Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
ANALISIS PERHITUNGAN VOLATILITAS HARGA GAS TERHADAP STRUKTUR BIAYA PUPUK BERSUBSIDI Agunan P. Samosir Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan
ABSTRAK APBN mengalami dilema dalam pemberian subsidi pupuk.Hampir setiap tahun, realisasi pembayaran subsidi melebihi pagu yang dianggarkan. Hal ini menyebabkan Pemerintah menjadi kurang bayar dalam alokasi anggaran subsidi pupuk. Salah satu penyebab realisasi pembayaran lebih besar dibandingkan pagunya adalah kenaikan harga pokok penjualan. Harga pokok penjualan naik disebabkan naiknya harga bahan baku pupuk. Perubahan harga bahan baku disebabkan naiknya harga gas yang merupakan faktor utama dalam struktur biaya penyediaan pupuk. Volatilitas harga gas sulit diprediksi karena posisi produsen pupuk hanya menerima harga yang ditawarkan produsen gas. Bila produsen tidak setuju dengan perubahan harga gas, maka produsen gas akan menjual ke industri lainnya.Tulisan ini ingin mengungkap permasalahan yang dihadapi produsen pupuk dalam mengantisipasi volatilitas harga gas dalam harga pokok penjualan. Dimasa mendatang, penyediaan pagu anggaran subsidi pupuk seharusnya tidak berbeda jauh dengan realisasinya. Keywords: PSO, subsidi, harga gas, struktur biaya, APBN ABSTRACT Budget a dilemma in fertilizer subsidies. Almost every year, the actual subsidy payments exceed the budgeted limit. This results in an underpayment Government a fertilizer subsidy allocation. One cause actual payment ceiling is greater than the cost of sales due to changes in raw material prices of fertilizer. Changes in raw material prices due to rising gas prices are a major factor in the cost structure of the provision of fertilizer. Gas price volatility is difficult to predict because of the position of fertilizer producers only receive the price offered gas producers. If the manufacturer does not agree to the change in gas prices, the gas producers will sell to another industry. This paper wanted to uncover the problems faced by producers of fertilizers in anticipation of gas price volatility in the price of goods sold. In the future, the provision of fertilizer subsidy budget ceiling is not much different from realization. Keywords: PSO, subsidi, harga gas, struktur biaya, APBN
- 16 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
I.
PENDAHULUAN
Pembahasan menyangkut pupuk tidak terlepas dari keberadaan tiga aktor utama di dalamnya dengan perbedaan kepentingan. Pertama, petani sebagai konsumen, yang menghendaki; (i) terpenuhinya kebutuhan pupuk terhadap kegiatan usaha penanaman padinya, (ii) ketersediaan pupuk dan harganya yang 'terjangkau' pada saat musim tanam dan (iii) pemberian subsidi yang sesuai dengan kebutuhan petani terutama daerah-daerah sentra (penghasil) beras. Kedua, produsen pupuk yaitu PT. Pupuk Sriwijaya, PT. Iskandar Muda, PT. Pupuk Kujang, PT. Petro Kimia Gresik dan PT. Pupuk Kaltim sebagai supplier yang merupakan institusi bisnis dengan visi, misi dan tujuan yang diarahkan sebagaimana layaknya suatu kegiatan usaha. Saat ini BUMN-BUMN tersebut juga menjadi agen pemerintah dalam penyaluran subsidi. Ketiga, pemerintah, yang mengemban tugas untuk mengurangi beban APBN demi terjaganya kesehatan, efektifitas belanja negara dan keberlangsungan fiskal dengan tetap memperhatikan kepentingan petani, masyarakat dan pelaku usaha (BUMN). Selain itu, petani berharap harga jual produksinya dapat dibeli dengan harga yang layak. Petani juga berharap biaya produksinya yang sebagian besar disubsidi dapat ditingkatkan aksesibilitasnya. Bila terjadi kenaikan input produksinya, maka keuntungan petani dari penjualan gabah dan beras semakin berkurang. Kariyasa (2007), kontribusi biaya pembelian pupuk oleh petani adalah 16,48 persen dari total biaya input produksi selain benih, obat-obatan dan tenaga kerja.
Disisi lain, naiknya harga pupuk disebabkan oleh naiknya harga gas dan harga bahan baku impor. Kenaikan harga gas disebabkan permintaan dunia internasional semakin tinggi dibandingkan ketersediaannya. Semakin tinggi harga gas internasional, maka semakin besar volume gas yang diekspor. Tingginya ekspor gas Indonesia mengakibatkan semakin terbatasnya gas yang dapat disediakan untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri. Walaupun pasokan gas dalam negeri berdasarkan domestic market obligation (DMO) sebesar 25 persen, ternyata pasokan gas tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan gas untuk produsen pupuk, PLN, industri dan transportasi. Mengakomodasi kepentingan semua pihak berarti mempertahankan keberadaan subsidi, tetapi mengkondisikan besarannya agar tidak banyak membebani anggaran dan tidak membuat produsen pupuk merugi merupakan masalah yang kompleks. Salah satu biaya utama produksi pupuk adalah biaya gas bumi. Gas bumi merupakan bahan baku utama untuk memproduksi amoniak sebagai proses intermediasi yang selanjutnya digunakan untuk memproduksi pupuk urea sebagai produk utama. Selain itu, amoniak dapat digunakan untuk memproduksi pupuk ZA dan Phonska. Dengan demikian, adanya kenaikan harga gas akan meningkatkan biaya pembelian gas untuk produksi pupuk. Kenaikan biaya produksi mengakibatkan kenaikan harga pokok penjualan (HPP) pupuk.
Tabel 1. Persentase Biaya Gas Terhadap Biaya Produksi Amoniak Per Ton Produsen
2007
2008
2009
2010
2011
RKAP 2012
PIM PSP PKC PKG PKT
39% 62% 51% 50% 53%
61% 69% 51% 46% 61%
54% 69% 59% 40% 54%
51% 69% 75% 38% 51%
62% 73% 64% 34% 62%
57% 70% 80% 29% 57%
Sumber: PT Pusri Palembang (Holding Company), 2012
Berdasarkan tabel di atas, rata-rata pembelian gas sebagai bahan baku utama untuk memproduksi amoniak kecuali Pupuk Petrokimia Gresik cenderung mengalami peningkatan dari sebelumnya rata-rata 51 persen pada tahun 2007 menjadi 66 persen pada tahun 2012. Kenaikan biaya produksi amoniak tersebut disebabkan adanya kenaikan harga gas setiap
tahun baik karena perubahan kontrak maupun eskalasi. Eskalasi harga gas dikenakan secara bervariasi kepada produsen pupuk yaitu 3-5 persen per tahun. Semakin tinggi biaya produksi amoniak akan mengakibatkan semakin tinggi harga pokok penjualan penyediaan pupuk.
- 17 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Tabel 2. Persentase Biaya Gas Terhadap Biaya Produksi Urea Per Ton Produsen
2007
2008
2009
2010
2011
RKAP 2012
PIM PSP PKC PKG PKT
60% 78% 75% 53% 67%
95% 82% 77% 49% 82%
57% 80% 82% 78% 73%
75% 81% 78% 80% 70%
63% 84% 76% 81% 74%
79% 76% 79% 79% 65%
Sumber: PT Pusri Palembang (Holding Company), 2012
Gas merupakan bahan baku utama untuk memproduksi Urea. Bila gas tidak tersedia, maka hampir dipastikan produsen tidak dapat memproduksi pupuk Urea. Sensitivitas dari perubahan harga gas sangat tinggi terhadap biaya produksi Urea. Tahun 2007, biaya pembelian sebagai bahan baku utama untuk memproduksi Urea rata-rata sebesar 67 persen dan meningkat cukup tinggi pada tahun 2012 menjadi 76 persen. Hampir sama dengan biaya gas terhadap produksi amoniak, kenaikan harga gas setiap tahunnya sangat mempengaruhi biaya produksi pupuk Urea. Hal inilah yang menjadi pokok permasalahan di produsen pupuk. Langkah antisipatif dan pencegahan dampak kenaikan harga gas terhadap industri pupuk tidak dapat ditunda. Kesalahan dalam menganalisis dan menempuh kebijakan fiskal dapat berakibat buruk terhadap kesejahteraan petani. Selain itu mekanisme perhitungan komponen harga pokok penjualan pupuk
II.
KERANGKA TEORITIS
Industri pupuk di Indonesia merupakan salah satu faktor penting dalam mata rantai sektor pertanian. Pupuk sangat dibutuhkan oleh seluruh petani terutama petani tanaman pangan padi. Pupuk juga menjadi salah satu indikator ketahanan pangan Indonesia terutama di sentra-sentra beras. Kebutuhan pangan harus dipenuhi dengan upaya peningkatan produksi pertanian, melalui perbaikan kuantitas, kualitas dan aksesibilitas. Dengan demikian eksistensi dan keberlanjutan produksi pupuk menjadi perhatian utama bagi Pemerintah. Dalam rangka menjaga keberlanjutan industri pupuk diperlukan upaya-upaya yang tidak mudah dilaksanakan oleh Pemerintah dan Industri Pupuk. Tantangan yang selama ini dihadapi dan menjadi persoalan utama bagi industri pupuk antara lain adalah : (i) cadangan gas bumi yang menipis yang tentunya berdampak pada kenaikan harga gas, (ii) kontrak gas bumi jangka panjang sehingga sulit mencari harga gas yang wajar, (iii) adanya
bersubsidi untuk sektor pertanian (Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1/Permentan/SR.130/1/2012) menjadi persoalan utama yang dibahas setiap tahunnya oleh Pemerintah dengan Produsen Pupuk. Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam artikel ini adalah seberapa besar dampak kenaikan harga gas yang digunakan oleh produsen pupuk dalam perhitungan HPP pupuk bersubsidi (struktur biaya). Tujuan dari penulisan artikel ini adalah menganalisis kebijakan khusus harga gas yang digunakan oleh produsen pupuk dalam perhitungan HPP pupuk bersubsidi (struktur biaya). Hasil perhitungan struktur biaya penyediaan subsidi (PSO) sebagai bahan masukan dalam penentuan perhitungan subsidi pupuk untuk APBN P 2013.
perubahan iklim usaha dan pengembangan teknologi yang tentunya berdampak pada perlunya modal yang tidak sedikit, (iv) sulit mempertahankan dan menciptakan pasar baru karena hambatan regulasi dan deregulasi, dan (v) adanya perembesan pupuk. Industri pupuk juga memiliki peran penting dalam menyalurkan pupuk melalui penugasan Pemerintah yaitu public service obligation (PSO) dengan harga yang ditentukan Pemerintah yaitu harga eceran tertinggi (HET). Berdasarkan penugasan tersebut, badan usaha milik negara (BUMN) pupuk memperoleh subsidi harga atas selisih HPP dengan HET. Tujuan kebijakan subsidi pupuk adalah agar harga pupuk terjangkau oleh petani, sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas dan revitalisasi hasil pertanian serta mendukung program ketahanan pangan. Pupuk bersubsidi merupakan barang yang diatur oleh Pemerintah baik dari jumlah, wilayah penyaluran maupun harga ecerannya. Adapun pupuk bersubsidi yang ditugaskan oleh Pemerintah adalah
- 18 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
pupuk Urea, SP-36, ZA dan NPK yang merupakan kategori pupuk non organik, sedangkan pupuk organik adalah Pupuk Organik Granul (POG).
