PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
BAB II ISU STRATEGIS PEMBANGUNAN DAERAH 2.1.
Evaluasi Pencapaian Kinerja Pembangunan Daerah Proses pelaksanaan pembangunan daerah, meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian dan evaluasi. Aspek evaluasi pembangunan merupakan aspek dasar perencanaan pembangunan untuk tahun berikutnya, sehingga untuk membuat kebijakan pelaksanaan pembangunan Tahun 2010 perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja pembangunan daerah pada tahun sebelumnya, khususnya evaluasi terhadap indikator makro pembangunan. Indikator makro yang dievaluasi meliputi pembangunan sumber daya manusia, ekonomi, dan kesejahteraan sosial, serta indikator penunjang yang terkait dengan masalah politik, hukum, lingkungan hidup, infrastruktur, pelayanan publik, kelistrikan, persampahan dan sebagainya. Hasil evaluasi dan identifikasi permasalahan serta tantangan yang dihadapi, baik internal maupun eksternal, menjadi dasar dalam menentukan isu-isu yang akan dihadapi pada Tahun 2010 yang selanjutnya dirumuskan menjadi kebijakan prioritas pembangunan. 2.2.
Evaluasi Indikator Makro Pembangunan Jawa Barat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat diarahkan untuk mencapai
kategori maju pada skala yang telah ditetapkan UNDP sebesar 80 pada Tahun 2015. Adapun pencapaian IPM pada Tahun 2008 sebesar 71,16 (angka sangat sementara, hasil perhitungan BPS Provinsi Jawa Barat, Maret 2008), meningkat sebesar 0,45 poin dibandingkan angka Tahun 2007 sebesar 70,71. Bila dibandingkan dengan target IPM Jawa Barat Tahun 2015 yang sebesar 80,00, maka rata-rata capaian setiap tahunnya harus mencapai angka 1,26 poin. Indeks Pendidikan (IP) pada Tahun 2008 meningkat sebesar 1,43 poin dari Tahun 2007, yaitu sebesar 81,64 dari angka 80,81 pada Tahun 2007. Peningkatan tersebut tidak terlepas dari meningkatnya komponen Indeks Pendidikan yaitu Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Pada Tahun 2008, AMH Jawa Barat sebesar 96,10% meningkat dari 95,32% pada Tahun 2007. Sedangkan RLS menunjukkan peningkatan, dari 7,5 tahun pada Tahun 2007menjadi 7,91 tahun pada Tahun 2008.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 1
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
Peningkatan Indeks Pendidikan tersebut tidak terlepas dari upaya peningkatan Angka Partisipasi Sekolah melalui tuntasnya Role Sharing Pendanaan Peningkatan Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota, juga dengan adanya kebijakan anggaran pendidikan pemerintah yang berorientasi pada pemenuhan amanat UUD 1945 tentang anggaran pendidikan sebesar minimal 20% dari Total APBD. Indeks Kesehatan (IK) mencerminkan derajat kesehatan masyarakat suatu wilayah pada periode waktu tertentu yang diukur melalui angka harapan hidup waktu lahir (AHHe0).
Indeks kesehatan Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 0,37 poin pada
kurun waktu Tahun 2007 – 2008, 71,00 pada Tahun 2007 dan 71,37 poin pada Tahun 2008. Dari sisi Angka Harapan Hidup (AHH), menunjukkan bahwa rata-rata usia penduduk Jawa Barat adalah 67,58 tahun meningkat dari Tahun 2006 yaitu 67,40 tahun. Indeks daya beli masyarakat Jawa Barat pada Tahun 2008 adalah sebesar 60,48. untuk mencapai target sebesar 68 pada Tahun 2015, dalam rangka mencapai IPM 80 pada Tahun 2015, maka indeks daya beli setiap tahunnya harus meningkat sebesar 1,07 poin, sementara data yang ada menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan setiap tahunnya sebesar 0,3 poin. Relatif lambatnya peningkatan kemampuan daya beli masyarakat Jawa Barat, dipengaruhi pula oleh faktor eksternal Jawa Barat, seperti kenaikan BBM dan inflasi pada kelompok bahan kebutuhan pokok. Tabel 2.1 Gambaran Indikator Makro Pembangunan Jawa Barat Tahun 2006s.d. 2008 NO 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11
INDIKATOR IPM Indeks Pendidikan Angka Melek Huruf (%) Rata-rata Lama Sekolah (tahun) Indeks Kesehatan Angka Harapan Hidup (tahun) Indeks Daya Beli Purchasing Power Parity (Rp) Laju Pertumbuhan Penduduk (%) Penduduk Miskin (%) PDRB adh konstan 2000 (Triliun Rp) Inflasi (%) Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Jumlah Investasi (Trilyun Rp) Pengangguran***) (Juta Jiwa) (%)
TAHUN 2006 70,31 79,93 94,90 7,50 70,13 67,40 60,34 621.100,00 1,94 13,39 257,49 6,15 6,02 75,64
2007 70,71 80,21 95,32 7,50 71,03 67,58 60,90 623.640,00 1,83 13,16 273,99 5,10 6,41 87,13
2008 71,16*) 81,64*) 96,10*) 7,91*) 71,37*) 67,82*) 60,48*) 621.710,00*) 1,71 13,01 289,99**) 11,11 5,84**) 113,14**)
2,54 14,51
2,39 13,08
2,26 12,08
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat dan Bapeda Provinsi Jawa Barat, Tahun 2009 (diolah) Keterangan : *)
angka sangat sementara, hasil perhitungan BPS Provinsi Jawa Barat, Maret 2008
**) angka sangat sementara, hasil estimasi triwulanan Tahun 2008 ***)
hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas 2006-2008)
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 2
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
Jumlah penduduk pada Tahun 2008 sebesar 42,194 juta jiwa, dengan kepadatan penduduk 1.999,3 orang per km persegi. Berdasarkan struktur umur, jumlah penduduk dibawah usia 15 tahun keatas mencapai 29,59 %, penduduk usia produktif 15-64 tahun sebesar 64,86 %, sementara penduduk usia 64 tahun sebesar 5,55 % . Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) di Provinsi Jawa Barat dari tahun ke tahun relatif terus menurun. Pada periode 2007-2008, LPP Provinsi Jawa Barat mencapai 1,71 persen. Kondisi tersebut menunjukkan upaya pengendalian pertumbuhan penduduk di Provinsi Jawa Barat relatif cukup baik. Proporsi penduduk miskin di Jawa Barat masih menunjukkan angka yang tinggi. Menggunakan batasan konsumsi penduduk mencapai 2100 kalori setiap harinya, tercatat proporsi penduduk yang di bawah batasan tersebut sebesar 13,01% pada Tahun 2008. Kemiskinan di Jawa Barat ditengarai sebagai akibat dari kepemilikan sumberdaya yang tidak merata, kemampuan antara penerimaan dan pengeluaran yang tidak seimbang, serta ketidaksamaan kesempatan berusaha yang dimiliki oleh penduduk Jawa Barat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
Provinsi Jawa Barat memainkan
peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Nilai PDRB Jawa Barat atas dasar harga berlaku pada Tahun 2008 yang merupakan hasil kompilasi triwulanan mencapai Rp.608,58 Triliun, sedangkan atas dasar harga konstan mencapai Rp. 289,99 Triliun. Kontribusi terbesar didominasi oleh sektor industri pengolahan sebesar 44,18 %, atau sebesar Rp. 268,90 Triliun dan perdagangan, hotel dan restoran sebesar 19,66 % atau sebesar Rp. 119,64 Triliun serta pertanian sebesar 11,77 % Rp. 71,66 Triliun.
