ANALISIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM, UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TERHADAP KETENTUAN RAHASIA BANK (PERBANKAN SYARIAH) Nama
: Benny Zuldarsyah
NPM
: 0906490065
Pembimbing : Farida Prihatini S.H., M.H., C.N. Dr. Yeni Salma Barlinti SH., MH. ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang ketentuan harta bersama berupa simpanan dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito. Harta bersama merupakan harta benda yang dimiliki oleh suami dan isteri setelah timbulnya hubungan perkawinan. Sementara itu, simpanan pada bank dimiliki secara individu dan diikat oleh ketentuan rahasia bank. Permasalahan yang akan diteliti adalah melihat keselarasan antara ketentuan harta bersama dan ketentuan rahasia bank pada perbankan syariah dan penyelesaian harta bersama yang disimpan pada perbankan syariah. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridisnormatif dengan meneliti bahan pustaka yang ada. Dari penelitian yang dilakukan terlihat bahwa ketentuan harta bersama dengan ketentuan rahasia bank tidak selaras sehingga penyelesaian harta bersama harus dilaksanakan dengan putusan pengadilan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa peraturan perbankan yang mengatur ketentuan rahasia bank perlu ditinjau ulang agar selaras dengan ketentuan harta bersama. Kata kunci: Harta bersama, perkawinan, rahasia bank I.
PENDAHULUAN Di dalam suatu perkawinan, antara suami isteri selalu berharap ikatan lahir
batin yang mereka jalin menjadi semakin kuat agar tercipta hubungan yang harmonis, kekal, dan bahagia. Harta bersama dalam perkawinan merupakan salah satu bentuk sumber kekayaan yang diusahakan oleh suami isteri dengan tujuan agar kebutuhan rumah tangga terpenuhi. Di dalam kehidupan suatu keluarga atau rumah tangga di samping masalah hak dan kewajiban sebagai suami isteri, maka masalah harta benda adalah merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai perselisihan atau
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
ketegangan dalam hidup suatu perkawinan, sehingga mungkin akan menghilangkan kerukunan antara suami dengan isteri dalam kehidupan suatu keluarga. Sehubungan dengan itu, maka timbul asumsi masyarakat yaitu kebutuhan akan suatu peraturan yang mengatur mengenai harta benda dalam suatu perkawinan.1 Hukum Islam, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam mempunyai perbedaan dalam mengatur sumber pembiayaan bagi penyelenggaraan kehidupan keluarga. Perbedaan ini menyangkut tentang adatidaknya harta bersama, proses pembentukan harta bersama, unsur-unsur yang membentuk harta bersama, pola pengelolaan harta bersama dan pembagian harta bersama karena perceraian. Dalam hukum Islam tentang harta bersama suami isteri terdapat dalam surat an-Nisa (4) ayat 32. dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.2 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 mengatur tentang harta bersama dalam satu bab, yakni Bab VII tentang Harta Benda dalam Perkawinan dan tiga pasal, yaitu Pasal 35 sampai dengan Pasal 37. Sedangkan pengertian harta bersama menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 terdapat dalam Pasal 35 ayat (1) dan (2). 1. Harta benda diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama 2. Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
1
Djoko Prakoso, Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: PT Bina Aksara, 1987), hlm. 166. 2
Syaamil Al-Qur’an, Al Quran Dan Terjemahannya, ed. khat madinah, (Jakarta: PT Syaamil Cipta Media, 1971), hlm. 83.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
Kemudian, KHI juga mengatur mengenai harta bersama yang diatur dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 97 pada Buku I (satu). pengertian harta bersama menurut KHI terdapat pada pasal I butir f. Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. Dalam perkembangannya, harta bersama bisa berbentuk dalam suatu benda yang tidak bisa dicairkan atau dibagi secara mudah. Salah satu contohnya yaitu uang yang dimasukkan ke dalam rekening bank dimana pada zaman modern ini bank merupakan bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara. bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran, yang masyarakat luas berkepentingan atas kesehatan dari sistem-sistem tersebut, sedangkan kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank, maka terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak.3 Dan karena pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan, lembaga perbankan ini pun wajib diadakan. Dengan demikian, maka kaitan antara Islam dengan perbankan menjadi jelas.4 Maksudnya karena mayoritas penduduk di Indonesia mayoritas adalah pemeluk agama Islam, maka pelaksanaan perbankan secara syariah pun harus ada. Untuk itu penulis ingin membahas permasalahan ini dilihat dari sisi perbankan syariah. Agar keamanan uang nasabahnya terjamin, pihak perbankan dilarang untuk memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan halhal lain dari nasabahnnya. Dengan kata lain bank harus menjaga rahasia tentang 3
Sutan Remy Sjahdeini. ”Rahasia Bank: Berbagai Masalah di Sekitarnya”. Jurnal Hukum Bisnis, Volume 8, Tahun 1999, hlm.2. 4
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, ed. 3, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 15.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
