MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 53/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANGUNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA RABU, 13 JULI 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 53/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung [Pasal 6B ayat (2), Pasal 7 huruf a, angka 4, dan angka 6, Pasal 7 huruf b, angka 1 frasa angka 4, angka 2, dan angka 3] dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi [Pasal 4 ayat (3), Pasal 22, Pasal 15 ayat (2), huruf d dan huruf h] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Binsar M. Gultom 2. Lilik Mulyadi ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Rabu, 13 Juni 2016 Pukul 15.00 – 16.21 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Wahiduddin Adams 2) Manahan MP Sitompul 3) Aswanto Cholidin Nasir
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Binsar M. Gultom 2. Melky Sidek
(Pendamping)
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 15.00 WIB 1.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Sidang Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016 dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Silakan, kepada memperkenalkan diri.
2.
Pemohon
atau
kuasa
yang
hadir
untuk
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Terima kasih, Yang Mulia. Perkenankan kami memperkenalkan diri. Nama Pemohon adalah Dr. Binsar M. Gultom, S.H., S.E., M.H. Sekarang bertugas selaku Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Jakarta Pusat. Kantor atau alamat kantor, Jalan Bungur Besar Raya Nomor 24, 26, 28, Jakarta Pusat. Sedangkan alamat rumah kami di Perumahan Batam, Jalan Batam 5 Nomor 6, Kelapa Dua, Depok. Yang kedua, Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H. Jabatan Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Medan. Beliau belum bisa hadir untuk hari ini. Saya didampingi oleh asisten saya, Melky Sidek, S.H. Sebenarnya statusnya advokat, tapi dalam hal ini hanya untuk mendampingi, mencatat hal-hal yang perlu dalam persidangan ini. Demikian, Yang Mulia.
3.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik. Jadi, ini Prinsipal atau Pemohon Kuasa yang langsung hadir, ya?
4.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Ya.
5.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya.
6.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Jadi, kami tidak memberi kuasa kepada siapa, langsung kami hadir. 1
7.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, baik. Agenda persidangan kita hari ini adalah pemeriksaan pendahuluan. Oleh sebab itu, Pemohon dapat menyampaikan pokokpokok permohonannya. Dan karena permohonan ini sudah kami terima yang secara tertulis … oleh sebab itu, yang disampaikan pokok-pokok dari permohonan, tidak usah dibacakan secara keseluruhan. Ya, silakan.
8.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Baik, Yang Mulia. Kami boleh berdiri atau tetap duduk?
9.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Di tempat duduk saja, ya.
10.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Inti pokok daripada permohonan judicial review kami ini, ditujukan kepada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Untuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, ada beberapa hal yang kami minta atau mohonkan untuk ditinjau atau kiranya berkenan … Majelis Mahkamah Konstitusi berkenan untuk mengabulkannya. Pertama, di dalam Pasal 7 huruf a dan Pasal 7 huruf b, antara Calon Hakim Agung dari hakim karier dengan non-karier. Setelah perkembangan demi perkembangan ilmu teknologi pengetahuan, terjadi diskriminasi yang spektakuler, menurut kami. Yakni, kalau menurut Pasal 7A khusus untuk hakim karier itu disyaratkan oleh undang-undang harus berusia 45 tahun. Dua, harus berpengalaman sebagai hakim, 20 tahun plus minimal tiga tahun jadi hakim tinggi. Sementara, menurut huruf bnya Pasal 7 tersebut untuk non-karier, itu berusia 45 tahun. Kemudian, pengalaman di bidang hukum dan/atau akademisi 20 tahun dan berijazah doktor. Tadi … maaf, khusus Pasal 7A untuk Calon Hakim Agung dari karier berijazah magister hukum. Nah, setelah kami simak mendalam masa kerja pengalaman, dan pendidikan, sebagai berikut. Hakim sebagai jabatan profesi karier yang dimulai dari bawah sejak berusia 25 tahun, itu menjalani tahapantahapan sampai hakim di tingkat pertama, kelas 1A, 1B, 1A khusus, hingga ke hakim tinggi itu telah melalui pengalaman di bidang hukumnya di atas rata-rata 28 tahun dengan kategori pangkat golongan pembina utama madya IVD. Apalagi kalau sampai dinyatakan lagi oleh Undang2
Undang Nomor 32 Tahun 2009 harus tiga tahun jadi hakim tinggi, itu berarti bisa sampai usia kami 55 tahun ke atas. Bahkan seperti saya selaku Pemohon sekarang 58 tahun, belum hakim tinggi. Pak Lilik Mulyadi baru sekarang usia 56 tahun dan dia baru satu bulan jadi hakim tinggi. Ini menurut ... apalagi sekarang ditambah dengan pendidikan kami doktor. Pada umumnya hakim karier itu sekarang telah berpendidikan, berijazah doktor. Kalau dulu, masih banyak sarjana hukum atau S1. Makanya di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 diperbaharui di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, para hakim karier itu hanya berpendidikan rata-rata S1 dan hanya satu-dua S2. Makanya di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 itu dibuatlah sekarang minimal S2, magister hukum. Nah, kemudian dikaitkan lagi dengan profesionalitas. Para hakim karier itu sendiri telah berpengalaman di bidang seluk-beluk menanggani perkara yang tidak pernah dilakukan atau dialami oleh non-karier. Sementara mereka hanya dikatakan 20 tahun tok, tanpa terus menerus. Apakah mereka itu pernah loncat pagar? Mengajar di suatu tempat atau pengacara di suatu tempat? Lalu minta surat keterangan jadi 20 tahun. Nah, jadi kami merasakan hal itu perlu ditinjau ulang. Itu khusus mengenai masalah Undang-Undang Mahkamah Agung. Sekarang menyangkut Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Perlu kami sampaikan legal standing kami, mengapa kami mau melakukan judicial review itu. Sesuai menurut Pasal 18 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi Nomor 8 Tahun 2011 itu bahwa usulan calon Hakim Konstitusi itu diusulkan dari Mahkamah Agung, dari Pemerintah, dan DPR. Jadi kami layak atau punya potensi untuk itu, bahkan kami selaku warga Negara Indonesia, berhak untuk me-judicial review pasalpasal yang kami anggap juga tidak pada tempatnya lagi dipertahankan. Seperti Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang MK, kami melihat di sana masa jabatan kerja, ketua dan wakil ketua itu dibatasi dua tahun enam bulan. Sementara menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 24, ya, itu lembaga kekuasaan kehakiman itu ada dua, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Jadi lembaga ini harus equal, setara, yang tidak boleh dicampuri kemandiriannya. Kalau Mahkamah Agung, lima tahun sekali pimpinannya bisa dapat diganti kembali. Mengapa MK hanya dua tahun enam bulan? Itu satu. Kedua, Pasal 22 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Kami melihat dulu usia Hakim Mahkamah Agung itu jadi 70 tahun sekarang adalah karena mengikuti usia Hakim Mahkamah Konstitusi. Yang sebelumnya usia Hakim Agung 67. Sekarang usia Mahkamah Konstitusi itu 70 tahun. Lalu di dalam Undang-Undang Mahkamah Agung tidak ada periodisasi, sementara di Mahkamah Konstitusi ada periodisasi setiap 5 tahu sekali di-fit and proper test atau diuji kembali. Nah, ini akan 3
