MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 73/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR DAN AHLI PEMOHON (IV)
JAKARTA SELASA, 1 NOVEMBER 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 73/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi [Pasal 22] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. 2. 3. 4. 5.
Tjip Ismail Dian Puji N. Simatupang Machfud Sidik R.M. Sigid Edi Sutomo Darminto Hartono
ACARA Mendengarkan Keterangan DPR dan Ahli Pemohon (IV) Selasa, 1 November 2016 Pukul 11.16 – 12.12 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Arief Hidayat Anwar Usman I Dewa Gede Palguna Suhartoyo Patrialis Akbar Wahiduddin Adams
Fadzlun Budi SN
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Tjip Ismail 2. Sigid Edi Sutomo 3. Machfud Sidik B. Pemerintah: 1. Hotman Sitorus 3. Surdiyanto C. Ahli dari Pemohon: 1. Bagir Manan
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.16 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmanirahim. Sidang dalam Perkara Nomor 73/PUUXIV/2016 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya, Pemohon yang hadir siapa? Saya persilakan.
2.
PEMOHON: TJIP ISMAIL Baik, Yang Mulia Majelis Mahkamah Konstitusi. Dari Pemohon yang hadir saya, Tjip Ismail, sebelah saya, Dr. Machfud Sidik, M.Sc., sebelah saya, Dr. Dian Puji N. Simatupang, dan sebelahnya, Drs. R. M. Sigid Edi Sutomo. Terima kasih.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, dari DPR tidak hadir. Dari Pemerintah siapa yang hadir?
4.
PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS Terima kasih, Yang Mulia. Pemerintah hadir Pak Surdiyanto dan saya sendiri Hotman Sitorus. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Perlu saya sampaikan pada Pemohon dan Pemerintah, persidangan ini hanya dihadiri oleh 6 Hakim karena alasan sesuatu hal ada Hakim yang tugas ke luar negeri dan ada yang izin karena hal yang penting yang tidak bisa masuk kantor sehingga kita hanya berenam. Oleh karena itu, sidang ini adalah sidang Panel yang diperluas dan tidak mengambil putusan hanya mendengarkan keterangan ahli, jadi masih tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pertanyaan saya apakah diteruskan atau ditunda untuk mencapai minimal 7 atau kita bisa melanjutkan, Pemohon?
6.
PEMOHON: TJIP ISMAIL Baik. Dari Pemohon kami siap untuk melanjutkan.
1
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari Pemerintah enggak ada masalah?
8.
PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS Pemerintah tidak ada masalah, Yang Mulia.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, kalau begitu, sidang kita teruskan dengan agenda untuk mendengarkan keterangan Ahli. Saya minta konfirmasi dari Pemohon, Ahli yang dihadirkan Yang Mulia Prof. Dr. Bagir Manan, kemudian Ahli yang menyampaikan keterangan tertulis Prof. Achmad Zen Purba, dan Prof. Satya Arinanto, betul?
10.
PEMOHON: TJIP ISMAIL Betul. Jadi yang dua, Prof. Purba dan Prof. Satya Arinanto memberi keterangan tertulis dan pada hari ini yang kami hadirkan adalah Prof. Bagir Manan.
11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kalau begitu, keterangan terulis dari Prof. Achmad Zen Umar Purba, S.L.L.M dan Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H., M.H. secara tertulis sudah diterima di Mahkamah. Kemudian kita juga sudah menerima keterangan dari Yang Mulia Pak Bagir dan kemudian akan disampaikan secara lisan pada persidangan pada pagi hari ini. Saya persilakan Prof. Dr. Bagir Manan Yang Mulia untuk maju ke depan untuk diambil sumpahnya terlebih dahulu, sumpah secara Islam, rohaniwan muslim … Islam, saya persilakan. Mohon berkenan Yang Mulia Pak Wahiduddin, silakan.
12.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Kepada Yang Mulia Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L. Ahli Pemohon untuk mengikuti penuntunan lafal yang saya tuntunkan. “Bismillahirrahmanirahim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”
2
13.
AHLI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH Bismillahirrahmanirahim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
14.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Terima kasih.
15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Bagir. Terima kasih, Pak Wahid. Silakan, Prof. Langsung bisa di podium, Prof, untuk memberikan keterangan. Di dekat Pemerintah juga enggak apa-apa kok, Prof. Silakan, Yang Mulia Prof. Bagir Manan.
16.