keadaan keuangan nasabah dan apabila melanggar kerahasiaan ini perbankan akan dikenakan sanksi.5 Dengan adanya jaminan kerahasiaan atas semua data masyarakat dalam hubungannya dengan bank, maka masyarakat memercayai bank, dengan menyimpan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank. Kepercayaan masyarakat lahir apabila dari bank ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dari keadaan keuangan nasabah tidak akan disalahgunakan. Dengan adanya ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank harus memegang teguh rahasia bank.6 Setiap orang yang menabung di bank maka para nasabah akan memiliki nomor rekening atas nama pribadinya sendiri. Pada dasarnya dalam perbankan syariah, tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.7 Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya.8 Kemudian yang dimaksud dengan tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah,9 yaitu dengan melakukan pengelolaan dana. Dalam hal ini permasalahan yang penulis lihat yaitu apabila harta bersama antara suami isteri dimasukkan dalam suatu rekening bank, maka harta tersebut akan dimasukkan atas nama salah satu dari pihak suami atau isteri. Akibatnya, harta tersebut seolah-olah dimiliki oleh salah satu pihak saja. Sedangkan pihak yang satunya tidak dapat mengakses dan mengetahui soal harta tersebut karena terhalang oleh ketentuan rahasia bank. Selain itu, permasalahan ini mungkin saja akan menimbulkan keretakan rumah tangga karena mungkin saja pihak suami atau isteri memiliki rekening yang lain (tidak dimasukkan dalam harta bersama) untuk keperluan pribadi tanpa
5
Kasmir, Pemasaran Bank, cet. 1 (Jakarta: Prenada Media, 2000), hlm. 29.
6
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia. cet.3, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 161. 7
A Adiwarman A. Karim, Op. Cit., hlm. 297.
8
Ibid.
9
Ibid., hlm. 299.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
sepengetahuan pasangannya. Secara garis besar pokok permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah harmonisasi antara ketentuan harta bersama dalam perkawinan dengan ketentuan rahasia bank pada perbankan syariah? Bagaimanakah penyelesaian pembagian harta bersama yang disimpan di bank syariah atas nama suami/isteri?
II.
HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN Harta bersama merupakan masalah yang sangat besar pengaruhnya dalam
kehidupan suami isteri terutama apabila terjadi salah satu pihak meninggal dunia ataupun karena terjadinya perceraian. Harta bersama yaitu harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan di luar hadiah atau warisan. Maksudnya adalah harta yang didapat atas usaha mereka atau sendiri-sendiri selama masa ikatan perkawinan.10 Hukum Islam tidak mengenal adanya percampuran harta milik suami dengan harta milik istri. Dalam Syariat Islam harta bersama, gono gini suami istri pada dasarnya tidak dikenal dan bahkan tidak popular di dunia Islam.11 Begitupula dalam literatur lama Fiqih Islam di bidang perkawinan tidak dijumpai pembahasan mengenai harta bersama. Oleh karena masalah pencaharian bersama suami istri dibahas lebih dahulu tentang macam-macam perkongsian sebagaimana telah dibicarakan oleh para ulama dalam kitab fiqih. harta bersama dalam perkawinan itu digolongkan dalam bentuk syarikat abdan dan mufawadhah. Praktek gono-gini dikatakan syirkah abdan karena kenyataan bahwa sebagian besar dari suami isteri dalam masyarakat Indonesia sama-sama bekerja membanting tulang berusaha mendapatkan nafkah hidup keluarga sehari-hari dan sekedar harta simpanan untuk masa tua mereka, kalau keadaan memungkinkan juga untuk meninggalkan kepada anak-anak mereka sesudah mereka meninggal dunia. Suami
10
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, cet. 3, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 200. 11
Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual, cet. I, (Jakarta: Gema Islam, 2003), hlm. 124.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
isteri di Indonesia sama-sama bekerja mencari nafkah hidup. Hanya saja karena fisik isteri berbeda dengan fisik suami maka dalam pembagian pekerjaan disesuaikan dengan keadaan fisik mereka. Selanjutnya dikatakan syirkah mufawadah karena memang perkongsian suami isteri itu tidak terbatas. Apa saja yang mereka hasilkan selama dalam masa perkawinan mereka termasuk harta bersama, kecuali yang mereka terima sebagai warisan atau pemberian khusus untuk salah seorang diantara mereka berdua.12 Pada perkongsian gono-gini tidak ada penipuan, meskipun barangkali pada perkongsian tenaga dan syirkah mufawadah terdapat kemungkinan terjadi penipuan. Sebab perkongsian antara suami isteri, jauh berbeda sifatnya dengan perkongsian lain. Waktu dilakukan ijab qobul akad nikah, perkawinan itu dimaksudkan untuk selamanya. Perkongsian suami isteri tidak hanya mengenai kebendaan tetapi juga meliputi jiwa dan keturunan.13 Sajuti Thalib dan Hazairin berpendapat, bahwa menurut hukum Islam harta yang diperoleh suami dan isteri karena usahanya, adalah harta bersama, baik mereka bekerja bersama-sama atau hanya sang suami saja yang bekerja, sedangkan istri hanya mengurus rumah tangga beserta anak-anak saja di rumah.14 Sekali mereka terikat dalam perjanjian perkawinan sebagai suami istri maka semuanya menjadi bersatu, baik harta maupun anak-anak, seperti yang diatur oleh al Q.S. an-Nisa (4) ayat 2115 Perkawinan dengan Ijab Qabul serta persyaratan lainnya seperti adanya Wali, Saksi, Mahar, dan Illanun Nikah sudah dapat dianggap adanya Syirqah antara suami istri itu. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 35. 36, dan 37, yang menerangkan bahwa, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta benda bersama. Adapun harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri, dan harta benda yang 12
Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri di Indonesia, cet. 11, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 78-79. 13
Ibid., hlm. 102-103.
