MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANGUNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA SELASA, 15 NOVEMBER 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 99/PUU-XIV/2016
PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 99 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan [Pasal 6, Pasal 50 ayat (7), dan Pasal 155 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Hery Shietra ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Selasa, 15 November 2016 Pukul 14.06 – 14.38 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Aswanto 2) I Dewa Gede Palguna 3) Maria Farida Indrati Yunita Rhamadani
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Hery Shietra
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.06 WIB 1.
KETUA: ASWANTO Sidang dalam Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon, silakan memperkenalkan diri.
2.
PEMOHON: HERY SHIETRA Baik. Terima kasih kepada Majelis Hakim Konstitusi yang Pemohon hormati, pada Bapak Aswanto, Ibu Maria Farida Indrati, dan juga Pak I Dewa Gede Palguna. Pemohon bernama Hery Shietra. Lahir di Jakarta tahun 1985. Pemohon berprofesi sebagaimana konsultan hukum, penulis buku, dan juga pendiri dari situs hukum-hukum.com.
3.
KETUA: ASWANTO Saudara maju sendiri ya sebagai Prinsipal, ya?
4.
PEMOHON: HERY SHIETRA Betul, Yang Mulia.
5.
KETUA: ASWANTO Tidak menggunakan kuasa hukum?
6.
PEMOHON: HERY SHIETRA Tidak, Yang Mulia.
7.
KETUA: ASWANTO Baik. Agenda sidang kita pada hari ini adalah Saudara diminta untuk menyampaikan permohonan Saudara, walaupun secara tertulis permohonan kami sudah peroleh dan sudah dipelajari, tetapi tetap diberi kesempatan kepada Saudara untuk menyampaikan garis-garis besar permohonan, sehingga mungkin lebih mudah kita tangkap apa yang Saudara inginkan. Silakan. 1
8.
PEMOHON: HERY SHIETRA Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Latar belakang permohonan ini Pemohon ajukan, pada suatu waktu seorang klien bertanya kepada Pemohon, “Jika saya punya perjanjian kerja dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentu atau kita sebut sebagai PKWT, kemudian dalam sengketa di pengadilan hakim mengatakan itu merupakan jenis pekerjaan tetap alias demi hukum berubah menjadi PKWTT, apakah saya dapat upah proses?” Saya kira pada awalnya itu merupakan pertanyaan yang sangat sederhana. Pemohon memberikan jawaban secara singkat, “Dapat upah proses.” Belakang hari, Pemohon baru mengetahui bahwa PKWTT demi hukum tidak mendapat upah proses. Seluruh pengusaha mengetahui, Yang Mulia, bahwa perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat mengikat untuk pekerjaan tetap ataupun lebih dari tiga tahun. Seluruh pengusaha juga mengetahui perjanjian tidak tertulis berubah menjadi perjanjian tetap atau PKWTT. Menjadi pertanyaan bagi Pemohon, apa yang dimaksud dengan demi hukum? Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menjadi objek sengketa tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan demi hukum. Saat ini, Yang Mulia, terjadi perubahan paradigma dari legistator heavy menjadi judges heavy. Kenapa seperti itu? Dalam praktik, terjadi dua penafsiran, Yang Mulia, terhadap apa yang disebut demi hukum. PKWTT berubah menjadi PKWTT demi hukum pada saat hakim membacakan putusan, atau ketuk palu, atau demi hukum terjadi pada saat pelanggaran terjadi. Oleh sebab itu, Pemohon mengajukan tiga buah pasal untuk diajukan uji materiil, Yang Mulia. Pada halaman empat