MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN PERPU NOMOR 51 TAHUN 1960 TENTANG LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN YANG BERHAK ATAU KUASANYA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR DAN AHLI PEMOHON (VI)
JAKARTA SENIN, 6 FEBRUARI 2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Perpu Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya [Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) butir a, butir b, butir c, dan butir d, Serta Pasal 6 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Rojiyanto 2. Mansur Daud P. 3. Rando Tanadi ACARA Mendengarkan Keterangan DPR dan Ahli Pemohon (VI) Senin, 6 Februari 2017 Pukul 11.16 – 13.12 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Anwar Usman Aswanto Manahan MP Sitompul Maria Farida Indrati I Dewa Gede Palguna Wahiduddin Adams Suhartoyo
Saiful Anwar
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Alldo Fellix Januardy 2. Julio Castor Achmadi B. Ahli dari Pemohon: 1. Kurnia Warman 2. Sri Palupi 3. Marco Kusumawijaya C. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Erwin Fauzi Bahrunsyah Sudarsono Iing R. Sadikin Arifin Karsono Manahan Fuad
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.16 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara XIV/2016 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum.
96/PUU-
KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya. Pemohon, yang hadir siapa? Silakan. 2.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALLDO FELLIX JANVARDY Baik. Kami hari ini menghadirkan tiga orang Ahli, Yang Mulia. Yang pertama adalah Pak Kurnia Warman, dari Departemen Agraria Universitas Andalas. Beliau akan ditampilkan melalui vicon. Yang kedua, ada Pak Marco Kusumawijaya, selaku Ahli. Beliau adalah pakar tata kota yang merupakan Pendiri dan mantan Ketua Rujak Center For Urban Studies. Yang ketiga, ada Mbak Sri Palupi, Beliau adalah peneliti HAM dan salah satu Pendiri dari Institute for Ecosoc Rights. Terima kasih, Majelis.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari DPR tidak hadir, ada surat tertanggal 2 Februari. Dari Pemerintah yang hadir siapa? Silakan.
4.
PEMERINTAH: ERWIN FAUZI Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah yang hadir, saya sendiri Erwin Fauzi dari Kementerian Hukum dan HAM. Kemudian di sebelah kiri masing-masing, Pak Karsono, Kepala Bagian Advokasi, Hukum Kementerian ATR. Kemudian yang berikutnya, Pak Bahrunsyah, Staf Ahli Bidang Masyarakat Adat, Kementerian ATR. Kemudian yang berikutnya Bapak Sudarsono, Staf Ahli Bidang Ekonomi Pertanahan, Kementerian ATR. Kemudian yang berikutnya, Bapak Iing R. Sodikin Arifin, Tenaga Ahli Kementerian ATR. Terima kasih, Pak.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Agenda kita semestinya juga mendengar keterangan DPR karena DPR tidak hadir, maka satu-satunya agenda adalah mendengarkan keterangan Ahli Pemohon. 1
Saya persilakan untuk maju ke depan, Bu Sri Palupi dan Pak Marco untuk diambil sumpahnya. Beliau beragama katolik. Mohon berkenan Prof. Maria untuk memandu sumpah. 6.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Mohon memang … Atas Nama Bapa dan se … ya. "Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya."
7.
AHLI BERAGAMA KATOLIK BERSUMPAH: Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.
8.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Silakan kembali. Satu Ahli, Pak Dr. Kurniawarman dari Universitas Andalas melalui vicon. Silakan disambungkan ke vicon terlebih dahulu. Selamat pagi, Pak Kurniawarman, sudah siap? Kita … kita ambil sumpahnya terlebih dahulu. Ada Alquran dan … Pak Kurnia?
10.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Ya. Siap.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada anu? … Alquran di situ? AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Ada.
12.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Silakan.
2
13.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Kami sudah (…)
14.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pak Wahid, saya persilakan.
15.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, Pak Kurniawarman, Ahli untuk (…)
16.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Ya (…)
17.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Mengikuti lafal yang saya tuntunkan. "Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya."
18.
AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Pak Kurnia, kita lanjutkan dengan keterangan Pak Kurniawarman. Waktunya 15 menit, saya persilakan. Nanti langsung kita lanjutkan dengan diskusi, ya.
20.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Ya.
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Silakan, Pak Kurnia.
3
22.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Om Swastiastu. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang terhormat Pemerintah dan DPR RI. Yang terhormat Pemohon dan Kuasa Hukumnya. Hadirin sekalian yang budiman. Perkenankan saya sebagai Ahli Hukum Agraria yang diminta oleh Kuasa Pemohon memberikan keterangan dan pandangan dalam persidangan ini. Keterangan ini saya kemukakan dalam pokok bahasan sebagai berikut. Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan seperti yang tercantum dalam Pasal 3 ayat … Pasal 1 ayat (3), mohon maaf … Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Segala aspek penyelenggara negara diatur oleh hukum, bukan atas kehendak pribadi dari pemerintah sebagai penyelenggara negara. Salah satu aspek yang diatur dalam negara hukum adalah hubungan hukum antara negara sebagai organisasi kekuasaan bangsa dengan wilayahnya meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dalam sistem negara hukum … dalam sistem hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia hubungan hukum antara negara dengan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung dalamnya adalah hak menguasai negara yang memposisikan negara sebagai penguasa, bukan sebagai pemilik. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 mengatakan bahwa bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kalau begitu, timbul pertanyaan, siapa sebagai pemilik atas bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam itu? Adalah bangsa Indonesia atau disebut dengan milik bangsa. Ketentuan ini tercantum ... dicantumkan di dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang disebut dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia, ayat (2) seluruh bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Berdasarkan itu, jika status tanah disebut sebagai tanah negara, itu bukanlah berarti tanah milik negara. Tetapi, tanah yang dikuasai langsung oleh negara karena sudah dibebaskan dari hak-hak keperdataan warga negara sebagai bangsa Indonesia. Di sinilah perbedaan mendasar antara asas domein verklaring atau pernyataan domein yang dipakai oleh hukum agraria kolonial dengan hak menguasai 4
negara sebagai pengganti domein verklaring yang dipakai oleh hukum agraria nasional sekarang. Domein verklaring mengandung prinsip bahwa seluruh tanah yang tidak dapat dibuktikan hak milik atau eigendom di atasnya adalah domein negara atau milik negara. Sementara itu, hak menguasai negara tidak menyatakan klaim domein seperti asas domein verklaring di atas. Melainkan sebalinya bahwa pada prinsipnya seluruh tanah di wilayah negara ini merupakan milik bersama bangsa Indonesia. Oleh karena itu, jika ada warga negara sebagai bangsa Indonesia yang memakai tanah yang belum pernah dibebaskan oleh negara dari hak keperdataan warga, tidak boleh diusir begitu saja oleh pemerintah. Jika negara membutuhkan tanah tersebut untuk pembangunan kepentingan umum, maka hukum agraria telah menyediakan jaminan hukum untuk itu, yaitu dengan cara pengadaan tanah untuk pembangunan yang saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 bahkan pencabutan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961. Kedua cara legal tersebut wajib disertai dengan pembayaran ganti kerugian. Perbedaannya hanyalah pada cara penentuan ganti kerugian. Dalam pengadaan tanah, ganti kerugian ditentukan berdasarkan kesepakatan, berdasarkan musyawarah. Sedangkan dalam pencabutan hak, ganti kerugian ditentukan sepihak oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Presiden. Pencabutan hak tanpa ganti kerugian dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan dapat dimintakan pembatalannya melalui pengadilan. Dalam hal pengadaan tanah tidak bisa ditempuh, maka dapat ditempuh cara pencabutan hak dan itu pun tidak boleh sembarangan, harus betul-betul untuk kepentingan umum yang lokasi pembangunannya tidak bisa dipindahkan dari tanah dimaksud. Kepentingan umum dimaksud adalah kepentingan seluruh rakyat terutama rakyat yang tanahnya dicabut. Dalam konteks ini pula pencabutan hak tidak bisa diserahkan kewenangannya kepada yang lain selain hanya presiden, itulah amanah dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961. Di luar itu, secara hukum, negara juga dapat memperoleh tanah melalui cara perolehan, cara penyerahan sukarela dari warga negara, tukar-menukar, hibah, dan lain-lain. Semua cara tersebutlah yang merupakan langkah hukum dalam negara hukum, bukan negara kekuasaan. Keberadaan tanah negara bagi pemerintah justru dimaksudkan untuk kepentingan warga Negara. Bahkan tanah negara itu pulalah yang dapat dijadikan sebagai objek reforma agraria yang sekarang sedang didorong oleh presiden yang akan dibagikan kepada rakyat miskin yang tidak punya tanah untuk mewujudkan keadilan dalam pemilikan dan penguasaan tanah bagi seluruh rakyat. Jadi, kepentingan pemerintah untuk adanya tanah negara adalah untuk pelayanan demi memenuhi 5
kepentingan rakyat sebagai kepentingan umum. Terutama atau setidaktidaknya termasuk kepentingan rakyat yang tinggal di lokasi tanah tersebut. Sebagai negara hukum konstitusional, Indonesia telah menjamin hak setiap orang atas tanah dan hak tersebut tidak boleh diambil secara sewenang-wenang. Tindakan penggusuran atau perampasan hak rakyat atas tanah merupakan perbuatan institusional karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil secara sewenangwenang oleh siapa pun termasuk pemerintah. Dengan demikian, dengan alasan apa pun pemerintah atas nama negara tidak boleh mengusir atau menggusur warga yang tinggal di atas sebidang tanah begitu saja tanpa ada ganti kerugian. Tindakan penggusuran dapat dikategorikan sebagai perbuatan pemerintah yang otoritarian dan tentu saja bertentangan dengan konstitusi kita. Sebagai negara hukum, kita mendorong proses judicial dalam penyelesaian masalah hukum terutama terkait dengan sengketa hak atas tanah. Setiap orang yang memakai tanah, kemungkinan besar mereka merasa berhak atas tanah tersebut, setidak-tidaknya hak yang bersifat sementara. Karena tanah yang dipakai itu merupakan tanah milik orang lain, maka pemakaian tersebut kemungkinan besar disebabkan kelalaian pemilik tanah yang menelantarkan tanahnya. Kalau tidak akibat adanya penelantaran, maka penguasaan tanah oleh pihak yang tidak berhak atau bukan pemilik harus berdasarkan hubungan hukum antara pemilik dengan pemakai tanah. Dalam hal tidak ada penelantaran tanah, maka pemakaian tanah tanpa berdasarkan perbuatan hukum dengan … antara pemilik dan pemakai tanah dapat digugat ke pengadilan dengan perbuatan melawan hukum atau kalau penguasaan tersebut berdasarkan perbuatan hukum tetapi tidak melaksanakan janjinya, maka pemilik tanah dapat menggugat berdasarkan wanprestasi. Penyelesaian sengketa seperti ini tidak hanya bisa melalui proses ajudikatif tetapi juga melalui proses konsensual dengan kesepakatan, baik negosiasi maupun mediasi. Bahkan penyerobotan tanah orang lain pun bisa dipidana, jadi bukan hanya hukum perdata, hukum pidana pun bisa digunakan untuk melindungi kepentingan hak atas pemilik tanah. Majelis Hakim Yang Mulia. Kedua jenis tanah objek yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960, yaitu tanah negara dan tanah hak, sudah dilindungi oleh hukum dari pemakaian orang lain. Pemerintah tidak perlu melakukan penggusuran terhadap warga, kalaupun pemerintah ingin menegakkan ketertiban di negara ini. Dengan dibatalkannya undang-undang ini, tidak perlu lagi menghidupkan peraturan perundang-undangan yang dicabutnya karena hukum agraria nasional telah mengatur kebutuhan hukum yang diatur di 6
