LAPORAN PELAKSANAAN PERKULIAHAN SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2015/2016
Nomor Dokumen : ...........................................
LAPORAN PELAKSANAAN PERKULIAHAN Mata Kuliah
: Antropologi Indonesia
Kode Mata Kuliah
: MKK II 3530
sks/semester
: 3 sks / V (lima)
Status / Prasyarat
: Mata Kuliah Wajib / -
Fakultas
: Keguruan dan Ilmu Pendidikan (KIP)
Jurusan
: Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS)
Program Studi
: Pendidikan Sejarah
Dosen Pengampu
: Kian Amboro, S.Pd., M.Pd.
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO JANUARI 2016
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PELAKSANAAN PERKULIAHAN SEMESTER GASAL T.A. 2015/2016
No.
Identitas Mata Kuliah
1.
Mata Kuliah
: Antropologi Indonesia
2.
Kode Mata Kuliah
: MKK II 3530
3.
sks/semester
: 3 sks / V (lima)
4.
Status / Prasyarat
: Mata Kuliah Wajib / -
5.
Fakultas
: Keguruan dan Ilmu Pendidikan (KIP)
6.
Jurusan
: Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS)
7.
Program Studi
: Pendidikan Sejarah
8.
Dosen Pengampu
: Kian Amboro, S.Pd., M.Pd.
Menyetujui, Ka. Prodi Pendidikan Sejarah,
Metro, 13 Januari 2016 Dosen Pengampu Mata Kuliah,
Kuswono, M.Pd. NIDN. 0229118701
Kian Amboro, M.Pd. NIDN. 0219099001
Mengetahui, A.n. Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Metro Wakil Dekan I,
Bobi Hidayat, S.Pd., M.Pd. NIDN. 0219098502
LAPORAN PELAKSANAAN PERKULIAHAN SEMESTER GASAL T.A. 2015/2016 MATA KULIAH ANTROPOLOGI INDONESIA
A. Penyusunan Perencanaan Perkuliahan Antropologi Indonesia Mata kuliah Antropologi Indonesia muncul dengan latar belakang tuntutan dalam capaian pembelajaran program studi yang menyebutkan bahwa setiap lulusan Prodi Pendidikan Sejarah FKIP UM Metro diharapkan mampu “Menguasai konsep dasar Ilmu-Ilmu Sosial sebagai ilmu bantu Sejarah dalam menganalisis dan menulis Sejarah”. Perencanaan yang disusun berorientasi pada pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (Student Centered Learning) dengan memfokuskan pada capaian pembelajaran. Pembelajaran yang berorientasi pada SCL ini tercermin dari kegiatan pembelajaran yang direncanakan dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS), Satuan Acara Pembelajaran (SAP) dengan mengkolaborasikan metode pembelajaran Ekspositori, Discovery Learning, Small Group Discussion, dan Cooperative Learning. Dalam pembelajaran yang direncanakan, mahasiswa diharapkan dapat aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya melalui serangkaian kegiatan penyelesaian tugas-tugas belajar, eksplorasi berbagai sumber belajar, pemanfaatan berbagai media pembelajaran dalam rangka mengkonstruksi pengetahuan dan mengelola pengetahuan tersebut dalam diskusi ilmiah dengan rekan sejawat. Proses pembelajaran juga tidak hanya menekankan capaian pembelajaran dalam penguasaan materi, tetapi juga pengembangan karakter mahasiswa melalui pengintegrasian nilainilai ke-Islaman universal. Sistem penilaian yang direncanakan dalam perkuliahan Antropologi Indonesia, telah mengacu pada standar penilaian pembelajaran sebagaimana yang dikehendaki dalam Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014 pasal 18 ayat 1. Penilaian yang direncanakan berpedoman pada prinsip penilaian yang mencakup prinsip edukatif, otentik, objektif, akuntabel, dan transparan. Model penilaian/asesmen yang disusun menyesuaikan metode pembelajaran yang telah dipilih yang berorientasi pada SCL, yakni Asesmen Kinerja (Authentic Assesment atau Performance Assesment), yaitu asesmen yang terdiri dari tiga aktivitas dasar yaitu, dosen memberikan tugas (termuat dalam Rencana Tugas Mahasiswa/RTM, dan Lembar Kerja Mahasiswa), mahasiswa menunjukkan kinerjanya, dan dinilai berdasarkan indikator tertentu dengan instrumen rubrik (termuat dalam Rubrik Penilaian Tugas Mahasiswa/RPTM).
