81
6 HASIL DAN ANALISIS STRATEGI PENGETAHUAN 6.1 Model Strategi Pengembangan Klaster dan Area Pengetahuan Terkait Model ini dikembangkan dari model strategi pengetahuan oleh Zack (1999) yang menyatakan bahwa strategi pengetahuan harus selaras dengan strategi bisnis suatu perusahaan. Model ini digunakan digunakan dalam konteks klaster industri untuk menentukan strategi pengembangan klaster dan area pengetahuan kunci yang terkait dengan inisiatif pengembangan klaster. Inisiatif tersebut dipilih berdasarkan keterkaitannya dengan tujuan strategis pengembangan klaster. Tujuan tersebut dibangun menggunakan model yang dikembangkan oleh Carpinetti (2008). Model yang dikembangkan dari model Balanced scorecard tersebut berdasarkan empat perspektif untuk mengukur kinerja suatu klaster industri yaitu Kinerja perusahaan, Hasil Sosial/Ekonomi, Efisiensi Kolektif dan Modal Sosial. Adapun tujuan-tujuan strategis dalam kinerja perusahaan adalah peningkatan pasar serta peningkatan produktivitas dan kualitas. Tujuan-tujuan strategis dalam perspektif hasil sosial/ekonomi adalah peningkatan lapangan pekerjaan, dan peningkatan ketersediaan tenaga kerja terspesialisasi, peningkatan kemampuan inovasi dan peningkatan konsumsi karet alam. Tujuan strategis dalam efesiensi kolektif adalah penurunan biaya dan peningkatan kerjasama. Tujuan strategis dalam perspektif modal sosial adalah peningkatan jumlah anggota klaster yang terlibat dalam kerjasama. Inisiatif klaster ditetapkan ada 3 yaitu inovasi dan teknologi (peningkatan kemampuan produksi, difusi teknologi dan standar teknik), kerjasama komersial (pemasaran ekspor dan pengadaan bahan baku) serta pengembangan bisnis. Pilihan strategi tersebut didasarkan pada penelitian Ketels et al.(2008) dan Solvell (2009) bahwa inisiatif klaster dapat dibagi menjadi enam kelompok yaitu peningkatan kemampuan sumber daya manusia (human resource upgrading), ekspansi klaster (Cluster expansion), pengembangan bisnis (business development), kerja sama komersial (commercial collaboration), inovasi dan teknologi (Innovation and technology) serta peningkatan lingkungan bisnis (business environment upgrading). Secara lengkap model hirarki keputusan dapat dilihat pada Gambar 31.
82
Pengembangan Klaster Industri Barang Jadi Lateks S Menengah
Fokus Aktor Penggerak Inisiatif
Pemerintah
Industri
Perspektif Kinerja Perusahaan
Hasil Sosial/ Ekonomi
Tujuan Strategis Peningkatan Pasar
Inisiatif Klaster
Efisiensi Kolekt
Peningkatan Lapangan Pekerjaan
Peningkatan Produktivitas dan Kualitas
Penurunan Bia
Peningkatan Tenaga Kerja Terspesialisasi
Pengembangan Bisnis
Kerjasama komersial
Inovasi dan teknologi
Pengetahuan proses pemasaran dan pengadaan bahan baku
Pengetahuan inovasi dan teknologi proses produksi
Peningkatan kemampuan inovasi
Area Pengetahuan Kunci
Pengetahuan perencanaan bisnis
Gambar 31 Model Pemilihan Strategi
Peningkatan konsumsi karet Pengembangan Klaster alam
Hirarki keputusan yang dihasilkan kemudian menjadi dasar dalam perancangan kuesioner seperti dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil verifikasi model strategi pengembangan klaster dengan melibatkan 3 orang pakar yaitu Kepala Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor, Ketua Program Klaster dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat serta salah seorang pelaku usaha UKM barang celup lateks dapat diketahui bahwa aktor yang memiliki prioritas tertinggi dalam pengembangan klaster adalah industri dan lembaga pendukung dengan bobot sebesar 0,44 diikuti oleh Pemerintah (0,28) dan industri (0,26) seperti dapat dilihat pada Tabel 18. Hasil penilaian masing-masing responden dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 18. Prioritas Aktor Utama dan Perspektif Pengembangan Klaster Bobot
Kinerja
Hasil Sosial/
Efisiensi
Modal
Aktor
Perusahaan
Ekonomi
Kolektif
Sosial
Industri
0.27
0.58
0.12
0.23
0.07
Pemerintah
0.29
0.15
0.51
0.25
0.09
Lembaga Pendukung
0.44
0.19
0.24
0.47
0.10
0.28
0.29
0.34
0.09
Aktor Utama
Bobot Perspektif
Peningkatan Kerja Sama
83
Prioritas tertinggi perspektif pengembangan klaster berturut-turut adalah perpektif efisiensi kolektif dengan bobot 0,34, hasil sosial/ekonomi dengan bobot 0,29, kinerja perusahaan dengan bobot 0,29 serta perspektif modal sosial dengan bobot 0,09 seperti dapat dilihat pada Tabel 18. Terlihat di sini bahwa bobot perspektif modal sosial yang dapat diartikan sebagai seperangkat hubungan horizontal antar orang (Putnam, 1993) masih merupakan bobot terkecil yang dipertimbangkan dalam memilih strategi pengembangan klaster. Pertalian interpersonal antar pengusaha UKM, pemasok bahan serta peneliti dari perguruan tinggi atau balai penelitian yang membentuk modal sosial dipercaya akan memfasilitasi terjadinya kerjasama dan berbagi informasi atau pengetahuan (Kusbiantono et al, 2005). Pertimbangan