berdampak kepada independency daripada peradilan Mahkamah Konstitusi, baik money … manajemen, ya, administrasinya itu sekaligus juga akan mengganggu, ya, pengusul, ya, dari pengusul-pengusul lembaga tersebut makan … menjagokan pihak-pihak yang lain, sementara masih kredibel proporsionalitas yang bersangkutan untuk dijadikan menjadi hakim konstitusi. Oleh karena itu, kami pengin ini tetap diseterakan dengan Mahkamah Agung. Baru yang terakhir, yang ketiga. Pasal 15 di Undang-Undang Mahkamah Konstitusi kami melihat usia hakim atau calon Hakim Mahkamah Konstitusi itu 47 tahun dan masa kerjanya 15 tahun. Sementara hakim Mahkamah Konstitusi ini adalah hakim yang dipandang harus lebih berwawasan luas sebagai pengawal konstitusi dan harus menjadi negarawan. Sementara kader-kader yang dikirimkan dari Mahkamah Agung untuk menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi itu ratarata hakim tinggi dan sudah bergolongan IVD plus berusia di atas 55 tahun dan pengalaman kerja di atas 20 tahun. Oleh karena itu, kami sependapat agar tidak terjadi kepincangan usulan dari kader-kader dari Mahkamah Agung ini harus kiranya disesuaikan dengan keadaan terhadap usulan dari DPR dan pemerintah. Jadi sehingga kami menginginkan supaya usia calon Hakim Mahkamah Konstitusi itu ke depan itu bukan 47 tahun tetapi 55 tahun, masa kerja bukan 15 tahun tetapi menjadi 20 tahun. Dan sebagai akhir daripada latar belakang yang kami sampaikan tadi, kami akan membacakan khusus petitum yang kami mintakan kepada Majelis Hakim Yang Mulia. Mengadili: 1. Mengabulkan permohonan Pemohon tersebut untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Pasal 6B ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang frasa selain Calon Hakim Agung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) calon hakim juga berasal dari non karier tidak dimaknai dalam hal-hal tertentu, dapat dibuka kemungkinan untuk mengangkat Hakim Agung yang tidak didasarkan atas sistem karier.
3. Menyatakan Pasal 6B ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang frasa selain Calon
Hakim Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Calon Hakim Agung juga berasal dari non karier tidak dimaknai dalam hal-hal tertentu, dapat dibuka kemungkinan untuk
4
mengangkat Hakim Agung yang tidak didasarkan atas sistem karier.
4. Menyatakan Pasal 7 huruf a butir nomor 4 dan butir nomor 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sepanjang frasa
berusia sekurang-kurangan 45 tahun berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim termasuk paling sedikit tiga tahun menjadi hakim tinggi tidak dimaknai. Satu, berusia minimal 55 tahun. Dua, berpengalaman minimal 20 tahun menjadi hakim termasuk hakim tinggi sejak dilantik menjadi hakim tinggi. Jadi bukan tiga tahun lagi.
5. Menyatakan Pasal 7 huruf a butir nomor 4 dan butir nomor 6 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa berusia sekurang-kurangan 45 tahun,
berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim termasuk paling sedikit tiga tahun menjadi hakim tinggi. Tidak
dimaknai: 1. Berusia minimal 55 tahun. 2. Berpengalaman minimal 20 tahun menjadi hakim, termasuk hakim tinggi sejak dilantik menjadi hakim tinggi. 6. Menyatakan Pasal 7 huruf b butir nomor 1 angka 4, butir nomor 2, dan butir 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang frasa berusia sekurang-kurangnya 45 tahun,
berpengalaman dalam profesi hukum dan akademisi hukum paling sedikit 20 tahun, dan berijazah doktor ilmu hukum.
Tidak dimaknai: 1) Berusia minimal 55 tahun. 2) Berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum paling sedikit 25 tahun secara terus menerus. 3) Memiliki pendidikan gelar minimal guru besar atau profesor dan berijazah dokter ilmu hukum. 7. Menyatakan Pasal 7 huruf b butir 1 angka 4, butir 2, dan butir 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa berusia sekurang-kurangnya 45 tahun,
berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi
5
hukum paling sedikit 20 tahun, dan berijazah doktor ilmu hukum. Tidak dimaknai.
1. Berusia minimal 55 tahun. 2. Berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum paling sedikit 25 tahun secara terus menerus. 3. Memiliki pendidikan atau gelar minimal guru besar atau profesor dan berijazah dokter ilmu hukum. 8. Menyatakan Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang frasa masa jabatan Ketua/Wakil Ketua
Mahkamah Konstitusi selama dua tahun dan enam bulan, dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Tidak dimaknai selama lima tahun dan dapat dipilih
kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. 9. Menyatakan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa masa jabatan
Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi selama dua tahun dan enam bulan, dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Tidak dimaknai selama lima
tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. 10. Menyatakan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang frasa masa jabatan Hakim Konstitusi
selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Tidak dimaknai masa jabatan
Hakim Konstitusi sejak mengucapkan sumpah jabatan dan pelantikan sampai memasuki usia pensiun 70 tahun. 11. Menyatakan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa masa jabatan
Hakim Konstitusi selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Tidak
dimaknai masa jabatan Hakim Konstitusi sejak mengucapkan sumpah jabatan dan pelantikan sampai memasuki usia pensiun 70 tahun. 12. Menyatakan Pasal 15 ayat 2 huruf d dan h Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang telah diperbaharui dengan 6
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang frasa memiliki usia
minimal 47 tahun dan berpengalaman di bidang hukum minimal selama 15 tahun. Tidak dimaknai berusia minimal 55
tahun dan berpengalaman di bidang hukum minimal 20 tahun. 13. Menyatakan Pasal 15 ayat 2 huruf d dan h Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa memiliki usia minimal 47 tahun dan berpengalaman di bidang hukum minimal selama 15 tahun. Tidak dimaknai berusia minimal 55 tahun dan berpengalaman di bidang hukum minimal 20 tahun. 14. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya dan/atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequ et bono). Demikian permohonan uji meteri ini kami sampaikan kepada Yang Mulia Majelis Hakim konstitusi, kiranya berkenan mengabulkannya. Hormat kami, saya Dr. Binsar Gultom S.H., S.E., M.H. dan dua, Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H. Demikian, Yang Mulia. 11.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, terima kasih sudah disampaikan pokok-pokok dari permohonan yang secara rinci itu digambarkan di positanya dan khusus untuk petitum tadi dibacakan secara utuh. Nah, pada agenda persidangan ini dari Majelis berkewajiban memberikan nasihat pada pemeriksaan pendahuluan dan nasihat ini dapat dijadikan bahan pertimbangan atau pun juga tidak dijadikan bahan pertimbangan. Itu sepenuhnya menjadi hak dari Pemohon. Oleh sebab itu, saya ingin mengambil kesempatan pertama, nanti Pak Dr. Manahan dan Prof. Aswanto. Di posita ... pertama norma yang diajukan untuk diuji tadi sudah disebutkan Pasal 6D ayat (2), Pasal 7 huruf a angka 4 dan 6, Pasal 7 huruf b angka 1, angka 2, angka 3, dan angka 4, itu terkait dengan Undang-Undang Mahkamah Agung, ya?
