MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 15/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN (III)
JAKARTA SELASA, 19 APRIL 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 15/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara [Pasal 40 ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Burhan Manurung ACARA Mendengarkan Keterangan Presiden (III) Selasa, 19 April 2016, Pukul 14.05 – 14.55 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Anwar Usman Maria Farida Indrati I Dewa Gede Palguna Aswanto Wahiduddin Adams Suhartoyo Patrialis Akbar
Syukri Asy’ari
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Burhan Manurung B. Pemerintah: 1. Yunan Hilmy 2. Mulyanto 3. Tio Serepina Siahaan 4. R.M. Wiwing H. 5. Obor P. Hariara 6. Syakran Rudy C. Pihak Terkait: 1. Ermanzah (PT. Taspen Persero) 2. Masagus Zainal Arifin (PT. Taspen Persero) 3. Sri Marsito (PT. Taspen Persero)
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.05 WIB 1.
KETUA: ANWAR USMAN Sidang Perkara Nomor 15/PUU-XIV/2016 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Assalamualaikum wr. wb. Selamat Dipersilakan Pemohon memperkenalkan diri.
2.
siang,
om
swastiastu.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Terima kasih, Yang Mulia. Nama saya Drs. Burhan Manurung, M.A., pensiunan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, terakhir jadi namanya dari Kementerian Perdagangan, Nip=07003774, mengajukan permohonan ke hadapan Yang Mulia untuk pengujian materi undang-undang nomor (...)
3.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Terima kasih, Yang Mulia.
4.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, dari Presiden?
6.
PEMERINTAH: YUNAN HILMY Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Memperkenalkan yang hadir mewakili Pemerintah dari kiri ke kanan. Kami adalah pertama Tio Serepina Siahaan, Karo Bantuan Hukum Kemenkeu. Yang kedua Ibu R.M. Wiwing, Direktur Sistem Perbendaharaan. Yang ketiga Yunan Hilmy, Direktur Litigasi. Yang keempat Obor P. Hariara, Bagian Hukum (Bankum 2). Dan Syakran Rudy, serta Pak Mulyanto dari Litigasi Kemenkumham. Terima kasih.
1
7.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih. Dari Pihak Terkait PT. Taspen, silakan.
8.
PIHAK TERKAIT: ERMANZAH Assalamualaikum wr. wb. Memperkenalkan Yang Mulia kami dari PT. Taspen Persero. Saya Ermanzah, Direktur Operasi PT. Taspen Persero. Hadir bersama saya di sini Masagus Zaenal, Kepala Div. Hukum dan Saudara Marsito sebagai legal officer.
9.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, terima kasih. Karena dari DPR berhalangan tidak hadir maka kesempatan untuk memberikan tanggapan Pihak Kuasa Presiden, dipersilakan.
10.
PEMERINTAH: TIO SEREPINA SIAHAAN Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera buat kita semua. Mohon izin, Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Saya Tio Serepina Siahaan akan membacakan keterangan Presiden atas permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Keterangan Presiden atas Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepada yang terhormat Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta. Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini. 1. Nama Yasonna H Laoly, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. 2. Nama Bambang Brodjonegoro, Menteri Keuangan RI. Dalam hal ini baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia untuk selanjutnya disebut Pemerintah. Perkenankanlah kami menyampaikan keterangan Presiden baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan atas permohonan pengujian atau constitutional review Ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, selanjutnya disebut Undang-Undang Perbendaharaan Negara terhadap Ketentuan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 34 ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar 1945 yang dimohonkan oleh Drs. Burhan Manurung, M.A. untuk selanjutnya disebut Pemohon.
