EDISI 06/2016 NOVEMBER-DESEMBER
DAFTAR ISI EDITORIAL 02 Keluarga, Sekolah Kehidupan
OASE 03 Keluarga : Basis Pastoral SAJIAN UTAMA 04 Bergerak Bersama Menghadapi Tantangan Keluarga Katolik 07 Sekolah Kehidupan SERBA-SERBI 09 Kapel Sistina SAJIAN KHUSUS 10 Sakramen Penguatan Paroki Santa Monika 2016 : Tidak Ada Kata Terlambat 12 INFO KESEHATAN 14 Melumpuhkan Virus Flu KESAKSIAN 15 Penyerahan Diri Total REFLEKSI 17 Bencana atau Rencana (bagian dua) CATATAN PERJALANAN 19 Gunung Suci Varallo APA DAN SIAPA 21 Frater Adi Putra Panjaitan, OSC : Seni Berpastoral 26 FOTO KITA POJOK KELUARGA 32 Kiat Hindari Perselingkuhan POJOK OMK 33 Selagi Masih Ada Kesempatan! CABE RAWIT 35 Aroma Berciri Surgawi INFONIKA 36 Dona Eis Requiem... 37 Rutin Berkumpul di Usia Senja 38 Rekoleksi SPKSM : Dasar Biblis Pelayanan 39 Fun Walk Langkah Indonesia Muda Kebersamaan dalam Kebhinnekaan 40 Demi Memperjuangkan ABK 41 Menyadari Konteks 42 Tiga Kekuatan Jiwa 43 Yang Istimewa bagi Lingkungan Yohanes Pembaptis 43 Misa Lingkungan St. Markus 44 Ziarah dan Syukuran Lingkungan St. Dominikus APA DAN SIAPA 45 Wiwie S. Soedjana : Semuanya Perempuan CERPEN 46 Rindu KOLOM PSIKOLOGI 42 Membaca Pikiran dalam Keluarga OPINI 50 Keluarga Katolik Indonesia: Minoritas di Tengah Masyarakat Majemuk 52 DAPUR & DONASI
FOTO COVER : Keluarga A.Y. Agung Nugroho (dok. pribadi)
ALAMAT REDAKSI: Sekretariat Paroki St. Monika, Jl. Alamanda Blok V no. 1 Sektor 1.2 Bumi Serpong Damai, Tangerang. T (021) 5377427 F (021) 5373737
Komunikasi Umat Monika PELINDUNG: Pastor Bernardus Yusa Bimo Hanto, OSC PENASEHAT: Dewan Paroki Gereja Santa Monika PEMBIMBING: Pastor Yulianus Yaya Rusyadi, OSC PENANGGUNG JAWAB: KomSos St Monika Helena Sapto PEMIMPIN UMUM & REDAKSI: Maria Etty WAKIL PEMIMPIN REDAKSI: Hermans Hokeng REDAKTUR PELAKSANA: Monica Diana MH. SEKRETARIS REDAKSI: Liza Budihardja REDAKSI: Petrus Eko Soelarso, Florensia Unggul Damayanti, Johanna Kemal. REDAKTUR FOTO: Hedi S FOTOGRAFER: Melissa, Charles Lo, Vanditya P. Niestra, Alexander Tony, Steven, Fransiskus, Harris. DESIGN & ILUSTRASI: Nela Realino KARTUNIS: Andreas Dhani Soegara, Julius Joko W. PEMIMPIN BINA USAHA: Monika Tanoto SEKRETARIS: Reni S. SIRKULASI: Pranadjaja/ koordinator (0813.1888049) Lanny, Herlina, E.L. Silvana (St Ambrosius) Henny Riva (0851.00760572), Lily Lie KEUANGAN: Monika Tanoto DONASI: Poppy (0815.855.992.87 hanya SMS/Whatsapp) IKLAN: Susie Jeffri (0896.7845.7456 hanya sms/Whatsapp)
[email protected] DICETAK OLEH: KELOMPOK KERJA GRAFIKA
[email protected], 0816 831107 E :
[email protected] W: http://www.paroki-monika.org Pengurus : Julius Saviordi
Keluarga,
Sekolah Kehidupan Oleh Pastor Yulianus Yaya Rusyadi, OSC
alam pertemuan pastores imam KAJ, beberapa waktu yang lalu, disampaikan satu program yang akan menggantikan program untuk persiapan perkawinan. Sebelumnya program ini kita kenal dengan nama Kursus Persiapan Perkawinan (KPP), dan kini menjadi program Membangun Rumah Tangga (MRT). program KPP, yang sebelumnya bersifat searah, yakni dari para penyampai materi sedangkan para peserta banyak mendengarkan, kini para peserta, yakni pasangan calon suami istri, diajak untuk aktif menggali dari mereka sendiri hal-hal yang penting untuk membangun kehidupan rumah tangga mereka. Diharapkan juga, para peserta akhirnya memperoleh hal-hal yang baik untuk kehidupan keluarga yang akan mereka bangun bersama, baik dari hasil penggalian diri maupun dari masukan para pendamping program MRT. Program MRT ini memang terkesan baru, namun jika kita mencoba menggali, persiapan untuk kehidupan keluarga – langsung maupun tidak langsung – sejak masih kanak-kanak terjadi di tengah kehidupan keluarga serta tempat tinggal / masyarakat. Proses itu, dimulai dengan perhatian kepada cara hidup seorang ayah dan ibu di dalam keluarga, baik dalam hal pola pikir, cara berkata dan bertindak yang kemudian diserap oleh akal budi seorang anak. Demikian pula keluarga-keluarga di dalam lingkungan tempat tinggal pun akan membentuk cara pandang mengenai kehidupan keluarga bagi seseorang. Jika kita menyadari bahwa pembelajaran mengenai kehidupan
D
2 · Komunika
keluarga itu sudah dimulai sejak di dalam keluarga, maka keluarga itu sudah menjadi ‘sekolah’ bagi kehidupan keluarga. Maka sejalan dengan tema bulan adven, bulan keluarga, yakni “Sekolah Kehidupanku”, keluarga menjadi komunitas yang memiliki peran yang luar biasa bagi anak-anak yang kemudian hari akan membangun kehidupan keluarga juga. Oleh karena itu, penting untuk membangun kehidupan keluarga yang rukun, sehat, arif, bijak dan penuh sukacita. Dalam konteks kehidupan beriman, sebagai orang beriman, tentu saja ada yang tidak boleh dilupakan, yakni bagaimana membangun kehidupan beriman di tengah keluarga. Memang, kehidupan beriman bersifat pribadi, namun iman itu bertumbuh di dalam komunitas, dan komunitas adalah keluarga. Dengan demikian, sangatlah penting untuk adanya suasana doa, devosi, dan merenungkan sabda Tuhan di tengah keluarga melalui pendalaman Kitab Suci. Semoga keluarga-keluarga Katolik menjadi sekolah kehidupan yang baik dan menjadi tempat bertumbuhnya iman di dalam kehidupan.
Keluarga: Basis Pastoral Pastor Bernardus Yusa Bimo Hanto OSC
erbicara mengenai reksa pastoral dalam lingkup gereja tentu tidak terlepas dari keluarga. Mengapa? Karena keluarga adalah gereja itu sendiri. Keluarga adalah gereja kecil, gereja mini dimana aktivitas kehidupan beriman mendapat wujud nyatanya dalam seluruh gerak harian kehidupan keluarga itu sendiri. Pada saat akan membentuk keluarga, pasangan-pasangan muda pun mendapat bimbingan pastoral melalui programprogram persiapan, seperti program discovery bagi pasanganpasangan yang sedang berpacaran serius atau mempersiapkan pernikahan untuk mengenal diri sendiri dan diri pasangannya serta belajar berkomunikasi dengan baik. Program ini mengambil moto: “Selamatkanlah Pernikahan Anda, Sebelum Pernikahan Dimulai.” Juga program pendampingan bagi pasangan yang akan melangkah ke jenjang perkawinan mewajibkan mengikuti Program Persiapan Perkawinan melalui Program Membangun Rumah Tangga (MRT). Juga bagi keluarga-keluarga Katolik ada Program Kontak (Kursus Orangtua Katolik). Tujuan dari semuanya itu yakni supaya keluarga tetap satu, utuh dan langgeng. “...apa yang telah dipersatukan Allah...”(Mat 19:6) Kita menyadari bahwa pastoral keluarga merupakan reksa yang kompleks sekaligus dinamis. Kompleks karena meliputi seluruh aspek kehidupan keluarga sendiri; menyangkut pertumbuhan iman, aspek pendidikan, sosial, dan lain lain. Serta dinamis karena berjalan seiring dengan perkembangan pribadipribadi dalam keluarga tersebut dan usia perkawinan dengan segala permasalahannya. Mengingat kompleksitas dan dinamika kehidupan keluargakeluarga Katolik, Paus Fransiskus mengumumkan Sinode Luar Biasa mengenai keluarga pada tanggal 8 Oktober 2013 yang lalu dengan tema : “Tantangan Pastoral Keluarga Dalam Konteks Evangelisasi.” Ada tiga bagian pokok seruan Bapa Suci. Pertama, Menyampaikan injil keluarga dalam dunia masa kini. Kedua, Program pastoral untuk keluarga dalam terang tantangantantangan baru. Dan yang ketiga, Keterbukaan terhadap hidup dan tanggungjawab orangtua dalam pendidikan. Juga dalam KGK 1656 dikatakan: Dewasa ini, di suatu dunia yang seringkali berada jauh dari iman atau malahan
B
bermusuhan keluarga-keluarga kristiani (keluarga Katolik) itu sangat penting sebagai pusat iman yang hidup dan meyakinkan. Karena itu Konsili Vatikan II menamakan keluarga menurut sebuah ungkapan tua, Ecclesia domestica / Gereja rumah tangga (LG.11) Dalam pangkuan keluarga, ’hendaknya orangtua dengan perkataan maupun teladan menjadi pewarta iman pertama bagi anak-anak mereka; orangtua wajib memelihara panggilan mereka masing-masing, secara istimewa panggilan rohani’ Dengan memperhatikan hal-hal di atas, memperlihatkan kepada kita bahwa reksa pastoral keluarga tidak terpisahkan dari reksa pastoral gereja. Keluarga sebagai persekutuan umat beriman diharapkan menjadi lahan persemaian benih-benih Sabda Tuhan dapat bertumbuh hingga berbuah. Kerjasama yang baik keluarga-keluarga serta pendampingan para petugas pastoral bersama para imam selaku gembala akan membantu terwujudnya Kerajaan Allah di dunia.
Keluarga adalah gereja kecil, gereja mini dimana aktivitas kehidupan beriman mendapat wujud nyatanya dalam seluruh gerak harian kehidupan keluarga itu sendiri.
Komunika · 3
Bergerak Bersama Menghadapi
Tantangan Keluarga Katolik
S
ALAH satu program yang dilaksanakan oleh Seksi Kerasulan Keluarga (SKK) Dewan Paroki Santa Monika, berlangsung setiap minggu keempat atau kelima pada Misa hari Minggu sore, pukul 17.00. Peristiwa ini bisa jadi merupakan peristiwa biasa, bagi mereka yang tidak terlibat di dalamnya. Tetapi, bagi pasutri yang mengikuti pembaruan janji perkawinan, seolah mereka diingatkan kembali akan janji-janji untuk setia dalam membangun keluarga Katolik di hadapan Allah, saat mereka saling mengucapkan janji perkawinan beberapa tahun silam. Mempertahankan perkawinan dengan segala tantangan yang ada saat ini, memang tidaklah mudah. Maka, tema keluarga menjadi perhatian yang penting dan mendesak untuk diangkat dalam salah satu tema Sidang Agung Wali Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) IV yang dilaksanakan pada 2-6 November 2015 di Cimacan, Bogor, Jawa Barat. Dihadiri oleh 569 peserta termasuk uskup, imam, biarawan, biarawati, dan perwakilan umat dari 37 keuskupan serta perwakilan
4 · Komunika
Keuskupan Militer dan kategorial, SAGKI mengambil tema “Keluarga Katolik: Sukacita Injil, Panggilan dan Perutusan Keluarga dalam Gereja dan Masyarakat Indonesia yang Majemuk”. Secara nyata, Gereja ingin mengajak seluruh umat untuk mengadakan gerakan bersama dalam menghadapi tantangan-tantangan keluarga saat ini. Kemudian gerakan ini diteruskan ke parokiparoki melalui Seksi Kerasulan Keluarga yang lebih dikenal dengan nama SKK Paroki. Idealnya, peran konkret yang sampai kepada umat adalah terbentuknya SKK di tingkat lingkungan yang boleh kita sebut SKK Lingkungan.
Seperti yang disampaikan oleh Ketua SKK Paroki, pasutri Albertus Magnus Sugiarto dan Bernadeth Maria Tjendrawati, visi SKK Paroki Santa Monika adalah membangun keluarga yang saling melayani dengan penuh kasih, dilandasi semangat gembala yang baik dan murah hati, dengan mewujudkan Kerajaan Allah yang Maharahim. Sedangkan misi yang diemban SKK paroki adalah (1) Membentuk keluarga yang mempunyai sikap saling mengasihi dan melayani dengan penuh kasih. (2) Keluarga yang mau bersikap peduli dan kasih kepada sesama yang menderita, sakit, miskin, cacat, dan tersingkir yang membutuhkan perhatian. (3) Keluarga yang bertumbuh dalam iman Katolik dan siap menanggapi panggilan dan perutusan. (4) Menghadirkan bentuk keluarga yang taat dan setia akan pembinaan Katolik, contohnya bertanggung jawab dalam pembaptisan bayi mereka, menghantarkan anak-anak mereka untuk menerima Komuni Pertama atau Sakramen Krisma, dan mengembangkan nilai-nilai kerohanian serta penghayatan hidup beriman dalam meneladan Keluarga Kudus Nazaret. Saat ini, SKK Paroki berfokus pada program Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) dan Misa peringatan Hari Ulang tahun perkawinan ( HUP ) setiap bulan. “Tidak ada prosedur khusus bagi pasutri yang ingin ikut Misa HUP. Prosedurnya mudah saja. Perserta cukup mendaftarkan diri ke panitia yang biasanya ada di depan gereja setelah Misa,” demikian Tjendra menjelaskan. “Satu jam sebelum Misa, para peserta Misa HUP akan dikumpulkan dan diberi pengarahan tentang tujuan utama mengikuti Misa HUP, yaitu memperteguh hidup perkawinan pasutri, diingatkan juga bahwa Misa ini jangan dilihat hanya sebagai kegiatan ceremonial saja untuk merayakan Hari Ulang Tahun Perkawinan, tapi untuk memperteguh janji perkawinan yang pernah diucapkan saat menikah dahulu,” kata Sugi dan Tjendra menambahkan. “Peserta yang ikut Misa HUP ini rata-rata 25 pasang setiap bulan. Dulu, pada masa-masa program ini baru dijalankan, diadakan dua bulan sekali dan kebanyakan peserta Misa HUP adalah pasutri yang memang sudah dikenal sebagai aktivis gereja. Namun dengan berjalannya waktu, makin lama kegiatan ini makin terasa menyatu dan ternyata juga diminati oleh mereka yang selama ini tidak terlihat aktif dalam kegiatan di paroki, ” kata Tjendra dengan mimik gembira. Hal ini menunjukkan bahwa program HUP sudah menyentuh umat lebih luas. Diharapkan, ke depannya akan menjadi suatu kebutuhan bagi semua pasangan suami-istri yang merayakan HUP. “Pernah terjadi ada pasutri yang kebetulan hadir pada hari Minggu saat ada pembaruan janji perkawinan, kemudian mereka ingin ikut daftar untuk bulan berikutnya, padahal pasutri ini dari paroki lain.” Misa HUP hanyalah salah satu program yang dijalankan, sebagai sarana mengembalikan keharmonisan pasutri yang telah sekian tahun menjalani perkawinan Katolik. Hal ini sejalan dengan hasil SAGKI ke-4 di mana Gereja mensyukuri perkawinan Katolik sebagai sakramen, tanda kehadiran Allah Tritunggal dalam hidup berkeluarga. Percaya bahwa Allah yang menghendaki, memberkati, dan mencintai keluarga. Keyakinan ini meneguhkan pasutri untuk setia dalam untung dan malang, serta menambah sukacita dalam keluarga baik secara spiritual, relasional ataupun sosial. Beratnya tantangan yang dihadapi keluarga saat ini menjadi keprihatinan Gereja, karena membuat lunturnya nilai-nilai kesetiaan dalam perkawinan.
