MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 81/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA SELASA, 4 OKTOBER 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 81/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara [Pasal 2 huruf e] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Nico Indra Sakti ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Selasa, 4 Oktober 2016 Pukul 14.59 – 15.44 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Manahan MP Sitompul 2) Patrialis Akbar 3) Maria Farida Indrati Ida Ria Tambunan
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Nico Indra Sakti
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.59 WIB 1.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Sidang dalam Perkara Permohonan Nomor 81/PUU-XIV/2016 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Baik, selamat siang kepada Saudara Pemohon. Dipersilakan kepada Pemohon untuk memperkenalkan diri lebih dahulu. Silakan. Miknya dihidupkan!
2.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Yang Mulia Ketua Majelis dan Anggota Majelis Mahkamah Konstitusi, yang terhormat Para Hadirin. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera bagi kita semua. Terlebih dahulu saya perkenalkan diri, Nico Indra Sakti, S.H., M.Kn., warga negara Indonesia, karyawan BUMN dan Anggota Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia. Berdomisili di Jalan Tebet Timur Dalam 9E, Nomor 41, RT 10, RW 09, Kelurahan Tebet Timur, Kecamatan Tebet, Jakarta, 12820. Sebagai Pemohon atau Prinsipal.
3.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik, terima kasih. Jadi langsung Pemohon sendiri yang hadir, ya, tanpa kuasa, seperti itu. Baiklah, jadi kepada Pemohon kami mohon agar memberikan penjelasan dan menyampaikan apa yang menjadi permohonan ... inti dari permohonan Saudara ini. Jadi tidak perlu seluruhnya dibacakan dan inti-intinya saja, nanti tiba ke petitumnya nanti baru itu dibacakan secara keseluruhan. Silakan.
4.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Terima kasih, Yang Mulia. Bahwa Pemohon Prinsipal adalah korban dari pelanggaran asas imparsial yang dilakukan oleh Oknum Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menerbitkan dua keputusan ilegal yang bertentangan dengan keputusan majelis hakim atau bersifat mengintervensi kemerdekaan kekuasaan kehakiman sebagaimana diatur Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Keputusan inkonstitusional Oknum KPN Jakarta Selatan disebabkan kekeliruan mengartikan frasa atas dasar pada Pasal 2 huruf e Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang1
Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, untuk selanjutnya disebut Undang-Undang PTUN yang selengkapnya berbunyi, “Tidak termasuk dalam pengertian keputusan tata usaha negara menurut undang-undang ini. e, keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Frasa atas dasar diartikan hanya sebatas adanya suatu putusan pengadilan, bukan sesuai dengan hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menguji bahwa keputusan Oknum KPN Jakarta Selatan adalah ilegal, Pemohon harus kembali dihadapkan lagi dengan kekeliruan penafsiran frasa atas dasar ayat a quo oleh Badan Pengawas Peradilan baik internal dan eksternal bahkan oleh peradilan tata usaha negara, sehingga Pemohon tidak dapat menyelesaikan secara administratif maupun secara hukum tindakan inkonstitusional Oknum KPN Jakarta Selatan. Dengan demikian, hak konstitusional Pemohon untuk menerapkan prinsip negara hukum, prinsip kepastian hukum, dan larangan intervensi terhadap kemerdekaan kekuasaan kehakiman, prinsip equal before the law, dan anti diskriminasi dihalangi, dibatasi, dan dihilangkan oleh Institut Pengawas Peradilan maupun peradilan tata usaha negara. Fakta hukum, Oknum Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerbitkan dua keputusan tata usaha negara ilegal yang bertentangan dengan keputusan majelis hakim atau mengintervensi kemerdekaan kekuasaan kehakiman sebagaimana keputusan ilegal pertama vide surat Nomor 464, tanggal 14 Maret 2012, perihal Permohonan Klarifikasi Berita Acara Pencabutan Sita Jaminan Oknum Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan menolak untuk melaksanakan eksekusi Putusan Perkara Nomor 303 berkekuatan hukum tetap dengan alasan bahwa eksekusi atas Perkara Nomor 303 telah selesai dengan adanya perdamaian. Pemohon beranggapan bahwa keputusan a quo adalah ilegal, tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan badan peradilan atau bertentangan dengan Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN, melanggar peraturan perundang-undangan. 