21
3. METODE PENELITIAN
3.1.
Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan diantaranya sampel tanah untuk kimia dan fisik, data kelembagaan, dan harga pasar. Sampel tanah di lokasi penelitian diambil melalui survei lapang, sedangkan data kelembagaan dan harga pasar di gali dengan metode wawancara semi terstruktur, dengan kuisioner. Data sekunder diperoleh dari lembaga pemerintahan di lokasi studi (kantor kecamatan dan kelurahan), Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura serta instansi-instansi lain yang berkompeten dengan data-data yang diperlukan. Data-data tersebut diantaranya adalah peta administrasi, peta RTRW, peta jenis tanah, peta kelas lereng, data iklim (peta curah hujan), data luas lahan dan produksi pertanian tanaman padi dan lain sebagainya. Berdasarkan substansi tujuannya, matriks analisis penelitian disajikan pada Tabel 2.
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah Kecamatan Rawa Pitu. Kecamatan ini
merupakan salah satu dari 13 (tiga belas) kecamatan di Kabupaten Tulang Bawang hasil pemekaran wilayah kabupaten pada tahun 2009, yaitu menjadi Kabupaten Tulang Bawang dan Kabupaten Mesuji. Kecamatan Rawa Pitu berbatasan langsung dengan: ‐
Sebelah Utara
: Kecamatan Rawajitu Utara dan Penawar Tama
‐
Sebelah Selatan
: Kecamatan Gedung Meneng
‐
Sebelah Timur
: Kecamatan Rawajitu Selatan
‐
Sebelah Barat
: Kecamatan Penawar Tama dan Gedung Aji
Desa-desa yang menjadi lokasi penelitian ini adalah: desa Batanghari, Sumber Agung, Panggung Mulyo, Andalas Cermin, Duta Yoso, Gedung Jaya, Rawa Ragil, Mulyo Dadi, Bumi Sari (Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan
22
Transmigrasi Kabupaten Tulang Bawang). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan November 2010. Tabel 1. Matriks Analisis Penelitian No 1.
Substansi Tujuan Identifikasi Komoditas Unggulan
Pewilayahan Komoditas Unggulan
2
3
Rekomendasi Penggunaan Lahan
Model Kelembagaan Masyarakat
Jenis Data
Sumber Data
Metode Pengumpulan Data BPS/BAPPEDA Kab Tulang Bawang
Metode Analisis
Data Pertanian (luas tanam, produksi, harga jual), Peternakan (jumlah dan asumsi harga)
BPS
Peta tanah Peta RBI Skala 1:50.000 Peta Geologi, Peta dan Data hidrologi lokasi Primer/Tabular, Data Iklim dan curah hujan selama 1 thn Data Boring dan Profil Tanah Primer (melalui survei tnh) Data Input Output Usaha (Harga Bibit, Harga Pupuk, Pestisida, Upah Tenaga Kerja (HOK), Pengangkutan, Transportasi dan Harga Pasar Penentuan Komoditas Unggulan
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Depnakertrans Pusat, atau Dinas Nakertrans di daerah
Wawancara
Masyarakat Setempat dan PPL
Analisis Ekonomi
Hasil Analisis
Tabulasi
Data Sekunder (Tabular), PODES, 2008
BPS Kab/Pusat
Studi Pustaka
Index Komoditas Unggulan Analisis Skalogram
Peta Hasil Analisis Skalogram, Komoditas Unggulan, dan Kesesuaian lahan
Hasil Analisis
Overlay
Pewilayahan Komoditas Unggulan Tutupan Lahan Eksisting
Hasil Analisis
Tabulasi dan Peta Interpretasi Citra
Rekomendasi Penggunaan Lahan
Hasil Analisis
Dinamika Kelembagaan
Stakeholder terkait
Data Hasil Kuisioner
Citra Landsat TM+7
Unsur Stakeholder Kec, Tokoh Masyarakat
Overlay Peta Kesesuaian Lahan dan Tutupan Lahan Eksisting Wawancara dan Studi Pustaka Wawancara
Analisis Komoditas Unggulan (LQ) dan SSA Analisis Kesesuaian Lahan
Analisis Sistem Informasi Geografi Tabulasi Analisis Pengindera an jauh Analisis Sistem Informasi Geografi Index Kelembagaan
Analisis Proses Hirarki (AHP)
23
3.3.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan antara lain : 1.
