HUBUNGAN SELF-EFFICACY BERDASARKAN GENDER DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS VIII SMP se-KECAMATAN TELUK BETUNG SELATAN TAHUN AJARAN 2015/2016
(Skripsi)
Oleh Hesti Miranti
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRAK
HUBUNGAN SELF EFFICACY BERDASARKAN GENDER DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS VIII SMP SE-KECAMATAN TELUK BETUNG SELATAN TAHUN AJARAN 2015/2016
Oleh Hesti Miranti
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik self efficacy siswa, perbedaan self efficacy antara siswa laki-laki dan siswa perempuan serta hubungan self efficacy berdasarkan gender dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan. Desain penelitian ini berupa desain deskriptif sederhana dan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Data kuantitatif dalam penelitian ini berupa skor hasil tes siswa mata pelajaran IPA yang telah dipelajarinya. Data kualitatif berupa karakteristik self-efficacy yang dimiliki siswa berdasarkan kuisioner siswa. Analisis data dengan menggunakan uji statistik Mann-Whitney U dan uji Kendall’s Tau.
Hesti Miranti
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik self efficacy yang dimiliki siswa secara keseluruhan berkriteria “tinggi”. Tidak terdapat perbedaan secara nyata antara self efficacy baik ranah akademik, sosial, emosional, dan self efficacy secara umum antara siswa laki-laki dan perempuan (nilai uji > 0.05). Self efficacy ranah akademik, sosial, dan secara keseluruhan lebih tinggi siswa perempuan dibandingkan siswa laki-laki sedangkan self efficacy ranah emosional, siswa lakilaki lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan. Tidak terdapat hubungan self efficacy dengan hasil belajar pada siswa laki-laki maupun siswa perempuan (nilai signifikansi > 0.05).
Kata kunci: gender, hasil belajar, self-efficacy
iii
HUBUNGAN SELF-EFFICACY BERDASARKAN GENDER DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS VIII SMP se-KECAMATAN TELUK BETUNG SELATAN TAHUN AJARAN 2015/2016
Oleh HESTI MIRANTI Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN Pada Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika danIlmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 6 November 1994, yang merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Maryanto dan Ibu Rohayati. Pendidikan formal yang ditempuh penulis adalah SekolahTaman Kanak-kanak (TK) Kurnia Bandar Lampung diselesaikan tahun2000, SekolahDasar (SD) Taman Siswa Teluk Betung diselesaikan tahun2006, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri3 Bandar Lampung diselesaikan tahun 2009, Sekolah Menengah Atas (SMA) Yayasan Pembina Universitas Lampung diselesaikan tahun 2012.
Pada tahun 2012 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan MIPA Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN Tertulis. Pada tahun 2015 penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Air Hitam Kabupaten Lampung Barat dan pada tahun 2016 penulis melakukan penelitian di SMP Negeri 3 Bandar Lampung, SMP Negeri 6 Bandar Lampung, dan SMP Islamiyah Bandar Lampung untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.).
vii
Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang
PERSEMBAHAN Teriring doa dan rasa syukur kehadirat Allah SWT, ku persembahkan sebuah karya kecil ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku yang tulus kepada:
Ibu tercinta, Rohayati Terimakasih telah mendidik dan membesarkanku dengan doa, kesabaran dan limpahan kasih sayang. Terimakasih atas perjuangan dan pengorbananmu yang takkan pernah bisa terbalaskan olehku. Semoga Ibu selalu diberikan kesehatan dan anakmu akan membanggakan Ibu kelak.
Bapakku, Maryanto Terimakasih atas perjuangan dan pengorbanan Bapak untuk menjadikan pendidikan sebagai nomor satu bagi anak-anaknya. Semoga Bapak selalu diberikan kesehatan dan anakmu akan membanggakan Bapak kelak.
Adik-adikku, Deviana Saputri, Royyan Akbar, dan Luthfan Azraf Terimakasih atas doa, semangat dan dukungan yang telah diberikan selama ini
Almamater Tercinta Universitas Lampung viii
MOTTO
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu (Q.S Al-Baqoroh: 216)
Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun (Bung Karno)
ix
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” HUBUNGAN SELF-EFFICACY BERDASARKAN GENDER DENGAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS VIII SMP se-KECAMATAN TELUK BETUNG SELATAN TAHUN AJARAN 2015/2016” sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peranan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung 2. Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampun 3. Dr. Tri Jalmo, M.Si., selaku pembimbing I atas kesedian memberikan bimbingan, arahan dan saran dalam menyelesaikan skripsi. 4. Rini Rita T. Marpaung, S.Pd., M.Pd., selaku Pembimbing Akademik, dan pembimbing II atas bantuan dan kesabarannya dalam memberikan bimbingan, arahan, dan masukan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi. 5. Dr. Arwin Surbakti M.Si., selaku pembahas atas saran, masukan, dan arahan yang diberikan hingga terselesainya skripsi ini.
6. Seluruh dosen program studi Pendidikan Biologi yang telah memberikan ilmu selama penulis melaksanakan kuliah. 7. Seluruh civitas akademik SMP Negeri 3 Bandar Lampung, SMP Negeri 6 Bandar Lampung dan SMP Islamiyah Bandar Lampung yang telah membantu proses penelitian. 8. Keluarga Pendidikan Biologi 2012, atas kebersamaan dan kekeluargaan selama di bangku kuliah. 9. Tim Sukses Skripsi, Agung Dian Putra, Bagas Epafras Sudarno, dan Fitrija Marvelya, terima kasih atas kerjasama, suka dan duka dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Kakakku tersayang Septian Nurrachman, S.Pd, terima kasih atas dukungan moril, materil, dan semangat yang diberikan bagi penulis. 11. Keluarga KKN Air Hitam, terimakasih atas kerjasama, suka dan suka selama 2 bulan masa pengabdian. 12. Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta berkenan membalas semua budi baik yang diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Bandar Lampung, Agustus 2016 Penulis,
Hesti Miranti
xii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL....................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xvi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 5 E. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 6 F. Kerangka Pikir ................................................................................ 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Self Efficacy..................................................................................... 9 B. Gender............................................................................................. 17 C. Hasil Belajar.................................................................................... 22
III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 30 B. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 30 C. Desain Penelitian ............................................................................ 31 D. Prosedur Penelitian.......................................................................... 32 E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ..............................................33 F. Uji Persyaratan Instrumen............................................................... 34 G. Hasil Uji Coba Angket .................................................................... 34 H. Teknik Analisis Data ...................................................................... 35
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian .............................................................................. 40 B. Pembahasan .................................................................................... 43 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ........................................................................................ 49 B. Saran ............................................................................................. 50 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 51 LAMPIRAN 1. Angket self efficacy siswa ............................................................... 55 2. Kisi-kisi angket self efficacy siswa ................................................. 57 3. Soal penelitian................................................................................. 59 4. Sebaran soal penelitian.................................................................... 63 5. Analisis Uji Statistik Data Penelitian.............................................. 70 6. Hasil Uji Validitas Angket .............................................................. 74 7. Hasil Uji Reliabilitas Angket .......................................................... 76 8. Data skor angket self efficacy siswa................................................ 78 9. Data nilai hasil belajar siswa........................................................... 100 10. Foto-foto penelitian......................................................................... 120
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Sampel penelitian .................................................................................
31
2. Item tidak valid angket self-efficacy pertama.......................................
35
3. Kriteria penilaian hasil belajar siswa ...................................................
36
4. Kriteria penilaian self-efficacy yang dimiliki oleh siswa .....................
37
5. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi.............................................
39
6. Identifikasi self efficacy siswa..............................................................
40
7. Perbedaan self efficacy berdasarkan gender siswa...............................
41
8. Hubungan self efficacy berdasarkan gender dengan hasil belajar ........
42
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Hubungan antara hasil belajar IPA dengan ranah yang dimilikinya.... ...... 8
xvi
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu paradigma pendidikan nasional abad 21 dalam pendidikan ilmu pengetahuan adalah bukan hanya membuat seorang peserta didik berpengetahuan, melainkan juga menganut sikap kritis, logis, inventif dan inovatif, serta konsisten, disertai dengan menanamkan nilai-nilai luhur dan menumbuh kembangkan sikap terpuji untuk hidup dalam masyarakat. Berdasarkan “21st Century Partnership Learning Framework”, terdapat beberapa aspek berbasis karakter dan perilaku yang dibutuhkan manusia abad 21, yaitu salah satunya self-direction yang maksudnya memiliki arah serta prinsip yang jelas dalam usahanya untuk mencapai cita-cita sebagai seorang individu (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2010: 43).
