MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1946 TENTANG PERATURAN HUKUM PIDANA ATAU KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 73 TAHUN 1958 TENTANG MENYATAKAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1946 TENTANG PERATURAN HUKUM PIDANA UNTUK SELURUH WILAYAH REPUBLIK INDONESIA DAN MENGUBAH KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN AHLI PIHAK TERKAIT KOMNAS PEREMPUAN (XI)
JAKARTA SENIN, 17 OKTOBER 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 46/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab UndangUndang Hukum Pidana [Pasal 284 ayat (1) sampai dengan ayat (5)] terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Euis Sunarti 2. Rita Hendrawaty Soebagio 3. Dinar Dewi Kania, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Ahli Pihak Terkait Komnas Perempuan (XI) Senin, 17 Oktober 2016, Pukul 11.15 – 13.26 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Arief Hidayat Anwar Usman Aswanto I Dewa Gede Palguna Maria Farida Indrati Manahan MP Sitompul Patrialis Akbar
Fadzlun Budi SN
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Nurul Hidayati Kusuma Hastuti Ubaya 2. Euis Sunarti B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Feizal Syah Menan 2. Anggi Aribowo 3. Aristya Kusuma Dewi 4. Evi Resnanti 5. Adrian Kamil 6. Ismail Langon 7. Arah Madani 8. Busra C. Pemerintah: 1. Quarta Fitraza 2. Prautani Wira Swasudala 3. Hotman Sitorus 4. Surdiyanto D. Pihak Terkait: 1. Dian Kartikasari 2. Indri Fitriani 3. Titin Suprihatin 4. Nur Herawati 5. Zafrullah Salim
(KPI) (KPI) (PERSISTRI) (Komnas Perempuan) (MUI)
E. Kuasa Hukum Pihak Terkait: 1. Zunaerah Pangaribuan 2. Chaidir Napitupulu 3. Asfinawati 4. Pratiwi Febry 5. Naila Rizki 6. Ajeng Gandini
(YPS) (YPS) (Komnas Perempuan) (Komnas Perempuan) (Komnas Perempuan) (ICJR)
F. Ahli dari Pihak Terkait (Komnas Perempuan): 1. Lies Sulistijowati Soegondo 2. Henny Sapolo
ii
G. Saksi dari Pihak Terkait (Komnas Perempuan): 1. Dewi Kanti Setianingsih
iii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.15 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sidang dalam Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya. Permohonan, silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: FEIZAL SYAH MENAN Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemohon pada pagi yang berbahagia ini hadir Prof. Dr. Ir Euis Sunarti, M.Si. dan Ibu Nurul Hidayati Kusuma Hastuti Ubaya, Yang Mulia. Sementara dari Kuasa Hukum hadir Feizal Syah Menan, Ibu Evi Resnanti, Bapak Anggi Aribowo, Ibu Aristya Kusuma Dewi, Bapak Andrian Kamil, Bapak Ismail Langon, Bapak Arah Madani, dan Bapak Busra. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari DRR tidak hadir. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden, saya persilakan.
4.
PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS Terima kasih, Yang Mulia. Pemerintah hadir diwakili oleh Bapak Quarta Fitraza dan Ibu Prautani Wira dari Kejaksaan dan Pak Surdiyanto, dan saya sendiri Hotman Sitorus dari Kementerian Hukum dan HAM. Terima kasih, Yang Mulia.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari Pihak Terkait? Koalisi Perempuan Indonesia hadir?
6.
PIHAK TERKAIT: INDONESIA)
INDRI
FITRIANI
(KOALISI
PEREMPUAN
Hadir, Yang Mulia. 7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Dari Yayasan Peduli Sahabat, hadir?
1
8.
PIHAK TERKAIT: CHAIDIR NAPITUPULU (YAYASAN PEDULI SAHABAT) Hadir, Yang Mulia.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari Persatuan Islam Istri hadir? Di mana?
10.
PIHAK TERKAIT: ISTRI)
TITIN SUPRIHATIN (PERSATUAN ISLAM
Ya. Hadir, Yang Mulia. 11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih. Dari Komnas Perempuan?
12.
KUASA HUKUM PEREMPUAN)
PIHAK
TERKAIT:
ASFINAWATI
(KOMNAS
Hadir, Yang Mulia. 13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari ICJR?
14.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: AJENG GANDINI (ICJR) Hadir, Yang Mulia.
15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari MUI, Majelis Ulama Indonesia?
16.
PIHAK TERKAIT: INDONESIA)
ZAFRULLAH
SALIM
(MAJELIS
ULAMA
Hadir, Yang Mulia. 17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari yang ketujuh, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)? Tidak hadir. Baik. Pihak Terkait YLBHI tidak hadir.
2
Pada persidangan pagi hari ini kita akan mendengarkan dua orang ahli dari Pihak Terkait Komnas Perempuan Bu Lies Sulistyowati Soegondo, sudah hadir. Kemudian yang berikutnya Ibu Henny Supolo sudah hadir dan kemudian Saksi Pihak Terkait Komnas Perempuan Ibu Dewi Kanti Setianingsih, sudah hadir. Baik, sebelum memberikan keterangan, saya mohon untuk bisa maju ke depan untuk diambil sumpahnya terlebih dahulu. Bu Lies kemudian Bu Henny secara Islam, kemudian Bu Dewi Kanti nanti saya tanyakan, Bu Dewi Kanti secara apa ini? Ini di sini tertera Agama Sunda Wiwitan? Ya? Agak … ya. Untuk yang muslim, saya persilakan Yang Mulia Wakil Ketua. Muslim ada Alquran-nya? Petugas, silakan disiapkan segera. Sambil menunggu, Ibu Dewi berjanji atau bersumpah? Berjanji, baik. 18.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Ya. Untuk Ahli, mohon ikuti saya. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. “
19.
AHLI BERAGAMA ISLAM Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
20.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Terima kasih.
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Sekarang Ibu Dewi. “Saya berjanji sebagai saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya tidak lain dari yang sebenarnya.”
22.
AHLI BERAGAMA SUNDA WIWITAN Saya berjanji sebagai saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya tidak lain dari yang sebenarnya.
23.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Silakan kembali ke tempat. Dari Pihak Terkait, Komnas Perempuan, siapa dulu yang akan kita dengar keterangannya? 3
24.
KUASA HUKUM PEREMPUAN)
PIHAK
TERKAIT:
ASFINAWATI
(KOMNAS
Ya, Yang Mulia. Pertama adalah Ibu Lies Soegondo, kemudian Saksi Dewi Kanti karena terkait dengan keterangan ahli Ibu Lies dan terakhir adalah Ibu Henny Supolo. Terima kasih. 25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Silakan, Ibu Lies. Tolong dibantu itu dinyalakan, belum ditekan. Oh, enggak bisa? Ya, di … tolong dibantu segera. Maaf, Ibu. Silakan.
26.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: LIES SULISTIJOWATI SOEGONDO (KOMNAS PEREMPUAN) Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan, izinkan saya mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk menyampaikan keterangan selaku ahli dalam persidangan yang terhormat ini. Keterangan saya ini untuk mendukung permohonan oleh Pihak Terkait Tidak Langsung Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan. Keterangan ini didasarkan pada pengalaman selama puluhan tahun yang terbangun dari rasa keadilan, hak asasi manusia, dan anti diskriminasi. Sesungguhnya ketiga faktor tersebut merupakan cakupan dari hak asasi manusia dalam arti luas. Pengalaman saya selama mengemban tugas di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM selaku komisioner yang bertanggung jawab di bidang hak sipil dan politik tahun 2002 sampai 2007 mendorong memperjuangkan hak sipil warga negara utamanya bagi perempuan untuk memperoleh hak-haknya. Hak perempuan untuk memperoleh akta perkawinan adalah hak dasarnya, selain guna memperkuat statusnya dalam perkawinan sebagai alat bukti juga berimplikasi pada anak-anaknya yang lahir dalam perkawinan berstatus sah pula. Melalui akta perkawinan membuktikan adanya hubungan suami istri yang sah, baik menurut agama maupun hukum negara yaitu Undang-Undang Pasal 12 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ayat (1) yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Ayat (2), “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” 4
Sedangkan asas perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah monogami. Hal tersebut diatur dalam Pasal 3 ayat (1). Adapun pengecualiannya diatur lebih lanjut dalam ayat (2) Pasal 3 tersebut atas izin pengadilan dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Kalau saya kaitkan dengan KUHAP, khususnya Pasal 284 ayat (1) … ke 1 huruf a, maka dalam kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek Pasal 27 juga diatur tentang asas tersebut sebagai perkawinan monogami. KUHP Pasal 284 mencantumkan Pasal 27 Burgerlijk Wetboek bukan berarti napas pasal tersebut beraroma barat ataupun Belanda. Seperti kita ketahui bersama bahwa lahirnya KUHP adalah memang masih dalam suasana kolonial apalagi sesuai dengan ketentuan Pasal 1 aturan peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menyatakan, “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.” Oleh karenanya penyebutan Pasal 27 BW atau KUH Perdata tersebut masih berlaku dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Jadi, walaupun Pasal 27 KUH Perdata tersebut tidak dicantumkan dalam Pasal 284 ayat (1) huruf a sekalipun, namun pengaturan masalah zina dengan Pasal 284 KUHP tetap dimaknai sebagai perkawinan yang monogami karena sebagai warga negara Indonesia di mana pun ia berada tetap tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia termasuk harus tunduk pada ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan, pembuat atau penyusun KUHP sadar bahwa pencantuman asas perkawinan dalam Pasal 284 adalah sangat mendasar. Penghapusan atas asas perkawinan tersebut pemaknaannya akan bias menjadi tanpa kepastian hukum yang jelas. Selain demi kepastian hukum juga untuk menopang ketertiban rumah tangga yang merupakan modal bagi ketahanan rumah tangga. Inilah wujud perlindungan negara kepada warga negaranya. Perlindungan negara terhadap ketertiban perkawinan juga diatur di dalam kompilasi hukum Islam. Instruksi presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Pasal 5 yang menyatakan sebagai berikut. Ayat (1), “Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.” Ayat (2), “Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh pegawai pencatat nikah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954.”