1. Oknum KPN Jakarta Selatan menjadikan kesepakatan perdamaian tertanggal 29 Maret 2005 antara orang tua Pemohon dengan salah satu lawan berperkara dibuat di bawah tangan, dilegalisasi notaris sebagai dasar keputusannya. Oknum KPN Jaksel mengesampingkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang membedakan kesepakatan perdamaian dengan akta perdamaian. Bahwa kesepakatan perdamaian tertanggal 29 Maret 2005 adalah perjanjian yang belum selesai, belum dikukuhkan sebagai putusan perdamaian oleh Majelis Hakim atau diterapkan sebagai akta perdamaian. Sehingga nyata-nyata dokumen tersebut bukanlah merupakan akta perdamaian yang memiliki kekuatan eksekutorial. 2
2. Berdasarkan Perma Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan sebagai peraturan pelaksanaan hukum acara perdata Pasal 130 HIR, akta perdamaian adalah kesepakatan perdamaian yang telah berakhir dan telah dikukuhkan atau ditetapkan oleh Majelis Hakim atau ketua pengadilan sebagai putusan perdamaian atau penetapan perdamaian, sehingga memiliki kekuatan eksekutorial. Dengan demikian, Oknum KPN Jakarta Selatan telah memanipulasi kesepakatan perdamaian jadi akta perdamaian. 3. Bahwa sesungguhnya dokumen kesepakatan perdamaian tanggal 29 Maret 2005 telah dianulir terlebih dahulu oleh keputusan majelis hakim kasasi dengan terbitnya putusan kasasi pada tanggal 15 Februari 2006, registrasi Perkara Nomor 2876K/PERDATA/2003. 4. KPN Jakarta Selatan sepatutnya mendahulukan pelaksanaan hasil pemeriksaan badan peradilan yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, kekuatan mengikat, dan kekuatan eksekutorial. Bukan melaksanakan suatu perjanjian di bawah tangan yang belum berakhir dan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial. Sehingga keputusan Oknum KPN Jakarta Selatan menyebabkan bukti nyata terjadinya pelanggaran asas imparsial dan intervensi terhadap kemerdekaan kekuasaan kehakiman atau merupakan putusan yang inkonstitusional. B. Demikian pula putusan ilegal berikutnya. KPN Jakarta Selatan kembali menerbitkan keputusan ilegal vide surat tertanggal 31 Mei 2012 Nomor 1052 tanpa dasar hukum menolak permohonan pelaksanaan rehabilitasi hak orang tua Pemohon atas putusan pelaksanaan … atas pelaksanaan putusan serta-merta pada Perkara Nomor 155, yaitu gugatan tentang perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh lawan terperkara terhadap orang tua Pemohon yang dikoreksi oleh putusan banding, putusan kasasi menguatkan putusan banding, maupun putusan peninjauan kembali yang menguatkan putusan kasasi yang pada akhirnya memenangkan orang tua Pemohon. Bahwa kedua keputusan ilegal Oknum KPN Jakarta Selatan menjadikan tindak pidana penipuan dan penggelapan objek perkara yang dilakukan oleh lawan terperkara nyaris seolah-olah menjadi legal yang sempurna. Sikap Oknum KPN Jakarta Selatan di masyarakat umum dikenal sebagai praktik jual beli perkara atau praktik ilegal mafia peradilan. Pemohon tidak dapat menyelesaikan secara administratif terhadap kedua keputusan ilegal Oknum KPN Jakarta Selatan karena lembaga pengawas internal maupun eksternal peradilan justru membenarkan keputusan Oknum KPN Jakarta Selatan sebagaimana, satu, keputusan fiktif negatif Ketua Pengadilan Negeri Jakarta… maaf, keputusan fiktif negatif Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta selaku pengawas melekat dan keputusan kepala badan pengawas … dan Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI.
