Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
UJI AKTIFITAS ANTIBAKTERI, ISOLAT TANIN DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi linn) TERHADAP Staphylococcus aureus SEBAGAI PENCEGAH INFEKSI PADA JERAWAT
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH OCTAVINA RIZKA SURYANI NIM 08.022
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN “PUTRA INDONESIA” MALANG AGUSTUS 2011
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
UJI AKTIFITAS ANTIBAKTERI, ISOLAT TANIN DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi linn) TERHADAP Staphylococcus aureus SEBAGAI PENCEGAH INFEKSI PADA JERAWAT
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program D III bidang Analis Farmasi dan Makanan
OLEH OCTAVINA RIZKA SURYANI NIM 08.022
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN “PUTRA INDONESIA” MALANG AGUSTUS 2011
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Karya Tulis Ilmiah Oleh Octavina Rizka Suryani Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan
Malang, 15 Agustus 2011 Pembimbing
Drs.Riza Abudaeri, Apt.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Karya Tulis Ilmiah Oleh Octavina Rizka Suryani Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada Tanggal Sembilanbelas Agustus 2011
Riza Abudaeri, Apt.
Penguji I
Immanudin, Apt.
Penguji II
Eric Widiarto S.Si
Penguji III
Mengetahui,
Menegaskan,
Pembantu Direktur Bidang Akademik
Direktur AKAFARMA
AKAFARMA
Hendyk Krisna Dani, S.Si
Sentot Joko Raharjo, S.Si
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
ABSTRAK Suryani, Octavina Rizka. 2011. Uji Aktifitas Antibakteri, Isolat Tanin Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi linn) terhadap Staphylococcus aureus sebagai Pencegah Infeksi pada Jerawat, Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang, Dosen Pembimbing : Drs.Riza Abudaeri, Apt. Kata kunci : Aktivitas Antibakteri, Isolat tanin daun belimbing wuluh, Staphylococcus aureus. Secara tradisional daun belimbing wuluh dapat digunakan untuk pencegahan jerawat. Salah satu prinsip dari pengobatan jerawat adalah menghambat pertumbuhan bakteri pada kulit. Terdapat berbagai macam senyawa kimia dalam daun belimbing wuluh salah satunya adalah senyawa tanin yang berfungsi sebagai antibakteri. Senyawa tanin dalam daun belimbing wuluh akan digunakan sebagai pendugaan bahwa diantara senyawa-senyawa lain senyawa inilah yang bekerja sebagai antibakteri untuk mencegah infeksi pada jerawat. Staphylococcus aureus merupakan salah satu agen mikroba yang ditengarai menyebabkan infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri isolat tanin daun belimbing wuluh terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Isolasi senyawa tanin dari daun belimbing wuluh dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan refluks dengan pelarut ethanol : air (1 : 1) selama 3 jam, selanjutnya dilakukan ekstraksi cair-cair menggunakan n-Heksan dan etil asetat secara bertahap. Kemudian setelah itu baru dilakukan isolasi dengan metode kromatografi kolom menggunakan fase gerak BAA (n-Buthanol:asam asetat:air) dan fase diam silica gel. Hasil isolat yang positif mengandung tanin digunakan dalam pengujian aktifitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat tanin tidak dapat terpisah dari eluen BAA, oleh karena itu dibuat kontrol BAA. Maka dari hasil pengujian aktifitas antibakteri didapat hasil sebagai berikut : Luas zona hambat yang dihasilkan dari campuran isolat dengan eluen BAA (n-buthanol:asam asetat:air) adalah 10,7467 cm2; 7,5439 cm2 ; 10,1736 cm2. Luas zona hambat yang dihasilkan kontrol BAA adalah 5,7227 cm2 ; 5,3066 cm2; 5,7227 cm2. Luas zona hambat perhitungan matematis untuk isolat adalah 5,0240 cm2 ; 2,2373 cm2 ; 4,4509 cm2. Pembuktian kebenaran daya hambat yang ditimbulkan eluen BAA dihitung dengan uji statistik dengan uji t dan menunjukkan hasil bahwa eluen tersebut benar-benar menghambat pertumbuhan bakteri. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa isolat tanin mempunyai aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Namun dalam hal ini tidak dapat dikatakan bahwa senyawa tanin benar-benar menghambat pertumbuhan bakteri tersebut karena zona hambat yang ditimbulkan tersebut tidak hanya dihasilkan dari isolat namun juga masih dipengaruhi oleh eluen BAA.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan Judul ”Uji Aktivitas Isolat Tanin Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi linn) terhadap Staphylococcus aureus sebagai Pencegah Infeksi pada Jerawat” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan karya tulis ilmiah ini adalah sebagai persyaratan untuk menyelesaikan program Diploma III Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Sehubungan dengan terselesainya penulisan karya tulis ilmiah ini, saya mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak, yaitu : 1. Bapak Drs. Sentot Joko Raharjo, S.Si., selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan “Putra Indonesia” Malang. 2. Bapak Drs. Immanudin, Apt. dan Bapak Eric Widiarto, S.Si, selaku dosen penguji. 3. Bapak dan Ibu Dosen Akafarma serta semua staf. 4. Kedua orang tua dan adikku yang memberikan doa serta motivasi. 5. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bimbingan, bantuan, serta arahan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis ilmiah ini masih mempunyai beberapa kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran akan sangat diharapkan. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat.
Malang, Agustus 2011
Penulis
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...............................................................................
ii
DAFTAR ISI .............................................................................................
iii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
vii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .....................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................
3
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................
3
1.4. Kegunaan Penelitian .............................................................
4
1.5. Asumsi Penelitian .................................................................
4
1.6. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .........................
5
1.7. Definisi Istilah ......................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belimbing Wuluh .................................................................
7
2.2. Jerawat .................................................................................
12
2.3. Tanin ....................................................................................
16
2.4. Ekstraksi...............................................................................
19
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.5. Kromatografi Kolom ............................................................
27
2.6. Bakteri Staphylococcus aureus .............................................
29
2.7. Antibakteri ...........................................................................
30
2.8. Penentuan Aktifitas Antibakteri ............................................
31
2.9. Kerangka Teori .....................................................................
34
2.10. Hipotesis .............................................................................
39
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian............................................................
40
3.2. Populasi dan Sampel .............................................................
40
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................
41
3.4. Definisi Operasional Variabel ...............................................
41
3.5. Instrumen Penelitian .............................................................
42
3.6. Pengumpulan Data ................................................................
44
3.7. Analisis Data ........................................................................
50
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Determinasi .................................................................
51
4.2. Hasil Ekstraksi Daun Belimbing Wuluh ................................
51
4.3. Hasil Isolasi Tanin Daun Belimbing Wuluh ..........................
52
4.4. Hasil Identifikasi Isolat Tanin Daun Belimbing Wuluh .........
52
4.5. Hasil Pengujian Isolat Tanin Daun Belimbing Wuluh terhadap Bakteri Staphylococcus aureus .....................................................
53
4.6. Analisis Data .........................................................................
54
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Pembahasan Preparasi Sampel Daun Belimbing Wuluh ........
55
5.2. Pembahasan Ekstraksi Senyawa Tanin Dari Daun Belimbing Wuluh .........................................................................................
55
5.3. Pembahasan Uji Fitokimia Senyawa Tanin ...........................
57
5.4. Pembahasan Isolasi Senyawa Tanin Dari Daun Belimbing Wuluh .........................................................................................
60
5.5. Pembahasan Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Tanin pada Bakteri S. aureus ..................................................................
61
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ..........................................................................
64
6.2 Saran ....................................................................................
65
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................
66
LAMPIRAN .............................................................................................
69
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional ...................................................................
42
Tabel 4.1 Luas Daerah Hambat Isolat Tanin Daun Belimbing Wuluh dan Kontrol BAA .............................................................................
53
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Belimbing Wuluh .......................
69
Lampiran 2. Perhitungan terhadap Daya Hambat dari Kontrol BAA...........
70
Lampiran 3. Daftar Tabel t .........................................................................
72
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian .........................................................
73
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Daun Belimbing Wuluh ............................................................
73
Gambar 2. Proses Ekstraksi Metode Refluks ..............................................
73
Gambar 3. Hasil Uji Kualitatif dari Hasil Ekstraksi Refluks .......................
74
Gambar 4. Proses dan Hasil Ekstraksi cair-cair ..........................................
74
Gambar 5. Hasil Uji Kualitatif Ekstrak dari Hasil Ekstraksi cair-cair ..........
74
Gambar 6. Proses Isolasi Metode Kromatografi Kolom dan Hasilnya .........
75
Gambar 7. Hasil Uji Kualitatif Isolat Tanin Daun Belimbing Wuluh ..........
75
Gambar 8. Hasil Uji Kualitatif Isolat Positif Tanin dan Hasil KLT .............
75
Gambar 9. Hasil Pengamatan Zona Hambat Isolat Tanin dan Kontrol BAA
76
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Secara empiris daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dipercaya dapat mengobati jerawat. Hal ini didukung dengan pernyataan beberapa media tentang pengobatan tradisional untuk jerawat menggunakan daun belimbing wuluh. Namun dalam pembahasannya belum dituliskan secara spesifik senyawa atau unsur kimia apa yang menunjukkan efek terapi antijerawat tersebut. Dalam kajian daun belimbing wuluh terdapat beberapa senyawa kimia antara lain tanin, sulfur, asam format, peroksidase, kalsium oksalat, kalium sitrat, pektin, flavonoid, asam galat, asam ferulat, saponin. Beberapa diantara senyawa yang disebutkan memiliki fungsi sebagai antibakteri dengan mekanisme kerja yang berbeda. Penelitian ini hanya ingin mengambil senyawa tanin dalam daun belimbing wuluh tersebut. Pengambilan zat aktif tanin ini, dikarenakan pada beberapa penelitian sebelumnya hanya dilakukan identifikasi senyawa tanin pada daun belimbing wuluh dan belum sampai mengisolasinya sebagai senyawa murni tanin. Dan senyawa tanin juga mempunyai fungsi sebagai antibakteri dan astringent.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Salah satu prinsip dari pengobatan jerawat adalah menghambat pertumbuhan bakteri pada kulit. Dalam tahapan munculnya jerawat dijelaskan bahwa pertumbuhan bakteri pada kulit berjerawat muncul ketika terbentuk pastules yang berisi nanah. Keadaan tersebut lama-lama akan menyebabkan infeksi dan meningkatkan potensi jerawat berikutnya. Senyawa tanin dalam belimbing wuluh berfungsi sebagai antibakteri, dan senyawa inilah yang nantinya akan digunakan sebagai pendugaan bahwa diantara senyawa-senyawa lain senyawa inilah yang bekerja sebagai antibakteri untuk mencegah infeksi pada jerawat. Dalam mekanismenya, tanin akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara merusak membran sel bakteri dan mengerutkan dinding atau membran sel bakteri sehingga dapat mengganggu permeabilitas bakteri dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan bahkan akan mati. Pengujian antibakteri dilakukan terhadap bakteri Staphylococcus aureus, dikarenakan bakteri tersebut merupakan bakteri yang hidup di kulit manusia dan adalah salah satu bakteri yang mempunyai pengaruh terhadap infeksi pada jerawat. Penelitian ini akan mengaplikasikan penggunaan khasiat antibakteri dari senyawa tanin daun belimbing wuluh sebagai pencegah infeksi pada jerawat untuk membuktikan pernyataan beberapa media tentang manfaat tradisional daun belimbing wuluh sebagai pengobatan pada jerawat. Dengan demikian dilakukanlah penelitian pada daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan tujuan untuk mengetahui apakah benar bahwa senyawa tanin berfungsi sebagai antibakteri pencegah infeksi pada jerawat dalam
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
daun tersebut dengan jalan menguji aktivitas isolat tanin dari daun belimbing wuluh terhadap kerjanya sebagai antibakteri pada Staphylococcus aureus.