dalamnya. Ketiga peraturan perundang-undangan tersebut antara lain … sebagaimana disebutkan di dalam undang-undang itu adalah satu, ordonansi onrechtmatige occupatie van gronden. Yang kedua, UndangUndang Darurat Nomor 8 Tahun 1954. Yang ketiga, Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1956. Majelis Hakim Yang Mulia, tidak mudah menentukan siapa yang berhak atas tanah dalam kondisi sekarang, apalagi dalam keadaan berkonflik. Penguasaan tanah oleh bukan berhak atau bukan pemilik yang tidak sesuai dengan kesepakatan dengan pemilik tanah akan menimbulkan sengketa perdata. Masalah ini harus diselesaikan secara judicial, tidak bisa sepihak saja pemerintah membenarkan pengaduan klaim dari warga negara yang mengaku berhak atau menklaim sebagai tanah negara tanpa proses judicial. Jadi jika ada upaya paksa rerhadap kesalahan warga, harus atas perintah judicial sebagai eksekusi putusan hakim, bukan penggusuran jawabannya. Tindakan penggusuran tidak sejalan dengan UndangUndang Pokok Agraria yang menjadi dasar dikeluarkannya UndangUndang Nomor 51 PRP Tahun 1960 ini. Dalam konteks perlindungan terhadap pemegang hak atas tanah, Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 hanya relevan untuk melindungi kepentingan pemilik tanah dari rampasan pihak lain, bukan untuk tanah negara dimaksudkan. Dalam kondisi darurat karena undangundang ini dimaksudkan untuk mengatasi kondisi darurat. Dalam kondisi darurat, perang, atau terjadinya huru-hara, warga pemilik tanah bisa saja meninggalkan tanahnya begitu saja karena ketakutan untuk menyelamatkan diri. Dalam hal inilah seharusnya negara hadir sebagai pelindung hak rakyat dari perbuatan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan kondisi darurat. Lalu siapa yang dimaksud dengan pihak yang tidak bertanggung jawab itu? Kemungkinan besar mereka bukanlah rakyat biasa karena rakyat biasa itu pasti sama takutnya dan tentu ikut menyelamatkan diri dengan … sama-sama meninggalkan tanah miliknya. Oleh karena itu, urgensi Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 ini adalah justru untuk melindungi kepentingan warga pemilik tanah dari ancaman pihak lain dalam kondisi darurat. Seperti Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, dan yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas perasaan aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya. Majelis Hakim Yang Mulia, hadirin yang budiman. Berbeda dengan orang, termasuk badan hukum tentunya, negara tidak boleh absen atas tanah yang dikuasainya walaupun keadaan darurat. Karena negara tidak boleh ketakutan sehingga meninggalkan tanahnya. Dalam kondisi 7
darurat perang sekalipun, orang … dalam kondisi darurat perang, orang dan badan hukum tentu akan mencari perlindungan untuk keselamatan diri, tanpa perlu meninggalkan tanahnya untuk sementara sampai keadaan aman. Dalam hal inilah, negara wajib melindungi kepentingan pemilik tanah agar tanah miliknya yang ditinggalkan tidak dipakai oleh orang lain. Untuk perlindungan terhadap pemakaian tanah tanpa izin pemilik atau kuasannya, hanya relevan melindungi tanah hak milik orang lain sebagai warga, bukan untuk tanah negara dimaksudkan. Jadi sekali lagi, Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tidak boleh dijadikan sebagai dasar hukum untuk menggusur rakyat di atas tanahnya berdasarkan klaim sepihak dari pemerintah bahwa tanah tersebut merupakan tanah negara. Karena undang-undang ini rawan dijadikan legitimasi oleh pemerintah untuk menggusur rakyat, maka untuk kepentingan bangsa … maka untuk kepentingan Bangsa Indonesia sebaiknya pemilik negara ini … mohon maaf, untuk … karena undangundang ini rawan dijadikan legitimasi oleh pemerintah untuk menggusur rakyat, ya, maka untuk kepentingan rakyat Indonesia sebagai pemilik negara ini dan untuk kepastian hukum, jaminan hak rakyat atas tanah yang ditentukan oleh konstitusi, sebaikanya undang-undang ini dibatalkan. Di samping uraian di atas, pemberlakuan Undang-Undang Nomor 51 Perpu 1960 ini, juga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan sama di hadapan hukum. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia, Hadirin yang budiman. Tindakan pemilik tanah meninggalkan tanahnya hanya boleh dilakukan dalam kondisi darurat, sehingga terpaksa menyelamatkan diri. Dalam kondisi normal, perbuatan itu justru ... perbuatan meninggalkan tanah milik, terutama tanah pertanian, justru dilarang oleh hukum agraria. Sebab pada prinsipnya, setiap pemilik tanah pertanian wajib mengelola sendiri tanah miliknya. Pasal 10 UUPA menentukan bahwa setiap orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah pertanian, pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri tanah secara aktif dengan mencegah cara-cara pemerasan. Meninggalkan tanah dapat mengakibatkan terjadinya tanah terlantar, sehingga bertentangan dengan fungsi sosial hak atas tanah (Pasal 6 UUPA). Oleh karena itu, hukum agraria mengkualifikasi perbuatan menelantarkan tanah dapat mengakibatkan hapusnya hak atas tanah, baik itu hak milik, maupun hak guna usaha, dan hak guna bangunan, Pasal 27 huruf a angka 3, Pasal 34 huruf e, Pasal 40 huruf e Undang-Undang Pokok Agraria. Sebaliknya, hukum agraria justru memberikan apresiasi terhadap orang yang menguasai tanah dengan itikad baik, terus-menerus secara terbuka. Penguasaan fisik tanah dengan itikad baik dalam jangka waktu 8
tertentu justru menjadi dasar bagi yang bersangkutan untuk memperoleh hak milik. Ketentuan ini bahkan sudah tercantum di dalam Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Secara filosofis, ketentuan ini sebetulnya menunjukkan bahwa ... mohon maaf, pemilik mutlak atas tanah menurut hukum agraria nasional Indonesia adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Kepemilikan manusia hanya bersifat relatif. Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 khususnya alinea ketiga, mengakui kemerdekaan Indonesia atas … yang membuat bangsa ini berdaulat atas bumi, air, dan kekayaan alam ini itu adalah anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Bahwa atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Nilai filosofis ini juga turun ke dalam konsideran menimbang huruf a dari UUPA sendiri, di dalam negara kesatuan ... di dalam Negara Republik Indonesia yang disusun … yang susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya terutama masih bercorak agraris, bumi, air, dan ruang angkasa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun bangsa … untuk membangun masyarakat yang adil dan makmur. Kemudian secara teoritis konseptual, ketentuan bahwa tanah tidak boleh ditelantarkan dan apresiasi terhadap penguasaan fisik tanah secara itikad baik dan terbuka merupakan perwujudan dari prinsip rechtsverwerking dalam hukum adat. Bahwa seseorang akan kehilangan hak jika dia meninggalkan atau menghilangkan tanahnya dalam waktu tertentu. Dengan demikian, tanah tersebut kembali kepada hak masyarakatnya dan tentu saja dapat diberikan kepada orang lain yang membutuhkan. Sebaliknya, seseorang yang ... seseorang akan memperoleh hak jika dia mengolah dan menguasai fisik tanahnya secara terus-menerus dengan itikad baik. Majelis Hakim Yang Mulia, Hadirin yang budiman. Penguasaan dan ... mohon maaf, penguasaan dan kepemilikan tanah oleh warga masyarakat hukum adat yang menjadi komponen utama bangsa ini pada umumnya dilakukan secara turun-temurun, tidak tertulis, berdasarkan hukum adat, tanpa izin dari penguasa atau negara. Tanpa izin dari penguasa atau negara. Selama ini mereka merasa aman karena sudah mendapat perlindungan dari hukum agraria nasional yang menyatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang berlaku sebagai hukum positif tidak tertulis (Pasal 5 UUPA). Dan (…) 23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Mohon maaf, Pak Kurnia. Waktunya, silakan dipercepat.
9
24.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Ya, terima kasih, Yang Mulia. Mohon maaf.
25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Enggak usah dibacakan semua.
26.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Ya. Jika Undang-Undang Nomor 51 Perpu 1960 ini tetap berlaku, dapat saja dipakai oleh pemerintah untuk memaksakan kehendaknya, lalu menggusur, dan mengusir masyarakat adat di tanah ulayatnya, dan hal ini menjadi malapetaka bagi warga bangsa ini. Undang-undang ini sangat potensial membahayakan warga masyarakat yang menguasai tanah secara turun-temurun berdasarkan hukum adat yang penguasaan tanahnya tidak berdasarkan bukti tertulis apalagi sertifikat di tangan penguasa yang zalim, dan tidak memahami, dan mengabaikan prinsip dasar hukum agraria sebagai bagian dari sistem negara hukum Indonesia. Undang-undang ini sangat berbahaya bagi masyarakat adat nusantara ini, baik masyarakat hukum adat maupun masyarakat tradisional sebagai orang asli Indonesia pemilik negara ini. Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi dan Hadirin sekalian yang saya hormati. Demikianlah keterangan ini saya sampaikan dan secara tertulis saya serahkan kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi. Saya mohon maaf atas segala kekurangan yang kurang berkenan selama saya menyampaikannya dan terima kasih banyak atas perhatian dan kesabaran dari kita semua. Semoga dengan dibatalkannya undangundang ini, upaya bangsa ini untuk mewujudkan keadilan agraria semakin mudah dicapai. Amin, amin, yarabbalaalamin. Assalamualaikum wr. wb.
27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, Pak Kurniawan. Masih di tempat. Assalamualaikum wr. wb. Itu Pak Dekan itu di belakangnya itu.
28.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN (Suara tidak terdengar jelas).
10
29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan dari Pemohon, apakah akan ada yang akan ditanyakan? Silakan. Pak Kurnia, ini ada permintaan untuk menjelaskan lebih lanjut dari Pemohon. Silakan.
30.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Baik, Yang Mulia.
31.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALLDO FELIX JANVARDY Baik. Pak Kurniawarman, terima kasih atas kesediaannya untuk menjadi Ahli. Kami ingin mengajukan pertanyaan. Pertama. Pasal 49 Undang-Undang Perbendaharaan Negara mewajibkan pemerintah untuk juga memiliki sertifikat dalam hal ketika ia ingin menguasai suatu tanah, ini tentu sejalan dengan asas UndangUndang Pokok Agraria, dimana warga dan pemerintah posisinya sejajar. Kalau sama-sama ingin menguasai tanah, maka harus memenuhi asas publisitas yang terkandung dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Yang kedua. Warga kebanyakan tumbuh dari perumahan yang sifatnya organik, misalnya perkampungan, masyarakat adat, sehingga sering kali mereka tidak memiliki landasan formal ketika mereka menghuni suatu tanah, maka ada ketentuan juga yang menentukan kalau warga sudah tinggal minimal 20 tahun, rechtsverwerking menyatakan bahwa pemerintah wajib secara mutlak untuk mengeluarkan sertifikat bagi warga. Nah, dalam situasi yang pelik seperti ini, apakah dapat dibenarkan melaksanakan norma Undang-Undang PRP 51 Tahun 1960 dengan jalan kekerasan untuk menempuh penguasaan tanah supaya pemerintah bisa menggunakan tanah tersebut dengan kepentingan umum? Terima kasih.
32.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, dikumpulkan dulu, Pak Kurnia. Dari Pemerintah ada? Silakan.
33.
PEMERINTAH: IING R. SADIKIN ARIFIN Terima kasih, Pak Ketua Majelis. Selamat siang, Pak Kurnia.
34.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Selamat siang.
11
35.
PEMERINTAH: IING R. SADIKIN ARIFIN Assalamualaikum wr. wb.
36.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Waalaikumsalam wr. wb. Pak Iing.
37.
