MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PIHAK TERKAIT DAN AHLI/SAKSI PIHAK TERKAIT (VI)
JAKARTA KAMIS, 23 JUNI 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XIV/2016 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik [Pasal 33 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Ibnu Utomo 2. Yuli Zulkarnain 3. R. Hoesnan, dkk. ACARA Mendengarkan Keterangan Pihak Terkait dan Ahli/Saksi Pihak Terkait (VI) Kamis, 23 Juni 2016, Pukul 11.17 – 12.37 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Anwar Usman I Dewa Gede Palguna Patrialis Akbar Suhartoyo Aswanto Manahan MP Sitompul Wahiduddin Adams
Mardian Wibowo
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Ibnu Utomo B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Humphrey R. Djemat 2. Dwi Darojatun Suwito 3. Ray Sitanggang 4. Daya Perwira Dalimi C. Pemerintah: 1. Hotman Sitorus 2. Surdiyanto 3. Fitri Nur Astari D. Kuasa Hukum Pihak Terkait: 1. M. Sholeh Amin 2. Wirawan Adnan 3. Iim Abdul Halim 4. Falaki Kartono E. Ahli dari Pihak Terkait: 1. W. Riawan Tjandra F. Saksi dari Pihak Terkait: 1. M. Hadrawi Ilham
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.17 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sidang dalam Perkara Nomor 35/PUU-XIV/2016 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya. Pemohon siapa yang hadir, saya persilakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPREY R. DJEMAT Ya. Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Hadir di sini, Kuasa Hukum dari pihak Pemohon, yaitu saya Humprey R. Djemat dan ini Saudara Dwi Darojatun Suwito, Saudara Daya, dan Ray Sitanggang, dan Prinsipal yaitu Saudara Ibnu, dan hadir juga Ketua Umum PPP yang sah Bapak H. Djan Faridz. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. DPR tidak hadir. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden?
4.
PEMERINTAH: SURDIYANTO Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Kami dari Pemerintah, yang pertama diwakili Bapak Hotman Sitorus, Pemerintah sendiri Surdiyanto dan Mba Fitri, mungkin demikian, Yang Mulia. Terima kasih.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Pihak Terkait siapa yang hadir?
6.
KUASA HUKUM PIHAT TERKAIT: WIRAWAN ADNAN Yang Mulia, Pihak Terkait. Kami Kuasa Hukum dari Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan yang sah. Kami berempat pada kesempatan ini juga hadir Ahli ... satu Ahli, rencananya kami dua, hanya pada kesempatan ini hadir satu dan Saksi fakta, Yang Mulia, satu. Yang Pak (suara tidak terdengar jelas) sama (...)
1
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, ya.
8.
KUASA HUKUM PIHAT TERKAIT: WIRAWAN ADNAN Terima kasih, Yang Mulia.
9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Baik, kalau begitu kita mulai. Agenda persidangan kita pada pagi hari ini adalah mendengarkan keterangan Pihak Terkait dan Ahli atau Saksi yang sudah dihadirkan dari Pihak Terkait. Kita mulai dari keterangan Pihak Terkait. Silakan, Pihak Terkait menyampaikan keterangan Ahlinya ... oh, keterangannya.
10.
KUASA HUKUM PIHAT TERKAIT: M. SHOLEH AMIN Keterangan Pihak Terkait dalam Perkara Nomor 35/PUUXIV/2016. Yang Mulia Majelis Hakim sidang Mahkamah Konstitusi. Yang kami hormati, rekan kami Pemohon dan yang kami hormati Termohon dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Kementerian Hukum dan HAM. Kami Kuasa dari Dewan Pimpinan Pusat yang ditandantangani oleh Ir. H. Muhammad Romahurmuziy dan Saudara Arsul Sani, melalui Kuasa Hukumnya dari Sholeh Adnan & associate dengan ini kami akan menyampaikan keterangan sebagai berikut. 1. Bahwa Pihak Terkait adalah DPP PPP dengan Ketua Umum Ir. H. Muhammad Romahurmuziy dan Sekertaris H. Arsul Sani, hasil Muktamar 8 Jakarta, yang diselenggarakan oleh kepanitiaan yang dibentuk oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Bandung yang telah mendapatkan pengesahan perpanjangan dari Menteri Hukum dan HAM Nomor ... Nomor MAH03AH1101 Tahun 2016 tentang Pengesahan Kembali Susunan Personalia Dewan Pimpinan Pusat hasil Muktamar Bandung tahun 2011, selanjutnya mohon disebut dengan SK Kemenhumham Nomor MAH03AH1101/2016. 2. Bahwa legal standing Pihak Terkait adalah karena keterkaitan perkara ini dengan SK Kemenhumham 03AH11 … 2016 yang diperoleh oleh Pihak Terkait yang menurut Para Pemohon menjadikan hak konstitusionalnya terlanggar karena adanya putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601.KAPDTSUSPARPOL/2015 tanggal 02 November 2015 yang berkuatan ... yang berkekuatan tetap atau inkracht. 2
3. Bahwa keterangan Pihak Terkait kami tujukan untuk permohonan Pengujian Undang-Undang tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 juncto Undang-Undang Nomor 29, selanjutnya mohon disebut Undang-Undang Partai Politik yang disampaikan oleh Ibnu Utomo, Yuli Zulkarnain, R. Hoesnan, untuk selanjutnya mohon disebut sebagai Pemohon ... Para Pemohon. 4. Bahwa kami telah menyimak persidangan Mahkamah Konstitusi pada hari Rabu tanggal 11 Juni 2016 yang pada waktu itu mendengarkan keterangan Dewan Perwakilan Rakyat. Setelah memperhatikan secara seksama, keterangan DPR RI maka kami sampai ... keterangan dari DPR RI, maka kami sebagai Pihak Terkait sepenuhnya mendukung keterangan a quo terutama pendapat DPR yang menyatakan bahwa Para Pemohon tidak memenuhi persyaratan untuk bisa dinyatakan telah mengalami kerugian konstitusional, sehingga sebagai Pihak Terkait kami berpendapat ... sependapat dengan DPR bahwa Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing. 5. Bahwa pada pokoknya, materi permohonan Para Pemohon adalah pengujian atas norma Pasal 23 dan norma 32 Undang-Undang Partai Politik, Pasal 23 adalah berisi norma yang mengatur kewenangan Menteri Hukum dan HAM. 32 … mengenai penyelesaian perselisihan internal partai politik. 6. Bahwa setelah mencermati permohonan Para Pemohon, maka Pihak Terkait berkeyakinan bahwa sebetulnya tidak ada persoalan konstitusionalitas dengan kedua norma a quo. Persoalan sebenarnya adalah persoalan yang sifatnya konkret individual, yaitu Para Pemohon sedang mempermasalahkan eksekusi atas Putusan Mahkamah Agung Nomor 601. Ketika Para Pemohon menyadari bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 tidak bersifat noneksekutif, maka persoalan yang bersifat konkret dan individual ini diangkat seolah-olah menjadi persoalan konstitusi. 7. Bahwa permohonan Para Pemohon ini adalah merupakan permohonan yang sifatnya seolah-olah, yaitu seolah-olah merupakan permohonan uji undang-undang, namun sebenarnya adalah merupakan persoalan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sehingga yang tampak adalah permohonan … sehingga yang tampak adalah Para Pemohon ingin mengubah ketentuan yang sifatnya umum atas dasar peristiwa konkret dan individual untuk diberlakukan secara umum agar sesuai kepentingannya. 8. Bahwa dalil Para Pemohon yang mengatakan bahwa norma Pasal 33, Pasal 23 Undang-Undang Partai Politik adalah multitafsir karena menurut Pemohon dapat ditafsirkan oleh Menteri Hukum dan HAM untuk tidak terikat pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah dalil-dalil yang sama sekali tidak berdasar. Kami katakan tidak berdasar karena Ketentuan Pasal 23 Undang-Undang 3
Partai Politik bersifat imperatif, sehingga bagi Menteri Hukum dan HAM tidak ada ruang untuk menafsirkan lain, kecuali kewajiban bagi Menkumham untuk menetapkan pendaftaran susunan kepengurusan, sehingga bagi Kemenkumham membuat SK Kemenkumham Nomor MH 03 2016 adalah merupakan kewajiban karena memang undangundangnya secara pasti menentukan demikian. Perihal Pasal 33 dalam hubungannya dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 juga tidak ada masalah penafsiran karena Menkumham sama sekali tidak … bukan merupakan pihak dalam perkara tersebut. Di samping itu, Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 hanyalah bersifat declaratoir, sehingga terhadap putusan tersebut tidak ada yang perlu ditafsirkan oleh Kementerian Hukum dan HAM karena tidak ada yang bisa dilanjuti. Lain halnya kalau Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 itu bersifat condemnatoir, maka adalah kewajiban Menkumham untuk mematuhi dan menyadari bunyi putusan tersebut. 9. Bahwa Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 adalah putusan atas perkara yang didasarkan kepada gugatan yang berbentuk contentiosa, yaitu perkara yang melibatkan dua pihak yang bersengketa. Penggugat dan tergugat atau disebut juga … dan disebut juga (suara tidak terdengar jelas) proceeding dan dalam hal ini putusannya hanya mengikat kedua belah pihak yang berperkara. Oleh karena itu, maka putusan yang semacam seperti itu … yang seperti itu bersifat … bukan bersifat erga omnes. 10. Bahwa Pasal 33 Undang-Undang Partai Politik merupakan pasal yang tidak bisa dipisahkan dengan Pasal 32 dalam bab yang sama, Bab 14 dengan subjudul, “Penyelesaian Perselisihan Partai Politik.” Berdasarkan Ketentuan Pasal 33, maka gugatan yang kemudian berakhir dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 yang dipermasalahkan oleh Pemohon haruslah merupakan gugatan kelanjutan atau linear dari persidangan internal partai politik yang didasarkan kepada Pasal 32 Undang-Undang Partai Politik. Namun ternyata tidak demikian, Perkara Nomor 88-PDTSUSPARPOL/2015, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tanggal 19 Mei 2015 yang kemudian berakhir dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 adalah perkara yang berdiri sendiri, tidak linear dengan perkara mahkamah partai tentang sengketa kepengurusan yang diperiksa oleh mahkamah partai dengan Nomor 49-PIPMP-DPPPPP/ 2014, tanggal 11 Oktober 2014. 11. Bahwa ternyata Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 tidak berbasis kepada pemeriksaan persengketaan di mahkamah partai karena mahkamah partai memutuskan sebelum terselenggaranya muktamar, baik Muktamar Surabaya dan Muktamar di Jakarta, sehingga tidak mungkin memeriksa dan memutuskan sah tidaknya susunan kepengurusan muktamar. Sedangkan yang diputuskan oleh