1.2 Rumusan Masalah Diduga bahwa daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) mempunyai kandungan senyawa tanin yang dapat digunakan sebagai antibakteri untuk menekan pertumbuhan Staphylococcus aureus yang menjadi penyebab terjadinya infeksi pada jerawat. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1.2.1 Bagaimana isolasi tanin dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)? 1.2.2 Bagaimanakah identifikasi tanin dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ? 1.2.3 Apakah isolat tanin dari daun belimbing wuluh mempunyai aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.3.1 Untuk mengetahui isolasi tanin dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). 1.3.2 Untuk mengetahui identifikasi tanin dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
1.3.3 Untuk mengetahui apakah isolat tanin dari daun belimbing wuluh mempunyai aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Untuk membuktikan daya antibakteri isolat tanin dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). 1.4.2 Memberi informasi tentang aktivitas antibakteri isolat tanin dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap pertumbuhan Staphylocoocus aureus. 1.4.3 Sebagai bahan rujukan untuk karya tulis selanjutnya yang meneliti tentang aktivitas antibakteri isolat tanin dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).
1.5 Asumsi Penelitian Asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.5.1 Pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang menyebabkan infeksi pada jerawat dapat dihambat dengan senyawa antimikroba seperti senyawa antibiotik maupun senyawa metabolit sekunder dari tanaman yang berfungsi sebagai antibakteri seperti tanin.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 1.6.1 Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.6.1.1 Pembuatan isolat tanin daun belimbing wuluh. 1.6.1.2 Identifikasi isolat tanin daun belimbing wuluh. 1.6.1.3 Uji aktivitas antibakteri isolat tanin daun belimbing wuluh terhadap Staphylococcus aureus. 1.6.1.4 Menganalisis data. 1.6.2 Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.6.2.1 Penggunaan fase diam silika gel pada metode pemisahan menggunakan kromatrografi kolom. 1.6.2.2 Tidak menggunakan daun belimbing wuluh yang mempunyai spesifikasi umur.
1.7 Definisi Istilah 1.7.1 Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan salah satu spesies dalam keluarga belimbing (Averrhoa). Daunnya berupa daun majemuk, menyirip ganjil dengan anak muda berjumlah 21 – 45 pasang. Anak daunnya bertangkai pendek dengan bentuk cenderung bulat telur, ujung runcing, pangkal bulat, tepi rata, dengan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
1.7.2 Bakteri Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang berbentuk coccus atau bulat yang bersifat patogen dapat menjadi agen infeksi. Bakteri ini merupakan salah satu mikroorganisme yang tumbuh pada jerawat dan menyebabkan infeksi pada jerawat. 1.7.3 Tanin adalah senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawaan polifenol kompleks. Dipercayai bahwa tanin dapat memberikan perlindungan terhadap serangan mikrobia. 1.7.4 Antibakteri adalah suatu senyawa yang dalam konsentrasi kecil mampu menghambat bahkan membunuh proses kehidupan suatu mikroorganisme. 1.7.5 Isolat adalah hasil pemisahan atau isolasi senyawa yang menggunakan beberapa metode pemisahan. 1.7.6 Jerawat adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun dari folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya erupsi komedo, papul, pustule, nodus dan kista. Pada saat terbentul pastule akan berkembang pula bakteri penyebab infeksi seperti Staphylococcus aureus.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Belimbing Wuluh Belimbing wuluh merupakan salah satu spesies dalam keluarga belimbing (Averrhoa). Diperkirakan tanaman ini berasal dari kepulauan Maluku (tapi ada juga yang memperkirakan tanaman ini berasal dari kepulauan Malaysia maupun Amerika), dan tumbuh bebas serta dikembangkan di Indonesia, Philipina, Srilanka dan Myanmar. Belimbing wuluh mempunyai nama lokal. Orang Aceh menyebutnya sebagai limeng/ selimeng/ thlimeng, sedangkan orang Gayo menyebutnya selemeng. Di Batak, tanaman ini dikenal dengan sebutan asom, dan ada juga yang menyebutnya belimbing atau balimbingan. Masyarakat sunda mengenalnya sebagai calincing alias balingbing. Nama-nama lain : blimbing wuluh (Jawa), malimbi (Nias), balimbieng (Minangkabau), belimbing asam (Melayu), balimbing (Lampung), bhalingbhing bulu (Madura), blimbing buloh (Bali), limbi (Bima), balimbeng (Flores), libi (Sawu) dan belerang (Sangi) (Jordan, 2010). 2.1.1 Morfologi Belimbing Wuluh Tanaman belimbing wuluh secara umum mempunyai tinggi yang bisa mencapai 10 m, dengan batang berukuran sedang (diameter sekitar 30 cm). Batangnya kasar dengan cabang-cabangnya yang sedikit cenderung mengarah ke
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
atas. Cabang yang muda memiliki rambut-rambut halus seperti beludru dengan warna coklat muda. Daunnya berupa daun majemuk, menyirip ganjil dengan anak muda berjumlah 21 – 45 pasang. Anak daunnya bertangkai pendek dengan bentuk cenderung bulat telur, ujung runcing, pangkal bulat, tepi rata, dengan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda. Bunganya berbentuk kecil seperti bintang, berkelompok, keluar dari batang, dan berwarna ungu kemerahan. Buahnya berbentuk bulat lonjong dengan panjang 4 – 6,5 cm, berwarna hijau kekuningan, berair banyak (jika masak), rasa asam. Biji berbentuk bulat telur gepeng (Jordan, 2010). 2.1.2 Determinasi Tanaman Determinasi yaitu membandingkan suatu tumbuhan dengan satu tumbuhan lain yang sudah dikenal sebelumnya (dicocokkan atau dipersamakan). Karena di dunia ini tidak ada dua benda yang identik atau persis sama, maka istilah determinasi (Inggris to determine = menentukan, memastikan) dianggap lebih tepat daripada istilah identifikasi (Inggeris to identify = mempersamakan). 2.1.2.1 Cara Determinasi Tumbuhan Untuk mendeterminasi tumbuhan pertama sekali adalah mempelajari sifat morfologi tumbuhan tersebut (seperti posisi, bentuk, ukuran dan jumlah bagianbagian
daun,
bunga,
buah
dan
lainlainnya).
Langkah
berikut
adalah
membandingkan atau mempersamakan ciri-ciri tumbuhan tadi dengan tumbuhan lainnya yang sudah dikenal identitasnya, dengan menggunakan salah satu cara di bawah ini:
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.1.2.1.1 Ingatan Pendeterminasian ini dilakukan berdasarkan pengalaman atau ingatan kita. Kita mengenal suatu tumbuhan secara langsung karena identitas jenis tumbuhan yang sama sudah kita ketahui sebelumnya, misalnya didapatkan di kelas, atau pernah mempelajarinya, pernah diberitahukan orang lain dan lain-lain. 2.1.2.1.2 Bantuan orang Pendeterminasian dilakukan dengan meminta bantuan ahli-ahli botani sistematika yang bekerja di pusat-pusat penelitian botani sistematika, atau siapa saja yang bisa memberikan pertolongan. Seorang ahli umumnya dapat cepat melakukan pendeterminasian karena pengalamannya, dan kalau menemui kesulitan maka dia akan menggunakan kedua cara berikutnya. 2.1.2.1.3 Spesimen acuan Pendeterminasian tumbuhan dapat juga dilakukan dengan membandingkan secara langsung dengan spesimen acuan yang biasanya diberi label nama. Spesimen tersebut bisa berupa tumbuhan hidup, misalnya koleksi hidup di kebun raya. Akan tetapi specimen acuan yang umum dipakai adalah koleksi kering atau herbarium. 2.1.2.1.4 Pustaka Cara lain untuk mendeterminasi tumbuhan adalah dengan membandingkan atau mencocokkan ciri-ciri tumbuhan yang akan dideterminasi dengan pertelaanpertelaan serta gambar-gambar yang ada dalam pustaka. Pertelaan-pertelaan tersebut dapat dijumpai dalam hasil penelitian botani sistematika yang disajikan dalam bentuk monografi, revisi, flora, buku-buku pegangan ataupun bentuk lainnya.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.1.2.1.5 Komputer Berkat pesatnya kemajuan teknologi dan biometrika akan ada mesin elektronika modern yang diprogramkan untuk menyimpan, mengolah dan memberikan kembali keterangan-keterangan tentang tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian pendeterminasian tumbuh-tumbuhan nantinya akan dapat dilakukan dengan bantuan komputer. 2.1.3 Klasifiksi Belimbing Wuluh Klasifikasi bertujuan untuk menyederhanakan objek studi itu pada keseragaman dan keanekaragaman (Trosoeporno, 2009). Klasifikasi ilmiah tanaman belimbing wuluh adalah (Dasuki, 1991). Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji Divisio
: Magnoliophyta (berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub-kelas
: Rosidae
Ordo
: Geraniales
Familia
: Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)
Genus
: Averrhoa
Spesies
: Averrhoa bilimbi L
2.1.4 Kandungan Tanaman Menurut Ahmad Jordan (2010:11) dalam buku Aneka Buah dan Khasiatnya disebutkan bahwa tanaman belimbing wuluh memiliki berbagai
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
kandungan kimia, antara lain saponin, tanin, glikosida, kalsium oksalat, sulfur, asam folat, peroksida, kalium sitrat, alkaloid, polifenol, plafoloid, lignin, minyak atsiri, serta sterol. Dalam farmakologi Cina tanaman ini dikenal bisa meghilangkan rasa sakit, memperbanyak pengeluaran empedu, antiradang dan peluruh kencing. Batang mengandung saponin, tanin, glukosida, kalsium oksalat, sulfur, asam format, dan peroksidase. Daun mengandung tanin, sulfur, asam format, peroksidase, kalsium oksalat, dan kalium sitrat (Dalimartha, 2008). 2.1.5 Manfaat Daun Belimbing Wuluh Belimbing Wuluh (A. bilimbi L.) banyak ditanam sebagai pohon buah. Tanaman
asal
Amerika
tropis
ini
dapat
digunakan
untuk
mengobati
bermacammacam penyakit. Orang mengambil manfaat belimbing wuluh selama ini hanya sebagai sirup, manisan, atau bumbu masak, padahal secara tradisional tanaman ini banyak dimanfaatkan mengatasi berbagai penyakit seperti batuk, diabetes, rematik, gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah, jerawat sampai tekanan darah tinggi, selain itu juga bisa menyembuhkan kelumpuhan, memperbaiki fungsi pencernaan, radang rektum (Arland, 2006). Daun belimbing wuluh digunakan masyarakat Aceh sebagai penyedap rasa yang disebut asam sunti, selain itu mereka juga menggunakan air belimbing wuluh yang diperoleh dari proses pembuatan asam sunti itu untuk bahan alternative mengawetkan ikan dan daging (Abdul, 2008). Arifiyani (2007) menyatakan bahwa air daun belimbing wuluh dapat mengobati penyakit stroke karena ekstrak daun belimbing wuluh mengandung senyawa tanin, selain itu daun
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
belimbing wuluh dapat dimanfaatkan sebagai obat sakit perut, rematik, perotitis dan obat batuk. Daun belimbing wuluh berkhasiat untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri dan pembunuh kuman serta dapat menurunkan kadar gula darah (Arland, 2006). Daun belimbing wuluh dapat melancarkan pengeluaran empedu, anti radang, pereda nyeri (analgesik), astringen (Dalimarta, 2008). 2.1.6 Kandungan Kimia Daun Belimbing Wuluh Arland (2006) menyatakan bahwa daun belimbing wuluh mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya senyawa tanin, selain itu daun belimbing wuluh juga mengandung sulfur, asam format. Faharani (2009) menunjukkan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin. Dalimarta (2008) menjelaskan bahwa di dalam daun belimbing wuluh selain tanin juga mengandung peroksidase, kalsium oksalat dan kalium sitrat. Bahan aktif pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin.
