BERITA
w w w. k o m n a s p e r e m p u a n . g o . i d
KOMNAS PEREMPUAN EDITORIAL
S
Edisi 20 SEPTEMBER 2016
Setia Merawat Ingatan dan Memulihkan Korban
Dok. Komnas Perempuan
prasasti Mei ’98 dilakukan epanjang Mei oleh Basuki Tjahaja sampai Agustus 2016, Komisi Purnama-waktu itu masih Nasional Anti Kekerasan menjadi Wakil Gubernur terhadap Perempuan (2014); Peresmian (Komnas Perempuan) monumen oleh Marullah melakukan serangkaian Matali, Asisten Deputi kegiatan besar, sebutlah: yang mewakili Pemprov Pertama, Memorialisasi DKI Jakarta (2015); maka Peringatan Mei ’98 pada peringatan 2016 (14/05/2016); Kedua, dihadiri oleh Djarot Pertemuan dengan Saiful Hidayat, Wakil Presiden Joko Widodo Gubernur DKI Jakarta. membahas perkembangan Beliau menyampaikan Djarot Saiful Hidayat Wakil Gubernur DKI Jakarta di Peringatan Mei’98 (14/05/2016) RUU Penghapusan pidatonya,“Saya sudah Kekerasan Seksual (08/06/2016); Ketiga Melakukan mendengarkan tadi testimoni, harapan, keinginan dari sebagian kecil advokasi terhadap terpidana mati mantan pekerja migran korban. Saya katakan sebagian kecil korban yang dimakamkan di Indonesia MU yang pada detik akhir eksekusi terhadap MU Penggilingan dan Pondok Ranggon. Saya minta semua korban (data tidak jadi dilakukan (29/07/2016); Keempat, Meluncurkan korban) disampaikan kepada kami secepatnya, bukan hanya kita “Hasil Pemantauan: Tentang Diskriminasi dan Kekerasan terhadap akan bebaskan pajaknya, tapi biarkanlah kami yang merawatnya. Perempuan dalam Konteks Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Teruntuk juga untuk nisan dan para orang tua korban kita sendiri. Bagi Kelompok Penghayat Kepercayaan/Penganut Agama Leluhur Mohon maaf, pada pertemuan ini kita akan jadwalkan untuk dan Pelaksana Ritual Adat” dalam rangka Hari Kemerdekaan membicarakan tentang pemberdayaan ekonominya, kehidupan dan Hari Konstitusi (18/08/2016); Kelima, Komnas kedepannya, pendidikan, saya minta betul, nama-nama yang betul Perempuan memberikan tanggapan terhadap usulan judicial ada, yang akurat betul, minggu depan kita bisa ketemu di Balai Kota, review dari pihak terkait untuk perubahan pada 3 pasal KUHP termasuk kondisinya seperti apa“(14/05/2016). di Mahkamah Konstitusi. Komnas Perempuan mengadakan Pasca peringatan Mei ’98 tersebut, Komnas Perempuan media briefing dan mengeluarkan pernyataan sikap:“Sepuluh Alasan Menolak Permohonan Perubahan Pasal 284, 285 dan telah melanjutkan berbagai audiensi seperti: Tindak Lanjut 292 KUHP” (02/09/2016). Pertemuan Advokasi Korban Tragedi Mei 98 bersama Tahun 2016 merupakan peringatan 18 Tahun Tragedi Mei’98. Wagub DKI Jakarta (26/05/2016); Dinas Pendidikan DKI Jakarta (23/06/2016). Sebelumnya, Komnas Perempuan Sama halnya dengan peringatan yang dilakukan tiga tahun juga telah mengadakan audiensi dengan Dirjen Kebudayaansebelumnya, maka peringatan Mei ’98 tahun 2016 ini masih dipusatkan di Makam Massal Korban Tragedi Mei ’98 di TPU Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (02/05/2016). Pondok Ranggon. Pada tahun ini mitra dan korban yang menginisiasi terselenggaranya kegiatan tersebut. Apabila pada tahun sebelumnya, saat peletakan batu pertama monumen/
Redaksi berharap, newsletter edisi 20 ini dapat menyelami khasanah pembaca untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Arkian, selamat membaca.n
www.komnasperempuan.go.id 2016 EDISI 20 Berita Komnas Perempuan
| 1
AKTIVITAS Integrasi Memorialisasi Mei ‘98 di Kurikulum Sekolah
Dok. Komnas Perempuan
Komnas Perempuan dengan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta (23/06/2016)
K
omnas Perempuan melalui Subkomisi Partisipasi Masyarakat dan Subkomisi Pendidikan mengadakan audiensi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta (23/06/2016). Audiensi ini merupakan tindak lanjut kampanye “Mari Bicara Kebenaran Tragedi Mei ’98” dan secara khusus mendiskusikan integrasi “Sejarah Mei ’98, Memorialisasi dan Napak Reformasi” sebagai mata ajar dalam kurikulum pelajaran sejarah di sekolah. Mohammad Husin (Kepala Seksi Kurikulum SMA) menjelaskan bahwa secara nasional kebijakan
DAFTAR ISI
Selain muatan lokal untuk mata pelajaran sejarah, Tragedi Mei ’98 juga dapat dimasukkan ke mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) dan Sosiologi. “Untuk muatan lokal di DKI Jakarta yang pasti juga telah disepakati oleh Gubernur,” ujar Mohammad Husin. Mengenai usulan ini, maka Dinas Pendidikan DKI Jakarta akan siap membantu (Chrismanto Purba, Redaksi)
Penanggung Jawab:
Editorial
1
Aktivitas
2, 4, 6, 9
Fokus Utama
3
Pendapat Pakar
5
Info Hukum
7
Pantau
8
Profil
10
Resensi
11 12
Terobosan Hukum
kurikulum ada di Pusat Kurikulum (Puskur), namun ada daerah yang juga dapat membuat kurikulum yang disesuaikan dengan muatan lokal. Dari diskusi yang dilakukan, apabila “Tragedi Mei ’98, Memorialisasi dan Napak Reformasi Mei ’98” dimasukkan menjadi muatan lokal untuk pendidikan sekolah di DKI Jakarta, maka dapat sebagai: 1) Kurikuler; 2) Ekstra kurikuler. Namun, sebaiknya lebih diupayakan menjadi muatan lokal yang diintervensikan menjadi kurikuler, termasuk kegiatan Napak Reformasi. Dengan demikian, maka Napak Reformasi menjadi studi lapangan yang wajib oleh siswa, yang setelah kegiatannya setiap siswa diwajibkan untuk membuat laporan, karena termasuk dalam penilaian dari mata pelajaran tersebut.