B. Pelaksanaan Perkuliahan Antropologi Indonesia Perkuliahan Antropologi Indonesia dilaksanakan dengan berpedoman pada perencanaan (RPS) dan kesepakatan kegiatan perkuliahan (Kontrak Perkuliahan) yang telah ditetapkan diawal periode pembelajaran. Rencana kegiatan pembelajaran mahasiswa berupa penugasan kelompok dan mandiri, penugasan terstruktur dan tidak terstruktur, pembahasan dan pemecahan permasalahan dalam forum diskusi, ujian tengah semester, dan ujian akhir semester telah dilaksanakan. Jumlah pertemuan dalam satu semester telah terpenuhi, sebanyak 16 kali pertemuan dengan 14 kali tatap muka dan 2 kali pertemuan untuk ujian (UTS & UAS). C. Hasil Pelaksanaan Perkuliahan Antropologi Indonesia Hasil pelaksanaan perkuliahan Antropologi Indonesia ditunjukkan dengan nilai akhir yang diperoleh oleh mahasiswa, yang merupakan akumulasi dari beberapa komponen penilaian selama satu semester. Dari data nilai akhir yang diperoleh, dapat disimpulkan 97% mahasiswa (32 mahasiswa) lulus, dan 3% mahasiswa (1 mahasiswa) tidak tuntas. Berikut disajikan persentase perolehan nilai akhir Antropologi Indonesia:
A
Jumlah Mahasiswa -
Persentase Pencapaian Nilai -
76,5 - 79,4
A-
-
-
72,5 – 76,4
B+
3
9,4
68,5 – 72,4
B
14
43,8
64,5 - 68,4
B-
13
40,6
60,5 - 64,4
C+
-
-
56,5 – 60,4
C
1
3,1
52,5 - 56,4
C-
-
-
48,5 - 52,4
D
-
-
< 48,5
E
1
3,1
32
100,0
Nilai Akhir (0-10)
Huruf Mutu (HM)
79,5 – 100
Jumlah
D. Hasil Evaluasi Dosen oleh Mahasiswa Proses perkuliahan Antropologi Indonesia dievaluasi juga oleh mahasiswa melalui instrumen Evaluasi Dosen Oleh Mahasiswa (EDOM) yang didistribusikan oleh Lembaga Penjamin Mutu (LPM), dengan rata-rata nilai kemampuan dosen dalam aspek Perencanaan Perkuliahan, Pelaksanaan Perkuliahan, dan Evaluasi Perkuliahan adalah 4,09 (skala 1-5) dan termasuk dalam kategori Baik. Meskipun demikian, hasil rata-rata tersebut tidak memberikan gambaran spesifik kondisi pembelajaran yang sebenarnya, mengingat masih banyak catatan yang diberikan oleh mahasiswa berupa kritik dan
saran perihal perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi perkuliahan yang telah dilaksanakan. Berikut adalah rata-rata hasil Evaluasi Dosen Oleh Mahasiswa (EDOM) untuk mata kuliah Antropologi Indonesia berdasarkan aspek Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi:
Rata-rata Hasil Penilaian EDOM Mata Kuliah Antropologi Indonesia
Skala Penilaian 1-5
Perencanaan 4,25 4,2 4,15 4,1 4,05 4 3,95 3,9 3,85 3,8 3,75
Pelaksanaan
Evaluasi
4,2 4,1
3,9
Aspek Penilaian
E. Analisis Hasil Perencanaan, Pelaksanaan Perkuliahan, dan Hasil Perkuliahan Mahasiswa Berdasarkan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi perkuliahan yang telah dilaksanakan, maka dijumpai adanya kondisi yang tak sejalan. Kondisi ideal yang diharapkan dalam perencanaan ternyata tidak sepenuhnya berjalan sesuai dengan rencana. Setelah evaluasi dilaksanakan pun, ternyata hasil pembelajaran mahasiswa belum optimal, meskipun dapat dinyatakan hampir semua mahasiswa lulus dalam mata kuliah ini. Berikut beberapa gambaran kondisi pelaksanaan yang belum sesuai dengan perencanaan: 1. Di dalam perencanaan, dijelaskan yang menjadi capaian pembelajaran tidak hanya sekedar menekankan kepada penguasaan materi (kognitif) dan psikomotor saja, akan tetapi kompetensi afektif juga menjadi bagian dari capaian pembelajaran mata kuliah. Student Centered Learning yang menjadi orientasi pembelajaran ini, menegaskan bahwa mahasiswa harus menunjukkan kinerja yang bersifat kreatif yang mengintegrasikan kemampuan kognitif, psikomotorik dan afeksi secara utuh. Capaian pembelajaran ranah afektif