2.2 Jerawat Jerawat adalah penyakit kulit akibat peradangan menahun dari folikel polisebasea yang ditandai dengan adanya erupsi komedo, papul, pustule, nodus dan kista (Rosyad, 2009). Adanya bahan komedogenik dalam beberapa kosmetik mungkin ada hubungannya dengan timbulnya jerawat tingkat ringan pada wanita umur 20-40 tahun. Jasad renik yang sering berperan adalah Propionibacterium
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
acne, Staphylococcus epidermis , Staphylococcus aureus atau Pityrosporum ovale dan P. orbiculare. Kadang-kadang akne menyebabkan rasa gatal yang mengganggu atau rasa sakit kecuali bila terjadi pustule atau nodus yang besar. 2.2.1 Tahap – tahap pertumbuhan jerawat 2.2.1.1 Tahap I Tahap ini berarti ada tanda-tanda kecil dari jerawat dan sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan, termasuk munculnya jerawat kecil-kecil. Kondisi ini bisa hilang dalam waktu 1-2 hari, kecuali jika ada tanda bahwa jerawat tersebut membesar (Lodro, 2010). 2.2.1.2 Tahap II Ini adalah tahapan awal dari jerawat yang biasanya dimulai dengan adanya komedo (whitehead). Terlihat beberapa bintik putih di wajah terutama di ujung hidung, sudut hidung dan bawah bibir. Kondisi ini tidak menyebabkan peradangan, tapi beberapa hari kemudian akan timbul titik hitam di daerah tersebut. Jika seseorang menghilangkannya dengan cara tidak steril, maka akan ada kesempatan bagi jerawat untuk berkembang lebih lanjut (Lodro, 2010). 2.2.1.3 Tahap III Pada tahap ini akan terlihat peradangan ringan yang biasanya disertai dengan papula. Papula adalah lesi (luka) kulit yang sedikit membesar tapi dalam ukuran kecil dan padat. Kondisi ini juga dikenal dengan jerawat ringan, jika bisa diberikan pengobatan yang baik maka bisa mengendalikan jerawat (Lodro, 2010).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.2.1.4 Tahap IV Dalam tahap ini papula pada kulit sudah mulai berkembang dan terlihat meradang. Pengobatan ini biasanya harus membutuhkan bantuan medis (Lodro, 2010). 2.2.1.5 Tahap V Jerawat yang muncul sudah berubah menjadi pastules. Pada dasarnya pastules ini berisi nanah, terlihat meradang dan ada semacam tip putih. Jika sudah mencapai tahap ini, sebaiknya jerawat tidak dipencet sembarangan (Lodro, 2010). 2.2.1.6 Tahap VI Jika masalah kulit ini tidak terkendali, maka bisa memasuki tahap yang parah. Gumpalan (nodule) akan mulai muncul pada tahap ini. Pastules yang ada lebih berkembang di wajah yang berisi nanah, sel-sel kulit mati, sel darah putih, bakteri dan sebum. Gumpalan yang meradang ini bisa meluas ke bagian kulit yang lebih dalam dan menyebabkan rasa sakit (Lodro, 2010). 2.2.1.7 Tahap VII Pada tahap ini kulit akan terlihat memerah dan darah bisa muncul dari jerawat ini jika timbul luka. Tahap ini mengakibatkan infeksi dan meningkatkan potensi jerawat berikutnya (Lodro, 2010). 2.2.1.8 Tahap VIII Dalam tahap ini penggunaan obat diperlukan untuk membantu membersihkan semua gumpalan (bintil) dan jerawat yang mengandung nanah. Sebaiknya
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
pengobatan ini dilakukan oleh seorang dermatolog agar jerawat lebih terkendali dan tidak berkembang lebih lanjut (Lodro, 2010). 2.2.1.9 Tahap IX Kondisi ini adalah salah satu tahapan penyembuhan jerawat yang mana seseorang bisa melihat bekas luka atau titik bekas jerawat. Untuk menghilangkannya diperlukan perawatan khusus terhadap bekas luka jerawat untuk menghindari jaringan parut permanen (Lodro, 2010). Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan timbulnya jerawat yaitu fluktuasi hormon, kelenjar minyak yang terlalu aktif, keturunan, faktor musim, konsumsi kafein, merokok, kehamilan, faktor stres, kurangnya perawatan untuk kulit sehingga kulit kotor atau tidak bersih dan kulit yang berminyak sehingga kotoran mudah untuk menempel (Lodro, 2010). 2.2.2 Prinsip Pengobatan Jerawat 2.2.2.1 Meningkatkan proses regenerasi kulit melalui pengelupasan kulit agar tidak terjadi sumbatan pada permukaan kulit. Caranya : pengelupasan kulit dengan menggunakan zat-zat kimia yang bersifat keratolitik, contohnya : asam salisilat dan belerang. 2.2.2.2 Mengurangi produksi kelenjar sebasea. Produksi sebum kelenjar sebasea dapat dikurangi dengan konsumsi obat-obat antiandrogen. Contohnya : isotretionin. 2.2.2.3 Menghambat pertumbuhan bakteri pada kulit. Pertumbuhan bakteri di kulit diatasi dengan penggunaan antimikroba, baik secara topical maupun secara
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
sistemik. Contoh antimikroba yang dapat digunakan adalah antibiotik klindamisin dan tetrasiklin. Selain antibiotik tersebut, senyawa atimikroba juga dapat ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan berupa zat metabolit sekunder dari tumbuhan seperti tanin, alkaloid, dan flavonoid. 2.2.2.4 Mengurangi radang. Radang dapat diatasi dengan penggunaan obat antiinflamasi yang dapat dikonsumsi langsung atau dapat diinjeksikan langsung pada jerawat.
2.3 Tanin Polifenol-polifenol tanaman,
juga dikenal sebagai tanin sayuran,
merupakan sekelompok senyawa alami yang heterogen yang tersebar secara luas dalam tanaman. Dipercayai bahwa tanin dapat memberikan perlindungan terhadap serangan mikrobia. Tanin mempunyai 2 jenis struktur yang luas : proantosianidin terkondensasi dalam mana satuan struktur fundamental adalah inti fenolik flavan3-ol (katekin) serta ester galoil dan heksahidroksidifenoil dan turunan-turunannya (Sarker, 2009). Tanin merupakan senyawa amorf, yang menghasilkan larutan koloidal sidik. Dengan garam-garam besi (FeCl3), tanin membentuk senyawa larut air berwarna hitam kehijauan atau biru gelap. Tanin membentuk senyawa yang tidak dapat didigesti dan tidak larut dengan protein, dan ini merupakan dasar pengguaannya dalam industri kulit (proses penyamakan), dan untuk pengobatan diare, guzi berdarah, dan kulit yang luka (Sarker, 2009).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Tanin diketahui dapat berikatan dengan protein dan mineral sehingga protein dan mineral menjadi tidak dapat digunakan oleh tubuh (Anin, 2010). 2.3.1 Klasifikasi Tanin Tanin dapat diklasifikasikan ke dalam 2 kelompok utama : tanin yang dapat dihidrolisis (tanin terhidrolisis) dan tanin terkondensasi. Pada reaksi dengan asam atau enzim, tanin terhidrolisis pecah menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sementara tanin terkondensasi menghasilkan kompleks produk yang tidak larut air (Sarker, 2009). Tanin terhidrolisis dapat dibagi lagi menjadi gallotannin dan ellagitanin. Gallotanin, pada hidrolisis, menghasilkan gula, asam galat, dan asam elagat. Pentagaloil glukosa, yang telah lama digunakan dalam industry penyamakan, merupakan salah satu contoh gallotanin (Sarker, 2009). Tanin
terkondensasi
merupakan
poliimer
kompleks,
yang
mana
bangunannya berupa katekin dan flavonoid, yang teresterkan dengan asam galat contohnya adalah trimer epikatekin (Sarker, 2009). 2.3.2 Sumber Tanin Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman , seperti daun, buah yang belum matang , batang dan kulit kayu. Pada buah yang belum matang, tanin digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam bentuk oksidasi tanin. Tanin yang dikatakan sebagai sumber asam pada buah (Nadjeb, 2009).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.3.3 Sifat-sifat Tanin Tumbuh-tumbuhan Sifat utama tanin tumbuh-tumbuhan tergantung pada gugusan fenolik-OH yang terkandung dalam tanin, dan sifat tersebut secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut: 2.3.3.1 Sifat kimia tanin 2.3.3.1.1 Tanin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus fenol dan bersifat koloid. Karena itu di dalam air bersifat koloid dan asam lemah. 2.3.3.1.2 Semua jenis tanin dapat larut dalam air. Kelarutannya besar, dan akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas. Begitu juga tanin akan larut dalam pelarut organik seperti metanol, etanol, aseton dan pelarut organik lainnya. 2.3.3.1.3 Dengan garam besi memberikan reaksi warna. Reaksi ini digunakan untuk menguji klasifikasi tanin, karena tanin dengan garam besi memberikan warna hijau dan biru kehitaman. Tetapi uji ini kurang baik, karena selain tanin yang dapat memberikan reaksi warna, zat-zat lain juga dapat memberikan warna yang sama. 2.3.3.1.4 Tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol dan phloroglucinol bila dipanaskan sampai suhu 210oF-215oF (98,89oC-101,67oC). 2.3.3.2 Sifat fisik tanin 2.3.3.2.1 Umumnya tanin mempunyai berat molekul tinggi dan cenderung mudah dioksidasi menjadi suatu polimer, sebagian besar tanin bentuknya amorf dan tidak mempunyai titik leleh. 2.3.3.2.2 Tanin berwarna putih kekuning-kuningan sampai coklat terang, tergantung dari sumber tanin tersebut.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.3.3.2.3 Tanin berbentuk serbuk atau berlapis-lapis seperti kulit kerang, berbau khas dan mempunyai rasa sepat (astrigent). 2.3.3.2.4 Warna tanin akan menjadi gelap apabila terkena cahaya langsung atau dibiarkan di udara terbuka. 2.3.3.2.5 Tanin mempunyai sifat atau daya bakterostatik, fungistatik dan merupakan racun. Selain itu, tanin bersifat antibakteri dan antivirus. Tanin dapat merusak membran sel bakteri dan mengerutkan dinding/ membran sel bakteri, sehingga dapat menggangu permeabilitas sel bakteri, hingga pertumbuhan bakteri akan terhambat atau bahkan mati. Sebagai antivirus, tanin dapat menghambat aktivitas enzim yang diperlukan virus untuk memperbanyak diri, sehingga virus sulit berkembang. 2.3.4 Identifikasi Tanin dapat dilakukan dengan cara : 2.3.4.1 Diberikan larutan FeCl3 berwarna biru tua / hitam kehijauan. 2.3.4.4 Dalam metode kromatografi lapis tipis, tanin dapat dipantau dengan kromatografi 2 arah, memakai fase atas pengembang butanol : asam asetat : air (14 : 1 : 5), diikuti dengan asam asetat 6 %. Kemudian dideteksi dengan sinar UV pendek berupa bercak lembayung yang bereaksi positif dengan pereaksi fenol baku.
2.4 Ekstraksi Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
kedalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Anonim, 2008). Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi: 1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai (Anonim, 2008). 2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu (Anonim, 2008). 3. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM) seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional (Anonim, 2008). 4. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus (Anonim, 2008). Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Anonim, 2008). 2.4.1 Prinsip ekstraksi 2.4.1.1. Prinsip Maserasi Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Anonim, 2008). 2.4.1.2 Prinsip Perkolasi Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan (Anonim, 2008). 2.4.1.3 Prinsip Soxhletasi Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Anonim, 2008). 2.4.1.4 Prinsip Refluks Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna,
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Anonim, 2008). 2.4.1.5 Prinsip Destilasi Uap Air Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri (Anonim, 2008). 2.4.1.6 Prinsip Rotavapor Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung (Anonim, 2008). 2.4.1.7 Prinsip Ekstraksi Cair-Cair Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap (Anonim, 2008). 2.4.1.8 Prinsip Kromatografi Lapis Tipis Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan (Anonim, 2008). 2.4.2 Jenis Ekstraksi 2.4.2.1 Ekstraksi secara dingin 2.4.2.1.1 Metode maserasi Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya (Anonim, 2008). Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komonen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin (Anonim, 2008). Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin. Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai berikut : 1. Modifikasi maserasi melingkar
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2. Modifikasi maserasi digesti 3. Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat 4. Modifikasi remaserasi 5. Modifikasi dengan mesin pengaduk 2.4.2.1.2 Metode Soxhletasi Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon (Anonim, 2008). Keuntungan metode ini adalah : 1. Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung. 2. Digunakan pelarut yang lebih sedikit 3. Pemanasannya dapat diatur Kerugian dari metode ini : 1. Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas. 2. Jumlah
total
senyawa-senyawa
yang
diekstraksi
akan
melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya. 3. Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti metanol atau air, karena
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
seluruh alat yang berada di bawah komdensor perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang efektif. 4. Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan campuran pelarut, misalnya heksan :diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah. Metode Perkolasi Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc) telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien (Anonim, 2008). 2.4.2.2 Ekstraksi secara panas 2.4.2.2.1 Metode refluks Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung (Anonim, 2008). Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah manipulasi dari operator (Anonim, 2008).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.4.2.2.2 Metode destilasi uap Destilasi uap adalah metode yang popular untuk ekstraksi minyak-minyak menguap (esensial) dari sampel tanaman (Anonim, 2008). Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal (Anonim, 2008).
