Dian ׀Anak Laki-laki Usia 1 Tahun dengan Kejang Dejam Tipe Tonik-Klonik E.C. Epilepsi
Anak Laki-laki Usia 1 Tahun dengan Kejang Dejam Tipe Tonik-Klonik E.C. Epilepsi Dian Revita Sari Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi.Seorang anak laki-laki, usia 1 tahun, berat badan 15kg datang ke UGD dengan keluhan mengalami kejang sebanyak 2 kali dengan durasi masing-masing selama 5 dan 15 menit. Interval antar kejang lebih dari 24 jam. Kejang terjadi mendadak, pasien tiba-tiba terdiam, bengong dan tidak sadar. Setelah itu, otot-otot tangan, kaki, badan, dan wajah menjadi kaku dan timbul gerakan kejang kelojotan pada seluruh tubuhnya. Pasien tampak pucat, berkeringat, dan mengompol saat terjadi kejang. Setelah kejang, pasien tertidur. Pasien tidak mengalami demam sebelumnya. Riwayat kejang demam pada usia 6 bulan berupa kejang kelojotan sebanyak 1x selama 15 menit. Kakak pasien juga memiliki riwayat kejang demam. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang Electroenchepalography (EEG) hasil tidak tampak gelombang abnormal. Terapi dilakukan dengan pemberian obat anti epilepsi. Kata Kunci: epilepsi, obat anti epilepsi
A 1 Year Old Boy With General Seizures Tonic-Clonic Type E.C. Epilepsy Abstract Epilepsy is defined as a condition characterized by recurrent epileptic seizures more than 24 hours later that occur without provocation. A boy, 1 year, weight 15kg came to ER with complaints of having seizures as two times with duration of each episode were 5 and 15 minutes. The interval between seizures were more than 24 hours. Seizures occured suddenly, patient suddenly silent, stunned and unconscious. After that, the muscles of arms, legs, body, and face become stiff and spastic twitch movements arising on the entire body. The patient was pale, sweating, and bed-wetting when seizures occured. After the seizure, the patient was asleep. Patient never have fever before this seizure. History of febrile seizures at 6 months in the form of spastic twitch as 1x for 15 minutes. The patient's sister also had a history of febrile seizures. Physical examination within normal limits. There's no abnormal waves in Electroenchepalography (EEG). The therapy was anti-epileptic drugs. Keywords: anti-epileptic drugs, epilepsy Korespondensi: Dian Revita Sari,S.Ked, alamat Jl. Endro Suratmin gg. Bintara III No. 1 B Sukarame Bandar Lampung, HP 08117241115, e-mail
[email protected]
Pendahuluan Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi.1,2 Bangkitan epilepsi adalah maifestasi klinik yang disebabkan oleh aktivitas listrik otak yang abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron. Manifestasi klinik ini terjadi secara tiba-tiba dan sementara berupa perubahan perilaku yang stereotipik, dapat menimbulkan gangguan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, otonom, ataupun psikis.1,3,4 Angka prevalensi penyandang epilepsi aktif berkisar antara 4-10 per 1000 penyandang epilepsi. Dari banyak studi diperkirakan prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8,2 per 1000 penduduk.4,5,6 Prevalensi epilepsi
pada bayi dan anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda dan pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut. Di negara berkembang, insidensi epilepsi pada anak lebih tinggi daripada di negara maju, berkisar antara 25-840 per 100000 penduduk per tahun. Prevalensi yang pasti untuk epilepsi pada anak sulit di ditentukan.2,6,7 Epilepsi diklasifikasikan menjadi bangkitan parsial dan bangkitan umum. Bangkitan parsial terbagi menjadi bangkitan parsial sederhana, bangkitan parsial kompleks, dan bangkita parsial yang menjadi umum sekunder. Bangkitan umum terbagi menjadi lena, mioklonik, klonik, tonik, tonik-klonik, dan atonik. Etologi epilepsi dibagi menjadi 3 kategori yaitu, idiopatik, kriptogenik, dan simtomatik.1,2,8 J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015|59