Peta Digital Rupabumi Indonesia, Bakosurtanal skala 1:50.000 dan skala 1:250.000.
2.
Laporan dan peta–peta hasil penelitian dari lembaga atau dinas lain.
3.
Data Citra Landsat TM 7+ Tahun 2009.
4.
Kuisioner.
Peralatan yang digunakan terdiri dari : 1.
2.
Perangkat keras (Hardware) : o
Bor Belgie, GPS, Munsell Soil Color Chart, Kompas
o
Seperangkat komputer dan printer
o
Kamera dan alat tulis
Perangkat lunak (Software) : Arc GIS 9.3, Arc View 3.3, Microsoft Office
3.4.
Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dibawah ini.
3.4.1. Penentuan Komoditas Unggulan Uraian analisis-analisis yang digunakan dalam penentuan komoditas unggulan diuraikan sebagai berikut: 3.4.1.1. Analisis Penentuan Basis Aktifitas Penentuan basis aktifitas desa dalam penelitian ini dianalisis dengan metode Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Analisis LQ digunakan untuk mengetahui lokasi pemusatan/basis aktivitas Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas panen dan nilai produksi (produksi x harga). Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) pola-pola aktivitas bersifat seragam dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Nilai LQ diketahui dengan rumus sebagai berikut : ............................................. (1)
24
Dimana : = nilai LQ untuk aktivitas ke-j di wilayah ke-i = luas tanam (ha)/nilai pendapatan (Rp) untuk komoditas ke-j di desa ke-i = luas tanam (ha)/nilai pendapatan total (Rp) pada desa ke-i = luas tanam (ha)/nilai pendapatan (Rp) komoditas ke-j pada total wilayah = luas tanam (ha)/nilai pendapatan (Rp) seluruh komoditas di wilayah studi i
= desa yang diteliti
j
= komoditas
Interpretasi hasil analisis adalah sebagai berikut : ¾ Jika nilai
> 1, komoditas ke-i memiliki keunggulan komparatif
untuk dikembangkan di suatu wilayah (desa) ¾ Jika nilai
< 1, komoditas ke-i tidak memiliki keunggulan
komparatif untuk dikembangkan di suatu wilayah (desa) Disamping LQ untuk penetapan komoditas unggulan juga digunakan analisis shift share. Analisis shift share merupakan suatu teknik yang digunakan untuk memahami pergeseran struktur aktifitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Lokasi tersebut adalah Kecamatan Rawa Pitu, dibandingkan dengan Kabupaten Tulang Bawang. Analisis shift share dapat digunakan untuk menetapkan target/sektor dan menganalisis dampak ekonomi. Selain itu memungkinkan dapat digunakan untuk mengidentifikasi keunggulan daerahnya dan menganalisa industri/sektor yang menjadi dasar perekonomian daerah (Blakely dan Bradshaw, 2002). Berdasarkan hasil analisis shift share diperoleh gambaran kinerja aktifitas di suatu wilayah. Menurut Blakely dan Bradshaw (2002) gambaran kinerja ini dapat dijelaskan menjadi 3 (tiga) komponen hasil analisis, yaitu:
25
1. Komponen Laju Pertumbuhan Total (komponen share). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik waktu yang menunjukkan dinamika total wilayah. 2. Komponen Pergeseran Proporsional (komponen proportional shift). Komponen ini menyatakan pertumbuhan total aktifitas tertentu secara relatif, dibandingkan dengan pertumbuhan secara umum dalam total wilayah yang menunjukkan dinamika sektor/aktifitas total dalam wilayah. 3. Komponen Pergeseran Diferensial (komponen differential shift). Ukuran ini menjelaskan bagaimana tingkat kompetisi (competitiveness) suatu aktifitas tertentu dibandingkan dengan pertumbuhan total sektor/aktifitas tersebut dalam wilayah. Komponen ini menggambarkan dinamika (keunggulan/ketidakunggulan) suatu sektor/aktifitas tertentu di sub wilayah tertentu terhadap aktifitas tersebut di sub wilayah lain. Persamaan analisis shift-share ini adalah sebagai berikut:
SSA
⎛ =⎜ ⎜ ⎝
⎞ ⎛ − 1⎟ + ⎜ ⎟ ⎜ (t 0) ⎠ ⎝
X .. X ..