2
Sesuai dengan registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XIV/2016, tanggal 17 Februari 2016 dan perbaikan permohonan tanggal 7 Maret 2016. Selanjutnya perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangannya atas permohonan pengujian constitutional review Ketentuan dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan sebagai berikut. 1. Pokok Permohonan. Satu. Bahwa Pemohon adalah warga negara Indonesia berkedudukan sebagai pensiunan aparatur sipil negara (ASN)/pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian Perdagangan yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya Ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara terhadap jaminan pensiun dan jaminan hari tua ASN/PNS sesuai dengan Pasal 21 huruf c dan Pasal 91 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Dua. Bahwa Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya dirugikan karena dengan pemberlakuan Ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan Negara menyebabkan Pemohon tidak dapat menerima uang pensiun seluruhnya dari PT. Taspen Persero selama 32 bulan karena menurut Pemohon ketentuan a quo mensyaratkan hal tersebut menjadi masalah dan proses penentuan pensiun adalah menjadi wewenang ASN/PNS, sehingga tidak adil dan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Ketiga. Bahwa Pemohon juga mendalilkan kedudukan ASN sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN tidak ditempatkan dan tidak dijelaskan sebagaimana mestinya dalam pemberlakuan Undang-Undang Perbendaharaan Negara. Sehingga Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan Negara dinyatakan tidak berlaku dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat terhadap jaminan pensiun dan jaminan hari tua ASN sesuai dengan Pasal 21 huruf c dan Pasal 91 ayat (3) Undang-Undang ASN. Dengan demikian diberlakukannya Pasal a quo terhadap Pasal 21 huruf c dan Pasal 91 ayat (3) Undang-Undang ASN telah merugikan Pemohon dan keluarganya dengan tidak dapat diterimanya seluruh jaminan pensiun dan jaminan hari tua. Sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 34 ayat (2) UndangUndang Dasar Tahun 1945. 2. Tentang Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon. Sehubungan dengan kedudukan hukum atau legal standing Pemohon, Pemerintah menyampaikan hal-hal sebagai berikut. 1. Terhadap dalil Pemohon yang menjelaskan hak konstitusionalnya dirugikan karena keberlakuan Pasal a quo tidak tertagihnya jaminan pensiun Pemohon, menurut Pemerintah, dalil Pemohon dimaksud tidak berdasar sama sekali karena kerugian yang dianggap oleh 3
Pemohon bukan merupakan akibat dari pemberlakuan ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan Negara, melainkan karena permasalahan teknis administrasi. Oleh karenanya, antara kerugian Pemohon dengan keberlakuan ketentuan a quo sama sekali tidak terdapat hubungan sebab-akibat atau causal verband. Sebagaimana dikualifikasikan dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. 2. Apabila benar adanya quod non terhadap kerugian yang dialami Pemohon. Seharusnya Pemohon dapat mengajukan permasalahannya kepada lembaga peradilan yang berwenang mengadili masalah teknis administrasi. Bukan mengajukan kepada Mahkamah Konstitusi yang kewenangannya menguji norma dalam Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Berdasarkan uraian di atas, terhadap kerugian yang dialami Pemohon tidak dapat dikualifikasikan sebagai kerugian konstitusional. Oleh karenanya Pemerintah berpendapat, Pemohon dalam mendalilkan … dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum atau legal standing. Karena antara kerugian Pemohon tidak terdapat hubungan sebab-akibat (causal verband) dengan berlakunya ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan Negara. Sehingga adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima. Namun demikian, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilainya. Apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) atau tidak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun berdasarkan Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Walaupun demikian, Pemerintah tetap menyampaikan keterangannya terhadap materi yang dimohonkan oleh Pemohon sebagai berikut. 3. Keterangan Pemerintah terhadap materi yang dimohonkan oleh Pemohon. Sebelum Pemerintah menyampaikan keterangan terkait materi yang dimohonkan untuk diuji oleh Pemohon. Pemerintah terlebih dahulu menyampaikan landasan filosofis Undang-Undang Perbendaharaan Negara berikut ini. Bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara.
4
Pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu dilaksanakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebagai landasan hukum pengelolaan keuangan negara tersebut telah diundangkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menjabarkan lebih lanjut aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ke dalam asas umum pengelolaan keuangan negara. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang ditetapkan dalam APBN dan APBD, perlu ditetapkan kaedah hukum administrasi keuangan negara. Untuk itu ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang tentang Perbendaharaan ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam Undang-Undang Perbendaharaan ini ditetapkan bahwa perbendaharaan negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Sesuai dengan pengertian tersebut, dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara ini diatur ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara, kewenangan pejabat perbendaharaan negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja negara atau daerah, pengelolaan uang negara/daerah, pengelolaan piutang utang … pengelolaan piutang dan utang negara/daerah, pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBD/APBD, pengendalian intern pemerintah, penyelesaian kerugian negara/daerah, serta pengelolaan keuangan badan layanan umum. Sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan, pada hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia. Sementara setiap menteri atau pimpinan lembaga, pada hakikatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Sesuai dengan prinsip tersebut, Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional. Sementara kementerian negara/lembaga berwenang dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Konsekuensi pembagian tugas antara Menteri Keuangan dan para menteri lainnya, tercermin dalam pelaksanaan anggaran. Untuk 5
