ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA FLAVONOID DALAM FASE n-BUTANOL DARI EKSTRAK METANOL DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) Sarah Zaidan, Ratna Djamil Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa 12640, Jakarta Selatan, Indonesia e-mail:
[email protected] [email protected]
ABSTRAK Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan tanaman familia Oxalidaceae yang mempunyai khasiat sebagai obat encok, penurun panas dan obat gondok. Averrhoa bilimbi Linn diketahui mengandung senyawa flavonoid, namun belum diketahui mengenai golongan senyawa flavonoid yang terkandung dalam tanaman tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian terhadap Averrhoa bilimbi Linn, dengan tujuan untuk mengetahui golongan senyawa flavonoid yang terdapat di dalam tanaman tersebut. Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pengumpulan dan penyediaan bahan, penapisan fitokimia, pemeriksaan pendahuluan senyawa flavonoid, isolasi golongan senyawa flavonoid dan identifikasi isolat menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet-cahaya tampak. Hasil penapisan fitokimia diketahui dalam serbuk simplisia dan dari ekstrak metanol daun belimbing wuluh terkandung senyawa flavonoid dan tanin. Hasil dari identifikasi isolat yang ditunjukkan oleh pita 1 dan pita 2 diduga adalah senyawa flavonoid golongan flavon/flavanon dan dihidroflavonol. Kata kunci : Flavonoid, fase n-butanol, Averrhoa bilimbi Linn, oxalidaceae, penapisan fitokimia, spektrofotometri ultraviolet-cahaya tampak.
PENDAHULUAN Belimbing wuluh merupakan tanaman yang ditanam sebagai pohon buah dan terkadang ditemukan tumbuh liar. Daun belimbing wuluh termasuk salah satu tanaman obat yang banyak memiliki khasiat,diantaranya digunakan sebagai obat encok, penurun panas dan obat gondok. Namun, informasi tentang nama maupun kandungannya belum banyak dipublikasikan, sehingga pemanfaatan tanaman tersebut untuk tujuan pengobatan didasarkan pada pengalaman secara turun-temurun. Informasi mengenai manfaat dari daun belimbing ini terbatas pada pengalaman setiap daerah dan membuka kemungkinan manfaat satu jenis tanaman dapat beragam antara satu daerah dengan daerah lain.
. Kandungan kimia dari daun belimbing wuluh mengandung flavonoid dan tanin. Jenis kandungan senyawa flavonoid dari daun belimbing wuluh belum diketahui, untuk itu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis senyawa flavonoid dari daun belimbing wuluh tersebut. Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar. Sebenarnya, flavonoid terdapat dalam semua tanaman hijau.dan dalam tanaman, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon dan dari literatur, tidak disebutkan jenis flavonoid dari tanaman daun belimbing wuluh. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui dan mengidentifikasi jenis senyawa flavonoid dari daun belimbing wuluh. Penelitian ini meliputi penapisan fitokimia, pembuatan ekstrak, partisi ekstrak, isolasi golongan senyawa flavonoid dan identifikasi senyawa isolat dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak. Dipresentasikan pada Seminar Nasional LUSTRUM X Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta 28-29 Juni 2013
BAHAN DAN METODE BAHAN Serbuk simplisia belimbing wuluhi (Averrhoa bilimbi Linn) , ammonia 30% , kloroform, aquadest, asam klorida (1:10 v/v), pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, eter, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, serbuk magnesium, asam klorida pekat, amil alkohol, larutan besi (III) klorida 1%, asam klorida 1%, pereaksi Stiassny ( Formaldehid 30% -asam klorida perbandingan 2:1), natrium hidroksida 1N, ammonia 10% , petroleum eter, etil asetat, n-butanol, metanol, etanol 70% , serbuk zink, asam klorida 2N, aseton, aluminium klorida, natrium hidroksida, natrium asetat. Alat : Penangas air, seperangkat alat-alat gelas , pipet tetes, krus porselen, timbangan analitis, corong pisah, corong, bejana kromatografi, kertas saring, rotavapor, lumpang dan alu, kertas whatman No.3, lampu ultraviolet, spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak.
METODE Penapisan fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia dan ekstrak, yang meliputi pemeriksaan alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, kuinon, steroid/triterpenoid, kumarin dan minyak atsiri. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pendahuluan senyawa flavonoid, isolasi golongan senyawa flavonoid dan identifikasi isolat menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet-cahaya tampak. A.
Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan menurut metode Farnsworth 1. Identifikasi golongan alkaloid. Sejumlah lebih kurang 1 g serbuk dilembabkan dengan 5 mL amonia 25% dalam mortir. Setelah itu ditambahkan 20 mL kloroform gerus dan disaring. Filtrat berupa larutan organik digunakan untuk percobaan selanjutnya. Sebagian larutan ini diteteskan pada kertas saring yang telah ditetesi peraksi Dragendorff. Terbentuknya warna merah atau jingga menunjukkan adanya alkaloid. Sisa larutan organik diekstraksi 2 kali dengan asam klorida (1:10 v/v). Kedalam dua tabung reaksi yang masing-masing berisi 5 mL larutan organik tersebut ditambahkan beberapa tetes pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer. Terbentuknya endapan merah dengan pereaksi Dragendorff atau endapan putih dengan pereaksi Mayer membuktikan adanya alkaloid. 2. Identifikasi golongan flavonoid. Sejumlah lebih kurang 1 g serbuk dididihkan dalam 100 mL air panas selama 5 menit kemudian disaring. Terhadap 5 mL filtrat ditambahkan serbuk magnesium, 1 mL asam klorida pekat dan 2 mL alkohol kemudian dikocok kuat, dibiarkan memisah. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol. 3.Identifikasi golongan saponin. Sebanyak 10 mL larutan percobaan pada identifikasi flavonoid dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kocok kuat secara vertikal selama 10 detik. Terbentuknya busa setinggi 110 cm yang stabil dalam waktu kurang lebih 10 menit dan tidak hilang pada penambahan setetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin.
Dipresentasikan pada Seminar Nasional LUSTRUM X Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta 28-29 Juni 2013
4.Identifikasi golongan tanin. Sejumlah lebih kurang 1 g serbuk ditambahkan 100 mL air, dididihkan selama 15 menit, didinginkan dan disaring dengan kertas saring, kemudian filtrat dibagi menjadi dua bagian. Kedalam filtrat pertama ditambahkan larutan besi (III) klorida 1% terbentuk warna hijau biru atau hijau kehitam-hitaman menunjukkan adanya senyawa golongan tanin. Kedalam filtrat yang kedua ditambahkan 15 mL pereaksi Stiasny (formaldehid 30% - asam klorida pekat 2:1), dipanaskan di atas penangas air, terbentuknya endapan warna merah muda menunjukkan adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan natrium asetat, ditambahkan beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1% terbentuknya warna biru tinta menunjukkan adanya tanin galat. 5. Identifikasi golongan kuinon. Sebanyak lebih kurang 1 g serbuk dididihkan dalam 10 mL air selama 5 menit kemudian disaring. Filtratnya sebanyak 5 mL ditambahkan natrium hidroksida 1 N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya kuinon. 6. Identifikasi golongan steroid dan triterpenoid. Sejumlah 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 mL eter selama 2 jam (dalam wadah tertutup rapat), kemudian disaring dan diambil filtratnya. Dari filtrat tersebut diambil senyak 5 mL, diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Selanjutnya kedalam residu tersebut ditambahkan 2 tetes larutan asam asetat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya warna merah, hijau, ungu dan akhirnya biru menunjukkan adanya senyawa steroid dan triterpenoid. 7. Identifikasi golongan kumarin. Sejumlah 1 g serbuk simplisia dalam tabung reaksi (volume 20 mL) ditambahkan 10 mL pelarut kloroform dan dipasang corong (yang berisi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung kemudian dipanaskan selama 20 menit diatas penangas air kemudian didinginkan, selanjutnya disaring dengan kertas saring, filtrat diuapkan pada cawan penguap sampai kering, sisa ditambahkan air panas sebanyak 10 mL kemudian didinginkan. Larutan dimasukan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 0,5 mL larutan amonia 10% kemudian diamati dibawah sinar lampu ultraviolet maka terjadi fluoresensi warna biru atau hijau, menunjukkan adanya golongan senyawa kumarin. 8. Identifikasi golongan minyak atsiri. Sejumlah 1 g serbuk simplisia dalam tabung reaksi di tambahkan 10 mL pelarut petroleum eter dan pasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi air) pada mulut tabung. Panaskan selama 30 menit di atas penangas air dan didinginkan, disaring dengan kertas saring. Filtrat diuapkan pada cawan penguap sampai kering, residu yang diperoleh dilarutkan dengan 5 mL pelarut alkohol, disaring dengan kertas saring, filtratnya diuapkan dalam cawan penguap, residu berbau aromatik atau menyenangkan menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri. B. Pembuatan Ekstrak Metanol dan Isolat dari Daun Belimbing Wuluh Ekstraksi senyawa flavonoid A. Pembuatan ekstrak kental metanol Sejumlah 10,0 gram dimasukkan ke dalam erlemeyer bertututup, tambahkan 100ml etanol 70% kemudian pasang corong pada mulut erlemeyer yang diberi kapas dan telah dibasahi dengan air, lalu panaskan di atas penangas air selama 30 menit, sambil diaduk setiap 5 menit. Ekstrak yang diperoleh di pekatkan dengan rotavapor dan dikentalkan di atas penangas air.