3
Selanjutnya, Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 505 malah menyatakan bahwa laporan pengaduan Pemohon tidak terbukti. Demikian pula Keputusan Komisi Yudisial Nomor 71 tanggal 9 Juli 2013 juga menyatakan bahwa laporan pengaduan masyarakat Pemohon tidak terbukti. Dengan demikian, keputusan lembaga pengawas peradilan a quo yang membenarkan keputusan Oknum KPN Jakarta Selatan sesungguhnya secara tidak langsung juga mengintervensi kemerdekaan kekuasaan kehakiman atau merupakan keputusan yang inkonstitusional pula. Hak konstitusional Pemohon untuk melaksanakan prinsip negara hukum, prinsip kepastian hukum, dan larangan intervensi terhadap kemerdekaan kekuasaan kehakiman, dan prinsip equal before the law, serta prinsip anti-diskriminasi nyata-nyata dihalangi, dibatasi, dan dihilangkan karena Pemohon tidak dapat menguji secara hukum keputusan ilegal Oknum KPN Jakarta Selatan, keputusan fiktif negatif Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan kabawas di peradilan tata usaha negara. Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta pada sidang pemeriksaan telah menerbitkan keputusan dismissal vide Penetapan Nomor 29 yang dikuatkan oleh majelis hakim perlawanan vide Putusan Nomor 29/(suara tidak terdengar jelas) dan majelis hakim peninjauan kembali Nomor 38/PKTUN/2014. Tragisnya lagi Peradilan Tata Usaha Negara Jakarta menjadikan Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN untuk menolak memeriksa perkara Pemohon. Dalam kasus in litis tidak perlu fungsinya mekanisme penyelesaian secara administrasi maupun secara hukum sengketa antara warga negara terhadap keputusan ilegal oknum pejabat tata usaha negara organ judikatif. Lebih disebabkan frasa atas dasar pada Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN memiliki makna ambigu (tidak jelas) dan multitafsir, sehingga dapat diartikan lain oleh lembaga pengawasan, pengadilan, maupun lembaga peradilan. Pemohon telah … pernah mengajukan permohonan uji materiilnya, sebelumnya tercatat pada Perkara Nomor 113, yang berupaya mengeliminasi pasal a quo karena lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya saat itu. Dan dalam kesempatan ini, Pemohon memperbaiki kekeliruan sebelumnya mengajukan permohonan penafsiran bersyarat konstitusional untuk memperkuat landasan konstitusional Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN terhadap Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 juncto Pasal 24 ayat (1) juncto Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 28D ayat (1) juncto Pasal 28I ayat (2) dengan penambahan batu uji Pasal 28H ayat (4). Dengan demikian permohonan ini tidak melanggar asas nebis in idem. Dengan diajukannya permohonan penafsiran konstitusional bersyarat Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN, Pemohon berharap terhadap keputusan ilegal berikutnya Oknum Ketua Pengadilan Jakarta 4
Selatan yang mengintervensi kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Meskipun tidak dapat diselesaikan secara administratif, minimal Pemohon dapat menyelesaikan secara hukum di peradilan tata usaha negara. Berdasarkan hal tersebut dan kepentingan Pemohon yang Pemohon miliki, Pemohon memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan penafsiran konstitusional bersyarat ini. Keputusan ilegal Oknum KPN Jakarta Selatan sepatutnya dapat diselesaikan secara administratif dan hukum. Mengingat berdasarkan hasil Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung di Manado tahun 2012, tanggal 8 Oktober 2012, paparan Ketua Muda Pidana Khusus Yang Mulia Bapak Joko Sarwoko, S.H., M.H., makalah berjudul Rumusan Hukum
Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung dan jawaban Atas Beberapa Pertanyaan Dari Daerah. “Pasal 7 menegaskan bahwa hakim pengadilan
negeri tidak berwenang untuk menetapkan nonexecutable terhadap putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berkekuatan hukum tetap. Hakim yang menetapkan semacam itu dapat dikategorikan sebagai telah melakukan unprofessional condact karena telah melampaui batas kewenanganya.” Dua. Contoh kasus untuk menyelesaikan permasalahan tersebut pernah terjadi. Adanya keputusan ilegal Ketua Pengadilan Negeri Ambon yang menerbitkan Penetapan Nomor 37/Pidana.P/2012 tanggal 10 April 2012 yang menganulir pemeriksaan badan peradilan berkekuatan hukum tetap. KPN Negeri Ambon menetapkan bahwa Putusan Kasasi MAHKAMAH Agung Nomor 161, tanggal 10 April 2012, yang menghukum almarhum TD Tenggo, S.H., M.H., mantan Bupati Kepulauan Aru. Tidak memiliki kekuatan eksekusi (non eksekutorial-non executable). Pelampauan kewenangan Ketua Pengadilan Negeri Ambon dapat diselesaikan antar lembaga melalui Surat Kepala Kejaksaan Negeri Dobu kepada Mahkamah Agung Nomor B353/S1-16/2012, tanggal 25 September. Dengan penyelesaian berupa Penetapan Nomor 01 BKMA.Y/PEN/10/2012, tanggal 25 Oktober 2012, pada sidang yang dipimpin oleh Hakim Agung Ketua Muda Tata Usaha Negara membatalkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Ambon a quo. Upaya hukum Pemohon untuk membuktikan bahwa keputusan oknum pejabat tata usaha negara pada organ executive yang mengesampingkan putusan pengadilan berkekuatan hukum adalah ilegal. Yaitu gugatan terhadap Kepala Badan Pertanahan RI atau Menteri Agraria dan Tata Ruang RI dan Kepala Kantor Agraria Jakarta Selatan.
5.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Kepada Pemohon, intinya Majelis sudah … apa namanya … sudah mengerti.
5
6.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Memahami.
7.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Sudah memahami. Silakan saja kepada petitumnya agar kita mengerti apa yang dimaksud. Terima kasih.
