MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 30/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR DAN AHLI/SAKSI PEMOHON (VI)
JAKARTA RABU, 8 JUNI 2016
PERIHAL
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 30/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016
Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah [Lampiran Angka I huruf A Nomor 1] dan Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah [Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) beserta Lampiran huruf A tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan dalam Sub Urusan Manajemen Pendidikan] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON PERKARA NOMOR 30/PUU-XIV/2016 1. Muh. Samanhudi Anwar PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016 1. Bambang Soenarko 2. Enny Ambarsari 3. Radian Jadid, dkk. ACARA
Mendengarkan Keterangan DPR dan Ahli/Saksi Pemohon (VI) Rabu, 8 Juni 2016, Pukul 11.10 – 12.57 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Anwar Usman I Dewa Gede Palguna Maria Farida Indrati Aswanto Manahan MP Sitompul Suhartoyo Wahiduddin Adams
Sunardi Ida Ria Tambunan
SUSUNAN PERSIDANGAN
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
Panitera Pengganti Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 30/PUU-XIV/2016: 1. Juari 2. Aan Eko Widiarto 3. Haru Permadi 4. Bambang Arjuno B. Pemohon Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016: 1. Enny Ambarsari 2. Widji Lestari 3. Radian Jadid C. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016: 1. Edward Dewaruci 2. Nonot Suryono 3. Riyanto 4. Dwi Istiawan D. Ahli dari Pemohon Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016: 1. Philipus M. Hadjon 2. Harjono E. Saksi dari Pemohon Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016: 1. Tri Rismaharini 2. Martadi 3. Edi Sugiarto F. Pemerintah: 1. Yunan Hilmy 2. Fitri Nur Astari 3. Mareta Kustindiana 4. Wahyu Jaya Setia Azhari G. Pihak Terkait: 1. Himawan E. Bagijo
(Gubernur Provinsi Jawa Timur)
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.10 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismillahirrahmanirahim. Sidang dalam Perkara Nomor 30/PUUXIV/2016 dan 31/PUU-XIV/2016 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadirannya. Pemohon Perkara 30/PUU-XIV/2016?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: AAN EKO WIDIARTO
NOMOR
30/PUU-
Bismillahirrahmanirahim. Terima kasih, Yang Mulia. Untuk Perkara 30/PUU-XIV/2016 hadir kami Para Kuasa Aan Eko Widiarto, sebelah kanan saya Pak Juari, sebelah kiri Pak Bambang, dan sebelah kiri Pak Haru. Terima kasih. 3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Perkara 31/PUU-XIV/2016.
4.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
NOMOR
31/PUU-
Assalamualaikum wr. wb. Selamat dan sejahtera untuk kita semua. Kami Kuasa Hukum Edward Dewa Ruci Advokat bersama Pak Nonot Suryono, Riyanto, dan Dwi Istiawan, beserta Para Pemohon Prinsipal Ibu Enny Ambarsari, Ibu Widji, dan Radian Jadid hadir bersama Saksi yang kami sudah siapkan. Terima kasih. 5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Dari DPR tidak hadir, dari Pemerintah yang mewakili Presiden? Saya persilakan.
6.
PEMERINTAH: YUNAN HILMY Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. Dari Pemerintah hadir saya Yunan Hilmy dari Litigasi Kementerian Hukum dan HAM, beserta Jaya, Fitri, dan Reta. Terima kasih.
1
7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pihak Terkait dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, silakan.
8.
KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: (GUBERNUR JAWA TIMUR)
HIMAWAN
E.
BAGIJO
Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita sekalian, om swastiastu. Yang Mulia, atas perintah panggilan dari Yang Mulia kami dari pemerintah provinsi hadir saya Himawan, Kepala Biro Hukum pemerintah provinsi, beserta staf. Terima kasih, Yang Mulia. 9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Saudara Pihak Terkait menambahkan keterangan dari Gubernur Jawa Timur, betul? Baik, kalau begitu dianggap sudah dibacakan dan secara tertulis sudah diterima di persidangan (...)
10.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: BAMBANG ARJUNO
PERKARA
NOMOR
30/PUU-
Mohon izin, Yang Mulia. Kami dari Kuasa Pemohon Perkara 30/PUU-XIV/2016. Terkait dengan Pihak Terkait Saudara Gubernur Jawa Timur, hari ini kami menerima kopi salinan surat kuasa khusus yang ditandatangani oleh Dr. H. Soekarwo memberikan kuasa kepada Dr. Himawan E. Bagijo, S.H., M.H., tertanggal 30 Mei 2016. Padahal di sisi lain ketika gubernur hadir pada persidangan tanggal 30 Mei 2016 kemarin ada surat perintah tugas yang memerintahkan kepada Dr. Himawan E. Bagijo, S.H., M.H., untuk hadir di persidangan Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, ini ada dua dokumen yang pertama adalah surat perintah tugas, yang kedua adalah surat kuasa. Oleh karena itu, mohon pertimbangan Majelis Hakim apakah kedua dokumen ini, apakah salah satu yang dipakai, apakah dua-duanya? Terima kasih. 11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Jadi memang ada dua yang masuk, yang tanggalnya sama (...)
12.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: BAMBANG ARJUNO
PERKARA
NOMOR
30/PUU-
Berbeda, Yang Mulia. Yang pertama tanggal 25 Mei. 2
13.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, satu surat kuasa khusus yang tanggalnya 30 Mei, yang satunya surat tugas, ya?
14.
KUASA HUKUM PEMOHON XIV/2016: BAMBANG ARJUNO
PERKARA
NOMOR
30/PUU-
Baik. 15.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Kita yang menilai nanti mana yang akan kita pakai, tapi ini atas dasar panggilan yang di apa namanya ... untuk kepentingan pertimbangan Mahkamah kita menganggap perlu bahwa pemerintah provinsi harus hadir di dalam persidangan ini untuk memberikan keterangan, ya, baik. Baik, ini ada keterangan tambahan yang sudah dibagikan dari pemerintah provinsi. Jadi kehadiran Pihak Terkait pemerintah provinsi itu bukan karena pemerintah provinsi yang mau, tapi ini maunya Mahkamah untuk mendapat keterangan yang seluas-luasnya, ya. Jadi itu nanti kita nilai mana yang bisa kita pakai.
16.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: AAN EKO WIDIARTO
NOMOR
30/PUU-
Mohon izin, Yang Mulia. Sebenarnya juga maksud kami mau menanyakan adalah isi nanti yang diberikan keterangannya memang yang bersangkutan datang karena panggilan dari Mahkamah hanya ketika datang itukan isi yang disampaikan itu apakah memang dari gubernur atau bukan, itu kan yang harus dijaga. Itu saja, terima kasih Yang Mulia. 17.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, nanti kita yang menilai, ya. Baik, pada pagi hari ini untuk Perkara 30/PUU-XIV/2016 sudah selesai sebetulnya, ya, kita hanya gabungkan, sehingga kita sekarang memeriksa untuk Perkara Permohonan 31/PUU-XIV/2016, ya. Perkara 31/PUU-XIV/2016 pada pagi hari ini, persidangan kali ini mengajukan dua orang Ahli dan Saksi. Saya persilakan, tapi sebelumnya saya mau menanyakan. Ini Ibu Walikota, Ibu Dr. (Hc) Ir. Tri Rismaharini datang ke sini sebagai resmi walikota atau sebagai saksi biasa? Perlu saya tanyakan.
3
18.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
NOMOR
31/PUU-
Atas nama Pemerintah Kota Surabaya. 19.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pemerintah Kota Surabaya, baik. Kalau begitu saya persilakan untuk maju ke depan untuk diambil sumpahnya terlebih dahulu. Yang pertama Prof. Philipus Hadjon. Yang kedua, Harjono, MCL. Kemudian Ibu Tri Rismaharini, Pak Martadi, dan Pak Edi Sugiarto. Prof. Philipus Hadjon saya persilakan mohon berkenan Prof. Maria terlebih dahulu. Silakan.
20.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Mohon ikuti saya.
21.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Sebentar, Prof. Rohaniwannya belum menuju ke sini. Ya, baik.
22.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Ya. “Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya, semoga tuhan menolong saya.”
23.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: PHILIPUS M. HADJON Saya berjanji sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya, semoga tuhan menolong saya.
24.
HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih.
25.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Untuk Ahli Pak Harjono saya persilakan Yang Mulia Pak Wahiduddin. Saudara Rohaniwan, untuk Ahli dulu, Ahli dulu.
4
26.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Kepada Ahli, untuk mengikuti lafal yang saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”
27.
AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: HARJONO Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
28.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih. Sekarang geser untuk Saksi, Rohaniwan.
29.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Untuk Saksi. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.”
30.
PARA SAKSI YANG BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya.
31.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Silakan kembali ke tempat. Untuk Pemohon Perkara Nomor 31, siapa yang akan kita dengar terlebih dahulu, Ahli atau Saksi?
32.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
NOMOR
31/PUU-
Saksi dahulu. 33.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Saksi. 5
34.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
NOMOR
31/PUU-
NOMOR
31/PUU-
Ya. 35.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Urutannya dari Ibu (…)
36.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
Yang pertama dari Ibu Risma dulu. Untuk mendukung dalil halaman 10 kami. 37.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
38.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
NOMOR
31/PUU-
Ibu Risma, kemudian dari Pak Edi Sugiarto, dan terakhir dari dewan pendidikan Pak Martadi. 39.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Kita mempunyai waktu sampai pukul 13.00 WIB karena pukul 13.00 WIB setelah itu ada persidangan yang lain, maka saya mohon Saksi dan Ahli nanti bisa secara efisien dan efektif menyampaikan keterangannya. Saya persilakan terlebih dahulu Ibu Tri Risma. Bisa di podium, Ibu. Supaya nampak, yang … ini wartawannya banyak yang hadir. Ya, waktunya kurang-lebih 10 sampai 15 menit.
40.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: TRI RISMAHARINI Terima kasih, Yang Mulia. Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua. Yang Mulia Para Hakim sebetulnya saya sudah menulis apa namanya … laporan saya atau kesaksian saya, keterangan saya, tertulis. Namun saya ingin menambahkan beberapa yang tidak tertulis. Kalau diperkenankan saya justru penekanannya di sini, awal-awal kenapa kemudian ada kebijakan-kebijakan yang saya lakukan. 6
41.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Untuk yang tertulis dianggap telah dibacakan. Sekarang silakan menambahkan.
42.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: TRI RISMAHARINI Terima kasih, Yang Mulia. Jadi yang pertama, awal kenapa saat itu saya menjadi kepala badan perencanaan pembangunan kota tahun 2008. Yang Mulia, saat itu saya juga tidak tahu kenapa banyak warga nulis kepada saya … nulis surat kepada saya. Di antaranya saya masih ingat ada seorang bapak yang kemudian bangkrut usahanya, ditinggal istrinya, mempunyai 3 orang anak SMA, SMP, dan … SMK tepatnya, SMP, dan SD. Saat itu kemudian ternyata di sekolah itu dia minta … menyampaikan bahwa anak saya tidak bisa ikut ujian ulangan karena tidak bisa membayar. Kemudian saya ke sana dengan kesadaran sendiri ingin membantu supaya anak-anak ini bisa ikut ulangan. Nah, kemudian di sana, Yang Mulia. Saya diberikan … diberikan catatan oleh sekolah bahwa tagihannya ada Rp900.000,00. Rp450.000,00 itu untuk kursus, Rp50.000,00 per bulan dan selama 9 bulan. Rp450.000,00 sisanya untuk rekreasi. Kemudian saya jawab, saya datang ke sekolah, saya menyamar saat itu. Saya dengan … tapi dengan sebanyak pejabat pemerintah kota, saksinya ada. Saya sampaikan, “Ibu tolong saya akan membayar yang uang sekolah.” Dia jawab, “Ndak. Sekolah itu gratis, tapi ini uang kursus Rp50.000,00.” “Oke. Istilahnya apa, pokoknya saya mau bayar yang uang sekolah.” Kemudian, dijawab oleh bu guru itu, “Baik, Bu, Ibu siapanya?” “Saya wali murid.” “Ibu apanya?” Saya memang menyamar saat itu. Kemudian, “Bu, di sini banyak anak-anak yang tidak bisa bayar.” “Baik, Bu. Berapa?” Totalnya kalau enggak salah itu hampir Rp5.000.000,00 saat itu dengan anak-anak yang lain. Setelah itu, saya sampaikan, “Baik, Bu, saya akan jawab untuk anak ini nanti. Anak-anak yang lain saya akan … juga akan bayar.” Kemudian, di situ beliau menyampaikan, begitu saya mau bayar, Pak, dia jawab … apa … seseorang guru tadi. “Bisa bayar uang Rp450.000,00, kemudian saya bisa bayar anak yang lain sekitar hampir Rp5.000.000,00.”
