PENGARUH MEDIA FILM DOKUMENTER TERHADAP KEMAMPUAN BERCERITA SISWA KELAS VII SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 10 TANJUNGPINANG TAHUNPELAJARAN 2015/2016
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
GUNTUR ELWANDA NIM 120388201201
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016
ABSTRAK Guntur Elwanda. 2016. “Pengaruh Media Film Dokumenter Terhadap Kemampuan Bercerita Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang Tahun Pelajaran 2015/2016.” Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Pembimbing 1 : Dra. Hj. Isnaini Leo Shanty, M.Pd., Pembimbing 2 : Harry Andheska,M.Pd. Kata Kunci : Media Film Dokumenter dan Kemampuan Bercerita Judul yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Media Film Dokumenter Terhadap Kemampuan Bercerita Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang Tahun Pelajaran 2015/2016.”. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui adakah pengaruh media film documenter terhadap kemampuan bercerita siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang Tahun Pelajaran 2015/2016. Untuk Mencapai tujuan tersebut digunakan metode eksperimen dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah one-group pretest-posttest design, artinya rancangan penelitian ini dilihat dari hasil pretest (01) sebelum diberi perlakuan dan dibandingkan dengan hasil posttest (02) setelah diberi perlakuan dengan menggunakan media pembelajaran terhadap kemampuan bercerita siswa. Hasil pengujian hipotesis memperoleh temuan ada perbedaan kemampuan bercerita antara siswa yang dilatih dengan media film dokumenter (setelah perlakuan) dengan siswa yang kemampuan bercerita tidak diberi perlakuan dengan media film dokumenter, ternyata dengan d.b sebesar 38 itu diperoleh besarnya “t” dalam hitungan nilai tt, (Tt5% = 2,024 dan tt1% = 2,711), sedangkan (t0 = 66,19) maka dapat diketahui bahwa t0 adalah lebih besar daripada tt; yaitu : 2,024 < 66,19 > 2,711. Karena t0 lebih besar dari tt, hipotesis nol yang diajukan dimuka ditolak. Hal ini berarti bahwa adanya pengaruh media film dokumenter terhadap kemampuan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 10 Tanjungpinang. Kesimpulan yang dapat ditarik ialah, berdasarkan hasil uji tersebut di atas, secara meyakinkan dapat dikatakan media film dokumenter telah menunjukkan pengaruh yang nyata, artinya dapat diandalkan sebagai media yang baik untuk mengajarkan bidang studi bahasa Indonesia pada kemampuan bercerita tingkan Sekolah Menengah Pertama.
ABSTRACT Guntur Elwanda. 2016. "Effects of Media Documentary Storytelling Ability Of Seventh Grade Students of Junior High School 10 Tanjungpinang in the school year 2015/2016." Thesis. Education Department of Language and Literature Indonesia. The Faculty of Education, University Maritime Raja Ali Haji. Supervisor 1: Dra. Hj. Isnaini Leo Shanty, M.Pd., Supervisor 2: Harry Andheska, M.Pd. Keywords:
Media
Documentary
Film
and
Storytelling
Ability
The title proposed in this study is "Effect of Media Documentary Storytelling Ability Of Seventh Grade Students of Junior High School 10 Tanjungpinang in the school year 2015/2016.". This study aimed to determine the influence of the media is there a documentary film on the ability to tell students of class VII Junior High School 10 Tanjungpinang in the Academic Year 2015/2016. Achieving these objectives to use an experimental method with quantitative research approach. The design used in this study is a one-group pretest-posttest design, meaning that the study design is seen from the results of the pretest (01) before being treated and compared with the results of posttest (02) after being treated with the use of learning media to the ability to tell the students. Hypothesis testing results obtained findings there are differences in ability to tell between students who are trained by media documentary (after treatment) with the students ability to tell not treated with media documentaries, apparently with db by 38 was obtained by the magnitude of the "t" in a matter of value tt, (TT5 and TT1% = 2.024% = 2.711), whereas (t0 = 66.19) it can be seen that t0 is greater than tt; namely: 2,024 <66.19> 2.711. Because t0 is greater than tt, the null hypothesis is proposed upfront rejected. This means that the influence of the media on the ability of documentary storytelling class VII SMP Negeri 10 Tanjungpinang. The conclusion that can be drawn is that, based on test results mentioned above, it can be said conclusively media has documentary shows the real effect, meaning it can be relied upon as a good medium to teach the subject areas on the Indonesian storytelling ability tingkan Junior High School.
