ISSN
2252-9063
Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
Studi Komparatif Pengaruh Model Pembelajaran ICARE dan PAKEM terhadap Hasil Belajar TIK Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Sawan Tahun Ajaran 2015/2016 Ida Ayu Ratnasari Kemenuh1, Ketut Agustini2, I Ketut Resika Arthana3 Jurusan Pendidikan Teknik Informatika Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Bali Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]. Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh hasil belajar mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) siswa kelas X SMA Negeri 1 Sawan tahun ajaran 2015/2016 yang menggunakan model pembelajaran ICARE dan model pembelajaran PAKEM, (2) respon siswa kelas X di SMA Negeri 1 Sawan tahun ajaran 2015/2016 terhadap pembelajaran mata pelajaran TIK menggunakan model pembelajaran ICARE dan model pembelajaran PAKEM Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasy experiment). Desain yang digunakan adalah “Posttest-Only Nonequivalent Control Grup Design”. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Sawan. Sampel ditentukan melalui teknik random sampling dengan mengundi kelas-kelas yang setara, sehingga diperoleh sampel kelas X2 sebagai kelompok eksperimen 1, kelas X1 sebagai kelompok eksperimen 2, dan kelas X4 sebagai kelompok kontrol. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode tes pilihan ganda. Tujuannya untuk mengukur ranah kognitif, ranah psikomotor menggunakan rubrik penilaian tes psikomotor. Data hasil belajar siswa kemudian dianalisis dengan melakukan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Pengujian hipotesis menggunakan uji anova satu jalur, dan uji pasangan t-scheffe. Respon siswa menggunakan metode angket. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dengan penerapan model pembelajaran PAKEM terhadap hasil belajar TIK siswa kelas X SMA Negeri 1 Sawan tahun ajaran 2015/2016 dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran ICARE maupun yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Respon siswa pada model pembelajaran PAKEM lebih tinggi daripada model pembelajaran ICARE. Ini berarti, model pembelajaran PAKEM lebih disenangi oleh siswa. Kata-kata kunci : model pembelajaran PAKEM, ICARE, konvensional, hasil belajar, respon siswa
Abstract – The objectives of this study were to know (1) the effect of the student’s learning result of TIK subject of the students of the X grade students of SMA Negeri 1 Sawan in school year 2015/2016 that implemented by the ICARE learning model and the PAKEM learning model, (2) students’s response of X grade students of SMA Negeri 1 Sawan in school year 2015/2016 toward the TIK subject by the implementation of ICARE learning model and PAKEM learning model. The type of this study is the quasy experiment study. This study has designed by Posttest-Only Nonequivalent Control Grup Design. The population of this study was all of the students of X grade students of SMA Negeri 1 Sawan in school year 2015/2016. The sample was determined by random sampling technique with randomizes the equivalent classes in order to obtain samples X2 class as experiment group 1, X1 class as experiment group 2, and X4 class as contol group. The data were collected by using multiple choices test method. The objectives were to measuring the cognitive domain, the psychomotor domain by psychomotor test section. The data of the student learnign result has analyzed by prerequisite test that included by the normality test and the homogeneity test. The one-way anova test, and t-schefee test. The students response were collected by questionnaire method. The hypothesis test by the one-way anova test, and t-schefee test. The students response were collected by questionnaire method. According the result of the study has showed that there was the significant effect of the PAKEM learning model implementation for of the student’s learning result of TIK subject of the students of the X grade students of SMA Negeri 1 Sawan in school year 2015/2016 beside the students that has implemented by ICARE learning model or the conventional learning model. The strudent response of the PAKEM learning model was higher than the ICARE learning method. Thas meant the PAKEM learning model preferably by the students. Keywords : PAKEM learning model, ICARE learning model, conventional learning model, learning result, student response
1
ISSN
2252-9063
Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
I.
PENDAHULUAN
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam usaha mencerdaskan anak bangsa. Pendidikan dilakukan melalui empat pilar sebagai landasan dalam merancang program pembelajaran. Keempat pilar pendidikan itu terdiri dari 1) Belajar untuk berpengetahuan (Learning to Know); 2) Belajar untuk berbuat (Learning to Do); 3) Belajar untuk dapat hidup bersama (Learning to Live Together); 4) Belajar untuk jati diri (Learning to Be) [1]. Berdasarkan atas hal tersebut, empat pilar pendidikan harus dipahami, dan diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi : tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih, dan menentukan model-model pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran [2]. Model pembelajaran yang dipilih harus sesuai, dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran [2]. Model pembelajaran yang bersifat inovatif dapat menjadi wahana bagi tumbuh, dan berkembangnya keterampilan berpikir tingkat tinggi [1]. Tercapainya tujuan pembelajaran, dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung. Hasil