para responden pakar lebih memandang perspektif efisiensi kolektif sebagai perspektif prioritas dikarenakan memang perspektif ini merupakan proses bisnis yang terjadi secara nyata dalam klaster. Sureephong (2007) menyatakan bahwa dalam efisiensi kolektif, tidak hanya informasi dan pengetahuan yang dapat dibagi antar anggota klaster, tetapi juga sumber daya dan kekuatan negosiasi seperti permintaan bahan baku yang digabung untuk menurunkan biaya, infrastruktur dan sebagainya. Contoh perhitungan perbandingan antar perspektif dapat dilihat pada Lampiran 3. Penilaian terhadap tujuan strategis pengembangan klaster menghasilkan bobot secara berurutan dari yang terbesar adalah peningkatan kerjasama (0,26), peningkatan produktivitas dan kualitas (0,18), perluasan pasar (0,11), peningkatan kemampuan inovasi (0,09), peningkatan jumlah anggota klaster aktif (0,09), peningkatan lapangan pekerjaan (0,08), penurunan biaya (0,08), peningkatan tenaga kerja terspesialisasi (0,07) dan peningkatan konsumsi karet alam (0,03) seperti dapat dilihat pada Tabel 19. Sejalan dengan perspektif efisiensi kolektif yang memiliki bobot terbesar, maka peningkatan kerjasama yang merupakan salah satu tujuan strategis dalam perspektif efiensi kolektif juga memiliki bobot terbesar. Inisiatif strategi pengembangan klaster yang memiliki bobot terbesar pada inovasi dan teknologi dengan bobot 0,53 diikuti oleh pengembangan bisnis sebesar 0,24 dan kerjasama komersial sebesar 0,22. Dengan terpilihnya inovasi dan teknologi sebagai strategi terpilih, hal ini berarti pengetahuan yang
84
menunjang proses inovasi dan teknologi merupakan
pengetahuan kunci atau
kritikal dalam pengembangan klaster
Tabel 19 Prioritas Tujuan Strategis dan Strategi Pengembangan Klaster Pengembangan Kerjasama Inovasi dan Model Tujuan Strategis Bisnis Komersial Teknologi Weights Perluasan Pasar 0.23 0.34 0.43 Peningkatan Produktivitas & Kualitas 0.13 0.17 0.70 Peningkatan Lap. Pekerjaan 0.54 0.13 0.33 Peningkatan TK Terspesialisasi 0.17 0.13 0.70 Peningkatan Kemampuan Inovasi 0.22 0.28 0.50 Peningkatan Konsumsi Karet Alam 0.20 0.13 0.68 Penurunan Biaya 0.29 0.61 0.10 Peningkatan Kerja Sama 0.22 0.14 0.64 Peningkatan jumlah anggota klaster aktif 0.32 0.20 0.47 Bobot Alternatif Strategi 0.24 0.22 0.53
6.2 Model Analisis Kesenjangan Pengetahuan dan Penentuan Area Pengetahuan Kunci Berdasarkan verifikasi model sebelumnya diketahui bahwa pengetahuan teknologi proses merupakan pengetahuan terkait untuk mendukung strategi inovasi dan teknologi dalam rangka pengembangan klaster industri barang jadi lateks dengan lembaga pendukung sebagai aktor utama. Oleh karena itu kualitas sumber daya manusia dalam lembaga pendukung seperti pada Pusat Penelitian Karet atau Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor sangat menentukan dalam pengembangan klaster. Oleh karena itu analisis kesenjangan pengetahuan dilakukan pada beberapa peneliti yang berasal dari BPTK Bogor yaitu Arif Ramadhan, STP, Hendry Prastanto, ST, M.Eng, Hani Handayani, SSi dan Dr. Ary A Alfa. Setiap responden ahli ditanyakan mengenai tingkat kepentingan dan tingkat kondisi saat ini dari masing-masing area pengetahuan teknologi proses. Data hasil penilaian responden dapat dilihat pada Lampiran 6.
0.11 0.18 0.08 0.07 0.09 0.03 0.08 0.26 0.09 1.00
85
Area pengetahuan dalam proses produksi barang celup teridentifikasi dalam 18 area pengetahuan yang dimulai dari formulasi kompon lateks, formulasi koagulan, pemeriksaan bahan baku sampai dengan pemeriksaan produk akhir dan analisis kegagalan. Adapun contoh penilaian tingkat kondisi saat ini dan kepentingan dari salah seorang responden pakar dapat dilihat pada Gambar 32.
Gambar 32 Tampilan input penilaian setiap area pengetahuan
Nilai rata-rata dari keempat responden yang didapatkan dari proses ratarata fuzzy dari keempat responden dan kemudian dilanjutkan dengan defuzzifikasi pada masing-masing area pengetahuan dapat dilihat pada Gambar 33. Nilai X-bar mewakili rata-rata kondisi saat ini dan nilai Y-bar mewakili rata-rata kepentingan atau kebutuhan.
86
Gambar 33 Tampilan output penilaian setiap area pengetahuan
Sistem Penalaran Fuzzy dalam Analisis Kesenjangan Pengetahuan Sistem penalaran fuzzy menggunakan 2 input yaitu tingkat kebutuhan dan kondisi saat ini area pengetahuan yang dikemas dalam bentuk trapezoidal fuzzy number seperti dapat dilihat pada Gambar 34.
Gambar 34 Penyajian tingkat kondisi saat ini dalam bentuk trapezoidal fuzzy number
87
Adapun basis aturan yang dibangun untuk menentukan atribut setiap area pengetahuan terdapat 9 aturan seperti dapat dilihat pada Gambar 35.
Gambar 35 Basis aturan dalam sistem penalaran fuzzy dengan metode Sugeno
Nilai output yang dihasilkan dengan input tingkat kebutuhan sebesar 0,74 dan tingkat kondisi saat ini sebesar 0,55 dapat dilihat pada Gambar 36.