Pemerintah. Dengan demikian, ada kecendrungan subsidi pupuk meningkat seiring dengan meningkatnya HPP.
Dalam pengaturan pupuk bersubsidi berbagai pihak terlibat didalamnya adalah Kementan, Kemendag dan Kemenkeu. Permentan mengatur volume penyaluran pupuk, HET, HPP Sementara dan Komponen HPP. Permendag mengatur tata niaga dan distribusi serta rayonisasi pupuk bersubsidi sedangkan peran Permenkeu adalah dalam mengatur penagihan dan pencairan subsidi.
Alimoeso (2010), memproyeksikan 2010-2014 bahwa kebutuhan pupuk Indonesia yang bisa dipenuhi dari industri dalam negeri adalah jenis pupuk nitrogen (N), sedangkan jenis pupuk fospat (P) dan kalium (K) akan tergantung dari impor. Pola subsidi pupuk yang bersifat tidak langsung banyak menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya.
Selanjutnya, penugasan yang diberikan kepada BUMN pupuk memiliki persoalan antara lain: (i) ketentuan double stock yang mengganggu likuiditas perusahaan, (ii) pembayaran subsidi pupuk yang tidak lancar yang tentunya juga mengganggu likuiditas perusahaan, (iii) isu permasalahan pupuk bersubsidi yang menyita waktu dan biaya, (iv) tidak adanya kepastian bisnis karena usaha pupuk rentan terhadap kebijakan Pemerintah dan (v) Industri pupuk sulit berkembang karena tidak mampu menghasilkan modal. Ardi (2005) dalam skripsi Suhaila (2011), gas, minyak dan panas bumi merupakan faktor penting terhadap struktur biaya industri pupuk. Perubahan harga gas yang cenderung meningkat setiap tahunnya menyebabkan HPP pupuk ikut meningkat. Namun, harga jual eceran pupuk tidak secara otomatis mengalami kenaikan karena ditentukan oleh
III. METODE PENELITIAN Data kualitatif yang digunakan dalam tulisan ini adalah hasil kajian ulang (review) berbagai kajian sebelumnya dan literatur kebijakan fiskal yang relevan untuk dianalisis. Sumber utama data sekunder berasal Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana, Kementerian Pertanian, Badan Pengatur Minyak dan Gas (BP Migas) dan Produsen Pupuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN Pupuk) yaitu PT Pupuk Iskandar Muda, PT Pusri Palembang, PT Pupuk Kujang Cikampek, PT Pupuk Petrokimia Gresik, dan PT Pupuk Kaltim. Pendekatan tulisan ini adalah lebih bersifat analisis deskriptif berdasarkan hasil survei lapang ke lima BUMN Pupuk di Indonesia. Formula perhitungan subsidi (PSO) pupuk yang digunakan dalam penulisan ini berdasarkan regulasi terkini yaitu Peraturan Menteri Pertanian nomor 1 tahun 2012 tentang komponen HPP bersubsidi untuk sektor pertanian.
Alimoeso (2010), penerapan kebijakan subsidi di India memiliki kemiripan dengan Indonesia yaitu subsidi diberikan terhadap selisih HPP dengan HET. Sedangkan di China, subsidi pupuk diberikan melalui subsidi input yaitu subsidi harga gas dan batubara, listrik dan transportasi pupuk. Selain itu, industri pupuk diberi kemudahan dengan insentif fiskal pembebasan pajak impor bahan baku pupuk dan pupuk. Bila hasil produksi pupuk di China diekspor akan dikenakan pajak ekspor atau bea keluar. Alimoeso (2010), hal yang menarik dalam pemberian subsidi pupuk di Filipina adalah memberikan subsidi secara langsung kepada petani melalui kupon berupa diskon harga terhadap pupuk Urea dan ZA. Sedangkan Pakistan dan Bangladesh memberikan subsidi harga pupuk dari selisih harga pupuk impor dengan HET.
Metode perhitungan subsidi pupuk yang ditetapkan selama ini adalah selisih dari HPP pupuk dengan HET pupuk yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dalam HPP yang ditentukan telah terkandung margin sebesar 10 persen. Secara sederhana, Subsidi Pupuk = HPP – HET. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2012 yang merupakan revisi dari Permentan Nomor 12 Tahun 2011 dan mulai berlaku 1 Januari 2012 menjelaskan komponen HPP untuk pupuk bersubsidi. Dalam peraturan tersebut juga dijelaskan komponen biaya terutama biaya tidak langsung yang dapat diperhitungkan dan tidak dapat diperhitungkan dalam HPP pupuk bersubsidi. Regulasi yang tidak memperkenankan beberapa biaya sebagai kategori non subsidi sudah memenuhi aspek transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan subsidi dalam APBN. Komponen HPP pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian dapat dilihat pada tabel 3 berikut.
- 19 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Tabel 3. Komponen HPP Pupuk Bersubsidi Dalam Negeri Untuk Sektor Pertanian No. KOMPONEN HPP PUPUK BERSUBSIDI No. KOMPONEN HPP PUPUK BERSUBSIDI (1) BIAYA PRODUKSI FOT/FOB a. Bahan Baku b. Air baku c. Bahan Penolong d. Pegawai e. Pemeliharaan & suku cadang f. Asuransi & Jasa g. Adm Umum h. Depresiasi & Amortisasi i. Bunga & Bank j. Kantong dan Pengantongan k. Handling di Pabrik (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
(2)
BIAYA PENYALURAN S.D. LINI III a. Kapal curah/Freight Kpl Curah b. Kapal Kantong/Freight Kpl Kantong c. Survey d. Bongkar muat lini II e. Sewa/stapel gudang lini 2 f. Angkut dari lini 2 ke lini 3 g. Bongkar muat Lini 3 h. Sewa/stapel gudang lini 3 i. Administrasi & Umum
TOTAL BIAYA PRODUKSI S.D. LINI III (1 + 2) PROFIT MARGIN (10% x TOTAL BY. PROD S.D. LINI III ) BIAYA SUSUT BIAYA ASURANSI BIAYA PENYALURAN LINI III - IV TOTAL BIAYA PRODUKSI S.D. LINI IV (3+4+5+6+7) PPN 10% (10% x TOTAL BIAYA PRODUKSI S.D. LINI IV) HPP PUPUK BERSUBSIDI S.D. LINI IV (8+9)
Sumber: Permentan 01/2012. Pupuk bersubsidi: Urea, SP-36, ZA, NPK dan Organik
Biaya bahan baku yang merupakan bahan baku utama untuk memproduksi pupuk Urea berasal dari (i) Gas Bumi, Offshore Gas dan (ii) Amoniak. Amoniak diperoleh dari dalam atau luar negeri meliputi biaya : transportasi, bea masuk, biaya bank, asuransi dan inspeksi. Biaya lainnya seperti biaya air baku, biaya bahan penolong dan lain sebagainya yang terdapat dalam tabel 3 merupakan komponen biayabiaya yang pergerakan perubahannya tidak signifikan terhadap HPP. Biaya bahan baku utama untuk memproduksi pupuk ZA meliputi (i) Gas Bumi , (ii) Amoniak, (iii) Belerang, (iv) Asam Sulfat, dan (v) Batuan Fosfat. Hampir sama dengan pupuk ZA, untuk memproduksi pupuk NPK dibutuhkan bahan baku utama yaitu (i) Gas Bumi , (ii) Amoniak, (iii) Belerang, (iv) Asam Sulfat, (v) Batuan Fosfat, (vi) Asam Fospat, (vii) Urea Prill / Urea Granul, (viii) ZA, (ix) DAP / MAP, (x) KCL, dan (xi) Filler, Clay, Bruchite, Borat, Hurnite, FeSO4, CeSO4, ZnSO4, dan Boron. Biaya-biaya yang dikemukakan dalam tabel 3 merupakan biaya langsung yang diakui dalam perhitungan subsidi pupuk. Sedangkan biaya tidak langsung dapat dan tidak dapat diperhitungkan dalam subsidi pupuk. Adapun biaya tidak langsung yang dapat diperhitungkan dalam HPP pupuk bersubsidi adalah (i) biaya pemeliharaan dan suku cadang yaitu pemeliharaan kendaraan dinas, (ii) biaya asuransi dan
jasa antara lain: asuransi perumahan dinas, asuransi kendaraan dinas dan jasa angkutan karyawan, (iii) biaya administrasi umum antara lain: sewa kendaraan dinas yang dibawa pulang oleh karyawan, pajak bumi dan bangunan, promosi penjualan, biaya listrik dan air rumah dinas, biaya perjalanan dinas ke luar negeri, biaya komunikasi/pemakaian telepon seluler, biaya akomodasi dan jamuan tamu, perlengkapan kerja (pakaian dinas, sepatu, topi, dan jaket), dan inventaris kantor yang tidak dikapitalisasi serta (iv) biaya depresiasi dan amortisasi yaitu penyusutan kendaraan dinas. Biaya tidak langsung yang tidak dapat dibebankan atau diperhitungkan dalam HPP pupuk bersubsidi adalah (i) biaya pegawai yaitu biaya rekreasi, kesenian dan olahraga, (ii) biaya pemeliharaan dan suku cadang yaitu: pemeliharaan perumahan karyawan non pabrik dan pemasaran non subsidi, pemeliharaan housing-equipment karyawan pabrik dan pemasaran non subsidi, pemeliharaan pabrik non subsidi dan pemeliharaan lingkungan serta pertamanan non pabrik, (iii) biaya administrasi umum yaitu: biaya majalah dan koran, biaya bina wilayah, biaya bantuan pemilikan rumah karyawan, biaya kerja praktik/magang, biaya anggota perkumpulan, biaya perayaan, biaya pembinaan di luar dinas, bantuan biaya perkawinan dan uang duka, biaya kerugian piutang dan biaya sewa karyawan non produksi dan non pemasaran pupuk bersubsidi yang tidak diberi
- 20 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
tunjangan sewa rumah, dan (iv) biaya depresiasi dan amortisasi biaya yaitu: penyusutan perumahan karyawan non pabrik dan pemasaran non subsidi,
penyusutan peralatan/inventaris rumah dinas karyawan non pabrik dan pemasaran non subsidi dan penyusutan pabrik non subsidi.