belajar dapat memberikan perubahan tingkah laku, pengetahuan, pemahaman, sikap dan ketrampilan siswa sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya. Seorang guru harus mampu berinovasi dengan model-model pembelajaran yang inovatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa, sehingga proses pembelajaran tidak terasa monoton. SMA Negeri 1 Sawan merupakan salah satu sekolah yang berada di Singaraja yang memiliki julukan kota pendidikan. TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang terdapat di sekolah ini. Pada observasi awal di SMA Negeri 1 Sawan, peneliti menemukan proses pembelajaran TIK lebih berpusat pada guru (teacher centered) yang mengakibatkan siswa cenderung pasif dalam belajar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru TIK di SMA Negeri 1 Sawan, ditemukan bahwa nilai rata-rata hasil belajar kelas X masih dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditentukan di sekolah yaitu 77. Tingkat perolehan nilai siswa yang mencapai KKM sebanyak 17 orang, dan siswa yang nilainya tidak mencapai KKM sebanyak 187 orang dari jumlah keseluruhan siswa kelas X yaitu 204 orang. Hal ini menandakan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran TIK masih banyak yang belum mencapai KKM yang diharapkan. Belum tuntasnya hasil belajar siswa di SMA Negeri 1 Sawan memerlukan perhatian semua pihak untuk mencari faktor penyebab, dan solusinya. Adapun faktor yang menyebabkan belum tuntasnya hasil belajar siswa berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang
dilakukan peneliti terhadap guru TIK adalah (1) Siswa merasa jenuh ketika guru menjelaskan materi pelajaran dengan menggunakan model pembelajaran langsung sehingga perhatian siswa menjadi kurang terhadap penjelasan yang disampaikan guru. (2) Dalam proses pembelajaran guru lebih dominan menggunakan metode ceramah untuk menyampaikan materi yang diajarkan, kondisi demikian tidak akan dapat mendorong pengembangan potensi diri siswa dalam pembelajaran, (3) Guru jarang mengkaitkan materi pembelajaran yang akan diajarkan dengan materi pembelajaran yang sudah diajarkan, hal ini berkaitan dengan kemampuan guru untuk memberikan penjelasan tentang topik pembelajaran. Peneliti memberikan beberapa alternatif pemecahan masalah tersebut untuk meminimalisasi keadaan pada proses pembelajaran, diantaranya (1) model pembelajaran NHT (Number Head Together), (2) model pembelajaran TPS (Think Pairs Share), (3) model pembelajaran ICARE (Introduction Connection Application Reflection Extension) dan (4) model pembelajaran PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). Model pembelajaran NHT bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang, dan mengembangkan keterampilan sosial siswa. Model pembelajaran TPS bertujuan untuk mengajak siswa berpikir secara individu, mendiskusikan apa yang telah dipikirkan dengan pasangan, dan berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas. Tujuan model pembelajaran ICARE adalah untuk meningkatkan hasil belajar peserta (siswa) dengan tahapan-tahapan pembelajaran diantaranya introduction (penjelasan tujuan pembelajaran), connection (menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan informasi baru), application (mempraktikkan dan menerapkan pengetahuan), reflection (ringkasan materi pembelajaran), extension (menyediakan kegiatan yang dapat dilakukan siswa setelah pelajaran berakhir) dan menekankan pada pengembangan ketrampilan bersosialisasi [3]. Tujuan model pembelajaran PAKEM adalah untuk menggali dan mengembangkan potensi terbesar siswa dengan metodologi pembelajaran yang mengedepankan keaktifan anak, mendorong kreatifitas, efektif dalam pencapaian target dan kualitas, serta menyenangkan dalam prosesnya, sehingga anak bisa memahami materi dengan nyaman, senang, dan ceria [4]. Dari sekian model pembelajaran yang ada, peneliti memilih dua model alternatif yaitu Model pembelajaran ICARE, dan model pembelajaran PAKEM dengan alasan model pembelajaran ICARE memiliki tahapan yang jelas dari awal dan akhir pembelajaran hingga menyediakan kegiatan yang dapat dilakukan siswa setelah pelajaran berakhir. Model pembelajaran PAKEM dalam pembelajaran berpusat pada anak (student-centered learning), dan pembelajaran bersifat menyenangkan (learning is fun), agar mereka termotivasi untuk terus belajar sendiri tanpa diperintah, dan agar mereka tidak merasa terbebani atau takut. Aspek fun is learning menjadi
2
ISSN
2252-9063
Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
salah satu aspek penting dalam pembelajaran PAKEM, di samping upaya untuk terus memotivasi anak agar anak mengadakan eksplorasi, kreasi, dan bereksperimen terus dalam pembelajaran [2]. Berdasarkan uraian tersebut, dilihat dari karakteristik siswa yang lebih menyukai pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan, dapat mempraktikkan langsung pelajaran yang dijelaskan, serta gaya belajar siswa dengan berkelompok. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk mengkomperasi penerapan model pembelajaran ICARE, dan model pembelajaran PAKEM diduga dapat memberikan kontribusi terhadap hasil belajar Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) siswa. Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji lebih jauh pengaruh model pembelajaran ICARE, dan model pembelajaran PAKEM terhadap hasil belajar siswa melalui sebuah penelitian eksperimen dengan judul “Studi Komparatif Pengaruh Model Pembelajaran ICARE dan PAKEM terhadap Hasil Belajar TIK Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Sawan Tahun Ajaran 2015-2016”. II.
