B A B IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. 1.
Deskripsi Obyek Penelitian Letak dan Keadaan Geografis Kota Manado
Kota Manado terletak diujung utara Pulau Sulawesi. Secara geografis kota Manado terletak antara 1030'–10.40' Lintang Utara dan 1240.40’–1260.50' Bujur Timur. Sebagai suatu wilayah administratif pemerintahan, kota Manado berbatasan : •
Sebelah Utara dengan Kecamatan Wori (Kabupaten Minahasa Utara) dan Teluk Mana;
•
Sebelah Timur, berbatasan dengan Kecamatan Dimembe;
•
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pineleng;
•
Sebelah Barat, berbatasan dengan Teluk Manado/Lauat Sulawesi.
Luas Wilayah kota Manado sebelum adanya perluasan wilayah adalah 2.369 ha atau sekitar 0,09 % dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Utara yaitu 27.515 kilometer persegi. Kemudian dengan Peraturan Pemerintah RI nomor 22 tahun 1988 tentang perubahan batas wilayah kota Daerah Tingkat II Manado dan Kabupaten Daerah Tingkat II Minahasa, maka luas wilayah kota Manado menjadi kurang lebih 15.726 ha (0,57 %) luas Sulawesi Utara atau sekitar 157,26 kilometer persegi. Dengan demikian maka luas wilayah kota Manado
lebih kecil kedua setelah Kabupaten Daerah Tingkat II Sangihe Talaud (± 0,24 %) dari luas wilayah Propinsi Dati I Sulawesi Utara. Kemudian setelah dilakukan penyesuaian pemekaran Kecamatan dari 5 menjadi 9 Kecamatan, maka luas wialayah kota Manado menjadi ± 157,88 Km2 (lihat Tabel 5). Tabel 5 Luas Kota Manado Menurut Kecamatan
! " "
#
$
! # %
# &
'
# $(
% ) *) +)
! #
'
$! $$ #! ##
% ,
!( # ( ! # $
Sumber : Anonimous (2002)
Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa Kecamatan Mapanget mempunyai luas wilayah lebih dari sepertiga (± 37 %) dari luas keseluruhan kota Manado, sementara Kecamatan yang paling kecil adalah Sario dengan luas wilayah hanya sebesar ± 2 Km2 atau hanya sekitar 1,22 % dari luas wilayah Kota Manado. 2.
Keadaan Alam
Kota Manado adalah daerah yang beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata berkisar 260C - 280C. Dengan curah hujan tahunan berkisar antara 1,264 mm – 3,928 mm, dengan rata-rata pertahun mencapai 3,072 mm, dengan bulan paling kering adalah bulan Juli dan terbasah pada bulan Januari. Sedangkan musim
kering berlangsung bersamaan dengan datangnya angin tenggara yang kering dari dataran Australia dari bulan Juli sampai Oktober. Daerah inipun memiliki daerah perbukitan dengan sebagian dataran rendah disekitar pantai. Dengan interval ketinggian dari permukaan laut rata-rata (mean sea level) berkisar antara 0 - 100 meter. Kemiringan tanah berkisar antara 0 - 40 % lebih, dengan kemiringan 25 - 40 %. Kawasan terbangun adalah kawasan dengan kemiringan 0 - 15 % berupa tanah pemukiman, jasa, perdagangan dan industri. Sedangkan kondisi topografi ditandai oleh karakteristik dataran vulkanik. Daerah ini juga dikelilingi oleh barisan gunung api muda seperti : Gunung Lokon, Gunung Mahawu, Gunung Soputan, Gunung Tumpa dan Gunung Klabat. Kota Manado memiliki morfologi yang berbentuk umumnya bergelombang dan berbukit rendah, hal ini dapat dilihat antara lain : -
Di wilayah Manado bagian utara morfologinya berbukit sampai bergunung, dengan ketinggian ± 550 meter pada puncak Gunung Tumpa, sementara di bagian selatan timur umumnya bergelombang landai sampai curam dengan ketinggian 150 - 200 meter di atas permukaan laut.
-
Manado bagian tengah, bermorfologi semakin landai dan rata dengan bukit-bukit dengan ketinggian berkisar antara 30 - 50 meter di atas permukaan laut dan memiliki lembah yang amat curam namun cukup luas yang dimanfaatkan untuk perumahan.
-
Pada bagian selatan Kota, punggung-punggung bukit semakin melebar dan menjalar lebih panjang. Karena memiliki puncak yang lebih mendatar dan luas maka juga dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman penduduk.
-
Sedangkan pulau Manado tua adalah gunung berapi muda dengan ketinggian lebih dari 750 meter di atas permukaan laut. Selain itu Pulau Bunaken dan Siladen merupakan pulau-pulau yang morfologinya bergelombang dengan puncak setinggi 200 meter di atas permukaan laut.
Kota Manado juga memiliki landscape atau panorama yang ditampilkan oleh unsur-unsur fisik yang dapat dilihat dari kekayaan topografinya yang terlentang dari tepi pantai (100 meter di atas permukaan laut), sampai pada punggung-punggung bukit setinggi rata-rata 50 - 100 meter yang terdapat di tengah Kota. Sedangkan titik-titik permukaan tanah yang tertinggi dalam wilayah kota Manado terdapat di gunung/pulau Manado tua (750 M) dan
± 550 M di
gunung Tumpa pada perbatasan dengan Kabupaten Minahasa di sebelah utara. Kondisi topografi ini membentuk kota Manado sebagai arena pementasannya. 3.
Keadaan Penduduk dan Tenaga Kerja Penduduk kota Manado dari tahun ke-tahun mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Berdasarkan data terakhir (tahun 2002) tercatat sebanyak 395.515 jiwa yang tersebar di 9 (sembilan) wilayah Kecamatan. Sedangkan jumlah Rumah Tangga sebanyak 91.451 untuk kurun waktu yang sama sehingga rata-rata jumlah jiwa per rumah tangga mencapai 4,32 yang jauh dibawah rata-rata jumlah jiwa per rumah tangga pada tahun 2000. Selengkapnya terlihat pada tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Jumlah Desa/Kelurahan, Rumah Tangga, Penduduk dan Penduduk Per Rumah Tangga Dirinci Per Kecamatan Di Kota Manado
-
'
+)
,
.)
)
,
) , ! ! " $ "
(
# ! # %
(
# &
'
# $(
% # ) *) +
' % 1 2 3
# # # #
$! $$ #! 0## 0## 0##
(# # !
