MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 69/PUU-XIV/2016
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PRESIDEN DAN DPR (III)
JAKARTA RABU, 12 OKTOBER 2016
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 69/PUU-XIV/2016
PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan [Pasal 44 ayat (1)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Imam B. Prasodjo 2. Andy F. Noya 3. Ully Sigar Rusady ACARA Mendengarkan Keterangan Presiden dan DPR (III) Rabu, 12 Oktober 2016 Pukul 13.59 – 14.44 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Arief Hidayat Anwar Usman Maria Farida Indrati Patrialis Akbar Wahiduddin Adams Manahan MP Sitompul Aswanto Suhartoyo
Saiful Anwar
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota)
Panitera Pengganti i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Imam B. Prasodjo. B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Maheswara Prabandono 2. Munafrizal Manan 3. Muhamad Salman Darwis C. Pemerintah: 1. Yunan Hilmy 2. Untung Minardi 3. Rita Andriani 4. Rahadhi Aji 5. Rasio Ridho Sani 6. Erwin Fauzi 7. Supardi 8. Fastarradi 9. Afrodian Lutoifi
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 13.59 WIB 1.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Bismilahirrahmanirrahim. Sidang dalam Perkara Nomor 69/PUUXIV/2016 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Saya cek kehadiran. Pemohon yang hadir siapa?
2.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Terima kasih, Yang Mulia. Selamat siang. Assalamuaalaikum wr. wb. Salam sejahtera buat kita semua dan om swastiastu. Siang hari ini, kami hadir dengan tiga Kuasa Hukum, Yang Mulia. Saya sendiri Maheswara Prabandono, lalu Munafrizal Manan, dan Muhammad Salman Darwis. Lalu Pemohon prinsipal yang dua sebetulnya hadir, Yang Mulia. Ini lagi kena macet di jalan. Karena tadi diperkirakan jam 14.00 WIB, gitu. Jadi, yang akan hadir adalah Pak Imam Prasodjo sebagai Pemohon yang Kedua dan Ibu Rulany Sigar Rusadi. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Dari DPR tidak hadir, ada surat tertanggal 7 Oktober yang ditandatangani Kepala Badan Keahlian DPR, Jhonson Rajagukguk, yang mengatakan tidak dapat menghadiri persidangan karena bertepatan dengan rapat-rapat di DPR. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden, silakan.
4.
PEMERINTAH: ERWIN FAUZI Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah yang hadir saya sendiri dengan di sebelah kanan saya dari Kementerian Hukum dan HAM (Direktur Litigasi). Kemudian, sebelah kiri saya dari Dirjen Penegakan Hukum, Bapak Drs. Rasio Ridho Sani. Kemudian, di sebelah kanannya lagi dari jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Terima kasih.
5.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih. Agenda kita pada sidang siang hari ini adalah Mendengarkan Keterangan DPR dan Presiden. Karena DPR tidak hadir,
1
maka keterangan Presiden satu-satunya agenda. Saya persilakan, siapa yang akan menyampaikan keterangannya? 6.
PEMERINTAH: RASIO RIDHO SANI Bismillahirrahmaanirrahiim. Keterangan Presiden atas permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta. Dengan hormat, yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama: Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia). 2. Nama: Siti Nurbaya (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Dalam hal ini, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia yang dalam hal ini disebut sebagai Pemerintah. Perkenankanlah kami menyampaikan keterangan Presiden, baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu-kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan atas permohonan constitutional review ketentuan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, selanjutnya disebut undangundang … selanjutnya disebut UU P3H terhadap Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang dimohonkan oleh Sarwin (Pemohon I), Imam Prasodjo, P.hD. (Pemohon II), Andy F. Noya (Pemohon III), dan Rulany Sigar, S.Pd., M.A. (Pemohon IV). Yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Prof. Dr. Todung Mulya Lubis, S.H., L.L.M., dan kawan-kawan, advokat konsultan hukum yang tergabung dalam Tim Pembela Nurani Nusantara (TPNN) dengan memilih domisili di Jalan Proklamasi 37, Jakarta 10320, untuk selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon sesuai registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIV/2016, tertanggal 31 Agustus 2015 … tertanggal 31 Agustus 2016, dengan perbaikan permohonan tanggal 27 September 2016. Selanjutnya, perkenankanlah Pemerintah menyampaikan keterangan atas permohonan Pengujian UU P3H sebagai berikut. I. Pokok Permohonan Para Pemohon. 1. Bahwa Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang merasa hak konstitusionalnya untuk memanfaatkan hasil hutan bagi kepentingan sosial sebagai salah satu sumber kekayaan alam Bangsa Indonesia yang dikuasai oleh negara telah dilanggar oleh keberlakuan ketentuan Pasal 44 ayat (1) UU P3H. 2. Bahwa menurut Para Pemohon, barang bukti kayu hasil pembalakan liar dari hutan konservasi seharusnya tidak 2