Tabel 2.2
PDRB Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Berlaku Tiga Sektor Utama Sektor Pertanian Industri Pengolahan Perdagangan, hotel & restoran
2005 46,43 173,08 74,28
Tahun (Rp. Trilyun) 2006* 2007** 52,59 62,89 214,24 236,63 90,02 100,69
2008*** 71,66 268,90 119,64
Sumber : BPS *** Angka Sangat Sementara, Hasil Estimasi Triwulanan Tahun 2008 ** Angka Sementara, Publikasi BPS Jawa Barat Tahun 2008 * Angka Perbaikan, Koreksi BPS Jawa Barat Tahun 2008
Laju Pertumbuhan Ekonomi, Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 dari besaran PDRB hasil kompilasi triwulanan tumbuh sebesar 5,84 %, mengalami sedikit penurunan sebesar 0,57 point dibandingkan dengan Tahun 2007 dengan pertumbuhan sebesar 6,41 %, melebihi Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 3
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
target yang ditetapkan sebesar 5,8% – 6,0 %. Namun demikian laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada Tahun 2008 masih di bawah rata-rata laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,1%. Penurunan pertumbuhan ekonomi tersebut diakibatkan oleh kurang stabilnya ekonomi nasional dan dunia (krisis ekonomi di AS). Di sisi permintaan, faktor penurunan pertumbuhan terutama bersumber dari berkurangnya perdagangan luar negeri, dan kegiatan konsumsi. Di sisi sektoral, pertumbuhan sedikit terjadi pada seluruh sektor ekonomi di Jawa Barat. Respon sisi penawaran ini terindikasi dari indikator ekspektasi realisasi kegiatan dunia usaha, dan ekspektasi situasi bisnis. Penurunan ekonomi tersebut antara lain disebabkan oleh melambatnya kinerja dari beberapa sektor ekonomi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Faktor lain pula yang mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ini adalah akibat dari tingkat inflasi yang cukup tinggi. Inflasi, Tahun 2008 adalah sebesar 11,11 %, jauh melampaui inflasi Tahun 2007 yang mencapai 5,1 %. Selama Tahun 2008 inflasi di Jawa Barat cukup mendapat tekanan, hampir seluruh kelompok pengeluaran bergerak naik. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan yang mengalami inflasi sebesar 16,11%, disusul kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan 12,78 %, kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 12,45 %, kelompok kesehatan 10,52 persen, kelompok pendidikan, rekreasi & olah raga 8,61 %, kelompok perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar 6,76 %, serta kelompok sandang 3,69 %. Tekanan inflasi yang begitu kuat hingga mencapai double digit di Tahun 2008 ini, sebagai dampak dari kebijakan kenaikan harga BBM pada bulan Mei yang mencapai rata-rata 28,7 %. Respon harga pasar yang begitu signifikan sangat tergambar dari besaran inflasi yang meningkat drastis hingga lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Bila dilihat dari lokasiny, inflasi tertinggi di Jawa Barat terjadi di kota-kota yaitu Bogor, Cirebon, Tasikmalaya, Depok, Sukabumi, Bandung dan Bekasi. Bila dilihat dari perbandingan dengan kondisi Tahun 2007, dimana kondisi ekonomi domestik stabil walapun mendapat tekanan yang sangat berat terutama akibat naiknya harga BBM internasional, harga-harga
cukup stabil yang tergambar dari inflasi sebesar
5,1%. Walaupun demikian, khusus untuk komoditas bahan makanan dan sandang masih menunjukkan pergerakan inflasi yang signifikan yaitu masing-masing 11,63% dan 8,07%. Dari angka ini terlihat bahwa pengaruh kebijakan nasional sangat berpengaruh terhadap pergerakan inflasi, tetapi kebijakan yang menjadi domainnya pemerintah daerah masih diperlukan untuk menjaga stabilitas harga. Intervensi pemerintah daerah terhadap terselenggaranya penyediaan
kebutuhan pokok serta lancarnya arus distribusi bahan
sandang dan pangan menjadi sangat krusial. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 4
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
Jumlah Investasi Jawa Barat berdasarkan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) selama periode Tahun 2006 – 2008 terus mengalami pertumbuhan. Pada Tahun 2006 mencapai angka Rp 75,64 triliun, sementara pada Tahun 2008 mencapai Rp 113,14 triliun (angka sangat sementara). Gambaran ini menunjukkan tingkat kepercayaan yang cukup tinggi dari masyarakat untuk menanamkan modalnya di Jawa Barat, dan memiliki peran yang cukup besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jumlah pengangguran, pada Tahun 2007 sebanyak 2.386.214 orang (data sakernas), menurun dibandingkan Tahun 2006 yang sebesar 2.561.525 orang. Presentase jumlah penganggur terhadap angkatan kerja atau Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Tahun 2007 adalah sebesar 13,08 %, menurun dari Tahun 2006 yang mencapai 13,94 %. Namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan Nasional yang sebesar 9,11 %. Pada Tahun 2008 jumlah pengangguran sebesar 2.262.407 orang menurun sebesar 123.807 orang dibandingkan Tahun 2007, sedangkan presentase jumlah penganggur terhadap angkatan kerja atau Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah sebesar 12,08 % menurun dari Tahun 2007. 2.2.1. Evaluasi terhadap kinerja bidang pembangunan 2007-2008 Bidang Sosial Budaya Pada aspek pendidikan, dari segi angka partisipasi sekolah pendidikan dasar, Angka Partisipasi Kasar (APK)
Tahun 2008 untuk SD/MI adalah 108,22% dan SMP/MTs
sebesar 87,14%. Untuk angka partisipasi murni (APM) tahun 2008, capaian APM SD/MI 95,48% dan SMP/MTs 71,77%. Sedangkan untuk jenjang pendidikan menengah, pada Tahun 2008 APK dan APM SMA/SMK/MA masing-masing sebesar 47,48% dan 36,18%. Cukup tingginya APK dan APM pada jenjang pendidikan dasar selaras dengan upaya penuntasan Wajib Belajar Pendidikan 9 tahun di Jawa Barat. Adapun masih rendahnya angka partisipasi pada jenjang pendidikan menengah, disebabkan oleh rendahnya kemampuan daya beli masyarakat, terbatasnya kapasitas daya tamping SMA/SMK/MA, kendala budaya dan pola fikir masyarakat, serta kendala geografis untuk daerah-daerah terpencil. Dari sisi alokasi anggaran pendidikan, pada Tahun 2008 telah dialokasikan anggaran pendidikan sebesar 16,61% dari Total APBD Provinsi Jawa Barat tahun 2008. Salah satu prioritas pengalokasian anggaran pendidikan Tahun 2008 adalah Penuntasan Realisasi MoU Role Sharing Pendanaan Peningkatan Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar dari APBD Provinsi. Sedangkan pada tahun 2009, telah dialokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 5
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
dari volume Belanja Daerah pada APBD Provinsi Tahun 2009. Anggaran tersebut diprioritaskan untuk ; upaya mewujudkan Jawa Barat bebas biaya pendidikan melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Provinsi untuk satuan Pendidikan dasar dan Menengah, penyediaan buku teks palajaran yang di-ujian nasional-kan, dan bantuan baju seragam sekolah bagi siswa yang tidak mampu; upaya Jawa Barat bebas buta aksara melalui kegiatan keaksaraan fungsional untuk menangani 326.900 orang sasaran buta aksara; dan upaya Jawa Barat Bebas Putus Jenjang Sekolah melalui kegiatan paket B dan paket C untuk peningkatan angka RLS. Aspek kesehatan sampai saat ini terus dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan serta bersumber dana baik APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, BLN/PHLN maupun dana masyarakat. Namun demikian berdasarkan indikator keberhasilan yang ada, belum seutuhnya menggambarkan kondisi yang diharapkan. Hal ini ditunjukan oleh beberapa hal yaitu angka kematian bayi (AKB) di Jawa Barat pada Tahun 2007 masih cukup tinggi yaitu sebesar 39/1000 kelahiran hidup. Faktor lain yang menggambarkan keberhasilan ini adalah masih tingginya kasus penderita gizi buruk balita Tahun 2008 sebanyak 33.697 (1,01%) dan gizi kurang sebanyak 33.8429 (9,83%) dari jumlah balita yang ditimbang. Di samping itu masih adanya kasus penyakit menular, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD) tercatat 23.248 kasus pada tahun 2008, flu burung tercatat 35 kasus dan AIDS tercatat 2.593 kasus serta penderita HIV positif tercatat 1.829 penderita. Indikator kesehatan lainnya adalah pelayanan kesehatan baik dasar maupun rujukan, puskesmas pada Tahun 2008 berjumlah 1.008 buah. Pada aspek pelayanan kesehatan Rujukan di Rumah Sakit Daerah saat ini berjumlah satu tipe A, 17 tipe B, 14 tipe C dan tiga tipe D. Data tersebut masih menunjukkan kuantitas yang memadai, dilihat dari kualitas pelayanan, sarana dan prasarana masih perlu ditingkatkan. Pada aspek Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergency Dasar (PONED) Tahun 2008 tercatat 101 Puskesmas dengan kualitas yang perlu ditingkatkan. Rumah Sakit yang mampu melaksanakan Pelayanan
Obstetri dan Neonatal Emergency Komprehensif (PONEK) pada Tahun 2008 tercatat 12 Rumah Sakit. Aspek Jender sampai dengan Tahun 2008 terdapat permasalahan sebagai berikut; (a) masih lemahnya implementasi kesetaraan jender dalam berbagai aktivitas kehidupan, (b) masih tingginya kasus-kasus jender, antar lain: Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),
trafficking, kurangnya kaum pria ikut dalam KB, serta kerawanan sosial lainnya.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 6
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
Pada aspek kesejahteraan sosial, jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Tahun 2007 mencapai 3.218.872 PMKS dan pada Tahun 2008 diprediksi akan meningkat 7,2%. Kondisi ini tidak sejalan dengan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang cenderung jalan ditempat untuk Tahun 2008 baru tercacat 12.592 PSM, 5.789 Karang Taruna, 1611 lembaga sosial. Pembangunan kebudayaan pada Tahun 2008 dilaksanakan untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah serta mempertahankan jati diri dan nilai-nilai budaya daerah. Upaya-upaya yang telah dilaksanakan yaitu pengembangan Desa Budaya di beberapa daerah yang berpotensi untuk dikembangkan, penataan situs dan pemeliharaan benda cagar budaya. Pada aspek pengembangan seni dan budaya, adanya apresiasi terhadap nilai budaya dan bahasa daerah Sunda, Cirebon, Dermayu dan Melayu Betawi sebagai bahasa ibu masyarakat Jawa Barat. Pada aspek agama, ditunjukkan oleh meningkatnya kualitas kehidupan beragama, kesadaran masyarakat untuk melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat, serta kesadaran dan toleransi antar umat beragama. Terciptanya hubungan yang harmonis dan kondusif baik antara sesama pemeluk agama maupun antar umat beragama. Bidang Ekonomi Perkembangan