5
Selanjutnya Pasal 6 menyatakan ayat (1) untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 5, “Setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan pegawai pencatat nikah.” Ayat 2, “Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat nikah, tidak mempunyai kekuatan hukum.” Dengan diusulkannya oleh Pemohon, penghapusan Pasal 284 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), tentang Delik Aduan tentu akan berimplikasi pada pengurangan perlindungan negara atas ketertiban perkawinan warga negaranya. Akibat lebih jauh negara dapat dituntut telah melanggar hak asasi warga negaranya, padahal perkawinan merupakan hak warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28B ayat (1) juncto Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam kaitan Pasal 284 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), justru melalui delik aduan, terhadap masalah zina dalam perkawinan adalah upaya negara untuk tidak serta merta menghukum dalam bentuk pidana, tetapi semata-mata terlebih dahulu mempertahankan atau mengupayakan harmonisnya keluarga yang bersangkutan. Karena negara menyadari bahwa perkawinan adalah hak setiap individu, tanpa intervensi dari luar. Bahkan kalau boleh saya menyitir adagium yang mengatakan, “Hukum berhenti di depan pintu kamar.” Kecuali kalau pihak suami istri yang bersangkutan sudah tidak sanggup lagi mempertahankan perkawinannya, sebagai akibat perbuatan zina, salah satu dari mereka dalam waktu 3 bulan, salah satunya yang merasa dicemarkan oleh keluarganya mengajukan gugatan cerai, atau pisah meja dan tempat tidur (sheiding van tafel en bed). Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan. Kalau mengikuti alur pemikiran Pemohon yang tertuang dalam permohonnanya, merubah delik aduan menjadi delik biasa bagi setiap orang, baik yang terikat dalam perkawinan, maupun yang tidak terikat perkawinan, yang melakukan zina atau overspel, akan menimbulkan akibat yang sangat luas di dalam masyarakat. Karena seperti yang banyak kita ketahui bahwa kenyataannya belum atau tidak semua perkawinan dicatatkan pada KUA atau pun catatan sipil. Hal tersebut dikarenakan, beberapa sebab misalnya; a. Kerancuan pemahaman atas informasi bahwa perkawinan yang dilakukan menurut agam sudah cukup sah. Pada umumnya, mereka tidak paham tata cara perkawinan yang benar pada Pasal 2 UndangUndang Nomor 61 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ayat (2) masih mewajibkan pencatatan pada pejabat pencatat nikah. b. Atau karena keterbatasan pengetahuan, ekonomi, yang menganggap perkawinan adalah mahal. Pencatatan ditunda-tunda sampai berkemampuan finansial, utamanya bagi masyarakat miskin. 6
c. Jarak domisili dengan KUA, atau pencatat nikah yang sangat jauh. d. Adanya kesenjangan antara ... kesengajaan, maaf. Adanya kesengajaan karena menyimpan rahasia tertentu. e. Dan yang tak kalah pentingnya adalah bagi mereka-mereka yang tidak termasuk dalam PNPS Nomor 1 Tahun 1965, seperti para penghayat kepercayaan masyarakat adat. Bagi mereka-mereka tersebut belum mulus pencatatannya. Walaupun sudah pernah diatur dalam Pasal 81 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 bahwa perkawinan penghayat kepercayaan dilakukan di hadapan pemuka penghayat kepercayaan yang ditunjuk dan ditetapkan oleh organisasai penghayat kepercayaan, yang didaftar pada kementerian yang bidang tugasnya secara teknis membina organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Yang terakhir tersebut menurut pengakuan salah satu tokoh penghayat Sunda Wiwitan bahwa mereka tidak mau mengikuti ketentuan tersebut karena mereka merasa perkawinannya sudah sah menurut “agamanya”. Kalaupun pencatatan perkawinan mereka tidak dapat dicatatakan, hal tersebut bukanlah kesalahan mereka selaku warga negara. Apalagi kalau agama di KTP kosong, bagi mereka hal tersebut sangat menyakitkan. Pada umumnya para penghayat menganggap, peraturan pemerintah tersebut bertele-tele, berbelit-belit, bahkan telah terjadi perlakuan dalam pelayanan yang diskriminatif. Untuk bahan pertimbangan bahwa seandainya permohonan Pemohon mengubah delik aduan menjadi delik biasa, dengan kenyataan tersebut di atas akan penuh dan tak akan tertampung di lembaga-lembaga permasyarakatan se-Indonesia, para terpidana kasus perzinaan sebagai akibat tidak tercatatnya perkawinan para penghayat tersebut oleh pejabat pencatat nikah atau catatan sipil. Dalam kesempatan ini mohon izin nanti ada testimoni dari yang bersangkutan, terima kasih. Apalagi kalau pemahaman zina, sebagaimana ... mohon maaf … bahkan akibat lebih lanjut malah anak-anak mereka menjadi kehilangan hak asuh orangtuanya selama ayah/ibunya di pidana. Selain daripada itu beban pembuktian bagi istri-istri atau perempuan menjadi lebih berat dan pada umumnya sulit dibuktikan. Utamanya bagi perempuan korban kekerasan seksual akan mengalami kesulitan dalam tuntutan pembuktian sesuai KUHP dan KUHAP. Apalagi kalau pemahaman zina sebagaimana dimaksud oleh Pemohon mencakup pula di luar perkawinan, maka berapa ribu tenaga kerja wanita republik Indonesia di luar negeri, seperti di Arab Saudi, Malaysia, Singapura, Hongkong, dan lain-lain, akan terkena dampak kriminalisasi, pada umumnya perempuan-perempuanlah yang terkena imbasnya. Mereka di mancanegara menerima nasib dinikah secara sirih atau di bawah tangan karena hanya disaksikan oleh sosok yang tahu agama saja, hal itu dapat dimaklumi karena keberadaan mereka ada di kebun-kebun kelapa sawit, seperti di Malaysia. 7
Dalam kasus tersebut negara sudah berupaya untuk melindungi agar perkawinan menjadi sah, diusahakan adanya sidang isbat, seperti halnya pernah dilakukan di Arab Saudi, Mahkamah Agung Republik Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Agama Republik Indonesia menghadirkan Majelis Hakim Pengadilan Agama beserta KUA untuk menggelar sidang isbat di KBRI sekaligus dicatatkan perkawinan mereka. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang sangat saya muliakan, permohonan Pemohon atas Pasal 292 KUHP yang mengubah redaksi pasal tersebut sedemikian rupa perlu adanya pemahaman tentang latar belakang bagi pembuat KUHP untuk orang yang cukup umur guna menegaskan bahwa orang perlu dijelaskan yang memiliki cukup usia dewasa karena konteksnya adalah mengenai perbuatan cabul terhadap orang lain yang sama jenis kelaminnya, yang belum cukup umur. Artinya untuk menunjukkan bahwa orang yang cukup umur tersebut seharusnya tidak pantas melakukan perbuatan cabul tersebut terhadap anak-anak di bawah umur, yang akan merusak masa depan anak tersebut, yang seharusnya ia membimbing si anak di bawah umur dan melindunginya, sehingga sebagai konsekuensinya ancaman hukuman pun lebih berat. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang sangat saya muliakan. Mudah-mudahan apa yang telah saya sampaikan sebagai pendukung Pemohon oleh Pihak Terkait tidak langsung, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Komnasham, Komnas Perempuan berharap bermanfaat sebagai bahan pertimbangan Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan dan memutus Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016. Tiada gading yang tak retak, saya pun sebagai insan tidak luput dari perilaku yang mungkin tidak berkenan, Yang Mulia Majelis Hakim, untuk itu dari hati saya yang paling dalam mohon maaf sebesarbesarnya. Wassalamualaikum wr. wb. Demikian, Yang Mulia, terima kasih. 27.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Ibu Lies Sulistijowati Soegondo, silakan duduk kembali. Sesuai dengan permintaan Pihak Terkait, Ibu Dewi, saya persilakan.
28.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: DEWI KANTI SETIANINGSIH (KOMNAS PEREMPUAN) Terima kasih. Selamat siang. Selamat siang, yang terhormat ... yang kami muliakan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Kami sampaikan salam hormat kami, sampurasun. Perkenankan saya menyampaikan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan 8
kepada saya untuk menyampaikan keterangan selaku Saksi dalam Persidangan Yang Terhormat ini. Keterangan saya untuk mendukung permohonan oleh Pihak Terkait tidak langsung Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Komnas Perempuan. Keterangan ini didasarkan pada pengalaman, baik pribadi maupun di dalam Komunitas Adat Karuhun Sunda Wiwitan sebagai bagian dari warga negara Indonesia yang hingga saat ini masih belum terpenuhi hak konstitusi terkait ketidakhadiran negara dalam pelayanan administrasi kependudukan. Tidak dicatatkannya perkawinan adat oleh negara dan sejatinya ini memicu kami untuk ... sebagai masyarakat hukum adat sangat rentan untuk dikriminalisasi. Majelis Hakim Konstitusi yang kami muliakan, sebagai masyarakat hukum adat, kami melaksanakan nilai tuntunan kehidupan secara turun temurun dari leluhur. Sistem nilai kehidupan di dalamnya mengajarkan kesadaran diri selaku manusia dan kesadaran pribadi selaku suatu bangsa. Seperti warga negara Indonesia lainnya, kami pun memiliki hak dan kewajiban sebagai warga negara melaporkan segala peristiwa yang berakibat hukum seperti kelahiran, perkawinan, dan kematian. Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga tahun 1963, hak sipil terutama peristiwa perkawinan masyarakat kami dicatatkan oleh seorang wedana di kantor kabupaten. Namun pada tahun 1964, mulai terjadi beberapa fitnah dan stigma pada komunitas adat kami. Setelah sebelum di zaman Jepang kami pun mengalami tekanan ketika hendak mencatatkan perkawinan adat, padahal pada zaman Belanda saja, Belanda mengakui perkawinan kami sebagai perkawinan hukum adat dan itu tercatat di dalam buku Pikukuh Igama Jawa Pasundan yang dikontrol oleh J.A.L Jacobs tahun 1925, nanti akan kami sertakan. Peristiwa tahun 1964 itu menjadi gambaran awal bagaimana terjadi upaya sistemik dalam melanggengkan stigma pada komunitas kami. Betapa tidak, media massa yang ada pada saat itu pun belum mencakup ... belum cukup membuka informasi yang berimbang, lebih didominasi oleh tekanan politik, terjadi tekanan terhadap beberapa calon pasangan pengantin yang harus disibukkan bolak balik diintrogasi di Kejaksaan melalui Bakorpakem. Bahkan ayah kami sendiri, Bapak P. Djatikusumah, sempat ditahan di Kejaksaan tanpa proses peradilan. Bahkan saat itu terjadi peristiwa yang sangat cukup aneh karena jaksa malah meminta ayah saya untuk meyakinkan saksi yang bisa memberikan keterangan palsu untuk memberatkan ayah saya. Situasi itu sangat mencekam untuk warga adat, sehingga sesepuh adat saat itu kakek saya, Bapak P. Tedjabuwana, demi menyelamatkan warga adatnya menyatakan membubarkan diri sebagai organisasi ADS (Agama Djawa Sunda) dari tuduhan komunis dan intrik-intrik politik lainnya.
9
Bukan hanya sebagai aliran sesat, tapi juga stigma tentang perkawinan liar itu sangat melekat di kami. Kebanyakan warga adat akhirnya dibebaskan untuk memilih agama yang ada pada saat itu dan kebanyakan warga adat memilih Katolik, Kristen, kemudian sebagian kecil beragama Islam. Kebijakan tersebut kini kami menyadarkan ... menyadarkan kami bahwa itulah satu-satunya jalan saat itu agar kami terlepas dari tuduhan komunis, intrik-intrik politik, hingga kemungkinan pemusnahan massal pada saat itu seperti yang dialami oleh saudara-saudara kami di Jawa Tengah dan Jawa Timur tahun 1965. Dari tahun 1964 hingga 1981, sebagian dari komunitas kami beragama Katolik sampai hingga akhirnya kami membentuk kembali paguyuban adat sesuai cara leluhur kami terdahulu dengan tergabung dalam Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang yang telah terdaftar resmi di dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Artinya kami sudah mencoba melegalformalkan sebuah kelembagaan paguyuban adat kami. Namun, tidak lama kemudian, satu tahun kemudian atas ... tanpa proses investigasi yang berimbang, Kejaksaan Negeri Jawa Barat malah mengeluarkan pelarangan terhadap paguyuban kami lewat Keputusan 44/K.2.3/VIII/1982. Pelarangan tersebut memang terlihat dipaksakan atas dasar kehendak penguasa politik tanpa investigasi yang nyata dan di dalam pelarangan itu dikatakan juga menyangkut tentang perkawinan adat yang dianggap sebagai perkawinan liar, lebih jelasnya nanti kami sertakan juga sebagai bukti. Dampak dari SK (Surat Keputusan) tersebut melanggengkan stigmatisasi pada komunitas kami hanya karena kami melestarikan apa yang menjadi tuntunan leluhur untuk tetap merawat kesadaran diri selaku manusia dan kesadaran pribadi selaku satu bangsa. Kami ingin tetap hidup di negeri yang sudah dikodratkan oleh Sang Maha Pencipta dengan menjalankan cara dan ciri bangsa kami sebagai orang yang berbudaya Sunda, mempertahankan nilai spiritual dengan lelaku adat dan tradisi kami. Itulah kami, bukan komunitas yang ingin makar terhadap negeri yang sangat kami cintai, bahkan pembunuhan karakter terhadap leluhur kami, Bapak Madrais Sadewa Alibasa adalah juga kami rasakan sebagai upaya sistematis menghilangkan jejak seorang nasionalis sejati pada zamannya yang sangat diperhitungkan bahkan oleh Belanda hingga mengalami dan diasingkan ke Merauke tahun 1901 hingga 1908. Sejak tahun 1982, segala sisi kehidupan kami dikebiri. pintu masuk melalui administrasi kependudukan, KTP digiring menjadi KTP kosong ataupun dipaksakan untuk beragama yang tidak kami yakini. Proses pengajuan pencatatan perkawinan macet dan tidak dilayani sama sekali. Juga proses pembuatan akta kelahiran, bilapun diterbitkan akta kelahiran hanya berstatus anak seorang perempuan. Hingga sekarang masih terjadi, bahkan kami merasa secara sistemik. Negara telah 10
