MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 53/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANGUNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA PERBAIKAN PERMOHONAN (II)
JAKARTA SELASA, 26 JULI 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 53/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung [Pasal 6B ayat (2), Pasal 7 huruf a, angka 4, dan angka 6, Pasal 7 huruf b, angka 1 frasa angka 4, angka 2, dan angka 3] dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi [Pasal 4 ayat (3), Pasal 22, Pasal 15 ayat (2), huruf d dan huruf h] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Binsar M. Gultom 2. Lilik Mulyadi ACARA Perbaikan Permohonan (II) Selasa, 26 Juni 2016 Pukul 14.55 – 15.28 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Wahiduddin Adams 2) Manahan MP Sitompul 3) Aswanto Cholidin Nasir
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Binsar M. Gultom 2. Melky Sidek
(Pendamping)
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.55 WIB 1.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Sidang dalam Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016 dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Kami persilakan kepada Pemohon untuk memperkenalkan diri, meskipun pada waktu sidang apa … pemeriksaan pendahuluan sudah mengenalkan diri. Kami persilakan.
2.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Nama kami Pemohon pertama adalah Dr. Binsar M. Gultom, S.H., M.H., bertugas sebagai Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, sedangkan rekan saya Dr. Lilik Mulyadi sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Medan belum bisa hadir. Tadi beliau juga menyampaikan salam karena masih ada tugas Lemhanas, sedangkan yang mendampingi saya adalah asisten saya, begitu, Melky Sidek, S.H. Demikian, Yang Mulia.
3.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, terima kasih. Agenda persidangan kita hari ini adalah perbaikan permohonan untuk itu dipersilakan kepada Pemohon untuk menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonannya. Jadi, pokokpokoknya saja, tidak usah dibacakan keseluruhannya. Hal-hal yang penting yang memang diperbaiki pada waktu masa sidang pertama sampai hari ini. Apa saja yang diperbaiki di permohonan itu? Kami persilakan.
4.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Baik, terima kasih, Yang Mulia. Sebelum kami sampaikan pokokpokok yang kami perbaiki, perkenankan kami menyampaikan khusus di halaman 13 dari permohonan ini setelah kami baca tadi, itu di alinea pertama ada di sana tertulis, “Diharapkan para kandidat hakim Mahkamah Konstitusi dan seterusnya.” Itu kandidat itu dicoret, sah. Jadi renvoi, dicoret, sah. Jadi bukan kandidat.
1
5.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Halaman?
6.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM 13.
7.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS 13 di perbaikan?
8.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Ya, setelah perbaikan.
9.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya.
10.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Itu ada di sana kalau boleh kami katakan (…)
11.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Alinea?
12.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Alinea pertama di atas.
13.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya.
14.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Di sana setelah ada perbandingan masa periodik yang tidak ada bersifat periodik di Kanada, Siprus, Denmark, dan seterusnya.
15.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya.
2
16.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM “Dengan berpedoman kepada negara itu dan seterusnya. Diharapkan para kandidat hakim Mahkamah Konstitusi dan seterusnya.” kandidat itu dicoret. Hanya itu saja, Pak.
17.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya.