meningkatkan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling uji atau check and balance dalam proses pelaksanaan anggaran, perlu dilakukan pemisahan secara tegas antara pemegang kewenangan administratif dengan pemegang kewenangan kebendaharaan. Penyelenggaraan kewenangan administratif diserahkan kepada kementerian negara/lembaga. Sementara penyelenggaraan kewenangan kebendaharaan diserahkan kepada Kementerian Keuangan. Kewenangan administratif tersebut, meliputi melakukan perikatan atau tindakantindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara melakukan pengujian, dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran. Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara dan pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai kuasa bendahara umum negara bukanlah sekadar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Sehubungan dengan dalil Pemohon dalam permohonannya, yang pada intinya mendalilkan hak konstitusionalnya dirugikan karena keberlakuan ketentuan a quo menyebabkan jaminan pensiun dan jaminan hari tua Pemohon tidak tertagih. Pemerintah menyampaikan keterangannya sebagai berikut. 1. Bahwa Undang-Undang Perbendaharaan Negara diterbitkan untuk memberikan landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam Undang-Undang Perbendaharaan ini, ditetapkan bahwa perbendaharaan negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Sesuai dengan pengertian tersebut dalam Undang-Undang Perbendaharaan ini, diatur salah satu di antaranya mengenai kewenangan pejabat perbendaharaan negara, pelaksanaan pendapatan dan belanja negara daerah, pengelolaan uang negara/daerah, pengelolaan piutang dan utang negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD, penyelesaian kerugian negara/daerah, dan lain-lain. 2. Bahwa dalam ketentuan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Perbendaharaan Negara, yang dimaksud dengan utang negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusat dan/atau kewajiban pemerintah pusat yang dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Perbendaharaan Negara, definisi utang daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah daerah dan/atau kewajiban pemerintah daerah yang dapat dinilai 6
dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian atau berdasarkan sebab lainnya yang sah. 3. Berdasarkan definisi utang negara dan utang daerah, sebagaimana di atas, maka yang termasuk utang negara/daerah adalah sejumlah uang atau kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, yang antara lain timbul karena peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait dengan definisi utang negara tersebut, maka jaminan pensiun dan jaminan hari tua ASN/PNS jelas merupakan utang negara, khususnya utang negara berupa kewajiban yang timbul karena Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang ASN. 4. Sehubungan dengan dalil Pemohon yang menyatakan bahwa Pemohon dirugikan karena pemberlakuan ketentuan dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan Negara yang mengakibatkan Pemohon tidak bisa menerima semua jaminan pensiun atau uang pensiun seluruhnya dari PT. Taspen Persero yang disebabkan karena hak tagih Pemohon dianggap kedaluwarsa 5 tahun sejak timbulnya hak tagih dapat pemerintah jelaskan sebagai berikut. a. Hak tagih sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan Negara adalah pengalihan hak atas kebendaaan tak bertubuh atau intangible goods kepada pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya diatur bahwa hak tagih atas hutang negara/daerah dimaksud keladuwarsa setelah 5 tahun sejak hutang tersebut jatuh tempo. Oleh karena itu, terhadap kerugian yang didalilkan Pemohon menurut Pemerintah adalah kerugian yang disebabkan permasalahan teknis administratif yang perlu dibuktikan kebenarannya kepada lembaga peradilan yang menangani teknis administrasi dari permasalahan Pemohon. Bukan sebagai akibat pelaksanaan ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan Negara. Sehingga kerugian Pemohon bukan isu konstitusionalitas. c. Jika dikaitkan dengan pemahaman Pemohon mengenai kedaluarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan Negara pada prinsipnya hak tagih Pemohon kedaluwarsa setelah 5 tahun sejak hutang jatuh tempo, yaitu sejak yang bersangkutan menerima surat keputusan pensiun dan sejak SKPP diterbitkan oleh Satuan Kerja Kementerian/lembaga dan disahkan oleh KPPN. Selanjutnya terkait penerbitan SKPP dimaksudkan agar pegawai yang pindah dapat dilanjutkan pembayaran gajinya oleh satuan kerja di tempat kerja yang baru 7
atau dibayarkan pensiunnya oleh PT. Taspen bagi pegawai yang memasuki masa pensiun. Pada SKPP selain dicantumkan perincian gaji bulanan terakhir yang telah dibayar juga dicantumkan hutang kepada negara dari pegawai yang bersangkutan bila ada. Sehingga untuk memperoleh jaminan hari tua dan jaminan pensiun ASN atau PNS tidak cukup hanya dengan menerima surat keputusan pensiun, namun juga harus terlebih dahulu memperoleh surat keterangan penghentian pembayaran yang diterbitkan oleh satuan kerja kementerian/lembaga dan disahkan oleh KPPN. Dengan demikian, berdasarkan keterangan di atas, menurut Pemerintah cukup jelas. Bahwa pokok permasalahan Pemohon dalam permohonannya bukanlah merupakan akibat dari pemberlakuan ketentuan dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan Negara. Pokok permasalahan Pemohon seharusnya tidak diajukan ke Mahkamah Konstitusi atau dengan kata-kata lain ketentuan dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbendaharaan Negara tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagaimana didalilkan oleh Pemohon. 4. Petitum. Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian constitutional review UndangUndang Perbendaharaan Negara terhadap Undang-Undang 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) 2. Menolak permohonan pengujian Pemohon selurunya atau setidaktidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima. 3. Menerima keteranan Presiden secara keseluruhan dan. 4. Menyatakan ketentuan dalam Pasal 40 Undang-Undang Perbendaharaan Negara tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Atas perhatiannya Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia diucapkan terima kasih. Jakarta, April 2016 Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro. Terima kasih.