perbankan,
sampai
dengan
Tahun
2008
menunjukkan
perkembangan yang positif. Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp. 105,57 triliun meningkat sebesar 13% dari Tahun 2007 sebesar RP. 93,76 triliun. Penyaluran kredit pembiayaan menunjukkan peningkatan sebesar 21% yaitu dari Rp. 57,77 triliun menjadi Rp. 69,74 triliun. Kondisi tersebut menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di Jawa Barat mengalami peningkatan dari 61,6% menjadi 66,7%. Sementara itu, kualitas kredit membaik yang diindikasikan oleh penurunan ratio gross NPL dari 4,01% menjadi 3,44%. Kontribusi Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) terhadap perekonomian daerah, pembangunan sektor KUKM pada Tahun 2008 mengalami peningkatan, pada Tahun 2007 kontribusi sektor KUKM terhadap PDRB Jawa Barat mencapai 63,15 %, meningkat menjadi sebesar 63,80 % pada Tahun 2008. Jumlah KUKM pada Tahun 2008 sebanyak 7.420. 259 unit atau 99,97 % dari jumlah total unit usaha di Jawa Barat dengan rincian sektor usaha pertanian sebesar 42,79 %, sektor perdagangan hotel dan restoran 34 %, sektor pengangkutan dan komunikasi 9,78 %, sektor industri pengolahan 6,31 % dan sektor
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 7
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
jasa-jasa sebesar 4,39 %. Penyerapan tenaga kerja di sektor KUKM sebanyak 13.354.002 orang atau mencapai 88,53 % dari total tenaga kerja di Jawa Barat. Nilai Tukar Petani (NTP) yang mencerminkan kondisi kualitas dan kesejahteraan petani dan nelayan, Jawa Barat pada bulan September 2008 untuk masing masing subsektor tercatat 92,79 untuk sub sektor Padi dan Palawija,97,38 untuk sub sektor hortikultura, 111,64 untuk sub sektor Tanaman Perkebunan Rakyat, 99,04 untuk sub sektor Peternakan dan 106,19 untuk sub sektor Perikanan. Untuk Nilai Tukar Petani (NTP) Gabungan Provinsi Jawa Barat bulan September 2008 tercatat 96,85 atau turun 0,11 persen dari NTP bulan Agustus 2008 yang tercatat 96,95. Hal ini dipengaruhi oleh kenaikan Indeks yang diterima Petani (IT) lebih rendah daripada Indeks yang dibayar Petani (IB) yaitu masing masing sebesar 113,76 persen dan 117,47 persen. Indeks Harga yang dibayar petani (IB), pada bulan September 2008 secara provinsial Indeks Harga yang dibayar petani naik 1,49 persen dibandingkan Indeks bulan Agustus 2008 yaitu dari 115,74 menjadi 117,47. Kenaikan IB terjadi pada keseluruhan sub sektor, yaitu Tanaman Pangan, Hortikultura, Tanaman Perkebunan Rakyat, Peternakan dan Perikanan, masing masing naik sebesar 1,47 persen, 1,48 persen, 1,48 persen, 1,91 persen dan 1,33 persen. Bila dibandingkan dengan NTP Jawa Barat Januari 2007, kondisi kesejahteraan petani di Jawa Barat meningkat dari segi harga, karena harga komoditas hasil pertanian ini dapat mengimbangi kenaikan harga kebutuhan produksi. Pelayanan di Bidang Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM), pada Tahun 2007 telah dimulai pembangunan Sentral Bisnis KUKM (Senbik) yang dikelola oleh Dekopinwil Jawa Barat dan difungsikan sebagai pusat informasi, pemasaran, kerjasama serta inkubator bisnis. Pada Tahun 2008 pelayanan dalam pemberdayaan pengaktifan kembali koperasi yang tidak aktif dari jumlah koperasi 22.314 unit, sedangkan yang aktif sebanyak 14.735 unit. Bidang IPTEK Sampai Tahun 2008 pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, publikasi dan kajian ilmiah yang dihasilkan oleh lembaga penelitian baik milik pemerintah, perguruan tinggi maupun swasta tersebut belum dapat dimanfatkan dengan maksimal. Hal ini ditandai dengan : 1. Belum terbangun sinergitas pelaksanaan penelitian dan pengembangan (Litbang) antar lembaga dan daerah secara regional dan nasional; Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 8
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
2. Belum terinformasikan dan dimanfaatkan secara luas mengenai hasil litbang dan pengembangan teknologi tepat guna (TTG) kepada seluruh lapisan masyarakat; 3. Masih kurangnya pemahaman terhadap manfaat Sistem Informasi dan Telematika (Sitel) pada lingkungan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota; 4. Masih belum optimalnya penggunaan sarana Sitel sebagai pendukung komunikasi, koordinasi dan kolaborasi antar tingkat pemerintahan; 5. Kurang adanya kesamaan persepsi, baik aparatur pemerintah maupun masyarakat terhadap pentingnya arsip dan perpustakaan sebagai sumber informasi dan bahan bukti pertanggungjawaban serta fungsi khasanah arsip dan ilmu pengetahuan. 6. Belum optimalnya dukungan pengelolaan arsip dan perpustakaan baik dari aspek SDM, sarana prasarana serta teknologi; Bidang Infrastruktur Wilayah Infrastruktur wilayah terdiri dari beberapa aspek yaitu infrastruktur transportasi, sumber daya air dan irigasi, listrik dan energi, serta sarana dan prasarana permukiman. Infrastruktur transportasi terdiri dari jalan dan perhubungan. Salah satu indikator keberhasilan penanganan infrastruktur jalan adalah tingkat kemantapan jalan khususnya pada jalan provinsi. Sampai dengan tahun 2008, tingkat kemantapan jalan provinsi sepanjang 2.199,18 km telah mencapai 80,84% (kondisi baik dan sedang). Dengan tingkat kemantapan tersebut, 48,82% dari panjang jaringan jalan provinsi masih berada pada kondisi sedang dan 19,16% berada pada kondisi rusak ringan dan rusak berat, yang disebabkan antara lain oleh beban lalu lintas yang sering melebihi standar muatan sumbu terberat (MST), tingginya frekuensi bencana alam, serta belum optimalnya penanganan jalan provinsi. Infrastruktur perhubungan terdiri dari perhubungan darat, laut, udara. Pada infrastruktur perhubungan darat, pelayanan angkutan massal seperti bis dan kereta api dirasakan belum optimal. Demikian pula halnya dengan ketersediaan perlengkapan jalan dan fasilitas lalu lintas seperti rambu, marka, pagar pengaman jalan, terminal, dan jembatan timbang, serta kondisi dan penataan sistem hirarki terminal sebagai tempat pertukaran moda juga belum optimal, sehingga menyebabkan kurangnya kelancaran, ketertiban, keamanan serta pengawasan pergerakan lalu lintas.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 9
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
Pada infrastruktur perhubungan udara, Bandara Husein Sastranegara dan beberapa bandara perintis seperti Bandara Cakrabhuwana di Kabupaten Cirebon dan Bandara Nusawiru di Kabupaten Ciamis belum mampu dimanfaatkan secara maksimal, karena kondisi sarana dan prasarana tidak memadai untuk menampung kebutuhan penumpang dan kargo baik domestik maupun internasional. Pada infrastruktur perhubungan laut, kondisi Pelabuhan Cirebon baru difungsikan sebagai pelabuhan niaga, akibat dari kondisi fisik pelabuhan dan fasilitas yang kurang memadai serta adanya keterbatasan pengembangan karena kondisi alam yang tidak mendukung. Selain itu beberapa pelabuhan laut lain yang ada di Jawa Barat hanya berfungsi sebagai pelabuhan transit dan pelabuhan ikan saja karena kapasitas pelabuhan yang tidak memadai. Pada aspek infrastruktur sumber daya air dan irigasi, sampai dengan tahun 2008 jaringan irigasi dalam kondisi rusak berat dan ringan masih mencapai 58,69% (Tabel 2.4). Kondisi tersebut menyebabkan intensitas tanam padi pada daerah irigasi yang dikelola Pemerintah Provinsi Jawa Barat dirasakan masih belum optimal, walaupun dalam kurun waktu 2007-2008 telah meningkat dari 190% menjadi 192%. Tabel 2.3. Kinerja Pengelolaan Jaringan Irigasi Kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Uraian Jumlah daerah irigasi (DI) Prov (buah) Intensitas tanam (%) Jaringan irigasi yang rusak (%)
2003
2004
Tahun 2005 2006
2007
2008
74
74
74
84
84
86
182
184
185
187
190
192
74
65
51
49
46
58,69
Infrastruktur listrik dan energi, sampai tahun 2008, terjadi peningkatan rasio elektrifikasi rumah tangga sebesar 64% dibandingkan pada Tahun 2007 yang sebesar 60,64%, yang artinya dari 11.011.044 rumah tangga baru sekitar 6.826.847 rumah tangga yang telah mendapatkan aliran listrik yang bersumber dari PLN dan non PLN. Sedangkan untuk listrik perdesaan, cakupan desa yang sudah mendapatkan tenaga listrik pada pertengahan Tahun 2008 hampir mencapai 100%, dimana hanya tinggal 4 desa di Kabupaten Cianjur dan 4 desa di Kabupaten Garut yang belum memiliki infrastruktur listrik. Peningkatan rasio elektrifikasi perdesaan masih terus diupayakan untuk mewujudkan Jabar Caang pada tahun 2010. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 10
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
Sarana dan prasarana permukiman, sampai Tahun 2008 cakupan pelayanan air minum masih rendah yang disebabkan oleh; (a) masih tingginya angka kebocoran air, (b) terbatasnya sumber air baku di wilayah perkotaan, (c) tarif/retribusi air yang belum berorientasi pada cost recovery, (d) rendahnya partisipasi masyarakat dan swasta dalam pembangunan sarana dan prasarana air minum, dan (e) terbatasnya sumber dana yang dimiliki oleh pemerintah. Aspek persampahan, secara umum tingkat pelayanan persampahan di Jawa Barat masih rendah, cakupan pelayanan persampahan hingga akhir Tahun 2008 sebesar 53% dan sekitar 90% pengolahan sampah di TPA masih dilakukan secara open dumping, dengan kondisi sarana angkutan masih belum memadai. TPA Leuwigajah belum dapat berfungsi karena masih menghadapi permasalahan sosial dan teknis operasional pasca bencana longsor. TPA Legoknangka pelaksanaannya mencapai tahap kelayakan teknis, lingkungan, dan sosial. Oleh karena itu, dalam jangka pendek, permasalahan TPA sampah di Metropolitan Bandung masih mengandalkan Tempat Pengolahan Kompos Sarimukti sampai dengan tahun 2010. TPA Nambo hingga akhir Tahun 2008 baru terbentuk Unit Pelaksana Operasional sebagaimana tercantum dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 31 Tahun 2007 tentang Pusat Pengelolaan Persampahan Jawa Barat. Dengan demikian, pengelolaan sampah di Kabupaten/Kota Bogor-Kota Depok untuk sementara sampai dengan 2010 masih dilakukan oleh tempat pembuangan akhir di masing-masing kabupaten/kota. Tingkat pelayanan pengelolaan limbah domestik hingga akhir tahun 2007, sesuai dengan data Suseda 2007, terdapat 49,01% rumah tangga yang menggunakan tangki/septik tank sebagai tempat pembuangan tinja dan sisanya menggunakan kolam/sawah/kebun/ sungai/lubang tanah/lainnya. Kondisi prasarana pengelolaan limbah domestik sampai dengan saat ini menunjukkan bahwa dari 17 unit Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) hanya 11 unit yang beroperasi dengan baik dan baru 4 kabupaten/kota yang memiliki sistem penyaluran air limbah domestik perkotaan yaitu Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Bogor, dan Cirebon. Pada saat ini sudah disepakati MoU Pengelolaan Sampah oleh Kabupaten/Kota di wilayah Metropolitan Bandung dan Bodebek. Untuk aspek perumahan, backlog rumah pada Tahun 2007 sebesar 980.000 unit dan diperkirakan akan mencapai 1,164 juta unit pada tahun 2013. Selain itu, terdapat pula 1.035 kawasan kumuh dengan luas sekitar 25.875 ha yang umumnya terdapat di wilayah perkotaan dan permukiman nelayan. Tingginya backlog rumah dan kawasan kumuh di perkotaan disebabkan oleh terbatasnya sumber pembiayaan yang berpihak pada masyarakat Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 11