18.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Untuk selanjutnya kami sampaikan pokok-pokok yang kami lakukan satu kesempurnaan dari pada permohonan kami sebelumnya adalah mengenai teori dan pandangan atau pendapat ahli, termasuk mengenai mempertajam, ya, karakteristik kekuasaan kehakiman itu sendiri sebagai pedoman sebelum masuk kepada teknis. Kalau boleh sebenarnya kami bacakan tidak banyak ya atau intinya. Kami mengutip pendapat Ahli Hukum Tata Negara yang ternama di Inggris Prof. Ivor Jennings, ini pernah disampaikan oleh Bapak Prof. Bagir Manan ketika menjadi Ahli di Mahkamah Konstitusi terkait dengan persamaan di depan hukum mengandung makna bahwa segala sesuatu yang sama hukum harus sama, dan dilaksanakan dengan cara yang sama, segala sesuatu yang serupa harus diberi pelayanan yang sama. Nah, jadi ini dimaksudkan, kami masukkan ini untuk menjadi tolak ukur adanya suatu kepastian bagi kami selaku Pemohon. Bahwa ternyata antara syarat-syarat menjadi hakim agung baik dari segi karier maupun non karier termasuk kaitannya dengan Hakim Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung. Ini bisa menjadi landasan berpijak sejauh mana persamaan di antara kedua individu atau instiitusi tersebut, termasuk mengenai masalah periodesasi yang terjadi di negara-negara yang tidak ada, maaf ... yang tidak ada, ya, di negara-negara terkait, yang sudah saya sebutkan di sini. Nah, ini juga ada satu pandangan yang menarik daripada Prof. Bagir Manan. Misalnya, berdasarkan ketentuan Pasal 23 huruf c UndangUndang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi … ini di halaman 12, Pak, di sana masa penisun Hakim Mahkamah Konstitusi disejajarkan dengan Hakim Agung pada Mahkamah Agung vide Pasal 11 huruf b Undang-Undang Mahkamah Agung. Maka menurut Para Pemohon, usia produktif Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi itu dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung di Indonesia layak dan wajar diberikan predikat usia pensiun selama 70 tahun dan tanpa dilakukan masa periodesasi. Selama hakim yang bersangkutan masih sehat walafiat dan eksis bertugas serta berkelakuan baik dan tidak tercela.
3
Nah, di sini mengutip pendapat Ahli Prof. Dr. Bagir Manan menyatakan, “Jabatan yang bersifat tetap seperti usia 70 tahun masa pensiun, tidak ada peninjauan kembali secara periodik, apalagi secara politik.” Sekarang bagaimana dengan lingkungan jabatan dan pemangku jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi? Jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi yang juga jabatan Hakim Agung yang sama-sama merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman, sebagaimana diatur dalam konstitusi UUD Tahun 1945, bukan merupakan lingkungan jabatan politik. Karena sekali memangku jabatan sebagai hakim, yang bersangkutan berkedudukan sebagai pemangku jabatan karier dengan segala kedudukan, sifat, dan konsekuensi yang harus berbeda dengan pemangku jabatan politik. Berdasarkan pendapat itu, Para Pemohon berpendapat, sekalipun sebelumnya para kandidat Hakim Konstitusi diproses dan diseleksi melalui lembaga pengusul, demikian juga jabatan Hakim Agung diproses dan diseleksi melalui Lembaga Komisi Yudisial dan DPR bersifat politik. Sesuai ajaran Trias Politica, maka seketika Hakim Konstitusi dan Hakim Agung telah diangkat dan mengucapkan sumpah di depan Presiden, maka seketika itu pula Hakim Konstitusi dan Hakim Agung tersebut akan memangku jabatan yang bersifat karier sampai berusia 70 tanpa dilakukan periodesasi. Menurut Prof. Bagir Manan, “Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, hakim pemangku jabatan untuk seumur hidup (for life) atau selama yang bersangkutan bertingkah laku baik. Bahkan, Austria sebagai negara yang pertama kali sekali memiliki lembaga konstitusi, masa jabatan usia pensiun Hakim Konstitusi di negara itu 70 tahun. Selain itu terdapat beberapa negara lain yang memiliki ketentuan terkait masa jabatan Hakim Konstitusi yang tidak berisifat periodik, seperti negara Argentina, Armenia, Belgia, Bosnia, Herzegovina, Kanada, Siprus, Denmark, Estonia, Finlandia, Islandia, Irlandia, Malta, Norwegia, Swedia, dan Turki.” Nah, jadi dengan berpedoman kepada negara-negara tersebut yang tidak menetapkan aturan periodesasi, diharapkan Para Hakim Mahkamah Konstitusi di republik kita ini, dari lembaga pengusul DPR, Pemerintah, Mahkamah Agung akan terhindar dari hiruk-pikuk rezim politik tertentu yang dapat mempengaruhi independensinya sebagai hakim di dalam memutus perkara. Nah, ini hal ini mengapa? Sebab makna yang terkandung dalam Pasal 24 ayat (2) UUD Tahun 1945 adalah bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh dua lembaga peradilan, yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Keduanya lembaga yudikatif itu tidak dapat dipandang berbeda atau dikotomi kaitan dengan pelaksanaan kekuasaan kehakiman.