Dian ׀Anak Laki-laki Usia 1 Tahun dengan Kejang Dejam Tipe Tonik-Klonik E.C. Epilepsi
Kasus Seorang anak laki-laki, usia 1tahun, berat badan 15kg datang ke UGD dengan keluhan mengalami kejang sebanyak 2 kali dengan durasi masing-masing selama 5 dan15 menit. Interval antar kejang lebih dari 24 jam.Selama kejang pasien tidak menangis. Kejang terjadi mendadak, pasien tiba-tiba terdiam, bengong dan tidak sadar. Setelah itu, otot-otot tangan, kaki, badan, dan wajah menjadi kaku dan timbul gerakan kejang kelojotan pada seluruh tubuhnya. Pasien tampak pucat, berkeringat, dan mengompol saat terjadi kejang. Setelah kejang, pasien tertidur. Pasien tidak mengalami demam sebelumnya, tidak mengalami batuk maupun pilek. Muntah tidak ada. BAB pasien normal, warna kuning konsistensi padat. Buang air kecil normal dengan warna kuning jernih. Pasien memiliki riwayat kejangpada usia 6 bulan berupa kejang kelojotan sebanyak 1x selama 15 menit. Saat itu kejang diawali dengan demam tinggi. Kakak pasien yang berusia 5 tahun juga memiliki riwayat kejang saat demam seperti pasien. Riwayat trauma kepala tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Pemeriksaan tanda vital nadi 120x/menit, pernapasan 28x/menit, suhu 36,80C. Status generalis kepala, leher, thoraks, dan abdomen dalam batas normal. Status neurologis dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah laboratorium darah rutin dengan hasil dalam batas normal. Pada pasien ini juga dilakukan Electroenchepalography (EEG) dengan hasil tidak tampak gelombang abnormal. Pasien ini didiagnosa sebagai kejang umum tonik-klonik et causa epilepsi. Pada pasien ini diberikan terapi berupa diazepam 5mg per rektal jika kejang, asam valproat 2x75 mg. Pembahasan Diagnosis epilepsi ditegakkan bersadarkan (1) anamnesis kejang berulang, kejang fokal, atau umum, dengan atau tanpa disertai perkembangan abnormal/terlambat, (2) pemeriksaan fisik dan neurologis, dan (3) pemeriksaan penunjang EEG dan MRI kepala. Pada pasien didapatkan adanya kejang tanpa didahului demam sebanyak 2 kali dengan J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015|60
durasi masing-masing 5 dan 15 menit. Interval antar kejang lebih dari 24 jam. Kejang diawali dengan kaku kemudian kelojotan pada seluruh tubuh. Saat kejang pasien tidak sadar, setelah kejang pasien tertidur. Saat usia 6 bulan, pasien pernah mengalami kejang demam selama 1x. Kakak kandung pasien juga memiliki riwayat kejang demam. Pasien ini didiagnosa sebagai kejang umum tonik-klonik et causa epilepsi.2,9,10 Kejang umum tonik-klonik merupakan bentuk yang paling banyak terjadi. Kejang diawali dengan hilangnya kesadaran disertai kaku (tonik) pada ekstremitas, batang tubuh, dan wajah dalam waktu <1 menit. Setelah itu, terjadi gerakan pada ekstremitas atas dan bawah (klonik). Saat kejang bisa terjadi sianosis, keluarnya air liur, inkontinensia urine dan alvi, lidah tergigit. Setelah kejang pasien biasanya tampak lemah, kebingungan, dan kadang tertidur.11,12 Prinsip terapi farmakologi epilepsi antara lain (1) berikan obat anti epilepsi saat diagnosis epilepsi sudah ditegakkan, (2) terapi dimulai dengan monoterapi, (3)pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahan sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping, (4) bila dengan penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua, bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan, (5) penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.13,14 Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi adalah meningkatkan neurotransmitter inhibisi (GABA) dan menurunkan eksitasi melalui modifikasi konduksi ion natrium, kalsium, kalium, dan klorida atau aktivitas neurotransmitter.15,16 Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) ditentukan oleh jenis epilepsi fokal atau umum. Pilihan OAE untuk epilepsi fokal adalah karbamazepine, fenitoin, fenobarbital, atau topiramat. Pilihan OAE pada epilepsi umum adalah asam valproat, karbamazepine, lamotrigin, atau topiramat, sedangkan untuk sindrom epilepsi terdapat OAE tertentu sebagai pilihan utamanya. Secara umum, OAE akan diberikan sampai 2 tahun bebas kejang. Penghentian OAE secara tiba-tiba dapat menimbulkan kejang.17-19