Komitmen nasional tentang perlunya pendidikan karakter dapat diimplementasikan dengan integrasi pendidikan karakter dalam pembelajaran, salah satunya yaitu pembelajaran IPA. Sebagai ilmu, IPA memiliki karakteristik khusus salah satunya IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap (Djojosoediro, 2010: 20). Para ahli pendidikan dan pembelajaran IPA menyatakan bahwa pembelajaran IPA seyogianya melibatkan siswa dalam berbagai ranah, yaitu ranah kognitif,
2
psikomotorik, dan afektif (Djojosoediro, 2010: 22). Ranah afektif yang dimaksud dalam pembelajaran IPA ini salah satunya yaitu sikap percaya diri atau self-efficacy.
Self-efficacy dinilai penting sebagai faktor internal yang mendorong siswa untuk berprestasi dan mempengaruhi pilihan siswa dalam aktivitas belajar, siswa dengan self-efficacy tinggi umumnya bersikap tekun dan tidak mudah menyerah ketika berhadapan dengan kegagalan ataupun kesulitan (Santrock, 2008: 216). Sikap percaya diri ini merupakan kompetensi terkait aspek afektif yang diharapkan dimiliki siswa setelah mempelajari IPA. Sehingga pembelajaran IPA dituntut untuk lebih berpusat pada peserta didik misalnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan dalam mencari, memilih dan mengolah informasi kemudian memaknainya sehingga hasil dari proses penemuan tersebut diharapkan siswa mampu membangun secara pribadi pengetahuan bermakna (Kemendikbud, 2013: 172).
Namun kenyataannya berbeda dengan yang dijumpai. Permasalahan yang ditemukan saat pembelajaran yaitu belum optimalnya self-efficacy siswa dalam pembelajaran. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Majidah, dkk (2012) bahwa dalam mata pelajaran Kimia, sebagian besar siswa belum mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menentukan dan melaksanakan aktifitas belajarnya untuk mencapai apa yang telah ditargetkan sebelumnya dalam belajar kimia (Majidah, 2012: 14).
3
Tidak hanya di dalam pembelajaran, bahkan self-efficacy siswa masih belum optimal dengan hasil belajar siswa. Hal ini terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Mahyuddin (2006: 69) yang berpendapat bahwa adanya hubungan self-efficacy dengan hasil belajar siswa. Siswa dengan self-efficacy tinggi mempunyai penampilan hasil belajar yang lebih bagus dibandingkan dengan siswa yang mempunyai self-efficacy rendah. Safaria dalam penelitiannya (2013: 24) juga menegaskan bahwa siswa yang mempunyai self-efficacy tinggi percaya bahwa mereka dapat mencapai nilai yang lebih tinggi dalam tes dibandingkan siswa yang mempunyai self-efficacy rendah, dan siswa dengan self-efficacy tinggi juga percaya dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi self-efficacy (Bandura, 1997: 213), salah satunya adalah jenis kelamin (gender). Orang tua sering kali memiliki pandangan yang berbeda terhadap kemampuan laki-laki dan perempuan. Zimmerman (dalam Bandura, 1997: 213) mengatakan bahwa terdapat perbedaan pada perkembangan kemapuan dan kompetesi laki-laki dan perempuan. Selain mempengaruhi self-efficacy, gender juga mempengaruhi hasil belajar siswa. Karena dalam proses belajar ada hal-hal yang menghambat dan menjadi faktor keberhasilan siswa dalam memperoleh hasil belajar yang baik. Faktor gender termasuk ke dalam faktor psikis yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Gender juga berpengaruh karena gender merupakan dimensi sosiokultural dan psikologis dari pria dan wanita (Santrock, 2008: 194).
4
Di Kecamatan Teluk Betung Selatan terdapat beberapa Sekolah Menengah Pertama baik negeri maupun swasta. Tentu saja setiap sekolah mempunyai karakter siswa yang berbeda dan beragam antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang menyelidiki bagaimana hubungan self-efficacy dengan hasil belajar pada siswa laki-laki dan bagaimana hubungan self-efficacy dengan hasil belajar pada siswa perempuan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana karakteristik self-efficacy siswa kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan? 2. Apakah terdapat perbedaan antara self-efficacy siswa laki-laki dengan selfefficacy siswa perempuan kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan? 3. Apakah terdapat hubungan self-efficacy berdasarkan gender dengan hasil belajar IPA siswa kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui karakteristik self-efficacy siswa kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan.
5
2. Mengetahui perbedaan antara self-efficacy siswa laki-laki dengan selfefficacy siswa perempuan kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan. 3. Mengetahui hubungan self-efficacy berdasarkan gender dengan hasil belajar IPA siswa kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat bagi berbagai pihak yang terkait yaitu: 1. Bagi peneliti yaitu sebagai tambahan pengetahuan, informasi, dan pengembangan diri serta acuan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya. 2. Bagi siswa sebagai motivasi untuk lebih giat mengetahui potensi dalam dirinya dalam mengembangkan dan memaksimalkan keyakinan dirinya untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik. 3. Bagi guru sebagai pengetahuan untuk bahan refleksi bagaimana selfefficacy yang dmiliki oleh siswanya dengan memperhatikan kepercayaan diri siswa baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan, sehingga guru dapat memberikan konseling pribadi jika diperlukan dalam mengembangkan prestasi belajar siswa baik dalam kelas, juga dalam kehidupan sehari-hari.
6
E. Ruang Lingkup Penelitian
Agar persepsi terhadap permasalahan tidak meluas dan penelitian menjadi lebih terarah, maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut: 1. Self efficacy siswa yang dimaksud yaitu keyakinan siswa dalam menguasai situasi dan dan memberikan hasil positif. Ada tiga aspek yang diidentifikasi, yaitu akademik, sosial, dan emosional. Pengukuran selfefficacy diambil dengan menggunakan angket sederhana Self-Efficacy Questionnaire for Children (Muris, 2001: 145-149). 2. Gender yang dimaksud merupakan istilah dari dua macam jenis kelamin seseorang, yaitu laki-laki dan perempuan. 3. Hasil belajar yang diambil sebagai data kuantitatif adalah hasil belajar ranah kognitif yang diperoleh dari tes. Butir soal tes terdiri dari soal-soal ujian nasional dari tahun 2008 hingga tahun 2014 yang sudah dipelajari oleh siswa. 4. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP seKecamatan Teluk Betung Selatan tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari tiga sekolah yaitu SMP Negeri 3 Bandar Lampung, SMP Negeri 6 Bandar Lampung, dan SMP Islamiyah Bnadar Lampung.
F. Kerangka Pikir
Mencapai prestasi belajar yang tinggi tentunya menjadi harapan semua siswa, dan pencapaian prestasi belajar yang ditandai dengan keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap proses kegiatan belajar mengajar diantaranya kualitas
7
guru sebagai pendidik, bahan dan alat evaluasi yang digunakan oleh pendidik, suasana saat evaluasi pembelajaran, suasana proses pembelajaran berlangsung, dan karakteristik yang dimiliki oleh siswa. Self-efficacy merupakan salah satu faktor karakteristik yang dimiliki siswa.
Perlunya self-efficacy dimiliki siswa dalam pembelajaran ternyata tidak dibarengi dengan fakta yang ada, masih banyak siswa yang memiliki selfefficacy rendah hal ini diikuti dengan hasil belajar yang rendah. Ternyata selfefficacy juga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal di antaranya ada usia, kemampuan diri, dan jenis kelamin (gender). Sedangkan faktor eksternal mencakup reward, kesulitan tugas, ekonomi, latar belakang keluarga, dan budaya.
Pada dasarnya, siswa laki-laki maupun siswa perempuan memiliki kepercayaan diri dalam menghadapi situasi. Hanya saja tingkat kepercayaan diri siswa laki-laki tentu berbeda dengan siswa perempuan. Perbedaan selfefficacy antara siswa perempuan dan siswa laki-laki inilah yang mengakibatkan hasil belajar yang berbeda pula. Untuk itu perlu adanya penelitian tentang hubungan antara self-efficacy berdasarkan gender dengan hasil belajar siswa.
8
Faktor eksternal: Reward Ekonomi Latar belakang keluarga Budaya Kesulitan tugas
Faktor internal: Gender Usia Kemampuan diri
Self-efficacy siswa Bahan dan alat evaluasi
Pendidik
Kegiatan pengajaran
Kegiatan belajar mengajar
Suasana evaluasi
Hasil belajar
Gambar 1. Hubungan antara self-efficacy dengan faktor yang mempengaruhinya dan hasil belajar
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Self-Efficacy
Istilah self-efficacy diperkenalkan oleh Albert Bandura. Dalam artikelnya yang berjudul “Self-efficacy”, Bandura mengatakan bahwa self-efficacy didefinisikan sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuan diri sendiri untuk dapat meningkatkan kinerjanya dan menghasilkan suatu penyelesaian masalah yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka (Bandura, 1994: 2).
