MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 85/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR DAN PIHAK TERKAIT [KPPU] (IV)
JAKARTA RABU, 23 NOVEMBER 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 85/PUU-XIV/2016
PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat [Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 36 huruf c, huruf d, huruf h, dan huruf i, Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2), Serta Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. PT Bandung Raya Indah Lestari ACARA Mendengarkan Keterangan DPR dan Pihak Terkait (IV) Rabu, 23 November 2016 Pukul 11.17 – 13.10 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9)
Arief Hidayat Anwar Usman Patrialis Akbar I Dewa Gede Palguna Maria Farida Indrati Aswanto Manahan MP Sitompul Suhartoyo Wahiduddin Adams
Rizki Amalia
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. M. Ainul Syamsu 2. Syaefullah Hamid 3. TM Ardian B. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5.
Sutowibowo S. Lasminingsih Erwin Fauzi Rita Andriani Andi Batara
C. Pihak Terkait: 1. Mohammad Syarkawi Rauf 2. Sukarmi D. DPR: 1. Azam Azman Natawijana
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.17 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam perkara Nomor 85/PUUXIV/2016, dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya, Pemohon yang hadir siapa? Silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. AINUL SYAMSU Terima kasih, Yang Mulia. Saya M. Ainul Syamsu. Kemudian sebelah kanan saya Teuku Mahdar Ardian, dan sebelah kiri saya Syaefullah Hamid. Terima kasih.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari DPR hadir, siapa yang hadir? Silakan, Pak.
4.
DPR: AZAM AZMAN NATAWIJANA Yang Mulia, Saya mewakili Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Azam Azman Natawijana Nomor A430, Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Terima kasih.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden?
6.
PEMERINTAH: ERWIN FAUZI Terima kasih, Yang Mulia. Saya sendiri dari Kementerian Hukum dan HAM, Erwin Fauzi, kemudian di sebelah kiri saya masing-masing dari Kementerian Perdagangan, Ibu Laksminingsih Staf Ahli Kemendag bidang Perdagangan dan Jasa, kemudian Pak Suto dari Biro Hukum. Terima kasih, Yang Mulia.
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari Pihak Terkait, KPPU silakan.
1
8.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Ya, assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Majelis Hakim, yang hadir saya Syarkawi Rauf, Ketua KPPU. Saya didampingi oleh Ibu Sukarmi, Komisioner dan Staf. Assalamualaikum wr. wb.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam. Terima kasih, Pak Ketua. Agenda kita pada hari ini adalah mendengarkan keterangan dari DPR dan keterangan dari Pihak Terkait KPPU. Sudah siap memberikan keterangan, Pak? Saya persilakan. Kemudian nanti dilanjutkan dari KPPU, silakan di mimbar.
10.
DPR: AZAM AZMAN NATAWIJANA
Assalamualaikum wr. wb. Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, Pemohon yang saya hormati, dan Para Pihak dari Pemerintah yang saya hormati. Berdasarkan keputusan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Nomor 25/PINP/III/2015-2016 mengenai tim kuasa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dalam sidang Mahkamah Konstitusi pada hari ini, yang dihadiri oleh saya Ir. H. Azam Azman Natawijana, Nomor Anggota A430, Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Dalam hal ini, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri, bertindak untuk dan atas nama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, yang selanjutnya disebut DPR RI. Sehubungan dengan Surat Mahkamah Konstitusi, Nomor 678.85/PAN/MK/XI/2016, tanggal 29 September terkait dengan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli, selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang diajukan oleh PT Bandung Raya Indah Lestari, yang diwakili oleh Direktur Utama PT Bandung Raya Indah Lestari yaitu, Saudara Yoseph Sunaryo. Dalam hal ini telah memberikan Surat Kuasa Khusus kepada Syaefullah Hamid, S.H., MH. Muhammad Ainul Syamsu, S.H., M.H., Hafizullah Amin Nasution, S.H., dan Teuku Umar Ardian, S.H., selaku Advokat atau Kuasa Hukum secara bersama-sama, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon. Dengan ini, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyampaikan keterangan terhadap permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dalam Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016, sebagai berikut. a. Ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dimohonkan pengujian terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pemohon dalam permohonannya mengajukan pengujian terhadap Pasal 22, Pasal 2
23, Pasal 24, Pasal 36 huruf c, d, h, i, Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2). Dan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang dianggap Pemohon bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 33 ayat (4) UndangUndang Dasar Tahun 1945. Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia. Hak atau kewenangan konstitusional yang dianggap Pemohon telah dirugikan oleh berlakunya pasal-pasal a quo dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pemohon dalam permohonan a quo mengemukakan bahwa hak konstitusionalnya telah dirugikan dan dilanggar oleh berlakunya ketentuan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 36 huruf c, d, h, i, Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999 yang pada intinya dianggap Pemohon bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Terhadap dalil Pemohon sebagaimana diuraikan dalam permohonan a quo, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dalam penyampaian pandangannya terlebih dahulu menguraikan mengenai kedudukan hukum dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, kedudukan hukum Pemohon. Terhadap kedudukan hukum Pemohon, Dewan Perkawilan Rakyat Republik Indonesia menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005, dan Putusan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007 mengenai parameter kerugian konstitusional. Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia. Dua. Pengujian atas pasal-pasal a quo Undang-Undang Nomor Tahun 1999 terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pertama, dalam permohonan provisi. Bahwa sesungguhnya Pemohon provisi, Pemohon tersebut, Dewan Perkawilan Rakyat Republik Indonesia berpandangan sebagai berikut. a. Bahwa Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi tidak mengenal permohonan provisi dalam pengujian undang-undang. b. Bahwa dalam setiap pengujian undang-undang, undang-undang yang diuji tetap berlaku sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pasal 58 Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Bahwa ketentuan permohonan provisi dikenal dalam perkara sengketa kewenangan lembaga negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 63 Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan Mahkamah Konstitusi dapat mengeluarkan penetapan yang 3
memerintahkan pada Pemohon dan/atau Termohon untuk menghentikan sementara pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan sampai ada Putusan Mahkamah Konstitusi. Dua. Dalam pokok perkara. Bahwa pembentukan undang-undang a quo sudah berjalan dengan amanat ... sudah sejalan ... mohon maaf, sudah sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945, dan telah memenuhi syarat dalam ketentuan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama. Bahwa tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam alinea ke empat Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasar pada Pancasila. Dua. Bahwa Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, menyebutkan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Hal tersebut mengandung makna bahwa Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah merupakan sumber hukum, tertulis, tertinggi dalam hierarki perundang-undangan yang menjadi sumber hukum bagi setiap komponen bangsa untuk menjalankan kedaulatannya, berupa pelaksanaan fungsi, tugas, dan kewenangannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahwa Dewan Perkawilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah lembaga negara yang merupakan representasi daripada rakyat yang diberikan kedaulatan atau kekuasaan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 untuk membuat undang-undang. Dan jika dikaitkan dengan konsep Negara Indonesia adalah negara hukum, Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka undang-undang merupakan hukum yang harus dijunjung tinggi dan dipatuhi oleh setiap komponen masyarakat, termasuk di dalamnya Pemohon dan juga negara dalam menyelenggarakan negara dan pemerintahan. Gagasan negara hukum yang dianut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ini menegaskan adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum. 3. Selain asas supremasi hukum dalam konsep negara hukum sebagaimana dianut dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yaitu asas legalitas. Dalam konsep negara hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya, yaitu bahwa setiap tindakan penyelenggara 4
negara dan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundangundangan yang sah dan tertulis. Dengan demikian, setiap perbuatan atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan rule and procedure. 4. Bahwa pembentukan undang-undang tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk meciptakan persaingan usaha yang sehat. Undang-undang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Agar implementasi undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya dapat sejalan efektif sesuai asas dan tujuannya, maka perlu dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yaitu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh pemerintah dan pihak lain yang berwenang melakukan pengawasan persaingan usaha dan menjatuhkan sanksi-sanksi tersebut berupa tindakan administratif, sedangkan sanksi pidana adalah wewenang daripada pengadilan. Secara umum, materi dari undang-undang tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini mengandung 6 bagian pengaturan yang terdiri dari: a. Perjanjian yang dilarang b. Kegiatan yang dilarang c. Posisi dominan d. Komisi Pengawas Persaingan Usaha e. Penegakan hukum f. Ketentuan lain Undang-undang ini disusun berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Tahun 1945, serta berdasarkan kepada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan tujuan untuk menjaga kepentingan umum dan melindungi konsumen, menumbuhkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat, dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang, mencegah praktik-praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha serta menciptakan efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tidak sependapat dengan dalil Pemohon yang beranggapan ketentuan Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 undang-undang a quo sepanjang frasa pihak lain tidak memberikan kepastian hukum karena frasa pihak lain bersifat
multitafsir dan tidak jelas sehingga membuka ruang bagi lembaga
5
tertentu untuk bertindak sewenang-wenang bahwa terhadap dalil
Pemohon tersebut DPR RI berpandangan sebagai berikut. 1. Bahwa perlu dipahami bahwa istilah persekongkolan dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang bertujuan untuk melakukan suatu tindakan atau kegiatan kriminal atau melawan hukum secara bersama-sama. Pada hakikatnya, persekongkolan atau konspirasi bertentangan dengan keadilan karena tidak memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh pelaku usaha. Undang-undang a quo dibuat untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif, dilakukan melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha besar. Lebih lanjut, berdasarkan definisi dari Mahkamah Tinggi United States of America bahwa conspiracy is agreement which has consequence of concerted action, yaitu persekongkolan merupakan suatu perjanjian yang konsekuensinya adalah perilaku yang saling menyesuaikan. Selain itu persekongkolan juga sering dipersamakan dengan konspirasi dengan istilah collution, yakni sebagai a secret agreement between two or more people for the civil or fraudulent purpose. Artinya bahwa dalam kolusi tersebut ada suatu perjanjian rahasia yang dibuat oleh dua orang atau lebih dengan tujuan penipuan atau penggelapan yang sama artinya dengan konspirasi dan cenderung berkonotasi buruk atau berkonotasi negatif, namun dalam bentuk persekongkolan tidak harus dibuktikan dengan adanya perjanjian tetapi dalam bentuk kegiatan lain yang tidak mungkin diwujudkan dalam suatu perjanjian. 2. Makna dari persekongkolan tersebut tentu harus melibatkan pihak lain. Pihak lain tidak hanya terbatas pelaku usaha lain. Misalnya swasta saja, bisa juga pemerintah. Ketika bersangkutan dengan tender atau pengadaan barang dan jasa yang terkait dengan pemerintah yang di dalamnya terdapat staf atau pegawai. Dalam prinsip umum pengadaan barang dan jasa pemerintah terhadap prinsip umum good governance, yaitu tender pengadaan barang dan jasa dilakukan secara jujur oleh semua pihak. Hal ini sejalan dengan tujuan pembentukan undang-undang a quo, yaitu untuk: 1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. 2. Mewujudkan iklim usaha yang konklusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. 3. Mencegah praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha. 4. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
6
Bahwa oleh karena itu, sudah tepat frasa pihak lain dalam undang-undang a quo serta frasa pihak lain dalam undang-undang a quo tidak bersifat multitafsir dan sangat jelas frasa pihak lain Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 undang-undang a quo memberikan landasan hukum yang komprehensif terkait dengan para pihak dalam hal larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sehingga tidak menghalangi jaminan kepastian hukum. Dengan demikian Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tidak sependapat dengan dalil Pemohon yang beranggapan ketentuan Pasal 23 … Pasal 23, Pasal 24 ... maaf ... Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 undang-undang a quo merupakan suatu bentuk inkonsistensi kaidah norma antara frasa pihak lain dengan definisi persekongkolan pada Pasal 1 angka 8 undang-undang a quo. Menurut Pemohon, frasa pihak lain seharusnya dimaknai sebagai frasa pelaku usaha lain. Bahwa dalil Pemohon tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berpandangan bahwa hal tersebut bukanlah suatu bentuk inkonsistensi penormaan kaidah suatu undangundang. Pembentuk hukum telah menimbang dengan matang penormaan frasa pihak lain Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 dengan Pasal 1 angka 8 undang-undang a quo frasa pihak lain tidak merujuk pada pengertian persekongkolan atau pengusaha lain yang tidak merujuk, kepada persekongkolan atau konspirasi usaha, tetapi frasa pihak lain ini penjabaran pasal-pasal mengenai kegiatan persekongkolan sehingga pihak lain perlu dimasukkan sebagai kebutuhan untuk memperjelas persekongkolan dimaksud dalam pasal-pasal a quo. Apabila frasa pihak lain pada Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 undang-undang a quo diganti dengan frasa pelaku usaha lain, maka justru akan mempersempit makna dari ketentuan a quo tersebut dan tidak sesuai dengan tujuan awal pembentukan undang-undang a quo. Bahwa dalil Pemohon Pasal 36 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang a quo sepanjang frasa penyelidikan dan/atau pemeriksaan tidak memberikan kepastian hukum, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berpandangan bahwa KPPU merupakan lembaga yang bersifat independen dan yang dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat, serta menciptakan ketertiban dalam persaingan usaha, juga berperan untuk menciptakan dan memelihara iklim persaingan usaha yang kondusif. Kedudukan KPPU merupakan lembaga administratif karena kewenangan yang melekat pada dirinya adalah kewenangan administratif. Penyelidikan dan/atau pemeriksaan dalam undang-undang 7
a quo merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh investigator KPPU untuk mendapatkan bukti yang cukup sebagai kelengkapan dan kejelasan laporan klarifikasi, laporan hasil kajian, laporan hasil penelitian, dan hasil pengawasan dalam penyelidikan, dan/atau pemeriksaan administratif sehingga sanksi yang dijatuhkan pun merupakan sanksi administratif. Lebih lanjut, pencantuman penyelidikan dan/atau pemeriksaan merupakan suatu penegasan bahwa kegiatan penyelidikan dan/atau pemeriksaan dilakukan oleh KPPU dalam bentuk mendapatkan kejelasan, guna untuk menjatuhkan putusan administratif sehingga sangkaan dan pengaitan oleh Pemohon terhadap penyelidikan pidana tidaklah benar karena dalam undang-undang a quo pun sudah ditegaskan bahwa yang dilakukan KPPU adalah penyelidikan dan/atau pemeriksaan administratif. Bahwa Pemohon mendalilkan terhadap Pasal 36 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang a quo sepanjang kata penyelidikan tidak memberikan kepastian hukum bagi Pemohon karena penyelidikan dalam pasal tersebut tidak disertai dengan ketentuan lain tentang tata caranya atau pelaksanaan penyelidikannya. Bahwa terhadap dalil Pemohon tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Repubik Indonesia berpandangan bahwa penyelidikan yang dimaksud oleh undang-undang a quo merupakan tindakan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh komisi sebelum memberikan putusan administratif terhadap dugaan telah terjadi suatu pelanggaran terhadap undangundang a quo. KPPU bukanlah lembaga peradilan khusus persaingan usaha … khusus persaingan usaha, sehingga KPPU tidak menjatuhkan sanksi pidana maupun perdata. Bahwa sanksi yang dijatuhkan merupakan sanksi administratif. Bahwa undang-undang a quo telah memberikan wewenang kepada KPPU untuk melakukan penyelidikan secara administratif, maka kegiatan penyelidikan yang dilakukan oleh KPPU adalah sah menurut peraturan perundang-undangan. Bahwa undangundang a quo menyatakan bahwa penyelidikan KPPU adalah penyelidikan administratif, sehingga tidak ada hak konstitusionalitas Pemohon yang dirugikan dengan adanya frasa penyelidikan dalam Pasal 36 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2). Dengan demikian, Ketentuan Pasal 36 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bahwa Dewan Perwakilan Rakyat berpandangan seyogianya Pemohon dalam memahami Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) undangundang a quo harus dikaitkan dengan memahami Pasal 44 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) yang mempunyai hubungan dan rangkaian alur atau tahapan yang jelas dengan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5). Bahwa Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) juga tidak berdiri sendiri, tetapi juga harus 8
dikaitkan dengan Pasal 45 dan Pasal 46 undang-undang a quo, dimana sebelumnya Pemohon melaksanakan putusan KPPU, Pemohon diberikan hak untuk mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri dan kasasi ke Mahkamah Agung. Artinya, pasal-pasal undang-undang a quo tersebut mengutamakan penyelesaian perkara secara administratif sebagai premium remedium. Penyelesaian perkara tersebut ditangani oleh lembaga khusus, yaitu KPPU dengan tetap memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk melakukan upaya hukum keberatan atas putusan administratif KPPU kepada pengadilan negeri dan kasasi ke Mahkamah Agung. Sehingga ketentuan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) undang-undang a quo tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bahwa dengan demikian atas dasar uraian tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Repubik Indonesia berpandangan bahwa ketentuan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 36 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga tidak memberikan hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon. Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia. Bahwa selain pandangan secara konstitusional, teoritis, dan yuridis sebagaimana telah diuraikan di atas, dipandang perlu untuk melihat latar belakang perumusan dan pembahasan pasal-pasal terkait dengan undang-undang a quo, sebagaimana tercantum dalam lampiran keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Repubik Indonesia yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dengan keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Repubik Indonesia yang kami bacakan ini. Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia. Bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Repubik Indonesia memohon agar kiranya Ketua Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan permohonan Pemohon a quo ditolak untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan Pemohon a quo tidak dapat … permohonan a quo tidak dapat diterima. 2. Menyatakan keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Repubik Indonesia diterima untuk seluruhnya. 3. Menyatakan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 36 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945.
9
4.
Menyatakan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 36 huruf c, huruf d, h dan i, Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tetap memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Apabila Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya. Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, demikian keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia kami sampaikan sebagai bahan pertimbangan bagi Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia untuk mengambil keputusan. Azam Azman Natawijana, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia A-430. Wassalamualaikum wr. wb.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, Pak Azam Azman Natawijana. Silakan duduk kembali. Berikutnya kita dengar keterangan dari Pihak Terkait Ketua KPPU.
12.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF siang.
Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. dan selamat
Yang saya hormati, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Izinkan kami memberi ... memberikan pendapat terhadap materi gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan outline sebagai berikut. Pertama, kami akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai latar belakang dari undang-undang ini. Kemudian yang kedua, kami ingin menjelaskan tujuan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kemudian yang ketiga, kami ingin menyampaikan hal-hal yang kami sudah lakukan dalam kurang-lebih 16 tahun KPPU. Kemudian yang keempat, kami ingin memberikan pandangan terhadap fokus dari judicial review. Kemudian yang kelima, kesimpulan. Pertama, latar belakang dari undang-undang ini adalah ingin diposisikan sebagai instrumen negara untuk mengoreksi kondisi ekonomi waktu itu sebelum reformasi ... sebelum 1997-1998 yang sangat sentralistik. Dimana sentralis ... sentralistik penguasaan aset yang terjadi pada saat itu disebabkan karena adanya: (1) Fasilitasi dari regulasi yang dibuat baik di level pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah. Hal ini membuat concentration ratio di hampir di semua komoditas strategic menjadi sangat tinggi, di mana di hampir semua komoditas hanya ada dua, tiga pemain besar.
10
Kemudian yang kedua, undang-undang ini adalah instrumen untuk mendorong atau mengakselerasi proses reformasi ekonomi, di mana kami terjemahkan sekarang dengan istilah reformasi pasar. Isi dari reformasi ekonomi yang harusnya bisa berjalan lebih cepat hingga hari ini adalah: Satu. Regulator review. Banyak sekali aturan, baik undangundang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan gubernur, bupati, walikota, maupun perda yang memberikan eksklusivitas kepada pelaku usaha tertentu untuk berusaha di suatu sektor di suatu komoditi. Sehingga berbagai aturan main ini menjadi agenda kami di KPPU untuk dilakukan paling tidak kaji ulang. Kemudian yang kedua. Reformasi ekonomi ini harusnya fokus untuk mengoreksi struktur pasar yang sangat terkonsentrasi. Kemudian yang ketiga. Reformasi ekonomi ini ingin mendorong supaya ada perubahan perilaku atau yang kita sebut sebagai behavior reform. Yang ketiga. Latar belakang dari pendirian pembentukan undangundang ini adalah sebagai instrumen pengawasan akibat dari perubahan rezim kebijakan ekonomi dari yang bersifat state control menjadi market mechanism, sebagaimana pengalaman di negara-negara lain yang terlebih dahulu menganut sistem ekonomi pasar. Seperti kalau di Indonesia diamanatkan di dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya, tujuan dari undang-undang ini adalah efisiensi yang berkeadilan. Tujuan ini pun mengacu kepada ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan berbeda dengan tujuan yang dimiliki oleh institusi-institusi persaingan serupa di negara lain. Kalau di dalam sistem negara yang menganut ekonomi pasar yang liberal, tujuan undang-undangnya lebih pada faktor efisiensi. Tetapi dalam kasus Indonesia, tujuan dari undang-undang ini adalah mendorong efisiensi yang berkeadilan sehingga aspek berkeadilan itulah yang kemudian membedakan antara Undang-Undang Persaingan Usaha di Indonesia dengan Undang-Undang Persaingan Usaha di negara lain. Yang kedua, undang-undang ini juga bertujuan untuk memberikan kesempatan berusaha yang sama. Perlu kami sampaikan kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi bahwa sesuai dengan ketentuan United Nations Development Program (UNDP), mereka menyebutkan bahwa untuk menjadi negara maju bagi suatu negara, maka negara itu paling tidak memiliki 2% dari penduduknya berprofesi sebagai pengusaha. Untuk mencapai angka itu, maka berdasarkan data yang kami peroleh dari teman-teman Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, Indonesia ini masih membutuhkan paling tidak 1.800.000 pengusaha baru.
