3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Selat Bali perbatasan Provinsi Bali dan Provinsi Jawa Timur. Pengembangan model pengelolaan perikanan tangkap yang diangkat dalam penelitian ini dianggap tepat dan sangat mendukung untuk diterapkan dalam masyarakat pantai di Kawasan Selat Bali yang terdiri atas dua pilihan daerah otonomi (Provinsi) bertetangga yang memiliki perbedaan kultur dan lalu lintas penyeberangan yang ramai dan pola pengelolaan perikanan yang berbeda. Pengambilan data dilakukan di kecamatan / desa pesisir kawasan Selat Bali wilayah Provinsi Bali dan kecamatan / desa pesisir kawasan Selat Bali wilayah Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama 9 (sembilan) bulan dimulai dari bulan Desember 2009 sampai dengan Agustus 2010. 3.2 Jenis Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung di lokasi
berkaitan dengan pengelolaan perikanan Selat Bali. Data sekunder adalah datadata yang sudah tersedia yang mendukung kelengkapan data penelitian. Adapun data yang dikumpulkan baik dari jenis data primer maupuan data sekunder meliputi : 1) Data perikanan Selat Bali Data perikanan yang dimaksud, meliputi data potensi sumber daya ikan, kapal perikanan, data times series produksi, alat tangkap, musim tangkap, dan lainnya yang mencerminkan kondisi dan potensi pengelolaan sumber daya perikanan di lokasi penelitian. Data time series tersebut diambil 15 tahun terakhir di Dinas Perikanan dan Kelautan dan pelabuhan perikanan. 2) Data kesejahteraan nelayan Data kesejahteraan nelayan tersebut diantaranya data pekerjaan, pendapatan, konsumsi rumah tangga nelayan, pemukiman, pendidikan anak, agama, kesehatan keluarga, kemudahan mendapat akses pelayanan dari institusi otonomi, dan lainnya. 3) Data sosial, budaya dan kelembagaan Data sosial dan budaya yang dimaksud dapat mencakup tata nilai yang dianut dalam pengelolaan (tata nilai budaya dan tata nilai agama), penduduk, jaringan
26
sosial, lembaga perikanan, konflik-konflik pengelolaan perikanan, dan lainnya di kawasan Selat Bali. 4) Data dinamika komponen pengelolaan yang meliputi perilaku pasar, barang substitusi, kemitraan stakeholders/perilaku perikanan, pola penangkapan dan pola produksi industri pengolahan, dan lainnya. 5) Data kebijakan otonomi di bidang perikanan seperti PERDA Provinsi, SK Gubernur, PERDA kabupaten, SK Bupati, dan petunjuk teknis beberapa kegiatan di bidang perikanan yang dikeluarkan oleh daerah otonomi.
3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Metode Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer dapat dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan dan pengumpulan data responden.
Pengumpulan data responden
dilakukan melalui tiga tahap, yaitu kelompok sampling (kelompok stakeholders yang diwawancara), identifikasi responden, dan pengumpulan data responden (Bungin, 2004). Metode pengumpulan data responden tersebut dilakukan secara berurutan. Pengumpulan data dari responden dilakukan untuk mengumpulkan data untuk analisis tingkat kesejahteraan nelayan, data untuk analisis strategi kelembagaan yang dilakukan dengan metode AHP (Analitycal Hierarchy Process), dan data untuk pengembangan model pengelolaan menggunakan SEM (Structural Equation Modeling). (1)
Pemilihan kelompok sampling Sampling dilakukan terhadap stakeholders yang terkait dengan kegiatan perikanan di kawasan Selat Bali, misalnya perwakilan nelayan, pedagang ikan, pengusaha industri, pengelola prasarana perikanan di kawasan, Dinas Kelautan dan Perikanan dan PEMDA. Adapun faktor yang diperhatikan dalam pemilihan kelompok sampling ini adalah : -
Kelompok
sampling
mempunyai
keterkaitan
dengan
pengelolaan
perikanan di kawasan Selat Bali. -
Tingkat peran kelompok sampling dalam pengelolaan perikanan
-
Populasi kelompok sampling.
-
Sifat interaksi dengan kegiatan perikanan di lokasi (langsung atau tidak langsung)
27
(2)
Pemilihan responden dari kelompok sampling Responden yang dipilih adalah perwakilan stakeholders yang terkait dengan kegiatan perikanan di kawasan Selat Bali baik dari Provinsi Bali maupun
Provinsi
Jawa
Timur.
Untuk
kepentingan
analisis
tingkat
kesejahteraan nelayan, jumlah responden ditetapkan secara proporsional dengan memperhatikan populasi. Untuk analisis Structural Equation Modeling (SEM), jumlah responden yang dibutuhkan sekitar 183 orang, dan untuk Analitycal Hierarchy Process (AHP), berjumlah 20 orang dari kelompok sampling/stakeholders terpilih.
Pemilihan responden untuk analisis tingkat
kesejahteraan dilakukan secara random (acak), sedangkan pemilihan responden untuk analisis SEM dan AHP dilakukan secara purposif. Pemilihan secara purposif tersebut dimaksud supaya informasi diberikan secara lebih akurat dan lengkap karena diberikan oleh orang-orang yang terpilih di setiap kelompok. (3)
Pengumpulan data responden Pengumpulan data responden dilakukan dengan bertanya atau menyebarkan kuesioner kepada responden terpilih. Teknik ini cukup relevan untuk mendapat jawaban yang lebih detail dari respoden sehingga kebutuhan data penelitian dapat dipenuhi dengan baik.