Henk dan Melnick (dalam Scott, 1996: 196) menggambarkan self-efficacy sebagai penilaian seseorang dari kemampuannya dalam kesuksesan berpartisipasi di sebuah kegiatan dan mempunyai efek di kegiatan berikutnya. Dengan kata lain, siswa dengan efikasi diri positif merasa dapat mengkontrol pembelajaran dan mereka percaya mempunyai kemampuan untuk berhasil. Bouchard (dalam Scott, 1996: 197) juga mengungkapkan bahwa persepsi diri dapat menjadi kekuatan siswa dalam pembelajaran di kelas. Saat ini seringkali pendidik hanya melihat tingkat kemampuan siswa dari hasil pembelajaran saja, mereka mengabaikan bahwa self-efficacy juga berperan penting.
Self-efficacy yang tinggi dan rendah berkombinasi dengan lingkungan yang responsive dan tidak responsive untuk menghasilkan empat variabel prediktif. (Bandura (dalam Feist, 2009: 213)). Ketika efikasi diri tinggi dan lingkungan
10
responsif, hasilnya kemungkinan besar akan tercapai. Saat efikasi rendah berkombinasi dengan lingkungan yang responsif, manusia mungkin akan merasa depresi karena mengobservasi bahwa orang lain dapat berhasil melakukan suatu tugas yang terlalu sulit untuknya. Saat seseorang dengan efikasi diri yang tinggi menemui situasi lingkungan yang tidak responsive, biasanya akan meningkatkan usahanya untuk mengubah lingkungan. Saat efikasi diri yang rendah dikombinasikan dengan lingkungan yang tidak responsif, orang-orang akan merasa apatis, segan, dan tidak berdaya.
Self-efficacy dalam diri siswa dapat ditingkatkan melalui beberapa strategi sebagaimana diungkapkan Santrock (2008: 217), antara lain: 1. Mengajarkan strategi-strategi spesifik, seperti menguraikan dan merangkum yang dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk berfokus pada tugas mereka. 2. Membimbing siswa dalam menetapkan tujuan. Membantu siswa menciptakan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek terutama membantu siswa untuk menilai kemajuan mereka. 3. Pertimbangkan kemampuan menguasai. Memberikan penghargaan yang berkaitan dengan kinerja kepada siswa saat berhasil menguasai pelajaran. 4. Kombinasikan pelatihan strategi dengan tujuan. Kombinasi dari pelatihan strategi dan penetapan tujuan dapat meningkatkan self-efficacy serta perkembangan keterampilan siswa. Berikan umpan balik kepada siswa mengenai strategi pembelajaran mereka yang berhubungan dengan kinerja mereka.
11
5. Berikan dukungan kepada siswa. Dukungan positif dapat datang dari guru, orang tua, dan teman sebaya. Kadang-kadang seorang guru hanya perlu mengatakan kepada siswa, “ kamu dapat melakukannya”. 6. Pastikan siswa tidak terlalu emosional dan gelisah. Ketika siswa terlalu merasa khawatir dan merasa menderita mengenai prestasi mereka, selfefficacy mereka akan hilang. 7. Berikan siswa model dewasa dan teman sebaya yang positif. Karakteristik-karakteristik tertentu dari model ini dapat membantu siswa mengembangkan self-efficacy mereka. Contohnya, siswa yang mengamati guru dan teman sebaya yang secara efektif mengatasi serta menguasai tantangan serta menguasai tantangan sering kali mengadopsi perilaku model tersebut. Permodelan terhitung efektif terutama dalam meningkatkan self-efficacy ketika siswa mengamati keberhasilan teman sebaya yang berkemampuan serupa dengan mereka.
Self-efficacy bisa diperoleh, ditingkatkan, atau berkurang melalui empat sumber pengalaman menurut Bandura (dalam Feist, 2009: 212), yaitu yang pertama adalah pengalaman menguasai sesuatu (mastery experiences). Sumber yang paling berpengaruh dari self-efficacy adalah pengalaman menguasai sesuatu ( mastery experiences), yaitu sumber ekspektasi self-efficacy yang penting karena berdasar pengalaman yang dialami secara langsung. Secara umum performa masa lalu yang berhasil akan meningkatkan ekspektasi mengenai kemampuan, sedangkan kegagalan akan cenderung menurunkan self-efficacy. Pengalaman dalam menguasai sesuatu ini mempunyai enam dampak. Pertama, performa yang berhasil akan meningkatkan self-efficacy
12
secara proporsional dengan kesulitan dari tugas tersebut. Kedua, tugas yang dapat diselesaikan dengan baik oleh diri sendiri akan lebih efektif daripada yang diselesaikan dengan bantuan orang lain. Ketiga, kegagalan sangat mungkin untuk menurunkan efikasi saat mereka tahu bahwa mereka telah memberikan usaha terbaik mereka. Keempat, kegagalan dalam kondisi rangsangan atau tekanan emosi yang tinggi tidak terlalu merugikan diri dibandingkan kegagalan dalam kondisi maksimal. Kelima, kegagalan sebelum mengukuhkan rasa menguasai sesuatu akan lebih berpengaruh buruk pada self-efficacy daripada kegagalan setelahnya. Dampak keenam adalah kegagalan yang terjadi kadang-kadang mempunyai dampak yang sedikit terhadap self-efficacy, terutama pada mereka yang mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap kesuksesan. Sumber kedua dari self-efficacy adalah modeling sosial, yaitu vicarious experiences, yaitu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu. Self-efficacy meningkat saat seseorang mengobservasi pencapaian orang lain yang mempunyai kompetensi yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari subjek yang diamatinya. Ia akan cenderung merasa mampu melakukan hal yang sama, namun akan berkurang saat seseorang melihat rekan sebayanyagagal. Saat orang lain tersebut berbeda, modeling sosial akan mempunyai efek yang sedikit dalam efikasi diri seseorang. Secara umum, dampak dari modeling sosial tidak sekuat dampak yang diberikan oleh performa pribadi dalam meningkatkan level efikasi diri, tetapi dapat mempunyai dampak yang kuat saat memperhatikan penurunan self-efficacy (Feist, 2009: 212).
13
Self-efficacy dapat juga diperoleh atau dilemahkan melalui persuasi sosial, yaitu individu mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya. Dampak dari sumber ini cukup terbatas, tetapi dibawah kondisi yang tepat, persuasi dari orang lain dapat meningkatkan atau menurunkan self-efficacy (Feist, 2009: 212). Kondisi pertama adalah bahwa orang tersebut harus memercayai pihak yang melakukan persuasi. Kata-kata atau kritik dari sumber yang terpercaya mempunyai daya yang lebih efektif dibandingkan dengan hal yang sama dari sumber yang tidak dipercaya. Meningkatkan self-efficacy melalui persuasi sosial dapat menjadi efektif hanya bila kegiatan yang ingin didukung untuk dicoba berada dalam jangkauan perilaku seseorang. Bandura ( dalam Feist, 2009: 213) berhipotesis bahwa daya yang lebih efektif dari sugesti berhubungan langsung dengan status dan otoritas yang dipersepsikan dari orang yang melakukan persuasi. Selain itu, persuasi sosial juga paling efektif saat dikombinasikan dengan performa yang sukses. Persuasi dapat meyakinkan seseorang untuk berusaha dalam suatu kegiatan dan apabila performa yang dilakukan sukses, baik pencapaian tersebut maupun penghargaan verbal yang mengikutinya akan meningkatkan efikasi di masa depan. Sumber yang terakhir yaitu kondisi fisik dan emosional. Emosi yang kuat biasanya akan mengurangi performa saat seseorang mengalami ketakutan yang kuat, kecemasan akut, atau tingkat stress yang tinggi, kemungkian akan mempunyai ekspektasi self-efficacy yang rendah.
14
Self-efficacy dapat menimbulkan dampak bagi seseorang sehingga setiap individu mempunyai pemikiran bagaimana merasakan, berpikir, memotivasi diri dan berperilaku dalam menghadapi suatu masalah. Dampak tersebut dihasilkan melalui empat proses utama (Bandura. 1994: 4), yang pertama yaitu proses kognitif. Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan tujuan dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan kemampuan kognitifnya. Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi kejadian-kejadian seharihari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan mengembangkan cara untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini membutuhkan proses kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi.
Selain proses kognitif, Bandura (dalam Santrock, 2008: 216) mengungkapkan ada proses motivasi. Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Ada juga proses afeksi. Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan
15
mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan. Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu terhadap kemampuannya mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang mengganggu. Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang dimiliki akan mengalami kecemasan karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut.