14
Mohd. Idris Ramulyo,Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta : Ind-Hil-Co, 2002), hlm. 231-232. 15
Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1974), hlm 84.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing si penerima para pihak selama tidak menentukan lain. Dalam Pasal 36 mengatur status harta yang diperoleh masing-masing suami isteri. Pada Pasal 37 dijelaskan, apabila perkawinan putus karena perceraian, maka harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Dalam Kompilasi Hukum Islam, khususnya mengenai hukum perkawinan banyak terjadi duplikasi dengan apa yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974. Dalam Kompilasi Hukum Islam mengenai harta kekayaan dalam perkawinan dibahas dalam Bab XIII. Mengenai percampuran harta suami dan harta isteri, hukum Islam merekomendasi agar harta masing-masing suami dan isteri tidak dicampurkan ke dalam harta kekayaan perkawinan sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 86 ayat (1) dan (2) Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut: 1) Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta isteri karena perkawinan. 2) Harta isteri tetap menjadi hak isteri dan dikuasi penuh olehnya, demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasi penuh olehnya. Penyelesaian mengenai harta bersama suami istri dapat diajukan secara bersama-sama dengan permohonan cerai talak (Pasal 66 ayat 5 UU No. 7 Tahun 1989).16 ketentuan yang sama berlaku pula dalam hal cerai gugat yang diajukan oleh isteri terhadap suaminya. (Pasal 86 ayat 1 UU No. 7 Tahun 1989). ketentuanketentuan tersebut dapat pula jika masalah penyelesaian harta bersama diajukan sesudah ikrar talak diucapkan suami atau sesudah putusan perceraian memperoleh hukum tetap. Apabila penyelesaian perceraian diajukan bersama-sama dengan harta bersama, dengan sendirinya kepastian perceraian akan ikut bersama dengan penyelesaian harta bersama. Hal-hal semacam ini bisa dilakukan apabila kedua belah pihak menginginkan penyelesaian secara cepat. Apabila penyelesaian harta bersama diajukan secara terpisah atau diajukan tidak secara bersamaan, maka penyelesaian harta bersama akan mengalami 16
Ilyas Zaini, “Perlindungan Hak Istri atas Harta Bersama Dalam Kaitannya Dengan Pembagian Warisan.” (Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2006), hlm. 43.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
keterlambatan, karena harus menunggu sampai putusan perceraiannya memperoleh kekuatan hukum tetap. Artinya untuk penyelesaian harta bersama membutuhkan waktu yang cukup lama. Selama belum selesai perkaranya dan selama belum diserahkan bagiannya, selama itu pula dia tidak dapat menikmati hasil dari barang atau misalnya barang itu berupa sawah, maka selama itu pula ia tidak menikmati hasil panennya. Penyelesaian harta bersama dapat dilakukan penuntutan akan hasil yang mungkin didapat dari barang tersebut yang dihasilkan selama jangka waktu penyelesaian. Bilamana pihak yang satu tidak menyerahkan bagian yang menjadi haknya pihak yang lainnya dapat dilakukan penuntutan ganti rugi berdasarkan perhitungan hasil yang diperoleh dari barang tersebut. Namun apabila terjadi perselisihan antaa suami isteri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama. Bagi janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Begitu pula apabila terjadinya cerai wafat sebelum dibagikan harta waris, terlebih dahulu diambil sebagai harta bersama.17
III.