PEMERINTAH: IING R. SADIKIN ARIFIN Ya, jadi ... ya, pengin ini saja ... bertanya, Pak Kurnia. Yang pertama. Objek Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 itu yang pertama adalah tanah yang langsung dikuasai negara. Yang kedua adalah tanah yang termasuk yang dipunyai sesuatu orang atau badan hukum. Pertanyaannya, Pak Kurnia. Di aturan kita yang dikuasai ... yang tanah milik negara, tanah aset negara di Peraturan Nomor 11 Tahun 2006 ... 2016 mengenai penyelesaian sengketa itu adalah tanah milik yang dikuasai oleh BUMN maupun BMN ... maupun barang milik daerah. Artinya di sini, tanah itu ada dua dalam teori kita. Ada namanya vrije land domain, tanah negara bebas. Artinya, tanah yang tidak ada pemiliknya dan ada juga onvrij land domain, tanah yang ada pemiliknya. Yang dilindungi Undang-Undang Nomor 51 adalah tanah, baik itu yang dikuasai penuh oleh negara. Artinya, perolehan tanah negara, saya disertasinya di bidang itu. Yang pertama, tanah aset negara itu tanah yang diperoleh atau yang dibeli melalui APBN/APBD. Yang kedua. Tanah itu diperoleh yang sah. Nah, di PP 27 Tahun 2014 dijelaskan tanah apa yang diperoleh sah? Yang pertama adalah tanah yang melalui hibah atau sejenis. Yang kedua. Tanah yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan. Yang ketiga adalah tanah yang diperoleh berdasarkan perjanjian atau BOT. Yang keempat, tanah yang diperoleh berdasarkan perundang-undangnya. Artinya, dari mulai dulu dikenal kita Bijblad 11372 mengenai pengadaan instansi sampai pengadaan tanah yang sekarang dikenal Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. Jadi, memang ini undang-undang ini lahir setelah UUPA. UUPA lahir adalah 24 September Tahun 1960, sedangkan ini Desember. Artinya, memang di UUPA tidak ada protects dari siapa yang melindungi atau tindakan apa yang belum diatur dalam UUPA, jadi memang ini belakangan jadi undang. Jadi, yang di sini mungkin, memang ada Undang-Undang Kebijakan Pertanahan, dulu diatur dengan Keppres 34 Tahun 2003. Kemudian, dilegitimasi oleh PP 37 Tahun 2008. Kemudian, lahirlah undang-undang baru, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, dimana kewenangan di bidang pertanahan pemda maupun pemkot, ada ... di antaranya adalah menyelesaikan tanah sengketa garapan. 12
Ya, inilah yang ... hal yang berbeda, Pak Kurnia, kalau saya lihat di sini. Penyelesaian garapan itu memang kewenangan di pemda. Artinya, kalau orang menguasai tanah dengan iktikad baik, dikenal di hukum adat adalah rechtsverwerking. Rechtsverwerking adalah lembaga dulu yang diadopsi di PP 24 Tahun 1997, manakala seseorang telah ... 5 tahun hak itu telah terbit, maka kehilang ... artinya di situlah (suara tidak terdengar jelas) memperkuat orang mempunyai sertifikat, Pak, bukan ... bagaimana iktikad baik sekarang juga dijabarkan di Pasal 231, 71 Perpres Tahun 2012 sebagai pelaksaan dari Undang-Undang Tahun 2012. Iktikad baik badan hukum, perorangan, maupun instansi, badan sosial, badan (suara tidak terdengar jelas) memperoleh tanah negara dalam kurun waktu tertentu memanfaatkan dan memperolehnya dengan cara tidak melanggar peraturan perundangan yang berlaku. Artinya konteks negara di sini adalah melindungi termasuk negara kalau punya tanah dia sudah ada alas haknya ya, itulah dipakai Undang-Undang Nomor 51. Pak Kurnia punya tanah, kemudian Pak Kurnia pindah ke luar negeri, tanah itu kosong, punya sertifikat, nah, itulah datang ke polisi atau ke pemda untuk mengosongkan, dasarnya adalah Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1950. Jadi konteks di sini bukan negara itu mengambil tanah yang … orang yang tidak berhak. Jadi, manakala di ... nah, mungkin dalam pelaksanaannya itu kewenangan pemda yang sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Pak Kurnia. Itu saja, terima kasih, Pak. 38.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Terima kasih, Pak Iing.
39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih. Dari Hakim?
40.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Saya sedikit.
41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada dua, dikumpulkan dulu, Pak Kurniawarman. Ada ini Yang Mulia Pak Palguna dan Yang Mulia Pak Suhartoyo juga akan merespons apa yang sudah Anda sampaikan. Silakan, Yang Mulia.
13
42.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Pak Kurnia, selamat siang.
43.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Selamat siang, Yang Mulia.
44.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, ini begini. Dengan tidak mengabaikan potensi penyalahgunaan undang-undang a quo sebagaimana Ahli tadi terangkan atau Ahli duga, begitu ya, ketika tadi Ahli menyampaikan bahwa kalau terhadap tanah yang dikuasai oleh seseorang yang tidak jelas alasan penguasaan itu kemudian menurut Ahli itu harus dibayar ganti kerugian, maka menjadi pertanyaan adalah begini: kalau seseorang membayarkan atau suatu pihak membayarkan ganti kerugian, tentu ada alas hak yang digunakan sebagai dasar pembayaran ganti kerugian itu. Nah, ini apa alas haknya ketika seseorang atau suatu pihak … dalam hal ini tentu kita ... kita abaikan dulu apakah orang itu yang kita sebut sebagai “masyarakat kecil”, bagaimana kalau suatu ketika dia adalah badan hukum suatu perusahaan besar yang menguasai tanpa alas hak? Kalau dalil ini digunakan bahwa itu harus dibayar pula ganti kerugiannya, itu alas haknya atau rasionalitas hukum pembayaran ganti kerugian itu apa? Itu pertanyaan yang pertama. Kemudian yang kedua, manakala suatu ... suatu bidang tanah atau suatu tanah tertentu tidak jelas pemiliknya atau tidak ditemukan pemiliknya, maka pertanyaannya adalah yang pertama tanah itu jatuh ke tangan siapa? Itu pertanyaan yang pertama. Atau yang kedua, ataukah tanah itu dianggap sebagai res nullius? Jika ini dianggap sebagai res nullius, misalnya. Jika ini dianggap sebagai res nullius, apakah doktrin di res nullius dianut di dalam undang-undang pokok agraria? Sehingga terhadap sesuatu yang dianggap res nullius, maka untuk kepemilikannya berlaku pula ketentuan sebagaimana yang dimuat dalam doktrin res nullius itu, misalnya dengan cara apa misalnya supaya perolehan haknya itu menjadi … mendapatkan perolehan alas hak atas dasar hukum, begitu. Itu saja pertanyaan saya, terima kasih.
45.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Terima kasih, Yang Mulia.
46.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Pak Kurnia, selamat siang. 14
47.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Ya, Yang Mulia.
48.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya, saya menambahkan apa yang disampaikan Pak Palguna. Sebenarnya titik tolak atau semangat daripada undang-undang ini kan, sebenarnya diarahkan kepada orang yang menguasai tanah tanpa alas hak, kan begitu, Pak. Jadi, tentunya kalau kemudian … negara itu kemudian turun karena ingin memberi perlindungan itu, perlindungan kepada siapa juga, saya kira juga bukan perlindungan untuk negara itu sendiri, saya kira juga untuk kepentingan-kepentingan bangsa yang sangat luas itu juga, kan? Nah, pertanyaan saya mirip juga dengan Pak Palguna, bagaimana kalau kemudian ketika negara itu turun, ada kemudian pilihan-pilihan yang menurut Pak Kurnia itu tidak diperbolehkan dan kemudian memberi pilihan lain misalnya boleh melakukan gugatan ke pengadilan misalnya, tadi kan, salah satu pilihan Bapak kan, seperti itu. Kalau orang tidak punya alas hak, kemudian Bapak salurkan untuk menempuh jalur hukum melalui gugatan perdata itu juga pada akhirnya akan menyengsarakan warga itu sendiri, Pak. Karena apa? Dalam perkara perdata juga kebenaran formil adalah sangat ... itu yang menentukan, kebenaran formil apa yang akan dijadikan modal untuk orang yang membawa persoalan ini ke pengadilan ketika alas hak itu tidak ada sama sekali? itu pertanyaan saya yang pertama. Yang kedua, Pak Kurnia. Barangkali Bapak ada konsep mestinya negara seperti apa ketika ada masyarakat warga negara yang kemudian serta-merta menguasai tanah tanpa alas hak, kemudian di sisi lain negara juga akan memberi ganti rugi, tapi itu juga pilihan itu dianggap tidak tepat seperti apa yang diargumentasikan Pak Palguna. Tapi kalau tidak juga memberikan seseorang ganti rugi yang sebenarnya tidak ada dasarnya. Nanti orang akan berbondong-bondong untuk setiap ada tanah kosong, kemudian diduduki dengan argumentasi atau alasan seperti konsep yang disampaikan Pak Kurnia itu. Itu akan … apakah tidak akan semakin menimbulkan ketidatertiban di dalam masyarakat nanti? Saya minta konsep pandangan Pak Kurnia yang kedua ini barangkali ada pandangan. Terima kasih, Pak Ketua.
49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Silakan Pak Kurnia untuk merespons seluruh apa yang sudah disampaikan.
15
50.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Terima kasih, Yang Mulia. Dan apresiasi terhadap pertanyaan yang menurut saya tidak mudah dijawab dalam waktu yang sangat terbatas ini. Saya sederhana saja mengawalinya dan pertanyaan ini sebetulnya satu sama lain juga berhubungan. Kalau ada tanah kosong pasti tanah itu ditelantarkan oleh pemilik, pasti ditelantarkan oleh pemiliknya. Kalau itu terjadi, tindakan menelantarkan itu jelas bertentangan dengan hukum agraria dan bahkan berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2010 itu Badan Pertanahan Nasional itu ditugaskan untuk menginventarisasi dan menegakkan hukum, bahkan menyatakannya sebagai tanah negara karena dia ditelantarkan. Oleh karena itu, untuk mencegah jangan sampai ada tanah siapa saja yang dikuasai oleh orang lain, jangan sampai tanah itu ditelantarkan, termasuk negara sendiri. Kenapa? Karena tanah itu tidak pernah bertambah jumlahnya dan tanah itu bukan milik mutlak dari pemiliknya, tanah itu adalah made in Tuhan, tanah itu bukan ciptaan manusia. Oleh karena itu, setiap makhluk Tuhan sebetulnya … secara filosofilah yang berhak memanfaatkan tanah itu. Kalau ada orang yang menelantarkan tanah, berarti dia sebetulnya tidak butuh tanah itu. Jadi, tidak serta-merta bahwa setiap orang yang menguasai tanah kosong itu adalah tindakan yang bersalah. Oleh karena itulah, makanya atas dasar itu hukum agraria Indonesia mengapresiasi penguasaan fisik tanah secara beriktikad baik. Saya garis bawahi beriktikad baik dan secara terbuka. Kalau beriktikad baik secara terbuka itu, itu membutuhkan prosesnya dan membutuhkan jangka waktunya. Kalau membutuhkan prosesnya, misalnya kalau tanah itu tanah negara berarti harus ada izin dari penguasa yang berwenang. Tetapi jika tidak ada penguasanya di situ, atau penguasanya tidak hadir, atau penguasanya menelantarkan tanahnya, apakah tanah itu dibiarkan begitu saja? Dalam kondisi inilah kondisi yang memungkinkan tanahtanah kosong itu dimasuki oleh orang yang sebetulnya sebelumnya tidak punya alas hak di situ. Untuk itulah makanya di dalam Pasal 24 PP 24/1997 yang tadi sudah saya sampaikan bahwa penguasaan fisik tanah tanpa alas hak pun, saya ulangi jadi di Pasal 24 ayat (1) nya pengusaan fisik tanah pakai alas hak, tapi di pasal … ayat (2) itu mengapresiasi penguasaan tanah tanpa hak, tanpa alas hak pun kalau dia dilakukan dengan iktikad baik dan sudah mencapai umur 20 tahun di dalam PP itu, itu kepada yang bersangkutan justru negara memfasilitasinya untuk memperoleh hak dan itulah yang dilakukan, yang dilayani oleh BPN selama ini. Dan atas dasar ini jugalah, masyarakat-masyarakat hukum adat kita di seluruh Indonesia tidak perlu membawa bukti tertulis alas hak untuk mendaftarkan tanah-tanah adatnya ke Badan Pertanahan Nasional.