Dian ׀Anak Laki-laki Usia 1 Tahun dengan Kejang Dejam Tipe Tonik-Klonik E.C. Epilepsi
Pasien ini mengalami kejang umum tonik-klonik sehingga OAE yang menjadi pilihan adalah asam valproat. Dosis asam valproat untuk anak-anak adalah 1540mg/kgBB/hari dibagi menjadi 2-3 dosis.19,20 Berat badan pasien ini adalah 15kg, sehingga dosis asam valproat yang dibutuhkan adalah 225mg/hari dibagi menjadi 3 dosis. Sediaan asam valproat sirup adalah 250 mg/5 ml. Pada pasien ini diberikan 2x1,5 ml. Prinsip penghentian OAE adalah dengan menurunkannya secara bertahap setelah 2-5 tahun bebas kejang. Syarat umum penghentian OAE adalah (1) penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarga pasien setelah minimal bebas kejang 2 tahun, (2) gambaran EEG normal, (3) harus
dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan, (4) bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utama.1,21,22 Prognosis epilepsi umumnya baik, 7080% pasien akan sembuh dan lebih dari setengah populasi dapat lepas dari OAE.23 Sekitar 20-30% pasien akan mengalami epilepsi kronis. Pasien dengan epilepsi kronis pengobatannya akan semakin sulit. Pasien dengan lebih dari satu jenis epilepsi yang mengalami retardasi mental, gangguan neurologik, dan gangguan psikiatrik memiliki prognosis yang buruk. Penderita epilepsi memiliki tingkat kematian lebih tinggi 22,24 dibandingkan populasi umum.
2,7
Bagan 1. Algoritma Penatalaksanaan Epilepsi.
Simpulan J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015|61
Dian ׀Anak Laki-laki Usia 1 Tahun dengan Kejang Dejam Tipe Tonik-Klonik E.C. Epilepsi
Epilepsi merupakan bangkitan epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi. Pengobatan dengan OAE diberikan minimal sampai 2 tahun bebas kejang. Prognosis pada penderita epilepsi secara umum baik. Daftar Pustaka 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Lampung. Kiat praktis dalam pediatrik klinis. Lampung: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Lampug; 2013. hlm. 62-75. 2. Friedman MJ, Sharieff GQ. Seizures in children. Pediatric Clinics of North America. 2006; 53(2): 257-77. 3. artindale JL, Goldstein JN, Pallin DJ. Emergency department seizure epidemiology. Emergency medicine clinics of North America. 2011; 29(1): 15-27. 4. Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Pedoman tatalaksana epilepsi. Edisi ke-4. Jakarta: PERDOSSI; 2011. hlm. 3-28. 5. Mung’ala-Odera V, White S, Meehan R, Otieno G, Njuguna P, Mturi N, et al. Prevalence, incidence and risk factors for epilepsy in older children in rural Kenya. Seizure. 2008; 17(5): 396-404. 6. Kuruvilla J, Sahana KS, Shyam SMK, Saidanha PRM. Spectrum of seizures disorders in children admitted to ateritiary care hospital. Int J of Med and Applied Sci. 2015; 4(1): 19-24. 7. dro R, Gwer S, Kahindi M, Gatakaa H, Kazungu T, Ndiritu M, et al. The incidence, a etiology and outcome of acute seizures in children admitted to a rural Kenya district hospital. BMC pediatrics. 2008; 8(1): 5. 8. Sargolzaei S, Cabrerizo M, Sargolzaei A, Noei S, Eddin AS, Rajaei A, et al. A probabilistic approach for pediatric epilepsy diagnosis using brain functionall connectivity networks. BMC Bioinformatics. 2015; 16: 1-11. 9. Chen CY, Chang YJ, Wu HP. New-onset seizures in pediatric emergency. Pediatrics & Neonatology. 2010; 51(2): 103-11.