Bila ada hal-hal yang tidak
dimengerti oleh responden tersebut, maka dapat dikembangkan pasar hoptesisi teknik hypohtesis condition (Munasinghe, 1993), dimana responden diberi penjelasan lengkap terkait implikasi-implikasi dari apa yang ditanya, sehingga responden seakan-akan merasakan dan dapat menanggapi hal tersebut, meskipun belum terjadi.
3.3.2
Metode Pengumpulan Data Sekunder Metode pengumpulan data sekunder terdiri dari studi literatur dan pendapat
pakar. Studi literatur digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yang berasal dari literatur atau hasil penelitian dengan kasus yang sejenis.
Pendapat pakar
digunakan untuk mengumpulkan data yang tidak ditemukan atau kurang jelas dari hasil penelitian atau literatur. Pakar adalah birokrat, pengamat, maupun akademisi yang mempunyai pemahaman tinggi dan sesuai kebutuhan data maupun fokus penelitian yang dilakukan.
Kerangka kerja yang dilakukan dalam penelitian ini
disajikan pada Gambar 2.
28
Mulai
Pengamatan lapangan, wawancara (kuesioner), studi literatur, dan pendapat pakar Pengelompokkan Data Primer dan Data Sekunder Kawasan Selat Bali
Simple Moving Average, Moving Average Berbobot, Exponential Smoothing
Analisis Indikator Kesejahteraan
Tingkat Pemanfaatan
Analisis Kelayakan Usaha Perikanan (NPV,IRR,ROI, B/C ratio)
Consistency ratio, sensitivity
Penyusunan Struktur Hirarki Strategi Kelembagaan
Skala banding, pembobotan, formulasi dan simulasi
Strategi kelembagaan berbasis otonomi daerah
Kriteria goodnessof-fit
Penyusunan Model teroritis, Pathdiagram, Measuremet Model, Equation Model
Model pengelolaan kawasan
Selesai
Gambar 2 Rincian kerangka kerja penelitian
29
3.4 Analisis Data Untuk mendukung pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebagai wujud dari pelaksanaan penelitian model dinamik optimasi pengelolaan sumber daya perikanan di kawasan Selat Bali berbasis otonomi daerah ini, maka metode analisis yang dikembangkan dalam penelitian secara umum terbagi dalam empat analisis besar, yaitu : (a) analisis tingkat kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali, (b) analisis pendugaan produksi dengan kelayakan usaha perikanan, (c) analisis strategi menggunakan Analitycal Hierarchy Process, dan (d) pengembangan model persamaan struktural pengelolaan kawasan perikanan yang menginteraksikan semua komponen
yang
ada
seperti
pasar,
industri
pengolahan,
industri
penangkapan ikan, pengelolaan SDI, dan otonomi daerah. 3.4.1 Analisis tingkat kesejahteraan nelayan Analisis tingkat kesejahteraan nelayan dilakukan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan nelayan yang terjadi di kawasan Selat Bali.
Analisis tingkat
kesejahteraan ini dilakukan dengan menggunakan indikator kesejahteraan yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (1991). Dalam analisis tingkat kesejahteraan ini digunakan empat indikator utama, yaitu pendapatan, pendidikan, kesehatan, dan kesempatan kerja yang bisa diperoleh nelayan terutama di bidang perikanan. Keseluruhan indikator yang dianalisis terkait dengan tingkat kesejahteraan nelayan di kawasan Selat Bali disajikan pada Tabel 8. Klasifikasi tingkat kesejahteraan yang digunakan ada tiga, yaitu tingkat kesejahteraan tinggi, tingkat kesejahteraan sedang, tingkat kesejahteraan rendah dicari dengan menggunakan metode skoring dari BPS. Menurut Siegal (1991), skor dihitung dengan cara mengurangkan skor tertinggi dengan skor terendah dari indikator di atas dan hasil pengurangan tersebut dibagi jumlah klasifikasi tingkat kesejahteraan yang akan diturunkan, yaitu 3 klasifikasi. Jumlah skor tertinggi dari indikator kesejahteraan adalah 34 dan jumlah skor terendah 11 dengan range 8. Dengan demikian, kisaran nilai skor tingkat kesejahteraan (BPS, 1991) adalah : 1) Tingkat kesejahteraan tinggi, dengan skor antara 27-34 2) Tingkat kesejahteraan sedang, dengan skor antara 19-26 3) Tingkat kesejahteraan rendah, dengan skor antara 11-18
30
Tabel 8 Indikator Kesejahteraan (BPS, 1991) No 1
2
3
4
5
6
Indikator Kesejahteraan Pendapatan Rumah Tangga. Tolok ukur yang digunakan adalah besarnya pendapatan rumah tangga nelayan (pendapatan/kapita/bulan) berdasarkan perhitungan pendapatan rata-rata responden Konsumsi Rumah Tangga. Tolok ukur adalah pengeluaran untuk konsumsi rumah tanngga per kapita per tahun. Diukur dengan nilai beras (Sayogyo, 1977)
Skor 1. Tinggi 2. Sedang 3. Rendah 1. Tidak miskin (>480kg) 2. Miskin (380480 kg) 3. Miskin sekali (270-379 kg) 4. Paling miskin (<270kg) 1. Permanen (skor 15-21) 2. Semi permanen (skor 10-14) 3. Non permanen (skor 5-9)
