MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 62/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA KAMIS, 25 AGUSTUS 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 60/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran [Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 61 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Alem Febri Sonni 2. Fajar Arifianto Isnugroho 3. Achmad Zamzami ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Kamis, 25 Agustus 2016 Pukul 11.16 – 12.03 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) I Dewa Gede Palguna 2) Aswanto 3) Maria Farida Indrati Yunita Rhamadani
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Alem Febri Sonni 2. Fajar Arifianto Isnugroho 3. Arie Andyka
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.16 WIB 1.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Sidang dalam rangka pemeriksaan pendahuluan untuk Perkara Nomor 62/PUU-XIV/2016 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saudara Pemohon, pertama-tama atas nama Mahkamah, saya mohon maaf karena keterlambatan ini bukan disebabkan oleh kesengajaan, tetapi karena baru 5 menit yang lalu kami selesai dengan Rapat Permusyawaratan Hakim, dan karena banyaknya perkara yang datang setiap bulan sehingga hampir setiap hari kami selalu ada Rapat Permusyawaratan Hakim mulai dari jam 09.00 WIB sampai dengan jam 11.00 WIB, tapi tadi karena diskusinya cukup intensif sehingga harus memakan waktu Saudara sampai kurang-lebih 20 menit. Jadi atas nama Mahkamah, kami mohon maaf. Silakan diperkenalkan dulu siapa saja yang hadir dalam persidangan sekarang.
2.
PEMOHON: ARIE ANDYKA Assalamualaikum wr. wb. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, perkenankan kami memperkenalkan diri. Saya Arie Andyka, Warga Negara Indonesia, pekerjaan swasta, lahir 7 Oktober 1986 di Palopo Sulawesi Selatan. Sebelah saya (…)
3.
PEMOHON: ALEM FEBRI SONNI Assalamualaikum wr. wb. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, perkenalkan saya, saya Warga Negara Indonesia bernama Alem Febri Sonni, saya beralaman di Citra Garden Blok B II, Kabupaten Goa, Sulawesi Selatan, pekerjaan pegawai negeri sipil, terima kasih.
4.
PEMOHON: FAJAR ARIFIANTO ISNUGROHO Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, perkenalkan saya Fajar Arifianto Isnugroho, Warga Negara Indonesia, lahir di Surabaya 4 Oktober 1974, beralamat di Perumahan (suara tidak terdengar jelas) Indah Jalan Agro (suara tidak terdengar jelas) Nomor 40 Waru, Sidoarjo, Jawa Timur. Terima kasih.
iii
5.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Baik. Kami sudah menerima permohonan Saudara, Saudara Pemohon ini semua tidak menggunakan kuasa hukum, ya? Tidak masalah karena dalam memang kita ... di Mahkamah Konstitusi memang tidak mengharuskan Saudara diwakili oleh kuasa hukum, bisa Saudara datang sendiri walaupun juga tidak dilarang kalau Saudara menggunakan kuasa. Nah, oleh karena itu, saya atau kami ingin mendengarkan dulu pokok-pokok permohonan ini, tidak perlu dibaca seluruhnya karena kami sudah membaca permohonan Saudara selengkapnya, cukup disampaikan poin yang menjadi permohonan Saudara. Terutama pertama soal ... kalau soal kewenangan karena ini pengujian undang-undang enggak perlu lagi diuraikan karena memang kami berwenang untuk itu. Soal legal standing, nah itu yang penting untuk diuraikan, kerugian hak konstitusional Saudara, dan alasan mengapa Saudara menganggap ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, itu tiga hal, dan terakhir tentu saja petitumnya apa yang Saudara minta dari Mahkamah untuk diputus. Itu saja, silakan siapa yang akan menyampaikan? Oke.
6.
PEMOHON: ARIE ANDYKA Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, dalam kesempatan yang berbahagia ini izinkan kami menyampaikan ringkasan dari permohonan yang kami ajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk menguji dan meminta penafsiran konstitusional Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, serta gugatan hak konstitusional warga negara terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28F, Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahwa kami menilai terjadi pelanggaran terhadap hak konstitusional, hak asasi Para Pemohon akibat pelaksanaan dari suatu penafsiran yang keliru terhadap Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Dalam pelaksanaan proses seleksi calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia periode 2016-2019, kekeliruan penafsiran tersebut juga dinilai berdampak sistemik terhadap kemerdekaan pers dan sistem demokrasi penyiaran di Indonesia. Bahwa Para Pemohon adalah perseorangan Warga Negara Republik Indonesia yang memiliki syarat yang cukup sesuai untuk menjadi anggota Komisi Penyiaran Indonesia periode 2016-2019 untuk dapat mengikuti dan dipilih sebagai anggota Komisi Penyiaran Indonesia. 2
Di antara Para Pemohon adalah perseorangan yang telah memperoleh rekomendasi dari masyarakat sebagai syarat utama untuk mengikuti proses seleksi anggota KPI. Pemohon yang berasal dari anggota masyarakat adalah kelompok masyarakat yang memiliki hak yang dijamin undang-undang dan telah menggunakan hak tersebut untuk mendukung calon anggota KPI, namun telah dirampas haknya akibat kesalahan prosedural dalam proses seleksi KPI pusat periode 2016-2019. Bahwa dengan demikian, Para Pemohon secara yuridis formal memiliki kedudukan hukum sebagai pihak dalam Pengujian UndangUndang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran terhadap UndangUndang Dasar Tahun 1945. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia, sebagai pengantar pokok, izinkan kami Para Pemohon menyampaikan dan menguraikan paparan sebagai berikut. Tahun 1998 gerakan reformasi hanya mengubah tatanan sistem pemerintah itu (…) 7.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Tidak usahlah, ya. Langsung saja ke pokok permohonan karena nanti jadi anu … jadi terlalu panjang. Itu kita semua sudah memahami. Silakan ke poinya saja.