Sub Komisi Partisipasi Masyarakat: Mariana Amiruddin, Magdalena Sitorus, Indriyati Suparno Redaktur Pelaksana: Chrismanto Purba Kontributor:
Dwi Ayoe, Elwi Gito, Muhamad Daerobi, Pera Sopariyanti, Rina Refliandra Alamat Redaksi: Jl. Latuharhary No. 4B, Jakarta 10310, Telp. (021) 3903963, Fax. (021) 3903922 www.komnasperempuan.go.id @KomnasPerempuan Komnas Perempuan-Group Silakan kirim masukan dan kritik Anda ke:
[email protected]
2
| Berita Komnas Perempuan
EDISI 20 2016 www.komnasperempuan.go.id
FOKUS UTAMA Pertemuan Komnas Perempuan dengan Presiden Joko Widodo: Oleh Chrismanto Purba Redaksi Komnas Perempuan
Terobosan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Azriana (Ketua Komnas Perempuan) memberikan pemaparan mengenai perkembangan penyusunan Draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, beberapa hal yang disampaikannya adalah, “Gagasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sudah dimulai sejak tahun 2012 dan penyusunan Naskah Akademik dilakukan sejak tahun 2014. Saat ini RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masih dalam proses perbaikan/finalisasi oleh Komnas Perempuan dan mitra jaringannya, yakni lembaga pengadalayanan. Draft yang diserahkan dihadapan Presiden adalah Draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual progres perbaikan sampai dengan tanggal 19 Mei. Draft yang sama juga diserahkan kepada DPR dan DPD sebagai pengusul RUU ini (inisiatif DPR). Draft ini sedang dalam tahap penyesuaian Naskah Akademik dengan beberapa rumusan RUU dan perumusan penjelasan.” Pada pertemuan ini, Ketua Komnas Perempuan juga menyampaikan sejumlah terobosan yang dapat dilakukan 1. Tulisan lebih lengkap dapat dibaca di website Komnas Perempuan http://www.komnasperempuan.go.id/pertemuan-komnas-perempuan-dengan-presiden-joko-widodo/
Dok. Komnas Perempuan
K
omisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) diundang untuk datang ke Istana Negara, bertemu dengan Presiden Jokowi dalam rangka untuk mendialogkan substansi dan perkembangan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang sedang dibahas di DPR. Pertemuan ini merupakan respon Presiden terhadap permintaan dari Komnas Perempuan. Pada pertemuan ini, Presiden Joko Widodo didampingi oleh ketiga menterinya: Yohana Susana Yembise (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial) dan Pratikno (Menteri Sekretaris Negara) (08/06/2016). Kehadiran Komnas Perempuan diwakilkan oleh Azriana (Ketua Komnas Perempuan), Indriyati Suparno (Komisioner/ Ketua Subkomisi Pemulihan), Magdalena Sitorus (Komisioner/ Subkomisi Partisipasi Masyarakat), Lilly Danes (Sekretaris Jendral) dan kedua Badan Pekerja Komnas Perempuan, Chrismanto Purba dan Asmaul Khusnaeny.
Pertemuan Komnas Perempuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara ( 08/06/2016)
oleh Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, seperti: 1) Tidak hanya untuk menindak pelaku, tapi juga untuk memulihkan korban dan mencegah berulangnya Kekerasan Seksual dengan melibatkan masyarakat dan korporasi; 2) Mengatur pemulihan dan juga pemberdayaan korban, agar korban dapat melanjutkan kembali kehidupannya; 3) Menawarkan mekanisme pembuktian yang memudahkan korban dalam proses penyidikan (keterangan korban diakui sebagai alat bukti sepanjang didukung oleh 1 alat bukti lainnya/ adopsi sistem pembuktian di UU PKDRT); 4). Terdapat beragam bentuk hukuman, seperti: Pidana Pokok Pidana Kurungan (gradasi dari rendah ke berat), restitusi (diputuskan dalam putusan hakim) dan rehabilitasi khusus untuk pelaku. Termasuk pidana tambahan berupa kerja sosial, pembatasan ruang gerak pelaku, sita benda/barang, pengumuman putusan hakim, dan lainnya. Pada pengantar awal ini, Komnas Perempuan pun mengapresiasi keputusan Presiden yang menyatakan bahwa Kekerasan Seksual adalah kejahatan luar biasa dan berharap kelahiran UU Penghapusan Kekerasan Seksual dapat dilihat sebagai upaya serius dari pemerintah untuk menghentikan kejahatan yang luar biasa tersebut. Yohana Susana Yembise (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) memberikan respon untuk mendukung pengajuan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan saat ini telah ada beberapa kebijakan di Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) yang terkait dengan penanganan kekerasan. Kementerian PPPA sedang menyiapkan PP tentang restitusi yang bekerjasama dengan Kemenkumham. Untuk yang terkait pencegahan, Yohana menyampaikan pencegahan dengan basis komunitas di setiap propinsi. Menteri PPPA menyampaikan bahwa dalam sebagian besar kasus Kekerasan Seksual yang terjadi, dia hadir dan mengamati penanganannya. Selain
www.komnasperempuan.go.id 2016 EDISI 20 Berita Komnas Perempuan
| 3
itu, beliau juga menyampaikan bahwa polisi mulai terbiasa menggunakan UUPA dan UU PKDRT dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, sehingga kehadiran UU Penghapusan Kekerasan Seksual diharapkan juga akan menjadi lex specialist dari perundangan yang telah ada. Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial) turut menyampaikan bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini adalah inisiatif yang mungkin bisa menjawab kebutuhan korban Kekerasan Seksual. Menteri Sosial, pada hari yang bersamaan dengan pertemuan ini, diundang DPD untuk membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, terutama setelah RUU ini telah diputuskan masuk ke Prolegnas 2016. Mensos menyampaikan akan mengambil peran untuk rehabilitasi, karena selama ini menurutnya, korban tidak mendapat dukungan rehabilitasi yang baik. Saat ini, Kemensos telah memiliki 19 rumah perlindungan dan LPKA. “Kami akan fokus pada kebutuhan trauma healing, trauma konseling dan pemulihan korban lainnya,” ujarnya