Gambar 36 Contoh nilai output sistem penalaran fuzzy dengan metode Sugeno
88
Adapun perhitungan manual untuk input kepentingan sebesar 0,74 dan kondisi saat ini sebesar 0,55 adalah sebagai berikut : Evaluasi aturan : α1= min ( α Rendah [0,74] , α Lemah [0,55] ) = min ( 0 ; 0 ) = 0 Nilai konsekuen output area pengetahuan =2 α2= min ( α Rendah[0,74] , α Sedang [0,55]) = min ( 0 ; 1 ) = 0 Nilai konsekuen output area pengetahuan =3 α3= min ( α Rendah[0,74] , α Kuat [0,55])
= min ( 0 ; 0) = 0
Nilai konsekuen output area pengetahuan =3 α4= min ( α Sedang [0,74] , α Lemah [0,55]) = min ( 0,08 ; 0) = 0 Nilai konsekuen output area pengetahuan =1 α5= min ( α Sedang [0,74] , α Sedang [0,55]) = min ( 0,08 ; 1) = 0,08 Nilai konsekuen output area pengetahuan =2 α6= min ( α Sedang [0,74] , α Kuat [0,55])
= min ( 0,08; 0) = 0
Nilai konsekuen output area pengetahuan =3 α7= min ( α Tinggi [0,74] , α Lemah [0,55]) = min ( 0,92 ; 0) = 0 Nilai konsekuen output area pengetahuan =1 α8
= min ( α Tinggi [0,74] , α Sedang [0,55]) = min ( 0,92 ; 1) = 0,92
Nilai konsekuen output area pengetahuan =1 α9
= min ( α Tinggi [0,74] , Kuat [0,55])
= min ( 0,92 ;1) = 0
Nilai konsekuen output area pengetahuan =2
Metode defuzzifikasi yang digunakan untuk model sugeno ini adalah dengan rata-rata terbobot (weighted average) sehingga diperoleh output sebagai berikut : Output1 =
0 x 2 + 0 x3 + 0 x3 + 0 x1 + 0,08 x 2 + 0 x3 + 0 x1 + 0,92 x1 + 0 x 2 = 1,08 0 + 0 + 0 + 0,08 + 0 + 0 + 0,92 + +0
Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan paket program Matlab dapat diketahui atribut dari masing-masing area pengetahuan dalam matriks kesenjangan pengetahuan seperti terlihat pada Tabel 20. Area pengetahuan yang terdeteksi masuk dalam area 3 (red alert zone) adalah 9 area pengetahuan yaitu formulasi kompon, formulasi koagulan, pemeriksaan bahan baku, pembuatan
89
dispersi, pemeriksaan dispersi, pencelupan kompon, pencucian, vulkanisasi, dan pemeriksaan produk serta analisis kegagalan. Tabel 20. Daerah pengembangan dari masing area pengetahuan X-bar (Saat ini) 0,44
Z (Daerah Pengembangan)
Area Pengetahuan Formulasi kompon
Y-bar (Kebutuhan/ Kepentingan) 0,90
Formulasi koagulan
0,74
0,55
1,08≈1 (red alert zone)
Pemeriksaan bahan baku
0,80
0,64
1,12≈1 (red alert zone)
Pembuatan dispersi
0,90
0,62
1 (red alert zone)
Pembuatan koagulan
0,68
0,50
1,56≈2 (stay updated zone)
Pencampuran dispersi dan
0,56
0,64
1 (red alert zone)
2 ,12≈ 2(stay updated zone)
pemeraman Pemeriksaan dispersi
0,75
0,50
1 (red alert zone)
Pembersihan cetakan
0,63
0,50
1,96≈2 (stay updated zone)
Pencelupan koagulan
0,63
0,57
1,96≈2 (stay updated zone)
Pencelupan kompon
0,84
0,55
1 (red alert zone)
Pengeringan awal
0,56
0,50
2 (stay updated zone)
Pembuatan cincin
0,56
0,44
2 (stay updated zone)
Pencucian
0,74
0,50
1,08≈1 (red alert zone)
Vulkanisasi
0,90
0,57
1 (red alert zone)
Pembedakan
0,50
0,50
2 (stay updated zone)
Pelepasan
0,56
0,62
2 (stay updated zone)
Pembersihan powder
0,56
0,50
2 (stay updated zone)
Pemeriksaan produk dan
0,90
0,48
analisis kegagalan
1 (red alert zone)
6.3 Model Strategi Manajemen Pengetahuan Pemilihan strategi manajemen pengetahuan menggunakan teknik fuzzy AHP dengan alternatif strategi yaitu strategi kodifikasi, strategi personalisasi dan strategi kombinasi seperti dapat dilihat pada Gambar 37. Pilihan alternatif tersebut didapatkan dari Nicolas (2004) dan Wu (2007). Strategi ini diperlukan untuk mengatasi adanya kesenjangan pengetahuan pada aktor utama pelaksana strategi
90
inovasi dan teknologi serta mengelola area pengetahuan kunci yang telah teridentifikasi pada model sebelumnya. Strategi kodifikasi menekankan pada aspek teknologi untuk akuisisi, penyimpanan dan penyebaran pengetahuan dari pakar. Strategi personalisasi menekankan pada peningkatan pertemuan atau komunikasi antar pengguna pengetahuan atau antar penguna pengetahuan dengan pakar baik secara langsung, email atau melalui portal web. Pemilihan Strategi Manajemen Pengetahuan
Fokus
Dukungan Pemerintah
Kriteria
Alternatif
Komunikasi
Strategi Kodifikasi
Budaya dan Orang
Strategi Personalisasi
Waktu
Biaya
Kombinasi
Gambar 37 Model Keputusan Pemilihan Strategi Manajemen Pengetahuan Kuesioner pemilihan strategi manajemen pengetahuan dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan verifikasi model strategi manajemen pengetahuan dapat diketahui bahwa strategi yang paling sesuai untuk mendukung strategi inovasi dan teknologi dengan pengetahuan proses produksi sebagai area pengetahuan kuncinya adalah strategi kombinasi (0,51) dibandingkan dengan strategi personalisasi (0,27) dan kodifikasi (0,22). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Nicolas (2004) yang menunjukkan bahwa strategi kombinasi atau sosialisasi semakin banyak digunakan (53%). Bobot kriteria yang paling dipentingkan untuk menjalankan strategi tersebut berturut-turut berdasarkan tingkat kepentingannya adalah budaya dan orang (0,41), dukungan pemerintah (0,24), komunikasi (0,16), biaya (0,13) dan waktu (0,06). Kriteria budaya dan orang yang memiliki bobot tertinggi serta lebih besarnya bobot strategi personalisasi
dibandingkan bobot strategi kodifikasi
dikarenakan strategi ini memang dirancang untuk mendukung strategi inovasi dan teknologi untuk pengembangan klaster. Pengetahuan tacit dari hasil personalisasi dipercaya sebagai pendorong utama dari proses inovasi (Tuomi, 2002). Contoh hasil perbandingan berpasangan dapat dilihat pada Lampiran 5.
91
6.4. Model Kodifikasi Pengetahuan Disain Proses Model kodifikasi disain proses digunakan untuk mengakuisisi dan mengkodifikasi pengetahuan disain proses barang celup lateks dengan kasus pada produk sarung tangan. Berdasarkan model ini pula dapat diketahui prioritas disain proses yang perlu ditindaklanjuti dengan pembuatan peta pengetahuan. Model dikemas dalam bentuk rumah kualitas level 2 yang menjelaskan hubungan antara parameter karakteristik produk dengan karakteristik. proses. Nilai tingkat kepentingan karakteristik produk yang didapatkan dari pakar dapat dilihat pada Tabel 21 Tabel 21 Tingkat Kepentingan Atribut Barang Celup No
Atribut
Tingkat Kepentingan
1
Tebal
Sangat Penting
2
Kebocoran terhadap udara
Sangat Penting
3
Tegangan putus min 23,5
Penting
4
Perpanjangan putus min 750
Penting
5
Penting
8
Pengusangan yang dipercepat Tegangan putus setelah pengusangan dipercepat min 17,7 Perpanjangan putus setelah pengusangan dipercepat min 560 Tegangan tarik
9
Tidak ada perubahan warna
Penting
10
Tidak ada cacat fisik
Penting
11
Kandungan protein
Penting
12
Kandungan nitrosamine
Penting
13
Kandungan ZnO
Penting
6 7
Cukup Penting Cukup Penting Cukup Penting
Berdasarkan pandangan pakar dapat diketahui bahwa hal yang terpenting dari produk sarung tangan adalah tidak boleh ada lubang atau kobocoran karena fungsi utama dari sarung tangan khususnya sarung tangan medis adalah mencegah kontaminasi melalui darah. Faktor ketebalan juga menjadi indikator yang sangat penting karena langsung dapat dirasakan dan terlihat. Hubungan antara karakteristik produk dengan karakteristik proses dapat dilihat pada Gambar 38.
92
93
Karakteritik ketebalan produk sangat dipengaruhi oleh kondisi lateks pekat, formulasi koagulan, serta kondisi proses saat pencelupan koagulan dan pencelupan kompon lateks. Kondisi saat lateks saat penerimaan dapat bervariasi mulai dari kadar karet kering (KKK) 60 % atau lebih rendah lagi. Bila KKK lebih besar tentu akan menghasilkan ketebalan produk yang lebih tinggi karena lebih kental. Formulasi koagulan juga berpengaruh kuat karena fungsinya untuk menarik lateks sebanyak mungkin. Beberapa produk yang tipis seperti kondom tidak memakai koagulan karena produk tipis. Produk balon koagulannya encer dan waktu tinggal di lateks tidak lama. Koagulannya menggunakan senyawa ion CaCl2 atau CaNO 3
. Beberapa produk tebal seperti spigmomanometer atau
komponen tensimeter menggunakan jenis bentonit sebagai koagulan. Pencelupan cetakan ke dalam koagulan dan kompon lateks juga memiliki hubungan kuat dengan pencapaian ketebalan produk yang diinginkan. Bila hanya sebentar maka sifat pembasahan dari koagulan sangat rendah sehingga nantinya kompon lateks hanya menempel tipis. Karakteristik teknis produk tidak bocor atau tidak adanya pinhole atau fisheye
memiliki karakteristik kuat terhadap formulasi anti busa. Hal ini
dikarenakan timbulnya busa pada kompon lateks dapat menyebabkan kebocoran. Bahan anti ditambahkan ke dalam kompon lateks sebanyak 0,01-0,3 % dari volume kompon lateks. Buih dalam kompon lateks biasanya dihilangkan juga dengan mendiamkan kompon lateks minimal semalam. Biasanyan timbul busa saat pengadukan sehingga perlu waktu diam yang cukup untuk menghilangkan busa. Timbulnya kebocoran antara lain juga karena saat pencelupan kompon dengan hubungan sedang. Bila kompon lateks terlalu banyak mengandung sabun serta pengadukan yang tidak hati-hati sehingga menimbulkan buih maka akan mengakibatkan kebocoran pada produk. Sifat-sifat fisika produk barang jadi lateks
seperti tegangan putus,
perpanjangan putus dan modulus memiliki hubungan kuat dengan sistem vulkanisasi seperti dapat dilihat pada Gambar 38. Hal ini dikarenakan tegangan putus ditentukan oleh reaksi atau ikatan antar rantai karet melalui jembatan sulfur yang disebut dengan reaksi ikatan silang. Jenis pencepata atau katalis pada reaksi ikatan silang, dosis, dan perbandingan sulfur berpengaruh terhadap sifat-sifat
94
fisika seperti tegangan putus, perpanjangan putus dan kekerasan. Selain itu sifat fisika juga memiliki hubungan kuat dengan anti oksidan yang memang fungsinya untuk menjaga penurunan sifat fisika. Sifat fisika juga memiliki hubungan kuat dengan pencampuran lateks dengan dispersi bahan kimia serta pemeraman. Hal ini ditentukan oleh sifat homogenitas bahan kimia karet dengan lateks dan pemeraman terkait dengan kematangan. Makin lama diperam akan makin kuat sifat fisikanya. Karakteristik tidak ada perubahan warna memiliki hubungan kuat dnegan bahan pewarna. Jika yang digunakan adalah bahan pewarna organik (pewarna yang bagus) maka tidak terjadi perubahan warna. Biasanya yang dipakai anorganik sehingga bisa jadi pudar. Titan bersifat anorganik dan biasanya digunakan hanya sebagai pemutih. Timbulnya cacat fisika memiliki hubungan kuat dengan lateks pekat dimana bila lateks sudah mengalami prakoagulasi maka dapat dipastikan akan timbul kecacatan pada produk. Bahan penstabil yang kurang serta ketiadaan anti busa juga dapat menyebabkan cacat fisik pada produk. Kandungan protein pada lateks memiliki hubungan kuat dengan lateks pekat karena memang lateks mengandung protein spesifik yang menimbulkan alergi. Bila dilakukan proses pencucian maka sebagian protein terlarut akan terbuang bersama dengan pencucian. Klorinasi juga berpengaruh untuk mengurangi protein dan pelapisan sekaligus. Kandungan bahan karsinogenik juga terkit dengan jenis pengawet lateks pekat. Bila menggunakan TZ tetapi perkembangan terakhir tidak terlalu berpengaruh karena jumlahnya sangat kecil. Jenis tiuram yang berada dalam TZ bersifat karsinogenik. TMTD precursor karsinogenik nitrosamine walaupun kecil. Berdasarkan hubungan antara karakteristik produk dengan karakteristik proses maka dapat ditentukan bobot masing-masing karakteristik proses untuk dapat diketahui manakah karaktersitik disain proses yang paling menentukan dalam pencapaian karaktersitik produk yang diinginkan. Tabel 22 menyajikan nilai bobot dan peringkat dari masing-masing karakteristik proses.