# $ ( #( ( $ ( $ # (( #
+)
, /)/)% ( # # !( ! ( ( ( ( $ $$ ! $ ( #$ ! !#!## ! $
/)/)% . $ $ # $ # $! $! $ $$ $ ! $ $! $($ !#
/)/)% ! ( 0 !!$ 0# (# 0 $!#0 $!$$0 # ( 0! $ #0# 0! $( 0 0 $! 0 ! !0
Sumber : Anonimous (2002)
Apabila dicermati tabel 6 diatas, maka dapat diperoleh gambaran bahwa rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun dapat mencapai 3,74 %, dimana angka ini jauh diatas rta-rata Sulut, yakni sebesar 2,3 % untuk kurun waktu yang sama. Sementara itu, tingkat kepadatan penduduk kota Manado dirinci per Kecamatan, ternyata bahwa Sario merupakan Kecamatan yang paling padat penduduknya, yakni rata-rata sebanyak 13.341 jiwa per km2, menyusul Kecamatan Tuminting dengan rata-rata per Km2 sebanyak ± 11.057 jiwa. Sebelum adanya pemekaran wilayah Kecamatan (masih 5 Kecamatan), ternyata Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Wenang yang merupakan pusat kota Manado, di mana terjadi penumpukan penduduk sebagai akibat dari adanya urbanisasi dari beberapa daerah, seperti Gorontalo, Makassar dan jawa. Kebanyakan mereka yang datang ke Manado adalah para pekerja disektor informal, terutama pedagang kaki lima. Dalam rangka mengatasi tingkat penyebaran penduduk yang belum merata, pemerintah Daerah mengupayakan berbagai cara (kebijakan) untuk mengantisipasi hal ini, antara lain
melalui pengembangan wilayah-wilayah yang masih rendah tingkat kepadatannya dengan cara-cara sebagai berikut : -
Pengembangan pemukiman di Kecamatan Malalayang, Kecamatan Mapanget dan Kecamatan Molas;
-
Pengembangan obyek Pariwisata di Kecamatan Molas, Kecamatan Malalayang dan Kecamatan Mapanget;
-
Pengembangan fasilitas terminal antar kota di Kecamatan Malalayang dan Kecamatan Mapanget;
-
Pengembangan industri di Kecamatan Mapanget.
Dengan melalui upaya-upaya pengembangan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merangsang sekaligus menjadikan mobilisasi penduduk dari wilayah-wilayah yang padat penduduknya ke wilayah-wilayah yang masih jarang penduduknya. Lepas dari upaya-upaya yang dilakukan pemerintah di atas untuk mengatasi penumpukan penduduk di wilayah-wilayah tertentu (pusat-pusat Kota), yang didahului dengan perluasan wilayah kota Manado (pemekaran wilayah, dari 5 Kecamatan menjadi 9 Kecamatan), ternyata berdampak positif terhadap penyebaran penduduk Kota Manado. Kepadatan penduduk di kota Manado akibat dari Urbanisasi memang cukup nampak, dan yang paling mendominasi adalah para urbanisator yang berasal dari daerah Gorontalo, yang sebagian besar bekerja di sektor informal, terutama sebagai pedagang kaki lima di pusat Kota, kemudian pedagang-pedagang kecil di pasar-pasar tradisional/pasar senggol, pedagang asongan dan lain-lain. Kemudian muncul para urbanisator yang berasal dari daerah Sangir Talaud, dengan bidang usaha sebagian kecil pedagang kaki lima, sebagian
besar ialah pembantu rumah tangga, pelayan Rumah Makan/Restoran, pelayan toko (terutama Tenaga Kerja Wanita) dan berjenis buruh/pekerjaan kasar lainnya. Adapun mereka yang berasal dari Minahasa dan Bolaang Mongondow yang sebagian besar bekerja selaku pelayan toko, dan kebanyakan dari mereka adalah pelajar dan mahasiswa yang bermukim di pusat-pusat pendidikan, seperti Kecamatan Sario.
Arus urbanisasi yang datang dari luar Sulawesi Utara juga cukup tinggi antara lain yang berasal dari daerah Jawa, Makassar, Maluku, Maluku Utara dan Irian Jaya, dimana sebagian dari mereka bertujuan melanjutkan studi, namun sebagian lainnya sebagai pencari kerja disektor informal (Jawa dan Makassar), dan sebagian lagi adalah akibat kerusuhan di daerah-daerah konflik, seperti mereka yang berasal dari Maluku dan Maluku Utara, yang kebanyakan memilih lokasi pemukiman di wilayah Kecamatan Tuminting. Adapun pertumbuhan jumlah dan lapangan kerja yang tersedia bagi tenaga kerja di Kota Manado selang lima tahun terakhir, dapat disimak melalui Tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Perkembangan Jumlah Pekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Di Kota Manado
' ' 4 5 /) ' ' % * ) / & ) + 6+
$ (
!(
( $# $#
$ $
!(
$(
$ (((
( !( !! ( # #
$( $ ! !
! $ $
$! !
!
(
#
! #
!#$ (( (
!
$ !
+
1 2 3 ') 4 ) , 7
(#
# ( 0 #
(# 0!(
! $ 0
! !! 0
Sumber : Anonimous (2002)
Data pada Tabel 7 mengindikasikan bahwa penyerapan tenaga kerja yang besar beada pada sektor perdagangan, dan yang sedikit adalah sektor kelistrikan. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan tenaga kerja yang sangat signifikan adalah pada tahun 1998-1999, di mana terjadi peningkatan sebesar ± 61 %. 4.
Keadaan Perekonomian Kota Manado memiliki peranan yang sangat besar dalam meningkatkan
perekonomian di daerah ini. Hal ini penting karena selain menyediakan sarana dan prasarana ekonomi untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya, kota Manado selaku ibu kota Provinsi Sulawesi Utara harus mampu berperan untuk menyediakan akses perekonomian daerah ini secara global untuk memenuhi tuntutan perdagangan global. Ditinjau dari letaknya yang strategis, baik dalam perspektif internal wilayah Sulawesi Utara maupun dalam perspektif wilayah Kawasan Pasifik, maka posisi sentral seperti ini secara ekonomis sangat menguntungkan, karena disinilah arus barang dan jasa berputar secara cepat. Kota Manado dalam skala Reginal (Provinsi Sulawesi Utara) mempunyai peran yaitu : a.
Service City dengan fungsi :
• Pusat Pemerintahan • Pusat Pariwisata, Perdagangan/jasa • Pusat Pelayanan Pendidikan & Kesehatan
b.
Salah satu kutub KAPET Manado - Bitung.
Sedangkan kerjasama regional yang ada sebagai berikut: • BIMP-EAGA • Sister City khususnya di kawasan Pasific Rim Kesempatan yang ada bagi Kota Manado dengan Locational Advantage sebagai Gateway Asia-Pasific di KTI dengan simpul utama dalam Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) melalui : • Bandara Dr. Sam Ratulangi sebagai pintu masuk udara • Pelabuhan Samudra Bitung sebagai pintu masuk laut • Trans Sulawesi sebagai akses nasional Lepas dari berbagai hasil komoditi ekspor yang telah dicapai, kota Manado juga saat ini mengalami suatu perkembangan pesat di bidang perdagangan umum. Pasar-pasar perekonomian besar semakin mampu menyediakan berbagai kebutuhan hidup sehari-hari bagi masyarakat kota Manado dan sekitarnya, selain itu pusat-pusat pertokoan semakin ramai, banyak toko-toko baru dan pasar-pasar swalayan yang dibangun dan tersedia berbagai jenis barang yang berkualitas tinggi, sedang sampai yang berkualitas rendah bisa diperoleh dengan harga yang bervariasi yang bisa didapat baik lewat pedagang grosir/pengecer, atau langsung ke toko-toko besar. Hal inipun ditopang banyaknya bank yang ada di daerah ini. Selain itu, di sektor informal kian marak dan tersebar dihampir semua pasar dan pinggiran jalan yang strategis, terutama di bidang perdagangan, khususnya pedagang kaki lima, baik yang menetap di seputar pasar-pasar, maupun yang
menggunakan roda keliling. Di sektor ini tersedia berbagai jenis barang yang didagangkan, baik berupa pakaian jadi, barang kelontong, makanan masak dan sebagainya yang hampir keseluruhannya di lakukan oleh para urbanisator yang datang dari berbagai daerah, seperti Jawa, Makassar, Gorontalo, Minahasa, Sangihe Talaud dan daerah lainnya di kawasan timur Indonesia. Gambaran tentang aktivitas di sektor informal, khususnya bidang perdagangan dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini. Tabel 8 Jumlah Aktivitas Di Sektor Informal (Bidang Perdagangan) Di Rinci Menurut Lokasi dan Jenis Barangf/Bahan Di kota Manado. )
'% '
3 / *
)
! $ ( # +) )
' ! $ +)
Sumber : Anonimous (2000)
5% ) '2 08 & 0 4 4 * ' ) ) * ) , 64 ) , 0 . & , 4 ,2 4 % .) , % 2 4 % . / % % * / , 5% * ' ' 0. ) , % / % 9 / 4 , & % % ,
0 !#
$ ! ( $ $ !