8.
PEMOHON: ARIE ANDYKA Terima kasih, maaf, Yang Mulia. Sebagai lembaga yang dibentuk oleh … sebagai lembaga negara yang dibentuk untuk mewakili kepentingan masyarakat terhadap penyiaran, Undang-Undang Penyiaran secara jelas mengatur proses pemilihan Anggota KPI harus dilaksanakan berdasarkan pada Pasal 10 ayat (2), yaitu Anggota KPI Pusat dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan KPID dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatuhan dan kelayakan secara terbuka. Pasal ini merupakan satu-satunya aturan tentang bagaimana metode atau bagaimana mekanisme prosedural yang harus dilakukan DPR untuk menilai Calon Anggota KPI dalam Undang-Undang Penyiaran. Secara tegas mengatur bahwa yang berhak memilih Anggota KPI adalah Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya pasal ini menganut pula secara jelas tentang bagaimana mekanisme syarat untuk … yang harus dilakukan oleh DPR dalam melakukan pemilihan Anggota KPI Pusat. Pasal ini memberi tiga syarat prosedural. Yaitu calon adalah atas usul masyarakat. Yang kedua, melalui uji kepatutan dan kelayakan. Yang ketiga, dilakukan secara terbuka. Syarat pertama adalah atas usul masyarakat. Tentu saja harus diartikan bahwa secara prosedural, Calon Anggota KPI harus merupakan usulan masyarakat yang diajukan kepada 3
DPR sehingga peluang untuk menjadi Anggota KPI walaupun telah memiliki syarat Pasal 10 ayat (1) hanya dapat terpenuhi apabila calon anggota tersebut diusulkan oleh masyarkat kepada DPR. Jika tidak memperoleh usulan masyarakat, maka seseorang tidak bisa mendaftar sebagai Calon Anggota KPI. Oleh karena itu, DPR harus … dalam proses seleksi harus terlebih dahulu dan seharusnya menerima berkas permohonan yang diajukan berdasarkan usulan masyarakat, dan tidak bersifat individu. Hal ini untuk menjamin bahwa Anggota KPI karena sifatnya mewakili masyarakat adalah yang memperoleh pengakuan atas kompetensi berupa kepedulian, pengetahuan, pengalaman dalam bidang penyiaran dari elemen masyarakat. Sehingga dinilai oleh masyarakat layak untuk dicalonkan. Pencalonan Anggota KPI tidak bersifat individual atau perseorangan karena Anggota KPI adalah wakil masyarakat terhadap penyiaran. Syarat yang kedua, melalui uji kepatutan dan kelayakan. Mengandung arti bahwa calon yang diusulkan masyarakat tersebut harus terlebih dahulu melalui proses uji kepatutan dan kelayakan sebelum akhirnya ditetapkan sebagai Anggota KPI. Frasa ini juga mengandung arti bahwa setiap calon yang diusulkan masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk dinilai melalui uji kepatutan dan kelayakan oleh DPR. Dengan pengertian lain bahwa seseorang Calon Anggota KPI yang diusulkan masyarakat hanya dapat dinyatakan tidak terpilih sebagai Anggota KPI setelah melalui proses uji kepatutan dan kelayakan di DPR. Yang ketiga, syarat prosedural uji kepatuhan dan kelayakan dilengkapi dengan frasa secara terbuka. Hal ini mengandung bahwa … mengandung arti bahwa setiap kelompok masyarakat yang telah mengusulkan kandidat calonya dapat melihat secara langsung bagaimana proses seleksi tersebut dan dapat mengetahui bagaimana calonya dinyatakan terpilih atau tidak dipilih oleh DPR. Konsep ini sangat sesuai dengan asas transparansi dalam sistem pemerintahan yang baik dan sistem demokrasi. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia. melengkapi mekanisme prosedural pemilihan Anggota KPI, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran telah menganut pula dalam Pasal 61 ayat (2) tentang posisi pemerintah dalam pemilihan Anggota KPI. Pasal 61 ayat (2) tersebut berbunyi, “Untuk pertama kalinya pengusulan Anggota KPI diajukan oleh Pemerintah atas usul masyarakat kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.” Secara empirik dan normatif, peraturan ini tidak hanya diberlakukan pada awal pembentukan KPI. Mengingat mandatnya adalah kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam pembentukan KPI daerah di seluruh Wilayah Provinsi Indonesia, yang saat ini sudah terbentuk di 33 provinsi kecuali di Kalimantan Utara karena provinsi masih baru, pasal ini 4