AHLI DARI PEMOHON: BAGIR MANAN Bismillahirrahmanirahim. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Beberapa bulan yang lalu saya juga berdiri di atas mimbar ini di hadapan Para Yang Mulia memberikan keterangan tentang permohonan pengujian masa jabatan hakim pengadilan pajak. Pada hari ini saya berdiri kembali di hadapan Para Yang Mulia untuk memberi keterangan atas masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi dan masa jabatan ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi. Sepanjang mengenai masa jabatan hakim konstitusi permohonan yang sedang disidangkan hari ini walaupun tidak sama, tapi serupa benar dengan permohonan masa jabatan hakim pengadilan pajak yang telah diputus Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Mengingat keserupaan tersebut yang menyangkut persoalan hukum yang serupa saya memohon kesediaan Majelis Yang Mulia untuk memperhatikan keterangan tentang permohonan masa jabatan hakim pengadilan pajak yang saya sampaikan di hadapan Majelis Yang Mulia beberapa bulan yang lalu tersebut. Paling tidak, bagian-bagian dari keterangan tersebut yang bersifat umum yang memang sudah semestinya berlaku pada masa jabatan hakim dari semua lingkungan badan peradilan, termasuk Hakim Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan alasan di atas, saya dalam keterangan ini tidak lagi perlu memberi keterangan secara khusus atau keterangan secara khusus Pasal 22 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang menjadi salah satu objek permohonan ini. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis, mungkin dalam permohonan yang sedang disidangkan ini, ada semacam keraguan Ketua 3
dan Anggota Majelis karena permohonan ini langsung atau tidak langsung menyangkut diri kepada Yang Mulia sebagai Hakim Konstitusi. Sebagai hakim yang sedang menyidangkan permohonan ini, para Yang Mulia khawatir terkena asas yang melarang seorang menjadi hakim bagi perkaranya sendiri atau tersangkut conflict of interest. Menurut saya, keraguan itu mesti dikesampingkan atas dasar alasan-alasan sebagai berikut. Pertama, menguji undang-undang merupakan kekuasaan eksklusif Mahkamah Konstitusi yang tidak dapat dilimpahkan kepada kekuasaan kehakiman lainnya. Setiap permohonan pengujian undang-undang termasuk yang sedang diperiksa sekarang ini hanya dan harus diputus Mahkamah Konstitusi. Kedua, Putusan Mahkamah Konstitusi mempunyai kekuatan atas sifat hukum sebagai preseden atau stare decisis walaupun dalam the civil law system tidak dikenal sistem preseden atau stare decisis, tetapi khusus untuk Putusan Mahkamah Konstitusi seperti Mahkamah Konstitusi Jerman. Demikian pula Mahkamah Konstitusi-Mahkamah Konstitusi di berbagai negara lainya, putusan-putusan Mahkamah Konstitusi mempunyai kekuatan atau sifat sebagai preseden atau stare decisis yang wajib diikuti apabila di kemudian hari ada perkara atau permohonan yang serupa. Itulah pula semestinya makna sebutan Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final and binding (final dan mengikat). Ungkapan ini bukan semata-mata bermakna tidak ada upaya hukum atas Putusan Mahkamah Konstitusi, tapi juga Putusan Mahkamah Konstitusi harus diikuti dalam makna preseden atau stare decisis. Penyimpangan hanya dimungkinkan apabila dapat ditunjukkan faktor-faktor yang secara nyata membedakan persoalan hukum dengan permohonan serupa yang pernah diputus. Telah dikemukakan, Mahkamah Konstitusi telah memutus permohonan masa jabatan Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai persoalan hukum atau legal issue, permohonan yang pernah diputus tersebut serupa benar dengan persoalan hukum yang sedang disidangkan sekarang ini. Paralel dengan sistem preseden, Putusan Mahkamah Konstitusi yang disebutkan di atas dalam permohonan yang sedang disidangkan sekarang ini walaupun berkenaan dengan Hakim Konstitusi, Mahkamah Konstitusi hanyalah menjalankan preseden yang sudah ada. Bukan karena suatu kepentingan yang melekat pada Hakim Konstitusi. Seandainya ada pendapat sistem hukum Indonesia tidak menjalankan sistem preseden atau stare decisis, perlu diingat, salah satu fungsi badan peradilan tertinggi dan terakhir adalah mewujudkan kesatuan tafsir atau kesatuan makna, asas, dan kaidah hukum. Mahkamah Konstitusi berfungsi mewujudkan kesatuan tafsir dan makna asas, dan kaidah konstitusi dalam hal ini Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Untuk menjamin perwujudan kesatuan tafsir dan makna tersebut, 4
Mahkamah Konstitusi wajib menjaga konsistensi antara putusan yang telah ada dengan permohonan atau perkara baru yang bertalian dengan persoalan atau legal issue yang serupa. Ketiga, pihak yang berkepentingan. Dalam permohonan ini, Para Pemohon mendalilkan sebagai pihak yang hak-hak konstitusionalnya dirugikan akibat ketentuan Pasal 22 dan Pasal 4 ayat (3) UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. Kalaupun ada kepentingan Hakim Konstitusi adalah akibat belaka dari permohonan Para Pemohon atau kepentingan tidak langsung sehingga tidak menghalangi Mahkamah Konstitusi memeriksa dan memutus permohonan sesuai dengan asas hakim dilarang menolak memutus perkara. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis, izinkan saya selanjutnya memberi keterangan-keterangan tentang Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman dan Hakim Konstitusi adalah hakim. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan, “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.” Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung, badanbadan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.” Berdasarkan 2 ketentuan di atas, Mahkamah Konstitusi adalah salah satu alat perlengkapan negara yang memegang dan menjalankan kekuasaan kehakiman. Dan sebagai pemegang kekuasan kehakiman seperti Mahkamah Agung dan badan peradilan tingkat lebih rendah dari Mahkamah Agung termasuk badan peradilan yang dibentuk di luar badan peradilan yang telah ditetapkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah juga kekuasaan yang merdeka dalam tatanan negara hukum yang demokratis. Salah satu wujud kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah jaminan dan perlindungan atas kebebasan hakim. Tidak akan ada gunanya menyatakan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka tanpa disertai kebebasan hakim. Pertanyaannya, bagaimana hukum mengatur dan praktik menjamin dan melindungi kebebasan hakim? Sebelum menjawab pertanyaan di atas, izinkan saya memberi catatan tentang substansi kebebasan hakim. Dalam berbagai literatur, kebebasan hakim diartikan sebagai kebebasan dari segala bentuk intervensi atau pengaruh dalam memutus perkara. Namun, perlu dicatat dan diperhatikan makna intervensi dan pengaruh tidak selalu dalam makna intervensi atau pengaruh langsung pada saat hakim memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Tidak kalah penting adalah pengaruh tidak langsung, seperti kekhawatiran kehilangan pendapatan, 5
kekhawatiran diberhentikan atau tidak diangkat, atau tidak dipilih lagi. Kekhawatiran-kekhawatiran ini bukan saja berpengaruh ... bukan saja memengaruhi imparsialitas hakim. Tidak kalah penting, sangat berpengaruh terhadap jaminan konsistensi dalam memutus perkara, putusan hakim sebagai sumber hukum dan ajaran hukum yang lahir dari putusan hakim. Bagi masyarakat, khususnya para pencari keadilan, berbagai pengaruh tersebut akan meniadakan kepastian hukum yang akhirnya meniadakan keadilan. Salah satu upaya menghindari pengaruh-pengaruh tersebut adalah masa jabatan hakim harus cukup panjang. Bahkan, seperti beberapa negara menetapkan jabatan hakim seumur hidup (for life). Dalam masa jabatan yang cukup panjang, hakim tidak dapat diberhentikan karena alasan-alasan yang bertalian dengan pelaksanaan tugasnya. Kalaupun akan diberhentikan karena alasan pelaksanaan pekerjaannya harus dengan prosedur khusus seperti impeachment. Hal semacam ini sudah semestinya berlaku untuk masa jabatan ... untuk hakim ... para Hakim Konstitusi. Ada beberapa faktor yang membuka kemungkinan pengaruh atas kebebasan Hakim Konstitusi. Pertama, Hakim Konstitusi agak berbeda dengan hakim peradilan lain c.q. peradilan umum. Hakim pada peradilan di luar Mahkamah Konstitusi lebih mengutamakan kecakapan interpretasi terhadap undang-undang (skill of statute interpretation). Selain membutuhkan kecakapan yang … interpretasi terhadap undang-undang, Hakim Konstitusi memerlukan pengetahuan dan kecakapan mengenai seluk-beluk konstitusi itu sendiri. Kedua. Hakim Konstitusi dalam memeriksa, mengadili, dan memutus suatu permohonan, tidak semata-mata mencari, menemukan, dan menerapkan hukum secara tepat. Ketika Hakim Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan judicial review, sengketa antarlembaga negara, sengketa atas hasil pemilihan umum, atau hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, atau kepala daerah. Hakim Konstitusi berada dalam wilayah politik karena berbagai sengketa tersebut pada dasarnya sengketa yang bersangkut-paut dengan politik. Suka atau tidak suka, akan ada segi-segi politik dan akibat politik putusan Hakim Konstitusi. Dengan demikian, suka atau tidak suka, akan selalu ada nuansa politik dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Menghadapi kenyataan ini, dibutuhkan kualifikasi Hakim Konstitusi yang agak berbeda dengan hakim lingkungan badan peradilan lain. Tidak sekadar penguasaan ilmu hukum dan kecakapan menerapkan hukum, tapi juga dibutuhkan orientasi politik yang akan memperkokoh sendisendi Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Ketiga. Prosedur pengangkatan Hakim Konstitusi melalui lembaga politik, suka atau tidak suka, prosedur semacam ini tidak mungkin terlepas dari pertimbangan politik, baik dalam makna konseptual maupun praktis. Seorang calon yang berharap dapat lolos saringan 6
tersebut, dapat tersandera oleh kemauan politik DPR atau sebagian anggota DPR. Ada berbagai cara melepaskan Hakim Konstitusi dari politisasi putusan dan pengaruh politik dari lembaga politik sehingga putusanputusan Hakim Konstitusi senantiasa memenuhi syarat seperti fairness, impartiality, tidak bias, dan lain-lain, wujud putusan yang tepat, benar, dan adil. Cara-cara tersebut antara lain melaksanakan prinsip self restraint seperti tidak memutus permohonan yang mengandung segisegipolitical question. Sistem penggajian juga lazim dimasukkan sebagai cara menjamin independensi atau pengaruh terhadap putusan-putusan hakim termasuk Hakim Konstitusi. Dalam kaitan ini, masa jabatan yang cukup lama, cukup panjang pada suatu asas yang diterima sebagai cara menjamin independensi dan menghindari pengaruh terhadap putusan-putusan hakim, termasuk Hakim Konstitusi. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis, selanjutnya, izinkan saya menyampaikan keterangan tentang judicialization of politics dan politicization of the judiciary. Telah dikemukakan lingkup tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi dimanapun juga tidak terlepas dari unsur yang berisi … yang bersifat politik, telah dikemukakan judicial review terhadap undang-undang sebagai produk politik atau dibuat lembaga politik memutus sengketa wewenang antara lembaga negara, memutus sengketa hasil pemilihan umum dan pemilihan presiden/wakil presiden atau hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah sesungguhnya ada dalam wilayah politik. Membentuk Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman untuk menyelesaikan sengketa-sengketa di atas, mengandung makna menyerahkan penyelesaian sengketa politik kepada kekusaan kehakiman dan tidak oleh badan politik atau cara-cara politik, inilah makna judicialization of politics. Keputusan membentuk Mahkamah Konstitusi yang diatur dalam Pasal 24C Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak lain harus dimaknai sebagai judicial ... jud ... jud ... judicialization of politics atau judisialisasi sengketa politik, paling tidak ada dua konsekuensi ketentuan Pasal 24C Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tersebut konsekuensi dari judisialisasi sengketa politik. Pertama, kewajiban menghindari atau membatasi politicization of judiciary, jadi sebaliknya, c.q Mahkamah Konstitusi. Sekalipun pemilihan atau pengangkatan Hakim Konstitusi melalui proses politik karena dilakukan DPR, namun pengaruh politik tersebut dapat dihindari dengan cara memberikan masa jabatan yang panjang, sehingga Para Hakim Mahkamah Konstitusi tidak harus selalu bersiap menghadapi pertanggungjawaban dari DPR sebagai badan politik. Selain itu, masa jabatannya yang cukup panjang akan memberi kesempatan pada Hakim Konstitusi mengembangkan prinsip-prinsip, ajaran-ajaran, dan putusanputusan yang bukan saja mencerminkan asas dan kaedah yang diatur 7