11
Menurut World Bank untuk menjadi negara maju, suatu negara paling tidak memiliki 4% dari penduduknya yang berprofesi sebagai pengusaha. Artinya kalau kita merujuk kepada ketentuan Bank Dunia, maka Indonesia masih membutuhkan kurang-lebih 5.800.000 pengusaha baru. Oleh sebab itu, KPPU menjadi instrumen negara yang sangat penting. Untuk apa? Untuk mendorong munculnya pelaku-pelaku usaha baru, baik berdasarkan ketentuan yang dianut oleh UNDP tadi dengan 1.800.000 orang, maupun berdasarkan Bank Dunia dengan 5.800.000 orang. Untuk itu, Indonesia sekarang sedang berusaha untuk menggeser ekonominya dari yang kita sebut sebagai low income country menjadi middle income country, menjadi develop country. Untuk mempercepat proses transformasi ekonomi kita dari negara yang berpendapatan rendah yang hanya sekitar $2.000USD per kapita per tahun menjadi negara dengan middle income dengan pendapatan kurang-lebih $3.500USD sampai $7.500USD, maka membutuhkan iklim persaingan usaha yang sehat. Membutuhkan Undang-Undang Persaingan Usaha yang kuat yang bisa mendorong terciptanya efisiensi yang berkeadilan tadi yang bisa memberikan kesempatan berusaha bagi semua penduduk di Negara Republik Indonesia ini. Oleh sebab itu, tujuan untuk mendorong proses transformasi ekonomi dari low income country ke middle income, ke develop country membutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Dan termasuk dalam hal ini KPPU. Untuk itu, apa yang kami lakukan di KPPU hari ini adalah mendorong supaya ekonomi kita bisa bergerak dari ekonomi yang hanya digerakkan oleh faktor sumber daya alam atau faktor driven economy menjadi ekonomi yang berbasis pada efisiensi, berbasis pada innovation driven economy. Untuk menggeser ekonomi dari faktor driven ke efisiensi driven, ke innovation driven, salah satu kata kuncinya adalah persaingan usaha yang sehat. Kita harus secara sungguh-sungguh menganut dan mengimplementasikan competitions policy and competition law dan ini kita bisa lihat pengalaman teman-teman di Jepang yang sekarang muncul dengan tagline no competition no growth. Kita tidak mungkin mengharapkan pertumbuhan bisnis yang tinggi dan sustainable. Kita tidak mungkin mengharapkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan sustainable tanpa secara sungguh-sungguh mengimplementasikan competition policy dan competition law di suatu negara. Saya kira itu yang perlu kita adopsi di dalam konteks tata ekonomi kita secara nasional. Ini juga kami ingin menyelesaikan kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi bahwa kebijakan dan hukum persaingan yang dipraktikkan secara sungguh-sungguh atau institusi persaingan yang kuat itu akan mendorong efisiensi di pasar yang pada akhirnya akan 12
meningkatkan productivity. Competitions akan membuat more entry and exit dimana more entry akan menciptakan pelaku-pelaku usaha baru yang ujung-ujungnya mendorong productivity. Competitions juga akan mendorong inovasi, mendorong R and D yang ujung-ujungnya meningkatkan productivity. Ini menjadi penting karena kalau kita lihat target dari pemerintah, kita ingin menjadi negara maju paling tidak dalam 20 tahun ke depan. Untuk menjadi negara maju, tidak mungkin hanya mengandalkan pada skenario kebijakan business as usual atau melangkah apa adanya. Dibutuhkan reform apakah itu yang disebut dengan parsial reform maupun komprehensif reform. Apa yang kami dorong di KPPU selama ini adalah mendorong komprehensif reform. Dengan cara apa? mendorong supaya pemerintah benar-benar menggunakan competitions sebagai basis untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional sehingga pada ujungnya meningkatkan productivity growth dimana productivity growth ini akan menjadi sumber pertumbuhan baru di masa depan. Dan saya kira mau tidak mau kata kuncinya adalah competition policy and competition law yang kuat seperti pengalaman teman-teman di Jepang, teman-teman di Korea, teman-teman di Eropa, maupun di Amerika. Apa yang kami sudah lakukan di KPPU? Pertama, terkait dengan putusan. Kami dari kurang-lebih 16 tahun KPPU berdiri, kami sudah membuat kurang-lebih 500 putusan atau memutuskan 500 perkara persaingan. Dimana ada 78 putusan yang sampai hari ini sudah dikuatkan di pengadilan negeri, khususnya terhadap putusan KPPU yang diajukan upaya keberatan ke pengadilan negeri. Kemudian, ada 88 putusan KPPU yang dikuatkan di level Mahkamah Agung, dalam hal ini pengadilan kasasi. Kemudian, 23 di pengadilan level Peninjauan Kembali (PK). Kemudian, putusan KPPU yang dibatalkan sampai hari ini kuranglebih 57 di pengadilan negeri. Kemudian, kurang-lebih 33 di Mahkamah Agung dan hanya dua di tingkat peninjauan kembali. Kemudian, dari sisi denda. Sampai hari ini, KPPU masih ada piutang-piutang denda persaingan itu kurang-lebih Rp411 miliar. Dimana yang sudah terbayar sekitar Rp225 miliar. Kemudian, saldo yang harusnya disetorkan ke kas negara kurang-lebih Rp186 miliar. Beberapa kasus yang saya ingin sampaikan di forum yang mulia ini terkait dengan penegakan hukum yang kami lakukan di KPPU. Pertama, kartel SMS. Dulu pada tahun 2007-2008, KPPU memutus bersalah enam perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Karena enam perusahaan itu bersekongkol untuk menetapkan tarif SMS lintas operatos ... lintas operator, atau tarif SMS yang bersifat interkoneksi, atau dari operator satu ke operator yang kedua. Dulu Bapak dan Ibu sekalian di forum ini kalau satu kali SMS membayar kurang-lebih Rp250,00 sampai Rp350,00 per satu kali SMS ke operator yang berbeda. Tetapi dengan putusan KPPU, kami meminta supaya enam operator itu membatalkan perjanjiannya dan kami mendenda kurang-lebih Rp78 miliar terhadap 13
enam operator yang bersangkutan itu. Kemudian atas putusan KPPU, mereka membatalkan perjanjiannya, sehingga tarif SMS yang bersifat lintas operator turun dari yang biasanya Rp250,00 per satu kali SMS menjadi kurang dari Rp100,00 per satu kali SMS. Hal ini mendorong tidak hanya indus ... perkembangan di industri telekomunikasi, tetapi putusan ini berdampak pada sektor-sektor ekonomi yang lain, mulai dari perdagangan maupun di sektor pertanian. Karena dalam beberapa waktu terakhir, kita bisa menemukan petani kakao, petani vanili, petani di berbagai daerah SMS ke pusat-pusat bisnis di Surabaya, di Bandung, di Medan, di Makassar hanya untuk menanyakan perkembangan harga komoditas kakao di daerah yang bersangkutan itu. Dan saya kira, putusan ini memberi dampak yang sangat luas terhadap ekonomi kita secara nasional. Kemudian yang kedua, yang saya ingin sampaikan juga adalah putusan KPPU terhadap kartel ban. Kalau ban mobil, ini juga problem besar di kita. Karena ternyata harga ban mobil di Indonesia itu untuk ukuran mobil sejuta umat itu Avanza, Xenia, dan segala macam, harganya juga diduga ... tapi sebenarnya bukan diduga lagi karena ini sudah ada putusan KPPU dikartel oleh enam perusahaan ban di Indonesia. Dan enam perusahaan ban itu kita denda Rp150 miliar, Rp25 miliar masing-masing perusahaan. Dimana putusan KPPU secara substansi dikuatkan di pengadilan negeri, tetapi dendanya dikurangi dari Rp150 miliar menjadi hanya Rp25 miliar. Kemudian, KPPU keberatan ke Mahkamah Agung, di Mahkamah Agung putusannya dikuatkan kembali, baik substansi maupun denda dari Rp25 miliar menjadi Rp150 miliar. Tahapannya sekarang kami lagi menunggu proses eksekusi pembayaran dari Bridgestone, Goodyear, Sumitomo Rubber, Elang Perdana, Karet Deli, dan Gajah Tunggal. Enam perusahaan ban ini diduga melakukan persekongkolan dalam memengaruhi volume penjualan ke pasar yang menyebabkan kelangkaan pasokan barang, yang membuat harga ban yang bersangkutan itu menjadi tinggi. Oleh sebab itu, mungkin ini salah satu penyebab kenapa jumlah penjualan mobil di Indonesia dibandingkan dengan Thailand yang penduduknya kurang dari separuh penduduk Indonesia, kita selalu kalah karena harga bannya itu jauh lebih mahal dibanding apa yang ada di sana. Mungkin untuk kasus-kasus lain, saya tidak akan sampaikan. Kemudian, apa yang kami lakukan dalam konteks memberikan saran dan pertimbangan ke Pemerintah. Jadi, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan, salah satu tugas atau kewenangan KPPU itu adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah. Nah, cuma lagi-lagi saran dan pertimbangan KPPU ini tidak bersifat mengikat, berbeda dengan competition authority di negara lain seperti Australian Competition and Consumer Commission, dimana saran dan pertimbangan dari lembaga yang bersangkutan itu mengikat pemerintah atau saran dan pertimbangan KPPU berbeda dengan Ombudsman, 14