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
penghasil beras. Selain itu, peraturan tersebut juga menetapkan berapa harga yang dibayar oleh Petani untuk memperoleh pupuk bersubsidi. Peraturan alokasi pupuk bersubsidi terakhir yaitu tahun 2012 telah diterbitkan dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 87/Permentan/SR.130/12/2011 tentang kebutuhan dan HET pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun 2012.
Alokasi dan Mekanisme Distribusi Pupuk Bersubsidi Hampir setiap tahun alokasi pupuk bersubsidi diatur melalui produk hukum Kementerian Pertanian. Dalam peraturan tersebut diatur secara rinci kebutuhan pupuk di berbagai daerah terutama sentra DPR (Banggar)
Permentan Anggaran Subsidi
Alokasi Per Provinsi
Mentan Dirjen PSP
Per Gubernur
Alokasi Per Kabupaten
Per Bupati
Alokasi Per Kecamatan
Distan Prop Distan Kab. KCD (Kepala Cabang Dinas Pertanian Kecamatan) Lurah Kel. Tani menyusun RDKK dengan bimbingan Penyuluh
GAP
Kel. Tani
Sumber: PT Pupuk Indonesia, 2012
Gambar 1. Alur Alokasi Pupuk Bersubsidi
Pupuk bersubsidi dialokasikan setiap tahun tergantung dari usulan Pemerintah dan persetujuan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Apabila usulan tersebut disetujui DPR, maka pemberian subsidi untuk komoditi pupuk akan diberikan pada tahun berikutnya. Pengusulan tersebut dimulai dari kelompok tani menyusun dan merencanakan kebutuhan pupuk sesuai dengan pola musim tanam. Penyusunan tersebut dikenal dengan rencana definitif kebutuhan kelompok tani (RDKK). Sejak awal, para petani sudah menyusun dan merencanakan kebutuhan pupuk melalui kelompok yang
telah ditentukan dan menyampaikannya kepada Kepala Desa / Lurah. Berdasarkan persetujuan alokasi pupuk bersubsidi, maka pendistribusian pupuk dimulai dari Lini I (Pabrik), Gudang Pabrik (Lini II), Distributor (Lini III) sampai dengan Lini IV (Pengecer/Kelompok Petani). Mekanisme distribusi pupuk bersubsidi diawasi dengan ketat karena khawatir pupuk tersebut dimanfaatkan oleh kelompok yang tidak berhak menggunakannya. Mekanisme distribusi pupuk bersubsidi diatur dengan Permendag nomor 17/M-
- 21 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
DAG/PER/6/2011 tentang pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian yang dapat dilihat pada gambar 2.
Sumber: PT Pupuk Indonesia, 2012.
Gambar 2. Mekanisme Distribusi Pupuk Bersubsidi
Perhitungan Harga Pokok Penjualan Pupuk Bersubsidi Seperti yang telah dikemukakan pada bahasan sebelumnya, faktor penting yang mempengaruhi HPP pupuk adalah bahan baku gas. Rata-rata kontribusi biaya bahan baku gas terhadap total biaya produksi di lima BUMN Pupuk tahun 2012 adalah 70,56 persen. Kontribusi tersebut semakin tinggi bila dibandingkan dengan total biaya produksi dan penyaluran sampai dengan Lini III yaitu 91,35 persen. Biaya terbesar kedua adalah biaya pegawai rata-rata sebesar 10,08 persen dari biaya produksi pupuk Urea. Rata-rata biaya penyaluran sampai dengan Lini III terhadap total biaya produksi dan penyaluran sampai dengan Lini III pada tahun 2012 adalah sebesar 8,65 persen. Biaya angkut Lini II ke Lini III merupakan biaya terbesar di kelompok biaya penyaluran sampai
dengan Lini III rata-rata 49,13 persen. Biaya angkut Lini II sampai dengan Lini III adalah biaya angkut dari gudang di pabrik pupuk (Lini II) angkut sampai ke gudang distributor pupuk (Lini III). Tabel 4 berikut merupakan komponen HPP yang diusulkan dan disetujui pada APBN 2012. Kelima BUMN produsen pupuk Urea tidak sama dalam pembentukan HPP. HPP pupuk Urea paling besar adalah PT PIM yaitu Rp4.244 per kilogram, sedangkan HPP pupuk Urea terendah adalah PT Pusri Palembang yaitu Rp2.726 per kilogram. Besarnya HPP pupuk Urea sangat dipengaruhi pembelian bahan baku gas. Pembelian harga gas oleh PT PIM dengan menggunakan konversi adalah Rp2.046 per kilogram, sedangkan PT Pusri Palembang membeli dengan harga Rp1.132 per kilogram.
Tabel 4. Struktur Biaya Pupuk Urea Bersubsidi BUMN Pupuk 2012 NO.
URAIAN
1
2
1 Biaya Produksi FOB/FOT a. Biaya Bahan Baku b. Biaya Air Baku c. Biaya Bahan Penolong d. Biaya Pegawai (Gaji & Kesra) e. Biaya Pemeliharaan & Suku Cadang f. Biaya Asuransi, Jasa & Pajak g. Biaya Administrasi & umum h. Biaya Depresiasi & Ammortisasi i. Biaya Bunga & Bank
PIM APBN 2012 3
PSP APBN 2012 5
% 4
2,046,294 68.07 780 0.03 93,274 3.10 291,635 9.70 63,670 2.12 31,297 1.04 52,354 1.74 171,660 5.71 135,299 4.50
% 6
1,132,854 63.12 549 0.03 36,240 2.02 285,606 15.91 59,389 3.31 23,523 1.31 93,550 5.21 61,387 3.42 6,534 0.36
- 22 -
PKC APBN 2012 7
% 8
1,658,003 70.06 1,553 0.07 16,579 0.70 216,305 9.14 21,846 0.92 18,991 0.80 38,501 1.63 93,898 3.97 150,362 6.35
PKG APBN 2012 9
% 10
2,024,857 79.76 1,800 0.07 31,100 1.23 128,297 5.05 53,019 2.09 28,607 1.13 60,075 2.37 82,649 3.26 61,456 2.42
PKT APBN 2012 11
% 12
1,359,087 71.77 24,322 1.28 200,840 10.61 53,198 2.81 35,842 1.89 40,220 2.12 81,588 4.31 12,968 0.68
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Tabel 4. Struktur Biaya Pupuk Urea Bersubsidi BUMN Pupuk 2012 lanjutan 1
2 j. Biaya Kantong & Pengantongan k. Biaya Handling di Pabrik Jumlah Biaya Produksi FOB/FOT Pupuk Urea 2 Biaya Penyaluran s/d Lini III a. Biaya Kapal Curah/Freight Kapal Curah b. Biaya Kapal Kantong/Freight Kapal Kantong c. Biaya Survey d. Biaya Bongkar Muat di Lini II e. Biaya Sewa/Stapel Gudang Lini II f. Biaya Angkut Lini II ke Lini III g. Biaya Pengantongan di Lini I & II h. Biaya Sewa/Stapel Gudang Lini III i. Biaya Administrasi Umum Total Biaya Penyaluran s/d Lini III 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Total Biaya Produksi & Penyaluran s/d Lini III (1+2) Profit Margin 10% Biaya Susut Asuransi Harga Pokok Penjualan /sd Lini III (3+4+5+6) Biaya Penyaluran Lini III ke Lini IV Total Biaya Produksi & Penyaluran s/d Lini IV (7+8) PPN 10 % Harga Pokok Penjualan /sd Lini IV (9+10)
3 113,206 6,554 3,006,023
5
4 3.77 0.22 100
87,854 7,263 1,794,749
6
7
4.90 0.40 100
129,740 20,741 2,366,519
257,553 87.81 19,928 6.79 15,831 5.40
157,823 48.52 29,624 9.11 2,185 0.67 15,939 4.90 2,319 0.71 78,432 24.11 5,709 1.76 1,225 0.38 32,032 9.85
293,312
100
325,288
100
184,698
3,299,335 329,934 2,830 1,769 3,633,868 225,000 3,858,868 385,887 4,244,754
-
2,120,037 212,004 4,521 2,277 2,338,839 140,099 2,478,938 247,894 2,726,831
-
2,551,217 255,122 2,529 2,306 2,811,174 152,000 2,963,174 296,317 3,259,491
8
9
5.48 0.88 100
2,910 1.58 18,357 9.94 92,000 49.81 33,791 18.30 8,013 4.34 29,627 16.04
57,138 9,576 2,538,574
10
11
2.25 0.38 100
74,618 10,945 1,893,628
12 3.94 0.58 100
47,484 58.03 11,820 14.44 6,613 8.08 15,916 19.45
129,900 41.84 31,845 10.26 2,740 0.88 18,293 5.89 4,413 1.42 80,347 25.88 15,929 5.13 5,827 1.88 21,142 6.81
100
81,833
100
310,436
100
-
2,620,407 262,041 1,904 84 2,884,436 154,900 3,039,336 303,934 3,343,269
-
2,204,064 220,406 4,070 2,204 2,430,744 142,500 2,573,244 257,324 2,830,569
-
Sumber: Hasil FGD, diolah 2012.