RAHASIA BANK DALAM PERBANKAN SYARIAH Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah.
Secara akademik, istilah Islam dan Syariah memang mempunyai pengertian yang berbeda. Namun secara teknis untuk penyebutan Bank Islam dan Bank Syariah mempunyai pengertian yang sama. Menurut ensiklopedi Islam, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariat Islam. Di dalam operasionalisasinya Bank Islam harus mengikuti dan atau berpedoman kepada praktik-praktik usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah, bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak 17
Pardan Syafrudin, “Pembagian Harta Bersama Suami Isteri : Studi Komparatif Tentang Pembagian Harta Gono Gini Akibat Wafat dan Cerai Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif.” (Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2006), hlm. 22-23.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama/cendekiawan Muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan Alquran dan Hadis.18 Sedangkan akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena dilakukan berdasarkan hukum Islam.19 Tujuan dibentuknya bank Islam yaitu:20 1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara Islam, 2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi, dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal (orang kaya) dengan pihak yang membutuhkan dana (orang miskin). 3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat; 4. Untuk membantu menanggulangi (mengentaskan) masalah kemiskinan. 5. Untuk menjaga kestabilan ekonomi/moneter pemerintah. 6. Untuk menyelematkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-Islam (konvensional) yang menyebabkan umat Islam berada di bawah kekuasaan bank, sehingga umat Islam tidak bisa melaksanakan ajaran agamanya secara penuh, terutama di bidang kegiatan bisnis dan perekonomiannya. Visi perbankan Islam umumnya adalah menjadi wadah tepercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagi hasil secara adil sesuai prinsip syariah. memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan memberikan maslahat bagi masyarakat luas adalah misi utama perbankan Islam. Dengan visi misi tersebut diatas, maka setiap kelembagaan keuangan syariah akan menerapkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut. 1. Menjauhkan Diri dari Kemungkinan Adanya Unsur Riba 18
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-Lembaga Terkait (BAMUI, Takaful, dan Pasar Modal Syariah) , ed. revisi, cet. 4, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 5-6. 19
Gemala Dewi. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, ed. rev., cet. 3, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 100. 20
Ibid., hlm. 17.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
a. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka suatu hasil usaha, seperti penetapan bunga simpanan atau bunga pinjaman yang dilakukan pada bank konvensional. b. Menghindari penggunaan sistem presentasi biaya terhadap utang atau imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis utang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu. c. Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya (barang yang sama dan sejenis, seperti uang rupiah dengan uang rupiah yang masih berlaku) dengan memperoleh, kelebihan baik kuantitas maupun kualitas. d. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atas utang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela, seperti penetapan bunga pada bank konvensional. 2. Menerapkan Prinsip Sistem Bagi Hasil dan Jual-Beli Dengan mengacu kepada petunjuk Al-Quran, Q.S. al-Baqarah (2): 275 dan surat an-Nisaa (4): 29 yang intinya Allah SWT. telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba serta suruhan untuk menempuh jalan perniagaan dengan suka sama suka, maka setiak transaksi kelembagaan ekonomi islami harus selalu dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau yang transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang/jasa. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip “ada barang/jasa dulu baru ada uang”, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, dapat menghindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi. Dalam operasinya, pada sisi pengerahan dana masyarakat lembaga ekonomi Islam menyediakan sarana investasi bagi penyimpan dana dengan sistem bagi hasil, dan pada sisi penyaluran dana masyarakat menyediakan fasilitas pembiayaan investasi dengan sistem bagi hasil serta pembiayaan perdagangan.21 21
Wirdyaningsih, et. al., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,ed. 1, cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 17-19.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
Bank Islam sebagai bank yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah menurut ketentuan Alquran dan Al-Hadis, memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan bank-bank yang ada (Bank Konvensional). Ciri-ciri itu adalah:22 1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku, (tidak rigit) dan dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar menawar dalam batas wajar. 2. Penggunaan
persentase
dalam
hal
kewajiban
untuk
melakukan
pembayaran selalu dihindarkan, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir. 3. Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank Islam tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti (fixed return) yang ditetapkan di muka, karena pada hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya suatu priyek yang dibiayai bank hanyalah Allah semata, manusia sama sekali tidak mampu meramalnya. 4. Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito/tabungan, oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (al-wadiah) sedangkan bagi bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam sehingga kepada penyimpan tidak dijanjikan imbalan yang pasti (fixed return). 5. Bank Islam tidak menerapkan jual-beli atau sewa-menyewa uang dari mata uang yang sama, 6. Adanya pos pendapatan berupa “Rekening Pendapatan Non Halal” sebagai hasil dari transaksi dengan bank konvensional yang tentunya menerapkan sistem bunga. Pos ini
