MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 111/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA KAMIS, 15 DESEMBER 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 111/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi [Pasal 9] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Sterren Silas Samberi ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Kamis, 15 Desember 2016, Pukul 11.46 – 12.36 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) I Dewa Gede Palguna 2) Aswanto 3) Suhartoyo Saiful Anwar
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Sterren Silas Samberi
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.46 WIB 1.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Sidang untuk Permohonan Nomor nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.
111/PUU-XIV/2016
saya
KETUK PALU 3X Silakan, Saudara Pemohon menyampaikan, memperkenalkan diri terlebih dahulu. Pekenalan saja dulu. 2.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Ya, terima kasih, Yang Mulia. Salam sejahtera untuk Yang Mulia dan kita semua. Nama saya Pendeta Pembantu dr. Sterren Silas Samberi.
3.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Baik. Pertama-tama, kami atas nama Mahkamah mohon maaf karena keterlambatan sidang. Tapi bukan karena kami sengaja, tapi karena sidang sebelumnya memang sampai ... baru beberapa menit yang lalu selesai. Dan sebelum itu juga, Rapat Permusyawaratan Hakim baru juga selesai, sehingga yang sidang sebelumnya tadi pun beberapa menit terlambat. Tapi dengan demikian, mudah-mudahan ... apa namanya ... seperti biasaya, kalau pesawat delay itu, kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang Saudara inikan ... yang Saudara alami untuk soal ini. Baik, Saudara. Jadi, Saudara tidak menggunakan kuasa hukum, ya?
4.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Ya, tidak, Yang Mulia.
5.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, itu tidak dilarang di ... apa namanya ... di Mahkamah Konstitusi. Mau menggunakan ataupun tidak, itu tidak dilarang sepanjang Saudara bisa menyampaikan permohonan secara jelas, itu tidak masalah. Karena tidak ada kewajiban di sini Pemohon itu didampingi atau diwakili oleh kuasa hukumnya. Nah, oleh karena itu, maka kami sudah menerima permohonan ini. Tapi kami mohon Saudara menjelaskan kembali, apa yang sudah 1
Saudara sampaikan di dalam permohonan yang secara tertulis sudah kami terima di sini. Karena ini adalah sidang terbuka untuk umum, sehingga publik juga bisa mengetahui apa yang Saudara persoalkan di Mahkamah ini. Silakan. 6.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Ya, baik. Terima kasih, Yang Mulia. Jadi, saya bertugas di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua, yang menurut Kementerian Kesehatan masih termasuk daerah terpencil. Dan sejak tahun 2009 saya berada di sana. Dan tahun 2012, saya dipercayakan menjadi direktur ... Plt Direktur Rumah Sakit Agats Kabupaten Asmat. Dan selama saya memimpin itu, saya … berhasil kami selama tiga tahun berturut-turut 2013, 2014, dan 2015 mendapatkan penghargaan ditandatangani oleh menteri, dimana rumah sakit kami dinyatakan sebagai rumah sakit yang memiliki pelayanan publik terbaik se-Indonesia tipe D. Nah, saya melakukan berbagai hal yang sederhana sebenarnya, tetapi banyak menolong masyarakat. Tetapi ternyata, keinginan atau niat baik saya, itu ternyata di tengah-tengah keberadaan kami yang terpencil dan pedalaman di tanah Papua, ternyata tidak cukup dengan niat baik. Nah, sehingga suatu waktu, saya ... kami dilidik ... disidik dan dinyatakan sebagai tersangka. Kemudian, ditahan selama lima bulan dalam penjara. Kemudian, terdakwa dan sudah ada putusan di pengadilan negeri dan pengadilan tinggi. Nah, di dalam keputusan itu, kami ... saya sendiri pribadi dituntut dengan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 9. Pasal 2 dan Pasal 3 seperti dalam surat saya itu, syukur saya dinyatakan tidak terbukti terhadap Pasal 2 dan Pasal 3 itu. Tetapi, kami dihukum berdasarkan Pasal 9 itu. Nah, di dalam keputusan hakim itu, itu menyebutkan bahwa saya tidak perlu menggantikan kerugian negara karena menurut hakim itu tidak terbukti. Kemudian juga, dikatakan oleh hakim bahwa saya tidak ... telah ... mohon maaf, saya telah menggunakan uang tersebut sesuai peruntukkannya kepada masyarakat miskin. Karena memang setahu saya dan seingat saya, saya telah melakukannya seperti itu. Tetapi, dalam Pasal 9 memang kami mengakui, bahkan di persidangan kami mengakui bahwa ada yang kalau kitanya baca Pasal 9 itu sepertinya ada dokumen yang saya palsukan. Tetapi sebenarnya, apakah ada niat jahat saya untuk memalsu itu, Yang Mulia? Itu yang pertama. Kenapa sampai sepertinya ada dokumen palsu? Karena satu yang paling utama itu adalah alasan kemanusiaan. Kemudian yang kedua, itu adanya sistem yang bagi saya itu tidak mendukung kami yang ada di pedalaman. Demikian juga transportasi yang tidak mendukung kami yang ada di pedalaman sana. Bagaimana uang itu terlambat selama tujuh bulan,
2