berperan untuk memisahkan hubungan antara ... biologis antara anak dan bapak. Padahal apa yang kami lakukan, proses ... menuju proses perkawinan adat itu sebuah perjalanan yang tidak singkat. Penderitaan lewat tekanan psikologis menjadi makanan sehari-hari bagi para perempuan adat seperti kami. Saya mengutip curahan hati, salah satunya sebagai berikut, “Di saat anak-anakku sekolah, ditanya akta kelahiran dan di dalam akta kelahiran itu hanya ditulis lahir dari seorang perempuan. Anak-anakku merasa ditekan. Ketika pelajaran di sekolah, anak-anakku merasa ditekan lagi. Betapa sakit hati sebagai seorang Ibu saat itu, di saat kami didiskriminasi oleh pihak-pihak tertentu. Pengalaman ini sangat berharga bagi kami dan tidak akan pernah kami lupakan sampai kapanpun. Aku sebagai ibu akan selalu tetap berjuang demi kenyamanan anak-anakku. Dengan diberi pengertian-pengertian, anak-anakku mulai mengerti dan lebih kuat, tapi apakah mereka akan tetap optimis? Miris hati kami saat ini. Sebagai warga negara yang mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum, upaya-upaya telah dilakukan untuk bagaimana agar perkawinan adat kami bisa dicatatkan oleh negara.” Pada Tahun 1997, kakak saya mengajukan gugatan di tingkat PTUN, untuk menggugat kepala catatan sipil dan kami dimenangkan. Namun, pada tingkat PTTUN kami dikalahkan, hingga akhirnya kami kehilangan kemampuan untuk memproses hukum lebih lanjut. Di antara kami masyarakat adat tidak banyak yang memilih jalan untuk secara ... menempuh keadilan dengan cara perdata. Berangkat dari kasus tersebut, sempat menjadi stigma di masyarakat sebagai perkawinan yang dianggap kumpul kebo. Penderitaan media nasional saat itu begitu kuat dan lebih banyak yang menstigma dan menguatkan stigma kepada kami sebagai perkawinan kumpul kebo. Pada tahun 2002, saya menikah dengan tata cara adat dan sebetulnya kami berpikir saat itu bagaimana cara supaya negara mau mencatatkan peristiwa hukum tersebut. Saya berinisiatif dengan suami saya saat itu, mengundang semua tokoh agama untuk turut mendoakan kami sebagia saksi dalam perkawinan. Namun ternyata, upaya itu pun tidak cukup untuk melegalkan perkawinan yang kami lakukan. Majelis Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan, untuk dapat diketahui, sejatinya di dalam tata cara perkawinan adat untuk menuju jenjang perkawinan, melalui beberapa tahapan. Dalam keyakinan kami, satu perkawinan bukanlah sekadar temu dan menyatunya dua manusia, tetapi dua keluarga besar. Tahapan-tahapan tersebut yang harus dilalui adalah pertama totoongan, menjajaki calon pasangan apakah sudah terikat hubungan atau belum dengan yang lain, dengan salah satu pihak, bagaimana latar belakang keluarga. Yang kedua neundeun omong, satu tahap di mana keluarga calon mempelai pria menitipkan kepada keluarga calon mempelai wanita. Bahwa ingin menjalin hubungan yang lebih serius. Yang ketiga mengketanah ... meungket taneuh, upacara 11
menentukan hari perkawinan antara dua keluarga. Yang keempat adalah masar, pendidikan pranikah yang diberikan oleh sesepuh adat kepala calon mempelai. Yang kelima adalah ngaras dan siraman, tahapan bakti seorang putra dan putri untuk memohon izin kepada orang tua, membasuh kaki para orang tua dalam meminta izin menempuh kehidupan yang baru. Yang keenam adalah ngeuyeuk seureuh, pendidikan pranikah dengan metode pembelajaran pendidikan seksual lewat materi ... apa ... materi sajian ubarampai. Jadi pendidikan seksual yang di ... disajikan lewat simbolisasi apa yang ada disekitar kita. Misalnya, tanaman, along dan lesung, padi, jadi pendidikan pranikah untuk calon pasangan yang akan menikah. Yang ketujuh, yang terakhir adalah ikrar pangwastu jatukrami, janji yang diucapkan kedua mempelai di hadapan orang tua untuk menempuh kehidupan baru dan mandiri. Rasanya ketika kami sudah melalui proses sedemikian panjang untuk sebuah perkawinan dan masih distigma sebagai perkawinan yang liar dan kumpul kebo, begitu menyakitkan. Begitu negara tidak pernah melihat kondisi nyata baik yang ada. Sejatinya hukum adat sudah ada sebelum negara kesatuan republik ini membentuk dan menyusun undang-undangnya sendiri, tetapi kenapa hukum adat tidak diakomodir dalam hukum positif dan dilegalkan. Di dalam masyarakat kami, perzinaan tidak ada dalam istilah sunda wiwitan. Seks di luar perkawinan tidak ada di dalam komunitas kami. Adapun beberapa kasus yang terjadi di luar komunitas di antaranya kebanyakan ada beberapa generasi muda yang menjadi masyarakat urban di perkotaan dan mereka tidak mampu menghadapi tantangan zaman dan godaan, sehingga kalau ada kasus seperti itu, kami tetap menanyakan dan mengklarifikasi kepada mereka apakah mereka menyadari kesalahan yang sudah dilakukan. Kami mempertemukan pasangan dan keluarga untuk mendapatkan titik temu dari jalan keluar memperbaiki kesalahan dalam melanggar adat. Bila kedua belah pihak menyadari kekeliruan dan menemukan titik kesadaran pertanggungjawaban bersama, jadi bukan pada posisi saling menyalahkan berebut benar, tetapi bersikap bahwa kekeliruan itu harus diperbaiki. Apalagi ternyata bila sudah ada janin yang dikandung oleh pihak perempuan, pantang bagi kami untuk menggugurkan kehidupan yang sudah diberikan oleh Yang Maha Pencipta. Secara psikologis pun bagi seorang perempuan yang mengandung harus dijaga untuk dalam situasi yang aman dan nyaman untuk perkembangan janin. Jadi dalam dampak dari perkawinan yang tidak dicatat juga sangat panjang dan sejatinya hukum adat itu kami berharap ingin diakomodir oleh hukum negara. Karena bila tidak segera, maka rentan untuk dikriminalisasi karena perkawinan yang tidak dicatat. Permasalahan yang kini masih dirasakan adalah adanya upaya pemaksaan untuk berorganisasi sesuai tata cara parpol dan ormas yang tentunya sangat berbeda dengan fakta sistem hukum adat. 12
Pertanyaannya apakah warga negara yang beragama di antara 6 agama itu, ketika ingin mengajukan perkawinan apakah harus memilih organisasi tertentu? Atau penghulu yang menikahkan mereka, pasangan tersebut, apakah ditanya organisasinya apa? Sampai saat ini kami sering dianggap sebagai masyarakat yang tidak mau tertib administratif. Padahal dari setiap peristiwa yang terjadi kami selalu melaporkan, tetapi apa daya kami ketika aparatur negara selalu menolak untuk mencatatkan dengan alasan belum ada juklak atau juknis, belum ada perundangundangan yang menaungi kami. Yang terbaru, memang Kementerian Dalam Negeri sudah mengeluarkan kemudahan, sedikit kemudahan untuk akta kelahiran anak, dimana nama ayah bisa muncul di dalam akta kelahiran. Tetapi tetap saja di bawah akta kelahiran itu dikatakan bahwa perkawinan orang tua tersebut belum dicatat sesuai perundang-undangan. Pertanyaannya, siapa yang bertanggung jawab untuk membuat undangundang? Kenapa kami lagi yang menjadi dipersulit, begitu. Jadi, harapan kami dengan kesaksian kami ini juga menambah mungkin Majelis Yang Mulia belum terlalu detail masalah yang terjadi bagi masyarakat atau warga negara pemeluk penganut agama leluhur bukan hanya Sunda Wiwitan, Yang Mulia, tetapi seluruh nusantara masih ada komunitas-komunitas seperti kami yang masih diabaikan, yang masih dipaksakan untuk beragama a, b, c, d, dan ujung-ujungnya adalah hak sipil administratif, hak mencatatkan nikah, hak akta kelahiran, itu kami tidak bisa mendapatkannya. Terima kasih. Demikian kesaksian dari saya. Sekali lagi mohon maaf atas apa yang mungkin kekurangan yang saya sampaikan. Semoga ini bermanfaat untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan dan intinya kami ingin menyampaikan bahwa kami sekali lagi bukan masyarakat yang ingin makar kepada negara, kami betul-betul ingin menjadi benteng pertahanan negara, menyelamatkan nilai-nilai kemanusiaan, dan menjaga karakteristik bangsa. Terima kasih, Rahayu. 29.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Bu Dewi. Berikutnya, Bu Henny Supolo, saya persilakan.
30.
AHLI DARI PIHAK PEREMPUAN)
TERKAIT:
HENNY
SUPOLO
(KOMNAS
Terima kasih. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya muliakan, izinkan saya mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk menyampaikan keterangan selaku Ahli dalam persidangan yang terhormat ini. Keterangan saya ini adalah untuk mendukung permohonan oleh Pihak 13
Terkait tidak langsung Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan. Dan keterangan ini didasarkan pada pengalaman saya berada di dunia pendidikan sejak tahun 1980 yang selalu menempatkan anak sebagai bagian penting untuk masa depan bangsa. Karena itu pula saya mengajak kita semua yang hadir di sini membayangkan anak cucu kita masing-masing yang dengan pendampingan kita menapak menuju masa depan gemilang yang mereka cita-citakan. Majelis yang saya muliakan. Berbicara mengenai masa depan, dunia pendidikan mengenal riset yang dilakukan oleh Nasional Education Association atau NEA yang menyimpulkan bahwa sangat penting bagi seorang anak untuk memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, berpikir kreatif, dan kritis untuk persiapan memasuki masa depan mereka. Salah satu pola yang untuk membiasakan ini adalah dengan terus menerus belajar mengenali diri dan juga mengenali lingkungannya, menemukan kekuatan diri sendiri, kekuatan lingkungan, dan memakai keduanya untuk perbaikan bersama. Inilah proses belajar yang selayaknya ditempuh oleh anak-anak kita bersama itu dengan pendampingan kita sebagai orang tua, guru, dan juga orang dewasa di sekitar mereka. Konsep diri positif yang memberikan kepercayaan untuk mengembangkan kemerdekaan berpikir adalah tugas berat kita semua. Masalahnya selalu ada anak-anak yang beruntung dalam proses pendampingan ini, tapi juga ada anak-anak yang tidak seberuntung lainnya. Dan dalam keterbatasan pemahaman saya itulah sebetulnya inti dari ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga adalah proses pendampingan yang seharusnya dimiliki anak agar bisa memahami proses pembelajaran yang terjadi dalam dirinya sendiri. Ketahanan keluarga dari perspektif pendidikan merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan dasar kasih saying. Kita sering sekali mendengar semboyan yang diperkenalkan oleh Ki Hadjar Dewantara dan bahkan mungkin bisa mengucapkannya dengan lancar, “Ing ngarso sung tuladha, ing madyo mangun karsa, tut wuri handayani.” Berada di depan memberi contoh di samping mendampingi dan memberikan kepercayaan pada anak dengan prinsip kesetaraan, dimana kita sama-sama belajar, serta di belakang mendorong dan memberi semangat untuk melangkah dan belajar dari setiap langkah yang diayunkan. Dalam proses pendampingan yang masing sangat relevan bahkan untuk kebutuhan menyongsong masa depan anak di abad ke 21 ini proses belajar yang reflektif menjadi sangat penting, pengetahuan yang diberikan perlu disertai pemahaman secara kontekstual dan kesadaran penuh apa yang tengah terjadi pada diri sendiri. Kemandirian dan kemerdekaan berpikir akan menjadi bagian penting menuju proses pendewasaan, perkembangan anak perlu dipupuk melalui proses pembelajaran yang dimaknai oleh anak itu sendiri. 14
Sebaliknya model penghukuman bila salah ataupun pemberian hadiah bila berbuat baik tidak memberikan kesempatan pada anak-anak untuk belajar dari proses belajarnya sendiri. System hukuman yang berasa dari penguasa dalam hal ini orang tua “penguasa”, guru, atau bahkan negara sekalipun tidak akan efektif karena meniadakan pengembangan kesadaran dan proses pembelajaran yang seharusnya ditemukan oleh anak itu sendiri. Dunia pendidikan mengenal apa yang kami sebut disiplin positif, yaitu jenis disiplin yang mengajarkan nilai kehidupan, mengembangkan karakter, ramah tapi tegas pada waktu yang sama, membantu anak merasa dirinya berharga, punya perasaan memiliki, mengembangkan kecakapan hidupnya, dan mendorong anak untuk menemukan kekuatannya sendiri. Tapi memang semua ini butuh proses dalam jangka panjang. Pengembangan disiplin positif dilakukan oleh Dr. Jane Nielsen dan riset penerapannya menunjukkan bahwa anak yang merasa memiliki kaitannya dengan lingkungan, dengan keluarga, dan sekolah memiliki catatan perkembangan yang positif. Majelis Yang Mulia, saat berbicara mengenai perzinaan, saya ingin sekali memakai data yang disebut oleh Pemohon bahwa 15-20% dari 2,3 juta aborsi dilakukan oleh remaja. Saya ingin juga menarik perhatian kita pada data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional pada tahun 2014 yang menyatakan bahwa 46% remaja usia 15-19 tahun pernah melakukan hubungan seksual. Juga ada data sensus nasional yang menunjukan 48 sampai 51% perempuan hamil adalah remaja. Pertanyaannya adalah apa yang sudah kita lakukan untuk mendampingi mereka? Kita tahu persis bahwa apa yang dihadapi oleh anak-anak kita sekarang ini jauh lebih mengerikan dibanding saat kita remaja dahulu. Seberapa jauh kita sudah bisa mengatakan bahwa kita telah melaksanakan tugas kita sebagai orang tua anak bersama kita itu? Seberapa jauh kita sudah mendampingi mereka, memasuki proses menuju masa dewasa mereka? Seberapa jauh kita bisa jadi contoh kita sudah berada mendampingi mereka atau berada di belakang mendorong mereka untuk menghadapi dunia dengan kekuatan yang mereka miliki setelah memberikan berbagai pengetahuan yang mereka butuhkan? Majelis yang saya muliakan, pendekatan hukuman tanpa melihat kembali seberapa jauh pola asuh telah kita lakukan, merupakan satu jalan pintas. Dan maaf sekali, ini adalah cermin keinginan untuk mencuci tangan atas tanggung jawab kita bersama yaitu menyiapkan anak-anak menyongsong masa depan mereka. Anak-anak adalah anak-anak yang langkahnya merupakan tanggung jawab kita bersama. Sebagai contoh, orang dewasa sebetulnya kita sudah patut merasa gagal. Kita tahu pemberitaan demi pemberitaan mengenai skandal seksual para pesohor dewasa sering sekali terdengar dan dalam pendampingan di samping mereka, langkah besar yang kita dapatkan 15