7
“Untuk rekreasi saja yang nilainya hanya Rp450.000,00 enggak bisa.” Saya digitukan. Di situ saya marah. Padahal, saya jelaskan, “Bagaimana kondisi anak ini?” Di situ saya marah, kemudian saya buka kalau saya kepala badan perencanaan pembangunan. Di situ kemudian saya menilai bahwa ini tidak adil untuk anak miskin. Yang kedua, saya mendapat surat juga dari seorang anak. Dia tidak bisa tebus ijazahnya karena harus bayar, kalau enggak salah saat itu hampir Rp1.000.000,00. Anak ini sekarang karena tidak punya ijazah, dia tidak bisa bekerja. Dia jualan CD, saat itu masih jualan CD. Kemudian, saya datangi, saya sampaikan, “Oke, saya tebus itu.” Orang tuanya enggak percaya, “Kamu dapat uang dari mana? Kamu jangan maling.” Dia bilang, “Saya dikasih Bu Risma.” Ndak percaya, disobek-sobeklah. Akhirnya, saya kirim surat disobek-sobek sama … akhirnya, saya harus datangi. Yang Mulia, ini tidak adil untuk orang miskin. Saya punya anak buah, PNS, dia sekolah di samping kantor saya, di SMP 1 Negeri. Itu uang … uang operasionalnya Rp3.000.000,00. Bagaimana mungkin? Saat itu, gaji saya Kepala Bappeko hanya Rp4.000.000,00. Staf dia, mana mungkin dia cukup? Anaknya pintar itu. Jadi, Yang Mulia, saya ingin katakan, kenapa kemudian setelah saya jadi walikota, masyarakat Surabaya memberikan amanah kepada saya jadi walikota? Kemudian, saya sampaikan kepala sekolah semuanya, guru semuanya, kepala dinas pendidikan, “Saya akan penuhi biaya berapa pun pendidikan, asal sekolah gratis. Berapa pun.” Akhirnya, keluarlah di situ ada laporan tertulis saya, Yang Mulia. Bahwa anggaran APBD kita 2011 untuk pendidikan itu 36,46%. Itu terus begitu. Nilainya Rp1,8 triliun kalau dibandingkan itu. Kemudian, 2012 itu sekitar 35%, terus seperti itu. Tinggi di atas … di atas 20% Undang-Undang Pendidikan. Kenapa? Karena saya pengin memberikan bahwa pendidikan itu hak semua orang, siapa pun dia, biarpun mereka miskin. Kemudian, alasan yang kedua, Yang Mulia. Kenapa saya sepakat jadi Saksi? Bahwa pendidikan anak itu tidak bisa dibebankan hanya sekolah. Seorang anak harus tumbuh dia normal selama 24 jam kali sekian tahun dia hidupnya. Karena itu, yang kita lakukan di Surabaya, kita membina. Setelah di sekolah, dia hanya 8 jam di sekolah. Setelah itu, sisanya 16 jam. Dia ada di luar sana, yang kita tidak tahu dia ngapain saja. Perlu saya sampaikan kepada Yang Mulia. Bahwa saya menutup lokalisasi, awalnya adalah karena anak-anak saya di kawasan sana hancur semua hidupnya. Saya punya data, itu sudah saya tunjukkan di Komnas HAM saat saya mau tutup. Anak-anak di sana, itu rata-rata tidak bisa melanjutkan sekolah. Karena kemudian, ya, sudah kehidupannya seperti itu. Rentetan peristiwa dia jadi mucikari anak-anak, rentetan dia … kalau anak-anak menyampaikan “kucing garong” dia jadi makelar 8
temannya untuk dijual. Itu semua kalau digandengkan, itu ada kawasan lokalisasi. Jadi, anak-anak tidak bisa hanya diselesaikan dengan di sekolah … di pendidikan di sekolah. Saya juga kemudian memberikan … kalau Yang Mulia tahu, kadang pukul 01.00 WIB, kadang pukul 03.00 WIB, kadang pukul 23.00 WIB, saya harus datang ke Satpol PP karena anak-anak kena masalah. Anak-anak kena masalah, ada yang minumminuman, ada yang mabuk. Nah, saya bagaimana mungkin? Saat itu, saya harus menyelesaikan. Karena anak-anak sekarang tidak takut dengan orang tua. Dia takut hanya kepada guru dan sekarang takut sama Satpol PP. Jadi, yang saya lakukan adalah bagaimana menemukan guru dan orang tua itu bersama-sama, yang saya lakukan, dan saya tunggu terus. Saya tidak akan tinggalkan anak itu tanpa dia, sampai dia meminta maaf ke orang tuanya, saya tidak akan tinggalkan. Sebelum anak itu minta maaf, saya tidak akan tinggalkan. Dia juga dengan orang tuanya ndak … ndak … ndak sama sekali. Tapi sebelum dia sujud seperti yang dilakukan anak-anak di gambar-gambar ini, maka saya tidak akan tinggalkan mereka. Kadang sampai pukul 09.00 WIB, kadang sampai pukul 10.00 WIB. Bagaimana mungkin? Kalau sekarang guru bukan kewenangannya di kami, bagaimana mungkin saya bisa memanggil guru? Karena ndak mungkin … saya, Yang Mulia, saya bukan bohong karena saya turun sendiri, saya menangani sendiri tentang masalah anak-anak ini. Kemudian yang ketiga, Yang Mulia. Ada beberapa anak yang karena dia tidak … dia tidak mampu untuk … saya juga enggak tahu, ada yang dibuang dia cerita, “Ibu,” kalau manggil saya sekarang mama, “Mama saya dibuang.” Ini saya kumpulkan mereka di apa namanya … ada semacam selter, begitu. Itu anak-anak itu ya enggak tahu siapa orang tuanya, enggak tahu itu anak berkebutuhan khusus, cuma, “Aku ditaruh sama Mamaku di situ, sama Orang Tuaku, sama Ibuku.” Sekarang anak-anak itu kita rawat. Anak-anak ini punya masalah dia. Tapi sekarang, Yang Mulia, saya bisa memberikan souvenir orang … seluruh walikota/wakil walikota beberapa yang kerja sama di dunia dengan Surabaya, itu lukisan mereka. Bahkan di antaranya ini mereka mendapatkan satu penghargaan, dia balap sepeda, dia mendapatkan mendali perak saat Sea Games kemarin. Dan ini dua anak akan dikirim ke Eropa untuk dia ikut pertandingan dan kejuaraan sepeda … balap sepeda. Anak-anak ini saya temukan dalam kondisi mabuk, anak-anak saya temukan dalam kondisi ngompas, anak-anak ini saya temukan ditinggal orang tuanya, orang tuanya tidak ada, ibunya meninggal, bapaknya ada yang supir dipenjara, dirawat neneknya sekarang neneknya meninggal semuanya. Kemudian ada seorang anak yang dirawat oleh apa namanya … bapaknya, tapi bapaknya kemudian tinggal pergi karena ibunya meninggal. Jadi, Yang Mulia saya ingin menyampaikan kenapa kemudian saya pun setuju kenapa tetap dikelola pemerintah kota. Karena anak-anak ini 9
tidak bisa hanya sekolah. Kami, Yang Mulia, di situ juga ada laporan, kami membangun hampir ratusan lapangan untuk … lapangan olahraga untuk anak-anak, supaya mereka tidak nakal. Jadi kalau waktu habis sekolah mereka bisa beraktivitas di situ. Karena kalau tidak, mereka … energi mereka … mereka lebih energinya apa … gizinya lebih bagus, anak-anak ini lebih kuat, sehat mereka. Sehingga mereka kalau enggak mereka akan melakukan hal yang lain, misalkan narkoba, misalkan kemudian pergaulan bebas. Itu yang saya lakukan. Jadi, kemudian kita bangun seluruh lapangan itu hampir di sekolah-sekolah, saya bongkar itu sekolah yang dulu sekolahnya mendatar, saya bangun vertikal. Sehingga anak-anak punya lapangan untuk olahraga dan itu sudah terjadi. Dan prestasi anak-anak meningkat tajam dari lima tahun terakhir sudah 5.000 anak lebih prestasi tingkat dunia maupun tingkat apa namanya … Asia, ataupun tingkat internasional, maupun lokal. 5.000 lebih dari sekitar kurang lebih ada 300-an. Kemudian, yang berikutnya, Yang Mulia, yang ingin saya sampaikan. Juga kami memberikan rutin selalu … saya turun sendiri bahkan, saya turun sendiri, saya memberikan arahan kepada mereka tentang bahaya narkoba, tentang kenakalan remaja, kemudian tentang patuh kepada orang tua, patuh kepada guru, itu saya turun sendiri. Dan kemudian mereka curhat, Yang Mulia. Mereka curhat, kalau curhat dengan saya sampai antri 20 anak, mereka punya masalah di rumah. Ada orangnya dia menyampaikan, “Ibu, saya ini … bapak meninggal … cerai dengan ibu saya. Ibu saya nikah lagi dengan pengguna narkoba, sekarang ibu saya itu juga menggunakan narkoba. Tapi kemudian, Ibu, saya enggak mau ikut ibu, orang tua saya.” Siapa yang akan memperhatikan mereka sedetail itu? Dan ini sudah saya ajarkan seluruh kepala dinas. Kalau ada masalah … Yang Mulia bisa lihat hanphone saya laporan tentang anak-anak sekolah semua diotret sebelum ke saya, apa policy yang akan saya ambil. Dinas turun memperhatikan apa kebutuhannya. Jadi, kalau nyelesaikan anak, itu bukan hanya anak, kami juga menyelesaikan orang tua. Contohnya begini, misalkan dia tidak mampu, kemudian dia harus sewa rumah. Sewa rumah perbulan Rp300.000, saya carikan rumah susun, Yang Mulia, hanya Rp50.000 paling mahal. Yang termurah Rp25.000 perbulan. Mereka sudah menghemat banyak sekali untuk kehidupannya. Jadi, tidak bisa menyelesaikan masalah hanya anak … hanya dengan anak. Menyelesaikan anak dengan orang tuanya, itu. Jadi, kami menyelesaikan. Kemudian orang tuanya tidak punya pekerjaan karena kalau tidak, anak ini kemudian di suruh bekerja macam-macam, ada yang rela anaknya yang kerja di diskotik, saya … kita tangkap saya keliling ke diskotik-diskotik menangkap anak-anak itu. Begitu tahu dia mempekerjakan anak-anak langsung saya tutup. Itu anak-anak itu dipekerjakan, kenapa? Karena orang tuanya enggak kerja. Saya harus mencarikan pekerjaan orang tuanya, ada laporan begitu (…) 10
43.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Ibu dipersingkat.