2.5 Kromatografi Kolom 2.5.1 Kromatografi Penyerap Zat penyerap (misalnya aluminium hidroksida yang telah diaktifkan, silica gel, kiselgur terkalsinasi, dan kiselgur kromatografi murni) dalam keadaan kering atau setelah dicampur dengan sejumlah cairan, dimampatkan ke dalam tabung kaca atau tabung kwarsa dengan ukuran tertentu dan mempunyai lubang pengalir keluar dengan ukuran tertentu (Depkes RI, 1989). Sejumlah sediaan yang diperiksa dilarutkan dalam sedikit pelarut ditambahkan pada puncak kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam zat penyerap. Zat berkhasiat diserap dari larutan oleh bahan penyerap secara sempurna berupa pita sempit pada puncak kolom. Dengan mengalirkan pelarut lebih lanjut, dengan atau tanpa tekanan udara, masing-masing zat bergerak turun dengan kecepatan khas hingga terjadi pemisahan dalam kolom yang disebut kromatogram. Kecepatan bergerak zat dipengaruhi beberapa faktor misalnya daya serap zat penyerap, sifat pelarut dan suhu dari sistim kromatografi (Depkes RI, 1989).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Jika zat yang terpisah berwarna, atau berfluorosensi dengan sinar ultraviolet, kolom penyerap dapat dikeluarkan dan dengan cara memotong melintang, lapisan yang diperlukan dapat dipisahkan, zat disari dengan pelarut yang cocok. Jika zat yang terpisah tidak berwarna, letak lapisan zat dapat ditetapkan dengan cara memberi warna atau menyemprot kolom yang telah dikeluarkan dengan pereaksi yang dapat membentuk warna. Zat radioaktif dapat diketahui tempatnya menggunakan pencacah Geiger Muller atau alat sejenis. Pemisahan yang lebih banyak dilakukan adalah pemisahan dengan mengalirkan pelarut melalui kolom sehingga zat berkhasiat yang dikehendaki ke luar dalam eluat. Cara ini disebut kromatogram mengalir. Kadar zat di dalam eluat dapat ditetapkan dengan cara titrasi, spektrofotometri atau kolorimetri atau pelarut dapat diuapkan hingga diperoleh zat dalam keadaan hampir murni. Jika dikehendaki, pemisahan beberapa zat berkhasiat dapat dilakukan dengan mengalirkan selanjutnya pelarut yang sama atau pelarut lain yang mempunyai daya eluasi yang lebih kuat (Depkes RI, 1989). Kadang-kadang digunakan modifikasi cara di atas yaitu dengan menambahkan campuran pada kolom. Sediaan dalam bentuk padat misalnya serbuk, tablet, tanpa pemisahan dari bahan tambahan dicampur dengan sebagian zat penyerap dan ditambahkan pada puncak kolom. Aliran pelarut menggerakkan zat berkhasiat turun pada kolom dengan cara seperti yang telah diterangkan di atas (Depkes RI, 1989).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.6 Bakteri Staphylococcus aureus. Nama "Staphylococcus" datang dari Yunani staphyle yang berarti seikat anggur dan kokkos berarti berry, dan itu adalah yang tampak dari Staph dibawah mikroskop, seperti seikat anggur atau berry-berry yang bulat kecil. Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit). Penyakit yang berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan perawatan sampai berat / parah dan berpotensi fatal. Staphylococcus aureus merupakan bakteri pathogen yang memasuki tubuh melalui kulit dan menyebabkan infeksi pada luka bakar, infeksi kantong rambut, infeksi luka bedah, bisul dan lain-lain. 2.6.1 Klasifikasi Bakteri Staphylococcus aureus. Klasifikasi dalam dunia bakteri didasarkan atas sifat-sifat morfologi, fisiologi, termasuk juga sifat- sifat imunologi. Klasifikasi bakteri terdiri dari kingdom, divisi, klas, ordo, famili, genus dan spesies. Klasifikasi bakteri Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Protophyta
Klas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Famili
: Microoccaceae
Genus
: Staphylococcus
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Spesies
: Staphylococcus aureus
2.6.2 Karakteristik Bakteri Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk coccus atau bulat yang menyerupai bentuk anggur dengan diameter 0,7 – 0,9 mikron. Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan.
2.7 Antibakteri Antibakteri adalah suatu senyawa yang dalam konsentrasi kecil mampu menghambat bahkan membunuh proses kehidupan suatu mikroorganisme (Diansari, 2009). Beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pembasmian bakteri yaitu: 2.7.1 Germisid adalah bahan yang dipakai untuk membasmi mikroorganisme dengan mematikan sel-sel vegetatif, tetapi tidak selalu mematikan bentuk sporanya (Diansari, 2009). 2.7.2 Bakterisid adalah bahan yang dipakai untuk mematikan bentuk-bentuk vegetatif bakteri (Diansari, 2009).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.7.3 Bakteriostatik adalah suatu bahan yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri tanpa mematikannya (Diansari, 2009). 2.7.4 Antiseptik adalah suatu bahan yang menghambat atau membunuh mikroorganisme dengan mencegah pertumbuhan atau menghambat aktivitas metabolisme, digunakan pada jaringan hidup (Diansari, 2009). 2.7.5 Desinfektan adalah bahan yang dipakai untuk membasmi bakteri dan mikroorganisme patogen tapi belum tentu beserta sporanya, digunakan pada benda mati (Diansari, 2009). Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri yang dikenal sebagai bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh bakteri dikenal sebagai bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat atau membunuh bakteri, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibakteri tertentu aktivitasnya dapat meningkat menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Diansari, 2009).
2.8 Penentuan Aktifitas Antibakteri Pengujian terhadap aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: 2.8.1 Agar difusi, media yang dipakai adalah agar Mueller Hinton. Pada metode difusi ini ada beberapa cara, yaitu:
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.8.1.1 Cara Kirby Bauer Beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam diambil, disuspensikan ke dalam 0,5 ml BHI cair, diinkubasikan 5-8 jam pada 37ºC. Suspensi ditambah akuades steril hingga kekeruhan tertentu sesuai dengan standar konsentrasi bakteri 108 CFU/ml. Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam suspensi bakteri lalu ditekantekan pada dinding tabung hingga kapasnya tidak terlalu basah, kemudian dioleskan pada permukaan media agar hingga rata. Kemudian diletakkan kertas samir (disk) yang mengandung antibakteri di atasnya, diinkubasikan pada 37ºC selama 18-24 jam. Hasilnya dibaca (Diansari, 2009). 2.8.1.1.1 Zona Radikal yaitu suatu daerah di sekitar disk di mana sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Potensi antibakteri diukur dengan mengukur diameter dari zona radikal (Diansari, 2009). 2.8.1.1.2 Zona Iradikal yaitu suatu daerah disekitar disk di mana pertumbuhan bakteri dihambat oleh antibakteri, tetapi tidak dimatikan (Diansari, 2009). 2.8.1.2 Cara Sumuran Beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam pada media agar diambil, disuspensikan ke dalam 0,5 ml BHI cair, diinkubasikan 5-8 jam pada 37ºC. Suspensi ditambah akuades steril hingga kekeruhan tertentu sesuai dengan standar konsentrasi bakteri 108 CFU/ml. Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam suspensi bakteri lalu ditekan-tekan pada dinding tabung hingga kapasnya tidak terlalu basah, kemudian dioleskan pada permukaan media agar hingga rata. Media agar dibuat sumuran diteteskan larutan antibakteri, diinkubasikan pada 37ºC selama 18-24 jam. Hasilnya dibaca seperti cara Kirby Bauer (Diansari, 2009).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.8.1.3 Cara Pour Plate Beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24 jam pada media agar diambil, disuspensikan ke dalam 0,5 ml BHI cair, diinkubasikan 5-8 jam pada 37ºC. Suspensi ditambah aquadest steril hingga kekeruhan tertentu sesuai dengan standart konsentrasi bakteri 108 CFU/ml. Suspensi bakteri diambil satu mata ose dan dimasukkan ke dalam 4 ml agar base 1,5% yang mempunyai suhu 50ºC. Setelah suspensi kuman tersebut homogen, dituang pada media agar Mueller Hinton, ditunggu sebentar sampai agar tersebut membeku, diletakkan disk diatas media dan dieramkan selama 15-20 jam dengan temperatur 37ºC. Hasilnya dibaca sesuai standar masing-masing antibakteri (Diansari, 2009). 2.8.2 Dilusi cair/ dilusi padat Pada prinsipnya antibakteri diencerkan sampai diperoleh beberapa konsentrasi. Pada dilusi cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspense kuman dalam media. Sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur dengan media agar, kemudian ditanami bakteri. Metode dilusi cair adalah metode untuk menentukan konsentrasi minimal dari suatu antibakteri yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme. Konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan disebut Kadar Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC) (Diansari, 2009).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
2.9
Kerangka Teori Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah benar adanya dugaan
bahwa dalam kajiannya sebagai obat pada jerawat senyawa taninlah yang berada dalam daun belimbing wuluh yang memberikan efek sebagai media pengobatan tersebut. Dalam pencapaian tujuan terebut akan dilakukan beberapa langkah penelitian. Langkah pertama adalah dilakukan determinasi pada tanaman belimbing wuluh. Determinasi tanaman yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kebenaran dari tanaman. Determinasi dilakukan di lembaga MMI kota Batu. Langkah selanjutnya adalah dilakukan isolasi terhadap daun belimbing wuluh segar. Dalam hal ini tidak diberi spesifikasi umur daun namun hanya menggunakan daun dalam keadaan segar. Pemilihan daun segar pada proses isolasi dilakukan dengan alasan yaitu apabila digunakan jaringan kering, hasil tanin mungkin agak berkurang karena terjadinya pelekatan tanin pada tempatnya di dalam sel. Proses awal adalah dilakukan penyarian dengan menggunakan metode refluks. Metode refluks merupakan metode penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna. Pemilihan metode refluks berdasarkan pada keunggulan metode ini yaitu dapat