dimusnahkan, melainkan dapat dipergunakan untuk pembangunan sarana sosial dan pendidikan. 3. Bahwa ketentuan a quo UU P3H telah membatasi, melepaskan, dan menghapus hak Para Pemohon untuk mengoptimalkan pemanfaatan hutan untuk kesejahteraan rakyat sesuai dengan keberadaan hutan yang dimiliki ... yang memiliki fungsi sosial dan pendidikan. Ketentuan a quo UU P3H menyebabkan Para Pemohon tidak mendapatkan izin pemanfaatan barang bukti kayu temuan dan sitaan untuk keperluan pembangunan fasilitas sosial dan pendidikan. 4. Bahwa faktanya banyak biaya negara yang dikeluarkan untuk menangani barang bukti kayu ketemuan dan sitaan tersebut, baik berupa penyimpanan, pengamanan, dan pemusnahan. Dimana biaya tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih besar dan mendesak berupa pembagunan fasilitas sosial dan pendidikan. II. Kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon. Terhadap kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon, Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. 1. Terhadap kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon, menurut Pemerintah perlu dipertanyakan kepentingan Para Pemohon, apakah sudah tepat sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangannya dirugikan atas berlakunya ketentuan a quo UU P3H? Menurut Pemerintah, Para Pemohon hanya menjelaskan keaktifannya dalam bidang sosial dan lingkungan. Namun, tidak jelas dalam menguraikan kerugiannya dan kaitan kerugian konstitusionalnya dengan ketentuan a quo Undang-Undang ... UU P3H yang diuji. Dengan demikian, kerugian konstitusional yang didalilkan Para Pemohon dalam perkara a quo tidaklah bersifat spesifik (khusus), dan tidak dapat dipastikan akan terjadi, dan tidak terdapat hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji. 2. Berdasarkan hal tersebut di atas, Pemerintah berpendapat Para Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana dimaksudkan oleh ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun berdasarkan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang terdahulu. Oleh karena itu, menurut Pemerintah adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Para Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).
3
3. Keterangan Pemerintah atas materi permohonan yang dimohonkan untuk diuji. Sebelum Pemerintah menyampaikan keterangan terkait materi yang dimohonkan untuk diuji oleh Para Pemohon, Pemerintah terlebih dahulu menyampaikan hal-hal sebagai berikut. • Bahwa hutan sebagai karunia dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang telah ... yang diamanatkan kepada Bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara dan memberikan manfaat bagi umat manusia yang wajib disyukuri, dikelola, dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan harus dilaksanakan secara tepat dan berkelanjutan dengan mempertimbangkan fungsi ekologis, sosial, ekonomis, serta untuk menjaga keberlanjutan bagi kehidupan sekarang dan kehidupan generasi yang akan datang. • Bahwa telah terjadi perusakan hutan yang disebabkan oleh pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Perusakan hutan terutama berupa pembalakan liar, penambangan tanpa izin, dan perkebunan tanpa izin telah menimbulkan kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial, budaya, dan lingkungan hidup serta meningkatkan pemanasan global yang telah menjadi isu nasional, regional, dan internasional. Perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi dan lintas negara yang dilakukan dengan modus operandi yang canggih telah mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat. Sehingga dalam rangka pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat yang mampu menajmin efektivitas penegakkan hukum. • Cakupan perusakan hutan yang diatur dalam undang-undang ini, meliputi proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan tidak sah. Adapun pembalakan liar didefinisikan sebagai semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang terorganisasi. Sedangkan penggunaan kawasan hutan secara tidak sah meliputi kegiatan terorganisasi yang dilakukan dalam kawasan hutan untuk perkebunan dan/atau pertambangan tanpa izin menteri. Sehubungan dengan dalil Para Pemohon terhadap materi yang dimohonkan, Pemerintah memberikan keterangannya sebagai berikut. 4
1. Terhadap dalil Para Pemohon yang menganggap barang bukti kayu hasil pembalakan liar dan/atau hasil dari penggunaan kawasan hutan secara tidak sah dari hutan konservasi seharusnya tidak dimusnahkan, melainkan dapat dipergunakan untuk pembangunan sarana sosial dan pendidikan, sehingga dianggap bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan menyebabkan Para Pemohon tidak mendapatkan izin pemanfaatan barang bukti kayu temuan dan sitaan untuk keperluan pembangunan fasilitas sosial dan pendidikan. Pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut. a. Bahwa ketentuan Pasal 44 ayat (1) undang-undang a quo menyatakan, “Barang bukti kayu hasil pembalakan liar dan/atau hasil dari penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi dimusnahkan, kecuali untuk kepentingan pembuktian perkara dan penelitian.” Pasal tersebut dapat diartikan bahwa barang bukti kayu hasil dari pembalakan liar dan/atau hasil dari penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi harus dimusnahkan, namun dikecualikan apabila untuk kepentingan pembuktian perkara dan penelitian. b. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1959 tentang Kehutanan diatur bahwa hutan mempunyai 3 fungsi pokok yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. c. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa hutan konservasi merupakan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan karena kalau … yang mempunyai fungsi pokok pengawetan, keanekaragaman tumbuhan, dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri dari hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam, dan taman burung. d. Dalam rangka pemanfaatan hutan dan kawasan hutan diperlukan izin pemanfaatan hutan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Bab 1 Ketentuan Umum UU P3H dinyatakan bahwa pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, jasa lingkungan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya. Selanjutnya, izin pemanfaatan hasil hutan kayu adalah izin usaha yang diberikan oleh menteri untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan ataupun … atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran. e. Pada dasarnya pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan, kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Selanjutnya, 5
f.