dari BKKBN di atas, apakah cukup menyadarkan kita untuk memberikan pengetahuan kesehatan reproduksi yang sangat dibutuhkan agar anak memahami perubahan hormonal yang terjadi pada diri mereka? Nyatanya berdasarkan penelitian di tahun 2014 oleh Pusat Kajian Gender dan Seksualitas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia hanya 58% dari 62% guru yang pernah mengikuti pelatihan Kespro yang pernah mereka berikan yang pernah memberikan ilmunya pada murid. Itu pun caranya hanya 1, ceramah. Dan ceramah tentunya tidak membuat murid merasa memiliki atau terhubung sebagaimana disyaratkan dalam pengembangan disiplin positif yang tadi saya sebutkan. Tidak perlu susah-susah mencari, sepulangnya kita dari ruangan ini. Tanyakan pada remaja yang kita temui, apakah orang tua atau guru, atau orang dewasa yang mereka percaya telah memberikan mereka pengetahuan cukup untuk memahami perkembangan diri mereka. Perubahan menuju akil baligh mereka. Padahal menjadi tugas kita bersama untuk menambal kekurangan-kekurangan itu dengan menemani para guru dan orang tua, kita harus bergandengan tangan. Dan bilamana perlu, mendorong satu sama lain menyatakan, “Kesalahan yang telah kalian lakukan, Nak, merupakan bagian dari proses pendewasaan yang harus dan bisa kalian maknai.” Dan untuk melakukan itu, memang dibutuhkan kebesaran hati kita untuk tidak semata-mata mengandalkan hukum apalagi hukuman. Karena kita sangat memiliki andil, kita memiliki andil besar dalam kesalahan itu. Majelis yang saya muliakan. Saya percaya, sungguh percaya, bahwa semua yang hadir di ruangan ini memiliki niatan sama. Menyiapkan anak-anak kita bersama untuk menyongsong masa depan gemilang demi Indonesia yang lebih baik. Karena itu saya sungguh merasa penghapusan kata belum dewasa dalam Pasal 284 tentang perluasan over spell menjadi hubungan seksual di luar perkawinan, sebagaimana dimintakan Pemohon, melupakan tugas utama orang tua dan orang dewasa yaitu memberikan pengasuhan untuk anak kita bersama. Ya, anak kita yang akan menggantikan kita kelak, yang juga akan berdiri di sini, di ruangan ini dengan kemandirian dan idealisme sebagaimana kita lakukan bersama saat ini. Bukankah saat ini kita berbicara hal sama, mendidik dan menumbuhkembangkan karakter anak-anak kita. Majelis yang saya muliakan, saya berusia 62 tahun dan punya 2 anak. Saya paham kecemasan Pemohon mewakili kecemasan kita semua. Namun demikian, kecemasan itu tidak boleh mematikan masa depan anak-anak kita. Karena itu saya ingin membacakan beberapa nasihat dari Ki Hadjar Dewantara, guru, kepala sekolah, pejuang kemerdekaan, ayah, suami, panutan kita bersama yaitu pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu
16
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Hidup dan tumbuhnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan dan kehendak kita. Anak-anak itu sebagai makhluk, sebagai manusia, sebagai benda hidup, teranglah hidup dan tumbuh menurut kodratnya. Untuk keperluan pendidikan, Ki Hadjar Dewantara mengatakan, “Maka umur anak-anak didik itu dibagi menjadi 3 masa, masing-masing 7 sampai 8 tahun atau 1 windu. Waktu pertama, 1 sampai 7 tahun adalah masa anak-anak. Waktu kedua, 7 sampai 14 tahun, yaitu masa pertumbuhan jiwa dan pikiran. Masa ketiga, 14 tahun sampai 21 tahun, inilah yang dinamakan masa terbentuknya budi pekerti. Ki Hadjar Dewantara juga menyebutkan cara belajar yang meliputi pengenalan alam, memasukkan budaya, kemerdekaan pada anak, kebangsaan, dan menitikberatkan kemanusiaan. Dan yang terakhir ini adalah pendapat serta peringatan beliau yang ternyata sejalan dengan hasil riset dari Jenilson yang saya sebut di atas mengenai hukuman, yaitu ganjaran dan hukuman itu tidak perlu diberikan untuk menjaga jangan sampai anak biasa bertenaga hanya kalau ada untung, atau ganjaran, atau hanya karena takut untuk mendapatkan hukuman. Ki Hadjar Dewantara juga menyebutkan bahwa anak-anak rusak budi pekertinya disebabkan selalu hidup di bawah paksaan dan hukuman. Secara sederhana sebetulnya budi pekerti adalah perilaku baik yang berulang, itu yang disebut pekerti. Yang dilandasi oleh budi atau kesadaran. Anak yang berbudi pekerti adalah anak yang mampu membedakan baik dan buruk, benar dan salah, anak yang berkesadaran, anak yang bisa memilih tindakan berdasarkan hasil pemikirannya sendiri, sehingga mampu dan mau menanggung konsekuensinya dan itulah sebetulnya guna kita untuk mendampingi mereka ke arah sana, sehingga itulah yang patut kita upayakan bersama-sama bilamana masa depan anak bahkan bangsa menjadi taruhannya. Terima kasih, Yang Mulia. 31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Ibu Henny Supolo. Berikutnya dari Pihak Terkait, ada hal yang dimintakan penjelasan lebih lanjut, atau mintakan klarifikasi, atau sudah cukup? Saya persilakan.
32.
PIHAK TERKAIT: NUR HERAWATI Terima kasih, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang saya hormati. Saya hendak … mau mengajukan pertanyaan kepada Ibu Lies selaku Ahli. Menurut Ahli, jalan keluar seperti apa yang seharusnya kita lakukan untuk memperbaiki hak konstitusi perempuan dan anak dari diskriminasi dan kekerasan sebagaimana yang telah diatur oleh UndangUndang Dasar Tahun 1945? 17
Pertanyaan tersebut saya kaitkan dengan keterangan Ahli sebelumnya dari KPAI yang menyampaikan perluasan makna ini menjadi penting dalam perlindungan anak, dimana anak lahir di luar perkawinan. Sementara menurut pemantauan Komnas Perempuan, kami menemumukan bahwa hal-hal tersebut adanya anak yang lahir di luar perkawinan merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan, yakni kekerasan seksual dalam jenis eksploitasi seksual, dan itu dalam relasi pacaran. Sementara kita tadi sudah mendengar Saksi Ibu Dewi Kanti menjelaskan bagaimana sisi lain dari layanan akta kelahiran yang belum memenuhi hak anak bahkan perkawinan orang tuanya sendiri yang belum akomodir oleh negara. Kemudian, pertanyaan yang kedua untuk Ibu Henny Supolo. Tadi disinggung soal contoh bagaimana pejabat publik maupun tokoh publik yang memberikan contoh terkait dengan perzinaan, bahkan kalau kita kembangkan bagian dari kejahatan perkawinan dan juga kekerasan seksual yang pada umumnya dijerat dengan pasal-pasal yang terkait dengan korupsi atau bahkan karena kasus-kasus pemalsuan identitas. Namun, kekerasan seksual yang mereka lakukan sama sekali tidak diproses dan tidak ada penjelasan apa pun dari negara atas situasi dan kondisi ini. Yang ingin saya tanyakan adalah dengan proses yang dilakuan selama ini tentunya menyumpang situasi dan kondisi, yakni melanggar hak konstitusi anak terkait dengan penghapusan diskriminasi maupun mencegah bagaimana supaya anak tidak mengalami diskriminasi terkait dengan hak atas informasi pendidikan yang memadai. Untuk itu, mohon Ahli bisa menyampaikan apa yang bisa kita lakukan untuk menguatkan hak-hak konstitusi anak terkait dengan hak atas informasi, sehingga tidak melanggar hak konstitusi anak? Demikian, terima kasih. 33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Dari Pemohon ada atau cukup?
34.
KUASA HUKUM PEMOHON: FEIZAL SYAH MENAN Ada, Majelis.
35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan. Yang ringkas saja.
36.
KUASA HUKUM PEMOHON: FEIZAL SYAH MENAN Ya, dari kami ada 3 pertanyaan, 2 untuk yang terhormat Ibu Lies Sugondo dan 1 untuk yang terhormat Ibu Henny. Untuk Ibu Lies, 18
pertanyaan yang pertama adalah dalam persidangan yang sudah berlangsung begitu lama ini, sudah terungkap bahwa ternyata Pasal 284 yang sekarang sudah dimodifikasi dalam RUU KUHP yang sekarang sudah berada di DPR RI ternyata bunyinya sebagaimana permohonan Pemohon. Nah, sekarang bagaimana komentar Ibu sebagai ahli di sini karena tadi menurut Ibu bahwa Pasal 284 itu tidak perlu diperbaiki itu. Padahal RUU KUHP sendiri sudah memperbaikinya sebagaimana yang Pemohon minta. Pertanyaan yang kedua juga untuk Ibu Lies adalah dari uraian Ibu ya, saya ada pertanyaan yang menggoda saya. Apakah terhadap bahaya perzinaan yang sudah mengancam begitu banyak orang di negeri ini, secara singkat bisa dikatakan mengancam mayoritas rakyat Indonesia ya, itu kita harus mengabaikan bahaya yang mengancam mayoritas itu demi memperhatikan kepentingan kelompok yang minoritas? Nah, sekarang bagaimana sebaiknya Ibu untuk menatalaksanakan hal ini sehingga kepentingan semua pihak tetap bisa terakomodasi di sini? Seperti itu. Kemudian untuk Ibu Henny, satu pertanyaan saja. Pertanyaan saya terkait dengan uraian Ibu mengenai pendidikan dan ini sangat sederhana, Ibu. Bagaimana kita bisa menjelaskan kepada anak-anak remaja kita, kalau anak-anak kecil mungkin mereka belum tanya, tapi kalau anak SMA atau mungkin mahasiswa, mereka mungkin bertanya ketika kita bilang bahwa berzina itu tidak baik, gitu ya, tidak boleh gitu ya, janganlah seperti itu gitu ya, dan mereka bertanya, “Lho, hukum nasional saja tidak melarang, kenapa enggak boleh?” gitu. Nah, ini bagaimana, Ibu? Padahal Pemohon di sini berusaha memperbaiki keadaan ini, gitu. Karena kita tentu tidak bisa biarkan generasi muda kita terus larut dalam kehidupan seks bebas yang pada akhirnya menghancurkan masa depan negeri ini. Itu merupakan keprihatinan kita semua saya pikir. Itu saja pertanyaan kami, Yang Mulia. Terima kasih. 37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Dari Pemerintah, ada?
38.
PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS Terima kasih, Yang Mulia. Pemerintah cukup, tetapi ingin menyampaikan terima kasih kepada Ahli dan Saksi yang telah menyampaikan keterangannya sehingga memperkuat dalil-dalil Pemerintah. Demikian, terima kasih.
19
39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Dari meja Hakim? Ada dari pojok kanan saya, Yang Mulia Pak Manahan. Kemudian Yang Mulia Pak Pal dari kiri nanti berikutnya. Silakan.
40.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Terima kasih, Yang Mulia. Pertama sekali ini saya tujukan ke Ibu Lies Soegondo. Ibu mungkin sebagai ahli dari pihak pejuang perempuan ya, Ibu sudah banyak di sana pengalaman. Ibu tadi memang meragukan bahwa perkawinan-perkawinan yang selama ini banyak dilakukan di masyarakat-masyarakat tertentu yang terpencil di daerah-daerah adat yang sulit dan belum punya fasilitas transport dan sebagainya sehingga perkawinan itu sangat sulit dicatat. Ini pengalaman saya ini, Bu, ya sebagai hakim dulu di daerahdaerah terpencil, ini memang menjadi pekerjaan kita semua karena bagaimana dia mengajukan perceraian di pengadilan sedangkan dia tidak bisa membuktikan adanya perkawinan itu? Maka sehingga ada petitum dari gugatan perceraian itu menyatakan dulu sah perkawinan itu. Jadi, antagonis. Menyatakan sah dulu perkawinan itu dan dinyatakan cerai. Nah, itulah pengalaman, Bu, di daerah-daerah, memang. Tapi itu kalau kita lihat nanti yang Ibu ragukan nanti kalau itu di perkara pidana, sekiranya itu diragukan adanya perkawinan itu karena kesulitan tentang aktanya, maka itu memang menjadi tugas dari penegak hukum nantinya seperti halnya apa yang kita lakukan memanggil pengetua-pengetua adat secara … apa … sebagai ahli kemudian keterangan-keterangan dari komunal adat dan sebagainya sehingga kita yakin memang perkawinan itu ada. Barangkali keraguan Ibu tadi di situ, itu bisa mungkin sebagai jawaban. Namun, khususnya yang diragukan oleh Para Pemohon ini, bagaimana keadaan yang sekarang ini begitu enaknya ya, Bapak-Bapak juga sering ada perkataan selingkuh, malah itu selingkuh itu malah diartikan … apa namanya … selingan indah keluarga utuh. Nah, itu ada itu, Ibu. Nah, ini yang menjadi mungkin dari Pihak Pemohon ini, bagaimana ini mereka-mereka yang tidak … mengabaikan moral, agama, dan sebagainya itu sehingga dengan enaknya selingkuh sehingga ada … apa namanya … akibat-akibat dari perselingkuhan itu. Nah, khususnya di para remaja atau anak muda yang seperti apa tadi yang dikemukakan oleh Pemohon, begitu enaknya dia karena merasa, “Ah tidak ada kok yang melarang. Soal agama, saya sudah di perantauan, saya tidak dekat lagi dengan orang tua, saya tidak dalam lingkungan agama.”