1.1
Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa meliputi keterampilan berbahasa lisan, keterampilan
berbahasa tulis, keterampilan berbahasa dalam menyimak, dan keterampilan berbahasa dalam membaca. Keterampilan berbahasa bisa dimiliki apabila selalu berlatih menggunakan bahasa. Juga, dalam bahasa lisan, keterampilan berbahasa lisan juga bisa dimiliki apabila selalu berlatih menggunakan secara lisan. Berlatih menggunakan bahasa
secara lisan (Berbicara) maksudnya adalah berlatih
mengorganisir ide, pikiran atau perasaaan secara baik dan sistematis yang disampaikan secara lisan, apabila, kita tidak pernah berlatih mengorganisir kata-kata secara lisan maka keterampilan berbahasa lisan tidak kita miliki (Zainudin, 1992:127). Pada tingkatan bercerita terdapat berbagai masalah yang terjadi, terutama adalah yang berkaitan dengan kebiasaaan-kebiasaan bercerita tertentu. Mampu berbicara tidak berarti secara otomatis terampil bercerita, tetapi bercerita tidak mungkin tercapai tanpa memiliki kemampuan berbicara. Pentingnya berbicara terlihat dari aktivitas seseorang dalam kesehariannya. Tanpa berbicara kita tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Hampir setiap saat kita melakukan kegiatan berbicara, baik itu terhadap orang lain, kelompok, ataupun dengan tujuan tertentu. Oleh karena pentingnya berbicara sebagai salah satu aspek dalam berbahasa, maka keterampilan berbicara diajarkan di sekolah-sekolah. Hal itu dapat dilihat dari silabus Kelas VII,
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006, dengan standar kompetensi mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita. Bercerita merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang baik mengungkapkan pendapat, pikiran, gagasan, dan perasaan yang pernah dialami. Keterampilan bercerita bagi siswa merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting untuk dikuasai. Dalam pembelajaran di sekolah umumnya guru jarang menggunakan media saat proses pembelajaran. Hal itu peneliti amati saat proses Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang. Guru hanya berceramah dan melakukan kegiatan Tanya jawab kepada siswa saat memberikan materi pembelajaran. Kegiatan ini cenderung hanya terfokus pada beberapa siswa saja, sementara siswa lainnya hanya mendengarkan dan sibuk dengan hal lainnya. Hal itulah yang menyebabkan siswa terkadang tidak tertarik dengan materi pelajaran yang diberikan. Di sinilah pentingnya peranan media pembelajaran untuk meningkatkan minat belajar siswa terutama dalam bercerita. Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Hamalik (1986) mengemukakan bahwa pemakaian
media
pembelajaran
dalam
proses
belajar
mengajar
dapat
membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-penaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pembelajaran pada saat itu. Oleh karena itu, penggunaan media film dokumenter diharapkan mampu meningkatkan minat dan
motivasi siswa dalam kegiatan
pembelajaran bercerita. Karena dengan menggunakan media film (audio visual) siswa dapat melihat dan mendengar secara langsung apa yang diceritakan dalam film tersebut. Kefektifan penggunaan media film juga memudahkan siswa untuk mengingat kejadian-kejadian yang terdapat dalam film, mengingat dalam penyajian cerita siswa dapat mengamati, menyimak secara langsung jalan cerita film tersebut. Adanya gambar dalam film yang bergerak umumnya mampu menarik perhatian siswa. Karena itu film dokumenter dapat digunakan sebagai media pengajaran dan mempunyai nilai-nilai pendidikan bagi siswa sehingga pada akhirnya menciptakan proses belajar yang efektif dan tercapainya tujuan pembelajaran. Selain itu, gambar dalam film juga membantu siswa memperoleh kecakapan, sikap, pemahaman, dan pengalaman. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti “Pengaruh Media Film Dokumenter terhadap Kemampuan Bercerita Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang, Tahun Pelajaraan 2015/2016.”