dimana saran dan pertimbangan Ombudsman itu bersifat wajib untuk diikuti oleh pemerintah atau bersifat binding. Tapi, meskipun demikian, perkembangan saran dan pertimbangan yang kami berikan sampai saat ini, itu kurang lebih 155 saran dan pertimbangan. Itu mencakup keseluruhan kegiatan ekonomi. Nah, ini ada kurang lebih 3 sektor yang memperoleh saran dan pertimbangan KPPU paling banyak. Satu, terkait dengan sektor perdagangan. Kemudian yang kedua, Pengadaan barang dan jasa. Kemudian, yang ketiga sektor keuangan. Nah, mungkin ada 2 yang kami ingin ceritakan kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Pertama di industri penerbangan. Kalau Bapak dan Ibu sekalian tahun 2002, saya dari Makassar terbang ke Jakarta pakai Garuda, saya harus mengeluarkan ongkos kurang lebih Rp2.200.000,00 untuk kelas ekonomi, satu kali terbang, itu tahun 2002. Dengan jumlah penumpang angkutan udara waktu itu dengan hanya 3 operator, kurang lebih 8 juta penumpang. Waktu itu KPPU mendorong pemerintah untuk membuka industri penerbangan ini dengan memberikan kesempatan bagi masuknya operator-operator lain ke dalam pasar yang bersangkutan itu. Sehingga, waktu itu pemerintah merespons dengan memberikan peluang bagi adanya izin baru di industri penerbangan, sehingga masuklah operatoroperator penerbangan yang baru, akibatnya pertumbuhan di industri penerbangan kita sangat tinggi karena harga tiket yang dulunya untuk Makassar-Jakarta, Surabaya-Jakarta, Medan-Jakarta yang harganya sangat mahal itu, turun lebih dari 50% yang menyebabkan jumlah penumpang angkutan udara saat ini kurang lebih 80 juta penumpang. Ini pun sebenarnya, masih jauh dari ideal. Karena kalau kita membandingkan jumlah pembeli tiket di Amerika, itu kurang lebih 1,1 miliar per tahun dari jumlah penduduk yang kurang lebih 350 juta. Itu artinya, dari 350 juta penduduk Amerika, kurang lebih mereka membeli tiket penerbangan 3 kali dalam setahun dengan angka 1,1 miliar pembelian tiket. Artinya apa? Kalau ini sebagai benchmark bagi industri penerbangan kita di Indonesia, maka harusnya jumlah penumpang udara di Indonesia itu adalah 250.000.000 x 3, berarti kurang lebih 750 juta pembelian tiket per tahun. Artinya, dengan pasar penerbangan dengan jumlah penumpang yang hanya 80 juta orang, ini masih jauh dari ideal. Oleh sebab itu, kami di KPPU terus mendorong menteri perhubungan untuk melakukan reform di industri penerbangan. Salah satu yang kami usulkan terakhir adalah menghapuskan ketentuan tarif bawah di industri penerbangan. Karena Pak Menteri Perhubungan yang lalu menetapkan bahwa tarif terendah di setiap rute itu adalah 30% dari tarif termahal di setiap rute. Artinya, kalau Jakarta-Surabaya yang termahal harga tiketnya adalah Rp1.200.000,00 maka yang termurah yang bisa dijual oleh operator penerbangan adalah Rp360.000,00 per 15
satu kali jalan. Ini tidak memberikan insentif bagi adanya innovasi bagi adanya efisiensi yang bisa membuat harga tiket itu menjadi relatif lebih murah. Kemudian yang kedua, industri telekomunikasi. Dulu di industri telekomunikasi kita operatornya yang paling dominan adalah Indosat dan Telkomsel, ownernya 1 itu Temasek, Temasek punya ownership di Telkomsel punya ownership di Indosat. Bagi kami di KPPU, struktur ownership seperti ini akan mendorong kepada praktik persaingan yang tidak sehat dalam bentuk monopoli dalam penetapan tarif atau monopoli dalam hal penguasaan pasar. Oleh sebab itu, KPPU memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan meminta Temasek untuk melepaskan ownership-nya di salah satu operator telekomunikasi yang ada dan alhamdulillah saat itu Temasek melepaskan kepemilikannya di Indosat dengan menjual kepada Qatar Telecommunication sekarang kemudian dimiliki oleh Ooredoo dan mempertahankan ownership-nya di PT Telekomunikasi Indonesia atau Telkomsel. Selanjutnya, terhadap fokus judicial review terkait dengan frasa pihak lain, izinkan kami, Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, menjelaskan dari fakta-fakta yang kami sudah lakukan di KPPU. Secara umum persekongkolan yang sering kami temui di lapangan itu paling tidak ada 4 bentuk. Bentuk yang pertama adalah yang disebut dengan persekongkolan horizontal. Persekongkolan horizontal itu adalah persekongkolan yang dilakukan antarsatu pelaku usaha dengan pelaku usaha lain. Nah, tetapi persekongkolan ini rupanya untuk kasus Indonesia ini tidak cukup. Memang di Jepang, di Korea atau di negara lain persekongkolan lebih banyak antarpelaku usaha dengan pelaku usaha lain. Makanya dalam beberapa kesempatan, kami sering experience dengan temanteman di Jepang, mereka cenderung kaget dengan modus-modus persekongkolan yang ada di Indonesia. Modus yang lain itu adalah persekongkolan vertikal dimana si pemilik proyek, dalam hal ini pemerintah justru menfasilitasi pelaku usaha tertentu untuk memenangkan pekerjaan dalam tender proyek dan ini banyak sekali kami temui mulai dari pusat sampai gubernur, bupati, walikota. Kemudian yang ketiga, gabungan antara persekongkolan vertikal dan horizontal. Ini yang lebih kompleks. Karena apa? Dulu ada aturan main untuk ikut tender tidak cukup dengan hanya satu peserta, sementara si pemilik proyek dalam hal ini pemerintah ingin menfasilitasi pelaku usaha untuk memenangkan tender yang bersangkutan. Tetapi kalau hanya A yang masuk sebagaimana peserta tender, tendernya harus diulang atau bahkan dibatalkan. Nah, oleh sebab itu, perusahaan A memanggil perusahaan B, C, dan D untuk ikut menjadi pendamping. Yang terbentuk akhirnya adalah persaingan yang bersifat semu seolah-olah bersaing padahal ini hanya 16
menfasilitasi perusahaan A untuk memenangkan tender sebagaimana keinginan dari di pemilik proyek. Kemudian yang lebih unik lagi yang sering kami temui di lapangan adalah persekongkolan vertikal digabung dengan persekongkolan horizontal yang difasilitasi oleh individu tertentu. Di Sumatera Utara, kami pernah menghukum salah satu adik dari bupati karena adik dari bupati yang bersangkutan itu menginginkan supaya perusahaan A yang memenangkan tender. Akhirnya karena persyaratan tendernya harus pesertanya 2, 3, atau lebih, maka si perusahaan A atau si adik bupati itu memanggil 3 perusahaan lain untuk menjadi peserta tender. Kemudian si adik bupati ini mengatur dengan pemerintah daerah yang bersangkutan itu sebagai pemilik tender. Jadi, persekongkolannya vertikalnya sudah 2 level. Vertikal ke atas, vertikal lagi ke adik bupati yang bersangkutan itu. Akhirnya, adik bupati itu memenangkan tender lewat perusahaan A. Kemudian karena sudah ada pemenang tendernya, maka adik bupati memperoleh bayaran tertentu. Kemudian, bayaran dari itu di-sharing ke perusahaan B, C, dan D yang menjadi peserta tender untuk memenuhi persyaratan tender pembangunan yang bersangkutan itu. Nah, sehingga modus ini paling banyak kami temui di dalam perkara-perkara persaingan yang kami tangani sampai hari ini. Kemudian lebih kompleks lagi, si individu tadi yang menfasilitasi A, B, C, D, termasuk mengkomunikasikan ke pemilik proyek yang ada di atas, kemudian ragu apakah ketika si A memenangkan tender, kemudian si A ini berhubungan dengan pemilik proyek, apakah si individu yang bersangkutan ini akan mendapatkan bayaran sebagaimana yang diperjanjikan sebelumnya? Akhirnya si individu tadi meminta kepada perusahaan A, “Tolong untuk menfasilitasi Anda menjadi pemenang tender, masukkan saya ke dalam akta perusahaan Anda itu.” Akhirnya, diubah akta perusahaan, masuklah si individu tadi ke dalam dokumen AD/ART perusahaan … akta perusahaan itu sebagai owner, hanya untuk memastikan bahwa transfer dana dari pemilik proyek itu juga bisa diatur oleh si individu yang tadi ini sehingga berdasarkan modus-modus ini, makanya kami dari KPPU setuju dengan pembuat undang-undang sebagaimana yang kami baca dari memorie van toelichting atau notulensi rapat pada saat perdebatan pembuatan undang-undang ini yang menyatakan bahwa frasa pihak lain berbeda dengan frasa pelaku usaha lain. Yang kedua, frasa pihak lain ingin mengakomodir tindakan antipersaingan usaha yang bersifat horizontal maupun yang bersifat vertikal seperti yang kami ceritakan sebelumnya. Berdasarkan pada fakta-fakta yang kami temukan di lapangan, berdasarkan pada memorie van toelichting, berdasarkan pada notulensi rapat pada saat pembuatan undang-undang ini, maka berdasarkan kewenangan KPPU pula dalam Pasal 35 huruf f Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, kami membuat pedoman Pasal 22 Undang-Undang Nomor 17
5 Tahun 1999 tentang Persekongkolan Tender yang salah satunya mengatur tentang definisi pihak lain. Kemudian yang kedua, pembuatan pedoman KPPU ini seperti yang disebutkan oleh Perwakilan dari DPR tadi yang menyebutkan bahwa salah satu kewenangan KPPU adalah membuat peraturan komisi seperti yang diatur di dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Kemudian KPPU telah menyusun pedoman Pasal 22 yang intinya pihak lain adalah para pihak, baik secara vertical maupun horizontal yang terlibat dalam proses tender yang melakukan persekongkolan tender, baik pelaku usaha sebagai peserta tender dan/atau subjek hukum lainnya yang terkait dengan tender tersebut. Kemudian terhadap permohonan Pemohon terkait dengan frasa penyelidikan, izinkan kami majelis komisi … Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan sebenarnya ini ada bagan yang sangat kompleks yang sangat kami ingin sampaikan secara … secara sederhana, ini kami tunjukan di slide berikut. Yang pertama proses pemeriksaan yang kami lakukan di KPPU itu adalah proses pemeriksaan yang bersifat administratif. Itu dimulai dari, satu, sumber perkara yang pada prinsipnya bisa bersumber dari dua, satu ada laporan dari masyarakat, yang kedua hasil penelitian inisiatif dari KPPU itu sendiri. Berdasarkan laporan dan inisiatif dari KPPU, kemudian KPPU menemukan adanya indikasi pelanggaran Undang-Undang Persaingan maka laporan atau inisiatif yang bersangkutan kami akan tingkatkan ke dalam proses penyelidikan. Di dalam proses penyelidikan kalau pelaku usaha yang bersangkutan itu atau yang diduga terindikasi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak kooperatif, maka KPPU bisa menyerahkan proses pemeriksaan terhadap yang bersangkutan itu kepada penyidik kepolisian. Artinya apa, proses administratif yang terjadi di KPPU dan proses penyidikan yang terjadi di kepolisian itu adalah sesuatu yang berbeda. Dimana apa yang kami lakukan di KPPU adalah proses penyelidikan administratif atau pemeriksaan administratif, sementara terhadap tindakan pelaku usaha yang tidak kooperatif itu kami akan serahkan sepenuhnya kepada penyidik kepolisian. Dimana perkara pokok perkara semuanya kami serahkan ke kepolisian dan KPPU tidak punya lagi kewenangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap perkara yang bersangkutan itu. Sehingga kalau ada … ada dugaan bahwa KPPU atau di dalam undang-undang ini bisa secara bersamasama melakukan pemeriksaan administratif dan pemeriksaan proses penyidikan kepolisian, itu sesuatu yang tidak benar. Kemudian yang kedua masuk ke tahap pemeriksaan. Di tahap pemeriksaan kita membaginya di KPPU itu ada pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan lanjutan, kemudian musyawarah majelis. Ini pun dibatasi jangka waktunya kurang lebih 150 hari. Kalau ada pelaku usaha juga tidak kooperatif dalam tahap pemeriksaan ini, barulah kami 18