biasanya dipergunakan untuk
menyantuni masyarakat miskin yang terkena musibah dan untuk kepentingan kaum Muslimin yang bersifat sosial. 22
Ibid., hlm. 19.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
7. Ciri lain Bank Islam adalah adanya Dewan Pengurus Syariah yang bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari sudut syariahnya. 8. Produk-produk Bank Islam selalu menggunakan sebutan-sebutan yang berasal dari istilah arab, misalnya al-murabahah, al-mudharabah, al-bai’u bithaman ajil, al-ijarah, al ba’iu tahjiri, al-qardhul Hasan dan sebagainya, di mana istilah-istilah tersebut telah dicantumkan di dalam Kitab-kitab Fiqih Islam. 9. Adanya produk khusus yang tidak terdapat di dalam bank konvensional, yaitu kredit tanpa beban yang murni bersifat sosial, di mana nasabah tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya. 10. Fungsi kelembagaan Bank Islam selain menjembatani antara pihak pemilik modal/memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana, juga mempunyai fungsi khusus yaitu fungsi Amanah, artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana tersebut ditarik kembali sesuai dengan perjanjian. Keistimewaan-keistimewaan Bank Islam tersebut adalah: 1. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan nasabahnya. 2. Diterapkannya sistem bagi hasil sebagai pengganti bunga akan menimbulkan akibat-akibat yang positif. 3. Di dalam Bank Islam, tersedia fasilitas kredit kebaikan (al-Qardhul Hasan) yang diberikan secara cuma-cuma. 4. Keistimewaan yang paling menonjol dari Bank Islam adalah yang melekat pada konsep (build in concept) dengan berorientasi pada kebersamaan dalam hal: 5. Keistimewaan lain Bank Islam adalah dengan penerapan sistem bagi hasil berarti tidak membebani biaya di luar kemempuan nasabah dan akan terjamin adanya “keterbukaaan”.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
6. Adanya kenyataan bahwa dalam kehidupan ekonomi masyarakat modern cenderung menimbulkan pengeksploitasian kelompok kuat (kuat ekonomi plus politik) terhadap kelompok lemah.23 Penerapan hukum syariah dalam konteks hukum positif tersebut juga dapat diwujudkan dalam kegiatan perbankan syariah. Sebagaimana umumnya, setiap transaksi antara bank syariah dengan nasabah, terutama yang berbentuk pemberian fasilitas pembiayaan, selalu dituangkan dalam suatu-surat perjanjian. Berkaitan dengan hal ini, para pihak yang melakukan hubungan hukum, yaitu bank syariah dan nasabah, dapat memasukkan aspek-aspek syariah dalam konteks hukum positif Indonesia sesuai dengan keinginan kedua belah pihak. A. Simpanan Wadiah dan Mudharabah Dalam Perbankan Syariah 1. Giro Syariah a. Giro Wadiah Yang dimaksud dengan giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. b. Giro Mudharabah Yang dimaksud dengan giro mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah, yang perbedaan utama di antara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya, baik dari sisi tempat, waktu, maupun objek investasinya. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, Bank Syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan
23
Ibid., hlm.23-25.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
dengan
prinsip
syariah
serta
mengembangkannya,
termasuk
melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. 2. Tabungan Syariah a. Tabungan Wadiah Tabungan wadiah merupakan tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan kehendak pemiliknya. Berkaitan dengan produk tabungan wadiah, Bank Syariah menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah. Dalam hal ini, nasabah bertindak sebagai penitip yang memberikan hak kepada Bank Syariah untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan Bank Syariah bertindak sebagai pihak yang dititipi dana atau barang tersebut. Sebagai konsekuensinya, bank bertanggung jawab terhadap keutuhan harta titipan tersebut serta mengembalikannya kapan saja pemiliknya menghendaki. Di sisi lain, bank juga berhak sepenuhnya atas keuntungan dari hasil penggunaan atau pemanfaatan dana atau barang tersebut. b. Tabungan Mudharabah Yang dimaksud dengan tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Mudharabah mempunyai dua
bentuk,
yakni
mudharabah
mutlaqah
dan
mudharabah
muqayyadah, yang perbedaan utama di antara keduanya terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana kepada bank dalam mengelola hartanya. Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib, mempunyai kuasa untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Namun, disisi lain, Bank Syariah juga memiliki