1.2
Pembeberan Masalah Adapun masalah-masalah yang tertuang di latar belakang masalah dapat
dibeberkan secara jelas dalam pembeberan masalah ini. 1. Lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk mengingat kejadian masa lalu. 2. Rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak pada hasil belajar peserta didik yang masih sangat memprihatinkan. 3. Guru tidak menggunakan media pembelajaran untuk mendukung keberhasilan dalam kegiatan belajar. 4. Belum pernah menggunakan media film dalam proses pembelajaran
1.3
Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian dari masalah-masalah yang dibeberkan, peneliti
menitikberatkan masalah yang akan dikaji, yakni tentang “Pengaruh Media Film Dokumenter terhadap Kemampuan Bercerita Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang, Tahun Pelajaraan 2015/2016.” 1.4
Perumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang dan uraian pembeberan masalah di atas, maka
dapat ditarik beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hasil kemampuan bercerita siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang sebelum diterapkan Media Film Dokumenter? 2. Bagaimanakah hasil kemampuan bercerita siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang setelah diterapkan menggunakan media film dokumenter? 3. Adakah pengaruh penerapan media film dokumenter terhadap kemampuan bercerita siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang?
1.5
Tujuan Penelitian Berkaitan dengan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian
ini untuk: 1. Untuk menganalisis hasil kemampuan bercerita siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang sebelum menggunakan media film dokumenter. 2. Untuk menganalisis hasil kemampuan bercerita siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang sesudah diterapkan media film dokumenter. 3. Untuk menganalisis pengaruh media film dokumenter terhadap kemampuan becerita siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang.
1.6
Manfaat Penelitian
1.6.1
Teoritik Secara teoretis penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan ilmu
pendidikan, terutama mengenai keterampilan berbicara dengan menggunakan metode atau media pengajaran yang sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa, akhirnya mengarah kepada tercapainya kualitas pendidikan.
1.6.2
Praktik
1. Manfaat bagi siswa Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal dalam bercerita.
2. Manfaat bagi guru Dengan dilaksanakannya penelitian ini, guru secara bertahap dapat memahami media pembelajaran yang diterapkan pembelajaran sehingga permasalahan yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran dapat teratasi. Selain itu, dengan dilaksanakan penelitian ini, masalah yang dihadapi yang tentunya akan sangat membantu bagi perbaikan pembelajaran serta profesionalisme guru yang bersangkutan. 3. Manfaat bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan yang bermanfaat bagi sekolah, terutama dalam rangka perbaikan pembelajaran sehingga meningkatkan mutu pendidikan.
1.7
Definisi istilah
1.
Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
2.
Film Dokumenter merupakan alat pembelajaran yang bersisi tentang film yang mendokumentasikan tentang kenyataan atau fakta.
3.
Kemampuan bercerita adalah skor hasil pretes dan postes kemampuan bercerita siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang dengan menggunakan media pembelajaran film dokumenter berdasarkan tes buatan guru yang digunakan oleh peneliti.
4.
Siswa adalah peserta didik di Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 tanjungpinang yang mengikuti pembelajaran kemampuan bercerita, yakni siswa kelas VII.
2.1
Kerangka Teoritik
2.1.1
Hakikat Keterampilan Berbicara
2.1.1.1 Pengertian Keterampilan Berbicara Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau katakata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan, 2008:16). Keterampilan berbicara merupakan salah satu aspek berbahasa yang paling penting. Berbicara mempunyai tujuan utama yaitu untuk komunikasi agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, seyogianyalah sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Berbicara pada dasarnya kemampuan seseorang untuk mengeluarkan ide, gagasan, ataupun pikirannya kepada orang lain melalui media bahasa lisan (Abidin, 2012:125), bedasarkan penegertian ini berbicara tidak hanya sekadar menyampaikan pesan tetapi proses melahirkan pesan itu sendiri. Sedangkan menurut Luoma (2009:105) menyatakan “bahwa pembelajaran berbicara hendaknya dilakukan dengan orientasi terhadap perkembangan kemampuan individu”. (Abidin, 2009:136). Beberapa bentuk atau ragam aktifitas berbicara antara lain berpidato, ceramah, bermain drama, baik dialog maupun monolog, orasi ilmiah, bermain peran professional, dll. ACTFL (1986) mengimplikasikan bahwa situasi berbicara harus diurutkan berdasarkan tingkat performa dalam fungsi bahasa, materi bahasa dan level akurasi
(Ghazali, 2010:264). Sedangkan menurut Richards (1990) bahwa situasi permainan peran dan simulasi perlu diberi peran utama di dalam kurikulum untuk memastikan agar pembelajar dapat mengembangkan berbagai macam strategi percakapan seperti berbicara secara bergantian, mengendalikan topik, memperbaiki apa yang sudah diucapkan sebelumnya, melakukan rutin-rutin verbal, meningkatkan kelancaran berbicara secara gaya dalam berbicara (Ghazali, 2010:277) Berbicara
berarti
mengungkapkan
pikiran
secara
lisan.