Selain proses afeksi, terakhir ada proses seleksi. Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku membuat individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit. Self-efficacy dapat membentuk hidup individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini mampu untuk ditangani. Individu akan memelihara
Penelitian terkait self-efficacy telah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya mengindikasikan bahwa self-efficacy berpengaruh kuat dan positif terhadap motivasi dan peningkatan prestasi akademik siswa. Self-efficacy dapat memotivasi pembelajaran siswa melalui pengaturan diri dalam menetapkan tujuan atau target, pengamatan diri, evaluasi diri, dan pengaturan strategi
16
penggunaan waktu kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditentukannya (Zimmerman, 2000: 87). Self-efficacy juga memengaruhi pilihan aktivitas. Siswa dengan self-efficacy rendah pada pembelajaran dapat menghindari tugas belajarnya, khususnya tugas baru yang menantang. Sedangkan siswa dengan self-efficacy tinggi menghadapi tugas belajar tersebut dengan keinginan besar. Siswa dengan self-efficacy tinggi lebih tekun berusaha pada tugas belajar dibandingkan dengan siswa dengan self-efficacy rendah (Santrock, 2008: 216).
Siswa yang memiliki rasa percaya diri dalam dirinya, selama pembelajaran di sekolah akan menunjukkan ekspresi wajah santai dan dapat melakukan kontak mata secara langsung, selain itu bahasa tubuh yang akan duduk tegak, posisi duduk di depan dan tangan melambai. Siswa yang percaya diri akan memiliki vokal yang lancar dengan intonasi bervariasi dan suaranya lantang dan keras. Sebaliknya siswa yang tidak percaya diri pada ekspresi wajahnya nampak mata tidak fokus dan membuang muka, mencari kesibukan dengan memainkan anggota tubuhnya seperti menggulung-gulung rambut dengan jari, meremas-remas jari-jemari. Selain itu anak yang tidak percaya diri akan bersuara lirih dan lembut (Endrayanto dan Harumurti, 2014: 153).
Self-efficacy juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu jenis kelamin (gender). Menurut Bandura (1997: 212) tinggi rendahnya efikasi diri seseorang dalam tiap tugas sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang berpengaruh dalam mempersepsikan kemampuan diri individu. Bandura (1997: 213) menambahkan ada beberapa yg mempengaruhi efikasi diri salah satunya adalah jenis kelamin (gender).
17
B. Gender
Gender merujuk pada konsep laki-laki atau perempuan berdasarkan dimensi sosial budaya dan psikologi. Gender dibedakan dari jenis kelamin, yang melibatkan dimensi biologis dari perempuan atau laki-laki. Peran gender (gender roles) adalah harapan sosial yang menentukan bagaimana laki-laki dan perempuan seharusnya berpikir, bertindak, dan merasakan (Santrock, 2008:217).
Lippa (dalam Santrock, 2008: 217) mengungkapkan ada berbagai cara untuk memandang perkembangan gender. Beberapa menekankan faktor biologis dalam perilaku laki-laki dan perempuan; yang lain menekankan faktor sosial atau kognitif. Beberapa pendekatan biologis menjelaskan perbedaanperbedaan dalam otak perempuan dan laki-laki. Le Doux (dalam Santrock, 2008: 218) menjelaskan satu pendekatan berfokus pada perbedaan antara perempuan dan laki-laki di dalam corpus collosum, sekumpulan serat saraf yang menggabungkan dua belahan otak. Gur, dkk (dalam Santrock, 2008: 218) menambahkan corpus collosum pada perempuan lebih besar daripada pada laki-laki dan ini mungkin menjelaskan mengapa perempuan lebih sadar dibandingkan dengan laki-laki tentang emosi mereka sendiri dan emosi orang lain. Ini bisa terjadi karena otak kanan mampu meneruskan lebih banyak informasi tentang emosi ke otak kiri. Bagian otak yang terlibat dalam pengungkapan emosional menunjukkan lebih banyak aktivitas metabolis pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Selain itu, Frederikse (dalam Santrock, 2008: 218) menyatakan bagian lobus parietal (salah satu cuping otak
18
di bagian ujung kepala) yang berfungsi dalam keterampilan visual dan ruang pada laki-laki lebih besar daripada perempuan. Namun, otak perempuan dan laki-laki mempunyai lebih banyak kemiripan ketimbang perbedaannya. Singkatnya, biologi bukan menjadi tujuan untuk isu sikap dan perilaku gender. Pengalaman sosialisasi anak-anak memegang peranan yang sangat penting.
Banyak orang tua mendorong anak laki-laki dan perempuan untuk terlibat dalam jenis permainan dan aktivitas yang berbeda. Anak perempuan kemungkinan besar diberi boneka dan ketika sudah cukup besar, serta diberi tugas menjaga bayi. Anak perempuan didorong untuk lebih memiliki karakter mengasuh daripada anak laki-laki. Para ayah kemungkinan besar terlihat dalam permainan yang agresif dengan anak laki-laki mereka daripada dengan anak perempuan mereka. Para orang tua mengizinkan remaja putra mereka untuk memiliki lebih banyak kebebasan daripada remaja remaja putri mereka (Bronstein (dalam Santrock, 2008: 218)). Kawan-kawan sebaya juga sering menghargai dan menghukum perilaku yang berkaitan dengan gender. Setelah observasi yang ekstensif dari kelas-kelas di sekolah dasar, dua peneliti menggambarkan tempat bermain sebagai “sekolah gender” (Luria dan Herzog (dalam Santrock, 2008: 218)).
Di sekolah dasar, anak laki-laki biasanya bergaul dengan anak laki-laki dan anak perempuan dengan anak perempuan. Psikolog perkembangan Eleanor Maccoby, yang telah mempelajari gender selama beberapa dekade, yakin bahwa kawan-kawan sebaya memainkan peran sosialisasi gender yang sangat
19
penting, saling mengajari apa itu perilaku gender yang bisa diterima dan yang tidak bisa diterima (Santrock, 2008: 218).
Televisi juga mempunyai peran sosialisasi gender yang menggambarkan perempuan dan laki-laki dalam peran gender tertentu (Comstock dan Scharrer (dalam Santrock, 2008: 218)). Pacheco (dalam Santrock, 2008: 218) menambahkan meskipun dengan serbuan program yang lebih beragam dalam tahun-tahun terakhir, para peneliti masih merasa bahwa televisi menghadirkan laki-laki sebagai seseorang yang lebih kompeten daripada perempuan. Campbell (dalam Santrock, 2008: 218) juga menambahkan dalam satu analisis video rap di televisi, remaja putri ditunjukkan lebih mencemaskan masalah berkencan, berbelanja, dan penampilan mereka. Mereka jarang digambarkan tertarik dengan sekolah atau rencana karier. Sekolah dan guru juga memiliki pengaruh sosialisasi gender terhadap anak laki-laki dan anak perempuan.
Banyak orang yang sudah meyakini bahwa antara pria dan wanita tidak terdapat perbedaan dalam hal inteligensi. Banyak pula penelitian yang membuktikan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara inteligensi pria dan dengan inteleigensi wanita. Dari tes-tes yang pernah diberikan, wanita terutama berkelebihan dalam hal mengerjakan tes-tes yang menyangkut penggunaan bahasa, hafalan-hafalan, reaksi-reaksi estetika serta masalahmasalah sosial. Di lain pihak, laki-laki berkelebihan dalam penalaran abstrak, penguasaan matematik, mekanika, atau structural skills. Secara hereditas kita hanya dapat menduga, barangkali perbedaan minat dan kelakuan antara lakilaki dan wanita disebabkan oleh karena perbedaan sifat “genes” atau
20
kromosom. Secara tidak langsung, perbedaan itu barangkali disebabkan oleh adanya mekanisme interaksi kromosom-kromosom XX versus interaksi kromosom-kromosom XY yang mengakibatkan perbedaan bentuk tubuh, bekerjanya kelenjar dan zat-zat biochemical. Selama antara pria dan wanita terdapat perbedaan fisik dan psikis, latihan, pengalaman, pola hidup, kebutuhan dan minatnya, maka seseorang hanya akan mengukur secara akurat tentang perbandingan antara kapasitas mental wanita dengan kapasitas mental pria (Soemanto, 2006: 157).
Persoalan perbedaan jender dalam kecerdasan atau pencapaian akademis telah diperdebatkan selama berabad-abad, dan masalah itu telah menjadi sesuatu yang sangat penting sejak awal 1970-an. Hal terpenting untuk tetap diingat tentang perdebatan ini ialah bahwa belum seorang pun peneliti yang bertanggung jawab penuh menyatakan bahwa setiap perbedaan pria-wanita dalam setiap ukuran kemampuan intelektual adalah besar kalau dibandingkan dengan jumlah keragaman dalam masing-masing jenis kelamin. Dengan kata lain, bahkan dalam bidang dimana perbedaan jender yang sesungguhnya ditemukan, perbedaan-perbedaan ini hanyalah begitu kecil dan begitu beragam sehingga hanya mempunyai sedikit konsekuensi praktis (Fennema, dkk (dalam Slavin, 2008: 159)).