g.
h.
i.
j.
pemanfaatan kawasan hutan pelestarian alam dan kawasan hutan suaka alam serta taman burung diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahwa ketentuan a quo merupakan ketentuan yang tidak dapat dipisahkan dengan ketentuan Pasal 21 undang-undang a quo. Pasal 21 menyatakan, “Setiap orang dilarang memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dan/atau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi.” Selanjutnya, ketentuan sanksi pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 21 a quo tersebut diatur dalam Pasal 101 undang-undang a quo. Berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi, tumbuhan hasil pembalakan liar yang dilindungi dirampas oleh negara untuk dikembalikan ke habitatnya atau apabila tidak dapat dipertahankan kualitasnya agar dimusnahkan. Pasal tersebut dimaksudkan dalam menjaga keawetan, keanekaragaman hayati, dan menjaga ekosistem, serta ciri khas tertentu dalam hutan konservasi tetap terjaga. Bahwa mengenai tindakan pemusnahan ini selain diatur dalam ketentusan a quo, UUP3H juga diatur dalam Pasal 45 ayat (4) KUHAP yang menyatakan, (4), “Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan tidak termasuk sebagai … tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dirampas untuk kepergunaan … untuk dipergunakan bagi kepentingan negara dan/atau untuk dimusnahkan.” Bahwa keinginan Para Pemohon untuk dapat memanfaatkan hasil hutan untuk kepentingan publik dapat diakomodir oleh Pasal 44 ayat (2) undang-undang a quo sebagaimana dinyatakan, “Barang bukti kayu temuan hasil pembalakan liar yang berasal dari luar hutan konservasi dimanfaatkan untuk kepentingan publik tau kepentingan sosial.” Bahwa ketentuan a quo UU P3H dimaksudkan untuk mengurangi angka pembalakan liar, dimana dengan dibukanya pintu pemanfaatan kayu pembalakan liar dari hutan konservasi justru akan membuka modus operandi baru pembalakan liar dari hulu ke hilir yang dilakukan oleh oknum secara terorganisir. Hal tersebut justru berakibat mereka dapat memanfaatkan kayu hasil pembalakan liar dalam hutan konservasi tersebut secara sah meskipun diperoleh secara ilegal yang kemudian akan meningkatkan kembali angka pembalakan liar dalam hutan konservasi. Berdasarkan uraian di atas, maka kebijakan pemerintah membuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan a quo adalah dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dan telah sejalan dengan 6
amanat konstitusi dan tidak bertentangan dengan UndangUndang Dasar Tahun 1945. 2. Terhadap dalil Para Pemohon yang menyatakan banyak biaya negara yang dikeluarkan untuk menangani barang bukti kayu temuan dan sita tersebut, baik berupa penyimpanan, pengamanan, dan pemusnahan di mana di ayat tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih besar dan mendesak berupa pembangunan fasilitas sosial dan pendidikan, Pemerintah memberikan keterangan sebagai berikut. a. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terdapat barang bukti kayu yang berasal dari hutan konservasi sebesar 1.043, 43 m2 yang tersebar di seluruh balai/balai besar konservasi sumber daya dan taman nasional di Indonesia … saya ulangi, yang tersebar di seluruh balai /balai besar konservasi sumber daya alam dan taman nasional di Indonesia. b. Bahwa sampai saat ini keberadaan barang bukti kayu tersebut huruf a tidak dapat dimusnahkan sesuai ketentuan perundangundangan karena tidak terdapat biaya yang cukup untuk kegiatan tersebut. Biaya tersebut meliputi biaya identifikasi, biaya pengangkutan, biaya peralatan, dan pemeliharaan, serta biaya penyimpanan, biaya pengamanan, dan biaya pemusnahan yang dinilainya cukup besar. Namun demikian, kondisi faktual ini tidak meniadakan keberlakuan dari ketentuan Pasal 44 ayat (1) UndangUndang a quo. c. Namun demikian, apabila Mahkamah mengabulkan sesuai keinginan/petitum dalam permohonan Para Pemohon, yaitu memperluas pengecualian terhadap pemanfaatan barang bukti kayu dari hutan konservasi tidak hanya mencakup kepentingan pembuktian dan penelitian tapi juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan sosial dan pendidikan akan berdampak kepada: 1. Terputusnya mata rantai sehingga mengakibatkan terganggunya ekosistem hutan konservasi yang berakibat tidak tercapainya tujuan dan fungsi hutan konservasi. 2. Semakin maraknya pembalakan liar pada hutan konservasi yang menggunakan modus untuk kepentingan sosial dan pendidikan sehingga tujuan atau filosofi dibentuknya undang-undang a quo yaitu untuk menjamin keberadaan hutan secara berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian dan tidak merusak ekosistem sekitarnya tidak dapat dipenuhi. Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketentuan a quo Undang-Undang P3H tidak melanggar hak Para Pemohon dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. IV. Petitum