( t1)
X X
i ( t1) i (t 0)
a dimana : a
−
⎞ ⎛ ⎟+⎜ ⎟ ⎜ (t 0) ⎠ ⎝
X .. X ..
( t 1)
X X
ij ( t1)
−
ij ( t 0 )
b
X X
⎞ ⎟ ......... (2) ⎟ i (t 0) ⎠ i ( t1)
c
= komponen share
b
= komponen proportional shift
c
= komponen differential shift, dan
X..
= luas lahan pertanian
Xi
= total luas lahan untuk usahatani komoditas ke-i
Xij
= luas lahan untuk komoditas ke-j di wilayah desa ke-i
t1
= titik tahun akhir
t0
= titik tahun awal
3.4.1.2. Analisis Kesesuaian Lahan Analisis
kesesuaian
lahan
adalah
suatu
teknik
analisis
penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (present) atau setelah diadakan perbaikan (improvement), lebih spesifik
26
lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi, dan atau drainase sesuai untuk suatu usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif (Djaenudin et al., 2003). Kriteria kesesuaian lahan yang digunakan adalah dari kriteria yang disusun oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007). Proses evaluasi lahan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara matching (mencocokkan) antara karakteristik lahan dari setiap SPT dengan persyaratan tumbuh atau kriteria kesesuaian lahan. Hasil analisis kesesuaian lahan yang diperoleh nantinya berupa kesesuaian lahan aktual. 3.4.1.3. Analisis Ekonomi Analisis
ekonomi
dilakukan
untuk
memperoleh
informasi
mengenai kelayakan finansial usahatani. Selain itu, analisis ini dilakukan untuk mempelajari dan memprediksi besarnya pendapatan dan keuntungan usahatani berdasarkan alokasi sumberdaya yang ada. Keberhasilan dalam mengelola usahatani diukur melalui besarnya pendapatan yang diterima dari usahatani tersebut. Analisis ekonomi yang dilakukan adalah Gross Margin (GM), Benefit Cost Ratio (BCR/Ratio BC, Net Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR). Komoditas terpilih yang dianalisis didasarkan pada data hasil survei lapang dan analisis komoditas unggulan. Identifikasi pilihan komoditas dilihat dari banyak/sedikitnya komoditas tersebut dibudidayakan oleh petani, selain itu dilihat dari potensi sumberdaya fisik lahannya, komoditas tersebut antara lain: padi, jagung, karet, dan kelapa sawit. Gross Margin (GM) Gross Margin (GM) adalah keuntungan ekonomi, yaitu rerata jumlah pendapatan dikurangi rerata jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan pada suatu luasan lahan tertentu (misalnya adalah per hektar) dalam jangka waktu tertentu (misalnya adalah per tahun). Gross Margin merupakan pendapatan hasil pertanian (produksi x harga) dikurangi biaya.
27
Secara matematis dapat ditulis : Gross Margin =
∑ produksi ki * harga produk ki -∑ input ji * harga input ji...(3) ji
ki
Keterangan : ki : jenis unit produkai ke i, ji : jenis input ke i Benefit Cost Ratio (Ratio BC) Benefit Cost Ratio (Ratio BC) adalah nilai pendapatan sekarang (Present Value (PV) in) dibagi dengan nilai biaya sekarang (Present Value (PV) out). Usahatani yang memiliki Ratio BC tertinggi adalah usahatani yang memiliki tingkat kelayakan paling tinggi atau paling baik. Apabila Ratio BC lebih besar dari satu maka usahatani tersebut layak untuk dilanjutkan, namun apabila Ratio BC kurang dari satu, maka usahatani tersebut tidak layak untuk dilanjutkan. Secara matematis dapat ditulis : t =n
B/C ratio =
Bt
∑ (1 + i) t =1 t =n
t
..................................... (4)
Ct ∑ t t =1 (1 + i )
Keterangan : Bt : manfaat usahatani sampai tahun ke t Ct : biaya usahatani sampai tahun ke t i : tingkat suku bunga t : tahun Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan nilai pendapatan sekarang di akhir usaha (Present Value (PV) in) dikurangi nilai biaya sekarang (Present Value (PV) out). Pengertian yang lain, NPV adalah nilai uang sekarang yang didapat sebagai hasil penerapan suatu penggunaan lahan (TPL) pada suatu luasan tertentu selama waktu penggunaan lahan tersebut bukan per tahun pembukuan seperti pada Gross Margin. Apabila hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa NPV bernilai positif maka
28
usahatani tersebut dapat dikatakan menguntungkan, dan apabila NPV bernilai negatif berarti usahatani tersebut tidak menguntungkan. Secara matematis dapat ditulis NPV =
n
Bt − Ct
∑ (1 + i) t =1
t
........................................... (5)
Keterangan : Bt : manfaat usahatani sampai tahun ke t Ct : biaya usahatani sampai tahun ke t i : tingkat suku bunga t : tahun Internal Rate of Return (IRR). Internal Rate of Return (IRR) adalah besarnya potongan agar nilai pendapatan sekarang sama dengan nilai biaya sekarang. Jika IRR lebih tinggi dari bunga bank maka usahatani yang diterapkan akan menguntungkan. Secara matematis IRR adalah discount rate (bunga) di mana IRR merupakan positif risiko keuangan suatu usahatani, makin tinggi IRR risiko makin berkurang, karena pendapatan lebih pasti. Secara matematis dapat ditulis : IRR = i’ + (i” – i’)
NPV ' ( NPV ' − NPV " )
................. (6)
Keterangan : i’ : tingkat discount rate pada saat NPV positif i” : tingkat discount rate pada saat NPV negatif NPV’ : nilai NPV positif NPV” : nilai NPV negatif Untuk memprediksi matriks dan parameter ekonomi, sebelumnya harus diperoleh data atau prediksi kemampuan produksi untuk masingmasing kelas kesesuaian lahan. Asumsi yang digunakan mengacu pada Dent (1983) dalam Sidik (2002), yaitu produksi pada kelas kesesuaian lahan S1 ≥ 80 % dari produksi optimal, lahan S2 antara 60 % - 80 % dari produksi optimal, lahan S3 antara 40-60 % dari produksi optimal, dan lahan N hanya mencapai 40 % dari produksi optimal.
29
3.4.1.4. Penentuan Komoditas Unggulan Penentuan
komoditas
unggulan
bertujuan
untuk
mengidentifikasi
komoditas unggulan masing-masing desa. Komoditas unggulan ditentukan melalui indeks multi kriteria komoditas unggulan, dengan cara menetapkan 6 (enam) variabel hasil analisis yang digunakan, yaitu: hasil analisis LQ (luas tanam dan nilai produksi), SSA, kesesuaian
lahan, ekonomi, dan aksesibilitas.
