3. Bagaimana
Mengendalikannya? Kota di persimpangan jalan
etelah memahami proses terjadinya pencemaran udara di Bab 1, kemudian faktor-faktor yang memengaruhi besar kecilnya pencemar yang dilepaskan ke udara dari aktivitas transportasi jalan pada Bab 2, maka tibalah kita pada Bab 3 yang akan menelaah cara mengendalikan pencemaran dari aktivitas transportasi tersebut.
Uraian pada Bab 3 dimulai dengan menelaah hal yang paling dasar, yakni hakikat dari pengendalian. Kemudian barulah pengendalian tersebut dikaitkan dengan konteks pencemaran udara. Dalam hal ini diuraikan lima prinsip dasar yang perlu diperhatikan guna menyusun strategi pengendalian pencemaran udara dari aktivitas transportasi jalan yang efektif.
Prinsip dasar tersebut dirumuskan tidak hanya dengan mempertimbangkan hukum alam yang terkait dengan pengendalian pencemaran udara, tapi juga tata pemerintahan yang baik (good governance). Sejarah mencatat banyak strategi yang laik secara teknis, tapi tidak berhasil dijalankan secara efektif karena minimnya dukungan dari para pihak yang berkepentingan.
Di samping itu, prinsip dasar tersebut juga dirumuskan dengan suatu kesadaran bahwa sejatinya pembangunan kota ditujukan untuk manusianya. Hal ini penting digarisbawahi karena saat ini manusia justru terlihat semakin terpinggirkan, terdesak oleh kepentingan kendaraan bermotor.
3.1 Pengendalian sebagai proses pembuatan keputusan menuju perbaikan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga (Depdiknas, 2005), kata pengendalian didefinisikan sebagai:
pengawasan atas kemajuan (tugas) dengan membandingkan hasil dan sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan hasil pengawasan.
48
Bagaimana mengendalikannya?
Sekarang mari kita perhatikan ilustrasi pada Gambar 3.1 untuk memperjelas makna dari definisi pengendalian tersebut. (i)
Bayangkan Anda melihat sebuah bak air yang kosong dan ingin mengisi bak
tersebut hingga ketinggian air mencapai batas tertentu. Maka yang ada di
benak, Anda memutuskan untuk membuka keran air.
(ii)
Anda pun melakukan tindakan memutar keran air agar air mengalir.
Seberapa besar aliran air pada keran tergantung dengan perbandingan
ketinggian air yang Anda inginkan. Jika perbedaannya masih jauh, Anda
tentu akan membuka keran besar-besar agar air mengalir deras dan bak
cepat terisi.
(iii) Kemudian Anda akan mengawasi apabila ketinggian air saat ini telah
mendekati ketinggian air yang Anda inginkan.
(iv) Sebagai upaya pengendalian agar air tidak melimpah keluar bak, maka
ketika dirasa ketinggian air sudah mendekati batas yang diharapkan, Anda
pun memutuskan untuk mengecilkan bukaan keran. Perlahan-lahan
bukaan air dikecilkan hingga akhirnya mati, ketika dirasa ketinggian air
sudah sesuai dengan yang Anda inginkan.
Gambar 3.1: Pengendalian ketinggian muka air dalam bak
Kota di persimpangan jalan
49
Dari ilustrasi di atas terlihat ada proses membandingkan ketinggian air dan pengambilan keputusan untuk menyesuaikan dengan ketinggian air yang diinginkan. Bila dicermati, maka terlihat tindakan pengendalian terdiri dari rangkaian kegiatan dan begitu erat kaitannya dengan proses pembuatan keputusan.
Ilustrasi di atas juga ditujukan untuk membantu memahami proses pengendalian pencemaran udara ambien. Dalam hal ini bayangkan bila emisi diibaratkan dengan aliran air ke dalam bak. Udara bebas diibaratkan bak. Batas tampung maksimal bak diibaratkan baku mutu udara ambien. Bila emisi dilepaskan ke udara bebas, maka kualitas udara akan menurun dan bisa hingga melampaui baku mutu udara ambien.
Dalam pengendalian pencemaran udara, tujuan yang hendak dicapai adalah menjaga agar kualitas udara ambien tidak melebihi baku mutu udara ambien. Oleh karena itu pengendalian pencemaran udara didefinisikan sebagai:
pengawasan atas kemajuan (tugas) dengan membandingkan hasil pemantauan kualitas udara ambien terhadap baku mutu udara ambien secara teratur, serta menyesuaikan/mengatur besarnya beban pencemar yang diemisikan berbagai aktivitas manusia ke udara ambien, agar kualitas udara ambien tidak melebihi baku mutu udara ambien. Beban pencemar yang diemisikan berbagai aktivitas manusia tentunya termasuk emisi dari sektor transportasi jalan raya. Sekarang mari kita telaah dulu rangkaian kegiatan dalam pengendalian serta dasar dan aktor dalam proses pembuatan keputusan.
A. Pengendalian: proses berkesinambungan menuju perbaikan Mari kembali perhatikan ilustrasi bak air di atas secara seksama, maka terlihat rangkaian kegiatan pengendalian yang dilakukan meliputi:
50
(i)
Mengidentifikasi perbedaan ketinggian air dengan membandingkan
antara ketinggian air yang diinginkan dengan ketinggian air dalam bak.
Perbedaaan antara keinginan dan kondisi aktual ini dikenal sebagai
persoalan (lihat Gambar 3.1 no. 1).
Bagaimana mengendalikannya?
(ii) Merumuskan perubahan terhadap posisi keran berdasarkan perbedaan
ketinggian yang dirasakan (lihat Gambar 3.1 no. 1).
(iii) Melaksanakan pemutaran keran sehingga sehingga air mengalir
ke dalam bak (lihat Gambar 3.1 no. 2).