7
Berdasarkan penjelasan dan argumentasi tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan pengujian (constitutional review) ketentuan a quo Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing). 2. Menolak pengujian Pemohon seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard). 3. Menerima keterangan presiden secara keseluruhan. 4. Menyatakan ketentuan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 28C ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Atas perhatian Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, 12 Oktober 2016, Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly. Terima kasih. 7.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Pak. Silakan duduk. Apakah ada dari meja Hakim yang akan … baik, silakan Yang Mulia berturut-turut Pak Suhartoyo, kemudian Prof. Aswanto, Pak Patrialis. Silakan, Yang Mulia.
8.
HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO Terima kasih, Pak Ketua Yang Mulia. Jadi begini, saya mungkin juga dari Mahkamah ingin penjelasan dari Pihak Pemerintah lebih detail lagi bahwa kalau itu barang bukti di luar kayu, misalnya binatang tadi barangkali memang begitu adanya, jadi diusahakan sedapat mungkin dikembalikan ke habitatnya. Tapi kalau kemudian permohonan Pemohon ini kan, persoalannya terbatas barang bukti yang berupa kayu. Dari beberapa argumentasi yang disampaikan Pihak Pemerintah tadi, saya menangkap bahwa alasan yang sangat urgent dari Pemerintah hanya supaya tidak ... tidak timbulnya organisasi yang dapat menimbulkan kejahatan tindak pidana baru kan, secara garis besarnya kan, itu. Tapi persoalannya kan begini, Pak, Pak Dirjen, ya, dari Dirjen Penegakan Hukum. 8
Persoalannya kan, kalau toh itu dimusnahkan kemudian dikaitkan dengan adanya kecurigaan tentang adanya organisasi ... perbuatanperbuatan yang terorganisir, saya kira di titik mana pun juga kalau kita akan suudzon juga bisa, akan menimbulkan kerawanan-kerawanan itu. Jadi, ketita Bapak atau jaksa penuntut umum dalam hal ini terhadap pada barang bukti yang sudah ada putusan pengadilan yang PHT kemudian mau dieksekusi kalau mau dimusnahkan kalau memang ada persoalan-persoalan kecurigaan di situ, dimusnahkan pun juga bisa menimbulkan persoalan-persoalan baru yang mungkin juga di situ kalau dalam jumlah banyak, misalnya juga bagaimana teknis pemusanahannya? Tidak jarang kita enggak curiga, ini hanya ilustrasi saja. Seperti misalnya, ada barang bukti narkoba misalnya, sabu-sabu atau ... itu kayaknya karungan yang mau dibakar itu. Tapi secara substansi kita enggak mengerti, mungkin sudah diganti tepung atau apa. Kita ini hanya mengilustrasi, Pak ...Pak Dirjen. Demikian juga barang bukti kayu yang akan dimusnahkan kalau memang itu kita firm dengan bahwa barang bukti harus dimusnahkan berdasarkan Pasal 44 ayat (1) itu. Nah, dalam hal ini siapa yang bisa mengontrol? Apa tidak sebaiknya kalau memang esensi daripada barang bukti itu akan dimusnahkan itu sebenarnya perkara sudah putus. Kalau alasannya adalah supaya tidak menimbulkan adanya tindak pidana yang terorganisir sebagai kejahatan baru sebenarnya kan, sekali lagi ini sudah putus, apa salahnya kalau ini memang dibuka kemungkinan untuk secara ketat difilter, memang ini benar-benar untuk kepentingan sosial misalnya. Jadi, kenapa memang kemudian tidak dianalogkan dengan pasal yang memang Pasal 44 ayat (2), ayat (3), cuma ini persoalannya mesti lebih ketat, daripada dimusnahkan lho ini, Pak Dirjen. Saya kira kalau difilter kemudian sangat ketat, sangat rigid gitu saya kira juga lebih bagus daripada membiarkan, dimusnahkan tanpa dikontrol lebih ketat. Saya minta pandangan Pemerintah itu karena secara sumir tadi pembedaannya hanya di situ. Bapak tawarkan Pasal 2, tapi Pasal 2 ini memang enggak ada persoalan Pasal 2 ini, Pasal 1 itu yang jadi persoalan. Mungkin itu pandangan saya, boleh nanti secara tertulis Bapak kalau memang hari ini belum bisa dijelaskan. Mungkin itu, Pak Ketua. Terima kasih. 9.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik, terima kasih, Yang Mulia. Berikutnya, Yang Mulia Prof. Aswanto, saya persilakan.