Penentuan komoditas unggulan ini diasumsikan bahwa variabel-variabel tersebut bersifat indeferents atau sama penting. Aspek fisik dan non fisik dalam penelitian ini diasumsikan memiliki bobot yang sama. Menurut jenis data dan satuannya, dapat dijelaskan bahwa dalam penentuan basis aktifitas digunakan data hasil analisis LQ dan SSA, yaitu berupa: nilai LQ luas tanam, nilai LQ nilai pendapatan, dan nilai SSA, sedangkan dalam analisis kesesuaian lahan, hasil analisis yang digunakan adalah jumlah luas lahan S1 (sesuai), S2 (cukup sesuai), dan S3 (sesuai marginal). Sementara itu, untuk analisis ekonomi, hasil analisis yang digunakan adalah nilai Gross Margin (GM) dengan satuan Rp/ha/tahun. Analisis penentuan komoditas unggulan ini juga ditambahkan variabel aksesibilitas, yaitu: jarak dari pusat desa ke lokasi pemasaran masing-masing komoditas dengan satuan kilometer (km). Selanjutnya, setelah masing-masing hasil analisis diperoleh, langkah selanjutnya adalah men-tabulasi data tersebut per komoditas per desa. Masingmasing data dihitung nilai indeks-nya, dengan rumus matematis sebagai berikut: ............................................. (7)
Keterangan : i
= wilayah desa = 1,2,....n; n = 9
Xij
= nilai variabel ke-j pada wilayah i
j
= 1,2,....,6
X1
= LQ luas tanam
X2
= LQ nilai produksi
X3
= nilai SSA
X4
= kesesuaian lahan
30
X5 ^6 X
= Gross Margin = aksesibilitas
Lain halnya, untuk variabel aksesibilitas, terlebih dahulu dihitung invers (kebalikan) dari nilai jarak tersebut. Maksudnya, semakin dekat jarak lokasi desa dengan lokasi pemasaran, maka dapat diasumsikan lebih baik, begitu juga sebaliknya. Nilai index aksesibilitas diperoleh dari invers jarak pusat kota ke lokasi pemasaran. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: ^
..................................................... (8)
Keterangan : X6
= indexs aksesibilitas
Xi6
= nilai variabel aksesibilitas pada wilayah i
Selanjutnya, agar ∑Xij bernilai 1,00, maka dilakukan normalisasi data dengan cara seperti yang disajikan pada persamaan (7). Setelah diperoleh nilai indexs masing-masing variabel, selanjutnya adalah menjumlah masing-masing nilai variabel indexs sehingga diperoleh jumlah skor. Jumlah skor komoditas paling besar, ditetapkan sebagai komoditas unggulan desa. Secara matematis penjumlahan indexs (skoring) dapat ditulis sebagai berikut: .................................................. (9)
Keterangan : Xi = jumlah skor wilayah ke-i Xij = nilai variabel ke-j pada wilayah i j = 1,2,....,6
3.4.2. Pewilayahan Komoditas Unggulan 3.4.2.1. Analisis Hirarki Wilayah Analisis hirarki wilayah adalah suatu analisis yang digunakan untuk menentukan hirarki dari unit wilayah tertentu yang didasarkan pada jumlah dan jenis fasilitas umum, bobot, industri dan jumlah penduduknya dilihat berdasarkan
31
kuantitas dan kualitasnya. Seluruh fasilitas umum yang dimiliki oleh setiap unit wilayah di data dan di susun dalam satu tabel terstruktur. Data fasilitas umum yang berupa, baik jumlah dan jenisnya diperoleh dari kombinasi pengumpulan data sekunder hasil survei lapang (monografi desa) dengan data potensi desa tahun 2008. Sementara itu, unit wilayah dalam hal ini adalah wilayah administrasi desa di Kecamatan Rawa Pitu (9 desa). Secara umum, wilayah dengan hirarki lebih tinggi memiliki jenis fasilitas paling beragam dengan jumlah unit terbanyak dan wilayah berhirarki rendah berlaku sebaliknya. Analisis hirarki wilayah ini digunakan untuk mendukung analisis pewilayahan komoditas unggulan. Metode skalogram yang digunakan dalam analisis ini adalah analisis skalogram berbobot berbasis desa (tabulasi). 3.4.2.2. Pewilayahan Komoditas Unggulan Perwilayahan komoditas merupakan langkah awal dalam mencapai ketepatan pengembangan komoditas pertanian baik pilihan wilayah maupun jenis tanamannya. Pendekatan perwilayahan bagi pengembangan komoditas pertanian merupakan usaha untuk meningkatkan produktifitas karena setiap jenis komoditas pertanian memerlukan persyaratan sifat lahan yang berbeda untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal (Andi, 2006). Pewilayahan komoditas unggulan dalam penelitian ini adalah sintesis dari hasil analisis penentuan komoditas unggulan dengan hasil analisis hirarki wilayah. Berdasarkan perbandingan (tabulasi) antara hasil hirarki wilayah dan komoditas unggulan desa, maka di peroleh klasterisasi wilayah. Diharapkan pengembangan kawasan yang tepat dan terstruktur sesuai potensi wilayah dapat tercapai. Selain berbentuk tabular dan deskriptif, penyajian hasil sintesis ini juga disajikan dalam bentuk spasial, yaitu berupa peta pewilayahan komoditas unggulan. Peta ini dapat memperoleh gambaran spasial pewilayahan komoditas unggulan. Teknik pengolahan dan penyajian peta dengan menggunakan sofware Arc GIS 9.3. 3.4.3. Rekomendasi Spasial Penggunaan Lahan Analisis yang digunakan dalam rekomendasi spasial penggunaan lahan diuraikan sebagai berikut :
32
3.4.3.1. Klasifikasi Tutupan Lahan Klasifikasi tutupan lahan dalam penelitian ini digunakan untuk menginterpretasi citra satelit Landsat TM+7 Kecamatan Rawa Pitu dengan menggunakan software ERDAS IMAGINE 9.2. Tahapan dalam pengolahan citra satelit Landsat ini dimulai dari koreksi geometrik dan koreksi radiometrik. Citra satelit yang telah terkoreksi dipotong (cropping) berdasarkan batas lokasi penelitian (Kecamatan Rawa Pitu). Selanjutnya, dibuat training set dan dikelaskan berdasarkan tutupan lahan eksisting menggunakan klasifikasi terbimbing. Informasi tutupan lahan eksisting diperoleh dari hasil observasi lapang dan bantuan informasi lainnya, misalnya peta tutupan lahan dari Departemen Kehutanan dan lain sebagainya. Sebelum membuat training set, terlebih dahulu jumlah kelas tutupan lahan ditentukan. Pada penelitian ini ditentukan 13 (tigabelas) kelas tutupan lahan, yaitu awan, belukar, hutan, hutan rawa/nipah, kebun campuran, kelapa sawit, pemukiman, pertanian lahan kering, rawa, sawah bera, sawah berair, tanah terbuka, dan tubuh air. Pemilihan training set agar dapat merepresentasikan nilai pixel suatu kelas yang diinginkan. Pembuatan training set dipilih melalui citra dasar yang dibatasi oleh polygon-polygon sekaligus pemberian nama kelas, representatif dan disimpan dalam file signature. Hasil klasifikasi citra kemudian disimpan dan dilakukan smooting hasil interpretasi (Nearest Neighborhood). Setelah di peroleh tutupan lahan, maka format raster dikonversi ke vector (shapefile) dan dilanjutkan dengan pengolahan data spasial (layout) menggunakan software Arc GIS 9.3. Hasil analisis ini adalah peta tutupan lahan tahun 2009. Skema alur klasifikasi terbimbing ini disajikan pada Gambar 2. 3.4.3.2. Rekomendasi Penggunaan Lahan Untuk mendapatkan rekomendasi penggunaan lahan berbasis kondisi saat ini, dilakukan overlay peta kesesuaian lahan dan peta tutupan lahan saat ini. Teknik overlay ini menggunakan metoda geoprocessing (union) dalam analisis Sistem Informasi Geografi (SIG), karena datanya berbasis spasial. Metode geoprocessing (union) dalam penelitian ini adalah menumpang tindihkan data spasial satu dengan lainnya berikut attribut-nya, sehingga diperoleh gabungan kedua data dan informasi spasial tersebut.
33
Gambar 2. Alur Klasifikasi Terbimbing untuk Menentukan Tutupan Lahan Eksisting
Selanjutnya dengan memperbandingkan attribut hasil overlay kedua data spasial tersebut kemudian dilakukan penilaian masing-masing kombinasi tutupan lahan dan kelas kesesuaian lahan, sehingga diperoleh rekomendasi penggunaan lahan. Penilaian rekomendasi lahan ini memperhitungkan beberapa aspek lingkungan
yang
berkelanjutan.
Beberapa
aspek
keberlanjutan
yang
diperhitungkan dalam penelitian ini adalah (1). Mengutamakan kelestarian lingkungan, (2). Mempertahankan areal resapan air, (3). Memperhatikan kelas kesesuaian lahan, (4) Mempertahankan areal pemukiman dan areal-areal publik lainnya. Rincian aspek dan variabel yang digunakan dalam penilaian ini, selengkapnya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Aspek dan variabel dalam rekomendasi penggunaan lahan No. Aspek y 1. Kelestarian lingkungan 2.
Resapan air
3.
Kesesuaian lahan
4.
Bangunan
Variabel Tutupan lahan
Dipertahankan Di konversi terbuka, Hutan, lahan Tanah lahan tidak produktif, produktif, lahan sempadan sungai kritis, belukar Tutupan lahan Tubuh air, sungai, Gambut tipis, rawa, lahan gambut bukan areal konservasi Kelas Lahan S1, S2, dan Lahan N kesesuaian lahan S3, lahan produktif Tutupan lahan Pemukiman, fasilitas umum
34
Seperti disebutkan dalam Tabel 2, penilaian tutupan lahan saat ini (eksisting) berupa hutan, hutan nipah, rawa, dan tubuh air direkomendasikan tetap dipertahankan pemanfaatannya, sehingga dapat dijadikan kawasan konservasi. Rekomendasi penggunaan lahan ini, diharapkan keseimbangan dan kelestarian lingkungan saat ini maupun yang akan datang dapat tercapai. 3.4.4. Pengembangan Kelembagaan Pertanian Analisis pengembangan kelembagaan pertanian ini mensintesiskan hasil analisis deskriptif dan Analytical Hierarcy Process (AHP), sehingga diperoleh bentuk kelembagaan pertanian yang sesuai dengan keinginan masyarakat setempat. Analisis-analisis yang digunakan dalam pengembangan kelembagaan pertanian ini diuraikan sebagai berikut: 3.4.4.1. Analisis Dinamika Kelembagaan Masyarakat Analisis dinamika kelembagaan dalam penelitian ini diawali dengan melakukan identifikasi jumlah dan bentuk-bentuk kelembagaan yang ada di lokasi penelitian. Selanjutnya, berdasarkan jumlah kelembagaan, dilakukan normalisasi data (indexs kelembagaan). Formula menghitung indexs seperti yang disajikan pada persamaan (7). Adapun variabel untuk membangun indexs terdiri dari 5 (lima) variabel, yaitu: X1 = jumlah kelompok tani; X2 = jumlah anggota kelompok tani; X3 = jumlah koperasi; X4 = jumlah pasar; X5 = jumlah toko/kios/warung. Nilai variabel indexs masing-masing desa setelah diperoleh, kemudian dilakukan penjumlahan indexs, sehingga di peroleh nilai skor dinamika kelembagaan. Penjumlahan skor tersebut mengikuti persamaan (9) dengan jumlah variabel (j) sebanyak 5 (lima) buah sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Indeks yang dihasilkan selanjutnya disebut sebagai indeks dinamika kelembagaan masyarakat. Sementara itu, berdasarkan skoring, ditetapkan 3 (tiga) dinamika kelembagaan masyarakat, yaitu : dinamis, sedang dan kurang dinamis. Kriteria yang digunakan dalam penilaian dinamika kelembagaan ini disajikan pada Tabel 3.
35
Tabel 3. Kriteria Penentuan Dinamika Kelembagaan Masyarakat No 1 2 3
Dinamika Kelembagaan Dinamis Sedang Kurang dinamis
Kriteria Ii. > Rataan + 0,5 S Rataan - 0,5 S ≤ I.i < Rataan + 0,5 S Ii. ≤ Rataan - 0,5 S
Kererangan : S = standar deviasi, 0,5 = konstanta
3.4.4.2. Model Kelembagaan Pertanian menurut Persepsi Masyarakat dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) AHP merupakan salah satu metode untuk membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai pilihan dengan menggunakan beberapa kriteria (multi criteria). Karena sifatnya yang multi kriteria, AHP cukup banyak digunakan dalam penyusunan prioritas (Susila et al. 2007). Menemukan dan mengembangkan konsep kelembagaan pertanian berdasarkan persepsi masyarakat dilakukan dengan analisis AHP. Pada penelitian ini ada 2 (dua) hal yang dijadikan tujuan dalam pemberdayaan, yaitu kemandirian petani atau produktifitas pertanian. Kedua tujuan tersebut, dibagi menjadi tiga faktor penting yang harus diperhatikan, yaitu faktor kelembagaan, sosial-ekonomi, dan sumberdaya fisik wilayah. Selanjutnya, ketiga faktor tersebut dibagi berdasarkan masing masing kriteria yang paling berpengaruh, diantaranya: metode penyampaian, integritas pendamping, ekonomi, budaya (kebiasaan masyarakat), kesuburan tanah, dan kondisi wilayah. Langkah selanjutnya adalah memilih strategi yang paling tepat, diantaranya pelatihan, pendampingan, studi banding, atau sekolah lapang. Stakeholder yang terlibat dalam model pemberdayaan ini adalah PEMDA, LSM, atau Swasta/lainnya. Struktur AHP untuk penentuan model kelembagaan petani menurut persepsi masyarakat disajikan pada Gambar 3. 3.4.4.3. Model Kelembagaan Pertanian yang Efektif Selanjutnya sintesis dinamika kelembagaan dan model kelembagaan menurut persepsi masyarakat disajikan melalui analisis deskriptif. Model kelembagaan pertanian yang efektif sesuai kebutuhan petani dapat di identifikasi dan dapat diimplementasikan.
36
Gambar 3. Struktur AHP Persepsi Kelembagaan Pertanian
3.4.5. Sintesis Pengembangan Kawasan Transmigrasi Berbasis Komoditas Unggulan dan Kelembagaan Masyarakat dengan Memperhatikan Potensi Biofisik yang Berkelanjutan Sintesis pengembangan kawasan transmigrasi ini, memadukan tiga hasil akhir analisis, yaitu komoditas unggulan per desa, alokasi luasan penggunaan lahan untuk komoditas unggulan per desa, dan kelembagaan efektif yang mendukung pertanian di masing-masing desa. Teknis analisisnya menggunakan kombinasi tabulasi-deskriptif analisis per desa. Hasil sintesis ini digunakan untuk merekomendasikan alokasi dan aktifitas pertanian di masing-masing desa. Berdasarkan tujuan dan kerangka analisis penelitian, kebutuhan data, dan hasil yang diharapkan, maka disusun bagan alir kerangka penelitian seperti disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Bagan Alir Kerangka Analisis Penelitian
37
37