Dengan
mengungkapkan apa yang dipikirkan, seseorang dapat membuat orang lain yang diajak bicara mengerti apa yang ada dalam pikirannya (Djiwandono, 2008:118). Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu mempunyai maksud dan tujuan. Tujuan utama dari berbicara sebagai cara komunikasi (Tarigan, 2008:17) Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu: 1. Memberitahukan dan melaporkan (to inform); 2. Menjamu dan menghibur (to entertain); 3. Membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade). Maka dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, perasaan, dan ide dengan diungkapkan secara lisan. Tujuan utama berbicara yaitu untuk komunikasi, berbicara juga harus diberi peran utama dalam kurikulum, berbagai macam strategi percakapan seperti berbicara secara bergantian, mengendalikan topik, memperbaiki apa yang sudah diucapkan
sebelumnya, melakukan rutin-rutin verbal, meningkatkan kelancaran berbicara secara gaya dalam berbicara. 2.1.1.2 Pengertian Bercerita Bercerita adalah aktivitas menyampaikan peristiwa atau kejadian secara lisan dengan pilihan kata dan ekspresi yang tepat yang sering digunakan oleh guru atau pendidikan dan salah satu keterampilan berbicara untuk memberikan informasi kepada orang lain dengan cara menyampaikan macam ungkapan, berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat dan dibaca. Sedangkan pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012: 263), bercerita adalah menuturkan cerita. Bercerita merupakan kegiatan berbicara yang sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Bercerita juga dapat digunakan dalam bidang bisnis dan juga bidang lainnya, teknik bercerita bekerja dengan baik untuk: 1. Menarik perhatian 2. Menyampaikan pesan yang akan selalu diingat 3. Membangun hubungan 4. Membangun kredibilitas 5. Menjadikan sebuah tim lebih kuat. Menurut David Vickery dalam www.presentation-magazine.com, cerita mempermudah dan memperjelas poin yang sedang anda sampaikan. Tidak peduli
seberapa kompleks topik anda, cerita akan mampu menyederhanakannya dan mengungkapkan hal yang penting. Cerita menghidupkan apa yang anda sampaikan, cerita juga membuat anda terikat dengan audiens, sebagian karena cerita biasanya melibatkan emosi. Cerita akan mengubah pendengar anda dari pengamat pasif menjadi partisipan aktif. (Pratyahara, 2011:83) 3.1
Populasi dan Sampel
3.1.1
Populasi Menurut Palte (1978:12) Populasi adalah jumlah keseluruhan unit yang akan
diselidiki karakteristik atau ciri-cirinya. Populasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu populasi sampling dan populasi sasaran (Kinayati, 2010:93). Berdasarkan pendapat tersebut, maka populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang Tahun Pelajaran 2015/2016. Sedangkan rata-rata jumlah peserta didik di setiap kelas adalah 38 orang. Berikut rincian populasi penelitian. Tabel 1 Populasi Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjunpinang No.
Kelas
1. 2. 3. 4. 5. 6.
