Bisnis Indonesia – 11/01/2017, Hal. 21 Capital Life Syariah Beroperasi Kuartal I
Harian Kontan – 11/01/2017, Hal. 24 Tahun Ini, BNI Life Targetkan Pertumbuhan Premi 50%
Media Asuransi – Januari 2017, Hal. 52 Marein Berencana Terbitkan 130 Juta Saham
Media Asuransi – Januari 2017, Hal. 52 Capital Life Kerja Sama dengan Bank Victoria
10/01/2017 Restrukturisasi Bumiputera Sedikit Berubah http://keuangan.kontan.co.id/news/restrukturisasi-bumiputera-sedikit-berubah
JAKARTA. Pengelola Statuter Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB) menegaskan skema besar dari restrukturisasi sudah final. Namun ada sejumlah perombakan di tataran yang lebih teknis. Pengelola Statuter AJBB Bidang SDM, Umum, dan Komunikasi Adhie Massardi menyebut, skema besar restrukturisasi AJBB adalah lewat penerbitan promissory note dari PT Evergreen Invesco Tbk (GREN) yang kelak diserap Erick Thohir dan konsorsiumnya. "Namun penerbitannya kami tunda sementara karena ada beberapa usulan baru yang sedang diupayakan," kata dia, Senin (9/1). Salah satunya AJBB ingin memiliki saham di PT Bumiputera Investama Indonesia (BII). Karena itu, masih ada negosiasi kepada para investor yang terlibat dalam proses restrukturisasi. BII adalah perusahaan yang membawahi sejumlah lini bisnis jasa keuangan warisan AJBB setelah restrukturisasi. Bisnis itu termasuk PT Asuransi Jiwa Bumiputera (AJB) yang akan melanjutkan estafet bisnis asuransi jiwa dari AJBB. Usulan ini agar AJBB masih ada hubungan kepemilikan sah dengan bisnis jasa keuangan. Selain itu dengan menggenggam saham tentu mendapat setoran dividen dari keuntungan BII. Adhie berharap kesepakatan tersebut disahkan dalam waktu dekat. "Porsi saham yang diajukan 5%-10%," kata dia. Irvan Raharjo, anggota Tim Advokasi Penyelamatan AJBB menyebut, dari informasi yang ia terima, masuknya Erick Thohir ke AJBB mendapat sokongan sejumlah konglomerasi di bidang properti. Maklum, AJBB memiliki aset properti yang strategis. Kata Irvan, salah satu yang mendapat penawaran adalah Sinar Mas Group. Gandi Sulistiyanto Managing Director Sinarmas Group mengatakan, Sinarmas memang pernah ditawari masuk dalam konsorsium sejak tahun lalu. Tapi, Sinarmas urung menanamkan dana lantaran tidak masuk hitungan bisnis. "Kami tidak melihat aset tapi kami melihat model bisnis," ujar dia. Selain Sinarmas tentu masih ada beberapa investor lain yang telah digaet masuk konsorsium. Namun, Adhie tidak menyebutkan detail nama calon investor AJBB. Ia menegaskan, para investor ini punya pandangan sama penyelamatan AJBB. Pertama menjamin terpenuhinya kewajiban kepada lebih dari enam juta pemegang polis. Kedua memastikan warisan AJBB sebagai pemain asuransi jiwa tetap dipertahankan. Ketiga, optimalisasi sumber daya manusia di perusahaan. Proses perpindahan sebagian karyawan dari AJBB ke PT AJB dan PT Asuransi Jiwa Syariah Bumiputera sudah dimulai. Sebanyak 1.200 karyawan termasuk dari bagian pemasaran bermigrasi ke kedua perusahaan tersebut. Adhie bilang, karyawan yang bermigrasi mendapat tunjangan dua kali uang pesangon yang dibayar AJBB. Lalu, sebanyak 1.800 karyawan masih dipertahankan AJBB. Pasalnya operasional masih berjalan mulai penerimaan premi lanjutan sampai pembayaran klaim. Adhie menjamin, manfaat dan hak yang diterima karyawan di AJBB tak berubah. Reporter Avanty Nurdiana, Tendi Mahadi
Bisnis Indonesia – 11/01/2017, Hal. 21 (Berita Photo) Pendapatan Tumbuh
Media Asuransi – Januari 2017, Hal. 52 (Berita Photo) Astra Life Gandeng Optik Internasional
10/01/2017 Pinjaman Online Diatur OJK, Bagaimana Bunganya? https://finance.detik.com/moneter/d-3392661/pinjaman-online-diatur-ojk-bagaimana-bunganya