16
Apakah mereka layak memperoleh ganti kerugian pada saat negara membutuhkan tanah itu? Pertanyaan itu sebetulnya saya uraikan dengan jawaban bagaimana cara negara memperoleh tanah untuk pembangunan. Berbeda dengan asas domein verklaring yang tadi disitir oleh Pak Iing yang mengkualifikasi tanah sebagai unfree lands domain dan tanah free lands domain, konsep itu dengan hak menguasai negara sudah tidak dipakai lagi. Kenapa? Karena dalam hak menguasai negara bukan free lands domain dan unfree lands domain yang berlaku, tetapi prinsipnya bahwa seluruh bumi, air, dan kekayaan alam di seluruh Indonesia pada prinsipnya adalah milik bangsa Indonesia, milik bangsa Indonesia, negara hanya sebagai penguasa yang ditugaskan untuk mengatur dan memfasilitasi penggunaan dan pemilikannya. Oleh karena itu, tidak bisa dipakai free lands domain dan unfree lands domain sebagai dasar pemberlakuan hak menguasai negara pada saat ini. Jika negara membutuhkan tanah untuk pembangunan ... kembali lagi saya katakana, maka hukum agraria sudah menjamin perolehannya itu dengan dua cara secara hukum, yaitu untuk pengadaan tanah untuk pembangunan dengan berdasarkan musyawarah, bahkan dengan pencabutan hak dengan secara sepihak dilakukan oleh pemerintah yang keduanya wajib dengan ganti kerugian. Apakah orang yang menerima ganti kerugian hanya orang yang memakai sertifikat tanah? Inilah yang sangat membahayakan dari persepsi bahwa penguasaan tanah harus berdasarkan … selalu harus berdasarkan bukti hak apalagi sertifikat. Masyarakat-masyarakat hukum adat di seluruh Indonesia yang tanahnya mungkin, di seluruh Indonesia termasuk di ... di Aceh sampai ke Papua yang sebagian besar tanahnya itu belum terdaftar, belum mempunyai alas hak apakah ka ... kalau tanah mereka minta ganti ... ganti kerugian, mereka tidak memperoleh hak untuk memperoleh ganti kerugian? Inilah tadi yang saya maksud bahwa undang-undang ini jika dipakai dilaksanakan secara ... mohon maaf, secara sederhana, secara membabi buta oleh penguasa, maka undang-undang ini betul-betul berbahaya bagi keberadaan masyarakat hukum adat yang menguasai tanah, tidak berdasarkan alas hak, apalagi sertifikat. Itulah tadi, maka saya mengatakan sebetulnya undang-undang ini selama ini tidak ... tidak ada masalah karena dia seakan-akan menjadi macan ... macan yang sedang tidur yang tidak ... yang tidak pernah dibangunkan. Jika dia tidak dipakai, sebetulnya dia tidak ada masalah. Tetapi karena dia pakai, maka akhirnya menjadi masalah. Saya tadi belum menjelaskan sebetulnya urgensi undang-undang ini urgensinya adalah mengatasi kondisi darurat karena undang-undang ini dimaksudkan untuk menggantikan peraturan penguasa perang darurat yang sudah ... yang pemberlakuannya berakhir pada tanggal 16 Desember tahun 1960. Jadi, undang-undang ini disahkan dua hari sebelum undang-undang darurat itu berakhir masa berlakunya. Oleh karena itu, urgensi undang-undang ini dalam kondisi darurat dan 17
dimaksudkan untuk melindungi kepentingan warga negara yang takut akibat darurat itu mendirikan tanahnya. Jadi, bukan lagi untuk tanah negara. Tanah negara tidak boleh mengklaim secara sepihak saja tanahtanah yang dikuasai oleh rakyat secara alamiah berdasarkan penguasaan fisik secara ... dengan ... dengan beriktikad baik. Mas ... Pak Aldo tadi menanyakan, apa urgensi dari tanah negara itu disertifikatkan? Setiap perolehan tanah oleh negara untuk pembangunan dan akan di ... dan akan ... dan membuat orang-orang pihak ketiga kehilangan hak di situ dan tidak lagi tinggal di situ, maka di situlah hukum (suara tidak terdengar jelas) tanah berbuat. Semua tanah yang sudah dibebaskan dari hak-hak masyarakat, itulah yang disebut dengan tanah negara yang ... tanah yang dikuasai langsung oleh negara ... tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Tanpa ada proses itu, negara tidak bisa mengklaim tanah itu dikuasai langsung oleh negara dan terbebas dari hak keperdataan. Oleh karena itu, setelah dia bebas dari hak keperdataan, maka untuk tertib administrasi barang milik negara, Undang-Undang Pembendaharaan Negara mewajibkan tanah-tanah tersebut disertifikatkan, sehingga tertib administrasi di bidang pertanahan oleh pemerintah pun menjadi tercapai. Saya pikir demikian, Yang Mulia. 51.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Saya kira masih mau memberikan tambahan keterangan. Terima kasih, Pak Kurniawarman yang sudah memberikan keterangan di persidangan Mahkamah melalui vicon dari Universitas Andalas, Fakultas Hukum Universitas Andalas. Terima kasih juga pada Pak Dekan yang ada di belakang sampai ketemu besok pagi di acara konsultasi dengan Mahkamah dalam penyelenggaraan (suara tidak terdengar jelas). Terima kasih, assalamualaikum wr. wb.
52.
AHLI DARI PEMOHON: KURNIA WARMAN Mohon izin, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. Wb.
53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Kita kembali ke laptop. Kita mulai ke Ibu Sri sekarang. Saya persilakan. Ibu Sri atau Pak Marco dahulu?
54.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALLDO FELIX JANVARDY Lebih baik Pak Marco dulu saja. 18
55.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oke, kalau permintaannya itu. Silakan, Pak Marco. Waktunya sama, 15 menit maksimal. Nanti kita lanjukan dengan tanya-jawab, tapi ini kita seteleh Pak Marco, kita gabung dengan Bu Sri Palupi dulu. Silakan, Pak. Bisa?
56.
AHLI DARI PEMOHON: MARCO KUSUMAWIJAYA Saya ulang. Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang terhormat, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Yang terhomat, Pemohon dan Kuasa Hukumnya. Hadirin yang berbahagia. Sebelum saya memberikan pandangan sebagai Ahli, izinkanlah saya memperkenalkan diri dengan beberapa latar belakang yang kiranya berkenaan dengan keahlian saya. Nama saya Marco Kusumawijaya. Berpendidikan Arsitektur di Universitas Katolik Parahiyangan dan di Postgraduate Centre Human Settlements Leuven di Belgia. Seumur hidup profesional saya sejak tahun 1986, saya bekerja di bidang perumahan, terutama di bidang pembangunan perumahan perkotaan yang menekankan partisipasi tanpa penggusuran. Yang Mulia, saya ingin menyampaikan pandangan bahwa penggurusan dengan paksa bukan saja bukan solusi apalagi yang adil, tetapi juga tidak diperlukan lagi dalam keadaan kita sekarang. Karena itu justru saya ingin mulai dengan menyampaikan beberapa pengalaman yang menunjukkan alternatif tanpa penggusuran paksa dimungkinkan. Semua yang akan saya sampaikan ini berupa pengalaman, dimana saya secara langsung atau tidak. Baiklah, kita mulai dengan apa yang sedang terjadi sekarang di Kota Solo. Pada saat ini kawan-kawan saya membantu pemerintah Kota Solo untuk menata permukiman sepanjang Kali Pepe yang melibatkan sekitar 600 keluarga tanpa menggusur. Mereka secara aktif berpartisipasi memetakan keadaannya sendiri. Kemudian, memikirkan bagaimana supaya juga sekaligus memperbaiki sungai Kali Pepe dan lingkungan sekitarnya, sekaligus memperbaiki permukiman mereka. Tentu akan ada yang mundur sedikit dari sungai dan lain-lain. Tapi intinya, mereka akan tetap tinggal di sana dengan rumah-rumah baru yang dibangun bersama-sama. Jadi, ada dua hal di sini. Pertama, proyek perbaikan lingkungan, dalam hal ini sungai. Dilakukan bersama-sama dengan perbaikan permukiman di sepanjang sungai tersebut. Dan ini sedang berlangsung usaha bersama dengan walikota dan para arsitek komunitas dari Yogya yang saya sedikit-banyak terlibat sebagai teman diskusi.
19
Kasus lain yang saya terlibat langsung adalah permukiman nelayan di Pulau Bungkutoko di Kotamadya Kendari. Beberapa tahun yang lalu, sekitar 70 keluarga pindah secara sukarela 500 meter dari lokasi permukiman mereka sebelumnya ke tempat baru dengan situasi, kondisi yang sama yang memungkinkan mereka masih dapat bekerja sebagai nelayan. Di sini pemerintah daerah pun berperan, yaitu menalangi terlebih dahulu, membeli tanah baru, memberi ganti rugi. Dan kemudian pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian ... Kementerian Sosial memberikan bantuan untuk membangun rumah-rumah baru mereka. Sekali lagi, dari awal mereka terlibat mencari lokasi yang sesuai, menatanya secara bersama-sama, dan kemudian membangunnya. Di Makassar, sekarang masih ... masih berlangsung proses penyelesaian pembangunan rumah untuk sekitar 40 keluarga yang sebelumnya menduduki atau dianggap menduduki tanah milik swasta selama berpuluh-puluh tahun, tidak ada solusi. Kemudian, atas jasa walikota yang menengahi, pihak yang mengaku mempunyai hak atas tanah ini menerima bahwa 40 keluarga ini dapat pindah ke tanah sebelah yang masih menjadi miliknya. Dan kemudian, akan diterbitkan sertifikat, sedang dalam proses. Kemudian, masyarakat ini bersamasama juga sedang masih membangun rumah di atas tanah yang telah disepakati akan menjadi milik mereka. Yang Mulia, sebelumnya lagi pada tahun 2005 sampai 2007, saya terlibat dengan kawan-kawan membangun kembali 23 desa di Aceh, di Kota Banda Aceh, dan di Kabupaten Aceh Besar di sebelah barat, dan sedikit selatan dari Kota Banda Aceh sesudah tsunami. Dua puluh tiga desa yang kami bangun kembali berarti mencakup sekitar 3.300 keluarga. Artinya, 3.300 rumah. Tapi kami bukan hanya membangun rumah, tapi membangun seluruh desa karena prinsipnya pada waktu itu adalah membangun kembali keseluruhan kehidupan sehingga mencakup antara lain selain rumah-rumah itu, dua masjid, dua sekolah, 3.000 sumur yang dikemba ... di ... direhabilitasi, sejumlah bidang sawah, dan seterusnya. Akibat bencana, tadinya pemerintah ingin memindahkan orang dari garis pantai selebar 2 kilometer. Ini akan berakibat tergusurnya 20.000 keluarga. Kemudian, hal ini ditinggalkan karena ternyata tidak mungkin dilakukan secara praktis dan karena alternatif untuk membangun tanpa menggusur dapat dilakukan dengan berhasil. Untuk proyek ini, kami memperoleh penghargaan, satu, dari Dubai International Award for Improvement In Built Environment dan kedua dari Ikatan Arsitek Indonesia. Latar belakang saya yang terakhir yang perlu saya sebutkan adalah saya adalah satu dari empat anggota dari policy unit yang merumuskan kebijakan-kebijakan untuk Deklarasi Konferensi Habitat Ketiga pada bulan Oktober 2016. Konferensi habitat ini diselenggarakan setiap 20 tahun dan Indonesia diwakili oleh ... atau diwakili oleh suatu 20
delegasi yang dipimpin oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Salah satu dari empat anggota warga negara Indonesia ini adalah Mantan Menteri PU, yaitu Bapak Djoko Kirmanto yang kemudian mengundurkan diri karena alasan kesehatan. Kredensial ini saya sampaikan karena secara jelas pada saat ini dokumen terakhir yang diterbitkan pada tingkat dunia yang menolak penggusuran adalah Deklarasi Habitat 3 yang sekarang disebut New Urban Agenda. Pada tahun yang sama, 2016, beberapa … sebulan sebelumnya, sebuah dokumen yang sa … yang serupa, mirip, yaitu disebut Laudato Si’ suatu ensiklik oleh Paus Fransiskus. Laudato Si’ adalah dokumen tentang lingkungan hidup yang diakui dunia karena keluasan dan kedalamannya, bukan saja dari sudut pandangan agama, spiritual, tapi juga dari sudut pandangan keilmuan. Dokumen ini dianggap dokumen salah satu dokumen lingkungan yang paling komprehensif dari semua bidang ilmu. Dokumen ini pun menyebut bahwa penggusuran adalah pilihan terakhir dan kalaupun terpaksa harus dilakukan maka berbagai syarat harus dipenuhi. Berbagai syarat yang harus dipenuhi ini sebetulnya sudah disebutkan bahkan oleh lembaga-lembaga yang mempunyai bidang kegiatan yang sangat menekankan pembangunan, yaitu misalnya Bank Dunia. Bank Dunia mensyaratkan kalau orang terpaksa digusur sebagai pilihan terakhir, maka tidak boleh dilakukan kekerasan, maka atau sebelumnya hunian yang lebih baik harus disiapkan terlebih dahulu, sehingga orang pindah secara suka rela. Majelis Hakim yang saya muliakan. Pengalaman kita sebetulnya lebih jauh lagi ke belakang. Kasus Kampung Improvement Program yang dilakukan di zaman Ali Sadikin, berpendirian untuk tidak menggusur orang tapi memperbaiki kampung orang. Pada waktu itu terbatas pada perbaikan infrastruktur, tetapi penelitian menunjukkan bahwa itu pun telah meningkatkan hajat hidup orang banyak. Kampung Improvement Program sebetulnya bermuara pada Kampung Verbetering Program yang dilakukan oleh pemerintah kolonial pada tahun 1920-an. Pada tahun 1990-an, pengalaman kita dalam Kampung Improvement Program ini dipelajari oleh orang Thailand dan kemudian mereka mengembangkan program yang disebut CODI, singkatan dari Community Organizations Development Institute, suatu lembaga setingkat direktorat jendral di bawah Kementerian Kesajahteraan Rakyat. CODI memberikan bantuan kepada kelompok-kelompok masyarakat untuk memikirkan sendiri cara-cara menyelesaikan huniannya tanpa digusur. Sebagaian dari mereka menggunakan dana ini untuk membeli tanah, untuk memperpanjang sewa tanah, dan juga untuk membangun rumah-rumah di atas tanah yang telah mereka kuasai. Pemerintah berperan sebagai fasilitator, misalnya antara sekelompok warga yang berunding dengan Perusahaan Kereta Api Thailand, sehingga diperoleh kesimpulan warga yang mundur sekian 21