Namun, Gereja masih mempunyai beberapa harapan, antara lain mulai menyiapkan pasangan calon pasutri yang akan menerima Sakramen Perkawinan melalui program Kursus Persiapan Perkawinan (KPP) yang diadakan di setiap paroki. Sugiarto menjelaskan, “SKK Santa Monika mengadakan KPP setahun tiga kali pada Februari, Juni, dan Oktober dengan jumlah peserta rata-rata 40 pasang calon pasutri. Mulai tahun 2017, Komisi Kerasulan Keluarga KAJ akan memperbarui program KPP menjadi Membangun Rumah Tangga, disingkat MRT.” Apakah perbedaan KPP dan MRT? Bedanya, kegiatan dalam KPP lebih berupa kelas dalam suasana belajar-mengajar. Sedangkan MRT lebih meminta keaktifan dan partisipasi aktif peserta berdiskusi mengenai banyak hal sebelum membuat keputusan. Modul MRT ini dikemas dalam 12 topik bahasan yang bisa digunakan sebagai pegangan bahan diskusi. Dalam materi KPP, calon pasangan dibekali dengan materi pemahaman tentang perkawinan dari sudut pandang teologi, psikologi, moral, kesehatan, ekonomi, seksualitas, dan gender. Namun, demikian ada keluhan bahwa materi yang diberikan belum menyentuh hal pokok, seperti unsur-unsur hakiki dan tujuan perkawinan Katolik. Di dalam modul MRT, pembekalan ini mempunyai empat fungsi, yaitu meneguhkan iman, meningkatkan pengetahuan yaitu mendidik dengan jelas dan tepat tentang Sakramen Perkawinan, meningkatkan keterampilan pasangan suami istri, serta meneguhkan iman calon pasangan suami-istri untuk memberi kesaksian di tengah umat. Program MRT membantu calon pasangan agar berkembang menjadi manusia utuh dalam jiwa, raga, kehendak dan akal budi, serta menghargai pasangan. Diharapkan, mereka mampu merawat rumah tangga sendiri, sesuai dengan misi keluarga yaitu menjaga, menyatakan, dan mengkomunikasikan cinta.
Hasil SAGKI ke-4 merumuskan tantangan dan kelemahan yang dihadapi keluarga Katolik saat ini, antara lain berupa: beban ekonomi yang semakin tinggi, berkurangnya penghayatan religius dalam keluarga, ketidaksetiaan dalam perkawinan, pemujaan kebebasan serta kenikmatan pribadi, perkembangan media informasi menggantikan
Komunika · 5
perjumpaan pribadi. Sedangkan berbagai kelemahan yang ditengarai adalah: kurang dewasa secara iman dan wawasan, kelemahan akan penyakit dan meninggalnya pasangan, perpisahan yang tak terelakan, usia tua yang sendiri. Semua beban ini menyebabkan perasaan sedih, bingung, sepi, bahkan putus asa, dan bisa membawa pada krisis iman. Sebelum krisis terjadi, sebuah keluarga haruslah dipelihara. Memelihara hidup berkeluarga juga tidak cukup hanya dengan persiapan perkawinan dan pembaruan janji perkawinan saja. Komisi Kerasulan Keluarga KAJ juga membuat program baru bernama KONTAK kepanjangan dari Kursus Orangtua Katolik. Program berupa kursus selama dua hari ini bertujuan untuk: (1) Menginspirasi para orang tua Katolik dalam membesarkan anak-anak mereka secara Katolik, manusiawi dan wajar. (2) Membekali orangtua Katolik secara berkelanjutan agar semakin bertumbuh dan berbuah. (3) Menciptakan gerak bersama orangtua Katolik se Keuskupan Agung Jakarta. Di dalam program ini akan ditanamkan pola pengasuhan anak secara Katolik yang membedakan dengan pola pengasuhan pada umumnya, yaitu Self Donative Parenting (pengasuhan yang mempersembahkan diri). Peserta program KONTAK akan dibagi dalam empat kelompok besar, yaitu kelompok orang tua yang mempunyai anak berusia 0-5 tahun, 6-12 tahun, 1318 tahun, dan lebih dari 18 tahun. Tematik Kontak meliputi: menumbuhkan iman anak, menjadi ayah Katolik yang hebat, menjadi seorang ibu yang lekat dengan anak dan mengasuh anak sambil berkarir. Program KONTAK akan menjadi kegiatan rutin tahunan paroki sesuai dengan schedule KAJ, yang rencananya akan diadakan setahun dua kali. Informasi pelaksanaan ini akan dilakukan melalui SKK Lingkungan. Kembali kepada permasalahan keprihatinan gereja akan tantangantangangan yang dihadapi keluarga-keluarga Katolik saat ini, maka langkahlangkah yang akan dilakukan oleh SKK baik di tingkat keuskupan ataupun paroki, tidaklah dapat terwujud tanpa peran serta pengurus di lingkungan, tempat dimana umat itu berada. Gereja terpanggil untuk bersama-sama mencari, menyapa, mendengarkan dan bersehati dengan keluarga yang tengah menghadapi keadaan ini, melalui SKK yang terbentuk di lingkunganlingkungan. Saat ini lingkungan yang sudah mempunyai SKK berjumlah kurang lebih 45 lingkungan dari 135 Lingkungan yang ada. “Masih banyak lingkungan yang belum menyadari perlunya SKK di lingkungan. Banyak pandangan dari Ketua Lingkungan yang merasa bahwa tidak ada keluarga yang bermasalah di lingkungannya,” ujar Sugiarto menyampaikan kendala yang dihadapi. “Padahal SKK Lingkungan dibutuhkan bukan semata untuk menyelesaikan masalah keluarga namun juga berperan dalam pemeliharaan hidup kristiani keluarga-keluarga Katolik di lingkungan sebagai perpanjangan tangan SKK Paroki yang juga pada dasarnya merupakan perpanjangan tangan dari program Komisi Kerasulan Keluarga KAJ. Bukan hanya menunggu jika ada masalah yang muncul dari warganya,” papar Sugiarto. Alhasil, SKK Lingkungan akan memberikan infomasi data tentang masalah keluarga yang ada di lingkungannya. Mengutip penjelasan Mgr.Ignatius Suharyo dalam SAGKI ke-4, peran konkret Seksi Kerasulan Keluarga yang ada di setiap paroki, di antaranya, ” Jika ada keluarga Katolik di lingkungan yang pernikahannya tidak sah secara Katolik, SKK yang mencoba membantu menyelesaikan masalah tersebut.” Dalam kesehariannya, SKK Lingkungan lebih berfokus pada tanggung jawab membangun keharmonisan keluarga yang ada di lingkungannya, mencegah sedini mungkin permasalahan yang timbul, membantu pendampingan sebelum keadaan semakin memburuk. SKK Lingkungan juga bertugas menjaga dan mengingatkan untuk terus menjalin kebersamaan dalam satu keluarga, mengingatkan keluarga akan pentingnya makan bersama dan doa bersama, mengingatkan untuk menerimakan Sakramen Baptis bayi kepada
6 · Komunika
Secara nyata, Gereja ingin mengajak seluruh umat untuk mengadakan gerakan bersama dalam menghadapi tantangantantangan keluarga saat ini.
keluarga yang baru melahirkan, mengingatkan penerimaan Komuni Pertama atau Sakramen Krisma kepada keluarga yang mempunyai anak remaja muda, mengingatkan perlunya ikut MRT bagi warga yang akan menikahkan anaknya. Kunjungan kepada keluarga yang sudah lansia, menyapa keluarga yang tidak pernah aktif dalam kegiatan, mendata keluarga-keluarga yang membutuhkan bantuan sosial ekonomi, sakit, mengajak keluarga untuk mengikuti programprogram kegiatan yang diadakan oleh SKK paroki, dll. Spirit yang dikembangkan adalah “kemurahan hati dan belarasa khususnya terhadap keluargakeluarga yang mengalami tantangan hidup yang tidak mudah” dan dalam pelaksanaannya dapat bekerjasama dengan seksi-seksi lain ataupun dengan komunitas kategorial yang ada di paroki. Di dalam susunan pengurus SKK paroki saat ini, juga sudah terbentuk pendamping SKK Wilayah yang bertugas mendampingi SKK-SKK yang ada di lingkungan. Dari 29 wilayah di paroki ini ada 13 pasutri yang ditunjuk untuk mendampingi wilayah yang ada. SKK Pendamping wilayah bisa saja mendampingi satu atau dua wilayah. Pengurus SKK ini semuanya pasutri. Mari membangun kembali nilai-nilai luhur dalam keluarga-keluarga! Kita sambut ajakan Gereja untuk mengadakan gerakan bersama dalam menghadapi tantangan-tantangan keluarga saat ini, didampingi oleh Seksi Kerasulan Keluarga di paroki dan lingkungan.
Pewarta Iman Pertama Oleh Ina Hardono
S
anto Yohanes Paulus II mengatakan bahwa keluarga merupakan suatu komunitas pribadi yang keberadaan dan cara hidup bersamanya merupakan sebuah persekutuan antarpribadi. Keluarga sebagai komunitas basis, merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat yang juga merupakan Gereja mini, sejalan dengan apa yang dinyatakan dalam Konsili Vatikan II yang menamakan keluarga menurut sebuah ungkapan kuno “Ecclesia domestica” (Gereja rumah tangga). Dalam Gereja mini inilah terkandung kekuatan yang besar dalam pembentukan pribadi masing-masing anggotanya. Dalam Katekismus Gereja Katolik dinyatakan “Hendaknya orang tua dengan perkataan maupun teladan menjadi pewarta iman pertama bagi anakanak mereka, orang tua wajib memelihara panggilan mereka masing-masing, secara istimewa panggilan rohani. Dengan demikian, keluarga adalah sekolah kehidupan Kristen yang pertama dan “suatu pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan”. Semakin Besar Setiap jaman memiliki tantangannya masing-masing. Pada masa kini, tantangan hidup – khususnya hidup berkeluarga – memang semakin besar. Mentalitas kehidupan modern seperti individualisme, konsumerisme, hedonisme, sekularisme dan berbagai paham kebebasan, new age, dan lain-lain menjadi tantangan yang berat untuk nilai-nilai kehidupan keluarga. Perkembangan teknologi informasi mengakibatkan berbagai informasi
dan berita –- baik positif maupun negatif -– dapat diakses dengan mudah, membuat godaan menjadi semakin nyata dalam pandangan setiap orang. Akibatnya, orang yang “lemah” dapat dengan mudah terjatuh ke dalam berbagai cobaan tersebut. Belum lagi orang harus berjuang untuk memerangi penyakit masyarakat yang merajalela akibat kemajuan zaman, seperti narkoba, minuman keras, dlsbnya. Dalam buku “Allah Menyertai Keluarga“ yang ditulis oleh Pastor Albertus Purnomo, OFM dikatakan, “Keluarga-keluarga dalam Alkitab bukanlah keluarga yang mudah menyerah dan bertekuk lutut pada persoalan hidup. Mereka adalah keluarga yang beriman dan tangguh sehingga dengan bantuan Allah sedapat dan secepat mungkin mencari jalan keluarnya.” Dengan belajar dari keteladanan keluargakeluarga yang ada dalam Alkitab, kita menyadari bahwa setiap keluarga punya peran penting dalam karya keselamatan Allah. Jadi, Gereja mini merupakan tempat berseminya Kasih Allah yang menjadikan tempat Tuhan Yesus berkarya untuk keselamatan manusia dan berkembangnya kerajaan Allah. Paus Fransiskus menulis: Tidak ada keluarga yang sempurna Kita tidak punya orang tua yang sempurna Kita tidak sempurna Kita tidak menikah dengan orang yang sempurna Kita juga tidak memiliki anak yang sempurna. Kita memiliki keluhan tentang satu sama lain Kita kecewa satu sama lain... Memang tidak ada keluarga yang sempurna. Namun demikian, adalah tugas kita sebagai pasangan suami-istri untuk selalu berusaha menciptakan keluarga yang sehat dan bahagia. Perlu diingat bahwa setiap orang dan setiap keluarga itu unik, maka tidak ada satu resep yang ampuh dan cocok untuk semua keluarga yang bisa menjadikan keluarga sehat dan bahagia. Memang di dunia ini tidak ada keluarga yang Komunika · 7
!
!
!
!
!
"
! #
$ ###%& '
(
sempurna tapi menurut pengalaman kami ada beberapa prinsip dasar yang bisa mengarahkan dan menumbuhkan anggota keluarga kita secara spiritual, emosional dan relasi untuk bisa membangun keluarga yang sehat dan bahagia seperti yang Tuhan kehendaki. Berikut ini beberapa prinsip dasar untuk membina keluarga yang sehat dan bahagia Pertama, luangkan waktu. Anak-anak membutuhkan kehadiran yang menunjukkan perhatian dan kepedulian. Sangat penting untuk meluangkan waktu sebanyak mungkin dengan pasangan dan anak-anak. Luangkan waktu untuk ngobrol, membantu anak-anak, hadir dalam setiap peristiwa penting ( ulang tahun, komuni pertama, terima rapor, pentas dll). Ingatlah, menjadi orang tua adalah tugas dan panggilan Tuhan yang lebih penting dari pekerjaan apapun. Pengaruh kita terhadap anak-anak merupakan warisan yang paling berharga buat anak-anak. Kita luangkan waktu seperti bermain bersama, memberi dukungan terutama pada saat-saat yang sulit, memberikan pujian atas keberhasilannya, berlibur bersama dan lain-lain. Kedua, tunjukkan bahwa kita mencintai pasangan. Sebagai pasangan suami istri, kita harus menunjukkan kepedulian kita satu sama lain. Saling menghormati dan saling mendukung dalam pekerjaan rumah tangga. Buat date dengan pasangan. Misalnya: nonton, rekreasi berdua saja atau olah raga bersama. Pasangan yang saling mencintai memberikan harapan dan rasa aman buat anak-anak. Ketiga, bermain bersama. Bermain bersama akan memberikan kenangan yang indah untuk anak-anak yang bisa merekatkan keluarga dengan kuat. Kebersamaan antar anggota dalam keluarga sangat berarti bagi masing-masing anggota keluarga. Kami berusaha menanamkan nilai-nilai itu kepada anak-anak kami sehingga dimanapun mereka berada ada kerinduan untuk berkumpul bersama. Keempat, ke gereja dan doa bersama. Kami memiliki komitmen untuk ke gereja dan berdoa bersama dengan anak-anak kami. Kami saling mendoakan dan ini menjadikan suka cita bagi keluarga kami yang terus menerus menumbuhkan kebiasaan saling untuk
8 · Komunika
memperhatikan. Menghadirkan Tuhan dalam keluarga menjadikan kami berkembang dalam relasi, baik dengan pasangan maupun dengan anak-anak. Relasi orang tua yang baik dan akrab tentu akan membantu berkembangnya iman dalam keluarga. Kelima, makan bersama. Buat rencana/jadwal agar bisa memprioritaskan makan bersama di rumah. Kebiasaan dalam keluarga kami ketika anak-anak masih kecil/ remaja, seminggu sekali kami makan di luar bersama dan anak-anak bergiliran menentukan restoran dan tipe menu makanan. Dan ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak kami. Keenam, komunikasi dengan baik, komunikasi positif dan penuh cinta. Usahakan untuk bisa mendengarkan dengan sabar ketika pasangan atau anak-anak menyampaikan ide-ide atau perasaannya. Cari cara-cara bagaimana kita bisa menunjukkan bahwa kita mencintai mereka. Memberikan katakata peneguhan, dorongan dan dukungan akan apa yang mereka kejar dan mereka sukai akan menumbuhkan rasa percaya diri pada anak. Beruntung, kami mengikuti Retret Marriage Encounter, dialog dengan pasangan yang diajarkan dalam retret itu merupakan sarana yang sangat effektif untuk bisa berkomunikasi secara mendalam dengan pasangan dan telah mengubah pola hidup kami. Kendala dalam berkomunikasi yang awalnya merupakan persoalan, sedikit demi sedikit bisa kami atasi. Yang terpenting, kami mawas diri, berani mengubah diri, tidak menuntut pasangan untuk berubah. Sebagaimana pengalaman kami yang dikaruniai tiga putra/i, pendidikan akan kasih dan sopan santun, kemauan untuk berbagi, penanaman iman maupun kebiasaan kemandirian terbiasa kami tularkan kepada anak-anak kami sejak dini agar tetap terbawa sampai mereka dewasa. Bila komunikasi dalam keluarga selalu terbina, penghayatan bisa ditingkatkan dan nilai-nilai dapat selalu ditumbuhkan, maka anggota keluarga dapat menjadi lilin-lilin kecil yang memancarkan kasih dan dapat memberikan kehangatan bagi orangorang sekitarnya. Seperti ditulis dalam Kitab Yesus bin Sirakh : Tiga hal yang disukai jiwaku, Allah, dan manusiapun berkenan kepadanya, yakni: kerukunan di antara saudara dan persahabatan di antara kawan, dan suami-istri yang selaras (Sir 25 : 1). Mari kita berpartisipasi sesuai dengan peran kita masing-masing!
dan awam yang berkedudukan penting. Sesuai kalender kepausan, ada 50 acara dalam satu tahun. Dalam acara tersebut, seluruh anggota Kapel Sri Paus wajib datang. Dari 50 acara ini, 35 di antaranya adalah Misa (delapan Misa diselenggarakan di Basilika Santo Petrus, dan dihadiri oleh banyak orang). Misamisa ini termasuk Misa Natal dan Misa Paskah -- dua Misa biasanya dipimpin langsung oleh Sri Paus. Sedangkan 27 Misa lainnya bisa diselenggarakan di tempat yang lebih kecil dan tidak perlu dihadiri oleh khalayak ramai. Kebutuhan akan tempat inilah yang menjadi alasan dibangunnya Kapel Sistina.