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015|62
10. Sadleir LG, Scheffer IE. Febrile seizures. Bmj. 2007; 334(7588): 30711. 11. Guven ST and Isler A. Validity and Reliability of the seizure self-efficacy scale for children with epilepsy. Arch Neuropsychiatr 2015; 52: 47-53. 12. Duggan M. Epilepsy inrural ugandan children: seizure pattern, age of onset and associated findings. Africanhealthsciences.2010;10(3). 13. Jain N,Mangal V.RoleofEEG and Ct scan in partial seizures in children. International J of Medicine and Medical Sciences. 2011; 3(5): 161-3. 14. Ashraf M, Irshad M, Chowdhary J, Malla RA, Akhter Y. Computed M tomographic study in young epileptics in Kashmir, India. Al Ameen J of Medical Sciences. 2013; 6(3). 15. Azab SFA, Sherief LM, Saleh SH, Elshafey MM, Siam AG, Elsaeed WF, et al. Childhood temporal lobe epilepsy: correlation between electroencephalography and magnetic resonance spectroscopy: a casecontrol study. Italian J of Pediatrics. 2015; 41: 32. 16. Roy T, Pandit A. Neuro imaging in epilepsy. Annals of Indian Academy of Neurology. 2011; 14(2): 78. 17. Bano S, Yadav SN, Chaudhary V, Garga UC. Neuroimaging in epilepsy. Journal of pediatric neuro sciences. 2011; 6(1): 19. 18. World Health Organization. Atlas: epilepsy care in the world. Geneva: I WHO; 2005. 19. Mbuba CK, Ngugi AK, Newton CR, Carter JA. The epilepsy treatment gap in developing countries: A systematic review of the magnitude, causes, and intervention strategies. Epilepsia. 2008; 49: 1491-503. 20. Legros B, Boon P, Dejonghe P. Opinion of Belgian neurologists on antiepileptic drugs: Belgian study on epilepsy treatment (BESET). Acta Neurologica Scandinavica. 2007; 115: 97-103. 21. Canvin K, Jacoby A. Duty, desire or indifference? A qualitative study of patient decisions about recruitment to
Dian ׀Anak Laki-laki Usia 1 Tahun dengan Kejang Dejam Tipe Tonik-Klonik E.C. Epilepsi
an epilepsy treatment trial. Trials J. 2006; 32(7): 1-13. 22. Chisholm D. Cost-effectiveness of firstline antiepileptic drug treatments in the developing world: a populationlevel analysis. Epilepsia. 2005; 46: 7519. 23. Momin A, Habib A, Tarik A, Sikder MA, Akter S. Comparison of Short-term efficacy of valproate sustained-release between adult and children as first
line monotherapy in management of partial epilepsy: A multicenter observational open-label study. J of Nation Insti of Neurocsiences Bangladesh. 2015; 1(1): 2-4. 24. Jedrzejczak J, Kuncikova M, Magureanu S. An observational study of first-line valproate monotherapy in focal epilepsy. European J of Neurology. 2008; 15: 66-72.
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015|63