12.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Ya.
7
13.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Terkait dengan Undang-Undang MK, Pasal 4 ayat (3), Pasal 15 ayat (2) huruf d dan huruf h, dan Pasal 22. Isu pokok terkait Undang-Undang MA adalah untuk menjadi perhatian terkait dengan syarat dari hakim non karir, baik usia paling kurangnya, kemudian pengalamannya, dan syarat-syarat yang ditentukan. Nah, kemudian terkait dengan Undang-Undang MK, ini terkait dengan masa jabatan ketua, wakil ketua, kemudian usia paling rendah pengangkatan, dan juga pengalaman kerja, kemudian masa jabatan hakim atau lebih mudahnya kita sebut dengan periodesasi, ya. Ada sedikit juga koreksi, Pasal 15 ayat (2) huruf D dan huruf H itu di putusan MK sudah ada pemaknaan. Jadi paling tinggi 65 tahun pada saat pengangkatan yang kedua. Nah, itu kemudian atau pernah menjadi pejabat negara itu sudah dihapus. Dulu memang ada ketentuan bahwa untuk dapat diangkat menjadi Hakim MA, meskipun pengalaman dia belum 15 tahun, tapi pernah menjabat pejabat negara. Misalnya wakil bupati, misalnya baru 2 tahun, misalnya bisa. Nah, tapi itu sudah dihapus, ya. Nah, terkait ini saya hanya ... pertama bahwa uraian dari posita ini sudah menggambarkan hal-hal yang menjadi alasan-alasan, sehingga pada petitumnya sudah disampaikan ada 14 angka. Saya hanya ingin memberikan tekanan agar pertama, tidak dimulai dari upaya sinkronisasi undang-undang. Ini kan nampaknya dimulai dari tidak sinkronnya, ya. Cobalah dapat dimulai dengan filosofinya, ya. Filosofi dari jabatan hakim, baik Hakim Agung dari Mahkamah Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi. Karena kalau kita lihat ini ada di Undang-Undang Dasar kita, karakteristik dari kekuasaan kehakiman itu tidak sama dari karakteristik dari eksekutif atau legislatif. Kalau eksekutif, legislatif, itu jelas disebutkan periodesasinya. Coba itu diuraikan begitu, sehingga ada filosofinya begitu. Sebab kalau masalah sinkronisasi saja, ini bisa diubah apa pun, tapi kalau pijakannya filosofinya itu karakteristik kekuasaan kehakiman itu coba diuraikan. Saya yakin Pemohon atau Prinsipal ini dapat menguraikan secara filosofis dari karakteristik kekuasaan kehakiman yang ada di UndangUndang Dasar 1945 karena kita ingin menguji terhadap Undang-Undang Dasar 1945, ya, tidak dalam rangka semata-mata harmonisasi antara satu undang-undang dengan undang-undang yang lain. Sebab kalau itu saja, nanti satu undang-undang berubah, dianggap tidak harmonis lagi, begitu ya. Tapi, ukurannya itu apakah dia bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945 atau tidak. Nah, yang kedua. Bahwa pelaku kekuasaan kehakiman ini diuraikan itu terkait dengan apakah tadi di Undang-Undang MK itu ada 8
periodisasinya, ya di MA meskipun tidak ada periodisasinya, tapi kan sudah ada juga pendapat ya bahwa perlu ada periodisasi di sana, begitu kan. Ya, artinya kan ini supaya wacana seperti itu, kan, jadi tidak hanya sinkron-menyinkronkan, ada juga pikiran bahwa yang di MA itu disinkronkan dengan di sini, kan. Nah, ini harus coba diuraikan, ya. Kemudian, ya, untuk menggambarkan bahwa jabatannya itu tidak nanti menjadi lebih rendah sekadar open legal policy. Open legal policy kan bisa diubah-ubah. Nah, tapi bagaimana pandangan dari filosofinya, karakteristik dari kekuasaan kehakiman di Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu. Kemudian, tadi untuk menghindarkan tadi, jangan sampai saling menyinkronkan, memang pernah usia jabatan … usia hakim kan saling sinkron-menyinkronkan ketika MK sudah 70, kemudian MA tadinya yang 65 dapat 67 … lalu 70, begitu kan. Yang dulu, 67 hakim MK … MA 65, 67, MK langsung 67, begitu. Kan, tapi itu nampak sebagai suatu open legal policy. Bahkan ada pikiran wacana diturunkan saja, diturunkan lagi, begitu ya. Nah, ini bagaimana supaya bertolak dari sana? Nah, kemudian, coba digambarkan kerugian yang Saudara sebut … apa … potensial atau aktual dengan pengalaman-pengalaman empirik, pengalaman empirik, ya. Nah, ini khususnya terkait di Undang-Undang MK. Kalau terhadap di Undang-Undang MA, itu ya, terkait dengan hakim karier dan nonkarier karena diaturnya kan itu berbeda, tidak satu napas, gitu, seolah-olah ada gradasinya. Nah, nanti coba dilihat, sehingga nanti di petitumnya kan di sini Saudara nanti menyebutkan dalam hal-hal tertentu baru dapat dari karier. Ini menjadi nanti juga agak tidak kurang jelas, mengapa nanti dalam hal dibutuhkan keahlian tertentu, jelaskan keahlian yang dibutuhkan, kalau dalam hal-hal tertentu menjadi lebih … apa … tidak mempunyai kepastian, siapa menentukan hal-hal tertentu itu? Bisa-bisa hal-hal yang mustahil atau hil-hil yang mustahal, begitu kan ya. Ya, jadi hal-hal tertentu itu harus jelas. Kalau dulu tidak salah … dalam hal dibutuhkan keahlian tertentu misalnya, kan. Jadi, jelas bukan dalam hal-hal tertentu, begitu kan ya. Nah, ini realitas empirik selama ini terkait ini Undang-Undang MK, itu coba digambarkan ketika habis suatu masa periode, itu ada keadaankeadaan, ada yang tidak bersedia dipilih lagi, ya, tidak disebutkan namanya. Ada yang bersedia dipilih lagi, tapi tidak bersedia di-fit proper, misalnya. Nah, ini terkait dengan hakim yang dari MA, di sini sudah habis periode, usia pensiun belum ada, nah itu kan bagaimana? Juga sudah ada contohnya, ya, saya tidak sebutkan namanya. Usia pensiun belum, tapi di sini sudah habis periodenya, misalnya ya. Lalu kalau dikatakan harus bernegarawan, ya akan lebih baik misalnya digambarkan, ya, setelah ini tidak lagi mempunyai kepentingankepentingan yang bersifat … apa … di luar dirinya, begitu ya. Kan negarawan itu sudah selesai dengan masalah dirinya. Jangan lalu selesai di sini kan, baik mencari yang lebih setara atau lebih tinggi lagi, ya. Nah, 9