dari permohonan, Pemohon setidaknya mengajukan tiga yakni Pasal 6 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyebutkan tidak boleh ada diskriminasi, Yang Mulia. Kemudian, Pasal 59 menyatakan, “Bila terjadi pelanggaran terhadap norma-norma Undang-Undang Ketenagakerjaan mengenai perjanjian kerja, maka demi hukum berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau kita kenal PKWTT.” Selanjutnya ialah Pasal 155 ayat (2) dari Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menyebutkan, “Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja atau buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.” Oleh sebab itu, Yang Mulia, Pemohon dengan ini memohonkan paling tidak untuk mengajukan uji materiil menguji terhadap UndangUndang Dasar Pasal 27, Pasal 28D, Pasal 28G, Pasal 28I, serta Pasal 28C. Pemohon saat ini akan ini … beralih pada pembahasan mengenai tiga jenis amar putusan, Yang Mulia. Setelah Pemohon selidiki, ternyata
2
terjadi mispersepsi atau standar ganda, Yang Mulia, sehingga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Apakah itu? Terdapat tiga jenis amar putusan, Yang Mulia. Pertama, jenis yang kita kenal sebagai amar putusan condemnatoir atau menghukum. Kedua, jenis amar putusan konstitutif atau merubah satu keadaan hukum. Yang ketiga merupakan jenis amar putusan deklaratif atau yang bersifat hanya menyatakan. Pertanyaan Pemohon, demi hukum merupakan jenis amar putusan konstitutif ataukah deklaratif, Yang Mulia? Pengadilan hubungan industrial maupun Mahkamah Agung berpendirian bahwa demi hukum merupakan judges heavy alias konstitutif yang berada di tangan monopoli dari hakim, Yang Mulia, bukan legislator heavy. Dengan ini, Yang Mulia, Pemohon ingin menyampaikan bahwa apa yang menjadi penafsiran konstitusional dari yang disebut sebagai demi hukum? Apakah pada saat pelanggaran terjadi ataukah pada saat hakim membacakan putusan alias ketuk palu? Demi singkat kata, Yang Mulia. Pemohon akan langsung memasuki bagian petitum. Pertama, menyatakan mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya. Yang kedua. Menyatakan frasa tanpa diskriminasi dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai, baik PKWTT sejak semula maupun PKWTT demi hukum. Dalam petitum butir keempat, Pemohon meminta agar menyatakan frasa demi hukum dalam Pasal 50 ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai status perjanjian kerja waktu tertentu berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu terhitung sejak hari saat pelanggaran ketentuan hukum terjadi. Berikutnya, pada petitum butir keenam. Menyatakan frasa belum ditetapkan dalam Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk sengketa pemutusan hubungan kerja ketika perjanjian kerja waktu tertentu demi hukum dikonstitutifkan sebagai perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Atau ex aequo et bono. Dan jika Yang Mulia berkenan … Mahkamah, kami hendak mengajukan alat bukti tambahan, Yang Mulia.
3
9.
KETUA: ASWANTO Baik, nanti alat buktinya diserahkan. Ini di petitum Saudara, tadi Saudara menyebutkan yang pertama, ya, menyatakan mengabulkan permohonan Para Pemohon. Saudara sendiri kan?
10.
PEMOHON: HERY SHIETRA Ya, Yang Mulia.
11.
KETUA: ASWANTO Jadi bukan Para Pemohon, Saudara hanya sendiri, gitu. Baik, Saudara sudah menyampaikan dan sekarang giliran kami untuk memberikan nasihat atau masukan dalam rangka penyempurnaan permohonan Saudara. Saya persilakan, Yang Mulia Prof. Maria.