Tabel 9 Jumlah Aktivitas Di Sektor Informal (Bidang Perdagangan) Di Rinci Menurut Lokasi dan Jenis Barangf/Bahan Di kota Manado. )
%)
4 ! $ ( #
! $ ( #
! $ ( # +) * ,) ! $ ( +)
Sumber : Anonimous (2000)
8 4 4 8 8 & ." 5% ' , 5% :) :) 5% 5% ' ; 5% ' , ' ; ) ) 4 , & % % * ' * ) , 64 ) , % 9 / 2% % % 4 % 2 % .) , % 2) , % & 9) 4 ) . & , % 24 , < ) , + ) )/ , ) 2' & 4 , ) < % & 24 ' &) . % % 2% 2 9 , = 9 , 5% ' , ) ) ' % 9 / 4 % ,
$ (
$ ! (( ( ( ! ! ! $! !
# ! (
! #$ (
Tabel 10 Jumlah Pedagang Pusat kota Pasar Senggol Di kota Manado.
! $
< /) & ' +) 4
(
"
$ 2/ +) % 2/ & 4 ) , , && - ' / 8 ') * 9
# ! ! # (
/ )' !
#
# * ) = / + ') ' 2 * 5 2/ & ' % + ') % ' 2/ <
# # ( '
( (
Sumber : Anonimous (2000) Tabel 11 Jumlah Pedang Pasar Bersehati Di Kota Manado ' ! $
8 /
/ & 0 4 0
( # & & 5%
' ;
#
4 & %
/ &
$
9 /)
9) ' ' ' ' 9)
/) 0 %
> / 4 & / & 4 , & 4 , ' ) '2' ;
&
' 4 , '
4 4
% )
'
$ , '
4 & %
4 ' & % - 2
' '
$ !( (! ! $ ! (
Sumber : Anonimous (2000)
Berdasarkan distribusi data pada Tabel-Tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa jumlah pedagang yang bergerak di sektor informal sebanyak 8.304 orang (unit), sementara jumlah lokasi/tempat usaha sebanyak 17 lokasi.
5.
Pendidikan
Pendidikan adalah merupakan suatu unsur yang memegang peranan sangat penting dalam hal meningkatkan kualitas hidup manusia. Dengan demikian, keberhasilan suatu pembangunan akan banyak ditentukan oleh orang-orang yang memiliki kualitas pendidikan yang memadai. Dengan kata lain bahwa Sumber Daya Manusia memiliki peranan penting dalam meningkatkan dan memacu pembangunan dewasa ini. Hal ini penting, karena melalui pendidikan, dibina sikap dan nilai-nilai pengetahuan, kecerdasan, interaksi sosial, skill dan lain-lain, yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan kesejahteraan hidup manusia itu sendiri. Mengacu dari hal ini, maka kota Manado memang telah menyadari sepenuhnya akan pentingnya pendidikan. Hal ini terlihat dengan tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Jumlah lembaga Pendidikan Dasar, menengah maupun Perguruan Tinggi semakin bertambah di daerah ini dengan tetap memperhatikan kualitas. lembaga pendidikan ini baik yang ditangani oleh Pemerintah (Negeri) maupun yang ditangani oleh pihak swasta, dan tersebar di hampir semua Kecamatan yang ada di kota Manado. Tabel berikut ini menjelaskan jumlah sarana/prasarana pendidikan, guru (tenaga pengarjar), dan jumlah murid. Tabel 12 Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Di Kota Manado, Tahun 2002 +
9
%
, 8
/ / % % 6%
+)
+) %
%
,
Sumber : Anonimous (2002)
, ,
+)
, ) / $ $! # $ # !#
+) , < ) ) (
. ' < ) ) ? ) / $
( $ !
# #
. ' % ? / ! ( ( ! ! ( ( #
Data pada Tabel 9 mengindikasikan bahwa ada sebagian tamatan SD yang tidak dapat melanjutkan studi ke tingkat SLTP. Hal ini mungkin disebabkan karena mahalnya biaya pendidikan sehingga para orang tua tidak mampu melanjutkan pendidikan anak-anak mereka atau daya tampung gedung sekolah SLTP yang terbatas. Bagi mereka yang telah tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA); dan tidak lagi melanjutkan ke Perguruan Tinggi, namun ingin menambah keterampilan dan keahlian, maka di kota Manado pun tersedia berbagai Lembaga Pendidikan dan ketrampilan (LPK) berupa kursus-kursus, mulai dari Bahasa Inggris, Akuntansi, Manajemen, Komputer, kursus Mengetik dan lain-lain dengan biaya yang sangat bervariasi. Untuk pendidikan Tinggi, di kota Manado tersedia mulai dari jenjang Diploma, Strata satu (S-1) dan Program Pasca Sarjana S2 dan S3) yang mampu menyerap para mahasiswa, bukan saja dari kota Manado tetapi di seluruh daerah kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo bahkan dari luar daerah Sulawesi Utara seperti Maluku, Maluku Utara Irian Jaya, Jawa, Bali, Makassar dan daerah-daerah lainnya di Kawasan Barat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di daerah ini semakin di percaya oleh masyarakat luas.
6.
Agama
Pembinaan Agama sebagai unsur mutlak pembinaan mental spiritual memiliki peran yang tidak kalah pentingnya dengan pembangunan di bidang lainnya, karena dengan pembinaan agama yang mantap, akan menciptakan kader-kader pembangunan yang memiliki kualitas, dedikasi dan tanggung jawab yang tinggi, karena di landasi dengan
nilai-nilai spiritual. Penduduk kota Manado terdiri dari beberapa golongan angama, diantaranya adalah Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu, dan Budha. Adapun jumlah penduduk menurut pemeluk agama dapat dilihat pada Tabel 13. Untuk menjadikan masyrakat memiliki kesadaran beragama yang tinggi, maka pemerintah sebagai salah satu unsur utama yang memiliki peran dan tanggung jawab dalam pembinaan bangsa dituntut untuk memberikan bimbingan dan bantuan dalam pelaksanaan ajaran agama dan pengembangannya menurut kepercayaan masing-masing sesuai dengan dasar negara Pancasila. Dengan demikian pada dasarnya pengembangan agama harus digerakan melalui berbagai sektor kegiatan pembangunan, sehingga akan memantapkan setiap usaha pembangunan, karena kegiatan dalam lapangan apapun harus diimbangi oleh nilai-nilai mental spiritual. Tabel 13 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Agama Di Kota Manado, Tahun 2002 +) 3 5 ! #( ( 6 ( ! ! 6 # ! #! 6 6
5 # ( 6 " "
$ !$ $ % &
'
)
' %
*) +)
% ,
6 ( $#( $$ #$ 6 6 $
!$
, .5 !( !