digunakan. Artinya pada saat awal pertama kali pembentukan KPI, pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengajukan usulan calon anggota KPI. Mekanismenya juga sama, yaitu atas usulan masyarakat dan selanjutnya diserahkan kepada DPR dan DPRD. Frasa kalimat untuk pertama kalinya secara normatif tentu saja harus diartikan bahwa keterlibatan pemerintah dalam pengusulan dan bahkan proses pemilihan anggota KPI dibatasi hanya pada proses yang pertama kali saat pembentukan KPI, baik itu di pusat maupun di daerah. Ini berarti pemerintah seharusnya tidak lagi terlibat dalam proses pengusulan atau pemilihan anggota KPI periode kedua atau pun periode selanjutnya. Pasal ini (suara tidak terdengar jelas) oleh konsep dan norma independency KPI yang diatur secara khusus dan menjadi filosofi utama Undang-Undang Penyiaran. KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independent tidak boleh bergantung pada kepentingan kekuasaan dan industri. Pasal ini juga implisif, menegaskan bahwa DPR wajib menjaga independency KPI agar tidak terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan lain selain untuk kepentingan masyarakat. Mengingat di Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran serta mekanisme prosedural yang diatur dalam Pasal 10 ayat (2), maka dapat pula ditegaskan bahwa sesunggunya proses pemilihan anggota KPI tidak dikenal adanya melalui mekanisme panitia seleksi. Hal ini berbeda dengan lembaga-lembaga negara lainnya yang selalu mengatur adanya mekanisme melalui panitia seleksi, serta pihak yang diberikan kewenangan untuk membentuk panitia … panitia seleksi, beserta rincian tugas dan kewenangan panitia seleksi. Sebagai contoh, di Komisi Pemberantasan Korupsi, pada Pasal 30 ayat 1 undang-undang tentang (…) 9.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Oke. Itu … itu contoh-contohnya, ya, di (suara tidak terdengar jelas), Ombudsman, KPU, dan sebagainya. Terus, apa poin yang mau Saudara sampaikan dengan contoh-contoh itu? Poinnya apa yang Saudara anu … dengan perbandingan itu? Itu yang saya kira penting.
10.
PEMOHON: ARIE ANDYKA Atas dasar hak (suara tidak terdengar jelas) warga negara tersebut, panitia seleksi tidak memiliki hak atau kewenangan untuk memilih apalagi menolak calon anggota KPI yang merupakan usulan masyarakat. Sebaliknya, jika Dewan Perwakilan Rakyat menyerahkan hak memilih dan menggugurkan calon anggota masyarakat kepada suatu panitia seleksi yang tidak memiliki dasar hukum tersebut, maka DPR dapat tidak … dapat … dapat dinilai tidak melaksanakan tugas dan 5
kewajiban konstitusionalnya dan/atau bahkan telah melanggar syarat prosedural … prosedural yang diatur dalam Pasal 10 ayat (2) UndangUndang Penyiaran. 11.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Oke. Jadi, poinnya sebenarnya sudah bisa ditangkap. Nah, sekarang apa yang … yang kemudian Saudara sampaikan di sini? Kan sudah menyangkut uraian dari poin-poin persyaratan itu kan (…)
12.
PEMOHON: ARIE ANDYKA Ya.
13.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Kalau yang di tengah ini. Saya kira, itu poin utama dari permohonan ini adalah seperti yang sudah Saudara sampaikan tadi. Kalau kami menangkapnya seperti itu. Kecuali, ada hal penting lagi yang perlu disampaikan, yang tidak berkaitan dengan uraian dari masingmasing poin itu sebagaimana Saudara sampaikan, khususnya dari halaman 16 sampai sebelum kesimpulan itu. Itu kan sebenarnya pendalamannya dari itu kan (…)
14.
PEMOHON: ARIE ANDYKA Ya.
15.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Kalau … kalau saya inikan … ada enggak hal penting lain yang mendasar? Kira-kira yang mau disampaikan selain tadi alasan pokok yang sudah Saudara sampaikan tadi itu? Kalau tidak ada, mungkin bisa langsung ke petitum. Apa yang Saudara minta dari Mahkamah ini untuk diputus?
16.