4
Mahkamah Agung didasarkan … mengesahkan Muktamar Jakarta dan tidak mengesahkan Muktamar Surabaya. 12. Bahwa dengan demikian, atas dasar Pasal 33, Pasal 32 UndangUndang Partai Politik dalam sengketa partai politik yang diperiksa, diadili, dan diputuskan oleh pengadilan negeri tidak boleh berdiri sendiri tanpa didahului penyelesaian melalui mahkamah partai. Dengan kata lain, apa yang diperiksa, diadili, dan diputuskan oleh pengadilan negeri sampai kepada Mahkamah Agung, pihaknya maupun materinya harus sama dengan apa yang diperiksa, diadili oleh diputuskan mahkamah partai. 13. Bahwa ternyata pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 yang sebelumnya diperiksa oleh pengadilan negeri dalam Perkara Nomor 88 Tahun 2015 pada tanggal 19 … 2015 pihaknya bukan pihak yang sama yang diperiksa oleh mahkamah partai. Pada perkara pengadilan negeri, pihaknya adalah A.H. Wakil Kamal sebagai ketua departemen advokasi hak asasi manusia DPP PPP melawan Ir. H. Muhammad Romahurmuziy dan Aunur Rofiq. Adapun pihak yang lain adalah Suryadharma Ali, Djan Faridz, Achmad Dimyati Natakusumah, Majelis Syariah Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan 2011-2015, dan Majid Kamil. Sedangkan sengketa kepengurusan di mahkamah partai, pihaknya adalah nama seperti Wakil Kamal, S.H., Aunur Rofiq, Djan Faridz, Achmad Dimyati Natakusumah adalah bukan sebagai pihak. 14. Bahwa tidak ada hubungan antara Menkumham membuat SK Kemenkumham Nomor MH031101/2015 dengan konstitusionalitas Pasal 23 dan Pasal 33 Undang-Undang Partai Politik karena apa yang dijalankan oleh Menteri Hukum dan HAM semata-mata bersifat administratif menjalankan Undang-Undang Partai Politik yang sekaligus melaksanakan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 504 K/TUN/2015 tanggal 20 Oktober 2015. Bahwa satu-satu hal … satu-satunya hal yang bisa menunda permohonan pendaftaran a quo di luar kelengkapan persyaratan adalah perselisihan kepengurusan partai politik ini in casu PPP, dimana jika terjadi penolakan oleh serendah-rendahnya 2/3 dari jumlah peserta forum tertinggi pengambil keputusan partai politik. 15. Bahwa di dalam SOP administrasi Kementerian Hukum dan HAM yang pada tahun 2015 ditegaskan kembali melalui Peraturan Menteri Hukum Hak Asasi Manusia Nomor 37 tentang PersyaratanPersyaratan dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang harus dipenuhi oleh setiap partai politik yang mengajukan permohonan pengesahan kepengurusan partai politik. Oleh karena itu, Menteri Hukum dan HAM telah menyampaikan surat kepada DPP PPP hasil Muktamar Jakarta agar melengkapi permohonannya, termasuk kehadiran forum peserta muktamar dengan diberi waktu secukupnya, namun sampai waktu yang diberikan, tidak dipenuhi. 5
16. Bahwa dalam kurun waktu yang hampir bersamaan telah terjadi islah perdamaian secara Islami yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa yaitu Ir. H. Muhammad Romahurmuziy, Dr. Suryadharma Ali, K.H. Maimun Zubair sebagai Ketua Majelis Syariah, termasuk Majid Kamil pihak yang memenangkan Perkara Nomor 601. Saat ini beliau sebagai salah satu ketua di kepengurusan hasil Muktamar 8 di Pondok Gede, Jakarta. Dan tokoh-tokoh lainnya, sehingga terkait dengan persengketaan Partai Persatuan Pembangunan telah selesai dan tidak ada lagi persoalan. 17. Bahwa berdasarkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 504 K/TUN/2015 tanggal 20 Oktober 2015, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia telah mencabut SK pengesahan kepengurusan hasil Muktamar Surabaya. Maka dengan dicabutnya pengesahan kepengurusan hasil Muktamar Surabaya secara otomatis, maka kembali kepada muktamar … hasil Muktamar Bandung. 18. Bahwa permohonan Para Pemohon adalah merupakan permohonan agar norma Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 33 UndangUndang Partai Politik dinyatakan sebagai ketentuan yang bersifat konstitusional bersyarat jika … saya ulangi lagi, sebagai ketentuan yang bersifat konstitusional bersyarat. Jika kita perhatikan dan pertimbangkan hukum dan amar putusan Mahkamah Konstitusi perihal konstitusional bersyarat pada putusan Mahkamah sebelumnya, maka putusan tersebut mengandung karakteristik tertentu. Di antaranya karakteristik tersebut adalah: a. Putusan konstitusional bersyarat bertujuan untuk mempertahankan konstitusionalitas suatu ketentuan dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh Mahkamah. b. Putusan konstitusional bersyarat membuka peluang adanya pengujian kembali norma yang telah diuji yang secara tekstual tidak tercantum dalam ketentuan … di dalam ketentuan undangundang. c. Putusan konstitusional bersyarat untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan hukum. 19. Bahwa permohonan Para Pemohon merupakan permohonan yang melebihi dari permohonan yang bersifat konstitusional bersyarat, namun sudah merupakan permohonan untuk membuat norma baru sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, Mahkamah Konstitusi hanya mempunyai wewenang untuk menyatakan batal atau tidak sahnya suatu undang-undang yang … yang dimintakan untuk diuji. Sedangkan apa yang dimohonkan oleh Para Pemohon sudah merupakan permohonan yang bersifat positive legislation yang merupakan kompetensi DPR dan pemerintah. Bahwa tidak disahkannya kepengurusan DPP PPP hasil Muktamar Jakarta yang dipimpin oleh Djan Faridz tidak ada kaitannya dengan 6
kepastian hukum, hilangnya hak berserikat berkumpul sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28E ayat (33) UndangUndang Dasar Tahun 1945. Atas dasar semua hal yang kami sampaikan di atas, kami mohon agar Yang Mulia Mahkamah dapat memberikan putusan dengan menyatakan permohonan Para Pemohon ditolak untuk seluruhnya. Hormat kami, Kuasa Hukum Pihak Terkait. Sholeh Amin, Wirawan Adnan, Iim Abdul Halim, Falaki Kartono, dan Pratama Nur (suara tidak terdengar jelas), S.H. Wassalamualaikum wr. wb. 11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam. Terima kasih, Pihak Terkait yang telah memberikan keterangan. Berikutnya kita akan dengar keterangan Ahli dan Saksi dari Pihak Terkait, saya persilakan untuk maju terlebih dahulu untuk diambil sumpahnya, Saudara Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum. Kemudian, M. Hadrawi Ilham, S.H. saya persilakan. Untuk Ahli Pak W. Riawan beragama Katolik, mohon berkenan Yang Mulia Pak Manahan untuk mengambil sumpah. Kemudian untuk Saksi, M. Hadrawi Ilham beragama Islam, nanti Yang Mulia Pak Wahiduddin. Silakan untuk Ahli terlebih dahulu.
12.
HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL Baik, kepada Saudara Ahli beragama Katolik, ikuti lafal sumpah yang saya tuntunkan. “Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.”
13.
AHLI BERAGAMA KRISTEN BERSUMPAH: Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. Semoga Tuhan menolong saya.
14.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Baik. Untuk Saksi, ikuti lafal yang saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”
7
15.
SAKSI BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
16.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, silakan kembali lagi ke tempat, silakan. Saudara Pihak Terkait yang akan kita dengar keterangan Ahli atau Saksinya terlebih dahulu?
17.
KUASA HUKUM PIHAT TERKAIT: WIRAWAN ADNAN Ahli terlebih dahulu, Yang Mulia.
18.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, silakan Pak Dr. W. Riawan Tjandra untuk memberikan keterangan di podium yang sudah disediakan. Oh, di sebelah sana juga boleh, apa takut dengan Pemohon? Kok, pilihnya yang sebelah jauh dari Pemohon.