Hal terpenting adalah perbedaan yang disebabkan oleh harapan dan norma budaya. Misalnya, anak perempuan kelas dua belas mempunyai nilai yang jauh lebih rendah daripada anak laki-laki dalam bagian kuantitatif Scholastic Assesment Test (SAT) dan dalam ujian Advanced Placement dalam
21
matematika (Stumpf dan Stanley (dalam Slavin, 2008: 159)). Sedangkan Friedman (dalam Slavin, 2008: 159) mengungkapkan ringkasan 20 studi utama oleh Kim menemukan bahwa pria mempunyai nilai yang lebih baik daripada wanita dalam matematika, sedangkan kebalikannya berlaku untuk ujian Bahasa Inggris. Herannya, pria mempunyai nilai yang lebih baik dalam ujian pilihan ganda, tetapi tidak dalam format ujian lain. Mungkin terdapat dasar biologis untuk perbedaan seperti itu, tetapi tidak satu pun pernah dibuktikan.
Penyebab terpenting ialah bahwa wanita dalam masyarakat kita secara tradisional telah dihambat untuk mempelajari matematika dan karena itu mengambil lebih sedikit mata kuliah matematika daripada pria. Bahkan, ketika wanita mulai mengambil lebih banyak mata kuliah matematika selama dua dasawarsa terakhir, kesenjangan jender dalam SAT dan dalam ukuran lainnya telah menurun terus-menerus (National Center for Education Statistics (dalam Slavin, 2008: 159)). Warrick dan Naglieri (dalam Slavin, 2008: 159) menambahkan pada umumnya studi menemukan bahwa pria memperoleh nilai yang lebih tinggi daripada wanita dalam ujian pengetahuan umum, penalaran mekanis, dan rotasi mental; wanita memperoleh nilai yang lebih tinggi dalam ukuran bahasa, termasuk penilaian membaca dan menulis, dan dalam tugastugas yang meminta perhatian dan perencanan. Tetapi Fennema (dalam Slavin, 2008: 159) mengungkapkan tidak ada perbedaan pria-wanita dalam kemampuan verbal umum, kemampuan aritmatika, penalaran abstrak, visualisasi ruang, atau rentang daya ingat.
22
Dalam nilai sekolah, wanita memulainya dengan keunggulan terhadap pria dan mempertahankan keunggulan ini hingga sekolah menengah. Bahkan dalam matematika dan ilmu pengetahuan alam, dimana wanita memperoleh nilai yang agak lebih rendah dalam ujian, wanita masih memperoleh nilai yang lebih baik di kelas (Maher dan Ward (dalam Slavin, 2008: 159)). Walaupun hal ini terjadi, pria sekolah menengah umum cenderung mengukur terlalu tinggi kemampuan mereka dalam bahasa dan matematika (kalau diukur berdasarkan ujian standar), sedangkan wanita mengukur terlalu rendah kemampuan mereka. Di sekolah dasar, pria mempunyai kemungkinan yang jauh lebih tinggi daripada wanita mempunyai masalah membaca dan jauh lebih mungkin mempunyai ketidakmampuan belajar atau gangguan emosional (Smith (dalam Slavin, 2008: 160)).
C. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan puncak dari tindak belajar sedangkan bagi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3). Hasil belajar, untuk sebagian adalah berkat tindakan guru, suatu pencapaian tujuan pengajaran. Pada bagian lain, merupakan peningkatan kemampuan mental siswa (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 4). Purwasari (2013: 5) mengatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu, hasil belajar bukan ukuran tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa tersebut. Gagne (dalam Purwasari, 2013: 5)
23
menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai meliputi lima kemampuan, yaitu: (a) Kemampuan intelektual, kemampuan yang ditunjukkan oleh siswa tentang operasi-operasi intelektual yang dapat dilakukan, misalnya kemampuan mendiskripsi, konsep kongkrit dan konsep terdefenisi; (b) informasi verbal (pengetahuan deklaratif), pengetahuan yang disajikan dalam bentuk gagasan dan bersifat statis; (c) sikap, merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap bendabenda dan kejadian-kejadian atau makhluk hidup lainnya; (d) keterampilan motorik, kemampuan yang meliputi kegiatan fisik, penggabungan motorik dengan keterampilan intelektual; (e) strategi kognitif, merupakan suatu proses kontrol dan proses internal yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir.
Evaluasi hasil belajar merupakan keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar merujuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa. (Hamalik, 2008: 159). Hamalik juga menambahkan evaluasi hasil belajar memiliki tujuan-tujuan tertentu,antara lain: 1) Memberikan informasi tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajar melalui berbagai kegiatan belajar.
24
2) Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk membina kegiatankegiatan belajar siswa lebih lanjut, baik keseluruhan kelas maupun masinng-masing individu. 3) Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa, menetapkan kesulitan-kesulitannya dan menyarankan kegiatan-kegiatan remedial (perbaikan). 4) Memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mendorong motivasi belajar siswa dengan cara mengenal kemajuannya sendiri dan merangsangnya untuk melakukan upaya perbaikan. 5) Memberikan informasi tentang semua aspek tigkah laku siswa, sehingga guru dapat membantu perkembangannya menjadi warga masyarakat dan pribadi yang berkualitas. 6) Memberikan informasi yang tepat untuk membimbing siswa memilih sekolah,atau jabatan yang sesuai dengan kecakapan,minat dan bakatnya.
Hasil belajar dapat diketahui dengan adanya evaluasi hasil belajar (Dimyati dan Mujiono, 2009: 201). Evaluasi belajar sendiri adalah kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Hasil belajar sebagai keberhasilan suatu tujuan pendidikan dibagi menjadi tiga domain (ranah) oleh Bloom yakni yang pertama ranah kognitif. Ranah Kognitif berisi tentang perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Seseorang dapat dikatakan telah belajar sesuatu dalam dirinya apabila telah terjadi perubahan, akan tetapi tidak semua perubahan terjadi. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan belajar dan hasil belajar sebagai produk dari
25
proses belajar. Perilaku ini sejalan dengan keterampilan proses sains, tetapi yang karakteristiknya untuk mengembangkan kemampuan berfikir siswa.
Ranah yang kedua yaitu ranah afektif. Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai, dari nilai dan sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila ia telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi (Sudaryono, 2012: 46-47). Ciri-ciri afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku, yaitu Penerimaan (receiving), mencakup kepekaan akan adanya suatu rangsangan dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan tersebut yang dinyatakan dengan memperhatikan sesuatu, walaupun perhatian itu masih bersifat pasif. Dipandang dari segi pembelajaran, jenjang ini berhubungan dengan upaya menimbulkan, mempertahankan, dan mengarahkan perhatian siswa. Lalu partisipasi (responding), mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan, yang dinyatakan dengan memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang disajikan. Ada juga penilaian/ penentuan sikap (valuing), mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan memposisikan diri sesuai dengan penilaian itu. Artinya, mulai terbentuk suatu sikap yang dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dan konsisten dengan sikap batin, baik berupa perkataan maupun tindakan. Organisasi (organization), mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan, yang dinyatakan dalam pengembagan suatu perangkat nilai, jenjang ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan
26
konflik di antara nilai-nilai tersebut, serta mulai membentuk suatu sistem nilai yang konsisten secara internal. Selain itu, ada pembentukan pola hidup (characterization by a value or value complex), mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa, sehingga dapat menginternalisasikan dalam diri dan menjadikannya sebagai pedoman yang nyata dan jelas dalam kehidupan sehari-hari, yang dinyatakan dengan adanya pengaturan hidup dalam berbagai bidang kehidupan. Ranah yang terakhir yaitu ranah psikomotorik. Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu (Sudaryono, 2012: 47). Hal-hal yang berkaitan dengan ranah psikomotor antara lain: menirukan, memanipulasi, pengalamiahan, artikulasi (Siyamta, 2013: 17).
Menurut Slameto (dalam Suwardi, 2012: 2) ada dua faktor mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar, yaitu faktor intern (dari dalam diri siswa) meliputi : faktor jasmaniah (seperti : kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis (seperti : intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan), dan keaktifan siswa dalam bermasyarakat, serta faktor ektern yang meliputi: faktor keluarga (meliputi : cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (meliputi : metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah), faktor
27
masyarakat (meliputi : kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat).