Setelah mendengar diskusi yang mendalam dari Komnas Perempuan dan kedua menterinya, maka Presiden Joko Widodo menyampaikan beberapa hal penting. Selain prihatin dengan kasus yang terus meningkat, maka beliau mengatakan perlu upaya konkrit agar meningkatnya angka Kekerasan Seksual dapat dihentikan. Presiden mendukung pembahasan RUU ini dan meminta Komnas Perempuan dan Kementerian PPPA, agar terus saling berkomunikasi, termasuk mendalami aspek tentang pembuktian dan restitusi bagi korban yang ada di dalam RUU. Kata presiden, “Pemerintah perlu memberi perhatian khusus yang amat sangat terhadap persoalan Kekerasan Seksual baik terhadap anak maupun perempuan. Komnas Perempuan dan Kementerian PPPA perlu berkoordinasi lebih intensif agar isi dari Undang Undang ini nantinya berkualitas.” Komnas Perempuan berharap setelah pertemuan ini akan ada pertemuan regular antara Komnas Perempuan dengan Pemerintah (Kementerian/ Lembaga terkait) untuk membahas setiap bagian dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tersebut *) n
AKTIVITAS Dok. Komnas Perempuan
Diskusi Awal Museum Tragedi Mei ‘98 Komnas Perempuan dengan Dirjen Kebudayaan (02/05/2016)
K
omnas Perempuan telah mengadakan audiensi dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (02/05/2016). Komnas Perempuan diterima langsung oleh Hilmar Farid (Dirjen Kebudayaan), yang ditemani oleh Kosasih (Direktorat Cagar Budaya) dan Aning (Direktorat Permuseuman). Audiensi ini merupakan bagian dari kampanye “Mari Bicara Kebenaran” terutama untuk mengupayakan agenda memorialisasi yang dapat dilakukan bersama. Pertemuan ini secara khusus membahas: 1) “Sejarah Mei ’98, Memorialisasi dan Napak Reformasi” sebagai mata ajar dalam kurikulum pelajaran sejarah secara nasional; 2) Mengupayakan Museum Mei ’98. Pada kesempatan ini, Hilmar Farid juga menyampaikan pentingnya sebuah museum sebagai proses pengawetan cerita dan membangun
4
| Berita Komnas Perempuan
pengetahuan baru. Aning (Direktorat Permuseuman), menyampaikan beberapa prosedur untuk pembuatan museum yang sesuai Peraturan Pemerintah No 66 tahun 2015 tentang Museum, diantaranya: 1) Ada Visi dan Misi; 2) Mempunyai tanah dan lokasi; 3) Memiliki koleksi; 4) Memiliki sumber daya manusia yang mengelolanya; dan 5). Anggaran untuk pengelolaannya. Menurut beliau,”Kalau Museum Mei ’98, nanti dimulai dengan adanya visi dan misinya, harus punya tanah atau lokasi terutama apabila ada minat dari Pemerintah DKI. Selain memiliki koleksi juga bentuk informasinya bisa dari rekaman dan audio visual. Selain itu juga ada SDM untuk mengelolanya, minimal ada 3 orang, yaitu 2 orang tenaga administrasi dan 1 tenaga teknis”. Saat ini Dirjen Kebudayaan ada program revitalisasi dan renovasi dari museum yang sudah ada, termasuk bantuan tata pamer.” (Chrismanto Purba, Redaksi) n
EDISI 20 2016 www.komnasperempuan.go.id
PENDAPAT PAKAR Naila Rizki Azakiah: ‘Kerentanan Buruh Migran Perempuan Indonesia’
K
omnas Perempuan menaruh perhatian serius pada kekerasan yang dialami buruh migran perempuan Indonesia. Melalui Gugus Kerja Pekerja Migran, Komnas Perempuan menemukan bahwa buruh migran perempuan sangat rentan dijebak oleh sindikat narkoba untuk dijadikan kurir melalui modus relasi personal, yaitu pernikahan atau pacaran dengan anggota sindikat dan kemudian dijadikan kurir. Untuk mengetahui tentang kerentanan tersebut, Siti Cotijah, relawan di Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan berkorespondensi dengan Naila Rizki Azakiah, pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat. Menurut Ibu Naila, bagaimana kerentanan buruh migran perempuan Indonesia terhadap sindikat narkoba?
Apakah hukum dan kebijakan Indonesia saat ini sudah cukup memayungi dan melindungi buruh migran dari eksploitasi? Belum. Apabila kita melihat proses awal saja, mulai dari peraturan pendirian Perusahaan Jasa Tenaga Kerja
Dok. Pribadi
Melihat kasus seperti MJV, MU dan beberapa kasus buruh migran pada umumnya, buruh migran terutama perempuan sangat rentan dieksploitasi oleh sindikat narkoba untuk dijadikan kurir. Buruh migran menjadi sasaran empuk sindikat narkoba karena beberapa faktor, yang pertama adalah karena mereka memiliki paspor. Sindikat narkoba mencari orang-orang yang dapat berpergian ke luar negeri dengan aman. Faktor kedua adalah karena status mereka sebagai TKI yang tidak dicurigai jika mereka berpergian ke luar negeri. Faktor ketiga adalah faktor ekonomi dan pendidikan, beberapa dari buruh migran tidak mengetahui dan peka terhadap narkoba, pola-pola pendekatan dan transaksi narkoba karena pendidikan yang minim. Kemudian faktor keempat untuk buruh migran perempuan, kerentanan tersebut menjadi ganda karena adanya relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan. Buruh migran perempuan dimanfaatkan dengan dipacari dan dijanjikan menikah seperti kasus MU, sehingga mereka mudah terjebak dan dimanfaatkan dalam sindikat tersebut.
Indonesia (PJTKI), proses perekrutan dan penempatan, belum ada payung hukum yang cukup memberikan perlindungan bagi buruh migran. Undang-undang ketenagakerjaan saat ini belum cukup untuk melindungi buruh migran dari eksploitasi, seperti dipekerjakan ilegal, dipekerjakan secara tidak manusiawi dan tidak menjadi korban perdagangan manusia. Bagaimana seharusnya sikap pemerintah Indonesia terhadap hak dan perlindungan buruh migran Indonesia? Yang pertama adalah Indonesia harus mengevaluasi kebijakan narkoba. Tidak mengedepankan dan menjadikan kebijakan war on drugs sebagai satu-satunya alat memberantas peredaran narkoba, karena dampaknya sangat buruk terhadap penegakan Hak Asasi Manusia secara umum dan perlindungan buruh migran secara khusus. Pemerintah harus mengevaluasi, dalam kurun waktu 2009 sampai dengan 2016, kebijakan hukuman mati terkait
www.komnasperempuan.go.id 2016 EDISI 20 Berita Komnas Perempuan
| 5
kasus narkoba tidak menekan angka peredaran narkoba. Malahan, kurir-kurir narkoba semakin banyak, korban eksploitasi semakin meningkat. Negara seharusnya hadir untuk melindungi buruh migran baik dari pencegahan sindikat perdagangan manusia maupun peredaran gelap narkoba. Kemudian ketika buruh migran pada akhirnya menjadi korban dari sindikat narkoba, pemerintah seharusnya secara proporsional memberikan tindakan yang tepat. Jika memang mereka bagian dari sindikat narkoba, perlu dilihat alasan-alasan dibalik mereka terjerat dalam sindikat tersebut. Alasan tersebut seharusnya dapat menjadi pertimbangan moral dan hukum untuk memberikan hukuman dan tindakan yang proposional. Ketiga, apabila buruh migran ternyata benar korban eksploitasi dalam sindikat narkoba, penegak hukum harus adil dalam memberikan hukuman dan tepat sasaran.