19.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: W. RIAWAN TJANDRA Terima kasih, kesempatan yang diberikan kepada saya. Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, yang terhormat wakil dari Pemerintah, wakil dari DPR-RI, wakil dari Pihak Terkait dan Pemohon, serta para hadirin dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera dan berkah dalam. Perkenankan sebelum menguraikan pendapat dalam perkara ini, saya menyampaikan terlebih dahulu posisi kasus dalam persidangan perkara uji materi ini. Yang pertama mengenai posisi kasusnya, Pemohon uji materiil mempersoalkan norma hukum yang terdapat pada Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Partai Politik yang oleh Pemohon berupaya dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601/K Perdatasus Parpol 2015, tanggal 2 November 2015. Pemohon berpendapat bahwa Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601 tanggal 2 November 2015 tersebut tidak dilaksanakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, bahkan menurut Pemohon, Menteri Hukum dan HAM RI justru menerbitkan Surat Keputusan Nomor MAH031101 Tahun 2016 tentang Pengesahan Kembali Susunan Personalia DPP PPP Hasil 8
Muktamar Bandung Tahun 2011 sehingga oleh Pemohon persoalan konkret tersebut diangkat menjadi persoalan konstitusionalitas undangundang, dalam hal ini norma hukum Pasal 23 dan Pasal 33 UndangUndang Partai Politik yang oleh Pemohon dianggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Pemohon berasumsi bahwa tidak terdapat korelasi antara apa yang dilakukan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan konstitusionalitas Pasal 23 dan Pasal 33 Undang-Undang Partai Politik karena apa yang dijalankan oleh Menteri Hukum dan HAM RI semata-mata bersifat administratif dalam menjalankan Undang-Undang Partai Politik yang sekaligus melaksanakan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 504K TUN 2015, tanggal 24 Oktober 2015. Berikutnya saya akan haturkan terlebih dahulu rumusan norma hukum dan putusan Mahkamah Agung yang dimaksud. Sehubungan dengan posisi kasus tersebut, terlebih dahulu perlu dicermati rumusan norma hukum yang terdapat dalam beberapa ketentuan dalam UndangUndang Partai Politik yang menjadi pokok permohonan uji materi dalam perkara ini dan rumusan diktum putusan Mahkamah Agung dalam Perkara Nomor 601 Tahun 2015 tanggal 2 November 2015. Berikut ini norma hukum yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon dan norma konstitusionalnya. Yang pertama, norma yang dimohonkan pengujian norma materiil yaitu Pasal 33 ayat (2) UndangUndang Partai Politik, putusan pengadilan negeri ... saya ulangi lagi … putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. b. Norma Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1), “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakukan yang sama di hadapan hukum.” Pasal 28E ayat (3), “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Berikutnya saya akan haturkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 601. Pada bagian pokok perkara pada endingnya memutuskan, “Dalam pokok perkara, pertama mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian. Yang kedua, menyatakan susunan kepengurusan PPP hasil Muktamar 8 PPP tanggal 30 Oktober sampai 2 November 2014 di Jakarta, sebagaimana ternyata dalam Akta Pernyataan Penetapan Muktamar 8 Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 30 Oktober sampai 2 November 2014 di Jakarta. Mengenai susunan Personalia Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan masa bakti periode 2014—2019 Nomor 17 tanggal (suara tidak terdengar jelas) tahun 2014 dibuat di hadapan H. Tedy Anwar, S.H., spesialis notaris di Jakarta merupakan susunan kepengurusan PPP yang sah.
9
Yang ketiga, menyatakan kepengurusan hasil Muktamar 8 PPP di Surabaya tanggal 15—18 Oktober 2014 tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya.” Dengan catatan dari perkara tersebut, Pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM RI tidak menjadi pihak dalam perkara sebagaimana yang diputuskan dalam Perkara Nomor 061 K Tahun 2015 tanggal 2 November Tahun 2015. Adapun isi petitum permohonan uji materi dari Pemohon adalah sebagai berikut. Petitumnya pertama, mengabulkan permohonan perkara a quo untuk seluruhnya. Yang kedua, menyatakan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 sepanjang tidak dipenuhinya syarat bahwa sepanjang frasa hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Dimaknai bahwa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia wajib menerbitkan surat keputusan atau besiking tentang pengesahan susunan kepengurusan partai politik yang telah dinyatakan sah dalam putusan kasasi selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari setelah diterimanya permohonan pengesahan beserta putusan kasasi sebagai lampirannya oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Yang ketiga, menyatakan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar … Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dipenuhi syarat bahwa sepanjang frasa hanya diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Dimaknai bahwa Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia wajib menerbitkan surat keputusan tentang pengesahan susunan kepengurusan partai politik yang telah dinyatakan sah dalam putusan kasasi selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari setelah diterimanya permohonan pengesahan beserta putusan kasasi sebagai lampirannya oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Yang keempat, memerintahkan pemuatan amar putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Berikut akan saya sampaikan hal-hal yang ada dalam penguasaan saya, yang saya pelajari sehari-hari di bidang hukum administrasi negara karena hal itu terkait dengan bidang yang saya pelajari sehari-hari. Yang kedua, pendapat ahli hukum administrasi negara. Dalam teori hukum administrasi negara, pemerintah melaksanakan fungsi pemerintahan (sturende functie) yang memiliki sifat aktif, tidak hanya pasif. Artinya dalam melaksanakan fungsi dan kewenangannya sebagai badan atau pejabat tata usaha negara, pemerintah harus melaksanakan kewenangnya secara aktif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun asas-asas pemerintahan yang baik dalam melaksanakan fungsinya. 10
Pemerintah tidak hanya bertindak sekadar untuk melaksanakan perintah suatu norma hukum saja. Namun, harus aktif untuk meneliti, menguji, menerapkan perintah suatu norma hukum berdasarkan kondisi faktual yang mengharuskan dilaksanakannya suatu tindakan pemerintahan (bestuurahandeling) tertentu. Oleh karena itu, untuk menyebut pemerintah dalam suatu negara hukum modern atau modern rechsstaat, lebih tepat digunakan sebutan bestuur bukan uitvoerende macht atau eksekutif. Berkaitan dengan konsep AAUPP pada Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan adanya 8 macam AAUPP, yaitu asas-asas, pertama, kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, kecermatan, tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik. AAUPP merupakan norma perilaku atau yang sering disebut dengan (suara tidak terdengar jelas) norm yang melekat pada penggunaan wewenang pemerintahan (bestuursbevoegdheid). Profesor Van Der Burg mendefinisikan AAUPP sebagai tendensi-tendensi atau kecenderungan-kecenderungan etik yang menjadi dasar hukum administrasi negara, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, termasuk praktik pemerintahan. Demikian juga dalam mengeluarkan suatu keputusan tata usaha negara atau beschikking. Selain pemerintah harus memperhatikan norma hukum yang bersifat tertulis atau schriftelijke recht sebagaimana terdapat dalam peraturan perundang-undangan maupun AAUPP. Juga harus menjamin agar keputusan tata usaha negara yang ditetapkannya memenuhi syarat formil maupun materiil. Hal ini menurut Prof. De Haan dan kawan-kawan dalam bukunya (suara tidak terdengar jelas) halaman 5-6 terbitan tahun 1986, kemudian yang terbaru tahun 1991. Merupakan perwujudan dari fungsi jaminan pemerintahan atau bestuurlijke waarborgen. Pemerintah harus menjamin keabsahan tindakan hukum tata usaha negara yang dilakukannya sesuai dengan asas legalitas (rechtsmatigheid beginsel) yang juga dimuat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Tidak dipenuhinya syarat sah tersebut dapat berakibat keputusan TUN tidak sah dan akibat hukumnya bisa menyebabkan keputusan TUN tersebut batal karena hukum nietig van rechtswege. Kemudian yang kedua batal atau nietig. Dan yang ketiga, dapat dibatalkan atau vernietigbaar. Syarat-syarat materil suatu keputusan tata usaha negara meliputi yang pertama, organ pemerintahan yang menetapkan harus berwenang. Yang kedua, tidak boleh mengandung kekurangan juridis seperti adanya penipuan atau bedrog, adanya paksaan atau dwang, adanya suap atau omkoping, atau kesesatan dwaling. Yang ketiga, (suara tidak terdengar jelas) harus ditetapkan suatu keadaan atau situasi tertentu dan ini harus dimuat di dalam konsideransnya. 11
Yang keempat. KTN dilaksanakan tanpa melanggar peraturanperaturan lain, serta isi dan tujuannya harus sesuai isi dan tujuan peraturan dasarnya. Sedangkan syarat-syarat formil suatu keputusan TUN mencakup: yang pertama, syarat-syarat yang berkaitan dengan persiapan dibuatnya KTUN dan cara dibuatnya KTUN harus dipenuhi. Yang kedua, KTUN diberi bentuk yang telah ditentukan dalam peraturan dasarnya. Dan yang ketiga, syarat-syarat yang berhubungan dengan pelaksanaan KTUN itu harus dipenuhi. Dan yang keempat, jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya KTUN itu harus diperhatikan. Dengan demikian, setiap melakukan tindakan pemerintahan, termasuk yang dituangkan dalam suatu keputusan TUN, pemerintah antara lain harus memperhatikan asas kecermatan dan asas kepastian hukum. Prof. (suara tidak terdengar jelas) menyebutkan hanya 13 di … kuliah di Unair tahun 1976. Penjelasan Pasal 10 huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 mengenai Asas Kecermatan, menguraikan bahwa hal yang dimaksud dengan asas kecermatan adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu keputusan dan/atau tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan keputusan dan/atau tindakan. Sehingga, keputusan dan/atau tindakan yang bersangkutan dipersiapkan dengan cermat sebelum keputusan dan/atau tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan. Diperlukannya asas kecermatan dalam mekanisme penetapan suatu keputusan TUN. Kalau saya mengutip tulisan dari Mahendra Singh, dalam bukunya German Administrative Law in Common Law Perspective adalah karena the contents of the administrative act must be sufficiently definite and certain. Particularly, they must be unambiguous about the person to whom they are addressed, the subject matter of regulation, and the legal consequences. Dengan demikian, dalam mengeluarkan suatu keputusan TUN, seorang pejabat Tata Usaha Negara harus memperhatikan dasar pertimbangan dalam menetapkan suatu keputusan-keputusan TUN karena konsekuensi hukum yang ditimbulkannya. Hal itulah yang menurut pendapat Ahli Hukum Administrasi menyebabkan terlihat irasionalitasnya tuntutan Pemohon dalam permohonan uji materi, khususnya pada petitum kedua dan ketiga. Sedangkan dengan rumusan … sehubungan dengan rumusan petitum ketiga … kedua dan ketiga, permohonan uji materi Pemohon, terlihat bahwa permohonan dari Pemohon tersebut: 1. Tidak memperhatikan karakteristik dari Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 601, tanggal 2 November 2015, yang merupakan putusan dalam perkara perdata, yang terikat pada karakter putusan yang bersifat inter partes (hanya mengikat para pihak dalam sengketa). Di 12
