terutama kesadaran ideologis, orang tua biasanya berebut pengaruh agar anaknya mengikuti agama yang diyakininya. Jika ayah Islam, dia ingin agar anaknya menjadi muslim, sebaliknya, jika ibu Kristen, dia ingin anaknya memeluk agama Kristen. Anak yang mestinya menjadi perekat orang tua sebagai suami isteri, kadangkala menjadi sumber perselisihan, dan mereka saling berebut untuk menanamkan pengaruh masing-masing, sekalipun pengaruh tersebut tidak tampak terlihat. Dari fakta yang ada, di balik kehidupan yang tampak “rukun” tersebut sesungguhnya terdapat berbagai permasalahan atau problematika khususnya dalam pendidikan agama anak. Mereka menjadi bingung melihat perbedaan agama kedua orang tuanya, lebih-lebih ketika kedua orang tua memberikan pendidikan agama menurut keyakinan masing-masing, misalnya ketika seorang ibu yang beragama Islam memberikan pendidikan agama kepada anak sesuai dengan ajaran Islam, kemudian bapak yang beragama Kristen memberikan pendidikan agama Kristen kepada anak, sehingga anak menjadi bimbang dalam menentukan pilihan mana yang harus diikutinya, ibu atau bapak? V. Kesimpulan
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
63
STAIN Palangka Raya
1. Pendidikan agama dalam keluarga menurut perspektif beberapa agama pada dasarnya menunjukkan kesamaan pada pola, tujuan dan materinya, yaitu pola dan tujuannya adalah untuk membentuk pribadi yang baik kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan juga kepada sesama ummat manusia. 2. Dalam memberikan pendidikan agama dalam keluarga, bagi orang tua yang beragama
Islam berkeinginan menjadikan anak yang saleh dan
mendapat riodha Allah, sehingga terbentuklah pribadi yang baik yang dapat menjalin hubungan dengan Allah dan juga dengan makhluk lain, bagi orang tua yang beragama Kristen berkeinginan menjadikan anak beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab, bagi orang tua yang beragama Katolik berkeinginan supaya anak mencintai dan memahami pribadi Yesus Kristus dari segala kebaikannya serta dapat mengamalkan sifat-sifat dan tugastugas-Nya dalam gereja, sehingga anak bisa hidup menggereja secara aktif, bagi orang tua yang beragama Hindu berkeinginan anaknya bisa mencapai kebahagiaan rohani dan kesejahteraan hidup jasmani dengan mengingat Tuhan sebagai Sang Hyang Widhi, sementara bagi orang tua yang beragama Budha menginginkan anaknya menjadi manusia yang berakhlak melalui peningkatan moral, meditasi untuk mencapai Nirwana, sedangkan bagi orang tua yang beragama Kong Hu Cu berkeinginan agar anaknya mempunyai hubungan vertikal dengan Sang Khalik dan hubungan horizontal antara sesama manusia, dengan mempunyai budi pekerti yang lukur, yang ditanamkan orang tua melalui pembiasaan-pembiasan.
3. Bagi keluarga yang berbeda agama dalam satu rumah, sebenarnya cukup sulit dalam memberikan pendidikan agama kepada anak-anak mereka, dan tidak sesederhana seperti yang orang tua pikirkan ketika mereka yang melangsungkan perkawinan yang biasanya dilandasi atas dasar cinta, tetapi pernikahan semacam ini memiliki banyak resiko dan problematika dalam kehidupan. Fenomena problematikanya seperti fenomena iceberg (gunung es), tampak kecil di permukaan, tapi besar di dalam dasar. Begitu juga Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
64
STAIN Palangka Raya
problematika kehidupan rumah tangga beda agama. Di permukaan, baik secara sosial maupun kultural, mereka tampak rukun, tetapi di dalam proses internalisasi ideologi dan keyakinan, mereka mengalami kendala dan tekanan psikologis, apalagi jika sebuah keyakinan agama dipandang sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
65
STAIN Palangka Raya
DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2004 Ahmadi, Perbandingan Agama, Jakarta: Rineka Cipta, 1999 Al-Imam Muslim, Şâhih Muslim, Bandung: Maktabat Dahlan, t.t. Barsihannor, Belajar dari Luqman al-Hakim,Yogyakarta: Kota Kembang, 2011 ----------, Studi Agama-agama di Perguruan Tinggi, Makassar:UIN Press, 2010 Dedi Hamid, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Bina Bahagia, 2004 Departemen Agama RI , Alqur’an dan terjemahnya ,Lihat QS. At-Tahrim [66]: 3. ---------, Tuntunan Dasar Agama Hindu, Jakarta: Departemen Agama RI, t.t. I Made Tatib, Veda Sabda Suci; Pedoman Praktis Kehidupan. Surabaya: Pasmita, 1996 Kadarmanto, Hasil Sidang Agung KWI dan Gereja Katolik Indonesia, Jakarta: t.p., 2003 Kamrani Buseri, Pendidikan Keluarga Dalam Islam, Yogyakarta: Bina Usaha, 1990 Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lugat wa al-A’lam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986 Mansur Isna, Diskursus Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2001 Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua, Jakarta: Rineka Cipta, 2000 Nurcholis Madjid, Islam: Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Paramadina, 1995 Pandita Sasanadhaja, Tuntunan Perkawinan dan Hidup Berkeluarga dalam Agama Budhha, Jakarta: Pengurus Pusat Yayasan Budhha Sasana, 1996 Partick HLM. Nowell Smith, “Religion and Morality”, dalam Paul Edward (ed.), The Encyclopedia of Philosophy, vol. VIIl New York: Macmillan Publishing Co., Inc., and The Free Press, 1972 Rajabali, Pandey, Hindu Samskaras, Delhi: Motilal Banarsidass, 1991 Sairin Winata, Partisipasi Kristen dalam Pembangunan Pendidikan Indonesia, Jakarta: BPK Gunung, 1998 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012
66
STAIN Palangka Raya
Satiri, Tuntunan Iman, Jakarta: CV Multiyasa, 1992 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989
Toshihiko Izutsu, Ethico Religious Concept in the Qur’an, Montreal: Mc Gill University Press, 1966 UU RI Nomor 20 Tahun 2003, Bab IV pasal 27 ayat 1, Bandung: Citra Umbara, 2003 Wirata Sairin, Partisipasi Kristen dalam Pembangunan Pendidikan Indonesia, Jakarta: PT BPK Gunung, 1988 Lihat http/www.vihara.mahavira.graha.co.id/view/info/agama/Buddha. Diakses tanggal 24 September 2010. Lihat http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/06/ajaran-konghuchu-diakuikembali.html. Lihat http:/hindubatam/com/old/brt0906, diakses tanggal 30 April 2012
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Volume 6, Nomor 2, Desember 2012