KAJIAN TEORI
A. SMA Negeri 1 Sawan SMA Negeri 1 Sawan merupakan sekolah negeri yang berada di wilayah Kabupaten Buleleng, Kecamatan Sawan. Sekolah ini beralamat di Jalan Abasan, Sangsit. Secara umum SMA Negeri 1 Sawan mampu menciptakan suasana proses belajar mengajar yang nyaman dan tertib karena dilihat dari kondisi keadaan sekolah yang bersih, asri dan sejuk serta agak jauh dari kebisingan kota, selain itu sarana dan prasarana yang disediakan oleh sekolah mampu menunjang proses belajar siswa meskipun masih terdapat beberapa kekurangan dari segi fasilitas yang ada. TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat di SMA Negeri 1 Sawan. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti, bahwa proses pembelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) masih menggunakan model pembelajaran langsung yang mengakibatkan peran guru menjadi sangat dominan. Dalam pembelajaran, siswa masih kurang memahami apa yang dijelaskan oleh guru, hal ini dikarenakan guru jarang mengaitkan pelajaran, banyaknya materi yang harus dipelajari dengan cara penyampaian yang hanya menggunakan metode ceramah dan kurangnya praktek untuk siswa. Selain hal itu, siswa tidak didorong untuk berkreatifitas sehingga proses pembelajaran menjadi tidak menyenangkan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan beberapa siswa menyatakan bahwa perlu diadakannya praktek dalam pembelajaran karena siswa akan lebih memahami materi dengan cara mempraktekkannya langsung dan tidak hanya mendengarkan, mencatat dan membacanya saja. Pada wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru yang mengajar TIK yaitu Bu Santhini menyatakan bahwa beliau masih belum
memperoleh model pembelajaran yang cocok yang dapat mengambarkan proses dari awal sampai akhir pelajaran yang lengkap dengan tahapan-tahapan dan yang menyediakan pembelajaran walaupun jam pelajaran telah berakhir, membuat siswa menjadi aktif, mengutamakan kreatifitas sehingga pelajaran menjadi lebih menyenangkan dan membuat proses pembelajaran efektif agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Pembelajaran TIK pada semester genap lebih cenderung untuk praktik terlihat dari silabus TIK kelas X. Materi pada semester genap mencakup tentang penggunaan operasi dasar sistem (OS) komputer dan penggunaan perangkat lunak pengolah kata, berkaitan dengan waktu penelitian yang dimiliki maka peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian pada materi penggunaan perangkat lunak pengolah kata. B. Model Pembelajaran ICARE ICARE meliputi lima unsur kunci dari pengalaman pembelajaran anak-anak, remaja, dan dewasa yaitu Introduction Connection Application Reflection Extension. Penggunaan sistem ICARE untuk memastikan bahwa para peserta memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari. ICARE memiliki ciri-ciri, yaitu : (1) siswa aktif secara mental membangun pengetahuannya dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya; (2) guru sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran; (3) fokus belajar adalah keberhasilan siswa mengorganisasi pengalaman mereka, dan bukan ketepatan melakukan replikasi atas apa yang dilakukan guru; (4) aspek yang dinilai adalah memahami masalah, menyelesaikan masalah, memeriksa kembali, kecermatan menghitung, dan ketelitian [3]. Adapun tahapan dari model pembelajaran ICARE yaitu sebagai berikut. 1)
Introduction (Pendahuluan)
Guru atau fasilitator menanamkan pemahaman tentang isi dari pelajaran kepada para peserta melalui introduction. Guru harus menjelaskan tujuan pelajaran, dan apa yang akan dicapaihasil selama pelajaran tersebut. Introduction (pendahuluan) harus singkat, dan sederhana [3]. 2)
Connection (Penghubung)
Pembelajaran merupakan rangkaian dengan satu kompetensi yang dikembangkan berdasarkan kompetensi sebelumnya. Oleh karena itu, semua pengalaman pembelajaran yang baik perlu dimulai dari apa yang sudah diketahui, dapat dilakukan oleh peserta, dan mengembangkannya. Pada tahap connection dari pelajaran, guru berusaha menghubungkan bahan ajar yang baru dengan sesuatu yang sudah dikenal para peserta dari pembelajaran atau pengalaman sebelumnya. Guru dapat melakukan hal ini dengan mengadakan latihan brainstorming yang sederhana untuk memahami apa yang telah diketahui para peserta. Guru meminta siswa untuk memberitahu apa yang mereka ingat dari pelajaran atau sesi sebelumnya atau
3
ISSN
2252-9063
Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
dengan mengembangkan sebuah kegiatan yang dapat dilakukan peserta sendiri. Sesudah itu, guru dapat menghubungkan para peserta dengan informasi baru. Ini dapat dilakukan melalui presentasi atau penjelasan yang sederhana, dan paling lama hanya berlangsung selama sepuluh menit [3]. 3)
Application (Penerapan)
Tahap ini adalah yang paling penting dari pelajaran. Setelah peserta memperoleh informasi atau kecakapan baru melalui tahap connection. Siswa perlu diberi kesempatan untuk mempraktikkan, dan menerapkan pengetahuan serta kecakapan tersebut. Bagian application harus berlangsung paling lama dari pelajaran di mana peserta bekerja sendiri, tidak dengan instruktur, secara pasangan atau dalam kelompok untuk menyelesaikan kegiatan nyata atau memecahkan masalah nyata menggunakan informasi, dan kecakapan baru yang telah diperoleh [3]. 4)
Reflection (Refleksi)
Bagian ini merupakan ringkasan dari pelajaran sedangkan peserta memiliki kesempatan untuk merefleksikan apa yang telah mereka pelajari. Tugas guru adalah menilai sejauh mana keberhasilan pembelajaran. Kegiatan refleksi atau ringkasan dapat melibatkan diskusi kelompok dimana instruktur meminta peserta untuk melakukan presentasi atau menjelaskan apa yang telah mereka pelajari. Mereka juga dapat melakukan kegiatan penulisan mandiri dimana peserta menulis sebuah ringkasan dari hasil pembelajaran. Refleksi ini juga bisa berbentuk kuis singkat dimana instruktur memberi pertanyaan berdasarkan isi pelajaran. Poin penting untuk diingat dalam refleksi adalah bahwa instruktur perlu menyediakan kesempatan bagi para peserta untuk mengungkapkan apa yang telah mereka pelajari [3]. 5)
Extension (Perluasan/pengembangan)