8.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Konstitusi mengatur bahwa perubahan pertama Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 1 ayat (2) tentang Prinsip Kedaulatan Rakyat. Yang semula direpresentasikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, selanjutnya dibagikan secara vertikal atau prinsip distribution of power. Diubah menjadi dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan dibagikan secara horisontal dengan cara memisahkan atau separation of power. Menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip check and balances. Prinsip kedaulatan dikejawantahkan dengan penegasan mengenai sistem presidentil dan penguatan DPR dan DPD RI sebagai lembaga legislatif dan sebagaimana dikembalikan fungsi legislasi kepada organ legislatif melalui Pasal 20A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Dan perubahan pada pasal ayat … 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bahwa pemisahan kekuasaan (separations of power) yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945 bersifat formil. Masing-masing organ lembaga negara tetap memiliki ketiga fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Organ eksekutif yang memiliki titik berat pada fungsi pemerintahan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan juga dilengkapi dengan fungsi legislasi Pasal 5 ayat (2) membuat perundangundangan, peraturan pemerintah, dan berkaitan dengan fungsi yudikatif menegakkan undang-undang sebagaimana kewenangan pemberian grasi, amnesti, dan abolisi diatur pada Pasal 14 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Terhadap pelaksanaan fungsi yudikatif oleh pejabat tata usaha negara menegakkan hukum untuk melaksanakan hasil pemeriksaan badan peradilan, dilindungi oleh Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN. Dengan demikian, masing-masing organ atau lembaga negara dalam melaksanakan fungsi utamanya juga memiliki fungsi lainnya, sehingga terdapat 3 macam norma hukum yang merupakan hasil dari proses pengambilan keputusan dalam melaksanakan fungsi pemerintahan, yaitu melaksanakan perundang-undangan. Maka akan muncul keputusan normatif yang namanya keputusan tata usaha negara dan untuk 6
melaksanakan fungsi legislatif, yaitu membuat dan mengusulkan peraturan perundang-undangan atau keputusan normatif regeling dan dalam melaksanakan fungsi yudikatif atau menegakkan peraturan perundang-undangan atau keputusan normatif yudikatif. Terhadap prinsip pemisahan kuasa secara formil dan prinsip negara hukum yang dianut oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dapat disumpulkan bahwa berdasarkan Pasal 1 ayat (2) (...) 9.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Saya kira bisa dimengerti itu.
10.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Oke.
11.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL ini (...)
12.
Sudah bisa. Inkonstitusional, memenuhi pasal ini, pasal ini, pasal
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Baik.
13.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Jadi, saya kira di petitumnya itu nanti sudah bisa … apa namanya ... kita melihat itu nanti di sana.
14.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Baik.
15.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Silakan, ke petitumnya saja.
16.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Pemohon, mohon kepada Majelis Mahkamah Konstitusi untuk ... berkenan untuk memberikan keputusan hal-hal sebagai berikut. 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Pemohon mempunyai kedudukan hukum atau legal standing. 7
3. Menyatakan Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN adalah konstitusional bersyarat dengan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sejauh frasa atas dasar sepanjang dimaknai sesuai dengan hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 4. Menyatakan Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN adalah konstitusional bersyarat dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sejauh frasa atas dasar sepanjang dimaknai sesuai dengan hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 5. Menyatakan Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN adalah konstitusional bersyarat dengan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sejauh frasa atas dasar sepanjang dimaknai sesuai dengan hasil pemeriksanaan badan peradilan berdasarkan ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6. Menyatakan Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN adalah konstitusional bersyarat dengan Pasal 27 ayat (1) sejauh frasa atas dasar sepanjang dimaknai sesuai dengan hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 7. Menyatakan Pasal 2 huruf e undang-undang dasar ... UndangUndang PTUN adalah konstitusional bersyarat dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sejauh frasa atas dasar sepanjang dimaknai sesuai dengan hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 8. Menyatakan Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN adalah konstitusional bersyarat dengan Pasal 28H ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang ... sejauh frasa atas dasar sepanjang dimaknai sesuai dengan hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan peraturan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 9. Menyatakan Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN adalah konstitusional bersyarat dengan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sejauh frasa atas dasar sepanjang dimaknai sesuai dengan hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau apabila Majelis Hakim konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya atau ex aequo et bono. Hormat saya Nico Indra Sakti. 17.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik, terima kasih. Baik, berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, ini Majelis Panel akan memberi saran-saran kepada Saudara, ya, demi untuk memperbaiki permohonan yang 8