tetapi kami dipaksa untuk melayani tetap dari tanggal 1 Januari harus tetap melayani. Nah, di tengah-tengah keterbatasan, sebagai contoh, kami ketika naik kapal putih, kapal Pelni, itu di darat mau membeli tiket tidak bisa, tidak ada tiketnya. Mereka bilang, “Beli saja di atas kapal.” Ternyata pengalaman pertama saya berada di Kota Asmat, naik ke kapal, kita beli tiketnya hanya menulis nama. Menulis nama dan itu kami minta tiketnya tidak diberikan. Nah, kalau saya mau ikut aturan, “Oh, kalau begitu, pasien ini pulang saja, turun saja.” Karena kami tidak punya dokter spesialis, kami tidak punya ruangan operasi pada waktu pertama itu tahun 2012. Apakah saya harus menyerah? Tentu tidak, maka pasien tetap jalan dan tidak ada tiket. Sekarang ketika tiba masa pembuktian, kami kesulitan. Ini gimana ini membuktikan? Sedangkan pihak Pelni tidak menyiapkan tiket, kapal juga tidak menyiapkan tiket, sedangkan pasien sudah benarbenar jalan. Akibatnya, yang terjadi adalah kami membuat tiket tersebut. Sebenarnya bukan palsu, Yang Mulia, perjalanannya ada. Tetapi karena keterbatasan, kadang pesawat juga seperti itu, kami buatlah. Nah, kemudian yang menjadi masalah juga, peraturan gubernur itu menyatakan setelah uang diterima, 30 hari melapor, itu akan adil apabila 1 Januari uang rumah sakit sudah terima, kemudian 1 Februari kami melaporkan. Kenyataannya, uang kami terima 26 Juli dan kami tetap dipaksa mengikuti aturan satu bulan harus. Sedangkan saya, saya mau ketika saya menjadi direktur pada 2012 itu, saya mau audit kinerja. Kalau direktur sebelumnya, membagi uang itu jasa medis semaunya dia. Oh, bagian anak dapat sekian, bagian penyakit dalam dapat sekian. Tidak salah juga karena diatur. Tetapi, saya mau benar-benar siapa yang bekerja, dialah yang mendapatkannya. Di tengah-tengah keterbatasan transportasi dan di tengah-tengah keterbatasan semuanya itu, kami melakukan rapat, kami hanya diberi waktu satu bulan. Kalau kita audit kinerja menunggu waktu lama, bagaimana kalau kita pakai perwakilan saja? Maka, dalam ruang rapat itu (suara tidak terdengar jelas) perwakilan, sepuluh orang menerima uang itu untuk dibuatkan laporan. Nah, sayangnya memang, saya tidak sempat memeriksa dokumen yang cukup tebal itu, ternyata yang menandatangani di situ dibikin gampang saja, oleh teman-teman tim Jamkesmas saya, ada timnya. Mereka ternyata hanya menandatangani saja. Karena budaya pada waktu saya menjadi direktur pertama itu, budayanya masih terbawa budaya lama. “Oh, bantu tanda tangan saja, bantu tanda tangan saja.” “Dimintai tanda tangan, yuk, kalian bantu tanda tangan saja.” Nah, sampai tanda tangan saya pun, tanpa saya sadar, ternyata tanda tangan saya juga ikut dipalsukan oleh teman-teman tim pengelola. Nah, tetapi karena memang kami dikejar-kejar waktu transportasi di Kabupaten Asmat tahun 2012 itu, hanya ada sebulan sekali, bersyukur kalau dua minggu sekali bisa ada kapal. Nah, pesawat pun hanya ada 3
satu dan itu hanya ada 8 seat dan 16 seat. Satu minggu itu kadang hanya 1 kali. Nah, ketika uang itu cair tanggal 26 Janu ... Juli dan ternyata ada kapal di minggu pertengahan, maka kami harus segera membuatnya dengan terbatasnya waktu. Dikejar-kejar waktu, akhirnya semuanya jadi amburadul karena sekali lagi, masalah utamanya terlambatnya uang dicairkan kepada rumah sakit kami. Nah, akibatnya, kami dikejar waktu, laporan tidak sempat saya periksa dengan teliti, yang penting saya tahu tim sudah bikin, verifikator juga sudah tanda tangan, ternyata itu semua terbawa budaya lama, ada yang hanya, “Oh, diwakili saja, diwakili saja.” Tetapi, ketika pembagian secara betulnya, saya bersyukur saya memiliki semua bukti dokumen ke mana uang itu pergi, sehingga di persidangan kami berhasil membuktikan tidak ada Rp1,00 pun yang kami selewengkan. Nah, yang terakhir, Yang Mulia. Saya mengecek, kenapa kami harus terburu-buru untuk melaporkan dana ini? Sebagai contoh, Yang Mulia. Tadi saya sudah bilang, satu bulan kami bisa keluar dari Asmat, itu sudah bersyukur ada kapal atau ada pesawat. Contoh kami membawa pasien dari Asmat ke Timika yang paling dekat, rumah sakit terdekat, rumah sakit rujukan kami. Nah, itu kami menuju Timika, itu butuh waktu. Sedangkan dari provinsi telepon kami ke kabupaten, laporannya cepat dibawa, pasien sementara jalan, kadangkala satu bulan baru pasien itu kembali, ataupun petugas kembali membawa dokumen. Sedangkan kami dikatakan, “Oh, harus laporkan!” Ini bagaimana kami bisa melaporkan? Padahal pasien sementara jalan, kegiatan itu sementara berlangsung. Benar-benar terlambatnya uang itu diturunkan ke rumah sakit membuat masalahnya bermultifikasi, menjadi berganda. Jadi, kami di dalam keadaan terpaksa. Karena kalau kami tidak melaporkan, uang tahap dua tidak bisa dicairkan. Uang tidak bisa dicairkan, akibatnya pasien tidak bisa kami selamatkan, tidak bisa kami rujuk ke rumah sakit yang lain. Karena di satu sisi, ada Perda Retribusi, artinya semua pasien yang masuk ke rumah sakit harus membayar. Nah, adanya Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin Papua, menjamin masyarakat Papua untuk tidak perlu membayar. Nah, salah satu yang dibiayai ini masalah rujukan. Uang sudah kami keluarkan, pasien sudah jalan, petugas sudah jalan, harusnya petugas ini segera kembali membawa dokumen pertanggungjawaban. Sayangnya, waktu untuk dia kembali tidak ada hubungan, tidak ada kapal, tidak ada pesawat. Maka, apa yang terjadi, sedangkan kami sudah harus mengirimkan laporan, maka itulah pertanggungjawaban terpaksa kami buat, yang sebenarnya bukan palsu, kegiatannya sudah berlangsung. Tetapi tidak ada dokumen kelengkapannya untuk kami laporkan dan itu pun tidak semuanya kami palsukan atau kami buat. Nah, sehingga dalam keadaaan seperti itu, dengan tidak adanya niat jahat, dengan maksudnya niat baik kami menolong demi 4