mana, dalam perkara tersebut, pemerintah tidak duduk sebagai pihak dalam sengketa perdata tersebut. Tidak mungkin dalam konteks putusan semacam itu, pemerintah hanya diminta melaksanakan putusan yang tidak mengikat pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM RI. Sesuai dengan karakter putusan tersebut, yang merupakan putusan dalam perkara perdata. Justru hal ini menunjukkan terputusnya logika hukum yang diargumentasikan dalam posita dan petitum permohonan uji materi, yang menunjukkan ingin menggeneralisasikan sebuah sengketa internal dalam suatu parpol seakan-akan menjadi berskala umum yang layak untuk diletakkan sebagai dasar untuk melakukan reinterpretasi atas norma hukum yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Parpol. 2. Ingin mengubah konstelasi fungsi pemerintahan yang bersifat aktif dan harus memenuhi berbagai syarat sah dalam melakukan tindakan hukum Tata Usaha Negara menjadi hanya bersifat pasif ibarat “juru ketik” suatu dokumen administratif karena Pemohon mengasumsikan kewenangan administrasi pemerintahan sangat sempit. Padahal dalam menyusun suatu keputusan Tata Usaha Negara, setiap badan atau pejabat Tata Usaha Negara harus memperhatikan syarat materiil maupun syarat formil suatu keputusan Tata Usaha Negara, sebagaimana tadi sudah saya haturkan di atas. 3. Apabila petitum dalam permohonan uji materi Pemohon diikuti dan dijadikan sebagai diktum dalam putusan Mahkamah Konstitusi RI, justru akan “melegalisasikan” pelaksanaan kewenangan pemerintah yang bertentangan dengan asas kecermatan, sebagaimana diuraikan sebelumnya. Asas kecermatan merupakan syarat substantif untuk dipenuhinya syarat materiil suatu Keputusan Tata Usaha Negara dalam Hukum Administrasi Negara. Dalam hukum administrasi negara, ruang lingkup legalitas tindak pemerintahan mencakup tiga aspek yang harus dipenuhi, yaitu yang pertama wewenang, prosedur, dan substansi. Tidak terpenuhinya tiga komponen legalitas tersebut, mengakibatkan cacat yuridis suatu tindak pemerintahan. Cacat yuridis yang menyangkut wewenang, prosedur, dan substansi. Dengan demikian, jika dikaitkan dengan ruang lingkup legalitas tindak pemerintahan tersebut, petitum kedua dan ketiga permohonan Pihak Pemohon justru terlihat mereduksi cakupan legalitas tindak pemerintahan tersebut, yang hanya ingin dibatasi pada sekadar aspek prosedur keabsahan tindakan pemerintahan dengan tidak memperhatikan aspek wewenang dan substansi. Pemerintah tentu harus menjamin agar Keputusan Tata Usaha Negara yang ditetapkannya tidak hanya bertumpu pada syarat prosedur, namun juga sesuai dengan aspek wewenang dan substansi. Substansi diktum Putusan Mahkamah Agung Nomor 601, tanggal 2 November 2015, memperlihatkan bahwa pemerintah tidak pernah disertakan sejak awal sengketa berjalan di 13
pengadilan negeri untuk menjadi pihak dalam perkara yang bersifat keperdataan dimaksud. Tidak ada diktum putusan Mahkamah Agung RI dalam perkara tersebut yang bersifat condemnatoir, yang memerintahkan dilakukannya tindak lanjut oleh pemerintah. Karena memang pemerintah tidak pernah diikutsertakan sebagai pihak dalam perkara tersebut. Jika dikaitkan dengan sengketa TUN yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung RI dalam Perkara Nomor 504 Tahun 2015, tanggal 20 Oktober 2015, pemerintah dalam hal ini Menkum HAM RI telah melaksanakan amar putusan Mahkamah Agung sesuai dengan substansi diktum yang bersifat condemnatoir. Isi diktum putusan Mahkamah Agung RI tersebut secara lengkap … mohon izin saya bacakan sebagai berikut. Dalam (suara tidak terdengar jelas) sengketa, pertama, mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan batal surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor MHH07AH1101 tahun 2014 tanggal 18 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan. Yang ketiga, mewajibkan tergugat untuk mencabut surat keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor MHH07AH1101 tahun 2014 tanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan. Berdasarkan amar putusan ketiga yang bersifat condemnatoir tersebut, Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia telah melaksanakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor MHH01AH1101 tahun 2014 tentang Pencabutan surat keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor MHH07AH1101 tahun 2014 tanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan. Dengan demikian, sebenarnya rumusan norma yang dimohonkan uji materi sudah dipahami dengan jelas maknanya dalam rangkaian sistem peraturan perundang-undang yang lain, yaitu Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-Undang Nomor 586 juncto 9 Tahun 2004 dan (suara tidak terdengar jelas) 2009 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dan Undang-Undang Kementerian Negara. Mahkamah Konstitusi justru akan terseret dalam generalisasi sebuah perkara individual dalam sebuah partai melalui reinterpretasi sebuah norma hukum yang sudah jelas maknanya dan sudah pernah dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan pasal-pasal dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 termasuk pasalpasal yang didalilkan oleh Pemohon dalam permohonan uji materinya.
14
Tindakan pemerintah tersebut, maksudnya dalam menerbitkan SK yang terakhir tadi, sudah memenuhi pendapat Prof. De Haan dalam bukunya yang berjudul, Bestuursrecht in de Sociale rechtsstaat-deel 2 bestuurshandelingen en waarborgen bahwa bestuurlijke waaborgen zijn nodig om de overhead tot een doelmatig en ook rechtmatig handelen te bewegen. Jaminan pemerintah memerlukuan agar tindakan pemerintahan memenuhi tindakan yang berdasarkan kebijaksanaan dan keabsahan. Dalam pandangan de Draaf dan kawan-kawan dalam bukunya yang berjudul Quality of Decision Making in Public Law Studies in Administrative Decision Making in the Netherland (2007:6) dikatakan bahwa the legal quality of administrative decision making can be measured by judgments of the court. Hal ini pun sudah pernah dipenuhi oleh Keputusan Mahkamah … maaf, Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor MHH01AH1101 tahun 2016. Dengan demikian, tak beralasan lagi untuk meragukan konstitusionalitas norma hukum yang terdapat pada Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik sebagaimana termuat dalam lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8. Berikut saya akan haturkan kesimpulannya. Yang pertama, tidak perlu ada keraguan mengenai konstitusionalitas norma hukum yang terhadap pada Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8. Yang kedua, karakteristik dari putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 61.K/Pdt.Sus-Parpol/2015 tanggal 2 November 2015 yang merupakan putusan dalam perkara perdata terikat pada karakter putusan yang bersifat interpartes hanya mengikat para pihak dalam sengketa dimana dalam perkara tersebut Pemerintah tidak duduk sebagai pihak dalam sengketa perdata tersebut. Tidak mungkin dalam konteks putusan semacam itu, Pemerintah hanya diminta melaksanakan putusan yang tidak mengikat Pemerintah (cq Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia) sesuai dengan karakter putusan tersebut yang merupakan putusan dalam perkara perdata. Yang ketiga, tidak ada dictum dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam perkara tersebut yang bersifat condemnatoir yang memerintahkan dilakukannya tindak lanjut oleh Pemerintah karena memang Pemerintah tidak pernah diikutsertakan sebagai pihak dalam perkara tersebut. Yang terakhir, yang keempat. Mahkamah Konstitusi justru akan terseret dalam generalisasi sebuah perkara individual dalam sebuah partai melalui reinterpretasi sebuah norma hukum yang sudah jelas 15
maknanya dan sudah pernah dilaksanakan oleh pemerintah sesuai dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 termasuk pasal-pasal yang didalilkan oleh Pemohon dalam permohonan uji materinya. Demikian. Jakarta, 23 Juni 2016, Ahli Hukum Administrasi Negara, Dr. W. Riawan Tjandra, SH, M.Hum. Terima kasih, Wassalamualaikum wr. wb. 20.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Walaikum salam wr. wb.
21.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: W. RIAWAN TJANDRA Selamat siang dan berkah dalam.
22.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, Pak Riawan untuk duduk kembali. Berikutnya, langsung Pak Hadrawi memberikan keterangan. Jadi, ada perbedaan apa yang disampaikan oleh Pak Riawan dan Pak Hadrawi. Jadi, Pak Hadrawi berposisi sebagai Saksi, bukan ahli sehingga apa yang disampaikan harus apa yang didengar, apa yang diketahui, dan diketahui oleh Saksi sendiri. Bukan pendapat, ya. Silakan.
23.
SAKSI DARI PIHAT TERKAIT: M. HADRAWI ILHAM Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Sebelum saya menjelaskan apa yang harus kami sampaikan bahwa saya sejak kepengurusan Bapak H. Hamzah Haz sudah dipercaya untuk menangani sengketa-sengketa partai Persatuan Pembangunan, baik eksternal maupun internal. Kemudian, sampai saat ini, saya dengan tim saya masih ada tiga perkara yang bergulir di dua pengadilan (…)
24.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya tanya dulu.
25.
SAKSI DARI PIHAT TERKAIT: M. HADRAWI ILHAM Baik.
