RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
/PERMEN-KP/2016
TENTANG PENGOPERASIAN SARANA DAN PRASARANA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG DIBANGUN OLEH PEMERINTAH LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
: a.
bahwa dalam rangka percepatan pembangungan industri perikanan nasional yang bersifat strategis dan perintisan di pelabuhan perikanan, balai budidaya perikanan, sentra kelautan dan perikanan terpadu, serta lokasi strategis lainnya, perlu peningkatan kerja sama kemitraan dengan Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha lainnya;
b.
bahwa kerja sama kemitraaan tersebut untuk meningkatkan efisiensi
dan
efektivitas
aktivitas
pelayanan
umum
penangkapan, pembudidayaan, pengolahan, pemasaran ikan, operator logistik, perbenihan, pakan, dan pengelolaan sentra kelautan dan perikanan terpadu dilakukan melalui penugasan pengoperasian sarana dan prasana yang dibangun pemerintah dari Menteri kepada Badan Usaha Milik Negara dan atau Badan Usaha lain yang kapabel; c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pengoperasian Sarana dan Prasarana Bidang Kelautan dan Perikanan yang Dibangun Pemerintah lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan;
Mengingat
: 1.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70);
2.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
3.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Tembak Garam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor ........., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ...........)
4.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
9
Tahun
2013
tentang
Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 30); 5.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
27
Tahun
2014
tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia
Tahun
2014
Nomor
92,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533); 6.
Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5745);
7.
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
8.
Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor …);
9.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 588);
10. Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
87/PMK.06/2016
246/PMK.06/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor
246/PMK.06/2014
tentang
Tata
Cara
Pelaksanaan Penggunaan Barang Milik Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1977); 11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23/PERMENKP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1227);
MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PENGOPERASIAN
SARANA
KELAUTAN
PERIKANAN
PEMERINTAH
DAN
LINGKUP
DAN
PRASARANA
YANG
KEMENTERIAN
BIDANG
DIBANGUN KELAUTAN
OLEH DAN
PERIKANAN.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Pengoperasian adalah penggunaan sarana dan prasarana yang dibangun pemerintah secara terintegrasi untuk menjalankan fungsi pelayanan umum yang layak dalam rangka optimalisasi penangkapan dan budidaya, pengolahan, menjamin iklim usaha, kelancaran arus logistik produk dan bahan baku, dan optimalisasi pasar yang berdaya saing dari produk kelautan dan perikanan. 2. Sarana dan Prasarana Bidang Kelautan dan Perikanan adalah barang milik negara tertentu baik berwujud maupun tidak berwujud termasuk sumber daya manusia yang melekat secara teknis pada Barang Milik Negara tersebut. 3. Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
4. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan.
Pasal 2 Ruang lingkup pengoperasian adalah pengelolaan usaha perikanan dan kelautan dari hulu ke hilir dalam suatu
jaringan sarana dan
prasarana produksi penangkapan dan pembudidayaan, pelabuhan perikanan, pengolahan, dan pemasaran yang terintegrasi.
Pasal 3 Pengoperasian secara terintegrasi jaringan sarana dan prasarana produksi penangkapan dan pembudidayaan, pelabuhan perikanan, pengolahan, dan pemasaran
produk kelautan dan perikanan
bertujuan: a. mempercepat
industrialisasi
perikanan
nasional
melalui
kemitraan usaha antara badan usaha milik negara dan/atau badan usaha lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, pembudi daya ikan, pengolah, dan petambak garam; b. mengoptimalkan
penggunaan
barang
milik
negara
untuk
memberikan pelayanan umum yang layak dan pengurangan beban belanja barang/operasional kementerian. Pasal 4 Pengoperasian penangkapan
jaringan dan
sarana
dan
pembudidayaan,
pengolahan, dan pemasaran
prasarana pelabuhan
produksi perikanan,
produk kelautan dan perikanan
dilaksanakan berdasarkan penugasan pengusahaan dari Menteri kepada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha lainnya di bidang Kelautan dan Perikanan.