20
Sehingga ini moralnya ini ombang-ambing, sehingga itulah yang sering terjadi kecelakan. Nah, jalan keluar sementara memang itulah adanya perkawinan yang disebut dengan married by accident itu sering terjadi. Sehingga apa? Adanya anak-anak yang lahir seperti itu. Nah, pertanyaan saya kepada Ibu, demikian juga kepada Ibu Henny. Nah, apakah ini terjadinya perselingkuhan, terjadinya kawin sebelum direncanakan ini, apakah bukan karena tidak … apakah karena tidak adanya hukum yang mengatur? Walaupun tadi Ibu Henny mengatakan itu, “Itu menjadi the last resort, ya, sebagai upaya terakhir.” Tetapi pertanyaannya, apakah bukan karena tidak adanya ancaman itu sehingga terjadi ini? Itu yang menjadi pertanyaan. Menurut Ibu bagaimana, apakah karena ini tidak ada yang menjadi penghalang bagi mereka, ancaman pidana yang diatur oleh undang-undang, sehingga begitu enaknya mereka melakukan itu tanpa adanya suatu pembatasan diri? Barangkali itu yang pertanyaan saya kepada Ibu Lies dan Ibu Henny. Terima kasih. 41.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Terima kasih, Pak Ketua. Saya mau tanya ke Ibu Dewi, ya. Ibu Dewi Kanti, Saksi, tadi Ibu Dewi ini putrinya Pangeran Jati Kusuma, ya? Oh, yang diceritakan di sini. Tanpa … ini persoalan kita ini adalah persoalan hak konstitusional yang kita persoalkan, ya. Pertanyaan ini sama sekali tidak bermaksud saya untuk mengatakan bahwa ini ada menjadi persoalan statistik, tapi bagi kami menjadi penting untuk mengetahui karena saya tahu dulu kalau enggak salah di media nasional yang sempat ramai persoalan yang Ibu sampaikan itu. Saya ingin tahu sebenarnya Ibu kalau mungkin ada data, berapa sih sebenarnya jumlah penganut Sunda Wiwitan sekarang? Itu satu. Kemudian yang kedua, berapa jumlah warga Sunda Wiwitan yang mengalami kejadian seperti yang Ibu Saksi terangkan tadi? Sekali lagi ini bukan untuk menganu statistik, tetapi untuk menciptakan gambaran bahwa fakta itu ada, bukan karangan, dan yang kita persoalkan di sini adalah persoalan hak konstitusional warga negara. Itu yang menjadi keterangan menjadi … bukan pada jumlah angkanya, tapi bahwa fakta itu ada. Itu yang mau kami tahu untuk Ibu Dewi. Kemudian yang kedua, Ibu Henny, saya ingin menanyakan begini, Ibu. Karena Ibu sebagai Ahli pendidikan. Ada pernyataan yang agak keras tadi dan menurut saya ini bukan keras dalam artian tajam begitu, ya. Saya mendapatkan pemahaman yang lebih ini kepada Ibu. Kalau kita percaya bahwa metode banking system, begitulah, tidak cocok lagi kita terapkan dalam sistem pendidikan kita. Dimana anak didik kita, kita anggap sebagai account bank yang siap kita isi apa pun di situ, tapi pendidikan kita harus pendidikan yang membebaskan seperti yang Ibu harapkan tentu dengan metode pedagogi tertentu, gitu ya. 21
Saya ingin tahu sebenarnya secara pedagogi, hukuman itu berapa sih peran besarnya dalam pendidikan … dalam apa namanya dalam menumbuhkan budi pekerti anak? Mungkin dari prinsip ajaran Ki Hadjar Dewantara ataupun sistem pedagogi pada umumnya yang sekarang diterima, misalnya, khususnya yang berciri belakang itu bahwa yang hendak apa namanya … pendidikan yang membebaskan. Dalam pengertian bukan membebaskan dalam pengertian liberal tetapi pengertian yang menjadikan manusia itu menyadari bahwa dia dirinya adalah sebagai individu yang merdeka, yang sebenarnya di dalamnya juga terkandung kemampuan untuk mengolah dirinya dibantu oleh sistem pendidikan. Saya ingin mendapatkan gambaran itu. Sebetulnya peran hukuman atau skala hukuman dalam pembentukan budi pekerti untuk menghasilkan kualitas anak didik yang baik itu sebenarnya berapa, Ibu, atau dalam ranking ke berapa? Mungkin kalau dibuat ranking ada sekian unsur dia yang ranking ke berapa sih sesungguhnya dia itu, itu. Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Itu saja pertanyaan saya. 42.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dari sebelah kanan saya, Yang Mulia Prof. Maria dan Yang Mulia Pak Patrialis. Silakan Prof. Maria.
43.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Pak Ketua. Pertanyaan saya kepada Pemerintah dan kepada Ibu Dewi Kanti. Kalau kita mempunyai Undang-Undang Administrasi Kependudukan, maka sebetulnya kata administrasi kependudukan berarti kita harus mencatatkan semua peristiwa-peristiwa hukum yang ada di dalam negara ini. Persitiwa hukum yang paling penting adalah kelahiran, perkawinan, dan kematian. Nah, kalau ini sudah ada undang-undangnya dan apa yang harus dicatatkan itu mestinya mencakup ketiga hal itu, apakah sampai sekarang undang-undang ini tidak bisa dilaksanakan karena ada sebagian dari penduduk kita atau warga negara kita yang masih seperti yang dirasakan Ibu Dewi tadi? Karena kalau kita melihat kelahiran itu pasti akan berdampak pada periode yang misalnya dia mau sekolah harus ada akta kelahirannya, mau menikah juga ditanyakan juga akta kelahirannya, dan sebagainya, dan sampai kematian pun kita menginginkan adanya suatu akta malahan sekarang. Kalau dulu kan, biasanya hanya fatwa kematian dan fatwa waris, tapi kan, sekarang diminta akta kematian juga. Nah, kalau demikian apakah … apa yang menjadi kendala sehingga hal ini belum terjadi? Apakah ada peraturan pelaksanaan yang belum atau memang para petugasnya yang tidak mau, dan itu karena 22
apa? Ya itu saya mohon dijelaskan itu. Dan pada Ibu Dewi Kania, apakah sampai sekarang perkawinan Ibu dan putra-putra Ibu belum ada sama sekali dicatatkan? Sama sekali tidak ada? Dan juga semua pada Komunitas Sunda Wiwitan, mengalami hal yang sama itu. Terima kasih, Pak Ketua. 44.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Yang Mulia, Pak Patrialis, silakan.
45.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya, terima kasih, Pak Ketua. Saya tanya sama Ibu Lies dan Ibu Henny. Terlepas dari akan dihukum atau tidak dihukumnya perbuatan zina atau kekerasan seksual yang dilakukan oleh sesama orang dewasa, apakah tadi kedua Ahli sudah menjelaskan persoalan-persoalan yang dicemaskan kondisi bangsa hari ini. Pertanyaan saya itu adalah apakah perlu perbuatan perzinaan atau kekerasan seksual yang selama ini, yang di ... kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa, yang kedua perbuatan ini justru selama ini yang menjadi korbannya itu adalah perempuan, jadi perempuan itu memang menjadi sasaran baik dalam perzinaan maupun juga kekerasan seksual. Nah, pertanyaanya apakah perlu kedua hal ini, perlu kita atur dalam hukum negara kita? Terlepas dari dihukum atau tidak dihukum karena tadi Kuasa Hukum Pemohon mengatakan, “Tidak dilarang kok.” Gitu. Jadi saya ingin menyambung itu saja, ya, dihukum atau tidak dihukum itu persoalan lain, nanti kita bicarakan. Tapi saya substansinya saja. Terima kasih, Pak Ketua.
46.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan Ibu Dewi dulu. Oh, masih (...)
47.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Sedikit saja.
48.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, silakan.
49.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Saya ada tambahan sedikit, Yang Mulia. Terima kasih. Untuk Ibu Henny ya, kebetulan Ibu Henny seorang pendidik, ya. Kalau menurut 23
beberapa ahli pendidikan ya, yang saya tahu bahwa guru, pendidik, termasuk dosen tentunya adalah seorang yang berusaha untuk mentransfer, mentransformasikan pengetahuan, ilmu, bahkan tingkah laku kepada anak didik. Saya tertarik dengan apa yang dikutip oleh Ibu Henny, mengenai apa yang disampaikan oleh tokoh pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara, kalimat terakhir, “Anak-anak rusak budi pekertinya disebabkan selalu hidup di bawah paksaan dan hukuman.” Ini mengingatkan kita semua, ya saya pribadi terutama, ucapan seorang Filsuf Lebanon, yang namanya cukup terkenal Kahlil Gibran. “Jangan berikan ... kata Beliau, “Jangan berikan kepada mereka, maksud anak-anak, pikirannmu. Karena mereka mempunyai jalan pikiran sendiri.” Jadi, sebenarnya cocok dan sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Tokoh Pendidikan Nasional. Tetapi, begini, Bu, kalau kita ingat sejarah ya, Nabi Nuh yang ada anaknya yang membangkang ya, kita tahu namanya Kan’an, diajak oleh Nabi Nuh, ya, termasuk pada istrinya Nabi Nuh sendiri, artinya Ibunya Kan’an, tetapi tidak mempan ya, tidak mau mengikuti Nabi Nuh, akhirnya kena musibah, kena tsunami waktu itu. Dan yang lebih dasar lagi, Bu, konon menurut hasil penelitian bahwa yang ... yang ya bahwa darah yang mengalir dalam tubuhnya Kan’an itu dikuasai oleh darah ibunya, ini luar biasa. Artinya, seorang ibu ya, apalagi seorang pendidik, Ibu juga pendidik ya, Bu, saya juga termasuk pendidik juga ya, Bu ya karena basic saya guru juga. Nah, saya mohon pendapat Ibu ya, bila dikaitkan dengan kasus-kasus tadi, kasus Nabi Nuh, kemudian apa yang diucapkan oleh Kahlil Gibran, tokoh pendidikan juga menyampaikan hal yang demikian, termasuk apa yang dikutip oleh Ibu, pernyataan Ki Hadjar Dewantara. Kemudian, Ibu Dewi. Tadi saya sebenarnya ingin tanyakan tetapi sudah disampaikan oleh Yang Mulia Pak Palguna, cuma saya ingin tambahkan. Sunda Wiwitan ini berada di wilayah mana saja di Jawa Barat? Apa dari hampir seluruh kabupatennya, kan tadi sudah ditanyakan jumlah, ya, katakanlah, pengikutnya berapa? Terima kasih, Yang Mulia. 50.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Mungkin untuk bisa memberikan kesempatan Bu Lies dan Bu Henny selaku Ahli, pertanyaan-pertanyaan yang konkret lebih ke Bu Dewi. Saya persilakan, Bu Dewi, bisa memberikan jawaban terlebih dahulu. Silakan.
24
51.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: DEWI KANTI SETIANINGSIH (KOMNAS PEREMPU) Terima kasih, Yang Mulia. Kami menambahkan informasi mungkin bahwa dengan pertanyaan yang tadi sebetulnya berapa jumlah yang masih menganut Sunda Wiwitan. Sebelumnya kami menjelaskan bahwa masyarakat warga adat kami tersebar di Kabupaten Kuningan, Ciamis, Tasik, Garut, Banjar, Bandung, Sumedang ada beberapa, dan sebetulnya kalau mengurut ke belakang sebelum tahun 1964, total masyarakat kami adalah sampai 60.000 jiwa, tetapi setelah puluhan tahun dengan tekanan, dengan intimidasi, dengan penggiringan, kami tidak berani mengklaim secara pasti karena fakta di lapangan seperti ini, Bapak. Untuk orang bisa survive terpaksa harus katakanlah pura-pura di dalam KTP, pertama ada yang pura-pura di dalam KTP. Yang kedua ada yang dipaksakan. Yang ketiga memang ada yang masih bertahan sama sekali. Nah, yang masih bertahan sama sekali dengan katakanlah berani mengambil risiko, itu memang kurang dari 1.000, Bapak, dari semua kabupaten itu. Dan pertanyaan penting juga dari Ibu Maria. Memang setelah tahun 2006, Undang-Undang Administrasi Kependudukan sejatinya negara ingin hadir untuk me ... menjadi solusi terhadap perkawinan masyarakat penghayat, tetapi di dalam PP Nomor 37 itu masih terbentur pada syarat untuk berorganisasi. Nah, seperti yang tadi saya sampaikan bahwa persyaratan organisasi yang disyaratkan di PP Nomor 37 dan di Peraturan Menteri ... bersama Menteri ... antar Menteri Pendidikan ... Kebudayaan dan Menteri Pariwisata saat itu, syarat organisasi itu adalah di tiga ... minimal tiga kota dan seperti pada arah partai begitu, ada AD/ART. Nah, di dalam masyarakat hukum adat, sebetulnya kami tidak berangkat pada sebuah cara syiar atau penyebaran. Begitu pun kami ada di beberapa kota bukan pada dasar sebagai penyebaran sebuah ajaran, tetapi karena perpindahan tempat, perkawinan, kemudian kawin mawin, Wiwit tersebar di beberapa kota. Artinya kami justru bukan pada posisi seperti agama-agama yang lain syiar atau misi menyebarkan ajaran karena di dalam masyarakat hukum adat itu sangat spesifik, punya ikatan ... ikatan kultural yang sama, ikatan sejarah yang sama dari ketokohan tokoh ada, begitu. Jadi, itu mungkin yang bisa kami sampaikan dan memang problem di kami ... saya sen ... saya pribadi belum ... sampai sekarang perkawinan sudah hampir 14 tahun, belum dicatat oleh negara karena sejak awal biasanya kami itu selalu mengisi ... mengajukan permohonan secara tertulis persyaratan administratif dengan cukup lengkap, NA dan sebagainya, cuma kendalanya ketika yang menikahkan kami dianggap bukan tokoh agama, hanya sekadar orangtua dari mempelai dan disaksikan sesepuh adat, itu menjadi tidak legal oleh negara.