8
11.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. terima kasih. Berikutnya Pihak Terkait, PT. Taspen. Silakan.
12.
PIHAK TERKAIT: ERMANZAH
Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera buat kita semua. Yang Mulie … Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Izinkan kami menyampaikan keterangan PT. Taspen Persero atas permohonan pengujian Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepada yang terhormat, Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Saya Ermanzah yang bertindak dalam jabatan selaku Direktur Operasi PT. Taspen Persero berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor SK 400/MBU/2013 tanggal 26 November 2013 tentang Pemberhentian Perubahan Nomenklatur Jabatan dan Pengangkatan Anggota Direksi Perusahaan Perseroan … persero PT dana Tabungan dan asuransi pegawai negeri. Oleh karena itu, berdasarkan surat kuasa khusus Nomor SKU-19/DIR/2016, tanggal 19 April 2016 mewakili direksi PT Taspen Persero selanjutnya disebut sebagai Pihak Terkait. Mohon perkenan menyampaikan keterangan baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan, atas permohonan pengujian constitutional review Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 terhadap Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2), Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang dimohonkan oleh Drs. Burhan Manurung, M. A. selanjutnya disebut Pemohon dalam Perkara Pemohon Nomor 15/PUU-XIV/2016 Tanggal 17 Februari 2016 dan perbaikan permohonan tanggal 7 Maret 2016 sebagai berikut. 1. PT Taspen Persero adalah Badan Usaha Milik Negara atau BUMN yang berbentuk perseoran didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri menjadi perusahaan perseroan atau persero yang memiliki visi menjadi pengelola dana pensiun dan Tabungan Hari Tua atau THT serta jaminan sosial lainnya yang terpercaya, misi mewujudkan manfaat dan pelayanan yang semakin baik bagi peserta dan stake holder lainnya secara professional dan akuntabel berdasarkan integritas dan etika yang tinggi. Sebagai BUMN sekaligus lembaga pelayanan publik, PT Taspen Persero telah mendapatkan beberapa penghargaan dari pemerintan antara lain penghargaan dari presiden untuk peringkat pertama kategori BUMN atas keterbukaan informasi publik tahun 2015. 9
2. Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil, PT Taspen Persero diberikan amanah untuk menyelenggarakan asuransi sosial pegawai negeri sipil yang meliputi program pensiun berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 dan program Tabungan Hari Tua atau THT. Selanjutnya sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhitung mulai 1 Juli 2015, PT Taspen Persero juga diberikan amanah untuk menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian bagi pegawai ASN sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara. 3. Sebagai perwujudan dari visi dan misi PT Taspen Persero telah dan selalu berkomitmen untuk memberikan pelayanan kepada peserta yang semakin baik serta melebihi harapan peserta atau delighted customer services. Sejalan dengan hal tersebut, PT Taspen Persero telah dan selalu menerapkan sistem manajemen mutu. Untuk proses bisnis inti atau core business, yaitu pelayanan klaim maksimal 1 jam dengan dukungan data yang akurat. Pola pelayanan yang melebihi harapan peserta dalam pelaksanaan tetap mendasar pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tatakelola perusahaan yang baik, good corporate governance, serta memperhatikan prinsip-prinsip, tepat orang, tepat jumlah, tepat waktu, tepat tempat, dan tepat administrasi atau 5T, dan nilai-nilai Taspen yaitu integritas, professional, inovatif, kompetitif, dan tumbuh, sehingga pelayanan yang diberikan senantiasa akuntabel, transparan, dan inovatif, Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. 4. Bahwa Mekanisme pembayaran dan skema pendanaan pensiun seluruhnya dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN. Oleh karena itu, PT Taspen Persero dalam melakukan pembayaran pensiun kepada para penerima pensiun termasuk pembayara pensiun Pegawai Negeri Sipil atau PNS mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2013, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.02/2015, Peraturan Dirjen Perbendaharaan Negara Nomor Per-19/PB/2015, dan Peraturan Direksi Nomor PD12/Dir/2012. Berkaitan dengan hal tersebut, PT Taspen Persero dalam melakukan realisasi pembayaran pensiun pertama selama 60 bulan terhitung mulai tanggal 1 Maret 2008 sampai 3 Juli 2015 dan Pensiun 13 kepada Pemohon melalui transper bank telah sesuai dengan peraturan
10