Seperti yang kita ketahui banyak masyarakat Indonesia yang menjadi buruh migran tanpa dokumen (undocumented worker). Menurut Ibu Naila, bagaimana seharusnya sikap masyarakat dan buruh migran akan adanya potensi eksploitasi? Sebenarnya sangat sulit meminta publik untuk berpartisipasi ketika pemerintah tidak proaktif untuk mencegah terjadinya pengiriman TKI tanpa dokumen dan eksploitasi buruh migran. Pola perekrutan sindikat narkoba sangat random atau serampangan. Pola pendekatan yang tidak dapat kita ramalkan, seperti ketika seseorang menitipkan barang dan kita percaya. Maka dari itu sangat sulit menyerahkan tanggung jawab kepada masyarakat untuk waspada dan sadar ketika pemerintah sendiri tidak proaktif untuk mencegah dan memberikan perlindungan terhadap buruh migran*)n
AKTIVITAS
K
omnas Perempuan menjadi peserta ASEAN Civil Society Conference/ ACSC atau ASEAN Peoples’ Forum/ APF 2016 (02-05/08/2016). Kegiatan yang berlangsung di Dili, Timor-Leste. Asean People Forum 2016 ini diikuti oleh 400 peserta dari 10 negara ASEAN, dimana Timor Leste menjadi negara anggota yang termuda. APF tahun ini membahas dari isu ketegangan di wilayah perbatasan dan maritim, tenggelamnya demokratisasi dan HAM di negara-negara anggota ASEAN, terutama freedom of speech, sibuknya negara dengan ekonomi dan pembangunan, namun melupakan nilai-nilai HAM, seperti dengan adanya hukuman mati dan perdagangan manusia pada jaringan narkotika internasional, dominasi militer dan partisipasi publik yang semakin mengecil. Pada forum ini, maka semua negara diteropong kebijakan-kebijakannya dalam mengadopsi nilai-nilai HAM. Pada forum ini juga, Yuniyanti Chuzaifah (Wakil Ketua Komnas Perempuan) menjadi narasumber di
6
| Berita Komnas Perempuan
Dok. Komnas Perempuan
Komnas Perempuan di ASEAN Peoples’ Forum / APF 2016 Komnas Perempuan menjadi peserta ASEAN Peoples Forum 2016 (02-05/08/2016)
dua side events, yaitu mengenai Engendering Security Sector Reform in SEA dan learn from Survivor of Gender ‐ based Violence for Better Future. Selain itu, Komisi Pengungkapan Kebenaran dan Rekonsiliasi Timor Leste atau Commission for Reception, Truth and Reconciliation (CAVR) mengajak para peserta untuk menelusuri kesejarahan CAVR. Pada kegiatan memorialisasi ini terdapat beberapa tokoh-tokoh Indonesia yang turut berjasa, seperti Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Ade Rostina Sitompul, George Junus Aditjondro. Timor Leste, untuk negara dengan jumlah penduduk sekitar 1,2 juta jiwa memiliki organisasi masyarakat sipil yang cukup kuat, hal ini terlihat dengan jumlah NGO sejumlah 400 dan 350-an NGO tersebut telah diregistrasi negara. (Chrismanto Purba, Redaksi) n
EDISI 20 2016 www.komnasperempuan.go.id
INFO HUKUM 10 Alasan Komnas Perempuan Menolak Permohonan Perubahan Pasal 284 ayat (1-5), Pasal 285 dan Pasal 292 KUHP 1 Oleh Muhamad Daerobi Asisten Koordinator Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional (GK-PKHN)
K
omnas Perempuan menjadi Pihak Terkait dalam persidangan lanjutan yang diajukan Euis Sunarti, dkk dalam perkara Pengujian Pasal 284 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), Pasal 285 dan Pasal 292 Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengujian Pasal 284 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), Pasal 285 dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 13 ayat 1 (g) dan Pasal 14 PMK No. 6/ PMK/ 2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, dimungkinkan adanya keterlibatan pihak terkait, baik yang berkepentingan langsung atau tidak langsung dengan pokok permohonan. Pihak terkait yang berkepentingan langsung adalah pihak yang hak dan/ atau kewenangannya terpengaruh oleh pokok permohonan sementara pihak terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah: a) Pihak yang karena kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar keterangannya; atau b) Pihak yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak dan/atau kewenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan tetapi karena kepeduliannya yang tinggi terhadap permohonan dimaksud. Bahwa dari penjelasan tersebut, Komnas Perempuan memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam perkara ini. Sebagaimana dinyatakan oleh para Pemohon dalam Permohonannya, bahwa tujuan pengujian ini untuk meminta agar MK melakukan penghapusan dan penambahan kata dan/atau frasa dalam hal ini perluasan makna perzinahan, perkosaan dan juga perbuatan cabul. Komnas Perempuan menilai bahwa pengujian Pasal 284, Pasal 285, Pasal 292 KUHP tidak bertentangan dengan UUD 1945, ujar Ketua Komnas Perempuan, Azriana dalam sidang lanjutan di Mahkamah Konstitusi (30/8/2016). Perzinahan, Perkosaan dan Cabul Komnas Perempuan menilai perubahan 3 pasal aquo bahwa: Dalam Pasal 284, Komnas Perempuan menyatakan “Bahwa Pasal 284 KUHP, adalah delik permukahan atau “overspels”yang dalam bahasa Belanda berarti pelanggaran terhadap kesetiaan perkawinan,