Keadaan tempat tinggal : (i) Atap : Genteng (5)/Asbes (4)/Seng (3)/Sirap (2)/Daun (1) (ii) Bilik : tembok (5)/Setengah tembok (4)/ Kayu (3)/Bambu kayu (2)/Bambu (1) (iii) Status : Milik sendiri (3)/Sewa (2)/Numpang (1) (iv) Lantai : Porselen (5)/Ubin (4)/Plester (3)/Papan (2)/Tanah (1) (v) Lantai : Luas (>100m2) (3)/Sedang (50-100m2) (2)/ Sempit (<50 m2) (1) Keadaan tempat tinggal : 1. Lengkap (skor (i) Pekarangan : Luas (>100m) (3)/ Sedang (5021-27) 2. Cukup (skor 100m2) (2)/ Sempit (<50m2) (1) 14-20) (ii) Hiburan : Video (3)/ Tape recorder (2)/ Radio (1) (iii) Pendingin : AC (4)/ Lemari es (3)/ Kipas angin (2)/ 3. Kurang (skor (7-13) Alam (1) (iv) Penerangan : Listrik (3)/ Petromak (2)/ Lampu tempel (1) (v) Bahan bakar : Gas (3)/ Minyak tanah (2)/ Kayu (1) (vi) Sumber air : PAM (6)/ Sumur bor (5)/ Sumur (4)/ Mata air (3)/ Hujan (2)/Sungai (1) (vii) MCK : Sendiri (4)/ Umum (3)/ Perairan terbuka (2)/ Kebun (1) Kesehatan anggota keluarga 1. Baik (<25% sering sakit) 2. Cukup (2550% sering sakit) 3. Kurang (>50% sering sakit) Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan 1. Mudah (skor dari petugas medis (termasuk didalamnya pelayanan 18-24) 2. Cukup (skor KB dan obat-obatan) (i) Jarak RS terdekat : (0km) (4)/(0,01-3km) (3)/ (3 13-17) km) (2)/ missing (1) 3. Sulit (skor 8(ii) Jarak ke poliklinik : (0km) (4)/(0,01-3km) (3)/ (3 12) km) (2)/ missing (1) (iii) Biaya berobat : Terjangkau (3)/ Cukup (2)/ Kurang (1) (iv) Penanganan berobat : Terjangkau (3)/Cukup (2)/ Kurang (1) (v) Alat KB : Terjangkau (3)/ Cukup (2)/ Sulit (1) (vi) Konsultasi KB : Terjangkau (3)/ Cukup (2)/ Sulit
Bobot 3 2 1 4 3 2 1 3 2
1
3 2 1
3 2
1 3 2 1
31
No
7
8
9
Indikator Kesejahteraan (1) (vii) Harga obat : Terjangkau (3)/ Cukup (2)/ kurang (1) Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan : (i) Biaya sekolah : Terjangkau (3)/ Cukup (2)/ Kurang (1) (ii) Jarak ke sekolah : (0km) (4)/(0,01-3km) (3)/ (3 km) (2)/ missing (1) (iii) Prosedur penerimaan : Mudah (3)/ Cukup (2)/ Sulit (1) Kemudahan mendapatkan pekerjaan/kesempatan kerja : (i) Lama mendapat pekerjaan: Cepat (3)/Biasa Saja (2)/Lambat (1) (ii) Alternstif pekerjaan yang bisa diperoleh : Banyak (3)/ Cukup (2)/ Kurang (1) (iii) Kepuasan/kesesuaian pekerjaan dengan harapan : Sangat sesuai (3)/ Cukup sesuai (2)/ Tidak sesuai(1) Kehidupan beragama
10
Rasa aman dari gangguan kejahatan
11
Kemudahan berolah raga
Skor
Bobot
1. Mudah (skor 8-10) 2. Cukup (skor 67) 3. Sulit (skor 4-5)
3
1. Mudah (skor 7-9) 2. Cukup (skor 56) 3. Sulit (skor <5)
3
1. Toleransi tinggi 2. Toleransi cukup 3. Toleransi kurang 1. Aman 2. Cukup aman 3. Kurang aman 1. Mudah (sering melakukan olah raga) 2. Cukup (cukup sering melakukan olah raga) 3. Sulit (kurang melakukan olah raga)
3
2 1
2 1
2 1 3 2 1 3
2
1
3.4.2 Analisis Pendugaan (Forecasting) Produksi Analisis pendugaan ini dilakukan menggunakan metode rata-rata bergerak (moving average) dan metode spline.
Dengan metode-metode ini, fluktuasi
produksi setiap jenis sumberdaya yang dimanfaatkan dapat dibuat polanya berdasarkan kondisi lokasi produksi (daerah penangkapan) maupun jenis produksi yang digunakan. Dari pola tersebut, dapat diduga jumlah produksi di masa depan (Gaspersz, 1992). Oleh karena data times series produksi bisa berubah-ubah setiap saat, maka output analisis juga akan memperlihatkan perubahan dalam periode pengelolaan,
32
namun pola perubahannya dapat diketahui. Secara umum, model times series data produksi bisa ditulis dengan persamaan (Darsono, 2008 dan Gaspersz, 1992) : ..................................(1) Untuk n < t , y adalah data produksi ikan pada periode 1 sampai n yang diduga dan t adalah waktu pendugaan. Adapun metode rata-rata bergerak (moving average) yang dapat digunakan dalam analisis pendugaan (forecasting) dengan memanfaatkan data time series produksi ada tiga jenis, yaitu simple moving average, moving average berbobot dan exponential smoothing. Disamping metode tersebut, juga digunakan metode spline sebagai pembanding. 1. Simple moving average Analisis menggunakan metode ini memberi penekanan pada n periode moving average sederhana untuk periode ke t. Pendugaan produksi dengan metode simple moving average menggunakan rumus : ...............................(2) Keterangan : y = data produksi ikan pada periode 1 sampai n yang diramalkan n = jumlah periode t = waktu pendugaan
2. Moving average berbobot Moving average berbobot dihitung dengan mendefinisikan bobot terlebih dahulu yaitu
untuk masing-masing periode dalam n moving
average. Pendugaan produksi dengan metode moving average berbobot menggunakan rumus :
........................(3)
Keterangan : y = data produksi ikan pada periode 1 sampai n yang diramalkan w = bobot moving average n = jumlah periode t = waktu pendugaan
33
Jika semua bobot sama dengan 1, maka berarti hasil analisis moving average berbobot akan sama dengan moving average sederhana (bisa dipilih salah satu).