Kapel Sistina )
! !
# !
*
+! !
& # RSITEKTURNYA berbentuk batu persegi empat... seakan melahirkan kembali Kuil Salomo pada jaman Perjanjian Lama. Seluruh dekorasi Kapel Sistina merupakan karya seniman-seniman besar, seperti Michael Angelo, Raphael, dan Sandro Botticelli. Pada tahun 1508, Paus Yulius II memerintahkan Michael Angelo untuk melukis langit-langit Kapel Sistina. Michael Angelo melukis langit-langit kapel seluas 12.000 persegi itu pada tahun 1508 hingga tahun 1512. Ia sempat jengkel dan berpikir bahwa tugas tersebut hanya untuk kebesaran Paus. Ternyata, lukisan-lukisan itu justru menjadi mahakaryanya. Tempat berjalan di dalam Kapel Sistina berupa marmer dan batu-batu berwarna. Jalan ini juga untuk menandai arah prosesi dari pintu utama, yang biasa digunakan oleh Paus pada acara-acara penting seperti Minggu Palma. Sejak era Paus Siktus IV (tahun 1400an), kapel ini menjadi tempat kegiatan keagamaan dan kepausan. Salah satunya,
A
tempat diselenggarakannya pemilihan Paus baru (Konklaf). &
Nama Kapel Sistina berasal dari Paus Siktus IV, yang merestorasi Kapel Magna antara tahun 1477 hingga tahun 1480. Selama periode ini, sekelompok pelukis seperti Pietro Perugino, Sandro Botticelli, dan Domenico Ghirlandaio membuat beberapa lukisan dinding yang menggambarkan kehidupan Musa dan Yesus. Lukisan-lukisan tersebut selesai digarap pada tahun 1482 dan 1483. Misa pertama di Kapel Sistina diselenggarakan pada 9 Agustus 1483, tepat pada perayaan Bunda Maria Diangkat ke Surga. Pada Misa tersebut, Kapel Sistina dipersembahkan kepada Santa Perawan Maria. Sejak era Siktus IV, kapel ini menjadi tempat kegiatan religius dan aktivitas kepausan. Pada waktu kepemimpinan Paus Siktus IV pada akhir abad ke-15, kapel Sri Paus ini beranggotakan 200 orang, termasuk para imam, pegawai Vatikan,
, Bagian luar Kapel Sistina tidak dihiasi dengan hiasan-hiasan arsitektur atau dekoratif, seperti yang biasanya ada di gereja-gereja jaman Abad Pertengahan dan Renaissance di Italia. Bangunan ini tidak memiliki facade bagian luar ataupun pintu gerbang yang dapat digunakan untuk prosesi arakarakan karena jalan masuk selalu lewat ruang-ruang dalam di lingkungan Istana Kepausan. Ruangan dalam dibagi menjadi tiga lantai dengan bagian paling bawah berukuran sangat luas dan ditopang oleh ruang bawah tanah berbentuk setengah lingkaran yang sangat kokoh, dilengkapi juga dengan beberapa jendela dan sebuah pintu untuk menuju ke halaman luar. Bagian atasnya adalah ruangan utama, yakni kapel. Ukuran dalamnya; panjang 40,9 meter dan lebar 13,4 meter sesuai dengan ukuran Kuil Solomon seperti di dalam Perjanjian Lama. Langit-langitnya melengkung berbentuk kubah dengan ketinggian 20,7 meter dari lantai. Fungsi Kapel Sistina masih sama hingga kini; menjadi tempat penyelenggaraan berbagai acara penting dalam Kalender Kepausan, kecuali saat Sri Paus sedang berpergian. Di kapel ini terdapat sekelompok paduan suara tetap. Banyak lagu pernah diciptakan khusus untuk mereka. Salah satunya yang terkenal adalah Miserere karya Allegri. (MV3)
Komunika · 9
&
&
-./0
Tidak Ada Kata Terlambat
P
ADA 18 Juni 2016, Subseksi Emmaus Journey (EJ) menerima penugasan dari DPH Pendamping Krisma guna membentuk kepanitiaan. Bukan tugas yang mudah ‘menghimpun domba-domba’ berjumlah ratusan orang, yang tengah bersiap menerima Sakramen Krisma pada Oktober 2016. Namun demikian, 60 alumni EJ dari berbagai angkatan segera menerima tugas ini dan bersungguh-sungguh melaksanakannya. Pendampingan dilakukan oleh Antonius Sutrisno (DPH Sie Katekese) dan Emah Suhamah (Ketua Subseksi Krisma). Dimoderatori oleh Pastor Faustinus Sirken, OSC, susunan panitia pun terbentuk: Sie Katekese Kasim, Ketua Petrus Rudyanto, Wakil Ketua Stefanus Suhito, Sekretaris Fransisca Helen dan Bendahara Eddy E. Wirianto, serta Cornelia Kristiati A. Rekan-rekan EJ lainnya dalam kepanitiaan inti adalah E. Evi Susanto, Epivina, Elisa G. Djatmiko, Susy Sugiarta, Surja Wisanta, Eugenia Yuniati, Yohanes Suwandi H., Maria Margaretta V., Yosefa Maria Farida, Christian, Benedictus Renno R. T., Suhendra Suwarna, Antonius S. Setiadi, Simon A. Sugiarto. Sementara itu, tugas sebagai Wali Krisma diberikan kepada Prasetyo Stanislaus, Indriani Laksmi Dewi, Andre AAY Soliwoa, dan Theresia H. Dwiastuti. Mayoritas calon penerima Sakramen Krisma adalah remaja. Disyaratkan telah dibaptis, minimal sudah duduk di kelas 8 (setara kelas II SMP) atau sudah melewati usia 14 tahun sebelum tanggal penerimaan sakramen. Adapun total peserta Sakramen Krisma adalah 624 orang yang berasal dari berbagai sekolah di wilayah Serpong, seperti Santa Ursula BSD (298 orang), Saint John BSD (38 orang), Stella Maris BSD (51 orang), Binus BSD (27 orang), Strada VMM (24 orang), dan Nanyang BSD (18
10 · Komunika
orang). Sisanya adalah dari sekolah-sekolah lain yang terhimpun dalam kelompok remaja Paroki Santa Monika (71 orang), kelompok remaja Stasi Ambrosius VMM (31 orang), serta tentu saja ada kelompok dewasa Paroki Santa Monika (61 orang). Paroki Laurensius Alam Sutra ‘menitipkan’ lima umatnya. Materi pengajaran yang diberikan adalah : Sakramen Inisiasi, Aneka Karunia, Kesaksian Umat Beriman, Keterlibatan Awam sebagai Anggota Gereja, Pewartaan dan Penggembalaan, Panggilan Kepada Kesucian, Hidup Berkomunitas dan Hal-hal Praktis Penerimaan Sakramen Penguatan. Pembekalan dilakukan selama dua bulan setiap hari Minggu bagi kelompok dewasa dan anak-anak yang tidak bersekolah di sekolah Katolik. Dimulai pada akhir Agustus dan berakhir pada bulan Oktober. Penerimaan sakramen penguatan itu sendiri dilakukan oleh dua uskup yaitu Mgr. Ignatius Suharyo (Keuskupan Agung Jakarta) dan Mgr. Antonius Subianto Bunjamin, OSC, (Keuskupan Bandung) pada hari Minggu, 30 Oktober 2016 pukul 08.30 hingga 10.30. Bertempat di Gereja Santa Monika, Serpong. Dalam homilinya Mgr. Anton mengisahkan tentang Zakheus si pemungut cukai. Bagaimana ia bertobat setelah bertemu Yesus. Ketika Yesus muncul niat Zakheus untuk melihat kehadiranNya terhalang oleh dua faktor, eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah orang banyak yang menghalangi Zakheus untuk mendekat pada Yesus. Faktor internal adalah tubuh Zakheus yang pendek. Setelah naik ke atas pohon dan akhirnya Yesus melihat dirinya maka Zakheus dipanggil oleh Yesus. Sejak itulah pertobatannya muncul, sifatnya yang egois berubah menjadi altruis. Mampu memberi perhatian atas kesejahteraan orang lain. Seperti pengalaman Zakheus para penerima sakramen penguatan seringkali menghadapi faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal barangkali tidak adanya keluarga/teman yang mendukung dirinya untuk menerima penguatan, ‘untuk apa dilakukan sekarang?’. ‘untuk apa sok suci?’ Faktor internal adalah dari dalam diri sendiri yang biasanya terwujud dalam sikap malas untuk menerima pembekalan penguatan yang identik
dengan pelajaran/les agama selama beberapa minggu. Faktorfaktor inilah yang menghalangi kedekatan kita dengan Allah. Menutup homili Mgr. Anton mengatakan bahwa dalam belas kasih Allah tidak ada kata terlanjur atau terlambat. Sakramen penguatan dilengkapi dengan tujuh karunia roh kudus yaitu roh kebijaksanaan, roh pengertian, roh penasihat, roh takut akan Allah, roh pengetahuan, roh takwa dan roh kekuatan. Ketika roh-roh ini dicurahkan maka diharapkan kita akan makin sesuai dengan identitas kita sebagai orang Katolik. Seperti Zakheus yang namanya berarti adalah ‘saleh’ namun berbuat tidak saleh maka ia mengalami kegelisahan. Ketika si saleh pada akhirnya berbuat saleh setelah bertemu Yesus ia menemukan sukacita. Seperti orang-orang Katolik yang telah dibaptis dan menerima sakramen penguatan maka identitas " kita akan berjumpa dengan Tuhan dan menemukan sukacita. Kata Yesus kepadanya: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham” (Lukas 19:9). (Josephine Winda, dokumen panitia krisma 2016: Yuni & Helen)
Komunika · 11
Setiap Domba Punya Cerita Oleh Josephine Winda
YAH saya Muslim dan ibu saya Katolik KTP. Kedua orang tua mengajarkan tentang agama mereka masing-masing dengan ‘gaya minimalis’. Tidak ada ibadah atau doa khusus apa pun yang diajarkan kepada anak-anaknya. Saya mengenal agama Katolik karena masuk TK dan SD Katolik. Itu pun
A
12 · Komunika
saya kurang suka. Saya ‘tersiksa’ setiap kali ke Gereja Katolik pada saat Komuni. Karena semua orang maju ke depan untuk menerima tubuh Kristus, terkecuali saya yang harus tetap duduk di bangku bagaikan narapidana. Hal ini terus berlangsung hingga saya berusia kira-kira 24 tahun. Saat masih kecil, tidak ada yang membimbing agama kecuali pelajaran agama Katolik yang saya terima secara formal di sekolah. Setelah dewasa, saya ‘malas’ les agama. Bayangkan setahun harus les agama untuk menjadi Katolik! Akhirnya, saya mencoba mengikuti katekisasi ketika lulus pada awal usia 20-an. Ketika saya hijrah ke Jakarta, guru les agama Katolik saya yang sudah sepuh di Yogyakarta wafat. Jadi, seluruh berkas katekisasi saya selama setahun lenyap begitu saja. Saya sempat berpikir agama Katolik adalah agama yang paling merepotkan di dunia. Saya mulai ragu dan ‘oh please!’ Namun, entah mengapa saya mengambil katekisasi lagi di Paroki Salvator, Jakarta Barat, dan berhasil dibaptis pada tahun 1997.