Extension adalah kegiatan dimana guru menyediakan kegiatan yang dapat dilakukan peserta setelah pelajaran berakhir untuk memperkuat, dan memperluas pembelajaran. Di sekolah, kegiatan extension biasanya disebut pekerjaan rumah. Kegiatan extension dapat meliputi penyediaan bahan bacaan tambahan, tugas penelitian atau latihan [3]. C. Model Pembelajaran PAKEM PAKEM yaitu Pembelajaran, Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan [4]. PAKEM berasal dari konsep bahwa pembelajaran harus berpusat pada anak (student-centered learning), dan pembelajaran harus bersifat menyenangkan (learning is fun), agar mereka termotivasi untuk terus belajar sendiri tanpa diperintah, dan agar mereka tidak merasa terbebani atau takut. Aspek fun is learning menjadi salah satu aspek penting dalam pembelajaran PAKEM, di samping upaya untuk terus memotivasi anak agar anak mengadakan eksplorasi,
kreasi, dan bereksperimen terus dalam pembelajaran [6]. Model pembelajaran PAKEM menekankan pada : 1)
Pembelajaran Partisipatif
Pembelajaran partisipatif yaitu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran secara optimal. Pembelajaran ini menitikberatkan pada keterlibatan siswa pada kegiatan pembelajaran (child center/student center) bukan pada dominasi guru dalam penyampaian materi pelajaran (teacher center). Jadi pembelajaran akan lebih bermakna bila siswa diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas kegiatan pembelajaran, sementara guru berperan sebagai fasilitator, dan mediator sehingga siswa mampu berperan, dan berpartisipasi aktif dalam mengaktualisasikan kemampuannya di dalam, dan di luar kelas [2]. 2)
Pembelajaran Aktif
Pembelajaran aktif merupakan pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi, dan pengetahuan untuk dibahas, serta dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan pemahaman, dan kempetensinya. Lebih dari itu, pembelajaran aktif memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, seperti menganalisis, dan mensintesis, serta melakukan penilaian terhadap berbagai peristiwa belajar, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran aktif memiliki persamaan dengan model pembelajaran self discovery learning, yakni pembelajaran yang dilakukan oleh siswa untuk menemukan kesimpulan sendiri sehingga dapat dijadikan sebagai nilai baru yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari [2]. Dalam pembelajaran aktif, guru lebih banyak memposisikan dirinya sebagai fasilitator, yang bertugas memberikan kemudahan belajar (to facilitate of learning) kepada siswa. Siswa terlibat secara aktif, dan berperan dalam proses pembelajaran, sedangkan guru lebih banyak memberikan arahan, dan bimbingan, serta mengatur sirkulasi, dan jalannya proses pembelajaran [2]. 3)
Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru untuk memotivasi, dan memunculkan kreativitas siswa selama pembelajaran berlangsung. dengan menggunakan beberapa metode, dan strategi yang bervariasi, misalnya kerja kelompok, bermain peran, dan pemecahan masalah. Pembelajaran kreatif menuntut guru untuk merangsang kreativitas siswa, baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun dalam melakukan suatu tindakan. Berpikir kreatif selalu dimulai dengan berpikir kritis, yakni menemukan, dan melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada atau memperbaiki sesuatu [2].
4
ISSN
2252-9063
Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
4)
Pembelajaran Efektif
Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika mampu memberikan pengalaman baru kepada siswa membentuk kompetensi siswa, serta mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Hal ini dapat dicapai dengan melibatkan serta mendidik mereka dalam perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran. Seluruh siswa harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dalam pembelajaran, sehingga suasana pembelajaran betul-betul kondusif, dan terarah pada tujuan dalam pembentukan kompetensi siswa [2]. Pembelajaran efektif menuntut keterlibatan siswa secara aktif karena mereka merupakan pusat kegiatan pembelajaran, dan pembentukan kompetensi. Siswa harus didorong untuk menafsirkan informasi yang disajikan oleh guru sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Dalam pelaksanaannya, hal ini memerlukan proses pertukaran pikiran, diskusi, dan perdebatan dalam rangka pencapaian pemahaman yang sama terhadap materi standar yang harus dikuasai siswa [2]. Pembelajaran efektif perlu didukung oleh suasana, dan lingkungan belajar yang kondusif. Oleh karena itu, guru harus mampu mengelola siswa, mengelola kegiatan pembelajaran, mengelola isi atau materi pembelajaran, dan mengelola sumbersumber belajar. Menciptakan kelas yang efektif dengan peningkatan efektivitas proses pembelajaran tidak bisa dilakukan dengan parsial, melainkan harus menyeluruh mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Menurut Kenneth D. More, ada tujuh langkah dalam mengimplementasikan pembelajaran efektif, yaitu : (1) perencanaan, (2) perumusan tujuan/kompetensi, (3) pemaparan perencanaan pembelajaran kepada siswa, (4) proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi (multistrategi), (5) evaluasi, (6) menutup proses pembelajaran, (7) follow up/tindak lanjut [2]. Proses pelaksanaan pembelajaran efektif dilakukan melalui prosedur sebagai berikut : (1) melakukan appersepsi, (2) melakukan eksplorasi, yaitu memperkenalkan materi pokok, dan kompetensi dasar yang akan dicapai, serta menggunakan variasi metode, (3) melakukan konsolidasi pembelajaran, yaitu mengaktifkan siswa dalam membentuk kompetensi, dan mengaikannya dengan kehidupan siswa, (4) melakukan penilaian, yaitu mengumpulkan fakta-fakta dan data/dokumen belajar siswa yang valid untuk melakukan perbaikan program pembelajaran. Guru harus memerhatikan beberapa hal untuk menciptakan pembelajaran efektif, yaitu: (1) pengelolaan tempat belajar, (2) pengelolaan siswa, (3) pengelolaan kegiatan pembelajaran, (4) pengelolaan konten/materi pelajaran, (5) pengelolaan media, dan sumber belajar [2]. 5)
Pembelajaran Menyenangkan
Pembelajaran menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang di dalamnya
terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (not under pressure). Pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan yang baik antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran. Guru sebagai mitra belajar siswa, bahkan dalam hal tertentu tidak menutup kemungkinan guru belajar dari siswanya. Dalam hal ini perlu diciptakan suasana yang demokratis, dan tidak ada beban, baik guru maupun siswa dalam melakukan proses pembelajaran [2]. Guru harus mampu merancang pembelajaran dengan baik, memilih materi yang tepat, serta memilih dan mengembangkan strategi yang dapat melibatkan siswa secara optimal untuk mewujudkan proses pembelajaran yang menyenangkan. Terdapat empat aspek yang mempengaruhi model PAKEM, yaitu pengalaman, komunikasi, interaksi, dan refleksi. Adapun dalam sebuah pembelajaran terdapat keempat aspek tersebut, maka kriteria PAKEM terpenuhi [2]. Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut : a. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman, dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat (learning to do). b. Guru menggunakan berbagai alat bantu, dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa. c. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku, dan bahan belajar yang menarik, dan menyediakan “pojok baca”. d. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif, dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok. e. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya [4]. D. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya [5]. Hasil belajar adalah suatu puncak dari proses belajar. Hasil belajar terjadi berkat evolusi dari guru, dan merupakan hasil dari tindakan belajar, dan tindakan mengajar [6]. Hasil belajar digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar-mengajar yang sudah dilakukan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur, dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu. Taksonomi Bloom [7] berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang hendak dicapai digolongkan atau dibedakan menjadi tiga bidang adalah sebagai berikut. a. Bidang kognitif terdiri dari enam perilaku yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
5
ISSN
2252-9063
Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
b. Bidang afektif terdiri dari lima perilaku yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, serta pembentukan pola hidup. c. Bidang psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas. III.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment). Desain penelitian yang digunakan adalah “PosttestOnly Nonequivalent Control Group Design” [8]. Pada penelitian ini diberikan perlakuan yang berbeda kepada ketiga kelas sampel. Kelas X2 dengan jumlah siswa 25 orang diberikan perlakuan berupa penggunaan model pembelajaran PAKEM, dan disebut sebagai kelompok eksperimen 1. Kelas X1 dengan jumlah 25 orang menggunakan model pembelajaran ICARE, dan disebut sebagai kelompok eksperimen 2. Kelas X4 dengan jumlah 26 orang menggunakan model pembelajaran konvensional, dan disebut sebagai kelompok kontrol. Sebelum menentukan kelas yang akan digunakan sebagai sampel, peneliti melakukan uji kesetaraan terlebih dahulu. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) metode tes untuk ranah kognitif, yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar TIK siswa dengan menggunakan tes pilihan ganda (obyektif), dan ranah psikomotor akan digunakan rubrik penilaian tes psikomotor. 2) metode angket digunakan untuk mengetahui respon siswa terkait dengan penggunaan model pembelajaran ICARE, dan PAKEM. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, dan kualitatif. Data tersebut diolah menggunakan analisis statistik, dan analisis non statistik. Data kuantitatif akan dianalisis dengan analisis statistik deskriptif untuk mendeskripsikan data hasil belajar siswa. Kemudian data kualitatif dianalisis dengan memberi makna terhadap deskripsi data. Analisis statistik digunakan untuk mengeneralisasi hasil penelitian yang meliputi estimasi (perkiraan), uji prasyarat berupa uji normalitas, dan uji homogenitas. Pengujian hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini menggunakan uji Anova satu jalur dengan uji pasangan t-Scheffe. Adapun tahapan-tahapan terhadap penelitian yang akan dilaksanakan untuk dapat mengungkapkan secara tuntas terkait permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Melakukan observasi dan orientasi awal, yaitu menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian dan melakukan pengamatan terkait permasalahan yang terjadi di sekolah tersebut khususnya dalam proses pembelajaran. Selanjutnya menentukan populasi serta sampel penelitian. 2) Menyusun instrumen penelitian dan perangkat pembelajaran bersama dengan guru pengajar yang bersangkutan dan melakukan pengujian.
3) Mengimplementasikan rancangan pelaksanaan pembelajaran dalam proses pembelajaran sesuai dengan materi, kelas dan model pembelajaran yang didapat. 4) Mengadakan tes akhir (post-test) pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui hasil belajar dan pemahaman siswa terhadap konsep pelajaran setelah diberikan perlakuan. Selanjutnya memberikan angket respon siswa kepada siswa kelompok eksperimen setelah diberikan perlakuan model pembelajaran ICARE dan model pembelajaran PAKEM. 5) Menganalisis data hasil penelitian untuk menguji apakah hipotesis yang telah diajukan diterima atau ditolak. 6) Melakukan uji hipotesis 7) Menarik kesimpulan berdasarkan hasil uji hipotesis 8) Membuat laporan Untuk lebih jelasnya tahapan-tahapan prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran data hasil belajar TIK pada kelompok eksperimen 1, kelompok eksperimen 2, dan kelompok kontrol dengan menggunakan analisis Chi-Square [9]. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians kelompok eksperimen 1, kelompok eksperimen 2, dan kelompok kontrol homogen atau sama, pengujian dilakukan dengan menggunakan uji F [9]. sedangkan uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis alternatif yang telah diajukan diterima atau ditolak dengan menggunakan rumus anova satu jalur. Uji pasangan t-Scheffe dilakukan untuk mengetahui model manakah yang lebih baik dalam meningkatkan hasil belajar TIK siswa [8]. Skor rata-rata respon siswa didapatkan dengan membagi jumlah skor respon siswa dengan jumlah siswa.
