Tinjauan Hukum Penerbitan Akta Kelahiran Terhadap Anak di Luar Nikah (Penelitian di Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Gorontalo) Bahtiar Tome Pembimbing I . HJ Mutia Cherawaty Thalib, SH.,MH Pembimbing II. Suwitmo Y Imran , SH.,MH JURUSAN ILMU HUKUM
ABSTRAK Kehadiran seorang anak pada suatu keluarga tidak selamanya menjadi suatu kebahagian.Hal ini biasanya terjadi apabila seorang anak lahir di luar perkawinan yang sah. Permasalahan yang muncul Bagaimana eksistensi penerbitan akta kelahiran anak di luar nikah serta akibat hukumnya, dan hambatan – hambtan yang dihadapi oleh Dinas Catatan Sipil Kota Gorontalo dalam mengeluarkan akta kelahiran anak luar nikah dan upaya pemecahannya. Penelitian ini bersifat empirik merupakan suatu metode penelitian terhadap fakta empiris yang di peroleh berdasarkan observasi atau pengalaman, objek yang diteliti lebih di tekankan pada kejadian yang sebenarnya. Hasil penelitian anak diluar nikah dapat memperoleh akta kelahiran , namun dalam akta tersebut hanya mencamtumkan nama ibunya saja karena anak tersebut tidak mempunyai hubungan hokum dengan ayahnya. Maka dari itu anak luar nikah tidak mendapatkan hak yang menjadikewajiban ayahnya. Konsekuensi anak tersebut tidak bisa menuntut ayahnya untuk memenuhi kewajiban sebagai ayah. Anak luar nikah dapat memperoleh hubungan perdata dengan ayahnya dengan cara memberi pengakuan terhadap anak di luar nikah. Pembuatan atau penerbitan akta kelahiran anak di luar nikah sama prosedurnya terhadap anak sah.
Kata Kunci: Kelahiran, Perkawinan, Akta
I.
Pendahuluan Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga
dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan selanjutnya disingkat Undang-Undang Perkawinan merumuskan, bahwa Perkawinan, ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Atas dasar kehidupan suami istri di dalam suatu ikatan perkawinan, akan berakibat yang penting dalam masyarakat, yaitu apabila mereka dianugerahi keturunan, maka mereka dapat membentuk suatu keluarga. Kehadiran seorang anak merupakan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi seorang ibu maupun keluarganya, karena anak merupakan buah perkawinan dan sebagai landasan keturunan. Keberadaan anak dalam keluarga merupakan sesuatu yang sangat berarti. Anak memiliki arti yang berbeda-beda bagi setiap orang. Anak adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan orang tua kepada Allah SWT. Anak adalah tempat orang tua mencurahkan kasih sayangnya. Dan anak juga
penyambung
keturunan, sebagai investasi masa depan, dan anak merupakan harapan untuk menjadi sandaran di kala usia lanjut. Ia dianggap sebagai modal untuk meningkatkan peringkat hidup sehingga dapat mengontrol status sosial orang tua. Oleh sebab itu orang tua harus memelihara, membesarkan, merawat, menyantuni, dan mendidik anak-anaknya dengan penuh tanggung jawab dan kasih sayang. Kehadiran seorang anak dalam suatu keluarga tidak selamanya merupakan suatu kebahagiaan. Hal ini biasanya terjadi apabila seorang anak lahir di luar perkawinan yang sah. Kehadiran seorang anak di luar perkawinan, akan menimbulkan banyak pertentangan-pertentangan di antara keluarga, maupun di dalam masyarakat, mengenai kedudukan hak dan kewajiban anak tersebut. Di samping itu, secara hukum juga merupakan permasalahan tersendiri.