44.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: TRI RISMAHARINI Ya, jadi, Yang Mulia, saya mohon maaf. Saya harus menyampaikan ini, kenapa? Sekali lagi. Karena kalau anak-anak ini tidak bisa (suara tidak terdengar jelas) mereka hanya lulusan SMP, mereka hanya lulusan SMP, kalau tidak bisa melanjutkan SMA. Jadi apa kemudian SDM-SDM kita? Ini terasa akan 10 tahun, 15 tahun yang akan datang. Mereka akan jadi beban negara karena mereka tidak bisa melanjutkan sekolah SMA tadi saya sampaikan, SMK. Itu, Yang Mulia, yang ingin saya sampaikan. Jadi, saya mohon dengan hormat kami diberikan kewenangan. Itu bukan hanya saya, saya mendidik seluruh camat, lurah. Boleh dicek dilaporan saya, saya juga bisa tunjukkan di HP saya, bagaimana laporan-laporan lurah, camat, semua sekarang perhatian terhadap anak-anak. Kenapa? Karena saya merasa bahwa anak-anak adalah masa depan bangsa dan negara ini. Tidak ada gunanya saya berhasil, tidak ada gunanya semua berhasil kalau anak-anak tidak bisa melanjutkan semua yang sudah kita perjuangkan. Saya kira begitu, Yang Mulia. Terima kasih sekali lagi. Saya mohon dengan hormat, kami bisa dipercaya. Karena sekarang semua perhatian, semua saya ajak, orang tua, semua terlibat, kemudian para pemerhati, semua, bukan hanya guru saja terlibat memperhatikan anakanak kita karena anak-anak kita tantangannya luar biasa. Mereka dicocok dari luar, mereka di … kalau anak-anak kita tidak kuat, maka anak-anak kita akan dimakan oleh … dimakan oleh tenaga-tenaga luar itu yang akan menjajah kembali negara ini. Itu yang saya ingin saya sampaikan. Jadi, Yang Mulia, setelah mereka lulus, kami juga tidak tinggal diam. Bulan lalu saya kerjasama dengan Garuda untuk memberikan anak-anak ini yang tidak mampu untuk dia bisa kuliah. Ada anaknya tukang pijit, ada anaknya pembantu rumah tangga, dan ada … sekarang kesempatan, ini tahun ini saya … kita akan memberikan kuliah di fakultas kedokteran dan beberapa perguruan tinggi yang sudah kemarin sudah kita lakukan. Artinya, kenapa? Kami juga tidak diam setelah itu. Setelah mereka lulus SMA, apa? Tapi kalau kemudian dia menyelesaikan SMA dan SMK-nya tidak bisa, bagaimana mungkin? Apakah kemudian … kalau orang miskin ya, “Kamu Nak, kamu anak tukang becak, kamu tidak bisa. Paling kamu juga jadi tukang becak. Kalau kamu ingin kaya, yang garong itu.” Masa begitu? Itu yang ingin saya ubah dan itu yang saya bisa saya buktikan. 5 anak sekolah di pilot, saya bebani … “Kalau lulus, 11
Nak, kamu harus mengangkat adikmu atau tetanggamu kalau kamu enggak punya adik.” Saya bebani itu, anak-anak itu. Saya tidak membebani dia harus … apa … kerja di pemerintah kota, justru saya bebani kamu harus membantu anak lain yang kurang beruntung seperti kamu, supaya … nyuwonsewu, mimpi bahwa semua orang miskin itu boleh bermimpi. Siapapun boleh bermimpi untuk menjadi sukses dan berhasil juga kaya. Bukan hanya orang kaya saja yang berhak untuk berhasil dan berhak untuk sukses. Itu, Yang Mulia, yang ingin saya sampaikan. Terima kasih, mohon maaf kalau terlalu panjang. Wassalamualaikum wr. wb. 45.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, Ibu. Silakan duduk. Berikutnya, Pak Drs. Martadi dengan waktu yang sama. Kalau bisa lebih dipersingkat. Kalau tadi Ibu Walikota, kalau sekarang kan bisa lebih dipersingkat.
46.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: MARTADI Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia, izinkan kami atas nama Dewan Pendidikan Surabaya untuk menyampaikan beberapa kesaksian terkait dengan persidangan hari ini. Ada 4 hal yang ingin saya sampaikan yang pertama adalah kami ingin mengingatkan kita semua kembali bahwa hak mendapatkan pedidikan itu dijamin oleh undang-undang, ya. Satu, di Undang-Undang Dasar tegas di situ di Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Di situ tidak dikatakan siapapun warga itu statusnya apa, semua punya hak yang sama. Lalu kemudian juga di pertegas di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, di Pasal 5 ayat (1), “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh penddikan yang bermutu.” Yang bermutu bukan hanya mendapatkan pendidikan (…)
47.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pak Martadi.
48.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: MARTADI Ya.
12
49.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Posisi Anda adalah Saksi (…)
50.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: MARTADI Ya.
51.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi tidak bisa berpendapat, ya.
52.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: MARTADI Oke. Ya.
53.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Apa yang dirasakan di Jawa Timur, apa yang di dengar itu yang diceritakan.
54.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: MARTADI Ya, baik. Kami (…)
55.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Itu porsinya, Pak Prof. Dr. Philipus Hadjon dan Dr. Harjono.
56.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: MARTADI Ya, baik. Baik, termakasih, Yang Mulia. Baik, kami akan langsung me … masuk dalam substansi-substansi. Yang pertama adalah sesungguhnya ketika Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 itu diterbitkan, kami warga Surabaya sudah mengalami beberapa persoalan, pertanyan-pertanyaan yang harus kami respon itu. Pertama yang kami lakukan adalah kami sudah melakukan mencoba … fokus grup diskusi dengan beberapa pihak untuk mencari solusi tentang persoalan Undang-Undang Nomor 23. Kemudian pada saat itu ada dua pertanyaan utama yang sesungguhnya kami rekam di pertemuan itu. pertanyaan pertama adalah apakah pendidikan gratis 13
sudah dirasakan atau sudah dirasakan oleh warga Surabaya ketika itu berpindah di provinsi, kemudian akan mendapatkan hak yang sama? Kemudian yang kedua, apakah program yang sudah baik, salah satunya adalah program kawasan juga akan berjalan, diteruskan? Itu yang ditanyakan oleh orang tua. Kemudian kami belum bisa menjawab. Lalu kami kemudian melakukan FGD lagi yang kedua dengan mengundang berbagai pihak. Nah, saat itu kami mengundang kurang lebih 30 orang dari 12 unsur, kira-kira ada sekitar delapan pertanyaan yang sudah kami tuliskan di kesaksian itu. Nah, salah satu kesaksian yang … pertanyaan yang muncul di situ adalah sama, kekhawatiran. Apakah ada yang berani menjamin ketika itu kewenangan di provinsi kemudian pendidikan tetap gratis? Kemudian tindak lanjut dari FGD itu, kami melakukan … membuat surat resmi kepada Dinas Pendidikan Provinsi yang tertanggal … nah, ini ada, 9 Januari 2016, kemudian di surat itu kami mengajukan delapan pertanyaan. Sampai sekarang kami belum mendapat jawaban, ya, pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan ke provinsi. Di dalam pertanyaan itu sama, apakah terkait dengan pembiayaan, jaminan untuk guru-guru kami, jaminan untuk anak-anak kita, dan sebagainya. Nah, berangkat dari situ, kemudian, kami merasa bahwa kalau ini tidak ada penyelesaian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 akan berpotensi untuk menjadi persoalan di lapangan. Nah, apa persoalannya? Menurut saya ada dua hal, yang pertama adalah saya melihat kalau tidak ada yang menjamin bahwa anak-anak kita yang jumlahnya kurang lebih sekitar 51.715 siswa SMA, SMK se-Surabaya. Saya berpandangan bahwa akan berpotensi putus sekolah atau tidak bisa melanjutkan. Karena tidak ada yang menjamin lagi. Kemudian yang kedua, juga insentif yang sudah didapatkan guruguru yang senilai UMR itu. Pertanyaannya adalah apakah ada yang berani menjamin setelah itu di provinsi kemudian ada yang membayarkan sesuai dengan yang sudah dia terima sebelumnya? Kami belum bisa menjawab pertanyaan itu dan kami tidak mendapatkan jawaban itu. Kemudian hal lain yang menurut kami sangat luar biasa potensi kerugian adalah pendidikan itu enggak bisa dipotong-potong, SD, SMP, SMA, tidak bisa begitu. Pendidikan harus holistic, maka kemudian kenapa (…) 57.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, Pak Martadi, supaya lebih fokus ke arah Saksi, ya, apa yang terjadi keunggulan di Surabaya, yang terjadi dengan kewenangan itu ada di pemerintah kota.
14
58.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: MARTADI Ya.
59.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Kalau itu tadi kan pendapat.
60.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: MARTADI Ya.
61.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Pandangan ke depan. Itu nanti porsinya ahli.
62.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: MARTADI Mohon maaf.
63.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bapak di sini bukan sebagai ahli, ya.
64.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: MARTADI Mohon maaf.
65.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Nanti tidak bernilai nanti apa yang disampaikan.
66.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: MARTADI Ya.
67.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, silakan.
15
68.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: MARTADI Inggih, terima kasih. Satu kerugian materiil adalah apakah jaminan BOPDa yang sudah diberikan pada anak-anak SMA atau SMK per tahun 1,8 juta itu ketika dikelola oleh provinsi akan tetap. Kemudian insentif guru yang didapatkan senilai UMR sekitar kurang lebih Rp3.000.000,00 untuk semua guru honorer, kemudian tenaga nonguru itu juga akan dipastikan akan didapatkan? Lalu kemudian anak-anak yang miskin ada jaminan untuk tetap bisa melanjutkan sekolah ke SMA? Apakah anak-anak SMA dan SMK yang sekarang sedang studi ada jaminan untuk tidak putus sekolah karena faktor biaya, ya. Itu beberapa hal yang ingin coba saya tegaskan. Termasuk juga apakah kemudian program sekolah kawasan yang sudah berjalan yang memberikan ruang anak-anak bisa melanjutkan studi dengan mudah itu akan berjalan? Kalau tidak saya berpikir akan menimbulkan persoalan pada warga Surabaya. Sehingga harapan kami ke depan adalah mestinya kami warga tidak melihat lagi siapa yang mengelola provinsi atau kota, yang terpenting adalah yang bisa memberikan jaminan kepada kami warga Surabaya untuk tetap mendapatkan apa yang sudah diperoleh sampai saat ini. Saya kira itu Yang Mulia yang bisa kami sampaikan. Terima kasih.
69.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Pak Martadi, silakan duduk. Ini Pak Edi Sugiarto ini siswa SMAN, ya?
70.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
NOMOR
31/PUU-
NOMOR
31/PUU-
Yang Mulia, bukan. Anu (…) 71.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tulisannya kok di sini apa ini.
72.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI Dari anu tenaga kependidikan.
16
73.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, tenaga kependidikan. Kok di sini ditulis siswa. Saya kira siswa kok besar sekali.
74.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
NOMOR
31/PUU-
NOMOR
31/PUU-
Enggak, dari SMA Negeri 11 Surabaya. 75.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, jadi anu ya, guru, ya?
76.
KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI Bukan guru, tenaga kependidikan.
77.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Tenaga pendidikan. Bukan tenaga pendidik, tapi tenaga kependidikan? Oh baik, silakan Pak Edi. Makanya saya lihat kok siswa SMA kok gagah sekali sudah besar. Silakan Pak Edi.
78.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb.
79.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb.
80.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Saya akan memberikan kesaksian. Di sini saya kapasitasnya sebagai tenaga honorer yang ada di Kota Surabaya.
81.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Di SMA 11?
17
82.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Di SMA 11 Surabaya.
83.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik.
84.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Untuk biodata saya, nama lengkap, Edi Sugiarto. Tempat tanggal lahir, Rembang, 10 Februari 1975. Jadi, langsung saja, Yang Mulia.
85.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan.