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yang berarti bank harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atassegala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. 3. Deposito Syariah Dewan Syariah Nasional MUI telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.24 Dalam hal ini, Bank Syariah bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah bertindak sebagai shahibul mal (pemilik dana). Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, Bank Syariah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak ketiga. Dengan demikian, Bank Syariah dalam kapasitasnya sebagai mudharib memiliki sifat sebagai seorang wali amanah (trustee), yakni harus berhati-hati atau bijaksana serta beritikad baik dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang timbul akibat kesalahan atau kelalaiannya. Di samping itu, Bank Syariah juga bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar berbagai aturan syariah. Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan membagihasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening dalam mengelola dana tersebut, bank tidak bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. Namun, apabila yang terjadi adalah mismanagement (salah urus), bank bertanggung jawab penuh terhadap kerugian tersebut. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak pemilik dana, terdapat 2 (dua) bentuk mudharabah, yakni: 1. Mudharabah Mutlaqah (Unrestricted Investment Account, URIA)
24
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
Dalam deposito Mudharabah Mutlaqah (URIA), pemilik dana tidak memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara maupun objek investasinya. Dengan kata lain, Bank Syariah mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dengan menginvestasikan dana URIA ini ke berbagai sector bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan. 2. Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment Account, RIA)25 Berbeda halnya dengan deposito Mudharabah Mutlaqah (URIA), dalam deposito Mudharabah Muqayyadah (RIA), pemilik dana memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam mengelola investasinya, baik yang berkaitan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya. Dengan kata lain, Bank Syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana RIA ini ke berbagai sector bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan. B. Rahasia Bank Menurut Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Perbankan, yang dimaksud dengan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Jadi, Undang-Undang Perbankan mempertegas dan mempersempit pengertian rahasia bank dibandingkan dengan ketentuannya dalam pasal-pasal dari undang-undang sebelumnya, yaitu UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang tidak khusus menunjukkan bank kepada nasabah deposan saja. Dari pengertian yang diberikan oleh Pasal 1 angka 28 dan pasal-pasal lainnya, dapat ditarik unsur-unsur dari rahasia bank itu sendiri, yaitu sebagai berikut. 1. Rahasia bank tersebut berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
25
Karim, Op. Cit., hlm. 303-304.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
2. Hal tersebut wajib dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk ke dalam kategori perkecualian berdasarkan prosedur dan peraturan perundangundangan yang berlaku. 3. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank sendiri dan/atau pihak terafiliasi. Yang dimaksud dengan pihak terafiliasi adalah sebagai berikut. a. Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank yang bersangkutan. b. Anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank berbentuk badan hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Pihak pemberi jasa kepada bank yang bersangkutan, termasuk tetapi tidak terbatas pada akuntan public, penilai konsultasi hukum, dan konsultan lainnya. Pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta memengaruhi pengelolaan bank, tetapi tidak terbatas pada pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, dan keluarga pengurus. Ada dua teori tentang kekuatan berlakunya asas rahasia bank ini, yaitu26 1. Teori mutlak Dalam hal ini rahasia keuangan dari nasabah bank tidak dapat dibuka kepada siapa pun dan dalam bentuk apa pun. Dewasa ini hampir tidak ada lagi negara yang menganut teori mutlak ini. Bahkan, negara-negara yang menganut perlindungan nasabah secara ketat seperti Swiss atau negara-negara tax heaven seperti Kepulauan Bahama atau Cayman Island juga membenarkan rahasia bank dalam hal-hal khusus. 2. Teori relative Menurut teori ini, rahasia bank tetap diikuti, tetapi dalam hal-hal khusus, yakni dalam hal yang termasuk luar biasa, prinsip kerahasiaan bank tersebut 26
Munir Fuady, Hukum Perbankan di Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 91.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
dapat diterobos, misalnya untuk kepentingan perpajakan atau kepentingan perkara pidana. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang diundangkan pada tanggal 10 November 1998, dalam pasal 40, 41A, 42, 42A, 44A, 47, 47A, dan 48 telah mengatur mengenai Rahasia Bank dengan segala pengecualian dan sanksinya. Sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, pengecualian rahasia bank juga diatur dalam Peraturan Gubernur Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka rahasia Bank. Lahirnya Peraturan Gubernur Bank Indonesia ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa rahasia bank yang diperlakukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan, dimungkinkan dibuka untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, kepentingan peradilan dalam perkara pidana, dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah, dan permintaan ahli waris yang sah dari nasabah yang telah meninggal dunia. Selain itu Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pengaturan Rahasia Bank diatur dalam Pasal 41 sedangkan pengecualiannya diatur dalam Pasal 42-48. pengecualian terhadap rahasia bank, yakni sebagai berikut. 1. Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat pajak berdasarkan perintah Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan (Pasal 41). 2. Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara dapat diberikan pengecualian kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara atas izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 41A).