BAB II PERENCANAAN Pasal 5 (1)
Direktur
Jenderal
yang
menangani
bidang
pemasaran
berdasarkan sistem logistik ikan nasional menyusun dan mengusulkan koridor sistem produksi perikanan hulu-hilir dan mengidentifikasi seluruh data BMN yang dibangun Kementerian dan dilaporkan Kuasa Pengguna Barang pada setiap koridor
sistem produksi perikanan hulu-hilir yang akan ditetapkan ditetapkan. (2)
Penetapan koridor sistem produksi perikanan hulu-hilir paling lambat 12 (dua belas) bulan setelah peraturan ini diundangkan.
(3)
Sebelum koridor sistem produksi perikanan hulu-hilir ditetapkan perencanaan dapat dilakukan
berdasaran
titik-titik lokasi
strategis tertentu.
Pasal 6 (1)
Menteri menetapkan koridor sistem produksi perikanan hulu-hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 serta menunjuk pejabat eselon I yang bertanggung jawab atas pelaksanaan koodinasi pada setiap koridor.
(2)
Menteri selaku pengguna barang mendelegasikan wewenang kepada pejabat eselon I sebagaimana ditetapkan pada ayat (1) untuk mengajukan permohonan penggunaan dan melakukan perjanjian kerja sama dengan pihak lain untuk pengoperasian BMN yang dibangun Pemerintah.
(3)
Sekretaris Jenderal menerbitkan petunjuk teknis tentang kriteria dan tata cara penyusunan proposal. Pasal 7
Pejabat eselon I yang bertanggung jawab mengajukan permohonan penggunaan BMN yang dibangun pemerintah oleh pihak lain mengkoordinasikan menyusun suatu proposal pengoperasian, antara lain memuat: a. pertimbangan dan penjelasan penggunaan BMN yang akan dioperasikan pihak lain; b. indikator kinerja yang mendukung indikator kinerja kementerian; c. komoditas unggulan; d. pusat produksi dan/atau pusat pengumpulan; e. wilayah
dan
konektivitas
dari
komponen
pengadaan,
penyimpanan, transportasi, dan distribusi; f. rincian dan kondisi BMN yang menjadi obyek saat diserahkan; g. ketentuan tentang kewajiban menjadi pembeli dari produk kelautan dan perikan yang berasal dari pusat produksi dan/atau pusat pengumpulan, kisaran harga beli wajar, volume operasional yang diinginkan, biaya operasional, biaya perawatan, remunerasi
penggunaan Sumber Daya Manusia Kementerian, dan harga jual yang bersaing pada pasar tujuan; h. ketentuan
pemanfaatan
kapasitas BMN yang tidak dapat
digunakan, besaran pungutan yang akan dikenakan, pengaturan penerimaan negara bukan pajak dan/atau bagian laba yang wajar sesuai dengan ketentuan; i.
rincian dan kondisi BMN yang menjadi obyek saat diserahkan;
j.
jangka waktu penggunaan BMN yang dioperasikan oleh pihak lain paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang;
k. Barang
Milik
Daerah
lainnya
yang
dapat
diintegrasikan
pengoperasian sesuai ketentuan yang berlaku; l.
kriteria persyaratan administratif, keuangan, dan teknis pihak lain yang akan mengoperasikan BMN; dan
m. tata cara penunjukkan langsung sesuai prinsip kepemerintahan yang baik yang ditetapkan dalam suatu petunjuk teknis. Pasal 8 (1) Jika perhitungan harga jual yang bersaing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf g tidak diperoleh maka proposal dapat memasukkan usulan
menanggung seluruh dan/atau sebagian
biaya operasional dan/atau biaya pemeliharaan yang dibebankan dalam belanja kementerian dan/atau belanja subsidi. (2) Penyusunan dan persetujuan pembebanan dalam belanja subsidi sesuai dengan ketentuan tentang public service obligation. Pasal 9 Seleksi calon pihak lain yang akan mengoperasikan BMN yang dibangun oleh Pemerintah dilakukan secara transparan sesuai petunjuk teknis yang ditetapkan oleh eselon I selaku penanggung jawab setelah mendapat persetujuan Sekretaris Jenderal.