dalam mata kuliah ini ini adalah berupa tuntutan dalam setiap materi pembelajaran untuk mengaitkan dengan nilai ke-Islaman yang universal, mengembangkannya, hingga terinternalisasi dalam diri mahasiswa. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, pembelajaran masih terkesan menekankan penguasaan kognitif dan psikomotor. Hal ini dibuktikan dengan serangkaian tugas dan kegiatan belajar mahasiswa yang hanya diukur dengan rubrik penilaian yang sangat jelas hanya mengukur aspek kognitif dan psikomotor. Pengembangan kompetensi afektif belum mendapatkan tempat dalam pengukuran hasil belajar, bahkan untuk menentukan nilai akhir kelulusan mata kuliah sekalipun (Tugas/Kuis, UTS, dan UAS). Sehingga dapat disimpulkan, capaian pembelajaran ranah afektif belum terukur secara jelas ketercapaiannya, padahal dalam perencanaan (Course Learning Outcome) hal tersebut wajib tercapai. 2. Jumlah minggu yang direncanakan dalam perencanaan tidak sesuai dengan jumlah minggu yang tersedia. Meskipun pada akhirnya terpenuhi dengan menambah jumlah pertemuan dalam satu minggu, tetapi kondisi tersebut bukanlah kondisi yang diharapkan, sehingga pada akhirnya menimbulkan kesan bahwa keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh jumlah tatap muka, padahal proses belajar tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Keberhasilan pembelajaran dilihat dari sejauh mana mahasiswa menunjukkan perubahan perilaku dan kemampuan berpikir menjadi semakin baik. Kesenjangan antara perencanaan dengan pelaksanaan, dikarenakan jumlah pekan dalam semester ganjil banyak terpotong oleh pekan tidak efektif. Sehingga pekan-pekan efektif yang seharusnya digunakan untuk tatap muka berkurang jumlahnya. Hal
ini
juga
dikarenakan,
diawal
semester
dosen
tidak
melakukan
pemetaan/analisis pekan efektif untuk mengantisipasi jumlah pekan efektif yang sedikit jumlahnya. 3. Alokasi waktu yang terbatas tetapi belum diperhitungkan oleh dosen ketika proses
perencanaan,
menyebabkan
hingga
menjelang
minggu
akhir
perkuliahan sejumlah materi pembelajaran dan tugas belajar mahasiswa belum tuntas. Sehingga tugas tidak terstruktur mahasiswa yang seharusnya dikerjakan secara mandiri dan dengan waktu yang cukup, menjadi tugas kelompok dengan waktu yang sangat terbatas, mengingat minggu-minggu akhir perkuliahan semakin dekat. 4. Dari kegiatan pelaksanaan pembelajaran, dijumpai bahwa mahasiswa masih kesulitan menangkap makna esensi materi pembelajaran. Meskipun dalam
pembelajaran sesuai dengan perencanaan dimana mahasiswa aktif dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya, tetapi tidak sedikit mahasiswa yang belum memahami makna dari tugas-tugas yang mereka kerjakan. Kemudian, dijumpai pula bahwa kemampuan mahasiswa dalam menyimak dan membuat peta alur berpikir sebagai kunci pemahaman masih sangat minimal. Mahasiswa sangat ketergantungan pada bahan tayang dan fotokopi handout dari dosen maupun fotokopi makalah kelompok yang telah dipresentasikan rekanrekannya. Hal ini sangat jelas terlihat ketika pelaksanaan Ujian Tengah Semester dan Ujian Akhir Semester mahasiswa membawa semua kumpulan materi-materi tersebut (karena memang ketika ujian diperbolehkan membuka catatan), dengan asumsi semakin banyak bahan materi yang mereka bawa akan memudahkan mereka dalam mengerjakan soal ujian, padahal dalam soal ujian yang menjadi penekanan adalah kemampuan menganalisa permasalahan bukan kemampuan menyalin dari sumber. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mahasiswa