dimana terjadi persetubuhan yang dilakukan oleh mereka yang sudah menikah sedangkan tindakan tersebut tidak direstui oleh suami atau isteri yang bersangkutan. Jadi tidak sama dengan ‘zina’yang dimaksudkan oleh agama-agama dan dipahami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Perluasan pemidanaannya kepada mereka yang tidak terikat perkawinan, akan bertentangan dengan tujuan pasal tersebut dibuat;” Menurut Komnas Perempuan maka, sesungguhnya yang diinginkan Pemohon Uji Materiil adalah adanya aturan baru tentang zina seharusnya ditujukan kepada lembaga legislatif (DPR dan Pemerintah), bukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi, permohonan yang diajukan Pemohon ke MK: Salah alamat! Untuk Pasal 284 perluasan pemidanaan sampai ke luar, dari lingkup perkawinan serta perubahan deliknya dari delik delik aduan menjadi delik biasa (sebagaimana yang diinginkan Pemohon), maka bukan saja merubah secara keseluruhan struktur Pasal 284 KUHP, tetapi juga akan menyebabkan semakin banyak kriminalisasi yang terjadi. Maka Komnas Perempuan menyatakan bahwa “Zina berbeda dengan kekerasan seksual”. Mengenai rumusan perubahan Pasal 285 dari Pemohon malah semakin membuat definisi perkosaan semakin sempit (sebagaimana tertuang dalam Pasal 285 KUHP), karena sebenarnya perkosaan memiliki definisi yang melampaui dari netral gender. Rumusan netral yang diusulkan Pemohon, yaitu “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa bersetubuh dengan dia...” justru menciptakan ketidakpastian hukum dan melemahkan jaminan perlindungan hukum. Dengan hanya menghilangkan kata “seorang wanita yang bukan istrinya” dan meniadakan penyebutan eksplisit “perempuan” sudah mencerminkan relasi gender yang timpang. Selain itu, untuk Pasal 292, maka Komnas Perempuan juga menyatakan “Tidak benar rumusan Pasal 292 KUHP yang ada sekarang tidak melindungi orang dewasa dari tindak pencabulan dan membiarkan tindak pencabulan yang dilakukan oleh anak, sebagaimana yang menjadi alasan Pemohon meminta perubahan Pasal 292 KUHP. Perlindungan hukum bagi orang dewasa dari tindakan pencabulan dapat ditemukan pada Pasal 289 KUHP, dan aturan yang mempidanakan tindak pencabulan oleh anak dapat ditemukan dalam Pasal 82 UU Perlindungan Anak” Selama ini pasal 292 dan 289 dengan rumusan yang ada sekarang justru membantu perempuan korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan. Dalam beberapa kasus, Penyidik menggunakan pasal 292 dan 289 untuk menjerat Pelaku dalam kasus-kasus perkosaan yang sulit dibuktikan *) n
1. Pernyataan Sikap Komnas Perempuan dapat dibaca di http://www. komnasperempuan.go.id/pernyataan-sikap-komnas-perempuan sepuluh-alasan-menolak-permohonan-perubahan-pasal-284-pasal-285-danpasal-292-kitab-undang-undang-hukum-pidana-kuhp-jakarta-2-september-2016/ www.komnasperempuan.go.id 2016 EDISI 20 Berita Komnas Perempuan
| 7
PANTAU ‘Diasingkan di Negeri Sendiri’ Laporan Hasil Pemantauan Tentang Diskriminasi dan Kekerasan terhadap Perempuan dalam Konteks Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Bagi Kelompok Penghayat Kepercayaan/Penganut Agama Leluhur dan Pelaksana Ritual Adat
Oleh Pera Sopariyanti Asisten Koordinator Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional (GK - PKHN)
P
eluncuran hasil laporan telah dilakukan di Aula Mahkamah Konstitusi dihadiri oleh 170 orang peserta perwakilan dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah, akademisi, para ahli, organisasi masyarakat sipil di Jakarta, kelompok penghayat kepercayaan dari berbagai wilayah di Indonesia, media dan lain sebagainya (03/08/2016) Acara ini dihadiri oleh Teten Masduki (Ketua Kantor Staf Presiden/ KSP) mewakili Presiden Joko Widodo. Hadir pula Zudan Arif Fakrullah (Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri), Budi Prasetyo (Sekretaris Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri), Wiganti (Kasubdit Kepercayaan Direktur Kepercayaan dan Tradisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), Muharram Marzuki (Kepala Puslitbang Kementerian Agama), Agus Anwar (Kepala Pusat Litbang Kementerian Hukum dan HAM), Maydian Werdiastuti (Asisten Deputi Partisipasi Organisasi Keagamaan KPP PA), Jayadi Damanik (Ketua Desk KBB Komnas HAM), dan Adrianus Meliala (Komisioner Ombudsman RI). Temuan Komnas Perempuan Komnas Perempuan menemukan 115 kasus dari 87 peristiwa kekerasan dan diskriminasi yang dialami oleh 57 perempuan penghayat kepercayaan, penganut agama leluhur dan pelaksana ritual adat, dari 11 komunitas yang tersebar di 9 provinsi yaitu: Masyarakat Adat Bayan Wetu Telu di Lombok Utara (NTB), Masyarakat Adat Botti dan Jinitiu (NTT), Masyarakat Adat Sunda Wiwitan di Kuningan, Komunitas Penghayat Sapto Dharmo di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur; Masyarakat Adat Kajang di Bulukumba; Masyarakat Adat Bissu di Pangkep; Masyarakat Adat Tolotang di Sidrap (Sulsel); Masyarakat Adat Ngatatoro di Palu (Sulteng), Masyarakat Adat Musi (Sulut) dan Masyarakat Penganut Kaharingan (Kalteng).
1 Silahkan mengunduh laporan di http://www.komnasperempuan. go.id/laporan-hasil-pemantauan-tentang-diskriminasi-dankekerasan-terhadap-perempuan-dalam-konteks-kebebasanberagama-dan-berkeyakinan-bagi-kelompok-penghayatkepercayaanpenganut-agama-leluhur-dan-pe/
8
| Berita Komnas Perempuan
Dari 115 kasus tersebut, 50 diantaranya adalah kasus kekerasan dan 65 lainnya kasus diskriminasi. Ada enam jenis kasus yang dapat dikategorikan ke dalam 3 bentuk kekerasan, yaitu (a) Kekerasan psikis; kasus stigmatisasi/ pelabelan dan intimidasi; (b) Kekerasan seksual; kasus pemaksaan busana dan pelecehan seksual; (c) Kekerasan fisik; kasus penganiayaan dan pembunuhan. Sementara itu, dari 65 kasus diskriminasi, kasus pengabaian dalam administrasi kependudukan merupakan kasus terbanyak jumlahnya yaitu ada 34 kasus. Selebihnya kasus pembedaan dalam mengakses hak atas pekerjaan dan memperoleh manfaat dari pekerjaan tersebut, pembedaan dalam mengakses pendidikan, dihambat dalam mengakses bantuan pemerintah, dihalangi akses pemakaman, dihalangi dalam mendirikan rumah ibadah, dihambat dalam beribadah, dan pelarangan berorganisasi keyakinan. Tindak kekerasan dan diskriminasi tersebut dilakukan oleh 87 pelaku; 52 