menyerahkannya ke proses penyidikan. Kalau kami sudah serahkan ke proses penyidikan maka semua proses pemeriksaan yang dilakukan di KPPU itu harus dihentikan. Kemudian sampai pada putusan pun KPPU memutus si a, si b bersalah, kemudian pelaku usaha yang bersangkutan tidak melaksanakan putusan KPPU dan juga tidak mengajukan keberatan ke pengadilan negeri, maka KPPU juga bisa menyerahkan ke seluruhan pokok perkara itu ke penyidik, supaya diambil tindakan pidana. Artinya apa? Tindakan yang kami lakukan di KPPU adalah tindakan administratif, sementara tindakan yang dilakukan di penyidik Polri adalah sepenuhnya tindakan pidana, sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1999. Kemudian terhadap isu tentang proyustisia. Kami berdiskusi dengan banyak ahli pidana, semua proses penyelidikan pada prinsipnya harus demi hukum, harus demi keadilan, sehingga setiap orang bisa mendapatkan keadilan atas nama hukum. Tetapi menurut ahli pidana, mereka menyatakan bahwa terminologi proyustisia itu lebih banyak disematkan kepada proses penyidikan yang ada di kepolisian. Sehingga kami di KPPU tidak pernah menggunakan istilah proyustisia di dalam proses penyidikan … penyelidikan yang kami lakukan, meskipun kami yakin betul bahwa proses penyelidikan atau proses pemeriksaan yang kami lakukan itu demi hukum, demi keadilan. Tetapi dalam praktiknya kami tidak mencantumkan diproses pemeriksaan maupun di putusan dengan istilah atas nama Tuhan Yang Maha Esa dan lain-lain karena pada prinsipnya kami lagi-lagi ini bukan hakim, tetapi seolah-olah hakim atau kami bukan pengadilan, tetapi seolah-olah pengadilan. Demikian, ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Nah, sehingga kesimpulan kami: 1. Bahwa frasa pihak lain, pada Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah memberikan kepastian hukum dan tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4) dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kemudian frasa penyelidikan pada Pasal 36 huruf c, d, h, dan i, Undang-Undang Nomor 5 telah memberikan kepastian hukum dan tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Bahwa Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah memberikan kepastian hukum dan tidak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Olehnya itu, kami memohon kepada Majelis Mahkamah Konstitusi, demi tegaknya Undang-Undang Persaingan Usaha di Indonesia, untuk 19
tidak mengabulkan permohonan dari Pemohon. Wassalamualaikum wr. wb. 13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam, terima kasih, Pak Ketua KPPU. Dari meja Hakim, ada yang akan dimintakan keterangan pada DPR dan KPPU? Dari pojok, Yang Mulia Pak Patrialis, kemudian nanti Pak Suhartoyo dari sisi kanan. Silakan.
14.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia. Ada beberapa pertanyaan kepada Pak Azam yang terhormat mewakili DPR dan KPPU, ya. Pertama, tentu kami atau saya paling tidak secara pribadi memberikan apresiasi pada kinerja KPPU yang sudah disampaikan tadi. Namun persoalannya adalah ini bukan berkaitan dengan persoalan kinerja, tetapi persoalan norma hukum yang disampaikan oleh Pemohon yang dianggap merugikan mereka. Jadi mereka minta mendudukkan masalah, jadi tidak ada kaitannya dengan kinerja. Tapi kinerjanya kami dengar itu cukup bagus ya, alhamdulillah. Begini, baik DPR maupun KPPU nanti silakan dijawab masingmasing. Di dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, itu kan telah memberikan pengertian, kalau pun dalam tanda kutip “definisi” ya. Saya lebih suka pengertian, yang dijadikan sebagai suatu ketentuan umum. Bahwa persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerja sama yang dilakukan pelaku usaha dengan pelaku usaha lain. Jadi ada pelaku usaha dengan pelaku usaha lain, dengan maksud dan selanjutnya. Artinya, Pasal 1 angka 8 ini telah memberikan payung untuk pasal-pasal selanjutnya, ya untuk memberikan payung pada pasal-pasal selanjutnya dalam ketentuan umum. Sementara, tiba-tiba dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, justru di situ tidak lagi berkenaan dengan pengusaha lain, tapi adalah pihak lain, ya. Nah, memang tadi Pak Azam menjelaskan, pihak lain yang dimaksudkan ada vertikal dan horizontal, kemudian KPPU mengualifikasi kepada empat ya, empat kualifikasi yang dimaksudkan dengan pihak lain. Nah pertanyaannya adalah apakah ada penjelasan atau keterangan lain dalam undang-undang ini, yang menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan pelaku usaha lain, itu sama dengan pihak lain? Atau sebaliknya, apakah undang-undang ini menegaskan, apakah pihak lain itu sama dengan pelaku usaha lain? Itu satu. Ini ke DPR juga itu sama pertanyaannya. Yang kedua, berkaitan dengan ini, tadi KPPU menjelaskan bahwa justru KPPU mengambil inisiatif karena diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk 20
membentuk peraturan komisi, ya? Itu landasan hukumnya dari mana? Kalau membentuk suatu peraturan komisi di KPPU ini, tentu sumbernya adalah undang-undang kan? Ini yang dipersoalkan oleh Pemohon. Apa ada sumber lain selain dari itu? Dua. Yang ketiga. Berkenaan dengan persoalan penyelidikan yang juga dijelaskan tadi oleh KPPU bahwa ternyata hasil penyelidikan yang dilakukan oleh KPPU, meskipun bukan pro justisia, ya, tapi demi keadilan, demi hukum, itu bisa dilimpahkan kepada penyidik, kepada penyidik. Bukankah di dalam undang-undang kita, misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, itu kan sudah diatur. Yang dimaksudkan dengan penyelidik itu siapa, ya, kalau penyidik dan selanjutnya saya enggak usah komentar, ya. Pertanyaan saya adalah apakah di KPPU penyelidik itu adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia? Pertanyaannya. Sebab beberapa lembaga-lembaga penegak hukum di negara ini, katakanlah BNN, Badan Anti Teroris, dan segala macamnya, termasuk juga KPK, ya. Bahwa penyelidik itu adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang di tempatkan di sana, kecuali KPK terakhir dengan putusan Mahkamah karena dibenarkan mengangkat penyelidik sendiri, penyidik sendiri asal memiliki kualifikasi untuk itu, itu sudah dibenarkan, ya. Nah, pertanyaannya apakah KPPU juga diberikan kewenangan untuk mengangkat penyelidik sendiri oleh undang-undang, ya. Itu dua. Yang terakhir. Di dalam praktik yang ada selama ini oleh KPPU, mana yang didahulukan? Karena tadi ditegaskan bahwa fokusnya itu lebih kepada persoalan administrasi, tapi juga tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penyelidikan apabila mereka dianggap tidak bisa … apa tadi istilahnya ... kerjasama, ya, tidak kooperatif, ya, tidak kooperatif. Nah, sementara di dalam penjelasan undang-undang ini kan, juga disebutkan bahwa penyelidikan itu merupakan hal yang ultimum remedium dan di satu sisi lebih pada persoalan administratif, tapi masih ada penyelidikan. Nah, pertanyaannya adalah dalam praktik itu mana yang dahulukan, apakah administratifnya atau memang penyelidikannya. Saya kira gitu, Pak Ketua. Jadi, nanti mungkin DPR yang mana, silakan Pak Azam. Saya kira, ya, mungkin yang nomor 1 kali, ya. Ya, masalah norma. Terima kasih, Pak. 15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Yang Mulia Pak Suhartoyo.
21
16.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia. Apa yang ada di pikiran saya sudah diambil Pak Patrialis semua sebenarnya, tapi saya menambahkan, kan ini juga mungkin penting untuk persidangan ini. Karena memang apa yang disampaikan Pak Patrialis itu, Pasal 22 ... 18 ... ketentuan umum itu dan Pasal 36 itu, itu yang dipersoalkan Pemohon. Memang begini, saya jadi tertarik apa yang disampaikan dari Pihak KPPU tadi bahwa yang pertama ada … apa namanya ... roh dari memorie van toelichting tentang frasa pihak lain itu. Itu Anda dapat di mana, Pak? Artinya bahwa kalau kemudian itu benar begitu adanya kenapa kok sangat kemudian berbanding terbalik dengan ada ya ... apa yang ada di Pasal 1 angka 8, itu yang kemudian menjadi sumber kerecokan sebenarnya di situ. Satu itu. Yang kedua, kenapa kalau itu memang Pasal 22, 23, 24 itu memang sumbernya atau rujukannya ada dari memorie van toelichting, kenapa masih harus dibuatkan pedoman, Pak? Karena itu sudah jelas. Kalau Bapak memaknai ... dari KPPU itu memaknai Pasal 22, 23, 24 secara parsial, tidak melibatkan Pasal 1 angka 8 itu memang sudah klir bahwa itu pihak lain. Pihak lain itu bisa siapa saja, vertikal, horizontal, atau gabungan itu bisa ter-cover di pihak lain itu. Tapi persoalannya kan bagaimana ketika kemudian dituangkan dalam bentuk pedoman kok hanya secara parsial kemudian dibawa ke ... ditinggalkanlah ketentuan atau pengertian Pasal 1 angka 8 itu, itu yang menjadi pertanyaan saya. Kemudian tadi, Pak Ketua. Kalau tidak salah apa tadi yang dimaksud dengan memberikan saran dan sumbang apa ... pendapat tadi, apa yang dimaksud, coba jelaskan sedikit.
17.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Jadi, kewenangan KPPU ada empat, Pak.
18.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya.
19.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Satu. Melakukan penegakan hukum. Yang kedua memberikan advokasi kebijakan. Advokasi kebijakan ini adalah saran dan pertimbangan kepada pemerintah. Yang ketiga. Melakukan notifikasi merger dan akuisisi.
22
20.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya, sudah.
21.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Kemudian yang (...)
22.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Yang penegakan hukum, yang Bapak sebutkan tadi data-datanya yang sampai banding ke ... kalau yang dua kan enggak ada upaya hukum kan?
23.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Enggak ada upaya hukum.