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tapi memantapkan ajaran-ajaran dan prinsip-prinsip konstitusionalisme pada umumnya. Kedua, walaupun Mahkamah Konstitusi menyelesaikan sengketa yang bersifat atau dalam wilayah politik, Mahkamah Konstitusi harus senantiasa menjaga agar tetap berada di wilayah kekuasaan kehakiman sebagai penegak hukum atau sebagai arbiter yang semata-mata memutus menurut hukum. Mahkamah Konstitusi harus menghindari persoalan-persoalan yang semata-mata sebagai political question dan menghindari menjadi law making body cq positive legislator. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis, selanjutnya izinkan saya menyampaikan catatan terhadap Pasal 4 ayat (3) yang menentukan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi ada dua tahun dan enam bulan. Ditinjau dari keseluruhan masa jabatan Hakim Konstitusi yang berlaku sekarang, ketentuan ini mengandung makna masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi adalah setengah atau separuh dari masa jabatan. Ketentuan atau praktik pembagian ini didapati juga pada lembaga lain seperti Komisi Yudisial. Baru-baru ini DPD menyepakati sistem serupa, di BPK ada upaya untuk menerapkan hal serupa, mungkin masih ada lembaga yang lain yang belum terkena konsep ini adalah DPR, MPR, dan Mahkamah Agung. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung, Ketua dan Wakil Ketua DPR, Ketua dan Wakil Ketua MPR, Ketua dan Wakil Ketua BPK bukan the man in command, melainkan sebagai primus inter pares. Di sini perbedaannya dengan presiden yang dibantu wakil presiden, presiden adalah man in command yang mempunyai wewenang memerintah dan membuat keputusan atas nama jabatan yang melekat pada dirinya. Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi demikian, demikian pula ketua dan wakil ketua lembaga-lembaga yang disebutkan di atas tidak mempunyai kewenang memerintah dan membuat keputusan atas naman jabatan yang melekat pada dirinya sendiri. Semua keputusan adalah keputusan kolegial seperti yang telah dikemukakan ketua dan wakil ketua hanyalah primus inter pares sekadar yang didahulukan dari pada anggota yang lain. Pada umumnya yang terpilih adalah yang dipandang sebagai yang terbaik di antara sesama anggota yang derajat sama, equality among the equals. Yang terbaik di antara yang sama semestinya adalah yang terbaik dalam keseluruhan masa jabatan dan lingkungan jabatan atau lembaga yang bersangkutan. Agak ganjil apabila dalam satu masa jabatan dari lingkungan jabatan atau lembaga yang bersangkutan ternyata ada lebih dari satu yang terbaik, sehingga perlu ada kesempatan bagi yang lain menjadi primus inter pares. Aspek lain adalah soal kepemimpinan atau leadership, perlu ada kemantapan kemimpinan dalam .. dalam setiap linkungan jabatan. Penggantian ketua/wakil ketua di tengah masa jabatan atau di tengah masa kerja suatu lingkungan jabatan atau lembaga, mau tidak mau akan 8
mempengaruhi kepemimpinan yang akhirnya berpengaruh pada performance lembaga yang bersangkutan. Meskipun ada kemungkinan yang baru lebih baik dari yang … yang … yang lama, tapi baik secara internal maupun eksternal dibutuhkan kestabilan leadership yang akan mendorong kestabilan performance atau kinerja. Last but not least, ketentuan diatur dalam Pasal 4 ayat (3) tidak dapat dilepaskan dari akuntabilitas. Walaupun akuntabilitas lembagalembaga seperti Mahkamah Konstitusi bersifat kolegial, tetapi Ketua dan Wakil Ketua sebagai primus inter pares paling tidak secara moral berada pada urutan pertama dalam akuntabilitas atau kinerja lembaga yang bersangkutan. Kepemimpinan dibagi-bagi dalam satu masa jabatan suatu lingkungan jabatan akan menimbulkan kerancuan dalam hal pertanggunganjawaban. Alangkah baiknya apabila kepemimpinan menyatu dengan masa jabatan keseluruhan pejabat dan dalam lingkungan jabatan bersangkutan. Hal tersebut sekaligus juga menghindari kesan bagi-bagi kursi, bagi-bagi berbagai privilege yang tidak mengedepankan tanggung jawab. Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis. Demikian keterangan dan beberapa catatan yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat untuk melengkapi berbagai kearifan pada Yang Mulia untuk menemukan putusan yang tepat, benar, dan adil. Mohon pula dimaafkan apabila dapat di … kesalahan atau ketidaktepatan keterangan dan catatan yang saya sampaikan. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikum salam wr. wb. Terima kasih, Yang Mulia. Silakan duduk kembali. Baik, berikutnya apakah ada hal yang akan dimintakan penjelasan lebih lanjut atau klarifikasi dari Pemohon atau sudah cukup?
18.
PEMOHON: TJIP ISMAIL Baik. Dari kami sudah cukup.
19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari Pemerintah?
20.
PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS Sudah cukup, Yang Mulia.
9
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari Hakim? Ada. Dimulai dari Yang Mulia Pak Palguna, Pak Patrialis, kemudian nanti Pak Wahiduddin, dan Pak Suhartoyo. Saya persilakan. Mohon bisa dikumpulkan dulu Yang Mulia Pak Bagirmanan.