3. Exponential smoothing moving average Exponential smoothing moving average merupakan moving average berbobot yang mempunyai faktor berkelipatan s (konstanta smoothing). Deret pendugaan hasil untuk exponensial moving average dianalisis menggunakan rumus :
............................(4) Keterangan : y = data produksi ikan pada periode 1 sampai n yang diramalkan s = konstanta smoothing t = waktu pendugaan
Untuk mengetahui hasil analisis metode mana yang digunakan dalam meramalkan jumlah produksi, maka dilakukan analisis mean square error (MSE). Analisis MSE merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui error/galat/kesalahan dari penggunaan metode rata bergerak (moving average) tertentu. Analisis MSE ini dari penggunaan metode rata bergerak (moving average) menggunakan rumus : ..............................(4) Keterangan :
T = jumlah data yang tersedia untuk perhitungan error.
Metode yang memberikan MSE terkecil akan dipilih untuk meramalkan produksi ikan untuk beberapa periode ke depan. 4. Kubik smoothing spline Kubik smoothing spline merupakan suatu metode untuk extrapolasi lokal linear dari sebuah trend time series. Metode ini dikembangkan oleh Hyndman, et al. (2005). Misalkan terdapat suatu time series univariat , dengan trend nonlinier, maka untuk interval time series yang sama, kubik smoothing spline didefinisikan sebagai suatu fungsi yang meminimumkan
34
.....................(5)
Pada semua fungsi f yang bisa didiferensialkan dua kali, parameter penghalus
mengkontrol laju perubahan antara residual error yang
dideskripsikan sebagai jumlah kuadrat residual dan variasi lokal yang diwakili oleh integral dari turunan kedua fungsi f. Nilai lambda yang besar akan menghasilkan akan memberikan
yang mendekati linier, sedangkan nilai yang kecil yang berbelok-belok. Dalam prakteknya, nilai
ini
tidak diketahui. Untuk lebih detail mengenai prosedur estimasi dan prediksi parameter spline termasuk
bisa dilihat pada Hyndman, et al. (2005).
3.4.3 Analisis Kelayakan Usaha Kelayakan usaha perikanan penting untuk dianalisis sehingga kinerja dan tingkat dukungannya terhadap kesejahteraan nelayan dapat diketahui termasuk pada kondisi produksi yang cenderung turun.
Menurut Gaspersz (1992) dan
Cahyono (1995), kelayakan usaha dapat diukur dari parameter Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Return on Investment (ROI), dan BenefitCost Ratio (BCR). Adapun rumus perhitungan dari parameter tersebut adalah : (1)
Net Present Value (NPV) merupakan parameter untuk mengetahui selisih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu. Kegiatan perikanan layak dikembangkan bila mempunyai nilai NPV > 0 (nol). Perhitungan nilai NPV menggunakan rumus : n
NPV = ∑ t =1
Bt − Ct ......................................(6) (1 + i )t
Keterangan : Bt = Pendapatan (benefit) pada tahun ke-t Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-t i = suku bunga t = 1, 2,3 ........, n n = umur ekonomis
(2)
Internal Rate of Return (IRR) merupakan paramater untuk mengetahui suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV = 0, jadi dalam keadaan batas untung rugi. Kegiatan perikanan layak dikembangkan bila mempunyai nilai
35
IRR > suku bunga bank yang berlaku. Perhitungan nilai IRR menggunakan rumus :
NPV1 ( i 2 - i1 ) .......................(7) NPV1 - NPV2
IRR = i 1 +
Keterangan : i 1 = suku bunga yang menyebabkan NPV bernilai positif i 2 = suku bunga yang menyebabkan NPV bernilai negatif NPV 1 = NPV pada suku bunga i 1 NPV 2 = NPV pada suku bunga i 2 (3) Return on Investment (ROI) merupakan parameter untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi dari benefit (pendapatan) yang diterima pemilik. Kegiatan perikanan layak dikembangkan bila mempunyai nilai ROI > 1 (satu). Perhitungan nilai ROI menggunakan rumus : n
ROI =
∑ Bt t =1
..............................................(8)
I
Keterangan : Bt = Pendapatan (benefit) pada tahun ke-t I = Investasi t = 1, 2,3 ........, n n = umur ekonomis
(4) Benefit-Cost Ratio (B/C Ratio) merupakan paramater untuk mengetahui tingkat perbandingan antara NPV yang bernilai positif dengan NPV yang bernilai negatif. Kegiatan perikanan layak dikembangkan lanjut bila mempunyai nilai B/C Ratio > 1 (satu). Perhitungan nilai B/C Ratio menggunakan rumus : n
(Bt - Ct) (Bt - Ct) > 0 t t = 0 (1 − i) B/C ratio = n .....................................(9) (Bt - Ct) (Bt - Ct) < 0 ∑ t t =1 (1 + i)
∑
Keterangan : Bt = Pendapatan (benefit) pada tahun ke-t Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-t i = suku bunga t = 1, 2,3 ........, n n = umur ekonomis
36
3.4.4 Analitycal Hierarchy Process untuk Penyusunan Strategi Kelembagaan Analisis ini dimaksud untuk menetapkan strategi kelembagaan yang tepat dalam mendukung pengelolaan sumberdaya ikan lestari berbasis otonomi daerah. Penetapan prioritas strategi dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan semua komponen atau stakeholders terkait menggunakan suatu analisis hierarki yang dikenal dengan Analitical Hierarchy Process (AHP).