meter mendapat jaminan untuk tinggal sekian tahun dan seterusnya. Inti dari ini adalah pendekatan penggusuran telah dihindari dan kemudian disampaikan pendekatan alternatif yang jauh lebih manusiawi dan kemudian terbukti mensejahterakan kehidupan orang banyak. Jadi, Majelis Hakim yang saya muliakan, penggusuran paksa tidak diperlukan. Kesadaran, bahkan pratik sudah dilakukan, bukan saja di luar negeri, tetapi di dalam negeri kita sendiri. Saya telah menyebutkan Kota Solo, Kota Kendari, Kota Makasar, Kota Banda Aceh, yang saya belum sebut sebenarnya Surabaya, kami juga terlibat bekerja bersama masyarakat yang tinggal sepanjang Kali PPS … maaf, Stren Kali, yang dengan suka rela mundur tiga sampai lima meter, kemudian rumahnya yang tadinya membelakangi kali dibalik menjadi menghadap ke kali, dan kemudian diperbaiki. Penggusuran, selain alasan tadi oleh par … banyak para ahli dianggap sangat kejam karena menyebabkan dua masalah besar. Yaitu, satu yang disebut pengrudinan atau disposition. Pengrudinan adalah kata yang lebih keras dari pada pemiskinan. Rudin adalah bahasa Melayu yang artinya miskin semiskin miskinnya karena orang dihabiskan harta kekayaannya. Bagi sebagian besar rakyat kita, rumah adalah tabungan seumur hidup mereka. Ketika rumah mereka dihancurkan dengan semena-mena mereka betul-betul menjadi rudin. Akibat kedua yang sangat kejam adalah yang disebut oleh para ahli antropologi dan sosial, displacement (orang tercerabut dari tempatnya). Suatu rumah bukan hanya suatu bangunan fisik tapi suatu rumah adalah bagian dari jaringan sosial, bagian dari jaringan ekonomi, dimana orang memperoleh kehidupan. Kedua proses … kedua … kedua akibat yang sangat negatif inilah yang antara lain menjadi salah satu sebab mengapa dunia secara internasional, bahkan juga praktik di dalam negeri kita sendiri telah berusaha mati-matian menolak penggusuran. Contoh-contoh yang saya sebut tadi mempunyai berbagai latar belakang, latar belakang kebencanaan di Aceh, latar belakang perbaikan sungai di Kota Solo, di Kota Surabaya, latar belakang pembangunan infrastruktur, pelabuhan di Kendari. Jadi, semua tipe inilah yang seantara lain menjadi sebab dari penggusuran yang kita ketahui di negeri kita. Dan ternyata dapat diselesaikan secara musyawarah. Alasan terakhir yang ingin disampaikan mengapa musyawarah ini perlu adalah karena selama ini tata ruang kita telah disusun tanpa partisipasi masyarakat sekali … sama sekali. Tiba-tiba masyarakat baru tahu, “Oh saya harus digusur karena ternyata tempat yang saya tinggal sekarang harus jadi pelabuhan, harus jadi pertamanan, dan seterusnya, dan seterusnya”. Beberapa tahun yang lampau, menurut survey yang kami lakukan, 98% penduduk Jakarta tidak mengetahui bahwa di Kota Jakarta sedang berlangsung proses penataan ruang yang kita sebut Rencana Tata 22
Ruang Wilayah Provinsi Jakarta. Artinya, kerugian yang diakibatkan pada warga adalah kemendadakan karena sama sekali tidak tahu terhadap rencana tata ruang yang sudah berlangsung itu. Artinya, sesuatu tata ruang yang sering dijadikan alasan untuk penggusuran ini adalah suatu pemaksaan tanpa partisipasi, kita tidak pernah tahu sebetulnya, apakah memang harus demikian tata ruangnya? Selain itu, apakah solusi tata ruang ini memang sudah yang paling adil dan sudah yang baik? 57.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waktunya, Pak Marco. Dipersingkat.
58.
AHLI DARI PEMOHON: MARCO KUSUMAWIJAYA Terima kasih, Pak, Yang Mulia Majelis Hakim. Saya rasa saya menutup, dengan demikian, penyampaian pandangan saya yang sebagian besar berdasarkan dari pengalaman dengan kesimpulan bahwa penggusuran paksa bukan saja telah ditolak di semua lembaga-lembaga internasional, tetapi juga dalam konteks kita sendiri, penggusuran paksa tidak lagi diperlukan. Karena kita telah mempunyai kesadaran dan praktik-praktik alternatif yang lebih baik. Terima kasih.
59.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Marco, silakan duduk dulu. Ibu Sri Palupi, saya persilakan. Bisa di sebelah kanan, tidak perlu takut dengan Pemerintah yang berpakai seragam.
60.
AHLI DARI PEMOHON: SRI PALUPI Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang terhormat Pemerintah dan DPR RI, yang terhormat Pemohon dan Kuasa Hukumnya, dan hadirin yang berbahagia. Sebelumnya, perkenalkan saya Sri Palupi. Saya peneliti di Institute For Ecosoc Rights dan saya pendiri dari lembaga ini juga sejak tahun 1990-an saya sudah bekerja untuk isu-isu hak asasi manusia, termasuk di dalamnya adalah hak-hak yang terkait dengan persoalan penggusuran. Saya banyak bergelut dengan persoalan korban penggusuran dan juga melakukan riset terkait dengan upaya-upaya untuk mengatasi persoalan ini, salah satunya riset yang kami lakukan adalah bagaimana ... membandingkan bagaimana Jakarta dan Bangkok menyelesaikan persoalan-persoalan kemiskinan dan penggusuran, dan juga persoalan tata kota mereka.
23
Nah, keterangan yang akan saya sampaikan mencakup 3 pokok bahasan. Yang pertama adalah Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi hak asasi Manusia. Yang kedua, hak atas tempat tinggal, dan kaitannya dengan hak atas tanah. Dan yang ketiga, tanggung jawab negara sesuai dengan standar HAM dalam persoalan penggusuran. Yang pertama adalah konstitusi sebagai hukum tertinggi lahir untuk melindungi hak asasi Manusia. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi hak asasi manusia yang memberikan prinsip dasar hak-hak warga negara yang harus dilindungi. Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia, manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif. Melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Nah, perubahan kedua Undang-Undang Dasar 1945 memuat materi penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan hak-hak dasar yang dimuat itu merupakan bentuk pengakuan negara dan jaminan perlindungan negara atas hak-hak atas warga negara. Dan salah satu hak yang dijamin pengakuan dan perlindungannya dalam konstitusi adalah hak untuk bertempat tinggal. Yang dimuat dalam Pasal 28H ayat (1), yaitu hak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Norma ada nilai hak asasi manusia mengandung beberapa prinsip. Yang pertama adalah prinsip kesetaraan bahwa hak asasi manusia berlaku untuk semuanya tanpa mempertimbangkan status, golongan, etnis, aliran politik, dan segalanya. Hak asasi manusia saling bergantung dan tidak bisa dibagi, pemenuhan hak yang satu mengandaikan terpenuhnya hak yang lain. Hak asasi manusia tidak bisa dicabut dan hak asasi manusia juga mengandaikan adanya partisipasi, dimana setiap manusia berhak untuk mendapatkan akses atas informasi dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan … yang mempengaruhi kehidupan mereka. Tidak terpenuhinya atau dilanggarnya satu hak akan berdampak pada tidak terpenuhinya hak-hak yang lain. Nah, pelaksanaan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 itu menciptakan persoalan terkait pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi. Di antaranya adalah hak atas tempat tinggal. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 ini membawa konsekuensi pada terjadinya penggusuran paksa yang meniadakan atau mengabaikan hak atas tempat tinggal dan karenanya melanggar hak asasi manusia. Pelanggaran atas hak tempat tinggal membawa dampak balik pelanggaran terhadap hak asasi lainnya karena semua hak asasi saling bergantung. Penggusuran paksa pada umumnya juga berdampak pada kondisi dimana korban dipaksa untuk masuk dalam kondisi kemiskinan
24
yang ekstrem yang berisiko pada hilangnya nyawa manusia seperti yang terjadi dalam banyak kasus penggusuran. Kami temukan penggusuran paksa yang terjadi selalu melibatkan hilangnya nyawa manusia, termasuk penggusuran yang terakhir misalnya yang di Bukit Duri, 3 orang kehilangan nyawa sebagai dampak dari penggusuran paksa. Artinya, penggusuran paksa juga berdampak pada pelanggaran hak untuk hidup serta hak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya yang dijamin dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penggusuran paksa yang dilakukan dengan kekerasan juga merupakan bentuk pelanggaran atas hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia sebagaimana dijamin dalam Pasal 28G ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Padahal hak untuk hidup dan hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan merendahkan derajat martabat manusia menurut UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28I ayat (1) adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Pasal 28I ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa untuk memajukan, menegakkan, dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Tahun 2005, Indonesia telah merativikasi dua covenant terkait dengan hak asasi manusia, yaitu covenant hak ekonomis sosial budaya dan covenant hak sipil politik. Dengan diratifikasinya dua covenant ini, maka Indonesia punya tanggung jawab internasional dalam pelaksanaan hak asasi manusia. Hak atas tempat tinggal yang layak dimuat dalam covenant hak ekonomi sosial budaya Pasal 11 ayat (1). Negara peserta perjanjian mengakui hak setiap orang akan suatu standar penghidupan yang layak bagi diri dan keluarganya termasuk makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang cukup dan perbaikan kondisi kehidupan yang terusmenerus. Sebagai negara pihak, Indonesia memiliki kewajiban untuk memastikan adanya realisasi progresif hak atas perumahan yang layak sambil memastikan tidak ada diskriminasi dengan alasan apa pun. Hak atas tempat tinggal yang layak ditarik dari standar hidup yang layak dan mengacu tidak hanya pada tempat tinggal melainkan tempat tinggal yang layak. Ukuran kelayakan sesuai dengan standar HAM internasional bukan sekadar adanya atap untuk berteduh, tetapi berdasarkan faktor sosial, ekonomi, budaya, iklim, ekologi, dan faktorfaktor yang lain sebagai berikut. 1. Standar kelayakan atas hak tempat tinggal harus memenuhi jaminan legalitas kepemilikan. Selain jenis kepemilikan, semua orang harus memiliki tingkat kepemilikan tertentu yang menjamin perlindungan
25
hukum terhadap pengusiran paksa, gangguan, dan bentuk ancaman yang lain, 2. ketersediaan akan berbagai layanan bahan fasilitas dan infrastruktur, 3. keterjangkauan dalam hal biaya, 4. layak huni, 5. bisa diakses oleh siapa pun termasuk yang paling rendah pendapatannya, 6. lokasi terbuka terhadap akses pekerjaan, pelayanan kesehatan, sekolah, pusat kesehatan anak, dan fasilitas publik, dan yang terakhir adalah, 7. kelayakan budaya. Hak atas tempat tinggal yang layak tidak boleh dipandang lepas dari hak asasi manusia yang lain. Hak untuk menolak perlakuan yang sewenang-wenang misalnya atau tindakan yang melanggar hukum atas privasi keluarga, rumah, atau korespodensi adalah dimensi yang paling penting dalam pengenalan hak atas tempat tinggal yang layak. Hak atas tempat tinggal yang layak, pada pokok bahasan yang kedua tidak bisa dilepaskan dengan akses atas tanah. Tanah merupakan elemen krusial dari hak atas tempat tinggal yang layak. Tempat tinggal yang tidak layak merupakan konsekuensi dari minimnya akses atas tanah dan fasilitas publik. Ketidakadilan dalam penguasaan lahan dan fenomena orang tak bertanah tidak hanya terkait erat dengan problem tempat tinggal tidak layak, tetapi juga berdampak pada minimnya sumber penghidupan, layanan kesehatan, rasa aman, ketidakamanan pangan, dan kemiskinan yang akut. Jaminan hak atas tanah, krusial dan sangat kritis bagi mayoritas warga yang hidup dan penghidupannya bergantung pada lahan, seperti misalnya pada masyarakat adat. Sementara dalam konteks perkotaan, pengakuan legal hak atas tanah penting bagi perlindungan hak atas tempat tinggal yang layak, termasuk akses atas layanan dasar dan sumber penghidupan terutama bagi kelompok miskin. Di kota, minim sekali atau bahkan tidak ada ruang bagi masyarakat miskin karena tingginya harga lahan dan perumahan, sementara hak atas tempat tinggal yang layak merupakan hak universal dan bukan hanya hak mereka yang berduit. Ketersediaan tanah perkotaan yang terbatas merupakan salah satu dari hambatan utama bagi sektor perumahan di Indonesia. Ketersediaan tanah perkotaan yang terbatas merupakan salah satu hambatan, ini terjadi karena komersialisasi tanah yang diikuti oleh spekulasi tanah dan monopoli tanah yang tidak terkontrol. Sebagai gambaran, tahun 1995 di Jabodetabek pengembang penguasa itu menguasai 96.000 hektare tanah dan itu baru bisa dimanfaatkan secara optimal baru pada tahun 2018. Artinya apa? Pemberian kuasa atas tanah di ... tidak dimanfaatkan secara optimal tetapi banyak ditelantarkan.