VII.A VII.B VII.C VII.D VII.E VII.F
Jumlah Siswa Laki- laki Perempuan 19 19 20 18 17 20 22 15 20 18 18 20
Total Siswa 38 38 37 37 38 38
116
Jumlah Siswa
3.1.2
110
226
Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono 2009:81). Teknik penentuan sampel yang akan digunakan paada penelitian ini adalah Purposive Sampling. Menurut Endang (2012:94), Purposive Sampling digunakan apabila populasi sassaran memiliki karakteristik spesifik sehingga hanya orang-orang yang memenuhi sayarat spesifik tersebut yang dapat menjadi sampel penelitian. Berdasarkan teori tersebut, maka sampel penilitian ini adalah siswa kelas VII.A SMP Negeri 10 Tanjungpinang. Penentuan sampel tersebut tentunya didasari oleh pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut. 1. Berdasarkan
pengalaman
mengajar
peneliti
selama
melakukan
praktik
pengalaman lapangan di SMP Negeri 10 Tanjungpinang, rata-rata siswa kelas X.A SMP Negeri 10 Tanjungpinang memang tergolong masih kurang berani untuk berbicara di depan kelas. 2. Mengingat keefektifan waktu, tenaga dan biaya yang ada sehingga peneliti mengambil satu kelas sebagai sampel penelitian. 3. Rekomendasi guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 10 Tanjungpinang untuk mengambil satu kelas sebagai sampel penelitian. Hal ini didasari mengingat waktu penelitian.
4.1 Data Penelitian 4.1.1 Hasil Deskripsi Data Penelitian Penyajian data dalam penelitian ini berbentuk data yang telah diberi nilai dengan tahap-tahapan yang telah ditentukan. Data yang telah didapatkan dimasukkan kedalam tabel berdasarkan aspek dalam penelitian eksperimen one group design. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas VII.A Sekolah Menengah Pertama Negeri 10 Tanjungpinang. Adapun penelitian dengan judul pengaruh media film documenter terhadap kemampuan bercerita siswa kelas VII
SMP Negeri 10
Tanjungpinang tahun ajaran 2015/2016. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama dua minggu , dua pertemuan pada minggu pertama dilaksanakan pre-test pada kelas VII.A. Sedangkan pada dua pertemuan minggu kedua dilaksanakan post-test pada kelas VII.A. Penelitian ini menggunakan media film dokumenter terhadap kemampuan bercerita siswa kelas VII.A. Sebelum mengadakan penelitian, peneliti telah menyiapkan materi pokok pembahasan dalan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Penelitian juga menyiapkan instrumen penelitian dalam bentuk tes lisan dengan menggunakan pengeras suara dan alat rekam dengan menggunakan handphone agar mendapatkan data yang valid. 4.1.2 Deskripsi Data Tes Peneliti memberikan tes lisan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada seluruh siswa kelas VII.A untuk melihat seberapa jauh perbedaan antara hasil pretest dan posttest . Guna tes dalam penelitian ini untuk melihat adakah pengaruh media
film dokumenter terhadap kemampuan bercerita siswa. Hasil pre-test dan post-test dirincikan pada dalam tabel berikut: 1. Pretest Nilai kemampuan bercerita siswa sebelum menggunakan media film dokumenter disebut hasil nilai pretest. Pretest dilakukan untuk mengukur kemampuan bercerita siswa kelas VII.A SMP Negeri 10 Tanjungpinang yang berjumlah 38 orang, terdiri atas terdiri atas 19 laki-laki dan 19 perempuan. Hasil pretest berbicara pada setiap aspek dirincikan pada tebel-tabel berikut ini: TABEL 7 SKOR PRE-TEST BERCERITA SISWA DILIHAT DARI KESESUAIAN ISI POKOK PEMBAHASAN No Skor Nilai Kriteria Jumlah 1 4 90-100 Sangat baik 2 3 72-89 Baik 16 3 2 57-71 Cukup 22 4 1 <56 Kurang Total Siswa 38 Rata-Rata 2,42
Berdasarkan tabel 7, dapat dilihat pada aspek penilaian kesesuaian isi pokok pembicaraan yang memperoleh nilai 3 berjumlah 16 siswa termasuk kriteria baik dan yang memperoleh nilai 2 berjumlah 22 siswa termasuk kriteria cukup. Berdasarkan rincian nilai tersebut, pada aspek ini didapatkan nilai rata-rata 2,42.