4
Atas dasar inilah Pemohon dalam permohonannya mendalilkan harus adanya persamaan masa tugas, Ketua, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, dan Ketua, Wakil Ketua Mahkamah Agung. Persamaan fungsi melaksanakan kekuasan kehakiman juga terkandung dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusannya Nomor 27/PUU/XI/2013, halaman 46, yang mengatakan bahwa Pasal 24 ayat (1) UUD Tahun 1945 menentukan kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menengakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman tersebut dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Nah, selanjutnya yang terakhir yang menjadi pokok kembali adalah mengenai masalah di mana sih letak perbedaan yang mencolok, yang spektakuler antara syarat hakim ... calon Hakim Agung dari non karier dan karier? Setelah kami telusuri mendalam, ini yang kami dapatkan fakta yang tidak bisa terbantahkan, ketika seorang hakim mendaftar jadi hakim melalui calon hakim, itu menurut persyaratan undang-undang, peradilan umum, agama, TUN, 25 tahun. Kemudian dia empat tahun selama calon hakim, setelah itu baru diangkat oleh Presiden menjadi hakim, resmilah dia berpredikat jadi PNS, dan calon hakim, dan bergolongan IIIA. 19.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Halaman 15, ya?
20.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Yang mana, Pak?
21.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Praktik empiris, ya?
22.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Oh, ya.
23.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya.
24.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Ya, betul, halaman 10 mulai, Pak. 5
25.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya. Karena pas yang disampaikan tadi nampaknya lebih tajam di halaman 15, alinea ketiga, ya.
26.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Boleh, Pak. Nah karena ini kami alami langsung, makanya saya langsung di luar kepala. Nah, kami lanjutkan, Yang Mulia. Setelah dia menjadi Golongan IIIA, secara periodik setiap empat tahun sekali dia naik golongan atau pangkat empat tahun menjadi IIIB, IIIC, IIID, itu plus minus 16 tahun masa kerjanya. Dia sudah termasuk di sana mempunyai predikat jenjang kariernya apakah dia ketua atau wakil ketua di pengadilan kelas 2 dan/atau 1B. Ketika dia Golongan IVA, naik pangkat lagi IVB, IVC, IVD, seperti saya sekarang, itu 16 tahun juga. Berarti 16 tahun tambah 16 tahun sudah 32 tahun masa kerja. Nah, persyaratan yang dicanangkan oleh Undang-Undang Mahkamah Agung Pasal 7 itu disebutkan harus tiga tahun jadi hakim tinggi. Jadi sekalipun saya sekarang sudah IVD dengan masa kerja saya sekarang ini sudah antara 32 tahun, saya harus melalui lagi hakim tinggi tiga tahun lagi, baru bisa mendaftar Calon Hakim Agung yang belum tentu lulus. Nah, disimpulkan, kalau begitu hakim non ... maaf, hakim karier ini rata-rata berpengalaman antara 32 sampai 35 tahun dengan usia 57 sampai 60 tahun. Saya sekarang usia saya sudah 58 tahun. Nah, kemudian titik tolak yang mendasar di sana yang kami dapatkan adalah pengalaman sebagai pengadil, pengalaman mengadili berbagai perkara-perkara, dan kompetensinya. Ketika kami coba telusuri, selidik punya selidik, telisik, Pasal 6B ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 itu tentang Mahkamah Agung, di sana hanya menyebutkan selain Calon Hakim Agung dari karier bisa diusulkan dari non karier. Titik. Tanpa ada syarat kelanjutan. Baru di Pasal 7-nya huruf a, syarat-syarat ditentukan untuk ayat atau huruf b-nya bagi non karier. Di sana dikatakan, “Mempunyai usia minimal 45 tahun, pengalaman di bidang hukum dan akademisi 20 