24.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Enggak ada, baik. Dari yang penegakan hukum, putusan-putusan KPPU yang saya lihat memang di situ luar biasa, ya. Ada membatalkan satu. Kemudian menghukum lagi, menghukum saya lihat ... saya pernah membaca putusan KPPU itu, bahkan kemudian hukuman itu bisa seseorang tidak mengikuti tender misalnya dalam sekian periode, sekian tahun, bisa juga menghukum dalam jumlah uang, ya kan, sekian miliar itu saya pernah baca. Nah, persoalannya begini, Pak. Dari perkara-perkara yang KPPU tangani, kemudian mengajukan keberatan ke pengadilan negeri yang inkracht-nya di pengadilan negeri atau juga ada yang upaya hukum ke kasasi maupun ke PK, ada enggak KPPU punya data berapa sebenarnya perkara-perkara tersebut yang mempersoalkan Pasal 22 ini, pengertian pihak lain ini. Bisa enggak nanti diinventarisir, Pak? Bisa, ya? Tolong itu. Kami penting mendapatkan itu. Artinya, kalau itu dijadikan memorimemori keberatan, baik di PN, maupun kemudian di tingkat kasasi, maupun PK, artinya ada masalah besar di situ dengan pamaknaan frasa pihak lain itu yang kemudian yang ruhnya sebenarnya adalah pelaku usaha lain yang lebih sempit tadi kan. Ini juga apa yang dialami oleh Pemohon ini mungkin juga ada lain juga yang mengalami seperti itu yang kemudian merasa mendapatkan ketidakadilan, ketidakpastian hukum karena ada dua norma yang ... dua pengertian yang berbeda itu. Satu. Kemudian yang kedua ini, Pak Ketua. Apakah kalau KPPU tidak merasa bahwa itu merupakan kewenangan melakukan tindakan-tindakan yang projusticia, ada enggak upaya-upaya paksa yang dilakukan oleh 23
KPPU? Ada tidak, Pak? Upaya paksa misalnya menyita dokumen, ada tidak? 25.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Ini dijawab langsung, Pak?
26.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Ya, artinya ... enggak, itu contohnya. Kemudian ada tidak yang memaksa seseorang harus hadir untuk memenuhi panggilan KPPU yang ketika orang itu sedang mestinya ini jadwalnya harus kerja di kantor menjalankan tugas negara Bapak paksa untuk hadir? Itu kan upayaupaya paksa yang mestinya juga harus dalam konteks projusticia kalau memaksa seseorang termasuk haknya. Sebenarnya dokumen itu bisa disimpan, Bapak paksa untuk harus diserahkan. Nah, itu artinya ada rangkaian di situ meskipun itu dalam frame penyelidikan, tapi itu yang dipersoalkan Pak Patrialis tadi, itu penyelidikan dalam konteks yang mestinya dilakukan oleh penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam KUHAP. Tapi kalau Bapak ada kewenangan-kewenangan itu tapi kemudian tidak diberi ... apa ... preambule bahwa itu projusticia itu kasihan, kasihan warga negara nanti merasa ada penyelundupan di situ, ada penyelundupan. Mohon dijelaskan, Pak Ketua. Terima kasih, Pak Ketua.
27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Pak Azman dan Pak Syarkawi. Pertanyaan-pertanyaan ini bisa dijawab secara tertulis dan bisa dijawab secara lisan sekarang, tapi yang lengkap nanti kami mohon untuk bisa dijawab secara tertulis. Ada yang mau dijawab terlebih dahulu? Saya persilakan, Pak Wakil Ketua Komisi VI.
28.
DPR: AZAM AZMAN NATAWIJANA Terima kasih, Yang Mulia. Tadi pada awal pembentukkan undangundang ini tahun 1998, ruhnya kan adalah persaingan usaha yang tidak sehat selama sebelum era 1998 atas suatu kekuasan. Oleh karena itu, muncul atas amanat reformasi dibuat undang-undang persaingan usaha yang sehat, supaya ada competitiveness. Kalau saya boleh sampaikan, Pak Ketua Yang Mulia. Pada rapat kesatu pada tahun 1998, 18 November 1998 bahwa sudah ada penjelasan dalam catatan rapat pada tahun pada tanggal 18 November 1998. Kalau boleh saya bacakan sedikit, Pak Yang Mulia.
24
29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Pak Azman.
30.
DPR: AZAM AZMAN NATAWIJANA Ini dari anggota pansus kepada pimpinan pansus. “Yang berikutnya adalah masalah pemboikotan karena pemboikotan ini bisa terjadi perjanjian ini baik horizontal maupun vertikal, maka disarankan bahwa yang jadi pemboikotan tersebut bukan hanya pelaku usaha pesaingnya karena kalau hanya disebut pelaku usaha pesaingnya itu bisa hanya horizontal yang kita maksud, tetapi lebih baik disebut menjadi pihak lain. Karena kemungkinan ada pemboikotan yang sifatnya vertikal, yang sifatnya vertikal, sehingga kita bisa mencakup kedua-duanya. Kedua-duanya pemboikotan ini baik vertikal maupun horizontal. Justru contoh-contoh yang sangat banyak ini karena tadi adanya keterkaitan vertikal dalam beberapa jenis usaha, maka pemboikotan vertikal ini perlu segera kita soroti dengan tajam.” Ini perdebatan dalam pembentukkan undang-undang pada tahun 1998. Oleh karena itu, ruhnya berbeda dengan Pasal 1 ketentuan umum Pasal 1 ayat (8) bahwa pelaku usaha ini berbeda dengan pelaku lainnya, beda dengan pelaku usaha lainnya, bisa ada pelaku usaha, bisa ada pelaku usaha lain, bisa vertikal, makanya di sini oleh beberapa anggota dicakupkan saja pelaku lainnya. Dan juga ini muncul dalam rapat sidang kelima tanggal 30 November 1998, juga dibahas masalah pelaku lain. Juga pada rapat ke-6 ... rapat Panja ke-6, 16 November ... 16 Desember 1998 ini pihak lain, juga disebutkan pihak lain. Jadi bukan hanya tadi disampaikan oleh yang Ketua KPU, bukan hanya horisontal, tapi horisontal vertikal, tidak ada 4 item, 4 kondisi yang sekarang ini menjadi ... yang dulu pun sudah ada, tapi sekarang berkembang lebih masif lagi. Ada yang horisontal vertikal, horisontal sama ... sama yang menginikan tender, jadi sudah sangat berkembang. Oleh karena itu, pihak lain ini dan sudah diamanat daripada undangundang ini untuk membuat peraturan, maka adalah suatu perintah daripada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 untuk membuat peraturan terkait dengan pihak lain. Ini yang bisa saya sampaikan, Yang Mulia. Terima kasih.
31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak Azam. Jawaban tertulis dan ini ... tadi risalah sidang yang ada itu juga kalau ... anu ... kita minta untuk diserahkan ke Mahkamah sebagai bahan pertimbangan.
25
32.
DPR: AZAM AZMAN NATAWIJANA Kami siapkan, Yang Mulia.
33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Terima kasih.
34.
DPR: AZAM AZMAN NATAWIJANA Terima kasih.
35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pak Patrialis ada?
36.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Terima kasih, Pak Ketua. Jadi Pak Azam, saya kira itu bisa dibuat sebagai suatu catatan ke depan, kalau ada perubahan undang-undang ini, itu saya kira bagus sekali. Itu yang tidak masuk sebetulnya, yang dipersoalkan oleh mereka ini. Kan masyarakat itu melihat yang tertulis sekarang kan? Mereka enggak tahu background ... historical background-nya itu enggak ... enggak tahu masyarakat. Itu catatan saja, terima kasih.
37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih. Ketua KPU ... KPPU, Pak Syarkawi, saya persilakan.