86.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Kesaksian tentang layanan yang telah diterima selama ini dari pemerintah untuk menyokong peningkatan kualitas pendidikan SMA dan SMK di Surabaya. Pertama terhadap guru. Saya menilai perhatian pemerintah Kota Surabaya terhadap guru sangat tinggi. Masalah peningkatan mutu guru menjadi perhatian tersendiri dari Pemerintah Kota Surabaya. Mulai dari berbagai pelatihan, pengiriman guru ke luar negeri, beasiswa, hingga tunjangan kinerja telah menjadi salah satu program peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di Surabaya. Selain itu manajemen pengelolaan keuangan sekolah telah dilakukan secara online oleh sekolah-sekolah melalui sistem informasi, pengelolaan keuangan sekolah, atau disingkat dengan SIPKS, dan melalui sistem tersebut Dispendik Surabaya dapat memantau penggunaan anggaran sekolah. Upaya Pemerintah Kota Surabaya dalam meningkatkan kesejahteraan tidak hanya dilakukan kepada para PNS, namun hal tersebut juga berlaku bagi pegawai non PNS, khususnya bagi para GTT atau PTT di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Peningkatan kesejahteraan diwujudkan dengan menyetarakan gaji GTT dan PTT dengan UMK Kota Surabaya sebesar Rp3.100.000,00, per bulan. Penyetaraan gaji GTT/PTT dengan UMK Kota Surabaya juga mempertimbangkan beberapa berbagai hal, seperti ijazah yang digunakan pada waktu melamar, beban mengajar, dan masa kerja. Jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tentu pendapat ... pendapatan kami para GTT atau PTT sangat minim. Namun karena 18
perhatian Pemerintah Kota Surabaya, kami dapat bernafas lega, telah berjalan tiga tahun ini menerapkan upah minimum kota. Yang kedua. Terhadap pegawai sekolah. Penilaian saya terhadap pegawai sekolah tentunya tidak lepas dari semakin banyak para pengguna yang memanfaatkan teknologi IT. Sebagai sarana dalam menunjang kelancaran pekerjaan, tak terkecuali di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Surabaya yang telah memanfaatkan IT sebagai inovasi pengelolaan e-government. Mulai dari membangun database, profil sekolah, laporan keuangan, seleksi kepala sekolah online, rapor online, sampai try out online menjadi salah satu contoh pemanfaatan IT di Dispendik Surabaya. Keberhasilan tersebut tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan dari petugas administrasi sekolah yang senantiasa melakukan updating data pada sistem-sistem tersebut. Selain itu untuk memenuhi kebutuhan akan data dan informasi pendidikan yang cepat, akurat, valid, dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan profil sekolah juga berfungsi sebagai dasar perencanaan evaluasi kebijakan serta pemberian bantuan program pendidikan seperti BOS, BOPDa dari APBD. Itu semua bukti perhatian Pemerintah Kota Surabaya terhadap kemajuan pendidikan dan pekerjaan kami yang dihadapi sehari-hari menjadi lebih mudah. Tiga. Terhadap sekolah. Penilaian saya terhadap manfaat yang diperoleh sekolah di Surabaya. Pemerintah Kota Surabaya menyokong program kualitas peningkatan sekolah dengan berbagai program dan inovasi di bidang pendidikan. Pengembangan program kota layak anak, dispendik telah melahirkan beberapa berbagai inovasi program pendidikan bagi guru, tercatat ada 10 inovasi program yang menghantarkan Surabaya mewujudkan barometer pendidikan nasional. Kesepuluh program tersebut yakni profil sekolah, sistem informasi pengelolaan keuangan sekolah, seleksi kepala sekolah online, jurnal online, Surabaya belajar, multi media pembelajaran, rapat online, try out online, PBDB online, media center, dan klinik kurikulum 2013. Program pendidikan di Surabaya menjelaskan sebagai kota layak anak. Sekolah ramah di Surabaya tercipta dari program perubahan paradigma pendidikan, sekolah tidak hanya mengembangkan potensi akademik, namun non akademik juga menjadi bagian terpenting dalam meningkatkan mutu dan kualitas siswa-siswa di Surabaya. Selain itu pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer atau UMBK di SMA tergolong sukses, hal tersebut ditandai dengan tingkat kejujuran integritas tertinggi se-Jawa Timur. Keberhasilan tidak hanya dapat diraih melalui bidang akademik saja, namun saat ini potensi para siswa justru dapat dijadikan modal dalam meraih masa depan yang gemilang. Pemkot Surabaya mengembangkan kemampuannya di segala bidang. Empat. Terhadap siswa. Salah satu program pendidikan di Surabaya yang telah berhasil dikembangkan yakni pendidikan gratis di 19
semua jenjang dari tingkat SD hingga SMA. Pembiayaan pendidikan di Surabaya telah di-cover melalui anggaran pendidikan yang mencapai 40% dari APBD Kota Surabaya. Bantuan pendidikan tersebut diwujudkan melalui pemberian BOPDa serta penyediaan sarana dan prasarana kebutuhan siswa yang memadai. Sebagai bukti pencapaian prestasi siswa salah satunya digelar acara Adi Siswa Vista, benar-benar luar biasa. Agenda rutin tahunan dispendik yang tujuannya untuk memotivasi puluhan penghargaan siswa-siswi Surabaya sebagai bukti pada tahun 2015 ada sekitar 392 anak berprestasi dan tahun ini prestasi anak Surabaya mencapai 5.400 prestasi yang didapat di Surabaya. Hal ini membuat bangga serta menjadi bukti bahwa anak Surabaya mampu berprestasi di tingkat nasional atau di tingkat dunia. Surabaya saat ini mempromosikan diri sebagai kota literasi ... listerasi. Dispendik Surabaya mencanangkan program TMS (Tantangan Membaca Surabaya) untuk mendongkrak kebiasaan membaca seluruh generasi muda yang implementasinya bisa dibuktikan pada proses pembelajaran di kelas setiap harinya. Lima. Jaminan BPJS. Upaya Pemerintah Kota Surabaya dalam memberikan sebuah perlindungan diri kepada para pegawainya diwujudkan melalui pemberian jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, serta jaminan kematian. Hal tersebut juga dirasakan serupa oleh para tenaga pendidik dan kependidikan di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Melalui program ini, guru dan karyawan sekolah diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, serta memasuki usia lanjut atau pensiun. Salah satu manfaat JKK meliputi biaya pengakutan, santunan sementara tidak mampu bekerja, biaya perawatan, pengobatan, sampai pada santunan meninggal dunia. Besarnya biaya perawatan dan pengobatan jika terjadi kecelakaan maksimal hampir Rp20.000.000,00. B. Kekhawatiran jika pengelolaan beralih ke pemerintah provinsi. Satu, persoalan yang mencolok pada pelimpahan wewenang SMA dan SMK, yakni masalah kenaikan pangkat PNS belum jelas solusi seperti apa ke depannya pasca dilimpahkannya. Yang kedua, pelimpahan wewenang dari pusat terkait pengelolaan SMA atau SMK dikembalikan ke provinsi hanya untuk guru PNS, sedangkan honorer, GTT, PTT tidak diakomodir provinsi, sedangkan semua daerah memiliki masalah dengan status guru GTT dan PTT. Akibatnya GTT dan PTT menjadi tidak punya tempat bernaung. 87.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, itu ahli itu. Ya, jangan ya. Kemarin penjelasannya Pak Kapala Biro Hukum enggak begitu, nanti ... itu pendapat ahli, ya. 20
88.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Ya, Yang Mulia. Terima kasih.
89.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bukan, Saudara bukan ahli.
90.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Ini kami menyampaikan dari kekhawatiran kita.
91.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, kalau kekhawatiran jangan disampaikan. Nanti putusan kita putusan kekhawatiran, ya.
92.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Oh, begitu. Terima kasih, Yang Mulia.
93.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
94.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Bisa dilanjut, Yang Mulia?
95.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Jangan ahli, sebagai saksi saja yang disampaikan.
96.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Ya. Siap.
97.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Yang dialami apa? 21
98.
SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Ini yang ketiga, adanya kekhawatiran banyak siswa yang putus sekolah (...)
99.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Itu lagi, jangan kekhawatiran. Yang sudah dialami Anda, yang sudah didengar, apa yang keunggulan di Surabaya. Jangan ... ini belum terjadi kok.
100. SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Yang keunggulan dari Pemerintah Kota Surabaya yang tadi yang sudah saya bacakan. 101. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, itu. Kalau itu sudah cukup, sudah selesai. 102. SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Oke, cukup, Yang Mulia. 103. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Silakan. 104. SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Terima kasih. Waalaikumsalam wr. wb. 105. KETUA: ARIEF HIDAYAT Itu juga tadi ada yang saya kritik. Jadi menyimpulkan APBD itu 40%, keterangannya Bu Walikota enggak ada yang 40% di sini ini, lho. Ini paling besar 36%, tahun 2011. Kemudian malah 2016 itu 30%, Anda bilang 40%, itu salah itu.
22
106. SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDI SUGIARTO Hampir 40%. 107. KETUA: ARIEF HIDAYAT Kok sekarang tambahi hampir. Hampir 100% itu juga hampir. Sekarang Ahli dari Prof. Philipus atau Pak Harjono terlebih dahulu? 108. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
NOMOR
31/PUU-
Prof. Philipus dulu. 109. KETUA: ARIEF HIDAYAT Saya persilakan, Prof. Philipus. 110. AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: PHILIPUS M. HADJON Majelis Hakim yang saya muliakan, jadi pendapat saya dari sisi hukum tata negara dan hukum administrasi dengan objek sengketa adalah Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), serta lampiran 1A butir 1 sub 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Kajian saya dengan dua aspek, aspek pertama adalah konstitusionalitas dari objek sengketa. Aspek kedua adalah efisiensi dari objek sengketa, itu yang saya kaji. Yang pertama, aspek konstitusionalitas. Aspek konstitusionalitas parameter yang saya angkat adalah Pasal 18A ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, inti dari Pasal 18A ayat (1) adalah bahwa di dalam hubungan kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi, serta kabupaten/kota harus didasarkan kepada kekhususan dan keragaman daerah. Kalau kita cermati, apalagi tadi kita sudah dengarkan kesaksian dari Walikota Surabaya, maka ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan lampiran 1A butir 1 sub 4 sama sekali tidak mengindahkan aspek kekhususan dan keragaman daerah. Aspek yang kedua yang saya kaji adalah aspek efisiensi. Aspek efisiensi ini saya kaji ketentuan objek sengketa dengan Pasal 13 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014. Di sini kita memahami ketentuan undang-undang haruslah berdasarkan kepada asas kontekstualisme. Jadi Pasal 15 tidak bisa meninggalkan Pasal 13, khususnya kita lihat pada Pasal 13 ayat (1) sangat menekankan aspek efisiensi. Sehingga kalau kita lihat dalam Pasal 13 ayat (4) urusan-urusan yang menjadi urusan kabupaten/kota, untuk pertimbangan pertama adalah lokasinya, yang 23