)% 15 8 6 !
* 81 # 6
( 6 ! #
( 6 ( $ ( ($ 6 6 (
6 $
6 # #
6 6
6 6 $
Sumber : Anonimous (2002)
Dengan demikian oleh pemerintah, pembangunan mental agama diatur dan dilakukan secara sektoral, tidak lain untuk dapat memberikan kepastian akan programnya. Oleh karena itu selama ini dilaksanakan melalui usaha-usaha
pengembangan sarana-sarana peribadatan dan sarana lain yang menyangkut pengembangan mental kaagamaan. Usaha-usaha tersebut antara lain : 1).
Memberikan bantuan untuk pembangunan/rehabilitasi rumah-rumah Ibadah, berupa Gereja, Masjid, dan lain-lain;
2).
3).
Peningkatan sarana pendidikan agama antara lain : a.
Pembangunan Sekolah-sekolah Agama;
b.
Mengefektifkan pendidikan Agama-agama di Sekolah-sekolah;
c.
Melakukan peningkatan kuantitas dan kualitas Guru-guru Agama.
Peningkatan penerangan/penyuluhan keagamaan secara langsung maupun melalui jalur media cetak dan elektronika.
Pembangunan sarana peribadatan, seperti Masjid, Gereja, Pura dan Wihara terus dilakukan dan mendapat dukungan, baik dari pemeluk agama masing-masing maupun pemerintah kota. Untuk jelasnya jumlah sarana peribadatan dapat disimak melalui Tabel 14. Tabel 14 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Agama Di Kota Manado, Tahun 2002 -
" "
'
+) ) ,
9/
, ,
<
9 $
!
# !
%
( &
'
)
'
#
% *) +)
# % ,
#
Sumber : Anonimous, (2002)
4 / ' )
!
!
@ ,
Dengan upaya-upaya pengembangan pembangunan sarana peribadatan seperti dikemukakan di atas, maka peningkatan mental keagamaan pada masyarakat menjadi lebih baik, dan akan nampak pula toleransi, dinamika dan gairah pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat, sehingga terciptalah Trikerukunan beragama dengan baik dan serasi ditengahtengah heterogenitas dan kemajemukan masyarakat kita dewasa ini. Mengacu dari hal-hal di atas, maka kota Manado khususnya dalam upaya pengembangan nilai-nilai spiritual/keagamaan kiranya tidak berbeda jauh, bahkan lebih harmonis dibanding dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, begitu juga dengan upaya pemerintah kota dan kerjasamanya -- dengan masyarakat kota ini dalam mengembangkan bidang keagamaan, sehingga kota yang memiliki penduduk yang menganut lima agama besar seperti : Agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam, Hindu, dan Budha, benar-benar mampu menciptakan Trikerukunan beragama dengan baik, sehingga proses kearah pengembangan pembangunan dalam bidang-bidang lainnya tidak mendapat hambatan yang berarti.
7.
Etnik dan Bahasa Secara etnik, kota Manado didiami oleh kelompok-kelompok suku di daerah
Sulawesi Utara, yakni : Suku Sangihe Talaud, Suku Minahasa, Suku Bolaang, dan suku Gorontalo. Dari kelima suku tersebut di atas, terhitung suku Minahasalah yang terbanyak. Selain suku-suku tersebut, kota Manado juga didiami oleh suku-suku lainnya yang datang dari berbagai daerah wilayah Indonesia, seperti Jawa, Makassar, Maluku, Irian, Kalimantan, Batak dan lain-lain.
Selain itu penduduk kota Manado juga diwarnai oleh penduduk asing yang telah masuk warga Indonesia, dan sebagian besar di antara mereka adalah berasal dari Cina yaitu kurang lebih 99 % dari jumlah penduduk asing yang menetap di daerah ini, 0,37 % berkebangsaan Belanda sedangkan sisanya berkebangsaan lain. (Kantor Statistik Provinsi Sulut, Tahun 1999). Menurut Esser, bahasa di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam 16 kelompok (Peter F. Mc. Donald, 1983 : 348) dan dua di antaranya dikenal dan dipakai di Sulawesi Utara umumnya dan di kota Manado Khususnya. Kedua kelompok bahasa tersebut ialah : Pertama
: : Philipine Group, yang meliputi : (a) Sangir Talaud, (meliputi; Bantik dan Bentenan); (b) Mongondow; (c) Tombulu-Tonsea-Tondano; (d) tontemboan-Tonsawang.
Kedua
:
Gorontalo Group, meliputi : (1) Bulangan; (2) Kaidipan; (3) Gorontalo; dan (4) Buol.
Hampir semua bahasa tersebut di atas digunakan oleh penduduk kota Manado, karena memang berasal dari suku-suku yang menggunakan bahasabahasa tersebut. Namun demikian, secara umum di Manado, dikenal dan digunakan Bahasa Indonesia dialek Manado, bahkan bahasa inilah yang dominan dalam komunikasi sehari-hari. Dalam komunikasi formal, penduduk menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan dalam komunikasi informal bervariasi antara bahasa daerah dan dialek Manado.
B. 1.
Hasil Analisis Statistik
Korelasi Product Moment Teknik analisis korelasi product moment (korelasi sederhana) digunakan untuk menguji keeratan hubungan sekaligus menghitung besarnya pengaruh/kontribusi (daya penentu) dari masing-masing variabel bebas (X1 – X4) secara terpisah/sendirisendiri terhadap variabel terikat (Y).
a.
Koefisien korelasi : Setelah dilakukan perhitungan/analisis dengan menerapkan formula r-pearson yang telah dimodifikasi oleh Sudjana, (lihat lampiran 4) diperoleh hasil sebagaimana dapat dilihat pada tabel 15, berikut ini. Tabel 15. Koefisien Korelasi Product Moment (r) Variabel X1Y X2Y X3Y X4Y
r 0,9128 0,9622 0,9517 0,7425
Sumber : Matriks korelasi product moment (lampiran 4).
b.
Koefisien determinasi : Untuk mengetahui besarnya pengaruh/kontribusi variabel bebas secara sendiri-sendiri terhadap variabel terikat/tak bebas, maka harga-harga koefisien korelasi (lihat tabel 15) dikwadratkan (r)2 yang hasilnya dapat dilihat pada tabel 16 berikut ini. Tabel 16. Koefisien Determinasi (r) 2 Variabel X1Y
r 0,9128
( r )2 0,8332
Persen 83,32
X2Y X3Y X4Y
c.