diantaranya adalah aparat pemerintahan dan 2 aparat hukum. Dari kasus di atas, perempuan mempunyai kerentanan yang berbeda karena perempuan dan peran gendernya, meski persoalan tersebut dapat dialami oleh laki-laki. Perempuan mengalami pelecehan seksual, pemaksaan busana dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Perempuan juga rentan kehilangan perlindungan dalam perkawinan dan menanggung stigma sebagai perempuan yang tidak bermoral, akibat tidak dapat mencatatkan pernikahannya, serta mengalami gangguan fungsi reproduksi. Peran gendernya di dalam keluarga menyebabkan perempuan sebagai ibu sangat menguatirkan, dampak dari tidak dapat menghadirkan akta lahir yang utuh terhadap kehidupan anaknya, menguatirkan pendidikan anak dan lain sebagainya. Komnas Perempuan menemukan 9 faktor yang menyebabkan tindak kekerasan dan diskriminasi berbasis keyakinan dan gender ini dapat terus berlangsung, yaitu: (1) Adanya produk hukum dan kebijakan yang mendiskriminasi penghayat kepercayaan, a.l. UU No. 1 PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama dan UU Administrasi Kependudukan dan Kebijakan Diskriminatif di tingkat daerah; (2) Tata kelola insitusi
EDISI 20 2016 www.komnasperempuan.go.id
pemerintahan yang membedakan penganggungjawab pemeluk agama dari penghayat kepercayaan atau penganut agama leluhur; (3) Mekanisme pengawasan pelayanan publik yang tidak dilengkapi dengan perangkat pemeriksa operasionalisasi prinsip non diskriminasi; (4) Kapasitas penyelenggara negara yang terbatas, sehingga belum mampu mengoperasionalisasikan prinsip non diskriminasi dalam pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya; (5) Sikap penyelenggara negara yang menyepelekan konsekuensi yang dihadapi oleh penghayat kepercayaan dan pemeluk agama leluhur akibat diskriminasi
itu; (6) Penegakan hukum yang lemah terhadap pelaku diskriminasi dan kekerasan; (7) Pemahaman agama yang memosisikan penghayat kepercayaan dan penganut agama leluhur sebagai pihak liyan yang tidak beragama; (8) Proses politik yang tidak dilengkapi dengan mekanisme pengaman pelaksanaan prinsip non diskriminasi, sehingga memungkinkan hegemoni kepentingan kelompok tertentu, termasuk kelompok (pemeluk) agama, dalam penyusunan kebijakan publik dan (9) Sikap masyarakat yang masih menolerir kekerasan dan diskriminasi, termasuk yang berbasis agama/kepercayaan*)
AKTIVITAS Konsolidasi Publik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
K
Hadir sejumlah tokoh publik untuk meneguhkan terobosan hukum di RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, diantaranya Irawati Harsono (Komisioner dan Ketua Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan), Maria Hartiningsih (Wartawan Senior Kompas), Mamik Sri Supatmi (Departemen Kriminologi FISIP UI), GKR Hemas (Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia) dan Ammy Amalia (Anggota Baleg Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia). Maria Hartiningsih mengatakan di media massa, isu kekerasan seksual kurang mendapatkan tempat. Perlu usaha ekstra utk merebut perhatian media massa agar ikut mengkampanyekan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Padahal, wartawan harus ikut berperan dalam pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual. “Dalam kasus kekerasan seksual, wartawan tidak boleh
Dok. Komnas Perempuan
omnas Perempuan melalui Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan dan Subkomisi Partisipasi Masyarakat menyelenggarakan konsolidasi publik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan tema “Meneguhkan Usulan Terobosan Hukum dan Penguatan Dukungan Terhadap Korban” di Auditorium Juwono Sudarsono, Universitas Indonesia (31/08/2016). Konsolidasi dibuka oleh Azriana (Ketua Komnas Perempuan) dan Dr. Muhammad Kemal Dermawan M.Si (Kepala Departemen Kriminologi UI). Konsolidasi Publik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (31/08/2016)
netral. Wartawan harus berpihak pada korban,” tegas Maria Hartiningsih. GKR Hemas menyampaikan bahwa beliau akan mengawal RUU ini sampai menjadi UU yang berguna bagi masyarakat dan memastikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera dibahas dan diselesaikan. Senada dengan GKR Hemas, Ammy Amalia juga menyatakan dukungannya terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. “RUU Penghapusan Kekerasan Seksual lebih lengkap dibanding Perppu, karena mengatur hak korban. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual akan dibahas di pansus lintas komisi,” tutup Ammy Amalia (Elwi Gito, Asisten Koordinator Subkomisi Partisipasi Masyarakat)
www.komnasperempuan.go.id 2016 EDISI 20 Berita Komnas Perempuan
| 9
PROFIL Perempuan Pembela HAM: Sembilan Kartini Kendeng Oleh Dwi Ayoe Koordinator Subkomisi Pemantauan
K
omnas Perempuan melakukan pencarian fakta (fact finding) ke wilayah Pati, Rembang, Grobogan dan Kendal (5-9/9/2016). Pencarian fakta didasarkan atas pengaduan ibu-ibu dari Jaringan Peduli Pegunungan Kendeng pada tahun 2014 dan juga aksi-aksi damai yang pernah dilakukan sampai aksi fenomenal menyemen kaki di depan Istana Negara, yang dilakukan oleh sembilan perempuan untuk menolak kehadiran industri semen. Sembilan perempuan Kendeng tersebut adalah: Sukinah, Sutini, Karsupi, Ambarwati, Surani, Deni, Murtini, Ngadinah dan Giyem. Mereka mendapatkan predikat “9 Kartini Kendeng”, sejak mereka melakukan aksi menyemen kaki tersebut. Predikat Kartini juga diberikan kepada ibu-ibu lain yang telah mendirikan tenda di tapak pabrik semen di Rembang, sejak tanggal 16 Juni 2014, untuk perjuangan yang sama. Siapa Kartini Kendeng?