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar selain itu dengan mengingat sifat fisika zat yang mudah larut dalam air panas karena selama proses dilakukan dengan pemanasan. Dapat dikerjakan dengan beberapa modifikasi antara lain karena zat yang diekstrak mempunyai sifat akan rusak pada pemanasan tinggi yaitu akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol, dan phloroglucinol bila dipanaskan sampai suhu 98,89oC-101,67oC. Maka dengan metode refluks dapat dipasang thermometer yang mengatur suhu sehingga pada saat suhu 60oC-70oC api dimatikan sehingga suhu tidak mencapai 98oC, kemudian juga tidak membutuhkan pelarut yang terlalu banyak. Dilakukan ekstraksi metode refluks pada sejumlah 50 g daun belimbing wuluh segar. Ekstraksi dilakukan dengan memilih pelarut air dan etanol 96 % dengan perbandingan 1:1. Pemilihan pelarut yaitu air dan etanol dilakukan dengan alasan bahwa senyawa tanin larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air panas. Dan pemilihan alkohol dilakukan berdasarkan alasan bahwa alkohol merupakan senyawa yang bersifat asam lemah sehingga jika dalam air tanin bersifat asam lemah dan alkohol juga bersifat asam lemah akan mempercepat kelarutan tanin dalam air. Langkah selanjutnya adalah dilakukan uji kualitatif pada hasil filtrat. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa tanin dalam daun belimbing wuluh. Filtrat dinyatakan positif tanin jika berwarna biru tua / hitam kehijauan saat ditambah FeCl3 dan akan terjadi endapan putih jika ditambah dengan garam gelatin. Sebelum perlakuan penambahan pereaksi filtrat ditambah dengan NaCl dengan tujuan untuk menghilangkan protein, karena adanya protein yang mengendap pada penambahan pereaksi yang mengandung logam berat dapat
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
memberikan reaksi positif palsu. Terjadinya perubahan pada proses penambahan FeCl3 terjadi karena adanya reaksi dengan gugus fenol, dengan tujuan untuk mendeteksi adanya gugus fenol. Adanya perubahan pada saat penambahan garam gelatin terjadi karena tanin bereaksi dengan gelatin membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air atau terjadi endapan. Sebelum dilakukan kromatografi kolom dilakukan ekstraksi bertingkat menggunakan n-heksan 25 ml sebanyak 4 kali dan dengan etil asetat 25 ml sebanyak 1 kali. Ekstraksi pertama dengan n-Heksan bertujuan untuk memisahkan senyawa tanin dengan senyawa non polar lain dan pemilihan n-Heksan berdasar alasan bahwa n-heksan memiliki tingkat kepolaran yang sangat rendah sehingga diharapkan senyawa non polar lain dapat larut dalam n-Heksan. Dan kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi menggunakan etil asetat untuk memisahkan senyawa tanin dengan senyawa polar lain selain tanin mengingat tanin hanya sedikit larut dalam etil asetat. Selanjutnya adalah pemilihan eluen untuk kromatografi kolom dengan menggunakan kromatografi lapis tipis. Eluen yang digunakan adalah n-Buthanol : asam asetat : air dengan perbandingan 4 : 1 : 5. Penggunaan eluen ini diambil berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu skripsi dari Lailis Sa’adah jurusan Teknik Kimia UIN tahun 2010 tentang “Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)” yang bertujuan mencari eluen terbaik untuk pemisahan senyawa tanin.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Setelah ditentukan eluen yang digunakan maka dilanjutkan dengan tahap selanjutnya yaitu isolasi maserat dengan eluen tersebut. Hasil kromatogram ditampung dalam sejumlah tabung berukuran 15 ml. Penggunaan kromatografi kolom diambil berdasar alasan bahwa dalam penelitian ini dibutuhkan senyawa tanin dalam bentuk murni berupa kumpulan larutan hasil isolat. Jika dilakukan dengan metode kromatografi lain seperti KLT atau KCKT hanya mengidentifikasi secara kuantitatif tanpa menghasilkan suatu isolate. Oleh karena itu dipilih kromatografi kolom karena dengan metode ini dapat mengeluasi senyawa dan berwujud sejumlah larutan yang berisi senyawa yang diinginkan. Seusai diperoleh isolat, masing-masing hasil isolat pada tiap tabung diambil beberapa milliliter untuk selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan garam gelatin. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih pada tabung. Hasil positif kemudian dilanjutkan dengan tahap kromatografi lapis tipis. Dari tahap ini dilihat totolan dari tabung mana yang mempunyai noda hasil KLT paling sedikit dan kemudian tabung-tabung positif tersebut di tuang dalam satu wadah besar. Dari hasil isolat tersebut dilakukan uji aktivitas antibakteri dari tanin dengan metode difusi menggunakan cakram kertas. Pada metode ini pertama-tama melakukan sterilisasi alat-alat kerja, mengkulturkan bakteri Staphylococcus aureus sebagai bakteri uji, mempersiapkan cakram kertas, mempersiapkan media dan mempersiapkan bakteri uji.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Pemilihan bakteri Staphylococcus aureus didasarkan pada pengaruh bakteri tersebut terhadap infeksi pada jerawat. Pada tahapan munculnya jerawat terdapat beberapa tahapan dan tahapan sebelum terjadinya infeksi adalah tumbuhnya pastules yang berisi nanah. Pastules yang semakin berkembang memicu pertumbuhan bakteri yang kemudian akan menyebabkan luka yang mengakibatkan infeksi dan meningkatkan potensi jerawat berikutnya. Dan salah satu bakteri yang dapat memicu infeksi adalah bakteri Staphylococcus aureus. Oleh sebab itu dalam penelitian ini digunakan Staphylococcus aureus, karena selain alasan tersebut diatas dibanding dengan bakteri-bakteri lain yang menyebabkan infeksi jerawat, bakteri ini lebih mudah untuk didapat sebagai media uji aktivitas senyawa yang akan digunakan . Isolat buah belimbing wuluh dinyatakan memiliki aktivitas antibakteri apabila mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini ditunjukkan dengan adanya wilayah jernih di sekitar cakram kertas. Wilayah tersebut dihitung menjadi luas daerah zona jernih. Untuk mengetahui seberapa besar aktivitas antibakteri isolat buah belimbing wuluh dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus perlu adanya kontrol, sebab tanpa kontrol data yang dihasilkan akan meragukan. Kontrol yang digunakan yaitu kontrol media dan kontrol BAA. Kontrol media berisikan media saja yang bertujuan untuk melihat sterilitas pada saat bekerja. Kontrol BAA berisikan media yang berisi suspensi bakteri dan cakram ketas yang telah direndam pada larutan BAA, kontrol ini dibuat dengan tujuan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
untuk mengetahui apakah BAA yang tercampur dengan isolat mempunyai daya hambat terhadap bakteri uji. Hasil dilihat dengan mengukur diameter daya hambat pada sekitar cakram kemudian menghitung luasnya. Demikian pula dengan kontrol BAA juga dilakukan pengamatan yang sama. Dalam penelitian ini hanya menggunakan uji aktivitasnya pada media uji, dan tidak menggunakan volunter. Karena peneliti hanya ingin mengetahui apakah benar bahwa senyawa tanin yang diduga berada pada buah belimbing wuluhlah yang berfungsi sebagai pencegah infeksi pada jerawat.
2.10
Hipotesis
2.10.1 Isolat tanin daun belimbing wuluh memiliki aktivitas antibakteri pada Staphylococcus aureus.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Untuk mengetahui aktivitas antibakteri isolate tanin daun belimbing wuluh terhadap Staphylococcus aureus digunakan metode eksperimental. Adapun tahaptahap dalam penelitian ini meliputi tahap persiapan, tahap penelitian, dan tahap akhir. Pertama, tahap persiapan terdiri dari sterilisasi semua alat yang akan digunakan, pembuatan isolat daun belimbing wuluh, pembuatan media, pembuatan reagen dan penyiapan suspensi bakteri. Kedua, tahap pelaksanaan yaitu identifikasi senyawa tanin dalam daun belimbing wuluh dan identifikasi pengujian aktivitas antibakteri ekstrak isolat daun belimbing wuluh terhadap Staphylococcus aureus,. Ketiga, tahap akhir penelitian yaitu melakukan pengamatan terhadap hasil pengujian dan analisis data.
3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah hasil isolat tanin daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
3.2.2 Sampel Sampel penelitian ini adalah ±20 mL isolat tanin daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Aktivitas Antibakteri Isolat Daun Belimbing Wuluh terdiri dari beberapa tahap, dan seluruh kegiatan antara lain pembuatan isolat tanin, identifikasi isolat tanin dan uji aktifitas antibakteri isolat tanin Staphylococcus aureus ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Akademi Farmasi Putra Indonesia Malang dan Laboratorium Kimia Universitas Negeri Malang. Penelitian ini dilaksanakan selama tenggang waktu antara bulan Januari sampai bulan Juni tahun 2011.
3.4 Definisi Operasional Variabel Klasifikasi variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variable terikat. Variabel bebasnya yaitu isolat tanin daun belimbing wuluh. Sedangkan variabel terikatnya yaitu aktifitas antibakteri isolat tanin daun belimbing wuluh terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Tabel 3.1 Definisi Operasional No. 1.
2.
Variabel
Definisi
Isolat tanin daun belimbing wuluh
Sediaan hasil isolasi tanin dari daun belimbing wuluh dengan cara ekstraksi dan kromatografi kolom. Aktifitas Kemampulan isolat antibakteri tanin daun isolat tanin belimbing wuluh daun dalam menghambat belimbing pertumbuhan wuluh terhadap Staphylococcus Staphylococcus aureus. aureus
Hasil Pengamatan Sifat organoleptis meliputi : warna, rasa, tekstur dan bau.
Luas daerah zona bening di sekitar cakram kertas dari isolat buah belimbing wuluh.
Skala Ukur Visual
Nominal
3.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat dan bahan yang digunakan untuk pengumpulan data. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.5.1 Bahan : 1.
Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
2.
Biakan murni Staphylococcus aureus
3.
Aquadest steril
4.
Etanol 96 % (Pa)
5.
Manithol Salt Agar (MSA)
6.
Kasa steril
7.
Kertas saring whatman no. 1
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
8.
Lempeng KLT GF 254
9.
FeCl3 (tekhnis)
10. N-Buthanol (Pa) 11. Gelatin 12. Asam asetat (Pa) 13. Serbuk Silica gel 14. Asam asetat (Pa) 15. N-heksan (Pa) 16. Etil Asetat (Pa) 17. NaCl (Pa) 3.5.2 Alat : 1.
Tekh. Ink., Tipe 02.0898 Inkubator
2.
Foundry Co, Ink,. Model No. 1925 / 25X-2 Autoklaf
3.
Evaporator merek Hahnshin
4.
Pipet tetes
5.
Pipet ukur
6.
Bunsen
7.
Gelas ukur 10 ml
8.
Gelas ukur 100 ml
9.