0,9622 0,9517 0,7425
0,9258 0,9058 0,5513
92,58 90,58 55,13
Uji Signifikansi : Untuk mengetahui tingkat signifikansi atau keberartian hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat, maka harga-harga koefisien korelasi (r) antara variabel X1-X4 dengan Y langsung dikonsultasikan dengan nilai r-tabel pada taraf uji 1 % dengan dk = n sebagaimana dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Variabel X1Y X2Y X3Y X4Y
Tabel 17. Hasil Uji Signifikansi Hubungan rTabel rhitung 0,9128 0,296 0,9622 0,296 0,9517 0,296 0,7425 0,296
Signifikan 1% 1% 1% 1%
Setelah dilakukan uji signifikansi (lihat Tabel 17) yakni dengan mengkonsultasikan harga r-hitung dengan harga r-tabel (harga kritik rPearson) diperoleh hasil-hasil sebagai berikut : 1) Koefisien korelasi antara variabel pemberian pelatihan (X1) dengan variabel penerimaan PAD (Y) diperoleh sebesar 0,9128. Setelah dikonsultasikan dengan harga r-tabel, ternyata hubungan antara kedua variabel sangat signifikan pada taraf signifikasni 1%, di mana r hitung = 0,9128 > rtabel = 0,296. Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis nomor 1 telah teruji keberlakuannya dengan sangat meyakinkan. 2) Koefisien korelasi antara variabel pemberian bantuan modal usaha (X2) dengan variabel penerimaan PAD (Y) diperoleh sebesar 0,9622. Setelah dikonsultasikan
dengan harga r-tabel, ternyata hubungan antara kedua variabel sangat signifikan pada taraf signifikansi 1 % (r hitung = 0,9622 > rtabel = 0,296). Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis nomor 2 dapat diterima keberlakuannya dengan sangat meyakinkan. 3) Koefisien korelasi antara variabel cara-cara pengelolaan usaha (X3) dengan variabel penerimaan PAD (Y) diperoleh sebesar 0,9517. Setelah dikonsultasikan dengan harga r-tabel, ternyata hubungan antara kedua variabel sangat signifikan pada taraf signifikansi 1 %, karena rhitung = 0,9517 > rtabel = 0,296. Dengan demikian hasil ini mengindikasikan bahwa hipotesis nomor 3 dapat diterima keberlakuannya pada taraf signifikansi 1 %. 4) Koefisien korelasi antara variabel pendapatan/profit usaha PKL (X4) dengan variabel penerimaan PAD (Y) diperoleh sebesar 0,7425. Setelah dikonsultasikan dengan harga r-tabel, ternyata hubungan antara kedua variabel sangat signifikan pada taraf signifikansi 1 %,, karena rhitung = 0,7425 > rtabel = 0,296. Dengan demikian hasil ini mengindikasikan bahwa hipotesis nomor 4 dapat diterima keberlakuannya pada taraf signifikansi 1 %.
2.
Regresi Parsial Analisis regresi sederhana atau regresi parsial digunakan untuk menguji hipotesis 1 – 4, yakni tentang pengaruh variabel-variabel bebas (prediktor) secara sendiri-sendiri atau terpisah terhadap variabel terikat/tak bebas (respons). Dengan mengoperasikan program Minithab for windows diperoleh hasil-hasil sebagai berikut : Tabel 18 Hasil Analisis Regresi Parsial Empat Prediktor Dan Uji Signifikansi
Koefisien a b -8622.3 9154.35 -13550.76 31.70 -46619.4 5790.17 4979.8 55.21
Variabel X1 X2 X3 X4
) 4
Y Y Y Y
?
8 '
&
Signifikansi t F 18.697 349.56 29.558 873.66 25.938 672.76 9.273 85.99
$
Hasil analisis regresi parsial sebagaimana ditunjukkan melalui Tabel 18 memperlihatkan kecenderungan bahwa semua variabel bebas berpengaruh sangat nyata atau signifikan terhadap variabel tak bebas. Untuk itu perlu dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :
a. Analisis pengaruh variabel X1 terhadap variabel Y : Hasil analisis regresi parsial tentang pengaruh pemberian pelatihan/keterampilan (X1) terhadap penerimaan PAD (Y) diperoleh persamaan
= -8622,3 + 9154,35 X1. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian
pelatihan/keterampilan berpengaruh positif terhadap penerimaan PAD. Artinya bahwa apabila terjadi perubahan atau peningkatan pemberian pelatihan/keterampilan sebesar 1 (satu) satuan per unit akan menyebabkan terjadinya perubahan atau peningkatan penerimaan PAD sebesar ± 9154 rupiah per unit. Setelah dilakukan uji signifikansi koefisien regresi dengan menggunakan statistik-t dan uji model regresi dengan menerapkan anlisis varians atau uji-F, maka diperoleh hasil untuk uji keberartian koefisien regresi (uji-t) menunjukkan bahwa koefisien regresi-b sebesar 9154,35, ternyata sangat nyata pada taraf signifikansi 1%, karena nilai thitung jauh lebih besar dari nilai ttabel (18,697 > 2,660). Demikian halnya dengan uji model regresi, di mana harga Fhitung jauh lebih besar dari harga Ftabel (349.56 > 7,01). Dengan demikian, hasil uji signifikansi menunjukkan bahwa hipotesis 1 secara meyakinkan dapat diterima keberlakuannya pada taraf signifikansi 1%, sekaligus mengindikasikan bahwa hubungan
fungsional variabel pemberian pelatihan/keterampilan dengan penerimaan PAD berpola linier positif.
b. Analisis pengaruh variabel X2 terhadap variabel Y : Hasil analisis regresi parsial tentang pengaruh pemberian bantuan modal usaha (X2) terhadap penerimaan PAD (Y) diperoleh persamaan
= -13550,76 + 31,70 X2. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian bantuan
modal usaha kepada PKL berpengaruh positif terhadap penerimaan PAD. Artinya bahwa apabila terjadi perubahan atau peningkatan pemberian pemberian bntuan modal usaha sebesar 1 (satu) satuan per unit (seribu rupiah per individu) akan menyebabkan terjadinya perubahan atau peningkatan penerimaan PAD sebesar ± 32 rupiah per unit/individu. Setelah dilakukan uji signifikansi koefisien regresi dengan menggunakan statistik-t dan uji model regresi dengan menerapkan anlisis varians atau uji-F, diperoleh hasil untuk uji keberartian koefisien regresi (uji-t) menunjukkan bahwa koefisien regresi-b sebesar 31,70, ternyata sangat nyata pada taraf signifikansi 1%, karena nilai thitung jauh lebih besar dari nilai ttabel (29,558 > 2,660). Demikian pula dengan uji model regresi, di mana harga Fhitung jauh lebih besar dari harga Ftabel (873,66 > 7,01). Dengan demikian, hasil uji signifikansi menunjukkan bahwa hipotesis 2 secara meyakinkan dapat diterima keberlakuannya pada taraf signifikansi 1%, sekaligus mengindikasikan bahwa hubungan fungsional variabel pemberian bantuan modal usaha dengan penerimaan PAD berpola linier positif. Artinya bahwa apabila pemberian bantuan modal usaha ditingkatkan, maka penerimaan PAD dari sisi retribusi akan turut mengalami peningkatan, begitu pula sebaliknya.
c. Analisis pengaruh variabel X3 terhadap variabel Y : Berdasarkan hasil analisis regresi parsial (regresi sederhana) tentang pengaruh variabel cara-cara mengolah usaha (X3)
terhadap penerimaan PAD (Y) diperoleh persamaan
= -46619,4 + 5790,17 X3.