26.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pak Hadrawi, posisi di Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan sebagai apa kalau begitu? Di Mahkamah Partai? 16
27.
SAKSI DARI PIHAT TERKAIT: M. HADRAWI ILHAM Oh, tidak. Saya saat ini wakil bendahara umum, tetapi profesi saya memang seorang advokat dengan SK Menteri Kehakiman Tahun 1986, sehingga saya diminta untuk membantu partai dalam menangani sengketa, ya.
28.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Untuk menyelesaikan … ya, baik. Silakan.
29.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: M. HADRAWI ILHAM Baik. Untuk saat ini ada tiga perkara yang sedang bergulir di pengadilan. Satu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Perkara Nomor 92, yaitu penggugatnya adalah Bapak H. Djan Faridz dan Achmad Dimyati Natakusumah. Kemudian penggugat intervensi adalah mahkamah partai hasil Muhtamar Bandung, lalu tergugatnya adalah Presiden Republik Indonesia (Tergugat I), kemudian Tergugat II adalah Menkopolhukam, dan Tergugat III adalah Menteri Hukum dan HAM. Yang kebetulan perkara itu memang kami juga mendalami namun sebagai saksi apa … sebagai kuasa hukumnya adalah dari pihak lawyer yang dari luar PPP. Namun, kami tetap memantau juga proses persidangan perkara tersebut. Kemudian ada 2 perkara yang bergulir juga di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yaitu penggugatnya adalah Bapak H. Djan Faridz dan Achmad Dimyati Natakusumah, sedangkan tergugatnya adalah Kementerian Hukum dan HAM, dan Tergugat II Intervensi adalah Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan. Kebetulan kuasa hukumnya adalah saya dengan tim yang saat ini dalam proses pemeriksaan untuk sidang berikutnya itu pada hari Rabu, tanggal 29 itu masuk pembuktian dari pihak penggugat. Kemudian duplik dari Pihak Tergugat II Intervensi. Lalu satu perkara lagi yaitu Perkara Nomor 95, penggugatnya adalah 2 orang kader PPP yang berafiliasi kepada kepengurusan Bapak H. Djan Faridz yaitu Saudara Muhammad Aris yang mengatasnamakan dirinya sebagai Wakil Ketua Badan Bantuan Hukum DPP PPP, dan yang satunya lagi adalah Saudara Asril Mattalitti yang mengatasnamakan dirinya sebagai Anggota Badan Analisis Hukum dan Legislasi DPP PPP, yang kebetulan Tergugat II Intervensi adalah Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan dan tergugatnya adalah Kementerian Hukum dan HAM. Sedangkan Tergugat II Intervensi yang kuasa hukumnya juga adalah kami, sehingga saat ini masih berproses hari Rabu depan, tanggal 29, itu akan pembacaan putusan sela atas masuknya Tergugat II Intervensi sebagai pemohon intervensi. 17
Itu barangkali yang perlu kami jelaskan, Yang Mulia, mengenai keterkaitan dengan apa yang saya ketahui, apa yang saya kerjakan sebagai Tim Hukum Partai Persatuan Pembangunan. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 30.
KETUA: ARIEF HIDAYAT apa?
31.
Itu yang akan disampaikan? Yang kaitannya dengan perkara ini
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: M. HADRAWI ILHAM Saya tidak mengetahui persis kaitannya dengan perkara ini karena saya memang tidak dijelaskan untuk hal itu.
32.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
33.
SAKSI DARI PIHAT TERKAIT: M. HADRAWI ILHAM Saya hanya diminta oleh pihak … Kuasa Hukum Pihak Terkait untuk menjelaskan posisi perkara-perkara yang kami tangani di luar di Mahkamah ini. Terima kasih.
34.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Silakan duduk kembali Pak Hadrawi.
35.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: WIRAWAN ADNAN Yang Mulia? Interupsi, Yang Mulia. Tadinya kami persiapakan … kami ingin menuntun saksi fakta ini (…)
36.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, begitu?
37.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: WIRAWAN ADNAN Ya.
18
38.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, disampaikan kalau begitu. Silakan Pak Hadrawi di mimbar kembali. Tadi diminta sejak awal. Silakan.
39.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: M. SHOLEH AMIN Baik, kepada Saudara Saksi. Apakah sengketa di pengadilan negeri ada permohonan Perkara 601 yang sifatnya declaratoir itu dimohonkan agar menjadi condemnatoir? Apakah ada materi yang seperti itu?
40.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: M. HADRAWI ILHAM Dalam pokok perkaranya diuraikan seperti itu.
41.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: M. SHOLEH AMIN Oh, begitu.
42.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: M. HADRAWI ILHAM Bahwa ada permohonan agar Putusan Mahkamah Agung Nomor 601 itu dapat bersifat condemnatoir.
43.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: M. SHOLEH AMIN Begitu, ya?
44.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: M. HADRAWI ILHAM Ya.
45.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: M. SHOLEH AMIN Itu yang pertama. Yang kedua yang berkaitan dengan … apa namanya … perdata juga. Apakah dalil-dalil penggugat ada kaitannya dengan implementasi kesewenang-wenangan pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM?
46.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: M. HADRAWI ILHAM Di dalam materi atau pokok perkara ada diuraikan seperti itu.
19
47.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: M. SHOLEH AMIN Seperti itu?
48.
SAKSI DARI PIHAK TERKAIT: M. HADRAWI ILHAM Ya.
49.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: M. SHOLEH AMIN Baik. Itu saja, Yang Mulia.
50.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Silakan duduk kembali Pak Hadrawi. Nanti akan ditanya oleh pihak-pihak yang lain lagi. Baik. Sekarang giliran masih pada Pihak Terkait. Apakah Pihak Terkait akan menanyakan lebih lanjut pada Ahlinya? Kalau Saksi tadi sudah selesai. Sekarang kepada Ahli, ada enggak? Dikumpulkan dulu Pak Wirawan.
51.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: WIRAWAN ADNAN Ya, ya. Hanya satu saja, Yang Mulia, dari kami.
52.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
53.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: WIRAWAN ADNAN Kepada Ahli, tadi Saudara Ahli menerangkan tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik itu salah satunya adalah soal kepastian hukum. Mohon Ahli lebih mengelaborasi tentang bagaimana sebetulnya yang dimaksud dengan kepastian hukum itu? Terima kasih.
54.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Sekarang dari Pemohon apa ada yang akan disampaikan pada Ahli atau Saksi?
55.
KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPREY R. DJEMAT Ada banyak untuk Ahli.
20
56.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan di (…)
57.
KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPREY R. DJEMAT Terima kasih.
58.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan diringkas waktunya terbatas.
59.
KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPREY R. DJEMAT Terima kasih, Yang Mulia. Yang pertama kami ingin tanyakan kepada Saudara Ahli. Dalam keterangan Saudara halaman 4 baris pertama disebutkan Keputusan Tata Usaha Negara dilaksanakan tanpa melanggar peraturan-peraturan lain, serta isi dan tujuannya harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya. Apabila sebelum diundangkannya suatu norma atau pada saat pembahasan RUU telah disepakati antara DPR dengan pemerintah bahwa dalam suatu perkara perdata khusus ada pihak tertentu, dalam hal ini instansi pemerintahan yang tidak perlu dijadikan pihak perkara, namun terikat dan wajib melaksanakan putusan perkara tersebut. Pertanyaan kami, setelah undang-undang itu disahkan, apakah instansi pemerintahan yang disebutkan tersebut yang mana instansi tersebut ikut membahas RUU terikat dan wajib melaksanakan putusan perkara sesuai dengan komitmen dan kesepakatan pada saat pembahasan RUU? Yang kedua Saudara Ahli, dalam kesimpulan Saudara huruf c Saudara Ahli menyebutkan sebagaimana yang saya kutip karena memang pemerintah tidak pernah diikutsertakan sebagai pihak dalam perkara tersebut, tahukah Saudara Ahli, sebelum diajukannya perkara perdata khusus yang menghasilkan Nomor Perkara 601 Kasasi tanggal 2 November 2015 pernah diajukan gugatan oleh Saudara Wakil Kamal yang merupakan pengurus daripada hasil Muktamar Bandung yang menarik Menteri Hukum dan HAM sebagai tergugat, namun dinyatakan oleh pengadilan tidak dapat diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan kompetensi absolut ada di pihak Pengadilan Tata Usaha Negara. Karena itulah, kemudian diajuka gugatan baru oleh Saudara Wakil Kamal tanpa menarik Menteri Hukum dan HAM. Pertanyaan kami, dengan adanya fakta hukum tersebut, bagaimana konstitusionalitas norma Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011? Karena apabila menteri ditarik sebagai pihak, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima. Namun dengan tidak ditariknya menteri, Saudara 21
berpendapat bahwa Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601 tanggal 2 November 2015 tidak dapat mengikat pemerintah. Nah, bukankah hal ini berarti adanya kebuntuan terhadap akses keadilan? Dan apakah ini berarti ada masalah dalam norma tersebut yang bisa bersifat multitafsir dan ini sangat merugikan untuk kepastian hukum oleh berbagai pihak? Dan berikutnya, saya ingin menanyakan kepada Saudara Ahli, menurut Ahli, apakah makna hukum atas suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap? Dan yang berikutnya, apakah suatu putusan Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap masih dapat disanggah dengan upaya hukum biasa? Yang berikutnya, apakah seorang pejabat publik atau pembantu presiden, seperti halnya Menteri Hukum dan HAM dapat menyimpangi suatu putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berkekuatan hukum tetap? Menurut Ahli, sejauh mana keabsahan DPP Muktamar Jakarta yang dipimpin oleh H. Djan Faridz menurut hukum tatkala putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601 tanggal 2 November 2015 menyatakan seraya memutuskan bahwa DPP PPP hasil Muktamar Surabaya yang dipimpin oleh Saudara Romahurmuziy tidak sah? Berikutnya, menurut Ahli, apakah seorang pejabat publik seperti halnya SK Menteri Hukum dan HAM Nomor M03 tahun 2016, tanggal 17 Februari 2016 yang dikenal sebagai SK untuk membangkitkan Muktamar Bandung yang bagi kami dianggap sebagai katakanlah membangkitkan muktamar zombie yang dapat menempuh kebijaksanaan lain selain memberikan pengakuan terhadap DPP hasil Muktamar Jakarta di bawah Pimpinan H. Djan Faridz manakala kita mencermati putusan Mahkamah Agung Nomor 601 tersebut? Dan yang terakhir, menurut Ahli, bagaimana pertautan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Undang-Undang Partai Politik dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, dapatkah kedua pasal tersebut diberlakukan secara terpisah? Dan kalau dapat, kapan? Kapan kedua pasal tersebut mutlak dan harus dipertaut? Sekian. Terima kasih, Yang Mulia. 60.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari Pemerintah?