tahun, doctor … bergelar doktor.” Lalu berpikir Pemohon, di mana kebutuhannya, keahliannya? Tidak dicatat di sana. Kalau di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung sebelumnya, justru lebih menarik. Di sana disebutkan, “Apabila dalam hal-hal tertentu bisa diangkat hakim dari non karier dengan syarat usia 50 tahun, pengalaman di bidang hukum atau akademis 25 tahun.” Sekarang kok malah semakin diturunkan, usia dan masa kerja tersebut. Nah, yang kami minta di dalam permohonan ini adalah agar di dalam Pasal 6B ayat (2) itu, apabila dibutuhkan, dimungkinkan dari calon non karier itu menjadi Hakim Agung dengan syarat memiliki keahlian khusus di bidang atau pakar di bidang money laundring misalnya, hukum 6
perbankan, perpajakan, hukum bisnis, hukum lingkungan, hak asasi manusia, dan lain-lain. Pokoknya ada keahlian khusus untuk itu, itu yang menonjol kami lihat di sana. Kalau dikatakan karena mereka doktor, kami pun pada umumnya sekarang sudah jadi banyak doktor. Jadi bukan kami tidak menghendaki ada ilmu pengetahuan, tetapi perlu dicatat ada satu bahasan kami di sini mengenai masalah tersebut. Hakim sebagai ... di halaman 8, Yang Mulia, hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka, sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi mutlak mendapatkan persamaan hak di hadapan hukum dan mendapat perlindungan hukum atas diskriminasi yang menghimpit kebebasannya di dalam memutus perkara demi penegakan hukum yang berkeadilan. Oleh karena itu, segala bentuk mengatur (regulerend) dan mengurus (suara tidak terdengar jelas) kekuasaan kehakiman judicative power yang dilakukan oleh judicative Mahkamah Agung tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip pemisahan kekuasaan kehakiman itu sendiri, yakni segala bentuk campur tangan kekuasaan lain seperti legislatif, eksekutif, bahkan sekalipun para hakim itu baik hakim agung maupun hakim Mahkamah Konstitusi biasanya diangkat oleh kepala negara eksekutif, tetapi para hakim itu mempunyai kedudukan yang istimewa dan mempunyai hak tersendiri untuk mengadili perkara yang diajukan kepadanya. Dia tidak boleh diperintah oleh kepala negara atau presiden yang mengangkatnya. Fungsi dan tugasnya di bidang teknis administratif dan yudikatif tidak boleh dicampuri oleh pihak ekskutif dan legislatif. Justru lembaga yudikatif adalah sebagai badan yang berhak menghukum kepala negara atau eksekutif dan legislatif jika ternyata melanggar hukum. Jadi, sekalipun lembaga legislatif DPR dengan persetujuan eksekutif pemerintah yang berwenang penuh mermbuat undang-undang, namun norma hukum yang ada di dalam undang-undang tersebut tidak boleh bertentangan dengan konstitusi tertinggi Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Hal ini dimaksudkan agar hakim selaku pelaksana kekuasaan kehakiman tidak terganggu independensinya di dalam melaksanakan tugas dan fungsi pokoknya mengadili perkara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Jika ternyata normanorma tersebut bertentangan dengan norma Undang-Undang Dasar Tahun 1945, maka menjadi kewajiban bagi Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga pengawal konstitusi (the guardian of the constitution) untuk menyatakan bahwa undang-undang tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat baik sebagian maupun seluruhnya. Jadi di sini terima kasih usulan, saran daripada Yang Mulia ketika itu, kunci-kunci, teori-teori itu sudah kami coba masukkan seperti mencermati konstruksi Pasal 6B ayat (2), ini pernah pengalaman ini. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung pada dasarnya menyebutkan bahwa calon hakim agung diutamakan dari profesi hakim karir, kemudian untuk kebutuhan tertentu dapat berasal 7