12.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, terima kasih, Pak Ketua. Saudara membaca permohonan ini dan mendengarkan pemaparan Anda itu lebih jelas mendengar pemaparan Anda, ya. Permohonan Anda sangat berbelit-belit, jadi sulit untuk melihat apa yang dimohonkan, sehingga ini nanti harus kemudian diperjelas lagi, ya. Tapi saya akan melihat di sini dari legal standing Anda, ya. Di sini legal standing itu menurut Pasal 51 Undang-Undang MK dan putusan-putusan MK dikatakan, “Harus adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UndangUndang Dasar.” Kemudian, “Hak dan kewenangan tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang.” Kemudian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional itu bersifat spesifik, aktual, dan kemudian juga bersifat sebab akibat … adanya hubungan sebab akibat, causal verband. Dan adanya kemungkinan kalau permohoanan ini dikabulkan, maka Anda tidak akan mendapatkan kerugian, atau potensi kerugian itu akan hilang, atau dikurangi. Nah, di sini Anda tidak menjelaskan. Sebetulnya Anda hanya mengatakan, “Pemohon berpotensi sebagai konsultan hukum, penulis buku, serta pendiri dari situs ini. Yang sewaktu-waktu memberikan layanan konsultasi terkait hukum ketenagakerjaan. Namun, terbentur oleh standar ganda yang diatur oleh objek permohonan sebagai sumber kerugian Pemohon.” Nah jadi di sini sebetulnya yang dimaksud kerugian itu apa? Anda tidak menjelaskan kerugian apa yang Anda alami dengan berlakunya pasal-pasal yang Anda mohonkan ini. Di sini dikatakan bahwa kalau saya melihat dan permohonan Anda tadi kelihatannya ini seperti
4
suatu kasus konkret, implementasi dari pasal-pasal itu, dimana kemudian pengadilan menafsirkan yang berbeda. Nah, tapi kemudian harus dilihat mengapa hal itu terjadi? Apakah itu kesalahan dari pasal ini ataukah karena penafsiran yang berbeda? Nah, di sini kalau penafsiran yang berbeda berarti kan implementasinya yang enggak ... enggak cocok antara yang satu dengan yang lain, hakim yang lain. Tapi apakah pasal ini kemudian yang merupakan pasal-pasal yang justru merugikan itu? Misalnya, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha. Apakah pasal ini keliru? Apakah pasal ini bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945? Gitu kan. Kemudian, di sini misalnya perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Demikian juga pasal yang selanjutnya. Kalau dilihat pasal itu, kemudian kita lihat pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945, apakah pasal-pasal itu keliru? Begitu. Yang penting adalah Anda bisa menjelaskan pasal ini keliru, setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha. Kelihatannya enggak ada yang masalah di sini. Nah, jadi ... karena nanti kalau pasal ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka berarti pasal ini kan kemudian nanti hilang, ya kan? Apakah kemudian kalau ini dihilangkan diskriminasinya atau ditafsirkan yang lain. “Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa ... tanpa dari pengusaha.” Tanpa apa? Nah, jadi sini kita bisa melihat bahwa tanpa diskriminasi ini malah sesuai dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, ya kan? Semua harus diperlakukan sama, begitu. Nah, ini yang ... pasal-pasal ini yang harus Anda berikan argumentasi bahwa ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena pasal ini menimbulkan hal seperti ini. Tapi kalau kita bisa melihat bahwa kemudian ini penafsirannya dan sebagainya, maka Anda nanti masuk ke dalam kasus konkret. Nah, kalau kasus konkret itu bukan kewenangan Mahkamah untuk melaksanakan pelaksanaan penjelasan perkara ini. Jadi mohon untuk supaya ini diperbaiki kembali dan pasal-pasal yang Anda mohonkan itu jelas itu menimbulkan kerugian bagi Anda kalau dilihat dari batu uji yang Anda ambil dari Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut, ya. Nanti jadi ini diperbaiki kembali dan kemudian nanti juga pasal-pasal dalam petitum. Petitum itu sekarang kalau yang nomor 2 dengan nomor 3 ini sekarang harus digabungkan saja karena rupanya banyak orang yang tidak bisa memahami putusan MK. Putusan MK biasanya yang pertama mengatakan bahwa pasal ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Nanti petitum selanjutnya menyatakan bahwa pasal ini tidak mempunyai kekuatan hukum 5
mengikat, begitu. Nah, sekarang dua hal itu dijadikan satu, sehingga kalau Anda mengatakan bahwa frasa tanpa diskriminasi dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, gitu, dan seterusnya. Jadi dua itu dilihat seperti itu. Tapi yang harus Anda lihat bahwa apakah betul kerugian konstitusional Anda itu terjadi? Karena yang penting di sini sebelum Anda masuk ke apa ... sidang-sidang selanjutnya, sidang Pleno misalnya, Anda harus meyakinkan Mahkamah bahwa Anda mempunyai legal standing (kedudukan hukum) Anda yang akan dilihat. Kalau Anda melihat bahwasanya apa ... orang yang sebagai warga negara, punya NPWP, atau kemudian ada pasal-pasal, tapi Anda bisa ... tidak bisa meyakinkan kami bahwa pasal-pasal itu merugikan hak konstitusional Anda, artinya hak yang ada dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka legal standing-nya tidak akan diterima, sehingga prosesnya tidak akan lanjut, begitu. Jadi Anda diberikan kesempatan untuk menjelaskan, memperbaiki kembali permohonan ini supaya permohonan ini bisa dilanjutkan, begitu. Saya rasa itu, Pak Ketua. 13.