perudang-undangan yang berlaku serta kebijakan yang ditetapkan pemerintah. 5. Persyaratan jumlah dan tatacara pembayaran Tabungan Hari Tua diatur sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 20 Tahun 2013, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 478/KMK.06/ 2002 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 500/KMK.06/2004 dan Peraturan Direksi Nomor PD-12/DIR/2012. Ketentuan tersebut juga menegaskan bahwa skema pendanaan THT tersebut sepenuhnya dibiayai dari dana PT Taspen Persero. Berkaitan dengan hal tersebut PT Taspen persero dalam melakukan realisasi pembayaran tabungan hari tua (THT) kepada Pemohon dengan memperhitungan masa iuran, yaitu mulai sejak diangkat sebagai calon PNS tanggal 01 Maret 1976 sampai dengan 29 Februari 2008 diberhentikan sebagai PNS serta penghasilan terakhir, yaitu gaji pokok ditambah dengan tunjangan istri dan suami dan tunjangan anak yang pembayarannya melalui transfer bank telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kebijakan yang ditetapkan pemerintah. 6. Bahwa dengan demikian, PT Taspen Persero dalam melakukan realisasi pembayaran pensiun pertama, pensiun 13, dan THT kepada Pemohon sebagaimana yang telah diuraikan tersebut di atas telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku serta mendasarkan kepada prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik *good corporate governance), yaitu transparansi, accountability, responsibility, independency, fairness. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, demikian pokokpokok keterangan Pihak Terkait dalam perkara nomor 15/PUU-XIV/2016 mengenai permohonan pengujian Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara terhdap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini. Atas perhatian dan kesempatan yang diberikan Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, PT Taspen Persero mengucapkan terima kasih. Jakarta, 19 April 2016. PT Taspen Persero Ermanzah Direktur Operasi. Terima kasih. Wasalamualaikum wr. wb. 13.
KETUA: ANWAR USMAN Ya. Terima kasih. Dari meja Hakim mungkin ada pertanyaan atau pendalaman? Tidak ada rupanya, oh ya, silakan Yang Mulia Pak Suhartoyo.
11
14.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Sedikit saja, Pak Ketua. Saya ke Pak anu ya dari Taspen ya, Pak. Mahkamah ingin penjelasan lebih lanjut mengenai bahwa uang pembayaran Taspen yang semestinya menjadi hak-hak … menjadi hak Pemohon ini, yang mestinya menurut perhitungan yang bersangkutan adalah 92 bulan ya, tapi hanya dibayarkan 60 bulan ingin mendapatkan penjelasan dari Taspen kalau dari argumentasi PT Taspen bahwa uang itu adalah bagian dari iuran setiap PNS sejak yang bersangkutan itu calon PNS sampai dengan ketika dia diberhentikan, itu tentunya itu adalah uang dari iurannya PNS yang bersangkutan kan yang kemudian ketika diambil ada halangan adanya pemberlakuan Pasal 40 itu kan? Secara sederhana kan seperti itu, Pak konstruksi berpikir kita kan? Nah, saya ingin kejelasan nanti dalam keterangan tambahan di secara tertulis, Pak karena bisa menjadi bertimbangan Mahkamah nanti kenapa uang yang notabene ini adalah … adalah sudah menjadi haknya PNS kemudian kalau kita kaitkan dengan tujuan daripada pemberian uang Taspen itu kan di Pasal 91 ayat (3) Undang-Undang ASN memang kita enggak bisa bersandar murni di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 karena itu sangat prospektif itu ya … sangat apa … protektif itu apalagi harus strict di dalam pengelolaan uang negara itu, tapi ketika itu kemudian dihadapkan kepada kepentingan kepada seorang PNS yang notabene itu adalah uang iuran yang bersangkutan kemudian di Pasal 91 ayat (3) kan disebutkan bahwa jaminan pensiun dan jaminan hari tua PNS diberikan sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua sebagai hak dan sebagai penghargaan atas pengabdian. Artinya ini merupakan perlindungan dan jaminan kepada seorang pegawai negeri yang bersangkutan supaya penghasilan hari tua itu ada kesinambungan. Nah, kalau dikaitkan dengan esensi tujuan ini kan mestinya tidak boleh dong, kalau ini pendapat sementara ya, artinya nanti saya minta argumnetasi Bapak juga kenapa kemudian serta-merta ini juga kemudian dicampurkanadukan dengan menjadi hutang negara juga gitu lho. Kalau Bapak dari Taspen dan Ibu dari Perbendaharaan Negara dari Kementerian Keuangan dan Taspen mungkin enggak ada yang salah karena Bapak hanya melaksanakan undang-undang, tapi Mahkamah ini lain, Pak angle-nya kita menembak itu lain, ada enggak kerugian konstitusional? Artinya, nafas, denyut, jantung, denyut nadi daripada pasal ini gimana sih? Kok kemudian bisa merugikan seseorang yang sebenarnya itu ingin mengambil uang yang menjadi haknya, kok terhalang dengan ketentuan umum yang ada di Pasal 40 ayat (1) itu? Bapak-Bapak, Ibu-Ibu juga PNS kan tentunya, apalagi tadi ditegaskan bahwa ini hanya kesalahan administrasi semata, sedangkan pemberhentian pegawai kan mestinya de jure sejak kapan? Bukan sejak SKP keluar. Sejak ada SK kapan dia diberhentikan, mestinya kan begitu.