(iv) Mengawasi perubahan ketinggian air di bak dari waktu ke waktu karena
adanya aliran air yang masuk ke dalam bak. Kemudian mengevaluasi
apakah keputusan mengubah posisi keran yang diambil memadai untuk
menghasilkan perubahan yang diharapkan (lihat Gambar 3.1 no. 3 dan 4).
Sampai tahap ini bisa saja dirasakan aliran air yang masuk terlalu kecil dan perubahan ketinggian yang dihasilkan kurang berarti. Ini artinya kita telah kembali mengidentifikasi persoalan. Sehingga kemudian diputuskan untuk kembali mengubah posisi keran agar aliran lebih deras, dan seterusnya.
Tak terasa kita telah kembali mengulangi langkah-langkah yang telah dilakukan sebelumnya. Bila digambarkan secara skematis sebagaimana Gambar 3.2 maka akan terlihat bahwa rangkaian kegiatan tersebut membentuk siklus. Ini memperlihatkan pengendalian sejatinya merupakan proses yang berkesinambungan yang bergerak semakin mendekati tujuan yang diinginkan.
Gambar 3.2: Siklus pengendalian
Pengawasan dan evaluasi
Perumusan strategi
Pelaksanaan strategi
Kota di persimpangan jalan
51
Tahapan pengendalian tersebut berlaku pula dalam mengendalikan pencemaran emisi dari sektor transportasi jalan. Tapi memang dalam prakteknya tahap merumuskan strategi untuk suatu perubahan yang terkait dengan kepentingan banyak pihak tidak sesederhana merumuskan perubahan posisi keran, yang kemudian langsung dapat dilaksanakan.
Untuk pengendalian pencemaran emisi dari sektor transportasi jalan, strategi yang telah dirumuskan masih harus diturunkan menjadi program agar dapat dilaksanakan. Barulah kemudian pemerintah merumuskan, menetapkan dan menyebarluaskan berbagai kebijakan guna menciptakan dan membangun kondisi yang kondusif terhadap pelaksanaan strategi. Benang merah antara tujuan, strategi, program dan kebijakan tersebut diringkas dalam Kotak 3.1.
Kotak 3.1: Tahapan perumusan kebijakan Proses perumusan kebijakan dimulai dari menentukan tujuan. Tujuan merupakan benang merah yang menyelaraskan strategi, kebijakan dan program. Strategi merupakan serangkaian upaya yang dirumuskan untuk mencapai tujuan. Sementara program disusun agar strategi dapat dilaksanakan. Keterkaitan antara tujuan, strategi, dan program digambarkan secara sistematis pada Gambar di samping.
Selain itu agar strategi dapat dilaksanakan, pemerintah perlu menetapkan kebijakan, yakni petunjuk-petunjuk yang dikeluarkan dan disebarluaskan dengan tujuan:
52
•
Menciptakan dan membangun iklim dan kondisi yang perlu
untuk mendukung pelaksanaan strategi.
•
Memberikan kepastian kepada unsur-unsur dunia usaha,
masyarakat luas, dan penyelenggara pemerintahan tentang
arah, ruang lingkup dan keleluasaan masing-masing dalam
memilih upaya yang berkaitan dengan strategi tersebut.
Bagaimana mengendalikannya?
Gambar tahapan perumusan kebijakan Tentukan tujuan (goal)
Susun strategi untuk mewujudkan tujuan
Tujuan
Strategi
Rumuskan kebijakan agar strategi dapat dilaksanakan
Instrumen Kebijakan
Kebijakan Susun programprogram untuk melaksanakan strategi
Program
Bentuk instrumen kebijakan agar kebijakan dapat dilaksanakan
Selanjutnya, agar suatu kebijakan dapat dilaksanakan, maka perlu disiapkan pendukung kebijakan (policy measures) sebagai berikut: •
Bentuk, rumuskan serta keluarkan pula instrumen kebijakan
yang dapat berbentuk hukum, peraturan maupun
petunjuk-petunjuk.
•
Bentuk dan dirikan badan-badan administratif dan prosedur
prosedur untuk mencatat kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan pelaksanaan kebijakan.
•
Alokasikan sumber daya (dana, manusia, fasilitas) untuk
mendukung badan administratif di atas.
Perlu diberi catatan bahwa dalam prakteknya strategi instansi pemerintah yang lebih tinggi strukturnya dapat menjadi tujuan bagi instansi di bawahnya. Akibat sudah tidak jelas ujung pangkalnya seringkali strategi, program dan kebijakan yang dikeluarkan berbagai instansi pemerintah dianggap sama dan semua disebut sebagai kebijakan. Sumber: Tasrif (2001)
Kota di persimpangan jalan
53
B. Dasar pembuatan keputusan Mari kembali perhatikan ilustrasi bak air di atas untuk memahami apa dasar pengambilan keputusan dalam pengendalian yang dicontohkan tersebut. Hukum alam sudah menggariskan bahwa aliran air yang masuk akan menambah ketinggian air dalam bak. Dan jika dibiarkan, air yang mengalir akan tumpah melampaui batas bak.
Melalui pemahaman terhadap hukum alam dan keberadaan informasi tentang perbedaan ketinggian air pada ilustrasi di atas, maka seseorang dapat merumuskan kaidah yang tepat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam hal ini adalah keputusan untuk memperbesar, memperkecil atau pun tidak mengubah aliran air yang masuk.
Proses pembuatan keputusan tersebut bila disajikan secara skematis akan tampak seperti Gambar 3.3.
Gambar 3.3: Skema proses pembuatan keputusan dalam pengendalian
Informasi
Kaidah
Keputusan (aksi)
Sumber: Tasrif (2004)
Informasi yang diperlukan sebagai dasar dalam proses pengambilan keputusan tersebut adalah: (i)
Kondisi yang diinginkan atau tujuan
(ii)
Kondisi saat ini (termasuk potensi yang dimiliki)
(iii) Hukum alam yang terkait Informasi tersebut dapat berasal dari berbagai sumber, baik data primer maupun data sekunder.