Saudara ajukan ini. Nah, itu namanya sifatnya saran dan boleh diikuti atau juga boleh tidak diikuti. Untuk itu, kami akan berikan nanti penjelasan-penjelasan atau saran-saran perbaikan. Nah, untuk itu nanti Saudara dipersilakan untuk mencatatnya. Saya persilakan terlebih duhulu Yang Mulia Prof. Maria. 18.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Pak Ketua. Ya, yang pertama saya rasa sistematika permohonan ini lebih harus diperingkas. Karena ini kalau seperti yang Anda kemukakan dan kemudian apa yang terbaca di sini, ini terlihat seperti kasus konkret dan tidak jelas apa yang Anda kemukakan sebetulnya. Jadi, kalau kita melihat di sini Anda ... Anda sebagai advokat atau bukan? Bukan, ya. Jadi, Anda mengajukan permohonan ini mestinya di halaman pertama Anda tidak langsung mengutip Pasal 2, tapi langsung siapa Anda sebagai Prinsipal permohonan ini dan kemudian langsung kewenangan Mahkamah, ya. Jadi, yang di sini ada Pasal 2 huruf e dan seterusnya. Kemudian sampai … sebelum melangkah untuk sampai kepada petitum permohonan ini, terlebih dahulu saya secara sistematis menguraikan ini, ini, ini. Tidak perlu, ya. Singkat saja Anda siapa kemudian Anda akan mengajukan pengujian undang-undang ini. Kewenangan Mahkamah juga demikian. Kewenangan Mahkamah yang nomor 1 saya rasa tidak perlu secara panjang lebar dikemukakan, Anda cukup Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, kemudian Undang-Undang Nomor 12, atau Undang-Undang Mahkamah Konstitusi sendiri yang telah diubah, ya. Kemudian baru yang terakhir itu Anda akan mengujikan Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN yang seperti Anda tuliskan di halaman 4 di sini, sebetulnya cukup di sana. Jadi hanya Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, kemudian kalau mau memasukan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan boleh disana dan terakhir bahwa Anda mengajukan pengujian Pasal 2 itu huruf e. Nah, baru ada (suara tidak terdengar jelas) ini pernah saya ajukan tapi mungkin dengan pengujian dengan batu uji yang lain, maka kami dapat (suara tidak terdengar jelas) legal standing begitu, ya. Kemudian semua … tapi saya melihat di sini Anda ingin bahwa kata atas dasar itu ditafsirkan secara lain, ya kan? Jadi, kalau Anda mengatakan di sini, bunyi selengkapnya, “Tidak termasuk dalam pengertian keputusan tata usaha negara menurut Undang-Undang ini. e, keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan bersadarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Anda mengatakan atas dasar itu mestinya sesuai dengan, begitu kan? Anda menganggap bahwa atas dasar itu bisa dimultitafsirkan oleh beberapa pihak. Tapi di sini di dalam 9
… di dalam permohonan posita Anda, Anda juga mengatakan begini ini nomor 4 halaman 5 bahwa Pemohon beranggapan hak konstitusionalnya dirugikan oleh makna ambigu tidak jelas dan/atau multitafsir Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN frasa atas dasar sebagaimana ditafsirkan oleh pejabat peradilan umum, pengawasan melekat, Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, pengawasan fungsional, Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial, bahkan oleh peradilan tata usaha negara bemakna ganda. Berarti Anda mengatakan bahwa semua itu menafsirkan satu, begitu kan? Bagaimana Anda bisa mengatakan bahwa yang banyak itu kemudian beda penafsirannya kalau Anda melihat di sini. Kalau Anda mengatakan yang semua tadi itu menafsirkan sendirisendiri. Nah, tapi dengan kalimat ini Anda mengatakan bahwa semua itu menafsirkan ini dengan satu kata, gitu kan? Berarti enggak multitafsir berarti justru mereka yang benar, gitu kan? Nah, Anda mesti melihat kalimatnya ini apakah memang seperti itu? Nah, apakah memang semua tadi itu punya tafsir yang berbda-beda? Gitu. Itu menurut saya, ya. Nah, kemudian yang lain-lainnya ini Anda menjelaskan mengenai kasus konrektnya. Kasus konkret itu boleh dipakai sebagai alasan pengajuan undang-undang, pengujian undang-undang, tapi Anda harus melihat apakah betul kata atas dasar itu kalau Anda uji dengan batu uji yang Anda pilih tadi itu memang betul-betul menimbulkan multitafsir. Nah, itu yang harus Anda jelaskan. Karena Majelis Hakim tidak akan bisa mengatakan ini apa maknanya multitafsir kalau Anda hanya menguraikan kasus konkretnya saja, ya. Dan juga petitumnya. Petitum ini Anda tidak perlu menguraikan satu-persatu dengan batu uji Anda. Di sini kan, “Mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya. Menyatakan Pemohon mempunyai kedudukan hukum.” Itu kalau itu sudah masuk dalam putusan awal putusan akan mengatakan legal standing. Kalau legal standingnya tidak memenuhi syarat maka itu tidak akan sampai pada putusan, begitu ya. Nah, kemudian di sini, “Menyatakan Pasal 2 huruf e UndangUndang PTUN kemudian adalah konstitusional bersyarat dengan Pasal 1 ayat (2) kalau di sejauh frasa atas dasar sepanjang dimaknai sesuai dengan dan sebagainya.” Anda tidak perlu menguraikan Pasal 1 … dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), tidak semuanya itu. Anda cukup mengatakan bahwa Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN itu bertentangan dengan konstitusi sepanjang dimaknai ini, sudah. Jadi, semua yang menjadi batu uji itu sudah terangkum dalam Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945 itu, itu saja, ya. Jadi, jangan sampai 9 petitum tapi mungkin cukup hanya dua … tiga petitum, ya. Itu yang mesti Anda rumuskan kembali tapi yang … yang penting adalah Anda dapat menguraikan kenapa kata atas dasar itu merugikan Anda dan Anda bisa mengatakan bahwa itu bertentangan dengan konstitusi. 10
Saya rasa itu, Pak Ketua. 19.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Terima kasih, Yang Mulia Prof. Maria. Saya persilakan kepada Yang Mulia Dr. Patrialis Akbar.