KETUA: ASWANTO Selanjutnya saya persilakan, Yang Mulia Bapak I Dewa Gede Palguna. Silakan.
14.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Saudara Pemohon, tadi Yang Mulia Hakim Anggota Prof. Maria, sudah menyampaikan beberapa hal terkait dengan legal standing. Saya juga ingin menjelaskan begini, saya hanya ingin menegaskan pertama begini, Saudara harus membedakan antara alasan kerugian hak konstitusional itu adalah untuk menjelaskan apakah Anda mempunyai legal standing atau tidak dengan alasan pertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 terhadap norma yang Anda uji. Itu di alasan permohonan. Nah, kalau di alasan legal standing Anda jelaskan itu sesuai dengan Pasal 51 itu, kedudukan Anda sebagai apa, sebagai perseorangan kah, atau sebagai badan hukum kah, atau sebagai lembaga negara, atau kesatuan masyarakat hukum adat? Gitu. Lalu dari situ diturunkan hak konstitusional apa yang dirugikan dari itu. Itu tentu kerugian hak konstitusional itu akan terlihat dari norma yang Anda ajukan pengujian, di mana hak konstitusional yang dirugikan itu kalau dilihat dari normanya? Nah, itu baru alasan kerugian hak konstitusionalnya. Tentu yang dimaksud hak konstitusional sudah Anda bisa lihat di penjelasan Pasal 51 6
itu adalah hak yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Itulah yang mesti Anda explore diuraian tentang legal standing, yaitu tadi sudah disampaikan apa syarat kerugian itu ada sekian, kerugian itu tentu akan berbeda. Misalnya, ya, kerugian hak konstitusional antara perseorangan warga negara pastilah akan berbeda dengan kerugian hak konstitusional badan hukum misalnya, dalam hal tertentu, walaupun dalam hal yang anu ... bisa sama. Misalnya hak atas kepastian hukum sama baik badan hukum maupun perorangan, saya kira itu. Nah, itu yang mesti dijelaskan dulu. Jadi kualifikasinya sebagai apa, lalu kerugiannya apa, baru kemudian syarat-syarat kerugian itu Anda jelaskan dan karena itu kemudian lalu Anda sampaikan bahwa berdasarkan uraian di atas dengan syarat kerugian itu, maka Pemohon dalam kondisi sebagai perorangan warga negara Indonesia misalnya memiliki kedudukan hukum. Nah yang mungkin akan ada tumpang tindih, sedikit tumpang tindih atau (suara tidak terdengar jelas) antara alasan kerugian konstitusional dengan alasan pertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tapi tidak akan mencolok karena di alasan itu akan ... nah, saya melihat di permohonan Anda ini sebagian di halaman pertama itu ... di bagian penjelasan legal standing justru sebagian sebenarnya dibutuhkan itu untuk alasan ... untuk mendalilkan inkonstitusionalitas, gitu ya, itu di bagian uraian Anda di legal standing. Nah, tapi yang menjadi soal memang betul seperti yang disampaikan oleh Prof. Maria tadi, Yang Mulia, ini kan kalau kita lihat ... ya saya kira kita semua sarjana hukum tahulah itu, Yang Mulia bahwa untuk menangkap makna yang di ... anu ... tidak hal yang sudah jelas di dalam teks tidak lagi membutuhkan penafsiran, kan begitu. Ini misalnya setiap pekerja atau buruh ... Pasal 6, “Pekerja atau buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.” Itu semangatnya kan sudah jelas, tidak boleh ada diskriminasi di situ, ya kan. Apa pertentangannya dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945? Apakah dia ... justru ini justru mendorong, sejalan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Bahwa di dalam praktik itu, nah, itu tadi sudah disampaikan oleh beliau bahwa di dalam praktik itu terjadi persoalan yang lain, itu persoalan praktiknya tentu kami tidak akan tahu karena itu mesti diselesaikan kasus demi kasus, akan berbeda tentu anunya, ya. Tapi secara normatif ini apa pertentangannya dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945? Kecuali Anda bisa membangun argumentasi yang bisa meyakinkan kami. Kemudian demi hukum ini yang Pasal 59 ayat (7) umpamanya, kalau kita lihat di ketentuan Pasal 59 ayat (7) secara lengkap itu kan, disebutkan persyaratan itu. Ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) itulah ke sanalah kemudian alasan demi hukum itu ditujukan, kan begitu. Kalau penafsiran sistematisnya kan, begitu. Dengan demikian, ini juga secara menurut Pasal 28D hak atas kepastian 7