22.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Ini memang permohonan seperti yang disampaikan Prof. Bagir sebagai Ahli agak menghentak saya memang selaku hakim. Karena ada pertanyaan begini, Prof. Saya dapat menerima rasionalitas yang keterangan yang Prof. Bagir sampaikan selaku Ahli. Tapi begini, kalau dalam konteks kewenangan Mahkamah Konstitusi dan mengapa alasan Mahkamah Konstitusi dibentuk, ya, ada benarnya yang disampaikan itu. Tapi berkaitan dengan pelaksanaan tugas hakim, saya ingat ada kata-kata dari John Marshal, Ketua Mahkamah Agung ke-4 Amerika Serikat, dia mengatakan, “Atas dasar apa kita dapat mempercayai para hakim kita?” Jawabannya adalah kita bisa melihatnya bagaimana cara dia melaksanakan tugasnya dan bagaimana cara dia menduduki jabatan itu. Dalam konteks itu, Prof, saya ingin mengaitkan persoalan ini dengan persoalan bahwa di sisi sebelah kiri atau di sisi yang satu ada persoalan independent subsidiary ataupun judicial independent yang isinya 2 paling tidak, gitu ya. Freedom to the justice gitu ya, kemudian yang freedom from political interference paling tidak ya, atau segala bentuk campur tangan dari luar. Nah, kalau itu mungkin sudah bisalah kita kesampingkan dengan keterangan seperti yang Prof sampaikan tadi. Tapi persoalannya dengan judicial accountability adalah karena di dalam judicial accountability itu dalam pemahaman saya mungkin dan ini mungkin saya minta tanggapan dari Prof. Bagir, ada dua hal yang terkandung. Yaitu apa yang di dalamnya disebutkan sebagai adanya kewajiban dari hakim untuk menjelaskan sejelas-jelasnya, bukan hanya rasionalitas dan fakta-fakta hukum yang menjadi dasar diambilnya suatu putusan, tetapi dalam konteks Mahkamah Konstitusi juga harus menjelaskan, mungkin sampai batas tingkat filosofi inilah sampai dengan asas itu sampai dengan ketentuan dogmatikanya, itu satu hal, dan juga di dalam judicial accountability itu juga terkandung persoalan-persoalan yang berkaitan dengan role of ethics, baik yang diturunkan dari code of ethics maupun code of conduct. Nah dalam konteks inilah, Prof, saya ingin menanyakan kaitannya lalu dengan asas nemo judex ideoneus in propria causa itu, apakah dalam artian … dalam pemenuhan prinsip judicial accountability itu … apa namanya … kita masih bisa menerima karena ini … ini tidak berkaitan langsung dengan persoalan … apa namanya … fungsi-fungsi … pelaksanaan fungsi-fungsi hakimnya yang dipersoalkan oleh Pemohon 10
ini, tetapi ini berkenaan langsung dengan … boleh dikatakan pribadi langsung dari kepentingan hakimnya sendiri. Kalau misalnya menyangkut persoalan kewenangan hakim konstitusi misalnya, itu ya karena tidak ada lembaga lain yang memang yang menilai konstitusionalitasnya, saya dapat menerima. Tapi ini khususnya kaitannya dengan judicial accountability ini agak … apa … membuat saya anu … apa … terus terang tidak nyaman dengan … dengan anu apa … permohonan ini, gitu ya. Dalam pengertian tidak nyaman, dalam arti itu judicial accountability itu yang dua hal tadi itu yang … yang mengganggu saya. Nah, saya mohonkan Prof. Bagir kalau ini apa namanya … untuk memberikan tanggapan mengenai … saya itu. Saya ingat juga satu kata-kata sakti dari Montesquieu, kan begitu. Alasannya mengapa kekuasaan kehakiman itu tidak boleh … nah saya menganggap kalau dalam permohonan ini dalam batas tertentu Mahkamah Konstitusi sebenarnya mau diminta menjadi positive legislator dari permohonan ini. Oleh karena itu, saya jadi ingat kata-kata Montesquieu tadi, “Kalau hakim … kalau kekuasaan kehakiman digabungkan dengan kekuasaan membuat undang-undang, maka dikatakan yang lahir adalah penindasan.” Mohon tanggapannya, Prof. Terima kasih. 23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Yang Mulia Pak Patrialis. Sama? Cukup, ya. Pak Wahiduddin, silakan.
24.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya. Saya sedikit saja, Prof. Mohon sedikit mungkin pencerahan terkait bahwa dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang diberi predikat kekuasaan yang merdeka itu hanya kekuasaan kehakiman. Kalau kita lihat eksekutif di Pasal 7 itu ada lima tahun presiden/wakil presiden, kemudian jabatan legislatif Pasal 19 ayat (1) itu juga dengan pemilihan umum, dan itu juga disebutkan setiap lima tahun. Nah, terkait kekuasaan kehakiman ini tidak disebut periodisasinya. Nah, ini banyak, ada yang menyebutkan ini sebagai open legal policy yang nanti undang-undanglah yang akan menentukan, ada yang menyebut ini memang mahkotanya dari suatu cabang kekuasaan kehakiman sehingga Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pun tidak menyebut batas periodisasi jabatan ini. Nah, apakah hal-hal ini memang baik pada pembahasan UndangUndang Dasar Tahun 1945 yang disahkan 18 Agustus 1945 atau pada waktu perubahan sampai perubahan keempat tahun 2000 itu? Ini juga menjadi bahasan, atau ya setengah bahasan, atau juga memang tidak
11
perlu dibahas bahwa ada periodisasi terhadap kekuasaan kehakiman dan ada frasa kekuasaan yang merdeka itu. Demikian. Terima kasih, Prof. 25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Yang terakhir, Yang Mulia Prof. Pak Suhartoyo, silakan. Ya.