kemanusiaan. Bahkan kalau mau jujur, hanya Tuhan memang yang tahu. Apakah saya mencuri uang di situ? Tidak, uang kami pribadi bahkan yang dipakai sampai detik ini yang belum terbayarkan oleh program Jaminan Kesehatan Masyarakat Papua itu. Sehingga meskipun sudah kalah di dua pengadilan, tapi saya bersyukur karena pengadilan tinggi pun menguatkan pengadilan pertama, dimana Pasal 2 dan Pasal 3 kami tidak terbukti terhadap pasal yang dimaksudkan. Sehingga sebagai masyarakat biasa, ketika saya mencoba melihat di internet dan sering nonton TV, ada kesempatan bagi kami, bukan untuk minta dibenarkan kalau kami salah, tapi kami mencoba mencari keadilan. Karena kalau saya membaca kitab KUHP dan yang lain-lainnya, pemalsuan yang menimbulkan hak, ada penjelasannya di sana. Tetapi Pasal 9 tidak ada penjelasannya di sana. Hanya menyatakan pemalsuan guna pemeriksaan administrasi dihukum 5 tahun. Dan kalau saya membaca aturan yang lain, pemalsuan hak … pemalsuan yang mengakibatkan timbulnya hak atau pemalsuan yang menyebabkan kerugian. Maka saya berpikir, “Oh, mungkin kalau ijazah dipalsukan, kemudian dia melamar, dia dapat gaji, itu timbul hak. Mungkin kalau ada sertifikat yang dibuat palsu, dia gadaikan, dia mendapatkan untung, orang yang dirugikan, itu baru namanya pidana.” Tapi saya ternyata lihat di Pasal 9 tidak ada penjelasannya di sana, Yang Mulia. Sehingga saya pun berpikir, apakah semua yang palsu harus kita hukum? Apakah orang yang kaki palsu harus kita hukum? Apakah orang yang gigi palsu harus kita hukum? Tentu bagi saya itu tidak adil kalau semua yang palsu harus kita hukum. Nah, sehingga saya merasa dihukum seperti ibarat kata dengan hukuman pembunuhan. Dr. Sterren terbukti melakukan pembunuhan. Tetapi kenyataannya di lapangan, tidak ada nyawa yang melayang. Saya merasa, saya dihukum dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Tetapi dari definisi yang saya tahu, sepertinya menurut saya, saya tidak melakukan korupsi berdasarkan undang-undang itu. Nah, saya sehingga lewat kesempatan ini, saya berterima kasih kepada Indonesia dan kepada Yang Mulia yang sudah menerima kasus saya dan saya berharap undang-undang ini bukan untuk dihapuskan karena tidak boleh ada satu pun yang berbuat curang untuk negara ini, sehingga saya berharap Yang Mulia bisa memperjelas undang-undang ini dan kalau bisa, ditambahkan penjelasan. Kalau memang ini dimaksudkan sebagai Undang-Undang Korupsi, maka tindakan niat jahatnya yang dibuktikan dengan negara dirugikan atau orang lain diuntungkan atau pribadi sendiri diuntungkan, itu menjadi … ditambah sebagai penjelasan, sehingga menjadi equal atau menjadi sama seperti undang-undang yang lainnya yang berlaku secara umum. Saya mohon maaf, Yang Mulia karena saya bukan orang yang pakar hukum. Kalau ada kata-kata saya yang salah, saya mohon dimaafkan. Kalaupun Yang Mulia memiliki pendapat lain terhadap 5
permohonan saya, saya akan menerimanya dan berharap keputusan yang seadil-adilnya. Terima kasih, Yang Mulia. 7.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih. Anda sebagai bukan pakar hukum saja, menjelaskannya juga sudah bagus. Tetapi tolong sebelum … apa namanya … nanti kami menyampaikan … apa … nasihat sesuai dengan ketentuan undang-undang. Tolong dibacakan dulu petitum permohonan Saudara itu. Apa yang Saudara minta dari Mahkamah? Salinan permohonannya dibawa, ndak?
8.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Tidak.
9.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Tidak dibawa?
10.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Tidak dibawa, Yang Mulia.
11.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Oh, ya sudah. Kalau begitu, ya susah juga. Berarti sudah kami terima saja apa yang tertulis di dalam permohonan … apa namanya … dalam permohonan yang Saudara tulis. Saya pribadi, khususnya saya bersimpati dengan apa yang Saudara kisahkan, Saudara Pak Dokter kisahkan. Bertugas di pedalaman, tapi kemudian ada musibah yang menimpa. Saudara katakanlah begitu. Tetapi begini, nanti sebelum di … kami minta juga pendapat … nasihat dari Hakim yang lain. Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, kami diwajibkan untuk memberikan nasihat berdasarkan Pasal 39. Maka, kalau uraian Saudara Pemohon itu adalah seperti itu, maka memang tampak ini adalah kami akan mengadili kasus konkret. Jadi karena kasus yang Saudara alami. Mungkin hal yang sama bukan yang mengalami kejadian yang demikian, artinya proses ketidaksesuaian antara tuntutan laporan dengan yang … misalnya dengan uang yang harusnya diterima yang dilaporkan itu, itu bukan hanya Saudara Pemohon saja yang mengalami. Mungkin juga sebagian rekan-rekan kami di perguruan tinggi yang menggunakan dana
6