hukum sebenarnya sudah jelas, demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu, Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3. Bahwa dalam pengadilan kemudian Anda misalnya kalah mendalilkan itu tentu bukan karena ini konstitusional, tapi karena hakimnya di situ menilai mungkin ada pembuktian lain yang tidak ... nah, itu bagaimana kemudian Anda mengkonstruksikan itu supaya ini tidak menjadi persoalan implementasi karena kalau implementasi jelaslah kita tidak mempunyai kewenangan untuk soal itu. Demikian pula halnya dengan pasal ... berapa tadi, 156 ya? Eh, 156 benar? 155, sori, Pasal 155. Nah, sebelum itu tadi juga yang lebih memastikan kembali ke Pasal 59 tadi misalnya itu kan kita mesti baca di ayat (8) nya, hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini akan lebih lanjut ... akan diatur lebih lanjut dalam keputusan menteri. Keputusan menterinya bagaimana menjelaskan ketentuan ini. Saya kalau nanti ... kalau itu dijelaskan di situ, nah ini akan lebih menunjukkan bahwa jangan-jangan ini memang persoalan penerapan norma, bukan persoalan inskonstitusionalitas, itu. Lalu Pasal 155, Pasal 155 yang Anda persoalkan di ayat (2), selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja atau buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Apa reasoning-nya? Karena putusan Mahkamah Konstitusi pun misalnya kalau Anda baca ... kalau enggak salah Pasal 44 ya, dia mulai berlaku sejak saat ditetapkan. Artinya segala ... artinya undang-undang yang dinyatakan berlaku walaupun diuji di Mahkamah Konstitusi dia tetap berlaku sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan dia tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Saya kira itu. Ini dalil ... apa namanya ... asas hukum bahwa putusan berlaku prospektif saya kira berlaku di sini, kecuali mungkin dalam hal tertentu ada pemberlakuan surut itu tapi harus ditegaskan misalnya. Nah, ini kan sudah jelas sesungguhnya, di mana sebenarnya ada ketidakpastian hukumnya itu kok tidak terlihat, gitu kan. Merugikan hak konstitusional Anda juga enggak terlihat di situ, apa yang dirugikan hak konstitusional dari pasal ini misalnya? Nah, apalagi kalau dibaca di ayat (3) nya, pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada pekerja atau buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja atau buruh. Jadi ini ada keseimbangan sudah. Boleh diskorsing kalau dia melanggar ketentuan ini, pada ayat (2), tapi dia tetap dipenuhi hak-hak normatifnya dia katakanlah begitu ya. Nah, oleh karena itu ini mohon maaf, kecuali Saudara Pemohon mempunyai alasan lain yang bisa meyakinkan kami, sebenarnya tidak terlihat ada persoalan di ketentuan 8
ini, ya. Selain bahwa persoalan timbul di dalam praktik ya seperti yang Saudara jelaskan, misalnya tadi itu. Nah, itu tentu hal yang berbeda. Nah, soal petitum tadi sudah disampaikan, ya adapun beberapa hal yang perlu diperbaiki, saya kira secara substantif itulah yang perlu mungkin dilakukan perbaikan andai kata Saudara masih tetap akan mengajukan permohonan ini sebagai permohonan yang akan … apa namanya … yang akan kami … yang perlu dibicarakan lebih lanjut dalam sidang-sidang di Mahkamah Konstitusi. Terima kasih, Yang Mulia. 15.
KETUA: ASWANTO Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Saya ingin menambahkan sedikit juga. Mengingatkan saja bahwa sebenarnya Pasal 59 ayat (7) dan Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 itu sudah pernah diuji. Jadi, untuk Pasal 59 itu Saudara bisa melihat di dalam Putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011 bertanggal 17 Januari 2012. Nah, pasal yang diuji itu adalah Pasal 59, ya, Pasal 59 ayat (7) ya, nanti Saudara lihat putusannya ditolak, begitu. Kemudian untuk Pasal 155 ayat (2), Pasal 155 ayat (2) itu juga sudah pernah diuji dan yang diminta waktu itu oleh Pemohon adalah di apa … sepanjang tidak dimaknai belum berkekuatan hukum tetap. Jadi, itu yang diminita, supaya dimaknai putusan yang dimaksud itu berkekuatan hukum tetap dan itu dikabulkan oleh Mahkamah Yang Mulia. Nah, itu bisa Saudara lihat nanti, sehingga kalau pun Saudara tetap ingin mengajukan seperti yang disampaikan oleh Beliau tadi, baik Yang Mulia Prof. Maria dan Yang Mulia Dr. I Dewa Gede Palguna, silakan Saudara meyakinkan kami apa kerugian konstitusional yang Saudara alami dan apa perbedaannya dengan permohonan yang sudah diputus oleh Mahkamah tadi, ya. Supaya kita yakin bahwa memang masih ada problem di norma itu. Jadi, kerugian yang kita minta untuk Saudara coba sampaikan adalah bukan kerugian finansial, ya, kerugian konstitusional. Nah, ini kelihatannya kan Saudara sebagai konsultan hukum, ya?
16.
PEMOHON: HERY SHIETRA Betul, Yang Mulia.
17.
KETUA: ASWANTO Pengacara, ya? Di KTP-nya pengacara. Saudara advokat?
18.
PEMOHON: HERY SHIETRA Konsultan sekarang, Yang Mulia.
9
19.
KETUA: ASWANTO Konsultan, ya? Bukan advokat, ya? Bukan. Di KTP Saudara kan tertulis pekerjaan pengacara. Nah, itu yang kita harap Saudara lakukan, perbaikan, kalau mau diperbaiki. Yakinkan Mahkamah bahwa memang dari pasal-pasal yang Saudara minta untuk diuji ini ada persoalan normatif, ada kerugian konstitusional yang Saudara alami. Ada tambahan? Ya, silakan.
20.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, itu perlu karena begini, menurut ketentuan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, saya lupa pasalnya, nanti bisa Saudara cari. Karena untuk permohonan yang sudah pernah diuji dan dinyatakan ditolak, tidak boleh lagi dimajukan dalam permohonan. Sehingga nanti putusannya itu akan NO kalau Anda tidak … kecuali ada alasan konstitusional baru ya dari Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Itu saja. Terima kasih.
21.
KETUA: ASWANTO Jadi, sekali lagi perlu Saudara lihat permohonan itu supaya tidak sama, begitu ya. Ya, memang selama ini kalau permohonan itu agak apa … katakanlah pasal yang dijadikan sebagai pasal pengujiannya berbeda itu sering tetap diproses oleh Mahkamah begitu, ya. Nah, jadi Anda harus menguraikan bahwa ternyata permohonan yang sudah diputus oleh Mahkamah berbeda dengan permohonan yang Saudara ajukan, baik dari pasal yang di apa … terutama pasal yang menjadi dasar pengujian. Dan di dalam permohonan Saudara ini banyak sekali pasal UndangUndang Dasar Tahun 1945 yang Saudara jadikan sebagai landasan pengujian, begitu. Nanti fokus pasal mana yang lebih … apa namanya … lebih berkait dengan persoalan yang Saudara ajukan itu, sehingga tidak … apa namanya … tidak hanya mencantumkan pasal-pasal atau norma yang ada di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tetapi memang berhubungan langsung dengan persoalan yang Saudara minta untuk diuji. Ada yang ingin Saudara sampaikan?