C. Aktor pembuat keputusan Proses pengambilan keputusan relatif sederhana bila hanya melibatkan satu pengambil keputusan. Tapi coba bayangkan bila ada lebih dari satu orang yang 54
Bagaimana mengendalikannya?
merasa berkepentingan dan mengubah besar kecilnya aliran air yang masuk ke dalam bak pada Gambar 3.1 di atas.
Semakin banyak yang berkepentingan maka semakin rumit proses untuk mengendalikannya. Bisa jadi tiap orang punya tujuan yang berbeda dan perubahan menjadi di luar kendali satu sama lain. Bahkan tak jarang tujuan tiap orang malah bertentangan satu sama lainnya (kontraproduktif) .
Banyaknya pihak yang berkepentingan inilah yang menjadi salah satu tantangan utama dalam mengendalikan emisi sektor transportasi jalan. Dalam suatu kota tidak hanya sepuluh, seratus atau seribu pihak yang berkepentingan, tapi seluruh penduduk kota dan juga pihak terkait di luar kota adalah pengambil keputusan yang memengaruhi besar kecilnya emisi yang dihasilkan di dalam kota tersebut.
Pihak yang berkepentingan tersebut yang sering juga disebut stakeholder, adalah para individu yang tertarik pada suatu keputusan, baik dalam kapasitas pribadi maupun kelembagaannya, termasuk di dalamnya pihak yang berwenang, dapat memengaruhi atau pun terkena dampak dari keputusan tersebut (Earth Summit, 2002).
Stakeholders terkait dengan pengendalian emisi sektor transportasi jalan secara umum dibagi menjadi tiga kelompok , yakni (i) pemerintah; (ii) pihak swasta; dan (iii) masyarakat sipil. Penjelasan lebih rinci terkait dengan kepentingan masing-masing kelompok stakeholders tersebut diuraikan pada Kotak 3.2.
Perlu diberi catatan bahwa seringkali sulit untuk menggolongkan seseorang ke dalam salah satu kelompok, karena bisa saja seseorang memiliki lebih dari satu kepentingan. Misalnya seorang pelaku bisnis yang juga pemerintah. Selama keputusan-keputusan yang dihasilkan sejalan maka tidak menjadi persoalan, tapi lain halnya bila terjadi konflik kepentingan. Bahkan dalam satu kelompok pun dapat ditemui berbagai perbedaan kepentingan.
Kota di persimpangan jalan
55
Kotak 3.2: Stakeholder pengendalian emisi dari sektor transportasi jalan Kesejahteraan
Hak-hak Individu
Masyarakat - Mengendalikan - Mengatur
Informasi
Pemerintah
Pemerintah, termasuk di dalamnya eksekutif, legislatif, dan yudikatif, merupakan suatu organisasi yang dipercaya secara sah, untuk mengemban tugas mengendalikan dan mengatur tindakan masyarakat sehingga kesejahteraan kolektif masyarakat dapat dipromosikan sedangkan hak-hak istimewa individu tetap dilindungi.
Selain pemerintah, tentunya masyarakat. Masyarakat dibagi menjadi masyarakat sipil dan pihak swasta karena keduanya memiliki orientasi kepentingan yang berbeda.
Masyarakat sipil merupakan stakeholders yang sangat merasakan dampak pencemaran udara, karena bagaimana pun masyarakatlah yang menghirup udara. Namun di sisi lain, masyarakat juga merupakan pihak yang dalam aktivitasnya menyebabkan timbulnya pencemaran udara. Masyarakat sipil di dalam kesehariannya memiliki kepentingan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, agar sekelompok masyarakat dapat terus beraktivitas untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhannya masing-masing tanpa memberikan dampak yang merugikan pada kelompok
56
Bagaimana mengendalikannya?
lainnya maka masyarakat harus bersedia mengatur dirinya sendiri ataupun diatur di dalam kebijakan mengenai pengendalian pencemaran udara yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Pihak swasta sebagai pelaku bisnis berorientasi pada keuntungan, sehingga seringkali mereka kurang peduli terhadap dampak pencemaran udara yang ditimbulkan akibat aktivitas mereka. Sebagai pihak yang kegiatannya berpotensi mengeluarkan emisi zat pencemar, pihak ini perlu diatur di dalam kebijakan pengendalian pencemaran udara. Namun di sisi lain, pihak pihak swasta mempunyai kepentingan agar kebijakan yang dikeluarkan tidak menghalangi mereka untuk menjalankan bisnisnya. Selain itu perlu juga dilakukan pengawasan terhadap pihak swasta dalam mengimplementasikan peraturan pengendalian pencemaran udara demi tercapainya hasil yang diinginkan. Sumber: Pelangi (2003)
Seluruh stakeholders tersebut secara naluriah menggunakan informasi yang tersimpan dalam benaknya untuk membuat suatu keputusan. Untuk memenuhi keinginannya, tiap pihak cenderung hanya menggunakan informasi yang mendukung upaya untuk memenuhi keinginannya tersebut. Akibatnya seringkali, baik disadari atau tanpa disengaja, kesejahteraan kolektif masyarakat terabaikan. Beberapa contohnya adalah: •
Demi menghemat waktu dan kenyamanan, banyak individu memilih
menggunakan motor maupun mobil pribadi. Padahal pilihannya
tersebut mengemisikan pencemar ke udara bebas dan berpotensi
menimbulkan pencemaran udara;
•
Didorong beban operasional dan target keuntungan, operator angkutan
umum mengabaikan kualitas pelayanannya. Padahal kualitas yang
rendah membuat angkutan umum tidak menarik dan penduduk semakin
memilih menggunakan kendaraan bermotor pribadi; dan
•
Untuk memenuhi kebutuhan pengguna kendaraan bermotor, pemerintah
terus membangun jalan di kawasan perkotaan. Padahal kebijakan
Kota di persimpangan jalan
57
tersebut justru tidak hanya mengurangi ketersediaan ruang publik,
tapi juga meningkatkan penggunaan kendaraan bermotor sehingga
potensi pencemaran udara di kota semakin tinggi. Dan pada saat yang
bersamaan, pemerintah mengabaikan kebutuhan para pejalan kaki,
pengguna sepeda dan angkutan umum yang menghasilkan pencemaran
udara sangat rendah atau bahkan tidak sama sekali..