26
Menurut data Badan Pertanahan Nasional di Jakarta, bahkan ada satu warga yang memiliki tanah seluas 5,75 hektare yang terdiri dari 22 persil. Pembiaran pengusaan lahan oleh pihak swasta yang sedemikian luas itu menunjukkan kebijakan pertanahan tak mampu mencegah usaha spekulasi tanah dan kepemilikan lahan secara berlebihan. Situasi ini telah menjadi semakin parah dalam 15 tahun terakhir karena para pengembang swasta mendominasi pembangunan perkotaan di Indonesia. Komersialiasi tanah perkotaan yang diikuti oleh spekulasi tanah dan monopoli tanah yang tidak terkontrol memberikan kontribusi kepada harga tanah yang kian meroket, khususnya di perkotaan. Sehingga mengurangi keterjangakuan tanah bagi rumah tangga dengan penghasilan rendah. Sebagai gambaran, hanya kurang dari 7% produk perumahan yang berharga kurang dari Rp700.000.000,00. Mayoritas penduduk perkotaan tidak dapat membeli rumah dari pasar properti, sementara sebagian rumah yang dibangun oleh perusahaan pengembang ditargetkan untuk investasi spekulatif oleh 10% penduduk perkotaan. Studi yang dilakukan oleh Universitas Tarumanegara melaporkan bahwa di Jabodetabek pada dekade terakhir lebih dari 30 proyek real estate berskala besar yang menempati lahan lebih dari 30 hektare hanya diperuntukkan bagi 7% dari total penduduk selama periode tersebut, yaitu dari 10.000.000 penduduk. 61.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Maaf, waktunya Ibu Sri Palupi.
62.
AHLI DARI PEMOHON: SRI PALUPI Jadi, problem utama pemerintah dalam mewujudkan tempat tinggal itu bukan karena kurangnya sumber daya lahan, melainkan ketimpangan dalam penguasaan lahan. Nah, 80% dari perumahan di Indonesia itu dibangun secara swadaya, sementara 20% itu dibangun oleh sektor formal atau pengembang. Sementara 80% yang dibangun secara swadaya ini menghadapi persoalan ketidakamanan jaminan kepemilikan secara legal. Nah, yang ... maaf, yang terjadi adalah kelompok miskin adalah sudah merupakan korban dari kebijakan pertanahan yang tidak adil. Sementara dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 akan menempatkan kelompok miskin dalam posisi menjadi korban yang lebih parah lagi. Sudah termarginalkan dia akan lebih termarginalkan karena mereka menempati tanah-tanah yang tidak terjamin secara legal. Dan yang berikutnya adalah standar tanggung jawab negara terhadap penggurusan. 27
Penggusuran paksa dalam standar internasional HAM, termasuk pelanggaran berat HAM, bahkan dalam beberapa kasus, seperti yang terjadi misalnya di Afrika, penggusuran paksa sudah dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Ketidakadilan dalam distribusi lahan, menciptakan kondisi di mana sebagian besar masyarakat, khususnya yang miskin dan berpenghasilan rendah tidak mampu memiliki lahan dan karenanya tidak memiliki akses atas hak tempat tinggal. Saya berikan sebagai contoh, misalnya ini tanah 80% peruntukan lahan di Jakarta itu menyalahi tata ruang. Sebagai contoh di daerah Kelapa Gading, luas 1.288 hektare, dulunya adalah daerah resapan, kini berubah menjadi mal. Pantai Indah Kapuk 800 lebih hektare, dulu kawasan hutan lindung, sekarang menjadi pemukiman elite. Daerah Sunter hampir 1.500 hektare dulu resapan air, sekarang menjadi pemukiman elite. Hutan kota seluas 279 hektare dulu fasilitas publik, sekarang menjadi Hotel Mulia. Sementara komunitas-komunitas miskin yang hanya menempati secuil lahan menghadapi persoalan penggurusan. Negara dalam hal ini bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya penggusuran dan ketika penggusuran itu tidak bisa dihindarkan, ada tanggung jawab yang harus dipenuhi negara, yaitu bahwa penggusuran harus dilakukan sesuai dengan standar hak asasi manusia. Kewajiban negara dalam standar HAM yang pertama-tama adalah mencegah terjadinya penggusuran paksa. Karena dalam segala keadaan, penggusuran paksa tidak bisa dibenarkan. Kewajiban negara dalam mencegah penggusuran paksa, termasuk di antaranya adalah mencegah, menghindari, mengurangi penyebab utama dari penggusuran paksa, yaitu spekulasi harga tanah dan properti. Dan kewajiban negara sebelum penggusuran adalah mencari alternatifalternatif yang menghindarkan negara melakukan tindakan penggusuran, dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak dari penggusuran. Ketika penggusuran terjadi, negara harus hadir dan memastikan tidak terjadi pelanggaran dalam proses penggusuran. Dan ketika penggusuran sudah dijalankan, negara harus memastikan bahwa para korban penggusuran tidak dilanggar hak-haknya dan tidak ... penggusuran hanya bisa dibenarkan untuk tujuan menyejahterakan. Dan ketika dampak dari penggusuran, warga korban menjadi semakin miskin, maka penggusuran itu termasuk dalam kejahatan hak asasi manusia. Dan apa yang terjadi pada penggusuran yang terjadi di Indonesia, di Jakarta, dan di berbagai tempat di Indonesia, penggusuran sudah dilakukan dengan tidak memenuhi standar hak asasi manusia. Yang pertama, kita bisa lihat cara penggusuran diputuskan tanpa konsultasi, tanpa mencari alternatif untuk menghindarkan penggusuran. Kemudian cara penggusuran direncanakan tanpa pemberitahuan, tanpa kompensasi, dan adanya ketidakadilan. Cara penggusuran dilaksanakan 28
tanpa kompensasi, dilakukan dengan cara kekerasan, dan ada kondisi ketidakadilan. Penggusuran dilakukan dengan menggunakan gangguan, ancaman, kekerasan, dan tekanan. Dan akibat dari penggusuran adalah kondisi pemiskinan yang dihadapi oleh korban hingga kehilangan nyawa. Nah, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960, bukan hanya membuka peluang terjadinya penggusuran paksa, tetapi melegalkan terjadinya penggusuran paksa dan ini mendorong pemerintah untuk mengabaikan kewajiban terhadap hak asasi manusia. Dan undangundang ini telah bertentangan dengan konstitusi kita yang adalah untuk melindungi hak asasi manusia. Terima kasih. 63.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih, Bu Sri Palupi. Hampir 20 menit. Saya persilakan dari Pemohon, ada yang akan disampaikan? Silakan.
64.
KUASA HUKUM PEMOHON: JULIO CASTOR ACHMADI Baik, terima kasih, Yang Mulia. Saya ingin menanyakan dua hal kepada Bapak Marco. Yang pertama, dari pengalaman Bapak Marco di beberapa kota di Indonesia bahwa pembangunan partisipatif adalah pembangunan yang seharusnya dilakukan, bahkan penggusuran paksa bukanlah suatu pilihan lagi seharusnya. Namun, di banyak penggusuran, pemerintah menyatakan bahwa mereka telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Sebetulnya dalam tahap partisipatif, sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah ini sudah sampai tahap mana? Apakah sudah menggambarkan tindakan partisipatif masyarakat? Yang kedua adalah dalam beberapa penggusuran dan banyak justru penggusuran ini, pemerintah seringkali melupakan konteks sosialhistoris dan bahkan kultural. Mereka melupakan bahwa masyarakat yang tergusur adalah masyarakat adat yang timbul secara organik, maka pertanyaannya adalah dampak apa yang akan terjadi bila pemerintah terus melakukan penggusuran tanpa memperhatikan konteks-konteks tersebut. Terima kasih.
65.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, dari Pemerintah?
66.
PEMERINTAH: IING R. SADIKIN ARIFIN Terima kasih, Pak Ketua Majelis. Pak Marco, saya ingin pandangan dari Bapak. Yang Bapak terangkan itu apa? Proses relokasinya apa proses di Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1950, ya? Jadi, dua hal 29
yang berbeda memang. Nah, dulu Undang-Undang Nomor 51 PRP 1950 itu penguasa daerah. Nah, dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengenai penguasa daerah itu artinya bisa pemerintah provinsi maupun pemerintah kota/kabupaten, dalam hal ini terjadi kalau ini di DKI, ya, Pak? Jadi, memang kewenangan pemda di bidang pertanahan relokasi itu di situ di huruf j pembagian urusan pemerintahan bidang pertanahan, masalah ganti kerugian, dan santunan tanah untuk pembangunan. Memang pengadaan tanah itu ada dua, ya, Ibu. Ada yang untuk pembangunan, itu diatur Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, juga ada juga penyelesaian yang tidak termasuk objek dari kepentingan umum. Di sini … di penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk pembangunan daerah itu kewenangan provinsi. Memang kalau seseorang atau mempunyai tanah itu ada dua ya, ada yang bersertifikat, yang kedua yang tidak formal atau belum sertifikat. Nah, di Perpres 71 Tahun 2012 alas hak penguasaan tanah negara, seseorang, maupun badan hukum kalau itu tanah negara dibuktikan satu yang pertama adalah kalau hak itu sudah habis atau HGB, hak pakai yang masa berakhirnya sudah tidak lagi. Yang kedua adalah tanah kavling. Jadi, di situ namanya occupatie vergunning, jadi ada penunjukan kalau di DKI itu kavling. Yang kedua, objek LR. Tanah yang dulu dikenal dengan objek redistribusi dengan PP 224 Tahun 1961. Yang kedua adalah tanah yang diperoleh izin yang sah atau diperoleh dari izin penggarapan yang sah, itu jenis tanah negara. Juga ada tanah adat, kalau di Jakarta tanah adat dibuktikan namanya girik, ya. Girik dulu dikenal di ... kalau di daerah itu kitir [Sic!]. Yang kedua adalah verponding Indonesia adalah pajak girik perkotaan, yaitu dan, kalau di Sumatera mungkin Gran [Sic!]. Jadi, ini kalau terjadinya kan, di Jakarta, jadi memang pemda itu akan menyelesaikan dasarnya bukan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. Bagaimana merelokasi? Itu kewenangan di bidang pertanahan yang diserahkan kepada pemerintah daerah (...) 67.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, diringkas.
68.
PEMERINTAH: IING R. SADIKIN ARIFIN Itu saja, Pak Ketua Majelis. Terima kasih.
69.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, ini Pak Marco juga bingung, Pak Marco bukan ahli hukum. Pak Marco ahli tata kota. 30
70.
PEMERINTAH: IING R. SADIKIN ARIFIN Ya, makanya.
71.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi yang dijelaskan tadi kan yang berkenaan dengan bagaimana penggusuran dan pembangunan kota itu partisipatif kan intinya.
72.
PEMERINTAH: IING R. SADIKIN ARIFIN Ya, ya, betul. Jadi, masalah relokasi.
73.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi kalau enggak bisa dijawab juga enggak usah dijawab. Silakan.
74.
PEMERINTAH: IING R. SADIKIN ARIFIN Terima kasih, Pak.
75.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari hakim cukup? Oh, ada Prof. Maria. Silakan, Prof.