tengah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung karena kalah di tingkat dua PTTUN Surabaya. Gunarti seperti perempuan tani pada umumnya adalah ibu rumah tangga dan mengurus ladang dalam kesehariannya. Gunarti tergerak ikut berjuang, karena merasa bahwa persoalan lingkungan adalah persoalan bersama antara perempuan dan laki-laki. “… biasane wong berjuang nek mung wong lanang thok ki biasane ra berhasil. Pikirku masalah lingkungan, masalah banyu, masalah bumi kuwi ya masalahe bareng. Apa maneh justru ibuk-ibuk luwih akeh nggunakke banyu tinimbang bapak-bapak.Tegese nek ning mondokan ki sing luwih akeh kan ibuk-ibuk, seka nggulawentah anak lan ngopeni omah.”(…Biasanya dalam berjuang kalau hanya laki-laki saja itu tidak berhasil. Pikir saya masalah lingkungan, masalah air, masalah bumi itu ya masalah bersama. Apalagi justru ibu-ibu yang lebih banyak menggunakan air daripada bapakbapak. Artinya kalau di rumah kan lebih banyak ibu-ibu, dari memelihara anak sampai merawat rumah”) Semenjak itu, Gunarti juga memikirkan nasib rekan-rekannya yang sedang berjuang menolak berdirinya pabrik semen, dengan rela mengayuh sepedanya hingga larut malam, hari
Aktivisme Gunarti, tokoh-tokoh lain serta masyarakat Pati berawal sejak tahun 2006, ketika itu Semen Gresik mendapatkan ijin mendirikan pabrik di wilayah Sukolilo Pati. Tahun 2009, para petani Pati ‘mengalahkan’ PT Semen Gresik lewat gugatan mereka. Izin lingkungan untuk investasi pabrik semen senilai Rp 4 Triliun di Sukolilo dianulir oleh PTUN Semarang, karena AMDAL yang bermasalah dan ketidaksesuaian Tata Ruang. Namun perusahaan semen tidak berhenti, di tahun 2009 dengan bendera PT Sahabat Mulia Sakti (anak perusahaan PT Indocement Tbk) perusahaan semen mencoba masuk lagi wilayah Pati, upaya PT Semen Indonesia membuahkan gugatan para petani di tiga kecamatan Kabupaten Pati, Tambakromo, Kayen, dan Sukolilo. Mereka meminta pembatalan Surat Keputusan Bupati Pati tentang izin lingkungan bagi pabrik semen PT Sahabat Mulia Sakti (SMS), anak perusahaan PT Indocement Tbk. Saat ini, masyarakat 10
| Berita Komnas Perempuan
Dok. www.satuharapan.com
Narasi perempuan melawan tambang adalah kisah yang kadang tenggelam dalam narasi besar gerakan lingkungan. Kisah perempuan melawan tambang yang paling terkenal adalah Mama Aleta Baun. Beliau berhasil mengusir pertambangan marmer di Molo, Timor Tengah Selatan. Sedangkan kisah Gunarti adalah perlawanan perempuan di pegunungan Kendeng. Gunarti adalah perempuan, petani, anggota komunitas Sedulur Sikep dan perempuan pembela HAM yang aktif mengadvokasi dan mengorganisir komunitas di sekitar pegunungan Kendeng. Aksi menyemen kaki oleh 9 perempuan di depan Istana Negara
demi hari, untuk mencapai desa lain di lereng Pegunungan Kendeng, dengan misi yang sangat kuat mensosialisasikan kelestarian alam lingkungannya. Langkah Gunarti bersama kelompok perempuan Simbar Wareh membangkitkan kesadaran sesama perempuan warga Pegunungan Kendeng Utara dalam menyikapi rencana pembangunan pabrik Semen. Aksi, kampanye dan kegiatan advokasi lainnya dijalankan dengan cara masing-masing. Refleksi Gunarti soal aktivismenya: “Bupati hanya bertugas lima tahun, kalau rakyat di pegunungan Kendeng Utara, Jawa Tengah sudah ada sejak ratusan bahkan ribuan tahun. Rakyat tidak bisa dipecat, pejabat bisa. Industri semen hanya bisa bertahan mungkin 10 tahun tapi pertanian sejak zaman Majapahit terbukti menjamin hidup dari generasi ke generasi. Tanah adalah ibu, gunung sumber air. Jika bumi pertiwi akan dijadikan tambang-tambang, gunung di gali siang malam, tidak hanya manusia yang akan musnah, melainkan juga hewan dan tanaman” n
EDISI 20 2016 www.komnasperempuan.go.id
GALERI FOTO RESENSI Analisa berita untuk 1 7 T A Media H U N K2015: O M N“Media A S P E belum R E M P Umenuliskan AN pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual” sebagai korban tidak bisa diinformasikan, termasuk juga identitas anak perempuan yang masih berusia belum 16 tahun.
Oleh Chrismanto Purba Redaksi Komnas Perempuan
Analisa media 2015 ini terbagi menjadi 2 Semester, yaitu: Semester I (Januari-Juni) dan Semester II (Juli-Desember). Keseluruhan jumlah kliping berita yang didapat dari 9 media sepanjang tahun 2015 (Semester 1 dan 2) adalah 2.115 kliping berita dengan rincian: Semester 1 (Januari-Juni) sejumlah 1.238 kliping berita, dan Semester 2 (JuliDesember) sejumlah 877 kliping berita.
Dok. Komnas Perempuan
Peluncuran Analisa Media Komnas Perempuan di Dewan Pers (01/06/2016)
B
erdasarkan Analisa Media “Sejauhmana media telah memiliki perspektif korban kekerasan seksual?” yang telah dilakukan, terhadap 9 (sembilan) media massa sepanjang Januari-Desember 2015, maka Komnas Perempuan menemukan sejumlah media yang masih melakukan pelanggaran kode etik jurnalistik dan tidak memenuhi hak korban. Kekerasan Seksual yang dimaksud adalah definisi dari CEDAW dan 15 Bentuk Kekerasan Seksual temuan Komnas Perempuan. Sedangkan Kode Etik Jurnalistik yang dimaksudkan adalah Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers). Di dalam Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers sebenarnya sudah mencakup segala hal, dari yang umum dan profesional yang harus dikerjakan oleh jurnalis untuk memberitakan informasi yang memuat kaidah-kaidah jurnalistik, melakukan verifikasi berita termasuk melakukan dan menampilkan “cover both side”. Namun untuk kasus delik pengaduan terkait pemberitaan yang menyajikan “pelecehan dan eksploitasi terhadap perempuan” maka dapat dikaitkan dengan beberapa pasal-pasal yang terdapat di dalam Kode Etik Jurnalistik dari Dewan Pers tersebut. Terdapat beberapa pasal-pasal dari kode etik jurnalistik yang secara langsung dan tidak langsung untuk pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seksual, yaitu Pasal 2, 4, 5, 8. Seperti yang terdapat di Pasal 5, dengan judul pasal “Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan”. Dengan butir-butir: a).Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak b). Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah. Dengan demikian, maka identitas perempuan