Cawan petri
10. Tabung reaksi 11. Erlemeyer 12. Corong glass 13. Beker glass 100 ml
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
14. Beker glass 400 ml 15. Batang pengaduk 16. Kolom kromatografi 17. Erlenmeyer 250 ml 18. Bejana eluasi
3.6 Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui langkah kerja sebagai berikut : 3.6.1 Metode yang Digunakan Metode yang digunakan untuk penelitian ini antara lain determinasi tanaman uji, isolasi dilakukan dengan tiga metode yaitu dilakukan penyarian zat aktif dengan metode refluks dengan pelarut ethanol : air (1:1), kemudian dilakukan ekstraksi bertingkat menggunakan n-Heksan 25 ml sebanyak 4 kali dan dengan etil asetat 25 ml sebanyak 1 kali kemudian dilanjutkan dengan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel dan fase gerak n-Buthanol : asam asetat : air (4:1:5), uji identifikasi dilakukan dengan reaksi pengendapan dengan gelatin yang menghasilkan endapan dan reaksi warna dengan FeCl3 menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru tua serta kromatografi lapis tipis dengan fase diam silika GF 254 dan fase gerak buthanol : asam asetat : air bila dilihat pada sinar UV menunjukkan warna lembayung, kemudian pada uji aktivitas antibakteri digunakan metode penyebaran dengan menggunakan cakram kertas yang dilakukan dengan cara menanam bakteri pada lempeng agar yang sesuai kemudian diletakkan cakram kertas yang sudah direndam dengan bahan uji dan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
diinkubasikan pada suhu 37oC selama 12 jam. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dengan mengukur zona hambatan pertumbuhan Staphylococcus aureus pada lempeng manitol salt agar. Hal ini ditunjukkan dengan adanya wilayah jernih di sekitar cakram kertas. Perhitungan dilakukan dengan mengukur diameter zona jernih kemudian menghitung luas zona hambatnya. 3.6.2 Sterilisasi Alat dan Bahan Sterilisasi dilakukan dengan cara panas basah : 1. Media, Cawan petri, Gelas ukur, labu ukur, beker glass, erlenmeyer, tabung reaksi, masing-masing alat dibungkus dengan kertas coklat. 2. Kemudian alat-alat di masukkan dalam autoklaf untuk disterilisasi dengan suhu 121oC selama 15 menit. 3.6.3 Pembuatan Medium Manitol Salt Agar Komposisi Medium Manitol Salt Agar Bahan
Jumlah
Digesti pankreatik kasein P
5,0 g
Digesti peptik jaringan hewan P
5,0 g
Ekstrak daging P
1,0 g
D-Manitol P
10,0 g
Natrium Klorida P
75,0 g
Agar P
5,0 g
Merah fenol P
0,025 g
Air
1000 ml
Sumber : ( Farmakope Indonesia edisi IV : 849) pH 7,4 ± 0,2
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Cara Pembuatan : 1. Menimbang sejumlah media sesuai kebutuhan. 2. Dimasukkan bahan ke beker glass lalu ditambahkan aquadest, diaduk kemudian dipanaskan hingga melarut. 3. Selanjutnya larutan no. 2 dimasukkan dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml, ditutup dengan kapas kemudian disterilkan dalam autoklav pada suhu 121oC selama 15 menit. 3.6.4 Perbanyakan Bakteri Staphylococcus aureus Pembuatan biakan bakteri melalui beberapa tahap sebagai berikut : 1. Inokulasikan Staphylococcus aureus dari biakan murni secara aseptik ke dalam agar miring yang berisikan medium manitol salt agar dengan jarum ose secara zig-zag replikasi tiga kali. 2. Biakan murni tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37o C selama 1x12 jam. 3.6.5 Persiapan Isolasi Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) 3.6.5.2 Pembuatan Isolat Daun Belimbing Wuluh Pembuatan isolat buah belimbing wuluh dilakukan dengan metode refluks dilanjutkan dengan ekstraksi bertingkat dan fraksinasi dengan kromatografi kolom dengan metode sebagai berikut : 3.6.5.2.1 Tahap Refluks 1. Siapkan 50 g daun belimbing wuluh segar. 2. Cuci bersih daun. 3. Daun dipotong-potong hingga halus. 4. Dimasukkan dalam labu alas bulat berleher tiga.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
5. Memasukkan 500 mL etanol : air (1:1) kedalam labu berisi sampel. 6. Memasang termometer dan kondensor serta penyumbat. 7. Alat penangas dinyalakan dan dilakukan selama 3 jam. 8. Setelah selesai, hasil dievaporasi. 3.6.5.2.2 Tahap ekstraksi bertingkat 1. Sejumlah hasil evaporasi dimasukkan dalam corong pisah ditambah dengan 25 ml n-heksan lakukan sebanyak 4 kali dan tiap kali pemisahan diambil fase airnya. 2. Fase air yang terkumpul ditambah dengan 25 ml etil asetat pada corong pisah kemudian ditampung fase airnya kembali. 3. Hasil akhir dari fase air dievaporasi. 3.6.5.2.3 Tahap Kromatografi Kolom 1. Kolom diisi dengan eluen n-buthanol:asam asetat:air (4:1:5) beberapa ml. 2. Membuat bubur silika gel dengan menambah silika gel dengan eluen. Setelah tercampur sempurna perlahaan-lahan dimasukkan dalam kolom kromatografi. 3. Membuat bubur sampel dengan menambah sampel dengan silika hingga kental dan kemudian dituang perlahan diatas kertas saring yang telah dipasang diatas silika gel. 4. Dilakukan penampungan awal pada eluen yang tercampur pada silika gel hingga kira-kira semua eluen pembasah telah tertampung. 5. Setelah itu aliri sampel dengan eluen yang diletakkan di corong pisah diatas kolom kromatografi. 6. Tampung hasil eluasi dalam botol 15 ml hingga eluasi akhir dan eluen jernih kembali.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
3.6.5.2.4 Tahap Identifikasi 1. Diambil sejumlah isolat dari masing-masing botol penampung, dimasukkan dalam tabung reaksi. 2. Tetesi dengan gelatin 5 %, lihat hasilnya. 3. Sampel positif disendirikan dan dilakukan KLT. 4. KLT dilakukan dengan menotol hasil positif pada lempeng silica GF 254 kemudian dieluasi dalam bejana berisi eluen n-Buthanol:asam asetat:air (4:1:5) 5. Hasil dilihat pada lampu UV 254 nm atau disemprot dengan penampak noda gelatin-NaCl. 6. Yang terbentuk hanya satu noda ditandai. 7. Tabung yang berisi noda tunggal dicampur menjadi satu penampung. 3.6.6 Pengujian Aktivitas Antibakteri Isolat Buah Belimbing Wuluh 3.6.6.1 Pengujian aktivitas antibakteri Isolat Buah Belimbing Wuluh melalui tahap-tahap berikut di bawah ini : 1.6.6.1.1
Pembuatan Suspensi Biakan Bakteri Staphylococcus aureus
1. Biakan bakteri yang telah diremajakan pada agar miring dan diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37oC. 2. Diambil sebanyak satu ose, kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi steril yang berisi larutan NaCl 20 ml dan didapatkan suspense bakteri yang homogen. 3. Suspensi diencerkan dengan NaCl steril hingga didapatkan suspensi bakteri dengan absorbansi 0,6 pada panjang gelombang 580 nm (Hendriapt, 2008).
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
1.6.6.1.2 Penanaman bakteri pada media MSA Masukkan suspensi bakteri ke dalam cawan petri sebanyak 1 ml kemudian masukkan media MSA, kemudian putar cawan petri searah hingga homogen. 3.6.6.1.3 Pelarutan Cakram pada Larutan Isolat 1. Dibuat sejumlah cakram dengan ukuran diameter 1 cm. 2. Dimasukkan pada sampel sebanyak + 3-5 buah cakram. 3. Diamkan selama 15 menit. 4. Sebelum dimasukkan dalam media berisi bakteri kondisikan agar cakram tidak terlalu basah. 3.6.6.1.4 Penanaman cakram pada media berisi bakteri 1. Cakram di ambil dengan pinset secara aseptis. 2. Pasang pada permukaan agar yang telah memadat, pengujian ini dilakukan dalam 3 kali replikasi. 3. Biakan perlakuan dan kontrol diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 37ºC selama 1 x 12 jam. 4. Amati dan ukur besar daerah hambat yang terbentuk. 3.6.7 Pembuatan Kontrol Kontrol Media : MSA yang sudah disterilkan sebanyak 10 ml dicairkan di atas bunsen kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri. Kemudian diinkubasikan pada inkubator dengan suhu 37oC selama 1 x 12 jam. Kontrol BAA : masukkan suspensi bakteri 1 ml kemudian ditambahkan sebanyak 10 ml MSA ke dalam cawan petri, setelah memadat ditambah dengan cakram kertas yang telah direndam pada eluen BAA. Kemudian diinkubasikan pada inkubator dengan suhu 37oC selama 1 x 12 jam.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
3.7 Analisis Data Dalam penelitian ini analisis data dengan mengukur daerah jernih disekitar cakram kertas dalam cawan petri. Percobaan ini dilakukan dalam tiga replikasi. Penghambatan pertumbuhan bakteri oleh Isolat Tanin Daun Belimbing Wuluh terlihat pada wilayah jernih disekitar cakram kertas. Data hasil pengamatan dianalisis dengan mengukur diameter zona hambat dan menghitung luas wilayahnya.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Determinasi Determinasi yang dilakukan dengan metode menggunakan bantuan orang lain, mempunyai hasil yang terlampir dalam lampiran 1. Dan dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa daun belimbing wuluh benar-benar berasal dari tanaman belimbing wuluh.
4.2 Hasil Ekstraksi Daun Belimbing Wuluh Setelah tahap ekstraksi dan evaporasi, dari sejumlah 50 g daun belimbing wuluh menghasilkan ekstrak ± 250 mL ekstrak dengan jumlah pelarut awal 50 mL dan kemudian setelah dilakukan tahap ekstraksi kedua yaitu ekstraksi cair-cair mengguakan pelarut n-Heksan dan etil asetat yang selanjutnya dievaporasi menghasilkan ekstrak sebanyak ± 120 mL ekstrak. Gambar proses dan hasil ekstraksi dapat dilihat dalam lampiran gambar. Hasil dari tiap tahap ekstraksi selalu dilakukan identifikasi menggunakan reagen FeCl3 dan Gelatin. Dan setiap identifikasinya selalu menunjukkan hasil positif terhadap adanya tanin. Hal ini terlihat saat penambahan FeCl3 terjadi perubahan menjadi hijau kehitaman dan ketika ditambah dengan Gelatin terjadi pembentukan endapan putih. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam lampiran gambar.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
4.3 Hasil Isolasi Tanin dari Daun Belimbing Wuluh Tahap isolasi dimulai dengan menyiapkan fase diam, fase gerak dan ekstrak yang akan diisolasi. Dari ± 80 g silika gel dibuat buburan dan dimasukkan dalam kolom. Setelah slika memadat dilakukan pembilasan menggunakan eluen, dan eluen hasil pembilasan ditampung. Kemudian selanjutnya mempersiapkan ekstrak dengan cara membuat buburan ekstrak menggunakan tambahan silica gel. Selanjutnya buburan ekstrak diletakkan diatas fase diam dan dialiri dengan fase gerak. Fase gerak akan memisahkan beberapa senyawa yang terdapat dalam ekstrak. Isolate ditampung dalam beberapa tabung berukuran 15 mL. Setelah terpisah seluruhnya terdapat 15 buah tabung yang masing-masing berisi 15 mL isolat. Dan proses kerja dihentikan saat tampungan sudah tidak berwarna. Gambar proses dan hasil isolasi dapat dilihat dalam lampiran gambar.
4.4 Hasil Identifikasi Isolat Tanin Daun Belimbing Wuluh 4.4.1 Hasil Identifikasi Isolat Tanin dengan Gelatin Sampel tanin berwarna coklat tua, sampel ditambah dengan air panas dan dibagi dua, sampel pertama sebagai kontrol dan sampel kedua ditambah gelatin, ketika ditambah dengan gelatin terjadi perubahan warna dari coklat manjadi putih dan terdapat endapan. Hasil positif ditunjukkan oleh sampel pada tabung 12, 13, 14 dan 15 dengan endapan berwarna putih. Gambar hasil uji dapat dilihat dalam lampiran gambar.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
4.4.2 Hasil Identifikasi Isolat Tanin dengan KLT Sampel yang telah positif mengandung tanin pada uji kualitatif menggunakan gelatin diuji kembali menggunakan metode KLT. Sampel pada tabung 12, 13, 14 dan 15 menunjukkan harga Rf yang sama dengan sampel tanin tanaman mimosa yang digunakan sebagai pembanding pada penelitian sebelumnya yaitu skripsi dari Lailis Sa’adah jurusan Teknik Kimia UIN tahun 2010 tentang “Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)” dengan penunjukan harga Rf 0,61 dengan eluen BAA dan dilihat pada sinar UV 254 nm. Gambar hasil eluasi dapat dilihat pada lampiran gambar.
4.5 Hasil Pengujian Isolat Tanin terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Hasil pengamatan daerah hambatan Isolat Tanin Daun Belimbing Wuluh pada Staphylococcus aureus. Diperoleh luas daerah hambat sebagai berikut : Tabel 4.1 Daerah Luas Zona Hambat Isolat Tanin Daun Belimbing Wuluh dan Kontrol BAA HASIL PENGAMATAN REPLIKASI
Isolat + Kontrol BAA (cm2)
Kontrol BAA (cm2)
Isolat (cm2)
1
10,7467
5,7227
5,0240
2
7,5439
5,3066
2,2373
3
10,1736
5.7227
4,4509
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
4.6 Analisis Data Data yang diperoleh menunjukkan bahwa selain zona jernih yang terdapat dalam pengujian pada campuran isolate dengan BAA, ternyata pada kontrol BAA juga menunjukkan zona jernih. Dan terlihat bahwa dalam luas zona hambat yang ditimbulkan oleh campuran isolat dan eluen BAA, eluen BAA menunjukkan luas zona hambat lebih besar dibanding dengan luas zona hambat isolat itu sendiri. Selain dapat dilihat secara kasat mata, hal ini juga telah dibuktikan dengan perhitungan statistik yang terlampir dalam lampiran 1 tentang pembuktian bahwa kontrol BAA berpengaruh terhadap bakteri uji.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pembahasan Preparasi Sampel Daun Belimbing Wuluh Daun belimbing wuluh yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun yang masih muda, karena kadar tanin pada daun muda lebih tinggi dari pada tanin pada daun belimbing wuluh yang tua. Sampel sebanyak 50 g dicuci untuk menghilangkan pengotor seperti debu yang menempel pada daun. Sampel dipotong kecil-kecil. Sampel hanya dipotong tanpa dikeringkan. Karena apabila diguakan jaringan kering, hasil tanin mungkin agak berkurang karena terjadinya pelekatan tanin pada tempatnya di dalam sel.