26.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Pak Ketua. Prof. Bagir yang saya muliakan, tadi saya menyimak tentang ada sebuah kewajiban bagi kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk selalu mengikuti atau terhadap putusanputusan yang … yang lalu yang artinya sangat berbeda dengan ketika diperbandingkan dengan hakim yang ada di peradilan umum. Kemudian … itu tadi yang kemudian dijadikan akses untuk menarik bahwa ada keinginan dari pendapat Prof. supaya dalam memutus perkara ini pun Hakim Mahkamah Konstitusi saat ini juga bisa merujuk kepada putusan ketika memutus perkara hakim pengadilan pajak. Tapi setelah saya cermati memang menurut saya, Prof, itu ada perbedaan yang agak mendasar ketika kita mencermati kedudukan hakim pengadilan pajak dengan Hakim Mahkamah Konstitusi. Ketika merujuk putusan hakim pengadilan pajak memang sepertinya karena mereka memang bagian dari peradilan yang ada di Mahkamah Agung memang nampak kemudian ketika di … ditembak dari angle bahwa diskriminasi jelas, tapi ketika di MK, MK itu apakah tidak ada titik taut ya, Prof, antara lembaga yang mengusulkan, dalam hal ini kan, dari presiden dan dari DPR, mereka memang punya kewenangan sebagai pelaksana kekuasaan. Itu kan, masing-masing hanya lima tahun. Ketika kemudian memberikan turunan mengirimkan para hakimnya itu dari utusan-utusan lembaganya justru malah lebih dari jabatan mereka yang mengirimkan sepertinya kok, menjadi tidak pas, gitu. Jadi, mohon ... mohon ... mohon pandangan Prof. Bagir. Kemudian yang ... yang kedua, begini, Prof. Apakah Prof. Bagir ada ... barangkali ada referensi, maaf kalau dibandingkan dengan negara-negara lain yang konstruksi konstitusinya mengatur tentang kekuasaan kehakiman itu sama dengan negara kita Indonesia, tapi memperlakukan kekuasaan kehakimannya berbeda, barangkali itu bisa menjadikan … apa ... bahan komparasi juga, Prof. apakah ada negara yang mestinya kita ini merujuk kepada negara yang konstitusinya mirip, tapi kok memperlakukan para hakimnya, hakim yang ada di supreme court dengan Hakim yang ada di MK kok berbeda, gitu? Barangkali ada rujukan referensi, Prof. Mohon bisa disampaikan, terima kasih, Pak Ketua.
12
27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Silakan, mohon berkenan untuk menjawab, Yang Mulia Prof. Bagir Manan.
28.
AHLI DARI PEMOHON: BAGIR MANAN Terima kasih, Yang Mulia Ketua, terima kasih pada Para Yang Mulia yang menyampaikan pandangannya. Tapi kan kita bukan seminar, ya, Pak, ya. Saya mulai dengan Pak Palguna, gitu ya. Pak Palguna, cemas berkaitan dengan accountability to (suara tidak terdengar jelas) dengan moral atau attack account accountability. Kalau kita bicara tentang accountability, maka sebetulnya kita bisa out world tanggung jawab kepada publik, gitu ya. Dan tanggung jawab terhadap publik itu menuntut etik kepada kita ya, misalnya ada satu penelitian Pullman, 1995 di London, mengenai macam-macam etik bagi jabatan publik, gitu. Kita bertanggung jawab kepada ini. Salah satu bentuk tanggung jawab Hakim keluar adalah menjamin rasa aman bagi pencari keadilan atau orang yang sewaktu-waktu mencari keadilan, gitu. Itu ... itu ini karena itu sangat diperlukan adanya misalnya, penggunaan dasar hukum yang baik, konsistensi, dan sebagainya sehingga bagi mereka pencari keadilan, mereka dapat mempunyai prediktibilitas kalau saya mempersoalkan ini ada kira-kira begini. Jadi, menurut saya sangat mulia Yang Mulia Palguna cemas terhadap tuntutan etik pada dirinya, tapi jangan lupa etik itu adalah untuk kepentingan ... akhirnya untuk kepentingan performance atau apakah kita sudah menjalankan tugas dengan baik atau tidak, gitu ya. Itu ... itu ininya itu ya, seperti tadi dikatakan bahwa Hakim Konstitusi itu, di dalam literatur misalkan katakan bedanya dengan hakim umum. Hakim umum orientasinya kepada kecakapan interpretasi, ya. Tapi Hakim Konstitusi yang menanggani undang-undang dasar atau konstitusi tidak cukup kemampuan interpretasi, tapi dia harus mempunyai wawasan lebih dalam, misalnya mengenai teori konstitusionalisme, filsafat, teori hukum, dan sebagainya. Karena itu, justru karena tuntutan seperti itu sudah semestinya syarat-syarat Hakim Konstitusi dan jaminan pada Hakim Konstitusi itu harus diperhatikan. Kalau tiap lima tahun sekali kita ganti, itu ya, tidak mudah mencari orang yang mempunyai wawasan seperti itu. Itu satu. Kemudian yang kedua, masa jabatan ... seperti tadi dalam keterangan saya sampaikan, Yang Mulia. Sangat diharapkan masa jabatan yang panjang itu, selain memberikan konsistensi, selain memberikan rasa aman para pencari keadilan yang ada maupun yang potensial, tapi juga diharapkan melalui Mahkamah Konstitusi lahir ajaran13