ini kan sudah ada contoh-contohnya itu, ya itu kan menggambarkan empirik sosiologisnya, gitu ya. Nah, ini ya perlu digambarkan lebih … jadi filosofinya saya yakinlah Pak Gultom ini bisa menguraikan itu. Jadi, itu filosofinya. Baru nanti, ya sinkronisasinya kan, ya supaya sinkron karena titik tolaknya sama, filosofisnya sama, gitu kan ya, ya. Nah, kemudian terkait petitum, ya saya hanya tadi terkait hal-hal tertentu itu lebih tegas kalau dalam hal dibutuhkan keahlian tertentu. Kalau hal-hal kan, masih nanti memerlukan penjelasan. Lalu, penjelasannya nanti tambah tidak jelas. Kalau keahlian tertentu, ya mungkin bisa yang dimaksud keahlian tertentu di penjelasan kalau di undang-undang. Tapi kalau di sini kan, tidak. Adalah misalnya keahlian di bidang yang memang Saudara di posita menggambarkan keahlian bidang tata usaha negara sudah ada yang dari bawah. Bidang agama ada, militer ada, bidang pidana ada, perdata ada. Mungkin ada keahlian yang … yang belum tergambar ada kamarnya, tapi sangat dibutuhkan atau ini perlu kamar baru, nanti atau apa, gitu ya. Kemudian terkait usia, ya silakan. Nah, ada hal yang ini … ini istilah saja dan saya kira nanti Prof. Aswanto dapat menggambarkan. Itu syarat bahwa yang nonkarier itu memiliki pendidikan gelar minimal guru besar, profesor, dan ijazah doktor. Nah, ini untuk kita ketahui di Undang-Undang Sisdiknas bahwa … dan Undang-Undang Guru dan Dosen, guru besar atau profesor itu jabatan fungsional, bukan ijazah, ya. Jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. Jadi, tidak ada ijazah … apa … profesor, gitu ya. Ijazah sesuai UndangUndang Sisdiknas itu kan, pendidikan tinggi itu hanya diploma, magister, spesialis, dan doktor, itu saja. Tidak ada … apa … diploma … apa … profesor, bahkan disahkan di sini. Itu hanya dipakai, bahkan dalam hal masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi sehingga supaya ini tidak salah menyebutnya, ya. Kemudian, ya digambarkan juga di undang-undang itu bahwa jabatan akademik itu ya asisten, rektor, rektor kepala, profesor. Jadi, ini … apa … adalah jabatan fungsional tertinggi akademik. Jadi, bukan ijazah, ya. Dan berijazah doktor ilmu hukum, ya memang untuk sekarang ini syarat untuk jadi guru besar, Pak, ya, harus sudah doktor, ya. Memang sebelumnya itu dapat bahkan dari S1 jadi doktor, kan. Ijazah-ijazah tahun 1980 itu mengatakan … apa … berhak mendapat gelar sarjana dan berhak menempuh gelar doktor gitu langsung bisa, ya. Nah, tapi ini untuk supaya untuk tidak salah kaprah ketika memiliki pendidikan dan gelar minimal guru besar karena ini bukan jenjang pendidikan, bukan juga gelar, tapi ini adalah jabatan fungsional tertinggi sehingga dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, bukan oleh perguruan tinggi sebagai suatu capaian akademik melalui pendidikan. Nah, itu yang bisa saya sampaikan. Kami persilakan, Pak Dr. Manahan M. Sitompul. 10
14.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik. Terima kasih, Ketua. Dari saya secara … apa tadi … secara filosofi tadi sudah dimohonkan oleh Ketua atau dijelaskan bagaimana perrmohonan ini supaya punya karakter tersendiri itu, saya sangat setuju karena kalau nanti ini dilihat dari harmonisasi, ya terjadi … apa namanya … apa namanya … terikat nanti kepada legal policy, ya. Nah, namun demikian memang secara faktual atau pengalaman memang akhirnya ada diskriminasi di dalam pelaksanaan daripada rekrutmen atau pun syarat-syarat untuk Hakim Agung itu, itu kita pahami memang karena untuk hakim nonkarier masuk misalnya mendaftar umur 45 tahun, sedangkan hakim karier kalau sudah dia menjadi hakim tinggi 3 tahun, itu tidak mungkin ada lagi 45 tahun. Di bawah 50 tahun pun tidak mungkin. Itu paling tidak 55 atau 56 tahun. Jadi, ada sedikit nanti start-nya. Nanti start dari 45 tahun untuk nonkarier, 55 tahun dari karier. Memang ini mungkin hal yang harus juga dipikirkan nanti dalam permohonan ini. Kemudian juga legal standing Pemohon di dalam hal menguji Undang-Undang Mahkamah Konstitusi ini. Saya juga melihat nanti apakah dalam hal ini dilihat dari periodesasi yang lima tahun itu sangat mempengaruhi independency. Kalau ke sana arahnya, itu sangat bagus. Namun kalau arahnya nanti dilihat dari kesempatan dari Pemohon untuk menjadi karena hakim yang ada sekarang ditambah masa jabatannya, apakah bukan merugikan … apakah itu tidak me … apa namanya … mengurangi kesempatan daripada Pemohon untuk menjadi Hakim Konstitusi. Nah, itu bagaimana itu kira-kira? Baik dilihat dari setelah menjadi Hakim Konstitusi dengan periodesasi, dilihat dari independency, atau tidakkah mengurangi kesempatan dari Para Pemohon untuk menjadi Hakim Konstitusi bilamana Hakim Konstitusi yang ada diperpanjang masa jabatannya. Itu juga mungkin menjadi pemikiran kita. Kemudian secara teknis di sini saya lihat di permohonan ada yang mungkin harus dipikirkan. Dimulai dari halaman 5 ini ada … di bagian b. Di sini disebut berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim termasuk paling sedikit sejak yang bersangkutan dilantik, disumpah menjadi hakim tinggi. Ini agak sedikit nanti menjadi … apa namanya … ambigu karena di sini sejak itu ya … sejak yang bersangkutan dilantik. Jadi ini saya lihat mungkin bisa diperbaiki. “Berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim, termasuk pengalaman sebagai hakim tinggi.” Lebih … apa namanya … lebih simpel dan tidak nanti ambigu kalau naik sejak, gitu ya. Sejak yang bersangkutan dilantik menjadi hakim tinggi karena seperti itu nanti apakah sejak disumpah itukah yang dimaksud 20 tahun? Ini menjadi bisa penafsiran lain, gitu. Karena itu menyangkut ke petitumnya. Di petitumnya itu nanti coba dilihat nanti apakah itu sedikit nanti mengalami apa … bisa salah penafsiran nanti. 11