kedua adalah pengguna, yang ketiga adalah manfaat dan dampak negatif, yang keempat adalah sumber daya. Kalau kita lihat dari ketentuan ini, dari asas-asas yang ada di dalam Pasal 13 mestinya Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan lampirannya harus memperhatikan aspek ini. Sehingga kita bertanya apakah efisien SMK ataupun SMA itu dikelola oleh provinsi, padahal lokasinya ada di kabupaten/kota. Kalau kita lihat urusan apa yang menjadi urusan provinsi dalam Pasal 13 ayat (3) itu yang lokasinya lintas kabupaten/kota. Pertanyaan saya, adakah SMK dan SMA yang posisinya itu lintas kabupaten/kota? Jadi dia melayang begitu. Saya kira tidak ada. Dan oleh karena itu saya dengan penjelasan saya tadi dan juga sudah saya sampaikan secara tertulis bahwa pertama, Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dengan lampirannya, lampiran 1 sub 1 … 4 itu inconstitutional karena bertentangan dengan Pasal 18 A ayat (1). Yang kedua, pasal tersebut dikaitkan dengan Pasal 13 secara konstektual, maka Pasal 15 itu bertentangan dengan Pasal 13 dan sekaligus pasal ini menyebabkan inefisiensi. Demikian, Majelis yang terhormat, keterangan saya. Sekian dan terima kasih. 111. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Philipus M. Hadjon. Saya persilakan, duduk kembali. Diteruskan, Pak Harjono. Saya persilakan, Yang Mulia. 112. AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: HARJONO Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Majelis Hakim, Ketua, Wakil Ketua Yang Mulia, saya hormati. Undang-Undang tentang Pemda itu krusial dari dulu. Jadi persoalan hubungan pemerintah pusat dan daerah itu sejak awalnya memang mengandung satu persoalan yang tidak gampang. Namun, kita tahu bahwa ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 aslinya itu di dalam penjelasannya sangat memperhatikan karakteristik daerah … sangat memperhatikan karakteristik daerah. Dan kita tahu bahwa ada sejarah-sejarah kelam, di mana hubungan pusat dan daerah ini menjadi hubungan yang tidak harmonis. Oleh karena itu, ada gerakan-gerakan seperti PRRI dan Permesta itu, persoalan hubungan pusat dan daerah. Ini hal-hal yang menjadi catatan kita bagaimana akan mengatur ketentuan-ketentuan tentang pusat dan daerah. Kalau kita bicara reformasi memang ada yang mengatakan bahwa pernah kita di dalam mengatur hubungan pusat dan daerah itu kebablasan. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 karena menyamakan bahwa itu kabupaten dan provinsi itu sama. Ini hal-hal yang pernah kita alami. Tapi setelah itu agaknya ada bandul lagi yang kemudian menarik ini supaya 24
tidak ekstrim lagi. Tapi penilaian saya undang-undang yang sekarang kita bicarakan ini, ini kalau di dalam Undang-Undang Dasar 1945 itu ada asas otonomi, maka di sini hilang asas otonominya, yang muncul adalah pelaksanaan desentralisasi. Kalau kita lihat urutan pasalnya itu, otonominya di mana ini, bicara otonominya tidak ada. Di sini memang saya lihat akan ada satu membagi tugas itu di dalam dua kriteria. Satu urusannya, satu spasialnya. Satu urusannya, satu spasialnya. Di dalam bidang urusan, mestinya otonomi-otonomi itu berupa kewenangan. Tapi begitu diterjemahkan di dalam persoalan pengelolaan, ini seolah-olah lalu apa … belah semangka. Ini masuk siapa, ini kemudian di mana. Ini analisis saya terhadap undang-undang ini. Dan oleh karena itu, ini ada kemudian yang tidak konsisten. Persoalan-persoalan di mana tidak konsisten adalah apa yang kita lihat di Kota Surabaya, ini memang tidak bisa kita harapkan di kota lain seperti itu. Tapi justru mestinya undang-undang ini adalah memperhatikan juga perbedaan kemampuan satu dengan yang lain, maka seluruhnya disamaratakan, potong semangka, untuk siapa saja. Pada saat potong semangka untuk siapa saja ini ada yang dirugikan, ada yang diuntungkan. Tapi bukan masalahnya dirugikan, diuntungkan, tapi masalahnya adalah ini sebetulnya mengatur demi satu pelaksanaan tugas secara komando ataukah memberi penghargaan terhadap potensi-potensi daerah? Nah, ini belum terlihat di dalam undang-undang ini. Kalau kita lihat susunan seperti ini, kemudian potong semangka, maka ini undang-undang ini tak ubahnya undang-undang dasar dari sebuah negara federasi. Potong, ini punya pusat, ini punya daerah. Itu yang terjadi. Oleh karena itu, gejala-gejala yang timbul ketidakpuasan dan kemudian menimbulkan masalah-masalah dari pendekatan pembuatan undang-undang ini. Undang-Undang Pemerintahan Daerah mestinya tidak disusun secara simetris, mestinya harus memperhatikan apa yang dimampui oleh daerah dan ini tidak tercermin di sini. Saya coba bagaimana saya katakan tadi bahwa ada dua hal yang kemudian di dalam hal memotongnya itu ini menimbulkan persoalan. Satu contoh saja, kalau dibaca pada Pasal 13 ayat (2)-nya, a-nya, urusan pemerintahan yang lokasinya, lah ini apa yang disampaikan Prof. Philipus tadi, ada persoalan urusan, ada persoalan lokasi. Padahal kalau urusan itu ada substance, kalau bicara substance itu di mana saja, tidak bicara persoalan lokasi. Dua hal ini yang tidak ketemu. Oleh karena itu, terjadi pemotongan secara belah semangka terhadap urusan-urusan itu. Sebetulnya hal ini terjadi juga di negara … tapi ini negara serikat, jelas, di Amerika dulu pernah rebutan. Federal itu mengurusi interstate, interstate itu antaranegara bagian. Tapi persoalannya adakah urusan interstate itu? Enggak ada. Karena begitu pindah dari state satu pindah state lain sudah state lain, oleh karena itu tidak ada yang dapat disampaikan Prof. Philipus tadi, yang melayang tadi. Apa sih urusan 25
interstate? Begitu satu kabupaten, di sini sudah lintas kabupaten, enggak ada urusan interstate kemudian diurusi di atas. Ini terjebak di situ, terjebak di situ persoalan ini. Jadi, antara urusan dan spasial itu jadi satu. Oleh karena itu, persoalan yang saya sampaikan adalah bahwa Mahkamah Konstitusi pernah memutus sesuatu hal yang beda kemudian disamakan itu tidak adil. Sesuatu hal yang hakikatnya beda kok disamakan itu tidak adil. Banyak putusan-putusan MK yang dasarnya itu. Dan sebaliknya juga, sesuatu hal yang beda disamakan, sesuatu hal yang sama dibedakan, juga mendasari putusan-putusan MK. Oleh karena itu, realitas menyamakan apa yang dimiliki potensi Kota Surabaya dengan yang lain, itu sudah bukan satu keadilan. Ada yang banyak dirugikan. Ini asas-asas bagaimana menyampaikan satu ketentuan. Oleh karena itu, kalau akan menilai ini persoalannya adalah persoalan keadilan, tidak hanya keadilan unsih, tapi juga potensi di daerah itulah. Memang kita terjebak pada persoalan kata otonomi. Pengalaman saya pada saat saya di Italia, ditanya, “Apakah Italia mempraktikkan asas otonomi?” Lama dia jawab, menteri luar negeri waktu itu, eh menteri dalam negeri. Lalu dia katakan, “Oh, kita sistemnya adalah subsidiary.” Pada saat dijawab subsidiary saya yang jadi bingung, “Apa itu subsidiary?” Setelah itu dia katakan, “Subsidiarynya adalah meskipun kita pemerintah pusat, kita tidak akan mengambil alih potensi-potensi yang sudah ada di situ. Biarkan dia hidup karena kalau itu diambil alih pemerintah pusat juga menjadi repot. Tapi kalau itu biarkan hidup, potensinya memang hidup.” Otonomi yang kita sebut dengan mendasarkan Pasal 18 dulu di dalam hal penjelasan, saya kira itulah subsidiary, cuma istilah itu tidak terkenal di kita, kita katakan otonomi. Oleh karena itu, untuk ada tempat bagi pemerintah yang seperti Surabaya, maka ketentuan undang-undang ini harus dipikirkan lagi. Artinya, apakah itu kemudian harus habis mengikuti yang kurang? Bukankah yang sudah lebih itu mestinya menjadi rujukan bagi dari yang kurang? Kita tidak bisa menyamaratakan. Saya setuju bahwa persoalanpersoalan yang berkaitan dengan apa yang sudah dipunyai oleh Kota Surabaya, sebetulnya kalau kita kembali kepada Pasal 13 ayat (4)-nya tadi sudah dibaca oleh Pak Philipus, di situ disebutkan, “Urusan pemerintahan yang lokasinya dalam daerah kabupaten/kota.” Kalau seperti ini dan ini dipegang teguh seperti ini, sebetulnya enggak ada pemerintah pusat itu. Karena pemerintah pusat sudah terbagi luruh dalam kabupaten/kota. Kalau dasarnya ini ya, urusannya di situ semua. Oleh karena itu, tidak konsisten ini, tidak konsisten dengan urusan persoalan yang kaitannya adalah urusan pemerintahan. Apalagi kalau di dalam ketentuan undang-undang ini pembentukan pemekaran itu ada tahapnya. Sekarang ada tahap persiapan, yang dulu tidak ada. Di dalam tahap persiapan itu ada dinilai apakah dia sudah mampu nanti akan 26
dijadikan. Kalau itu kemudian digunakan sebagai dasar bahwa semestinya undang-undang ini jiwanya bukan menyamaratakan, tapi setiap provinsi mempunyai satu keunikan sendiri, maka itu adalah berguna sekali tahap persiapan untuk mengevaluasi. Saya tidak melihat lagi, tapi dulu saya lihat Undang-Undang tentang Provinsi Jawa Timur itu begitu dibentuk, diserahkan urusan ini, ini adalah urusan, Jawa Timur, sekarang tidak. Yang ada adalah urusan menjadikan dia provinsi, lalu kemudian dipotong dengan ketentuan ini. Ini menyamakan apapun juga keadaannya sama semua. Yang paling gampang adalah kalau kita saja bayangkan di Papua, kalau urusan ini, urusan itu dimiliki oleh provinsi. Papua dari satu kabupaten ke kabupaten lain naik pesawat terbang, lalu kalau SMA-nya yang di tempat lain itu kemudian menjadi urusan provinsi, betapa tidak mudahnya urusan itu dilakukan. Efisiensi? Jelas tidak. Inilah saya kira hal-hal yang saya sampaikan tentang konstitusionalitasnya menyamakan hal yang berbeda bukan sesuatu hal yang adil dan kemudian bahwa ini lebih tidak menangkap jiwa dari konstitusi. Bahwa pemerintah daerah itu mengingati juga potensi-potensi daerah yang tumbuh di dalamnya. Saya kira itu yang saya sampaikan. Terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 113. KETUA: ARIEF HIDAYAT Waalaikumsalam wr. wb. Terima kasih, Yang Mulia Pak Harjono. Saya persilakan duduk. Sesi berikutnya, apakah Pemohon akan memperdalam meminta klarifikasi baik pada Saksi maupun pada Ahli? Saya persilakan. Dimulai dari Pemohon Nomor 31, kemudian nanti Pemerintah, dan Para Hakim. Silakan. 114. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
ke (…)
NOMOR
31/PUU-
Terima kasih, Yang Mulia. Kepada Pemerintah Kota … Ibu Walikota. Ada … saya sampaikan
115. KETUA: ARIEF HIDAYAT Silakan. Langsung Ibu Walikota biar mendengar.
27
116. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
NOMOR
31/PUU-
Ya. Bagaimana jika ada usulan mengenai pemberian hibah atau ide tentang pemberian hibah atau beasiswa dari dana APBD kota pada saat nanti itu dikelola oleh provinsi, kemudian dana itu diserahkan ke provinsi. Kira-kira itu mekanisme seperti itu memungkinkan enggak bisa dilakukan oleh pemerintah kota? Itu … itu kepada Bu Walikota. 117. KETUA: ARIEF HIDAYAT Kepada Ahli? Cukup, enggak ada? Dikumpulkan dulu seluruhnya biar di anu … efisien kita. 118. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
NOMOR
31/PUU-
Ya, kepada Ahli Prof. Philipus. Mengenai kewenangan konkuren itu kira-kira, apakah ada kewenangan lain yang bisa menjembatani atau menampung kemampuan daerah yang berbeda semacam Surabaya ini dari undang-undang, atau dari teori hukum administrasi, atau tata negara? Kemudian kepada Pak Harjono, apakah … apakah memang dibenarkan dalam pengaturan undang-undang itu Lampiran UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 itu bisa membatalkan atau mengalahkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2004 itu. Itu secara teori hukum tata negara dan konstitusi. Terima kasih. 119. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Dari Pemerintah? 120. PEMERINTAH: YUNAN HILMY Cukup, Pak Yang Mulia. 121. KETUA: ARIEF HIDAYAT Cukup, baik. Sebelum saya sampaikan ke Yang Mulia yang lain, mumpung saya ingat ini.
28
122. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: AAN EKO WIDIARTO
NOMOR
30/PUU-
Mohon izin, Yang Mulia. 123. KETUA: ARIEF HIDAYAT Tidak ada hak karena ini Ahli yang diajukan oleh Perkara Nomor 31. Anda sudah selesai, ya. 124. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: AAN EKO WIDIARTO
NOMOR
30/PUU-
Mohon maaf, Yang Mulia. Bukannya ngengkel, gitu, bukan, atau … Tapi persoalannya begini, Yang Mulia, kalau kami baca di PMK Nomor 6 Tahun 2005, itu kan para pihak diberikan kesempatan yang sama. 125. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, betul. 126. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: AAN EKO WIDIARTO
NOMOR
30/PUU-
Nah, terus kemudian kami juga diundang dalam persidangan ini. 127. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, ini … ini nanti Anda diambil dalam kesimpulan, ya. Ini apa … wawasan yang muncul di sini bisa Anda masukkan di dalam kesimpulan. Tapi ini adalah hak dari Perkara Nomor 31. Makanya tadi saya jelaskan untuk Perkara Nomor 30 sudah selesai, ya. Tapi Anda diminta di sini ini dalam rangka untuk memperkaya yang menguntungkan Anda pada waktu membuat kesimpulan, ya. Tolong dimatikan. Ya, baik. Mumpung saya ingat, ada yang sangat menarik apa yang disampaikan oleh Ahli dari Pak Harjono dan Pak Philipus Hadjon. Ada ide untuk memberlakukan kewenangan yang sifatnya asimetris, itu sangat menarik. Tetapi untuk itu, kan sangat mengingat pada harus memperhatikan kemampuan daerah masing-masing. Sekarang saya akan menanyakan pada Bu Walikota, kemampuan Jawa Timur misalnya. Bu Walikota menjelaskan di dalam makalah ini, itu anggaran APBD di bidang pendidikan persentasenya yang paling tinggi 36% lebih, dan kemudian menurun paling rendah itu tahun 2015 hanya 28%, dan tahun 2016=30%.