61.
PEMERINTAH: HOTMAN SITORUS Terima kasih, Yang Mulia. Pemerintah ada pendalaman.
22
Ahli yang terhormat, Pemerintah ingin mendalami satu pertanyaan sederhana. Sejauh mana Ahli melihat keterkaitan antara peraturan Menteri Hukum dan HAM yang mengatur tentang tata cara syarat-syarat pendaftaran ulang partai politik dengan putusan Mahkamah Agung? Apakah Menteri Hukum dan HAM tetap dalam landasan kepastian hukum taat kepada peraturan menteri yang dibuatnya untuk melaksanakan tata cara pendaftaran tersebut. Jika tidak dilaksanakan, apa akibat hukumnya terhadap partai politik yang lain? Apakah suatu saat partai politik yang lain dapat menuntut perlakuan yang diberikan kepada partai politik yang bersengketa diperlakukan sama dengan partai politik yang lain? Demikian pertanyaan kami, Yang Mulia. Terima kasih. 62.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari meja Hakim, Yang Mulia Pak Suhartoyo, silakan.
63.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia, saya kepada Pak Wiryawan ya ... Pak Riawan, sori. Begini, Pak. Memang kita kalau mempersoalkan putusan Mahkamah Agung tentang deklarator kemudian konsti (...)
64.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Condemnator (...)
65.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Dari kemarin kayaknya selalu bersimpangan jalan, ya karena memang itu barangkali tepat kalau memang itu perkara an sich hanya yang diajukan oleh para pihak yang berperkara. Memang konsekuensi hukumnya adalah hanya mengikat kepada para pihak yang berperkara itu dalam wilayah hukum privat, perdata murni yang selama ini dipahami bersama. Hanya persoalannya ini kan, menyangkut masalah kepartaian yang di dalam Undang-Undang Partai itu Nomor 2 Tahun 2011, tapi tidak ada di Nomor 2 Tahun 2011, itu adanya di Nomor 2 Tahun 2008, Pasal 24 kan, ini ada perintah undang-undang bahwa ketika ada pergantian kepengurusan partai, itu ada kewajiban menteri untuk menunggu kalau tidak salah di Pasal 24 itu, menunggu bahwa perselisihan itu selesai dulu. Ini perintah undang-undang, tidak hanya sekadar perintah amar putusan pengadilan. Kalau kemudian dikaitkan … apa ... paparan Anda bahwa bagaimana sih, seorang pejabat publik yang kemudian memegang teguh 23
asas-asas umum pemerintahan yang baik khususnya dengan asas kecermatan yang Anda ajukan tadi bahwa harus ada ketelitian di dalam bagaimana merujukkan sebuah dokumen-dokumen di dalam mengambil sebuah keputusan, bagaimana pendapat Anda? Ada keharusan, kewajiban bagi menteri untuk menunggu perselisihan diatur dalam Pasal 32 kalau tidak bisa selesai secara internal, Pasal 33 melalui pengadilan. Itu satu akumulasi perselisihan namanya, kan? Itu yang mestinya harus ditunggu. Tapi kenyataannya apa? Apa yang terjadi? Kemudian, sebenarnya tanpa ada condemnator di dalam putusan itu, sebenarnya bagi seorang menteri dengan perintah undang-undang itu sebenarnya sudah terikat sebenarnya, harus menunggu perselisihan itu, apa pun bentuk keputusan internal melalui mahkamah partai, pengadilan, sampai tingkat kasasi nanti. Nah, saya minta pandangan Anda, bagaimana kalau Anda masih kemudian membawa pesan bahwa Pihak Terkait barangkali ini sudah memenuhi … apa ... sudah memegang teguh asas-asas umum pemerintahan yang baik itu? Barangkali itu saja pertanyaan saya. Terima kasih, Pak. 66.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Yang lain, cukup? Ya, silakan, Saudara Ahli. Jadi, untuk Saksi tidak ada pertanyaan, tinggal Ahli ini banyak sekali yang dipersoalkan. Silakan.
67.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: W. RIAWAN TJANDRA Baik, terima kasih. Yang saya muliakan, Majelis Hakim Konstitusi, Pemerintah, DPR, Pihak Terkait, dan Pemohon, saya akan mencoba menjawab hal-hal yang memang langsung terkait ya, dengan apa yang saya kuasai. Yang pertama mengenai drafting suatu peraturan perundangundangan, tadi disebutkan bahwa saya sendiri tidak pernah mengikuti proses itu. Jadi, saya tidak pernah mengetahui adanya kesepakatan antara DPR dan Pemerintah dalam penyusunan undang-undang itu. Nah, kalau memang Pemerintah dan DPR sepakat akan mengikatkan suatu kewajiban tertentu kepada Pemerintah, seharusnya secara eksplisit itu dinormativasikan di dalam bentuk norma peraturan perundang-undangan karena kalau kita melihat dalam diri pemerintah itu kan, ada dua … apa namanya ... kedudukan sekaligus ya, dalam ... dalam konteks yang luas, besturen Pemerintah ini bersifat aktif, tapi juga esensinya juga ada konteks uitvoerende macht, kekuasaan eksekutif yang dilaksanakan itu adalah norma hukum sehingga dalam konteks ini mestinya itu dituangkan saja di dalam suatu rumusan peraturan perundang-undangan secara eksplisit. 24
Nah, yang kedua, yang terkait dengan … apa ... permohonan dari Pihak Pemohon itu. Jadi, saya hanya sekadar membaca dari putusan Mahkamah Agungnya dan kemudian juga mengikuti dan mencermati hanya melalui mass media, mengenai tindak lanjut dari … apa ... keputusan itu oleh Menkumham, nah, saya melihat memang dari bunyi rumusan putusannya ini, kebetulan saya juga mengajar Hukum Acara PTUN, sifat putusan yang erga omnes itu hanya di PTUN dan di Mahkamah Konstitusi putusan-putusan yang berkarakter publik. Nah, kalau kemudian pemerintah melekatkan kewenangan penyelesaian suatu sengketa itu justru di suatu pengadilan yang putusannya tidak berkarakter erga omnes, tentu dalam hal ini yang mestinya di apa namanya ... dikritisi adalah designing-nya, designing aturan itu. Kemudian yang keempat. Ya, kalau suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap, kalau kita lihat dalam teori apa namanya ... hukum acara. Yang saya pelajari khusus adalah hukum acara PTUN. Suatu putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu memiliki tiga kekuatan sekaligus, ya. Yang pertama ini putusan itu, ya, harus dapak dilaksanakan atau apa namanya ... harus dapat dieksekusi. Kemudian untuk putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap ini juga memiliki kekuatan yang sejajar dengan akta otentik. Kemudian yang ketiga putusan yang berkekuatan hukum tetap itu dalam konteks di PTUN itu mengikat pihak-pihak termasuk yang berada di luar sengketa, itu kalau di PTUN. Saya ambil contoh, saya pernah juga diundang sebagai ahli di ... sengketa di apa ... PTUN, itu terkait dengan sengketa dengan DKPU, ya. Ya, kalau KPU tidak menjadi pihak juga tetap terikat pada putusan yang dikeluarkan oleh PTUN. Kemudian yang berikutnya. Untuk putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu hanya dibuka upaya hukum luar biasa melalui peninjauan kembali. Ini dalam hukum acara umum, ya, (suara tidak terdengar jelas) sudah diatur khusus semacam ini kan tadi sudah ditetapkan dalam undang-undang, di Undang-Undang Parpol, putusan Mahkamah Agung ini bersifat apa namanya ... merupakan sifat final and binding, ya, tidak lagi dapat di-challenge lagi. Nah, dengan demikian kalau kita lihat dalam penyusunan UndangUndang Parpol, tidak hanya Undang-Undang Parpol, seluruh peraturan perundang-undangan itu memang harus bersumber pada UndangUndang Dasar Tahun 1945 dan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 itu kalau kita cermati kan ada pembukaan atau preambule, di dalamnya ada Pancasila. Kemudian juga ada pasal-pasalnya. Seluruh peraturan perundang-undangan di dalam konstitusi itu, ya, mengikat di dalam peraturan perundang-undangan apapun yang dibuat oleh pemerintah. Justru karena itulah maka Mahkamah Konstitusi ini diberikan otoritas untuk melakukan kontrol terhadap kualitas atau (suara tidak terdengar jelas) suatu produk undang-undang tersebut. Dari pemerintah (...) 25
68.
KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPREY R. DJEMAT Satu, Pak, yang belum, Pak. Maaf, saya ingkatkan. Apakah seorang pejabat publik atau pembantu Presiden seperti halnya Menteri Hukum dan HAM, dapat menyimpangi suatu putusan Mahkamah Agung RI yang berkekuatan hukum tetap dengan suatu SK yang dikeluarkan oleh dirinya? Mohon dijawab.