12
Jangan kemudian kesalahan administratif, kemudian orang dibawa suruh ke peradilan umum, peradilan umum juga … aduh Ibu mau ke peradilan umum itu sekarang waktu, biaya, energy, apa seorang ... maaf ya, Pak Burhanudin Manurung yang sudah pensiun, taspennya saja dibayar tidak cukup, suruh ke peradilan umum yang bisa bertahun-tahun untuk memperjuangkan hak yang hanya 32 bulan kali berapa juta itu. Artinya bahwa kami sih tidak menyalahkan Bapak, Ibu yang memang melaksanakan berdasarkan perintah undang-undang, tapi bagi Mahkamah sekali lagi ini penting untuk mengetahui sejauh mana pemberlakuan pasal-pasal ini, menurut saya sih kurang ... ada ... ada ketidakharmonisan sedikit ya antara Pasal 21, Pasal 93, dan Pasal 40 ayat (1) itu. Tapi kami nanti minta pandangan Bapak, tambahan dari Taspen, supaya kami bisa mendapatkan pandangan juga yang lebih lengkap. Terima kasih, Pak Ketua. 15.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, masih ada Yang Mulia Pak Patrialis.
16.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya, terima kasih Pak Ketua. Ini yang mewakili presiden, Pemerintah ya, dan juga yang mewakili Taspen. Saya hanya ingin memberitahukan sedikit bahwa sebetulnya Pemohon ini, dia enggak perang dengan Pemerintah, bukan juga perang dengan Taspen. Jadi ini ... ini harus kita dudukkan dulu seakan-akan bersengketa melawan Pemerintah maupun Taspen. Pemerintah dan Taspen itu dihadirkan di sini hanyalah atas permintaan Mahkamah, bukan kemauan Pemohon. Kalau pun misalnya Mahkamah tidak ingin mendengarkan keterangan Pemerintah dan juga Taspen, enggak ada masalah, kita bisa putuskan langsung, mau dikabulkan apa enggak. Jadi, tolong ini dipahami, ini tidak berhadap-hadapan, tidak mengatakan siapa yang benar, siapa yang salah, tapi lebih pada melihat satu norma, apakah satu norma ini melanggar konstitusi atau hak orang perorangan enggak di dalam negara ini? Dan perjuangan Pak Burhan ini adalah perjuangan, bukan hanya untuk Pak Burhan pribadi, tapi untuk seluruh ASN atau PNS, termasuk Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang juga mewakili Pemerintah. Ini satu hal, kadang-kadang memang dari Pemerintah, saya sering kali mengingatkan ganti orangnya, ganti lagi caranya. Seakan-akan berhadapan dengan masyarakatnya. Enggak begitu ya. Kalau dari jawabannya, memang kelihatannya Pemerintah ingin bertahan. Jadi, putusan MK ini kan mengikat semua orang dan menguntungkan semua 13
orang kalau itu betul, gitu ya. Menguntungkan semua orang, meskipun kadang-kadang Pemerintah … yang mewakili Pemerintah keberatan, begitu diputus dan begitu juga persoalan dihadapi oleh kawan-kawan yang berstatus PNS dari Pemerintah, oh dia bisa mengacu, “Dulu Pak Burhan begini lho, kita dapat juga.” Gitu, ya. Tadi sudah dijelaskan, paling tidak ada tiga undang-undang, juga dari Taspen mengatakan, “Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1973, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004.” Yang mendasari pembayaran-pembayaran pensiun dan tunjangan hari tua, diikuti dengan peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan direksi, dan lain sebagainya. Pertanyaan saya adalah pertama, apakah betul Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 ini diberlakukan tidak hanya terhadap tagihan ... terhadap negara, terhadap pihak ketiga, ya tagihantagihan kepada negara, tetapi juga untuk penerima Taspen? Betul apa enggak? Supaya lebih tegas ini ya. Itu satu. Yang kedua, apakah dengan Pasal 40 ayat (1) ini, penerapan Pasal 40 ayat (1) ini, Pemohon ini tidak dapat menerima seluruh jaminan, uang pensiun atau ... dan/atau jaminan hari tua yang bersangkutan. Yang ketiga, sebetulnya saya ini kan bukan PNS, ya, jadi saya ingin memahami juga ini semua Para Hakim di sini, kecuali saya ini, ini orang-orang hebat semua. Statusnya diakui oleh negara ini sebagai anak negara yang mendapatkan hak dari negara, kalau saya enggak dapat ... enggak dapat pensiun seperti PNS/ASN. Pembayaran jaminan pensiun dan hari tua ini sebetulnya itu sejak kapan sih, Pak? Tadi walaupun Pak Suhartoyo sudah menjelaskan bukan sejak diterbitkan SKPP. Pertanyaan saya itu sejak kapan? Ini tolong diperjelas, ini ada kaitannya dengan permohonan Pemohon ini. Supaya lebih klir, apakah Pemohon ini mengada-ada, ya, demikian rupa atau memang ada persoalan. Permohonan apa namanya ... keterlambatan administrasi penerbitan SKPP itu menjadi masalah, kan begitu. Jadi kita ini ingin koreksi untuk semuanya, ya, jadi tidak akan pernah disalahkan pemerintah. Taspen juga tidak akan pernah dipersoal ... di apa ... disalahkan karena memang masing-masing melaksanakan tugas, gitu, tapi kalau memang ada normanya, ya, kita ini kan coba lihat, gitu. Saya kira itu saja, Pak Ketua. Terima kasih. 17.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, terima kasih. Tambahan dari Yang Mulia Pak Wahiduddin.
14
18.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Saya mengamini apa yang disampaikan Pak Suhartoyo dan Pak Hakim Patrialis Akbar. Sedikit saja pertanyaan, tidak terkait dengan norma karena hal yang seperti ini boleh saja atau mungkin sudah banyak terjadi, tadi disebutkan ini memang masalah teknis administratif yang lalu berimplikasi hak-hak atau ketentuan yang ada di Pasal 91 ayat (3) Undang-Undang ASN itu tidak terealisir. Saya ingin tanya mungkin ke Taspen saja, apakah baru kali ini kasus yang begini ini diketahui atau juga sudah pernah ada lalu bagaimana apa ... diselesaikan atau disolusinya? Jadi bisa ... berarti solusinya itu dalam implementasi, bisa saja, ya, nanti setelah kita melihat implementasi-implementasi ini kemudian mungkin ketentuan norma itu, ya, bisa dicarikan juga klausul-klausul yang lain kan. Karena di sini Pemohon ingin memaknai Undang-Undang ASN, ya. Jadi kalau dikatakan ada hal yang terkait administrasi, kesalahan administrasi atau teknis administrasi, adakah kejadian ini hanya baru kali ini atau kalau sudah pernah beberapa terjadi? Bagaimana solusinya? Ya, dalam artian solusi orang per orang yang mungkin nanti apabila kita lihat jauh mungkin solusi terhadap normanya misalnya, ya. Jadi ini begitu kita memahami karena waktu di Panel ini secara norma nampaknya jelas, tapi implementasi ini kita lihat sebagai hak-hak dari PNS yang sekarang disebut ASN yang salah satu unsurnya PNS, ya, akibat kesalahan administratif ini, ya. Sehingga hak-haknya yang ter … apa ... tertangguh tidak terbayar atau yang masih dirasakan itu hak dari Pemohon itu bisa dipenuhi gitu, ya. Terima kasih.
19.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, silakan Pihak Terkait apa ... yang bisa dijawab sekarang, ya, silakan, tapi mungkin ada beberapa hal yang harus dijawab melalui keterangan tambahan. Silakan.
20.
PIHAK TERKAIT: ERMANZAH Terima kasih, Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi. Secara menyeluruh mohon izinkan kami untuk menjawab secara tertulis, sehingga ini bisa betul-betul kita dapatkan jawaban yang komprehensif. Terima kasih.