ajaran hukum, ajaran-ajaran konstitusi yang akan menjamin bagaimana tradisi konstitusi kita di masa depan. Kita tahu persis bahwa salah satu tugas Mahkamah Konstitusi adalah menjamin Mahkamah Konstitusi itu menjadi the living constitution, ya. Dia harus menjamin konstitusi itu tetap hidup dan baik, itu Hakim yang tanggung jawab. Untuk itu, diperlukan kemantangan dan kematangan itu hanya kita dapat kalau kita mempunyai waktu yang cukup untuk hal itu ya, itu ... ya, itu ... itu kirakira begitu, Pak, kan nanti ini silakan di-raise, raise lagi ya, mengenai accountability itu ya. Kemudian, pada Yang Mulia Dr. Wahiduddin Adams, UndangUndang Dasar Tahun 1945 itu sebetulnya yang esensi di sini kenapa hanya ... kenapa hampir semua undang-undang dasar atau dokumendokumen internasional secara eksplisit mengatakan bahwa kekuasaan kehakiman itu harus merdeka, mengapa tidak ... mengapa ... mengapa yang lain tidak perlu disebut-sebut? Ini ada dulu salah seorang penyusun Undang-Undang Dasar Amerika, itu Hamilton namanya, bisa dibaca dalam federacy peoples, itu mengatakan, “Apa perbedaan antara eksekutif, legislatif, yudikatif?” Dia katakan, “Karena legislatif itu di tangannya memegang pundipundi uang negara. Jadi, dia yang menentukan kita belanja atau tidak,” gitu ya, sangat berkuasa. “Eksekutif memegang pedang (sword) karena dia bisa melaksana tugasnya, tetapi judiciary tidak punya apa-apa, judiciary is the wickness power. Bahkan sampai pelaksanaan putusannya pun tergantung kepada eksekutif.” Putusan Mahkamah Konstitusi kalau orang enggak mau taat, kita bisa apa, gitu ya, enggak bisa apa-apa karena itu dia akan sangat mudah untuk diintervensi, sangat mudah untuk dijadikan alat permainan karena itu perlu dijamin secara konstitusional bahwa dia harus dilindungi dan dijamin kebebasannya itu oleh konstitusi. Itu sebabnya selalu eksplisit disebutkan, gitu ya. Yang lain enggak disebut pun ... enggak disebut pun dia tinggal mengerahkan hansipnya untuk menangkap kita, gitu, itu, itu, itu. Kira-kira begitu, itu. Jadi mengapa hal ... hal itu di ini kan, gitu. Harus ada ... kalau dikaitkan dengan masa jabatannya apa? Gitu. Apakah ini tidak berarti ada semacam open policy, ya? Seperti dugaan di … Pak Palguna hafal itu Pasal 18 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, mengenai jabatan ... mengenai pemilihan gubernur, bupati, walikota dipilih secara demokratis ya, bahasanya. Artinya, dipilih oleh DPRD juga demokratis, dipilih langsung juga demokratis, itu open policy, terserah kepada pembentuk undang-undang. Tapi untuk hakim ada asas-asas lain, gitu. Dia tidak ... tidak open, seperti itu. Lagi-lagi ini kita perbandingkan. Undang-Undang Dasar Amerika Serikat pun … meskipun pembentuk undang-undang itu seolah-olah mempunyai kekuasaan apa saja, itu, boleh. Seperti Lord Bryce mengatakan di Inggris bahwa 14
seorang ... bahwa parlemen itu boleh berbuat apa saja kecuali mengubah kelamin perempuan menjadi laki-laki atau kelamin laki-laki menjadi perempuan. Jadi, so unlimited, tidak terus ... tetapi macam Undang-Undang Dasar Amerika mengatakan … misalnya dalam amandemen undang-undang dasar mengatakan kongres tidak akan boleh membuat satu undang-undang pun mengenai misalnya yang akan membatasi kebebasan pers, yang akan membebas ... membatasi kemerdekaan orang menjalankan ibadah, ya, agama, dan lain ... kebebasan lain. Jadi, tetap bisa dibatasi, gitu. Nah persoalannya, apa pembatasan kekuasaan kehakiman? Adalah ... pembatasan adalah ... bagaimana pembatasan pembentuk undang-undang, yaitu bagaimana agar unsur kebebasan hakim dapat dijamin, gitu ya. Unsur kebebasan hakim dapat dijamin, misalnya undang-undang dasar di Belanda dan di Amerika bahwa jabatan adalah untuk seumur hidup, for life, gitu. Adalah untuk menjamin kebebasannya. Di Jerman misalnya dalam keadaan krisis di Perancis kalau enggak salah, dalam keadaan krisis apa pun gaji hakim tidak boleh di utak-atik, gitu ya. Harus tetap stabil, gitu ya, supaya mereka mantap, gitu ya, enggak ada rasa ketakutan apa-apa. Nah, jadi ... jadi batasnya ada pada prinsip bagaimana mewujudkan … menjamin kebebasannya itu. Nah, karena itu jabatan yang panjang, ketika saya memberikan keterangan mengenai pengadilan pajak di sini, saya mengutip tulisan dari Mantan Ketua Mahkamah Agung Kanada yang mengatakan, “Kalau hakim itu tiap lima tahun sekali harus tunduk pada dipilih dan sebagainya, maka akan sangat mengganggu integritasnya sebagai hakim.” Gitu ya. Jadi kira-kira itu ada yang eksplisit, ada yang dalam rangka melaksanakan ... kalau bahasa Pak Palguna itu melaksanakan starts idenya, gitu ... gitu ... itu, ya. Kira-kira gitu, ya. Kemudian yang ketiga, persoalan tadi adalah dari Pak Suhartoyo, mengenai ... kok saya mengatakan mestinya putusan Mahkamah Konstitusi itu diperlakukan sebagai preseden, kira-kira begitu ya, Pak Suhartoyo, ya. Nah, ini perdebatan yang panjang dalam pengertian akademis, ya. Mengapa ada Mahkamah Konstitusi? Artinya diberikan satu ... dibentuk satu badan peradilan khusus yang menguji. Mengapa tidak ada model seperti Amerika semua pengadilan boleh, ya. Nah, ini Kelsen punya ajaran, Hans Kelsen. Ketika Hans Kelsen menggagas pembentukan Mahkamah Konstitusi Austria tahun 1920. Kalau misalnya diberikan wewenang menguji itu kepada semua pengadilan, sedangkan negaranegara Eropa menganut civil law system dimana tidak ada sistem preseden, maka itu akan tidak ada ... akan kacau sama sekali itu. Bahwa putusan Mahkamah Agung begini, putusan pengadilan tinggi, dan