penelitian bagi … barangkali juga mengalami hal yang sama karena demikian. Nah, ini memang bagian dari hal yang harus diperbaiki. Tetapi berkenaan dengan Pasal 9 yang Saudara minta itu, yang diminta, kayaknya diminta untuk diartikan ya seperti Saudara sampaikan di dalam petitum permohonan, ya. Jadi, konstitusional bersyarat, begitu kira-kira ya. Itu okelah, nanti kami akan mempertimbangkan itu. Cuma satu hal, kerugian yang Saudara alami tadi itu yang diceritakan seperti itu, kalau ceritanya adalah kisah nyata yang demikian, itu tidak digolongkan sebagai kerugian hak konstitusional. Oleh karena itu, permohonan ini harus diperbaiki. Kerugian hak konstitusional itu kan di dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi disebutkan apa yang dimaksud hak konstitusional itu? Di penjelasan dari Pasal 51 itu adalah hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Di situ kan ada macam-macam. Dari Pasal 27 itu kan semua mengatur tentang hak warga negara itu. Itulah hak konstitusional. Misalnya hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum, hak untuk di … kepastian hukum yang adil, ada hak untuk kebebasan berserikat, berkumpul. Nah, itu, itu hak konstitusional. Nah, di antara itu dengan kasus yang Saudara alami dengan penerapan Pasal 2 … apa namanya … dengan berlakunya Pasal 9 undang-undang yang diuji ini, di antara hak-hak itu hak mana yang dirugikan? Itu yang harus dijelaskan di dalam uraian tentang legal standing. Karena itulah, boleh kerugian yang … apa namanya ... kerugian faktual yang Saudara inikan, disampaikan di situ, tapi ujungnya harus dikonstruksikan dengan fakta itu, kemudian hak apa di antara hak yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar itu yang Saudara dirugikan oleh berlakunya ketentuan ini, gitu? Nah, itu yang terutama ingin kami sampaikan. Jadi persoalannya, yang terpenting untuk disampaikan itu adalah bukan Saudara Pemohon, sekali lagi di awal saya mengatakan saya bersimpati dengan apa yang ... musibah yang Saudara alami, tetapi sebenarnya karena kami bukan akan memeriksa kasus konkretnya, maka bukan cerita itu yang sebenarnya ingin kami dengar. Tetapi, cerita adalah tentang argumentasi Saudara Pemohon, mengapa Saudara mengatakan, Pasal 9 yang Saudara mintakan pengujian itu adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar? Itu argumentasi yang ingin kami dengar, dari permohonan Saudara. Jadi dari saya, ada dua hal yang perlu ditegaskan nanti di dalam perbaikan permohonan, nanti diberikan waktu 14 hari ya untuk melakukan perbaikan itu. Pertama adalah tentang kerugian konstitusional. Dari kisah Saudara tadi itu, atau di tadi itu, atau dari pasal ... rumusan Pasal 9 itu, hak konstitusional Saudara itu yang mana yang dirugikan? Itu di uraian mengenai legal standing. Kemudian yang kedua, mengenai persoalan norma yang Saudara uji sendiri, Saudara harus menjawab, “Mengapa norma itu Saudara 7
anggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar?” Itu, dua hal yang berbeda sebenarnya. Walaupun kemungkinan ya ada intersection, ya ada irisan antara uraian mengenai kerugian konstitusional dengan alasan tentang inkonstitusionalitas norma yang Saudara mohonkan pengujian, tapi itu harus klir di dalam permohonan. Nah, itu. Sehingga nanti ketika kita berbicara tentang petitum, lalu kita menjadi jelas. Karena itu tinggal menarik konklusi dari seluruh argumentasi Saudara di dalam alasan permohonan, “Oh, ya dengan begitu, maka wajar adalah rasional apabila Saudara kemudian memohon bahwa pasal ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.” Itu ininya, yang mau saya sampaikan. Selebihnya dari struktur logika dari permohonan ini sudah benar, hanya ya catatan itu yang penting untuk disampaikan. Silakan, Yang Mulia Pak Suhartoyo mungkin terlebih dahulu. 12.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Ya, saya tambahkan lagi, Pak Dokter. Bapak Dokter dari mana ini? Lulusan mana?
13.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Saya lulusan Universitas Negeri ... Universitas Sam Ratulangi Manado, Yang Mulia.
14.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Manado, ya. Baik, begini, Pak Sterren. Sterren ya, panggilannya ya? Memang paradigma Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi itu, yang UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999, yang kemudian diubah ada perubahan di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 itu, memang paradigmanya karena tindak pidana korupsi yang sudah demikian “dahsyatlah”, kemudian harus dilakukan pemberantasannya yang dengan cara-cara sedikit luar biasa, sehingga bukan sedikit luar biasa, harus dengan caracara yang luar biasa, sehingga kemudian jadinya tidak tutup kemungkinan bahwa ini akhirnya seperti menjaring hal-hal yang sepertinya kalau menurut Pak Dokter yang tidak masuk akal. Tapi sebenarnya, rohnya itu adalah itu, semangatnya itu Pak Dokter. Sehingga memang kalau saya mencermati permohonan Bapak itu kan di dalam permohonan petitum itu, namanya petitum itu supaya Bapak mengaitkan Pasal 9 itu harus ada kerugian negara, ya kan? Harus dimaknai bahwa itu ada kerugian negara, dan kerugian yang dinikmati, kerugian negara itu dinikmati oleh Bapak, gitu kan. Itulah, sehingga 8