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis aturan mengenai pinjam meminjam pada layanan digital dengan skema peer to peer (P2P) lending atau penyelenggara bisnis pinjaman dari pengguna ke pengguna. Dalam aturan ini, perusahaan P2P Lending akan diberi kesempatan untuk mendaftarkan perusahaannya ke OJK dengan berbagai syarat. Dalam peraturan tersebut, OJK tidak menentukan besaran bunga yang dipatok oleh kreditur kepada debitur dalam melakukan pengembalian pinjaman. OJK juga tidak menyebutkan batas bunga yang dibolehkan dalam bisnis P2P Lending lantaran bisnis ini memiliki risiko kredit yang tinggi. Dalam pasal 17 yang tertuang pada POJK Nomor 77 /POJK.01/2016, disebutkan bahwa penyelenggara memberikan masukan atas suku bunga yang ditawarkan oleh Pemberi Pinjaman dan Penerima Pinjaman dengan mempertimbangkan kewajaran dan perkembangan perekonomian nasional. Namun OJK meminta perusahaan Fintech mengutip bunga secara rasional. "Bunga itu refleksi dari kesepakatan antara kedua pihak (debitur dan krediturl, biaya yang timbul dari proses pinjam meminjam uang dan resikonya. Di dalam POJK, kita tidak atur secara eksplisit. Tapi bunganya harus wajar dan berkontribusi bagi perekonomian nasional. Jangan sampai seperti rentenir," kata Deputi Komisioner Manajemen Strategis IA OJK, Imansyah dalam jumpa pers di Gedung OJK, Jakarta, Selasa (10/1/2016). Namun demikian, OJK memperbolehkan perusahaan Fintech bekerja sama dengan lembaga rating seperti Pefindo untuk menilai kelayakan debitur. Selain itu, perusahaan Fintech juga diperbolehkan mengakses Sistem Debitur Indonesia (SDI) untuk mengetahui profil debitur dalam mengajukan pinjaman.
"Besaran bunga kalau udah ketahuan ratingnya, kalau rating bagus berarti suku bunga enggak harus besar, karena profil risiko rendah," tambah Imansyah. Selain itu, dalam peraturan tersebut, OJK juga membatasi nominal pinjaman yang bisa diberikan oleh perusahaan Fintech. Otoritas memberikan plafon pinjaman yakni maksimal Rp 2 miliar untuk setiap penerima pinjaman atau debitur. Sebagai informasi, pertumbuhan jumlah penyelenggara Fintech start-up di tahun 2016 telah meningkat sekitar tiga kali lipat dari sekitar 51 perusahaan pada triwulan I 2016 menjadi 135 perusahaan pada triwulan IV 2016. Pertumbuhan yang sangat cepat ini perlu diantisipasi untuk melindungi kepentingan konsumen terkait keamanan dana dan data, serta kepentingan nasional terkait pencegahan pencucian uang hingga pendanaan terorisme.(dna/dna) Eduardo Simorangkir
10/01/2017 OJK Terbitkan Aturan Transaksi Pinjaman Online https://finance.detik.com/moneter/d-3392590/ojk-terbitkan-aturan-transaksi-pinjaman-online
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis aturan mengenai pinjam meminjam pada layanan digital dengan skema peer to peer (P2P) lending atau penyelenggara bisnis pinjaman dari pengguna ke pengguna. Dalam aturan ini, perusahaan P2P Lending akan diberi kesempatan untuk mendaftarkan perusahaannya ke OJK dengan berbagai syarat. Peraturan ini diperlukan seiring dengan pesatnya pertumbuhan industri keuangan yang memanfaatkan teknologi internet. Sebut saja, Uang Teman yang merupakan perusahaan digital keuangan di wilayah Asia Tenggara yang menyediakan pinjaman jangka pendek baik untuk keperluan konsumsi atau bisnis melalui pembiayaan online, sebagai alternatif dari model peminjaman konvensional bank atau perusahaan pembiayaan lainnya. Dengan terbitnya aturan ini, OJK lebih mudah untuk memantau industri yang bergerak di sektor penyedia jasa layanan pinjaman digital ini, dengan mengedepankan perlindungan konsumen. Selain memperbaiki tingkat keseimbangan dan mempercepat distribusi pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ke berbagai daerah, adanya penyelenggara Fintech P2P Lending yang terdaftar juga dapat mencegah tindakan pencucian uang atau pendanaan terorisme, karena sistemnya yang kini telah terpantau. "Karena harus ada regulasi approach dalam hal ini. Perusahaan fintech dalam konteks peer to peer landing itu hanya mempertemukan peminjam dengan pemberi pinjaman. OJK masuk karena sesuatu itu menjadi rutin bisnis, orang bagaimana memperoleh return dalam bisnis dan kita concern keamanan bisnis, dan perlindungan konsumen itu sendiri," kata Deputi Komisioner Manajemen Strategis IA OJK, Imansyah dalam jumpa pers di Gedung OJK, Jakarta, Selasa (10/1/2016).