Analitical Hierarchy
Process (AHP) merupakan suatu analisis dengan pendekatan organisatoris yang menggunakan ciri-ciri sistem sebagai titik tolak analisis. Terkait dengan ini, penyusunan
strategi
interaksi
kelembagaan
tersebut
dilakukan
dengan
mempertimbangkan kepentingan semua komponen terkait dengan kegiatan perikanan dan otonomi daerah. AHP menganalisis berbagai komponen yang berinteraksi dengan kegiatan perikanan dan otonomi daerah tersebut akan dikelompokkan ke dalam beberapa level/hierarki, misalnya level goal (tujuan), level kriteria, level pembatas (limit factor), dan level opsi strategi (Maarif, 2004). Harapan akhir dari analisis AHP (Analitical Hierarchy Process) ini adalah diketahui prioritas dari setiap strategi kelembagaan pengeloalan perikanan berbasis otonomi daerah, beserta kestabilan/sensitivitas dari strategi kelembagaan tersebut dalam aplikasi nyata pada pengelolaan perikanan di Selat Bali.
Hal tersebut
penting, supaya dapat dilakukan antisipasi di kemudian hari dan model yang dikembangkan menjadi akomodatif terhadap setiap perubahan nyata di lapanganan. Adapun tahapan analisis dalam analisis strategi kelembagaan pengelolaan perikanan berbasis otonomi daerah adalah : 1)
Pendefinisian komponen Pada tahapan ini, semua komponen yang berkaitan dengan kelembagaan perikanan dan otonomi daerah ditetapkan dan didefinisikan.
Lingkup
komponen yang didefinisikan mencakup kriteria pengembangan kelembagaan yang
harus
dicapai,
pembatas
(limit
factor)
dalam
pengembangan
kelembagaan perikanan, dan opsi strategi interaksi kelembagaan pengelolaan perikanan lestari berbasis otonomi daerah. 2)
Penyusunan struktur hirarki Pada tahapan ini, semua interaksi komponen yang telah didefinisikan disusun secara bertingkat dalam bentuk struktur hirarki AHP yang dimulai dari tingkat paling atas berupa tujuan umum (level 1), dilanjutkan dengan sub
37
tujuan/kriteria (level 2), pembatas atau limit factor (level 3) dan strategi interaksi kelembagaan pengelolaan perikanan lestari berbasis otonomi daerah (level 4). 3)
Penetapan skala banding dan pembobotan Pada tahapan ini, skala banding satu sama lain komponen yang mempengaruhi strategi kelembagaan ditetapkan.
Hal ini dibutuhkan untuk
menganalisis kepentingan setiap kriteria pengembangan kelembagaan yang perlu dicapai (setiap komponen di level 2), menganalisis kepentingan setiap pembatas (limit factor) pengembangan kelembagaan perikanan untuk setiap kriteria pengembangan (setiap komponen di level 3 pada setiap komponen di level 2), dan menganalisis kepentingan setiap strategi interaksi kelembagaan pengelolaan perikanan lestari berbasis otonomi daerah untuk setiap pembatas pada setiap kriteria pengembangan kelembagaan (komponen di level 4 untuk setiap komponen di level 3 pada setiap komponen di level 2). Penetapan skala banding ini dan sistem pembobotannya mengacu kepada skala banding berpasangan menurut Saaty (1991) pada Tabel 9.
38
Tabel 9 Ketentuan skala banding berpasangan Intensitas Definisi pentingnya 1 Kedua komponen sama pentingnya
Penjelasan Dua komponen menyumbangkan sama besar pada sifat itu.
3
Komponen yang satu sedikit lebih penting dibandingkan komponen yang lainnya.
Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu komponen atas lainnya.
5
Komponen yang satu esensial atau sangat penting dibanding komponen yang lainnya.
7
Suatu komponen jelas lebih penting dari komponen lainnya.
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu komponen atas komponen lainnya. Suatu komponen dengan kuat di sokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek.
9
Satu komponen mutlak lebih penting ketimbang komponen yang lain.
2,4,6,8
Nilai-nilai antara dua pertimbangan dua yang berdekatan.
Bukti yang menyokong komponen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan. Kompromi diperlukan antara pertimbangan.
Jika suatu aktivitas mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila di bandingkan dengan j. Sumber : Saaty (1991) Kebalikan
Lebar dan jumlah skala yang dibuat disesuaikan dengan kemampuan untuk membedakan dari setiap komponen yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapanganan.
Pembobotan diberikan berdasarkan taraf relatif
pentingnya suatu komponen dibandingkan dengan komponen lainnya di level yang sama.
Dalam pembobotan, diusahakan agar setiap komponen
mempunyai skala yang sama sehingga antara komponen satu dengan komponen lainnya dapat diperbandingkan. 4)
Formulasi data Formulasi data merupakan kegiatan menginput data hasil analisis skala banding perpasangan ke dalam struktur hirarki. Pembuatan hirarki dan input data ini dilakukan menggunakan Program Expert Choice 9.5, sedangkan data yang diinput disiapkan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel.