Oleh karena itu, pemerintah sebagai organisasi yang dipercaya secara sah untuk mengemban tugas mengendalikan dan mengatur tindakan masyarakat, perlu berupaya agar kesejahteraan kolektif masyarakat menjadi dasar utama pertimbangan dalam pengendalian emisi sektor transportasi jalan. Penting untuk digarisbawahi kesejahteraan manusia tidak ditandai oleh peningkatan pendapatan semata.
Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) setidaknya mengikutsertakan juga harapan hidup, angka melek huruf dan pendidikan dalam menentukan tingkat pembangunan suatu negara. Untuk kota dikenal pula Indeks Kepuasan Warga Kota (Citizens Satisfaction Index) untuk kepuasan warga terhadap kondisi kotanya.
3.2
Lima prinsip dasar menyusun strategi pengendalian
Setelah memahami keterkaitan antara pengendalian, perumusan kebijakan dan pembuatan keputusan, maka kini kita sampai pada bahasan mengenai lima prinsip dasar dalam merumuskan kebijakan pengendalian emisi dari sektor transportasi jalan yang efektif. Hukum alam yang terkait dengan pengendalian pencemaran udara (lihat Kotak 3.3) dan tata pemerintahan yang baik (lihat Kotak 3.4) melandasi perumusan kelima prinsip berikut: (i)
Membangun sinergi antar instansi pemerintah, baik lintas sektor maupun
lintas daerah
(ii)
Melibatkan masyarakat dalam proses perumusan kebijakan
(iii) Membangun visi kota secara bersama
58
Bagaimana mengendalikannya?
(iv) Menentukan target pengendalian emisi sektor transportasi jalan (v)
Merumuskan strategi pengendalian yang menyentuh akar persoalan dan
mempertimbangkan karakteristik kota
Kotak 3.3: Hukum alam terkait dengan pengendalian pencemaran udara (i)
Mekanisme alamiah yang dapat menjaga keseimbangan konsentrasi
udara ambien ada batasnya dan penurunan kualitas udara ambien
merupakan sinyal bahwa beban pencemaran yang diemisikan ke
udara ambien lebih besar daripada mekanisme alamiah tersebut.
(ii)
Besarnya mekanisme alamiah, konsentrasi pencemar awal di suatu
daerah dan baku mutu udara ambien menentukan daya tampung
udara ambiennya. Pencemaran udara terjadi bila akumulasi pencemar
terus meningkat dan melampaui daya tampung udara ambien.
(iii)
Pada saat terjadi pencemaran udara, konsentrasi pencemar di udara
melebihi baku mutu udara ambien, sehingga menyebabkan udara tidak
dapat memenuhi fungsinya dalam mendukung perikehidupan manusia
dan makhluk hidup lain.
(iv)
Zat pencemar udara yang diemisikan dari suatu sumber akan
bergerak horizontal ke arah hilir sesuai dengan arah dan kecepatan
angin dominan. Akibatnya sumber pencemar dari suatu kota/
kabupaten tidak hanya berpotensi menimbulkan dampak lokal dikota/
kabupaten asal sumber saja, namun dapat mengancam hingga lintas
kota/kabupaten, lintas provinsi, bahkan lintas negara.
(v)
Saat antara aktivitas manusia mengemisikan pencemar udara dan
terdeteksinya dampak pencemaran udara berbeda dimensi waktu.
Selang waktu (delay) antara keduanya ditentukan oleh kecepatan
akumulasi pencemar di udara ambien dan pajanan yang diterima
seseorang.
(vi)
Pencemaran udara dapat menjadi tak terkendali apabila terus
dibiarkan, baik karena besarnya sumber daya yang dibutuhkan
Kota di persimpangan jalan
59
untuk mengendalikannya tidak sanggup dipenuhi lagi atau karena
kualitas udara ambien sudah tidak dapat dikembalikan seperti
sediakala. Besarnya total biaya yang diperlukan untuk mengendalikan
beban pencemaran dan biaya eksternal yang ditanggung masyarakat
yang terkena dampak pencemaran udara akan meningkat secara
non-linear sejalan dengan meningkatnya pencemaran udara.
Kotak 3.4: Tata pemerintahan yang baik (good governance)
60
(i)
Akuntabilitas, keputusan yang diambil pemerintah dalam segala
bidang dapat dipertanggungjawabakan.
(ii)
Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara
pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai
(iii)
Responsif, pemerintah peka terhadap aspirasi masyarakat
tanpa terkecuali
(iv)
Kesetaraan, memberi peluang yang sama bagi setiap anggota
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya
(v)
Efisiensi dan efektivitas, menjamin terselenggaranya pelayanan
kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
(vi)
Supremasi hukum, terwujudnya penegakkan hukum yang adil
bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM
dan memerhatikan nilai-nilai yang hidup dalam Masyarakat.
(vii)
Partisipasi aktif, mendorong setiap warga untuk mempergunak
an hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses
pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
(viii)
Berorientasi akan musyawarah untuk mendapatkan mufakat
Bagaimana mengendalikannya?
A. Prinsip ke-1: membangun sinergi antar instansi pemerintah Pengendalian emisi sektor transportasi jalan mensyaratkan sinergi antar instansi pemerintah, baik lintas sektor maupun lintas daerah, agar tidak terjadi keputusan-keputusan yang sifatnya kontraproduktif terhadap tujuan pembangunan kota maupun pembangunan nasional yang bermaksud mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Sinergi lintas sektor mutlak dibutuhkan karena pengendalian tersebut tidak mungkin dijalankan oleh instansi lingkungan secara ekslusif, mengingat penyebabnya menyentuh jauh hingga aspek penataan ruang dan perencanaan transportasi kota.