Kemudian di halaman 9, halaman 9 paling atas itu karena kalimat yang dari halaman 8, “Tak pernah dialami hakim nonkarier sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi.” Nah, kalau boleh itu jangan dikutip Pasal yang 61 karena Pasal 61 ini khusus mengenai syarat sengketa kewenangan lembaga negara. Itu bukanlah dalam … apa namanya … judicial review mengenai undang-undang. Karena Pasal 61 dan seterusnya itu … itu syarat sengketa kewenangan lembaga negara. Nah, kemudian di halaman 10 itu di bagian atas juga, “Hakim konstitusi yang masih memiliki kesehatan prima dan masih memiliki sisa masa pensiun hingga,” ... jadi ada kata-kata perlu di situ, hingga 70 tahun. Barangkali secara teknisnya begitu. Kemudian ada di sini di halaman 16 disinggung atau disebut di sini, “Putusan Mahkamah Nomor 49/PUU-XI/2011,” … mohon nanti ditambahkan di sini apa inti daripada putusan ini, maksudnya putusan Mahkamah Konstitusi ini ya Pemohon, putusan ... coba intinya apa di situ, coba dijelaskan apa yang menjadi inti dari atau pertimbangan dari Mahkamah di dalam Perkara Nomor 49. Nah, kemudian di petitum, selain dari yang tadi yang saya sebutkan itu tadi termasuk 20 tahun menjadi hakim, termasuk pengalaman sebagai hakim tinggi, kalau nanti memang cocok itu nanti di ... itu yang diperbaiki di dalam petitum ini. Selain itu, untuk menegaskan setiap petitum ini, saya melihat di sini sepanjang frasa selain calon hakim agung sebagaimana dan seterusnya sebelum tidak dimaknai itu, sebelum itu perlu kata-kata, menurut saya jika, jika tidak dimaknai, begitu. Jadi tegas dia, kalau tidak dimaknai seperti ini, maka dia bertentangan, supaya lebih tegas dalam petitum ini. Barangkali itu setiap nanti petitumnya, nomor 23 sampai seterusnya, coba dilihat. Nanti kalau tidak dimaknai itu, itu lebih cocok kalau ada kata-kata jika di depannya. Barangkali itu saja saya … dari saya Yang Mulia. Terima kasih. 15.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Dr. Manahan Sitompul. Kami persilakan, Prof. Aswanto.
16.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Saudara Pemohon, sudah banyak yang disarankan oleh kedua Yang Mulia. Saya ingin menambah beberapa hal saja. Pertama, mengenai sistematisasi permohonan. Kami bisa menangkap apa yang Saudara inginkan di dalam permohonan ini, tetapi sistematisasi yang lazim di Mahkamah Konstitusi, itu urut-urutannya adalah identitas Pemohon. Kemudian, legal standing, lalu posita. Dan 12
kemudian, petitum. Sehingga, sebenarnya tidak lazim permohonan itu menggunakan pendahuluan. Tetapi, saya bisa menangkap apa yang ingin disampaikan di dalam pendahuluan ini. Mungkin tadi Yang Mulia Ketua Pak Dr. Wahiduddin Adams dan Yang Mulia Pak Manahan sudah menyarankan agar ada aspek filosofi. Sebenarnya, ini bisa dielaborasi uraian yang ada pada … uraian yang ada pada pendahuluan ini bisa dielaborasi nanti masuk ke bagian posita. Nah, permohonan Saudara ini secara keseluruhan sebenarnya kami bisa … saya bisa tangkap. Tapi, hal-hal seperti yang disarankan tadi mungkin perlu di … dijadikan sebagai perhatian, gitu. 17.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Siap, Yang Mulia.
18.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Nah, selanjutnya, dari sisi filosofi sebenarnya kalau itu dipertajam lagi, bisa dielaborasi dengan filosofi peradilan. Kemudian, dicoba lakukan komparasi dengan beberapa peradilan di dunia, saya kira itu sangat menarik. Misalnya, kenapa ada negara yang hakimnya harus seumur hidup? Ya, itu … itu kompa … komparasinya, gitu ya. Jadi, dari sisi filosofi masuk situ, kemudian dikomparasikan. Termasuk kalau mau, misalnya di … untuk tidak dikomparasikan, tetapi untuk diperjelas bahwa lembaga peradilan itu bukan lembaga politik, gitu, yang bisa periodesasi lima tahun diganti, lalu dipilih lagi, diganti lagi, gitu. Nah, itu kalau Bapak komparasi dengan beberapa negara dan coba ambil filosofinya, misalnya. Kenapa di Amerika modelnya seperti itu? Kenapa di … atau mungkin secara garis besar dibagi dua, Eropa kontinental dan anglo saxon. Bagaimana filosofi peradilan di Eropa kontinental dan bagaimana filosofi peradilan di anglo saxon, gitu? Ada … di … di Amerika … coba lihat, misalnya di Amerika, di Perancis, seorang hakim itu bisa seumur hidup, gitu. Jadi, ini filosofinya karena dia ini lembaga yang salah satu … apa … salah satu karakteristik yang … karakteristik yang harus dimiliki itu adalah independency, gitu. Ya bahwa mungkin pada tahap masuknya ada mekanisme, tadi Bapak sudah singgung juga di permohonan ini. Ada yang melalui pintu pemerintahan, ada yang melalui pintu Mahkamah Agung, ada yang melalui pintu DPR. Ya, itu mungkin pintu masuk. Tapi, kemudian setelah di dalam, Bapak coba kaitkan dengan filosofi kemandirian peradilan yang siapa pun tidak boleh melakukan intervensi. Termasuk sebenarnya, keinginan-keinginan hakim sendiri, keinginankeinginan pribadi tidak boleh mengintervensi dirinya, gitu. Jadi, hakim itu ruhnya adalah keadilan, gitu. Dan tidak bisa kita lepas, memang hakim itu adalah individu yang mungkin punya keinginan-keinginan pribadi. 13
Keinginan pribadi itu pun tidak boleh mengintervensi seorang pribadi yang menjadi hakim, gitu. Nah, ini kalau masuk di filosofi itu, saya kira menarik. Itu yang pertama. Yang kedua, ini batu ujinya ada beberapa pasal. Coba nanti di … di … di … apa namanya … ditelisik lagi. Kira-kira dari sekian pasal Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang dijadikan sebagai dasar pengujian, ya, atau yang sering dikenal dengan batu … sering disebut dengan batu uji, yang mana yang paling … yang mana yang paling cocok, gitu? Apakah Pasal 28I, Pasal 28D, gitu ya? Nah, tentu ini nanti terkait pada apakah … filosofi apa yang Bapak mau ungkap? Apakah filosofi … apa … yang tadi … yang Pak Ketua sampaikan? Filosofi untuk melakukan kesetaraan atau filosofi bahwa lembaga peradilan itu lembaga yang tidak bisa diintervensi, gitu. Atau filosofis sinkronisasi yang Bapak mau ambil? Nah, ini perlu. Atau Bapak mau ambil dua-duanya? Mau ambil sinkronisasi, mau mengambil filosofinya, gitu. Itu yang kedua. Yang ketiga. Di halaman ini, Bapak mengutip sebenarnya sudah melakukan perbandingan. 19.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Maaf, Pak, halaman berapa, Pak?