69.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: W. RIAWAN TJANDRA Ya, baik, terima kasih. Kalau suatu putusan itu memang merupakan suatu putusan yang mengikat pemerintah. Jadi putusan itu memang jelas dikaitkan dengan tindak lanjut yang dilakukan pemerintah sebagai suatu lembaga yang melaksanakan undang-undang, maka pemerintah terikat dan itu tadi juga sudah saya haturkan dalam sidang ini. Dalam konteks sengketa TUN, dimana pemerintah pada waktu itu kan Menkumham ini di PTUN kalah, ya. Dan kemudian Menkumham sudah menindaklanjuti dengan mengeluarkan salah satu SK yang di ... ini, ya, SK Nomor 01 Tahun 2016 yang mencabut SK Menkumham sebelumnya tahun 2014 tentang pengesahan perubahan susunan kepengurusan DPP PPP. Ini memang menunjukan bahwa pemerintah tidak boleh menyimpang dari putusan yang apa ... maaf, putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang memang memerintahkan pemerintah untuk melaksanakannya. Demikian, Pak.
70.
KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPREY R. DJEMAT Berkaitan dengan Putusan 601, gimana?
71.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: W. RIAWAN TJANDRA 601 dalam pemahaman-pemahaman saya karena saya mungkin belum mengikuti proses-proses yang apa namanya ... merupakan suatu apa ... kekhususan, ya, dari hukum acara yang selama ini memang saya kenal kalau itu merupakan suatu sengketa perdata, ya, memang sifatnya inter partes, mengikat pihak-pihak di dalam sengketa itu. Sekaligus saya menyambung yang di ... tadi ditanyakan oleh Yang Mulia Hakim Suhartoyo. Ya, memang ini konsekuensi dari suatu prinsip negara hukum. Ya, memang pemerintah terikat dan harus menggunakan sebagai dasar pertimbangan karena dalam suatu SK ini kan ada beberapa bagian utama. Yang pertama ada konsideran, judul dulu, ya, judul. Kemudian konsideran, lalu diktum. Nah, diktum ini harus selaras dengan konsideran. Kalau konsiderannya ini tidak cukup kuat atau di dalam konteks AAUPP 26
dikatakan, “Tidak ada dasar fakta yang teguh.” Pemerintah ini berisiko mengeluarkan suatu keputusan yang memang konsiderannya tidak mendukung diktumnya. Nah, inilah yang barangkali, ya, barangkali saya berusaha menangkap apa yang dilakukan oleh Menkumham pada waktu itu. Menkumham ini memilih untuk bertindak hati-hati dalam konteks ini karena memang ada hukum acara yang secara umum dalam teori-teori di kampus kan memang itu yang dikenal, Pak. Jadi kalau itu pesan perdata, ya, sifatnya inter partes. Kalau apa ... putusan dalam ... putusan ini berkarakter publik, apakah itu apa ... putusan di PTUN atau uji materi untuk ... peraturan di bawah undang-undang oleh Mahkamah Agung, atau putusan pengujian undang-undang itulah yang berkarakter erga omnes. Bahkan self executing itu. Di dalam negara kita ini kan kemudian mengatur, ya, di 586 itu di ... dulu pakai menggunakan konteks elvloting execution. Jadi diserahkan pada pemerintah sendiri untuk melaksanakan karena banyak yang enggak patuh kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, itu menggunakan fix execution. Lalu di masa 2009 digabungkan keduanya karena melihat di Perancis juga seperti itu, ada floating execution dan fix execution, bahkan ada pengawasan DPR. Nah, dengan demikian kalau kita lihat memang sebenarnya hukum acara PTUN kita ini, ya, agak tidak sepenuhnya match dengan di negara-negara Eropa yang memang hanya sifatnya self-executing saja. Jadi, demikian yang bisa saya (...) 72.
KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPREY R. DJEMAT Menarik, Pak. Apa yang Bapak kemukakan tadi (...)
73.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tidak bisa didiskusikan (...)
74.
KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPREY R. DJEMAT Enggak, ada satu lagi, Pak.
75.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, lewat saya. Jadi tidak langsung, ya.
76.
KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPREY R. DJEMAT Ya, terima kasih, Yang Mulia.
27
77.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, silakan.
78.
KUASA HUKUM PEMOHON: HUMPREY R. DJEMAT Menarik apa yang Saudara Ahli kemukakan tadi berkaitan dengan apa yang dibuat oleh seorang pejabat publik dalam konteks dengan apa yang telah diputuskan oleh Putusan Mahkamah Agung, dalam hal ini Putusan 601 yang telah berkekuatan hukum tetap. Jadi, dalam Putusan 601 sudah sangat jelas bahwa pengurusan Muktamar Bandung itu sudah tidak eksis lagi, sudah tidak efektif lagi karena sudah ada putusan mahkamah partai, tetapi kemudian Menteri Hukum dan HAM tidak melaksanakan apa yang menjadi petitum daripada Putusan 601, malah mengeluarkan SK kembali ke Bandung yang sudah dilarang secara tegas dalam Putusan 601. Nah, saya minta pendapat dari Ahli, apakah ini yang dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM ini jelas suatu penyimpangan dari suatu putusan Mahkamah Agung RI yang telah berkekuatan hukum tetap dalam kaitan dengan apa yang saya jelaskan tadi? Terima kasih.
79.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: WIRAWAN ADNAN Yang Mulia, kami keberatan karena ini kan Ahli (...)
80.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, silakan Ahli menjawab atau tidak menjawab, itu hak ... anu ... tidak usah didikte Ahli. Silakan, Ahli, kalau tidak menjawab juga tidak ada masalah, tidak ada paksaan untuk bisa menjawab, ya. Kalau Anda juga tidak lebih tahu, juga jawab tidak tahu, tidak ada masalah, ya. Tapi Pihak Terkait tidak boleh mempengaruhi Ahlinya mau menjawab atau tidak. Silakan, Ahli.
81.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: W. RIAWAN TJANDRA Baik, terima kasih, Yang Mulia. Saya berusaha menghargai semua pihak dalam forum ini, maka saya akan menjawab dalam batas yang saya ketahui saja. Sejauh yang saya ketahui mengenai apa yang di ... tadi disampaikan oleh Pemohon, ini mungkin terkait dengan SK ini ya, SK pengesahan kembali personalia DPP PPP hasil Muktamar tahun 2011, dalam SK Nomor 03 Tahun 2016, tertanggalnya ini ya ... yang di situ, ya ... 17 Februari 2016. Nah, ini kalau kita cermati, memang sudah ada ... apa namanya ... diktum-diktumnya di dalam ... apa namanya ... sory, ada 28
konsideransnya, di situ saya baca di sini, saya ada melihat ada beberapa konsiderans di situ. Nah, hal semacam ini lebih baik tentu saja diuji saja di Pengadilan Tata Usaha Negara kalau ini terkait dengan ... apa namanya ... legalitas suatu SK. Nah, ini yang bisa saya haturkan dalam batas pengetahuan saya, Yang Mulia. Terima kasih. 82.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Ahli. Jadi (...)
83.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Saya tanya, pendek saja.
84.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan, silakan, Yang Mulia.
85.
HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Saudara Ahli, saya mau tanya pendek kelanjutan dari apa yang disampaikan tadi. Dalam doktrin Hukum Administrasi atau Hukum Tata Usaha Negara, apakah ada suatu putusan yang ... yang secara formal dia adalah putusan yang sifatnya interpreted, satu adversarial, itu dikatakan memiliki karakter publik? Adakah secara doktrin Hukum Administrasi Negara demikian? Itu saja, terima kasih, Pak.
86.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: W. RIAWAN TJANDRA Terima kasih, Yang Mulia Hakim I Dewa Gede Palguna (...)
87.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Jangan dijawab dulu. Yang Mulia, silakan. Oke, Ahli.
88.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: W. RIAWAN TJANDRA Ya, tapi sebenarnya ada pertanyaan menarik, belum saya jawab juga dan dari Yang Mulia Hakim Suhartoyo juga belum tuntas saya jawab, Yang Mulia.
29
89.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, silakan.