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
berpenghasilan rendah dan belum seimbangnya pembangunan di perkotaan dan perdesaan sehingga sulit untuk mengendalikan migrasi penduduk khususnya ke kota-kota besar. Bidang Politik Tahun 2008 telah dilaksanakan Pemilihan Gubernur 2008 dan Kepala Daerah Kabupaten dan Kota berlangsung dengan baik, aman dan terkendali. Walaupun pada Pemilu Gubernur 2008 mengalami penurunan pemilih menjadi 67,31%, dan rata-rata tingkat partisipasi pada Pemilu Kepala Daerah di Kabupaten dan kota sebanyak 70%, namun roda pemerintahan daerah selama Tahun 2008 tetap berjalan kondusif. Capaian kinerja pembangunan Bidang Politik lainnya ditunjukkan melalui peningkatan penyampaian aspirasi masyarakat terhadap DPRD, yang pada tahun
2007 sebesar 104
aspirasi dan Tahun 2008 sebanyak 130 aspirasi. Adapun jumlah unjuk rasa yang disampaikan kepada lembaga DPRD rata-rata mencapai 200 kali selama Tahun 2007-2008. Bidang Hukum Dalam pembangunan Bidang Hukum pada periode 2007-2008 dititikberatkan pada pembentukan kelembagaan dalam perlindungan HAM yang implementasinya melalui pembentukan Panitia Pelaksana RANHAM tingkat Provinsi dan di 26 kabupaten/kota, peningkatan kesadaran hukum masyarakat dan Hak Azasi Manusia (HAM) terutama dalam bidang lingkungan hidup dan pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, yang perkembangannya ditunjukkan dengan adanya gerakan penghijauan di kawasan hutan lindung yang bersifat swadaya serta tingginya laporan berbagai tindak kekerasan yang terjadi di rumah tangga melalui aparat penegak hukum. Selanjutnya terkait dengan penyusunan produk hukum daerah, sepanjang tahun 2007-2008 telah diterbitkan 1645 buah produk hukum daerah yang terdiri dari Peraturan Daerah sebanyak 35 buah, Peraturan Gubernur sebanyak 158 buah, Keputusan Gubernur sebanyak 1447 buah dan Instruksi Gubernur sebanyak 5 buah. Sedangkan jumlah perda inisiatif DPRD yang ditetapkan sebanyak 2 buah yaitu Perda Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Orang dan Perda Nomor
10 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Perlindungan Penyandang Cacat dan kesepakatan bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan 17 instansi lainnya untuk mendukung penyusunan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RADPK).
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 12
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Pembangunan
Bidang
pengejawantahannya melalui
Ketertiban
Umum
dan
Ketentraman
Masyarakat
upaya perlindungan masyarakat (linmas) dan penanganan
tindak pidana kriminal. Pada Tahun 2008 telah tersedia anggota perlindungan masyarakat (Linmas) sebanyak 1.458.352
orang, sedangkan tindak pidana kriminal yang
menonjol
pada Tahun 2008 terdiri atas jenis pencurian kendaraan bermotor, pencurian, penipuan, narkotika, penganiayaan serta pemerasan. Bidang Aparatur Pada Tahun 2008 telah terjadi perubahan struktur organisasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD, Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas daerah, Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja, Peraturan Daerah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah Provinsi Jawa Barat, dan Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2008 tentang Lembaga Lain Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan Peraturan Daerah tersebut jumlah Organisasi Perangkat daerah (OPD) terdiri dari 1 Sekretariat Daerah dengan 12 Biro dan Sekretariat DPRD, 20 Dinas, 14 Badan, 1 Inspektorat, 3 Rumah Sakit, 1 Kantor dan 3 Lembaga lain, serta 102 UPTD/UPPD. Pada Tahun 2008 jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat mencapai 14.431 orang, dengan kualifikasi kompetensi pada struktur pendidikan formal di tingkat SLTA ke bawah sebanyak 7.259 orang atau mencapai 50,30%, pada jenjang D2 dan D3 sebanyak 1.914 orang atau mencapai 13,26%, Strata 1 sebanyak 4.310 orang atau mencapai 29,87%, Strata 2 sebanyak 933 orang atau mencapai 6,47% dan pada Strata 3 sebanyak 15 orang atau mencapai 0,10%. Sedangkan dari segi kepangkatan dan golongan, komposisinya meliputi golongan I sebanyak 516 orang atau 3,58%, golongan II sebanyak 3.868 orang atau 26,80%, golongan III 8.235 orang atau 57,06% dan golongan IV sebanyak 1.812 orang atau 12,56%. Peningkatan kapasitas PNS melalui jalur ijin belajar pada Tahun 2008 untuk jenjang pendidikan S1 sebanyak 550 orang, S2 sebanyak 83 orang dan S3 sebanyak 11 orang,
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 13
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
sedangkan malalui jalur tugas belajar untuk jenjang pendidikan S1 sebanyak 1 orang, S2 sebanyak 29 orang, dan S3 sebanyak 2 orang. Perbaikan dalam pola pelayanan publik, dilakukan melalui pembentukan Pusat Perijinan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) yaitu Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Provinsi Jawa Barat. PPTSP di tingkat provinsi ini merupakan yang pertama di Indonesia, serta pembinaan PPTSP di 16 kabupaten dan kota, yaitu Kabupaten Indramayu, Majalengka, Kuningan, Cirebon, Sumedang, Kota Banjar, Ciamis, Kota Tasikmalaya, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Subang. Pemberdayaan potensi daerah telah dilakukan kerjasama antar daerah sebanyak 43 buah, kerjasama dengan pihak ketiga sebanyak 35 buah dan kerjasama dengan pihak luar negeri sebanyak 24 buah, yang dilaksanakan untuk mendukung pengembangan 6 (enam)
core bussinesses (bidang pertanian, kelautan, kepariwisataan, manufaktur, infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia), serta penyeimbangan pembangunan antar kawasan, antara lain di kawasan utara dan selatan Jawa Barat. Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Desa Fokus
pembangunan
bidang
pemerintahan dan
pembangunan desa
adalah
terselenggaranya bantuan yang diarahkan ke desa yang meliputi Bidang Pertanian Tanaman Pangan, Bidang Perindustrian dan Perdagangan, Bidang Sosial, Bidang Kesehatan, Bidang Perikanan, dan Bidang Lingkungan Hidup; pemantapan penyelenggaraan Pemerintahan Desa; dan Pemantapan Program Raksa Desa. Bidang Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Kinerja Penataan Ruang sejak ditetapkannya Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 telah memperlihatkan hasil yang positif diberbagai segi kehidupan masyarakat. Namun demikian, kegiatan
penataan ruang Jawa Barat tersebut masih dihadapkan pada berbagai
ketidaksesuaian baik dalam aspek struktur maupun pola ruang. Disamping itu, berbagai perubahan yang berlangsung di tingkat global maupun nasional, sangat mempengaruhi perjalanan penataan ruang Jawa Barat kedepan, sehingga perlu direspon dalam sebuah Rencana
Tata
Ruang
Wilayah
Provinsi
yang
mampu
menjamin
keberlangsungan
pelaksanaannya di masa mendatang. Untuk itu pada Tahun 2008 telah disusun RTRW Provinsi Jawa Barat 2005-2025 sebagai respon terhadap berbagai perubahan yang terjadi. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 14
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
Kondisi Lahan Kritis, luas lahan kritis di luar kawasan lindung Tahun 2008 masih menunjukkan proporsi yang lebih besar dibandingkan dengan luas lahan kritis di dalam kawasan lindung. Rehabilitasi lahan kritis dilakukan melalui GRLK (gerakan rehabilitasi lahan kritis) pada Tahun 2007 target penanganan adalah 120.513 ha dan terealisasi sekitar 178.885,55 ha dan Tahun 2008 target penanganan adalah 119.309 ha. Kondisi Mitigasi Bencana, Berdasarkan data bencana di Provinsi Jawa Barat, menunjukan bahwa faktor kesiapan masyarakat dan aparat dalam mengantisipasi serta menanggulangi bencana alam masih sangat kurang, karena 60% kejadian bencana alam tanah longsor di Indonesia terjadi di Jawa Barat. Dalam kurun waktu Tahun 2007 terindikasi kejadian tanah longsor 124 kali, banjir 128 kali, yang gempa 10 kali, kebakaran 29 kali, angin topan 163
kali, yang menimbulkan korban meninggal 48 jiwa. Jawa Barat masih
menempati urutan pertama sebagai provinsi dengan jumlah kejadian dan korban tewas terbanyak akibat longsor di Indonesia selama tahun 2008. Data Badan Geologi Tahun 2008 di Jawa Barat terjadi 76 kali longsor dengan jumlah korban meninggal dunia 27 orang dan 13 orang luka-luka, rumah rusak 448 unit dan hancur 64 unit. Kondisi pencemaran dan kerusakan lingkungan, menunjukkan bahwa pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan air yang terjadi di Sungai Citarum, Cisanggarung, Citanduy, dan beberapa sungai utama lainnya masih belum menunjukan perbaikan hingga Tahun 2008. Pencemaran udara di perkotaan, seperti di Bandung, Bogor, Bekasi, dan Cirebon menunjukkan kualitas udara melebihi ambang batas, yang diakibatkan oleh polutan debu/partikulat dan karbonmonoksida. Pencemaran air sungai khususnya di Kota Bandung terkontaminasi dengan limbah cair. yang berasal dari industri domestik, sampah, pembuangan produk sedot tinja. 2.3.
Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah
2.3.1. Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah Sebagai sebuah perekonomian daerah, tantangan dan prospek perekonomian Jawa Barat tahun 2010 tidak dapat lepas dari kondisi internal dan eksternal baik level nasional maupun internasional. Dalam konteks sistem perekonomian terbuka dimana Indonesia termasuk negara yang menganut dan aktif dalam globalisasi, kinerja makroekonomi nasional dan daerah cukup rentan dengan gejolak eksternal. Namun signifikan tidaknya efek dari gejolak eksternal tersebut terhadap perekonomian Jawa Barat tergantung pada karakteristik ekonomi Jawa Barat dan kekuatan internal. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 15
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
Tantangan utama perekonomian Jawa Barat pada tahun 2010 secara internal adalah pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yakni ekonomi tumbuh yang disertai dengan pemerataan dan penurunan tingkat kemiskinan secara signifikan sehingga paradoksal pembangunan ekonomi dapat ditekan. Tantangan utama tersebut melahirkan tantangan turunan yang terkait dengan pencapaian efisiensi dan produktivitas ekonomi sektoral
sesuai
kapasitasnya,
mendorong
pembangunan
wilayah
perdesaan
dan
meningkatkan keterkaitan ekonomi desa-kota, meningkatkan akses pelaku usaha mikro dan kecil terhadap sumberdaya ekonomi produktif. Tantangan lain adalah optimalisasi dalam mendayagunakan angkatan kerja lokal sehingga mampu mengakses peluang kerja yang berkembang, dan menurunkan tingkat pengangguran. Tantangan berikutnya adalah pertambahan jumlah penduduk dan daya dukung lingkungan. Kekeringan, banjir, pencemaran air, penggundulan hutan, abrasi pantai, pencemaran udara, penumpukan sampah merupakan masalah serius yang bisa mengganggu sustainabilitas perekonomian daerah. Tantangan secara eksternal di tingkat nasional adalah tuntutan pengelolaan ekonomi daerah yang tepat dalam kerangka pembangunan nasional, penataan ekonomi yang berdaya saing dan iklim investasi yang semakin kondusif di daerah-daerah lain. Sedangkan tantangan secara global terkait dengan standarisasi produk, persaingan produk yang sama dari negara lain, tuntutan konsumen asing yang semakin tinggi. Pada saat yang bersamaan, dinamika ekonomi nasional dan global pun menawarkan prospek yang cukup menjanjikan di tahun 2010. Siklus bisnis negara-negara maju diprediksi akan mencapai titik terendahnya pada tahun 2009 dan pemulihan makroekonomi dunia akan berlangsung lebih cepat yakni pada triwulan terakhir tahun 2009 jika upaya stimulus fiskal dan restrukturisasi perbankan berjalan efektif. Banyak pihak optimis dengan keberhasilan program stimulus fiskal tersebut sehingga yakin ekonomi dunia akan meningkat lagi pada awal tahun 2010 dan tumbuh sekalipun belum dalam jalur tren pertumbuhan normal. Membaiknya ekonomi dunia tentu saja akan memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional dan daerah Jawa Barat. Selain itu keunggulan daerah yang membentuk kapasitas ekonomi untuk tumbuh cukup positif akan turut memperkuat pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan tahun 2009. Berdasarkan
perkiraan
IMF
dalam
World Economic
Outlook
(WEO)
2009,
pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2010 mencapai 3%, meningkat signifikan dibandingkan dengan proyeksi untuk tahun 2009 yang hanya mencapai 0.5%. Amerika Serikat (AS) pada tahun 2010 diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,6%, Uni Eropa (UE) 0,2%, dan Jepang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 16
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
0,6%. Membaiknya kinerja pertumbuhan ekonomi dunia ini akan mendorong peningkatan permintaan untuk konsumsi pangan maupun non-pangan sehingga peluang ekspor dari Indonesia termasuk Jawa Barat akan mulai pulih kembali. Bank Indonesia dalam buku Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2014 memperkirakan kondisi perekonomian nasional akan membaik pada tahun 2010, berdasarkann asumsi membaiknya kinerja ekspor, peningkatan konsumsi masyarakat (efek perbaikan kinerja ekspor dan peningkatan penyerapan tenaga kerja), meningkatnya investasi sebagai akibat meningkatnya aliran FDI (membaiknya iklim investasi domestik dan global), dukungan pengeluaran pemerintah, nilai tukar cenderung stabil, tekanan inflasi menurun. Potensi tekanan inflasi tahun ini diperkirakan akan berkurang sejalan dengan tren penurunan harga komoditas dunia. Tekanan dari sisi harga minyak diperkirakan akan mulai muncul pada 2010 seiring dengan perkiraan membaiknya perekonomian dunia, sehingga besarnya inflasi pada tahun 2010 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2009. Dengan demikian, permintaan domestik diperkirakan akan tetap menjadi kekuatan utama pertumbuhan ekonomi dan kinerja ekspor akan kembali mengalami penguatan sejalan dengan mulai pulihnya perekonomian global pada tahun 2010. Penguatan sisi permintaan domestik ini mampu diimbangi dengan meningkatnya daya dukung kapasitas perekonomian, sehingga mampu menjaga kecukupan di sisi produksi Kapasitas perekonomian domestik Jawa Barat diperkirakan lebih tinggi dari nasional karena keunggulan daerah dari dominasi sektor industri pengolahan yang didukung oleh industri kreatif yang melekat pada pencapaian value added yang lebih tinggi pada sub sektor, terutama sub sektor tekstil, pakaian dan alas kaki, sub sektor industri makanan, sub sektor industri pengolahan lainnya yakni kerajinan tangan, dan juga pada produksi jasa berbasis teknologi informasi dan seni. Program restrukturisasi mesin Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang telah berjalan sejak tahun 2007, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan sub sektor ini merespon permintaan ekspor.