5.2 Pembahasan Ekstraksi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi refluks. Maserasi adalah salah satu metode pemisahan senyawa dengan cara cara penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama denga cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
sampai penyarian sempurna kurang lebih selama 3 jam. Keuntungan dari metode ini adalah dapat dilakukan dengan manipulasi sushu sehingga suhu akan bias diatur dan menggunakan pelarut yang sedikit. Sampel ditimbang sebanyak 50 g kemudian direndam dengan 500 mL pelarut etanol:air kemudian dilakukan pada pemanasan yang diatur hanya hingga suhu 80oC selama 3 jam. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol dan air dengan perbandingan (1:1). Pemilihan pelarut ini karena senyawa tanin yang ada dalam belimbing wuluh merupakan senyawa yang bersifat polar sehingga harus dilarutkan dengan pelarut yang bersifat polar yaitu air apalagi dalam kajiannya dengan air panas tanin akan larut sempurna sehingga ini menguatkan alasan pemilihan pelarut air. Pemakaian pelarut campuran etanol dan air bertujuan untuk memaksimalkan ekstrak tanin. Pelarut etanol bersifat asam lemah dan tanin bersifat asam lemah dan tanin mempunyai gugus hidroksi yang bayak sehingga akan memaksimalkan kelarutannya dalam air. Ekstrak yang sudah didapat disaring untuk memisahkan residu dan filtrat. Filtrat yang diperoleh dipisahkan pelarutnya dengan menggunakan vacum rotary evaporator dengan suhu 40-50 °C. Vacum berfungsi untuk mempermudah proses penguapan pelarut dengan memperkecil tekanan dalam vacum dari pada di luar ruangan, sehingga temperatur di bawah titik didih pelarut dapat menguap. Filtrat yang diperoleh berwarna coklat pekat kehijauan. Warna coklat kehijauan terbentuk karena pelarut yang digunakan tidak hanya mengekstrak senyawa tanin melainkan juga mengekstrak klorofil yang ada dalam tumbuhan. Filtrat hasil penyaringan difraksinasi dengan metode ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah dengan pelarut n-Heksan untuk memisahkan senyawa-senyawa nonpolar seperti klorofil, triterpen, lemak dan senyawa non
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
polar lain. Penambahan kloroform sebanyak 25 mL dan diulang 4 kali untuk memisahkan senyawa nonpolar yang ada dalam ekstrak. Penambahan n-Heksan menyebabkan terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas (fasa n-Heksan) yang berwarna coklat jernih dan lapisan bawah (fasa air) berwarna coklat pekat, karena kedua pelarut tersebut memiliki berat jenis dan kepolaran yang berbeda. Berat jenis n-Heksan lebih kecil dari pada air sehingga lapisan n-Heksan berada di bagian atas. Lapisan n-Heksan ditampung dan lapisan air difraksinasi lagi dengan pelarut etil asetat untuk memisahkan senyawa polifenol yang bersifat polar selain senyawa tanin seperti senyawa katekin, karena tanin sangat sedikit larut dalam etil asetat. Penambahan etil asetat menyebabkan terbentuknya 2 lapisan yaitu lapisan atas (fasa etil asetat) yang berwarna hijau muda yang dimungkinkan senyawa polar selain tanin yang terlarut dalam etil asetat dan lapisan bawah (fasa air) berwarna coklat kehijauan dan pekat. Warna coklat pada lapisan air dimungkinkan dalam filtrate tersebut terdapat senyawa tanin. Robinson (1995) memperkuat pendapat di atas dengan menyatakan bahwa tanin dapat larut dalam air dan pelarut yang bersifat polar dan menghasilkan warna coklat. Fasa air yang diperoleh dipekatkan dengan vacum rotary evaporator pada suhu 60-90 °C untuk memisahkan pelarutnya yaitu etil asetat yang terlarut dalam filtrat dan pelarut air, sehingga diperoleh ekstrak berwarna coklat tua. Dari hasil ekstraksi didapat + 120 mL ekstrak daun belimbing wuluh.
5.3 Pembahasan Uji Fitokimia Senyawa Tanin Uji fitokimia merupakan uji kualitatif untuk menduga adanya senyawa tanin pada ekstrak daun belimbing wuluh. Uji fitokimia yang dilakukan dalam
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
penelitian ini yaitu menambah ekstrak dengan reagen seperti larutan FeCl3 1 % yang hasil positifnya ditunjukkan dengan perubahan warna yaitu warna hijau kehitaman atau biru tinta. Uji fitokimia yang kedua yaitu dengan menambahkan gelatin dalam ekstrak dan ditunjukkan dengan adanya endapan putih. 5.3.1 Uji Fitokimia dengan Menggunakan FeCl3 Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 digunakan untuk menentukan apakah sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan warna hijau kehitaman atau biru tua setelah ditambahkan dengan FeCl3, sehingga apabila uji fitokimia dengan FeCl3 memberikan hasil positif dimungkinkan dalam sampel terdapat senyawa fenol dan dimungkinkan salah satunya adalah tanin karena tanin merupakan senyawa polifenol. Hal ini diperkuat oleh Harborne, (1987)
cara klasik
untuk
mendeteksi senyawa
fenol sederhana
yaitu
menambahkan ekstrak dengan larutan FeCl3 1 % dalam air, yang menimbulkan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat. Terbentuknya warna hijau kehitaman atau biru tinta pada ekstrak setelah ditambahkan dengan FeCl3 karena tanin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe3+. Hasil uji fitokimia ekstrak daun belimbing wuluh dengan FeCl3 menghasilkan suatu warna hijau kehitaman, karena reaksi antara tanin dan FeCl3 membentuk senyawa kompleks. Berdasarkan hal tersebut dapat diduga di dalam ekstrak daun belimbing wuluh mengandung senyawa polifenol yang diduga adalah senyawa tanin. Reaksi warna pada proses uji tersebut terjadi karena unsure Fe merupakan unsure senyawa dari golongan transisi. Dan orbital akhirnya adalah orbital d yang selalu dimiliki oleh unsur-unsur pada senyawa kompleks. Fe mempunyai nomor
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
atom 26 dan apabila dikonfigurasikan mempunyai valensi 3. Dan jika diisi pada ligan di orbital d yang memiliki jumlah ligan sebanyak 10 akan terjadi kekosongan. Dan kekosongan ligan tersebutlah yang akan diisi oleh senyawa tanin dan akan menimbulkan perubahan warna.
5.3.2 Pembahasan Uji Fitokimia Senyawa Tanin dengan Menggunakan Larutan Gelatin Uji fitokimia dengan menggunakan larutan gelatin merupakan mengujian awal untuk memperkuat dugaan adanya senyawa tanin dalam ekstrak daun belimibing wuluh. Harborne (1987) menyatakan bahwa semua tanin menimbulkan endapan sedikit atau banyak jika ditambahkan dengan gelatin. Soebagio (2007) menguji fitokimia senyawa tanin dari Ekstrak umbi bawang merah dengan melarutkan sedikit akuades kemudian dipanaskan di atas penangas air lalu diteteskan dengan larutan gelatin 1 % (1:1). Hasil positifnya yaitu terbentuknya endapan putih. Berdasarkan hasil penelitian ekstrak daun belimbing wuluh dari pelarut etanol:air yang ditambah dengan gelatin menunjukkan adanya endapan putih yang jumlahnya banyak, sehingga hasil yang didapat positif mengandung tanin. Secara mudah dapat dikatakan bahwa reaksi pengendapan terjadi ketika ion-ion dalam suatu senyawa sudah melampaui jenuh. Sehingga akan terjadi endapan. Reaksi antara tanin dan gelatin menghasilkan endapan berwarna putih. Reaksi ini melibatkan terjadinya ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen terjadi apabila atom hidrogen terikat oleh dua atau lebih atom lain yang memiliki
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
keelektronegatifan tinggi seperti atom N, O dan F (Effendy, 2006). Ikatan hidrogen yang terjadi dalam reaksi di atas adalah ikatan hidrogen jenis intermolekul, karena atom H yang terikat dengan atom O dan N berasal dari dua molekul. Atom H dari molekul tanin terikat dengan atom O pada gelatin dan atom H dari molekul gelatin terikat dengan atom O pada tanin.
5.4 Pembahasan Isolasi Senyawa Tanin Dari Daun Belimbing Wuluh Pada tahap isolasi pada daun belimbing wuluh dengan metode kromatografi kolom dilakukan eluasi ekstrak daun belimbing wuluh dengan menggunakan eluen n-Buthanol:asam asetat:air dengan perbandingan 4:1:5 dan menggunakan fase diam silica gel. Langkah pertama adalah pembuatan buburan silica gel dengan eluen yang kemudian dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Buburan tersebut dibuat bertujuan agar tidak terjadi rongga dalam kolom sehingga dengan kondisi buburan yang telah kompak dengan eluen tidak terjadi rongga dalam kolom. Kemudian diatas buburan tersebut diberi kertas saring yang diatasnya dituang dengan buburan sampel yang telah dicampur pula dengan silica gel agar sampel tidak terlalu encer. Setelah itu penampungan dilakukan pada erlenmeyer yang telah dihubungkan dengan pompa vakum. Tampungan awal sebanyak kurang lebih 100 mL adalah tampungan eluen pencuci kolom kemudian selanjutnya adalah tampungan hasil isolasi sebanyak 15 tabung bervolume masing-masing 15 mL. Setelah tertampung seluruhnya dan warna dalam kolom sudah kembali seperti warna semula yaitu warna putih silica maka eluasi dihentikan. Hasil sebanyak 15 tabung kemudian diuji kembali. Hasil isolat masih bercampur dengan eluen, hal ini dikarenakan eluen sukar untuk dipisahkan.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
5.4.1 Pembahasan Uji Gelatin Isolat Tanin Dari 15 tabung diambil sekitar masing-masing 1-2 mL hasil eluasi dipindahkan kedalam tabung lain dan diberi gelatin sebanyak + 2 mL gelatin. Hasil positif ditunjukkan dengan timbulnya endapan berwarna putih pada tabung. Dari hasil tersebut didapat 4 tabung yang bereaksi positif. Tabung tersebut terletak pada empat tabung penampungan terakhir yaitu tabung 12, 13, 14 dan 15. 5.4.2 Pembahasan Uji KLT Isolat Tanin Uji KLT dilakukan pada 4 tabung terakhir pada hasil eluasi. Dari pemisahannya menggunakan fase diam silica gel G254 dan dengan fase gerak nButhanol:asam asetat:air didapatkan noda tunggal dari 4 isolat terakhir yang bila diukur menunjukkan jarak rambat dengan harga Rf 0,61. Hal ini menunjukkan bahwa dalam isolate tersebut hanya mengandung zat tunggal yaitu senyawa tanin hal ini diperkuat dengan data hasil analisa pada harga Rf yang sama dengan sampel tanin tanaman mimosa yang digunakan sebagai pembanding pada penelitian sebelumnya yaitu skripsi dari Lailis Sa’adah jurusan Teknik Kimia UIN tahun 2010 tentang “Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)” dengan penunjukan harga Rf 0,61 dengan eluen BAA dan dilihat pada sinar UV 254 nm.