paradigma korupsi yang dulu itu harus ada unsur merugikan keuangan negara atau dapat merugikan keuangan negara, atau merugikan keuangan negara itu, kemudian diperluas menjadi hal-hal yang seperti Bapak alami itu. Karena memang semua terdorong dari semangat tadi. Memang tidak hanya Pasal 9, Pak Dokter. Ada pasal-pasal lain, yang seperti orang menerima gratifikasi misalnya, itu enggak ada kerugian negara, yang dulu diatur dalam Pasal 19 KUHP, Pasal 420, semua ditarik ke Undang-Undang Tipikor itu karena semangat tadi. Karena apa? Bahwa yang bersih itu tidak harus … apa artinya … aparat orang yang terlibat dalam penggunaan anggaran negara, tapi juga terutama adalah mental pejabat-pejabatnya itu. Sehingga dalam tindak pidana umum yang dulu ter-cover di KUHP, itu akhirnya diabsorpsi dibawa ke tipikor itu, Pak, seperti gratifikasi, suap, itu kan enggak ada kaitannya dengan uang negara. Tapi karena yang melakukan adalah pejabat negara, atau aparat pemerintah, sehingga Undang-Undang Tipikor itu bisa menjangkau ke sana, memang sifatnya sangat eksepsional. Sehingga tidak terlepas dengan Pasal 9 itu, Pak Dokter. Pasal 9 itu maksudnya juga begitu, supaya dalam menjalankan tugasnya setiap penyelenggara negara itu. Seperti Pak Dokter kan, ketika itu saya baca berkasnya Plt Direktur Rumah Sakit kan, sehingga pertanggungjawaban administrasi, pertanggungjawaban penggunaan keuangannya, Bapak mau-tidak mau harus, ya, menandatangani kan, seperti yang Bapak sampaikan tadi. Bapak tidak sempat membaca kembali atau karena ada budaya sebelumnya bahwa laporan-laporan itu diteken-teken saja, toh itu kan tidak ... mungkin Pak Dokter benar, toh saya kan tidak menggunakan uang itu sama sekali untuk kepentingan pribadi, semua kan dipertanggungjawabkan untuk kepentingan sebagaimana yang ada dipetunjuk (suara tidak terdengar jelas) itu misalnya. Hanya persoalannya kan, ini semangat tadi. Di samping penyelenggaranya harus bersih, administrasinya pun harus bersih ini, Pak Dokter. Sehingga yang dijaring itu tidak hanya mental aparatnya, tapi juga sampai ke administrasi-administrasinya. Administrasi yang bersih seperti apa? Ya, pasti administrasi yang tertib. Kemudian laporan apa adanya, sesuai dengan fakta dan kejadian yang sebenarnya, tapi apa yang terjadi yang dialami Pak Dokter itu kan tidak sebagaimana apa adanya karena itu bentuk pertanggungjawaban yang Bapak menyesuaikan karena keadaan yang terjadi memang seperti itu, ya kan? Nah, itulah yang kemudian ... tapi apa daya, undang-undang kemudian tidak bisa memberi maaf. Bapak membawa di sini Pasal 50, Bapak menjalankan tugas undang-undang, kenapa kok dipidana? Membawa Pasal 48 KUHP, ini kan daya paksa, ya kan? Itu juga ... memang enggak bisa, Pak, Pak Dokter. Ini kita diskusi sedikit tambahan saja ini. Enggak bisa kalau itu Bapak jadikan alasan bahwa karena Bapak menjalankan perintah undang-undang, Pasal 50 KUHP daya paksa. 9
Kemudian dijadikan alas pembenar bahwa terpaksa Bapak membuat laporan fiktif. Fiktif itu bukan berarti angka-angkanya Bapak rekayasa, bukan, yang kemudian laporan itu baru dibuat belakangan misalnya, itu saya enggak tahu, ya karena saya sekali lagi, tidak bisa menjangkau kasus konkret, Bapak. Itu adanya di kewenangan hakim peradilan negeri yang menyidangkan Bapak itu. Nah, sekarang kembali ke Pasal 9 itu Pak Dokter. Kalau Pasal 9 itu kemudian harus Bapak maknai ada kerugian negara, itu nanti menjadi confuse dengan Pasal 2, Pasal 3, Pak. Coba ada kerugian negara, Bapak Pasal 2, Pasal 3 itu kena, Bapak kan bersyukur karena bisa lepas di Pasal 2 dan Pasal 3 kan karena tidak ada kerugian negara yang Bapak nikmati dan tidak ada kerugian negara yang dirugikan barangkali, saya tidak bisa masuk ke kasus konkretnya. Tapi kalau ada unsur kerugian negara di situ, nanti akan tumpang-tindih dengan Pasal 2, Pasal 3. Ya, malah Bapak nanti bisa geser ke sana. Tapi Pasal 9 sendiri, Pasal 9 sendiri, Pak Dokter, ini nanti menjadi tidak bisa menjangkau memang orang-orang yang … maaf, ya, orang yang maksudnya memang sengaja memberi laporan fiktif. Kalau Bapak ngomongnya benar, saya percaya ini. Bapak ... ya, makanya Bapak mungkin boleh mempersoalkan ketidakadilan, ya, tapi tidak mempersoalkan Pasal 9 ini. Tapi, terhadap orang yang memang sengaja nakal, bagaimana Pak Dokter? Kan nanti merajalela orang-orang itu enggak bisa dijerat dengan Pasal 9 ini, kalau harus ditambah dengan harus ada unsur kerugian negara? Sedangkan unsur kerugian negara kalau ditambahkan di Pasal 9, itu sama dua penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan keuangan negara, itu adanya di Pasal 3. Coba, Pak Dokter nanti kalau pulang ada waktu, buka Pasal 3 Undang-Undang Korupsi itu, “Barang siapa menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau jabatan yang ada padanya merugikan keuangan negara.” Itu Pasal 3, Pak. Pasal 3 minimal 1 tahun. Kalau Bapak ini kan minimal 1 tahun, maksimal berapa, ya, 4 apa 7, ya, di Pasal 9 itu. Berapa? 5 tahun. Ini apa Absoro ini hakim yang menyidangkan Jessica itu, bukan? Bukan, ya? 15.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI (...)
16.
Bukan, Beliau yang menyidangkan ada kasus sebelumnya, tapi
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Bukan di Jakarta Pusat ini, bukan?
10
17.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Beliau pernah menangani salah satu kasus yang cukup top di Jakarta dulu, sempat banyak (...)
18.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Oh, ya. Ya, sudah, saya baca tadi putusannya itu, Bapak diputus 2 tahun 6 bulan kan. Sekarang perkara sampai di mana, Pak Dokter?
19.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Saya lagi kasasi, Yang Mulia.