dari jalur non karir (bukan hakim). Mestinya kebutuhan tertentu dari jalur non karir itu baru diperlukan jika mereka memiliki kapakaran, keahlian hukum tertentu seperti pernah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 yang diperbaharui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung tadi. Namun dalam praktiknya, justru masa periode sebelum berlakunya Undang-Undang Mahkamah Agung itu oleh DPR dan pemerintah pernah mengangkat hakim agung dari jalur non karir, yakni dari profesi akademisi seperti Mr. Wirjono Prodjodikoro, Ketua Mahkamah Agung, saat itu periode tahun 1952-1966. Kemudian Prof. Oemar Seno Adji, Ketua Mahkamah Agung periode tahun 1974-1982. Mereka adalah salah satu contoh yang memiliki kepakaran, keahlian, dan kapasitas ilmu pengetahuan di bidang hukum yang ber-qualified dan profesional. Nah, kami mendambakan hal-hal seperti ini, apakah mungkin atau dimungkinkan kembali? Ini yang menjadi tanggung jawab kita bersama sehingga para hakim agung kelak di Mahkamah Agung itu adalah betulbetul yang mempunyai punya profesionalisme kepakaran, termasuk hukumnya, pengalamannya cukup dapat diandalkan, dan itu kami sangat banggakan karena kami pada umumnya karir itu lebih dominan di dalam praktik terus, tapi teori-teorinya kurang. Dengan adanya kolaborasi di antara kedua insan itu akan semakin berkualitaslah putusan-putusan itu. Kami tidak ingin putusan di Mahkamah Agung itu jadi bersifat putusan politik hukum, tetapi harus betul-betul murni hukum. Ini sekarang sudah terjadi pergeseran demi pergeseran. Saya tidak menghendaki di Mahkamah Agung itu kelak jadi akhirnya yang jadi rumah di Mahkamah Agung itu akhirnya bukan profesi hakim lagi, tetapi jadi profesi di luar hakim (...) 27.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, saya kira mungkin bisa (...)
28.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Sedikit lagi saya, Yang Mulia (...)
29.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Lebih di ... apa ... kerucutkan ya ke petitumnya karena hal-hal yang dikemukakan ini dapat kita pahami dan kita baca. Sekarang yang di petitumnya apa saja yang kemudian disempurnakan atau yang dipertajam atau yang diubah, begitu. Ya, silakan.
8
30.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Dan untuk menghindari juga adanya kemungkinan pertanyaan publik karena Undang-Undang MK ini ada kaitannya dengan Bapak Yang Mulia mengadili dirinya sendiri, kami juga sudah memperkuat landasan berpijak kami dengan mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48, kami jadikan di sini jadi bukti tambahan bahwa dasar ... ini halaman 2, Pak, halaman 2 bahwa sekalipun Mahkamah Konstitusi harus menguji undang-undang yang mengatur dirinya sendiri meskipun ada kekhawatiran daripada publik soal netralitas dan independensi Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa permohonan ini berdasarkan Putusan Mahkamah Nomor 48 Tahun 2011, itu bukti P-1 kami katakan ada tiga pendapat daripada Yang Mulia Mahkamah Konstitusi. Karena bahwa tidak ada forum lain selain Mahkamah Konstitusi yang memiliki wewenang (...)
31.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Saya kira sudah ini ya, kita nanti (...)
32.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Kalau begitu kami lanjutkan. Kalau sebelumnya dipersoalkan kami dalam permohonan ini khusus mengenai Pasal 15 ayat (2) huruf d dan h sudah pernah kata Yang Mulia, disidangkan dan memang kami lihat sudah ada. Daripada polemik berkepanjangan, kami akhirnya tidak mencantumkan keberatan itu.
33.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya.