5.5 Pembahasan Hasil Uji Aktifitas Senyawa Tanin pada Bakteri S.aureus Langkah awal yang dilakukan adalah peremajaaan bakteri S.aureus. setelah inkubasi 24 jam didapat hasil perkembangan bakteri yang cukup memuaskan. Setelah itu dilakukan pembuatan suspensi bakteri dengan menggunakan NaCl steril pada panjang gelombang 580 nm dan pada %T 25%.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Selanjutnya dilakukan perendaman cakram pada isolat yang telah positif tanin pada penguian sebelumnya. Penanaman cakram dilakukan dengan terlebih dahulu menuang 1 mL suspensi bakteri kedalam cawan petri yang kemudian dituang media MSA dan ditunggu hingga memadat baru setelah itu cakram ditanam pada media berisi suspense bakteri. Setelah inkubasi selama 12 jam didapat hasil bahwa isolat menunjukkan aktifitasnya pada bakteri. Hasil yang didapat sebagai berikut : Luas zona hambat yang dihasilkan dari campuran isolat dengan eluen BAA (n-buthanol:asam asetat:air) adalah 10,7467 cm2; 7,5439 cm2; 10,1736 cm2. Luas zona hambat yang dihasilkan kontrol BAA adalah 5,7227 cm2 ; 5,3066 cm2; 5,7227 cm2. Luas zona hambat perhitungan matematis untuk isolat adalah 5,0240 cm2 ; 2,2373 cm2 ; 4,4509 cm2. Hasil yang didapat mempunyai data yang kurang baik dan hasilnya cukup berbeda nyata, hal ini mungkin terjadi karena terdapat sedikit keteledoran pada saat penanaman. Mungkin cakram terlalu lama berada diudara sehingga pada saat penanaman larutan yang meresap pada cakram sedikit berkurang. Masalah yang terjadi dalam penelitian ini adalah isolat susah dipisahkan dari eluen BAA. Sehingga dibuat kontrol BAA untuk mengetahui pengaruh eluen tersebut pada kerja isolat sebagai antibakteri. Dan setelah pengujian terlihat bahwa kontrol eluen ternyata juga menunjukkan zona jernih. Untuk mengetahui apakah benar BAA ini memiliki daya hambat pada bakteri maka, selain pengamatan secara visual, dilakukan pula pengujian secara statistik pada hasil pegamatan zona jernih yang ditimbulkan oleh BAA. Setelah perhitungan (lampiran 2), diperoleh
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
hasil bahwa luas zona hambat kontrol BAA memberikan pengaruh dan mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri uji. Perhitungan uji t pada control BAA bertujuan untuk mengetahui kebenaran bahwa eluen BAA yang digunakan pada pemisahan senyawa apakah benar-benar menunjukkan daya hambat atau tidak. Selain itu dari pengamatan secara visual dapat dilihat bahwa dari zona hambat yang ditimbulkan oleh campuran isolat dengan eluen menunjukkan bahwa luas zona hambat BAA lebih besar dari luas zona hambat pada isolat itu sendiri. Maka dapat dikatakan bahwa eluen BAA yang tercampur dalam isolat tanin mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri S.aureus. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara matematis dapat dilihat bahwa isolat tanin daun belimbing wuluh menunjukkan aktivitas antibakteri dengan penunjukan adanya selisih dari luas zona hambat isolat dan eluen BAA dengan luas zona hambbat eluen. Namun tidak dapat dikatakan secara mutlak bahwa isolat tersebut benar-benar mampu menghambat pertumbuhan bakteri karena dalam isolate mengandung senyawa lain yaitu eluen BAA yang juga mampu menghambat pertumbuhan bakteri.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut perhitungan matematis terdapat selisih dari luas zona hambat yang ditimbulkan dari campuran isolat dengan eluen BAA dan luas zona hambat pada eluen BAA. Dan diduga bahwa selisih tersebut merupakan luas zona hambat yang dihasilkan isolat tanin atau dapat dikatakan isolate tanin mempunyai aktifitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Namun dalam hal ini tidak dapat dikatakan bahwa senyawa tanin benar-benar menghambat pertumbuhan bakteri tersebut karena dalam kenyataannya eluen BAA yang digunakan dalam pemisahan isolat sulit untuk dihilangkan dan ketika diujikan pada bakteri juga menunjukkan adanya aktifitas antibakteri sehingga dapat dikatakan bahwa hasil zona hambat yang ditimbulkan tersebut tidak secara utuh hanya dihasilkan dari isolat namun karena masih ada pengaruh dari eluen dalam campuran isolat.
6.2 Saran 6.2.1 Sebelum memutuskan penggunaan eluen tertentu perlu dilakukan kajian terhadap eluen, hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya pengaruh pada pengujian tahap selanjutnya.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
DAFTAR RUJUKAN
Abdilah.
2010.
Tanin.
http://abdillahhomeworklist.blogspot.com/2010/06/tanin.html.
Diakses
pada 1 Januari 2011. Abdul. 2008. Air Belimbing Wuluh Sebagai Alternatif. http://id.shvoong.com. diakses tanggal 21 maret 2009. Anin. 2010. Tanin pada teh menurunkan penyerapan protein dan mineral. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1971062-tanin-pada-the menurunkan-penyerapan/. Diakses pada 1 Januari 2011. Anonim.
2006.
Taksonomi
Tumbuhan.
http://e-
course.usu.ac.id/content/biologi/taksonomi/textbook.pdf. Diakses pada 22 Desember 2010. Anonim.
2008.
Ekstraksi.
http://medicafarma.blogspot.com/2008/11/ekstraksi.html. Diakses pada 22 Maret 2011. Apriel.
2010.
manfaat
tanin
dan
senyawa
fenol.
http://www.medicalera.com/index.php?option=com_myblog&show=manf aat-tanin-senyawa-fenol.html&Itemid=352. Diakses pada 1 Januari 2011. Arifiyani, D. 2007. Pengaruh Ekstrak Air Daun Belimbing Wuluh Dan Jus Buah Dan
Batang
Nanas
Terhadap
Perilaku
Model
Tikus
Stroke.
http://digilib.itb.ac.id. Diakses tanggal 2 Maret 2009 Arland. 2006. IPTEK OBAT: Belimbing Wuluh. www.mencintaiislam@ yahoogroups.com/belimbimngwuluh. Diakses tanggal 1 Maret 2009. Dalimarta, S. 2008. 36 Resep Tumbuhan Obat Untuk Menurunkan Kolesterol. Jakarta: Penebar Swadaya
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Dalimartha, Setiawan. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5 (hal:8). Jakarta : Pustaka Bunda. Dasuki, U. 1991. Sisitematika Tumbuhan Tinggi. Bandung: Pusat Universitas Ilmu Hayati ITB. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Materia Medika Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Diansari, Novi. 2009. Ujij Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) terhadap Staphylococcus aureus dan Shigella dysentriae
serta
Bioautografinya.
http://etd.eprints.ums.ac.id/6035/1/K100050008.pdf.
Diakses pada 10
Desember 2010. Effendy. 2006. Teori VSEPR, Kepolaran dan Gaya Antarmolekul. Malang: Bayumedia Publishing. Faharani, G.B. 2009. Uji Aktifitas Antibakteri Daun Belimbing Wuluh Terhadap Bakteri Streptococcus Aureus dan Achercia Coli secara Bioautografi. FMIPA UI Jakarta. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung: ITB. Hendriapt.
2008.
Uji
Aktivitas
Staphylococcus aureus.
Antibacteri
Madu
Terhadap
Bakteri
http://hendriapt.wordpress.com/2008/11/14/uji-
aktivitas-antibacteri-madu-terhadap-bakteri-staphylococcus-aureus/. Diakses pada 1 Januari 2011. Jordan, Ahmad. 2010. Aneka Buah dan Khasiatnya (hal:9-11). Werdomartani Ngemplak Sleman : Aulia Publishing. Lodro,
Wawan.
2010.
Tahap-tahap
munculnya
http://setengahbaya.info/tahap-tahap-munculmya-jerawat.htm. pada 21 Juli 2011.
jerawat. Diakses
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Nadjeb. 2009. Tanin. http://nadjeeb.wordpress.com/2009/03/27/tanin/. Diakses pada 1 Januari 2011. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah: Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB. Rosyad, Putri Galuh Yulianhar. 2009. Formulasi Gel Obat Jerawat Minyak Atsiri Daun Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia, Swingle) dan Uji Daya Antibakteri (Propionibacterium
acne)
Secara
http://etd.eprints.ums.ac.id/3378/1/K100040233.pdf.
In
Vitro.
Diakses pada 29
November 2010. Sa’adah, Lailis. 2010. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Tanin dari Daun Belimbing
Wuluh
(Averrhoa
bilimbi
L.).
http://lib.uin-
malang.ac.id/fullchapter/05530003.pdf. Diakses pada 26 April 2011. Sarker, Satyajit D & Nahar, Lutfun. 2009. Kimia untuk Mahasiswa Farmasi Bahan Kimia Organik, Alam dan Umum (hal : 528). Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Soebagio, B. 2007. Pembuatan Gel Dengan Aqupec HV-505 dari Ekstrak Umbi Bawang Merah (Allium cepa, L.) Sebagai Antioksidan. Jurnal fakultas farmasi universitas padjajaran. Diakses tanggal 25 Januari 2010. Trosoeporno, Gembong Tji. 2009. Taksonomi Umum. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Belimbing Wuluh
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Lampiran 2. Perhitungan Statistik terhadap Daya Hambat dari Kontrol BAA Data yang diperoleh dianalisis dengan Uji t : Work Sheet untuk Mencari SS dan Standart Error dari Beda Luas Zona Hambat Cakram Kertas (cm2)
Luas Zona Hambat Eluen BAA (cm2)
X1
X12
X2
X22
0,9499
0,9023
5,7227
32,7493
0,9499
0,9023
5,3066
28,1600
0,9499
0,9023
5,7227
32,7493
2,8497
2,7069
16,7520
93,6586
∑ X1 = 2,8497 ∑ X12 = 2,7069 ∑ X2 = 16,7520 ∑ X22 = 93,6586
Standart error beda :
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Statistik t :
Hipotesis Uji : H0 = µ1 = µ2 Ha = µ1 ≠ µ2
Dengan tingkat kepercayaan (level significant) 95 %, diperoleh α = 5% 1 – α = 1 – 0,05 = 0,95 Daerah Penolakan : - Degree of freedom adalah : df = n1 + n2 – 2 =3 + 3 – 2 = 4. Harga t dengan level significant 0,05 adalah t0,025 df = 4, nilainya sebesar 2,776. - Karena t hitung > t tabel = 241,3593 > 2,776, maka hipotesis ditolak. Dengan perkataan lain, data memberikan indikasi bahwa luas zona hambat control BAA memberikan pengaruh dan mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri uji.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Lampiran 3. Distribusi t pada Beberapa Level Probabilitas
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Sumber : Nazir, Moh, Ph. D., 2005. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. DOKUMENTASI PENELITIAN Gambar 1. Daun Belimbing Wuluh
a Keterangan Gambar 1 :
b a. Foto sejumlah daun belimbing wuluh. b. Foto ukuran panjang dan lebar daun belimbing wuluh yang digunakan
Gambar 2. Proses Ekstraksi Metode Refluks
a Keterangan Gambar 2 :
b
c
a dan b Foto penggunaan alat refluks. c. Foto penunjukan suhu pada penggunaan refluks.
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Gambar 3. Hasil Uji Kualitatif dari Hasil Ekstraksi Refluks
a
b
Keterangan Gambar 3 :
a. Foto hasil uji kualitatif tanin dengan gelatin setelah proses refluks. b. Foto hasil uji kualitatif tanin dengan FeCl3 setelah proses refluks.
Gambar 4. Proses dan Hasil Ekstraksi Cair – Cair Ekstrak Daun Belimbing Wuluh
a
b
Keterangan Gambar 4 :
c
Foto hasil pemisahan tanin dengan senyawa non polar lain menggunakan pelarut n-Heksan gambar a dan b sedangkan gambar c merupakan pemisahan tanin dengan senyawa non polar lain menggunakan pelarut etil asetat.
Gambar 5. Hasil Uji Kualitatif Ekstrak dari Hasil Ekstraksi Cair – Cair
a
b
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
Keterangan Gambar 5 :
a. Foto hasil uji kualitatif tanin dengan gelatin setelah proses ekstraksi bertingkat. b. Foto hasil uji kualitatif tanin dengan FeCl3 setelah proses ekstraksi bertingkat.
Gambar 6. Proses Isolasi Metode Kromatografi Kolom dan Hasilnya
a
b
Keterangan Gambar 6 :
c a. Foto penampang proses kromatografi kolom. b. Foto penampung kromatografi kolom. c. Foto hasil tampungan kromatografi kolom.
Gambar 7. Hasil Uji Kualitatif Isolat Tanin Daun Belimbing Wuluh
Keterangan Gambar 7 :
Hasil uji kualitatif isolat dengan garam gelatin.
Gambar 8. Hasil Uji Kualitatif Positif Tanin dan Hasil KLT.nya
a
b
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
c Keterangan Gambar 8 :
a. Empat isolate postitif tanin pada uji kualitatif dengan gelatin. b. Penmpang hasil eluasi isolate dengan KLT. c. Hasil KLT 4 isolat dengan hasil harga Rf yang sama dan dengan satu noda yang sama yaitu bercak berwarna coklat muda dan harga Rf 0,61.
Gambar 9. Gambar Hasil Pengamatan 24 jam Aktifitas Tanin pada Bakteri S.aureus
a
b
c
d
Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Software http://www.foxitsoftware.com For evaluation only.
e Keterangan Gambar 9 :
f a.
g
Foto control media menunjukkan media bersih
dan tidak ditumbuhi bakteri. b, c, d. Foto control eluen BAA berisi cakram yang telah direndam pada eluen BAA menunjukkan zona jernih dengan luas berturut-turut sebesar 2,8339 cm2, 2,5434 cm2, 2,8339 cm2. e, f, g. Foto hasil aktifitas isolat tanin berisi cakram yang telah direndam pada larutan isolate positif tanin menunjukkan zona jernih dengan
dengan luas
berturut-turut sebesar 7,9128 cm2, 5,0005 cm2, 7,3397 cm2.