6
ISSN
2252-9063
Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
IV.
PEMBAHASAN
Dari hasil pengukuran terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada kelompok eksperimen 1 yang berjumlah 25 orang diperoleh nilai tertinggi adalah 38 dan nilai terendah adalah 27 dengan rentangan 11, banyak kelas interval 6, dan panjang kelas interval adalah 2. Rata-rata atau mean (M) post test hasil belajar TIK yang dicapai siswa pada kelompok eksperimen 1 sebesar 31,68. Analisis Deskriptif data kelompok eksperimen 1 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Analisis Deskriptif Data Kelompok Eksperimen 1 INTERVAL 27-28 29-30 31-32 33-34 35-36 37-38 JUMLAH
fi 6 5 3 5 4 2 25
xi 27.5 29.5 31.5 33.5 35.5 37.5 195
xifi 165 148 95 168 142 75 792
xi-x -4.16 -2.16 -0.16 1.84 3.84 5.84 5
fi*(xi-x)2 103.83 23.33 0.08 16.93 58.98 68.21 271
FK 6 11 14 19 23 25
Pada kelompok eksperimen 2 yang berjumlah 25 orang diperoleh nilai tertinggi adalah 34, dan nilai terendah adalah 23 dengan rentangan 11, banyak kelas interval 6, dan panjang kelas interval 2. Rata-rata atau mean (M) post test hasil belajar TIK yang dicapai siswa pada kelompok eksperimen 2 sebesar 27,88. Analisis deskriptif data kelompok eksperimen 2 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis Deskriptif Data Kelompok Eksperimen 2 INTERVAL 23-24 25-26 27-28 29-30 31-32 33-34 JUMLAH
fi 5 4 4 7 2 3 25
xi 23.5 25.5 27.5 29.5 31.5 33.5 171
xifi 118 102 110 207 63 101 700
xi-x -4.48 -2.48 -0.48 1.52 3.52 5.52 3
fi*(xi-x)2 100.35 24.60 0.92 16.17 24.78 91.41 258
FK 5 9 13 20 22 25
Pada kelompok kontrol yang berjumlah 26 orang diperoleh nilai tertinggi adalah 30, dan nilai terendah adalah 19 dengan rentangan 11, banyak kelas interval 6, dan panjang kelas interval 2. Rata-rata atau mean (M) post test hasil belajar TIK yang dicapai siswa kelompok eksperimen 2 sebesar 23,81. Analisis deskriptif data kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Analisis Deskriptif Data Kelompok Kontrol INTERVAL 19-20 21-22 23-24 25-26
fi 5 3 8 5
xi 19.5 21.5 23.5 25.5
xifi 98 65 188 128
xi-x -4.38 -2.38 -0.38 1.62
fi*(xi-x)2 96.12 17.06 1.18 13.05
FK 5 8 16 21
INTERVAL 27-28 29-30 JUMLAH
fi 2 3 26
xi 27.5 29.5 147
xifi 55 89 621
xi-x 3.62 5.62 4
fi*(xi-x)2 26.14 94.60 248
FK 23 26
Berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata post test hasil belajar TIK pada kelompok eksperimen 1 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok eksperimen 2, dan kelompok kontrol. Hasil perhitungan uji normalitas ketiga kelas memiliki data yang berdistribusi normal yang dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Uji Normalitas Data Penelitian Model PAKEM ICARE Konvensional
Xhitung 5.6964 5.9496 5.8431
Xtabel 11.070 11.070 11.070
Dk 5 5 5
Kesimpulan Normal Normal Normal
Berdasarkan hasil uji homogenitas bila harga Fhitung lebih kecil atau sama dengan Ftabel (Fhitung ≤ Ftabel), maka H0 diterima dan Ha ditolak. H0 diterima berarti varians homogens[8]. Karena nilai Fhitung < Ftabel (1,1391 < 1,9643) maka H0 diterima atau Ha ditolak. Hal ini berarti bahwa varians data hasil belajar TIK antara kelompok eksperimen 1, kelompok eksperimen 2, dan kelompok kontrol adalah sama atau homogen. Hasil perhitungan uji homogenitas hasil belajar dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Uji Homogenitas Data Penelitian Model PAKEM ICARE Konvensional
Varians 11.31 10.76 9.93
S12
S22
Fhitung
Ftabel
11.31
9.93
1.1391
1.9643
Berdasarkan hasil perhitungan uji hipotesis dengan anova satu jalur menggunakan Microsoft Excel dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (df) = 73 diperoleh 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 37,09, dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 3,13. Karena 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan anova satu jalur menggunakan SPSS, nilai probabilitas signifikansi sebesar 0.000, sehingga nilai signifikansi 0.000<0.05 maka H0 ditolak, dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Sawan tahun pelajaran 2015/2016 antara siswa yang diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran PAKEM, model pembelajaran ICARE, dan model pembelajaran konvensional. Hasil belajar kelompok eksperimen 1 yang menggunakan model pembelajaran PAKEM pada pokok bahasan Microsoft Word 2007 lebih baik, dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen 2, dan kelompok kontrol (31,68 > 27,88 > 23,81). Berdasarkan uji pasangan t-scheffe, diperoleh bahwa (1) terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil belajar
7
ISSN
2252-9063
Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
TIK siswa antara kelompok eksperimen 1 dengan kelompok eksperimen 2, (2) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar TIK siswa antara kelompok eksperimen 1 dengan kelompok kontrol, dan (3) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar TIK siswa antara kelompok eksperimen 2 dengan kelompok kontrol. Pengaruh yang signifikan pada hasil belajar siswa antara pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran PAKEM dengan model pembelajaran ICARE, dan model pembelajaran konvensional pada kelompok ekperimen 1 dikarenakan adanya perbedaan sintak atau langkah-langkah di dalam pembelajaran, dan dilihat dari cara guru memberikan pertanyaan untuk menarik perhatian siswa sehingga siswa lebih mudah dalam menerima pelajaran. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisis deskriptif, hasil analisis uji anova satu jalur, dan dengan uji pasangan tscheffe, maka dapat diambil suatu keputusan bahwa model pembelajaran PAKEM memberikan pengaruh yang lebih baik daripada model pembelajaran ICARE, dan model pembelajaran konvensional. Hal ini dikarenakan secara teoritik model pembelajaran PAKEM mampu memotivasi siswa untuk belajar secara mandiri, dan juga secara berkelompok. Siswa menjadi lebih aktif, kreatif dalam proses pembelajaran, berfikir kritis, serta membangun pengetahuan yang dimiliki siswa. Model pembelajaran PAKEM dapat memotivasi siswa untuk aktif dalam menambah pengetahuan siswa, melatih kemampuan siswa dalam berfikir secara kreatif, dan mendalami pemahaman mengenai informasi atau materi pelajaran yang diberikan oleh guru. Guru mengemas pertanyaan dengan sangat menarik, melatih siswa dalam memahami informasi dengan mempresentasikan hasil diskusinya, melatih kemampua siswa untuk mengingat kembali informasi yang telah dipelajari dengan membuat rangkuman, serta melatih kemampuan siswa dalam mengungkapkan hasil rangkuman dari materi yang telah dipelajari. Inilah yang menjadi keunggulan model pembelajaran PAKEM dibandingkan model pembelajaran ICARE, dan model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian sejalan dengan teori bahwa model pembelajaran PAKEM dalam pembelajaran berpusat pada anak (student-centered learning), dan pembelajaran bersifat menyenangkan (learning is fun) [2]. Hal ini menyebabkan mereka termotivasi untuk terus belajar sendiri tanpa diperintah, dan agar mereka tidak merasa terbebani atau takut. Untuk itu, maka aspek fun is learning menjadi salah satu aspek penting dalam pembelajaran PAKEM. Tujuannya untuk terus memotivasi anak agar anak mengadakan eksplorasi, kreasi, dan bereksperimen terus dalam pembelajaran. Secara operasional, ketiga model pembelajaran tersebut digunakan pada saat menyampaikan materi atau pokok bahasan yang sama, akan tetapi cara penyampaian/penyajiannya yang berbeda. Perbedaannya terletak pada langkah-langkah dalam melaksanakan proses pembelajaran, dan cara menyampaikan pertanyaan yang dilakukan oleh guru pada peserta didik. Model pembelajaran PAKEM, diawali dengan penyampaian salam
pembuka, absensi, penyampaian tujuan pembelajaran, memotivasi siswa, menggali informasi terkait pengetahuan siswa mengenai materi yang akan disampaikan, penyampaian materi ajar atau bahan ajar secara umum oleh pendidik sebelum pembentukan kelompok terhadap peserta didik. Selanjutnya masing-masing siswa dibagikan LKS. Guru sebagai pendidik akan mengarahkan siswa untuk menjawab pertanyaan pada LKS yang telah dibuat atau dirancang dalam proses pembelajaran. Siswa dituntut untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan pertanyaanpertanyaan mengenai teka-teki yang ada pada soal, dan memecah permasalahan yang dihadapi secara bersama-sama dengan kelompoknya. Siswa diarahkan untuk membaca, dan berdiskusi secara aktif, yakni membaca dengan memberikan reaksi terhadap apa yang dibacanya, mencari jawaban terhadap semua pertanyaan. Diskusi dilakukan dengan kelompok masing-masing, kemudian hasil dari diskusi tersebut diprensentasikan kehadapan anggota kelompok lainnya. Guru mengarahkan siswa diminta untuk mengingat kembali informasi yang telah dipelajari dengan membuat rangkuman dari seluruh bahasan pelajaran. Selanjutnya, beberapa siswa ditugaskan untuk menyampaikan secara singkat rangkuman yang telah dibuatnya di depan kelas. Setelah beberapa siswa menyampaikan hasil rangkumannya, rangkuman disampaikan kembali secara menyeluruh oleh guru. Tujuannya untuk memberikan penguatan pada siswa terkait materi yang disampaikan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran ICARE diterapkan pada kelompok eksperimen 2 dengan langkah-langkah pembelajaran yang hampir sama dengan model pembelajaran PAKEM, namun perbedaannya terletak cara pengemasan pertanyaan yang terdapat pada LKS. Selain itu, pada akhir pembelajaran siswa diberikan pekerjaan rumah atau PR yang bertujuan untuk melatih pemahaman siswa, dan membiasakan siswa untuk mempelajari kembali dirumah mengenai apa yang telah didapatkan disekolah. Namun pada pelaksanaannya masih banyak siswa mengerjakan tugas dengan tidak bersungguhsungguh. Kebanyakan dari tugas siswa memiliki letak kesalahan yang sama. Hal ini tidak sesuai dengan teori pada bagian Extension, dimana guru menyediakan kegiatan yang dapat dilakukan peserta setelah pelajaran berakhir untuk memperkuat dan memperluas pembelajaran [3]. Kegiatan Extension dapat meliputi penyediaan bahan bacaan tambahan, tugas penelitian atau latihan. Dikatakan juga bahwa penggunaan sistem ICARE untuk memastikan bahwa para peserta memiliki kesempatan untuk mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari. ICARE memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) siswa aktif secara mental membangun pengetahuannya dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya; (2) guru sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran; (3) fokus belajar adalah keberhasilan siswa mengorganisasi pengalaman mereka, dan bukan ketepatan melakukan replikasi atas apa yang dilakukan
8
ISSN
2252-9063
Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
