19
3 METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2011 pada kawasan mangrove di Desa Tongke-Tongke dan Kelurahan Samataring, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai, Propinsi Sulawesi Selatan.. Metode penentuan titik stasiun dilakukan secara purposive sampling, dimana penentuan lokasi dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan yang berkaitan dengan kondisi mangrove dan aktivitas masyarakat. Kawasan mangrove pada lokasi ini dibagi menjadi dua stasiun yakni di Kelurahan Samataring (Stasiun I) dan Desa Tongke-tongke (Stasiun II). Pada masing-masing stasiun tersebut terdiri atas beberapa substasiun dari perairan mangrove (pantai) ke arah daratan (Gambar 3). 3.2 Teknik Pengambilan Data 3.2.1 Pengumpulan Data Vegetasi Mangrove Pengumpulan data vegetasi mangrove dilakukan dengan menggunakan transek yakni dengan cara menarik garis tegak lurus dari arah laut ke darat. Pada setiap zona hutan mangrove yang berada di sepanjang transek garis, diletakkan secara acak petak-petak contoh berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 m x 10 m (Gambar 4). Pada setiap plot dilakukan determinasi setiap jenis tumbuhan mangrove yang ada, perhitungan jumlah tegakan dan diameter pohon pada setiap mangrove pada setinggi dada. Pada setiap zona sepanjang garis transek diukur parameter lingkungan yang telah ditentukan yang bertujuan untuk mengetahui kerapatan mangrove yang terdapat di lokasi penelitian. 3.2.2 Kepiting Bakau Pengambilan contoh kepiting diperoleh dari hasil tangkapan dalam plot dengan menggunakan alat tangkap rakkang dan bubu (Gambar 5). Setiap plot pada transek dipasang 8 rakkang dan 5 bubu (traps) secara bersamaan. Ukuran mesh size yang digunakan adalah sebesar 2 cm. Kepiting yang tertangkap diidentifikasi jenisnya.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
20
Gambar 3 Peta lokasi penelitian.
Gambar 3 Peta lokasi penelitian.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
21
G Keterangan Area sampling mangrove (10m*10m)
Area mangrove Line transek Alat tangkap
Gambar 4 Skema metode pengumpulan data mangrove.
(a) Bubu lipat
(b) Bubu bambu
(c) Rakkang Gambar 5 Jenis alat tangkap kepiting bakau yang digunakan di Kecamatan Sinjai Timur.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
22
3.2.3 Kualitas Air Dalam penelitian ini terdapat beberapa parameter kualitas air yang diukur seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Beberapa parameter kualitas air yang diukur dalam penelitian. No
Parameter
Metode, Analisis dan Alat
Lokasi
1.
Suhu
Thermometer
In situ
2.
pH
pH-meter
In situ
3.
Salinitas
Refraktometer
In situ
4.
Oksigen Terlarut
DO-meter
In situ
3.2.4 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Kelembagaan Pengumpulan data kondisi sosial, ekonomi dan kelembagaan dilakukan dengan menggunakan kuisioner dan sebagai data pendukung dilakukan pula pengumpulan data pada instansi yang terkait dengan penelitian ini. Untuk jenis data yang dikumpulkan berupa data primer yang meliputi aspek sosial ekonomi (mata pencarian, jenis tangkapan kepiting, jumlah tangkapan, ukuran kepiting yang tertangkap, harga jual kepiting serta jenis alat tangkap yang digunakan), dan aspek sosial budaya (data persepsi masyarakat mengenai keberadaan mangrove dan area penangkapan kepiting). Data sekunder yang dikumpulkan meliputi aspek kependudukan (jumlah penduduk serta tingkat pendidikan), aspek hukum dan kelembagaan (kebijakan pengelolaan kawasan ekosistem mangrove serta kelembagaan pengelolaan kawasan ekosistem mangrove). Penentuan jumlah sampel untuk responden baik untuk petambak dan nelayan sambilan ditentukan berdasarkan persamaaan estimasi proporsi sebagai berikut (Nazir 2005): n= Keterangan: n= jumlah sampel yang diinginkan N= jumlah total jenis responden D= B2/4 (B adalah bound of error = 0.10) p= estimasi dari proporsi populasi 0.1
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
23
Untuk responden nelayan kepiting bakau, pengumpul kepiting serta pemerintah terkait dilakukan sensus, karena jumlah unit sampelnya kurang dari 25 orang. 3.3 Analisis Data 3.3.1 Vegatasi Mangrove Data mengenai jenis dan jumlah tegakan diolah lebih lanjut untuk memperoleh kerapatan jenis. Kerapatan jenis (K) adalah jumlah tegakan jenis i dalam suatu unit area, dihitung dengan persamaan (Bengen 2000): K= Keterangan: K = kerapatan jenis i ni = jumlah total tegakan dari jenis i A = luas area pengambilan contoh (luas total petak contoh/plot) 3.3.2 Kepadatan Kepiting Bakau Kepadatan kipiting bakau dihitung dengan menggunakan persamaan yang selain digunakan untuk sampling tumbuhan juga dapat digunakan untuk sampling fauna yang pergerakannya lambat, atau fauna bentos (Brower et al. 1990):
Keterangan: Di = kepadatan (ind/m2) ni = Jumlah total individu spesies ke-i (individu) A = total luasan area sampling (m2) 3.3.3 Analisis Nisbah Kelamin Untuk mengetahui hubungan jantan dan betina dari suatu populasi kepiting maupun pemijahannya maka, pengamatan mengenai nisbah kelamin (Sex Ratio) kepiting yang diteliti merupakan salah satu faktor yang amat penting. Selanjutnya, untuk mempertahankan kelestarian kepiting yang diteliti diharapkan perbandingan nisbah kelamin (Sex ratio) kepiting jantan dan betina seimbang ( 1:1 ). Analisis
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
24
nisbah kelamin ini digunakan dengan menggunakan metode Yates’ Correction (Fowler & Cohen 1990) yaitu: SR=(|O-E|-0.5)2 Keterangan: SR= Sex ratio O = frekuensi kepiting jantan dan betina yang diamati E= frekuensi kepiting jantan dan betina yang diharapkan 3.3.4 Analisis Hubungan Panjang dan Bobot Hubungan panjang dan bobot digambarkan dalam dua bentuk grafik yakni isometrik dan alometrik. Untuk kedua pola ini berlaku persamaan yang dikemukanan oleh Ricker (1975) in Effendie (1979): W = aLb Keterangan: W = bobot individu kepiting dalam gram L = lebar karapas dalam mm a = intersep (perpotongan kurva hubungan panjang bobot dengan sumbu y) b = penduga pola pertumbuhan panjang-bobot Untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus digunakan persamaan sebagai berikut: Log10 W = log10 a+b log10 L Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi dengan Log W sebagai Y dan Log L sebagai X, maka didapatkan persamaan regresi: Y = a+bX Untuk menguji nilai b=3 atau b≠3 dilakukan uji-t. Jika b=3 maka hubungan panjang bobot adalah isometrik dan jika b≠3 maka hubungan panjang bobot adalah alometrik. Untuk pola pertumbuhan alometrik dibagi menjadi dua yakni alometrik positif, (jika b>3, pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang) serta alometrik negatif, (jika b<3, pertambahan panjang lebih cepat daripada pertumbuhan berat).
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
25
3.3.5 Parameter Pertumbuhan Model pertumbuhan yang digunakan adalah model yang dikemukakan oleh Von Bertalanffy (Sparre & Venema 1999) dengan persamaan sebagai berikut: Lt = L∞ [1 – e -K(t-t0)] Untuk menentukan panjang asimtot ikan (L∞) dan koefisien laju pertumbuhan (K) digunakan metode Ford dan Walford in Sparre & Venema (1999) yaitu dengan memplotkan L(t + ∆t) dan L(t) dengan persamaan : L(t + ∆t) = a + b L(t), setelah mendapatkan persaman regresi dari kedua hubungan. Nilai L ∞ dan K didapatkan dari hasil perhitungan dengan metode ELEFAN I (Electronic Length Frequencys Analysis) yang terdapat dalam program FISAT II. Selanjutnya pendugaan umur teoritis pada saat lebar karapas sama dengan nol (to) digunakan rumus empiris Pauly (1983) in Sparre & Venema (1999) sebagai berikut: log (-to) = -0,3922 – 0,2752 log L∞ -1,308 log K Keterangan: L∞ = Panjang asimptot kepiting (mm) K = Koefisien pertumbuhan(per tahun) to = Umur teoritis ikan pada saat panjangnya sama dengan nol (tahun) 3.3.6 Laju Eksploitasi Kepiting Pendugaan laju eksploitasi kepitng dilakukan dengan penentuan parameterparameter pertumbuhan yang telah dihitung sebelumnya. Setelah nilai ini diketahui, maka dilakukan pendugaan laju mortalitas (Z) berdasarkan persamaan Beverton dan Holt (Sparre & Venema 1999): Z = K* Dan untuk pendugaan laju mortalitas alami menggunakan rumus empiris Pauly (1983) in Sparre & Venema (1999): Log M = - 0,152 – 0,279*ln L ∞ + 0,6543* Log K + 0,463*Log T dimana T merupakan tempetur perairan. Nilai Z dan M digunakan untuk menduga laju kematian kepiting akibat penangkapan (F) dengan menggunakan persamaan: F=Z–M
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
26
Berdasarkan nilai tersebut maka laju eksploitasi kepiting (E) dapat diduga dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: E= Keterangan: Z = total laju mortalitas (pertahun) F = laju mortalitas penangkapan (pertahun) E = laju eksploitasi (pertahun) 3.3.7 Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Untuk menduga ukuran pertama kali matang gonad digunakan metode Spearman-Karber (Udupa 1986) dengan rumus: Log m= Dengan selang kepercayaan 95%, maka:
Keterangan: m = logaritma lebar karapas kepiting bakau pada saat pertama kali matang gonad xk = logaritma nilai tengah pada saat pertama kali matang gonad X = selisih logaritma nilai tengah Xi = logaritma nilai tengah ri = jumlah kepiting matang gonad pada kelas ke-i ni = jumlah kepiting matang gonad pada kelas ke-i 3.3.8 Analisis Hubungan Sebaran Spasial Kepiting Bakau (S. olivacea) dengan Karaketristik Vegetasi Mangrove Untuk analisis karakteristik habitat kepiting (S. olivacea) berdasarkan variasi parameter biofisik dan kimia lingkungan pada setiap stasiun dianalisa dengan menggunkan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis/PCA) (Legendre & Legendre 1983; Bengen 2000). Analisis PCA ini
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
27
merupakan metode statistik interdependen yang bertujuan mempresentasikan informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data dalam bentuk grafik. 3.3.9 Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Kepiting Bakau Keberlanjutan pengelolaan kepiting bakau dianalisis secara statistic multivariate dengan pendekatan Multideminsional Scaling (MDS). Analisis keberlanjutan pengelolaan kepiting bakau ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan keberlajutan pengelolaan kepiting bakau untuk pemanfaatan yang optimal. Keberlanjutan pengelolaan kepiting bakau dianalisis dengan menggunakan metode RAPFISH (Rapid Assessment Techniques for Fisheries), untuk menilai status keberlanjutan kepiting bakau. Dalam penggunaan Rapfish dilakukan pemilihan atribut dari berbagai dimensi yang merupakan representasi terbaik bagi peluang keberlanjutan dari masing-masing dimensi yang menjadi fokus analisis. Penilaian (scoring) setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kreteria keberlanjutan setiap individu. Rapfish didisain secara objektif, transparan dan multidisplin. Penggunaan metode ini biasanya untuk melihat keberlanjutan suatu pengelolaan perikanan dan menggunakan pendekatan top-down untuk evaluasi sistem perikanan (Adrianto 2005) Pada teknik Rapfish, skor yang berikan berupa nilai “buruk” (bad) yang mencerminkan kondisi pengelolaan yang tidak menguntungkan, nalai berikutnya adalah
“baik”
(good)
yang
mencerminkan
kondisi
pengelolaan
yang
menguntungkan. Penyusunan indeks keberlanjutan berdasarkan indeks setiap dimensi dikategorikan menurut Kavanagh (1999) sebagai berikut: a. Nilai indeks 0-24,99 (kategori tidak berkelanjutan) b. Nilai indeks 25-49,99 (kategori kurang berkelanjutan) c. Nilai indeks 50-74,99 (kegetori cukup berkelanjutan) d. Nilai indeks 75-100 (kategori berkelanjutan) Melalui metode MDS posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan melalui sumbu horizontal dan vertikal. Posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horizontal dengan nilai indeks keberlanjutan diberi nilai 0% (buruk) dan 100% (baik). Jika nilai indeks keberlanjutan lebih besar atau sama dengan 50
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
28
maka sistem dapat dikatakan berkelanjutan, tetapi jika dibawah 50 maka dikatakan tidak berkelanjutan. Jika analisis dimensi ini sudah dilakukan maka analisis perbandingan antar dimensi dapat dilakukan dan divisualisasikan dalam bentuk diagram layang-layang. Didalam Rapfish juga dapat dilakukan analisis sensitivitas, analisis ini dilakukan untuk melihat atribut yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks keberlanjutan pengelolaan sumberdaya kepiting bakau. Peranan masing-masing indeks dianalisis dengan menggunakan attribut laveraging. Pengaruh setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan Root Means Square (RMS) ordinasi khususnya pada sumbu-x. Atribut yang memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi dari hasil analisis ini dianggap sebagai faktor pengungkit, dimana apabila dilakukan perbaikan pada atribut ini dapat membantu pengelolaan sumberdaya kepiting bakau dapat menjadi lebih baik serta dapat menjadi masukan untuk menyusun pengelolaan sumberdaya kepiting bakau.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/