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
3. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana dapat diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa, atau hakim atas izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 42). 4. Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 42). 5. Dalam rangka tukar-menukar informasi di antara bank kepada bank lain dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44). 6. Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan secara tertulis dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44A). C. Contoh Kasus Para pihak dalam kasus ini yaitu Hani Ariawati binti Jusmansyah sebagai penggugat melawan P.G. Wisnu Wisnawa bin Made Buktiyasa sebagai tergugat. Pada tanggal 25 April 2002 para pihak menikah secara Islam dan dikaruniai 2 orang anak. Selama menjalankan hubungan perkawinan tergugat melakukan perselingkuhan dan melakukan tindakan kekerasan. Selama hubungan perkawinan kedua pihak memiliki harta bersama berupa tanah & bangunan, mobil, Tabungan Niaga Pendidikan (atas nama Hani Ariawati), Tabungan Niaga Mapan X-Tra (atas nama Hani Ariawati). Penggugat mengajukan perceraian kepada tergugat karena terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan menuntut agar dikabulkannya perceraian, menuntut hak asuh anak diberikan kepada penggugat selaku ibu kandung, menuntut pemberian nafkah terhadap Penggugat dan keperluan anak-anak, dan menuntut pembagian harta bersama. Putusan hakim dalam menyelesaikan harta bersama tersebut menurut penulis sudah tepat baik secara hukum Islam, Undang-undang Perkawinan, maupun Kompilasi Hukum Islam. Hakim menetapkan bahwa:
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
Menghukum kepada Penggugat dan Tergugat atau siapa saja
yang
menguasai harta bersama tersebut dihukum untuk menyerahkan seperdua bagian kepada Penggugat dan seperdua bagian lagi untuk Tergugat; Apabila perselisihan harta bersama muncul ketika pasangan suami isteri masih menjalankan hubungan perkawinan dimana harta bersama tersebut terdapat pada bank dalam bentuk simpanan sehingga harta tersebut dimiliki oleh atas nama salah satu pihak suami/isteri, sehingga pasangannya tidak berhak mengetahui data mengenai simpanan tersebut karena ketentuan rahasia bank. Pengamat Hukum Islam Universitas Islam Negeri (UIN) mengatakan : UU perbankan merahasiakan isi rekening nasabah kepada siapapun, termasuk ke suami/isteri sendiri. Hal ini dinilai menyalahi asas dasar terbentuknya lembaga perkawinan yang berdasarkan norma agama. Secara filosofis, suami/isteri tidak boleh menutup-nutupi apapun terhadap istrinya. Jangan utang saja yang diberitahukan, tetapi juga seluruh harta kekayaan. Harta bersama merupakan harta yang timbul setelah adanya perkawinan. Termasuk juga di dalamnya rekening bank atas nama suami/isteri yang timbul setelah keduanya menikah. Kalau seperti ini maka UU Perbankan layak untuk ditinjau ulang.27 Dapat kita lihat bahwa harta bersama dalam peraturan perbankan belum diatur sehingga
hanya
pihak
suami/isteri
yang
memiliki
rekening
bank
dan
mengatasnamakan dirinya pada bank yang bersangkutan sajalah yang berkuasa penuh atas harta tersebut selama masih hidup baik ia memiliki itikad baik maupun itikad buruk. Sedangkan pihak yang satunya tidak akan bisa berbuat apapun terhadap harta itu selama si pemilik rekening masih memiliki hubungan dengan pihak bank karena terkendala dengan ketentuan rahasia bank.
27
Andi Saputra, “Rekening Suami Tak Bisa Diintip Istri Picu Perselingkuhan” m.detik.com/read/2012/07/11/110527/1962729/10/rekeningsuami-tak-bisa-diintip-istri-picuperselingkuhan.html. diunduh 25 Desember 2009.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
IV.