25
Dan kendala berikutnya adalah sampai sekarang di sistem yang sudah e-KTP, justru permasalahan itu juga menjadi cukup menambah, ya. Karena katakanlah kalau dulu secara belum online sistem, jadi syarat untuk melengkapi katakanlah surat nikah, akta nikah itu hanya berdasarkan keterangan dari ... lurah sudah tahu bahwa itu pasangan yang menikah, tapi karena sekarang sudah online system, itu menjadi mutlak sehingga ada pasangan di DKI Jakarta, sampai sekarang sudah menikah, tetapi ... jadi mereka dua kartu keluarga begitu, Bu. Jadi suami-istri, masing-masing karena masih dianggap bujangan, padahal di dalam peristiwa perkawinan itu kami berupaya juga menghadirkan saksi dari aparatur negara. Nah, ini sebetulnya masih menjadi PR yang ... perjuangan yang cukup panjang buat kami, Ibu. Meyakinkan bagaimana negara harus hadir untuk sekadar mencatat karena bagi kami yang mengesahkan sebuah perkawinan adalah orang tua yang punya hak menikahkan pasangan yang akan menikah itu, anak-anaknya. Dan ketika persyaratan organisasi itu ada, analoginya seperti ini, Bu, katakanlah kita punya orang tua kenapa harus pinjam orang tua tetangga untuk mengesahkan anak kami, seperti itu. Jadi ketika juga kami punya pengalaman pahit ketika pun sudah berorganisasi secara legal formal diinventaris di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1981, tetapi dengan selera politik, kekuasaan politik, siapa pun bisa dibungkam untuk disesatkan. Jadi kami tidak ingin mengulang sejarah masa lalu yang ... dan intinya kalau berkeyakinan atau beragama itu sebenarnya kan hubungan yang sangat privat. Dan sebagai warga negara, kami hanya melaporkan peristiwa penting itu untuk negara mencatat, itu. Mungkin itu keterangan tambahan dari kami. Terima kasih. 52.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Bu Dewi. Ini Bu Lies atau Bu Hanny dulu? Saya persilakan. Yang senior ... lebih senior artinya. Bu Hanny juga sudah senior. Bu Lies saya persilakan.
53.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: LIES SULISTIJOWATI SOEGONDO (KOMNAS PEREMPUAN) Terima kasih. Terima kasih, Yang Mulia. Banyak sekali yang ditujukan kepada saya. Pertama kali pertanyaan atau yang diajukan oleh Komnas Perempuan, yaitu yang mengkhawatirkan terhadap nasib daripada anak-anak yang orang tuanya hanya melakukan perkawinan siri atau katakanlah belum dicatatkan, hanya sepanjang perkawinan itu sesuai dengan hukum agama ya itu saja atau keyakinannya itu. Ini memang oleh karena itu negara mendorong untuk sahnya perkawinan 26
itu yang tentunya dorongan itu tidak hanya sekadar pengaturan yang tanpa ada pengawasan dan sebagainya, tetapi ini didorong untuk melakukan seperti isbat nikah. Sekaligus mungkin jawaban tentang isbat nikah ini saya alamatkan juga kepada Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, yaitu Yang Mulia Manahan Sitompul. Tadi ditanyakan mengenai akibat dari perkawinan yang tidak sah dalam arti tidak tercatat, yaitu baik dari ... sesuai dengan agama, KUA, ataupun di kantor catatan sipil. Ini memang ditegaskan oleh undang-undang, baik Undang-Undang Perkawinan ataupun Kompilasi Hukum Islam, dimana saya berpengalaman di sana sejak tahun 1986 menjadi sekretaris dari Kompilasi Hukum Islam itu. Nah, dorongan dari negara ini sudah barang tentu tidak mudah untuk dilaksanakan. Ada kalanya mereka berkesempatan untuk dilakukan isbat nikah, tetapi isbat nikah ini pun bagi masyarakat awam oleh karena harus di depan sidang pengadilan agama untuk golongan Islam dan peradilan umum untuk kaum Nasrani dan lain-lainnya, maka ini pun tidak mudah karena mereka nampaknya sudah ada semacam ancang-ancang agak segan untuk menghadapi persidangan pengadilan. Dianggapnya oleh masyarakat pada umumnya pertama karena mungkin mahal. Ini kenyataan, Yang Mulia, kenyataan di lapangan demikian. Buktinya bahwa traumatis semacam itu telah ditampung oleh pemerintah bersama dengan DPR, masuk di dalam Undang-Undang Adminduk (Adminsitrasi Kependudukan), yaitu dihilangkannya kesempatan untuk memperoleh ... apabila kelahiran itu telah lebih dari 6 bulan itu sebetulnya sesuai dengan ordonansi yang lama dari Belanda itu harus diputuskan di ... atau mendapat penetapan pengadilan, peradilan umum pada waktu itu. Tetapi ini karena kenyataan dituntut oleh banyak masyarakat yang keberatan melalui pengadilan, maka dihapuskanlah … direvisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tersebut tanpa melalui pengadilan lagi, ini buktinya. Jadi, negara telah atau pemerintah telah mengakomodir apa keresahan masyarakat itu. Nah, isbat nikah ini memang tujuannya adalah mengesahkan perkawinan yang semula belum dicatatkan, tetapi sudah melalui hukum agamanya atau keyakinannya. Sayangnya, masyarakat pada umumnya menafsirkan atau Ahli-Ahli mungkin ada yang menafsirkan bahwa sesuai agamanya dan keyakinannya itu, itu ditafsirkan keyakinan dari agamanya itu. Sebetulnya kalau ini bisa ditafsirkan atau dimaknai sedemikian luas, keyakinan itu bukan hanya keyakinan agama, termasuk keyakinan dari agama-agama lain. Itu bisa dimaknai demikian, alangkah bahagianya semua masyarakat Indonesia ini, bisa menikmati keabsahan dari perkawinan mereka. Yang saya maksudkan tadi adalah ini kalau pengalaman dari Yang Mulia tadi dikatakan karena jauh memang. Seperti di NTT itu, untuk mencapai ... apalagi pengadilan, catatan sipilnya saja untuk mencatatkan perkawinan mereka, itu harus melalui gunung, turun gunung 27
sebelahnya, sehingga menyulitkan untuk mereka. Dengan demikian, diambil satu cara singkat dan ini memang saran kami pada waktu itu, yaitu supaya kantor catatan sipil di-attach di gereja-gereja di mana di NTT tersebut. Sehingga dengan demikian memudahkan, begitu sudah secara nasrani, kemudian langsung dicatatkan di tempat itu, tapi ini pun juga tidak mudah mendatangkan catatan sipil yang gagasan kami itu untuk di-attach di gereja karena terbentur pada anggaran yang bersangkutan. Ini kesulitan di lapangan. Nah, kembali kepada pada tadi, bagaimana caranya untuk melindungi anak-anak untuk Komnas Perempuan. Untuk melindungi anak-anak, memang kita khawatir ataupun prihatin apabila terjadi sedemikian banyaknya perkawinan-perkawinan yang belum sah menurut undang-undang atau hukum negara ini dilahirkan. Oleh karena itu, ada upaya-upaya dari pemerintah pada waktu itu terhadap anak-anak yang nikah ... yang dilahirkan dari kelompok-kelompok adat ataupun seperti Sunda Wiwitan misalnya, adanya peraturan pemerintah Nomor 37 Tahun 2007. Ini sebetulnya untuk memudahkan. Alam pikiran dari pemerintah waktu itu untuk memudahkan pengawasan dan sebagainya, dan sebagainya. Namun, di dalam praktiknya tadi sudah kita dengar bersama apa yang dikemukakan oleh Ibu Dewi, kelemahan-kelemahan daripada peraturan pemerintah tadi. Alangkah baiknya melalui kesempatan ini, saya juga menghimbau kepada pemerintah untuk merevisi peraturan pemerintah tersebut tanpa adanya organisasi yang dibentuk oleh komunitas itu, kemudian didaftarkan sebagai ormas, dan seterusnya, dan seterusnya. Cukuplah apabila ditunjuk misalnya seorang tokoh agama, ataupun semacam pendeta, ataupun semacam penghulu dari komunitasnya itu, yang disahkan tentunya oleh masyarakat komunitasnya tersebut, cukup sebagai memberikan keterangan bahwa perkawinan yang telah terjadi adalah sah menurut keyakinan mereka. Ini imbauan saya sekarang. Nah, penafsiran ataupun pemahaman kami kepada Pemohon misalnya. Pemahaman kami bagi zina yang diatur di dalam KUHP adalah khusus bagi yang tunduk pada Pasal 27 BW ataupun yang sudah saya jelaskan Pasal 27 BW itu karena asas (suara tidak terdengar jelas) kami. Ini pun diatur di dalam Undang-Undang Perkawinan, bahkan di kompilasi hukum Islam. Jadi, bagi semua warga negara tunduk peraturan pasal tersebut. Nah, dalam kaitan ini, kalau tadi dikatakan pemahaman kami adalah bahwa kalau ini ditafsirkan sampai dihapus di dalam ... zina di dalam perkawinan itu, dikehendaki di dalam perkawinan itu dihapus, maka ini akan terjadi perluasan pengertian, yaitu bagi mereka yang menikah secara siri ataupun di bawah tangan, bahkan nikah seperti tadi Sunda Wiwitan. Ini terjadi bukan hanya Sunda Wiwitan, yang terhormat Saudara Pemohon, yaitu juga masyarakat- masyarakat adat yang ada di 28
luar Jawa misalnya, itu banyak sekali kelompok-kelompok misalnya, suku Penghayat dari luar Jawa, masyarakat adat maksud saya itu jauh lebih banyak dan mereka masih taat kepada adat masing-masing. Ini akan membahayakan sebab dengan adanya pencatatan atau dengan adanya perkawinan yang disahkan oleh negara, dengan adanya pencatatan di administrasi negara, maka ini berarti negara bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dari perkawinan itu, yaitu kewajiban dari negara untuk melindungi warga negaranya sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimana setiap warga negara berhak untuk melanjutkan, melakukan perkawinan dan melanjutkan keturunannya. Ini kewajiban dari negara untuk melindungi. Nah, oleh karena itu, maka pengertian atau pemahaman di dalam perkawinan, zina di dalam perkawinan ini cukup beralasan, yaitu, untuk mengulur ataupun untuk mengupayakan adanya perdamaian di antara mereka. Kemudian, yang pertanyaan oleh Pemohon tadi, bagaimana kalau Pasal 284 itu sebetulnya sesuai dengan Pemohon telah di … akan dibahas di DPR? Nah, justru itulah kami dari kelompok Komnas, yang diwakili oleh Komnas Perempuan, kelompok perempuan pada umumnya yang tergabung dalam Komnas Perempuan tentunya. Ini adalah memperjuangkan agar hal itu yang sekarang diubah di DPR itu tidak dimaknai sedemikian rupa, tetap kami berpendapat apabila hal itu terjadi, maka perempuan-perempuan atau banyak perempuan Indonesia yang terkena kriminalisasi. Kriminalisasi ini adalah yang kita hindari karena kerentanan perempuan justru yang terkena imbasnya. Kedua bahwa pertanyaan dari Pemohon yang kedua, seolah-olah harus memenangkan yang minoritas daripada … yang mayoritas mohon maaf, harus memenangkan yang mayoritas daripada yang minoritas. Pemahaman kami dari sudut hak asasi manusia kami tidak mengenal adanya minoritas ataupun mayoritas, semuanya ada berhak sama sebagai warga negara Republik Indonesia, hak sesuai yang diatur dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, semuanya adalah kewajiban negara untuk melindungi baik yang minoritas maupun yang mayoritas. Jadi, tentunya kalau dari pemahaman Pemohon seolah-olah asas memenangkan mayoritas ini menurut pandangan kami ini merupakan sumber dari diskriminasi. Kami tidak mengenal dari … demikian pula Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak mengenal diskriminasi. Semua warga negara berhak yang sama. Berikutnya adalah mungkin pertanyaan dari, mungkin tambahan dengan Yang Mulia Manahan Sitompul bahwa memang diperlukan adanya isbat nikah, pengadilan agama ataupun pengadilan negeri tadi, yaitu justru untuk mensahkan perkawinan itu. Dengan harapan dengan adanya sahnya perkawinan itu nanti anak-anaknya pun menjadi sah pula. Ini yang menjadi dasar pemikiran kami, sehingga sekaligus 29
menjawab pertanyaan dari Ibu Komnas Perempuan dengan jalan itulah menolong atau melindungi anak-anak kita di masa depan. Berikutnya adalah dari Bapak Patrialis Akbar. Apakah perbuatan zina atau kekerasan seksual ini perlu adanya peraturan atau ya, peraturan perundang-undangan oleh negara, diatur oleh negara? Kami yang mewakili perempuan karena saya sendiri perempuan tentunya akan membela mati-matian hak perempuan. Jangan sampai menjadi selalu ketiban pulung, ketiban pulungnya itu artinya adalah ketiban, kejatuhan jeleknya terus-menerus, yaitu melalui pemidanaan-pemidanaan sebagaimana alam pikiran dari Pemohon. Oleh karena itu, dalam perjuangan Komnas Perempuan juga telah menyusun rancangan undang-undang ... draft rancangan undangundang yang konon kabarnya sudah ditangan DPR untuk mengantisipasi terhadap kejahatan seksual. Jadi penghapusan kejahatan seksual. Bahkan pengertian kejahatan seksual di sini diperluas, tidak hanya zina ataupun semacam itu tetapi juga malah sangat diperluas kerlingan mata pun sudah bisa di ... atau colak-coleh juga bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual. Inilah perjuangan kami tidak hanya sekadar di depan Mahkamah Konstitusi dalam kaitan menanggapi Pemohon, tetapi juga lebih dari itu, telah menyusun rancangan undang-undang tentang penghapusan kejahatan seksual bagi perempuan. Saya rasa sudah memenuhi semua pertanyaan walaupun nanti mungkin ada pertanyaan tambahan izinkan kami nanti menambah. Terima kasih. 54.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Ibu, terima kasih. Ibu Henny, saya persilakan.
55.