masih
aktif
secara
aktivitas
belajar
(mengerjakan
tugas,
mempresentasikan dan berdiskusi) tetapi belum aktif secara psikologis dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Hal ini kemungkinan yang kemudian menjadi alasan mengapa terdapat gap antara nilai-nilai tugas mahasiswa yang cukup tinggi dengan nilai hasil ujian yang sangat belum optimal. Beberapa gambaran kondisi di atas adalah, situasi yang terjadi selama pelaksanaan perkuliahan yang belum sesuai dengan gambaran ideal yang tercantum dalam perencanaan. Sejalan dengan hasil evaluasi yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap kinerja dosen juga menunjukkan hal yang senada, dimana rata-rata skor aspek perencanaan dapat dinyatakan baik yakni 4,2 (skala 1-5), dan mengalami penurunan rata-rata skor untuk aspek pelaksanaan yakni 4,1 (skala 1-5), serta kembali menurun rata-rata skor untuk aspek evaluasi menjadi cukup, yakni 3,9 (skala 1-5). Sehingga dapat disimpulkan hasil pengamatan yang dilakukan dosen terhadap proses secara keseluruhan dan juga penilaian mahasiswa terhadap perkuliahannya selama satu semester menunjukkan kesamaan, bahwa poin-poin yang telah direncanakan belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan harapan ketika proses pelaksanaannya. Berangkat dari hal tersebut, maka kemudian perlu dirumuskan rencana tindak lanjut untuk penyelesaian masalah agar permasalahan yang sama tidak kembali terjadi di semester selanjutnya.
F. Rencana Tindak Lanjut Dari beberapa permasalahan di atas yang merupakan kondisi tak sejalan dari apa yang direncanakan dengan pelaksanaan, perlu dirumuskan rencana tindak lanjut penyelesaian masalah, yaitu sebagai berikut : 1. Dosen
mata
kuliah
perlu
menyusun
instrumen
pengukuran
capaian
pembelajaran ranah afektif, agar ketercapaian capaian pembelajaran afeksi berupa pengembangan nilai-nilai ke-Islaman hingga terinternalisasi dalam diri mahasiswa dapat diidentifikasi tingkat ketercapaiannya. 2. Di tahap awal perencanaan, dosen perlu membuat pemetaan/analisis jumlah pekan selama satu semester, untuk mengantisipasi pekan-pekan tidak efektif yang nantinya tidak memungkinkan digunakan untuk tatap muka. Meskipun sesungguhnya pembelajaran yang baik tidak diukur dari jumlah tatap muka, tetapi setidaknya dosen dapat membuat perencanaan pengalaman belajar mahasiswa dengan memilih strategi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan jumlah alokasi waktu yang tersedia. 3. Ketika membangun kesepakatan dengan mahasiswa mengenai pengalaman belajar yang akan dilakukan selama satu semester, dosen harus memastikan mahasiswa memahami alasan dan makna dari strategi/metode yang dipilih, untuk
menghindari
kembali
terjadinya
mahasiswa
paham
secara
prosedural/teknis tetapi tidak paham secara hakikat/esensi yang kemudian berimplikasi mahasiswa melakukan aktivitas belajar secara fisik tetapi belum melakukan
aktivitas
belajar
secara
psikologis,
yakni
mengkonstruksi
pengetahuan. Ketika selama proses pelaksanaan perkuliahan, dosen juga perlu kembali memberikan penegasan atau menstrukturkan kembali kondisi pembelajaran apabila dirasa mulai tidak sesuai dengan yang direncanakan. Sehingga semua aktivitas dan tujuan yang direncanakan, yang dilaksanakan, dan yang dihasilkan/dievaluasi dapat konsisten.