Lebih lanjut Dunkin (dalam Riyani, 2012: 19) menyatakan bahwa ada sejumlah aspek dari faktor guru yang mempengaruhi kualitas proses belajar mengajar yaitu : pertama, teacher formative experience meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka. Kedua, teacher training experience meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru. Ketiga, teacher properties adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru yaitu sikap guru terhadap profesinya, siswanya, motivasi dan kemampuan baik dalam pengelolaan pembelajaran baik itu kemampuan dalam merencanakan dan mengevaluasi maupun kemampuan dalam penguasaan materi yang akan di ajarkan. Faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar adalah aspek siswa yang meliputi aspek latar belakang terdiri dari jenis kelamin, tempat kelahiran, tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi dan aspek sifat yang meliputi kemampuan dasar, sikap dan penampilan, adakalanya siswa sangat aktif dan adakalanya siswa yang kita didik sangat pendiam dan malah yang sangat disayangkan siswa tersebut memiliki motivasi yang rendah dalam belajar. Faktor ketiga adalah faktor sarana dan prasarana, sarana merupakan segala sesuatu yang sangat mempengaruhi kelancaran proses pembelajaran misalnya media pembelajaran, alat-alat pembelajaran, perlengkapan sekolah dan lainlain sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang tidak langsung dapat
28
mendukung keberhasilan proses pembelajaran misalnya penerangan sekolah, kamar kecil dan sebagainya. Beberapa pengaruh tersebut diantaranya adalah dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru dalam mengajar serta dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar. Faktor keempat adalah faktor lingkungan yang terdiri dari faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis. Faktor organisasi kelas meliputi jumlah siswa dalam satu kelas, organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan faktor iklim sosial-psikologis menyangkut keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran, baik yang internal (yaitu hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan perguruan tinggi misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru bahkan guru dengan pimpinan) maupun yang eksternal (yaitu hubungan antara perguruan tinggi dengan orang tua siswa, hubungan perguruan tinggi dengan perusahaan dan instansi pemerintah (Dunkin (dalam Riyani, 2012: 19)).
Selain faktor-faktor diatas, banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yang diungkap oleh beberapa ahli misalnya menurut Djamarah (dalam Riyani, 2012: 20) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah tujuan pembelajaran, bahan ajar yang digunakan, kegiatan belajar mengajar, metode, alat, sumber dan evaluasi proses belajar mengajar. Menurut Edi (dalam Riyani, 2012: 20), keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri sendiri yang berupa faktor biologis seperti faktor kesehatan dan
29
faktor psikologis seperti kecerdasan, bakat, minat, perhatian serta motivasi. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang berhubungan dengan lingkungan sekolah. sedangkan Margono (dalam Riyani, 2012: 20) menyatakan faktorfaktor tersebut adalah mahasiswa, dosen, tujuan belajar, materi pelajaran, sarana belajar, interaksi antara mahasiswa dan materi, interaksi antara dosen dan mahasiswa, interaksi antara mahasiswa dan mahasiswa dan lingkungan belajar.
III.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret 2016 di tiga SMP seKecamatan Teluk Betung Selatan, yaitu SMP Negeri 3 Bandar Lampung, SMP Negeri 6 Bandar Lampung, dan SMP Islamiyah Bandar Lampung.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas VIII dari tigaSMP seKecamatan Teluk Betung Selatan Bandar Lampung. Total populasi adalah sebanyak 710 siswa dengan sebaran pada SMP Negeri 3 Bandar Lampung terdapat 308 siswa yang terbagi menjadi 9 kelas, SMP Negeri 6 Bandar Lampung terdapat 305 siswa yang terbagi menjadi 8 kelas, dan SMP Islamiyah terdapat 97 siswa yang terbagi menjadi 3 kelas.
Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Teknik dalam penentuan sampel ini menggunakan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013: 85). Dalam menentukan jumlah sampel, Arikunto (2006: 134) menyatakan apabila ukuran populasi lebih dari 100,sampel dapat diambil dari kisaran 10 – 15%, 20 – 25%, atau lebih dari 25 %. Berdasarkan teori-teori tersebut, maka sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
31
sebanyak 360 siswa atau sebesar 52%, kemudian diperolehlah 154 siswa lakilaki dan 206 siswa perempuan. Sampel siswa perempuan dikurangi 52 siswa untuk mengimbangi sampel siswa laki-laki. Jadi diperoleh 154 siswa laki-laki dan siswa perempuan karena pada penelitian ini yang menjadi pertimbangan adalah jumlah siswa tiap kelas dan gender-nya. Sampel diambil secara undian, hasil rincian sampel sebagai berikut:
Tabel 1. Sampel Penelitian No.
NamaSekolah
Kelas VIII E
1.
2.
3.
JumlahSiswa L
P
Total
13
15
28
VIII F
15
14
29
SMP Negeri 3 Bandar VIII G Lampung VIII H
10
12
22
12
17
29
VIII I
14
15
29
VIII E
14
12
26
VIII F
12
14
26
VIII G
17
12
29
VIII H
12
12
24
VIIIA
14
10
24
VIIIB
11
13
24
VIII C
10
8
18
154
154
308
SMP Negeri 6 Bandar Lampung
SMP Islamiyah Bandar Lampung
JumlahSampel
Keterangan : P = Perempuan; L= Laki-laki
C. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif (Arikunto, 2010: 3). Peneliti mengambil langsung informasi yang ada di lapangan tentang hubungan self-efficacy berdasarkan gender dengan hasil
32
belajar IPA siswa kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan Bandar Lampung.
D. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan persiapan sebagai berikut: a. Membuat surat izin pra-penelitian untuk melakukan observasi ke sekolah. b. Melakukan observasi pendahuluan di sekolah untuk menetapkan jumlah siswa di kelas yang dijadikan sampel penelitian dan data-data siswa. c. Menyiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari soal-soal IPA kelas VIII semester 1 yang berjumlah 20 soal yang dipilih dari kumpulan soal-soal Ujian Nasional dari tahun2008 sampai tahun 2014 dan angket self-efficacy siswa terjemahan dari Self-efficacy Questionnaire for Children (SEQ-C) Brief Survey on Academic, Social and Emotional Self-efficacy (Muris,2001: 145-149).
2. Tahap Pelaksanaan a. Dalam pelaksanaannya,pengambilan data dilaksanakan sebanyak satu kali pertemuan untuk mendistribusikan soal-soal IPA kelas VIII semester 1. Dengan waktu pelaksanaan tes selama 2 jam pelajaran. b. Memberikan lembar kuisioner self-efficacysiswa setelah mengerjakan tes soal IPA.
33
E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Jenis dan teknik pengumpulan data pada penelitian ini sebagai berikut: 1. Jenis Data Jenis data dalam penelitian ini yaitu data kuantitatifdan data kualitatif. Data kuantitatif didapat dari hasil belajar siswa yang diperoleh dari nilai hasil pengerjaan soal-soal IPA yang berjumlah 20 soal.Sedangkan data kualitatif didapat dari skor kuisioner angket siswa yang berisi tentang hubungan self efficacy berdasarkan gender dengan hasil belajar,yang kemudian dideskripsikan untuk mengetahui tingkat self-efficacysiswa.
2. Teknik Pengumpulan Data a. Data Absensi Siswa Pengumpulan data absen siswa diperoleh dari guru IPA kelas VIII dari masing-masing SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan Bandar Lampung.
b. Angket Self-Efficacy Siswa Angket ini diisi oleh siswa untuk mengetahui keyakinan diri siswa. Angket berisi 24 pertanyaan yang diisi dengan memberi tanda ceklis (√) pada pilihan jawaban “tidakbaik”, “kurang baik”, “cukupbaik”, “baik” atau “sangat baik”.
c. Data Hasil Belajar Siswa Nilai hasil belajar siswa diambil dari hasil pengerjaan soal-soal IPA kelas VIII semester 1 yang berjumlah 20 soal.
34
F. Uji Persyaratan Instrumen
1. Uji Validitas Angket
Validitas instrument dapat diukur dengan menggunakan metode Pearson Product Moment, kemudian membandingkan rhitung dengan rtabel bersignifikansi 5% (Arikunto, 2006: 170).
2. Uji ReliabilitasAngket
Pengujian reliabilitas instrument angket dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metodeAlpha Cronbach’s lalu membandingkan r11 dengan rtabel bersignifikansi 5% (Arikunto, 2006: 195-198).
G. Hasil Uji Coba Angket
Sebelum angket digunakan untuk mengumpulkan data, angket diuji coba terlebih dahulu kepada 30 orang siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Gading Rejo. Hasil uji coba dihitung validitasnya dengan metode Pearson product moment, sedangkan reliabilitasnya dengan rumus Alpha Cronbach’s. Kemudian dibandingkan hasil rhitung dengan rtabel, di mana rtabel dengan signifikansi
α0,05= 0,361. Pengujian validitas angket self-efficacy yang pertama, ditemukan 21 item valid dan 3 item yang tidak valid (Tabel 2). Pengujian reliabilitas pertama didapatkan bahwa angket self-efficacy realiabel dengan α Cronbach’s = 0.871.