39
5)
Simulasi Simulasi dilakukan setelah data terkait diinput ke dalam program. Simulasi merupakan
kegiatan
menganalisis
dan
membandingkan
data
semua
komponen yang ada dengan prinsip hasil banding antar dua pasangan komponen diperbandingkan dengan hasil banding antar dua pasangan komponen lainnya di level sama dan hasil perbandingan tersebut dilanjutkan ke level di atasnya hingga berakhir di level 1. Simulasi seperti ini merupakan upaya pertimbangan terhadap kepentingan semua komponen yang terkait sehingga strategi yang menjadi prioritas benar-benar merupakan strategi interaksi kelembagaan perikanan terbaik. 6)
Pengujian konsistensi dan sensitivitas Tahapan ini bertujuan untuk menguji konsistensi dan sensitivitas dari hasil simulasi yang telah dilakukan.
Bila dari hasil simulasi diperoleh rasio
inconsistency 0,1 atau lebih berarti data yang digunakan tidak konsistensi dan harus dilakukan pengambilan data ulang. Sedangkan untuk uji sensitivitas diharapkan hasil simulasi yang tidak terlalu sensitif. Bila hasil simulasi terlalu sensitif berarti strategi interaksi kelembagaan yang dipilih sebagai prioritas terlalu labil terhadap dinamika yang berkembang dalam pengelolaan perikanan yang berbasis otonomi daerah. Kriteria yang digunakan uji konsistensi dan uji sensitivitas AHP disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Kriteria uji konsistensi dan uji sensitivitas Kriteria Rasio inconsistency Sensitivity test
Persyaratan Nilai < 0,1 Diharapkan tidak terlalu sensitif
Sumber : Expert Choice 9.5 7) Interpretasi hasil Tahapan interpretasi ini merupakan tahapan penggunaan hasil analisis AHP dalam menjelaskan dan memberikan rekomendasi prioritas strategi interaksi kelembagaan pengelolaan perikanan dengan basis otonomi daerah, serta kestabilan/sensitivitas-nya terhadap berbagai perubahan yang terjadi secara nyata di kawasan Selat Bali.
40
3.4.5 Pengembangan Model Pengelolaan Kawasan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) Structural Equation Modeling (SEM) atau model persamaan struktural merupakan multivariate analysis yang mempunyai kemampuan dan keunggulan untuk menganalisis model yang bersifat multivariabel, multihubungan dan berjenjang secara simultan (Hayduk, 1987). Di samping itu SEM juga merupakan measurement model yang dapat digunakan untuk pengujian validitas dan reliabilitas instrumen secara terintegrasi. Dalam penelitian ini, analisis SEM digunakan untuk membangun
model
pengelolaan
kawasan
yang
menjamin
keberlanjutan
pembangunan perikanan di Selat Bali dengan menginteraksikan semua komponen pengelolaan seperti pasar, industri pengolahan, industri penangkapan ikan, pengelolaan SDI, dan otonomi daerah. Dari interaksi tersebut juga diharapkan dapat diketahui komponenkomponen yang signifikan mempengaruhi kesejahteraan nelayan. Interaksi yang terjadi dan tingkat pengaruhnya memberi arahan untuk perbaikan yang dapat dilakukan dalam memperbaiki kesejahtreraan nelayan dan pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Interaksi di antara komponen tersebut dapat bersifat langsung (direct effect) maupun tidak langsung (indirect effect).
Adapun tahapan yang
dilakukan dalam analisis SEM ini adalah sebagai berikut : 3.4.5.1 Pengembangan model teoritis Kegiatan pengembangan ini merupakan upaya pengembangan struktur interaksi
dari
beberapa
komponen
pengelolaan
sehingga
dapat
dipertanggungjawabkan dan atau memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yang terkait. Pengembangan model teroritis penting dan perlu dilakukan di tahap awal sehingga tidak ada keraguan terhadap struktur model yang digunakan yang menjadi titik awal pengembangan analisis. Untuk mendukung pengembangan model teoritis tersebut, maka berbagai telaah terhadap pustaka, hasil-hasil studi dan penelitian yang berkaitan, diskusi atau pendapat pakar sangat dibutuhkan untuk memilih komponen yang berinteraksi dan bentuk interaksinya. Telaah ini perlu dilakukan untuk memilih berbagai komponen yang berinteraksi yang mendukung dihasilkannya model pengelolaan yang dinamik dan menjamin keberlanjutan pembangunan perikanan di Selat Bali.
Tahapan awal
dari maksud ini adalah mengkaji, mengidentifikasi, dan menganalisis pengelolaan komponen pasar, industri pengolahan, penangkapan ikan, pengelolaan SDI,
41
otonomi daerah serta kesejahteraan, kemudian merancang interaksinya sehingga menyerupai kondisi nyata di lokasi.
Berdasarkan identifikasi awal dan telaah awal
pustaka yang dilakukan, berbagai komponen tersebut dan dimensinya terkait pembangunan perikanan berkelanjutan di kawasan Selat Bali diusulkan : 1.
Pengelolaan pasar, dengan dimensi : a. Kinerja pasar lokal (X11) b. Kinerja pasar nasional (X12) c. Kinerja pasar ekspor (X13)
2.