PEMOHON: ARIE ANDYKA Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, kekeliruan pemahaman dan penafsiran yang dilakukan terhadap Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Penyiaran telah mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam proses seleksi anggota KPI Pusat Periode 2016-2019. Sehingga Para Pemohon mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memberikan tafsir yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan melarang adanya tafsir 6
yang berbeda terhadap Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 61 ayat (2) UndangUndang Penyiaran. Bahwa akibat dari kekeliruan dalam menafsirkan mekanisme pemilihan anggota KPI, terutama dalam pelibatan pemerintah, telah mengancam prinsip-prinsip demokrasi sebagai landasan utama UndangUndang Penyiaran dan yang merupakan sistem penyelenggaraan Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UndangUndang Dasar Tahun 1945. Ancaman terhadap prinsip demokrasi juga ditandai oleh adanya potensi pengekangan kemerdekaan pers yang telah dijamin dalam Pasal 28F Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang ketiga. Bahwa kesalahan proses tersebut telah berdampak pada pelanggaran hak-hak konstitusional warga negara, khususnya hak warga negara bersamaan kedudukannya dalam … di dalam hukum dan pemerintahan yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kemudian, melanggar hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum serta hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan yang diatur dalam Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Selanjutnya, hak kebebasan dalam perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang 1945 ... Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Terakhir, perlakuan terhadap pembatasan dalam menjalankan hak dan kebebasannya yang hanya dapat dibatasi oleh pembatasan yang ditetapkan dalam ... dengan undang-undang sesuai Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, Para Pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim konstitusi agar berkenan memberikan putusan sebagai berikut. • Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan Para Pemohon. • Menyatakan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran adalah konstitusional bersyarat dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28I ayat (2) UndangUndang Dasar Tahun 1945 harus ditafsirkan bahwa setiap calon anggota KPI hanya dapat dipilih jika merupakan usulan masyarakat dan setiap calon usulan masyarakat yang memenuhi syarat administratif, hanya dapat digugurkan setelah dilakukan uji kepatutan dan kelayakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. • Menyatakan Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran adalah konstitusional bersyarat dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28F, Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang 7
Dasar Tahun 1945 sejauh frasa pertama kali diartikan dengan Pemerintah tidak dapat terlibat dalam proses seleksi anggota KPI pada periode setelah pembentukan KPI periode yang pertama. • Menyatakan bahwa penambahan syarat usia dalam proses seleksi anggota KPI Pusat periode 2016-2019 telah melanggar hak-hak konstitusional warga negara dan hak asasi manusia yang diberikan berdasarkan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28I ayat (1) ... ayat (2), dan Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. • Menyatakan bahwa proses seleksi anggota KPI periode 2016-2019 yang dilaksanakan telah melanggar hak konstitusional warga negara sehingga dapat berakibat terpilihnya anggota KPI Pusat yang tidak memperoleh kepercayaan masyarakat dan berpotensi menyebabkan penyelenggara negara yang dilaksanakan tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan konstitusi serta mengancam kemerdekaan pers. Untuk itu, Mahkamah Konstitusi meminta untuk dilakukan pemilihan ulang sesuai dengan penafsiran yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi. Kami berpendapat bahwa apa yang kami sampaikan dan mohonkan kepada Mahkamah Konstitusi Yang Mulia adalah permohonan untuk menguji dan meminta penafsiran pasal konstitusional ... Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan gugatannya konstitusional warga negara terhadap Pasal 1 ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28F, Pasal 28I, dan Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dan kami berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili perkara ini dan mempunyai legal standing untuk mengajukan perkara ini ke Mahkamah Konstitusi. Dan kami sudah melampiri permohonan dengan bukti-bukti dan akan mengajukan Ahli yang akan dimajukan ke persidangan selanjutnya. 17.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Saya kira itu enggak usah dulu, ya. Nanti kita (...)
18.
PEMOHON: ARIE ANDYKA Terima kasih, Yang Mulia.
19.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, terima kasih. Ya, terima kasih juga Saudara sudah menyampaikan poin dari permohonan Saudara. Sebagaimana diperintahkan oleh undang-undang, Pasal 39, kami Para Hakim wajib di ... memberikan nasihat-nasihat kepada Pemohon agar terdapat kejelasan 8