76.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Saya terbetik dengan pemaparannya Pak Marco karena saya, saya itu rumahnya di depan kali Pepe itu, Pak. Saya rumah nomor 10 dari Kretek itu, ya. Jadi, tadi kalau dikatakan kalau pembangunan itu kemudian di tanah-tanah dimana kemudian secara hukum tentunya itu melanggar, misalnya. Saya lihat dari belakang rumah saya itu kelihatannya kali itu, kali Pepe itu semakin sempit, ya, dan kemudian kalau kita lihat pada dari garis sepadan sungai itu kan, pasti ada batasannya berapa meter begitu. Nah, sekarang kalau dilaksanakan pembangunan secara partisipatif tadi, tidak ada tembusan, terus jadi mereka ditetapkan di sana, tidak dipindahkan. Kalau kita melihat, itu kan sepanjang ... itu kan banyak sekali, gitu. Kalau kemudian sudah menjorok pada garis sepadan sungai tentunya kan, tidak bisa sungai itu dipersempit terus, harus dialihkan, begitu. Dan ya, kalau kita melihat pada Laudato Si’ memang sangat bagus, ya, tapi dalam pelaksanaannya memang sangat sulit sekali, bagaimana tanah-tanah negara yang kemudian sudah diduduki oleh 31
orang-orang yang memang mula-mula bukan warga setempat. Karena di DKI ini kan urbanisasi banyak sekali. Tanah-tanah orang-orang yang kemudian menempati tempat-tempat di mana dulu adalah rel kereta api, sekarang dengan Pak Jokowi itu kan rel-rel kereta api yang sudah ada kemudian mau dikembangkan lagi, dibuka lagi. Padahal di situ sudah banyak orang yang kemudian tinggal di sana, sedangkan itu sangat panjang, padahal penggusuran itu tidak boleh mencabut lingkungan budaya itu. Tetapi kalau kita terbentur pada peraturan-peraturan yang ada dan mereka kemudian mau digusur, tapi sudah dikasih tahu dan kemudian tidak mau juga, begitu, terus bagaimana kita selalu akan mengemukakan dengan penggusuran yang partisipasif itu? Sudah dikasih tahu, sudah diberikan jadwal kapan mau digusur, tapi mereka tetap saja, dan mungkin juga karena mereka selalu mengatakan, “Ya, kompensasinya tidak memadai,” begitu. Tapi itu dalam skala yang sangat luas, rel kereta api itu tidak … tapi banyak sekali. Bagaimana kemungkinan untuk membuat suatu penyelesaian yang sebaik-baiknya? Terima kasih. 77.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Pak Pal.
78.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Pak Ketua. Sebenarnya ini pertanyaan sangat umum untuk Pak Marco. Saya mengikuti pandangan-pandangan Beliau, baik yang ditulis di berbagai media maupun dalam diskusi-diskusi publik, ya, itu memang menarik. Tapi sebagai satu asas saya kira, ya, sebagai satu prinsip dasar bahwa penggusuran adalah benar-benar last resort dan kalaupun last resort harus ada langkah-langkah tertentu. Itu barangkali adalah prinsip dasar yang bisa diterima. Yang mungkin begini, Pak Marco, kalau kita bandingkan, saya tidak ahli dalam bidang urban planning tentu saja, tapi ada pendapat yang mengatakan bahwa memang ada sangat berbeda antara suatu kota yang benar-benar sejak awal sudah mengikuti prinsip-prinsip urban planning dan kemudian sebuah kampung yang berkembang menjadi kota. Itu ada dua karakteristik pendekatan yang tentu berbeda. Kalau tidak salah bacaan saya atau pengetahuan saya tentang tadi yang disebut sebagai Kampung Improvement Program akhir 1960-an sampai 1970-an masa Gubernur Ali Sadikin. Itu adalah yang seperti di apa namanya … disampaikan oleh Pak Marco tadi, berusaha tidak menggusur tapi memperbaiki sanitasinya dan segala macam itu. Dalam kondisi seperti itu tentu barangkali tanah atau lahan belum menjadi problem. Yang mau saya tanyakan begini, dalam kondisi ketika yang terjadi adalah bukan … bukan apa … bukan yang well designed 32
city atau apa yang disebut sejak semula sudah direncanakan sebagai kota, misalnya Canberra sebagai contoh umpamanya begitu, ya. Tetapi adalah kampung yang berkembang menjadi kota. Adakah semacam tolerable level, adakah poin up tolerable level dari penggunaan upaya penggusuran sebagai the last resort itu? Sehingga karena tampaknya agak tidak masuk akal juga kalau itu tidak terjadi. Tapi poin up tolerable levelnya itu ada di mana, begitu ya? Tingkat penggusuran itu dari gagasan urban planning tentu saja, yang saya mau tanya Pak Marco. Itu saja, Pak Ketua. Terima kasih. 79.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Pak Marco, untuk Bu Sri Palupi enggak ada. Duduk saja bisa, Pak. Silakan.
80.
AHLI DARI PEMOHON: MARCO KUSUMAWIJAYA Majelis Hakim yang saya muliakan, Pemohon, dan Wakil dari Pemerintah. Terima kasih atas pertanyaan yang sebetulnya sebagian adalah masukan yang sangat berharga untuk kita pikirikan bersama. Barangkali justru harus dipikirkan lebih luas daripada persoalan pasal tentang penggusuran paksa ini. Saya tidak mungkin menjawab semuanya dengan lengkap, tapi saya mencoba membatasi pada yang saya ketahui. Pertama dari Pemohon ditanyakan bahwa beberapa penggusuran yang terjadi di Jakarta sudah melalui apa yang disebut proses sosialisasi. Ini pokok soal. Bagi saya partisipasi itu bukan sekadar sosialisasi. Sosialisasi adalah suatu istilah yang berarti keputusan sudah diambil dan disampaikan kepada masyarakat. Sementara yang kami maksud dengan partisipasi adalah masyarakat ikut terlibat dalam pembuatan keputusan. Ada berbagai kajian akademik tentang tingkatan-tingkatan partisipasi, bahkan dalam wacana yang terakhir kami cenderung untuk tidak lagi menggunakan kata partisipasi, tetapi menggunakan kata kolaborasi. Partisipasi itu artinya ada gaweannya orang lain terus kita terlibat dalam gaweannya orang lain. Ini yang menurut saya sudah ketinggalan zaman. Jadi, seringkali penggusuran tadi saya sampaikan alas hukumnya adalah tata ruang tapi tata ruang itu tidak dilakukan secara partisipatif atau kolaboratif. Jadi, masyarakat sebenarnya tidak tahu, “Mengapa kampung saya harus jadi hijau? Mengapa kampung saya harus jadi pelebaran sungai? Mengapa kampung saya harus jadi taman?” Tentu saja kita harus membedakan dua perdebatan yang berbeda. Satu, perdebatan yang substansi tentang tata ruang itu sendiri. Jadi, apakah benar itu harus jadi hijau? Apakah benar sungai di situ harus dilebarkan? Apakah benar di situ harus dan lain-lain, harus jadi rumah sakit, harus jadi jalan, dan sebagainya. Itu perdebatan substansi. 33
Tapi, saya mau katakan bahwa di mana-mana sekarang kebijakan dibuat dengan mencakup pengetahuan, justru dari penduduk setempat. Orang yang paling ahli tentang kehidupannya, tentang lingkungan tempat tinggalnya adalah warga itu sendiri. Tapi, ini persoalan yang saya sebut lebih besar, yaitu persoalan tata ruang kita yang tidak partisipatif. Apakah ... tentu Majelis Hakim dan Saudara-Saudara semua bertanya-tanya. Apakah keputusan yang tidak partisipatif ini tidak bisa dianggap baik? Kenyatannya tidak, Pak. Dua hal. Satu, pada level teknis. Tidak usah diperdebatkan. Maksudnya tidak usah diperdebatkan, tentu saja secara teknis tidak ada pengetahuannya, cukup dari sekadar suatu konsultan dengan birokrasi teknis pemerintah memutuskan persoalan yang sangat kompleks. Kedua, ini persoalannya. Tata ruang itu bukan persoalan teknis atau teknokratis. Tata ruang adalah persoalan politis karena menyangkut hak-hak warga. Misalnya, ketika pemerintah menentukan bahwa sepanjang Jalan Thamrin-Sudirman, bangunan boleh 50 lantai, tetapi di tempat tinggal saya yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari Jalan Thamrin, saya tidak boleh membangun lebih dari dua lantai. Apa keputusan itu bisa dibuat secara sepihak? Yang Mulia Majelis Hakim dan Hadirin Yang Mulia yang saya hormati semua. Dampak dari keputusan seperti itu besar sekali. Kalau kita punya sebidang tanah dan di atas sebidang tanah itu diizinkan membangun 50 lantai, maka saya sudah bisa membayangkan keuntungan ratusan triliun. Tapi pada saat yang sama, kavling yang hanya boleh dibangun dua lantai, saya tidak bisa membayangkan keuntungan beberapa ratus juta lebih dari itu. Lalu alasannya teknis sering dikemukakan, “Lho, Jalan Thamrin kan lebih besar daripada jalan di depan rumah saya.” Tapi jangan lupa, Jalan Thamrin diperbesar karena juga adalah keputusan politik. Saya bisa menuntut, “Oh, kalau begitu, jalan depan rumah saya diperbesar dong, supaya nilai rumah saya naik.” Ini masalah luas, tapi saya hanya mau memberi satu contoh. Karena itu, orang Amerika merancang Pulau Manhattan semuanya kotakkotak. Jalannya tadinya semuanya sama lebarnya karena asas keadilan yang diakibatkan oleh penataan ruang. Penataan ruang, bukan persoalan teknokratis. Penataan ruang adalah persoalan politis karena menyangkut distribusi sumber daya, ruang. Minimal lahan di atas ruang itu berada adalah suatu sumber daya karena itu pembagiannya harus adil. Pembagian atas lahan, bukan hanya sekadar lokasinya, tetapi atribut yang diberikan padanya. Atribut itu yang tadi saya sebutkan, berapa lantai boleh dibangun di situ, infrastruktur apa yang akan diberikan, dan kemudian berapa banyak orang yang boleh tinggal di situ. Atribut-atribut inilah yang mengubah nilai lahan yang tidak bertambah, tidak berkurang, tapi berubah dari waktu ke waktu karena proses campur tangan keputusan34
keputusan publik. Nah, kalau keputusan-keputusan publiknya itu tidak partisipatif, bagaimana kita bisa menjamin keadilan? Tadi kemudian ditanya persoalan konteks social culture. Apa dampak kalau ini tidak diperhatikan? Saya rasa ini terkait dengan pertanyaan dari Prof. Yang Mulia Ibu Maria bahwa migrasi itu ada yang disebut reasons, tapi ada yang lama sekali. Akan sulit kita membuat generalisasi dengan serta-merta. Kalau kita melihat Kampung Duri, kita melihat Kampung Pulo di Jakarta, di Kali PP, itu mereka punya sejarah yang panjang yang dalam definisi hukum yang tadi saya dengar, barangkali dapat digunakan lebih dari 20 tahun. Karena kita tidak bisa membuat generalisasi yang serta-merta itulah, maka proses partisipasi itu penting. Sebab melalui proses partisipasi, kita akan mengetahui secara lebih spesifik keadaan-keadaan setiap kampung. Persoalannya, ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Persoalan ini terjadi pada umumnya di negara-negara pascakolonial, pascapendidikan ... pascapenjajahan. Karena apa? Penjajahan telah menyebabkan suatu interupsi dalam perkembangan pengetahuan kita dan perkembangan ke masyarakat kita sendiri. Itu sebabnya ... saya bukan ahli hukum, tapi saya mendengar zaman kolonial ada Undang-Undang Agraris Tahun 1870 yang bersifat tidak … begitu tidak adil. Dan karena itu, kita koreksi dengan UndangUndang Pokok Agraria Tahun 1960 supaya menjadi adil supaya mengakui hak-hak adat dan seterusnya, dan seterusnya yang tentu saja tidak punya surat. Masa kita mengharapkan jutaan orang di Papua, jutaan orang di Kalimantan serta-merta punya pendaftaran tanah, gitu. Soal yang lebih teknis, Yang Mulia Hakim Ibu Maria yang saya hormati, sungai dan pada umumnya lingkungan di perkotaan kita memang harus diperbaiki, tidak ... tidak ada yang dapat menyangkal itu. Tetapi, perbaikan lingkungan tidak bisa dilakukan hanya dengan memperhatikan lingkungan itu sendiri tanpa memperhatikan orang-orang yang bermukim di tempat yang bersangkutan. Pendekatan yang kita sebut sekarang pendekatan ekososial, harus sekaligus. Kalau kita hanya memperbaiki keadaan lingkungan tanpa menyelesaikan persoalan manusianya, maka akan menimbulkan masalah yang kita alami sekarang, serta-merta orang merasa tidak adil, dan seterusnya, dan seterusnya. Pertanyaannya, apakah pendekatan ekososial dapat dilakukan sekaligus? Tadi saya sudah menyebutkan contoh di Kali Stren Surabaya. Saya sebutkan bahwa warga sesudah melalui proses partisipasi, memutuskan sendiri dengan bantuan para ahli untuk mundur dari Stren Kali antara tiga sampai lima meter. Supaya apa? Supaya kepentingan umum untuk memperbaiki sungai lewai sepanjang sungai, maintenance