Sedangkan sinergi lintas daerah diperlukan mengingat bahwa dampak dari pencemaran udara tidak mengenal batas-batas wilayah administrasi pemerintahan . Sehingga perlu kesadaran bersama bahwa setiap daerah merupakan subsistem dari sistem pengendalian pencemaran udara ambien nasional.
Oleh karena itu pada tahap paling awal, perlu dibangun kesepakatan antara seluruh instansi pemerintah kota untuk duduk bersama dan mengevaluasi visi pembangunan kota. Evaluasi tidak hanya mempertimbangkan kualitas udara ambien, tapi juga kepentingan aspek lingkungan yang lain serta aspek ekonomi dan sosial. Selain itu juga perlu menyelaraskan visi dengan daerah lain yang terkait.
Sesuai dengan sistem pengelolaan lingkungan hidup yang berlaku di Indonesia, maka pada tahap selanjutnya masing-masing instansi pemerintah terkait diharapkan menetapkan kebijakan pengendalian emisi sektor transportasi jalan sesuai dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing, dan kemudian melaksanakannya secara terpadu. Instansi lingkungan dalam hal ini bertugas mengkoordinasikan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan kebijakan tersebut.
Dalam menjalankan tugas tersebut, maka instansi lingkungan perlu terlibat dalam tiap tahapan pengendalian emisi sektor transportasi jalan, sebagaimana yang dijelas-
Kota di persimpangan jalan
61
kan dalam Kotak 3.5. Tahapan ini seyogyanya terus berlanjut menjadi suatu siklus menuju perbaikan yang merupakan hakikat dari pengendalian.
Kotak 3.5: Peran instansi lingkungan Peran instansi lingkungan dalam mengendalikan emisi sektor transportasi jalan adalah: •
Mengidentifikasi potensi emisi sumber pencemar dan
menentukan arah pengendalian pencemaran udara ambien.
•
Mengkoordinasi instansi pemerintah terkait dalam merumuskan
kebijakan pengendalian yang terintegrasi termasuk mengkaji
dampak rencana kebijakan pembangunan tersebut terhadap
kualitas udara.
•
Mengawasi pelaksanaan kebijakan pengendalian oleh
masing-masing instansi pemerintah.
•
Mengevaluasi efektivitas pelaksanaan kebijakan pengendalian.
B. Prinsip ke-2: melibatkan masyarakat Dalam merumuskan strategi pengendalian emisi sektor transportasi jalan, pemerintah memerlukan informasi dari masyarakat untuk memahami persoalan seutuhnya dan menjaga akuntabilitas strategi yang dirumuskan. Dengan demikian pemerintah diharapkan dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik dalam mengendalikan dan mengatur masyarakat.
Aliran informasi tersebut tidak hanya satu arah dari masyarakat kepada pemerintah, tapi juga sebaliknya seperti yang ditampilkan pada Gambar 3.4. Aliran informasi dari pemerintah kepada masyarakat merupakan upaya untuk membangun pemahaman masyarakat. Pemahaman yang terbangun pada gilirannya diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat sehingga tercipta iklim yang kondusif untuk mencapai kesejahteraan kolektif masyarakat. Selain itu, dengan mendapat
62
Bagaimana mengendalikannya?
informasi dari pemerintah, masyarakat juga diharapkan dapat turut aktif melakukan pengawasan sosial terhadap kinerja pemerintah.
Gambar 3.4: Aliran informasi antara pemerintah dan masyarakat
Informasi:
Informasi: Pemerintah
Diberikan oleh masyarakat
Diberikan oleh pemerintah
Diminta oleh pemerintah
Diminta oleh masyarakat Masyarakat
Kemudian secara lebih spesifik tujuan dari interaksi antara pemerintah dengan masyarakat akan sangat ditentukan pada tahap mana dalam siklus pengendalian (Gambar 3.2) interaksi tersebut dilakukan sebagaimana berikut ini: •
Pada tahap identifikasi persoalan, pemerintah perlu mendengarkan
opini masyarakat. Dengan demikian, pemerintah dapat mengidentifikasi
persoalan yang muncul dan menentukan penyebabnya.
•
Pada tahap perumusan kebijakan, pemerintah perlu meningkatkan
kepedulian masyarakat atas persoalan yang telah diidentifikasi serta
memperoleh rekomendasi solusi persoalan melalui konsultasi dengan
stakeholders.
•
Pada tahap pelaksanaan kebijakan, pemerintah menyosialisasikan
kebijakan serta bagaimana menjalankannya kepada masyarakat,
khususnya kelompok sasaran kebijakan.
•
Pada tahap pengawasan dan evaluasi, interaksi dimaksudkan sebagai
upaya untuk mempertahankan perilaku baru yang terbentuk, melakukan
pengawasan terhadap kebijakan yang sedang dijalankan, serta
mendapatkan umpan balik.
Kota di persimpangan jalan
63
Jaminan terhadap hak masyarakat atas informasi dari pemerintah dikenal sebagai akses terhadap informasi, sedangkan jaminan atas hak masyarakat untuk menyampaikan informasi kepada pemerintah dikenal sebagai akses partisipasi masyarakat. Akses terhadap informasi dan akses masyarakat untuk berpartisipasi ditambah dengan akses terhadap keadilan inilah yang dikenal sebagai tiga pilar demokrasi lingkungan yang mendasari tata praja lingkungan (good environmental governance).
Adapun akses terhadap keadilan adalah jaminan terhadap hak masyarakat untuk mencari keadilan melalui sistem peradilan untuk menyelesaikan perselisihan. Akses ini diperlukan karena pada saat udara bersih berubah dari barang publik menjadi barang ekonomi maka upaya untuk mempertahankannnya pun akan mengundang banyak perselisihan. Apalagi kelompok yang paling rentan (vulnerable) terhadap dampak pencemaran udara merupakan kelompok marginal seperti masyarakat miskin kota, yang jarang dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan.
C. Prinsip ke-3: membangun visi bersama Visi pembangunan kota perlu dibangun dengan melibatkan instansi pemerintah lintas sektor dan masyarakat sebagai acuan dalam merumuskan strategi, program dan kebijakan pembangunan kota yang mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan secara seimbang. Visi perlu dijabarkan secara konkrit dengan melibatkan stakeholders untuk menghindari kesalahan interpretasi dan meminimalkan potensi konflik. Kualitas udara ambien yang senantiasa memenuhi baku mutu udara ambien merupakan salah satu visi yang seharusnya dimiliki sebuah kota.
Bayangkan sebuah kota yang:
64
•
Dipenuhi oleh jalan dan dipadati oleh kendaraan bermotor. Jarak antara
pusat aktivitas seperti kantor, sekolah dan pusat perbelanjaan, dengan
tempat tinggal berjauhan, sehingga harus dicapai dengan kendaraan
bermotor.
Bagaimana mengendalikannya?
•
Ruang hijau terbuka kota dan halaman sekolah maupun rumah semakin
mengecil, terdesak oleh kepentingan perluasan jalan dan lahan parkir
atau berubah menjadi garasi kendaraan bermotor. Jalan yang dipenuhi
kendaraan bermotor menjadi sulit untuk disebrangi dan kemacetan pun
semakin meluas.
•
Dimana berjalan kaki atau naik sepeda sama sekali tidak aman dan tidak
nyaman. Angkutan umum tidak mendapat prioritas, malah justru ikut
terjebak di tengah kemacetan. Bunyi klakson pun menjadi bentuk komu
nikasi utama di jalan. Pencemaran udara dan dampaknya pun mengintai.
Bagi Anda yang pernah ke Jakarta, tentu mudah saja membayangkannya. Bisa jadi itu juga potret kondisi kota Anda saat ini. Atau mungkin kondisi itulah yang Anda bayangkan bakal menjadi nasib kota Anda dalam beberapa tahun ke depan. Tak dapat dipungkiri meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor mencerminkan meningkatnya pendapatan penduduk suatu kota. Tapi perlu disadari bahwa sampai kapan pun tidak akan mungkin seluruh rumah tangga di Indonesia memiliki kendaraan bermotor. Dan tak mungkin pula seluruh lahan di kota diperuntukkan sebagai ruas jalan untuk mengakomodir seluruh kendaraan bermotor yang dimiliki tiap rumah tangga.
Kini, mari bayangkan sebuah kota yang: •
Menyenangkan dan aman untuk berjalan kaki ke pusat perbelanjaan,
taman dan sekolah. Jalan-jalan aman bagi pengendara sepeda serta
anak-anak yang menyeberang jalan bahkan bermain.
•
Tempat kerja pun tidak terlalu jauh atau mudah dijangkau dengan bus
ataupun angkutan umum massal lainnya. Bus tersebut melaju cepat di
jalur khusus dan mendapat prioritas di persimpangan.
•
Taman mudah ditemukan di penjuru kota. Tiada kemacetan dan uda
ranya pun bersih dari emisi gas buang kendaraan bermotor.
Kota dengan pola transportasi yang berorientasi pada pergerakan manusia dan bukan pada pergerakan kendaraan bermotor pribadi tidak hanya ada pada tataran teori. Kota Curitiba di Brazil merupakan contoh kota yang sukses mencegah
Kota di persimpangan jalan
65
kendaraan bermotor pribadi menguasai kehidupan masyarakat kota. Di Asia, Kota Singapura, Hongkong, Tokyo, dan Seoul juga sukses mengembangkan sistem angkutan umum massal. Beberapa kota sedang dan wilayah di kota besar di Indonesia, sesungguhnya masih nyaman bagi pengendara sepeda dan pejalan kaki, namun kian hari kian terdesak oleh meluasnya penggunaan sepeda motor dan mobil pribadi.
Bila Anda mampu mengidentifikasi keinginan para stakeholders dan mendokumentasikannya seperti ilustrasi di atas, maka selanjutnya dapat dibuat pilihan-pilihan yang disepakati bersama. Visi yang sudah ditetapkan perlu sering dimunculkan agar senantiasa menjadi dasar dalam segala pengambilan keputusan.
Untuk ilustrasi di atas mana yang Anda pilih, kota yang berkembang memanjakan pengguna kendaraan bermotor dengan mengorbankan kesejahteraan mayoritas warga kota lainnya atau kota yang berkembang dengan memerhatikan kesejahteraan seluruh warganya?
D. Prinsip ke-4: menentukan target pengendalian Kualitas udara ambien yang senantiasa memenuhi baku mutu udara ambien yang seharusnya menjadi salah satu visi kota merupakan tujuan pengendalian pencemaran udara secara keseluruhan. Untuk melaksanakan pengendalian pencemaran udara tersebut perlu diketahui perbedaan antara kualitas udara aktual dengan yang diinginkan, lalu dihitung besarnya total beban pencemar yang perlu dikendalikan. Selanjutnya baru ditentukan target pengendalian beban pencemar dari emisi sektor transportasi jalan.
Rangkaian langkah untuk menentukan target pengendalian pencemaran udara ditampilkan pada Gambar 3.5.
66
Bagaimana mengendalikannya?
Gambar 3.5: Tata aliran kegiatan untuk menentukan target pengendalian
1
Langkah
Memantau kualitas udara ambien daerah
Menginventarisasi potensi sumber pencemar udara
Menginventarisasi kondisi tata guna tanah
Langkah
2
Langkah
3
Membandingkan hasil pemantauan kualitas udara ambien daerah dengan BMUA nasional
Menghitung kontribusi beban pencemaran dari masing - masing sumber
Menghitung besarnya beban pencemaran yang perlu dikendalikan dengan bantuan model dispersi pencemaran udara
Menentukan daya tampung udara ambien
Data hasil pemantauan kualitas udara secara periodik yang merupakan hasil salah satu kegiatan pada langkah ke 1 merupakan bukti empiris terjadi atau tidaknya penurunan kualitas udara ambien. Bila terjadi penurunan kualitas udara ambien, walaupun belum sampai terjadi pencemaran udara artinya perlu dilakukan upaya untuk mengurangi beban pencemar. Jangan tunggu sampai sudah terjadi pencemaran udara apalagi dampaknya untuk mulai bertindak.
Kemudian langkah selanjutnya dilakukan hingga dapat diketahui berapa beban pencemar yang perlu dikendalikan. Berikutnya dilakukan analisis lebih lanjut untuk menetapkan target pengendalian beban pencemar untuk masing-masing sumber pencemar, termasuk sektor transportasi jalan.
Di lain pihak, pengembangan sistem pemantauan kualitas udara yang handal dihadapkan pada banyak tantangan. Selain terkendala harga alat pemantauan yang memang tinggi, juga persoalan teknis dan kelembagaan dalam pengoperasian dan perawatannya. Akibatnya beberapa daerah yang telah memiliki alat pemantauan kualitas udara tidak dapat menjaga keberlangsungan pengoperasiannya. Tantangan ini hendaknya tidak menyurutkan langkah pemerintah kota untuk melakukan pengendalian emisi sektor transportasi jalan.
Lalu bagaimana bila tidak ada data pemantauan kualitas udara secara periodik? Mari kembali ke hukum alamnya, konsentrasi pencemar di udara akan bertambah
Kota di persimpangan jalan
67
bila total beban pencemar yang diemisikan oleh berbagai sumber pencemar melampaui kemampuan mekanisme alamiah untuk menjaga keseimbangan udara ambien dan daya tampung udara ambien.
Jadi Anda dapat menghitung beban pencemar yang dikontribusikan sektor transportasi jalan bila mengumpulkan data yang terkait dengan emisi per km kendaraan bermotor dan panjang perjalanan kendaraan bermotor secara berkala sebagaimana yang diuraikan pada Bab 2. Adapun data yang dibutuhkan serta metode dan prosedur perhitungannya dapat mengacu pada Pedoman Estimasi Beban Pencemar dari Kendaraan Bermotor yang telah ditetapkan KNLH. Bila hasil perhitungan menunjukkan kecenderungan peningkatan, maka artinya emisi yang dilepaskan ke udara ambien juga meningkat dan perlu dilakukan pengendalian. Selanjutnya tetapkan target pengendalian emisi sektor transportasi jalan agar perkembangan indikator tersebut dapat disesuaikan.
Bila data tidak tersedia lengkap untuk menghitung beban pencemar kendaraan bermotor, maka indikator yang ditampilkan pada Tabel 3.1 dapat digunakan untuk mengevaluasi perkembangan potensi sumber pencemar yang diemisikan sektor transportasi jalan. Upayakan setidaknya untuk memperoleh data empat indikator kunci yang diberi tanda asterik (*) pada Tabel 3.1 bila data yang tersedia terbatas.
Sekalipun demikian pengembangan basis data agar perhitungan sesuai prosedur yang disarankan pada Gambar 3.5 tetap perlu terus diupayakan oleh pemerintah kota, agar pengendalian pencemaran udara secara keseluruhan bisa lebih tepat sasaran.
E. Prinsip ke-5: merumuskan strategi pengendalian yang menyentuh akar persoalan dan mempertimbangkan karakteristik kota Setelah target pengendalian ditetapkan, maka strategi pengendalian emisi sektor transportasi yang efektif perlu dirumuskan berdasarkan pemahaman terhadap struktur penyebab persoalan dan karakteristik kota, melibatkan para stakeholders serta dapat dievaluasi pencapaiannya dari waktu ke waktu.
68
Bagaimana mengendalikannya?
Tabel 3.1: Indikator evaluasi perkembangan potensi emisi sektor transportasi jalan No
Indikator
Cara Evaluasi
1
Jumlah penduduk
Semakin besar jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan, maka semakin besar potensi jumlah perjalanan yang terjadi.
2
Kepadatan penduduk daerah terbangun
Kepadatan yang semakin menurun di pusat kota diiringi dengan meningkatnya kepadatan penduduk di daerah pinggiran kota mengindikasikan terjadinya pergeseran permukiman penduduk dari pusat kota. Akibatnya jarak asal dan tujuan bisa meningkat.
3
Jarak asal tujuan (*)
Semakin jauh jarak yang harus ditempuh, maka semakin besar kecenderungan menggunakan kendaraan bermotor. Padahal semakin panjang jarak yang ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor, maka semakin besar emisi yang dilepaskan.
4
Jumlah kendaraan bermotor pribadi (*)
Rumah tangga yang memiliki kendaraan bermotor pribadi cenderung menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan pergerakannya dan melakukan perjalanan lebih panjang.
5
Konsumsi tiap jenis bahan bakar (*)
Bila konsumsi bahan bakar meningkat maka artinya beban pencemar meningkat pula
6
Komposisi moda transportasi (*)
Kebutuhan penduduk untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dapat dipenuhi dengan berbagai cara, misalnya berjalan kaki, bersepeda, sepeda motor, mobil pribadi atau angkutan umum. Pilihan cara (moda) transportasi penduduk menentukan besarnya emisi yang ditimbulkan oleh tiap km perjalanan penduduk tersebut.
7
Rata-rata umur kendaraan bermotor
Umur kendaraan bermotor mencerminkan tingkat teknologi kendaraan bermotor. Semakin tinggi teknologi kendaraan bermotor dan dirawat dengan baik, maka semakin rendah emisi per km-nya.