demi kepentingan Pemohon sendiri. Tetapi, sebagaimana layaknya nasihat tentu nanti Pemohon sendiri yang mempunyai kewenangan ... kekuasaan untuk menggunakan apakah ... memakai atau tidak nasihat dari, dari, dari Mahkamah. Nah, pertama begini, sebelum kami menyampaikan ... meminta pendapat kepada Yang Mulia para anggota Panel, saya dulu akan menggunakan kesempatan ini. Dari awal dulu, dari perihal permohonan itu sebaiknya tidak … cantumkan saja permohonan perihalnya itu permohonan pengujian, ya, Pasal 10 dululah biar berurut Pasal 10 ayat (2), Pasal 61 ayat (2), enggak usah dikasih anu itu. Bahwa substansinya nanti dalam permohonan Saudara ada minta penafsiran, ada poinnya di situ ada semacam gugatannya, itu adalah diuraikan di pokok permohonan. Tapi, kewenangan Mahkamah itu kan gini, kewenangan untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945, itulah yang ditonjolkan di sini, itulah permohonan pengujian Pasal 10 ayat (2), Pasal 61 ayat (2) itu yang ditekankan. Saudara, di sini kalau saya lihat permohonannya secara substansi di dalamnya Saudara sudah menguraikan alasan permohonan diajukan dan cukup baik. Tetapi yang justru masih sumir adalah apa hak konstitusional Saudara yang dirugikan itu, diuraian tentang legal standing-nya itu yang belum tampak. Hak apa yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dirugikan oleh berlakunya norma undang-undang yang Saudara mohonkan pengujian? Itu yang belum terdapat uraiannya di sini. Mungkin nanti itu akan berhimpitan dengan uraian Saudara tentang pertentangan dari norma yang Saudara mohonkan pengujian ini dengan Undang-Undang Dasar. Tetapi di depan sebagaimana perintah Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan ditegaskan dalam putusan-putusan MK (Mahkamah Konstitusi) Saudara harus menguraikan dulu dalam kedudukan Saudara dalam perseorangan warga negara Indonesia, apa kerugian hak konstitusional yang Saudara derita akibat berlakunya undang-undang ini. Itu dulu diawali legal standing. Nah, setelah itu baru Saudara mengajukan pokok permohonan, yaitu yang membicarakan apa alasannya sehingga Saudara menganggap pasal yang Saudara ajukan pengujian ini bertentangan dengan UndangUndang Dasar? Nah, itu di … di alasan … di alasan permohonan. Nah, tadi secara lisan pun Saudara belum tampak sebenarnya hak konstitusional apa yang Saudara yang di … yang Saudara miliki yang dirugikan atau menurut anggapan Saudara yang dirugikan oleh berlakunya undang-undang ini? Itu yang tentang legal standing. Nah, dan memang itu pada umumnya permohonan yang memerlukan perbaikan dalam … dalam permohonan apapun, bahkan termasuk oleh lawyer yang sudah berpengalaman pun memang di situ kadang-kadang ada uraian yang kurang. 9
Kemudian di dalam petitum. Dalam petitum itu secara teknis harusnya Saudara menuliskan begini, misalnya, oke, yang pertama menerima dan mengabulkan seluruh permohonan Para Pemohon. Kemudian yang kedua, misalnya satu-satu saja, menyatakan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 dan seterusnya, ya, tentang penyiaran dan seterusnya adalah bertentangan dengan UndangUndang Dasar, cukup begitu saja. Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Enggak usah lagi disebut pasal Undang-Undang Dasarnya itu kan sudah Saudara uraikan di dalam posita. Misalnya kalau mau konstitusional bersyarat, sepanjang tidak diartikan begini, misalnya, atau sepanjang diartikan begini. Terserah itu pilihan Saudara nanti. Kalau ini maunya kan inkonstitusional bersyarat kan? Kalau Saudara ini. Itu harus. Kemudian poin yang keduanya masih pasal yang sama, menyatakan Pasal 10 ayat (2) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diartikan begini atau sepanjang tidak diartikan begini, seperti poin 1-nya tadi. Nah, baru masuk kemudian ke Pasal 61. Kan Saudara minta ini dua pasal, ini kan? Dua Pasal yang masing-masing 1 ayat itu. Sama formatnya. Pasal 61 ayat (2), misalnya, kalau Saudara juga minta konstitusional bersyarat atau inkonstitusional bersyarat seperti itu juga. Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dartikan begini, atau sepanjang tidak ditafsirkan begini, atau sepanjang justru sepanjang ditafsirkan begini, gitu misalnya. Itu bertentangan. Itu pilihannya terserah Saudara. Nah, poin berikutnya yang penting untuk disampaikan adalah Mahkamah ini tidak mengadili perkara konkret. Nah itu. Oleh karena itu, permohonan Saudara pada apa namanya … pada dot ke-4 dan ke-5 itu, itu sulit untuk dikabulkan karena dua hal. Pertama kita tidak mengadili perkara konkret, ya. Ya berdoalah kalau ke depan Mahkamah mempunyai kewenangan constitutional complain, begitu ya. Justru itu hambatannya kami selama ini. Yang kedua putusan Mahkamah itu tidak berlaku surut, berarti berlaku sejak diputuskan dalam sidang terbuka untuk umum. Oleh karena itu dia tidak retro aktif. Jadi, si … itu yang menyebabkan poin ke-4 dan poin ke-5 dari anu Saudara dari … dari permohonan Saudara ini di petitumnya itu pasti akan sulit untuk dipenuhi. Oleh karena itu, tidak perlulah dicantumkan, gitu kan. Nah, itu dalam koreksian saya demikian. Silakan Yang Mulia yang lain. Prof. Aswanto dulu atau apa Yang Mulia dulu? Prof. Aswanto dulu. Yang Mulia Prof. Aswanto. 20.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Ketua membaca dengan cermat permohonan Saudara ini. memberi saran, saya ingin
Yang Mulia. Saudara Pemohon, ya, saya apa yang Saudara paparkan di dalam Namun, sebelum saya mengajukan atau klarifikasi dulu di petitum Saudara ada di 10
bagian petitum Saudara menyatakan bahwa penambahan syarat usia dalam proses seleksi yang anggota KPU pusat periode 2016 telah melanggar, ini usia berapa tahun ini? Saya coba cermati pasal per pasal kelihatannya enggak ada ketentuan usia di undang-undang, ya? Di mana dasarnya usia itu? 21.
PEMOHON: ARIE ANDYKA Berdasarkan putusan pansel, Yang Mulia.