29
Komponen APBD itu, apakah murni dari PAD atau ada yang berasal dari pemerintah pusat yang berupa misalnya DAO atau apa? Itu. Persentasenya apakah lebih besar PAD-nya atau dari yang pusat? Karena kalau pusat, berarti kan sebetulnya mau dikelola di provinsi enggak masalah, mau dikelola di depdikbud, ya, enggak masalah karena itu tidak menunjukkan kemampuan dari provinsi .. Kota Surabaya, gitu. Nah, sehubungan dengan pertanyaan dari Pemohon tadi kan bisa saja misalnya, kalau itu lebih besar dari apa yang diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini provinsi atau negara dari pemerintah pusat ke Provinsi Jawa Timur yang membagikan kan tinggal Kota Surabaya. Nah, kalau misalnya Surabaya juga PAD-nya kemungkinan ada alokasi anggaran untuk memberi beasiswa, ya berikan saja langsung tidak perlu disetor ke pusat, kan bisa. Ini adalah model-model pengelolaan itu. Nah, sekarang supaya meyakinkan kita dari persentase 36% dari APBD itu, itu persentase yang dari DAO, dari pusat berapa, dan PAD-nya berapa, itu harus nampak di sini supaya kita betul-betul jernih dalam memikirkan perkara ini. Silakan, Ibu Walikota. Disimpan dulu. Kemudian dari yang lain saya persilakan, Yang Mulia Pak Palguna. 128. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA Ya, terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Saya ada pertanyaan mungkin bisa dijawab oleh dua-dua Ahli ini senior kami Pak Harjono dan Prof. Philipus. Begini, Pak. Gagasan tentang symmetrical decentralisation itukan memang menarik ya karena sangat memperhatikan keberagaman daerah, dan itu juga semangat dari Undang-Undang Dasar 1945. Persoalannya adalah tidak mudah kemudian untuk di desain dalam satu undang-undang yang berlaku umum yang kemudian bisa langsung pada saat itu juga memperhatikan aspek-aspek apa namanya ... keragaman itu. Dan sekarang lebih rumit lagi masalahnya kita sedikit sekali memiliki Ibu Risma di Indonesia, kan begitu. Hanya satu ada di Surabaya Ibu Rismanya yang kayak begini. Dulu juga ada Pemerintah Kota Blitar juga kita dengan kesaksiannya sama seperti itu, yang memperhatikan ini. Maksud saya ini adalah dari sudut pandang hukum administrasi maupun tata negara, sebenarnya adakan semacam intelektual desain, gitu ya, dari … dalam rangka penyusunan undang-undang. Bagaimana sebenarnya membangun konsep desentralisasi yang simetris itu? Sebab kalau boleh saya misalnya mengacu tiga negara yang sering dijadikan acuan dalam berbicara tentang hubungan pusat-daerah dalam konteks desentralisasi, seperti Belanda, Perancis, dan Inggris. Ini juga apa ... kalau tidak salah, kalau tidak salah pemahaman saya, desentralisasinya mungkin ada di tingkat apa itu, ya, di tingkat gemeente jangan-jangan yang paling bawah, simetriknya yang terlihat. Lalu di atasnya kok tidak 30
begitu tampak, gitu ya. Artinya misalnya yang mau saya tanyakan itu begini. Bagaimana kalau ada menyusun desain undang-undang supaya yang bagus-bagus seperti di Kota Surabaya, yang bagus-bagus seperti di Blitar yang dalam keseharian ini, ini tidak terhapus secara general digeneralisasi oleh satu undang-undang itu. Itu bagaimana kira-kira merumuskan undang-undang itu? Yang saya maksud sebagai intelektual desain penyusunan undang-undang ini supaya mengakomodasi konsep desentralisasi asimetris itu, itu. Terima kasih. 129. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Yang Mulia silakan. Prof. Maria, saya persilakan. 130. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI Terima kasih, Pak Ketua. Ya, kalau kita melihat pada perjalanan pemerintahan kita, kita mulai pernah selalu kita mengatakan kalau sentralistis itu tidak bagus, begitu, tapi kemudian kita mengubah undang-undang dan sejak Undang-Undang 574 dan kemudian berubah menjadi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, itu orang sudah kemudian mengatakan bahwa kok berubahnya sangat mendasar, yang dahulu semua ke pusat tapi kemudian Undang-Undang Nomor 22 mengatakan bahwa kewajiban pemerintahan kabupaten dalam bidang ini ... kewenangannya semua dilimpahkan kepada kabupaten/kota, gitu, tapi kemudian orang mengatakan bahwa apakah ini enggak kebablasan? Gitu. Kemudian kita melihat lagi Undang-Undang Nomor 32, sedikit agak berbeda mengarah ke pusat lagi, gitu. Tapi kemudian juga UndangUndang Nomor 23 kemudian mengalihkan kalau urusan pemerintahan itu kemudian menjadi kewenangan provinsi. Nah, terutama pada Pak Harjono yang pada waktu itu menjadi Anggota Perubahan UndangUndang Dasar 1945 ini dan Pasal 18 itu memang kemudian dilaksanakannya perubahannya sampai dipending sampai malam, sampai akhirnya pagi baru muncul itu, ya. Memang di sini kemudian di dalam Pasal 18 ayat (2) itu dikatakan pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, tapi kemudian dalam ayat (5)-nya dikatakan, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.” Sebetulnya kalau kita melihat dari undang-undang yang lama sampai undang-undang yang baru ini, Undang-Undang Nomor 23. Sebetulnya bagaimana kita harus mengolah dua ayat ini menjadi kalau ada pembagian kewenangan atau pembagian urusan pemerintah itu menjadi kemudian tidak menimbulkan suatu permasalahan yang sangat keras, begitu. 31
Kebetulan saya kemarin bertugas ke Cekoslovakia, Ceko saja, Ceko. Tapi kemudian kita dipertemukan dengan para … para warga negara Indonesia yang sampai sekarang tidak bisa pulang. Tidak bisa pulang karena dianggap dia termasuk rezim yang lama mungkin, atau dianggap partai yang terlarang, begitu. Dan pada waktu mereka berkumpul dan mereka menanyakan. Apa yang ditanyakan oleh mereka pada saya khususnya. Adalah mereka menanyakan, “Bagaimana pembagian kewenangan atau urusan pemerintahan di Indonesia itu? Kalau di dalam Pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu dinyatakan otonomi seluas-luasnya.” Mereka mengatakan itu. Jadi saya mengatakan, “Ya kalau dalam Undang-Undang Nomor 22, Undang-Undang Nomor 32 selalu dikatakan, kalau dalam ketentuan umum dikatakan, otonomi ke daerah provinsi atau kabupaten/kota dalam kerangka negara kesatuan.” Nah, bagaimana dulu sebetulnya sehingga dalam perjalanan waktu ini setelah Undang-Undang Nomor 22, Undang-Undang Nomor 32, Undang-Undang 23 ini kemudian selalu bermasalah, gitu. Ada yang tidak puas, begitu. Bagaimana memaknai dua ayat ini, di mana ada otonomi yang seluas-luasnya, tapi kemudian juga daerah itu mengatur, mengurus diri urusan pemerintahan menurut otonomi dan tugas pembantuan. Jadi mestinya bagaimana yang pas? Mungkin sesuai dengan penjelasan atau pembahasan dalam waktu Sidang Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 ini. Karena pada waktu itu ada sidang yang tertutup yang kita tidak bisa masuk di dalamnya. Tapi kemudian paginya baru keluar pasal-pasal ini. Terima kasih, Pak. 131. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ada lagi? Ya, silakan, Pak Wahid. 132. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Terima kasih, Pak. Saya pertama ke Pak Prof. Hadjon. Bahwa pasal yang diuji di Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ini terkait dengan kewenangan dan urusan yang selama ini di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dulu, ini adalah kewenangan kabupaten/kota. Sekarang dialihkan menjadi kewenangan provinsi. Banyak juga lain-lain kewenangan yang demikian. Ada yang dari provinsi dialihkan menjadi pusat yang juga sekarang sedang diuji di MK. Seperti terkait dengan panas bumi, kehutanan, dan lain sebagainya. Nah, Prof. tadi menyampaikan bahwa terkait pasal yang diuji ini. Pertama, dia inkonstitusionalitas karena bertentangan dengan Pasal 18A ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Yang kedua bahwa pengalihan ini tidak efisien. Nah, kalau kita lihat di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan sekarang Nomor 23 Tahun 2014 itu di 32
konsideran, menimbang, mengingat, penjelasan umumnya sama, sama. Ya bahwa ini ingin mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Kemudian memberdayakan masyarakat, melindungi masyarakat, dan mensejahterakan masyarakat. Sama, di penjelasan umum juga demikian. Hanya yang arsitektur perundang-undangannya berbeda. Kalau dulu kewenangan itu diatur oleh PP, lampiran dari PP, nah sekarang lampiran dari undang-undang. Kalau yang dulu, mestinya apa … pengajuan gugatannya ke Mahkamah Agung karena PP. Tapi karena sekarang di lampiran undang-undang, jadilah dia ke MK, jadi sekarang ini. Nah, demikian juga dalam pembentukan undang-undang itu disebutkan ada tiga asas terkait ini. Pertama, asas berdayaguna dan berhasilguna, itu ada di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan itu termasuk ini hierarkinya undang-undang. Itu berdayaguna dan berhasilguna. Nah, ini salah satu alasan juga bahwa mengapa ini dialihkan kepada provinsi dalam rangka daya guna dan hasil guna. Dan yang kedua juga disebutkan asas pembentukan perundang-undangan itu adalah dapat dilaksanakan. Nah, asas dapat dilaksanakan ini artinya ini melihat secara umum bahwa akan … akan lebih efisien apabila di … sekarang ini diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang sekarang kita persoalkan. Nah, ini saya ingin mendapat nanti pencermatan dari Prof. Hadjon mengenai hal ini. Nah, terkait dengan hal itu juga. Saya ingin apa … penajaman dari Ibu Walikota. Ini disebutkan bahwa program kegiatan pendidikan ini menyumbang capaian indeks pembangunan manusia di Surabaya, itu yang dulu 2010=77,28, sekarang 78,87=2014. Artinya, ini disebutkan sumbangan dari program dan kegiatan pendidikan. Nah, sementara variabel program dan kegiatan pendidikan itu disebutkan di sini. Ini ditopang oleh sekurang-kurangnya saya lihat ada sembilan SKPD. Jadi, tidak mutlak hanya pendidikan. Nah, lalu kemudian, jumlah siswa, itu kalau kita lihat dari pendidikan dasar dan pendidikan menengah, itu hampir sama. Kalau pendidikan dasar=277, kalau pendidikan menengah itu 128 sama 115, yaitu 240.000 sekian. Nah, ini … ya, apakah … apa … akurat betul? Bahwa kalau ini nanti dialihkan ke provinsi, maka ya capaian indeks prestasi … indeks pembangunan manusia itu akan menurun, ya karena dialihkannya pada pendidikan menengah ini. Padahal, kan ada sumbangan pendidikan dasar. Kemudian … lalu, SKPD yang ada delapan itu menyumpang cukup besar juga di dalam capaian indeks pembangunan manusia. Terima kasih.