20.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Di halaman ... sebentar, halaman tadi saya sudah lipat ini, ini lipatannya lepas. Yang mencoba membandingkan, saya kira bukan hanya ... bukan hanya ... apa namanya … bukan hanya Mahkamah Konstitusi, tetapi juga Mahkamah Agung bisa diperbandingkan dengan negara lain, gitu. Yang Bapak melakukan komparasi di sini, melakukan perbandingan di sini kan Mahkamah Agung soal periodisasi, ya?
21.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Ya.
22.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Halaman berapa tadi?
23.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM 16, Pak.
14
24.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Halaman 15, ya?
25.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Halaman 16 huruf k.
26.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Halaman 16, oh, ya ini lipatannya keliru ini. Nah, ini halaman 16, ini Bapak mencoba misalnya Austria gitu ya, Austria. Saya juga pernah membuka di internet, negara-negara yang Bapak sebut ini, Austria misalnya, dia tidak ada periodisasi usia pensiun 70 tahun ya untuk Mahkamah Konstitusinya, kemudian Argentina, Armenia, Belgia, Bosnia, Herzegovina, kemudian Canada, Siprus, Denmark, ya. Dan beberapa negara lagi, Norwegia ya, Swedia, Turki. Nah ini, saya pernah membuka di internet, apa filosofinya mereka sehingga tidak … tidak ada periodisasi, gitu? Austria sebagai negara yang pertama kali mempunyai lembaga Mahkamah Konstitusi, itu punya filosofi, sehingga Hakimnya itu mekanisme ... mekanisme pengangkatan Hakim itu tidak pakai periodisasi. Nah, ini untuk lebih meyakinkan Mahkamah bahwa memang apa yang Bapak Pemohon minta, itu memang rasional, gitu. Itu yang keempat. Yang kelima. Ini soal … apa ... yang kelima ini soal usia, ya. Tentu nanti orang akan bertanya-tanya, apa rasionya sehingga syarat menjadi Mahkamah Agung itu 45 tahun, kemudian syarat untuk menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi itu 47 tahun. Apa kira-kira ratio dendinya, sehingga usianya seperti itu? Lalu kemudian apa rasionya, Bapak meminta 55 tahun, gitu? Nah, mungkin dari segi ilmu psikologi misalnya bahwa seorang hakim itu diperlukan kematangan berpikir dan sebagainya macam-macam gitu, sehingga pada usia inilah, misalnya menurut pandangan Bapak, pada usia 55 tahun inilah dianggap seseorang strict untuk membuat putusan, gitu. Nah, itu mungkin perlu penguatan, perlu dielaborasi dengan ilmu soal usia, ilmu psikologi misalnya, sehingga kami yakin bahwa ia memang pada usia itu. Tidak ujug-ujug, “Saya mau 50 tahun, saya mau 55 tahun,” gitu. Jadi ada perhitungannya, Pak, Pak … Yang Mulia Pak Manahan, tadi. Misalnya hakim karier, dia menjadi dia pertama kali diangkat sebagai hakim dalam usia 25 tahun misalnya, 25 tahun. Kemudian setelah dia menjadi hakim punya pengalaman 20 tahun misalnya, berarti usianya sudah 45 tahun. Ditambah 3 tahun pengadilan tinggi, berarti 49 … eh, 48 tahun misalnya. Nah, ini yang perlu Bapak bangun, rasio ... rasionalisasinya, sehingga kita yakin, kenapa di angka itu Bapak inginkan. Ada juga 15
negara misalnya, ada negara misalnya, katakanlah dalam hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi, ada negara yang punya periodisasi, tapi periodenya cuma satu kali. Dia menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi, hanya satu periode, tapi periodenya itu hanya 12 tahun. Nah itu bisa dia hitung, memang dia cuma satu periode, tetapi dia nanti berhenti pada saat 70 tahun. Jadi, untuk menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi, usia minimal itu 55, misalnya, dia hanya satu periode, sehingga pada periode pertama habis, usianya juga sudah masuk usia pensiun 70 tahun, gitu. Atau ada juga yang 12 tahun, sehingga … nah itu syarat usianya lebih dinaikkan lagi, gitu, sehingga pas selesai periodesasi pertama, itu ya sama saja sebenarnya dengan tidak pakai periodisasi karena toh juga habis karena usia, gitu. Nah, itu yang perlu Bapak … apa namanya ... yakinkan kami Mahkamah Konstitusi dengan membangun teori-teori yang berkaitan dengan mungkin usia pro … apa namanya ... usia produktif, usia yang ... ya, hakim itu kan tidak boleh lupa, gitu. Maksudnya hakim itu tidak ... mestinya tidak boleh yang suka lupa, gitu. Beda kalau profesor. Kalau profesor itu tidak boleh jadi profesor kalau masih suka ingat, gitu, dia harus sering lupa, gitu. Itu kalau sudah sering lupa itu profesor betul namanya. Ini hanya anu ... apa namanya ... jokes saja, Pak. Yang terakhir di bagian petitum Bapak kan, ini Bapak meminta di petitum itu ... ini ... sebentar, Pak. Nah, petitum itu kan Bapak meminta inkonstitusional bersyarat, ya. Oleh sebab itu harus Bapak bangun di pokok permohonan alasanalasan yang kuat sehingga mengapa meminta inkonstitusional bersyarat, gitu. Itu harus diperkuat, Pak, di positanya. Ya, sebenarnya kalau mengadopt apa yang kami sarankan tadi itu sudah dengan sendirinya tergambar bahwa ini inkonstitusional bersyarat karena uraian-uraian yang ... misalnya uraian filosofisnya, uraian sosiologisnya seperti Pak Wahid tadi. Ini hanya … apa namanya ... saran. Mau diambil juga enggak apa-apa, ini menurut Undang-Undang Mahkamah menjadi kewajiban kami memberi saran, soal diterima atau tidak kembali kepada Para Pemohon. Terima kasih, saya kembalikan ke Yang Mulia. 27.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, terima kasih. Saya sedikit tambahan terkait rumusan di petitum. Tadi ketentuan dari hakim nonkarier di Mahkamah Agung disebutkan minimal pendidikan ... gelar minimal guru besar atau profesor itu tadi supaya sinkron dengan Undang-Undang Sisdiknas kita, UndangUndang Guru dan Dosen itu jabatan fungsional tertinggi akademik bukan dalam artian jabatan gelar akademik, tapi jabatan fungsional. Kemudian yang kedua. Ini untuk kecermatan dalam rumusan. Ini Hakim Konstitusi sejak mengucapkan sumpah jabatan dan pelantikan, itu 16
Hakim Konstitusi tidak ada pelantikan, sumpah jabatan, dan ... atau janji, ya. Nah, sampai memasuki usia pensiun ini tidak ada juga usia pensiun disebutkan, tapi Hakim Konstitusi diberhentikan: satu, meninggal dunia. Kemudian hal tertentu termasuk telah berusia 70 tahun. Ini kalau memasuki berarti menjelang 70 tahun dia, akan memasuki, tapi telah berusia 70 tahun. Jadi, di Undang-Undang Mahkamah Agung juga tidak disebut usia pensiun itu biasanya diberikan kepada pegawai negeri sipil, tapi untuk pejabat negara umumnya diberhenti, tapi nanti dengan hak pensiun. Orang meninggal pun disebut diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun. Kemudian, 70 tahun itu diberhentikan karena telah berusia 70 tahun dan diberi hak pensiun. Jadi, di Undang-Undang Mahkamah Konstitusi itu tidak ada disebut kata-kata pensiun, tidak ada di sana. Tapi telah berusia 70 tahun. Nah, kalau di sini memasuki usia, berarti 69 lebih dikit masuk usia 70 tahun, kan. Tapi kalau telah berusia ... di UndangUndang Mahkamah Konstitusi itu telah berusia, jadi pas dia 70 tahun baru pensiun bukan memasuki usia pensiun 70 tahun. Jadi, nanti dilihat saja rumusannya. Jadi,sampai telah berusia 70 tahun, itu saja yang … kemudian sinkronkan kata-kata, itu ada yang sekurang-kurangnya, ada yang minimal, paling kurang, ya, kalau di undang-undang ini sekurangkurangnya, tapi di teknik perundang-undangan itu kita sejak tahun 1980 itu Menteri Kehakiman itu Pak Ismail Saleh membuat edaran. Rumusan itu katanya paling kurang, tidak ada sekurang-kuranganya, paling kurang. Tapi nuansa bahasa kadang-kadang ya itu, tapi paling tidak seragam kan, ada yang minimal, ada yang sekurang-kurangnya, ada yang paling kurang. Ya, di rumusan petitum juga, ya, disinkronkan istilah bahasanya, ya. Kalau dari Majelis sudah cukup menyampaikan nasihat pada sidang pendahuluan dan sekali lagi nasihat ini adalah kewajiban konstitusi kita. Oleh sebab itu, terserah nanti kepada Pemohon untuk menjadikan bahan atau dicukupkan dengan yang sudah diajukan tertulis dan diberikan waktu nanti 14 hari. 28.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Mohon izin?
29.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Masih ada yang mau disampaikan?
17
30.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Boleh.
31.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Silakan.
32.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Saya sedikit lagi menyampaikan, menanggapi apa yang disampaikan oleh Majelis Yang Mulia. Pertama-tama, kami senang beberapa masukan-masukan yang disampaikan oleh Majelis Yang Mulia demi kesempurnaan permohonan ini. Tadi yang menarik ada dua, kalau selebihnya sangat-sangat setuju sekali masukan itu. Tadi mengungkap apa kerugian yang di ... yang pernah dirasakan oleh Pemohon, kalau untuk calon hakim agung memang secara faktual sayalah salah satu yang pernah dirugikan oleh Komisi Yudisial ketika ikut mendaftar calon hakim agung periode 20112012. Ketika itu tanpa hakim tinggi pun asal bergelar doktor katanya boleh, tetapi ketika waktunya saya wawancara di KY sudah dilaksanakan dan akan dimajukan ke DPR, ribut. Saya harus mengundurkan diri katanya. Kalau tidak, diberhentikan atau dipecat, tapi akhirnya cukup ya, terima sanksi penurunan pangkat satu tahun. Itu sangat strategis bagi saya. Sebenarnya itu mau saya masukkan juga di dalam bukti, tapi apakah itu perlu saya masukkan juga saya pikir. Sedangkan Lilik Mulyadi karena ada surat, tapi kalau suratnya Pak mantan ketua MA, Pak Arifin Tumpa semacam surat edaran bukan melarang kami mendaftar, menariknya atau anehnya hakim ad hoc, katakan Tipikor boleh mendaftar caloh hakim agung padahal itu disebutkan juga baik hakim karier maupun non karier tidak boleh mendaftar kalau dia tidak hakim tinggi. Nah, maaf, Pak Dudu Duswara dan yang lain-lain sampai sekarang juga ada yang mendaftar walaupun enggak lulus, tapi Pak Dudu lulus. Itu sebenarnya yang kami protes, itu. Nah, kemudian kalau itu memang berkenan kami masukkan nanti pembuktian tidak apa-apa, kami akan masukkan, itu yang kami alami. Tapi kalau dikaitkan dengan kerugian yang kami alami untuk calon hakim Mahkamah Konstitusi karena kami belum pernah jadi hakim Mahkamah Konstitusi, tapi kami punya potensi dari Pasal 18 itu, apakah kami selaku warga negara dan juga sebagai kader dari Mahkamah Agung sekalipun belum tentu kami masuk di sini tetapi ini demi masa depan Mahkamah Konstitusi, kami merasakan ikut ya memberikan suatu masukan. Nah, apakah kami itu sudah tidak layak kami sebagai punya hak legal standing untuk itu, nah itu pertanyaan kami. 18
Baru yang terakhir, ada tadi pendapat dari Yang Mulia Ketua Majelis Pak Adams, tapi berupa pendapat mengenai masalah periodesasi ada pendapat sekarang di Mahkamah Agung akan dilakukan. Nah, karena kami tidak mau tahu itu, itulah DPR. Gara-gara mungkin ada masalah-masalah yang terjadi di lingkungan badan peradilan atau Mahkamah Agung yang melanggar hukum atau etika. Sehingga dengan cara-cara yang emosional mereka ingin menurunkan usia para hakim. Itu dimasukkan rencananya di dalam Undang-Undang Jabatan Hakim. Padahal Undang-Undang Jabatan Hakim itu hanya khusus menangani kasus masalah kesejahteraan para hakim, bukan menyangkut usia. Kalau menyangkut usia itu sudah diatur dalam Undang-Undang Mahkamah Agung, Undang-Undang Peradilan Umum, Agama, TUN. Kalau itu dilakukan satu penurunan, kami pun dari kalangan IKAHI akan melakukan judicial review kembali itu. Nah, yang menarik di dalam permasalahan ini