22.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Nah, kalau keputusan pansel bukan kewenangannya. Bukan kewenangannya Mahkamah karena Mahkamah punya kewenangan uji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Jadi, kami enggak boleh menguji. Bukan kewenangan kita yang tidak tercantum di dalam undang-undang, gitu. Makanya saya coba sisir mulai Pasal 1 sampai terakhir kok enggak ada ketentuan mengenai batas usia, gitu. Lalu kalau kemudian ada penambahan, ya mungkin Saudara bisa mengkomplain itu, tapi komplainnya enggak ke Mahkamah, gitu. Mungkin ada tempat lain yang lebih tepat yang punya kewenangan untuk Saudara tempati komplain terhadap penambahan usia karena di undang-undang tidak ada, tidak ditentukan atau tidak dipersyaratkan, tidak ada usia yang dipersyaratkan untuk menjadi calon anggota KPI ini. Lalu kemudian, di petitum juga ya ... di petitum, mungkin sebaiknya nanti dikasih nomor petitumnya ya, jangan bundar-bundar gitu, ya. Petitum nomor 1, jadi sudah disarankan, ndak usah ada kata menerima karena ini kan, kita sudah terima untuk diperiksa, kalau dikabulkan ya, sudah jelas nanti diterima juga, kan? Jadi yang lazim itu di petitum pakai angka. 1. Mengabulkan seluruh permohonan Para Pemohon. Jadi, tidak usah menerima, gitu. Nah kemudian, setelah saya mencoba membaca dan menyimak benar apa yang Saudara inginkan, Saudara meminta bahwa setiap … jadi, Saudara meminta agar Pasal 10 ayat (2) itu dimaknai atau ditafsirkan, “Setiap calon anggota hanya dapat dipilih jika merupakan usulan masyarakat dan setiap calon usulan masyarakat yang memenuhi syarat administratif hanya dapat digugurkan setelah dilakukan uji kepatutan dan kelayakan Dewan Perwakilan Rakyat.” Nah ini menjadi … apa namanya ... kalau di Pasal 10 ayat (2) itu kan, bukan hanya pusat, tapi juga daerah. Saudara malah menghilangkan, ndak ada lagi nanti KPI daerah. Kalau keinginan Saudara ini dikabul, nanti enggak ada KPI daerah karena di pasal ... di Pasal 10 undang-undang itu bunyinya begini, Pasal 10 itu bunyinya begini, “Anggota…” Pasal 10 ayat (2), “Anggota KPI pusat dipilih oleh Dewan 11
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan KPI daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka.” Nah, Saudara meminta supaya norma yang ada di dalam Pasal 10 ayat (2) itu dimaknai, “Setiap calon anggota ....” Anggota mana gini? Ini Saudara tidak menentukan lagi, hilang ini … apa namanya ... kalau yang Saudara maksud hanya KPU pusat, hilang KPI karena di bawah Saudara mencantumkan Dewan Perwakilan Rakyat, berarti cuma KPI pusat ini. 23.
PEMOHON: ARIE ANDYKA Ya.
24.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO KPI daerah menjadi hilang, gitu. Lalu sebenarnya, coba nanti renungkan kembali. Apakah makna yang terkandung di dalam kalimat yang Saudara usulkan itu? Itu tidak sama dengan makna yang terkandung di dalam kalimat Pasal 10 ayat (2) karena Pasal 10 ayat (2) itu menginginkan agar anggota KPI baik pusat maupun daerah, itu ada usul dari masyarakat. Lalu, usul dari masyarakat itu kemudian dilakukan fit and proper test oleh DPR pusat untuk KPI pusat, DPRD, untuk provinsi gitu. Nah, persis dengan yang Saudara sebenarnya. Norma yang Saudara usulkan itu ya sama itu, cuma malas Saudara menghilangkan enggak ada lagi KPI daerahnya nanti. Coba nanti Saudara renungkan ya, Saudara renungkan kembali karena mungkin berangkat dari kasus konkret Saudara, ada yang mungkin kita tidak tahu apa kasus konkretnya, tapi mungkin berangkat dari kasus konkret bahwa ada anggota KPI yang melakukan … yang di-fit and proper test mungkin bukan usulan masyarakat, gitu. Atau mungkin tanpa fit, lalu dia dinyatakan gugur atau apa gitu, nah, mungkin seperti itu. Itu implementasi, itu bukan kewenangan kami. Nah, ini koreksi dulu untuk di bagian petitum, nanti tolong Saudara betulkan kembali, gitu ya. Lalu, tadi Yang Mulia Ketua sudah menyampaikan bahwa ya, kita bukan pembuat undang-undang, kita menafsir saja, kita bukan positive legislator. Kita menafsir, gitu. Nah kalau ini Saudara minta ini kita, ini banyak yang ditambah ini, ini bundaran kedua ... bundaran yang tadi, keempat, lima, itu kan, Saudara minta tambah gitu, dan apalagi bukan … bukan materi undang-undang, gitu ya. Itu materi lain, materi yang diatur di ketentuan lain, gitu. Bukan undang-undang. Nah, panjang memang permohonan Saudara. Kami memahami bahwa Saudara ingin meyakinkan kita bahwa ada sesuatu kesalahan 12