9
10.
HAKIM ANGGOTA: ASWANTO Terima kasih, Yang Mulia. Yang mewakili Pemerintah saya kira, ya pertama, kita setuju bahwa tentu kita tidak akan memberi ruang kepada siapa saja yang mau melakukan pembalakan liar. Saya kira itu poin yang penting kita sepakat. Dan saya kira Pemohon juga sepakat bahwa kita tidak memberi ruang kepada pembalakan liar, gitu. Persoalannya, kira-kira menurut Pemerintah ini kan, tadi Yang Mulia Pak Suhartoyo sudah menyampaikan bahwa kalau kita membedakan antara hasil hutan konservasi dengan di luar konservasi kalau di luar kayu khusus untuk konservasi, saya kira memang tidak ada persoalan, begitu selesai menjadi barang bukti bisa dikembalikan lagi ke habitatnya, gitu. Tapi untuk kayu, begitu inkracht yang tadi saya tidak tahu yang disampaikan oleh Pemerintah yang jumlah sekian banyak kubik, apakah itu putusannya sudah inkracht atau belum inkracht, kita tidak tahu. Mungkin nanti bisa dibantu berapa banyak, seberapa banyak kayu dari hasil pembalakan liar yang berasal dari hutan konservasi yang sudah inkracht putusannya, berapa yang dimusnahkan dan apakah memang betul dimusnahkan semua, gitu. Lalu kalau ternyata memang tadi alasannya kan biaya untuk memusnahkan juga tidak murah, gitu. Padahal menurut Pemohon, ya, kan ada Pasal 33 itu, “Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mestinya dipergunakan sebesar-besarnya.” Tapi saya kira kita juga bisa memahami argumennya Pemerintah tadi bahwa kalau ternyata barang bukti berupa kayu dari hasil pembalakan liar pada hutan konservasi itu dimanfaatkan, itu bisa me … apa namanya ... menjadi pintu masuk untuk kemudian terulang lagi. Nah, apakah tidak ada upaya misalnya, saya kira apakah tidak ada upaya untuk atau upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mencegah jangan sampai terjadi lagi pembalakan liar di hutan konservasi. Apakah ada riset yang memang menjadi ... apa bisa dijadikan sebagai dasar untuk menarik benang merah bahwa ternyata pembalakan liar itu disebabkan karena pemanfaatan barang bukti. Kalau ada riset mengenai itu, menurut kami sangat penting kami dibantu. Ada riset bahwa ternyata memang dengan memberikan kesempatan untuk memanfaatkan barang bukti dari hasil pembalakan liar di wilayah hutan konservasi itu semakin mengundang banyaknya pembalakan liar. Kalau ada riset itu saya kira menarik untuk kita ... kita ... kami dibantu untuk itu. Kalau tidak, ya, mungkin daripada ditumpuk, ditumpuk begitu, dimakan rayap. Bahkan banyak isu-isu kan yang berkembang di luar biasanya barang bukti itu ditumpuk begitu saja, lalu hilang, gitu, enggak tahu siapa yang ambil, gitu. Dan seberapa lama misalnya kekuatan kayu itu bisa bertahan kalau ditumpuk begitu, gitu. Nah, apakah ini tidak ada celah menurut Pemerintah pada satu sisi kita tutup ruang untuk para calon-calon pembalak liar ini untuk tidak 10
melakukan pembalakan, tapi pada sisi lain, pada sisi lain barang bukti yang memang perkaranya sudah inkracht daripada dibakar mengeluarkan lagi biaya Pemerintah, digunakan saja untuk kepentingan sosial, gitu. Nah, ini yang menurut saya perlu diperketat pengawasan penggunaan untuk kepentingan sosial, jangan-jangan nomenklaturnya atau bungkusnya untuk kepentingan sosial tapi kemudian ujungujungnya tidak ke sana, gitu. Nah, kalau menurut saya mungkin yang perlu diperketat itu bahwa betul-betul barang bukti tadi yang sudah inkracht dan terbukti bahwa itu adalah memang pembalakan liar digunakan untuk kepentingan sosial, itu yang diatur, itu yang ditata supaya jangan lagi muncul tindakan-tindakan penyimpangan di situ. Nah, mungkin ada ... ada konsep-konsep yang bisa ditawarkan oleh Pemerintah. Terima kasih, Yang Mulia. 11.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Yang Mulia Pak Patrialis.