Struktur Biaya PT PIM Gas merupakan kebutuhan utama untuk memproduksi pupuk terutama jenis Urea bagi PT PIM. Semakin besar produksi pupuk, maka semakin tinggi pasokan gas yang dibutuhkan oleh PIM. Namun, ketersediaan gas semakin lama semakin menipis dan akhirnya dari dua pabrik pupuk yang khusus memproduksi Urea, hanya satu yang berproduksi karena alasan pasokan gas. Begitu pentingnya pasokan gas terhadap kelangsungan operasi pabrik pupuk terlihat dari sudah tidak beroperasinya lagi pabrik pupuk PT Asean Aceh Fertilizer (AAF). Sejak tahun 2000, AAF tidak beroperasi karena tidak terdapat pasokan gas. Hampir sama dengan AAF, PIM pernah setahun tidak dapat beroperasi. PT PIM dapat beroperasi lagi setelah ada kebijakan swap gas dari Pupuk Kaltim. Swap adalah tukar menukar merupakan suatu instrumen derivatif, di mana terdapat dua pihak saling mempertukarkan suatu aliran arus kas (komoditi) dengan aliran arus kas (komoditi) lainnya. Sebelum adanya kebijakan swap gas, kebutuhan gas PIM diperoleh dari Liquid Natural Gas (LNG) Arun. Namun, pasokan gas tersebut akan berakhir sampai dengan penghujung tahun 2014. Diperkirakan, sumur ladang gas di wilayah LNG Arun tidak lagi produktif dalam menghasilkan gas. Pembelian gas melalui swap dikenakan dengan harga internasional gas yang berlaku pada saat kontrak. Rata-rata pembelian gas oleh PIM tahun 2011 melalui swap
adalah USD 8 per million metric british thermal unit (MMBTU). Pasokan gas untuk PIM sejak tahun 2009-2012 adalah 57 Million Metric Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) atau setara dengan 6-7 kargo kapal laut pengangkut gas untuk satu pabrik yang ada di PIM dalam setahun. Gas yang dapat dipenuhi hanya untuk satu pabrik khusus memproduksi Urea, sedangkan sisanya digunakan untuk memproduksi Amonia. Padahal kebutuhan gas untuk dapat digunakan oleh dua pabrik adalah 12 kargo per tahun atau setara 110 MMSCFD. Dalam rangka pembelian gas, PT PIM dikenakan harga internasional dalam pasar spot. Pasar spot (pasar tunai) adalah pasar komoditi atau valas yang dijual secara tunai dengan penyerahan segera. Cara pembelian gas di PIM cukup unik karena pasokan gas dapat diperoleh bukan berdasarkan (based on) kontrak yang cukup panjang (5-20 tahun) sebagaimana yang lazim dilakukan oleh industri yang membutuhkan gas. Bila harga yang ditawarkan oleh produsen gas tinggi pada tahun yang bersangkutan, maka tidak ada pilihan lain PT PIM harus membeli sesuai dengan harga internasional yang berlaku. Hal yang menarik ditemukan dilapangan adalah gas yang dibeli oleh PT PIM justru berasal dari Indonesia. Pasokannya terbatas karena produsen gas telah terikat kontrak jangka panjang dengan negara lain. Konsekuensi dari pembelian gas tiap tahun adalah tidak semua kebutuhan gas untuk kedua pabrik dapat
- 23 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
dipenuhi oleh pemasok gas. PT PIM harus mencari dengan berbagai upaya pasokan gas tersedia agar pabrik tetap beroperasi. Pembelian Gas Bumi tahun 2009 sebesar Rp135,77 miliar naik sebesar 8,57 persen tahun 2010 menjadi Rp147,4 miliar. Pembelian Gas Bumi dapat disetarakan rupiah per ton atau per kilogram (kg) berdasarkan jumlah pupuk Urea yang diproduksi dan disalurkan ke Lini IV. Adapun biaya pembelian Gas Bumi per kilogram tahun 2009 adalah Rp1.797 dan tahun 2010 naik menjadi Rp1.853 per kg. Kenaikan harga Gas Bumi untuk PT PIM terus mengalami peningkatan sampai pada rencana penyediaan pupuk Urea bersubsidi tahun 2012 menjadi Rp2.046 per kg. Kenaikan harga Gas Bumi sebesar 10,46 persen pada tahun 2012 menjadi Rp4.244 per kg dibandingkan tahun 2010 sebesar Rp3.993 per kg. Seiring dengan kenaikan harga minyak mentah internasional yang disebabkan oleh beberapa hal seperti memanasnya
suhu politik dan keamanan Timur Tengah sebagai penghasil minyak dan gas terbesar didunia, perubahan cuaca di beberapa negara Eropa dan Asia yang cukup ekstrim dan berbagai hal lainnya. Kenaikan harga minyak mentah juga ikut mendorong harga gas internasional. Diperkirakan harga gas internasional sekitar USD 10 – 13 per MMBTU atau 10-13 persen dari harga minyak mentah internasional (international crude price/ICP). Bila icp sebesar USD 100 per barel, maka harga gas internasional sekitar USD 10 per MMBTU. Tabel 5 menunjukkan bahwa kenaikan harga gas dari USD 7 per MMBTU menjadi USD 8 per MMBTU pada tahun 2012 akan menaikkan HPP Pupuk Urea Bersubsidi yang sebelumnya diusulkan sebesar Rp4.453.738 per ton atau Rp4.454 per kg naik menjadi Rp4.815.451 per ton atau Rp4.815 per kg. Kenaikan USD 1 harga Gas Bumi akan menyebabkan naiknya HPP Pupuk Urea Bersubsidi sebesar 8,12 persen.
Tabel 5. Dampak Kenaikan Harga Gas Terhadap HPP Pupuk Urea Bersubsidi URAIAN
(Rp.000)
Rp. / Ton
(Rp.000)
Rp. / Ton
(Rp.000)
Rp. / Ton
1
2
3
4
5
6
7
Harga Gas (USD/MMBTU) Produksi Urea (Ton)
6,000 570,000
7,000 570,000
8,000 570,000
Penjualan Sektor Pangan Non Pangan ( Kebun ) Non Pangan ( Ekspor)
454,000 116,000
454,000 116,000
454,000 116,000
Total Produksi
570,000
570,000
570,000
1. BIAYA PRODUKSI FOB/FOT a. Biaya Bahan Baku (Gas Bumi & Toll Fee) b. Biaya Air Baku c. Biaya Bahan Penolong d. Biaya Pegawai (Gaji & Kesra) e. Biaya Pemeliharaan & Suku Cadang f. Biaya Asuransi, Jasa & Pajak g. Biaya Administrasi & umum h. Biaya Depresiasi & Ammortisasi i. Biaya Bunga & Bank j. Biaya Kantong & Pengantongan k. Biaya Handling di Pabrik Jumlah Biaya Produksi FOT Pupuk Urea
837,314,973 413,140 45,866,580 134,611,704 33,396,450 15,784,707 26,852,292 80,033,430 61,823,238 45,840,071 1,480,324 1,283,416,908
1,844,306 910 101,028 296,502 73,560 34,768 59,146 176,285 136,175 100,969 6,267 2,829,916
973,031,917 413,140 45,866,580 134,611,704 33,396,450 15,784,707 26,852,292 80,033,430 61,823,238 45,840,071 1,480,324 1,419,133,852
2,143,242 910 101,028 296,502 73,560 34,768 59,146 176,285 136,175 100,969 6,267 3,128,852
1,108,748,861 413,140 45,866,580 134,611,704 33,396,450 15,784,707 26,852,292 80,033,430 61,823,238 45,840,071 1,480,324 1,554,850,796
2,442,178 910 101,028 296,502 73,560 34,768 59,146 176,285 136,175 100,969 6,267 3,427,788
47,790,150 454,000 7,200,144 3,422,252 91,358,443 15,108,750 964,176 5,806,542
105,265 1,000 15,859 7,538 201,230 33,279 2,124 12,790
47,790,150 454,000 7,200,144 3,422,252 91,358,443 15,108,750 964,176 5,806,542
105,265 1,000 15,859 7,538 201,230 33,279 2,124 12,790
47,790,150 454,000 7,200,144 3,422,252 91,358,443 15,108,750 964,176 5,806,542
105,265 1,000 15,859 7,538 201,230 33,279 2,124 12,790
172,104,457
379,085
172,104,457
379,085
172,104,457
379,085
1,455,521,365
3,209,001
1,591,238,309
3,507,937
1,726,955,253
3,806,873
145,552,137
320,900
159,123,831
350,794
172,695,525
380,687
5. Biaya Susut
1,119,407
2,466
1,119,407
2,466
1,119,407
2,466
6. Asuransi
1,205,982
2,656
1,205,982
2,656
1,205,982
2,656
2. BIAYA PENYALURAN s.d. LINI III a. Biaya Kapal Curah/Freight Kapal Curah b. Biaya Survey c. Biaya Bongkar Muat di Lini I d. Biaya Sewa/Stapel Gudang Lini III e. Biaya Angkut Lini II ke Lini III f. Biaya Pengantongan di Lini I & II g. Biaya Sewa/Stapel Gudang Lini III h. Biaya Administrasi Umum Total Biaya Penyaluran s.d. Lini III 3. Total Biaya Produksi & Penyaluran s.d. Lini III 4. Profit Margin 10%
- 24 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Tabel 5. Dampak Kenaikan Harga Gas Terhadap HPP Pupuk Urea Bersubsid (lanjutan) 1
2
3
4
5
6
7
1,603,398,890
3,535,023
1,752,687,528
3,863,853
1,901,976,167
4,192,682
8. Biaya Distribusi
45,400,000
100,000
45,400,000
100,000
45,400,000
100,000
9. Margin Distributor
15,890,000
35,000
15,890,000
35,000
15,890,000
35,000
22,700,000
50,000
22,700,000
50,000
22,700,000
50,000
1,687,388,890
3,720,023
1,836,677,528
4,048,853
1,985,966,167
4,377,682
168,738,889
372,002
183,667,753
404,885
198,596,617
437,768
1,856,127,779
4,092,025
2,020,345,281
4,453,738
2,184,562,783
4,815,450
7. Harga Pokok Penjualan /sd Lini III
10. Margin Pengecer 11. Total Biaya Produksi & Penyaluran s.d. Lini IV 12. PPN 10 % 13. Harga Pokok Penjualan s.d. Lini IV 14. Harga Pokok Penjualan s.d. Lini IV per kg
4,092
4,454
4,815
Sumber: Hasil survei 2012, diolah.