33
133. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Yang terakhir dari saya, satu untuk Pak Harjono. Yang Mulia Pak Harjono, ini senior saya. Saya mencoba untuk berpikir dan berandaiandai begini, dengan konstruksi pasal yang diatur di dalam undangundang yang diperkarakan ini, kalau itu dilakukan oleh Bu Risma sebagai Gubernur Jawa Timur, apakah manfaatnya tidak lebih besar? Karena Bu Risma bisa melakukan pengaturan, sebagaimana yang dilakukan. Kok ini hanya Surabaya? Bu Risma itu kapasitasnya enggak hanya Surabaya. Kalau jadi gubernur, maka misalnya juga Blitar. Tidak hanya Blitar dan Surabaya yang bagus dalam bidang pendidikan dan mengurusi anak, malah bisa seluruh Jawa Timur itu mendapat manfaat yang sama dengan konstruksi ini. Atau kalau kita berandai-andai lagi. Lho, kalau Bu Risma jadi Presiden, itu seluruh Indonesia pendidikannya bisa lebih bagus kalau itu ditangani oleh pemerintah pusat. Jadi, sebetulnya bukan dalam kerangka pengaturan pasal ini, tapi sebetulnya pistol ini, senjata ini yang pakai itu siapa? Sehingga, enggak ada bedanya sebetulnya. Tapi kalau itu hanya dimanfaatkan, diberikan kepada pemerintah kota. Maka itu manfaat yang baik dari Bu Risma hanya bermanfaat untuk Surabaya dan Pak Walikota Blitar hanya bermanfaat untuk Blitar. Itu gimana ini? Kalau kita berandaiandai, begitu? Saya minta komentar Ahli. Terima kasih. Dari Bu Risma dulu. Sudah siap untuk menjawab? Wong kapasitasnya kan bisa saja lebih tinggi dari Surabaya. Silakan, Bu. 134. SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: TRI RISMAHARINI Wah, ndak … ndak … ndak begitu … ndak begitu, Bapak Ketua Majelis. Jadi, saya ingin menyampaikan, Pak. Tadi yang pertama pertanyaan soal … jadi, PAD Surabaya itu Rp3,8 triliun, Bapak. Kemudian, dana perimbangannya dari pemerintah pusat maupun provinsi=Rp1,7 triliun. Jadi, lebih besar dari PAD-nya. Itu yang pertama. Kemudian, sebetulnya tadi menjawab pertanyaan dari Pak … apa … Kuasa Hukum. Itu bisa uang itu dilimpahkan. Tapi, apakah ada jaminan, kemudian sekolah itu gratis? Yang pertama. Tadi saya sampaikan, kenapa begitu, Bapak, Ibu sekalian? Saya punya datanya, cuma nanti saya bisa tunjukkan. Jadi, begitu saya mendapat tadi keluhan anak-anak tadi kirim surat ke saya, kemudian saya jalani sendiri, saya langsung usulkan saat itu kepada pak walikota untuk ini. Itu anggarannya jadi BOPDa yang per anak itu kalau enggak salah Rp153.000,00 untuk SMK itu. Saya … tepatnya Rp152.000,00. Itu sudah sejak tahun 2010 saat saya Kepala Bappeko, tapi tidak bisa menggratiskan. Kenapa masalahnya? Karena tidak di … itu hanya untuk 34
BOPDa. Kebutuhan sekolah itu ada gedung, ada peralatan komputer, ada sarana-sarana yang lain, ada tadi … termasuk gaji … gaji guru. Honda itu, Pak, kami semua masukkan BPJS, guru tenang. Kenapa? Saya menemukan guru itu tinggalnya di bantaran sungai. Jadi, kenapa kemudian kita lengkapi itu? Itu negeri swasta, Bapak, kami ndak pernah memisahkan itu. Jadi, kenapa saya sampaikan? Karena ini penting. Kota sebesar Surabaya, itu saat 2010 itu 77,28 itu yang tertinggi. Di daerah pinggiranpinggiran, terutama daerah utara, itu enggak sampai 60 saat itu sebetulnya. Jadi gap-nya tinggi sekali. Itu yang kemudian kita bangun, Pak, kita bangun sekolah-sekolah itu dari … justru dari pinggiran. Kita fasilitasi sekolah itu bagus, kita fasilitasi anak-anak itu bisa sekolah. Itu karena itu … nah, policy ini, apakah bisa dilihat, gitu? Jadi, menurut saya, Bapak, ini ndak boleh berpendapat, ya? Boleh, ya? Jadi, menurut saya, Bapak, apa … gini masalahnya, yang mengerti, yang mengerti itu daerah. Nah, tapi itu bisa dilempar kalau dia tidak mampu. Saya tidak mampu membiayai ini, tapi dia bisa melihat daerahnya. Sekarang Bapak kenapa saya … saya yakin enggak ada yang tahu juga, saya per-kecamatan, kelurahan bikin index pembangunan manusia itu. Sehingga saya tahu mana yang harus ditekan dulu, ditekan dulu. Nah, ini enggak mungkin data ini, kalau data ke provinsi itu data kota. Nah, kalau itu kemudian menyelesaikannya tidak seitu, nanti yang … yang tetap di Surabaya itu ada yang tertinggal di daerah utara, banyak yang buta huruf. Seperti itu kejadiannya. Bisanya bahasa Arab maksudnya, bahasanya. Nah, itu seperti itu. Jadi kejadiannya seperti itu. Mestinya, itu menurut saya, itu yang mengerti daerah, itu daerah dulu. Nanti kalau dia tidak mampu di lemparlah. Seperti kami, Pak, saya menyampaikan, kami membangun mestinya jalan nasional, tapi karena tiga tahun enggak diangkat-diangkat, enggak dibangun, saya terus dikeluhi, “Walikota enggak iso nyambut gawe,” gitu. Akhirnya kita bangun jalan itu, meskipun itu jalan nasional. Saya enggak pernah … kami enggak pernah meributkan itu. Jalan provinsi rusak saya perbaiki, jalan … kenapa? Karena kalau ada kecelakaan, walikotanya yang bodoh. Bukan Presidennya, Pak. Walikotanya yang goblok, gitu. Itu masalahnya kalau di daerah, Bapak. Jadi, tadi disampaikan enggak mesti, Pak. Jadi gubernur terus jadi bagus, saya belum tentu. Kemudian, tadi saya sampaikan di awal, jadi kalau anak-anak itu pembangunan anak-anak itu itu tidak bisa sepotong, Pak. Bukan hanya sekolah, bukan hanya sekolah. Sampai kami terakhir ini, Pak, buat yang namanya kampung pendidikan. Saya, Pak, menemukan anak-anak, aduh, Bapak kalau tahu, saya tiap Sabtu, pukul 00.00 WIB sampai pagi, Pak. Itu keliling di tempat-tempat yang diskotik … anak-anak. Sekarang kemudian saya berlakukan. Sekarang kita ada program namanya kampung pendidikan. Itu anak pukul sekian enggak 35
boleh keluar, saya tangkap, Pak, di luar itu. Makanya dia takut sama Satpol PP. Kalau hari biasa dia di bawah pukul 22.00 WIB dia harus masuk rumah. Nah, itu kita jaga. Jadi membuat kesepakatan dengan warga. Sampai kita membuat seperti itu. Jadi enggak bisa, kenapa? Karena kalau tidak, Pak, di luar sana godaannya anak-anak itu macam-macam, banyak sekali. Jadi, saya … saya melindungi anak itu dari situs-situs itu. Kita periksa, Pak, sekolahan, saya datang sendiri, ayo sekali waktu juga saya sweeping sama infocom, buka semuanya hanphone anak-anak itu. Gitu sampai en. Kenapa? Karena anak-anak ini ngikuti, Pak. Anak … kalau anak usia 11 tahun, Pak, memperkosa anak usia 16 tahun itu kejadian, Pak. Saya buka semuanya, Pak, Mas, ini. Saya enggak bisa tutupi. Anak usia 8 tahun memperkosa anak 4 tahun. Jadi ini sudah luar biasa, Pak, yang namanya ini. Tapi kita ngomongnya pendidikan, dulu ada pendidikan budi pekerti, ini ada pendidikan formal, ini bukan sekadar tertulis atau tidak. Yang ingin saya sampaikan begitu, Pak. Jadi, ini sekali lagi saya mohon dengan hormat, bukan apa-apa, Pak. Ini kenapa? Karena Surabaya itu kota terbesar kedua di Indonesia. Bahkan mestinya nomor 1, Pak, kalau Jakarta itu kan provinsi. Loh, ya lho, Pak. Saya … penduduk saya 3.200.000,00. Kemudian, luas wilayahnya separonya DKI, DKI walikotanya 5, bupatinya 1. Saya sendiri separonya padahal wilayahnya ini. Nah, saya ingin menyampaikan kepada Bapak Yang Mulia, Bapak, Ibu, sekalian Yang Mulia. Kami juga membangunnya juga bukan sekolah negeri saja yang kita perhatikan, juga sekolah-sekolah swasta. Sekolah swasta berhak juga. Ini di luar BOPDa. Itu mengajukan bangunan gedung, ngajukan laboratorium, ngajukan itu. Kenapa? Sekali lagi yang lain ngalah, Pak, kami yang lain ngalah. Bapak boleh cek betapa stress saya terhadap itu. Kelurahan itu sampai saya kecilkan. Kalau yang lain daerah lain minta mekar, yang Surabaya itu saya kecilkan, dulu 163 sebelum saya, sekarang tinggal 154. Dulu kasih kelurahan itu 4, sekarang tinggal 3. Karena layanan kami pakai online, supaya murah. Sehingga biaya itu saya keluarkan bisa untuk masyarakat. Begitu, Bapak. Kemudian, yang terakhir itu komposisi tadi, ya, Pak. Jadi, tadi yang saya sampaikan index pembangunan manusia seperti itu, Pak. Yang jadi masalah bukan … kalau di dalami lagi, itu nanti ada kelurahan kecamatan itu. Nah, di situlah kita tekankan, Pak. Jadi, kita lihat lagi, Pak, misalkan oh di situ butuh SMK, kita lihat di situ. Kenapa? Karena penduduknya banyak yang miskin, sudah dia disekolahkan di SMK yang banyak, supaya nanti dia sudah siap kerja, begitu. Nah, yang mengerti ini siapa? Enggak mungkin provinsi sedetail itu. 37 provinsi di Jawa timur … eh, kota, 38 kota … 38 kabupaten/kota. Itu, Bapak. Kemudian, tadi saya sampaikan, saya itu … kita menghitung, Pak, apa ya bisa sekarang? Contohnya misalkan, kita tiap tahun itu membangun sekolah SMA, SMK, SMP, Pak. Kenapa? Karena mengejar, 36
kalau lulusan SD=100, kemudian ternyata sekolahnya itu kapasitasnya negeri swasta itu hanya 90, yang 10 anak-anak ini lulusan ke mana? Apa ya dia dibiarkan ndak sekolah? Nah, akhirnya kemudian saya penuhi dulu yang swasta. Nah, ini yang mengerti siapa kalau bukan kami-kami para bupati? Lah, kalau yang enggak perhatian, ya salahnya yang milih toh, Pak. Boleh ya, Pak, itu? Boleh ya, Pak? Nah, jadi apa namanya … 10 ini ke mana? Itu saya masukkan. Saya masukkan ke sekolah, “Wis ndak apa-apa. Sudah, kalau ndak ada bangku, bangku seadanya. Pokoknya anak-anak ini bisa sekolah,” gitu. Itu kita masukkan seperti itu. Jadi saya hitung. Nanti lulusan SMP, lulusan SMP itu naik ke SMA, saya hitung lagi. Kalau kurang bangku SMA, saya buat seperti itu lagi. Jadi makanya di Surabaya ada yang satu kelas itu 43. Tapi sekarang … jadi tahun depannya saya bangunkan ruangan, begitu, Pak. Jadi kurang lagi. Nanti begitu lagi hitungnya. Kenapa? Supaya anak tidak putus sekolah, gitu. Itu tujuannya seperti itu. Jadi kita hitung betul, siapa yang memperhatikan ini? Jadi angka 1,7 itu, Pak, itu untuk gaji saja ndak cukup yang dari pusat itu. Saya … kami bisa itu karena kami menghemat sekali, Pak, menghemat sekali. Saya itu 5 tahun, mestinya biaya operasional saya itu bisa tinggi, saya enggak pakai itu. Jadi saya sama dengan walikota yang lama, sampai tahun … 5 tahun itu. Kenapa? Karena saya … memang kita bentuk supaya bisa turun melayani warga terutama pendidikan. Karena kalau ndak, Pak, nanti kalau anak ini jadi penjahat semua … saya punya data, Pak, anak-anak yang putus sekolah. Anak yang ngompas-ngompas, anak yang curi apa namanya … jambret itu, itu anak putus sekolah semua. Seperti itu, itu. Jadi sekali lagi, Yang Mulia, saya mohon dengan hormat, kami bisa dikabulkan. Bukan apa-apa, minimal kita bisa 15 tahun yang akan datang itu anak-anak yang potensi criminal itu bisa turun. Itu betul, Pak. Saya punya datanya. Semua saya data, Pak, semua saya data. Saya tidak akan bicara tanpa data, itu. 135. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, Ibu. Cukup, ya. Tapi semoga Ibu nanti jadi gubernur, tidak ingin seperti pasal ini lho, ya. 136. SAKSI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: TRI RISMAHARINI Ndak, ndak, Pak.