Kelahiran merupakan peristiwa hukum yang memerlukan adanya suatu peraturan yang tegas, jelas dan tertulis sehingga tercipta kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan diantaranya adalah peraturan mengenai kelahiran. Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana ditempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. Peristiwa kelahiran itu mempunyai bukti yang autentik, karena untuk membuktikan identitas seseorang yang pasti dan sah adalah dapat kita lihat identitas seseorang yang pasti dan sah adalah dapat kita lihat dari akta kelahiran yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang mengeluarkan akta tersebut. Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwaperistiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Akta Kelahiran dapat memainkan peranan penting dalam melindungi anakanak, anak yang dimaksud tidak hanya anak sah yang lahir dari suatu hubungan perkawinan tapi juga anak yang dilahirkan diluar hubungan perkawinan atau anak luar kawin. Status seorang anak sepanjang mengenai anak-anak luar kawin banyak dikupas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Perkawinan. Saat ini banyak anak luar kawin yang tidak dicatatkan kelahirannya, dalam arti tidak mempuyai akta kelahiran, hal itu nantinya akan menyulitkan anak tersebut dikemudian hari, padahal setiap anak yang lahir kedunia ini berhak untuk mendapatkan hak-haknya. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan, bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dewasa dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berkaitan dengan hal di atas, Hilman Hadikusumo berpendapat bahwa perkawinan barulah ada apabila dilakukan antara seorang pria dan seorang wanita,
dengan demikian perkawinan sama dengan perikatan (Verbindtenis).1 Tentulah tidak dinamakan perkawinan apabila yang terikat dalam perjanjian itu 2 (dua) orang pria saja ataupun 2 (dua) orang wanita saja, atau dilakukan antara banyak pria dan banyak wanita. Demikian juga tidak merupakan perkawinan apabila sekiranya ikatan lahir batin itu tidak bahagia, atau perkawinan itu tidak kekal dan tidak berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa peraturan yang digunakan untuk mengatur perkawinan inilah yang menimbulkan pengertian perkawinan.2 Hukum Islam memberikan pengertian perkawinan sebagai suatu akad atau perikatan, untuk menghalalkan hubungan kelamin antara dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhoi Allah.3 Apabila pengertian perkawinan di atas dibandingkan dengan perkawinan yang tercantum tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan, tidak ada perbedaan yang prinsipil. Lain halnya dengan KUHPerdata, sebab KUHPerdata tidak mengenal definisi perkawinan 4 Pasal 26 KUHPerdata menyimpulkan, bahwa undang- undang hanya memandang perkawinan dalam hubungan-hubungan perdata. Dari ketentuan ini, dapat
diketahui bahwa
KUHPerdata
memandang
perkawinan
semata-mata
merupakan perjanjian perdata, tidak ada kaitannya dengan agama yang dianut oleh para pihak (calon mempelai), sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 81 KUHPerdata yang menyebutkan : ”tidak ada suatu upacara keagamaan boleh dilakukan, sebelum kedua belah pihak kepada pejabat agama mereka membuktikan, bahwa perkawinan dihadapan pegawai catatan sipil telah berlangsung”.5 1
Hadikusumo, Hilman. 1990. Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung: Mandar Maju. Hal. 7 2 Prodjodikoro, Wirjono. 1974. Hukum Perkawinan di Indonesia, Sumur, Bandung. Hal. 7 3 Basyir, Ahmad Azhar. 1978, Hukum Perkawinan Islam, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Yogyakarta. Hal. 11 4 Mulyadi.1997, Hukum Perkawinan Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Hal. 7 5 Meliala, Djaja S. 2006. Perkembangan Hukum Perdata tentang Orang dan Hukum Keluarga, Nuansa Aulia, Bandung.Hal.47
Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang membolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan, maka dapat dikatakan bahwa hukum asal dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat kepada sifatnya sebagai sunnah Allah dan Sunnah Rasul, tentu tidak mungkin dikatakan bahwa hukum asal perkawinan itu hanya semata mubah. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa melangsunga akad perkawinan disuruh oleh agama dan dengan telah berlangsungnya akad perkawinan itu, maka pergaulan laki-laki dengan perempuan menjadi mubah.6 Manusia dalam perjalanan kehidupannya paling tidak dihadapkan pada 3 (tiga) momentum penting, yakni: kelahiran, perkawinan dan kematian. Ketiga peristiwa tersebut saling memiliki relevansi yang erat dan merupakan suatu siklus kehidupan. Henny Tanuwidjaya mengatakan bahwa anak luar kawin yang mempunya hak untuk mewaris adalah anakluar kawin yang diakui, jika tidak ada pengakuan, maka anak luar kawin tersebut tidak mempunyai hubungan apapun.7 Perbedaan antara anak luar kawin dan anak zina terletak pada saat pembuahan atau hubungan badan yang menimbulkan kehamilan, yaitu apakah pada saat itu salah satu atau kedua-duanya