21.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik, terima kasih. Pemohon apakah akan meng ... oh, dari Presiden, ya, ya, silakan. Ada yang ingin disampaikan. 15
22.
PEMERINTAH: YUNAN HILMY Mohon izin nanti akan kami sampaikan (...)
23.
KETUA: ANWAR USMAN Secara tertulis saja?
24.
PEMERINTAH: YUNAN HILMY Secara tertulis.
25.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik. Sama dengan Pihak Terkait, terima kasih. Pemohon apakah akan mengajukan saksi atau ahli? Hidupin!
26.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Kurang jelas, Yang Mulia.
27.
KETUA: ANWAR USMAN Apakah akan mengajukan saksi atau ahli?
28.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Sedikit, Yang Mulia.
29.
KETUA: ANWAR USMAN Apanya yang sedikit? Enggak, ada saksi atau ahli?
30.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Ya, ada, Yang Mulia.
31.
KETUA: ANWAR USMAN Oh, ada. Baik, berapa orang?
32.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Saksinya? 16
33.
KETUA: ANWAR USMAN Ya.
34.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Saksi (...)
35.
KETUA: ANWAR USMAN Untuk memperkuat dalil-dalil permohonannya?
36.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Saya hanya menyampaikan dokumen-dokumen P-1 sampai P-10, Yang Mulia.
37.
KETUA: ANWAR USMAN Oh, jadi tidak ada?
38.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Ya, saya tidak ada saksi. Terima kasih, Yang Mulia.
39.
KETUA: ANWAR USMAN Ya.
40.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ahli juga enggak ada, ahli? Pak Manurung? Ahli juga enggak ada?
41.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Tidak ada, Yang Mulia.
42.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Jadi hakimnya sudah ahli semua, ya.
17
43.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Tidak ada, Yang Mulia. Hanya sendiri saja, Yang Mulia. Demi kebenaran, Yang Mulia.
44.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, buktinya sudah diajukan? Sudah disahkan, jadi sudah enggak ada lagi, ya. Buktinya kan sudah, baik. Karena Pemohon tidak mengajukan ahli dan saksi, bagaimana pihak Pemerintah?
45.
PEMERINTAH: YUNAN HILMY Pemerintah tidak mengajukan.
46.
KETUA: ANWAR USMAN Oh, ya. Baik. Taspen?
47.
PIHAK TERKAIT: ERMANZAH Tidak mengajukan, siap.
48.
KETUA: ANWAR USMAN Tidak. Jadi, kalau begitu ... enggak, nanti ini begini sekalian, sekalian saja, ya. Baik, jadi untuk keterangan tambahan dari Taspen sekaligus nanti disampaikan ke dalam kesimpulan ya sekaligus, Pemohon juga ya dari persidangan awal waktu mulai dari sidang panel sampai terakhir ini silakan membuat kesimpulan, begitu juga untuk kuasa presiden tentunya. Untuk itu, penyerahan kesimpulan paling lambat 7 hari dari hari ini, berarti hari Rabu, tanggal 27 April 2016, paling lambat, ya. Pemohon sudah jelas ya? Jadi nanti bikin kesimpulan, ya, kalau mau, itu haknya Pemohon, kalau tidak juga enggak apa-apa sih.
49.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Terima kasih, Yang Mulia.
50.
KETUA: ANWAR USMAN Ada yang ingin disampaikan? Cukup? Sudah cukup, ya?
18
51.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Ada sedikit.
52.
KETUA: ANWAR USMAN Ya, baik.
53.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Pertanyaan, Yang Mulia.
54.
KETUA: ANWAR USMAN Kuasa presiden juga cukup, PT. Taspen juga cukup, ya. Ada yang ingin disampaikan?
55.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Kesimpulan tersendiri atau termasuk dalam permohonan, Yang Mulia?
56.
KETUA: ANWAR USMAN Permohonan kan sudah, kesimpulan. Jadi kesimpulan itu mulai dari awal sidang sampai hari ini. Sidang pertama dulu, kedua, dan ketiga, sekarang, ya.
57.
PEMOHON: BURHAN MANURUNG Baik, Yang Mulia. Kami akan perbaiki, Yang Mulia. Terima kasih, Yang Mulia.
19
58.
KETUA: ANWAR USMAN Baik, jadi sudah jelas. Kesimpulan diserahkan paling lambat hari Rabu, 27 April 2016. Dengan demikian sidang selesai dan selanjutnya ditutup.
KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.55 WIB
Jakarta, 19 April 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
20