Persamaan ini menunjukkan bahwa cara-cara mengolah usaha berpengaruh positif terhadap penerimaan PAD. Artinya bahwa apabila terjadi perubahan atau peningkatan cara-cara mengolah usaha dengan baik sebesar 1 (satu) satuan per unit, akan menyebabkan terjadinya perubahan atau peningkatan penerimaan PAD sebesar ± 5790 rupiah per unit (per individu). Setelah dilakukan uji signifikansi koefisien regresi dengan menggunakan statistik-t dan uji model regresi dengan menerapkan anlisis varians atau uji-F, diperoleh hasil untuk uji keberartian koefisien regresi (uji-t) menunjukkan bahwa koefisien regresi-b sebesar 5790,17, ternyata sangat nyata ata berarti pada taraf signifikansi 1%, karena nilai thitung jauh lebih besar dari nilai ttabel (25,938 > 2,660). Demikian pula dengan uji model regresi, di mana harga Fhitung jauh lebih besar dari harga Ftabel (672,76 > 7,01). Dengan demikian, hasil uji signifikansi menunjukkan bahwa hipotesis 3 secara meyakinkan dapat diterima keberlakuannya pada taraf signifikansi 1%, sekaligus mengindikasikan bahwa hubungan fungsional variabel cara-cara mngolah usaha dengan penerimaan PAD berpola linier positif. Hal ini berarti bahwa apabila cara-cara mengolah usaha dilakukan secara baik atau efisien, maka penerimaan PAD dari sisi retribusi akan turut mengalami peningkatan, begitu pula sebaliknya.
d. Analisis pengaruh variabel X4 terhadap variabel Y : Hasil analisis regresi parsial tentang pengaruh pendapatan atau profit usaha PKL (X4) terhadap penerimaan PAD (Y) diperoleh persamaan
= 4979,8 + 55,21 X4. Hasil ini menunjukkan bahwa pendapatan atau profit
usaha PKL berpengaruh positif terhadap penerimaan PAD. Artinya bahwa apabila terjadi perubahan atau peningkatan pendapatan atau profit usaha PKL sebesar 1 (satu) satuan per
unit (seribu rupiah per individu), maka akan menyebabkan terjadinya perubahan atau peningkatan penerimaan PAD sebesar ± 55 rupiah per unit (per individu). Setelah dilakukan uji signifikansi koefisien regresi dengan menggunakan statistik-t dan uji model regresi dengan menerapkan anlisis varians atau uji-F, diperoleh hasil untuk uji keberartian koefisien regresi (uji-t) menunjukkan bahwa koefisien regresi-b sebesar 55,21, ternyata sangat nyata atau berarti pada taraf signifikansi 1%, karena nilai thitung jauh lebih besar dari nilai ttabel (9,273 > 2,660). Demikian halnya dengan uji model regresi, di mana harga Fhitung jauh lebih besar dari harga Ftabel (85,99 > 7,01). Dengan demikian, hasil uji signifikansi menunjukkan bahwa hipotesis 4 secara meyakinkan dapat diterima keberlakuannya pada taraf signifikansi 1%, sekaligus mengindikasikan bahwa hubungan fungsional variabel pendapatan atau profit usaha PKL dengan penerimaan PAD berpola linier positif. Artinya bahwa apabila pendapatan PKL meningkat, maka penerimaan PAD dari sisi retribusi akan turut mengalami peningkatan, begitu pula sebaliknya.
3.
Regresi Berganda Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui pola hubungan fungsional antara variabel-variabel Bebas (X1 – X4) secara bersama-sama (simultan) dengan variabel Tak Bebas (Y) sekaligus untuk menguji hipotesis 5, yang berbunyi “Secara simultan pemberian pendidikan dan latihan (pelatihan), bantuan modal, cara-cara mengelola usaha dan pendapatan atau penghasilan (profit) usaha pedagang kaki lima berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Manado”..
Berdasarkan perhitungan regresi ganda, diperoleh persamaan prediksi :
=-
27223.664 + 2161,401 X1 + 17,594 X2 + 1532,740 X3 + 0.746 X4; dengan koefisien determinasi (Ry.1232) sebesar 0,9578. Untuk mengetahui arti persamaan regresi ganda, agar dapat digunakan untuk menarik kesimpulan tentang pengaruh variabel-variabel bebas (pemberian pelatihan/keterampilan, bantuan modal usaha, cara-cara mengolah usaha dan profit usaha) secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel tergantung (penerimaan PAD), maka dilakukan uji model regresi melalui uji keragaman (analisis varians) dan uji keberartian koefisien regresi ganda melalui uji statistik ‘t’, sebagaimana disajikan pada Tabel 19 dan Tabel 20. 1 D E 6
!(($F
Sumber Variasi Regression Residual (Error) Total
) 4
?
&
A BA $ ( 0$ A
4 , / & C F 0 $A
') % F
9 / . ! 0 $ A !F
< / $( A $
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
71258834758.69 3138040241.31 74396875000.00
4 17814708689.67 67 46836421.51 71
380.36
0.000
$
Dari hasil uji keragaman regresi berganda, diperoleh Fhitung = 380,36, ternyata jauh lebih besar bila dibanding dengan Ftabel pada taraf nyata 0,01 = 7,01. Hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa semua variabel bebas (pemberian pelatihan/keterampilan, bantuan modal usaha, cara-cara mengolah usaha dan profit usaha) merupakan satu kesatuan secara bersama-sama atau simultan berpengaruh terhadap penerimaan PAD kota Manado. Dengan demikian, hipotesis nomor (5) dapat diterima keberlakuannya pada taraf signifikansi 1 %.
Untuk mengetahui keberartian masing-masing koefisien regresi b1, b2, b3, b4 dan konstanta a, digunakan statistik ‘t’ sebagaimana dapat disimak melalui Tabel 20 berikut ini Tabel 20 Hasil Uji Keberartian Koefisien Regresi Ganda / -' ' ' A A A! A$
6
: !(($ ( $ $ ! $ $(
$ (
'/ = ( $!! # ! (! #( ( ##
'6 ' 6( ( ( ! ( ( #$
'6 4
0
0( (
#$
Hasil uji statistik “t” pada tabel 20 di atas menunjukkan bahwa ternyata semua koefisien regresi sangat signifikan pada taraf signifikansi 1 %, kecuali koefisien b4, dimana harga thitung dari koefisien b1 – b3 dari variabel X1 – X3 jauh lebih besar dari harga ttabel pada taraf signifikansi 1 %. Adapun besarnya pengaruh semua variabel bebas (X1 – X4) terhadap variabel tergantung (Y) dapat dilihat dari koefisien determinasi yang diperoleh, yaitu sebesar 0,9578. Ini menunjukkan bahwa 95,78 persen variasi meningkatnya penerimaan PAD dari sisi retribusi PKL ditentukan atau dipengaruhi oleh variasi variabel-variabel bebas (pemberian pelatihan, bantuan modal, cara-cara mengolah usaha dan profit usaha PKL) dalam satu kesatuan secara bersama-sama (bersinergi), sedangkan sisanya sebesar 4,22 persen ditentukan oleh faktor-faktor lainnya. Selain itu, ketepatan prediksinya dapat dijamin, karena sesuai hasil uji menunjukkan bahwa standard deviasi (simpangan baku) variabel tergantung (sy) sebesar 32370,41 jauh lebih besar dari standard error estimasi (SEEst) sebesar 6843,71. Hasil ini memberi makna bahwa naik-turunnya penerimaan PAD kota Manado dari sektor retribusi PKL karena pengaruh semua variabel bebas (pemberian pelatihan, bantuan modal, cara-cara mengolah usaha dan profit usaha) dapat diprediksi dengan tepat melalui persamaan regresi ganda di atas.