Bila dibandingkan dengan HPP Pupuk Urea Bersubsidi yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam APBN 2012 sebesar Rp 4.244 per kg, kenaikan harga Gas Bumi menjadi USD 8 per MMBTU tahun 2012 akan menaikkan HPP Pupuk Urea Bersubsidi PT PIM sebesar 13,45 persen. Dengan asumsi HET sebesar Rp. 1.800 per kg dan volume penyaluran sebesar 454.000 ton, maka besaran subsidi 2012 diperkirakan naik menjadi Rp1,37 triliun dari sebelumnya di APBN 2012 sebesar Rp. 1,05 triliun atau naik sekitar 30 persen tahun 2012. Struktur Biaya PT Pusri Palembang Harga gas yang dibeli oleh PT Pusri Palembang merupakan faktor penting dalam pembentuk biaya produksi. Semakin tinggi harga gas bumi akan
meningkatkan biaya produksi PT Pusri Palembang. Hal yang menarik ditemukan dilapang adalah harga gas bumi yang dibeli oleh PT Pusri justru jauh lebih rendah dengan yang dibeli oleh PT PIM. Realisasi HPP Pupuk Urea Bersubsidi di PT Pusri Palembang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini sejalan dengan kenaikan harga gas bumi akibat eskalasi harga sebesar tiga persen setiap tahun dan kontrak yang berakhir pada tahun 2007. HPP Pupuk Urea Bersubsidi tahun 2006 sebesar Rp. 1.765 per kg naik menjadi Rp. 2.027 per kg. Tahun 2008, HPP Pupuk Urea Bersubsidi naik cukup tinggi menjadi Rp. 2.724 per kg. Kenaikan HPP disebabkan naiknya harga gas yang dipasok dari Pertamina EP tahun 2008 sebesar USD 1 per MMBTU.
Tabel 6. Perbandingan HPP Pupuk Urea Bersubsidi Terhadap Harga Gas Bumi 2006-2012 Uraian
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
1.765,67
2.027,20
2.724,41
2.769,12
2.583,57
2.634,34
2.726,83
2,15
2,30
3,30 3,00
3,38 3,07
3,47 3,15
3,55 3,23
3,64 3,31
Sumber: Hasil survei, diolah. 2012 = HPP APBN 2012, 2011 = HPP unaudited, 2006-2010 = HPP audited.
Tabel 6 menunjukkan harga gas yang berasal dari Pertamina EP setiap tahun terus mengalami kenaikan akibat adanya eskalasi sebesar tiga persen dari harga kontrak yang disepakati oleh PT Pusri Palembang dengan Pertamina EP tahun 2006 – 2007. Saat kontrak berakhir pada 31 Desember 2007, harga gas bumi pada tahun 2008 berlaku dengan harga kesepakatan yang baru dengan adanya kenaikan sebesar USD 1 per MMBTU. Kontrak tersebut mencantumkan adanya ketetapan kenaikan harga gas bumi setiap tahun berdasarkan eskalasi sebesar tiga persen sampai dengan 31 Desember 2012.
Kenaikan harga gas bumi sebesar USD 1 per MMBTU tahun 2008 di PT Pusri Palembang menyebabkan naiknya HPP Pupuk Urea Bersubsidi sebesar 34,39 persen. Akibat eskalasi, HPP 2009 naik sebesar 1,64 persen dibandingkan tahun 2008. Tahun 2012, HPP mengalami kenaikan sebesar 3,51 persen dibandingkan tahun 2011. Rata-rata kenaikan harga gas bumi PT Pusri Palembang masih lebih rendah bila dengan dibandingkan dengan kenaikan harga gas bumi bagi PT PIM.
- 25 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Struktur Biaya PT Pupuk Kujang Cikampek Dalam laporan pemeriksaan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap perhitungan subsidi pupuk PT Pupuk Kujang tahun 2009 ditemukan bahwa HPP yang ditetapkan sementara dalam APBN lebih rendah dari realisasi HPP final. Bila HPP sementara lebih tinggi dari HPP final, maka PT Pupuk Kujang memiliki kewajiban segera mengembalikan kelebihan subsidi yang diberikan dalam APBN. Hal yang menarik ditemui dilapang adalah terjadinya pengembalian kelebihan pembayaran subsidi tersebut tidak memiliki dampak yang negatif terhadap penetapan HPP sementara pada tahun berikutnya. Bila HPP sementara lebih rendah dibandingkan HPP final, maka Pemerintah memiliki kewajiban untuk membayar terhadap kekurangan pembayaran subsidi. Misalnya, pemeriksaan subsidi pupuk tahun 2010 dilaksanakan pada Maret 2011 dan hasilnya adalah Pemerintah kurang bayar terhadap pemberian subsidi pupuk sebesar Rp50 miliar kepada PT Pupuk Kujang, maka kekurangan tersebut baru dapat
1
diajukan pada APBN P 2011. Dengan demikian, pembayaran kekurangan subsidi sebesar Rp50 miliar baru dapat dibayarkan paling cepat bulan September 2011. Selama sembilan bulan, PT Pupuk Kujang menanggung biaya beban bunga dari Rp50 miliar dan kesulitan arus kas (cash flow) biaya operasional pengadaan pupuk di tahun 2011. Ada kemungkinan, kekurangan bayar subsidi pupuk dialihkan (carry over) ke APBN 2012 bila tidak mungkin dimasukkan ke dalam APBN P 2011. Temuan lapang menunjukkan pembebanan HPP sementara lebih tinggi dibandingkan realisasi HPP PT Pupuk Kujang adalah untuk menghindari kerugian atau kesulitan cash flow keuangan PT Pupuk Kujang. Alasan lain adalah perhitungan nilai tukar (USD / rupiah) pembelian gas bumi dalam HPP sementara lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi HPP yang dilakukan oleh BPK. Perbandingan HPP sementara yang ditetapkan dalam APBN atau rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) sejak tahun 2005 – 2012 dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. HPP Pupuk PT Pupuk Kujang, 2005 – 2012 (rupiah per kilogram)
Sumber: Hasil survei, diolah. Ket.: *) s.d. Januari 2012
Realisasi HPP Pupuk Urea Bersubsidi di PT Pupuk Kujang cenderung rendah dibandingkan RKAP terutama tahun 2009 dan 2010. HPP sementara PT Pupuk Kujang tahun 2009 sebesar Rp1.987,4 per kilogram, sedangkan realisasinya adalah Rp1.938,5. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2010, HPP sementara adalah Rp2.029,5 per kilogram sedangkan realisasinya sebesar Rp1.814,1 per kilogram. Dan kemungkinan besar hal ini akan terulang pada HPP sementara 2011 yaitu Rp2.004,7 per kilogram, sedangkan HPP final yang diaudit oleh BPK sebesar Rp1.777,2 per kilogram. Kenaikan harga gas bumi sebesar USD 1 per MMBTU tahun 2012 pada PT Pupuk Kujang dari USD 3,63 menjadi USD 4,64 per MMBTU oleh produsen gas yaitu Pertamina ONHWJ dan kenaikan
eskalasi harga gas Pertamina EP dari USD 5,2 menjadi USD 5,66 per MMBTU menyebabkan naiknya HPP Pupuk Urea Bersubsidi sebesar 88,66 persen. Struktur Biaya PT Petrokimia Gresik Hampir sama dengan PT PIM, PT Pusri Palembang, dan PT PKC bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan HPP pupuk di PKG adalah fluktuasi harga gas yang cenderung naik setiap tahunnya yang disebabkan (i) berakhirnya masa kontrak pembelian gas dan (ii) eskalasi harga gas. Selain itu, harga yang ditawarkan oleh masingmasing produsen gas ke PT PKG cenderung tidak sama atau tergantung kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Hasil survei menunjukkan bahwa PT PKG dalam posisi lemah yang tidak memiliki hak
1
APBN P 2011 ditetapkan 10 Agustus 2011 melalui UU APBN P nomor 11 tahun 2011.
- 26 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
tawar atau cenderung akan membeli harga yang ditawarkan oleh produsen gas. Harga yang saat ini berlaku diterima oleh PT PKG sampai tahun 2012 adalah USD 5 – 6 per MMBTU. Berdasarkan kontrak pembelian gas bumi antara PT PKG dengan produsen gas terlihat bahwa perjanjian jual beli gas tersebut memiliki jangka waktu yang cukup pendek yaitu sekitar tiga bulanan dari Pertamina Hulu Energi (PHE). Kontrak KEI-TSB baru diperpanjang sampai dengan 2019. Kontrak JOB-PPEJ berakhir bulan September 2012 dengan harga USD 5,3 per MMBTU. Kontrak LBI berakhir pada Maret 2012 dengan harga USD 5,35 per MMBTU. Adanya perbedaan harga dari masing-masing produsen gas di tahun 2012 mengakibatkan penyesuaian pada HPP pupuk PT PKG. Setiap perubahan harga gas bumi sebesar USD 1 per MMBTU akan meningkatkan HPP Pupuk Urea sebesar 9,41 persen
atau Rp. 365,49 per kilogram. Hal yang sama juga terjadi pada HPP Pupuk ZA yang naik sebesar 5,83 persen atau Rp. 160,11 per kilogram bila harga gas bumi naik sebesar USD 1 per MMBTU. Kenaikan gas bumi sebesar USD 1 per MMBTU juga akan meningkatkan HPP Pupuk Phonska sebesar 1,41 persen atau Rp. 79,61 per kilogram. Perhitungan HPP Pupuk Bersubsidi yaitu Pupuk Urea, pada PT PKG tahun 2010 sebelum pemeriksaan adalah Rp. 2.803 per kilogram. Pada saat pemeriksaan oleh BPK justru terjadi kenaikan HPP Pupuk Urea menjadi Rp. 2.822 per kilogram. Kenaikan tersebut disebabkan adanya selisih kurs biaya pembelian gas bumi Sebaliknya, HPP Pupuk Bersubsidi yaitu Pupuk ZA mengalami penurunan dari Rp. 2.079 per kilogram menjadi Rp. 2.073 per kilogram. Demikian halnya dengan NPK Phonska juga mengalami penurunan dari Rp. 4.588 per kilogram menjadi Rp 4.570 per kilogram. Perhitungan HPP Pupuk Bersubsidi tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Perhitungan HPP Pupuk Bersubsidi PT PKG Tahun 2010 KETERANGAN A.