Pengelolaan Sumberdaya Ikan (SDI), dengan dimensi : a. Keanekaragaman hayati (X21) b. Konservasi (X22) c. Lingkungan perairan (X23)
3. Pengelolaan usaha penangkapan, dengan dimensi : a. Pertumbuhan (X31) b. Penyerapan tenaga kerja (X32) c. Income/pendapatan (X33) 4. Pengelolaan industri pengolahan, dengan dimensi : a. Pertumbuhan (X41) b. Penyerapan tenaga kerja (X42) c. Income/pendapatan (X43) 5. Pencapaian tujuan pembangunan nasional, dengan dimensi : a. Pertumbuhan (X51) b. Daya saing (X52) c. Sustainable (X53) 6. Pengelolaan otonomi daerah (OTDA), dengan dimensi : a. Infrastruktur (X61) b. Perijinan (X62) c. Kelembagaan (X63) 7. Kesejahteraan nelayan, dengan dimensi : a. Pendapatan (X71) b. Tempat Tinggal (X72) c. Pendidikan dan kesempatan kerja (X73) d. Kesehatan dan kehidupan sosial (X74)
42
3.4.5.2 Perancangan pathdiagram Perancangan pathdiagram merupakan kegiatan pendeskripsian interaksi komponen-komponen yang terpilih ke dalam ilustrasi diagram. Dalam analisis SEM, komponen yang berinteraksi tersebut kemudian disebut konstruk penelitian, dan setiap konstruk kemudian dilengkapi dengan penciri atau dimensi konstruk. Dalam kaitan ini, telaah pustaka dan hasil-hasil penelitian terkait menjadi hal penting untuk menetapkan dimensi yang tepat.
Perancangan
pathdiagram dilakukan dengan
menggunakan program AMOS 5 Professional. Rancangan pathdiagram interaksi komponen terpilih untuk pengembangan model pengelolaan kawasan yang menjamin keberlanjutan pembangunan perikanan di kawasan Selat Bali disajikan pada Gambar 3. d11
d12
X11
X12
1
1
1
Populasi Penduduk
1
Pasar
z1
d41
d42
d43
X41
X42
X43
1
d21 d22 d23
z2
1 1 1
X22
1
d62
1
d63
X61
X62
X63
1
1
X21
d61
SDI
1
X23
1
1
1
1
1
Industri
1
OTDA
z4
z6 d31 d32 d33
1 1 1
z3 X31 X32
1 Pajak
1
Penangkapan
X33 z5
1 Pembangunan Nasional
1 z7
Kesejateran Nelayan
X71 X72 X73 X74 X75
1 1 1 1 1
1
X51 X52
1 1
d51 d52
d71 d72 d73 d74 d75
Gambar 3 Rancangan pathdiagram model
3.4.5.3 Penyusunan measurement model dan structural equation Supaya interaksi dalam rancangan pathdiagram lebih memiliki arti dan dapat dinilai, maka interaksi tersebut perlu dikonversi ke dalam persamaan matematis. Dalam analisis SEM, persamaan matematis tersebut terdiri dari persamaan pengukuran (measurement model) dan persamaan struktur (structural equation).
43
Sedangkan data-data yang akan digunakan diformat menggunakan perangkat lunak program SPSS, Microsoft Excell, Microsoft Acess, atau lainnya yang sesuai. Persamaan pengukuran (measurement model) merupakan persamaan yang mewakili interaksi dimensi dengan komponen yang menjadi konstruk. Sedangkan persamaan struktur (structural equation) merupakan persamaan yang mewakili interaksi di antara konstruk.
Persamaan matematis merupakan
model analisis
yang akan digunakan oleh program AMOS 5 Professional untuk menjelaskan interaksi dalam model pengelolaan kawasan yang dibuat, sedangkan data yang akan digunakan diformat dengan program-program perangkat lunak SPSS, MS Excell, MS Acess, atau program lainnya yang sesuai. Rumusan untuk persamaan pengukuran (measurement model) pathdiagram yang dirancang adalah:
X 11 = λ11ζ 1 + d11 X 12 = λ12ζ 1 + d12 Pop = λ13ζ 1 + z 7 X 21 = λ21ζ 2 + d 21 X 22 = λ22ζ 2 + d 22 X 23 = λ23ζ 2 + d 23
X 31 = λ31ζ 3 + d 31 X 32 = λ32ζ 3 + d 32 X 33 = λ33ζ 3 + d 33 Pajak = λ34ζ 3 + λ 44ζ 4 + d p X 41 = λ 41ζ 4 + d 41 X 42 = λ 42ζ 4 + d 42 X 43 = λ 43ζ 4 + d 43 X 51 = λ51ζ 5 + d 51 X 52 = λ52ζ 5 + d 52 X 61 = λ61ζ 6 + d 61 X 62 = λ62ζ 6 + d 62 X 63 = λ63ζ 6 + d 63
44
X 71 = λ71ζ 7 + d 71 X 72 = λ72ζ 7 + d 72 X 73 = λ73ζ 7 + d 73 X 74 = λ74ζ 7 + d 74 X 75 = λ75ζ 7 + d 75 Sedangkan rumusan untuk persamaan struktural (structural equation) adalah:
ζ2 ζ3 ζ4 ζ6 ζ7
= γ 1ζ 6 + z 2 = γ 2ζ 2 + γ 3ζ 1 + γ 4ζ 6 + z 3 = γ 5ζ 1 + γ 6 ζ 6 + γ 7 ζ 3 + z 4 = γ 8ζ 5 + z 6 = γ 9ζ 3 + γ 10ζ 6 + z 7
Keterangan: X 11 –X 75
= dimensi dari konstruk/komponen utama;
λ 11 -λ 75
= loading factor terkait X 11 –X 75 ;
d 11 –d 75
= disturbance term terkait X 11 –X 75 ;
z 1 –z 7
= error term konstruk/komponen utama;
γ 1 –γ 10
= regression weight;
ζ 1 -ζ 7
= konstruk berturut-turut adalah pasar, SDI, penangkapan, industri pengolahan,
pembangunan
nasional,
otonomi
daerah,
dan
kesejahteraan nelayan; 3.4.5.4 Pemilihan Matriks Input dan Teknik Estimasi Model Dalam penelitian menggunakan SEM ini, matriks analisis yang digunakan untuk menginput data analisis SEM ada dua, yaitu matriks kovarian dan matriks korelasi. Sedangkan teknis estimasi yang digunakan disesuaikan dengan ukuran sampel penelitian. Dalam penelitian ini, data SEM dikumpulkan sekitar 183 sampel (responden penelitian). Jumlah sampel tersebut sudah lebih dari cukup untuk suatu kegiatan tertentu di lokasi dengan batasan tertentu. Oleh karena jumlah responden yang disampling sekitar 183 orang, maka teknik estimasi yang dikembangkan adalah matrix likelihood estimation (ML). Menurut Ferdinand (2002), teknik estimasi ML membutuhkan sampel sekitar 100– 200 sampel. Namun, bila kondisi lapanganan dan perkembangan penelitian nantinya mengharapkan jumlah sampel yang lebih besar, maka teknik estimasi ini
45
bisa diubah, misalnya dengan menggunakan generalized least square estimation, unweighted least square estimation, scale free least square estimation, atau asymptotically distribution free estimation.