C. 1.
Pembahasan
Rata-Rata Penerimaan PAD Dari Sisi Retribusi PKL Salah satu unsur penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang cukup potensial
adalah restribusi daerah. Terdapat berbagai macam/jenis retribusi daerah yang dipungut oleh pemerintah kota Manado, yang sebgian diantaranya adalah retribusi pasar dan retribusi kebersihan yang sering dibayarkan oleh para pedagang kaki lima (PKL). Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan bahwa penerimaan PAD dari sisi retribusi pasar dan kebersihan yang dibayarkan oleh para pedagng kaki lima di kota Manado yang besarnya bervariasi antara 1000 rupiah sampai dengan 5000 rupiah per hari. Sehingga kalau dihitung rata-rata per bulan per PKL sebesar ± Rp. 77.708. Hasil ini mengindikasikan bahwa kemampuan PKL dalam membayar retribusi pasar, retribusi kebersihan dan lainnya hanya mencapai ± 51,51 %. Artinya bahwa dengan asumsi nilai rupiah tertinggi yang dibayarkan setiap PKL per hari adalah 5000 rupiah, sehingga setiap bulan akan mencapai 150 ribu rupiah per PKL, sementara pemerintah kota Manado menerima rata-rata per bulan per PKL hanya sebesar 77.708 rupiah atau sebesar 51,51 %. Apabila dihitung secara keseluruhan PKL yang terdata di kota Manado sebanyak ± 1.167 orang/unit, dengan asumsi rata-rata PKL menyumbangkan restribusi sebesar ± Rp. 5000 per hari, maka kontribusi sektor retribusi PKL terhadap total PAD kota Manado dapat mencapai sebesar ± Rp. 175.050.000 rata-rata per bulan sebelum dipotong biaya operasional sebesar ± 8 % (Anonimous, 2004).
2.
Pengaruh Pelatihan terhadap Penerimaan PAD
Dari hasil analisis regresi partial telah teruji hipotesis 1 yang menyatakan bahwa “Pemberian pendidikan dan latihan (pelatihan) pedagang kaki lima berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Manado”. Koefisien korelasi sebesar 0,9128 dan koefisien determinasi sebesar 0,8332 dapat diinterpretasikan bahwa di satu sisi, kuatnya keterkaitan atau derajad korelasi antara pemberian pelatihan dengan penerimaan PAD sebesar 91,28 %, sementara di sisi yang lain, besarnya kontribusi pemberian pelatihan terhadap penerimaan PAD sebesar 83,32%.
Realitas ini menunjukkan bahwa penrimaan PAD oleh pemerintah kota Manado dari sisi retribusi PKL, sebesar ± Rp. 77.708 rata-rata per bulan per PKL, sebagian besar (83,32%) turut ditentukan atau dipengaruhi oleh adanya pemebrian pelatihan kepada PKL itu sendiri, sedangkan sisanya sebesar 16,68 % turut ditentukan oleh faktor lain. Hal ini bermakna bahwa dengan adanya pemberian pelatihan kepada PKL yang berkaitan dengan bidang usaha mereka, maka dapat menimbulkan kesadaran PKL itu sendiri untuk memenuhi kewajiban mereka dalam membayar retribusi, baik retribusi pasar maupun retribusi kebersihan dan kewajiban lainnya. Selain itu, dengan adanya pelatihan bagi PKL, maka dapat menumbuhkan sikap mental kewirausahaan dikalangan PKL sehingga mendorong mereka untuk bekerja keras dalam meningkatkan folume usahanya yang pada gilirannya berpeluang untuk meningkatkan pendapatan atau profit usaha mereka, sehingga dengan demikian secara penuh kesadaran dapat menunaikan kewajiban mereka
untuk membayar retribusi guna memberikan kontribusi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah. 3.
Pengaruh Pemberian Bantuan Modal Usaha terhadap Penerimaan PAD Berdasarkan hasil analisis regresi partial telah teruji hipotesis 2, yang
menyatakan bahwa “Pemberian bantuan modal usaha punya pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Manado”. Koefisien korelasi sebesar 0,9622 dan koefisien determinasi sebesar 0,9258 bermakna bahwa di satu sisi, kuatnya keterkaitan atau derajad korelasi antara pemberian bantuan modal usaha dengan penerimaan PAD sebesar 96,22%, sementara di sisi yang lain, besarnya kontribusi pemberian bantuan modal usaha terhadap penerimaan PAD sebesar 92,58%. Hasil penelitan ini mengindikasikan bahwa penrimaan PAD oleh pemerintah kota Manado dari sisi retribusi PKL, sebesar ± Rp. 77.708 rata-rata per bulan per PKL, sebagian besar (92,58%) turut ditentukan atau dipengaruhi oleh pemebrian bantuan modal usaha kepada PKL, sementara sisanya sebesar 7,42 % turut ditentukan oleh faktor lain. Besarnya kontribusi aspek permodalan terhadap penerimaan PAD dari sisi restribusi PKL ini dapat dipahami, karena apapun alasannya, modal usaha memegang peranan yang sangat penting dalam suatu usaha ekonomi. Sebuah usaha tanpa modal adalah sesuatu yang mustahil, dan dengan dukungan modal, maka PKL dapat meningkatkan folume usahanya yang pada gilirannya akan
berpeluang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar sehingga dapat memenuhi kewajiban mereka untuk membayar retribusi sesuai ketentuan yang berlaku. Hasil penelitan, juga menunjukkan bahwa besarnya bantuan modal yang diterima oleh setiap PKL cukup bervariasi, mulai dari 2,5 juta rupiah sampai dengan 6 juta rupiah, namun tidak semua besar bantuan tersebut dimanfaatkan oleh PKL untuk mengembangkan usaha mereka, sehingga rata-rata pemanfaatan bantuan modal sebesar Rp.2.879.170 atau rata-rata sebesar ± 48% modal usaha yang dapat dimanfaatkan oleh setiap PKL. Kondisi seperti ini sangat tidak diharapkan, baik oleh pemerintah, BUMN maupun pihak swasta sebagai donatur atau penyandang dana dalam upaya pemberdayaan masyarakat, khususnya pedagang kaki lima melalui kemitraan usaha. 4.
Pengaruh Cara-Cara Pengolahan Usaha terhadap Penerimaan PAD
Hasil analisis data (analisis regresi partial) menunjukkan bahwa hipotesis 3, yang berbunyi “Cara-cara mengolah usaha mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Manado”, dapat diterima atau teruji keberlakuannya dengan sangat meyakinkan. Harga koefisien korelasi sebesar 0,9517 dan koefisien determinasi sebesar 0,9058 bermakna bahwa keeratan hubungan atau keterkaitan antara cara-cara pengelolaan usaha PKL dengan penerimaan PAD terkategori “sangat kuat”, sementara kontribusi cara-cara pengelolaan usaha PKL terhadap penerimaan PAD diperoleh sebesar 90,58 %.
Hasil penelitan ini menjelaskan bahwa penrimaan PAD oleh pemerintah kota Manado dari sisi retribusi PKL, sebesar ± 77.708 rupiah rata-rata per bulan per PKL, sebagian besar (90,58%) turut ditentukan atau dipengaruhi oleh cara-cara PKL dalam mengolah usaha mereka, sementara sisanya sebesar 9,42% turut ditentukan oleh faktor lain. Hasil penelitian ini dapat dibenarkan karena faktor cara-cara mengelola usaha
merupakan bagian dari manajemen usaha yang mutlak dilakukan oleh
setiap PKL apabila menginginkan peningkatan dalam usaha mereka. 5.