20.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Ya, saya ingin menambahkan saja, tadi Saudara juga sudah menyebutkan bahwa dulu juga sudah pernah mengajukan permohonan ke sini, ya, dengan Perkara Nomor 113 berapa itu, ya. 113, ya, 2014. Tadi memang sudah dijelaskan tapi saya belum begitu sure, ya, terhadap apa namanya ... penjelasan tadi. Jangan sampai perkara ini nebis in idem, gitu. Kan Pemohonnya sama, ya kan? Pemohonnya sama. Permohonan juga kira-kira bedanya di mana sih, ya, yang signifikan? Yang kedua. Saya ingin tahu, ya, sedikit saja highlight-nya tentang perkara ... dua perkara yang Saudara maksudkan di tingkat peradilan umum yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap yang Saudara katakan, “Diintervensi,” itu. Saya ingin sedikit gambaran paling tidak substansinya, atau pokok perkaranya, atau amar putusannya lah paling tidak, ya. Apa sih … kenapa ketua pengadilan mengeluarkan surat dengan putusan ini? Apalagi tadi Saudara menjelaskan adanya akta van dading. Akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris oleh orang tua Saudara, ya kan? Kalau enggak salah, coba nanti dijelaskan lagi, ya. Memang agak panjang soalnya nih. Saya tadi sebetulnya lebih suka kalau jelaskan secara langsung begitu, ya kan. Secara langsung. Jadi kita nyambung. Ya, apa ... lebih praktis, gitu. Yang ketiga. Coba disimak baik-baik, apakah persoalan yang disampaikan ini, ini persoalan konstitusionalitas normakah atau persoalan implementasi, ya? Karena arah uraiannya itu lebih banyak pada persoalan implementasi meskipun ujung-ujungnya adalah ingin ada hubungan dengan norma yang Saudara minta dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap itu. Jangan sampai kalau ini ... yang dijelaskan ini menyangkut persoalan perdata, tentu Mahkamah enggak mempunyai kewenangan kan, gitu. Jadi saya ingin pendalaman itu saja, kalau memang itu nampaknya bermasalah di permohonan ini, mungkin bisa diperbaiki. Terima kasih, Pak Ketua.