dalam proses, tetapi tadi Yang Mulia Ketua sudah menyampaikan, kita tidak … apa ... kewenangan kita bukan soal implementasi, soal norma. Oleh sebab itu, tolong yakinkan kami ... yakinkan kami bahwa norma yang Saudara minta untuk diuji itu memang menyebabkan hak konstitusional Para Pemohon itu dirugikan, itu yang paling penting. Kalau kami Para Hakim bisa yakin dengan adanya norma ini ternyata hak konstitusional Saudara potensial atau faktual dirugikan, ya, kami bisa mengabulkan permohonan Saudara bahwa ini memang bertentangan dengan norma yang ada di dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 kita, gitu. Jadi poin yang paling penting sebenarnya itu, Saudara menguraikan soal rekrutmen Ombudsman, KPK, KPU, itu boleh saja tapi itu bukan poinnya. Poinnya adalah kerugian konstitusional yang Saudara alami atau potensi kerugian konstitusional yang Saudara alami dengan adanya ketentuan di dalam Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 61 ayat (2), itu yang Saudara harus yakinkan. Kalau kami yakin, oh, ya benar, ini Saudara-Saudara Pemohon ini hak konstitusionalnya potensial dirugikan atau faktual dirugikan dengan adanya ini dan harus ditambah lagi. Saudara harus mengelaborasi juga bahwa kalau norma itu dinyatakan tidak mempunyai kekuatan mengikat atau dibatalkan oleh Mahkamah, kerugian konstitusionalnya atau potensi kerugian konstitusional itu menjadi tidak terjadi, gitu. Itu yang paling penting Saudara yakinkan. Nah, satu lagi, Yang Mulia. Ini tadi ada Pemohon yang me ... perseorangan tetapi kemudian membawa nama organisasi gitu, ya, yang ICMI itu. Ya, ini nanti di apa ... di ... dipertegas saja, Anda maju sebagai ... mewakili organisasi atau perseorangan walaupun di atas Saudara sudah menyampaikan bahwa kami perseorangan, gitu. Tapi ada satu Pemohon adalah Majelis Sinergi Kalam ICMI yang diwakili oleh Ketuanya Muhammad Asri, gitu ya. Nah, apakah dia tampil sebagai wakil ketua apa sebagai ketua atau sebagai perorangan? Nah, itu yang harus diklirkan, Yang Mulia? Ya. Karena kalau ... kalau sebagai apa ... sebagai mewakili organisasi berarti yang merasakan kerugian kan organisasi, gitu nanti. Ya, itu saja, Yang Mulia. Terima kasih. 25.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Yang Mulia Prof. Maria.
26.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya, terima kasih. Saya akan menambahkan. Betul tadi dimulainya Pasal 10 baru Pasal 62, ya, ayat itu mohon dituliskan dengan huruf a kecil saja. Kemudian di halaman 3 kewenangan Mahkamah, Anda lupa bahwa Undang-Undang Mahkamah Konstitusi itu sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, sehingga penyebutannya harus 13
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah dengan undang-undang ini. Juga untuk Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, ini selain Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 itu juga telah diubah pada tahun 2009, jadi itu harus dikatakan undang-undang nomor sekian tahun sekian tentang kekuasaan kehakiman yang sebagaimana telah diubah undang-undang selanjutnya, ya. Itu. Kemudian saya melihat di sini bahwa Anda memang kelihatannya memfokuskan bukan hanya pengujian undang-undangnya, tapi constitutional complaint, ya, yang Anda (suara tidak terdengar jelas) dan di sini terlihat sekali bahwa sebetulnya hal ini adalah merupakan implementasi dari peraturan itu. Anda merumuskan dalam halaman 6, poin 5 bahwa Para Pemohon menilai telah terjadi pelanggaran terhadap hak konstitusional dan hak asasi manusia Para Pemohon, akibat pelaksanaan dari suatu penafsiran yang keliru terhadap Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 61 ayat (2). Kalau Anda mau mengajukan syarat pengujian undang-undang, yakinkan kami bahwa dua pasal itulah yang bertentangan karena dari dua pasal itu Anda mempunyai hak konstitusional yang dirumuskan dalam konstitusi. Tapi dengan adanya dua pasal itu hak konstitusional Anda terlanggar. Nah, jadi bukan suatu pelaksanaan bahwa Anda bisa pelaksanaan itu atau implementasi dari undang-undang itu bisa sebagai landasan permohonannya, tapi Anda harus meyakinkan Mahkamah bahwa dua pasal itu bertentangan dengan konstitusi, ya. Kemudian kalau kita melihat di dalam permohonan Anda dan dihubungkan dengan petitum, ya. Kalau kita melihat dalam petitum, Pasal 10 itu syaratnya kan dalam Pasal 10 ayat (2) itu syaratnya adalah Pasal 10 ayat (1). Jadi syarat-syarat anggota KPU adalah ini, ini, ini, begitu. Tapi dengan Anda meng (suara tidak terdengar jelas) petitum yang seperti ini, maka sebetulnya Anda mengubah. Kalau Anda mengatakan dimaknai itu tidak mengubah seluruh pasal, tapi bahwa pasal itu mestinya dimaknai seperti ini, ditafsirkan seperti itu, gitu. Nah, ini menjadi suatu yang kemudian menjadi kehilangan makna. Kalau Anda melihat pada Pasal 61 ayat (2) ... Pasal 10 ayat (2), di sini dikatakan, “Anggota KPI Pusat di pilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan KPI Daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Daerah Provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka.” Anda menyatakan ini konstitusional bersyarat. Kemudian sejauh frasa pertama kali, ini agak menjadi satu hal yang aneh. Kalau Anda mengatakan pertama kali itu diartikan pemerintah tidak dapat terlibat dalam proses seleksi KPI pada periode setelah pemebentukan KPI periode yang pertama. Kemudian yang harus mengajukan ke DPR itu siapa, itu kan? Apa masyarakat kemudian berbondong-bondong ke DPR atau ke DPRD untuk daerah, itu kalau pertama kali itu tentunya ada siapa yang harus mengajukan? KPI adalah lembaga yang membantu pemerintah walaupun sifatnya dia independen, dia tidak boleh dicampuri 14