(maksudnya
laki-laki dan
perempuan yang
mengadakan hubungan badan di luar nikah) ada dalam ikatan perkawinan dengan orang lain atau tidak, sedangkan mengenai kapan anak itu lahir tidak relevan. Anak zina adalah anak-anak yang dilahirkan dari hubungan luar nikah antara seorang lakilaki dan seorang perempuan di mana salah satu atau kedua-duanya, terikat perkawinan dengan orang lain. Adapun anak sumbang adalah anak-anak yang dilahirkan dari hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang antara keduanya berdasarkan ketentuan undang- undang ada larangan untuk saling menikahi (Pasal 31 KUHPerdata). Dengan demikian anak luar kawin dalam arti, sempit adalah anak yang 6 7
Syarifudin, Amir Dr. 2011. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Kencana. Jakarta. Hal. 43 Tanuwidjaya, Henny. 2012. Hukum Waris Menurut BW. PT. Refika Aditama. Bandung. Hal. 33
dilahirkan dari hasil hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang kedua-duanya tidak terikat perkawinan dengan orang lain dan tidak ada larangan untuk saling menikahi, anak-anak yang demikianlah yang bisa diakui secara sah oleh ayahnya (Pasal 280 KUHPerdata). Kedudukan Anak Luar Kawin UU No. 1 tahun 1974 mengatur kedudukan anak luar kawin dalam Pasal 43, yaitu: a. Anak yang dilahirkan di Iuar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya; b. Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. Berhubung Peraturan Pemerintahan No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur lebih lanjut Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan, maka berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Perkawinan menentukan bahwa kedudukan anak kembali kepada hukum yang lama yaitu KUHPerdata. Hubungan antara ibu dan anak terjadi dengan sendirinya karena kelahiran, kecuali apabila anak itu "overspelig atau bloedsrhenning (anak zinah). Antara ayah dan
anak
hanya
terjadi
hubungan perdata
karena pengakuan (Pasal 280
KUHPerdata). Landasan Hukum Penerbitan Akta Kelahiran Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus dijaga dan dibina, karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup dan identitas dirinya sebagai upaya perlindungan hukum. Upaya perlindungan hukum terhadap anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni dengan memberikan identitas diri anak sejak lahir. Pemberian identitas anak
dilakukan dengan cara pencatatan setiap kelahiran anak yang dilakukan oleh pemerintah berasas non diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat anak. Di Indonesia, upaya Perlindungan hukum terhadap kedudukan anak merupakan amanah Undang-Undang Dasar 1945. Implementasi amanat ini, salah satunya, adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Bab V Pasal 27 dan 28 ditegaskan mengenai hal-hal yang berkaitan kedudukan anak. Pada undang-undang perlindungan anak nomor 23 tahun 2002 pasal 1 ayat 12 bahwa Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Sedangkan pada pasal 1 ayat 15 disebutkan bahwa Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Hal ini mengindikasikan bahwa semua anak baik anak sah dan anak di luar nikah memiliki hak yang sama untuk dilindungi8 Dasar Hukum Penerbitan Akta Kelahiran Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang harus menjadi perhatian dan pengkajian mendalam yang berkaitan dengan pencatatan dan perolehan kutipan akta kelahiran. Aturan hukum ini dapat dibagi 2 (dua) hal. Pertama; a.
8
S. 1920 No. 751 jo S. 1927 No. 564
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak
b. Kep. Mendagri No. 477/1988 c. Kep. Mendagri No. 117/1992 Dasar hukum di atas perlu ditinjau kembali keberlakuannya. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, antara lain: a. masih ada perbedaan perlakuan antara WNI asli dan WNI keturunan; b. masih ada pengklasifikasian terhadap status kelahiran (umum, istimewa, dispensasi atau tambahan); c. persyaratan permohonan perolehan akta yang masih sulit di dapat; d. pengklasifikasian biaya-biaya dirasa berat dan membingungkan masyarakat; Kedua; a. UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM b. UU No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi c. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 tahun 2005, tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil di Daerah Aturan hukum tersebut perlu mendapat perhatian, karena adanya “political will” dari pemerintah untuk memudahkan dan menyederhanakan pembuatan dan mekanisme perolehan akta kelahiran. II.