38.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Yang pertama terhadap pertanyaan dari Pak Patrialis tadi. Terkait dengan apa dasar KPPU mendefinisikan pihak lain itu? Saya kira tadi Pak Azam sudah menjawab. Berdasarkan proses diskusi yang terjadi di pansus pada saat pembuatan undang-undang ini. Kemudian yang kedua, kami hanya ingin menambahkan sebagaimana yang kami sampaikan tadi. Bahwa berdasarkan pengalaman empiris di lapangan, modus-modus persekongkolan itu memang seperti yang kami sebutkan ada 4 itu. Kemudian berdasarkan memorie van toelichting, kemudian berdasarkan pengalaman yang ada di lapangan, kemudian berdasarkan kewenangan yang kami punya, berdasarkan Pasal 35 huruf f untuk membuat pedoman terhadap setiap pasal. 26
Jadi seharusnya, idealnya seluruh pasal dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang terkait dengan substansi hukum ini karena Undang-Undang Nomor 5 ini adalah teori ekonomi yang kemudian dibuat dalam bentuk undang-undang, jadilah produk hukum. Makanya, Pak Patrialis Majelis Hakim yang kami hormati, di KPPU itu isinya 50% ekonom, 50% sarjana hukum. Saya kebetulan sarjana ekonomi, Bu Sukarmini sarjana hukum. Karena secara substansi, undang-undang ini teori ekonomi, Pak, tapi praktiknya harus dibuat dalam proses peradilan, maka butuh orang ... orang hukum untuk mengoperasionalkan ini. Sehingga semua perdebatan di kami itu adalah perdebatan tentang teori ekonomi. Apa yang dimaksud dengan monopoli? Di dalam undangundang ini tidak jelas, Pak, monopoli itu apa, makanya harus ada pasal yang ... pedoman yang menjelaskan ini. Bahwa yang dimaksud monopoli itu adalah A, B, C, D. Di dalam pasal undang-undang kita, kalau kita lihat di Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Price Fixing (Penetapan Harga) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Kartel, di mana pelaku usaha secara bersama-sama membuat kesepakatan untuk mengurangi pasokan yang menyebabkan barang langka dan harga naik. Ini harus didefinisikan dengan pedomannya, dibuat pengertian dengan pedoman yang jelas. Termasuk juga dengan Pasal 22 Pak. Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 ini juga butuh penjelasan karena ini teori ekonomi, Pak. Ini butuh penjelasan secara detail, sehingga ini bisa dipraktikkan. Makanya, pembuat undang-undang ini memberi kewenangan kepada komisi berdasarkan Pasal 35 huruf f untuk membuat pedoman. Makanya di dalam pedoman pasal ini, khusus untuk Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 berdasarkan memorie van toelichting tadi, kemudian berdasarkan pengalaman yang kami temui di lapangan, dibuatlah pedoman yang mendefinisikan pihak lain itu bukan pelaku usaha lain, tetapi pihak lain itu berbeda dari pelaku usaha lain. Nah, saya kira itu yang kami nyatakan di dalam pedoman mengenai Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kemudian terkait dengan penyelidik. Di KPPU kita tidak ... sesungguhnya kita ndak punya penyelidik, yang ada itu adalah investigator. Kenapa pembuat undang-undang ini mendefinisikan penyelidik itu investigator? Karena memang sejak awal undang-undang ini di desain berbeda dengan proses yang ada di pidana. Makanya tadi ditanyakan, “Apakah KPPU punya upaya paksa?” Kita tidak ada upaya paksa. Kalau saya, Pak, keluar dari KPPU, kemudian jadi lawyer, ini gampang banget untuk mengetek undang-undang ini. Karena tidak ada upaya paksa di situ. Makanya, tidak bersifat pro justisia tadi, Pak. Karena menurut Ahli pidana yang kami tanyakan, kenapa ada istilah pro justisia dalam proses penyidikan? Untuk membatasi penyidik di kepolisian, supaya tidak bertindak sewenangwenang, supaya mereka melakukan penyidikan itu atas nama keadilan, 27
bukan atas nama yang lain, makanya dibuatlah istilah pro justitia menurut ahli pidana itu. Nah, kemudian yang kedua, mereka ini punya kemampuan paksa. Orang lagi kerja, nyaman di kantor tiba-tiba dipanggil harus datang dan itu harus datang karena penyidiknya punya upaya paksa. Makanya dibatasi dengan bahwa tindakan itu harus atas nama hukum atau atas nama keadilan. Kami di KPPU kalau beliau ini dipanggil enggak mau datang, ya mau apa lagi, Pak? Ya, enggak mau datang, ya, enggak mau datang. Nah, yang maksimum yang bisa kami lakukan adalah datang ke polisi untuk bersama-sama mereka mendatangi pihak terlapor itu, tapi bukan dalam rangka upaya paksa juga, Pak. Polisinya itu kurang lebih berperan sebagai penjaga. Jangan sampai pada saat kami mendatangi rumahnya, mendatangi kantornya, marah, kemudian melakukan tindakan fisik terhadap investigator KPPU, makanya diperlukan ada kepolisian untuk menjaga itu. Tapi apakah kepolisian yang bersama-sama dengan investigator KPPU mendatangi terlapor yang bersangkutan bisa membawa orang yang bersangkutan itu ke dalam proses pemeriksaan? Tidak bisa. Hanya mendampingi, Pak, jangan sampai ada tindakan kriminal dari si terlapor terhadap investigator KPPU. Jadi, dalam undang-undang ini KPPU tidak punya upaya paksa, Pak. Itulah sebabnya tindakan yang kami lakukan semuanya adalah tindakan yang bersifat administratif. Upaya paksa itu baru ada, tindak pidana itu baru bisa ada kalau masuk ke tahapan penyelidikan dan pemeriksaan di undang-undang ini dimana si terlapor tidak kooperatif. Jadi, tindakan pidana baru bisa muncul kalau si terlapor tidak kooperatif terhadap undangan KPPU. Nah, mereka kemudian … kami, oleh kami bawa ke kepolisian, tetapi pada saat itu juga KPPU sudah tidak bisa menangani perkara yang bersangkutan itu karena semua pokok perkara itu diserahkan ke kepolisian. Nanti kemudian kepolisian yang akan menilai apakah tindakan dari pelaku usaha yang bersangkutan itu benarbenar memenuhi unsur pidana atau tidak sehingga apa yang kami lakukan di KPPU tidak ada, sekali lagi tidak ada upaya paksa, Pak. Kemudian, apakah di KPPU ada penyidik dari kepolisian? Tidak ada, Pak. Yang kami ada adalah sesuai dengan kewenangan di Pasal 34 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bahwa KPPU dalam hal ini komisi, berhak untuk mengangkat sekretariat komisi yang akan membantu tugas-tugas dari komisi yang bersangkutan itu. Nah, terus terang ini juga yang menjadi problem di kami, di KPPU dalam proses pendataan kelembagaan KPPU. Ini mungkin nanti ke depan kami juga ingin mengajukan judicial review terhadap Ketentuan Pasal 34 ini. Kenapa? Karena dari sisi kelembagaan, kami di KPPU diberikan independency kewenangan oleh undang-undang untuk membentuk sekretariat komisi.
28
Oleh sebab itu, presiden menganggap karena KPPU diberikan kewenangan penuh, dalam hal ini komisi untuk mengangkat sekretariatnya yang terdiri dari investigator tadi itu, maka presiden tidak punya pintu masuk untyuk mengangkat sekretariat jenderal KPPU. Oleh sebab itu, sekjen di KPPU diangkat sendiri oleh kami pimpinan dari KPPU itu sendiri. Nah, ini terus terang menyulitkan KPPU dalam proses pelaksanaan tugas-tugas KPPU, tapi ini yang diinginkan oleh pembuat undang-undang pada saat itu. Nah, sehingga Pak Patrialis, kami di KPPU sekali lagi hanya mengangkat penyidik inves … bukan penyidik, sori, bukan penyelidik juga, tapi investigator KPPU, tapi mungkin telinga kita terbiasa dengan istilah penyidik dan penyelidik. Tetapi yang … tugasnya melakukan penyelidikan, tetapi yang kami angkat itu adalah investigator karena memang dulu perdebatannya kami sudah punya MoU dengan kepolisian, Pak, waktu kapolrinya yang lalu kami sering bertemu, kapolri yang sekarang pun kami sering bertemu. Salah satu Mou itu adalah adanya join investigation dari antara KPPU dengan Polri. Nah, join investigation ini maksudnya apa? Ada satu kasus yang diinvestigasi bersama, tapi bukan secara bersama-sama KPPU melakukan penyelidikan administrasi dan pidana, polisi, administrasi dan pidana, tetapi ini terbagi, Pak. Polisi tersendiri tugasnya, kemudian KPPU tugasnya tersendiri. Nah, kemudian terhadap yang kami ceritakan tadi. Ada yang tidak kooperatif, dan lain-lain ini mohon kiranya langsung ditindaklanjuti, tapi ini pun tidak pernah terjadi, Pak. Tidak pernah ada kasus di KPPU dimana pelaku usaha itu tidak kooperatif, kemudian kami serahkan ke kepolisian. Kenapa? Karena biasanya terlapor kami panggil, Pak. Terus kami sampaikan, “Kalau Bapak tidak kooperatif terhadap ini, maka keseluruhan pokok perkara dari ini kami akan serahkan ke kepolisian.” Rupanya pelaku usaha itu lebih memilih diperiksa secara administratif dibanding diperiksa secara pidana di kepolisian. Jadi, Saudara Pemohon, ini sesuatu yang berbeda antara yang dilakukan oleh KPPU, maupun yang dilakukan oleh kepolisian ... penyidik kepolisian. Kemudian terkait dengan ... ini tadi Pak Patrialis juga ada administratif dan pidana. Semua proses di KPPU itu adalah proses administratif. Nah, kemudian terkait dengan pihak lain. Tadi saya tidak perlu menjawab lagi, sudah dijawab tadi Pak Pembuat Undang-Undang Pak Azam. Kemudian pedoman tentang pihak lain. Nah, tadi kami sudah sampaikan juga bahwa ada memori (suara tidak terdengar jelas), kemudian ada fakta-fakta empiris, kemudian ada kewenangan di KPPU, kemudian kami membuat pedoman terhadap setiap pasal yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Kemudian perkara di pengadilan negeri maupun di Mahkamah ... Mahkamah Agung. Ada kurang-lebih 50 perkara KPPU yang dikuatkan di 29
Mahkamah Agung yang di dalamnya itu ada pihak lain. Dulu pernah ada kasus dimana teman-teman itu memperkarakan pihak lain, dalam hal ini panitia tender, kemudian mendenda panitia tender itu. Nah, Mahkamah Agung kemudian membatalkan itu. Tapi yang dibatalkan adalah KPPU tidak punya kewenangan untuk mendenda, mengajukan denda administratif terhadap pihak lain, dalam hal ini si pemilik ... si pemilik proyek. Maksimum yang bisa dilakukan oleh KPPU adalah memberikan saran dan pertimbangan tadi dalam bentuk advokasi kebijakan terhadap si pemilik tender atau si pemilik proyek. Nah, sehingga semua putusan KPPU selanjutnya tidak lagi pernah mendenda pihak lain itu, dalam hal ini pemilik tender, yang kami denda adalah hanya si pelaku usaha yang bersangkutan itu. Nah, terhadap kasus ini (...) 39.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Sedikit, Pak.
40.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Ya, Pak.
41.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Artinya bahwa kalau Mahkamah mempunyai pendapat seperti itu, artinya pihak lain yang diperluas yang semula kalau 18 itu hanya pelaku usaha, kemudian Mahkamah Agung membatasi pihak lain dalam hal ini pe ... pemilik proyek tidak boleh dikenakan denda. Artinya apa itu, Pak? Ketika pelaku usaha boleh dikenakan dendan karena kesalahannya, tapi pihak lain dalam hal ini pemilik proyek yang sebenarnya itu merupakan cakupan juga dari pihak lain, kenapa Mahkamah Agung tidak membolehkan diberlakukan denda terhadapnya. Itu artinya kan ada persoalan dengan pemaknaan pihak lain itu. Yang satu itu. Yang kedua. Yang kedua ini, Pak, saya tertarik sekali kalau dari KPPU itu ketika menafsirkan undang-undang yang dibawa ke dalam pedoman itu secara ekonomi tadi lho, Pak. Itu, Pak. Artinya, kalau dari perspektif ekonomi pasti ada hal-hal yang sangat krusial di dalam norma itu yang mungkin di situ ada hak-hak konstitusional orang atau siapa pun yang kemudian bisa terlanggar kalau orientasiya hanya masalah ekonomi. Karena kemudian pemaknaan norma itu sangat tergantung dengan bagaimana pemahaman ekonominya. Itu yang berbahaya. Nah, artinya kalau itu kan Pasal 22, Pasal 23 sebenarnya enggak ada persoalan kalau pelaku dan pihak lainnya itu ... itu sudah klir, Pak. Hanya persoalannya kenapa ditinggalkan secara parsial dengan itu lho. Kalau menguntungkan ekonomi ... secara ekonomi, pasti parsial saja. 30
Tapi itu ada hak-hak konstitusional orang yang sebenarnya ruhnya dari satu ... ayat (1) Pasal 8 kenapa ditinggalkan. Itu sebearnya yang akhirnya muncul perusahaan-perusahaan yang salah satunya dialami oleh Pemohon ini. Sekarang yang berikutnya, Pak. Yang menyangkut bahwa produknya KPPU itu bukan upaya paksa. Tapi kalau saya baca putusan Bapak itu, itu mempersalah ... menyatakan orang bersalah. Kemudian menghukum orang dengan denda sekian, bahkan miliaran. Kemudian menghilangkan hak orang untuk tidak melakukan tender sekian tahun, ya toh, Pak? Artinya, itu produk-produk upaya paksa yang sebenarnya harus ada irah-irah demi keadilan, sebenarnya lho itu. Tapi Bapak beruntunglah dalam premi itu kemudian Bapak dibebaskan bahwa ini pro justitia pada produk Bapak itu lebih dari pro justitia karena Bapak menghukum orang di situ, menghilangkan hak orang, menyatakan orang bersalah, di amar putusan Bapak itu. Ya, kan, Pak? Ya, terima kasih, Pak Ketua. 42.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Ini mungkin saya jelaskan sedikit, Pak.