Selain itu potensi agribisnis
terutama dari sub sektor tanaman pangan dan perikanan yang memasok kebutuhan pasar ibukota negara, memiliki kapasitas untuk terus ditingkatkan. Pertumbuhan sektor PHR pun akan memperkuat pencapaian kondisi ekonomi yang lebih baik untuk tahun 2010. Pada Tahun 2008 Pemerintah Provinsi telah mencanangkan program “ West Java Tourism Board
2008”, sehingga diperkirakan kunjungan wisatawan asing dan domestik akan meningkat. Keunggulan lain adalah keunggulan lokasi yang menarik sebagai daerah tujuan investasi. PMA di Jawa Barat berpotensi meningkat sebagai dampak membaiknya PMA global pada akhir Tahun 2009 yang didorong oleh berakhirnya resesi di semester II-2009, sehingga Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 17
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
kawasan industri terutama di wilayah Bogor, Bekasi, Karawang, Bandung, Cimahi akan kembali menerima aliran PMA tersebut. Implementasi program Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota diperkirakan akan semakin mendukung peningkatan penanaman modal di Jawa Barat. Prospek di atas diperkuat dengan optimisme munculnya kepemimpinan baru di tingkat nasional yang lebih visioner yang mampu membentuk persepsi serta ekspektasi pasar yang positif. 2.3.2. Arah Kebijakan Perekonomian Daerah Berdasarkan tantangan dan prospek perekonomian daerah, proyeksi makro ekonomi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini. Tabel 2.4. Proyeksi Kondisi Perekonomian Regional Makro Tahun 2010 Rencana Tahun 2009 Rencana Tahun 2010 *) **) 1. a. Jumlah Penduduk 43,24 juta jiwa 44,09 juta jiwa b. Laju Pertumbuhan Penduduk 1,99% 1,99% 2. Laju Pertumbuhan Ekonomi 5,5% – 6,5% 4,6% - 5,06% 3. Inflasi 6,5% - 7,5% 6% - 7% 4. PDRB adh Konstan Tahun 2000 Rp. 307,97 Rp. 314,67 – 316,19 Trilyun Trilyun 5. Jumlah Keluarga Miskin <21,20% (<9 juta) <21,20% (<9 juta) 6. Laju Pertumbuhan Investasi >14% 12,43% 7. IPM 72,31 73,51 a. Indeks Pendidikan 83,09 83,46 b. Indeks Kesehatan 72,44 73,79 c. Indeks Daya Beli 61,39 63,28 8. Proporsi Pengangguran <9,8% <9,8% 9. Investasi Rp 110,08 Trilyun Rp.116,65 – 122,79 Trilyun 10. LP Pertanian 7,61% -8,73% 2,8% - 3,62% 11. LP Industri 6,40%- 6,52% 5,3% - 6,34% 12. LP Perdagangan 7,36% -7,53% 4,8% - 6,17% Sumber : *) Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 33 Tahun 2008 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 **) Hasil Analisis BAPPEDA Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 No
INDIKATOR
Proyeksi Tahun 2010 diperoleh berdasarkan tren sebagai fungsi dari waktu yang juga mengakomodir fenomena faktual yang terjadi di tingkat nasional dan global. Sesuai data historis yang menunjukan kapasitas dan karakteristik perekonomian Jawa Barat, ekonomi Jawa Barat diprediksikan akan tumbuh pada kisaran 4,6% - 5,06 %. Dengan demikian PDRB Jawa Barat berdasarkan harga koknstan Tahun 2000 pada Tahun 2010 diperkirakan sebesar Rp. 314,67 triliun - Rp. 316,19 triliun. Laju pertumbuhan investasi diperkirakan sebesar Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 18
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
12, 43% sehingga investasi (PMTB atas dasar harga berlaku) diproyeksikan pada kisaran Rp.116, 65 triliun – Rp. 122,79 triliun. Berdasarkan tantangan dan prospek perekonomian daerah, maka arah kebijakan perekonomian daerah pada Tahun 2010 dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Orientasi pembangunan sektoral pada peningkatan produktivitas sektor pertanian dan perluasan produk agroindustri, penguatan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDRB, pengembangan ekowisata, agrowisata, wisata budaya, peningkatan pemanfaatan energi potensial panas bumi dan air. Prasyarat dalam implementasinya adalah ketersediaan infrastruktur fisik yang memadai, peningkatan pengetahuan dan skill pelaku ekonomi serta penguatan kelembagaan. 2. Dimensi kewilayahan diarahkan membangun perdesaan dalam rangka meningkatkan keterkaitan
ekonomi
desa
dengan
kota
melalui
implementasi
model-model
pembangunan perdesaan yang relevan dengan karakteristiknya. 3. Mendorong dan memfasilitasi kemitraan antara pengusaha besar-menengah dengan pelaku usaha mikro dan kecil. 4. Meningkatkan efektivitas Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu. 5. Memantapkan infrastruktur wilayah. 6. Memperkuat rantai nilai komoditas unggulan yang berdaya saing tinggi. 2.4.
Isu Strategis Berdasarkan evaluasi kinerja pembangunan daerah yang telah dilakukan dan
identifikasi masalah yang ada, ditetapkan isu-isu strategis pembangunan daerah Tahun 2010 sebagai berikut : A.
Penanggulangan Penduduk Miskin dan Pengangguran Jumlah Penduduk Jawat Barat pada Tahun 2008 berjumlah 42,194 juta orang, namun
dari sisi kualitas pendidikan yang masih belum baik, akses kepada kesehatan yang masih kurang, pendapatan yang rendah, kebutuhan kalori belum mencukupi mengakibatkan masih tingginya angka kemiskinan. Dampak dari kemiskinan tersebut adalah ketidak cukupan pengeluaran/ belanja, kesehatan yang rendah, pendidikan rendah atau buta huruf, terisolir secara
sosial,
rasa
tidak
aman,
kurangnya
kebebasan
dan
beraspirasi,
serta
ketidakberdayaan. Penurunan penduduk miskin harus dilakukan secara komprehensif yang melibatkan berbagai komponen/stakeholder. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 19
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
Masalah kemiskinan dan pengangguran masih merupakan persoalan yang belum terselesaikan dari tahun-tahun sebelumnya, pada Tahun 2008 mencapai 2.262.407 orang. Munculnya permasalahan baru yang menyebabkan kecenderungan meningkatnya kemiskinan dan pengangguran yang disebabkan oleh faktor eksternal yaitu krisis ekonomi global yang menimbulkan pemutusan hubungan kerja, serta masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat khususnya kalangan petani akibat dari masih rendahnya nilai tukar produk pertanian dan fluktuasi harga produk pertanian. B.
Kinerja Pemerintah Daerah dan Desa Pembangunan bidang pemerintahan dari tahun ke tahun terus mengalami kemajuan
dan peningkatan yang ditunjukkan oleh beberapa capaian kinerja pembangunan bidang aparatur, politik, hukum, serta ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Kinerja pemerintahan adalah perwujudan good governance dengan ciri transparancy (keterbukaan),
faerness
(kewajaran),
responsibility
(tanggung
jawab
yang
jelas),
dan
efficiency
(peningkatan efisiensi) di segala bidang. Saat ini upaya perwujudan good governance dilakukan melalui reformasi birokrasi antara lain dengan penataan organisasi, perbaikan pelayanan publik, dan perbaikan manajemen sumberdaya manusia aparatur. Belum optimalnya implementasi Good Governance antara lain; keterbukaan, kewajaran, tanggungjawab yang jelas, dan efisiensi di segala bidang. Sinergitas pembangunan antar pemerintah, provinsi dan kab kota, serta desa belum optimal. Dalam pelaksanaan pembangunan implementasi pendekatan top down dan buttom up dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, masih belum menunjukkan sinergitas. Pada aspek kualitas dan kuantitas SDM dan Sarana-prasarana Aparatur masih perlu ditingkatkan. Masih lemahnya peran desa sebagai subjek pembangunan sampai tahun 2008, peran desa sebagai subjek pembangunan merupakan komitmen pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam pertumbuhan ekonomi daerah perlu dioptimalkan. Pelu optimalisasi Fokus desa membangun sebagai subyek pembangunan yaitu terselenggaranya tugas pembantuan dari Pusat dan Provinsi ke Desa yang operasionalnya untuk penguatan kelembagaan pemerintah desa dan masyarakat di desa. C.
Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur Wilayah Kebutuhan infrastruktur wilayah tidak terlepas dari fungsi dan peranannya terhadap
pembangunan wilayah sebagai pengarah pembentukan struktur tata ruang, pemenuhan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 20
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
kebutuhan wilayah, pemacu pertumbuhan wilayah serta pengikat wilayah. Rendahnya pelayanan infrastruktur wilayah baik dari segi ketersediaan dan kualitas masih merupakan persoalan besar di Jawa Barat yang harus segera diatasi karena dapat menghambat laju pembangunan daerah. Berdasarkan hasil evaluasi tahun 2008, maka untuk meningkatkan ketersediaan dan kualitas infrastruktur wilayah, pada tahun 2010 perlu dioptimalkan beberapa hal sebagai berikut: (a) pengembangan infrastruktur strategis yang telah direncanakan pada tahap sebelumnya, seperti bandar udara, pelabuhan laut, jalan tol, jalur kereta api, dan waduk strategis (b) penuntasan penanganan jalan dan peningkatan status jalan lintas selatan Jawa Barat menjadi jalan nasional, (c) perintisan pembangunan jalan poros tengah BandungPangalengan-Rancabuaya, (d) pengembangan sistem transportasi dalam mendukung aksesibilitas antar wilayah, (e) rehabilitasi daerah irigasi strategis, (f) optimalisasi fungsi situ dan waduk sebagai infrastruktur penyedia air baku dan pengendali banjir, dan (g) sistem pengelolaan, kualitas, kuantitas dan kontinuitas ketersediaan air baku untuk menunjang kegiatan rumah tangga, pertanian dan industri. D.
Intensitas Bencana Alam, Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kekeringan,
banjir,
tanah
longsor,
pencemaran
dan
kerusakan
lingkungan,
merupakan kejadian yang rutin terjadi di Jawa Barat. Sedangkan gempa bumi, letusan gunung api, dan angin ribut merupakan bencana alam yang dapat terjadi insidentil. Berdasarkan kondisi tersebut maka pengendalian bencana alam yang bersifat rutin harus diantisipasi secara sinergis dan tuntas. Permasalahan dalam penanggulangan bencana alam, pencemaran dan kerusakan Lingkungan sampai dengan Tahun 2008 adalah; 1.
Penanganan bencana alam, pencemaran dan kerusakan lingkungan cenderung dilakukan secara kuratif.
2.
Implementasi rencana tata ruang wilayah belum konsisten
3.
Pengawasan, penegakan hukum dalam bidang pencemaran dan kerusakan lingkungan belum optimal.
4.
Belum berkembangnya budaya masyarakat dan pelaku usaha dalam pelestarian lingkungan.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 21
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
5.
Belum adanya penanganan bencana alam dan pencemaran secara tuntas dan komprehensif.
E.