Pasal 10 (1)
Hasil
seleksi
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
9
dituangkan dalam suatu permohonan tertulis Penggunaan BMN yang Dibangun Pemerintah untuk Dioperasikan pihak lain kepada Pengelola Barang. (2)
Eselon
I
yang
bertanggung
jawab
wajib
memberikan
penjelasan yang memadai kepada Pengelola Barang untuk
mendapatkan
izin
Penggunaan
BMN
yang
Dibangun
Pemerintah untuk Dioperasikan oleh Pihak Lain.
BAB III PELAKSANAAN PENGOPERASIAN Pasal 11 Penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan dalam Keputusan Menteri setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang yang memuat paling sedikit: a.
ruang lingkup penugasan;
b.
koridor;
c.
komoditas unggulan;
d.
pusat produksi dan atau pusat pengumpulan;
e.
wilayah
dan
konektivitas
dari
komponen
pengadaan,
penyimpanan, transportasi, dan distribusi; f.
rincian dan kondisi BMN yang menjadi obyek saat diserahkan;
g.
pihak-pihak yang mengoperasikan BMN ;
h.
hak dan kewajiban;
i.
pembinaan teknis, pemantauan, evaluasi, dan uji kepatuhan;
j.
jangka waktu pengoperasian;
k.
pengakhiran pengoperasian BMN;
l.
kewajiban setelah pengoperasian BMN berakhir;
m.
penyelesaian perselisihan; dan
n.
kriteria keadaan kahar.
Pasal 12 Pejabat Eselon I yang bertanggung jawab melakukan Perjanjian Kerja Sama Pengoperasian BMN yang Dibangun oleh Pemerintah memuat seluruh materi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7,
Pasal 8, dan Pasal 11. Pasal 13 (1) Pejabat Eselon I yang bertanggung jawab menyiapkan prosedur operasional teknis kegiatan/pelayanan antara BUMN dan atau badan usaha yang ditunjukan dengan Unit Kerja yang memiliki tugas dan fungsi .
(2) Prosedur operasional teknis yang bersifat kewajiban pengaturan pemerintah tidak dapat diberikan dalam penugasan pengusahaan ini kepada pihak BUMN dan/atau badan usaha lainnya. Pasal 14 Evaluasi dan pelaksanaan atas kepatuhan perjanjian kerja sama dilaksanakan secara berkala oleh Sekretaris Jenderal.
BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 (1) Setiap
Kuasa
Pengguna
Barang
diwajibkan
melakukan
inventarisasi dan identifikasi penggunaan dan/atau pemanfaatan BMN oleh pihak lain yang dilakukan sebelum ketentuan ini berlaku dan melaporkan kepada Menteri selaku Pengguna Barang melalui Sekretaris Jenderal. (2) Jika terdapat potensi penggunaan dan/atau pemanfaatan BMN yang tidak sesuai ketentuan, Sekretaris Jenderal menyampaikan kepada Inspektorat Jenderal untuk dilakukan reviu dan/atau audit atas penggunaan dan/atau pemanfaatan tersebut. (3) Penggunaan dan/atau pemanfaatan BMN yang tidak sesuai ketentuan segera dihentikan dan dapat dikenakan sesuai tarif PNBP dan atau nilai wajar sewa.
Pasal 16 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal
MENTERI
KELAUTAN
REPUBLIK INDONESIA,
DAN
PERIKANAN
SUSI PUDJIASTUTI
Diundangkan di Jakarta pada tanggal
DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR ………