Kalimaya, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016
PENGGUNAAN PERMAINAN BAHASA LET’S TELL A STORY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA PADA SISWA KELAS V SDN CIPOCOK JAYA 2 TAHUN AJARAN 2015/2016 Rani Rahmah Program Studi S1 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Serang ABSTRAK Didasari oleh permasalahan rendahnya kemampuan berbicara anak penelitian ini dilakukan dan secara keseluruhan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana cara meningkatkan kemampuan berbicara anak melalui penerapan metode permainan bahasa let’s tell a story?” yang dirumuskan sebagai berikut (1) Bagaimana kondisi kemampuan anak dalam berbicara sebelum diterapkannya metode permainan bahasa let’s tell a story di SDN Cipocok Jaya 2? (2) Bagaimana proses penerapan metode permainan bahasa let’s tell a story dalam meningkatkan kemampuan berbicara anak SDN Cipocok Jaya 2? (3) sejauh mana peningkatan berbicara anak SDN Cipocok Jaya 2 setelah diterapkannya metode permainan bahasa let’s tell a story?. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah metode yang dipilih untuk memperbaiki atau meningkatkan kemampuan anak dalam berbicara. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peningkatan kemampuan anak dalam berbicara di SDN Cipocok Jaya 2 melaui metode permainan bahasa let’s tell a story.
Kata Kunci:Kemampuan Berbicara, Permainan Bahasa Let’s Tell A Story
Pada hakikatnya mempelajari suatu bahasa adalah belajar untuk mengkomunikasikan suatu maksud. Maka pembelajaran bahasa Indonesia diajarkan agar siswa mempunyai keahlian dalam berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Dalam Pembelajaran bahasa Indonesia keterampilan yang dikembangkan adalah keterampilan berbicara, keterampilan menyimak, keterampilan menulis, dan keterampilan membaca. Peserta didik diharapkan mampu menerapkan keempatnya dengan baik untuk menunjang keberhasilan dalam pembelajaran. Dari keempat keterampilan tersebut, keterampilan berbicara adalah salah satu aspek yang signifikan untuk siswa mahir pada prakteknya karena tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi.
Dari menguasai keterampilan berbicara siswa dapat menyampaikan pikiran, gagasan, ide serta pikirannya terhadap suatu masalah. Berdasarkan wawancara peneliti kepada wali kelas V SDN Cipocok Jaya 2 tentang pembelajaran bahasa pada keterampilan berbicara, siswa dinyatakan mampu untuk berbicara dalam konteks untuk keseharian. Namun dalam pembelajaran, ketika guru menghadapkan para siswa untuk mengomentari dan mengemukakan ide serta gagasanya, hanya beberapa siswa saja yang percaya diri mengutarakan pikirannya dengan berbicara. Kurangnya pemerataan dalam memberikan kesempatan pada siswa lain untuk berbicara menyebabkan hanya beberapa siswa saja yang berbicara. Menurut guru,
2 Rani Rahmah, Widjojoko, Firman Robiansyah. Penggunaan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa. permasalahan ini muncul karena rendahnya kepercayaan diri siswa untuk mulai berbicara. Selain itu, sumber belajar serta metode ajar yang dihadirkan guru kurang menarik minat siswa. Berbicara adalah proses perubahan wujud pikiran atau perasaan menjadi wujud ujaran atau bunyi bahasa yang bermakna, yang disampaikan kepada orang lain. Berbicara sebagai suatu proses komunikasi merupakan suatu peristiwa penyampaian maksud (pikiran atau perasaan) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan (ujaran) hingga maksudnya dipahami (Martaulina, 2015).Lebih jelasnya, Martaulina menyatakan bahwa berbicara sebagai aspek keterampilan berbahasa bukan hanya mengeluarkan bunyi bahasa dari alat ucap atau hanya mengucapkan tanpa makna, melainkan berbicara sebagai berbahasa.Berbahasa, yaitu menyampaikan pikiran atau perasaan kepada orang lain dengan lisan atau melalui ujaran. Dalam hal ini Tarigan (2013:16) mengungkapkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Batasan ini diperluas sehingga berbicara merupakan sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audioble) yang terlihat (visible). Dengan menerapkan permainan bahasa Let’s tell a story, peserta didik dilatih untuk mampu mengarang secara lisan. Murid dilatih menyusun kalimatkalimat menjadi suatu karangan pendek. Namun di awal kegiatan ini, guru telah membimbing dengan satu/beberapa kalimat awal setelah itu baru murid melanjutkan dengan kalimat-kalimat berikutnya dalam kelompok mereka.Setiap kelompok punya seorang sekretaris, untuk mencatat karangan pendek yang dihasilkan oleh kelompok mereka.Disini siswa dilatih untuk dapat berbicara secara baik dengan berkelompok
Penelitian ini meneliti kemampuan peserta didik dalam keterampilan berbicara peserta didik di kelas V ( Lima) tahun ajaran 2015-2016 SDN Cipocok Jaya 2 Kec. Cipocok dengan 28 peserta didik. Penelitian ini dilakukan pada rentang waktu di antara bulan April hingga Juni. Penelitian tindakan kelas akan dijadikan sebagai model penelitian pada penelitian ini dengan pendekatan kualitatif. Permainan merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh suatu keterampilan dengan cara yang menyenangkan. Apabila keterampilan yang diperoleh dalam permainan itu berupa keterampilan berbahasa tertentu, permainan tersebut dinamakan permainan bahasa. (Soeparno dalam Resmini, 2007:255). Lebih lanjut Soeparno menjelaskan bahwa permainan bahasa mempunyai tujuan ganda, yaitu untuk memperoleh kegembiraan sebagai fungsi bermain, dan untuk melatih keterampilan berbahasa tertentu sebagai materi pelajaran. Let’s Tell a Story menurut Mohd.Hafrison (2008) adalah salah satu dari jenis permainan berbicara. Muridmurid dilatih untuk mampu mengarang lisan. Permainan ini dapat dilakukan dengan dengan cara berikut ini : 1) Dengan Topik Cerita Semua murid dimotivasi untuk mendengarkan dan bercerita dalam proses pembelajaran dalam rangka melatih bahasa lisan murid. Permainan ini dapat dilaksanakan dengan cara: a) guru menceritakan suatu cerita secara utuh, lalu murid ditugaskan untuk menceritakan cerita itu kembali dengan cara dan bahasa mereka sendiri; dan b) guru menceritakan sebahagian dari suatu cerita, lalu murid disuruh menyelesaikan cerita tersebut sesuai dengan interpretasi mereka sendiri.
3
Kalimaya, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016
METODE Penelitian ini mengaplikasikan pendekatan yang bersifat kualitatif karena objek dari penelitian ini adalah objek yang bertumbuh kembang. Data-datanya akan berupa data yang berbentuk kata, kalimat, bagan, dan gambar. Metode yang diterapkan pun adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang bertujuan untuk membantu mengurai masalah siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia pada kemampuan berbicara yang akan dilakukan di SDN Cipocok Jaya 2. Sanjaya (2009) bahwa Penelitian Tindakan kelas bisa dipahami sebagai kegiatan menganalisa masalah pada kegiatan belajar mengajar di kelas dengan cara refleksi diri dalam upaya untuk mengurai dan mengatasi masalah yang dihadapi dengan melakukan tindakan yang telah disusun dan direncanakan pada situasi dan kondisi yang nyata serta mencari tahu setiap pengaruh yang disebabkan dari pengaruh itu. Penelitian Tindakan Kelas ini akan terdapat empat tahap aktifitas yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi yang dilakukan pada siklus yang berulang Arikunto, dkk. 2006). Berikut diuraikan tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan pada penelitian. Pra Siklus Pra siklus adalah kegiatan awal penelitian ini diantaranya: a) Observasi ke SD, guru, dan siswa kelas V SDN Cipocok Jaya 2Serang. b) Evaluasi pada kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia untuk mendapatkan gambaran agar dapat melaksanakan pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas dengan tepat. c) Melakukan wawancara dengan guru kelas untuk memperoleh informasi tentang masalah dan hambatan yang
ada pada dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. d) Mengamati proses kegiatan belajar mengajar oleh guru secara langsung e) Mendiskusikan dengan guru tentang bagaiman permasalahan yang ada dikelas V SDN Cipocok Jaya 2Serang, kemudian guru dan peneliti mengadakan siklus I. 1. Siklus I a) Perencanaan Pada tahap ini peneliti dan guru bersama membuat (RPP) pada pembelajaran kemampuan berbicara dengan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story, dan lembar kegiatan siswa (LKS). b) Tindakan Kegiatan ini berisi tentang pelaksanaan pembelajran yang dilakukan guru dan siswa dalam tindakan kelas pada pembelajaran kemampuan berbicara dengan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story. c) Observasi Pada kegiatan ini mengamati proses belajar mengajar kemampuan berbicara dengan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story dengan menggunakan lembar observasi proses pembelajaran dikelas. d) Refleksi Refleksi dilakukan oleh guru dan peneliti melalui evaluasi dan diskusi guna memahami masalah yang ada dari hasil pengamatan pada pembelajaran kemampuan berbicara dengan model induktif kata bergaambar.Permasalahan tersebut diperbaiki dan dilaksanakan pada siklus II.
2. Siklus II a) Perencanaan
4 Rani Rahmah, Widjojoko, Firman Robiansyah. Penggunaan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa. Pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan pembelajaran yang harus dilakukan guru dan merupakan kelanjutan dari siklus I, dimana guru harus mengulangi pembelajaran yang hasilnya masih kurang dalam pembelajaran kemampuan berbicara dengan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story. b) Tindakan Kegiatan ini ini pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru dalam pembelajaran kemampuan berbicara dengan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story. c) Observasi Peneliti dan guru mengamati proses kemampuan berbicara dengan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story melalui proses siswa mengidentifikasi gambar. d) Refleksi Peneliti dan guru berdiskusi sekaligus mengevaluasi tentang permasalahan baru yang ada dalam pelaksanaan tentang pembelajaran kemampuan berbicara dengan model penerapan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story.Selanjutnya peneliti dan guru memperbaiki permasalahan tersebut yang dilaksanakan pada siklus II. HASIL DAN PEMBAHASAN Pra Siklus Tahap observasi dilakukan ketika peneliti mengamati pembelajaran yang dilakukan oleh guru kelas. Pada proses pembelajarannya dilakukan seperti halnya kegiatan pembelajaran pada umumnya. Namun metode yang digunakan oleh guru kelas dirasa membosankan. Hal ini terlihat ketika siswa memperhatikan penjelasan yang dilakukan oleh guru.Ini menyebabkan siswa merasa jenuh dan kurang termotivasi. Berdasarkan hasil observasi diatas, proses kegiatan belajar yang berlangsung dirasa kurang. Hasil yang ditunjukan pada tahap pra siklus ini menegaskan bahwa
pembelajaran Bahasa Indonesia pada kemampuan berbicara tak mendapat respon yang diharapkan oleh peneliti. Hanya 35.71 % siswa yang mencapai nilai KKM pada tahap pra siklus sedangkan 64.28 % siswa lainnya tidak mencapai nilai KKM yang telah ditentukan. Berdasarkan data tersebut akan dilakukan perbaikan pada siklussiklus selanjutnya. Melalui penggunaan Permainan bahasa let’s tell a story diharapkan proses belajar siswa akan lebih bermakna dan memberi dampak perubahandalam memenuhi setiap tuntutan pembelajaran, khususnya pada kemampuan berbicara. Siklus I Peneliti dan guru berkolaborasi dalam menyusun segala tindakan untuk dilaksanakan pada kegiatan penelitian Perencanaan yang telah disusun berdasarkan tahap pra siklus, guru: a) Berdiskusi dengan kolaborator tentang pembelajaran kemampuan berbicara melalui permainan bahasa Let’s Tell A Story. b) Menyusun RPP dengan materi kemampuan berbicara dengan menggunakan permainan bahasa Let’s Tell A Story. c) Sumber dan media pembelajaran yang akan dipakai disiapkan d) Membuat alat pengumpul data, instrument penilaian dan lembar observasi. e) Membuat evaluasi. Pelaksanaan tindakan ini disesuaikan dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Adapun tindakan yang dilakukan pada tahap siklus I ini, sebelum memulai pembelajaran guru mengucapkan salam dan berdoa bersama siswa, mengkondisikan siswa dan memberikan apersepsi untuk memunculkan semangat belajar siswa. Guru menjelaskan tujuan kegiatan belajar mengajar yang harus dicapai. Guru menyampaikan materi persoalan faktual tentang bencana alam.
5
Kalimaya, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 Dan menggunakan media gambar dalam pembelajaran, guru memilih sebuah gambar beberapa bencana alam seperti longsor dan banjir. Siswa mencari tahu tentang apa yang mereka perhatikan pada gambar tersebut. Guru meminta siswa untuk menanggapi apa yang telah diulas guru bersamaan denagn gambar yang telah ditempel. Siswa mulai berbicara mengenai penyebab, pengaruh, solusi serta dampak yang ditimbulkan dari masing-masing bencana. Selanjutnya, guru membentuk lima kelompok. Dimana masing-masing kelompok mempunyai ketua dan sekretaris yang ditunjuk berdasarkan musyawarah antar anggota kelompok. Setelah terbentuk kelompok dengan ketua dan sekretaris didalamnya, guru menjelaskan sebuah permainan bahasa yaitu let’s tell a story. Permainan ini diawali dengan guru yang memberikan topic bencana alam kepada setiap kelompok, setiap anggota kelompok harus memberikan tanggapan mengenai hal tersebut meliputi penyebab, pengaruh, dampak dan solusi berkaitan dengan bencana alam tersebut. Pada proses ini, guru mengamati dan menilai bagaimana siswa berbicara. Selama proses berbicara itu pula sekretaris diminta mencatat setiap kata serta kalimat yang diucapkan oleh anggota masingmasing. Menggabungkan setiap kalimat dan kata menjadi sebuah karangan bebas Dan selanjutnya siswa membacakan hasil dari permainan bahasa let’s tell a story tersebut di depan kelas. Guru memberikan reward/hadiah kepada siswa yang hasil kemampuan berbicaranya memenuhi kriteria dan sesuai dengan tema. Siswa bertanya jawab mengenai materi yang masih belum dipahami. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan pelajaran. Guru membrikan penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Dalam aktivitas pembelajaran kemampuan berbicara dengan menggunakan Permainan
pahasa Let’s Tell A Story, ada 20 indikator. rata-rata skor yang di dapat yaitu 75.55. Hasil tes pada kemampuan berbicara dengan menggunakan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story masih belum mencapai ketuntasan dengan rerata nilai yaitu 64.64. Siklus II Berikut ini rencana yang telah disusun oleh guru dan peneliti yang akan dilaksanakan pada siklus tahap II : a) Menyusun rencana perbaikan dengan materi kemampuan berbicara. b) Membuat evaluasi. c) Membuat instrument penelitian serta lembar observasi yang akan dipakai pada kegiatan belajar belajar di siklus tahap II. Pelaksanaan tindakan ini disesuaikan dengan apa yang sudah direncankan pada tahap siklus I. Tindakan pada siklus tahap II ini diuraikan sebagai berikut : sebelum memulai pembelajaran guru mengucapkan salam dan berdoa bersama siswa, mengkondisikan siswa dan memberikan apersepsi untuk memunculkan semangat belajar siswa. Guru menjelaskan tujuan kegiatan belajar mengajar yang harus dicapai. Guru menyampaikan materi persoalan faktual tentang kesehatan. Dan menggunakan media gambar dalam pembelajaran, guru memilih sebuah gambar beberapa masalah kesehatan seperti penyakit demam berdarah dan masalah kesehatan mata. Siswa mencari tahu tentang apa yang mereka perhatikan pada gambar tersebut. Guru meminta siswa untuk menanggapi apa yang telah diulas guru bersamaan denagn gambar yang telah ditempel. Siswa mulai berbicara mengenai penyebab, pengaruh, solusi serta dampak yang ditimbulkan dari masing-masing masalah kesehatan. Selanjutnya, guru membentuk lima kelompok. Dimana masing-masing kelompok mempunyai ketua dan sekretaris yang ditunjuk berdasarkan musyawarah antar anggota kelompok. Setelah terbentuk
6 Rani Rahmah, Widjojoko, Firman Robiansyah. Penggunaan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa. kelompok dengan ketua dan sekretaris didalamnya, guru menjelaskan sebuah permainan bahasa yaitu let’s tell a story. Permainan ini diawali dengan guru yang memberikan topic bencana alam kepada setiap kelompok, setiap anggota kelompok harus memberikan tanggapan mengenai hal tersebut meliputi penyebab, pengaruh, dampak dan solusi berkaitan dengan masalah kesehatan tersebut. Pada proses ini, guru mengamati dan menilai bagaimana siswa berbicara. Selama proses berbicara itu pula sekretaris diminta mencatat setiap kata serta kalimat yang diucapkan oleh anggota masing-masing. Menggabungkan setiap kalimat dan kata menjadi sebuah karangan bebas. Dan selanjutnya siswa membacakan hasil dari permainan bahasa let’s tell a story tersebut di depan kelas. Guru memberikan reward/hadiah kepada siswa yang hasil kemampuan berbicaranya memenuhi kriteria dan sesuai dengan tema. Siswa bertanya jawab dengan guru terkait pelajaran yang telah dilakukan. Guru dan siswa menyimpulkan bersama pelajaran yang telah dilaksanakan. Guru memberikan penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Pelaksanaan tindakan ini disesuaikan dengan apa yang sudah direncankan pada tahap siklus I. sebelum memulai pembelajaran guru mengucapkan salam dan berdoa bersama siswa, mengkondisikan siswa dan memberikan apersepsi untuk memunculkan semangat belajar siswa. Guru menjelaskan tujuan kegiatan belajar mengajar yang harus dicapai. Guru menyampaikan materi persoalan faktual tentang kesehatan. Dan menggunakan media gambar dalam pembelajaran, guru memilih sebuah gambar beberapa masalah kesehatan seperti penyakit demam berdarah dan masalah kesehatan mata. Siswa mencari tahu tentang apa yang mereka perhatikan pada gambar tersebut. Guru meminta siswa untuk menanggapi apa yang telah diulas guru bersamaan denagn gambar yang telah ditempel. Siswa mulai
berbicara mengenai penyebab, pengaruh, solusi serta dampak yang ditimbulkan dari masing-masing masalah kesehatan. Selanjutnya, guru membentuk lima kelompok. Dimana masing-masing kelompok mempunyai ketua dan sekretaris yang ditunjuk berdasarkan musyawarah antar anggota kelompok. Setelah terbentuk kelompok dengan ketua dan sekretaris didalamnya, guru menjelaskan sebuah permainan bahasa yaitu let’s tell a story. Permainan ini diawali dengan guru yang memberikan topic bencana alam kepada setiap kelompok, setiap anggota kelompok harus memberikan tanggapan mengenai hal tersebut meliputi penyebab, pengaruh, dampak dan solusi berkaitan dengan masalah kesehatan tersebut. Pada proses ini, guru mengamati dan menilai bagaimana siswa berbicara. Dalam aktivitas pembelajaran kemampuan berbicara dengan menggunakan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story siswa, ada 20 aspek penilaian. Jumlah skor yaitu 82 dengan rerata 82 %. Dengan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Permainan Bahasa Let’s Tell A Story pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pada kemampuan berbicara di kelas V SD Negeri Cipocok Jaya 2 dapat meningkatkan aktivitas belajar mengajar dikelas. Hasil penelitian yang dilakukan dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran kemampuan berbicara. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan Permainan Bahasa Let’s Tell A Storyyang digunakan pada kegiatan pembelajaran kemampuan berbicara. Dengan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story guru bisa secara menyenangkan mengajarkan pembelajaran bahasa Indonesia pada kemampuan berbicara karena lebih menarik perhatian anak-anak pada masa bermain ini. Dengan adanya interaksi pada siswa serta guru maka pembelajaran tidak melulu memusatkan guru namun guru pun mempunyai peran sebagai motivator dan fasilitator yang membantu siswa untuk
7
Kalimaya, Volume 4, Nomor 2, Agustus 2016 mengembangkan Keterampilan siswa dalam kemampuan berbicara. Dengan demikian dapat meningkatkan pembelajaran dikelas. Dalam penelitian ini juga masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan masih terdapat kekurangan serta keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian ini. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya adalah keterbatasan pada alat ukur, proses pemberian tindakan, serta kurang lamanya waktu dalam melakukan penelitian. Hasil penelitian ini bisa dimanfaatkan oleh guru dan sekolah untuk meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajar menggunakan metode pembelajaran yang menyenangkan sehinga pembelajaran akan berjalan lancer dan mudah diserap ilmunya oleh peserta didik. Oleh karena itu diharapkan kegiatan belajar mengajar disekolah dituntut untuk lebih kreatif dalam memecahkan masalah yang ada.
Disarankan kepada guru untuk menggunakan permainan bahasa let’s tell a story karena metode tersebut dapat membuat siswa lebih termotivasi dan semangat dengan cara yang menyenangkan. Semua tergambar ketika penelitian tindakan kelas menggunakan permainan bahasa let’s tell a story. DAFTAR PUSTAKA Tarigan, Henry Guntur. (2013). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.Bandung: Angkasa Subana M.; Sunarti. (2000). Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia.Bandung: Pustaka Setia Uno, Hamzah B., dkk. (2011). Menjadi Peneliti PTK yang
KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan dalam penelitian ini adalah Permainan Bahasa Let’s Tell A Story merupakan model yang dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran kemampuan berbicara di kelas V SD Negeri Cipocok Jaya 2 Serang. Ini tergambar dari hasil observasi yang memperlihatkan adanya peningkatan pembelajaran kemampuan berbicara pada tahap pra siklus dikategorikan kurang baik, kemudian pada tahap siklus jumlah skor pada kegiatan pembelajaran siklus I adalah 75dengan rata-rata 75 mendapat ktriteria penilaian baik, serta yang terakhir pada tahap siklus II adalah 82 dengan rata - rata 82 kriteria penilaian sangat baik. Berdasarkan pemaparan tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story terbukti dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran serta keterampilan siswa dalam Kemampuan berbicara.
Profesional.Jakarta: Bumi Aksara Arifin, Zainal. (2012). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya Susanto, Ahmad. (2015). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Prenadamedia Group Hafrison, Mohd. (2008). Permainan dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara di Kelas Rendah Sekolah Dasar: Sebuah Alternatif Model Pembelajaran Bahasa Bernuansa Psikolinguistik. Vol 9.
8 Rani Rahmah, Widjojoko, Firman Robiansyah. Penggunaan Permainan Bahasa Let’s Tell A Story Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Siswa.