22.
PEMOHON: HERY SHIETRA Ya, baik, Yang Mulia, sedikit tambahan, Yang Mulia. Betul ini memang soal implementasi, Yang Mulia, tapi timbul akibat adanya multitafsir, Yang Mulia. Multitafsir kenapa? Karena terjadi, sudah terjadi yurisprudensi tetap, Yang Mulia. Ini Mahkamah Agung sudah menyatakan yurisprudensi tetap bahwa katakan masuk tahun kelima, jenis kerjanya tetap, Yang Mulia, tetap hakim menyatakan upah proses 10
tidak dapat dan pengusaha mengatakan masa kerja kamu sudah berakhir. Jadi, kamu enggak berhak dapat upah proses. Dan ini sudah jadi yurisprudensi tetap, Yang Mulia. 23.
KETUA: ASWANTO Nah, itulah yang perlu Saudara apa … elaborasi kembali, apakah persoalan seperti itu memang ada unsur normanya, begitu. Karena kewenangan Mahkamah kan bukan memeriksa apa … persoalanpersoalan yang diputuskan oleh Mahkamah Agung, begitu, apalagi kalau itu Saudara tidak bisa meyakinkan bahwa putusan itu lahir karena persoalan norma, bukan karena persoalan implementasi, nah ini Saudara agak susah nanti. Oleh sebab itu, kalau Anda yakin dengan apa yang Saudara sampaikan tadi bahwa memang ada kerugian konstitusional di sana, ya silakan. Silakan Saudara elaborasi kembali dan yakinkan kami bahwa ini bukan persoalan implementasi semata, tetapi kemudian memang ada implementasi yang penyebabnya adalah karena norma mungkin atau ada ... ada persoalan norma di dalamnya, sehingga Saudara mengalami atau potensi Saudara mengalami kerugian konstitusional, ya. Saudara punya kesempatan untuk melakukan perbaikan 14 hari, ya. Sekarang hari Selasa, 15 November, berarti 14 hari ke depan itu Saudara diminta untuk memasukkan paling lambat Senin, tanggal 28 November 2016, pukul 10.00 WIB, ya. Tapi kalau Saudara bisa menyelesaikan lebih awal atau bisa atau berkeinginan untuk memperbaiki lebih awal dan menyelesaikan lebih awal, silakan langsung dimasukkan di bagian Kepaniteraan, tanpa menunggu lagi sidang. Nanti setelah masuk, akan di ... ada panggilan lagi, gitu. Tapi untuk memasukkan perbaikan, kita berharap sebelum ... sebelum hari sidang, gitu ya. Karena Saudara diberi waktu 14 hari, gitu ya. Tapi kalau Saudara berpikir-pikir setelah mempelajari tadi apa ... permohonan yang sudah diputus oleh Mahkamah dan menurut Saudara memang sama saja dengan permohonan Saudara, Mahkamah juga tidak keberatan kalau Saudara menarik kembali putusan Saudara ... permohonan Saudara, ya. Jadi, sepenuhnya diserahkan ke Saudara. Saudara juga tidak mau memperbaiki, silakan. Berarti kita menggunakan konsep yang ada pada kami sekarang, ya. Sudah jelas?
24.
PEMOHON: HERY SHIETRA Sudah jelas, Yang Mulia. Terima kasih.
11
25.
KETUA: ASWANTO Saya ulangi. Saudara diberi waktu untuk melakukan perbaikan maksimal 14 hari. Sekarang 15 November, kesempatan terakhir Saudara adalah tanggal 28 November 2016. Jelas, ya? Baik karena tidak ada lagi masalah, sidang pada hari ini kita anggap selesai dan ditutup.
26.
PEMOHON: HERY SHIETRA Terima kasih, Mahkamah. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.38 WIB Jakarta, 15 November 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
12