Aksesibilitas dan Pelayanan Pendidikan Upaya pembangunan pendidikan di Jawa Barat tidak terlepas dari 3 (tiga) Pilar
pendidikan yang terdiri dari aspek pemerataan dan perluasan aksesibilitas, aspek peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta aspek tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Pasa aspek pemerataan dan perluasan aksesibilitas, yang menjadi isu utama pada tahun 2010 adalah penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun dan Rancangan Wajib Belajar 12 Tahun di kabupaten/kota se-Jawa Barat. Kedua isu tersebut akan berimplikasi pada tantangan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai, serta pembebasan biaya pendidikan khususnya pendidikan dasar. Adapun dalam rangka peningkatan mutu, relevansi dan daya saing pendidikan, strategi pengembangan dan pengelolaan Sekolah Bertaraf International (SBI) serta peningkatan kualifikasi pendidikan guru menjadi S1 adalah menjadi perhatian utama pada tahun 2010. Penanganan SBI selaras dengan urusan pemerintahan Provinsi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007. Sedangkan peningkatan kualifikasi guru menjadi prasyarat bagi proses sertifikasi guru dan peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan. Untuk aspek tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik, difokuskan pada upaya implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Pendidikan Berbasis Masyarakat (PBM),standarisasi pelayanan pendidikan, serta pengelolaan data dan informasi pendidikan. Penerapan MBS dan PBM merupakan media untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengawasan proses pendidikan. Adapun standarisasi pelayanan pendidikan merupakan syarat bagi terlaksananya peningkatan kualitas layanan pendidikan. Sedangkan penyediaan data dan informasi pendidikan yang akuntabel dan bersifat kekinian, menjadi kebutuhan dasar bagi proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan pendidikan. F.
Ketersediaan dan Diversifikasi Energi Kebutuhan energi yang meningkat seiring pertumbuhan penduduk tidak diimbangi
dengan peningkatan penyediaan yang pada akhirnya dihadapkan pada masalah kerentanan energi yang berpotensi terhadap terjadinya krisis energi. Hal ini merupakan ancaman serius Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 22
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
yang dapat mengganggu proses pembangunan di Jawa Barat. Meningkatnya konsumsi energi khususnya bahan bakar minyak, kenaikan harga dan kelangkaan BBM secara langsung memberikan implikasi terhadap pasokan listrik Jawa Barat dan penggunaan energi secara langsung. Tahun 2010 diperkirakan krisis energi masih menjadi permasalahan utama. Secara umum kebutuhan energi Indonesia masih sangat tergantung dari energi fuel terutama BBM, sedangkan persediaan energi fosil sudah semakin berkurang. Konservasi energi perlu terus dilakukan guna menghemat pemanfaatan energi secara keseluruhan. Di sisi lain upaya divertifikasi energi perlu terus ditingkatkan melalui pemanfaatan energi alternatif seperti biomassa untuk kebutuhan rumah tangga masyarakat perdesaan. Pengembangan energi PLTMH, surya dan angin untuk mendorong kemajuan masyarakat desa serta mendorong pemanfaatan energi panas bumi untuk kebutuhan listrik nasional. Pada Tahun 2008 diidentifikasikan permasalahan-permasalahan umum sehubungan dengan ketersediaan energi sebagai berikut : 1.
Tingginya ketidak-seimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan konsumsi energi untuk industri dan rumah tangga.
2.
Struktur pemanfaatan energi primer masih berbasis kepada energi komersial (migas).
3.
Masih terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya energi migas, non migas dan listrik.
4.
Masih rendahnya rasio eletrifikasi.
5.
Rendahnya kemampuan dan akses masyarakat terhadap infrastruktur energi.
G.
Ketahanan Pangan Jumlah penduduk Jawa Barat yang relatif besar dan terus mengalami pertumbuhan
dengan tingkat pertumbuhan yang lebih besar daripada pertumbuhan penduduk merupakan tantangan
yang
besar
dalam
pembangunan ketahanan
pangan.
Kondisi
tersebut
mengimplikasikan adanya tingkat permintaan pangan dan diperlukannya ketertersediaan pangan yang besar dan harus terus ditingkatkan. Dengan demikian pembangunan ketahanan pangan pada periode berikut khususnya dari sisi aspek ketersediaan dituntut untuk mampu meningkatkan kapasitas produksi dari waktu ke waktu, sementara di lain pihak ketersediaan lahan baik secara kuantitas maupun kualitas semakin terbatas. Jawa Barat tidak hanya merupakan wilayah provinsi dengan jumlah penduduk terbesar tetapi juga tingkat pertumbuhan penduduknya lebih besar daripada rata-rata Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 23
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
tingkat pertumbuhan penduduk nasional yang hanya 1,27 persen per tahun, sedangkan Jawa Barat dalam lima tahun terakhir ini pertumbuhan penduduknya lebih dari 2 persen per tahun. Peningkatan permintaan tidak hanya dodorong oleh adanya pertumbuhan penduduk, tetapi juga peningkatan pendapatan perkapita, serta oleh adanya kesadaran akan kesehatan serta pergeseran pola makan Dinamika sosial-budaya, ekonomi dan politik baik yang sifatnya internal maupun eksternal di tingkat daerah menyebabkan upaya mewujudkan ketahanan pangan dihadapkan pada berbagai permasalahan dan tantangan, serta adanya perkembangan berbagai potensi dan peluang yang harus diantisipasi, diatasi dan dimanfaatkan demi terwujudnya ketahanan pangan pada periode-periode berikutnya. Pencapaian AKG (Angka Kekurangan Gizi) yang belum terjadi secara merata baik antar golongan masyarakat maupun antar wilayah pedesaan dan perkotaan. Sistem distribusi pangan yang belum optimal menjadi salah satu pemicu timbulnya masalah pada subsistem ketersediaan pangan dan konsumsi. Secara detail,
permasalahan strategis yang dihadapi pembangunan ketahanan
pangan dari sisi ketersediaan di Jawa Barat untuk periode 2009-2013 adalah: : 1.
Tidak seimbangnya laju peningkatan produksi dan kebutuhan konsumsi, akibat dari tingginya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, tingginya jumlah penduduk, dan menurunnya daya dukung lingkungan
2.
Rendahnya sebagian besar ketersediaan bahan pangan pokok diluar padi
3.
Rendahnya daya beli masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan bahan pangan pokok
4.
Masih lemahnya kemandirian produksi bahan pangan
5.
Tingginya ketergantungan pangan pokok terhadap beras
6.
Tingginya wilayah rawan pangan (25,3% di Jawa Barat)
7.
Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pascapanen
8.
Penganekaragaman/diversifikasi pangan masih rendah, skor PPH belum mencapai angka ideal
9.
Rendahnya pengendalian mutu dan keamanan pangan meningkat.
10.
Sistem distribusi pangan yang belum efisien
11.
Perkembangan harga yang masih sangat fluktuatif dan cenderung meningkat
12.
Masih lemahnya dukungan infrastruktur produksi pangan
13.
Masih lemahnya ketersediaan input produksi pertanian
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 24
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
H.
Optimalisasi Pemanfaatan Ruang Untuk Investasi Sampai dengan saat ini pemanfaatan ruang untuk investasi di Jawa Barat masih
sangat terbatas dilain pihak potensi pengembangan investasi tersebut sangatlah besar, seperti tingginya aksesibilitas orang, barang dan jasa, kedekatan lokasi dengan ibukota, sarana dan prasarana pendukung yang cukup memadai (bandara, pelabuhan, angkutan massal, dsb.), potensi sumber daya alam yang tinggi, serta sumber daya manusia yang potensial. Berdasarkan hal diatas, optimalisasi pemanfaatan ruang untuk investasi menjadi isu strategis di Jawa Barat. Optimalisasi dilakukan dengan mengembangkan Kawasan Andalan, Koridor, Kawasan Perbatasan antar Propinsi, Kawasan Strategis Provinsi. Kawasan andalan merupakan kawasan yang sampai saat ini masih belum bisa memberikan kontribusi yang besar dari sisi ekonomi, demikian halnya dengan Kawasan Koridor seperti Koridor BandungCirebon dan Bandung-Jakarta. Untuk Kawasan Perbatasan antar provinsi seperti di JabarJateng kondisi saat ini belum ada kerjasama yang memadai untuk mengembangkan ekonomi wilayah padahal potensi perekonomian di kawasan tersebut sangatlah memadai seperti adanya komoditi unggul, sarana dan prasarana pendukung, dsb. Kawasan strategis provinsi ditetapkan salah satunya oleh alasan ekonomi, seperti Kawasan Ekonomi Khusus Indonesia di Bekasi-Cikampek. Pada Tahun 2008 diidentifikasikan permasalahan-permasalahan umum sehubungan dengan Optimalisasi Pemanfaatan Ruang Untuk Investasi sebagai berikut : 1.
Tersedianya potensi objek-objek strategis yang memiliki peluang investasi, seperti: pembangunan
bandara,
pelabuhan
laut,
pengairan,
angkutan
massal,
serta
pengembangan energi panas bumi, pariwisata, agribisnis, bisnis kelautan, dan industri 2. I.
Masih adanya kendala regulasi dan birokratisasi dalam pelayanan proses investasi Intensitas dan Penyebaran Penyakit Intensitas dan penyebaran penyakit di Jawa Barat, masih merupakan isu srategis
ditandai dengan masih tingginya berbagai kasus penyakit, yang dipengaruhi oleh kondisi alam yang sulit diprediksi, perilaku masyarakat yang belum menunjukan kesadaran dalam berperilaku hidup sehat dan bersih. Penyakit seperti penyakit TB paru, penyakit ISPA, HIV / AIDS dan penyakit menular seksual dan demam berdarah sampai Tahun 2008 masih menunjukkan intensitas tinggi. Penyebaran penyakit menular sexual terutama HIV-AIDS merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian serius oleh pelaksana Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 25
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
pelayanan kesehatan di semua sektor dan level termasuk tingkat kabupaten / kota. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di masyarakat masih terus terjadi di berbagai wilayah termasuk di beberapa wilayah Jawa Barat, demikian juga penyakit malaria merupakan penyakit endemik di beberapa daerah di Jawa Barat. J.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Perilaku sehat meliputi Rumah tangga sehat, bayi yang mendapat ASI ekklusif, desa
dengan garam yodium baik dan keberadaan posyandu purnama. Sampai Tahun 2008 masalah dalam implementasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sebagai berikut: 1.