21.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik, terima kasih, Yang Mulia. Dari saya, mungkin dari segi formal dari permohonan ini mungkin sedikit lagi harus diperbaiki. Itu 11
dalam halaman pertama itu perihal permohonan ini langsung Saudara mengistilahkan permohonan penafsiran, ya. Jadi penafsiran itu nanti, sekarang yang penting itu adalah apa … permohonan pengujian namanya judicial review, ya. Jadi pengujian dulu, apakah itu nanti Anda minta ditafsirkan atau normanya dihilangkan itu persoalan nanti. Kemudian di permohonan ini supaya kita mengikuti format yang umum bahwa itu adalah permohonan pengujian terhadap norma Pasal 2 huruf e. Nah, di belakangnya nanti terakhir terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, itu di halaman pertama, ya. Kemudian coba nanti halaman tiganya, Saudara kurang jelas membuat pasal-pasal dari undang-undang mana ini. Itu halaman tiga poin empat itu, ya. Kalau enggak salah Saudara di sini Mahkamah Konstitusi, ya. Nah, itu kan ada pasalnya itu, ya, coba dilihat pasalnya pasal berapa, kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji undangundang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, itu ada jelas. Di sini juga Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Saudara sudah sebutkan. Kemudian Saudara tadi mengatakan bahwa Perkara Nomor 113 Tahun 2014, ya, sudah diajukan pengujian, sehingga Saudara menambahkan Pasal 28I ayat (2). Nah, sesuai dengan yang dikemukakan Yang Mulia Pak Patrialis Akbar tadi itu harus Anda jelaskan nanti apa perbedaan itu memang, sehingga Anda boleh mendasari ke Pasal 28I ayat (2) ini. Jadi kalau nanti apa namanya ... kontennya sama dengan … atau substansinya sama dengan yang dahulu, ya, nyaris ini ... ini nanti malah nebis in idem. Nah, itu yang kemudian Saudara tadi di sini di halaman 5 mengatakan bahwa Saudara mendasari adanya penafsiran yang dilakukan oleh pejabat peradilan umum, pengawas melekat, ketua pengadilan tinggi, seterusnya, itu di bawah apakah itu dikeluarkan ... atas dasar itu ditafsirkan oleh pejabat-pejabat ini bertentangan, begitu? Seperti itu maksudnya? Itu di bawah saya baca ini bertentangan sehingga bertentangan dengan apa maksudnya? Bertentangan dengan hasil pemeriksaan, seperti itu ya? Jadi ini substansinya apa namanya ... ini, dari perkara yang Saudara alami sendiri, ya. Jadi peristiwa yang konkret atau kasus yang Saudara buat jalan masuk untuk menguji norma, seperti itu ya? Namun, Saudara sudah mengajukan di sini beberapa putusan, yaitu keputusan fiktif negatif dari ketua pengadilan tinggi, apa kira-kira arti dari fiktif negatif ini? Coba dijelaskan sedikit. 22.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Yang Mulia, dalam upaya menyelesaikan secara administratif ada mekanisme hukum yang harus saya tempuh sebelum saya mengadukan ke PTUN, yaitu melaporkan kepada pengawasan melekat, Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta maupun kabawas sebagai pengawas 12
fungsional, namun terhadap pengaduan Pemohon itu kedua lembaga pengawas itu tidak menerbitkan keputusan fiktif. Kalau tidak menerbitkan keputusan, artinya laporan pengaduan saya dijawab negatif, artinya tidak … tidak dikabulkan. Demikian, Yang Mulia. 23.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Oke, terima kasih. Jadi di sini sudah sampai ada empat yang Saudara kemukakan di sini. Putusan-putusan yang Saudara katakan putusan fiktif negatif Ketua Pengadilan Tinggi DKI, keputusan Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia, putusan Komisi Yudisial, kemudian hasil pemeriksaan kode etik Mahkamah Konstitusi. Nah, ini juga sudah diuji semua menyatakan bahwa ini tidak beralasan, gitu ya?
24.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Bukan tidak beralasan, Yang Mulia, mohon maaf. Dari sisi organ yudikatif seperti defense atau bertahan bahwa tidak ada namanya pejabat tata usaha negara pada organ yudikatif.
25.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Oke, saya sudah mengerti. Jadi sekarang persoalannya adalah apakah di lembaga yudikatif itu tidak ada kewenangan eksekutif, kirakira begitu, ya? Sehingga kalau itu adalah kewenangan eksekutif berarti itu juga adalah keputusan pejabat tata usaha negara yang menurut Saudara itu bisa diuji oleh peradilan tata usaha negara, itu ya intinya? Oke. Harusnya di sini Saudara kemukakan dong kalau ada teori-teori yang menurut Saudara ada suatu teori yang mengatakan bahwa peradilan itu atau pengadilan itu adalah tidak selama keputusan yudikatif, ada juga keputusan pejabat tata usaha negara yang menurut Saudara misalnya seperti membuat suatu surat tentang penolakan misalnya pelaksanaan eksekusi atau penolakan mengenai ini, ini. Itu harus Saudara kemukakan. Belum tentu juga pendapat Saudara itu benar, tapi coba dikemukakan, diuraikan, ya, dielaborasi lebih lanjut di dalam petitum ... eh, di dalam posita Saudara apa yang Saudara maksudkan itu, sehingga orang bisa jelas ada organ eksekutif yang duduk di yudikatif, gitu ya. Ya, yang melaksanakan fungsi eksekutif yang berada di lembaga yudikatif. Kira-kira itu maksudnya? Baik. Jadi Saudara tadi sudah sampaikan ... usulkan, jadi di sini yang saya lihat bahwa oleh keputusan Pengadilan Negari Jakarta Selatan itu yang dikeluarkan itu adalah keputusan tata usaha negara yang boleh diuji oleh, namun oleh Peradilan Tata Usaha Negara sudah sampai apa … mengatakan, “Tidak,” seperti itu ya? Tidak diterima. 13
26.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Permohonan pengujian saya, Yang Mulia.