kan kami tidak mau tahu itu pendapat itu masih wacana. Justru dengan cepat-cepat kami melakukan uji judicial review ini diharapkan DPR mulai mikir kalau selama ini memang sudah bagus usia yang terjadi di Mahkamah Agung, walaupun kami belum memahami Mahkamah Agung tapi kami punya potensi sebagai puncak karier kami jadi Hakim Agung. Nah, untuk apa itu diturunkan? Untuk apa itu diperiodesasi apalagi kami karier semua? Kami sebenarnya kalau mempersoalkan itu boleh kalau itu diturunkan. Oleh karena itulah kami mendukung Mahkamah Konstitusi ini jangan sampai ada periodesasi supaya ini menjadi solusi, contoh bagi kami. Ini memang harus dipertahankan seperti yang juga dikatakan oleh Pak Aswanto tadi dan Bapak-Bapak Majelis yang lain. Supaya karakteristiknya ini berada di independency. Ketika calon hakim tersebut sudah masuk ke Lembaga Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung. Siapa pun dia, lembaga mana pun dia, tidak akan bisa mengintervensi kita lagi. Itu maksud kami, Yang Mulia. Mohon pentujuk selanjutnya. Terima kasih. 33.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Tidak ada petunjuk. Tapi, seperti disampaikan Prof. Aswanto tadi, apa yang didalilkan, dukunglah, perkuatlah, sehingga dapat meyakinkan Majelis, di alasan-alasannya dan apa yang saya ... kami sampaikan tadi ada pendapat, ya, bukan pendapat kita. Oleh sebab itu, perkuat sejak dasar filosofisnya. Kan kalau filosofis enggak bisa digoyang-goyang, gitu kan, tapi kalau ada keadaan-keadaan yang dianggap open legal policy, itu tadi, naik-turun, naik-turun. Apa kemudian diubah? Nah, oleh sebab itu, dimantapkan dengan ya landasan filosofisnya, empirik, komparasinya, dan komparasi itu didasarkan juga landasan-landasannya, ya, termasuk untuk menguatkan posisi legal 19
standing Pemohon, ya, diperkuat apa ... potensi apa ... kerugian baik yang aktual atau yang potensialnya. Ya, itu saja saya kira pada posisi itu kita … apa ... nanti hal-hal seperti ini akan kita sampaikan kepada Rapat Permusyawaratan Hakim, ya. Nanti untuk ... silakan. 34.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Saudara Pemohon, ini kelihatannya Saudara Pemohon agak masih bingung soal legal standing?
35.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Ya.
36.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Kalau kita lihat Pasal 51, kan kerugiannya di sana bukan hanya kerugian faktual, tetapi termasuk potensial. Bahkan sebenarnya harus juga diurai di situ, bahwa dengan dikabulkannya permohonan Pemohon, maka potensi kerugian tidak akan terjadi lagi. Itu saya lupa tadi, mestinya ditambah lagi di situ, Pak. Nah, legal standing untuk Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, tadi saya juga sudah singgung bahwa pintu masuk untuk Hakim Mahkamah Konstitusi kan ada dari Mahkamah Agung. Nah, Saudara bisa mengurai bagaimana mekanisme yang dilakukan di Mahkamah Agung untuk merekrut calon Hakim Agung dari pintu Mahkamah Agung ... dari Mahkamah Konstitusi. Setahu saya, kemarin kan Mahkamah Agung membuka … apa ... membuka secara terbuka melakukan seleksi. Jadi mengundang siapa yang berminat menjadi calon Hakim Mahkamah Konstitusi dalam lingkungan peradilan umum, ya, lalu kemudian Mahkamah Agung melakukan seleksi. Nah, karena Bapak adalah bagian dari peradilan umum, berarti Bapak punya potensi untuk mendaftar sebagai calon di sana kan? Nah, mungkin dengan menguraikan seperti itu sambil memberikan contoh, beberapa kawan-kawan dari Mahkamah Agung, dari lingkungan peradilan umum yang masuk melalui pintu Mahkamah Agung yang sekarang sudah ada di Mahkamah Konstitusi, kan ada yang dari pengadilan tinggi, ada yang dari pengadilan ... ada pengadilan negeri juga, Pak, ya? Ndak ada, pengadilan tinggi semua, ya? Dari pengadilan tinggi. Nah, ini Bapak perlu … apa namanya ... perlu uraikan itu, sehingga kami yakin bahwa memang, ya Bapak punya potensi untuk menjadi calon Hakim Mahkamah Konstitusi. Saya kira itu tambahannya.
20
37.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Mohon izin, Yang Mulia. Namun di Pasal 51 sudah kami jelaskan di sini, kalau mengenai legal standing itu.
38.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Ya. Perlu di ... perlu diperjelas dengan mungkin tadi mekanisme ... bagaimana mekanisme yang dilakukan Mahkamah Agung untuk merekrut para hakim-hakim di dalam lingkungan Mahkamah Agung untuk dikirim sebagai calon Hakim Mahkamah Konstitusi. Setahu saya kemarin, dilakukan secara terbuka juga.
39.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, saya kira cukup, ya, Pak?
40.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Cukup. Cukup. Cukup.
41.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Jadi apa yang kita sampaikan, kemudian tadi ingin dipertegas, tapi kita sudah pertegas. Terutama mengenai legal standing, kemudian uraian positanya, perbaikan saran petitumnya, dan ini diberi waktu 14 hari, Pemohon untuk memperbaiki. Berarti sampai penyerahan perbaikannya itu Selasa, 26 Juli 2016 pukul 10.00 WIB. Di Kepaniteraan. Dalam hal tidak ada perbaikan permohonan, maka yang akan kita gunakan nanti di Rapat Permusyawaratan Hakim itu adalah yang disampaikan pada hari ini, ya. Baik, ya, Pak?
42.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Siap.
43.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Cukup?
44.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Cukup, Pak. Terima kasih, Pak.
21
45.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik. Saya kira sidang agenda hari ini Perkara Nomor 53/PUUXIV/2016 Pemeriksaan Pendahuluan kita cukupkan dan sidang ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 16.21 WIB Jakarta, 13 Juli 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
22