Berdasarkan dari Analisa Media Semester I (Januari-Juni), maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu: (1). Pemberitaan mengenai bentuk kekerasan seksual yang paling banyak diberitakan adalah: perkosaan (34%), pelecehan seksual (22%), perdagangan perempuan untuk tujuan seksual (21%). (2). Media masih belum memenuhi kaidah kode etik jurnalis. Ironisnya kode etik jurnalistik yang paling tidak ditaati oleh media adalah: mengungkap identitas perempuan korban kekerasan seksual, baik itu dengan menyebutkan nama korban, alamat tempat tinggal korban (kost/sewa) maupun rumahnya sendiri. Beberapa media bahkan menuliskan nama dari keluarga korban. Dari 9 media yang di analisa, maka 8 media menuliskan identitas dari korban, yaitu Indo Pos, Jakarta Post, Jakarta Globe, Kompas, Koran Sindo, Pos Kota, Republika, Koran Tempo. Hal ini menyimpulkan bahwa masih banyak media yang belum memahami (bahkan mungkin belum mengetahui) kode etik jurnalis. Mengenai penulisan kode etik jurnalistik dari 9 media ini, maka pelanggaran yang paling banyak adalah: mencampurkan fakta dan opini (40%), mengungkap identitas korban (38%), mengandung informasi cabul dan sadis (21%), dan mengungkap identitas pelaku anak (1%). (3). Media masih belum menuliskan berita untuk pemenuhan hak korban kekerasan seksual. Dari 9 media yang dianalisa, maka terdapat 8 media yang menuliskan identitas korban. Dengan menuliskan identitas korban (tidak menggunakan inisial), selain melanggar kode etik jurnalis, maka hal ini pun termasuk tidak mengupayakan pemenuhan hak korban. Mengenai pemberitaan untuk pemenuhan hak korban dari 9 media ini, maka pelanggaran yang paling banyak adalah: menggunakan diksi yang bias (24,21%), mengungkap identitas korban (23,15%),stigmatisasi korban sebagai pemicu kekerasan (15,89%), dan seterusnya. (4). Apabila dilihat dari Isi Berita (content analysis), maka media juga terkesan menggiring pembacanya untuk membuat stereotype dan menghakimi korban, seperti pada kasus artis pekerja seks. Demikian halnya temuan yang diperoleh dari Analisa Media Semester II (Juli-Desember).1 Analisa Media Komnas Perempuan telah diluncurkan di Dewan Pers dengan narasumber Mariana Amiruddin (Ketua Subkom Partisipasi Masyarakat), Hesthi Murti (Aliansi Jurnalis Independen Indonesia) dan Stanley Adi Prasetyo (Ketua Dewan Pers) dan para peneliti/penyusun Mia Olivia dan Chrismanto Purba (01/06/2016). Selanjutnya, Komnas Perempuan dan Dewan Pers sedang menyusun pedoman pemberitaan yaitu “Panduan Meliput Kasus Hukum Terkait Perlindungan Saksi dan Korban Kekerasan Seksual” *) n 1 Laporan lengkap Analisa Media Komnas Perempuan dapat diunduh dari website Komnas Perempuan http://www.komnasperempuan. go.id/wp-content/uploads/2016/06/ANALISA-MEDIA-KOMNAS-PEREMPUAN-2015-JANUARI-DESEMBER.pdf
www.komnasperempuan.go.id 2016 EDISI 20 Berita Komnas Perempuan
| 11
Pundi Perempuan Jadilah Sahabat Pundi Perempuan
Pundi Perempuan adalah wadah dana solidaritas dari publik untuk perempuan korban kekerasan. Dana diperuntukkan bagi pendampingan korban dan rumah aman, dukungan pemulihan perempuan korban dan keluarganya, dan dukungan akses untuk kesehatan perempuan pembela HAM. Program ini dimulai pada tahun 2003 kerjasama Komnas Perempuan dan Indonesia untuk Kemanusiaan (YSIK/IKA). Hingga saat ini Pundi Perempuan telah memberikan dukungan kepada 3 perempuan pembela HAM, 3 organisasi korban dan 52 organisasi penyedia layanan bagi korban perempuan, yang tersebar di 18 propinsi di Indonesia. Jadilah Sahabat Pundi Perempuan dan mendukung dengan cara: 1. Berpartisipasi dalam kegiatan publik Pundi Perempuan 2. Membeli alat kampanye Pundi Perempuan berupa, payung, kaos atau mug 3. Menyumbang secara tunai melalui kegiatan publik Pundi Perempuan atau dengan mentransfer ke rekening Pundi Perempuan atas nama Yayasan Sosial Indonesia Untuk Kemanusiaan: a. Bank Niaga Cabang Jatinegara – Jakarta Timur No. Rek: 025-01-00098-00-3 A/n. Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan b. Bank. BCA Cab. Matraman No. Rek. 3423059008, A/n. Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan c. Bank Mandiri Cab. Salemba Raya No. Rek. 1230005290004, A/n. Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan Informasi lebih lanjut silakan hubungi: • Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) • Indonesia Untuk Kemanusiaan (IKA)
Jl. Cikini Raya No. 43 Jakarta Pusat 10330 Telp. +62 21 3152726 • Fax. +62 21 31937315 Email:
[email protected], Twitter: sahabatysik website: www.ysik.org Sahabat Ysik
12
| Berita Komnas Perempuan
TEROBOSAN KEBIJAKAN ng, sejak
g cukup panja
nan yan Setelah perjala
f n the Rights o (Convention o as it il ab is D Penyandang Disabilities un 2016 Persons with a UU No 8 Tah y n an k ar u el a UU ini i dik engan lahirny mengapresias D . as it il ab is enjadi ang D dang cacat m an tentang Penyad y en p i ar d inologi akna lebih mengubah term g memiliki m an y as it il ab is ai seorang penyandang d abilitas sebag is d g an ad y un mereka pen g lain, walaup memosisikan n ra o an g en d ilitas sama a kondisi disab manusia yang en ar k , tu en rt batan te g Disabilitas memiliki ham U Penyandan U am al D a. y ak bagi yang dialamin pemenuhan h am al d an u aj kem ada beberapa isabilitas. d g penyandan penekanan U ini, adanya U am al d an u aj dan anak Salah satu kem a perempuan w ah b , 7 2 -1 5 an dan 12 galami kekeras di dalam Pasal en m n ta n re abilitas ndungan lebih penyadang dis ting ada perli en p a puan g g in h se jika ada perem , at p diskriminasi, ce an ak an saran tind erasan. dan penyedia mengalami kek as it il ab is d dengan al 5 ayat 2 uat dalam Pas rm te g an y ti er bahan hak Selain itu, sep as ada penam it il ab is d an u perti hak emp am UU ini se juga bagi per al d r tu ia d ah g sud atau menolak diluar hak yan si, menerima k u d ro kannya p re an masih ditemu i in atas kesehat at sa a g g imana hin ga, atau kontrasepsi. D sa oleh keluar ak ip d , as it il ab akan alat penyadang dis tuk menggun n u al g g n ti a merek panti tempat an mereka. npa persetuju ta si ep as tr n o k
UU ini juga m ewajibkan bag i penyedia sa (Pasal 42), k rana pendidik etenagakerja an an (Pasal 55) Unit Layanan u n tu k menyediak Disabilitas, d an imana unit in i nantinya m em il iki bagi penyand ang disabilitas , khususnya dal pendidikan d am bidang an ketenagak erjaan, nantin unit diharapk ya petugas d an orang-ora alam ng yang mem dan hambatan ahami karakte penyandang ristik disabilitas dan mewujudkan mampu lingkungan y an g inkusif dan penyandang aksesible bag disabilitas. i Selain itu di dalam UU in i juga mewaj untuk menyed ibkan pemerin iakan pelayan tah an publik (Pas mudah diakse al 105) yang s dan sesuai bagi penyand dimana tidak ang disabilitas dipungkiri, k , arena kondis membuat pen i disabilitasny yandang disab a il it as mengalam untuk melaku i hambatan kan mobilitas , salah satuny a mereka suli t tersedianya tr ansportasi yan g ramah bagi penyediaan la mereka. Den yanan publik gan yang mudah membuat mer d iakses dapat eka menjadi lebih mudah dalam melak ukan
EDISI 20 2016 www.komnasperempuan.go.id