27.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Oke, jadi sudah mengeti kita. Jadi Saudara mengatakan agar atas dasar itu maunya ditafsirkan sesuai dengan, begitu ya? Nah … oke, di dalam petitumnya ini silakan Saudara tadi sebagaimana disarankan oleh Yang Mulia Prof. Maria agar itu menjadi jelas bahwa yang Saudara maksud itu adalah agar … misalnya menyatakan Pasal 2 huruf e UndangUndang Nomor 9 Tahun 2004 adalah bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945 sepanjang frasa atas dasar tidak dimaknai sesuai dengan, kan begitu, ya? Sesuai dengan Saudara punya petitum ini. Nanti diperbaiki lagi lebih lanjut, sehingga petitum ini lebih simple, mungkin 1, 2, 3, poin nanti itu sudah terlihat. Barangkali itu saja. Ada yang Saudara mau sampaikan? Silakan, Yang Mulia Patrialis.
28.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Itu fiktif negatif tadi itu sudah berapa lama surat Saudara ajukan tidak dijawab itu?
29.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Lebih dari 3 bulan, Yang Mulia.
30.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Kan kalau fiktif negatif itu kalau saya enggak salah 160 hari.
31.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Mohon maaf, Yang Mulia. Mungkin saya keliru, tapi (...)
32.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR juga.
33.
Ya, coba dilihat di Undang-Undang TUN itu. Saya dulu pengacara
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Baik, Yang Mulia. Terima kasih, Yang Mulia.
14
34.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya, jadi 160 hari kalau tidak dijawab itu memang dinyatakan fiktif negative. Tidak dijawab dianggap telah mengeluarkan putusan, fiktif negatif, begitu kan? Coba dicek lagi.
35.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Baik.
36.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik, terima kasih. Silakan, apa ada lagi yang mau disampaikan?
37.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Yang Mulia, mengenai status ayat yang sedang diuji ini, itu Pemohon khawatir karena dalam waktu dekat … Pemohon juga saat ini sedang menghadapi bahwa Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang baru kembali melakukan intervensi terhadap keputusan majelis hakim dalam perkara bantahan. Jadi, ketika permohonan eksekusi itu disetujui, terjadi setelah terbit akta aanmaning, teguran, cuma pada saat akan dilaksanakan eksekusi ada perkara bantahan, Yang Mulia, dan itu terjadi juga perubahan ketua pengadilan. Dalam keputusan perkara bantahan, majelis hakim telah menolak permohonan pembantah untuk menunda pelaksanaa eksekusi. Jadi, logika hukum Pemohon pelaksanaan eksekusi sepatutnya berjalan, tapi ketua pengadilan mengeluarkan keputusan yang menunda pelaksanaan eksekusi. Jadi, Pemohon dalam waktu dekat akan mengajukan, menguji … akan menguji keputusan ketua pengadilan yang baru bahwa ini juga termasuk keputusan ilegal, sifatnya mengintervensi kemerdekaan kekuasaan kehakiman di peradilan tata usaha negara.
38.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik. Jadi, ya, itu sudah kasus konkretnya, ya.
39.
PEMOHON: NICO INDRA SAKTI Ya, untuk (…)
15
40.
KETUA: MANAHAN MP SITOMPUL Kita tidak mengarah ke sana, ini kan sudah … karena ini ke Mahkamah Konstitusi, jadi kita di sini kan mengadili norma. Apa pun nanti itu, apa pun keputusan dari ketua pengadilan yang baru telah mengadukan aanmaning, telah dipanggil, telah ini, kemudian ada bantahan, kemudian itu nanti kasus konkret. Jadi, itu nanti diselesaikan dengan prosedur yang sesuai dengan Undang-Undang Peradilan Umum, ya. Jadi, kalau di sini kita mengadili norma. Jadi, Saudara sudah mengajukan tadi bahwa atas dasar itulah yang menjadi persoalan, sehingga Anda mau minta agar ditafsirkan frasa atas dasar itu menjadi sesuai dengan, ya. Barangkali itu saja, kita anggap pemeriksaan ini sudah selesai. Diberikan waktu kepada Saudara sampai tanggal 17 Oktober 2016, pukul 10.00 WIB. Saya ulangi, tanggal 17 Oktober 2016, pukul 10.00 WIB untuk mengajukan perbaikan dalam permohonan ini, kalau bisa diajukan lebih cepat lebih bagus. Barangkali itu saja. Baiklah karena pemeriksaan kita anggap sudah selesai, maka sidang kami nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.44 WIB Jakarta, 4 Oktober 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
16