20.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Kasasi, ya. Baik, siapa tahu kasasinya nanti diterima kan ... Bapak kan menyampaikan bahwa hal-hal yang ada alasan pemaaf, pembenar, kemudian bahwa itu betul-betul karena misi kemanusiaan, ya, Bapak. Siapa tahu itu kemudian bisa menjadikan alasan. Tapi terlepas dari itu semua kalau Bapak tetap firm dengan permohonan ini, yang pertama itu tadi, persoalan norma ini justru kalau nanti Bapak tambahkan seperti yang Bapak minta ini, nanti keberadaannya tumpang-tindih dengan Pasal 3. Nah, Pasal 9 sendiri tidak bisa menjerat orang-orang yang sengaja nakal membuat laporan-laporan fiktif. Apa Bapak kemudian bagaimana kalau Bapak tadi kan, sudah sepakat, terus sudah ... apa namanya ... Bapak setuju dengan pemberantasan korupsi tadi kalau tidak salah di pengantar tadi, kan. Ini juga salah satu bagian penyisirannya di situ. Kalau Pasal 9 kemudian dimaknai dikaitkan dengan kerugian negara, itu nanti orang-orang yang hanya membuat laporan fiktif yang dengan sengaja seperti Pak Dokter fisiknya, meskipun niatnya Pak Dokter tidak, nah, orang yang fisik plus niat ada enggak bisa dijaring dengan Pasal 9 ini, Pak Dokter. Jadi, bagaimana? Nanti apakah harus mengorbankan undangundang ini, sementara Pak Dokter memang justru sebenarnya memang yang dipersoalkan adalah bagaimana mestinya hakim yang menyidangkan Bapak itu bisa memahami alasan-alasan yang Bapak alami sebenarnya, itu yang ada ya, marwahnya ada di sana, di peradilan sana, Pak Dokter, bukan di sini. Kalau norma di sini sebenarnya norma ini enggak ... malah banyak maslahatnya ini, banyak manfaatnya. Jadi kalau Bapak nanti bawa ke situ, nanti malah memang sepertinya Bapak kalau ada pasal ini, mungkin Bapak tidak bisa dikenakan, kan gitu kan. Kalau ada unsur kerugian negara harus melekat di Pasal 9, Bapak pasti membayangkan bahwa mestinya Bapak bisa ... Bapak kan, juga di sini menyitir Pasal 264, Pasal 266 kan KUHP? 11
21.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Ya.
22.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Bapak rela dijerat dengan Pasal 24 ... Pasal 266? Ayo?
23.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Siap, Yang Mulia. Kalau memang itu (...)
24.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Bukan begitu, itu kan pilihan Bapak yang Bapak sendiri yang memberi ke sini, jadi kami hanya ... kalau itu kan Bapak firm dengan Pasal 264, Pasal 266. Jangan yang korupsi. Nah, nanti seandainya kemarin Pasal 9 itu ada unsur kerugian negaranya enggak bisa menjerat Bapak, Bapak dikenakan Pasal 264, Pasal 266, nanti Bapak yang bawa ke sini Pasal 264, Pasal 266, Bapak persoalkan normanya. Apa begitu? Karena mestinya kan, harus ada pemaaf dan pembenar Pasal 50, Pasal 48 KUHP. Eh, artinya ini sekadar masukan buat Bapak, buat renungan kembali apakah Bapak tetap sepakat dalam hati untuk ini diteruskan, diperbaiki, ataukah direnungkan kembali untuk dikoreksi untuk barangkali memang sebaiknya menunggu putusan kasasi dululah atau bagaimanalah meskipun putusan kasasi turun nanti misalnya Bapak putusannya tetap, bawa ke sini pun mungkin ya, respons hakim di sini, Mahkamah Konstitusi juga mungkin tidak jauh berbeda dengan yang seperti saya sampaikan hari ini dan disampaikan oleh panel hari ini karena senyatanya secara konstruksi normanya seperti itu. Yang lain-lain, saya kira yang namanya permohonan, kewenangan sudah ada, legal standing ada, uraian atau alasan permohonan ada, petitum Bapak ada. Jadi, hanya mungkin ini MK kalau suruh membuat penafsiran-penafsiran seperti ini ya, ini soal nanti, tapi yang penting dari substansinya dulu sebenarnya Bapak bisa memahami apa yang kami sampaikan itu ya, Pak Dokter, ya? Mungkin itu saja, Pak Ketua. Terima kasih.
25.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Pak Suhartoyo. Yang Mulia, silakan, Prof. Aswanto.
12
26.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia Ketua. Saudara Pemohon, ya, sudah banyak masukan. Saya baca permohonan Saudara, tapi ada catatan sebelum saya masuk ke tanggapan. Pasal 9 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi ini sudah pernah diajukan, Pak. Itu Bapak nanti bisa lihat di dalam Putusan Nomor 112/PUU-XIII/2015 yang putusan pada waktu itu, itu putusannya tidak dapat diterima, ya. Putusannya memang tidak dapat diterima karena Pemohonnya tidak mampu meyakinkan, tidak mampu meyakinkan Mahkamah bahwa dia memiliki legal standing untuk mengajukan itu, ya. Itu Putusan Nomor 112, putusan Nomor 112/PUU-XIII/2015 nomor itu, memang bukan hanya satu ... bukan hanya Pasal 9 yang diminta untuk diuji pada waktu itu, ada banyak pasal, Pasal 2 ayat (2), Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, salah satunya yang diuji itu adalah pasal yang Bapak uji dan amar putusannya itu adalah tidak dapat diterima. Nah, kalau tidak dapat diterima itu berarti dia tidak mampu meyakinkan Mahkamah bahwa dia punya kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan itu. Nah, itu sebabnya perlu Bapak meyakinkan Mahkamah dengan uraian yang komprehensif, uraian yang lengkap, apakah betul-betul Bapak punya kerugian konstitusional dengan adanya norma yang ada pada Pasal 9 itu? Nah, harus ada uraian yang komprehensif yang meyakinkan ... yang dapat meyakinkan kami bahwa ya, memang dengan norma yang terdapat di Pasal 9 itu, Bapak mengalami kerugian konstitusional, bukan kerugian materiil ya, bukan kerugian materi. Kerugian konstitusional, baik yang faktual maupun yang potensial. Kalau ada uraian yang bisa meyakinkan kita bahwa Bapak memang punya kerugian konstitusional di sana atau berpotensi menurut nalar yang wajar bahwa kerugian konstitusional itu akan terjadi dengan adanya norma ini, saya kira itu bisa menjadi bahan pertimbangan yang ... karena ini sudah diputus dulu, Pak, ya. Bahkan Bapak juga harus menguraikan bahwa ya memang ini kasus konkret sebenarnya yang Bapak bawa, gitu ya. Tadi Yang Mulia Pak Ketua Panel dan Yang Mulia Pak Suhartoyo sudah menyampaikan mengenai tindak ... beberapa hal yang berkaitan dengan UndangUndang Tindak Pidana Korupsi. Memang ada pasal-pasal di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang tidak mensyaratkan kerugian negara. Ada pengelompokan-pengelompokan pasal suap yang sekarang sudah dianggap atau bribery yang sekarang sudah masuk dalam kategori korupsi juga itu tidak ada kerugian negara. Gratifikasi tidak ada kerugian negara, tetapi tetap di-judge sebagai tindak pidana korupsi.