35
Tabel 2. Item tidak valid angket self-efficacy pertama. Item rhitung rtabel Angket 7. Item 7 0,243 0,361 9. Item 9 0,332 0,361 17. Item 17 0,319 0,361 Sumber: Hasil pengolahan data, 2016. No.
Keterangan Tidak Valid Tidak Valid Tidak Valid
Berdasarkan hasil uji validitas angket self-efficacy yang direvisi, diketahui bahwa seluruh item angket self-efficacy telah valid dan juga reliabel dengan α Cronbach’s = 0.884.
H. Teknik Analisis Data
Setelah mendapatkan data hasil pengisian angket self-efficacy siswa dan data hasil pengerjaan 20 soal IPA yang diperoleh dari kumpulan soal-soal Ujian Nasional, tahap pelaksanaan selanjutnya yaitu: 1. Mengolah data yang telah diperoleh untuk mengidentifikasi self-efficacy siswa berdasarkan gender. 2. Menganalisis perbedaan antara self-efficacy siswa laki-laki dengan siswa perempuan. 3. Menganalisis hubungan antara self-efficacy berdasarkan gender dengan hasil belajar siswa berdasarkan data yang telah didapatkan.
Selanjutnya data penelitian ini dianalisis sebagai berikut:
1. Data kuantitatif Teknik analisis data yang digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa menjawab soal-soal ujian nasional yang dipilih berdasarkan SKL yang
36
telah dipelajari siswa dengan melakukan penskoran secara manual menggunakan kunci jawaban. Dan jika jawaban benar maka mendapat skor 1 dan jika salah atau tidak menjawab diberi skor 0. Menghitung nilai hasil belajar siswa yang dilihat dari kemampuan menjawab soal-soal Ujian Nasional yang dipilih berdasarkan SKL yang telah dipelajari siswa menggunakan rumus menurut Purwanto (2013: 112) dengan cara:
S=
Keterangan: S = nilai hasil belajar siswa n = jumlah skor soal yang dijawab benar N = skor maksimum dari tes Sehingga nilai yang diperoleh siswa dikelompokan ke dalam kriteria sebagai berikut: Tabel 3. Kriteria penilaian hasil belajar siswa No. Interval Kategori 1 81 – 100 Sangat tinggi 2 61 – 80 Tinggi 3 41 – 60 Cukup 4 21 – 40 Rendah 5 0 – 20 Sangat rendah Sumber: dimodifikasi dari Riduwan (2012: 89)
2. Data Kualitatif Data kualitatif tentang self-efficacy yang dimiliki siswa diambil melalui kuisioner yang diisi sendiri oleh siswa.Langkah-langkah pengolahan data angket dilakukan sebagai berikut: a.
Menghitung skor kuisioner siswa dengan melihat rubrik penilaian kuisioner.
37
b. Menghitung persentase jawaban siswa dengan rumus menurut Ali (2013: 201) sebagai berikut: %= Keterangan: % = persentase self-efficacy siswa n = skor yang diperoleh N = jumlah seluruh skor c. Merangkum persentase jawaban siswa untuk mengetahui termasuk ke dalam kategori manakah self-efficacy yang dimiliki siswa. Persentase jawaban dari tiap indikator tersebut dimasukkan dalam tabel kriteria berikut. Tabel 4. Kriteria penilaian self-efficacy yang dimiliki oleh siswa No. Persentase (%) Kategori 1 81 - 100 Sangat tinggi 2 61 - 80 Tinggi 3 41 - 60 Cukup 4 21 - 40 Rendah 5 0 - 20 Sangat rendah Sumber: dimodifikasi dari Riduwan (2012: 89)
Untuk mengetahui perbedaan self efficacy antara siswa laki-laki dan siswa perempuan, hubungan self efficacy berdasarkan gender dengan hasil belajar, dilakukan uji sebagai berikut:
a.
Uji BedaIndependent Sample T-test Uji beda Independent Sample T-test digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata dua sampel yang saling independen. Uji Independent Sample T-test merupakan teknik statistik parametrik dimana data harus berdistribusi normal. Akan tetapi jika data tidak berdistribusi normal maka dapat digunakan uji non-
38
parametrik Mann-Whitney U. Adapun rumus dan langkah-langkah perhitungan uji-t untuk sampel yang saling independen adalah sebagai berikut (Sudjana, 2005: 243).
thitung= dengan
s2=
(
)
(
)
Keterangan: = nilai rata-rata kelompok 1 = nilai rata-rata kelompok 2 = jumlah siswa kelompok 1 = jumlah siswa kelompok 2 = varians pada kelompok 1 = varians pada kelompok 2 = varians gabungan Kriteria pengujian ini didasarkan pada nilai signifikansi. Jika nilai signifikansi <0.05 maka terdapat perbedaan antar variabel, sebaliknya jika nilai signifikansi >0.05 maka terdapat tidak perbedaan antar variabel.
b. Uji Korelasi Kendall’s Tau Uji korelasi sederhana digunakan untuk mengetahui seberapa erat hubungan antara dua variabel penelitian, yaitu hubungan antara selfefficacy siswa berdasarkan gender dengan hasil belajarnya, menggunakan uji korelasi Kendall’s Tau (Margono, 2010: 207). Adapun rumus dari uji korelasi Kendall’s Tau adalah sebagai berikut:
39
=
∑
[∑X −
−
(∑ )
(∑ )(∑ )
] [∑
−
(∑ )
]
Keterangan: r = koefisien korelasi ∑X = jumlah skor dalam sebaran X ∑Y = jumlah skor dalamsebaran Y ∑XY = jumlah hasil kali skor X dengan skor Y yang berpasangan ∑X2 = jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X 2 ∑Y = jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y n = banyaknya subjek skor X dan skor Y yang berpasangan (Margono, 2010: 207)
Kriteria pengujian ini didasarkan pada nilai signifikansi. Jika nilai signifikansi <0.05 maka terdapat hubungan antar variabel, sebaliknya jika nilai signifikansi >0.05 maka tidak terdapat hubungan antar variabel. Teknik ini akan menghasilkan koefisien korelasi yang dapat mendeskripsikan derajat keeratan hubungan dari dua variabel tersebut. Koefisien korelasi diinterpretasikan ke dalam tingkatan hubungan sebagai berikut.
Tabel 5. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Interval Koefisien 0,00 – 0,199
Tingkat Hubungan Sangat Rendah (tak ada korelasi) 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,000 Sangat Kuat Sumber: Sugiyono (2014: 184).
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Karakteristik self efficacy yang dimiliki siswa-siswi kelas VIII SMP seKecamatan Teluk Betung Selatan berkriteria “tinggi” baik dalam aspek akademik, sosial, dan emosional, maupun secara keseluruhan. 2. Terdapat perbedaan antara self efficacy siswa laki-laki dan siswa perempuan sebesar 1% kelas VIII SMP se-Kecamatan Teluk Betung Selatan. 3. Hubungan self efficacy siswa laki-laki dan siswa perempuan dengan hasil belajarnya masing-masing mempunyai nilai signifikasi > 0.05 yang artinya tidak terdapat hubungan antara self efficacy dengan hasil belajar baik pada siswa laki-laki maupun siswa perempuan.
50
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian diatas saran-saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagi penelitian selanjutnya, sebaiknya data kualitatif yang didapatkan tidak hanya bersumber dari angket siswa melainkan juga dari wawancara guru mata pelajaran IPA yang mengajar di kelas tersebut untuk mengetahui lebih jelas bagaimana sikap keyakinan diri (self efficacy) yang dimiliki oleh siswa-siswi tersebut sehingga dapat ditemukan masalah atau alasan dari tingkat self efficacy yang berbeda-beda yang dimiliki siswasiswi pada ketiga sekolah. 2. Siswa dapat memaksimalkan keyakinandirinya melalui evalusai setiap ulangan harian ataupun setiap ulangan semester sehingga mencapai prestasi belajar yang lebih baik. 3. Bagi guru, hasil dari penelitian diharapkan dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman bagaimana self-efficacy yang dmiliki oleh siswanya dengan memperhatikan kepercayaan diri siswa baik siswa laki-laki maupun siswa perempuan sehingga mencapai hasil belajar yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adicondro, Nobelina. 2011. Efikasi Diri, Dukungan Sosial Keluarga Dan Self Regulated Learning Pada Siswa Kelas VIII. Jurnal. Humanitas, Vol. VIII No.1 Januari 2011. 11 hlm. Ali, M. 2013. Prosedur dan Strategi Penelitian Pendidikan. Angkasa. Bandung. 233 hlm. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta. . 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta. 418 hlm. Bandura, A. 1994. Self-Efficacy. Encylopedia Of Human Behavior. 4. 15 hlm. Bandura. . 1996. The Relative Efficacy of Desensitization and Modelling Approaches for Inducing Behavior. Affective and Attitudinal Changes. Journal of Personality and Social Psychology. Vol.121 _________. 1997. Self-efficacy: The exercise of control. Freeman & Co: New York. Bastable, S. 2002. Perawat sebagai pendidik. EGC. Jakarta. BSNP. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Badan Standar Nasional Pendidikan. Jakarta. 59 hlm. Daulay, Siti. F. 2012. Perbedaan Self Regulated Learning Antara Mahasiswa Yang Bekerja Dan Yang Tidak Bekerja. Jurnal. (Online). (http://fpsi.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/jurnalfastirola.ok_.pdf. diakses pada 12 Mei 2016; 18.19 WIB). 9 hlm. Dimyati dan Mudjiono. 2010. Belajar Dan Pembelajaran. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 298 hlm. Djojosoediro, Wasih. 2010. Hakikat IPA dan Pembelajaran IPA. Artikel. (Online). (http://pjjpgsd.unesa.ac.id/dok/1.Modul-1-Hakikat%20IPA%20dan%20Pe-
52
mbelajaran%20IPA.pdf, diakses pada 5 November 2015; 20.17 WIB). 45 hlm. Ebru, Fatma. 2013. The Effects Of Socioeconomic Status And Gender Besides The Predictive Effect Of Self-Efficacy On Life Satisfaction In Adolescence. Jurnal. The Journal of Academic Social Science Studies Volume 6 Issue 3,p.1201-1216, March 2013. (Online). (http://www. jasstudies.com/Makaleler/1512883086_61%C4%B0kizFatma%20Ebru-vd1201-1216.pdf, diakses pada 15 Mei 2016; 21.30 WIB). 16 hlm.