Masih rendahnya kesadaran untuk berperilaku hidup sehat dikalangan masyarakat, seperti: kebiasaan merokok, pola konsumsi makanan yang tidak cukup gizi dan seimbang, menjaga kebersihan diri, serta kurang berolahraga .
2.
Keterbatasan sarana-prasarana penunjang prilaku hidup bersih dan sehat, seperti: MCK, lapang olah raga, tempat sampah, dan drainage
K.
Investasi Daerah dan Pembiayaan KUMKM Realisasi Investasi PMA dan PMDN pada Tahun 2008 sebesar Rp. 39,667 triyun,
angka ini merupakan pencapaian pertumbuhan terbesar, yaitu sebesar Rp. 18,69 triyun atau 89,08 %, jika dibandingkan dengan Tahun 2007 sebesar Rp. 23,545 triyun. Secara keseluruhan nilai realisasi investasi PMA dan PMDN mengalami peningkatan dari, 14,15 triyun pada Tahun 2004, menjadi Rp. 18,37 triyun Tahun 2005 , dan Tahun 2006 sebesar 23,73 triyun hingga Tahun 2008 mencapai Rp. 39,667 triyun. Gambaran ini menunjukan terjadinya kecenderungan peningkatan investasi yang merupakan kontribusi dari investasi PMA maupun PMDN sebagai dampak membaiknya iklim investasi. Realisasi investasi PMA di Jawa Barat bila dibandingkan jumlah PMA Nasional menduduki peringkat ketiga yaitu mencapai sebesar 12,8%, sedangkan untuk realisasi investasi PMDN, Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama mencapai 32,5% dari jumlah investasi. Sektor Tersier merupakan sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam pencapaian perkembangan investasi di Jawa Barat baik PMA maupun PMDN, yaitu sektor industri mencapai 19,37% dari realisasi investasi. Permasalahan yang terkait dengan pengembangan investasi adalah belum efektifnya regulasi yang berkaitan dengan penanaman modal; belum terwujudnya stabilitas politik, keamanan, dan penegakkan hukum; belum tersedianya informasi akurat yang dibutuhkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 26
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
calon investor; serta masih terdapatnya kecenderungan ekonomi biaya tinggi dalam pelaksanaan investasi. Untuk itu upaya yang telah dilakukan adalah melalui kebijakan di bidang penanaman modal terkait dengan stabilitas politik, keamanan, dan penegakkan hukum;
penyederhanaan
pelaksanaan
prosedur
investasi
melalui
pembentukan
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP); serta peningkatan partisipasi sektor swasta dalam pemenuhan kebutuhan investasi. Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) merupakan bagian penting yang mencerminkan kemajuan kesejahteraan bagi sebagain besar masyarakat. Hal tersebut ditunjukkan oleh besarnya potensi KUMKM di Jawa Barat yang mencapai 7,3 juta pada Tahun 2007 dengan kontribusi terhadap pembentukan PDRB sebesar 63,15%. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan KUMKM adalah masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia seperti kurang terampilannya SDM dan kurangnya jiwa kewirausahaan, rendahnya penguasaan teknologi dan manajemen, serta informasi pasar, sehingga berdampak terhadap rendahnya tingkat produktivitas dan kualitas pengelolaan manajemen. Demikian pula terbatasnya akses pembiayaan yang masih dihadapi oleh sebagian besar pelaku usaha kecil dan menengah, terutama terhadap akses kredit investasi; dan kerja sama antara KUKM, IKM, BUMD, dan pengusaha besar. L.
Pengarusutamaan Gender Pengarusutamaan gender adalah Sebuah proses yang memasukan analisa gender ke
dalam program-program kerja dan seluruh kegiatan instansi pemerintah dan organisasi kemasyarakatan lainnya, mulai dari tahap perencanaan program, pelaksanaan program sampai monitoring dan evaluasi program tersebut. Adapun tujuan pengarusutamaan gender ini adalah untuk mengidentifikasi apakah laki-laki dan perempuan memperoleh akses, peluang, kontrol dan manfaat yang sama terhadap sumber daya dan hasil pembangunan. Pencapaian keadilan dan kesetaraan gender masih ditemukan adanya kesenjangan antara kebijakan yang berpihak pada keadilan gender pada semua aspek pembangunan, masih lemahnya implementasi kesetaraan gender dalam berbagai aktivitas kehidupan, masih tingginya kasus-kasus gender, antar lain KDRT, traficking, kurangnya kaum pria ikut dalam KB, serta kerawanan sosial lainnya.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 27
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
M.
Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Realisasi Penyerapan tengaga kerja oleh investasi PMA/PMDN
pada Tahun 2008
menunjukan bahwa sektor industri tekstil masih merupakan lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Dari 110.527 orang tenaga kerja Jawa Barat yang bekerja 30,16 persen bekerja di sektor industri Tekstil, 15,78 % di sektor industri Logam,Mesin dan elektronik, 10,84 di sektor kendaraan bermotor dan alat transportasi serta sebesar 26,06 % tersebar di berbagai sektor seperti pertanian, perkebunan dll. Tampak dari sisi penyerapan tenaga kerja pada sektor sektor yang ada sektor
industri tekstil, industri logam
paling
banyak dipilih fihak investor. Nilai investasi yang tertanam pada sektor primer pada Tahun 2008 sebesar Rp.37,483 Milyar yang terdiri dari investasi pada Tanaman Pangan dan Perkebunan sebesar Rp.7,305 Milyar dan Peternakan sebesar Rp.30,178 Milyar, sedangkan pada Tahun 2007 sebesar Rp. 89,146 Milyar. Hal ini terjadi penurunan dibandingkan Tahun sebelumnya, sehingga mengurangi penyerapan tenaga kerja dan jumlah proyek.Sedangkan pada sektor Sekunder dan tersier terjadi kenaikan Rp. 22.088 Milyar dan Rp. 1.410 Milyar, sehingga terjadi kenaikan penyerapan kerja. Menurut Suseda, 2008. Jumlah Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di Jawa Barat sebanyak 18.357.579 orang dengan perincian sebagai berikut : Sektor Pertanian 4.792.098 ; sektor Industri 3.089.183; sektor Perdagangan 4.316.064; sektor Jasa 3.048.950 dan yang lainnya sebanyak 3.111.284 orang. Dari Jumlah Penduduk Jawa Barat Sebanyak 42.194.869 orang, dengan Jumlah yang bekerja 18.357.579 orang, dan pengangguran 2.262.407.Melihat data tersebut Jumlah yang belum bekerja di Jawa Barat tergolong pasih banyak , untuk itu diperlukan adanya ketersediaan Lapangan pekerjaan terutama di sektor pertanian. Masalah dalam ketersediaann lapangan kerja adalah sebagai berikut: 1.
Masih tingginya ketidakseimbangan antara ketersediaan dengan kebutuhan lapangan pekerjaan di Jawa Barat
2.
Belum meratanya peluang serta rendahnya aksesibilitas kesempatan kerja pada berbagai sektor unggulan yang sesuai dengan sebagian besar kondisi kompetensi SDM tenaga kerja Jawa Barat
3.
Kurangnya minat investasi terhadap sektor-sektor tertentu, seperti: pertanian dan industri kecil
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 28
PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT
4.
Rendahnya kompetensi tenaga kerja yang bersertifikat standar Asean
5.
Masih tingginya perkembangan Tenaga Kerja ke luar negeri. Laju Pertumbuhan Investasi. Laju pertumbuhan investasi yang ditanamkan di
Jawa Barat melalui Penanaman Moda Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada periode tahun 2004-2008 memperlihatkan kecendrungan meningkat. Kondis ini memberikan sinyalemen bahwa iklim investasi di Jawa Barat cukup memberikan peluang para investor untuk menanamkan investasinya di Jawa Barat. Pada periode 2004-2008, ratarata pertumbuhan investasi PMA dan PMDN adalah di atas 14%, yaitu 18,55% per tahun. Realisasi investasi PMA dan PMDN pada Tahun 2008 sebesar Rp. 29,60 trilyun dan angka ini merupakan pencapaian pertumbuhan terbesar, yaitu sbesar 6,05 trilyun atau meningkat 25,70% jika disbanding dengan Tahun 2007 sebesar Rp. 23,55 trilyun. Secara keseluruhan nilai realisasi investasi PMA dan PMDN mengalami peningkatan dari Rp. 14,15 trilyun pada Tahun 2004, menjadi Rp. 18,37 trilyun Tahun 2005, pada Tahun 2006 sebesar Rp. 23,73 trilyun, Tahun 2007 sebesar Rp. 20,85 trilyun, hingga Tahun 2008 mencapai Rp.29,60 trilyun. Gambaran ini menunjukkan terjadinya kecenderungan peningkatan investasi yang merupakan kontribusi dari peningkatan investasi PMA maupun PMDN sebagai dampak membaiknya iklim investasi. Tabel 2.5 Realisasi dan Rencana/Minat Investasi PMA dan PMDN Berdasarkan Jumlah dan Laju Pertumbuhan Tahun 2004-2008. Uraian 1. Realisasi: a. Jumlah (Rp. Trilyun) b. Laju Pertumbuhan (%) c. Jumlah Proyek (buah) d. Jumlah Tenaga Kerja (orang) 2. Rencana/Minat Investasi a. Jumlah (Rp. Trilyun) b. Laju Pertumbuhan (%)
Tahun 2004
2005
2006
2007
2008*)
14,15 8,84 221 58.281
18,37 29,82 350 97.382
23,73 29,18 285 76.161
23,55 -0,76 325 72.351
29,60 25,70 397 110.430
16,28 59,92
19,45 19,47
27,91 43,50
44,33 58,83
35,71 -19,45
Sumber : BKPPMD Provinsi Jawa Barat, 2004-2009 *) data sementara
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
II - 29