KUANTUM PENYALURAN ( ton )
B. I.
BIAYA PRODUKSI FOT / FOB Biaya Produksi Dalam Kantong 1. Bahan Baku - Gas Bumi - Bahan Baku Lainnya Jumlah Biaya Bahan Baku 2. Air Baku 3. Bahan Penolong 4. Biaya Gaji dan Kesejahteraan 5. Biaya Pemeliharaan dan Suku Cadang 6. Biaya Asuransi dan Jasa 7. Biaya Overhead, Administrasi & Umum 8. Biaya Penyusutan 9. Biaya Bunga 10. Biaya Kantong & Pengantongan Jumlah Biaya Produksi dalam Kantong 11. Biaya Handling JUMLAH BIAYA PRODUKSI FOT / FOB
UREA Rp./Ton
ZA Rp./Ton
NPK Rp./Ton
267,423.95
754,011.08 1,319,065.06
793,893.39 278,340.10 194,083.39 846,557.75 739,195.70 2,424,630.46 1,640,451.14 1,017,535.80 2,618,713.85 1,953.28 1,232.34 1,018.01 32,553.74 52,247.08 114,993.80 132,068.31 88,483.45 124,522.48 50,406.04 44,316.43 68,558.18 24,198.64 18,273.15 40,031.55 51,114.26 43,876.10 96,803.78 79,348.19 29,061.86 78,131.78 58,011.30 76,512.42 134,334.37 48,292.97 55,375.68 54,311.22 2,118,397.87 1,426,914.30 3,331,419.01 0.88 3,074.56 2,118,398.76 1,426,914.30 3,334,493.57
211,839.88 125,729.37 III. JUMLAH BIAYA PROD. FOT / FOB & PROFIT MARGIN 2,330,238.63 1,552,643.67 II. PROFIT MARGIN 10 %
- 27 -
333,449.36 3,667,942.93
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Tabel 8. Perhitungan HPP Pupuk Bersubsidi PT PKG Tahun 2010 (lanjutan) C. I.
BIAYA DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI Biaya Distribusi s.d Lini III. 1. Biaya Keuangan 2. Biaya Pengangkutan - Freight Kapal Kantong - Biaya Kantong & Pengantongan / UPP - Biaya Kapal Kantong 3. Biaya Assuransi 4. Biaya Susut Biaya Survey 5. Biaya Bongkar / Muat Lini II 6. Biaya Sewa / Stapel Gudang Lini II 7. Biaya Angkut Lini II ke III 8. Biaya Bongkar / Muat Lini III 9. Biaya Sewa / Stapel Gudang Lini III 10. Biaya Overhead / Biaya Pengelolaan 11. Biaya Pengawasan JUMLAH BIAYA DISTRIBUSI s.d Lini III
II. Biaya Distribusi Lini III s.d Lini IV. 1. Biaya Distribusi Lini III s.d Lini IV JUMLAH Biaya Distribusi Lini III s.d Lini IV JUMLAH BIAYA DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI D.
HARGA POKOK PENJUALAN LINI IV. 1. HARGA POKOK PENJUALAN 2. PPN 10% HARGA POKOK PENJUALAN LINI IV.
329.77 2,754.13 8,112.18 79.46 1,742.19 45,509.98 14,362.97 11,935.00 35,061.84 818.02 120,705.54
44,282.10 1,032.37 19,013.13 86,521.12 15,910.41 10,415.00 30,652.25 798.17 208,624.53
82,434.84 4,380.76 29,047.96 110,992.06 13,596.84 23,199.26 65,291.19 1,599.24 330,542.16
114,863.17 114,863.17 235,568.71
124,003.66 124,003.66 332,628.19
156,273.21 156,273.21 486,815.37
2,565,807.34 1,885,271.86 4,154,758.29 256,580.73 188,527.19 415,475.83 2,822,388.07 2,073,799.05 4,570,234.12
Keterangan : - HPP Pupuk Petroganik Audited BPK rata-rata eks produksi sendiri dan eks luar. 69%
- % Gas Alam terhadap Biaya Produksi FOT/FOB
48%
13%
- Harga Amoniak eks Luar = US$ 410,18 / Ton Sumber: Hasil survei 2012, diolah.
Perhitungan HPP Pupuk Bersubsidi jenis Pupuk Urea, pada PT PKG tahun 2011 sebelum pemeriksaan adalah Rp. 3.521 per kilogram. HPP Pupuk Urea bersubsidi tahun 2011 naik sebesar 24,77 persen dibandingkan tahun 2010. Kenaikan tersebut disebabkan naiknya harga gas bumi (harga dan eskalasi). HPP Pupuk Bersubsidi yaitu Pupuk ZA mengalami kenaikan sebesar 26,24 persen pada tahun
2011 dibandingkan tahun 2010. Adapun kenaikan HPP Pupuk ZA menjadi Rp. 2.618 per kilogram. Demikian halnya dengan HPP Pupuk Bersubsidi jenis Pupuk NPK Phonska juga mengalami peningkatan sebesar 13 persen dibandingkan tahun 2010 yaitu menjadi Rp. 4.970 per kilogram. Perhitungan HPP Pupuk Bersubsidi tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini.
- 28 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Tabel 9. Perhitungan HPP Pupuk Bersubsidi PT PKG Tahun 2011 KETERANGAN A.
KUANTUM PENYALURAN ( ton )
B.
BIAYA PRODUKSI FOT / FOB 1. Biaya Produksi Dalam Kantong a. Bahan Baku - Gas Bumi - Bahan Baku Lainnya Jumlah Biaya Bahan Baku b. Biaya Air Baku c. Biaya Bahan Penolong d. Biaya Pegawai e. Biaya Pemeliharaan dan Suku Cadang f. Biaya Asuransi dan Jasa g. Biaya Administrasi & Umum h. Biaya Depresiasi & Amortisasi i. Biaya Bunga dan Bank j. Biaya Kantong & Pengantongan k. Biaya Handling Pabrik Jumlah Biaya Produksi FOT / FOB (1)
UREA Rp./Ton
ZA Rp./Ton
306,819.60
942,415.90
NPK Rp./Ton 1,556,280.64
890,676.73 246,555.50 184,717.33 1,285,855.14 1,188,495.96 2,716,803.98 2,176,531.87 1,435,051.46 2,901,521.31 2,026.63 1,057.09 1,248.97 38,836.44 49,607.20 132,745.35 163,537.11 100,697.99 158,213.46 64,845.36 43,292.48 73,780.69 26,368.93 28,671.45 60,077.15 62,040.22 45,650.06 89,815.39 71,558.24 39,549.64 82,826.28 34,041.78 44,770.78 80,067.07 48,023.16 64,693.04 68,045.83 0.00 36.24 2,687,809.74 1,853,041.20 3,648,377.74
2. By Penyaluran sampai dengan Lini III terdiri dari: a. Biaya Kapal Curah/Freight Kapal Curah b. Biaya Kapal Kantong/Freight Kapal Kantong c. Biaya Survey d. Biaya Bongkar / Muat Lini II e. Biaya Sewa / Stapel Gudang Lini II e. Biaya Angkut Lini II ke III f. Biaya Bongkar / Muat Lini III g. Biaya Sewa / Stapel Gudang Lini III h. Biaya Administrasi dan Umum Jumlah Biaya Penyaluran sd Lini III ( 2 )
365.96 64.78 47,922.35 13,208.30 8,670.01 36,874.77 107,106.16
57,586.03 20,848.74 1,459.92 86,273.50 14,761.04 4,964.94 26,610.06 212,504.23
102,320.01 30,448.47 100,898.72 15,639.95 12,631.28 52,118.43 314,056.85
3. Ttl By Prod FOT/FOB + By Penyaluran sd Lini III (1+2)
2,794,915.90
4. Profit Margin 10% (Prod Sendiri) & 3% Eks Luar Jmlh By Produksi FOT/FOB & Profit Margin (3+4)
279,491.59 171,001.77 396,243.46 3,074,407.49 2,236,547.20 4,358,678.05 -
5. Biaya Susut
2,065,545.43 3,962,434.59
6. Biaya Penyaluran Lini III ke Lini IV
127,043.10
142,627.07
156,911.55
7. Asuransi Jmlh By Distribusi Lini III s.d Lini IV. (2+5+6+7)
21.38 234,170.65
828.71 355,960.01
3,314.61 474,283.01
HARGA POKOK PENJUALAN LINI IV. 8. HARGA POKOK PENJUALAN (3+4+5+6+7)
3,201,471.98 2,380,004.42 4,518,904.20
9. PPN 10% dari Total By Prod + Penyaluran s.d Lini IV HARGA POKOK PENJUALAN LINI IV. (8+9)
320,147.20 238,000.44 451,890.42 3,521,619.18 2,618,004.86 4,970,794.62
Keterangan : - % Gas Alam terhadap Biaya Produksi FOT/FOB
72%
- Harga Amoniak eks Luar = US$ 573,67 / Ton Sumber: Hasil survei 2012, diolah.