12.
HAKIM ANGGOTA: PATRIALIS AKBAR Ya, terima kasih, Pak Ketua. Jadi gini, Pak Dirjen. Ini Pemerintah dengan Pemohon ini, ini tidak sedang berhadap-hadapan, ya, jadi bukan dalam keadaan berperkara ini. Kenapa? Karena undang-undang ini adalah dirasakan faedah atau mudaratnya oleh semua kita, termasuk juga oleh Pemerintah. Jadi sekali lagi saya ingin menyampaikan bahwa ini tidak sedang berperkara, ya, Pak Dirjen, ya. Saya mengikuti tadi salah satu alasannya adalah kekhawatiran meningkatkan angka pembalakan liar. Pertanyaannya adalah kenapa mesti harus masih ada pembalak liar? Itu kan tandanya tugas yang diberikan oleh negara dalam undang-undang itu kepada Kementerian Kehutanan atau ke institusi manapun berarti kan tidak efektif. Terlepas dari itu, terlepas dari itu, ya. Bahwa ternyata ini barangnya sudah ada, pembalak liarnya dihukum, enggak dibebaskan, dan hasil pembalakan liarnya juga tidak diberikan kepada dia, tapi dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat yang sedang membutuhkan. Emang negara kita ini bisa mengatasi semua masalah, Pak Dirjen? Misalnya ada tsunami, ada kebakaran, ada bencana alam, ada gempa bumi, ya kan, enggak bisa pemerintah daerah langsung otomatis memberi bantuan. Pemerintah pusat ini juga kadang-kadang sering tidur, masyarakat sudah teriak. Nah, sekarang ada keinginan masyarakat yang concern bisa memberikan perhatian. Bukan untuk organisasi itu, tapi untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan itu. Nah, bagaimana agar misalnya hasil hutan yang sudah final itu ya, sudah tidak lagi dijadikan sebagai alat bukti, nanti kita atur. Dari 11
Kementerian Kehutanan mengatur seketat mungkin dan harus ada tim khusus untuk itu, untuk melakukan check and recheck. Jangan-jangan ini dijual ini, kan gitu takutnya. Jadi, orang keenakan mempergunakan hasil hutan pembalakan liar. Yang balak siapa, yang menikmati siapa. Bukan begitu sebetulnya, kan? Kita cek, kapan perlu dari Kementerian Kehutanan, ada satu organisasi yang dibentuk khusus ... apa namanya ... yang membidangi pemanfaatan hasil pembalakan liar itu untuk kepentingan sosial. Nanti kita cek misalnya organisasi mana ini yang datang ini, ya kan? Cek ke tempat. Kapan perlu dari Kementerian Kehutanan langsung mengantarkan. Pakai rompi, menyelamatkan masyarakat itu. Jadi, ini mohon maaf karena tadi alasannya adalah khawatir akan meningkatkan pembalakan liar. Itu persoalan lain. Ini persoalan pemanfaatan, pemanfaatan. Terus terang, Pak Dirjen, pengalaman saya ini ya, waktu saya menjadi Menteri Hukum dan HAM itu, saya menyaksikan betul bagaimana hasil rampasan kayu itu yang ada di rumah penyimpanan barang sitaan negara itu, Masya Allah, enggak bisa dimanfaatkan. Itu sudah dimakan rayap. Dari Kementeriannya juga sudah enggak ambil. Yang bertanggung jawab sudah enggak jelas, tempatnya sudah penuh. Kan begitu? Faktanya memang begitu, saya menyaksikan betul. Wah, saya juga sempat berpikir waktu itu, wah, ini bagaimana. Masa negara membiarkan. Ini namanya ingkar nikmat juga kita, Pak Dirjen. Hutan yang bagus, hasilnya bagus, terus kita bakar. Ya Allah, bagaimana itu hati nurani kita. Jadi, sekali lagi, meskipun Pak Dirjen mewakili pemerintah, bukan berarti pemerintahnya akan marah sama Pak Dirjen. Kalau memang ini dari segi pemanfaatannya sangat penting buat masyarakat kita. Ya, Pak Dirjen ya? Ya, terima kasih, Pak. 13.
HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS Saya melanjutkan apa yang disampaikan Yang Mulia Pak Patrialis. Bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 mengamanatkan untuk dibentuknya lembaga pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. Tugas daripada lembaga itu salah satunya adalah memberi izin penggunaan terhadap barang bukti kayu temuan hasil operasi pemberantasan perusakan hutan yang berasal dari luar kawasan hutan untuk (suara tidak terdengar jelas) sosial. Nah, apakah lembaga ini sudah ada? Karena menurut undangundang ini kan dua tahun kalau tidak salah, harus terbentuk. Nah, apakah lembaga yang tadi diperintahkan oleh undang-undang, yang harus diatur dan peraturan Presiden sudah ada? Karena tadi belum disinggung, dilaporkan oleh Pak Dirjen. Mungkin kalau hari ini tidak perlu
12
tertulis, mungkin sepengetahuan Pak Dirjen pun tahu ini bahwa sudah ada lembaga ini saya kira. Terima kasih, Pak. 14.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Yang Mulia. Pemerintah gilirannya sekarang. Yang bisa direspons secara lisan silakan, yang perlu penjelasan secara lengkap tertulis, nanti bisa disusulkan. Silakan, Pak Dirjen.
15.
PEMERINTAH: RASIO RIDHO SANI Yang Mulia Ketua dan Yang Mulia Bapak Wahiduddin Adams, mungkin saya akan merespons berkaitan dengan lembaga LP3H. Ya, sejauh ini, sampai hari ini memang belum terbentuk. Kami sudah menyiapkan konsepnya, tapi memang belum terbentuk. Untuk yang lainlain, mungkin kami akan sampaikan secara tertulis. Terima kasih, Yang Mulia Ketua.
16.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Pak Dirjen. Sebelum saya akhiri agenda siang hari ini sudah selesai. Saya tanya ke Pemohon, apakah masih mengajukan Ahli atau tidak? Bagaimana? Silakan.
17.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Terima kasih, Yang Mulia. Rencananya memang kami akan mengajukan Ahli. Namun, mohon waktu sedikit Pemohon Prinsipal akan menyampaikan sesuatu pada Yang Mulia.
18.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Apa yang akan disampaikan?
19.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Silakan, Pak.
20.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi forumnya tidak ... tidak ini, kita hanya mendengarkan keterangan Pemerintah, keterangan DPR, ya?
13
21.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Baik, Yang Mulia.
22.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Jadi, apa yang disampaikan oleh Pemerintah, tidak perlu direspons. Nanti direspons pada waktu seluruh hasil rangkaian persidangan selesai, dibuat dalam kesimpulan. Ya? Apa mengajukan ahli atau saksi?
23.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Terima kasih, Yang Mulia. Barusan kami bicara sedikit dengan Pemohon Prinsipal, dan nampaknya kami tidak mengajukan ahli, Yang Mulia.
24.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Oh, baik.
25.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Jadi, dipersilakan … kami persilakan sepenuhnya menyerahkan kepada kebijakan Yang Mulia.
26.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya.
27.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Terima kasih.
28.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, baik. Kalau begitu, tidak perlu ada persidangan lebih lanjut. Silakan kalau anu … ya.
29.
PEMOHON: IMAN B. PRASODJO Ya. Karena tidak mengajukan ahli, untuk catatan saja. Bu Ully Sigar harusnya datang, tapi karena ada demo di Thamrin, jadi enggak bisa hadir. Dia sebetulnya ingin sekali mempresentasikan tentang apa yang terjadi di lapangan, Bu Ully. Tapi pada saat yang sama, walaupun 14
tadi Pak Yang Mulia sudah mengatakan ini bukan tempatnya untuk ber … apa namanya (…) 30.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Berdebat.
31.
PEMOHON: IMAN B. PRASODJO Berdebat.