PENUTUP
A. Kesimpulan Harmonisasi antara ketentuan harta bersama dengan ketentuan rahasia bank pada peraturan perbankan konvensional maupun syariah menurut penulis masih belum terkait. Hal itu terlihat dari perbedaan peraturan yang mengatur dua hal tersebut. Pada harta bersama, setiap harta yang dihasilkan oleh suami dan isteri baik keduanya ataupun salah satu selama hubungan perkawinan menjadi harta bersama bagi pasangan tersebut. Ketentuan harta bersama tidak dapat dijalankan dalam dunia perbankan dimana pihak bank menganut asas kepercayaan melalui prinsip rahasia bank sehingga apabila terdapat pihak atau nasabah yang memiliki simpanan di bank, maka bank tersebut tidak akan membuka data nasabah tersebut meskipun kepada suami atau isteri dari nasabah tersebut. Bank tidak memandang apakah simpanan nasabah termasuk harta bersama atau tidak, ketentuan ini tidak selaras dengan ketentuan harta bersama. Seharusnya apabila simpanan dalam bank tersebut merupakan harta bersama, bank tidak boleh menutupi data tersebut dan harus bersifat transparan terhadap suami atau istri dari nasabah. Permasalahan rahasia bank terhadap harta bersama sampai saat ini belum diatur dalam peraturan perbankan. Pengaturan tentang rahasia bank telah diatur dimulai dari UU No. 7 Tahun 1992, UU No. 10 Tahun 1998, Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000, sampai kepada UU 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, namun tidak mengatur mengenai pengecualian terhadap harta bersama. Masalah harta bersama antara suami atau isteri dalam bentuk simpanan pada bank biasanya baru timbul pada saat nasabah meninggal dunia dan perceraian. Apabila nasabah pada bank syariah meninggal dunia maka penyelesaian terhadap pembagian harta bersama dilakukan dengan cara mengajukan penetapan ahli waris ke pengadilan, setelah itu penetapan pengadilan ini yang digunakan untuk mencairkan simpanan yang dimiliki nasabah. Sedangkan dalam hal cerai hidup, berdasarkan putusan pengadilan pihak suami atau isteri yang memiliki simpanan pada bank, wajib menyerahkan setengah bagian dari jumlah simpanan itu kepada mantan suami atau isterinya. Dalam hal salah satu pasangan suami atau isteri yang memiliki simpanan
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
pada bank tanpa sepengetahuan pasangannya yang digunakan untuk itikad yang tidak baik maka ketika terjadi perceraian dan pembagian harta bersama maka harta tersebut tidak akan menjadi harta bersama dan diakui sebagai pemilik salah satu pihak saja. Inilah kelemahan dari peraturan perbankan yang tidak mengatur mengenai pengecualian rahasia bank terhadap harta bersama sehingga terdapat kemungkinan terjadinya ketidakjujuran dalam hubungan perkawinan. B. Saran Perlindungan rahasia bank mampu memberi jaminan keamanan mengenai data-data nasabah sehingga nasabah merasa aman dan percaya kepada bank. Teori relatif dalam melaksanakan prinsip rahasia bank dimana masih ada kemungkinan dalam keadaan tertentu rahasia bank tersebut dibuka merupakan ketentuan yang sangat cocok untuk diterapkan sehingga dapat melindungi hak dan kewajiban semua pihak, hanya saja kemungkinan diperbolehkan dibukanya rahasia bank tersebut didalam undang-undang tidak menyinggung masalah harta bersama. Oleh karena itu menurut penulis, pembuat undang-undang perlu mengkaji ulang peraturan perbankan ini agar ketentuan rahasia bank dengan ketentuan harta bersama bisa selaras. Kemudian apabila hal tersebut masih sulit dilakukan, bisa juga dengan solusi berupa perbuatan surat keterangan persetujuan dari nasabah kepada bank agar pasangan suami atau isteri-nya dapat mengetahui data dan keterangan pada bank sesuai dengan kesepakatan semua pihak.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA BUKU Prakoso, Djoko. Azas-azas Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: PT Bina Aksara, 1987. Sjahdeini, Sutan Remy. “Rahasia Bank: Berbagai Masalah di Sekitarnya”. Jurnal Hukum Bisnis. Volume 8. Tahun 1999. Karim, Adiwarman A. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Ed. 3. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004. Kasmir, Pemasaran Bank. Cet. 1. Jakarta: Prenada Media, 2000. Djumhana, Muhammad. Hukum Perbankan di Indonesia. Cet.3. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000. Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia, Cet. 3. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1998. Utomo, Setiawan Budi. Fiqih Aktual, Cet. I. Jakarta: Gema Islam, 2003. Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri di Indonesia. Cet. 11. Jakarta :Bulan Bintang, 1978. Ramulyo, Mohd. Idris. Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan Islam. Jakarta : Ind-Hil-Co, 2002. Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia. Cet. 5. Jakarta: UI-Press, 1986. Zaini, Ilyas. “Perlindungan Hak Istri atas Harta Bersama Dalam Kaitannya Dengan Pembagian Warisan.” Tesis Magister Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2006.1 Syafrudin, Op. Cit., hlm. 22-23.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013
Sumitro, Warkum. Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-Lembaga Terkait (BAMUI, Takaful, dan Pasar Modal Syariah) , Ed. Revisi, Cet. 4. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.1 Gemala Dewi. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, ed. rev., cet. 3, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 100.
Wirdyaningsih. Et al., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Ed. 1. Cet. 1. Jakarta : Kencana, 2005. Fuady, Munir. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.
ARTIKEL Andi Saputra, “Rekening Suami Tak Bisa Diintip Istri Picu Perselingkuhan” m.detik.com/read/2012/07/11/110527/1962729/10/rekeningsuami-tak-bisadiintip-istri-picu-perselingkuhan.html. diunduh 25 Desember 2009. PERATURAN FATWA MUI, Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000.
Analisis harta..., Benny Zuldarsyah, FH UI, 2013