Begitupun saya baru tahu masih harus mendapatkan sakramen lainnya, yaitu Sakramen Krisma dengan diberi minyak krisma pada dahi. Kemalasan saya menggelembung. Hingga selama 19 tahun berikutnya, saya belum juga menerima Sakramen Krisma. Saya puas menjadi Katolik kecil-kecilan. Toh yang penting saat Komuni, saya bukan lagi pesakitan yang ‘ndeprok’ sendiri di bangku menonton umat lainnya lalu-lalang dengan wajah khusyuk. Semasa kecil, secara tidak langsung ibu menerapkan sikap agnostik tentang Tuhan dan agama kepada saya. Saya terheran-heran pada begitu banyaknya orang yang menggembar-gemborkan tentang kebesaran Tuhan, tetapi saya kok tidak bisa berkomunikasi dengan-Nya? Saya pura-pura mengerti tentang Tuhan padahal selalu bertanya-tanya. Tuhan ada di mana? Dan bagaimana sih cara mendengarkan suara-Nya? Atau petunjuk-Nya? Sejak mengenal agama Katolik, saya paling mengelukan Rasul Tomas. Menurut saya, dia adalah rasul yang paling pintar karena tidak mau percaya begitu saja sebelum mencucukkan jemarinya di bekas lubang penyaliban pada telapak tangan Yesus. Mengapa seseorang harus percaya tanpa bukti? Bagaimana jika ditipu? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul dalam keraguan tentang Tuhan dan agama. Kehidupan sejak masa kecil hingga akhirnya saya dibaptis bisa dibilang tidak terlalu menyedihkan, namun juga tidak terlalu menggembirakan karena ayah saya tidak pernah kembali ke rumah sejak saya berusia sepuluh tahun dan ibu terus-menerus bekerja. Secara materi, saya dan adik hidup berkecukupan sebagai anak-anak. Kami mendapatkan fasilitas terbaik. Saya hanya merasakan suatu masa nge-blank yang sangat panjang ketika itu. Kehidupan begitu mengambang tak menjejak. Di antara kebingungan saya tentang Tuhan. Saya harus beragama? Mengapa? Saya dibaptis Katolik tanpa motivasi yang jelas karena sebenarnya tidak ada yang mengajak, mendorong ataupun menyarankan. Tak lama berselang, saya berjumpa dengan calon suami. Saya punya beberapa teman pria tetapi tidak ada satupun yang Katolik atau sungguh-sungguh Katolik. Setiap kali ke gereja biasanya hanya dengan teman wanita atau terkadang sendiri kalau tidak malas. Jadi, napas Katolik saya ‘Senin-Kamis’. Tetapi, perjalanan hingga saya bisa dibaptis atas inisiatif sendiri dan menyelesaikan dua kali katekisasi, menurut saya, sangat ‘misterius’. Waktu itu, calon suami sepintas bercerita bahwa dirinya sempat bersekolah di seminari kecil. Saya lagi-lagi heran dan bertanya, “Sungguh? Ingin menjadi pastor? Memang siap mental?” Sikap saya mocking. Dan saya tidak punya gagasan sama sekali tentang kehidupan menggereja atau berkomunitas. Teman saya cukup banyak tetapi saya menghindari yang terlalu agamis. Seperti yang sering ditekankan oleh ibu saya agar tidak #$% Tak lama kemudian setelah dibaptis, saya menikah. Suami mulai mengajak umat di lingkungan untuk sesekali berkumpul di rumah kami dalam acara pendalaman iman dan sebagainya. Teman-teman lingkungan sempat menyaksikan wajah ‘masam’ saya saat pertama kali aktif di lingkungan. Judulnya terpaksa dan ogah-ogahan. Saya tidak begitu mengenal mereka dan kurang suka terlibat dengan orang-orang tak dikenal. Di dalam hati, saya menggerundel, “Kalau tahu seperti ini membosankannya kehidupan pernikahan dengan seseorang yang pernah bersekolah di seminari, saya mah ogah!” Tetapi, pemeliharaan Tuhan terus berlanjut! Saya sempat tidak bersedia membaptis bayi kami sejak lahir karena saya tidak tahu mengapa bayi baru lahir harus dibaptis? ‘Kan dia belum mengerti agama? Ketua lingkungan sangat terkejut ketika tahu putri kami sudah berusia tiga tahun tapi belum
dibaptis. Ia langsung mendaftarkan ‘bayi besar’ kami untuk dibaptis seketika itu juga. Sekarang saya tahu jawabannya: ‘diberi jalan keselamatan oleh orang tuanya’. Dan kini, putri remaja kami sangat aktif menjadi putri sakristi di gereja kalau tidak bisa dibilang addicted to it. Dari sikap saya yang bermuka masam dalam kegiatan lingkungan, sekarang justru jarang ada warga di lingkungan yang tidak saya kenal. Lanjutkan! Pemeliharaan Tuhan terus berjalan. Akhirnya, saya berupaya untuk menerima Sakramen Krisma pada tahun ini. Beruntung saya mendapatkan ‘teman nyontek’ di kelas penguatan dewasa. Tetangga lingkungan yang modus operandi-nya sama dengan saya. Seorang ibu yang berkeinginan menerima Sakramen Krisma bersama dengan putrinya yang sudah remaja. Kebetulan anak kami berdua juga satu sekolah. Saya lagi-lagi heran. Saya sudah bermalasmalasan kelas dewa untuk kursus penguatan, kok Tuhan tetap mengirim seorang teman untuk mengatasi kerewelan saya dalam berkegiatan iman Katolik? Lalu, kami beraktivitas bersama-sama dan bertukar informasi melalui pesan text. Nggak kalah gaul dengan para remaja yang juga sedang dalam proses pembekalan Krisma. Teman-teman lain di kelas pembekalan Sakramen Krisma dewasa memang tidak terlalu saya kenal. Tetapi, menerima penguatan bersamasama dengan mereka menimbulkan pertanyaan. Apakah masing-masing domba ini juga punya cerita? Maka, pada usia sekian mereka baru memutuskan untuk menerima Sakramen Krisma? Seorang ibu mungil yang duduk di sisi kiri saya mengaku sedikit malu karena hampir mencapai usia 60 tahun baru menerima Krisma. Ada seorang ibu muda yang selalu membawa anak lelaki kecilnya selama berminggu-minggu ikut kursus penguatan bahkan hingga pada hari H sakramen. Dikarenakan anak itu tidak ada yang menunggui selain ibunya sendiri. Seorang pemuda berkuncir samurai duduk di sisi kanan saya, mengaku berusaha tidak bolos les. Hanya sekali. Itupun karena ada pekerjaan yang tak dapat dihindari. Masing-masing orang memiliki alasan, perjuangan dan pengorbanan untuk tetap mengikut Yesus. Makjlebs! Lalu, saya mulai melupakan cerita tentang keraguan Tomas. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu (Yoh 15:16).
Komunika · 13
& ' langsung manjur mengobatinya. Pada umumnya obat tersebut hanya meminimalkan rasa sakit dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Melumpuhkan Virus Flu ) 3 !
! 4!
! #7
!
#
K
ETIKA musim hujan tiba, sebagian orang terserang selesma. Musim
& ' * orang memang menjadi rentan terhadapnya. Dulu, orang cenderung menganggap penyakit ini enteng saja. Tidak demikian dengan sekarang; virus ' + < '< dengan cepat penyakit itu menular kepada yang lain. Bisa terjadi, dalam satu '
= > ' mampu mengatasinya. Sebagian orang membutuhkan antibiotik untuk menyembuhkannya. Padahal untuk mengonsumsi antibiotik tidak bisa sembarangan. Berbahaya, bila orang tidak mengobatinya dengan tuntas. Alhasil, bisa terjadi komplikasi serius. Menurut Don. R. Powell, seorang dokter di Amerika Serikat, setiap tahun diperkirakan sekitar 50.000 orang meninggal karena komplikasi tersebut. & ' infeksi paru-paru (pneumonia). < ' @
intensitasnya. Pilek biasanya diawali dengan bersin-bersin, dari hidung Q '< * ' berdaya. Flu kerap memaksa orang terbaring di tempat tidur karena sekujur tubuhnya terasa sakit. Gejala-gejala tersebut antara lain berupa batuk kering, radang tenggorokan, sakit kepala, sakit punggung, otot-otot ngilu, demam, menggigil, dan mata terasa panas. * '
14 · Komunika
2 X ' berusaha tidur sebanyak mungkin. Dengan demikian, tubuh bisa memfokuskan seluruh kekuatan untuk memerangi virus tersebut. Q '< mengikuti saran-saran di bawah ini agar penyakit itu segera pergi. Pertama, minumlah air hangat sebanyak mungkin. Air hangat akan menyembuhkan kongesi hidung dan mengganti cairan tubuh yang hilang lewat perspirasi karena demam. Selain itu ' kental atau air garam suam-suam kuku. Kedua, kulumlah pelega tenggorokan atau permen pepermint untuk membasahi tenggorokan. Jangan menahan batuk yang disertai sputum karena akan membantu membersihkan saluran respirasi lendir. Ketiga, hindari minum susu atau makan keju dan produk-produk lain yang mengandung susu selama beberapa hari. Produk-produk tersebut bisa mempertebal dahak sehingga sulit mengeluarkannya. Keempat, cucilah tangan sesering mungkin, terutama setelah Anda membuang lendir dan sebelum memegang makanan. Cara ini akan & ' pada orang lain. Kelima, perbanyak konsumsi vitamin C terutama dengan memakan buah-buahan segar, seperti jeruk, apel, dan sebagainya. Vitamin C dosis tinggi bisa mempercepat pemulihan tubuh &' * < ' '
untuk mengurangi rasa nyeri dan demam. Usahakan untuk mengurangi gerakan atau aktivitas keseharian. Bila dalam satu dua hari penyakit ini tidak reda, sebaiknya berkonsultasi pada dokter. Sebab, bukan tidak mungkin penyakit ini bisa membawa akibat yang lebih buruk. * ' dokter memberikan antibiotik. Mengingat obat tersebut juga bisa memberikan pengaruh yang tidak baik, ada baiknya bila Anda menggunakan cara tradisional dengan mengonsumsi sekitar tiga siung bawang putih setiap hari sampai penyakit itu hilang. [ ' * < virusnya makin ganas. Butuh keseriusan untuk mengobatinya. ()
A.Y. Agung Nugroho
Penyerahan Diri Total -8 + 9
, $ + $
# ! ! !
#
B
agi Agung Nugroho, keputusan berkeluarga merupakan keputusan yang wajar karena sudah selayaknya manusia berpasangan dan membentuk keluarga. Sejak awal, ia mantap memilih Lidwina Asri Ekawati menjadi pendamping hidupnya karena beragam alasan. “Alasan yang utama, pasangan saya dapat menerima saya apa adanya; kelebihan dan kekurangan saya,” tandasnya. Yang membuat Agung merasa kian mantap, diam-diam tanpa sepengetahuannya, Asri belajar agama Katolik. “Ini tanda bahwa dia menjadi
"
Katolik bukan karena saya paksa, tapi benarbenar karena ia beriman kepada Kristus.” Di samping itu, Agung sangat yakin bahwa Asri akan menjadi istri dan ibu yang baik bagi anak-anaknya. “Dia cantik, pandai, dan pintar memasak,” puji warga Lingkungan St. Gerardus Majella, Wilayah 6 Paroki Serpong. +
+
& $
!
& " 7 " " &"!
:7 :! /;7
/<
+
+
: + +
= +" # !
!
4 : :
: ! #
Komunika · 15
‘’Kami mendidik anak-anak dengan cara sederhana, antara lain dengan memberikan kebebasan kepada mereka untuk melakukan yang mereka ingin lakukan dan mengejar impian mereka. Kami selalu mengupayakan kebersamaan secara sederhana dengan doa pagi, pergi bersama ke gereja, dll. Kami mempunyai prinsip, yang mungkin berbeda dari orang lain, bahwa anak-anak perlu belajar bukan dari orang tuanya saja tetapi juga dari lingkungannya. Oleh karena itu sesudah lulus SMP, kami titipkan anak-anak ke SMA yang berasrama. Kami mengirim anak sulung kami ke SMA Stella Duce Yogyakarta dan tinggal di asrama, meski kedua kakek dan neneknya tinggal di Yogyakarta. Kami menyekolahkan anak kedua ke SMA Pangudi Luhur Van Lith di Muntilan dan tinggal di asrama pula. Kami yakin, bahwa anak-anak yang tinggal bersama dengan teman sebayanya, di bawah bimbingan para guru dan rohaniwan (para suster dan bruder), akan dapat tumbuh dan berkembang dan menemukan jati dirinya. Di asrama, anak-anak kami belajar hidup bersama orang lain, belajar berinteraksi dengan masyarakat, belajar beradaptasi, dsb. Sebagai orang tua, tentu kami merasa berat harus meninggalkan anakanak jauh dari rumah. Namun, kami yakin bahwa ini merupakan proses belajar hidup bagi mereka. Maka, kami harus menahan rasa berat dan diubah menjadi keikhlasan dan kepasrahan bahwa Tuhan selalu mendampingi mereka. Bagi kami, belajar hidup bermasyarakat tidak cukup hanya diajarkan di rumah. Mereka harus terjun dan mengalaminya. Terbukti, sesudah berapa bulan, anak-anak kami telah bisa beradaptasi dan membentuk dunia mereka sendiri. Dunia yang dapat mengembangkan talenta mereka menjadi pribadi yang utuh. Saat ini, anak pertama kami, Alberta, sudah selesai pendidikan profesi dokter dan baru saja disumpah menjadi dokter lulusan Unika Atma Jaya. Anak kedua kami, Boni, studi di Program Studi Teknik Mesin di ITS Surabaya.’’ + ! > !
!= # !
:-7
/<0- : !
# ‘’Saya merasa Tuhanlah yang menggiring saya ke Jakarta untuk menjadi dosen di Unika Atma Jaya. Sebagai lulusan UGM, Jakarta bukanlah pilihan yang menarik. Namun, saya mendapat panggilan untuk wawancara. Di dalam surat panggilan tersebut, disebutkan bahwa biaya transportasi akan ditanggung oleh Unika Atma Jaya. Maka, berangkatlah saya ke Jakarta untuk menjalani tes wawancara. Jika tidak ada klausul tentang biaya transportasi tersebut mungkin saya tidak akan berangkat ke Jakarta, karena saat itu saya sedang menunggu seleksi di almamater saya. Konon, sampai saat ini tidak pernah ada calon karyawan yang melamar ke Atma Jaya dibiayai transportnya seperti yang saya alami. Hal lain yang kemudian semakin meneguhkan saya menjadi dosen adalah saya dikirim untuk studi lanjut S-2 meski masa kerja saya belum genap setahun, bahkan masa percobaan sebagai karyawan belum selesai. Beberapa tahun kemudian, saya mendapat beasiswa pendidikan Doktor di Jerman dengan beasiswa KAAD, yang dananya dari Gereja Katolik Jerman. Tidak terasa telah hampir 30 tahun saya bekerja di Unika Atma Jaya. Dalam mendidik mahasiswa, saya berpendapat bahwa mahasiswa tidak cukup hanya pintar secara akademis, tetapi harus juga mempunyai akhlak yang baik. Mereka harus sadar bahwa kuliah adalah belajar untuk hidup. Maka, selain ilmu pengetahuan dan keterampilan, kepada mahasiswa
16 · Komunika
harus diajarkan nilai-nilai kejujuran, kasih, dan kepedulian. Dengan demikian, mereka akan menjadi pribadi yang berkarakter. Sebagai contoh, beberapa waktu lalu, saya terpaksa marah karena saya mendapati di lembar presensi ada tanda tangan, meski mahasiswa tersebut tidak hadir. Saya katakan kepada seluruh mahasiswa di kelas, bahwa jika tidak ada yang mengaku maka presensi seluruh mahasiswa sekelas ini tidak saya hitung. Agar tidak mempermalukan yang bersangkutan, saya minta yang telah menandatangani presensi menghadap saya sesudah kuliah selesai. Akhirnya, ada seorang mahasiswa yang mengaku kepada saya bahwa dialah yang menandatangani karena temannya minta ditandatangani dan kasihan kepada temannya tersebut. Kejujuran pada hal-hal kecil harus diajarkan kepada mereka, agar kelak mereka dapat menerapkannya pada hal-hal besar yang akan dihadapi saat mereka meniti karir dan kehidupan.’’ +
! ! #
: # ‘’Saya merasakan campur tangan Tuhan dalam hidup saya sangat besar. Saya menjalani hidup ini dengan mengalir karena Tuhan tahu apa yang saya butuhkan. Di Gereja St. Monika, saya bertugas menjadi Prodiakon. Tugasnya di sekitar altar dan mengunjungi orang tua dan umat yang sedang sakit. Dengan senang hati, saya juga bergabung dengan PAM Santa Monika yang bertugas menjaga ketertiban dan keamanan Gereja. Karena sejak S-1, saya menyelesaikan studi dengan beasiswa, maka saya selalu berusaha mencarikan beasiswa bagi mahasiswa. Saya pernah membantu KAAD untuk menyalurkan beasiswa ke Jerman dan menjadi pengurus Kantor Beasiswa Atma Jaya. Saya juga ditunjuk oleh Pengurus Ayo Sekolah Ayo Kuliah (ASAK) Santa Monika sebagai penasihat, meski saya belum banyak berkontribusi karena kesibukan saya saat ini.’’
: + = " ? + 7 7 #
:
!
" # * !
#%(
Bencana atau Rencana (Bagian Kedua) Oleh Johanna Kemal
J
UDUL ini masih saya pakai sebagai kelanjutan betapa indahnya Rencana Tuhan bagi manusia. Judul pertama, Bencana atau Rencana telah dimuat di Majalah Komunika Edisi 04/XV Juli-Agustus 2015, halaman 31. Judul ini saya pakai lagi, karena tulisan ini merupakan kelanjutan dari kejadian pertama yang saya alami. Sore itu, saya sedang sendirian mencuci piring di dapur karena kami belum mendapat pembantu lagi. Sudah lewat doa Angelus pukul enam sore, saya mencuci piring sambil berdoa di dalam hati. Tiba-tiba, pintu dapur berbunyi tok-tok-tok. Saya kaget dan spontan bertanya, karena saya mendengar suara panggilan; suara itu saya kenal. Betapa terkejutnya saya karena itu suara mantan pembantu saya yang seharusnya berada di Tegal, Kampung Jatiwangi. Ia sedang menderita gagal ginjal. Apakah itu benar-benar suara dia, atau janganjangan…?