urusannya, tapi yang mengajukan kan tidak boleh masyarakat langsung datang, kan gitu. Jadi di sini harus dilihat kembali apakah itu tepat atau tidak, ya? Jadi hal-hal itu kemudian yang mengakibatkan petitum Anda baik nomor 1, 2, 3, 4, 5 ini harus diubah kembali. Di ... apa ... kalau Anda mengatakan Pasal 20 ayat (2) itu harus ditafsirkan ini, kalau Anda menafsirkan ini berarti seluruh pasal itu, itu menjadi berubah seperti ini nantinya. Nah, apakah betul ya? Jadi kemudian kalau menyatakan di pemerintah itu tidak dapat terlibat dalam proses seleksi KPI, terus siapa yang mengajukan, ya kan? Anda boleh memaknai pasal ini harus dimaknai seperti ini, tapi apakah dalam kenyataannya pasal itu nanti dapat bisa dilaksanakan karena tidak mungkin kan rakyat kemudian berbondong-bondong kami telah menyetujui ini, ini adalah pilihan kami, gitu. Tentu harus ada yang mengusulkan, begitu ya. Jadi ini yang saya anggap perlu dipertimbangkan antara kesesuaian atau kesamaan antara apa yang Anda mohonkan dalam posita dan kemudian dalam petitum itu harus ada kaitannya dengan erat. Kalau ini dinyatakan bertentangan, maka Anda mengatakan dalam petitumnya pasal ini bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945, kemudian pasal ini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kalau pasal ini dinyatakan harus dimaknai seperti ini, maka harus dinyatakan pasal itu secara keseluruhan dimaknai seperti ini berarti pasal itu diubah sama sekali dan kemudian kita bukan menjadi suatu lembaga yang dikehendaki oleh konstitusi karena kita bukan positif legislator, ya. Jadi ini yang perlu Anda perbaiki dan juga ... apa ... hal yang mengatakan ini pelaksanaan-pelaksanaan, hakim itu akan melihat pada permohonan Anda. Kalau setiap kali Anda mengatakan ini merupakan penafsiran yang keliru dari pelaksana, berarti kita akan mengatakan, “Oh, ini implementasi. Ya sudah enggak terus.” Tapi kalau Anda bisa meyakinkan bahwa dari kesalahan penafsiran itu sebetulnya ada kesalahan dalam peraturan itu sendiri, dalam pasal-pasal itu, maka kita akan bisa diteruskan. Tapi kalau Anda setiap kali mengatakan ini pelaksanaan penafsiran, maka itu nanti kita belum-belum kita sudah mengatakan, “Oh, tidak usah ke pleno,” gitu, ya. Jadi Anda harus meyakinkan pada kami semuanya. Terima kasih, Pak Ketua. 27.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Itu nasihat dari kami, sudah dicatat ya? Baik, kalau begitu. Jadi sudah terang apa yang seharusnya dibuat di dalam permohonan, apa yang Saudara minta. Bagaimana cara merumuskannya tadi sudah jelas semua, apa hal-hal yang kami punyai sebagai kewenangan Mahkamah Konstitusi, apa hal-hal yang tidak supaya Saudara tidak mubazir dalam membuat permohonan, sudah juga disampaikan tadi bahkan secara 15
teknis bagaimana cara membuatnya sudah disampaikan. Apa masih ada yang belum jelas? Cukup. Nah, kalau cukup sesuai dengan hukum acara kepada Saudara Pemohon diberikan waktu untuk menyampaikan perbaikan paling lambat dalam waktu 14 hari dan dengan demikian maka perbaikan permohonan harus sudah kami terima paling lambat pada hari Rabu, tanggal 7 September 2016, pada pukul 10.00 WIB. Jadi hari Rabu, sekali lagi, paling lambat hari Rabu pada tanggal 7 September 2016, pukul 10.00 WIB. Jadi itulah paling lambat Saudara harus sudah menyerahkan perbaikan permohonan. Andaikata sampai tanggal itu Saudara tidak menyerahkan perbaikan permohonan, maka yang dianggap sebagai permohonan adalah yang permohonan ini, ya. Tentu dengan segala kelemahannya. Tetapi andaikata Saudara bisa menyampaikan perbaikan lebih cepat dari itu, tidak dilarang, bahkan itu yang diharapkan sehingga persidangan bisa diteruskan. Demikian, ada lagi yang mau dipertanyakan? 28.
PEMOHON: ARIE ANDYKA Tidak, Yang Mulia.
29.
KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA Baik, kalau demikian maka persidangan sudah selesai dan sidang dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.03 WIB Jakarta, 25 Agustus 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
16