Metode Penulisan Penelitian ini bersifat empirik merupakan suatu metode penelitian terhadap
fakta empiris yang diperoleh berdasarkan observasi atau pengalaman, objek yang diteliti lebih ditekankan pada kejadian sebenarnya daripada persepsi orang mengenai kejadian. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan penuli adalah deskriptif asosiatif. Di mana pengertian penelitian deskriptif menurut Sugiyono adalah sebagai berikut: “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain9.
9
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung Rosdakarya)hal. 5
Jadi, penelitian dengan metode deskriptif merupakan penelitian yang akan mendeskripsikan atau menguraikan permasalahan yang berkaitan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri. III.
Hasil dan Pembahasan Prinsip pengaturan tentang anak luar kawin dalam hubungan kekeluargaan
dengan ayah dan ibunya mendapat pengaruh yang sangat besar dari asas perkawinan monogami yang dianut oleh KUH Perdata, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 yang berbunyi: “Pada waktu yang sama seorang lelaki hanya boleh terikat oleh perkawinan dengan satu orang perempuan saja dan seorang perempuan hanya dengan satu seorang lelaki saja” dan asas pengakuan mutlak sebagaimana diatur dalam Pasal 280 KUH Perdata yang berbunyi: “Dengan pengakuan terhadap anak diluar kawin terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dengan ayah dan ibunya” sehingga hukum perdata barat menganut prinsip bahwa hubungan keperdataan antara anak luar kawin dengan orang tua biologisnya tidak terjadi dengan sendirinya, baik kepada ayahnya maupun kepada ibunya. Prinsip tersebut sangat berbeda dengan konsep yang dianut oleh hukum Islam maupun hukum perkawinan (Undang-Undang Perkawinan) yang mana hubungan perdata antara anak luar kawin dengan pihak ibu terjadi secara otomatis sejak si anak itu lahir. Eksistensi penerbitan akta kelahiran anak di luar nikah serta akibat hukumnya di Kota Gorontalo Pencatatan kelahiran merupakan hal yang penting dalam registrasi dan administrasi kependudukan, yang selama ini masalah tersebut kurang mendapat perhatian di masyarakat. Mengingat pentingnya akta kelahiran ini, seorang anak haruslah mempunyai akta kelahiran kendati ia adalah anak diluar kawin, hal ini dikarenakan akta kelahiran merupakan sebuah akta otentik yang akan dijadikan sebagai alat bukti mengenai status keperdataan anak itu sendiri. Dalam keabsahan akta kelahiran anak luar kawin dapat ditunjukan melalui kutipan dalam akta yang telah diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil dan juga di tanda tangani oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tersebut, yang artinya keabsahan akta anak luar kawin itu sama halnya dengan anak yang sah dapat dijadikan sebagai bukti yang otentik bagi pemegang akta, dengan adanya akta kelahiran seseorang memiliki jaminan dan kepastian hukum mengenai status keperdataannya yang meliputi identitas diri yaitu, nama, tempat, dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan. Bahwa dalam proses memperoleh akta kelahiran bagi anak luar kawin itu sama pada umumnya dengan anak sah, hanya saja sang ibu terlebih dahulu mengisi surat pernyataan tidak kawin sah di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang ditandatangani Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tersebut sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh akta kelahiran anak luar kawin. Dalam pembuatan akta kelahiran anak luar nikah, sesuai dengan pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya saja. Demikian pula dalam pencatatan kelahiran, salah satu syarat pencatatan akta kelahiran adalah bukti perkawinan orangtua, maka dalam aktanya anak tersebut sebagai anak seorang ibu (tidak dicantumkan nama ayah biologisnya). Namun, akta kelahiran ini sah dapat digunakan untuk masa depan si anak tersebut untuk daftar sekolah atau kegiatan. Namun, pencantuman nama ayah biologis dalam akta kelahiran dimungkinkan, bila terjadi pengakuan anak oleh ayahnya yang disetujui ibunya. Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah. Konsekuensinya, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya saja. Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya (pasal 42 dan pasal 43 Undangundang Perkawinan, pasal 100 KHI). Di dalam akta kelahirannyapun statusnya dianggap sebagai anak luar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannya. Keterangan berupa status sebagai anak luar nikah dan tidak tercantumnya nama si ayah akan berdampak sangat mendalam secara sosial dan psikologis bagi si anak dan ibunya.