Saya tahu dia masih sakit dan harus cuci darah. Ia pernah dua kali masuk ICU selama di kampung karena penyakitnya. Saya masih kontak dengan dia. Tetapi, ia sama sekali tidak memberitahu akan datang ke BSD, apalagi sendirian. Saya juga tahu bahwa saat ini ia harus menjalani cuci darah dua kali seminggu. Dari kampungnya ke rumah sakit di Tegal, ia membutuhkan ongkos pulang pergi setiap kali cuci darah sebesar Rp. 200.000. Untunglah, biaya cuci darah ditanggung BPJS. Rencana Tuhan Saya tidak langsung membukakan pintu. Saya kaget dan di dalam hati berdoa, “Tuhan Yesus, apakah yang datang ini benar-benar Atik. Jika ini benar, pasti Engkau mempunyai rencana atas dirinya....” Lalu, saya membuka pintu dan menanyakan bagaimana ia bisa sampai ke sini. Ia menunjukkan gambar Tuhan Yesus dan rosario yang diperolehnya di
kampung dari Suster Laura, PI, sahabat saya di Semarang yang mengunjunginya beberapa minggu sebelumnya. Pada waktu itu Atik masih menganut agama lain. Karena ia belum makan, saya mengajaknya makan bubur. Lalu, ia menceritakan alasannya ia lari dari rumah saudaranya di Jatiwangi. Sementara itu, saya terus berpikir apa yang harus saya lakukan, ke mana saya harus membawanya, ke mana saya harus bertanya, karena ada dua hal yang harus dipersiapkan, yakni tempat tinggal dan rumah sakit yang mau menerima cuci darah pasien BPJS. Karena bingung, saya mengajaknya untuk berdoa di Gua Maria Luber Rahmat Paroki Serpong St. Monika. Sampai di gereja, sekitar pukul delapan malam. Suasana di gua Maria terasa sakral. Saya duduk di situ dan berdoa di dalam hati, “Bunda, tolonglah saya. Apa yang harus saya lakukan dengan orang ini? Sebagaimana engkau menolong pemilik rumah pada saat pesta pernikahan di
Komunika · 17
Kana, tolong beritahu kepada Yesus putramu, bahwa ada anakmu yang membutuhkan pertolongan.” Saya juga berdoa kepada Yesus, “Tuhan Yesus, tolonglah saya. Apa yang harus saya lakukan dengan orang ini.” Seusai berdoa, saya membawa Atik keluar halaman gereja. Tiba-tiba, saya memutuskan untuk mencari rumah Pak FXB, padahal saya belum tahu persis rumahnya. Tetapi, beberapa hari sebelumnya, saya pernah bertemu beliau sewaktu jalan pagi, dan beliau memberitahu rumahnya tidak jauh dari gereja. Saya membawa mobil ke arah perumahan di belakang gereja. Saya berharap mendapat masukan bagaimana Pak FXB bisa mengatasi penyakitnya. Setahu saya, ia sudah tidak mempunyai ginjal. Nyatanya, Pak FXB terlihat sehat dan masih bisa berjalan-jalan sambil membawa anjing kecil. Paling tidak, saya ingin mendengar pengalaman orang yang mengalami gagal ginjal dan harus selalu cuci darah. Rupanya Tuhan sendiri yang memimpin saya ke tempat ini. Pak FXB menerima dengan sangat baik kendatipun kami hanya kenal wajah saja karena pernah bertemu dalam ibadat arwah 40 hari Ibu NA. Waktu itu, sebagai prodiakon, Pak FXB membawakan ibadat, dan saya selaku legioner memimpin rosario. Pak FXB memberitahu kepada Atik mengenai proses perpindahan rumah sakit dan proses pemindahan BPJS. Ia direkomendasikan untuk cuci darah di tempat Pak FXB melakukan cuci darah selama ini. Atik harus cuci darah setiap Selasa dan Jumat. Saat itu, saya memutuskan untuk mengirim Atik kembali ke Tegal, karena keesokan harinya ia sudah harus cuci darah lagi. Untuk melakukannya di sini memerlukan prosedur yang memakan waktu berharihari dan juga tidak mudah, karena harus meminta surat keterangan RT, RW untuk perpindahan KTP, untuk mengurus pemindahan BPJS. Saya juga kaget karena Atik ingin menjadi Katolik. Rupanya Tuhan Yesus sendiri yang memanggilnya melalui berbagai peristiwa. Ternyata, Pak FXB
18 · Komunika
mantan siswa sebuah institusi agama dan pernah menjadi pengurus sebuah organisasi agama, sebelum “ditangkap” oleh Tuhan Yesus. Bagaimana mungkin ini terjadi; pada saat Atik tertarik menjadi Katolik, dipertemukan dengan Pak FXB yang sudah menjadi penganut Katolik yang baik. Ini pasti Rencana Tuhan. Malam itu, saya mengantar Atik ke bus. Atik ditemani oleh seorang kenalan saya yang mau mendampinginya ke Tegal. Saya sungguh bersyukur dapat menolongnya. Namun, tampaknya Tuhan berkehendak lain. Jumat setelah selesai cuci darah di RS Tegal, Atik datang kembali ke BSD. Kali ini, ia membawa kartu BPJS dan surat pengantar dari Rumah Sakit di Tegal. Sesampainya di rumah, saya segera menanyakan mengenai rencana cuci darah dan pelajaran agama kepada Pak FXB. Namun, saya belum tahu pantangan minum dan makan bagi orang gagal ginjal. Sabtu sore, saya mengajak Atik ke rumah Pak FXB. Saya melihat kakinya bengkak. Minggu di rumah, napasnya sudah megap-megap seperti ikan kekurangan air dan oksigen. Senin pagi, saya langsung membawanya ke RS Awal Bross untuk diperiksa. Atik harus dirawat di ICU. Saya jadi mengerti bahwa kondisinya saat itu kritis. BERSAMBUNG
Gunung Suci Varallo 2#
ETELAH makan pagi di penginapan dengan menu coffee late yang hangat dan harum, ditemani roti kruisan serta selai dengan aneka rasa yang lezat, peserta melanjutkan napak tilas. Kami memaknai kembali arti peziarahan bagi pertumbuhan iman, sebagaimana dilakukan Santa Angela semasa hidupnya. Salah satu tempat yang diziarahi Angela adalah Gunung Suci Varallo. Untuk menuju gunung ini, kami harus keluar dari Brescia menuju pedesaan Italia. Sepanjang jalan kami menyaksikan hutan-hutan yang diselingi dengan ladang anggur, zaitun, gandum, jagung, kentang, dan beberapa tanaman yang tidak saya kenal jenisnya. Pegunungan Alpen membentang sepanjang perjalanan. Warnanya hijau kebiruan. Saya merasa takjub karena saya membaca tentang Pegunungan *" Nah, sekarang saya melihatnya dari dekat, bahkan saya dilingkupi oleh pegunungan itu. Luar biasa! Tak pernah sekalipun saya membayangkan akan sampai di tempat ini! Puji Tuhan.
S
! +! ) Varallo umumnya dikenal sebagai Varallo Sesia, adalah comune (pembagian daerah administratif di Italia setara dengan kotamadya/ kabupaten) dan kota di Provinsi Vercelli di wilayah Piedmont di Italia Utara. Wilayah ini terletak di Valsesia, 450 meter (1.480 kaki) di atas permukaan laut, 66 kilometer (41 mil) timur laut dari Vercelli, dan 55 kilometer (34 mil) barat laut dari Novara. Daerah ini dibagi dalam dua distrik (Varallo Vecchia dan Varallo Nuova) yang dibatasi oleh aliran Sungai Mastallone yang merupakan anak Sungai Seisa. Kota Varallo Sesia memiliki luas 88.71 km². Daerah ini merupakan lembah yang di dalamnya mengalir Sungai Sesia dan Sungai Mastallone yang memisahkan kedua wilayah Varallo. Nama Sesia adalah sebuah sungai di utara-barat Italia , yang merupakan anak Sungai Po. Sumbernya adalah gletser Monte Rosa di perbatasan Swiss . Mengalir melalui lembah Alpine Valsesia dan kota-kota Varallo
"
Sesia, Quarona, Borgosesia, dan Vercelli. Sungai Sesia mengalir ke Sungai Po dekat Casale Monferrato. Kualitas air kedua sungai itu sangat baik sehingga bisa dimanfaatkan untuk air minum dan jaringan pusat layanan air. Curah hujan paling banyak antara bulan April sampai Juni, sehingga sungai ini bisa dimanfaatkan untuk wisata air kano dan kayak. Di sungai ini hidup ikan trout (ikan air tawar seperti belut), patin, dll. Alhasil, sungai inii dimanfaatkan pula untuk budidaya ikan. Lembah Varallo Seisa dikelilingi oleh kaki Pegunungan Alpen dan tidak jauh dari Monte Rosa, yang terlihat samar-samar dari bukit-bukit sekitarnya. Monte Rosa adalah sebuah gunung yang terletak di Zermatt, Swiss. Monte Rosa adalah gunung tertinggi kedua di Swiss sesudah Pegunungan Alpen. Gunung ini melintasi perbatasan antara negara Swiss dan Italia. ) Sekitar 150 meter (490 kaki) di atas kota terdapat Sacro Monte di Varallo, yakni salah satu situs ziarah paling terkenal dan tertua di Piedmont dan Lombardy. Situs ini sudah dinyatakan sebagai warisan dunia yang ditorehkan oleh UNESCO dalam Daftar Warisan Dunia pada tahun 2003. Untuk sampai ke tempat suci ini, para pengunjung harus melalui jalan berliku dan menanjak. Namun, sekarang ada pilihan lain untuk sampai ke tempat ini dengan menaiki cable car. Gunung suci yang dikelilingi Pegunungan Alpen dan Monte Rosa yang Komunika · 19
menjulang hijau kebiruan ini sangat hening dan kudus. Ketika kami sampai ke tempat ini, suasana tak begitu ramai karena pengunjung tidak begitu banyak. Dari bukit suci ini kita bisa melihat Lembah Seisa yang tampak menawan dan damai di bawahnya. Pemandangan kota kecil Italia, tepatnya pedesaan yang menawan. Gunung Suci Varallo dibangun pada akhir abad ke-15 oleh Fransiskan Friar, yang dipimpin oleh Pastor Bernardino CAIMI. Ia pernah menjadi wali Makam Suci di Yerusalem pada tahun 1478. Ia ingin mewujudkan impiannya mendirikan tempat ziarah di bukit di atas kota Varallo, meniru tempattempat suci di Palestina. Tujuannya agar umat beriman dapat berziarah dengan berpusat pada kehidupan Kristus. Bernardino CAIMI, pendiri Sacro Monte, lahir pada abad kelima belas. Ia berkaul sebagai Fransiskan dan tinggal selama beberapa tahun di Biara Sant’Angelo Milan, kemudian di Biara Lodi. Ia wafat pada tahun 1499. Ia sangat berjasa memudahkan kaum beriman melihat visualisasi peristiwaperistiwa dalam Alkitab dengan sangat nyata dan jelas pada ke-43 kapel di Gunung Suci Varallo. Kapel pertama didirikan dengan konstruksi sangat sederhana, yang kadang-kadang terlihat seperti arsitektur alam (gua) dan bangunan pedesaan. Baru berikutnya dilanjutkan dengan model arsitektur dan bahan yang meniru budaya arsitektur Valsesia. Hal ini dibuktikan dengan kompleks kuno Nazaret (Capel-C 2, 3, 4), kapel Temptation of Christ (C.13), dan bagian tertua dari kompleks Betlehem (C. 5, 6, 7, 8, 9) yang telah mempertahankan tampilan gereja sederhana dengan menara dan loggia (loji) tradisi lokal. Dalam bangunan ini lukisan dan patung dibuat seukuran manusia agar menampilkan suasana sesuai dengan peristiwa asli yang telah terjadi. Pada setiap lukisan dan patung di Gunung Suci ini sangat nampak ekspresi dan emosi dari setiap tokoh yang divisualkan. Patung tertua di Sacro Monte adalah patung batu Pemberian Minyak 20 · Komunika
Suci (saat ini disimpan di Pinacoteca di Varallo), karya De Donati. Pada awal abad ke-16 proyek Sacro Monte melibatkan seorang pelukis, pematung, dan arsitek ternama yaitu Gaudenzio Ferrari. Proyek ini mendapat dukungan dari tokoh masyarakat kala itu yaitu Duke of Milan, Ludovico il Moro, dan para tokoh lainnya. Bernadio Caimi melibatkan tokoh-tokoh ini dari sisi sosial, politik, dan ekonomi. Ia berpikir dengan berdirinya tempat ziarah ini, perekonomian di daerah yang miskin sumber daya dan gersang, tetapi strategis dan ditunjang dengan kemolekan alam ini, bisa berubah. Padre Caimi membutuhkan dukungan tokoh-tokoh penting bangsawan lokal untuk menjaga keamanan dan tentu saja dukungan dana. Karena itu, kita bisa menemukan ukiran nama-nama para tokoh pendukung dalam pembangunan situs ini. Pada sekitar tahun 1560-an Sacro Monte secara radikal didesain ulang atas prakarsa Giacomo d’Adda, seorang pemilik modal kaya dari Milan. Dia menugaskan arsitek dan perencana kota Galeazzo Alessi untuk memperbarui Sacro Monte secara lengkap. Mereka juga merestorasi lukisan dan patung dengan mendatangkan para seniman Lombardi yang juga mengerjakan proyek Katedral Milan. Pada tahun 1583 Duke of Savoy, Charles Emmanuel I, mengunjungi Sacro Monte dan memberikan dana untuk kapel baru Slaughter dari Innocents (C.11) pada tahun berikutnya. Pada tahun yang sama Carolus Borromeus melakukan kunjungan terakhir ke Sacro Monte. Dijelaskan oleh penulis < X Q ^< sebelum wafat, ia bermeditasi di gunung suci itu. Saat berkunjung, ia membawa beberapa ahli teologi dan arsitektur, Bapa Panigarola, Pellegrino Tibaldi, dan Coin untuk memberikan sentuhan di tempat suci itu. Namun, kematiannya menghentikan realisasi proyek ini. Pada tahun 1593-1615 Uskup Novara, XQ ^< = dalam kompleks keagamaan ini. Ia juga mengubah jalur kapel sesuai
dengan alur cerita kehidupan Kristus. Ia menunjuk para seniman berkualitas untuk memperbarui situs suci itu. Salah satunya, Pierfrancesco Mazzucchelli, “il Morazzone@# Ia mengerjakan lukisan kapel Jalan ke Kalvari (c.36), Ecce Homo (C.33), dan Penghukuman Kristus (C. 35). Selain itu, dilibatkan juga seniman Flemish Juan de Wespin dan Giovanni d’Enrico. Pada abad ke-17 para seniman dari berbagai latar belakang bekerja untuk Sacro Monte. Di antaranya, pelukis Valsesian. Ia mengerjakan kapel Presentasi Kristus Sebelum Pilatus (C.27), Pilatus Mencuci Tangan (C.34), dan Kristus di Istana Herodes (C.28). Setelah dia, ada seniman lokal, seperti pelukis Martinoli dan pematung Gaudenzio Scetis. Sekitar tahun 1740, Arsitek Pertama < Q < proyek altar utama dan ruang bawah tanah Basilika Perawan. Kapel terakhir, Kristus Sebelum Pengadilan Anna (C.24), diperbaiki dengan mendatangkan pematung Tandardini. + Gunung ini mempunyai aura tersendiri seperti pada umumnya gereja-gereja tua dan tempat suci lain. Setiap kapel dengan patung-patung seukuran manusia, membantu kami untuk menghayati peristiwa kehidupan Kristus. Pada setiap stasi, kami berhenti untuk berdoa dan tentu saja mengambil gambar. Udara dan matahari yang cerah di musim panas menambah keindahan alam di sekitar tempat ini. Saya selalu berusaha mendekati Padre Ignatio agar bisa mendengarkan penjelasan dari setiap gambar, patung, dan tulisan dalam bahasa Latin yang ada pada ke-43 stasi tersebut. Kunjungan kami di sini diakhiri dengan pembagian medali dari Suster Kepala (Sr. Francesco OSU) yang dibeli di tempat penjualan souvenir di situs ini. Akhirnya, kami kembali menuruni bukit ini dengan menaiki cable car seperti waktu kami datang.