13
Saya secara pribadi bisa memaklumi apa yang Bapak rasakan gitu. Kalau kita ... Pasal 9 itu ya, bunyinya kan, begini, “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 atau paling banyak Rp250.000.000,00. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.” Tadi Pemohon kan, sudah mengakui gitu sebenarnya bahwa ada karena persoalan di lapangan, sehingga memang Bapak tidak mempunyai dokumen-dokumen itu, terpaksa dibikin sendiri dokumendokumennya. Nah, ini yang Bapak minta kalau seperti ini, tidak ada maksud untuk mengambil uang negara, tidak ada kerugian negara di sana, ini betul-betul untuk memenuhi pertanggungjawaban administratif, jangan dihukum dong. Kan Bapak maunya begitu? 27.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Bukan jangan dihukum, Yang Mulia. Dihukum sesuai dengan kesalahan kami. Maksud hati saya itu seperti itu.
28.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Oh, maksud hatinya gitu?
29.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Ya. Kalau kita (...)
30.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Nah, kalau ... kalau Bapak meminta untuk ditambah bahwa itu tidak boleh dianggap sebagai tindak pidana kalau tidak ada kerugian negara di Pasal 9, itu artinya Bapak minta untuk tidak dihukum. Kan gitu?
31.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Ya.
32.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Begitu. Nah, kita bisa ... bisa memaklumi itu. Saya kira ya, mestinya kan, tindak pidana korupsi itu kalau secara substantif mestinya 14
ya, perbuatan yang merugikan keuangan negara itulah yang harus di … sengaja untuk merugikan keuangan negara. Cuma hati-hati. Mungkin Bapak tidak menggunakan atau tidak menikmati uang negara itu, tetapi ada persoalan seperti Yang Mulia tadi Pak Suhartoyo sampaikan. Tindakan kita yang menguntungkan orang lain, itu bisa di-judge sebagai tindak pidana korupsi. Memperkaya. Jadi, korupsi itu bukan hanya memperkaya diri sendiri, tapi juga memperkaya orang lain atau korporasi. Memang kita harus hati-hati kalau ini sesuai dengan Yang Mulia tadi sampaikan. Ini karena bagian dari extraordinary. Tapi itu bukan itu yang saya ingin sarankan untuk dilakukan perbaikan. Yang saya ingin sarankan itu, yakinkan kita bahwa Bapak punya kerugian konstitusional. Nah yang kedua, di bagian alasan permohonan atau posita Bapak. Ini perlu di ... mungkin perlu diskusi dengan ... apa ... orang yang Ahli di bidang itu. Apakah memang ini ... Pasal 9 ini atau norma yang ada di Pasal 9 ini memang bertentangan dengan pasal yang Bapak jadikan sebagai dasar pengujian di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Itu yang Bapak harus yakinkan. Bapak harus yakinkan bahwa betul norma ini bertentangan dengan norma yang Bapak jadikan sebagai dasar pengujian itu. Nah, kalau Bapak bisa yakinkan ya, saya kira peluang Bapak besar, gitu. Tapi kalau tidak mampu meyakinkan Mahkamah bahwa ini adalah persoalan pertentangan norma ya, itu ya, kami yang susah nanti, kami yang susah. Nah, saya kira, itu Pak Dokter, ya. Tadi Pak Ketua juga sudah berbisik-bisik, kami berbisik-bisik, ini persoalan ini banyak dialami juga teman-teman di kampus kita dalam … apa … terutama ketika ya, di kampus banyak kegiatan-kegiatan yang bekerja sama dengan fundingfunding asing. Funding asing itu kan betul-betul sangat saklek dalam pertanggungjawaban. Kita makan di pinggir jalan juga kan, harus ada bukti bahwa kita makan di pinggir jalan, sementara mana ada bonnya kalau kita makan di kaki lima itu, kan enggak ada bon. Akhirnya ya, dibikin catatan-catatan sendiri. Apakah itu masuk di dalam Pasal 9? Atau apakah hal seperti itu yang Pak Dokter anggap ini enggak benar, begitu? Karena ya, memang perbuatan memalsukan itu sendiri adalah tindak pidana, begitu. Saya kira itu saran Pak Dokter, ya, nanti bisa dielaborasi kembali dua hal itu saya kira. Kalau soal kewenangan Mahkamah oke karena ini pengujian undang-undang, kita punya kewenangan, tapi dua hal itu yang perlu Bapak elaborasi kembali untuk lebih meyakinkan Mahkamah di legal standing dan di … apa namanya … posita atau alasan untuk mengajukan permohonan ini atau sering juga disebut pokok permohonan bahwa yang Bapak persoalkan ini adalah memang persoalan konstitusional yang merugikan Bapak. Terima kasih, Pak Ketua.