Anak luar nikah dapat memperoleh akta kelahiran, namun hanya tercantum sebagai anak ibunya saja karena tidak mempunya hubungan hukum dengan ayahnya. Maka dari itu, anak diluar nikah tidak mendapatkan hak yang menjadi kewajiban ayahnya. Konsekuensinya, ayah anak tersebut tidak memiliki kewajiban terhadap si anak, dan sebaliknya anak tersebut tidak bisa menuntut ayahnya untuk memenuhi kewajiban sebagai ayah, biasanya kewajiban material untuk si anak. Anak luar nikah dapat memperoleh hubungan perdata dengan ayahnya dengan cara memberi pengakuan terhadap anak luar nikah. Pasal 280 sampai pasal 281 KUH Perdata menegaskan bahwasanya dengan pengakuan terhadap anak di luar nikah, terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan bapak atau ibunya. Pengakuan terhadap anak di luar nikah dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan pernikahan. Hambatan yang dihadapi oleh dinas Catatan Sipil Kota Gorontalo dalam menerbitkan akta kelahiran anak di luar nikah dan upaya pemecahannya Mengurus surat kelahiran atau akta kelahiran sejatinya bukan masalah yang sulit dan rumit. Pemerintah bahkan mendorong setiap warganya yang baru mendapatkan kelahiran anak untuk segera mengurus akta kelahiran dan tak menundanunda terlalu lama. Namun anjuran ini justru bertolak belakang dengan praktek dilapangan. Segudang hambatan akan menghadang, apakah itu peraturan dan ketentuan resmi dari pemerintah ataukah peraturan tak tertulis yang diciptakan oleh petugas Catatan Sipil, semuanya bersinergi membuat kita stres tujuh keliling. Kesulitan akan terjadi apabila Kartu Keluarga tidak bersesuaian dengan data si ayah dan si ibu. Padahal bermacam kemungkinan bisa terjadi pada Kartu Keluarga (KK) yang tak sesuai. Si ayah atau si ibu (atau kedua-duanya) mungkin belum masuk dalam daftar Kartu Keluarga (KK) karena namanya masih tercatat dalam Kartu Keluarga (KK) (Domisili) lain sebelum dia menikah. Mungkin juga pasangan suami istri ini mengalami pemindahan tugas kekota atau provinsi lain dan belum sempat mengurus KTP dan Kartu Keluarga (KK).
Anak luar kawin tidak dapat di hukum dikarenakan kesalahan dan perbuatan orang tuanya. Ia harus di perlakukan layak di dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Oleh karena itu tidak manusiawi, hanya karena ia anak luar kawin ia tidak mendapatkan perlindungan hukum berupa akta kelahiran. Hampir semua masyarakat mengetahui bahwa akta kelahiran diperlukan unruk pendidikan dan sebagian lagi mengetahui bahwa akta diperlukan hanya untuk melamar pekerjaan. Beberapa kendala yang menyebabkan sulitnya pencatatan kelahiran terhadap anak luar kawin dan pemecahannya pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Gorontalo, antara lain sebagai berikut: 1. Sikap masyarakat Indonesia yang masih sangat menunjang tinggi nilai-nilai adat ketimuran. Suatu sikap dimana masyarakat menunjang tinggi hukum agama dan adat didalam masyarakat Indonesia, mempunyai anak luar kawin adalah aib, efeknya adalah anak yang dilahirkan diluar kawin dikucilkan, dihina dan tidak mendapat tempat yang layak dimasyarakat. Anak luar kawin tidak hanya mendapat penderitaan batin yang sangat dalam tetapi juga dalam kehidupan bernegara mendapat kesulitan, seperti halnya dalam mengurus akta kelahiran. Masyarakat masih beranggapan bahwa anak luar kawin tidak mempunyai hak yang sama dengan anak yang sah yang mempunyai ibu-bapak secara lengkap, dikarenakan dilahirkan dari suatu hubungan yang terlarang sehingga pada akhirnya anak luar kawin akan mempunyai masa depan yang suram. Dengan tidak memiliki akta kelahiran seperti tidak dapat sekolah, sulit untuk mendapat pekerjaan dan lain sebagainya. 2. Mempunyai anak luar kawin bagi masyarakat Indonesia masih menjadi peristiwa yang menakutkan karena dengan memiliki anak luar kawin berarti telah melakukan perbuatan yang melanggar asusila. Seorang ibu dari anak luar kawin yang akan mendaftarkan kelahiran anaknya harus membuat laporan kelahiran dari kelurahan, dengan membuat akta kelahiran berarti secara tidak langsung memberitahukan kepada masyarakat kalau ia mempunyai anak luar kawin, yang dalam adat masyarakat timur khususnya di Indonesia bahwa memiliki anak luar