90.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: W. RIAWAN TJANDRA Ya, baik. Saya melanjutkan apa yang ditanyakan oleh Pemerintah tadi, yang disampaikan mengenai Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 37 Tahun 2015 yang di situ kalau saya membaca dari aturannya, itu judulnya adalah Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta Pergantian Kepengurusan Partai Politik. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 37 Tahun 2015 ini, ini karakternya kan merupakan suatu rangkaian regulasi atau peraturan perundangundangan yang melaksanakan bunyi undang-undanganya. Dan dalam konteks ini, tentu saja pemerintah harus mewujudkan asas kepercayaan, asas kepercayaan (vertrouwensbeginsel). Karena siapa pun yang akan berurusan dengan pemerintah terkait dengan pendaftaran pendirian badan hukum, perubahan AD/ART, pergantian (suara tidak terdengar jelas) parpol, pasti akan berpegang pada peraturan menteri yang sudah dikeluarkan pemerintah ini. Kalau pemerintah di dalam membuat suatu keputusan, ini beda-beda perlakuannya, ini yang justru akan menimbulkan asas ketidak ... melanggar ketidakpastian hukum dan bisa jadi, bisa dikatakan melanggar asas nondiskriminasi itu. Oleh karena itulah, pemerintah harus memberikan atau mewujudkan asas kepercayaan kepada masyarakat yang berhubungan dengan pemerintah, pemerintah tidak boleh bertindak lain selain di dalam ... apa ... mengikuti aturan ini. Dan di dalam peraturan ini kalau saya cermati, memang sudah diatur 3 aspek yang tadi saya haturkan tadi bahwa suatu beschikking itu harus ditopang untuk mewujudkan legalitasnya, yaitu wewenang, prosedur, dan substansi. Nah, yang diatur di sini, ini substansi maupun wewenang. Karena apa? Karena nanti diktumnya ini akan menyangkut substansi dari apa yang diatur di dalam pendirian badan hukum, perubahan anggaran dasar, maupun anggaran rumah tangga, serta penggantian kepengurusan partai politik. Jadi enggak boleh dipisah-pisah tiga aspek tadi. Wewenang, prosedur, dan substansi. Jadi pemerintah terikat pada peraturan menteri ini. Berikut yang ingin saya haturkan juga, tadi mungkin masih kurang tadi yang disampaikan oleh Yang Mulia Hakim Suhartoyo tadi. Nah, terkait dengan … apa namanya ... tindakan pemerintah di dalam menerbitkan keputusan karena keputusan itu nantinya kalau memang mengikat pemerintah, itu harus dengan tegas dicantumkan di dalam konsideran putusan itu. Maka memang pemerintah harus menunggu sampai ada putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang 30
kemudian akan menjadi pegangan bagi pemerintah dalam rangka melakukan tindakan hukum tata usaha negara dan itu kan sudah dilaksanakan oleh pemerintah juga dalam pencabutan, ya, mohon maaf ... pencabutan SK pengesahan … apa namanya ... perubahan susunan kepengurusan tahun 2014, itu pemerintah memang menunggu sampai ada putusan PTUN yang sudah berkekuatan hukum tetap. 91.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Pak, Pak, saya kira bukan sesederhana itu ya. Ini persoalannya kalau Anda selalu berkutat dengan amar putusan yang tidak mengikat pihak ketiga, Anda bisa berlindung di situ, artinya Pihak Terkait menteri. Ini persoalannya ada kekuatan dari luar, ini perintah undang-undang. Bahwa harus menunggu dulu persidangan itu selesai. Artinya hasil persidangan itulah yang ditunggu, bukan kemudian ini apa ... episodenya sudah tamat, sudah selesai, ceritanya masa lalu, bukan. Ending-nya adalah apa hasil daripada penyelesaian perselisihan itu kan. Kalau hanya masalah amar, Pak, ini masalahnya sederhana. Sekarang pihak penggugat ini yang tidak bisa kondemnator ini gugat lagi minta (suara tidak terdengar jelas) selesai, dengan menteri ditarik sebagai pihak. Itu selesai, tidak perlu nanti berjenjang lagi ke pengadilan tinggi, ke Mahkamah Agung. Kalau Hakim kemudian urgensinya ada, bisa diberi (suara tidak terdengar jelas) satu tingkat bisa ada kondemnator. Ini persoalannya untuk jangka panjang, untuk pendidikan. Bagaimana ini masalah budi pekerti pemerintahan kitalah kalau kita boleh “etika” itu, Pak. Itu yang harus dibangun. Kalau hukum penyelesaiannya simpel, seperti yang saya contohkan tadi. Pihak yang kalah ini ... bukan kalah, yang menang tapi tidak bisa mempunyai kekuatan eksekutorial cukup mengajukan supaya bisa ada kondemnatornya dengan (suara tidak terdengar jelas). Selesai itu satu tingkat bisa diberi DPN itu. Dan mungkin yang di (suara tidak terdengar jelas) begitu, saya enggak tahu, tapi persoalannya bukan sederhana itu, Pak, untuk jangka panjangnya, Pak, bagaimana pendidikan ke depan untuk kita semua ini. Coba saya minta pandangan, Bapak.
92.
AHLI DARI PIHAK TERKAIT: W. RIAWAN TJANDRA Baik. Saya akan berpendapat tapi lepas dari konteks kasus ini. Ini saya lebih melihat bahwa designing di dalam penyusunan peraturan perundang-undangan ini memang perlu di apa ... diperbaiki kembali dalam penyusunan peraturan perundang-undangan itu, jangan melekatkan perkara apa ... penyelesaian perkara ini terpisah pada beberapa perangkaian penyelesaian di peradilan. Kalau saya boleh berpendapat lepas dari persoalan ini. Apakah pemerintah tidak memikirkan dan DPR untuk menyelesaikannya itu di wilayah arbitrase 31
saja, jadi … apa namanya ... pola itu akan lebih equal, sehingga tidak usah me … apa namanya ... menempatkan di wilayah pengadilan. Ya memang di pengadilan itu pasti salah satu pihak akan … apa namanya ... kalah dan harus melaksanakan itu. Ini apa ... beberapa apa ... riset yang saya baca dari apa ... penyelesaian-penyelesaian partai di beberapa negara lain dan juga di sini ada kebetulan salah satu yang saya uji di Gajah Mada itu memang mengusulkan pola penyelesaiannya melalui arbitrase saja gitu, tidak usah melalui pengadilan. Ini pendapat lepas dari itu, Yang Mulia. Tapi kalau saya kemudian harus apa ... melepaskan dari landasan teori yang saya pahami, saya memang tidak pernah diperkenalkan dengan hal yang semacam itu dan banyak hal-hal yang sebenarnya tidak saya apa ... lihat sesuai dengan konteks teorinya. Maksudnya dalam undang-undang (suara tidak terdengar jelas) pemerintahan itu, dikatakan bahwa delegasi itu bisa melalui perpres, bisa melalui perda, kemudian dalam teori yang namanya delegasi itu kalau di dalam pendapatnya Weismann itu (suara tidak terdengar jelas) basis, basisnya harus undang-undang delegasi itu. Jadi memang ada yang tidak sepenuhnya sama dalam beberapa norma hukum yang kita susun itu. Demikian yang bisa saya haturkan. Untuk yang tadi disampaikan oleh, Pak Hakim I Dewa Gede Palguna, terkait dengan pertanyaan mengenai apa ... sifat kondemnator dan apa ... maaf, karakter dari putusan di PTUN yang bersifat publik atau tidak karena tadi yang ditanyakan oleh Yang Mulia, itu adalah doktrin. Memang di dalam doktrin di apa ... saya mengikuti beberapa tulisan ya, dari … apa namanya ... para Ahli lain, baik di Jerman maupun di Belanda, maka saya juga menulis buku hukum acara PTUN. Di bagian awal sudah saya sampaikan juga bahwa karakter sengketa tata usaha negara itu adalah sengketa hukum publik. Yang lain juga menulis seperti itu, ada beberapa Ahli lain di sini yang menurut bukunya (suara tidak terdengar jelas) juga mengatakan bahwa doktrin memang itu sengketa hukum publik. Dan dalam … apa namanya ... hukum acara perdata itu memang karakternya inter partes, kalau kita hanya berkutat pada HIR, RPV, RV, ya, hanya (suara tidak terdengar jelas) kalau kita sudah merdeka sekian lama, kenapa undang-undang itu tidak diganti saja, termasuk mengakomodasi hal baru yang ingin dimasukkan dalam undang-undang itu karena sudah terlalu lama itu, undang-undang tersebut. Demikian yang bisa saya haturkan, Yang Mulia. Terima kasih. 93.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Yang terakhir, Pak ... Yang Mulia Pak Patrialis, ke Pihak Terkait, ya.
32
94.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Bukan, saya ke Ahli.
95.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
96.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Enggak, saya hanya ingin menanyakan ke Pihak Terkait, itu perkara-perkara yang disampaikan oleh saksi tadi, itu mau dilampirkan sebagai bukti apa enggak itu?
97.
KUASA HUKUM PIHAT TERKAIT: M. SHOLEH AMIN Ya, kami ingin menyampaikan sebagai bukti, konten yang ingin kita sampaikan dalam pembuktian ini adalah … ini adalah persoalan individual dan konkret yang tidak ada kaitannya dengan norma hukum dan itu sedang berlangsung di pengadilan. Akan kami sampaikan juga sebagai bukti. Terima kasih.
98.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, kalau begitu nanti disampaikan pada waktu apa … menyerahkan kesimpulan sebagai tambahan. Baik. Pihak Terkait, masih akan mengajukan ahli atau saksi atau sudah cukup?
99.
KUASA HUKUM PIHAT TERKAIT: WIRAWAN ADNAN Yang Mulia, apabila diperkenankan oleh Mahkamah, kami mohon dapat diberikan kesempatan satu kali sidang lagi untuk satu ahli yang pada kesempatan ini tidak bisa hadir, Yang Mulia.
100. KETUA: ARIEF HIDAYAT Karena kalau satu-satu begini kita tidak efisien, banyak perkara yang harus kita tangani, jadi saya minta keterangan tertulis saja dari ahli yang akan diajukan itu. 101. KUASA HUKUM PIHAT TERKAIT: WIRAWAN ADNAN Baik, Yang Mulia.
33
102. KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi, seluruh rangkaian persidangan ini, Pemohon, Pemerintah, dan Pihak Terkait sudah selesai, kita tinggal menunggu nanti kesimpulannya, termasuk tadi apa yang harus dilampirkan untuk menjadi bukti, tambahan bukti dari Pihak Terkait. Dan juga keterangan ahli secara tertulis yang belum bisa hadir pada persidangan kali ini, ya. Baik, sidang akan … sudah selesai, tidak ada persidangan kembali, maka kesimpulan dari akhir dari rangkaian persidangan ini dari Pemohon, Pemerintah, dan Pihak Terkait bisa diserahkan ke Mahkamah tujuh hari setelah hari sidang kali ini, yaitu Jumat, 1 Juli 2016, pada pukul 11.00. Jadi, sabtu, minggu kerja, setelah persidangan ini berakhir, itu Jumat, 1 Juli 2016, pada pukul 10.00 langsung di Kepaniteraan, sudah tidak ada persidangan lagi. Baik, sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.37 WIB Jakarta, 23 Juni 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
34