Endrayanto, H.Y. S. dan Y. W. Harumurti. 2014. Penialaian Belajar Siswa di Sekolah. PT. Kanisius. Jakarta. 335 hlm. Eshetu, Amogne. A. 2015. Gender disparity analysis in academic achievement at higher education preparatory schools: Case of South Wollo, Ethiopia. Jurnal. Academic Jurnal Educational Research and Reviews Vol. 10(1), pp. 50-58, 2015. (Online). (http://www.academicjournals.org/journal/ERR/ article-full-text-pdf/B7B3AE549489, diakses pada 13 Mei 2016; 12.50 WIB). 9 hlm. Feist, J. dan G. J. Feist. 2009. Teori Kepribadian diterjemakan Smita Prathita Sjahputri. 2010. Penerbit salemba Humanika. Jakarta. 428 hlm. Gardner, Emily. 2014. Self-Efficacy and Academic Performance. Artikel. (Online). (http://www.udallas.edu/udjs/departments/psychology/20142015/selfefficacy, diakses pada 16 Mei 2016; 10.19 WIB). 6 hlm. Hake, R. R. 1999. Analyzing Change/Gain Scores. Artikel. (Online) (http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf. Pada tanggal 15 Januari 2016 pukul 19.58 WIB). Hamalik, O. 2008. Kurikulum Dan Pembelajaran. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta. 184 hlm. Kemendikbud. 2012. Kurikulum 2013. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 23 hlm. Lackaye, Timothy. 2006. Comparisons of Self-Efficacy, Mood, Effort, and Hope Between Students with Learning Disabilities and Their Non-LD-Matched Peers. Jurnal. Learning Disabilities Research & Practice Nomor 2 Volume 2. (Online). (https://moodle2.cs.huji.ac.il/nu14/pluginfile.php/101329 /mod_resource/content/1/Lackaye_Margalit_et_al_2006.pdf, diakses pada pada 15 Mei 2016; 19.17 WIB). 12 hlm. Majidah, Hairida, dan Erlina. 2012. Korelasi Antara Self-Efficacy dengan Hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Kimia di SMA. Jurnal. (Online). (http:
53
//jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/3319, diakses pada 23 Oktober 2015; 13.40 WIB). 10 hlm Mahyuddin, Rahil dkk. 2006. The Relationship Between Students' Self Efficacy And Their English Language Achievement. Jurnal. Jurnal Pendidik dan Pendidikan jilid 2, 2006. (Online). (http://web.usm.my/apjee/webtest/ APJEE212006/4%20Rahi%20%2861-71%29.pdf, diakses pada 24 Oktober 2015; 15.15 WIB). 11 hlm. Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. Muris, Peter. 2001. A Brief Questionnaire for Measuring Self-Efficacy in Youths. Jurnal. Journal of Psychopathology and Behavioral Assessment, Volume 3 nomor 3. (Online). (https://www.academia.edu/8587719/A_Brief_ Questionnaire_for_Measuring_Self-Efficacy_in_Youths.pdf, diakses pada 18 November 2015; 19.38 WIB). 5 hlm. Muthoharoh, U., Budiyono, dan Nugraheni, P. 2012. Hubungan Gender Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Siswa SMP. Jurnal. (Online). (http://ejournal.umpwr.ac.id/index.php/ekuivalen/article/download/.../1174, diakses pada 25 Oktober 2015; 15.40 WIB) Nuryoto, Sartini. 1998. Perbedaan Prestasi Akademik Antara Laki-Laki Dan Perempuan Studi Di Wilayah Yogyakarta. Jurnal. Jurnal Psikologi nomor 2, 1998. (Online). (http://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/viewFile/7501/5835, diakses pada 13 Mei 2016; 13.01 WIB). 9 hlm. Petrie, Larrondo. 2009. Information Sheet: Gender Differences in Science Achievement. Artikel. (Online). (https://www.engr.psu.edu/awe/misc/ ARPs/ARP_InfoSheet_Science.pdf, diakses pada 13 Mei 2016; 13.47 WIB). 5 hlm. Purwanto, N. 2013. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosda Karya. Bandung. 165 hlm. Purwasari, Yosi. 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Ipa Tentang Perubahan Kenampakkan Permukaan Bumi Dan Benda Langit Melalui Peta Pikiran Pada Anak Kesulitan Belajar Kelas Iv Sd 13 Balai-Balai Kota Padang Panjang. Jurnal. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus volume 1 nomor 1. (Online). (http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu, diakses pada 25 Oktober 2015;15. 50 WIB). 13 hlm. Riduwan. 2012. Belajar Mudah Penelitian. Alfabeta. Bandung. 244 hlm. Riyani, Yani. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa (Studi pada mahasiswa Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Pontianak). Jurnal. Jurnal EKSOS volume 8 nomor 1, 2012. (Online). (http://repository.polnep.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/354/03-
54
YANI%20R.pdf?sequence=1, diakses pada 25 Oktober 2015; 18.47 WIB). 7 hlm. Safaria, T., Ahmad, A. 2013. Effects of Self-Efficacy on Students’ Academic Performance. Jurnal. Journal of Educational, Health and Community Psychology volume 2, 2013. (Online). (http://download.portalgaruda.org/ article.php ?article=123905&val=5539, diakses pada 25 Oktober 2015; 15.38 WIB). 17 hlm. Santrock, J. W. 2008. Psikologi Pendidikan Edisi Ketiga. Penerbit Salemba Humanika. Jakarta. 530 hlm. Santrock, J. W. 2008. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Penerbit Salemba Humanika. Jakarta. 434 hlm. Schmidt, Jennifer A. dan Shumow, Lee. 2012. Change In Self-Efficacy In High School Science Classrooms:An Analysis By Gender. Jurnal. (Online). (http://cedu.niu.edu/scienceinthemoment/reports/LeeSchumowEfficacy.pdf, diakses pada 12 Mei 2016; 19.45 WIB). 21 hlm. Scott, Jill. E. 1996. Self-Efficacy: A Key to Literacy Learning. Artikel. Reading Horizons volume 36 issue 3, 1996. (Online). (http://scholarworks.wmich. edu/reading horizons, diakses pada 20 Oktober 2015; 20.47 WIB). 21 hlm. Siyamta. 2013. Ranah Kognitif dalam Pembelajaran. Gramedia. Malang. 39 hlm. Slavin, Robert. E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek Edisi Kedelapan. Penerbit PT Indeks. Jakarta. 322 hlm. Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 241 hlm. Sudaryono. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Graha Ilmu. Jakarta. 234 hlm. Sudjana. 2015. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono. 2014. Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung. Suwardi, Dana. R. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa Kompetensi Dasar Ayat Jurnal Penyesuaian Mata Pelajaran Akuntansi Kelas Xi Ips Di Sma Negeri 1 Bae Kudus. Jurnal. Economic Education Analysis Journal volume 2, 2012. (Online). (http://journal.unnes.ac.id/sju /index.php/eeaj, diakses pada 25 Oktober 2015; 20.14 WIB). 7 hlm. Zimmerman, B. J. 2000. Self-efficacy: an Essential Motive to Learn. Contemporary Educational Psychology. Vol. 25. 10 hlm.