- 29 -
49%
13%
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Tahun 2012, pembelian gas bumi mengalami kenaikan karena berakhirnya kontrak. Oleh karena itu, gas bumi yang dipasok ke PT PKG mengalami penyesuaian dengan mengikuti harga yang ditawarkan produsen gas. Harga gas bumi yang dijual mengacu kepada harga gas internasional dengan mengurangi biaya transportasi dan lain-lain. Berdasarkan simulasi
perhitungan yang disusun, dampak kenaikan harga gas tahun 2012 sebesar USD 2 per MMBTU mengakibatkan naiknya HPP Pupuk Urea sebesar Rp. 703,17 per kilogram atau 18,1 persen, HPP Pupuk ZA sebesar Rp. 302,03 per kilogram atau 11 persen dan HPP Pupuk Phonska sebesar Rp. 153,16 per kilogram atau 2,72 persen.
Tabel 10. Dampak Kenaikan Harga Gas Terhadap HPP Pupuk Bersubsidi 2012 (Rupiah/Ton) No. 1.
PUPUK UREA
Komponen HPP
Sebelum Biaya Produksi FOT/FOB - Biaya Bahan Baku Gas Alam - Biaya Bahan Baku Non Gas Alam - Biaya Bahan Penolong - Biaya Non Bahan Baku & Penolong Jumlah Biaya Produksi FOT/FOB
Setelah
2,068,694 2,649,829 319,222 319,222 35,612 35,612 577,676 577,676
PUPUK ZA Sebelum
Setelah
PUPUK PHONSKA Sebelum
Setelah
906,253 1,160,836 450,587 577,165 727,804 727,804 3,225,923 3,225,923 37,037 37,037 70,576 70,576 326,230 326,230 466,610 466,610
3,001,204 3,582,339 1,997,324 2,251,907 4,213,696 4,340,274
2. 3. 4. 5. 6.
Biaya Penyaluran s.d Lini III Jumlah Biaya Penyaluran s.d Lini III Profit Margin Biaya Penyaluran Lini III ke Lini IV PPN 10%
99,544 195,677 195,677 295,118 295,118 99,544 3,100,748 3,681,883 2,193,001 2,447,584 4,508,814 4,635,392 368,189 172,237 192,232 450,881 463,539 310,075 120,606 131,140 0131,14 168,280 168,280 120,606 417,068 249,638 277,096 512,798 526,721 353,143
7.
Harga Pokok Penjualan s.d Lini IV
3,884,573 4,587,746 2,746,016 3,048,052 5,640,773 5,793,933
% Gas Alam terhadap Total HPP
69%
74%
Dampak thd Kenaikan Subsidi (Rp Juta) Total Kenaikan Subsidi (Rp. Juta)
221,500
45%
52% 302,036
11%
13% 374,310 897,846
Sumber: Hasil survei 2012, diolah. Ket. Kenaikan harga gas bumi dari USD 5,5 per MMBTU menjadi USD 7,25 per MMBTU.
Struktur Biaya PT Pupuk Kaltim HPP penyediaan pupuk bersubsidi di PT Pupuk Kaltim sangat dipengaruhi bahan baku terutama gas bumi. Setiap terdapat perubahan formula akibat berakhirnya masa kontrak pembelian gas bumi, maka kemungkinan besar harga gas bumi atau gas alam yang dibeli meningkat dibandingkan harga gas dalam kontrak sebelumnya. Harga gas yang berlaku saat ini di Pabrik Pupuk Kaltim 1 sampai dengan Pabrik Pupuk Kaltim 5 menggunakan formula dengan harga terendah USD 5,75 per MMBTU. Harga tersebut dapat berubah sesuai dengan komponen atau faktor-faktor pembentuk perubahan harga akibat naik turunnya variabel harga minyak, harga amoniak dan harga urea internasional (ekspor) baik secara bulanan maupun triwulanan. Perubahan formula beberapa variabel harga secara bulanan dan triwulanan akan mempengaruhi harga gas yang dipasok ke masing-masing pabrik PT PKT. Walaupun masa kontrak pasokan memiliki jangka waktu panjang, harga gas memiliki jangka waktu yang cukup pendek yaitu bulanan dan triwulanan
tergantung dari kesepakatan masing-masing pabrik PT PKT. Pabrik Kaltim 1-2 dan Kaltim 4 mengalami fluktuasi harga setiap triwulan karena perubahan harga Urea, Amoniak (NH3) dan harga international crude price (ICP) yang dijual atau diekspor oleh PT Pertamina. Perhitungan HPP Pupuk Urea Bersubsidi pada PT PKT tahun 2008 sebelum pemeriksaan BPK adalah Rp. 4.052 per kilogram. Setelah dilakukan pemeriksaan justru HPP menurun menjadi Rp. 3.716 per kilogram. Penurunan HPP tersebut disebabkan harga gas menurun seiring dengan menurunnya ICP mendekati USD 50 per barel. Selain itu, dampak krisis ekonomi global ( subprime mortgage ) yang diperkirakan berimbas ke negara-negara lain tidak sampai berdampak ke negara-negara berbasis industri. Akibat overestimate perhitungan HPP tahun 2008, tahun 2009 perhitungan HPP sementara turun menjadi Rp. 2.623 per kilogram. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan justru mengalami kenaikan sedikit menjadi Rp. 2.740 per kilogram. HPP sementara Pupuk Urea Bersubsidi yang ditetapkan dalam APBN 2010 adalah Rp. 2.655.316
- 30 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
per ton atau Rp. 2.655 per kilogram. Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK HPP mengalami kenaikan menjadi atau Rp. 2.695 per kilogram. HPP
sementara pupuk bersubsidi NPK yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah Rp. 4.222 per kilogram (lihat tabel 11).
Tabel 11. HPP Pupuk Bersubsidi PT PKT 2009-2010 2009 Unaudited Audited
2010 Unaudited Audited
UREA Volume Penyaluran HPP Per Ton
1,592,789 1,606,591 1,435,004 1,436,163 2,623,526 2,740,231 2,655,316 2,695,75
NPK BLEND Volume Penyaluran HPP Per Ton
50,936 54,049 93,646 4,524,304 4,772,904 4,222,253
ZEORGANIK Volume Penyaluran HPP Per Ton
6,789 7,482 21,444 21,500 1,610,637 1,605,704 1,486,801 1,479,317
93,027 4,236,04
Sumber: PT PKT, 2012.
Penyebab perbedaan HPP realisasi berdasarkan LHP dengan HPP sementara yang ditetapkan dalam APBN antara lain: (i) harga gas. Karena komponen gas dalam HPP pupuk hampir 60 persen dari total HPP pupuk dan sebagian harga gas memakai formula yang ditentukan secara periodik (bulanan/triwulanan) (ii) kurs. Karena sebagian biaya dalam bentuk mata uang dollar, termasuk biaya gas, (iii) distribusi. Karena ketersediaan dan kapasitas transportasi ke daerah tujuan terbatas, adanya pertimbangan skala pengiriman, dan jaminan stock, dan (iv) volume produksi. Karena semakin tinggi produksi, maka biaya tetap akan terserap ke beberapa produk. Dalam menyusun HPP pupuk bersubsidi tahun 2012, beberapa asumsi dan parameter yang digunakan berdasarkan perhitungan realisasi sampai dengan Juni 2011, sehingga asumsi dan parameter yang digunakan
tidak sesuai (relevan) dengan perhitungan realisasi baik secara bulanan maupun triwulanan di tahun 2012. Cepatnya perubahan asumsi dan parameter 2012 disebabkan beberapa hal yaitu: (i) kenaikan harga bahan baku gas bumi, bahan baku impor dan bahan penolong dan (ii) kenaikan tarif upah tenaga borongan (UMK/UMR) di masing-masing wilayah sekitar 10 persen. Berdasarkan formula pembelian gas yang disepakati, terlihat bahwa harga gas yang berasal dari produsen gas yang memasok Pabrik Kaltim 1-5 akan mengalami kenaikan akibat adanya kenaikan ICP baik secara bulanan maupun triwulan. Kenaikan harga gas bumi akibat naiknya harga variabel atau komponen dalam formula yang disepakati oleh PT PKT dengan produsen menyebabkan terjadinya kenaikan HPP pupuk pada PT PKT (lihat tabel 12).
Tabel 12. HPP Pupuk Urea Bersubsidi APBN 2012 & Usulan Perubahan HPP PT PKT NO. 1 1.
URAIAN 2
APBN 2012 APBN P 2012 USULAN 3 4 2,046,294 2,442,178 780 910 93,274 101,028 291,635 296,502 63,670 73,560 31,297 34,768 52,354 59,146 171,660 176,285 135,299 136,175 113,206 100,969 6,554 6,267 3,006,023 3,427,788
BIAYA PRODUKSI FOB/FOT a. Biaya Bahan Baku b. Biaya Air Baku c. Biaya Bahan Penolong d. Biaya Pegawai e. Biaya Pemeliharaan & Suku Cadang f. Biaya Asuransi & Jasa g. Biaya Overhead & Administrasi Umum h. Biaya Depresiasi & Ammortisasi i. Biaya Bunga & Bank j. Biaya Kantong & Pengantongan k. Biaya Handling di Pabrik
Jumlah Biaya Produksi FOT Pupuk Urea
- 31 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Tabel 12. HPP Pupuk Urea Bersubsidi APBN 2012 & Usulan Perubahan HPP PT PKT (lanjutan) 1 2.
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
2
3
BIAYA PENYALURAN S/D LINI III a. Biaya Kapal Curah/Freight Kapal Curah b. Biaya Kapal Kantong/Freight Kapal Kantong c. Biaya Survey d. Biaya Bongkar Muat di Lini II e. Biaya Sewa/Stapel Gudang Lini II f. Biaya Angkut Lini II ke Lini III g. Biaya Pengantongan di Lini I & II h. Biaya Sewa/Stapel Gudang Lini III i. Biaya Administrasi Umum Total Biaya Penyaluran s/d Lini III Total Biaya Produksi & Penyaluran s/d Lini III Profit Margin 10% Biaya Susut Asuransi Harga Pokok Penjualan /sd Lini III Biaya Distribusi Total Biaya Produksi & Penyaluran s/d Lini IV PPN 10 % Harga Pokok Penjualan /sd Lini IV
4
257,553 19,928 15,831 293,312
105,265 1,000 15,859 7,538 201,230 33,279 2,124 12,790 379,085
3,299,335 329,934 2,830 1,769 3,633,868 225,000
3,806,873 380,687 2,466 2,656 4,192,682 225,000
3,858,868 385,887 4,244,754
4,417,682 441,768 4,859,451
Sumber: Hasil survei 2012, diolah.