34.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Jadi, khusus untuk Undang-Undang Mahkamah Agung yang kami batasi, di situ hanyalah Pasal 6B ayat (2) dan Pasal 7 huruf a dan huruf b Undang-Undang Mahkamah Konstitusi ... eh, maaf … Undang-Undang Mahkamah Agung. Sedangkan untuk Mahkamah Konstitusi hanyalah Pasal 4 ayat (3) tentang Masa Jabatan Ketua, Wakil Ketua MK di antara 2 tahun 6 bulan itu, kami menginginkan itu supaya disetarakan dengan Mahkamah Agung, di sana sekali 5 tahun dan dapat dipilih kembali. Nah, kemudian mengenai Pasal 22 Undang-Undang MK yang disebut di sana periodisasi 5 tahun bisa dipilih kembali. Nah, di sini kami rasakan berseberangan, bertentangan dengan konstitusi karena di
9
Mahkamah Agung semenjak usia 70 tahun itu tidak ada istilah seleksi atau periodisasi. Kami dapat membayangkan kader-kader yang sudah memiliki pengetahuan sebagai hakim konstitusi kalau tidak lagi bernasib untuk itu, dia akan mundur dengan sendirinya, padahal usia jabatannya belum selesai sampai 70 tahun. Nah, akhirnya kami di dalam petitum mempersempit. Kemarin sempat banyak kami simpulkan dua poin jadi satu poin, tapi tanpa mengubah sesuatu makna, kecuali kami menghilangkan masalah Pasal 15. Demikian petitum kami. 1. Mengabulkan permohonan Pemohon tersebut untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Pasal 6B ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa selain calon hakim agung karier, calon hakim agung juga berasal dari nonkarier jika tidak dimaknai: apabila dibutuhkan hakim agung dapat diangkat tidak berdasarkan sistem karier, dengan syarat memiliki keahlian khusus di bidang hukum tertentu. 3. Menyatakan Pasal 7 huruf a butir Nomor 4 dan butir 6 UndangUndang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berusia sekurang-kurangnya 45 tahun, sepanjang frasa
berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim, termasuk paling sedikit 3 tahun menjadi hakim tinggi jika tidak dimaknai
berusia minimal 55 tahun, berpengalaman minimal 20 tahun menjadi hakim, termasuk pernah menjadi hakim tinggi, serta memiliki pendidikan bergelar minimal magister hukum (S2). 4. Menyatakan Pasal 7 huruf b butir 1 angka 4 dan Nomor 2 butir 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa berusia minimal 45 tahun, berpengalaman dalam
profesi hukum dan/atau akademisi hukum minimal 20 tahun dan berijazah doktor ilmu hukum jika tidak dimaknai berusia minimal 55
tahun, sama seperti karier. Dua. Berpengalaman dalam profesi hukum atau akademisi hukum minimal 25 tahun. Sama undang-undang sebelumnya, Nomor 5 Tahun 2004. Memiliki pendidikan gelar minimal doktor. Jadi, boleh profesor gelarnya. Memiliki pendidikan gelar minimal doktor ilmu hukum dengan syarat memiliki keahlian khusus di bidang hukum tertentu. Seperti ahli money laundring, perbankan, perpajakan, 10
hukum bisnis, hukum lingkungan, dan atau hak asasi manusia, dan lain-lain. Dimungkinkan bidang-bidang hukum lain. 5. Menyatakan Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang diperbaharui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa masa jabatan Ketua, Wakil Ketua
Mahkamah Konstitusi selama 2 tahun dan 6 bulan dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan berikutnya jika tidak
dimaknai: selama 5 tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. 6. Menyatakan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang MK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa masa jabatan Hakim Konstitusi selama 5
tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya, jika tidak dimaknai masa jabatan Hakim Konstitusi sejak
mengucapkan sumpah jabatan dan pelantikan sampai memasuki usia pensiun 70 tahun. Memerintahkan pemuatan putusan ini di dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Dan/atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Demikianlah, Yang Mulia, permohonan uji materiil kami ini. Kiranya Tuhan memberkati Bapak-Bapak dan kiranya berkenan untuk mengabulkanya. Terima kasih. 35.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, terima kasih. Jadi kita sudah menerima perbaikan permohonan tertulis. Kemudian juga, hal-hal yang disampaikan tadi dipertajam karena hal-hal yang diperbaiki untuk kesempurnaan dan juga petitum tadi sudah disampaikan. Ini sudah kita terima. Kita sudah mendengarkan hal-hal yang disampaikan tadi dan untuk selanjutnya, nanti Majelis akan melaporkan pada Rapat Permusyawaratan Hakim untuk kelanjutan dari permohonan ini, dan akan kita sampaikan nanti melalui Kepaniteraan. Ya sebelumnya juga, ini kami sudah menerima bukti P-1A sampai P-9, betul ya? Nah, kemudian bukti P-10, bukti P-11, ini belum.