43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, silakan.
44.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Jadi, istilah pihak-pihak lain, misalnya, Pak, kemarin kami menangani perkara persekongkolan tender yang dilakukan oleh Sinog yang beroperasi di Selat Madura dengan dua perusahaan dalam hal ini ada hak HCMN [Sic!], nah kemudian ada perusahaan yang lain lagi. Nah, yang terjadi ini adalah persekongkolan yang bersifat vertikal antara si pemilik proyek dalam hal ini pelaku usaha, bersekongkol dengan pelaku usaha lain. Nah, ini yang dimaksud dengan Pasal 1 angka 8, Pak. Persekongkolan antara pelaku usaha sebagai pemilik proyek dengan pelaku usaha lain yang ingin memfasilitasi peserta tender yang juga pelaku usaha. Nah, tetapi ada proses persekongkolan, dalam hal ini tendertender milik pemerintah. Pemerintah membuat ... membangun jalan, dia tender. Pemerintah dalam hal ini si panitia tender biasanya dalam berbagai kasus yang ditemukan apalagi di rumah sakit, Pak. Misalnya, di rumah sakit untuk alat-alat rumah sakit (alkes). Biasanya si panitia tender membuat spesifikasi yang langsung menyebut teknologi yang dimiliki oleh perusahaan tertentu. Jelas tindakan dari si panitia tender ini ingin memfasilitasi pelaku usaha tertentu itu untuk memenangkan 31
tendernya. Ini adalah persekongkokolan yang terjadi antara si pelaku usaha dengan bukan pelaku usaha. Bukan pelaku usaha inilah yang oleh undang-undang atau oleh si pembuat undang-undang dalam memorie van toelichting disebutkan berbeda antara pelaku usaha dengan pihak lain. Nah, di sinilah muncul kenapa pihak lain itu ada. Dan kalau kita lihat fakta sebelum reformasi, sebelum undang-undang ini dibuat, tahun 1997-1998 fasilitasi terhadap pelaku usaha tertentu, saya kira semua orang tahu. Ada desain kebijakan yang dibuat oleh pemerintah baik di pusat, di daerah, yang memang secara sengaja memfasilitiasi si a, si b, untuk berusaha di bisnis yang bersangkutan itu. Nah, ini adalah modelmodel persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha dan pihak lain. Nah, makanya atas dasar ini. Karena undang-undang ini dibuat, keinginannya itu adalah untuk menjadi instrumen melakukan reformasi di bidang ekonomi, makanya si pembuat undang-undang menerjemahkan istilah pihak lain itu berbeda dengan istilah yang ada di dalam Pasal 1 angka 8. 45.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Pak Ketua, sebentar. Jadi apakah ada putusan KPPU yang bersifat vertikal tadi, katakanlah yang pemerintah, yang dibatalkan oleh pengadilan? Putusan KPPU itu. Ataukah semua diperkuat?
46.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Semua … jadi terkait dengan keberadaan pihak lain (…)
47.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya, ada enggak yang berkaitan dengan pemerintah tadi yang (…)
48.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Semua dikuatkan, Pak.
49.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Dikuatkan oleh pengadilan?
50.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Kalaupun ada pembatalan, pembatalannya itu pertimbangannya bukan karena keberadaan pihak lain.
32
51.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Apa?
52.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Tetapi misalnya faktor denda, kemudian pemenuhan unsur yang alat-alat buktinya tidak kuat berdasarkan pada (…)
53.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ini kan persoalannya ada dua, tadi kan Saudara mengatakan bicara masalah pergerakan ekonomi yang lebih baik. Tapi kalau itu dibatalkan, justru pengusaha yang sudah punya investasi yang sangat besar di dalam melakukan proses tender dengan persyaratan yang banyak, justru malah merugikan. Jadi bukannya bergerak ekonominya itu. Makanya saya ingin memastikan, apakah semuanya diperkuat putusan itu atau memang ada yang dibatalkan?
54.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Sekali lagi, Pak. Jadi pengadilan KPPU ini memang pengadilan yang memang bersifat khusus, Pak, administratif dan hampir di seluruh dunia ini memang agak unik, Pak. Uniknya itu apa? Pertama kami menetapkan denda terhadap pelaku usaha yang bersangkutan itu. Secara filosofis, denda itu yang dikenakan kepada pelaku usaha tujuannya adalah untuk mengambil kembali keuntungan yang diperoleh oleh si pelaku usaha dari proses anti persaingan. Misalnya, ada lima pelaku usaha yang bersekongkol. Dalam persekongkolan ini, mereka memperoleh keuntungan Rp50 miliar. Tetapi oleh komisi … oleh KPPU, menghitung berdasarkan hitung-hitungan bisnis yang normal, normalnya pelaku usaha yang bersangkutan itu hanya bisa memperoleh keuntungan Rp20 miliar. Artinya apa? Keuntungan Rp50 miliar itu adalah keuntungan yang eksesif, yang sangat besar, yang hanya bisa diperoleh melalui proses bisnis yang tidak wajar, melalui proses bisnis yang anti persaingan, yang melanggar undang-undang. Oleh sebab itu, kami di KPPU kemudian menetapkan denda. Dendanya berdasarkan apa? Berdasarkan selisih antara keuntungan wajar yang seharusnya diperoleh dan keuntungan yang tidak normal itu. Kalau wajarnya Rp20 miliar, tidak wajarnya Rp50 miliar, berarti kami akan menetapkan denda sebesar Rp30 miliar. Jadi itu filosofi yang dianut oleh hampir semua otoritas persaingan di seluruh dunia. Nah, sehingga apakah KPPU kemudian bisa membatalkan tender yang sedang berjalan? Tidak bisa, Pak. Tender itu jalan saja terus, kemudian nanti KPPU akan memanggil. Anda melakukan tindakan anti 33
persaingan, anda untung secara tidak normal harusnya hanya Rp20 miliar, tapi keuntungan anda Rp50 miliar. Yang Rp30 miliarnya saya denda, saya nyatakan dalam bentuk denda dan tolong diserahkan ke kas negara. 55.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Tapi proyeknya bisa dibatalkan enggak?
56.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Tidak bisa, Pak.
57.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Tidak bisa. Jadi proyeknya jalan terus?
58.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Jalan terus.
59.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Yang adalah denda.
60.
PIHAK TERKAIT: MOHAMMAD SYARKAWI RAUF Denda, makanya kami tidak pernah menangani perkara terhadap proyek yang sedang berjalan. Semuanya laporan masyarakat sudah ada pemenangnya, masyarakat kemudian datang melapor. “Pak ini ada tender, saya ikut di proyek ini. Pemenangnya a, pesertanya b, c, d, e.” Kemudian kami melakukan pemeriksaan. Dan ini tendernya sudah jalan, pekerjaannya sudah berlangsung. Adapun misalnya kalau ada proyek yang kemudian dibatalkan, itu bukan karena kami yang membatalkan. Tetapi, pemerintah yang bersangkutan itu sebagai pemilik proyek yang membatalkan berdasarkan putusan KPPU. Karena mungkin pemerintahnya takut terkait dengan aspek administrasi maupun aspek hukum pidana dan banyak yang seperti ini, Pak. Kami beberapa waktu diundang ke suatu kota untuk hanya dimintai pendapat, “Bagaimana menurut KPPU terhadap proses ini?” Kami kemudian mengeluarkan pendapat, pendapat itu dalam konteks advokasi kebijakan, memberikan saran dan pertimbangan ke pemerintah. Berdasarkan saran kami di KPPU, kemudian pemerintah yang bersangkutan itu membatalkan tendernya atau membatalkan prosesnya. Jadi, bukan ... bukan karena
34
KPPU memutuskan itu harus batal, tapi inisiatif dari pemerintah yang bersangkutan itulah membatalkan berdasarkan masukan dari KPPU. 61.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Terima kasih, Pak Azam Azman Natawijana (Wakil Ketua Komisi VI DPR RI) yang telah memberikan keterangan pada persidangan ini. Begitu juga terima kasih, Pihak Terkait, Ketua KPPU, dan seluruh staf yang sudah memberikan keterangan di persidangan ini. Rangkaian persidangan berikutnya, apakah Pemohon mengajukan ahli?
62.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. AINUL SYAMSU Kami mengajukan dua ahli, Yang Mulia.
63.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dua ahli, baik. Nanti akan kita dengar pada persidangan yang akan datang dua ahli, ya.
64.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. AINUL SYAMSU Majelis, jika diperkenankan, pada tanggal 16 kemarin, kami mengirimkan surat kepada Mahkamah Konstitusi agar berkenan memberikan jadwal pada tanggal 30 karena kebetulan para ahli confirm tanggal 30. Kalau tanggal lain, mereka belum bisa pastikan.
65.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, sudah kita anukan … Rabu, 30 November, ya?
66.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. AINUL SYAMSU Ya. Baik, Yang Mulia.
67.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kalau begitu, sidang yang akan datang kebetulan anu … permintaannya sesuai dengan agenda di Mahkamah juga kosong. Kalau enggak kosong, permintaannya ditolak, tapi ini pas kebetulan. Ini nasib baik Saudara berarti.
35
68.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. AINUL SYAMSU Terima kasih, Yang Mulia.
69.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Sidang yang akan datang, Rabu, 30 November 2016, pada pukul 11.00 WIB, dengan agenda untuk mendengarkan keterangan Ahli Pemohon sejumlah dua orang. Sebelumnya, nanti curriculum vitaenya keahliannya di bidang apa, disampaikan ke Kepaniteraan, ya?
70.
KUASA HUKUM PEMOHON: M. AINUL SYAMSU Sudah kami masukkan, Yang Mulia.
71.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik kalau begitu. Ya (…)
72.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Enggak, ada pesan buat Pak Azam satu, Pak Azam. Latar belakang lahirnya kalimat penyelidik, ya?
73.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, tadi … tadi yang itu kan sudah kita minta. Baik. Jadi, untuk KPPU masih harus hadir karena sebagai Pihak Terkait dalam rangkaian persidangan ini. Dan kami mohon juga nanti kalau DPR, Pak Azam, bisa selalu hadir. Dan Pemerintah tentunya selalu hadir di persidangan ini. Sudah tidak ada yang akan disampaikan? Kalau sudah tidak ada, persidangan sudah selesai. Untuk itu, saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13.10 WIB Jakarta, 23 November 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004 Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
36