35
istilahnya, dapat dilakukan. Tapi pada saat yang sama, mereka juga memperbaiki perumahannya. Di Surabaya, memang masih ada perbedaan pandangan antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kota. Pemerintah provinsi mengizinkan, pemerintah kota masih bertanya-tanya. Pertanyaan teknisnya, memang tidak di semua lokasi orang bisa mundur begitu saja sebab ada lokasi yang demikian sempit sehingga kalau orang mundur, ya, habis tanahnya, begitu, ya. Sekali lagi, tentu ada. Nah, dalam keadaan demikian, mohon maaf kalau saya menjadi sedikit teknis karena memang pertanyaannya teknis. Kalau dalam keadaan demikian, maka kita harus melakukan perbaikan kawasan permukiman yang lebih luas lagi sehingga kawan-kawan yang karena misalnya harus mundur, lalu tidak atau nabrak rumah orang di belakang, maka kita harus menata, termasuk yang di belakang orang ini sehingga dia tetap mundur dan dapat hunian juga di lahan di belakangnya dengan proses yang disebut land consolidation. Land consolidation artinya para pemilik lahan yang terpecah-pecah satu-satu dikumpulkan bersamasama, lalu dirancang secara sekaligus, kemudian baru dibagi-bagi lagi sesuai dengan perhitungan yang rasional. Perhitungan yang rasional yang paling penting adalah perhitungan atas apa yang disebut future value (nilai dari masa depan) sesudah ditata. Dan ini tidak harus berupa lahan, tapi bisa berupa hak atas milik bersama dan milik pribadi. Kan, kita sudah punya Undang-Undang Rumah Susun yang membagi kepemilikan atas milik pribadi dan milik bersama. Jadi kalau saya tadinya punya lahan sekian meter, itu dihitung nilainya. Nanti kalau sudah ditata, diperkirakan. Ada ilmunya. Kemudian, ketika rumah susun dibangun, saya akan mendapatkan sebagian unit rumah susun plus sekian bagian dari tanah keseluruhan itu sesuai dengan proporsi atas dasar nilai dari tanah saya sebelumnya dihitung terhadap ke ... ke masa depan. Jadi, ada teknis-teknis demikian. Mohon maaf terlalu detail. Tapi intinya, penggusuran paksa tidak diperlukan justru karena ada teknis-teknis ini. Saya berharap Yang Mulia Majelis Hakim jangan khawatir soal-soal teknis ini, khawatirlah pada persoalan prinsip bahwa penggusuran paksa memiskinkan orang, merugikan orang karena proses disposition dan karena proses displacement. Bagaimana melakukannya? Saya hanya menyebut tadi lima contoh yang saya terlibat langsung. Satu contoh saya sering pelajari karena ada di Thailand, tapi justru terinspirasi oleh prestasi bangsa Indonesia sendiri, yaitu kampung improvement program. Betul kata Yang Mulia Ketua Majelis tadi bahwa pertanyaan dari Pihak Pemerintah saya rasa bukan pertanyaan, tapi penjelasan tentang ganti rugi dan sebagainya. Hanya satu hal saya ingin katakan. Yang harus diganti rugi itu bukan hanya soal hak atas tanah, tapi juga rumah. Bangunan di atas tanah adalah dua hal yang ... adalah dua hal yang 36
sangat berbeda. Dan bagi rakyat kita yang miskin di kota-kota kita, rumah itu tabungan seumur hidup, Pak. Menghilangkan rumah itu betulbetul merugikan. Belum lagi soal pekerjaan yang tadi disampaikan oleh Ibu Sri Palupi, hak-hak pekerjaan, hak-hak sosial lainnya, gitu. Pak … Yang Mulia Pak Palguna mempertanyakan soal penggusuran sebagai last resort apakah ada semacam toleran, ambang toleran yang dimungkinkan? Pertama, saya rasa masih perlu kita jelas tentang kata-kata yang aneh-aneh ini, relokasi, penggusuran, penggeseran, dan seterusnya. Yang kita bicarakan di sini yang dimohonkan oleh teman-teman adalah penggusuran paksa jangan dilakukan. Prioritas lingkungan orang diperbaiki, huniannya diperbaiki, orang bisa tinggal kurang lebih di tempat yang sama. Relatif dalam pengertian dia tidak tercerabut dari jaringan sosialnya, dari jarangan … jaringan ekonominya, dan seterusnya. Kalau kemudian dipindahkan sedikit, misalnya kata la … yang tadi saya contohkan di Kendari, di Pulau Bungku Topo, mereka pindah 500 meter, tetapi dalam konteks nelayan yang penting mereka punya akses ke laut dan … karena itu dapat tetap dapat melakukan penghasilannya sebagai nelayan. Itu yang dimaksud dengan relatif. Di dalam kota seperti Jakarta, orang yang tinggal di Bukit Duri, mengapa mereka tinggal di situ? Karena mereka punya pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan Stasiun Manggarai dan sejumlah lapangan pekerjaan yang tersedia di situ. Relokasi digunakan untuk mengatakan suatu proses yang menyeluruh. Orang dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain yang sudah disediakan. Kalau dalam hal ini kita semua berpikir tentang apa yang dilakukan di Jakarta, maka sudah ada penelitian yang menunjukkan bahwa itu merudinkan. Ada banyak, ada film, ada research, ada penelitian oleh LBH sendiri tentang bagaimana relokasi 28 km merudinkan. Persis karena orang yang tercerabut dari jaringan social, dan jaringan ekonominya, dan karena itu melanggar hak-hak asasi dalam bidang ekonomi dan sosial. Jadi, toleran atau tidak itu, Pak. Ambang toleran itu persoalannya bukan sesuatu yang perlu ditentukan secara absolut, sekian itu, tidak, Pak, tapi itu ditentukan melalui proses partisipatif. Seringkali orang menggunakan contoh Singapura, bukankah semua orang Singapura dipindahkan ke rumah susun? Tapi, dua catatan, Pak. Satu, rumah susun itu yang dibangun di Sumatera … di … di Singapura itu, direncakan dalam keseluruhan kota sehingga semua orang yang tinggal di rumah susun itu mempunyai akses ke sistem angkutan umum maksimum 20 menit. Lalu, mempunyai akses kepada pelayanan umum, mempunyai akses ke pekerjaan. Meskipun pada awalnya di tahun 1970-an, banyak orang bunuh diri karena proses awal yang juga sangat menyakitkan.
37
Kedua, hal yang paling penting adalah pada saat yang bersamaan Pemerintah Singapura menciptakan sistem pendanaan yang disebut central provident fund setiap warga negara Singapura wajib menabung dan dengan uang itulah mereka dapat membayar rumah-rumah susun yang dibangun oleh pemerintah dengan harga separuh dari yang bangun swasta dengan mencicil dan karena itu hak 99 tahun. Di Singapura ini tidak disebut hak milik juga, tetapi pokoknya orang mempunyai keterjaminan 99 tahun. Ini hal yang juga dikatakan oleh badan-badan dunia bahwa yang penting adalah security of tenure (keterjaminan), 20 tahun, 40 tahun orang bisa mengasuh anak, membesarkan keluarga dengan baik. Jadi, relokasi dalam praktik itu tidak bisa dibandingkan dengan negara-negara seperti Singapura, atau Taiwan, atau Korea Selatan. Catatan terkahir adalah negara-negara ini menyelesaikan masalah perumahan rakyatnya bukan ketika mereka sudah kaya, mereka memulai program perumahan mereka ketika mereka mulai membangun. Kita seharusnya memulainya … saya tidak tahu mau dihitung dari tahun 1955 atau mau dihitung dari tahun 1965 dan mereka relatif berhasil menyelesaikan masalah itu, sebelum mereka sekaya sekarang. Karena ada kesungguhan. Jadi, pelajarannya bagi kita adalah memang masalah penggusuran tidak bisa dilepas dari masalah program pembangunan perumahan dan perbaikan kota kita secara bersama-sama, plus lagi program perbaikan lingkungan kita. Tantangan ini besar, mungkin ada banyak lagi undang-undang yang harus di nilai oleh Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia. Tapi, marilah kita mulai dengan mencabut pasal yang mengizinkan pemerintah melakukan penggusuran paksa karena ini sudah tidak diperlukan lagi dan ini menimbulkan bencana, menimbulkan kerudinan, menimbulkan kedisplacement, yang memiskinkan rakyat kita. Jangan lupa rak … 80% dari masalah perumahan rakyat kita diselesaikan sendiri oleh mereka, mengapa? Karena pemerintah belum berhasil. Saya tidak ingin mengatakan gagal, saya tidak juga bermaksud menyerang pemerintah. Tapi saya mau mengatakan banyak negara juga belum berhasil tapi jangan karena kegagalan kita, kita juga menutup cara-cara rakyat kita untuk menolong dirinya sendiri. Kita harus bantu mereka dan itu sudah benar, penggusuran hanya boleh dilakukan kalau itu meningkatkan kehidupan orang dan itu bisa diukur, bisa dihitung, penelitian sudah banyak. Celakanya memang yang terjadi sekarang tidak memperhatikan hasil penelitian, tidak memperhasilkan ... tidak memperhatikan deklarasi PBB, deklarasi bahkan bank dunia, dan seterusnya. Kita hanya perlu lebih serius, Pak, dan pengetahuan itu ada. Dan karena itu, meskipun saya berterima kasih dan saya senang Majelis Hakim, beberapa Anggota memperhatikan hal-hal yang teknis, tapi jangan khawatir, yang penting cabut dulu dasar hukum yang 38
menyebabkan penggusuran paksa dapat dilakukan, itu berbahaya, selebihnya pasti akan ada banyak undang-undang lagi kita harus ubah untuk kita memungkinkan menyelesaikan masalah perumahan rakyat kita tanpa harus menunggu kita kaya. Taiwan, Singapura, Korea Selatan, Jepang melakukannya di awal pembangunan mereka dalam waktu 10-20 tahun berhasil. Bahkan Sri Langka sebelum tahun 1980-an berhasil, tetapi karena rusak karena perang saudara yang insya Allah kita tidak terjadi. Mudah-mudahan jawaban saya dapat sedikit menambah penjelasan, mohon maaf atas kurang lebihnya. 81.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Marco, begitu juga Ibu Sri Palupi yang telah memberikan keterangan di Mahkamah. Saya akan menanyakan kepada Pemohon, apa masih mengajukan Ahli atau Saksi?
82.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALLDO FELIX JANVARDY Maaf, sepertinya Ibu Sri masih ingin mengutarakan pendapat.
83.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, enggak ada pertanyaan.
84.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALLDO FELIX JANVARDY Oke.
85.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sudah kita nilai (...)
86.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALLDO FELIX JANVARDY Oke. Ya.
87.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, ya?
88.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALLDO FELIX JANVARDY Kami masih ingin mengajukan saksi, Majelis. 39
89.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Ahli atau saksi?
90.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALLDO FELIX JANVARDY Saksi, satu pembuat film dokumenter yang sudah melaksanakan ekspedisi Indonesia biru (...)
91.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Itu bisa filmnya diserahkan saja, nanti kita putar sendiri.
92.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALLDO FELIX JANVARDY Beliau akan menampilkan 15 menit, potongan-potongan saja dengan memberikan keterangan.
93.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Hanya satu itu?
94.
KUASA HUKUM PEMOHON: ALLDO FELIX JANVARDY Ya. Dan dua lagi korban penggusuran, Majelis.
95.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari Pemerintah mengajukan saksi atau ahli?
96.
PEMERINTAH: ERWIN FAUZI Pemerintah mengajukan dua ahli, Yang Mulia.
97.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dua ahli, ya. Baik. Sidang yang berikutnya saja. Kalau gitu, kita selesaikan untuk Pemohon dulu, ya. Pemohon du ... tiga saksi berarti, ya? Tiga saksi akan kita dengar terlebih dahulu. Sidang yang akan datang Selasa, 14 Februari 2017 pada pukul 11.00 WIB untuk mendengarkan keterangan DPR kalau hadir, dan tiga orang saksi dari Pemohon, untuk ahli dua orang dari Pemerintah, nanti setelah Pemohon selesai. Ya.
40
Baik, sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13.12 WIB Jakarta, 6 Februari 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
41