Setidaknya ada empat langkah yang harus dilalui untuk dapat meminjam melalui layanan ini. Pertama, berupa register dari pihak pemberi pinjaman dan penerima pinjaman.
Namun, jika debitur tersebut masih lolos dari register awal tersebut, akan ada tahap dua, yakni berupa pengajuan pinjaman. Di tahap ini akan ada pembuatan virtual account oleh kreditur, di mana layanan peminjaman tidak akan berjalan jika seleksi di sana tidak berhasil. Setelah itu, barulah terlaksana pelaksanaan kegiatan pinjam meminjam, dan juga pembayaran pinjaman. Imansyah mengatakan, perusahaan Fintech terdaftar yang memiliki database akan membuat OJK memiliki data akurat terkait investor dan peminjam dana. Selain itu, perusahaan tersebut juga dapat menjaring informasi dari sumber lain terkait investor dan peminjam dana. Data ini akan lebih dalam lagi nanti setelah perusahaan-perusahaan fintech yang melakukan layanan P2P lending melakukan pendaftaran ke OJK, sehingga bisa menghindari adanya pemanfaatan pembiayaan yang tidak benar. "Mereka kan nanti punya database. Pihak investornya siapa. Jadi mereka akan update, meyakinkan bahwa medianya tidak dipakai pencucian uang. Sumbernya juga nanti akan terekspose," pungkasnya. (dna/dna) Eduardo Simorangkir
10/01/2017 Asing Hanya Boleh Miliki 85% Saham Perusahaan Pinjaman Online di RI https://finance.detik.com/moneter/d-3392679/asing-hanya-boleh-miliki-85-saham-perusahaanpinjaman-online-di-ri
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja menerbitkan aturan yang mengatur tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) alias pinjam meminjam online. Salah satu isinya adalah batasan kepemilikan pihak asing terhadap layanan yang bergerak di bisnis tersebut. Dalam pasal 3 pada POJK Nomor 77 /POJK.01/2016 disebutkan, kepemilikan saham penyelenggara oleh warga negara asing dan/atau badan hukum asing, baik secara langsung maupun tidak langsung paling banyak 85%. OJK pun hanya mengizinkan pihak asing untuk berpartisipasi sebagai pemberi pinjaman saja, namun mereka tidak boleh mendaftar sebagai penerima pinjaman. Deputi Komisioner Manajemen Strategis IA OJK, Imansyah, mengatakan, jika perusahaan fintech asing ingin mendaftar sebagai anggota penyelenggara bisnis P2P lending yang ditunjuk OJK, maka harus segera melakukan divestasi kepemilikannya. "Makanya ada satu tahun sebelum perizinan. Kalau mereka porsi kepemilikan asingnya lebih dari 85%, mereka divestasi. Nanti proses mereka memenuhi permintaan kita bisa jadi price fixing," katanya dalam jumpa pers di Gedung OJK, Jakarta, Selasa (10/1/2017). OJK sendiri memberikan waktu selama 6 bulan ke depan untuk melakukan pendaftaran. Paling lama satu tahun setelah terdaftar, penyelenggara wajib mengajukan permohonan untuk memperoleh izin kepada OJK. Seiring dengan berlangsungnya pendaftaran selama 6 bulan ke depan, OJK akan mengeluarkan aturanaturan pendukung yang akan mengatur mengenai tata cara pemberian pinjaman, tata cara perubahan batasan plafon pinjaman, tata kelola teknologi, dan mengenai digital signature. (dna/dna)
Eduardo Simorangkir