AHLI DARI PIHAK PEREMPUAN)
TERKAIT:
HENNY
SUPOLO
(KOMNAS
Terima kasih. Pertanyaan pertama ini dari ... maaf, Ibu Nur Her, apa yang perlu diberikan pada anak hak informasi apa? Dalam kaitan pagi ini maka tentunya keberpihakan kita semua pada pendidikan kespro yang tepat. Pendidikan kespro yang tepat ini melibatkan di dalamnya adalah apa yang dipahami oleh anak-anak itu dan berangkat dari sana kemudian isu yang mereka hadapi karena isu yang mereka hadapi itu jauh lebih besar dari apa yang kita duga. Apa yang mereka tangkap, informasi yang mereka dapatkan yang tidak bisa kita bayangkan menjadi batu-batu kerikil atau mungkin jangan-jangan kalau batu besar masih bisa dihindari, tapi kerikil yang bisa membuat mereka kepeleset dan untuk bisa menentukan semua itu maka mau tidak mau kita semua harus melakukan apa yang disebut oleh Ki Hadjar Dewantara tadi bahwa ada contohnya disamping untuk 30
menanyakan apa yang mereka ketahui dari pengetahuan yang kita berikan, apa yang mereka pahami di sana, dan kemudian berangkat dari sana mencoba memahami langkah-langkah yang akan dilakukan karena yang penting ditekankan adalah kita memuliakan diri kita yang sudah diciptakan oleh sang pencipta. Sangat penting untuk penekanan itu karena dari sana kita bisa tahu bahwa semua manipulasi terhadap tubuh kita yang kadang-kadang dilakukan oleh teman-teman terdekat pun itu bisa kita bentengi dengan baik dan kita sendiri tahu bahwa pada saat memutuskan ada hal-hal yang dihadapi. Sebelum itu terjadi, sebelum para orang tua dan guru atau orang dewasa bisa memberikan pengetahuan dan berada di sebelah anak-anak untuk memahami apa yang … pengetahuan itu berdasarkan apa yang mereka ... banjirnya informasi yang mereka dapatkan maka sebetulnya tidak adil untuk berpikir mengenai hukuman karena apa yang mau dihukum bilamana kita belum memberikan apa yang menjadi kewajiban kita. Kenyataannya adalah orang tua dan guru masih jengah untuk membicarakan ini dan persentase kejengahan ini tinggi sekali. Ketika saya pergi ke suatu daerah di tiga kecamatan di Jawa Barat yang hanya kira-kira 2,5 jam dari pusat kota Jakarta. Saya menemukan bahwa dari tiga kecamatan ini guru yang berani mengatakan bahwa ya, saya siap untuk membicarakan. Itu hanya satu, dua, sementara pada saat itu kami bertemu dengan sekitar 102 guru yang terpilih untuk membicarakan hal ini. Ketidaksiapan ini ditambah dengan ketidaksiapan orang tua lalu ada informasi yang luar biasa, kenapa anak harus dihukum? Gitu. Logika ini yang sebetulnya sangat mengerikan menurut saya. Zina tidak baik, bagaimana mengatakan zina tidak baik? Sederhana. Risiko apa yang bisa didapatkan ketika melakukan itu? Bagaimana bila hamil? Bagaimana bila ada penyakit-penyakit yang didapatkan? Bagaimana ... banyak sekali bagaimana-bagaimana yang memang satu-satunya cara adalah dengan menggali. Pada salah ... sekitar 10 tahun yang lalu saya masih ingat ada satu seminar besar yang membicarakan mengenai apakah perempuan yang hamil, anak sekolah yang hamil harus dikeluarkan atau tidak? Pada saat itu pembicara lain mengatakan, “Harus dikeluarkan sebagai contoh hukuman untuk anak yang moralnya diragukan dan sekaligus sebagai contoh bahwa anak ini tidak boleh menularkan itu karena seakan-akan lalu menyenangkan.” Pertanyaan saya adalah apa dianggap bila anak ini sekolah, anak ini tidak merasa terhukum? Keadaan hamil dan terus sekolah, terus mengikuti ulangan, terus mengikuti ujian, menatap mata temantemanya, dan mungkin ada yang tertawa-tertawa sedikit, itu sudah hukuman. Tapi hal lain yang akan ditanggung oleh anak ini adalah bila dia tidak sekolah, atau … adalah dia harus mengejar luar biasa dan dia 31
kehilangan kesempatan yang begitu banyak, kesempatan mengenal teman-temannya yang begitu banyak dan mungkin mendapatkan pasangan yang lebih baik, gitu. Mungkin hal-hal semacam ini yang perlu kita biasakan di antara kita. Keterbukaan kita, keberanian kita untuk mengambil tanggung jawab ini dan mengatakan bahwa kesalahanmu adalah kesalahanku juga, gitu. Yang Mulia Manahan Sitompul, menanyakan apakah karena tidak ada ancaman. Saya ingin mengembalikan mengambil analogi yang saya pernah alami sendiri. Ketika naik kapal dari Batam ke Singapura dan sebaliknya. Waktu ke Singapura, bersih, sampai sana bersih. Sebaliknya, begitu sampai sana, penumpang yang terdiri dari bermacam-macam, bukan hanya orang Indonesia, itu juga enak saja naruh … membuang sampah. Mengapa itu terjadi? Karena hukum karena di mana-mana ada hukum. Proses penyadaran berbeda dari hukuman-hukuman ini dan kita membicarakan anak-anak. Kita bukan membicarakan orang dewasa di sini. Anak-anak adalah anak-anak. Kegagalan mereka adalah nomor 1 kegagalan kita, bukan mereka. Tapi penekanan hanya pada hukum itu membuat mereka memang melakukan hanya pada saat ada yang melihatnya. Tapi pencurian-pencurian yang dilakukan, mungkin makin lama akan makin berbeda derajatnya. Dan yang lebih mengerikan adalah bilamana sebetulnya mereka ingin berteriak minta tolong tapi enggak berani. Mereka sudah melakukan sekali lalu ingin mengatakan bahwa saya ingin berhenti, apa yang harus saya lakukan? Dan mereka merasa malu, merasa kotor, merasa segala macam karena merasa tidak nyaman untuk mengatakan ini padahal di situlah orang tua perlu berada. Ketika anak sangat membutuhkan mereka, ketika mereka sekali jatuh tapi bisa memaknai jatuhnya itu untuk bangkit kembali dengan lebih baik, gitu. Jadi mungkin sebetulnya itu, Pak, yang ingin saya nyatakan. Saya paham betul, semua yang ada di sini adalah pendidik. Bukan hanya mereka yang guru, tapi semua di antara kita adalah pendidik dalam porsi masing-masing sehingga saya tidak bermaksud untuk … untuk lebih dibanding yang lainya. Tetapi dari riset-riset pendidikan yang ada, memang tidak pernah ada efektivitas hukuman untuk anak-anak, enggak ada. Tapi riset memperlihatkan perilaku anak menjadi berubah positif bilamana mereka diikutsertakan, diberi kepercayaan membicarakan kesalahan-kesalahan itu, mendengarkan apa yang ingin mereka lakukan untuk memperbaiki kesalahannya dan pada saat itu mereka tahu persis bahwa mereka sudah belajar. Dan itu ada risetnya. Untuk hal ini juga saya sekaligus menjawab pertanyaan Yang Mulia I Dewa Gede Palguna. Di mana memang tidak … saya tidak bisa menjawab soal skala. Tapi proses penyadaran dan penghukuman memang pada anak tidak sejalan. Bahkan sejak anak masih kecil sekali pun. Tapi akan berbeda bilamana kita menyertakan mereka sejak kecil sekali pun. Dan kemandirian pada anak itu bisa dibangun sejak kecil. 32
Termasuk bagaimana mereka menjaga diri mereka yang masuk dalam pendidikan Kespro ini. Pertanyaannya adalah untuk yang remaja saja, guru dan orang tua masih merasa jengah. Apalagi untuk anak-anak yang sebetulnya bisa dan sangat bisa dilakukan karena ini bagian dari kemandirian anak, menjaga diri, membersihkan diri, merasa nyaman. Dan secara khusus, hubungan seksual bisa digambarkan sebagai hubungan yang penuh cinta, kesiapan, dan tanggung jawab karena untuk melakukan itu ada sebetulnya tahapan-tahapannya dan kita bisa membicarakan ini pada anak-anak kita karena kalau mereka bisa, tahu persis ini semua dengan baik, maka pada saat mereka mengambil keputusan, mereka sendiri yang akan merasa tidak nyaman. Jadi, mungkin itu sebetulnya. Untuk Yang Mulia Pak Patrialis Akbar, saya hanya ingin mengingatkan kembali bahwa dalam penelitian sudah diketahui 20% dari 2.300.000 pelaku aborsi itu remaja yang pasti sebelumnya melakukan hubungan seksual sebelum menikah kan, Pak. Lalu juga 46% sampai 51% kehamilan adanya adalah di remaja dalam penelitian BKKBN 2014. Pertanyaan saya adalah kalau semua anak-anak ini yang melakukan perzinaan lalu dihukum, kita di mana? Orang tua yang sebetulnya belum melakukan tugasnya adanya di mana? Itu yang pertama. Dan yang kedua, anak-anak kita habis. Bonus demografi yang kita butuhkan hanya bisa jadi bonus bilamana anak-anak ini adalah anakanak yang tahu persis konsekuensi dari keputusan dan bisa memperbaiki kesalahan yang mereka lakukan, dan bangkit kembali dengan baik. Dan untuk itu, keikutsertaan harus ada. Tapi seingat saya dari sisi saya, saya tidak berbicara mengenai kekerasan seksual oleh orang dewasa, apalagi hukuman terhadap orang dewasa dalam soal ini, itu pasti 2 hal yang berbeda, Pak. Karena kekerasan seksual ... kekerasan adalah kekerasan apalagi bila dilakukan oleh orang dewasa. Dan yang terakhir di bagian saya (...) 56.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Sebentar, Bu. Bu? Sebentar, Bu.
57.
AHLI DARI PIHAK PEREMPUAN)
TERKAIT:
HENNY
SUPOLO
(KOMNAS
Ya. 58.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Jadi, maksud saya tadi terlepas dari kita pinggirkan dulu hukuman. Dihukum atau tidak dihukum di luar itu, perlu enggak diatur? Itu, Bu, dalam hukum nasional kita, maksudnya begitu. 33
59.
AHLI DARI PIHAK PEREMPUAN)
TERKAIT:
HENNY
SUPOLO
(KOMNAS
Oh. Saya kok, berpikir ini bagian dari orang tua, ini adalah porsi orang tua, Pak. Ada hal-hal dimana negara rasanya tidak akan ditanya nanti oleh Sang Pencipta apa yang dilakukan oleh anak-anak kita. Saya berpikir hal-hal yang menjadi tanggung jawab orang tua berikanlah pada orang tua karena justru itu yang menjadi porsi yang harus mereka pertanggungjawabkan. 60.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Tapi kan, buktinya Ibu sudah melakukan penelitian?
61.
AHLI DARI PIHAK PEREMPUAN)
TERKAIT:
HENNY
SUPOLO
(KOMNAS
SUPOLO
(KOMNAS
SUPOLO
(KOMNAS
Ya. 62.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Banyak sekali.
63.
AHLI DARI PIHAK PEREMPUAN)
TERKAIT:
HENNY
Ya. 64.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Karena orang tua juga tidak mampu, kan?
65.
AHLI DARI PIHAK PEREMPUAN)
TERKAIT:
HENNY
Ya. Tapi lalu kalau orang tua tidak mampu, bagaimana caranya kita mendampingi orang tua agar mampu? Masa kalau orang tua enggak mampu lalu kita menghukum anak? Atau yang kita hukum orang tua saja, Pak. Semua anak-anak yang begitu, orang tuanya karena memang anak-anak itu melakukan itu tanpa satu contoh dari orang tua, tanpa pendampingan, tanpa dorongan dari belakang yang membuat anak-anak ini tahu persis apa yang dilakukannya. Jadi, menurut saya kembali lagi bilamana tanggung jawab pengasuhan anak seperti yang berulang-ulang kali disebutkan oleh Ki 34
Hadjar Dewantara dan karena itu juga Kementerian Pendidikan kita memakai Tut Wuri Handayani, yaitu mendorong dari belakang, maka sebaiknya memang porsi ini diberikan kepada orang tua, bukan berada pada negara. Dan intervensi negara di sini melalui Kementerian Pendidikan adalah dengan serius menyiapkan ini atau jangan-jangan juga ditambah dengan Kementerian Sosial dan Kementerian Agama. Tapi, ini adalah satu call untuk negara, untuk mendampingi orang tua karena orang tua baik berupa orang tua maupun gurunya belum siap, dampingilah mereka agar siap agar kita tidak mengorbankan anakanak kita. 66.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Begini, Bu. Sungguh sangat menarik saya ikut anu ... diskusi sedikit. Kalau kita melihat ... sebetulnya instrumen di dalam satu masyarakat itu tidak hanya hukum positif, hukum negara, ada instrumen-instrumen yang lain ya, apakah itu hukum agama, apakah itu hukum adat, ataukah hukum apa-apa, kalau begitu Ibu bisa mengatakan bahwa instrumen inilah yang sebetulnya harus dimodifikasi, didayagunakan sehingga itu adalah upaya yang terakhir, begitu? Gimana? Silakan.
67.