95
Tabel 22 Hasil Defuzzifikasi Karakteristik Proses No.
Karakteristik Teknis
Triangular Fuzzy Number (TFN)
Kepentingan Absolut
Kepentingan Relatif
Peringkat
1
Lateks Pekat
[
1,42
4,175
6,62
]
4,072
8,60%
4
2
Penstabil
[
0,3
0,95
2,41
]
1,220
2,58%
16
3
Sistem vulkanisasi
[
1,64
4,85
7,8
]
4,763
10,06%
2
4
Anti Busa
[
0,72
1,75
3,01
]
1,827
3,86%
10
5
Pewarna
[
0,4
1,125
2,81
]
1,445
3,05%
15
6
Antioksidan
[
1,34
3,75
6,3
]
3,797
8,01%
6
7
Pengisi
[
0,4
1,85
4,52
]
2,257
4,76%
9
8
Koagulan
[
0,52
1,375
2,81
]
1,568
3,31%
13
9
Dispersi
[
1,28
3,65
5,9
]
3,610
7,62%
7
10
Pencampuran
[
1,38
4,075
6,6
]
4,018
8,48%
5
11
Pembersihan
[
0,1
0,725
2,51
]
1,112
2,35%
17
12
Pencelupan
[
0,52
2,175
4,34
]
2,345
4,95%
8
13
Pencelupan
[
1,64
4,875
8,18
]
4,898
10,34%
1
14
Pematangan
[
1,68
4,65
7,06
]
4,463
9,42%
3
15
Pembedakan
[
0,6
1,5
3,01
]
1,703
3,60%
11
16
Pelepasan
[
0,3
0,75
2,11
]
1,053
2,22%
18
17
Pencucian
[
0,3
1,35
3,34
]
1,663
3,51%
12
18
Tumbler
[
0,1
1,125
3,44
]
1,555
3,28%
14
Perhitungan defuzzifikasi untuk masing-masing karakteristik teknis menggunakan pendekatan centroid. Contoh perhitungan TFN pada Tabel 22 dapat dilihat pada Lampiran 11. Sedangkan untuk perhitungan defuzzifikasi Karakteristik / Lateks Pekat seperti pada Tabel 22 didapatkan nilai pembilang dan penyebut sebagai berikut : Pembilang
= = = = 10,586
Penyebut Sehingga didapatkan nilai defuzzifikasi seperti dapat dilihat pada Tabel 22.
x* =
∫ µ . ( x).xdx ∫ µ . ( x)dx A
A
=
10,586 = 4,072 2,6
Berdasarkan tabel 22 dapat diketahui bahwa peringkat tertinggi adalah proses pencelupan kompon, sistem vulkanisasi, pematangan atau vulkanisasi serta
96
kondisi dan jenis lateks pekat serta kelima adalah pencampuran dan pemeraman kompon lateks. Beberapa pengetahuan tersebut kemudian dikodifikasi dalam bentuk taksonomi pengetahuan dan peta pengetahuan seperti dapat dilihat pada Gambar 39.
Gambar 39 Taksonomi pengetahuan proses barang celup lateks 6.4. Model Kodifikasi Pengetahuan Kegagalan Proses Model kodifikasi pengetahuan kegagalan proses bertujuan untuk mengakusisi pengetahuan mengenai kegagalan proses sebagai bagian dari konversi pengetahuan tacit menjadi explisit serta mendapatkan bobot bentuk kegagalan proses yang memiliki nilai resiko terbesar dengan menggunakan metode FFMEA. Berdasarkan wawancara dengan pihak pabrik sarung tangan lateks dapat diketahui bahwa bahwa dalam proses pembuatan sarung tangan lateks terdapat 24 bentuk kegagalan proses yang biasa ditemukan. Bentuk kegagalan proses tersebut dikodekan dari F1 s/d F24. Bentuk-bentuk kegagalan proses pada masing-masing proses dapat dilihat pada Tabel 23. Kemudian dari masing proses tersebut ditanyakan dampak atau efek kegagalannya serta diberikan rating mengenai seberapa serius dampaknya dengan skala 1 s/d 10. Setelah itu wawancara dilanjutkan dengan menanyakan penyebab dari masing—masing kegagalan proses serta diberikan penilaian mengenai frekuensi kemunculan penyebab serta mudah tidaknya penyebab tersebut dideteksi. Perhitungan nilai risk priority number (RPN) yang besar menandakan
97
bahwa nilai severity, occurance dan detectability memilki angka penilaian yang besar. Pendekatan fuzzy yang digunakan dalam menentukan RPN memilki pola yang berbeda dengan perhitungan RPN biasa yang hanya dengan cara perkalian. Tabel 23 Bentuk-bentuk kegagalan proses dalam proses sarung tangan lateks Proses Penerimaan lateks
Dispersi bahan kimia
Bentuk Kagagalan Proses Waktu kemantapan mekanik kurang (<650 detik) Lateks berbau busuk atau tidak berwarna putih Viskositas tinggi (>120 cps) Lateks mengandung banyak sabun Umur bahan kimia sudah atau mendekati kadaluarsa Hasil dispersi tidak sempurna
Pengomponan lateks
Timbul busa pada kompon lateks
Penerimaan bahan kimia
Pemeraman lateks
Lateks kompon kurang homogen Timbul gumpalan-gumpalan kecil kompon Masih terdapat buih pada kompon lateks
Kode F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10
Pembuatan koagulan
Viskositas koagulan terlalu rendah
F11
Pencelupan cetakan dalam koagulan
Tingkat pembasahan (wetting) kurang Lapisan koagulan tidak rata pada cetakan
F12 F13
dalam Timbul buih pada saat pencelupan lateks
F14
Terdapat kotoran pada cetakan dan lateks Hasil pencelupan tidak rata Produk kurang kering
F15
Pencucian Pengovenan
Gulungan kurang padat Pencucian kurang bersih Terlalu matang