37
137. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, enggak. Ya, baik, Ibu. Masih ada yang mau disampaikan atau sudah cukup? Cukup ya saya kira. Sekarang Ahli Prof. Philipus M. Hadjon atau Pak Harjono terlebih dahulu? Saya persilakan. 138. AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: PHILIPUS M. HADJON Terima kasih, Yang Mulia. Saya mulai pertanyaan pertama. Tadi ditanyakan soal wewenang konkuren. Saya coba mengutak-utik UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014. Kalau pola undang-undang kita konsep atau pengertian itu dirumuskan di dalam Pasal 1, tapi coba kita cermati dalam Pasal 1, tidak ada definisi tentang wewenang konkuren itu. Tapi yang ada nanti munculnya di Pasal 9 ayat (3), Pak. Ya, itu undangundang aneh. Jadi teknis perumusannya sangat tidak rasional. Jadi, Yang Mulia, bukan hanya perlu diubah, Pak. Batalkan saja seluruh undang-undang itu, Pak. Menurut saya menilai ini undangundang Cinderella, Pak. Itu tidak layak untuk kita teruskan, kita pertahankan undang-undang ini. Tapi baiklah, Pak. Tapi tidak diuji, Pak, ya? Yang diuji cuma Pasal 15, Pak, ya. Tapi mudah-mudahan ada lain yang menguji seluruh undang-undang itu saya sedia mau tampil, yang penting bayar tiket saja, ya. Baiklah. Dari yang penanya pertama soal konsep wewenang konkuren, saya tidak bisa menjelaskan karena undang-undang sendiri tidak menjelaskan. Kalau kita lihat di sini hanya di Pasal 9 ayat (3) itu wewenang yang dibagi antara pusat, provinsi, kabupaten/kota. Hanya itu saja. Tapi apa itu konkuren sendiri? Ya, kita minta ahli hukum bisnis. Konkuren itu kan bersaing ya, apakah itu wewenang yang bersaingan? Itu … nanti persaingan yang tidak sehat lagi. Kemudian mengenai pembagian kewenangan asimetris. Bagaimana merumuskannya? Ini Pak Aswanto kalau tidak salah tadi, Pak, ya, Yang Mulia … oh, Pak Dewa. Kalau pola seperti Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 ini, tidak bisa, Pak. Karena apa? Pasal 15 itu pembagian urusan ini, lalu tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Tidak bisa kalau cara demikian. Karena apa? Norma kalau kita kaitkan dengan logika, norma itu merupakan satu bentuk proposisi yang normative, yang mengharuskan. Sekarang pertanyaan saya, lampiran itu apakah dia merupakan proposisi? Tidak. Lampiran sama sekali tidak berisi proposisi. Jadi saya melihat bahwa … mengatakan lampiran itu bukan norma, Pak, meskipun di sini dikatakan bagiannya tidak terpisahkan. Bagaimana kita memahami lampiran itu, sehingga sekarang ada wewenang asimetris. Ini pusat, provinsi, kabupaten. Lha, kalau 38
dirumuskan dalam bentuk norma, oke. Pendidikan menengah prinsipnya jadi wewenang provinsi, katakan. Dengan catatan, kabupaten/kota yang mampu mengelola itu baru bisa, Pak, merumuskan norma. Tapi pola undang-undang ini rusak, Pak, ya. Saya tidak tahu mereka belajar di mana? Mungkin perlu belajar sama Prof. Maria dulu, ya, ilmu perundangundangan ini. Ya, ada ahlinya di sini, ya, ilmu perundang-undangan. Jadi, mereka yang merancang ini tidak belajar ilmu perundang-undangan hanya mencantumkan itu di dalam lampiran. Padahal lampiran bukan proposisi. Jelas berarti dari segi norma dia bukan merupakan norma, ya. Sehingga kembali lagi prinsip merumuskan tadi, tadi sudah disinggung oleh Pak Harjono itu mengenai perlakuan sama. Kalau Undang-Undang Dasar 1945 kita masih saja setiap orang diperlakukan sama di hadapan hukum, tapi kalau kita bandingkan undang-undang dasar grondwet Belanda dia sudah berubah, Pak. Perlakuan sama dalam kondisi sama. Dengan demikian dalam kondisi yang tidak sama perlakuan tidak sama. Ya soalnya karena itu pun harus kita perhatikan ini. Kondisi Surabaya dengan kondisi daerah lain tidak sama. Oleh karena itu, tidak selayaknya untuk diperlakukan sama. Ini asas yang saya kira sudah diterima secara universal, perlakuan sama dalam kondisi sama. Dengan demikian juga dalam kondisi yang tidak sama berlakulah perlakuan yang tidak sama, ya, dan saya kira ini ketentuan undang-undang ini … ya itu tadilah mudah-mudahan ada yang mau menguji seluruh undang-undang ini, Pak, ya. ini salah satu dari undang-undang Cinderella itu. Ya Cinderella kan kita tahu toh pada waktu itu siapa yang mengejar matahari terbenam itu, matahari terbit sori. Mengejar matahari, bukan … kalau Cinderella mengejar matahari terbit tapi ini mengejar matahari terbenam, Pak, ya. Cinderellanya lain. Jadilah undang-undang seperti ini. Saya tidak menyindir orang lho ya, ini hanya cerita anak TK saja. Baiklah, sekarang dari Bapak kita tadi juga mempertimbangkan dari Undang-Undang Nomor 32, kemudian bagian menimbang dari Undang-Undang Nomor 23 juga mengatakan daya guna dan hasil guna, dan dapat dilaksanakan. Itu bagian menimbang, Pak. Seperti saya katakan tadi bukan norma, Pak. Ya, jadi bagaimana yang penting sekarang normanya, menimbangnya ya silakan saja mungkin juga ada yang mengintip ya bermacam-macam ada di situ. Tapi normanya itu yang sangat penting. Jadi cara merumuskan norma dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman, ya, tapi bukan dengan cara seperti pola Pasal 15 menempatkannya dalam lampiran, kalau itu tidak menyelesaikan masalah. Demikian, Pak. Terima kasih. 139. KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Prof. Philipus Hadjon. Sekarang Pak Harjono saya persilakan waktunya 10 menit.
39
140. AHLI DARI PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: HARJONO Oke. Jadi begini, saya cepat saja. Apa yang dipraktikan Walikota Surabaya ini sebetulnya bukan persoalan sekolahnya di mana, siapa yang mengelola sekolah, tapi inilah pendidikan. Jadi, tidak hanya sekolah di situ tapi mendidik. Ini jadi lain. Jadi, tentu saja yang kita maksud adalah mendidik tapi ini kan rebutan seolah-olah hanya rebutan sekolahnya di mana. Tapi siapa yang praktis bisa melakukan pendidikan seperti itu. Saya punya kesempatan bertamu pada walikota itu ditunjukan. Pak Harjono inilah ada lampiran yang cerita yang soal laporan anak per anak. Jadi, anak ini sekolah di sini, problemnya ini, siang ini, lalu dari bawahnya itu sudah merekomendasi apa kira-kira yang dilakukan. Jadi, ini bukan sekolah, mendidik. Sekolah jadi mendidik ini sesuatu hal yang kemudian dihubungkan dengan otonomi. Kalau ada otonomi di situ ada responsibility. Kalau tidak, kalau disampaikan oleh Ketua tadi bagaimana kalau gubernur dan lain sebagainya nanti pertanggungjawabannya … pertanggungjawaban statistiknya saja saya khawatir. Di sini pertanggungjawabannya responsibility pada pendidikan. Saya pernah tanya Ibu Risma, Ibu Risma mau jadi gubernur. Pak Harjono kalau jadi gubernur saya mengawasi sekolah di Pacitan bagaimana? Enggak mungkin. Paling-paling saya mempertanggungjawabkan secara statistik. Ini persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan otonomi. Oleh karena itu, saya katakan tadi undang-undang ini bukan otonomi ini undang-undang bagi tentang disentralisasi. Enggak muncul otonominya di dalam undang-undang ini. Jadi kalau pertanyaan Pak Ketua bagaimana sampai presiden. Presiden nanti pertanggungjawabannya adalah pertanggungjawaban statistik. Sedangkan ini otonomi yang real yang dekat seperti ini maka dia akan punya responsibility karena responsibility ini semua cukup sekolahan dia melakukan pendidikan. Nah, ini hal-hal yang tidak terungkap kalau kita hanya bicara data, bicara anggaran, bicara sekolah. Padahal yang bisa muncul seperti ini. Ibu maria, ya kalau Ibu Maria tanya itu, bukankah Pasal 18 ini belum disahkan sudah beredar sama kita dulu? Jadi, Pasal 18 ini sebelum disahkan panitia ad hoc, itu Ibu Maria sudah pegang, saya pegang, Pak Bagir Manan pegang, dan Ibu Maria masih pegang aslinya sekarang kan? Tulisan tangan itu. Jadi, kalau bicara Pasal 18 itu asbabul nuzulnya Ibu Maria dan kita yang tahu. Tapi persoalannya begini, kalau kita akan melihat ayat (5) pemerintahan daerah dijalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Membaca ini jangan kemudian manifestasinya adalah urusan pusat ini, ini, ini, tidak. Dibalik pun boleh apa yang tidak 40
diberikan ke daerah menjadi urusan pusat. Jadi tidak hanya satu alternatif bahwa urusan pusat kemudian dideskripsikan, urusan daerah dulu kemudian sisanya adalah menjadi urusan pusat, bisa seperti itu. Jadi memang ini jiwanya pada saat kita reformasi dulu salah satu tuntutan adalah untuk diberikan otonomi, gitu. Kemudian bagaimana? Menurut saya jangan apa ... simetrislah semuanya ini, boleh disebut … apalagi ini introducer bahwa pemekaran itu melalui persiapan. Kalau dalam persiapan itu ternyata ditemukan bahwa Anda satu pemerintah daerah hanya mampu a dan b, sudah dirikan saja tapi kamu hanya punya itu saja. Nanti boleh ditingkatkan kalau sudah meningkat. Sekarang itu tidak dilihat kamu mampu atau tidak, sama diberi beban, sama diberi beban. Ini yang menjadi persoalan bagi sistem yang seperti sekarang ini. Oleh karena itu, kalau tadi disampaikan oleh Pak Philipus ini adalah sesuatu yang kurang pas, ya, menurut saya memang strateginya di sini kita itu maunya seragam gampang. Maunya seragam, potong saja gampang. Padahal sudah dikatakan Bhinneka Tunggal Ika dan keragaman. Di mana tempat Bhinneka Tunggal Ika keragaman dalam undang-undang ini? Kita enggak bisa temukan, enggak ada di situ. Jadi saya sangat setuju sekali. Kalau dihubungkan antara Pasal 13 dan kemudian di apa tadi ... lampiran, ini enggak cocok lampiran ini dengan misi apa yang ada di undang-undangnya, enggak cocok. Ketidakcocokannya karena apa? Karena bercampurnya antara spasial ruang dan urusan. Kalau spasial ini urusannya harus ini, padahal enggak ada urusan antara itu enggak ada ... ruang antara itu enggak ada. Karena kalau dari satu kabupaten ini antaranya mana provinsi? Enggak, sudah kabupaten. Satu batas sudah kabupaten lain, enggak ada urusan antaranya. Lah apa ... dasar-dasar pikiran inilah yang kemudian menjadikan undang-undang ini menurut saya tidak pas untuk mengatur pemerintahan daerah. Oleh karena itu, ketentuan pasal yang menyamaratakan itu tidak a ... a faktual, tidak historis, nyatanya beda, dan itu menjadikan sesuatu yang tidak menjadi berjalannya secara baik pemerintahan. Saya kira itu yang disampaikan. Terima kasih. 141. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Pak Harjono. Sebelum saya akhiri persidangan ini, saya akan menanyakan kepada Pemohon Perkara 31, apakah masih akan mengajukan saksi, atau ahli, atau sudah cukup? 142. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
NOMOR
31/PUU-
Sudah cukup, Yang Mulia. 41
143. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Pemerintah akan mengajukan ahli atau saksi? 144. PEMERINTAH: YUNAN HILMY Pemerintah tidak mengajukan, Yang Mulia. 145. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, begitu juga Pihak Terkait enggak, ya? 146. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: (GUBERNUR JAWA TIMUR)
HIMAWAN
E.
BAGIJO
HIMAWAN
E.
BAGIJO
Tidak, Yang Mulia. 147. KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. 148. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT: (GUBERNUR JAWA TIMUR)
Kami mengikuti perkembangan saja. Terima kasih. 149. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. 150. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
NOMOR
31/PUU-
NOMOR
31/PUU-
Yang Mulia, ada yang mau disampaikan. 151. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. 152. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
Kami sempat memasukkan surat permohonan karena mengingat proses penganggaran APBD untuk tahun 2017 itu kan juga harus sudah dimulai (...) 42
153. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, putusannya secepatnya? 154. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
NOMOR
31/PUU-
NOMOR
31/PUU-
Ya. 155. KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, ya, ya (...) 156. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA XIV/2016: EDWARD DEWA RUCI
Mohon agar bisa dipercepat. Terima kasih, Yang Mulia. 157. KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya. Jadi permohonannya seperti proklamasi, ya. Dalam tempo yang sesingkat-singkatnya supaya Majelis memutus itu, ya. Ya, nanti akan kita perhatikan. Baik, kalau begitu seluruh rangkaian persidangan dalam Perkara 30 dan 31 sudah selesai, untuk itu bisa menyerahkan kesimpulan. Penyerahan kesimpulan diserahkan langsung Kepaniteraan, tidak ada persidangan lagi, tujuh hari kerja setelah sidang ini berakhir, yaitu Kamis, 16 Juni 2016, pada pukul 10.00 WIB. Saya ulangi kesimpulan Kamis, 16 Juni 2016, pada pukul 10.00 WIB. Sebelum saya tutup, terima kasih kepada Prof. Philipus Hadjon, yang telah memberikan keterangan pada persidangan ini. Begitu juga dengan Yang Mulia Pak Suharjono ... Pak Suharjono ... Dr. Harjono. Kepada Ibu Walikota, dan Pak Drs. Martadi, dan Pak Edi Sugiarto yang sudah memberikan keterangan di persidangan ini.
43
Terima kasih. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.57 WIB Jakarta, 9 Juni 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
44