TABEL 8 SKOR PRE-TEST BERCERITA SISWA DARI KESESUAIAN SUSUNAN PEMBAHASAN No Skor Nilai Kriteria Jumlah 1 4 90-100 Sangat baik 2 3 72-89 Baik 18 3 2 57-71 Cukup 20 4 1 <56 Kurang Total Siswa 38 Rata-Rata 2,47
Berdasarkan tabel 8, dapat dilihat pada aspek penilaian kesesuaian susunan pembahasan yang memperoleh nilai 3 berjumlah 18 siswa termasuk kriteria baik dan yang memperoleh nilai 2 berjumlah 20 siswa termasuk kriteria cukup. Berdasarkan rincian nilai tersebut, pada aspek ini didapatkan nilai rata-rata 2,47. Hasil kemampuan bercerita siswa sebelum menggunakan media film dokumenter disebut hasil nilai pre-test. Pengumpulan data pre-test pada penelitian ini menggunakan tes lisan. Ada empat aspek penilaian dalam penelitian ini yaitu (1) isi dalam menyampaikan materi cerita skor maksimal 4, (2) Susunan penuturan berhubungan dengan penataan pembicaraan atau uraian tentang sesuatu yang sedang dibahas skor maksimal 4, (3) Bahasa merupakan suatu alat untuk menyampaikan pesan kepada orang lain Skor Maksimal 4, (4) Pelafalan bunyi pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat skor maksimal 4. Menurut Dominick “ Film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna”. Dan media film dapat sebagai perantara atau alat bantu
dalam proses pembelajaran yang dapat mengantar informasi antara sumber dan penerima dalam bentuk gambar bergerak (film). Selain itu Film dan video dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika mereka membaca, berdiskusi, berpraktik. Film dan video dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulangulang jika dipandang perlu. Di samping mendorong dan meningkatkan motivasi, film dan video menanamkan sifat dan segi-segi efektif lainnya. Mengandung nilai-nilai positif dapat mengundang pemikiran dalam pembahasan kelompok siswa. Film dapat menyajikan peristiwa yang berbahaya bila dilihat secara langsung seperti lahar gunung berapi dan binatang buas. Film dan video dapat ditunjukkan kepada kelompok besar atau kelompok kecil, kelompok yang heterogen maupun perorangan. Dalam hal ini terbukti pada tahap pre-test, hasil penilaian berbicara siswa masih tergolong rendah, nilai rata-rata yang diperoleh siswa yaitu 59,28 sedangkan pada post-test mengalami peningkatan dengan memperoleh rata-rata 77.50.
5.1.1
Rekapitulasi Nilai Pre-test Sebelum Menggunakan Media Film Dokumenter Berdasarkan hasil pre-test yang telah dilakukan, terdapat 3 siswa yang mampu
mencapai nilai KKM. Sedangkan 35 siswa tidak mencapai nilai KKM. Hasil pretest keseluruhan siswa hanya mencapai rata-rata 59,28. Dari hasil pre-test tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa belum mampu sepenuhnya mampu bercerita. Berdasarkan rekapitulasi hasil pre-test kemahiran bercerita dapat diperoleh data sebagai berikut :
1. Isi Menurut Galloway bahwa pencerita perlu memerhatikan konteks tempat komunikasi itu terjadi, memerhatikan isi atau kisaran dari topik yang dibahas selama percakapan, yaitu apakah yang dibicarakan adalah hal-hal yang ada di sekitar mereka saat itu, pengalaman pribadi, fakta-fakta tertentu, hal-hal yang konkret, masalahmasalah yang rumit dan sulit dipahami, atau topik-topik abstrak yang terjadi pada waktu dan tempat yang sangat jauh.(Ghazali 2010: 253). Dalam pembicaraan merupakan bagian yang lebih penting. Tanpa isi yang diidentifikasi secara jelas, sesuai topik, dan pesan yang ingin disampaikan melalui kegiatan berbicara tidak akan tersampaikan secara jelas pula, dalam aspek isi dari berbicara terdiri dari kerincian dan kejelasan dalam menyampaikan isi dari pembicaraan. Berdasarkan tabel 7, pada aspek isi terdapat 16 siswa yang mampu memperoleh nilai 3 yang termasuk kategori baik. Pada aspek ini, isi pembicaraan siswa sesuai dengan topik pembicaraan. Berikut cuplikan pembicaraan siswa yang memperoleh nilai 3: Cuplikan teks berbicara siswa, isi sesuai topik dan rincian cukup (pre-test) Assalamualaikum warah matullahi wabarakatu. Saya akan bercerita tentang Cinderella, Cinderella adalah seorang ana’ gadis yang cantik dan baik dan ia saat ini tinggal bersama ibu tiri dan kedua kakak tirinya…. Sekian dari saya terima kasih. Assalamualaikum warah matullahi wabarakatu. Pada aspek isi cerita siswa sudah sesuai dengan topik pembahasan dan sedikit mengalami kesalahan pada ana’ (seharusnya Anak). Dalam tahap ini menunjukkan aspek susunan kategori isi sesuai topik,rincian isi cukup.