Pengaruh Pendapatan PKL terhadap Penerimaan PAD Hasil analisis regresi partial menunjukkan bahwa hipotesis 4, yang
menyatakan bahwa “Pendapatan atau penghasilan (profit) usaha pedagang kaki lima memberikan kontribusi positif dan signifikan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)”, dapat diterima dengan sangat meyakinkan, dimana koefisien korelasi sebesar 0,7425 dan koefisien determinasi sebesar 0,5513 memberi makna bahwa di satu sisi, kedua variabel mempunyai hubunganketerkaitan atau keeratan hubungan yang cukup kuat, dan disisi lain, penerimaan PAD dari sisi retribusi PKL rata-rata perbulan per PKL sebesar ± 77.708 rupiah, lebih dari setengahnya (55,13 %) turut ditentukan oleh faktor tingkat pendapatan atau profit usaha PKL. Artinya bahwa apabila pendapatan atau profit usaha PKL meningkat, maka diharapkan akan berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan asli daerah dari sisi retribusi PKL itu sendiri.
6.
Pengaruh Pemberdayaan PKL Terhadap Penerimaan PAD Mengacu pada hasil analisis regresi berganda, maka dapat dikatakan bahwa
hipotesis 5, yang menyatakan “Secara simultan pemberian pendidikan dan latihan (pelatihan), pemberian bantuan modal usaha, cara-cara mengolah usaha dan pendapatan atau penghasilan (profit) usaha pedagang kaki lima berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Manado”, dapat diterima keberlakuannya dengan sangat meyakinkan. Hal ini ditandai dengan hasil uji signifikansi, dimana Fhitung jauh lebih besar dari Ftabel pada taraf signifikansi 1 persen. Sementara itu, diketahui bahwa koefisien korelasi ganda sebesar 0,9787 dan koefisien determinasi sebesar 0,9578 memberi makna bahwa kuatnya hubungan secara bersama-sama (simultan) variabel-variabel bebas (pemberian pelatihan,
bantuan
modal,
cara-cara
pengolahan
usaha
dan
tingkat
pendapatan/profit usaha PKL) dengan penerimaan pendapatan asli daerah dari sisi retribusi PKL berada pada kategori “sangat kuat atau tinggi”, sementara kontribusi variabel-variabel
bebas
(pemberian
pelatihan,
bantuan
modal,
cara-cara
pengolahan usaha dan tingkat pendapatan/profit usaha PKL secara simultan (bersama-sama) terhadap penerimaan PAD diperoleh sebesar 95,78%. Artinya bahwa penerimaan PAD dari sisi retribusi PKL (retribusi pasar, kebersihan dan lain-lain) sebesar ± Rp. 77.708 per bulan per PKL atau 51,51 % dari target yang ditetapkan, sebagian besar (95,78 %) dipengaruhi secara simultan oleh faktorfaktor
pelatihan,
permodalan,
cara-cara
pengolahan
usaha
dan
tingkat
pendapatan/profit usaha PKL yang merupakan aspek-aspek pemberdayaan PKL itu sendiri, sedangkan sisanya sebesar 4,23 % ditentukan oleh faktor-faktor lainnya. Realitas ini dapat dibenarkan, karena secara teoritis, konsep pemberdayaan itu sendiri mengandung makna “membuat” (seseorang) berdaya. Istilah lain untuk pemberdayaan adalah penguatan (empowerment). Pemberdayaan pada intinya adalah manusia, dalam arti mendorong orang untuk menampilkan dan merasakan hak-hak azasinya. Di dalam pemberdayaan terkandung unsur pengakuan dan penguatan posisi seseorang, melalui penegasan terhadap hak dan kewajiban yang dimiliki dalam seluruh tantangan kehidupan. Di dalam proses pemberdayaan diusahakan agar orang berani menyuarakan dan memperjuangkan ketidak seimbangan hak dan kewajiban. Pemberdayaan mengutamakan usaha sendiri dari orang yang diberdayakan untuk meraih keberdayaannya. Oleh karena itu pemberdayaan sangat jauh dari konotasi ketergantungan (Mulandar dan Thamrin, 1996 : 97). Pendapat ini berimplikasi bahwa pedagang kaki lima sebagai manusia memiliki hak-hak yang perlu dikembangkan, seperti berhak mendapatkan kehidupan yang layak dan diperolehnya melalui hak untuk memperoleh pekerjaan dan untuk menjalankan pekerjaannya secara baik, maka diperlukan penguatan, baik berupa pemberian pelatihan, pemberian bantuan modal usaha maupun manajemen usaha atau paling tidak, cara-cara mengolah usaha yang baik (efisien dan efektif) sehingga memiliki kemampuan untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Pemberdayaan diperlukan karena ada beberapa alasan, antara lain terdapatnya faktor internal yang menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat kecil (UKM - termasuk PKL) menurut, Ranopandiyo dalam LIPI dan IPSK, (Anonimous, 2000a) meliputi beberapa faktor, diantaranya yang relevan dikemukakan disini adalah sebagai berikut : (1).
Kekurangan modal untuk berusah dan mengekspansi usaha mereka,
(2).
Kekuarangan macam–macam skill yang di perlukan untuk menjalankan usaha dengan baik,
(3).
Kurang adanya motivasi untuk membuat produk dengan kwalitas baik,
(4).
Terlampau cepat, cenderung menggunakan hasil yang di capai untuk keperluan yang bersifat konsumtif,
(5).
Daya saing lemah,
(6).
Cepat puas dengan hasil yang dicapai,
(7).
Kurang adanya rangsangan untuk mengestimasi sifat–sifat positif dari usahawan–usahawan lain yang mencapai sukses dalam bidang usaha mereka dan kecenderungan untuk menyatakan bahwa sukses tersebut disebabkan faktor kebetulan dan “nasib baik” atau “ koneksi kuat”’
(8).
Kurang dapat memanfaatkan kesempatan/peluang yang ada atau yang timbul,
(9).
Kurang ide–ide yang kreatif,
(10).
Kurang unsur–unsur dan pandangan yang (zakelijk),
(11).
Kurang memperhatikan persoalan opportunity cost – computed costs,
(12).
Cenderung untuk mempekerjakan anggota keluarga/teman dekat yang sebenarnya tidak mampu melaksanakan tugas–tugas yang di hadapi,
(13).
Kurang memperlihatkan manajemen yang baik,
(14).
Kurang memperhatikan efisiensi dalam berusaha,
(15).
Cenderung mengharapkan jatah, fasilitas, bantuan, sumbangan, dari pihak pemerintah atau dari pihak lain,
Dengan
demikian,
inti
permasalahannya
adalah
agar
pemerintah
menciptakan struktur ekonomi yang tidak timpang, maka pemberdayaan merupakan
pendekatan
yang
dapat
diterapkan.
Dalam
pendekatan
ini,
pendistribusian aksesibilitas bagi PKL, baik berupa pengetahuan, permodalan dan aset ekonomi lainnya merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan. Dengan adanya implementasi pemberdayaan bagi PKL, maka diharapkan akan tercipta pemerataan dan peluang usaha bagi mereka untuk meningkatkan pendapatan/profit usaha yang pada gilirannya akan mampu memenuhi kewajiban mereka sebagai warga masyarakat/negara dalam hal membayar retribusi, baik retribusi pasar, kebersihan dan pajak-pajak lainnya, sehingga dengan demikian akan memberi kontribusi yang berarti bagi penerimaan pendapatan asli daerah guna membiayai penyelenggaraan aktivitas otonomi daerah, khususnya di Kota Manado.