36.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Ya.
11
37.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya.
38.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Sekarang mau kami sampaikan, Yang Mulia, jika berkenan.
39.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, silakan diambil oleh Petugas.
40.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Ini bukti P-1.
41.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS P-1 sampai? Yang belum kita terima?
42.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Hanya 2.
43.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Bukti P-10 dan P-11?
44.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Bukti P-1 jadi berubah.
45.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Oh, berubah.
46.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Anunya, hanya kodenya saja yang berubah, Pak.
47.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Oh, ya begitu? Ya, ya.
12
48.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Tapi sudah kami buat di sini. Misalnya bukti P-7 itu di keterangan sama dengan bukti P-5.
49.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, ya, ya.
50.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Begitu. Sedangkan khusus bukti P-1 dan P-11 (…)
51.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS P-1 ya. Jadi P-1 ya?
52.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Ini adalah Putusan Nomor 48 dan Nomor 49 Mahkamah Konstitusi.
53.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, ya. Jadi semua sudah?
54.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Sudah, Pak.
55.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya. Tapi yang sudah kita verifikasi adalah bukti P-1A sampai P-9. P-1 dan P-11 nanti kami verifikasi lagi, ya.
56.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Mohon izin, Yang Mulia, sebentar. Karena memang ada perubahan di dalam judicial review kami itu, akhirnya tadinya Nomor Urut 1 bukti P1-BP1C jadi berubah itu nanti atau sama dengan P-8A, P-8B, P-8C, dan seterusnya ada keterangannya di sana, Bapak.
57.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Ya, ya. 13
58.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Terima kasih.
59.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, jadi yang sudah kami terima, kita sahkan dulu ya. Dan kemudian yang baru kita terima, nanti kita verifikasi lagi ya. Jadi yang sudah kita terima, kita sahkan. KETUK PALU 1X Baik, dari Majelis tadi cukup dan dari Pemohon cukup juga. Tidak ada hal-hal lagi yang dikemukakan.
60.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Kalau boleh kami menyampaikan mengenai jadwal sidang, Yang Mulia. Yang pasti kami berterima kasih hari ini dijadikan persidangan kami karena hari ini memang kami sudah membuat satu persidangan, jadwalnya khusus hari Selasa. Jika berkenan itu yang kita buat. Kalau hari Rabu, kami ada sidang yang lain seperti Jessica dan Rabu, Kamis. Kadang-kadang kami menerima undangan atau panggilan sidang itu mendadak seperti kemarin langsung sore baru kami terima.
61.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, nanti hal-hal yang demikian kita koordinasikan dengan Kepaniteraan, sehingga semuanya bisa berjalan dengan baik.
62.
PEMOHON: BINSAR M. GULTOM Baik, terima kasih.
63.
KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik, saya kira sudah persidangan agenda hari ini. Nanti menunggu informasi dari Kepaniteraan.
14
Dengan demikian, sidang hari ini selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.28 WIB Jakarta, 26 Juli 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
15