F18 F19 F20
Pemberian powder
Kurang matang Powder kurang merata
F21 F22
Stripping
Lengket dan sulit dilepas
F23
Tumbling
Lengket dan berubah bentuk
F24
Pencelupan ke kompon lateks
ke
Pengeringan hasil celup dan bending
F16 F17
98
Fuzzy logic menggunakan aturan-aturan fuzzy yaitu dengan if-then rules. Karena terdapat tiga variabel input dalam FMEA (severity, occurrence dan detection), dimana tiap-tiap variabel input ini dikelompokkan menjadi 5 kategori (Very Low – Very High), maka terdapat 125 rules yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran. Berdasarkan rules tersebut dapat disimpulkan bahwa severity merupakan faktor yang paling menentukan untuk nilai FRPN. Dari rules di atas, dapat dilihat bahwa apabila nilai severity termasuk kategori very high akan menghasilkan nilai FRPN yang juga berada dalam kategori very high, berapapun nilai occurrence dan nilai detection-nya. Untuk proses fuzzifikasi mengubah nilai RPN menjadi Fuzzy RPN, digunakan
metode penalaran Mamdani karena baik input yang berupa nilai
severity, occurrence dan detection maupun output yaitu nilai fuzzy RPN (FRPN) sistem merupakan himpunan fuzzy. Metode penalaran Mamdani menggunakan fungsi implikasi MIN. Tampilan basis aturan dapat pada Gambar 40. Basis aturan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Berdasarkan konfirmasi dengan pakar dalam menyusun basis aturan, dapat disimpulkan bahwa severity merupakan faktor yang paling menentukan untuk nilai FRPN. Dalam Lampiran 7 dapat dilihat bahwa apabila nilai severity termasuk kategori very high akan menghasilkan nilai FRPN yang juga berada dalam kategori very high, berapapun nilai occurrence dan nilai detection-nya.
Gambar 40 Rule Editor Untuk Sistem Fuzzy
99
Tabel 24 Nilai FRPN Fungsi Proses
Kegagalan pada Proses
S
O
D
FRPN
Waktu kemantapan mekanik kurang (<650 detik)
6
4 5
1 3
401 601
Lateks berbau busuk atau tidak berwarna putih
10
2
2
883
Viskositas tinggi (>120 cps)
7
2
6
632
5
3
674
Lateks mengandung banyak sabun
8
3
4
748
Umur bahan kimia sudah atau mendekati kadaluarsa
5
2
1
300
2 5 3 4 6 8
6 2 3 2 2 2
708 708 748 708 883 883
Penerimaan lateks
Penerimaan bahan kimia Dispersi bahan kimia
Pengomponan lateks
Pemeraman kompon lateks Pembuatan koagulan Pencelupan cetakan ke dalam koagulan Pencelupan ke dalam kompon lateks
Hasil dispersi tidak sempurna
8
Timbul busa pada kompon lateks
9
Lateks kompon kurang homogen
5
4
3
461
Timbul gumpalan-gumpalan kecil
3
4
3
356
Masih terdapat buih pada kompon lateks
9
3
2
883
Viskositas koagulan terlalu rendah
7
3
2
595
Tingkat pembasahan (wetting) kurang
7
6
2
632
Lapisan koagulan tidak rata pada cetakan
2
5
708
8
3
3
748
Timbul buih pada saat pencelupan lateks
4
3 4
3 7
404 448
Terdapat kotoran pada cetakan dan lateks
3
3
3
356
Hasil pencelupan tidak rata
3
5
6
401
100
Tabel 24 Nilai FRPN (lanjutan) Fungsi Proses
Kegagalan pada Proses
S
O
D
FRPN
Pengeringan hasil celup dan bending
Produk kurang kering Gulungan kurang padat
5 4
3 3
2 2
364 318
Pencucian (post leaching)
Pencucian kurang bersih
4
3
3
404
3
2
155
2
2
155
3
2
318
2
2
318
3 2 2 3 3
3 2 2 5 2
356 258 258 356 258
3
4
356
Terlalu matang
2
Pengovenan Kurang matang
4
Pemberian powder
Powder kurang merata
3
Stripping
Lengket dan sulit dilepas
3
Tumbling
Lengket dan berubah bentuk
3
Tabel 24 menyajikan nilai output tingkat prioritas resiko untuk masingmasing kegagalan proses serta penyebabnya. Dapat diketahui bahwa beberapa jenis kegagalan proses memiliki nilai terbesar yaitu lateks berbau busuk atau tidak berwarna putih saat penerimaan lateks, timbul busa pada kompon lateks pada saat pengomponan atau pencampuran lateks dengan dispersi bahan kimia serta masih terdapat buih pada kompon lateks pada saat pemeraman lateks. Perhitungan proses defuzzifikasi terdapat pada Lampiran.
Pengetahuan yang didapatkan dari FMEA ini kemudian dijadikan basis pengetahuan dalam sistem pakar dan penyusunan logic tree sebagai bentuk representasi pengetahuan. Metode inferensi yang digunakan dalam sistem adalah metode forward chaining yaitu dimulai dari sekumpulan fakta-fakta tentang suatu efek yang ditemukan pengguna sebagai masukan sistem untuk kemudian dilakukan pelacakan jenis kegagalan proses dan penyebab dari kegagalan proses sampai tercapainya tujuan akhir berupa kesimpulan kegagalan proses yang terjadi dan rekomendasi upaya penanggulangan.