8
Prosentase kelulusan uji emisi gas buang kendaraan bermotor (*)
Kendaraan bermotor yang dirawat dengan baik akan lulus uji emisi. Semakin baik perawatan yang dilakukan, maka sempurna pembakarannya dan lebih hemat bahan bakar. Sehingga semakin rendah emisi per km.
9
Kepadatan lalu lintas (*)
Selain menurunkan kecepatan operasi kendaraan bermotor, bila lalu lintas semakin padat, maka kecenderungan yang terjadi adalah peralihan ke moda transportasi yang ukuran kendaraannya lebih kecil seperti sepeda motor.
10
Kecepatan operasi kendaraan bermotor
Bila kondisi lalu lintas semakin padat maka kecepatan operasi kendaraan bermotor akan semakin tersendat dan konsumsi bahan bakar juga meningkat. Akibatnya emisi per km menjadi semakin tinggi.
Keterangan: (*) Indikator kunci
Kota di persimpangan jalan
69
Hubungan sebab akibat (struktur) yang menyebabkan meningkatnya beban pencemar dari sektor transportasi jalan di kawasan perkotaan sangat komplek sebagaimana diuraikan pada Bab 2. Oleh karena itu strategi pengendaliannya perlu dirumuskan berdasarkan pemahaman terhadap struktur persoalan.
Strategi pengendalian yang dirumuskan berdasarkan pengamatan terhadap kejadian sesaat atau perilaku dalam suatu kurun waktu singkat hanya akan mengobati gejala saja dan dikhawatirkan justru menimbulkan persoalan baru. Misal, pelebaran ruas jalan untuk mengatasi kemacetan merupakan penyelesaian masalah yang bersifat sesaat. Ke depannya, kebijakan ini justru memancing terjadinya peningkatan jumlah kendaraan bermotor, yang akhirnya akan kembali menimbulkan kemacetan.
Oleh karena itu mari kita kembali pada struktur paling dasar yang menentukan beban pencemar dari sektor transportasi jalan sebagaimana yang disampaikan pada awal Bab 2, yakni pada prinsipnya beban pencemar dari kendaraan bermotor dapat diturunkan dengan menekan emisi per km dan panjang perjalanan kendaraan bermotor serendah-rendahnya.
Pada prinsipnya beban pencemar dari kendaraan bermotor dapat diturunkan dengan menekan emisi per km dan panjang perjalanan kendaraan bermotor serendah-rendahnya. Lebih lanjut emisi per km kendaraan bermotor dapat ditekan dengan mengupayakan intervensi berikut:
70
•
Bahan bakar yang lebih bersih, baik dengan meningkatkan kualitas jenis
bahan bakar yang saat ini digunakan maupun mengembangkan bahan bakar
alternatif yang menghasilkan emisi per km lebih rendah.
•
Ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor yang lebih ketat
baik bagi kendaraan bermotor baru maupun lama, agar mendorong alih
teknologi ke kendaraan bermotor yang lebih rendah emisi.
•
Perawatan dan pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor.
Bagaimana mengendalikannya?
Namun ketiga intervensi di atas tidak dapat mengurangi panjang perjalanan kendaraan bermotor. Keberhasilan ketiga intervensi di atas dalam menurunkan emisi per km kendaraan bermotor tidak akan banyak berarti bila panjang perjalanan kendaraan bermotor terus meningkat. Oleh karenanya intervensi untuk menurunkan panjang perjalanan kendaraan bermotor menjadi sangat krusial dalam mengendalikan beban pencemar dari emisi sektor transportasi jalan.
Strategi pengendalian pencemaran udara dengan upaya mengurangi emisi per km kendaraan bermotor tidak akan berarti jika tidak diiringi dengan penurunan jumlah penggunaan kendaraan bermotor pribadi.
Pengendalian panjang perjalanan kendaraan bermotor memerlukan cara pandang yang baru dalam perencanaan transportasi perkotaan, yakni pendekatan manajemen kebutuhan transportasi (transport demand management). Pendekatan ini bertujuan merekayasa kebutuhan pergerakan penduduk agar tidak melebihi sumber daya yang dapat mendukungnya. Dalam hal ini tidak hanya aspek daya tampung udara ambien, tapi juga aspek lingkungan lainnya seperti lahan dan energi, serta aspek ekonomi dan sosial.
Penerapan manajemen kebutuhan transportasi diharapkan dapat mengurangi panjang perjalanan kendaraan bermotor dengan mendorong perpindahan orang dari kendaraan bermotor pribadi ke moda transportasi yang lebih ramah lingkungan, seperti angkutan umum dan kendaraan tidak bermotor. Keberpihakan ini didasari fakta bahwa kendaraan bermotor pribadi baik mobil maupun sepeda motor merupakan moda transportasi yang menghasilkan emisi per penumpang yang jauh lebih tinggi dan membutuhkan ruang lebih besar dibandingkan angkutan umum seperti yang telah diilustrasikan pada Bab 2 (lihat Gambar 2.11).
Cakupan strategi manajemen kebutuhan transportasi ini menyentuh hingga struktur paling dasar dari penyebab meningkatnya beban pencemar dari sektor transportasi jalan, yakni penataan ruang kota. Strategi tersebut juga sekaligus menjawab
Kota di persimpangan jalan
71
persoalan transportasi lainnya yang ditimbulkan kendaraan bermotor seperti kemacetan, krisis energi dan keterbatasan lahan.
Selain itu strategi manajemen kebutuhan transportasi masih bisa dikembangkan dengan cukup leluasa oleh pemerintah kota agar efektif, selaras dan serasi dengan keadaan nyata yang ada di masing-masing kota. Kenyataan nyata atau karakteristik daerah tersebut meliputi antara lain faktor (Warlan, 2004):
72
•
geografi;
•
ekonomi;
•
adat istiadat;
•
kebudayaan;
•
tingkat pendidikan masyarakat;
•
perkembangan ekonomi; dan
•
tingkat kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya.
Bagaimana mengendalikannya?