guru; (4) aspek yang dinilai adalah memahami masalah, menyelesaikan masalah, memeriksa kembali, kecermatan menghitung, dan ketelitian. Pembelajaran konvensional yang diterapkan pada kelas kontrol, menjadikan guru sebagai teacher center dalam memaparkan bahan ajar. Pembelajaran konvensional tidak menjadikan siswa aktif dalam proses pembelajaran. Siswa menjadi pasif, dan tidak mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi, seperti yang diterapkan pada kelompok eksperimen 1, dan kelompok eksperimen 2. Siswa pada kelompok kontrol hanya menirukan apa yang dijelaskan oleh guru. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teoritik dan operasional, maka implikasi dari penelitian ini berkaitan dengan proses pembelajaran yang harus berjalan secara efektif. Tujuannya adalah meningkatkan pemahaman siswa, dan memperoleh pencapaian hasil belajar yang maksimal. Diantara ketiga model pembelajaran yang peneliti terapkan, model pembelajaran yang dapat mengakomodasi pencapaian hasil belajar siswa adalah model pembelajaran PAKEM. Berdasarkan hasil analisis respon siswa terhadap model pembelajaran PAKEM menunjukkan bahwa sebanyak 88,00% siswa merespon sangat positif akan model pembelajaran yang digunakan, sebanyak 12,00% siswa merespon positif, serta 0% siswa merespon cukup positif, kurang positif, dan sangat kurang positif. Respon siswa terhadap model pembelajaran ICARE menunjukkan bahwa sebanyak 80,00% siswa merespon sangat positif akan model pembelajaran yang digunakan, sebanyak 20,00% siswa merespon positif, serta 0% siswa merespon cukup positif, kurang positif, dan sangat kurang positif. Dilihat berdasarkan pengamatan peneliti dalam model pembelajaran PAKEM di kelas X2 dan ICARE di kelas X1, dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa tergolong aktif dalam pembelajaran tersebut. V. SIMPULAN Berdasarkan paparan hasil penelitian, dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Model pembelajaran PAKEM dan ICARE memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Sawan. Siswa yang terdapat pada kelompok eksperimen 1 diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran PAKEM. Siswa yang terdapat pada kelompok eksperimen 2 diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran ICARE. Siswa yang terdapat pada kelompok kontrol diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional (model pembelajaran langsung). Ketiga kelompok sampel diajarkan dengan materi Microsoft Office Word 2007. Berdasarkan perhitungan uji hipotesis dengan anova satu jalur menggunakan Microsoft Excel dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan (df) = 73 diperoleh Fhitung = 37,09, sedangkan Ftabel untuk 5% =
3,13 dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 1 Sawan tahun pelajaran 2015/2016 antara siswa yang diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran PAKEM, model pembelajaran ICARE, dan model pembelajaran konvensional. Hasil belajar kelompok eksperimen 1 yang menggunakan model pembelajaran PAKEM pada pokok bahasan Microsoft Word 2007 lebih baik, dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar siswa kelompok eksperimen 2, dan kelompok kontrol (31,68 > 27,88 > 23,81). Berdasarkan uji pasangan t-scheffe, diperoleh bahwa (1) terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil belajar TIK siswa antara kelompok eksperimen 1 dengan kelompok eksperimen 2, (2) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar TIK siswa antara kelompok eksperimen 1 dengan kelompok kontrol, dan (3) terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar TIK siswa antara kelompok eksperimen 2 dengan kelompok kontrol. Pengaruh yang signifikan pada hasil belajar siswa antara pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran PAKEM dengan model pembelajaran ICARE, dan model pembelajaran konvensional pada kelompok ekperimen 1 dikarenakan adanya perbedaan sintak atau langkah-langkah di dalam pembelajaran, dan dilihat dari cara guru memberikan pertanyaan untuk menarik perhatian siswa sehingga siswa lebih mudah dalam menerima pelajaran. 2. Hasil analisis respon siswa pada kelompok eksperimen dari penerapan model pembelajaran PAKEM dan ICARE termasuk dalam kategori sangat positif. Rata-rata skor respon siswa yang diperoleh sebesar 108,32, sedangkan rata-rata respon siswa dengan penerapan model pembelajaran ICARE sebesar 107,44. Berdasarkan atas hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran PAKEM lebih disenangi oleh siswa daripada model pembelajaran ICARE. REFERENSI [1] [2]
[3]
[4] [5] [6]
Sadia, W. (2014). Model-Model Pembelajaran Sains Kontruktivistik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Rusman. (2014). Seri Manajemen Sekolah Bermutu Model-Model Pembejaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Kedua. Jakarta: Rajawali Pers. Krisnawati, P. Y. (2014). Penerapan Model Pembelajaran ICARE (Introduction Connection Application Reflection Extension) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Siswa Kelas VIII.3 SMP Laboratorium Undiksha Singaraja Tahun Ajaran 2013-2014. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Asmani, J. M. (2011). 7 Tips Aplikasi PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Jogjakarta: DIVA Press. Sudjana, N. (2005). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Dimyati, & Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
9
ISSN
2252-9063
Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik Informatika (KARMAPATI) Volume 5, Nomor 2, Juni 2016
[7] [8] [9]
Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Koyan, I Wayan. 2012. Statistik Pendidikan (Teknik Analisis dan Kuantitatif). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
10