3.4.5.5 Evaluasi kriteria goodness of fit Kegiatan evaluasi ini merupakan kegiatan memeriksa kesesuaian model yang dibuat dengan kriteria goodness of fit yang dipersyaratkan dalam analisis SEM. Kriteria goodness of fit yang akan digunakan untuk mengevaluasi tingkat penerimaan
model
pengelolaan
kawasan
yang
menjamin
keberlanjutan
pembangunan perikanan di kawasan Selat Bali disajikan pada Tabel 11. Sedangkan penjelasan dari setiap kriteria goodness of fit yang digunakan dalam analisis adalah : 1. Uji X2-Chi-square Uji X2-Chi-square digunakan untuk mengukur overall fit atau kesesuaian model yang dibangun dengan data yang ada.
Tabel 11 Kriteria goodnes of fit dalam evaluasi model SEM Kriteria Goodness Of Fit X -Chi-square Significance Probability RMSEA GFI AGFI CMIN/DF TLI CFI Sumber : Ferdinand (2002) 2
Nilai Yang Dipersyaratkan Diharapkan kecil ≥ 0.05 ≤ 0.08 ≥ 0.90 ≥ 0.90 ≤ 2.00 ≥ 0.90 ≥ 0.90
2. Uji goodness of fit index (GFI) Uji GFI digunakan untuk menghitung proporsi tertimbang dari varian dalam matriks kovarian sampel yang dijelaskan oleh matriks kovarian populasi yang terestimasi. GFI mempunyai nilai antara 0 (poor fit)–1 (perfect fit). 3. Uji the root mean square error of approximation (RMSEA) Uji RMSEA digunakan untuk mengukur kemampuan model mengkompensasi X2-Chi-square dalam sampel yang besar. Model yang dibangun dapat diterima bila mempunyai nilai RMSEA lebih kecil atau sama dengan 0.08.
46
4. Uji comparative fit index (CFI) Uji CFI digunakan untuk mengukur tingkat tingkat fitnya model yang dibangun. Berbeda dengan indeks lainnya, index ini tidak tergantung pada ukuran sampel. Nilai CFI yang direkomendasikan sama atau lebih besar dari 0.9. 5.
Uji terhadap indeks CMIN/DF Indeks CMIN/DF merupakan pembagian X2 dengan degree of freedom. Indeks ini menunjukkan tingkat fitnya model.
6. Uji adjusted goodness of fit index (AGFI) Uji AGFI digunakan untuk mengukur galat regresi. Galat regresi yang dimaksud analog dengan R2 dalam regresi berganda. 7. Uji tucker lewis index (TLI) Uji TLI digunakan untuk membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model.
TLI merupakan alternatif incremental fit index dari
model yang dikembangkan. 3.4.5.6 Modifikasi dan Interpretasi Model Kegiatan modifikasi dilakukan untuk mengembangkan interaksi dalam model sehingga dihasilkan hasil analisis SEM dengan kriteria goodness of fit yang sesuai dengan yang dipersyaratkan. Bila model telah memenuhi kriteria goodness of fit tersebut berarti model telah mencerminkan kondisi nyata di lokasi.
Dengan
demikian, model tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai alternatif pola pengelolaan yang menjamin keberlanjutan pembangunan perikanan di kawasan Selat Bali. Interpretasi merupakan kegiatan penggunaan model dalam menjelaskan interaksi pengelolaan terbaik di antara komponen utama pengelolaan seperti pasar, industri pengolahan, penangkapan ikan, pengelolaan SDI, otonomi daerah serta kesejahteraan
dalam
berkelanjutan di lokasi.
rangka
mendukung
pembangunan
perikanan
yang
Dalam interpretasi tersebut akan dijelaskan komponen-
komponen yang berinteraksi signifikan, tidak signifikan, signifikan positif dan signifikan negatif baik langsung maupun tidak langsung, makna dari interaksi tersebut, dampak dalam dinamika pengelolaan, dan upaya menyiasatinya sehingga mendukung keberlanjutan perikanan di kawasan.
47