kawin merupakan suatu aib yang harus ditutup-tutupi jika perlu menyembunyikan anak tersebut agar masyarakat tersebut tidak mengetahuinya. Oleh karena itu ibu tersebut akan lebih memilih tidak mendaftarkan kelahiran anaknya. 3. Penyuluhan-penyuluhan sering dilakukan oleh aparat atau petugas pencatatan kelahiran untuk meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, namun penyuluhan tentang hak anak luar kawin untuk mendapatkan akta kelahiran masih jarang dilakukan atau bahkan tidak pernah dilakukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Kurangnya penyuluhan kepada masyarakat bahwa anak luar kawin mempunyai hak yang sama dalam hal mencatatkan kelahiran, hal ini demi untuk masa depannya. IV. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan 1. Pencatatan kelahiran merupakan hal yang penting dalam registrasi dan administrasi kependudukan, yang selama ini masalah tersebut kurang mendapat perhatian di masyarakat. Mengingat pentingnya akta kelahiran ini, seorang anak haruslah mempunyai akta kelahiran kendati dia adalah anak diluar nikah, hal ini dikarenakan akta kelahiran merupakan sebuah akta otentik yang akan dijadikan sebagai alat bukti mengenai status keperdataaan anak tersebut. Dalam pembuatan akta kelahiran anak diluar nikah, sesuai dengan pasal 43 ayat (1) Undang – undang Nomor 1 Tahun 1974, anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya saja. 2. Mengurus surat kelahiran atau akta kelahiran sejatinya bukan masalah yang sulit dan rumit. Pemerintah bahkan mendorong setiap waganya yang baru mendapatkan kelahiran anak untuk segera mengurus akta kelahiran dan tak menunda – nunda terlalu lama. Kesulitan akan terjadi apabila kartu keluarga tidak bersesuaian dengan data si ayah dan si ibu. Padahal bermacam kemungkinan bisa terjadi pada kartu keluarga yang tak sesuai. Si ayah atau si ibu (atau kedua – duanya) mungkin belum masuk dalam daftar Kartu Keluarga (KK) karena
namanya masih tercatat dalam Kartu Keluarga (KK) (Domisili) lain sebelum mereka menikah. Saran Agar setiap orang tua harus segera mencatatatkan kelahiran anaknya di kantor catatan sipil Kota Gorontalo agar dikemudian hari tidak menghambat cita- cita dari anak tersebut. Daftar Pustaka Basyir, Ahmad Azhar. 1978, Hukum Perkawinan Islam, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Yogyakarta Hadikusumo, Hilman. 1990. Hukum Perkawinan Indonesia. Bandung: Mandar Maju. Meliala, Djaja S. 2006. Perkembangan Hukum Perdata tentang Orang dan Hukum Keluarga, Nuansa Aulia, Bandung. Mulyadi. 1997, Hukum Diponegoro.
Perkawinan
Indonesia,
Fakultas
Hukum Universitas
Prodjodikoro, Wirjono. 1974. Hukum Perkawinan di Indonesia, Sumur, Bandung. Syarifudin, Amir Dr. 2011. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Kencana. Jakarta. Tanuwidjaya, Henny. 2012. Hukum Waris Menurut BW. PT. Refika Aditama. Bandung. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ARTIKEL TINJAUAN HUKUM PENERBITAN AKTA KELAHIRAN TERHADAP ANAK DILUAR NIKAH (Penelitian di Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Gorontalo)
OLEH BAHTIAR TOME NIM. 271 410 036
Telah Diperiksa Dan Disetujui Untuk Diuji
Pembimbing I
Pembimbing II
Hj. Mutia Cherawaty Thalib, SH.,M.Hum NIP. 19690704 199802 2 001
Suwitno Y. Imran, SH.,MH NIP. 19830622 200912 1 004
MENGETAHUI Ketua Jurusan Ilmu Hukum
Lisnawati Badu, SH.,MH NIP. 19690529 200501 2 001