6.2
Saran
Dalam penelitian ini 1. Untuk siswa kemampuan bercerita yang sudah membaik, harus dipertahankan dan dikembangkan lagi. 2. Untuk guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, disarankan untk dapat menggunakan strategi dalam pembelajaran yang bervariasi dalam proses pembelajaran kemampuan bercerita siswa. Bisa juga menggunakan dalam pembelajaran kemampuan bercerita dengan media film dokumenter. Dengan media ini siswa mengali pengetahuannya dengan pengamatan yang lebih luas lagi. 3. Untuk peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang sama dengan media film dokumenter hendaknya mengkaji lebih mendalam lagi. Pengaruh media film dokumenter ini bisa dikembangkan lagi, seperti PTK, perbandingan, menggunakan media film dan metode-metode lainnya, baik digunakan untuk pembelajaran menulis, berbicara dan pembelajaran lainnya sesuai dengan kebutuhan siswa yang akan menjadi objek penelitian.
Daftar Pustaka
Ardianto, Elvinaro, dkk. 2009. Komunikasi Massa Suatu Pengantar Edisi Revisi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media Abidi, Yunus, 2012. Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama Arifin, E. Zaenal dan S. Amran, Tasai, 2009. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo Arsyad, Azhar, 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Kharisma Putra Utama Offset Djiwandono, Soenardi, 2008. Tes Bahasa Pegangan Bagi Pengajar Bahasa. Jakarta: Macanan Jaya Cemerlang Djojosuroto, Kinayati dan M.L.A Sumaryati. 2010. Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Bahasa dan Sastra. Bandung: Nuansa Fathurrohman, Pupuh dan M. Sobri Sutikno. 2010. Startegi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama Ghazali, Syukur. 2010. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Dengan Pendekatan Komunikatif Interaktif. Bandung: Refika Aditama Mulyatiningsih, Endang. 2012. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan. Bandung: Alfabeta Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pelajar. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat Tahun 2012 Lestari, Fitri. 2013. Kemahiran Berbicara Dengan Teknik Bercerita Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Tanjungpinang. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Maritim Raja Ali Haji Parial, Risal. 2014. Kemampuan Bercerita Dongeng Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama Negeri 9 Tnjungpinang Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Maritim Raja Ali Haji Pratyahara, A.Dayu. 2011. Fearless Public Speaking Berpidato dan Berpresentasi Tanpa Rasa Takut. Yogyakarta: New Diglossia Sugiyono,2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Suharsaputra, Uhar, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Tindakan. Bandung: Refika Aditama Suprapto,
Jakarta,
Metodologi
Penelitian Ilmu Pendidikan dan Ilmu-ilmu
Pengetahuan Sosial Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Dilengkapi dengan Teknik/ Pengolahan data dan Tabel Statistik. Bogor: CAPS (Center for Academic Publishing Service). Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung Trianto, 2011, Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas [Classroom Action Research] Teori dan Prakti. Jakarta: Prestasi Pustakaraya
Triswanto, Sugeng D, 2010. Trik Menulis Skripsi dan Menghadapi Presentasi Bebas Stres.Yogyakarta: Nyutran MG II Uno, Hamzah B. dan Satria Koni, 2012. Assesment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Suharsaputra, Uhar, 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Tindakan. Bandung: Refika Aditama