Frater Adi Putra Panjaitan, OSC
Seni Berpastoral
D
ILAHIRKAN sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara di Siramiramian, Kecamatan Andam Dewi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatra Utara, ternyata sejak SD Frater Adi sudah memendam ketertarikan menjadi pastor. Gemar menyanyi dan bermusik menjadi salah satu pilar kekuatan imannya dalam memenuhi panggilan hidup membiara. Meski awalnya terkejut dan sedikit khawatir dengan pilihan sang putra, orangtuanya Marius Panjaitan dan Nuria Tinambunan, akhirnya mendukung pilihan anaknya. Selepas SMP, Frater Adi mendaftar di Seminari Menengah St. Petrus AekTolang, Sibolga. Kala itu rektornya adalah Pastor Koster Sihotang, Pr. Di samping banyaknya aturan yang ketat, Frater Adi juga harus menyesuaikan diri dengan berbagai rekan yang berasal dari berbagai suku. Tentu saja dengan tabiat yang berbeda-beda pula. Sebuah pengalaman konyol ternyata pernah dilakukan oleh Frater Adi. Diam-diam ia membolos dan pergi keluar dari tembok seminari bersama seorang kakak kelasnya untuk bermain playstation. Tentu saja ia memperoleh hukuman disiplin yang cukup keras atas perilakunya itu. Di lain waktu ketika menjabat sebagai ketua pencak silat Tunggal Hati Seminari-Tunggal Hati Maria (THS-THM) terjadi kebobolan dalam pengaturan keuangan akibat kecerobohan bendahara. Untung saja Pastor Julius, Pr sebagai pembimbing kelompok pencak silat THSTHM bersedia membantu menutup kekurangan dana tersebut. Pelajaran yang sangat berharga bagi Frater Adi dalam pengalamannya berorganisasi. Kehidupan di Seminari Aek-Tolang menjadi ladang persemaian bagi dirinya untuk kian bertumbuh dan beriman lebih baik lagi. Empat tahun tenyata begitu cepat
berlalu di Seminari Aek-Tolang. Dalam kesempatan itu, Frater Adi sempat berjumpa dengan Frater Felix Halawa, OSC yang sedang menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Seminari St. Petrus Aek-Tolang. Sikap Frater Felix yang humoris, gemar bermusik, dan dekat dengan siswa-siswa seminaris menjadikannya tertarik pula untuk turut bergabung dalam Ordo Salib Suci. Setelah menuliskan lamaran dan diterima oleh Pastor Antonius Subianto, OSC (Provinsial Ordo Salib Suci pada saat itu), maka pada 10 Juni 2011 Frater Adi berangkat ke Bandung untuk menjalani pendidikan novis di Pratista Kumara Wara Bharata, Bandung. Menurut Frater Adi, menjadi imam tidaklah gampang. Lagi-lagi butuh kesabaran dan kerendahan hati dalam mengikuti proses pembinaan di rumah formasi. Setelah melewati masa novisiat selama dua tahun, Frater Adi kemudian pindah ke Biara Skolastikat yang ada di Jalan Sultan Agung, Bandung. Pada 15 September 2016 akhirnya Frater Adi
Tuhan hingga tahbisan diakonat dan tahbisan imam kelak. Baginya, dalam salib ada keselamatan. In Cruce Salus. Josephine Winda
KOMUNIKA/Haris
Sebelumnya, pada 25 Juli 2016 oleh Provinsial Pastor Basilius Hendra Kimawan, OSC, Frater Adi diberikan SK untuk menjalani Tahun Orientasi Pastoral di Paroki Serpong Gereja Santa Monika. Dengan gembira, Frater Adi menerima penugasan ini. Ia ingin belajar berbagai seni berpastoral. Menyesuaikan diri, mengamati, serta menjalin relasi yang baik dengan umat, serta siapapun yang ia jumpai. Frater Adi menyadari statusnya sebagai frater TOP yang sedang belajar. Maka, segala kegiatan yang berkaitan dengan tugas-tugas pastoral akan selalu ia bicarakan dengan Pastor Bimo selaku pembimbing. Demikian pula ia ingin berelasi baik dengan para seniornya, yaitu Pastor Yaya, OSC, Pastor Tinus Sirken, OSC, dan Pastor Natalis, Pr. Tampaknya kini Frater Adi semakin mantap dengan keputusannya untuk tetap setia mengikuti jalan panggilan Komunika · 21
24 · Komunika
Komunika · 25
26 · Komunika
Komunika · 27
28 · Komunika
30 · Komunika
Komunika · 31
Kiat Hindari Perselingkuhan
J
ANJI akan setia hingga maut memisahkan, bukan hal yang mudah diwujudkan. Nyatanya, godaan-godaan di luar rumah bisa terjadi tak terduga. Sejatinya, perkawinan ibarat taman yang perlu dipelihara terus-menerus. Bila pasangan suami-istri tidak lagi merawat perkawinannya, akan tumbuh “ilalang-ilalang” yang mengganggu keindahan perkawinan. Membangun perkawinan yang bahagia butuh upaya berkesinambungan, termasuk upaya menghindari perselingkuhan. &"
&
"
Konselor perkawinan Amerika, pasangan Kathleen dan Thomas Hart, melukiskan kehidupan perkawinan sebagai suatu perjalanan panjang. Suatu saat perjalanan itu sangat menarik. Pada kesempatan lain membosankan. Terkadang sulit bagi keduanya, terkadang sulit bagi salah satu. Kadang percakapan dalam perjalanan itu begitu meriah. Pada kesempatan lain tak banyak yang dapat dibicarakan. Menurut Hart, pasangan suami-istri sering kali menempuh perjalanan panjang tanpa tahu persis ke arah mana mereka pergi dan kapan mereka akan tiba di tempat tujuan. Namun, mereka tetap melaluinya bersama-sama. Biasanya mereka menyadari bahwa berjalan dengan seorang teman akan lebih menyenangkan dibandingkan harus berjalan sendirian. Dan masalah dalam perkawinan akan jadi lebih rumit apabila orang merasa ingin berjalan dengan orang lain yang bukan pasangannya. Dalam situasi demikian, perjalanan panjang ini jadi terganggu. Hal ini terjadi manakala seseorang mendapati pasangannya bukan lagi rekan seperjalanan yang menyenangkan baginya.
* Sesuai dengan kodratnya, seorang istri adalah “kunci” bagi keutuhan rumah tangganya. Selingkuh tidaknya seorang suami sedikit banyak juga tergantung pada sikap istrinya. Berikut
32 · Komunika
ini beberapa hal yang perlu diperhatikan supaya suami tidak berpaling dari perkawinannya. Pertama, rawatlah wajah dan tubuh. Tidak perlu berlebihan asal menarik. Yang penting, suami tetap merasa tertarik melihat penampilan istrinya. Kedua, jangan mengabaikan soal seks. Perhatikan kebutuhan suami sebab kerikil-kerikil dalam rumah tangga sering bermula dari persoalan di atas ranjang. Ketiga, tatalah rumah senyaman mungkin. Rumah yang rapi dan bersih bisa membuat suami betah di rumah. Tatalah rumah sesuai dengan selera berdua. Keempat, hidangkan makanan kesukaannya. Pepatah Belanda mengatakan, cinta bertumbuh dari perut. Cinta suami akan bertambah bila istri selalu memperhatikan hidangan kegemarannya. Kelima, berilah kesempatan kepada suami untuk mengembangkan hobinya. Kalau mungkin, jadikan pula kegemaran suami menjadi kegemaran istri. Keenam, seorang istri perlu punya rasa bangga terhadap suaminya. Hal ini akan tercermin dalam tindakan sehari-hari. Anak-anak pun ikut bangga terhadap ayah mereka. Ketujuh, usahakan pula agar suami bangga terhadap istrinya. Jangan pernah berhenti menambah keterampilan agar di mata suami, istrinya sungguh berharga. Kedelapan, ciptakan suasana agar suami dekat dengan anak-anak. Libatkanlah suami dalam pola pengasuhan anak semaksimal mungkin. Semakin dekat seorang suami dengan anak-anaknya, semakin tidak tega ia berselingkuh. Ada baiknya kaum istri merenungkan nasihat tokoh humanis ternama Belanda, Desiderius Erasmus (1469-1536). Pada zamannya Erasmus melihat banyak keluarga yang tidak bahagia akibat sikap kaum istri. “Hai kaum perempuan, cobalah kalian memperbaiki suamimu dengan sifat lemah lembut, arif, dan bijaksana. Bukan dengan ketus dan marah.” ()
Saya dengan OMK Guaan tempat saya live-in.
Selagi Masih Ada Kesempatan!
AYA adalah peserta Indonesian Youth Day 2016, mewakili kontingen Keuskupan Agung Jakarta. Partner saya untuk mengikuti acara tersebut adalah Patricia Michelle Surya. Saya terpilih menjadi peserta karena pertama-tama saya mencalonkan diri untuk mewakili Paroki Serpong Gereja Santa Monika. Paroki saya mengambil kebijakan bahwa yang mengikuti Indonesian Youth Day 2016 ke Manado adalah satu pengurus Sie Kepemudaan dan satu anggota OMK. Saya adalah Sekretaris Sie Kepemudaan Paroki Santa Monika. Meskipun begitu, saya tidak pernah berpikir bahwa pengajuan saya akan diterima karena saya masih terlalu kecil dibandingkan para pengurus lainnya walaupun saya menjabat di kepengurusan inti. Ternyata, pada akhirnya para dewan kepemudaan paroki saya beserta pengurus lainnya memutuskan bahwa
S
saya layak membawa nama paroki saya ke Indonesian Youth Day 2016 dan mewakili kontingen Keuskupan Agung Jakarta karena saya dianggap berhasil menyukseskan acara Ekaristi Kaum Muda pada Minggu Panggilan, April 2016. Awal acara pra Indonesian Youth Day 2016 diawali dengan rangkaian rekoleksi. Tujuannya untuk menyosialisasikan kerangka acara Indonesian Youth Day 2016 dan perkenalan dengan sesama peserta kontingen. Rekoleksi dilaksanakan dua tahap. Tahap pertama pada 17 Juli 2016 di Sekolah Santa Maria Juanda, Jakarta Pusat. Tahap kedua dilaksanakan pada 3-4 September 2016 di Wisma Samadi Klender, Jakarta Timur. Pada 1- 6 Oktober 2016, 2.458 Orang Muda Katolik se-Indonesia didampingi 149 imam, empat biarawan, dan 24 biarawati, para pendamping awam, serta 23 uskup mengikuti Indonesian Youth
Day 2016 di Manado. Perwakilan kontingen Keuskupan Agung Jakarta berjumlah 133 orang, termasuk enam imam dan dua frater sebagai pendamping. Kami dibagi dua kloter untuk pergi dan pulang. Hal ini dikarenakan banyak peserta dari wilayah di sekitar Jawa harus transit di Bandara Soetta. Alhasil, tidak memungkinkan cukupnya tempat untuk kami pergi bersama dalam satu kontingen Keuskupan Agung Jakarta. Pembagian dua kloter ini juga menjadi patokan tempat live in. Kloter pertama jatuh pada 30 September 2016, peserta yang pergi berjumlah 50 orang termasuk saya, live in di Desa Guaan. Sedangkan kloter kedua jatuh pada 1 Oktober, peserta berjumlah 80 orang termasuk Michelle, live in di Desa Kokoleh. Awalnya, saya mau mengikuti Indonesian Youth Day 2016 karena saya ingin tahu bagaimana rasanya menjadi
Komunika · 33
orang yang mewakili paroki dan juga ingin menambah teman. Ternyata, yang saya dapatkan di Indonesian Youth Day 2016 lebih dari sekadar rasa bangga karena menjadi wakil paroki ataupun mendapatkan banyak teman baru. Di Indonesian Youth Day 2016, saya juga mendapat banyak sekali pengalaman serta nilai-nilai berharga yang jarang saya temukan dalam keseharian saya. Contohnya, di tempat live in, saya menemukan begitu akrabnya anggota keluarga live in saya satu sama lain. Mereka selalu makan di meja makan dan memulainya dengan doa makan bersama. Selalu ada waktu luang bersama untuk sekadar mengobrol dan bercanda, mendekatkan hubungan antaranggota keluarga. Mereka juga aktif dalam kegiatan lingkungan dan cenderung terbiasa membawa keluarganya untuk ikut aktif pula. Walaupun teknologi sudah canggih, mereka dapat memisahkan waktu antara bermain gadget dengan bersosialisasi di dunia nyata. Hal ini tentu jarang kita alami di kehidupan kota. Nilai-nilai berharga yang telah saya alami ini tentu membawa kesan yang sangat berarti bagi saya.
Saya juga bertemu banyak teman baru di sana. Saya jadi mengenal berbagai macam karakter orang. Di sana, keadaan menuntut saya untuk pandai bersikap, sabar, menahan diri, dan yang terpenting adalah pengertian. Saya sadar dan belajar bahwa kita dikelilingi oleh beragam orang. Kita tidak dapat menuntut orang untuk mengerti kita. Namun, kita harus mengerti mereka terlebih dahulu agar mereka memiliki perhatian kepada kita, hingga akhirnya mereka mengerti keadaan kita. Di sana, saya juga dihadapkan pada berbagai macam “curhatan” temanteman baru saya. Banyak juga obrolan yang membutuhkan wawasan luas untuk menjawabnya, seperti topik masalah dalam “Ngopi” (Ngobrol Pintar), nama tempat, solusi masalah, dsb. Kita sebagai anak muda dituntut untuk lebih cerdas dalam mengambil keputusan ataupun jawaban agar pada akhirnya tidak membuat malu. Nilai itu saya dapat ketika Mgr. Josef Suwatan, MSC (Uskup Manado) membakar semangat muda dengan berkata, “Jadi pemuda-pemudi Indonesia jangan bodoh-bodoh.” Katakata itu sederhana, agak kasar, dan tidak
Saya dengan Michelle, perwakilan Paroki Serpong.
34 · Komunika
menarik untuk didengar. Namun, katakata itu masih membekas di hati dan membawa kesan tersendiri bagi saya. Saya merasa diajak untuk berpikir kritis, mempertimbangkan segalanya dengan baik, serta berwawasan luas dalam mengambil keputusan. Indonesian Youth Day 2016 memberikan banyak hal positif berupa kesempatan untuk mengenal perbedaan dan budaya se-Indonesia, pengalaman yang tidak terlupakan, semangat untuk memperbaiki diri, dan semangat berjuang untuk mewartakan apa yang telah saya dapatkan di Indonesian Youth Day 2016 kepada orang-orang di sekitar paroki saya. Saya tidak pernah menyangka akan mendapatkan kesempatan merasakan momen berharga seperti ini. Saya bersyukur dapat menjadi peserta Indonesian Youth Day 2016. Saya merasakan bahwa waktu dan tenaga yang telah saya relakan untuk Tuhan, seperti aktif di kegiatan OMK dan Kategorial, berani mencalonkan diri menjadi panitia, rela mengorbankan waktu untuk mengikuti rapat-rapat di gereja sampai malam, serta berani mengambil risiko, membuahkan hasil yang tidak terduga.
Saya dengan peserta dari KAJ dan OMK Guaan yang terpilih untuk menjadi petugas persembahan dalam Misa di tempat live-in.