Dipresentasikan pada Seminar Nasional LUSTRUM X Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta 28-29 Juni 2013
B.Partisi ekstrak kental metanol Ekstrak kental metanol dipartisi menggunakan corong pisah berturut-turut dengan n heksana, etil asetat dan n-butanol. Selanjutnya fase n-butanol diuapkan dengan rotavapor sampai pelarut n-butanol habis, kemudian dilarutkan dengan 5 ml metanol. C. Isolasi senyawa flavonoid Isolasi senyawa flavonoid dilakukan secara kromatografi kertas preparatif. Pertama, ekstrak kental n-butanol ditambahkan dengan metanol secukupnya, kemudian ekstrak tersebut ditotolkan dengan arah memanjang seperti pita pada batas awal eluasi pada kertas Whatman No.3 sampai jenuh. Selanjutnya, kertas preparatif dieluasi menggunakan fase gerak yaitu BAA (n-butanol-asam asetat glasial-air dengan perbandingan 4:1:5), setelah batas eluasi kertas preparatif diangkat dan dikeringkan. Kemudian masing-masing pita yang terbentuk digunting menjadi potongan-potongan kecil dan diekstraksi dengan metanol. D. Identifikasi senyawa flavonoid dengan spektrofotometer UV-cahaya tampak Isolat yang diperoleh diidentifikasi golongan senyawa flavonoidnya menggunakan spektofotometer ultraviolet-cahaya tampak untuk mengetahui panjang gelombang serapan maksimum isolat. Mula-mula isolat murni yang mengandung senyawa flavonoid dilarutkan dalam metanol kemudian dilihat spektrumnya menggunakan spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak. Jika spektrumnya terlihat pada rentang 240-28 nm ( pita II ) dan 300 - 550 nm ( pita I ) maka isolat positif merupakan senyawa flavonoid nm ( pita II ) dan 300 - 550 nm ( pita I ) maka isolat positif merupakan senyawa flavonoid
Skema Kerja Daun belimbing wuluh *Ditambah aquadest *Dipartisi dengan n-heksan
Fase n-heksan
Fase air Dipartisi dengan etil asetat
Fase air
Fase etil asetat
Dipartisi dengan n-butanol
Fase n-butanol
Dipekatkan dengan rotavapor
Ekstrak kental n -butanol Penapisan fitokimia ISOLASI DAN DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID
Dipresentasikan pada Seminar Nasional LUSTRUM X Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta 28-29 Juni 2013
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil penapisan fitokimia Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia dalam serbuk simplisia dan dalam fase n-butanol dari ekstrak metanol daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.). dari hasil penapisan tersebut dapat diketahui bahwa dalam serbuk simplisia dan dalam fase n-butanol mengandung senyawa flavonoid, dan. Hasil penapisan fitokimia dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1.Hasil penapisan fitokimia serbuk simplisia, dan ekstrak Serbuk Simplisia No.
Identifikasi Golongan Senyawa
Pengamatan
Ekstrak n-Butanol
Hasil Pengamatan
Pengamatan
Hasil Pengamatan
1.
Alkaloid
Tidak ada ↓ dengan pereaksi Mayer & Dragendorff
-
Tidak ada ↓ dengan pereaksi Mayer & Dragendorff
-
2.
Flavonoid
Warna jingga pada lapisan amil alkohol
+
Warna kuning pada lapisan amil alkohol
+
3.
Saponin
Terbentuk busa
-
Terbentuk busa
-
4.