AHLI DARI PIHAK PEREMPUAN)
TERKAIT:
HENNY
SUPOLO
(KOMNAS
Saya kira itu jauh lebih simpatik karena itu mendayagunakan semua yang ada di masyarakat untuk ikut mendidik anak. Saya senang sekali kalimat yang mengatakan it take of village untuk mendidik anak. Semua harusnya ikut, ikut untuk mendidik anak, semua ikut bertanggung jawab dan ada porsi-porsinya di sana. Tapi memang yang paling besar porsinya di sini kembali lagi adalah orang tua. Nah, ini yang saya kira mungkin perlu kita lihat dengan lebih baik, saya hanya mencemaskan kalau dalam penerjemahkan … penerjemahan hubungan seksual ini adalah hanya sekadar hubungan di luar pernikahan, maka anak-anak kita dan remaja kita terjaring di dalamnya. Sebetulnya itu yang saya cemaskan karena yang kita butuhkan adalah sekarang ini untuk saling berpegang tangan seperti Yang Mulia Arief Hidayat anjurkan. Kita memang perlu bergandengan tangan ini, gitu, dalam hal ini. Saya boleh menjawab (...) 68.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, silakan. Silakan dilanjutkan.
35
69.
AHLI DARI PIHAK PEREMPUAN)
TERKAIT:
HENNY
SUPOLO
(KOMNAS
Untuk Yang Mulia Anwar Usman dengan contoh Nabi Nuh. Namanya juga Nabi, saya percaya beliau mempunyai pola asuh yang luar biasa, kalau enggak namanya enggak nabi. Pola asuh ini saya kira yang kita belum … kita tidak tahu kan seperti apa? Tapi saya bayangkan semua orang tua yang sadar penuh memiliki tanggung jawab untuk mengasuh anaknya, maka basisnya adalah cinta, gitu. Bahwa kemudian anaknya lalu memilih hal lain, sesudah ini dilakukan, dan menerima konsekuensinya, ya, itu adalah kehidupan memang. Tapi saya percaya kok, pola asuhnya sudah dilakukan. Nah, dalam hal kita ini kan kita sudah tahu bahwa kesehatan reproduksi itu jengah diberikan oleh orang tua dan guru. Jadi memang belum dilakukan satu pola asuh yang tepat, sehingga inilah yang perlu kita pikirkan bersama. Dan ini yang kemudian saya kira sangat menarik untuk dilihat porsi-porsinya dan bagaimana beberapa kementerian mungkin melakukan intervensi-intervensi sehingga bisa mempunyai gambaran yang lebih tepat dan anak bukan objek tetapi menjadi subjek karena merekalah yang sebetulnya kita tuju untuk menggantikan kita. Semangatnya bukan semangat menghukum tapi semangatnya adalah memberi kepercayaan. Kalaupun mereka sudah salah, itu kita punya bagian di sana dan karenanya kita perbaiki bersama. Jadi itu mungkin, Pak. Terima kasih. 70.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, terima kasih, Ibu Henny. Saya kira sudah cukup keterangan Ahli dan diskusi kita pada persidangan siang hari ini. Untuk mengakhiri, saya sebelumnya terima kasih pada Bu Lies, Bu Henny, dan Ibu Dewi yang telah memberikan keterangan di persidangan Mahkamah Konstitusi. Persidangan yang akan datang, kita akan mendengarkan keterangan ahli yang belum dari Pihak Terkait MUI. Dari MUI akan mengajukan ahli? Silakan.
71.
PIHAK TERKAIT: INDONESIA)
ZAFRULLAH
SALIM
(MAJELIS
ULAMA
Ada, Yang Mulia. 72.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Berapa ahli?
36
73.
PIHAK TERKAIT: INDONESIA)
ZAFRULLAH
SALIM
(MAJELIS
ULAMA
Dua orang. 74.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kita akan mendengar pada persidangan yang akan datang. Jadi seluruhnya sudah mengajukan ahli, tinggal MUI, kita dengarkan hari Rabu (…)
75.
KUASA HUKUM PEMOHON: FEIZAL SYAH MENAN Yang Mulia, mohon maaf.
76.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya?
77.
KUASA HUKUM PEMOHON: FEIZAL SYAH MENAN Mohon izin, Yang Mulia.
78.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
79.
KUASA HUKUM PEMOHON: FEIZAL SYAH MENAN Setahu kami, masih ada Pihak-Pihak Terkait lain yang juga barangkali mau mengajukan ahli juga.
80.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ini yang terakhir, tinggal MUI yang belum.
81.
KUASA HUKUM PEMOHON: FEIZAL SYAH MENAN Masih ada Persis Istri, kemudian (…)
82.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, Persis mau mengajukan ahli juga?
37
83.
KUASA HUKUM PEMOHON: FEIZAL SYAH MENAN Peduli Sahabat, YLBHI juga (…)
84.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oke. Kalau begitu kita masih akan mendengar (…)
85.
KUASA HUKUM PEMOHON: FEIZAL SYAH MENAN Koalisi Perempuan juga ada.
86.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, silakan. Jadi saya anu dulu, MUI dulu kita minta untuk 2 ahli. Kemudian yang belum Yayasan Peduli Sahabat juga akan mengajukan ahli?
87.
PIHAK TERKAIT: CHAIDIR NAPITUPULU (YAYASAN PEDULI SAHABAT) Benar, Yang Mulia.
88.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya?
89.
PIHAK TERKAIT: CHAIDIR NAPITUPULU (YAYASAN PEDULI SAHABAT) Ya. Benar, Yang Mulia.
90.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Berapa yang akan diajukan?
91.
PIHAK TERKAIT: CHAIDIR NAPITUPULU (YAYASAN PEDULI SAHABAT) Untuk sementara ini sudah ada 2 orang kita sudah daftarkan (…)
92.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Berapa?
38
93.
PIHAK TERKAIT: CHAIDIR NAPITUPULU (YAYASAN PEDULI SAHABAT) Dua orang (…)
94.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Dinyalakan biar kedengaran. Itu yang anu tolong, anu … Ibu dimatikan dulu supaya bisa menyala. Ya.
95.
PIHAK TERKAIT: CHAIDIR NAPITUPULU (YAYASAN PEDULI SAHABAT) Terima kasih, Yang Mulia. Dari Peduli Sahabat, yang sudah kita daftarkan sudah ada 2 orang ahli.
96.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, baik. Kalau begitu persidangan ini pukul 11.00 (…)
97.
PIHAK TERKAIT: ISTRI)
TITIN SUPRIHATIN (PERSATUAN ISLAM
Mohon izin, Yang Mulia. 98.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, apa lagi?
99.
PIHAK TERKAIT: ISTRI)
TITIN SUPRIHATIN (PERSATUAN ISLAM
Dari Persis sudah mengajukan permohonan untuk ahli itu sudah 2 minggu yang lalu dan dijadwalkan harusnya hari ini. 100. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, gantian. Nanti kita gantian, ya. seluruhnya akan didengar. 101. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: PRATIWI FEBRY (KOMNAS PEREMPUAN) Mohon maaf, Yang Mulia. Sesuai dengan kesepakatan minggu lalu, ketika kami Pihak Terkait dari Komnas Perempuan ditanyakan
39
bahwa kami akan menghadirkan 5 ahli lagi dan hari ini kami sudah menghadirkan 2 ahli dan satu saksi (…) 102. KETUA: ARIEF HIDAYAT Begini, Bu (…) 103. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: PRATIWI FEBRY (KOMNAS PEREMPUAN) Maka ada 2 ahli lagi yang kami mohon untuk dapat dihadirkan di persidangan. 104. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, sekarang pertanyaannya begini. Persidangan Mahkamah itu tidak melihat kuantitas ahlinya tapi kualitas ahlinya. Apakah keterangannya hampir sama dengan Bu Lies, Bu Henny, atau keterangan dari Bu Dewi, atau beda? 105. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: PRATIWI FEBRY (KOMNAS PEREMPUAN) Berbeda, sangat berbeda. 106. KETUA: ARIEF HIDAYAT Sangat berbeda? 107. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: PRATIWI FEBRY (KOMNAS PEREMPUAN) Sangat berbeda. 108. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, kalau begitu ini dulu kita selesaikan, ya. 109. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: PRATIWI FEBRY (KOMNAS PEREMPUAN) Terima kasih, Yang Mulia.
40
110. KETUA: ARIEF HIDAYAT Karena yang pertama untuk anukan, masih (…) 111. KUASA HUKUM PEMOHON: FEIZAL SYAH MENAN Mohon izin, Yang Mulia. Seingat kami, dalam persidangan tanggal 22 September 2016 yang lalu, Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan bahwa setiap Pihak Terkait cukup mengajukan 3 saja, selebihnya secara tertulis diajukan. 112. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Jadi begini, sebetulnya Mahkamah ingin mendengarkan semua Pihak karena kalau ada keterangan yang tidak kita dengar, itu juga merugikan kita semua sebagai bangsa, ya. Oleh karena itu, sebetulnya seluas-luasnya akan kita dengarkan. Itu yang prinsip yang harus kita pegang, ya. Itu akan sangat merugikan, apakah nanti putusannya itu … begini, ya, perlu saya sampaikan pada seluruh Hadirin. Dalam persidangan pengujian undang-undang itu tidak ada yang dikalahkan dan tidak ada yang dimenangkan oleh Mahkamah Konstitusi. Kita bersama-sama di forum ini adalah mencari kebenaran, kesesuaian antara undang-undang dengan konstitusi, sehingga tidak ada yang menang Pemohon atau yang kalah Pemerintah atau DPR, enggak ada. Yang menang adalah seluruh bangsa ini. Itu yang harus dipahami, bukan persidangan di peradilan yang lain, itu prinsip sehingga ya yang dimenangkan adalah bangsa dan negara. Yang dimenangkan adalah seluruh masyarakat. Kacamata ini harus kita luruskan bersama-sama sehingga tidak ada kerugian siapa pun yang ada dalam menanggapi putusan Hakim. Yang benar adalah kita menjaga konsistensi, koherensi, dan korespondensi undang-undang dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai the guardian of the constitution. Kalau memutus itu yang dimenangkan adalah seluruh bangsa, seluruh kepentingan warga negara, tidak ada yang lain. Oleh karena itu, kita berprinsip akan mendengarkan seluruh keterangan para pihak terutama dalam hal-hal yang semacam ini adalah hal yang sangat betul-betul akan kita dengarkan dan begini pada persidangan yang lalu Pihak Terkait sedang ini … kemudian tidak, tidak, tidak ada pembatasan di sini tapi itu bisa kita dengarkan seluruhnya ya tapi sementara yang diminta pada hari ini memang tiga itu, ya. 113. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: PRATIWI FEBRY (KOMNAS PEREMPUAN) Ya. Betul, Majelis. 41
114. KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi masih? 115. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: PRATIWI FEBRY (KOMNAS PEREMPUAN) Masih ada dua ahli yang akan kami hadirkan di persidangan mendatang. 116. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ahlinya ahli mengenai apa? 117. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: PRATIWI FEBRY (KOMNAS PEREMPUAN) Pidana dan filsafat. 118. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, ya. Baik, kalau begitu nanti MUI yang berikutnya atau kita empatlah, MUI sekaligus tadi dua sudah diusulkan akan kita dengar, ya. Ya, jam … jamnya ini pukul 11.00 WIB. Baik, kalau begitu persidangannya akan kita ajukan supaya enggak kena zuhurnya habis nanti, ya. Persidangan akan diadakan Rabu, 26 Oktober 2016 pada pukul 09.30 WIB ya, untuk mendengarkan ahli dua orang lagi dari Komnas Perempuan, ya. Tapi anu betul-betul yang disampaikan supaya berbeda karena kalau sama, bukan kuantitasnya, yang penting adalah kualitas keahliannya. 119. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: PRATIWI FEBRY (KOMNAS PEREMPUAN) Betul. Baik, Yang Mulia. 120. KETUA: ARIEF HIDAYAT Kemudian dari MUI dua orang, ya? Ya, baik. 121. PIHAK TERKAIT: INDONESIA)
ZAFRULLAH
SALIM
(MAJELIS
ULAMA
Betul, Yang Mulia.
42
122. KETUA: ARIEF HIDAYAT Pada persidangan yang akan datang akan kita dengarkan empat orang ahli, ya. Rabu, 26 Oktober 2016 pada pukul 09.30 WIB kita akan lebih awal, ya. Nanti Persistri kemudian yang lain yang semuanya Pihak Terkait akan kita dengarkan seluas-luasnya, ya. Baik begitu bisa diterima, ya? Baik, apalagi Pemohon? 123. KUASA HUKUM PEMOHON: FEIZAL SYAH MENAN Ini saja, Yang Mulia. Saya cuma memperhatikan kepentingan Para Pihak Terkait. Jadi, kalau menurut pandangan kami. Kami sependapat dengan Yang Mulia memang sebaiknya seluruh bisa didengarkan tapi alangkah baiknya jika urutannya sesuai dengan urutan kehadirannya. Jadi, ya jadi setelah apa setelah komisi … Komnas Perempuan, itu kan kalau seingat catatan kami ya itu kan Persistri, kemudian Peduli Sahabat (…) 124. KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya kira tidak ada … tidak ada anunya pengaruhnya, ya. Tidak ada. Urutannya sampai dimana pun semuanya terekam dalam risalah persidangan ya dan itu akan menjadi pertimbangan Mahkamah. Bukan berarti yang awal itu lebih didahulukan Mahkamah juga tidak, yang terakhir itu juga tidak. Jadi, tidak ada pengaruhnya sama sekali ya, tapi nanti akan kita lebih agendakan. Saya anggap ya, kemudian sudah terlanjur kita putuskan, nanti … apa … MUI dan yang lain. Jadi, Komnas Perempuan dulu, baru MUI, nanti yang lain-lain juga akan kita dengarkan semua, ya. Baik, saya ulangi kembali, Rabu, 26 Oktober 2016 pada pukul 09.30 WIB dengan mendengarkan empat orang ahli, ya. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 13.26 WIB Jakarta, 17 Oktober 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004 Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
43