V. SIMPULAN DAN SARAN Biaya bahan baku yaitu pembelian gas bumi merupakan biaya terbesar dalam memproduksi pupuk yaitu sekitar 65 persen dari total biaya produksi. Semakin tinggi harga gas bumi akan mengakibatkan kenaikan HPP pupuk secara signifikan. Kenaikan USD 1 per MMBTU gas bumi (gas alam) akan meningkatkan HPP pupuk Urea rata-rata sebesar 9-10 persen, HPP Pupuk ZA 5-6 persen, dan HPP pupuk NPK sebesar 1-2 persen. Kenaikan USD 1 harga Gas Bumi akan menyebabkan naiknya biaya bahan baku secara proporsional sebesar 13,95 persen Kenaikan harga gas bumi sebesar USD 1 per MMBTU tahun 2012 pada PT Pupuk Kujang dari USD 3,63 menjadi USD 4,64 per MMBTU oleh produsen gas yaitu Pertamina ONHWJ dan kenaikan eskalasi harga gas Pertamina EP dari USD 5,2 menjadi USD 5,66 per MMBTU menyebabkan naiknya HPP Pupuk Urea Bersubsidi sebesar 88,66 persen. Tidak dapat dipungkiri bahwa bahan baku utama pengadaan pupuk adalah gas bumi. Oleh karena itu, sudah sepatutnya Pemerintah menjaga kelangsungan produsen pupuk dengan menyediakan gas bumi sesuai dengan kebutuhan pabrik. Bila harga gas bumi yang ditawarkan produsen mendekati harga gas internasional dapat diperhitungkan selisih netto antara
penerimaan negara bukan pajak dan penerimaan pajak dari sektor gas bumi terhadap subsidi yang diberikan kepada produsen pupuk. Untuk itu, perlu dikaji manfaat dan biaya (cost benefit) pemberian subsidi yang semakin besar karena harga gas bumi sesuai dengan harga gas internasional terhadap PNBP dan penerimaan pajak dari sektor minyak dan gas. BP Migas memperkirakan pendapatan negara bertambah 1 miliar dollar AS (setara Rp 9 triliun) dalam 10 tahun ke depan atau periode 2012-2022 akibat kenaikan harga jual gas bumi dari Blok Natuna B yang dioperasikan ConocoPhillips ke Duyong, Malaysia. Kenaikan harga gas bumi tersebut hampir dua kali lipat yaitu sebelumnya USD 3,1 per MMBTU naik menjadi USD 6 per MMBTU. Selain gas bumi, perlu dikaji alternatif pasokan gas dari energi lain untuk produsen pupuk. Energi tersebut dapat berasal dari gas metana batubara. Ketersediaan gas tentu saja akan habis pada waktunya karena sifat gas yang unrenewable resources. Oleh karena itu ketergantungan terhadap sumber daya alam energi hendaknya tidak terbatas pada minyak dan gas. Peran pemerintah sangat diharapkan bagi industri pupuk nasional dalam mengatasi permasalahan yang terkait dengan jaminan ketersediaan gas dan persoalan harga gas bagi produsen pupuk. Pemerintah tengah
- 32 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
berupaya untuk meninjau ulang kebijakan alokasi gas dan penentuan harga gas bagi produsen pupuk nasional. Agar industri pupuk mendapatkan jaminan pasokan gas bumi secara jangka panjang sesuai dengan kebutuhan pabrik, maka harga gas bumi diatur oleh Pemerintah sesuai dengan kemampuan beli produsen pupuk. Dalam rangka konversi gas bumi ke batubara sebagai pembangkit listrik di pabrik, maka diharapkan pasokan dan harga batubara tidak menjadi sesulit gas bumi saat ini. Diperlukan upaya penghematan gas bumi untuk bahan bakar, diantaranya dengan melaksanakan konversi gas bumi dengan batubara untuk pembangkit listrik & sarana pendukung lainnya (utilitas) sehingga gas bumi dapat difokuskan untuk digunakan sebagai bahan baku (feed stock). Saat ini sedang dilakukan konversi gas sebagai pembangkit listrik dengan menggunakan batubara sehingga gas yang disuplai oleh produsen gas hanya akan digunakan sebagai feed stock dan sedang diusahakan pembuatan pabrik baru dengan menggunakan batubara sebagai tenaga pembangkit berkapasitas 3 x 32 MW dengan kebutuhan listrik sebanyak 77 MW. Dalam proses penerbitan ijin penambangan gas, perlu dipertimbangkan porsi alokasi gas hasil produksi untuk kebutuhan produsen pupuk sehingga dapat
mendukung upaya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi nasional. Perlu dilakukan alokasi dan optimalisasi gas untuk mendorong ketahanan pangan nasional. Usulan ke depan terkait dengan pengembangan industri pupuk adalah: (i) pola subsidi harga tetap dipertahankan, (ii) penetapan kebutuhan pupuk bersubsidi yang rasional, (iii) pencairan subsidi yang cepat, dan (iv) dukungan Pemerintah untuk mendapatkan kontrak gas jangka panjang dengan harga yang wajar. Indonesia merupakan produsen gas alam terbesar tetapi banyak yang diekspor dalam jangka panjang sehingga 30% DMO menjadi rebutan sehingga perlu kebijakan yang lebih jelas yang memihak pada pengguna gas di dalam negeri karena multiplier effect dan nilai tambahnya akan lebih tinggi daripada hanya sekedar mengejar keuntungan dari penerimaan ekspor gas ke LN. Produsen pupuk menginginkan kontrak gas berjangka panjang, harga gas wajar, dan kuntitas sesuai kebutuhan. Pola subsidi yang menjamin kelangsungan perusahaan dan jaminan pasokan pupuk ke petani. Produsen seharusnya memperoleh margin yang cukup untuk menjaga kelangsungan bisnis dan untuk mengembangkan perusahaan. Dalam pola subsidi gas, produsen nyaris tidak memperoleh margin bahkan merugi karena tingginya biaya distribusi.
DAFTAR PUSTAKA Alimoeso, Sutarto. 2010. Ketersediaan Pupuk 2010-2014 dan Subsidi Pupuk. Majalah Pangan, Vol. 19 No. 1 Maret 2010. Kariyasa, K., 2004. Usulan Tingkat Subsidi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang Relevan serta Perbaikan Pola Pendistribusian Pupuk di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian, 2 (3): 277-287 Kementerian Keuangan. 2011. Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran, Dan Pertanggungjawaban Subsidi Pupuk. PMK nomor 94/PMK.02/2011. Kementerian Pertanian. 2012. Komponen Harga Pokok Penjualan Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian. Permentan 01/Permentan/SR.130/1/2012. Kementerian Pertanian. 2011. Kebutuhan Dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2011. Permentan nomor 22/Permentan/SR.130/4/2011. Kompas [Jakarta]. Penerimaan Negara Bertambah Rp9 Triliun dari Blok Natuna B Gas, 15 Maret 2012. Kompas [Jakarta]. Benahi Struktur Harga Gas, 10 Januari 2012. Kontan [Jakarta]. BUMN Pupuk Tidak Pisahkan Biaya Produksi Pupuk Subsidi dan Komersial. 22 Juni 2011. Marisa, Suhaila. 2011. Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Padi: Studi Kasus Kabupaten Bogor. Skripsi. IPB. Bogor.
- 33 -
Tahun XXIII, No. 3 Desember 2013
Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Media Serambi Indonesia. 2012. PT Arun Jadi Terminal Penampungan Gas di Tahun 2012. 1 Agustus 2011. http://www.aceh.tribunnews.com, Nugroho, Hanan. 2004. Pengembangan Industri Hilir Gas Bumi Indonesia: Tantangan dan Gagasan. Perencanaan Pembangunan No. IX/04 September 2004. Jakarta, Bappenas. PT Petrokimia Gresik (Petrogres). 2012. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) PT Petrokimia Gresik tahun 2010 dan 2011. PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). 2012. Profil Perusahaan dari PT PIM. http://www.pim.co.id. PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). 2012. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) PT PIM tahun 2009 dan 2010. PT Pupuk Sriwijaya Palembang (Pusri Palembang). 2012. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) PT Pusri Palembang tahun 2010 dan 2011. PT Pupuk Sriwijaya Palembang (Pusri Plembang). 2012. Produksi dan Volume Distribusi Pupuk PT Pusri Palembang 2005 – 2012. PT Pusri (Holding Company). 2012. Komponen HPP Pupuk Bersubsidi pada Produsen-Produsen Pupuk tahun 2012. PT Pusri (Holding Company). 2012. Persentase Biaya Gas Terhadap Biaya Produksi Amonia dan Urea tahun 2007 – 2012. PT Pupuk Kujang. 2012. Produksi dan Volume Distribusi Pupuk PT Pupuk Kujang Cikampek 2005 – 2012. PT Pupuk Kujang. 2012. Kapasitas Produksi Pupuk PT Pupuk Kujang Cikampek 2005 – 2012. PT Pupuk Kaltim. 2012. Kapasitas dan Realisasi Produksi Pupuk Urea dan NPK PT Pupuk Kaltim 2005 – 2011. PT Pupuk Kaltim. 2012. Volume Pasokan Gas PT Pupuk Kaltim 2005 – 2011. PT Pupuk Kaltim. 2012. HPP Pupuk Bersubsidi PT Pupuk Kaltim 2009 – 2010. Samosir, Agunan. 2010. Pengembangan Model Dampak Subsidi Pertanian Terhadap Tanaman Pangan dalam Bunga Rampai Hasil Penelitian PKAPBN 2009, LIPI Press. Suhaila, Marisa. 2011. Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Padi: Studi Kasus: Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 2011.
- 34 -