Tanin: Terbentuk warna hijau kehitaman
+
Terbentuk warna hijau kehitaman
+
+
Terbentuk larutan kuning
+
galat
katekuat
Terbentuk larutan kuning
5.
Kuinon
Terbentuk coklat tua
warna
-
Terbentuk warna kuning
-
6.
Steroid
Terbentuk hijau
warna
-
Terbentuk warna hijau
-
Terbentuk merah
warna
Triterpenoid
-
7.
Minyak atsiri
Residu berbau
tidak
8.
Kumarin
Fluoresensi hijau
Terbentuk warna merah
-
Residu berbau
tudak
-
Fluoresensi hijau
-
Dipresentasikan pada Seminar Nasional LUSTRUM X Fakultas Farmasi Universitas Pancasila Jakarta 28-29 Juni 2013
2. Hasil Isolasi Senyawa Flavonoid Secara Kromatografi Kertas Preparatif
a) Isolasi senyawa flavonoid dari ekstrak kental n-butanol dilakukan secara kromatografi kertas preparatif dengan cairan pengembang BAA (nbutanol - asam asetat glasial - air) dengan perbandingan (4:1 :5) yang menghasilkan 3 pita dibawah sinar UV 366 nm sebelum diuapi ammonia. Ketiga pita tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Kromatogram kertas preparatif bentuk pita dibawah sinar UV 366 nm sebelum diberi uap ammonia. Keterangan : Fase gerak : BAA (n-butanol-asam asetat glasial - air 4:1:5) Fase diam : Kertas whatman No.3 Deteksi : Dibawah sinar UV 366 n m : Pita yang mengandung flavonoid b) Hasil isolasi senyawa flavonoid secara kromatografi kertas preparative dengan cairan pengembang BAA (n-butanol - asam asetat glasial - air ) dengan perbandingan (4 :1:5) menghasilkan tiga pita. Ketiga pita yang diperoleh dipotong kecil-kecil, dan diekstraksi dengan metanol, lalu masing-masing pita yang diperoleh diidentifikasi secara spektrofotometri UV-Vis, dan dari identifikasi secara spektrofotometri yang menunjukkan golongan senyawa flavonoid adalah pita 3 Spektrum isolat NB-III (pita3) dapat dilihat pada gambar 2.
Disampaikan pada Seminar Nasional dalam rangka LUSTRUM X Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta 28-29 Juni 2013
Gbr. 2. Spektrum isolat NB III secara spektrofotometri UV -VIS
Hasil spektrum pita NB III ( warna biru kehijauan) memberikan panjang gelombang serapan maksimum 326,5 nm untuk pita I dan 275,0 nm untuk pita II, sedangkan pita-pita lainnya bukan senyawa flavonoid karena panjang gelombang serapan maksimumnya tidak masuk rentang 300550 nm.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap fase n-butanol dari ekstrak kental metanol belimbing wuluh maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pemeriksaan penapisan fitokimia dari serbuk dan ekstrak daun belimbing wuluh menunjukkan adanya senyawa flavonoid dan tannin. 2. Berdasarkan hasil identifikasi menggunakan spektrofotometer ultraviolet cahaya tampak dalam ekstrak n-butanol (dari ekstrak metanol) daun belimbing wuluh bahwa isolat NB-III diduga adalah senyawa flavonoid golongan flavon/flavanon dan dihidroflavonol. Daftar Pustaka 1. Farnsworth NR. Biological and phytochemical screening of plant. J.Pharm.Sci; 1966. p.65-225. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan; 1995. Hal. 92 3. Syamsuhidayat, SS., Hutapea, JR. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 1991. 4. Markham, K.R. Cara mengidentifikasi flavonoid. Diterjemahkan oleh Padmawinata K. Bandung: ITB; 1988. Hal. 1, 10, 15, 17, 20-1, 38-9, 41-8. 5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Daftar tanaman obat. Jilid I. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 1981. Hal. 5. 6. Gritter, RJ., Bobbit, JM., Schwarting, AE. Pengantar kromatografi. Diterjemahkan oleh Padmawinata. Edisi II. Bandung: ITB; 1991. Hal. 1, 157. 7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku panduan teknologi ekstrak. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 2000. Hal. 11, 13-4. 8. Hariana, A. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Edisi I. Jakarta: Penebar Swadaya; 2004. Hal. 36 Disampaikan pada Seminar Nasional dalam rangka LUSTRUM X Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta 28-29 Juni 2013