101
Berdasarkan kaidah-kaidah hasil representasi pengetahuan, maka disusun rules yang akan digunakan pada sistem pakar yang dibuat. Rules mencakup semua kombinasi jawaban yang mungkin diinput oleh user dan kombinasi outputnya. Adapun rules dan diagram tree dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran. Selain itu, pada sistem pakar ini digunakan juga teknik penelusuran depth first search. Teknik penelusuran ini merupakan teknik penelusuran dari node ke node bergerak menurun ke tingkat dalam yang berurutan. Teknik penelusuran ini hanya digunakan pada jenis-jenis kegagalan proses yang memiliki efek yang sama. Sistem pakar untuk identifikasi kegagalan proses pada proses produksi sarung tangan lateks menggunakan software Winexsys Professional Ver. 5.0.8-W. Dalam Winexsys dikenal 3 komponen pembentuk rule, yaitu : •
Qualifier Qualifier merupakan komponen yang memberikan pilihan kepada pemakai.
•
Variable Variable merupakan komponen yang memberikan keleluasaan kepada pemakai untuk memasukkan input berupa angka.
•
Choice merupakan tujuan akhir atau output dari sistem pakar. Adapun sistem pakar untuk identifikasi kegagalan proses pada proses
produksi sarung tangan lateks ini hanya menyusun komponen pembentuk qualifier dan choice. Komponen variable tidak disusun karena sistem ini tidak memberikan keleluasaan kepada user untuk memasukkan input berupa angka. User hanya diberikan pilihan untuk menjawab “Ya” atau “Tidak” saja berdasarkan hal yang diamati.
Qualifier List -
Efek Dari Kegagalan Proses E1
= Lateks kurang stabil (mudah menggupal dan mudah membentuk lapisan lateks kering permukaan lateks)
E2
= Lateks cepat rusak
102
E3
= Timbul pinhole atau fisheye pada produk sarung tangan.
E4
= Tampilan produk buruk
E5
= Produk sarung tangan mudah sobek atau lengket.
E6
= Ketebalan produk sarung tangan bervariasi
E7
= Sarung tangan menjadi kasar
E8
= Timbul cacat dekok dan kerutan pada produk sarung tangan
E9
= Terdapat kotoran pada sarung tangan
E10
= Ketebalan produk bervariasi
E11
= Gulungan tidak rapih
E12
= Gulungan mudah lepas
E13
= Timbul bintik-bintik pada bending, warna menjadi coklat, dan susah dilepas dari cetakan
E14
= Produk sobek
E15
= Produk sulit dilepas dan lengket
Choice List -
Upaya Penanggulangan • Penerimaan lateks S1 = Diamkan selama 2-4 hari S2 = Penambahan KOH atau laurat sebanyak 1,5 - 2,5 liter dan didiamkan selama 1 malam agar dapat bereaksi S3 = Tingkatkan kebersihan tangki atau gunakan plastik pelindung ke dalam drum S4 = Beli lateks pekat dari pabrik yang berasal dari klon khusus penghasil lateks pekat, misalnya klon GT1. S5 = Lakukan pengenceran dengan air dan KOH 10% S6 = Campur dengan lateks yang tidak mengandung banyak sabun. Setiap
pemindahan
lateks
dilakukan
sehati-hati
mungkin
mempertimbangkan timbulnya buih. Setiap kali penuangan standby harus cukup agar buih naik ke permukaan. Pembersihan buih harus
103
dilakukan dengan benar. Buih dikumpulkan terlebih dahulu di tengah, kemudian selanjutnya dipinggirkan. • Penerimaan bahan kimia S7 = Kembalikan ke pemasok • Dispersi bahan kimia S8 = Pastikan bahwa bahan kimia yang digunakan yaitu Sulphur, ZDEC, ZDBC, ZnO, ZO, TiO2) sesuai ketentuan takaran dan ditimbang dengan timbangan analitis S9 = Waktu proses minimal 2 hari atau sesuai dengan petunjuk operasi S10 = Melakukan pemeriksaan berkala terhadap jumlah dan kondisi bola-bola dispersi S11 = Bola-bola harus memenuhi setengah botol dan setelah ditambah bahan kimia dan air masih menyisakan ruang kosong 1/3 volume botol • Pengomponan lateks S12 =
Pengadukan
diperlambat,
kontinu
dan
jangan
sampai
menimbulkan busa S13 = Penuangan didekatkan dengan dinding wadah atau tempelkan ke permukaan lateks S14 = Lamanya pengadukan campuran lateks 60% dengan stabilizer sebelum ditambahkan dispersi kimia harus mencapai 30 menit. Sedangkan lamanya pengadukan campuran lateks 60% (setelah ditambahkan stabilizer, dispersi kimia dan wetting agent) harus mencapai 30 menit. S15 = Saring dengan saringan stainless 100 mesh • Pemeraman kompon lateks S16 = Pemeraman kompon lateks dilakukan minimal selama 2 hari sebelum digunakan dan pembersihan busa dilakukan menggunakan saringan plastik dengan cara diangkat pelan-pelan • Pembuatan koagulan S17 = Naikkan konsentrasi kalsium nitrat dan karbonat S18 = Pemeraman koagulan harus mencapai 1 hari • Pencelupan cetakan ke dalam koagulan
104