32.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Jadi, bukan konflik, kita mencari kebenaran aturan yang benar itu bagaimana, ya?
33.
PEMOHON: IMAN B. PRASODJO Betul, betul. Nah, oleh karena itu karena kami baru saja putuskan tidak perlu ada … untuk mempersingkat sidang dan kami melihat respons Para Hakim, maka kami hanya ingin menambahkan, Pak. Saya sejak tahun 1999 sangat bergulat intensif dengan korbankorban. Nah, berkali-kali kami berupaya untuk memanfaatkan kemubaziran. Nah, oleh karena itu, memberanikan diri. Kita tahu bahwa barang sitaan ini setelah tadi dikemukakan sudah menjadi barang bukti, kemudian sudah … apa … penelitian juga tidak dilakukan, kemudian mangkrak. Alternatifnya itu dua, mangkrak karena dia tidak punya biaya. Tadi juga diakui oleh Pemerintah. Tapi juga ada kecurigaan kemungkinan hilang. Nah, kami yang ingin memanfaatkan secara legal, itu sudah otomatis terblokir karena kita tidak ingin. Tapi kalau seandainya toh masih ada yang mencuri, paling tidak kami bisa kompetisi dulu-duluan mana? Antara untuk kebutuhan yang baik dengan kebutuhan yang buruk. Tapi dengan adanya undang-undang ini, kami sudah tidak mungkin berkompetisi dengan pencuri sekalipun kalau seandainya ada. Nah, oleh karena itu, tidak perlu ada … apa … ahli untuk menjelaskan ini. Saya mempercayakan sepenuhnya kepada Yang Mulia untuk … apa … menilai argumentasi ini. Dan saya yakin teman-teman atau dari Pemerintah pun sebetulnya tahu tentang masalah ini. Karena mungkin kewajiban untuk menyanggah saja, sehingga mereka harus menyanggah sesuai dengan argumen yang lain. Tapi saya yakin ada logika-logika yang pro terhadap rakyat di tengah situasi bencana yang begini banyak. Saya serahkan kepada Yang Mulia untuk memutuskan. Mudah-mudahan semua niat baik ini betul-betul menjadi catatan sejarah
15
bahwa lembaga negara ini juga komit untuk ikut membantu situasi yang sedang tidak normal di Indonesia ini. Terima kasih. 34.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Terima kasih, Pak Prinsipal. Baik. Jadi, yang pertama, keterangan tertulis segera disampaikan karena tidak ada persidangan lagi, ya. Jadi, bisa singkat dalam waktu mungkin … Pemerintah akan mengajukan ahli?
35.
PEMERINTAH: YUNAN HILMI Pemerintah tidak mengajukan ahli, Yang Mulia.
36.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Ya, kita juga sudah melihat Pemerintah kelihatannya juga tidak. Jadi, keterangan tertulis tambahannya segera disampaikan kepada Mahkamah untuk bisa menjadi pertimbangan. Kemudian yang berikutnya, tadi kalau ada presentasi, itu bisa disusulkan, ya. Tidak sekarang, tapi tertulis atau bahan apa pun, dokumentasi apa pun bisa ditambahkan, ya.
37.
KUASA HUKUM PEMOHON: MAHESWARA PRABANDONO Baik, baik, Yang Mulia. Terima kasih.
38.
KETUA: ARIEF HIDAYAT Baik. Jadi karena tidak ada perkembangan apa pun, kesimpulannya setelah mendapat penjelasan dari Pemerintah pun, Pemohon harus me … anu … memberi kesimpulan, ya, kesimpulannya. Tapi anu lho … pendapat hakim belum tentu bisa ditebak lho ini, jangan menebak enggak mengajukan ahli. Kira-kira tren-nya ke mana, jangan ditebak dulu, bisa keliru juga. Penyerahan kesimpulan dari Pemohon maupun Pemerintah dan keterangan tambahan atau dokumen tambahan dari Prinsipal bisa diserahkan paling lambat tujuh hari, ya, Jumat, 21 Oktober 2016, pada pukul 10.00 WIB, tidak ada persidangan lagi, langsung di Kepaniteraan, ya. Silakan dari Pemohon Prinsipal kalau menambahkan dokumendokumen apa pun bisa kita terima, ya. Baik. Saya ulangi, paling lambat Jumat, 21 Oktober 2016, pada pukul 10.00 WIB. Baik.
16
Terima kasih. Ada lagi yang akan dikemukakan? Cukup, ya? Cukup. Dari Pemerintah, cukup? Terima kasih. Sidang selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 14.44 WIB Jakarta, 12 Oktober 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d. Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
17