Pertanian Organik Pastor Agatho
S Aroma Berciri Surgawi
D
ALAM perayaan Ekaristi, suasana Ilahi perlu diciptakan. Di antaranya, melalui aroma atau bebauan yang menunjang. Tentu saja tidak sembarang aroma bisa digunakan dalam perayaan Ekaristi. Aroma macam apa ya... yang pantas dihadirkan dalam Ekaristi atau perayaan liturgi lainnya? Menurut pakar liturgi, Pastor C. Harimanto Suryanugraha OSC, aroma yang perlu dipilih adalah aroma yang mengantar pada suasana hati tertentu. “Dalam hal ini, tidaklah berlebihan jika kerinduan hati untuk bertemu dengan Allah didukung dengan semerbak aroma yang berciri surgawi.” Aroma berciri surgawi, menurut Pastor Suryanugraha, menyiratkan keharuman atau wangi alami. Aroma wangi dari bunga, lilin, atau dari dupa bisa membantu suasana hati kita hingga terangkat pada Allah. Karena itu, segala jenis aroma yang membuat perasaan kita terusik, terganggu, bahkan membikin pusing haruslah dihindari. Bisa dibayangkan jika dalam perayaan Ekaristi, bunga yang dipajang sudah layu, asap lilinnya menyesakkan pernapasan, dan aroma dupa sangat menyengat; bagaimana mungkin umat bisa berdoa dengan sungguh-sungguh.... Itu sebabnya, dalam perayaan Ekaristi biasanya soal aroma juga menjadi perhatian para petugas liturgi. Mereka akan memperhatikan agar aroma yang muncul bisa membuat umat khusyuk di hadirat Allah selama Ekaristi berlangsung. ()
EJAK tahun 1984, Pastor Agatho Elsener OFMCap mengembangkan pertanian organik di Desa Tugu Selatan, Cisarua, Bogor. Meski berlatar belakang pendidikan teologi, Pastor Agatho dikenal sebagai pengembang pertanian organik atau pertanian yang hanya menggunakan pupuk alamiah. Di atas tanah seluas sepuluh hektar, Yayasan Bina Sarana Bakti yang didirikan oleh Pastor Agatho, menyediakan lahan untuk ditanami, membangun kantor, asrama, dan perpustakaan bagi siapa saja yang berminat mengembangkan pola hidup sehat. Penataan dan pembangunan gedung dan lahan di area tersebut mengikuti prinsip-prinsip alamiah. Meski beberapa area menjadi gedung, namun di atas bangunan tersebut dapat ditanami tanaman organik. Atap bangunan menjadi wahana penampung air hujan yang kemudian disalurkan ke bak penampungan yang menjadi sumber air penyiraman bagi tanaman. Di pusat pengembangan organik ini terdapat beberapa program kegiatan, seperti penelitian, produksi tanaman dan benih organik, pengembangan pasar tanaman organik, dan pelatihan atau kursus pertanian. Produk-produk organik ini telah mendapat pengakuan dari National Assosiation of Sustainable Agriculture Australia (NASAA). Pada tahun 2001 NASAA menginspeksi lahan pertanian Pastor Agatho. Alhasil, sayur-sayuran Pastor Agatho bisa mengisi pasar internasional, seperti Singapura. Jika kita ingin hidup sehat, ayo mengonsumsi sayuran organik yang bebas dari pestisida, seperti yang ditanam oleh Pastor Agatho. ()
Komunika · 35
Dona Eis Requiem... Misa Arwah yang berlangsung di Kolumbarium Oasis Lestari Tangerang dan Gereja Santa Monika Serpong dihadiri oleh ratusan umat. “Kematian bukanlah malapetaka atau kehancuran,” tandas RD Harry Sulistyo dalam khotbahnya.
ELASAR Kolumbarium Oasis Lestari pada Rabu, 2 November 2016, tampak meriah. Dindingdindingnya dilapisi kain satin kombinasi ungu tua dan ungu muda. Di ujungujungnya dipasang bunga-bunga mawar putih yang serasi. Sementara itu, bungabunga berwarna putih dan merah muda terangkai indah di altar. Suasana di Oasis Lestari saat itu sungguh berbeda. Seratusan umat hadir untuk mengikuti Misa Arwah. Kursikursi yang disediakan di depan altar nyaris penuh. Perayaan Ekaristi pagi itu dipersembahkan secara konselebrasi oleh tiga imam, RD Harry Sulistyo, RD Roy Djakarya, dan RP Eddyanto MSF. Misa dimeriahkan oleh Paduan Suara Wilayah 6 Paroki Serpong Gereja Santa Monika, Orchidea Canta.
S
Hidup Kekal Di awal homili, Romo Harry mengingatkan kembali janji Tuhan bahwa barangsiapa percaya kepada Allah akan mempunyai hidup yang kekal. “Allah akan membangkitkannya pada akhir zaman.” Direksi Oasis Lestari ini mengisahkan pengalamannya ketika ia masih frater. Ia menjalani masa probasi (masa orientasi pastoral) di sebuah paroki. Waktu itu, ia diajak ikut rapat dewan paroki. Dalam rapat itu terungkap bahwa belakangan banyak umat di paroki tersebut yang meninggal dunia. Alhasil, Yayasan Kematian St. Yusuf kewalahan menyediakan peti mati. Lalu, pastor
36 · Komunika
kepala hendak memesan 100 peti mati karena akan mendapat diskon 50 persen. “Yang terjadi, ide tersebut langsung ditolak dalam rapat,” kenang Romo Harry. Begitulah, kematian kerap dipandang sebagai malapetaka. Karena itu, urusan peti mati sejauh mungkin dihindari. “Kematian orang terkasih membuat kita merasa hancur,” lanjut Romo Harry seraya menyanyikan penggalan lagu karya Titiek Puspa, “Bing”. Kitab Kebijaksanaan mengingatkan bahwa yang menganggap kematian sebagai kehancuran adalah orang-orang bodoh; orang-orang yang tidak mengenal Yesus, yang tidak percaya bahwa Yesus akan membangkitkan orang mati. “Kematian merupakan satu pintu di mana kita akan memperoleh kehidupan kekal,” tegas Romo Harry. Di pengujung khotbahnya, Romo Harry mengajak umat yang masih mengembara di dunia untuk mendoakan dan berharap, kelak akan berkumpul kembali dengan orang-orang yang dikasihi, yang telah berpulang lebih dahulu. Tiga Alasan Misa Arwah juga berlangsung di Gereja Santa Monika pada hari yang sama, pada pukul 19.30. Misa konselebrasi dipersembahkan oleh RP Bernardus Yusa Bimo Hanto OSC dan RP Yulianus Yaya Rusyadi OSC. Paduan Suara Wilayah 6 Orchidea Canta kembali bertugas pada Misa malam itu. Sementara para pengurus dan anggota Seksi Pelayanan Kematian Santa Monika
(SPKSM) bertugas tata laksana. Dalam khotbahnya, Romo Yaya menyampaikan tiga alasan mengapa Gereja merayakan Hari Arwah. Pertama, karena Gereja masih berjuang. Kedua, karena Gereja menderita, yakni arwaharwah mereka yang masih berada di api penyucian. Dan ketiga, karena Gereja yang jaya, yakni mereka yang sudah menikmati kemuliaan surgawi. “Kita yang masih berjuang dengan mereka yang masih berada di api penyucian, serta mereka yang sudah berada di surga sesungguhnya memiliki hubungan yang erat sebagai Gereja Kristus,” kata Romo Yaya. Dalam kesempatan itu, ia mengajak umat untuk merenungkan kasih Allah yang sedemikian besar. Kristus menghendaki mereka yang percaya pada akhirnya dibangkitkan oleh-Nya. “Dia yang sulung yang bangkit dari antara orang mati, Dia yang akan membangkitkan orang-orang yang percaya kepada-Nya.” Romo Yaya mengemukakan bahwa dosa membuat relasi manusia dengan Kristus rusak. Relasi ini kadang belum sempat dipulihkan saat orang meninggal dunia. “Maka, kita yang masih hidup di dunia bisa memohonkan belas kasih Allah agar mereka yang masih berada di api penyucian boleh masuk ke dalam kemuliaan-Nya.” Misa dihadiri oleh ratusan umat; sebagian duduk di luar gereja. Secara khusus, mereka mendoakan arwah orangorang terkasih. Dona eis requiem, berilah mereka istirahat kekal.... Maria Etty
#
Rutin Berkumpul di Usia Senja Dua bulan sekali, Wilayah 26 dan 27 menyelenggarakan Misa Lansia. Pesertanya terus bertambah; bahkan dari wilayahwilayah lain. ERAWAL dari beberapa warga Wilayah 26 dan 27 yang memikirkan sebuah wadah bagi umat lansia agar dapat berkumpul secara rutin dalam sebuah acara, sejak tahun 2011 diselenggarakan Misa Lansia Wilayah 26-27. Misa Lansia ini ternyata mampu mengakomodir antara 30-40 lansia yang hidup sendiri atau masih berpasangan yang memiliki keterbatasan < mengantar beribadah ke gereja. Misa Lansia yang biasanya diadakan setiap dua bulan ini, seiring waktu berkembang jumlah pesertanya. Saat ini, ada sekitar 50-60 lansia yang rutin datang. Biasanya opa dan oma yang merasakan sukacita dalam pertemuan ini mengajak kawan-kawannya untuk datang. Alhasil, saat ini yang menghadiri Misa Lansia ini tidak hanya dari Wilayah 26 dan 27 saja, tapi dari berbagai wilayah. Dalam setiap pertemuan, selain Misa juga sering dibuat beberapa acara tambahan untuk menghibur opaoma. Sebagai selingan, beberapa romo dari luar paroki juga diundang untuk mempersembahkan Misa Lansia ini. Dokter-dokter puskesmas atas undangan
B
Hanna mewakili WKRI juga terlibat rutin setelah Misa. Mereka melakukan pemeriksaan rutin kesehatan, seperti tensi darah, gula darah, dan kolesterol. Berbagai hal terus dikembangkan oleh para tenaga sukarela yang dikomandani oleh Koordinator Wilayah 27, Nina, agar opa-oma bisa mengalami sukacita setiap mengikuti Misa Lansia dan rencana untuk sesekali mengadakan aktivitas outdoor. Pelaksanaan Misa Lansia ini bisa terlaksana, salah satunya berkat dukungan beberapa umat yang rutin menjemput dan mengantar opa-oma. Kenangan akan orang tua yang sudah tidak ada dan semangat opa-oma dalam mengikuti Misa Lansia membuat mereka tidak jemu selama lima tahun terakhir menjadi tenaga pendukung pelaksanaan Misa ini. Mereka juga setia mendengarkan cerita atau curhat opa-oma dalam setiap pertemuan. Dukungan umat yang menjadi donatur untuk makan siang bersama setelah Misa dan umat yang terlibat dalam liturgi Misa, seperti lektor/lektris, organis, dll, juga perlu mendapat apresiasi, serta Adi Purnomo yang berkenan menyediakan rumahnya di Vila Melati Mas Blok G2/8
untuk digunakan secara rutin. Canda, tawa, dan keceriaan opa-oma yang mewarnai setiap Misa Lansia ini kiranya menjadi penyemangat para tenaga sukarela ini untuk mempertahankan kegiatan yang positif ini. Pelayanan yang diberikan umat ini sangat dirasakan oleh opa-oma sebagai bentuk perhatian dan cinta terhadap orang tua yang sedang menjalani usia senjanya. Mereka sangat berharap Misa Lansia ini bisa diadakan setiap bulan. Kiranya cinta kasih yang telah terjalin senantiasa mengalir dalam setiap pertemuan Misa Lansia ini dan terus berkembang dalam jumlah peserta, baik opa-oma maupun tenaga sukarela yang umumnya adalah ibu-ibu muda. Senyum manis dan ceria opa-oma kiranya akan menjadi senyum manis kita juga bila kita diijinkan Tuhan berumur panjang untuk berkumpul secara rutin di usia senja dalam Misa Lansia seperti ini. Hormatilah ayahmu dan ibumu, ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi (Ef 6:2-3). + ==
Komunika · 37
Rekoleksi SPKSM
Dasar Biblis Pelayanan Bertindaklah sebagai sahabat dalam pelayanan. Dengan demikian, pelayanan akan dilakukan dengan sepenuh hati.
ETIKA masih kanak-kanak, Sirait pernah ikut memandikan jenazah kakeknya yang non-Katolik. Ternyata, pengalaman itu menorehkan trauma di benaknya. Ia takut melihat jenazah. Setelah dewasa, ia berupaya meluruhkan trauma tersebut. Maka, ia berhimpun dengan Seksi Pelayanan Kematian Santa Monika (SPKSM). “Awalnya, saya hanya ikut membantu tetapi tidak memegang jenazah,” ungkapnya. Seiring bergulirnya waktu, ia berani merawat jenazah. “Setiap kali selesai memandikan jenazah, saya mendapat semangat baru dan merasa sukacita,” ujarnya. Sirait mensharingkan pengalamannya sebagai pemulasara jenazah dalam rekoleksi bertajuk “Pekerjaan dan Pelayanan” yang diselenggarakan oleh SPKSM di Civita Youth Camp pada Sabtu-Minggu, 12-13 November 2016. Rekoleksi diikuti oleh 35 orang; pengurus dan anggota SPKSM. Acara dipandu oleh RP Odimus Bei Witono SJ.
K
2 2 Dalam kesempatan itu, Ketua SPKSM Paulus H. Roesli menjelaskan mengenai Call Centre SPKSM. “Supaya keluarga yang berduka langsung menelepon ke satu nomor saja, yakni Call Centre.” Paulus berharap, yang bertanggung jawab terhadap Call Centre bergantian. Setidaknya, berputar dua minggu sekali. “Para penanggung jawabnya tidak usah gugup setiap kali ada berita kematian karena kita sudah punya tuntunan apa saja yang mesti dilakukan.” Paulus mengemukakan bahwa saat ini dana yang ada di kas SPKSM relatif cukup untuk menyantuni uang duka, “karena kita berada di paroki usia muda. Tetapi, 20 tahun ke depan, dana ini tidak akan cukup karena setiap keluarga di Paroki St. Monika hanya membayar iuran Rp. 7.000.” Pernyataan Paulus dibenarkan oleh Pengurus Keuangan SPKSM, Rinda Sari Harun. “Sepuluh tahun ke depan, keuangan SPKSM tidak memadai lagi untuk menyantuni dana bantuan kasih,” ucap Rinda mengingatkan. Selanjutnya, anggota SPKSM, Josse, yang biasa mengurusi klaim menjelaskan prosedurnya. Adapun dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk kelengkapan santunan adalah Surat Keterangan Lingkungan, foto copy bukti iuran SPKSM, foto copy KK gereja, foto copy KTP Almarhum, foto copy KTP ahli waris, foto copy surat kematian dari kelurahan, dan foto copy surat keterangan dokter. 38 · Komunika
Acara selanjutnya dipandu oleh Romo Bei Witono. Temanya “Dasar Biblis Bagaimana Saya Bisa Melayani”# Pada awal pemaparannya Romo Bei menyitir Mazmur 24: 1, bahwa segala sesuatu di dunia ini milik Tuhan. “Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya”. Demikian pula dalam pelayanan, “kita harus sadar bahwa semua milik Tuhan dan kita melayani Tuhan.” Imam yang pernah sepuluh tahun berkarya di Papua ini mengajak para peserta untuk menghafal Amsal 17:17; “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran”. Ia mengingatkan para peserta rekoleksi untuk bertindak sebagai sahabat dalam pelayanan. “Sebagai sahabat, kita akan melayani dengan sepenuh hati,” tandasnya. Romo Bei juga menyitir “ayat emas” dalam Kitab Suci, yakni Matius 7:12; “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh Hukum Taurat dan kitab para nabi”. “Kalau kita yakin pelayanan itu kita lakukan berdasarkan kehendak Tuhan, lakukanlah!” Romo Bei juga menyodorkan Matius 5:7; “Berbahagialah orang yang murah hatinya sebab mereka akan beroleh kemurahan”. “Pakailah ayat ini sebagai motto pelayanan. Semakin kita murah hati, ternyata kita semakin kaya. Semakin kita melayani, semakin kita bahagia, semakin menjadi berkat bagi sesama.” Romo Bei juga mengajak para peserta untuk berdiskusi dalam kelompok berdasarkan Injil Matius 25:31-46 tentang Penghakiman Terakhir. “Apakah kita sudah melaksanakan _` @ '= Romo Bei agar para peserta meneropong kedalaman hati masing-masing. Romo Bei juga mengajak para peserta untuk membuat komitmen agar memberikan yang terbaik dalam pelayanan. “Melayani kematian seharusnya membuat kita sadar bahwa kita semua menuju ke sana.” Rekoleksi juga diisi dengan Jalan Salib Imajiner yang dilakukan per kelompok. Di sela-sela waktu, para peserta mengikuti games kata-kata. Seluruh rangkaian acara dipuncaki dengan perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh Romo Bei Witono.