S19 = Proses dipping dimulai jika larutan koagulan sudah stabil (30-60 menit setelah pengaturan koagulan selesai). Selain itu, ratakan lapisan koagulan pada cetakan dengan spon agar lapisan koagulan merata pada cetakan. S20 = Pencucian cetakan harus dilakukan sebersih mungkin hingga tidak terdapat kotoran papaun pada cetakan. Bila perlu, menggunakan konsentrasi asam nitrat 1-2% dan temperatur 27-30ºC. • Pencelupan ke dalam kompon lateks S21 = Lateks harus bebas dari bubble, busa, dan pengotor lainnya. Pengadukan dilakukan secara perlahan dan gumpalan lateks harus dikeluarkan dari lateks dip. S22 = Lakukan penyapuan buih setiap kali akan melakukan pencelupan. Penyapuan busa harus dilakukan dengan benar. Busa dikumpulkan terlebih dahulu di tengah, kemudian selanjutnya dipinggirkan. S23 = Lakukan proses penyaringan dengan alat penyaring yang terbuat dari kawat stainless steel dengan mess 100 S24 = Diambil permukaan yang mengental dan tambah stabilizer kemudian diaduk • Pengeringan hasil celup dan bending S25 = Waktu stanby kira-kira 5 menit S26 = Perbaiki cara penggulungan. Lakukan dengan hati-hati dan tidak terburu-buru. • Pencucian (post leaching) S27 = Rendam dengan air panas 50-60ºC selama 30 menit dan bilas dengan air dingin, kemudian masukkan wet powder dan tumbler. • Pengovenan S28 = Kontrol thermometer (thermocouple) dan lakukan kalibrasi serta pengovenan dilakukan selama 1.5-2 jam dengan suhu 85-95ºC • Pemberian powder S29 = Jumlah powder sebaiknya ditambah sesuai dengan kebutuhan
105
S30 =
Memberikan
pengarahan
kepada
operator
agar
dapat
memberikan powder secara merata (baik pembedakan kering maupun pembedakan basah) • Stripping S31 =Sebaiknya kuku operator dipotong untuk menghindari sarung tangan menjadi sobek ketika dilepaskan S32 = Sarung tangan dilepaskan dari bagian dalam menjadi bagian luar. Menarik sarung tangan dari bagian cuff dan semuanya terbalik. Pakai sarung tangan katun sehingga kuku tidak kontak langsung dengan karet. S33 = Jumlah powder sebaiknya ditambah sesuai dengan kebutuhan • Tumbling S34 = Sarung tangan dimasukkan ke dalam tumbler per 10 kg. Suhu tumbler di-setting 50-70ºC selama 30 menit. Setelah selesai proses tumbling, sarung tangan dimasukkan ke dalam keranjang. Contoh tampilan sistem pakar dapat dilihat pada Gambar 41 dimana pengguna pertama kali akan ditanyakan mengenai efek kegagalan proses yang ingin diketahui penyebab dan solusinya. Diagram pohon yang menjadi dasar dalam penyusunan basis aturan dalam sistem pakar dapat dilihat pada Gambar 42.
Gambar 41 Tampilan Sistem Pakar dalam Menanyakan Masalah
106
E1
E2
C1
S1
C2
S2
F2
C3
S3
F3
C4
S4
C5
S5
F4
C6
S6
F7
C12
S12
C13
S13
F10
C16
S16
F14
C21
S21
C22
S22
F1
E3
E4
F5
C7
S7
E5
F6
C8
S8
C9
S9
C10
S10
C11
S11
F8
C14
S14
F11
C17
S17
F13
C19
S19
C20
S20
E6
E7
F9
C15
S15
E8
F12
C18
S18
E9
F15
C23
S23
F19
C27
S27
E10
F16
C24
S24
E11
F17
C25
S25
E12
F18
C26
S26
E13
F20
C28
C29 S28
E14
F21
C30
C31
C34
S31
C35
S32
C32
S33
F24
C36
S34
F22
C32
S29
C33
S30
F23
E15
Gambar 42 Tree Diagram dalam Sistem Pakar
107
Gambar 43 Tampilan Sistem Pakar dalam Mengkonfirmasi Penyebab Kegagalan Gambar 41 s/d Gambar 45 menjelaskan proses penemuan penyebab kegagalan proses yang mengakibatkan terjadinya pinhole atau fish eye dengan kode E3. Kode ini dapat berasal dari beberapa kegagalan proses seperti dapat dilihat pada Gambar 42. Basis aturan dapat dilihat pada Lampiran 9 sedangkan validation tree dapat dilihat pada Lampiran 10.
Gambar 44 Tampilan Sistem Pakar dalam Mengkonfirmasi Penyebab Kegagalan Berikutnya Gambar 44 menampilkan solusi dari sistem pakar mengenai efek kegagalan pinhole dan fish eye.
Gambar 45 Tampilan Sistem Pakar dalam Memberikan Solusi
108
6.6 Validasi Model Strategi Pengetahuan Model strategi pengetahuan divalidasi dengan menggunakan teknik face validity (Sargent 1999; Sekaran 2000). Pernyataan yang diajukan adalah modelmodel telah bermakna dan mempresentasikan sistem nyata serta memiliki kemanfaatan dalam aplikasinya untuk kemudian diajukan kepada dua orang pakar dari Pusat Penelitian Karet Bogor yang memiliki latar belakang pendidikan S3. Pilihan jawaban menggunakan skala likert dari mulai sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Sistem pendukung keputusan strategi pengetahuan dapat dilihat pada Lampiran 8.
Tabel 25 Validasi Model Strategi Pengetahuan No 1
Model
Pakar 1
Pakar 2
Setuju
Setuju
Setuju
Sangat setuju
Setuju
Sangat setuju
Sangat setuju
Cukup setuju
Setuju
Sangat setuju
6
Model Pemilihan Strategi Pengembangan Klaster serta area pengetahuan Terkait Model Analisis Kesenjangan Pengetahuan dan Penentuan Area Pengetahuan Kunci Model Pemilihan Strategi Manajemen Pengetahuan Model Kodifikasi Pengetahuan Disain Proses Model Kodifikasi Pengetahuan Kegagalan Proses Taksonomi Pengetahuan
Cukup Setuju
Cukup Setuju
7
Peta Pengetahuan
Cukup Setuju
Cukup Setuju
2
3 4 5
Keterangan : Pernyataan yang diajukan adalah model-model telah bermakna dan mempresentasikan sistem nyata serta memiliki kemanfaatan dalam aplikasinya Berdasarkan hasil pendapat pakar seperti pada Tabel 25 dapat diketahui bahwa model strategi pengetahuan secara umum telah mempresentasikan sistem nyata serta memiliki kemanfaatan dalam aplikasinya. Nilai yang agak rendah (cukup setuju) terjadi pada model kodifikasi pengetahuan disain proses, taksonomi pengetahuan dan peta pengetahuan. Hal ini memang dikarenakan walaupun model telah menstrukturkan pengetahuan disain proses barang celup lateks namun dalam kodifikasinya belum secara lengkap memuat pengetahuan mengenai disain proses barang celup lateks.