15
sebagainya. Karena itu, dia ciptakanlah model yang disebut centralized model (model sentralistik) itu mengenai Mahkamah Konstitusi. Dan seperti di Jerman sekarang itu (suara tidak terdengar jelas) diberi putusannya mempunyai sifat preseden, itu harus diikuti, harus dihormati. Jadi, ada ... ada … ada sebabnya Kelsen me-create itu, bagaimana dia di satu pihak judicial review dapat berjalan di civil law system? Tapi dia tidak … tidak digoyahkan oleh kebebasan setiap hakim untuk memutus menurut maunya sendiri. Seperti kita tahu, yurisprudensi kan, daya ikatnya persuasif, tidak binding. Nah, itu ada buku, salah satu bukunya itu adalah karangan Vicki Jackson, Comparative Constitutional Law, ya, Pak Palguna, ya, (suara tidak terdengar jelas), tapi tebalnya 1.000 lebih halaman, gitu, ya. Ditulis ... di bagiannya ada … ada membahas juga tentang persoalan-persoalan ini, tapi itu komparatif, ya. Tapi ada juga buku judulnya Political Institutions karangan Keith, di dalamnya ada juga Frank Cross dalamnya itu, Frank Cross, yang membahas tentang persoalan-persoalan ini ada baiknya juga, ya. Tapi Prof. Suhartoyo apa enggak bosan baca buku terus, gitu ya. Sudah capai kita sejak muda harus baca buku, gitu ya. Itu ... itu ya macam-macamlah buku ya, sewaktu-waktu bisa nanti di-copy, saya kirimkan ke sini, bisa, kalau perpustakaannya belum ada. Kira-kira itu, tapi kalau masih ada ... ini ... Dr. Palguna masih ada, silakan. Kita punya waktu, saya orang pensiunan, jadi saya punya waktu banyak. 29.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Enggak, cuma ini, Prof. Tadi ... maaf, tadi Pak Suhartoyo menyatakan katanya sebenarnya beliau tidak menolak prinsip preseden itu, stare decisis yang diterapkan di ... anu ... itu, untuk Mahkamah Konstitusi. Cuma itu adalah kalau posisi kasusnya sama, gitu beliau bilang. Kalau dalam konteks peradilan pajak ada perbedaan kata beliau. Itu yang ... anu ... tadi.
30.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
31.
AHLI DARI PEMOHON: BAGIR MANAN Esensi saya bukan pada ... ini, tapi esensi saya hakim, apa dia pajak, apa dia TUN, apa dia Mahkamah Konstitusi ... ada hakim karena esensi dari kemerdekaan wujud, kekuasaan kehakiman yang merdeka itu adalah pada kebebasan hakim, hakim apa saja, gitu ya. Jadi, tidak boleh dilanggar, gitu. Kalau sudah mengenai hakim tidak bisa, kalau hakim konstitusi beda perlakuannya dengan hakim-hakim agung, itu 16
diskriminasi juga. Jadi, diskriminasi itu bisa diskriminasi internal, bisa diskriminasi yang dalam ... eksternal. Kalau hakim agung diberi masa jabatan sejak diangkat sampai pensiun, sedangkan hakim konstitusi cuma 5 tahun, sedangkan mereka sama hakim ... sama-sama hakim dan merupakan penyelenggara kekuasan kehakiman tertinggi di bidang masing-masing itu maha diskriminasi itu ya, bukan sekadar diskriminasi itu ya. Terima kasih, Pak Suhartoyo, ya. 32.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih sekali. Ini kita mendengarkan pendapatnya empu ini. Baik, Yang Mulia Prof. Bagir Manan, terima kasih sudah memberikan keterangan di persidangan ini yang tentunya sangat bermanfaat bagi kita semua. Pemohon, apakah masih akan menghadirkan ahli? Sudah cukup, ya?
33.
PEMOHON: TJIP ISMAIL Cukup saya kira.
34.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari Pemerintah mengajukan ahli?
35.
PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS Pemerintah tidak mengajukan ahli, Yang Mulia.
36.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, kalau begitu rangkaian persidangan ini sudah selesai dengan menghadirkan tiga ahli Pemohon, yang dua tertulis, yang satu ... tertulis dan disampaikan secara lisan. Dengan begitu ... kalau Bahasa Indonesia tidak bisa menggambarkan begitu apiknya apa yang disampaikan oleh Yang Mulia Prof. Bagir Manan. Yang terakhir, kesimpulan bisa diserahkan di Mahkamah paling lambat 9 November 2016, baik dari Pemohon maupun dari Pemerintah. Rabu, 9 November 2016 pada pukul 10.00 WIB, langsung di Kepaniteraan, sudah tidak ada persidangan lagi.
17
Sebelum saya akhiri, sekali lagi terima kasih Yang Mulia Prof. Bagir Manan atas keterangannya. Sekali lagi terima kasih. Persidangan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.12 WIB Jakarta, 1 November 2016 Kepala Sub Bagian Risalah,
Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
18