15
33.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih. Jadi, intinya begini ya, Saudara Pemohon, sebelum saya menutup sidang ini. Kita harus membedakan antara persoalan inkonstitusionalitas atau pertentangan norma undang-undang itu dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dengan persoalan penerapan norma undang-undang itu di lapangan yang mungkin saja ada kekeliruan di dalamnya, begitu ya, penerapan itu karena itu tergantung pada buktibukti. Nah, kami tidak bisa masuk kepada persoalan yang kedua, kami hanya bisa masuk di persoalan yang pertama. Oleh karena itu, maka kewajiban Pemohon kemudian adalah meyakinkan kami bahwa persoalan yang pertamalah yang terjadi bukan yang kedua. Kalau yang kedua, persoalan konkret itu di peradilan umum yang punya … yang punya kewenangan untuk itu memasukkan. Boleh jadi Bapak merasa tidak diadilkan oleh praktik di lapangan itu, tapi bukan karena normanya yang salah, tapi karena di … proses di sana itu yang menyebabkan ini misalnya, bukan karena norma yang salah. Seperti tadi sudah ditekankan Yang Mulia Bapak Aswanto, norma ini kan, mau menjerat mereka yang dengan sengaja memalsu. Kalau dengan sengaja itu berarti sudah ada niat jahat itu mau memalsu, Pak. Nah, persoalan niat jahat itu atau mens rea-nya itu, itu yang anunya, mungkin itu yang Bapak dianggap tidak bisa membuktikan di lapangan kan, itu persoalan. Jadi, soal penerapan jadinya, begitu lho. Nah, kalau memang ini mau diajukan sebagai permohonan pengujian, yakinkanlah kami, berikanlah argumentasi kami serta buktibukti kalau ada, yaitu bahwa memang ini benar-benar persoalan norma, bukan persoalan bahwa Bapak di lapangan dihukum karena diterapkan berdasarkan norma ini. Itu adalah dua hal yang berbeda. Nah, saya kira nasihat dari kami itu dan kepada Saudara Pemohon, dokter Sterren, Saudara diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan permohonan ini selama 14 hari dan paling lambat perbaikan permohonan itu sudah kami terima pada tanggal 28 Desember 2016, pukul 10.00 WIB, Waktu Indonesia Barat, bukan waktu Indonesia bercanda, Pak, ya, kalau itu urusan Cak Lontong saya kira. Ya, itu 28 Desember 2016, pukul 10.00 WIB, 28 Desember. Ada yang mau diini lagi? Saya kira kalau yang nasihat itu kan, dari kami, itu nasihat karena kami diwajibkan kecuali kalau ada hal yang tidak jelas. Barangkali ada yang mau disampaikan lagi?
34.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Ya, Yang Mulia, sedikit apa yang ingin saya sampaikan.
16
35.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, silakan.
36.
PEMOHON: STERREN SILAS SAMBERI Saya profesi dokter, ketika ada satu pasien, saya bisa menyembuhkan 1.000 pasien. Tapi ketika ada 1 pasien yang gagal atau sebenarnya mampu saya sembuhkan, tapi tidak berhasil saya sembuhkan, saya akan berjuang supaya satu ini pun tidak boleh tidak disembuhkan karena saya seorang dokter, saya akan memikirkan bagaimana caranya. Tadi mohon maaf, Yang Mulia, Yang Mulia Bapak Suhartoyo mengatakan undang-undang ini berhasil menjerat banyak orang, Pasal 9 ini. Nah, tapi ternyata Pasal 9 ini ikut menjerat kami yang dengan niat baik, yang sepengetahuan saya lebih baik menghukum … melepaskan 1.000 orang dibandingkan menghukum 1 orang. Nah, jadi ternyata menurut saya niat baik kami menyelamatkan pasien, Yang Mulia Aswanto katakan tadi ada orang lain yang diuntungkan. Betul, masyarakat miskin di Papua yang diuntungkan dalam kasus saya, akhirnya mereka bisa ada dana, akhirnya mereka bisa terlayani dengan baik. Nah, ternyata, undang-undang ini bisa menjerat kami, maka saya berharap kepada Mahkamah Konstitusi ada sesuatu di undang-undang ini. Kalau kami dokter, obat ini mungkin ada yang kurang, obat ini harus diperbaiki mungkin. Nah, saya berharap itu semangatnya, ini undang-undang sangat bagus, tidak boleh ada yang memalsukan dan menggunakan kesempatan itu. Tapi ternyata dalam situasi kami di Papua dengan sistem pemerintahan yang amburadul, bisa menjerat orang yang punya niat baik terpaksa harus melakukan hal itu yang menurut Pasal 9 bisa dilegalkan untuk dihukum. Nah, itu sebenarnya semangat saya, mohon maaf, dan saya berterima kasih buat masukan dari Yang Mulia. Saya akan mencoba berusaha membuat yang terbaik. Kalau pun toh tidak diterima, saya percaya keputusan Mahkamah Konstitusi itu benar-benar yang adil bagi kami, Indonesia saat ini. Terima kasih, Yang Mulia. Mohon maaf kalau ada salah-salah kata.
37.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, terima kasih, Saudara Pemohon. Itulah intinya adalah argumennya itu adalah bukan ... jangan ke argumen ke persoalan penerapan norma karena itu bukan wilayah kami adalah argumennya ke arah inkonstitusionalnya norma itu. Mungkin andai kata kami memiliki kewenangan untuk pengaduan konstitusional, barangkali kasus Saudara atau kasus Saudara Pemohon ini langsung masuk, gitu ya, kalau ada gudaaan di situ pelanggaran 17
konstitusional karena problem penafsiran. Tapi karena ini pengujian undang-undang, agak berbeda kasusnya. Itu yang perlu kami sampaikan. Silakan buka-buka internet lagi, apa ... apa namanya ... dalam membangun argumen dan sebagainya atau melihat permohonanpermohonan di website kami, silakan karena itu sudah menjadi domain publik. Itu bisa dipelajari apa yang dimaksud dengan kerugian hak konstitusional. Kemudian bagaimana Saudara membangun argumentasi tentang kalau mendalilkan suatu pasal bertentangan dengan UndangUndang Dasar, dan kemudian petitum yang jelas. Demikian kira-kira, ya. Jadi, sekali lagi, kami tunggu perbaikan permohonannya paling lambat tanggal 28 Desember, hari Rabu, pada pukul 10.00 WIB. Dengan catatan, apabila sampai dengan tanggal itu dan pada batas waktu jam itu kami tidak menerima perbaikan, berarti permohonan awal inilah yang akan kami laporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim, itu sembilan Hakim Konstitusi. Nah, demikian. Dengan demikian, maka sidang ini saya nyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.36 WIB Jakarta, 15 Desember 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
18