Fun Walk Langkah Indonesia Muda
Kebersamaan dalam Kebhinnekaan $% & '* * &* +
EJUMLAH 965 orang dari berbagai latar budaya dan agama, dari anak-anak, muda-mudi, sampai orang tua, mengikuti Fun Walk di sekitar The Breeze BSD, Minggu, 30 Oktober 2016, pukul 06.00 WIB. Mereka berjalan dengan rute sepanjang lima kilometer. Ini merupakan acara lintas budaya dan lintas agama, hasil kerjasama Komsos Dekenat Tangerang yang terdiri dari 12 paroki, yaitu Paroki Santa Monika, Paroki Santo Laurentius, Paroki Hati Santa Maria Tak Bernoda, Paroki Santa Odilia, Paroki Santo Agustinus, Paroki Santa Helena, Paroki Santa Bernadette, Paroki Santo Nikodemus, Paroki Santo Barnabas, Paroki Santo Gregorius, Paroki Santo Matius Penginjil, dan Paroki Santa Maria Regina, dengan Sie Kepemudaan, Sie Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan (HAAK) Dekenat Tangerang dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Tangerang. Acara ini berlangsung untuk memperingati 88 tahun Sumpah Pemuda. “Ini merupakan momen yang tepat untuk menjaga persatuan dan kerukunan, di mana umat Katolik turut ambil bagian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tutur Romo Sonny, pendamping Komsos Dekenat Tangerang. “Momen Sumpah Pemuda ini juga menjadi momen yang sangat tepat untuk menjalin silaturahmi sebagai sesama anak bangsa,” ujar Helena Sapto, Ketua Panitia Fun Walk Langkah Indonesia Muda. Fun walk dimulai pada pukul 06.15. Acara ini dibuka dengan sambutan oleh RD Antara dari Keuskupan Agung
S
Jakarta, Sekjen FKUB Tangerang Selatan, Wahyudi, serta RD Sonny dan RP Warno OSC. Di sepanjang rute fun walk didirikan pos-pos budaya, yakni Pameran Budaya Banten oleh Komunitas Mahasiswa Banten, Gambang Kromong dan Ondel-ondel oleh Sg. Mega Cipete, Campur Sari Waton Gayeng oleh guru-guru dan karyawan SD Kristoforus 2, pameran Gropesh yang menampilkan berbagai hasil karya dari barang-barang bekas, dan terakhir Pos Cap Tangan di mana para peserta fun walk bersama-sama membubuhkan cap tangan warna-warni di atas kain putih sebagai tanda keberagaman. Setelah fun walk usai, panggung The Breeze sudah menunggu untuk pembacaan ikrar Sumpah Pemuda, dan pembagian door prize yang dipandu oleh dua presenter ternama, Donna Agnesia dan Christian Reinaldo. Acara dilanjutkan dengan pentas seni budaya, pertunjukan musik kolintang oleh siswa-siswa Sekolah Bintang Kejora, teater monolog, dan pertunjukan wushu dari Sekolah Setia Bhakti yang memamerkan olah gerak tangan dan kaki, serta keterampilan memainkan pedang dan tongkat. Acara ini dimeriahkan pula oleh Grup Akapela Jamaican Cafe sebagai Guest Star dan Mama’s Papa’s Band, band pengiring dari OMK Paroki Santo Barnabas Pamulang. ' q$ < lagu dan tarian khas masyarakat Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, yang dipandu oleh Jamaican Cafe. Acara ini sungguh menjadi wujud indahnya kebersamaan dalam kebhinnekaan. ' ? # Komunika · 39
Demi Memperjuangkan ABK #"
Paroki Serpong-Gereja St. Monika ingin menghidupkan kembali Kharis, yakni wadah bagi orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK). MPAT pengurus God’s Little Hands Paroki Blok B Kebayoran Baru-Gereja St. Yohanes Penginjil mensharingkan pengalamannya kepada sekelompok umat yang ingin menghidupkan kembali Kharis, di Paroki Serpong- Gereja St. Monika. Pertemuan itu berlangsung di Aula Benediktus Paroki Serpong, Sabtu, 19 November 2016. Pada awal pertemuan yang dihadiri oleh belasan peserta tersebut, pengurus God’s Little Hands, Irma Koswara, membagikan pengalaman pribadinya memiliki putra yang menyandang cerebral palsy, Armando. “Akses ABK itu sulit. Sewaktu saya mau memasukkan anak saya ke BIA, pengurusnya tidak siap. Sewaktu saya mengajak anak saya ikut Misa Natal, panitia juga tampak tidak siap,” ungkapnya. Pernyataan Irma tersebut dibenarkan oleh salah seorang peserta pertemuan, Ragil, yang juga memiliki ABK. “Saya berjuang agar ABK menerima Komuni dan Krisma,” tegasnya. Dengan bersemangat, Ragil mengajak para pembakti ABK untuk turut serta membantu terbentuknya kembali Kharis, yang berdiri pada
E
40 · Komunika
tahun 2001 namun kemudian terhenti aktivitasnya. “ABK ini anak-anak Tuhan yang perlu kita perjuangkan,” katanya mengingatkan. !
Awalnya, Kepala Paroki Serpong, RP Bernardus Yusa Bimo Hanto OSC, ingin menghidupkan kembali kelompok Kharis. Salah seorang pengurus Kharis, Idawati Koswara – kembaran Irma Koswara—menyambut gembira hal tersebut. Karena Paroki Serpong memiliki 135 lingkungan, maka Kharis harus punya sistem, kerjasama, dan program. Romo Bimo tidak mau Kharis hanya sekadar menyelenggarakan event. “Berapapun jumlah orang tua yang terdaftar, Kharis bisa jalan,” sitir Ida. Ida juga menyitir pesan Romo Bimo bahwa Kharis jangan hidup hanya karena Tahun Yubileum. “Kalau Kharis ingin dihidupkan kembali, ayo samasama,” ajak Ida. Hadir pula dalam pertemuan itu, Agustinus Felix Aziz Tana, penyandang tunanetra, warga Paroki Serpong. Ia sedang memperjuangkan pendidikan inklusi, agar ABK bisa bersekolah di sekolah umum. Aziz mengungkapkan pengalaman-
nya, sewaktu SD dan SMP ia bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB). Selanjutnya, ia menempuh pendidikan di salah satu SMA umum di kota Tangerang. Setelah lulus, Aziz melanjutkan kuliah D3 bahasa Inggris. Ia mengakui, perjuangannya sewaktu kuliah relatif berat; ada dosen-dosen yang kurang menerima keadaannya. Berangkat dari pengalaman getir tersebut, Aziz merasa bahwa pendidikan inklusi itu penting. “Supaya ABK bisa bersosialisasi dengan orang-orang kebanyakan,” katanya. Aziz bersyukur karena keadaannya tidak menghalanginya untuk melangkah maju. “Sekarang, saya mengajar di sebuah lembaga kursus,” ujarnya. &
Pada tahun 2001, Romo Yan Sunyata OSC menggagas terbentuknya Kharis. “Kharis berarti dikasihi, disayangi,” ungkap Ida. Tujuannya untuk menghilangkan kesalahpahaman antara masyarakat dengan orang tua atau keluarga ABK. Kesalahpahaman itulah yang menyebabkan kerenggangan dan seakan menimbulkan perbedaan mendasar di antara keduanya. Menurut Ida, seharusnya Gereja merupakan rumah kedua bagi para orang tua ABK, ketika mereka dicemooh oleh masyarakat di sekitarnya. Andre Bahariyanto, pengurus Dewan Paroki Santa Monika, mengatakan bahwa romo-romo OSC pernah mempertanyakan mengapa pelayanan bagi ABK tidak ada di Paroki Serpong. ‘’Di Keuskupan Bandung, pelayanan ini sudah berjalan dengan baik dan program-programnya bagus.’’ Andre berharap, Kharis tetap hidup meski romo-romo pendampingnya pergi atau pengurus dewan parokinya berganti. Ia mengemukakan beberapa target Kharis ke depan. Yakni, Misa untuk ABK dan pelatihan-pelatihan. Selain itu, tim katekese akan memberikan pengajaran Komuni Pertama dan Krisma. Dalam waktu dekat, lanjut Andre, para pembakti Kharis akan mendata warga Paroki Serpong yang memiliki ABK.
#
Menyadari Konteks Warna merah perlambang sukacita mendominasi suasana pada perhelatan ulang tahun ke-19 Lingkungan St. Mikael. Acara dipuncaki dengan Ekaristi syukur yang dipersembahkan oleh Romo Faustinus Sirken OSC.
AGU “Dalam Yesus Kita Bersaudara” membahana. Sembari menyanyi, sekitar 60 warga Lingkungan St. Mikael dan para undangan saling bergandengan tangan. Begitu usai, Pastor Rekan Paroki Serpong Gereja Santa Monika, RP Faustinus Sirken OSC, memotong tumpeng ulang tahun ke-19 Lingkungan St. Mikael. Beberapa mantan Ketua Lingkungan St. Mikael berjejer di sisi Romo Faustinus, yakni Wahyunadi Tjahyono, Antonius Yanuar, Wiwie Soedjana, Hermawan Wijaya, dan Danni Ananto. Ketua lingkungan periode pertama, Maria Rifani saat ini sudah menetap di Kanada, sementara ketua lingkungan periode ketiga, Hardanto Subagyo, berhalangan hadir. Tak ketinggalan Ketua Lingkungan St. Mikael periode 2015-2018, Ahan Surjana, berdiri di samping mereka. Suasana meriah dan akrab. Merah menjadi dress code dalam perayaan itu. Alhasil, nuansa sukacita terasa pekat dalam acara yang berlangsung di kediaman Stephanus dan Wiwie Soedjana pada Minggu malam, 9 Oktober 2016.
,
, Acara ulang tahun ini dipuncaki dengan Ekaristi syukur yang dipersembahkan oleh Romo Faustinus. Di awal khotbahnya, Romo Faustinus menyinggung ihwal border line disorder atau kepribadian tapal batas -- sebuah istilah dalam ilmu psikologi-- yakni orang yang kehilangan konsep dirinya. Bacaan Injil Lukas hari itu mengisahkan tentang Yesus yang berjalan dari Samaria menuju Yerusalem. Ia melewati satu desa
pembuangan yang dihuni oleh para penderita kusta. Ketika Yesus lewat, mereka berseru, “Tuhan, kasihanilah kami.” Menurut Romo Faustinus, yang mereka minta bukan keterkungkungan, karena mereka tidak bisa berelasi bebas dengan orang-orang sehat. “Dalam konteks lingkungan, mungkin kita sering menjalani aktivitas sebagai orang beriman tetapi kita tidak menyadari konteksnya,” tandas Romo Faustinus. Imam yang pernah berkarya di Universitas St. Thomas Medan ini memberi contoh seorang pengurus lingkungan yang bertanya kepadanya; bolehkah seorang prodiakon memberkati rumah dengan air suci yang diambil dari gereja? Lantas, dengan tegas Romo Faustinus menjawab, “Pemberkatan rumah adalah ritus sakramentali. Jadi, yang bisa melayani pemberkatan rumah adalah seorang imam tertahbis.” Banyak umat, lanjut Romo Faustinus, yang tidak mengetahui tradisi iman Katolik. “Karena mereka tidak memberi perhatian terhadap kebutuhan tersebut.” Di pengujung khotbah, Romo asal Maluku ini mengajak warga Lingkungan St. Mikael untuk meneladan sikap sang pelindung. “Santo Mikael selalu berupaya mengalahkan roh-roh jahat.” Perhelatan ulang tahun ini dipungkasi dengan santap malam bersama. Sementara Romo Faustinus dan beberapa warga lingkungan memeriahkan acara dengan menyanyikan serangkaian lagu diiringi alunan keyboard dan gitar. ()
Komunika · 41
Tiga Kekuatan Jiwa Di hadapan para peserta Kursus Pendalaman Kitab Suci (KPKS) St. Paulus Serpong Angkatan Pertama, Ketua KPKS St. Paulus Tebet, RD Hardijantan Darmawan, menegaskan tiga kekuatan jiwa, yaitu nalar, rasa, dan kehendak. #
ENURUT Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “memandang” mempunyai arti melihat dan memperhatikan, menganggap, mempedulikan, memperhatikan, dan mengingat. Ada dua kata yang diangkat dalam Misa penutupan rekoleksi Kursus Pendalaman Kitab Suci (KPKS) Angkatan Pertama untuk semester tiga yang diselenggarakan di D’Agape Megamendung Bogor, pada 8-9 Oktober 2016. Kata tersebut adalah: memandang dan kesempatan. Rekoleksi diikuti oleh 90 peserta. Kerjasama dan semangat mereka patut diacungi jempol karena niat mereka ingin menyelesaikan kuliah selama tiga tahun. Rekoleksi diikuti oleh 90 peserta, dipandu oleh RD Hardijantan Darmawan, Ketua KPKS Santo Paulus Tebet. KPKS Tebet sudah berlangsung selama 27 tahun. Tema yang diusung adalah “Menyelami Doa Menurut Injil Lukas”. Romo Hardi membawakannya dengan sangat “cerdik”. Penyuguhan materi sengaja tidak terlalu dipadatkan karena Romo Hardi memandang bahwa yang dibutuhkan para peserta adalah “kebersamaan, keakraban, dan tentunya harus <' ` Romo Hardi mengemukakan tiga kekuatan jiwa, yaitu nalar, rasa, dan kehendak. Terinspirasi dari Mazmur 8 bahwa doa adalah hal yang teramat sederhana, sesuatu yang memancar dari mulut dan hati anak kecil, dan doa adalah juga jawaban langsung dari hati ketika kita berhadapan dengan keagungan ciptaan.
2 Doa kristiani mempunyai ciri khas dibandingkan dengan agama-agama lain, yaitu doa adalah anugerah langsung dari Allah yang mengirimkan Roh Kudus dalam terang wahyu kepada kita. “Secara liturgis diucapkan: ‘dengan pengantaraan
42 · Komunika
Kristus Tuhan kami, dalam persatuan dengan Roh Kudus kini dan sepanjang segala masa’,” ujar Romo Hardi. Doa Santo Fransiskus Asisi terasa sangat bijaksana; “Tuhan, berilah aku keikhlasan untuk menerima yang tak bisa diubah. Berilah aku keberanian untuk mengubah yang bisa diubah, dan berilah aku kebijaksanaan untuk melihat perbedaan di antara keduanya.” Lukas 17: 11-19 yang merupakan bacaan Injil pada Misa hari Minggu itu, mengisahkan tentang sepuluh orang kusta yang memohon belas kasihan Yesus. Diungkapkan bagaimana Yesus “memandang” mereka. Kata memandang di sini berarti bahwa Yesus memandang jauh ke dalam hati kesepuluh orang tersebut dan Yesus mengetahui keinginan hati mereka yang terdalam, yaitu ingin disembuhkan. Romo Hardi menjelaskan bagaimana siswa KPKS diberi banyak kesempatan, antara lain kesempatan untuk mempelajari Kitab Suci, kesempatan untuk menimba ilmu dari para pengajar yang luar biasa. “Hendaknya kesempatan itu tidak hanya digunakan untuk diri sendiri, tetapi juga harus berguna bagi orang lain.” X < {< ' dari hal-hal sederhana tetapi mempunyai makna yang sangat mendalam. Sebagai penutup khotbah, Romo Hardi mengungkapkan tiga hal. Yaitu, jika Anda sangat pintar maka nilai Anda adalah C. Namun, jika Anda pintar dan dapat mengaplikasikannya untuk diri sendiri maka nilai Anda adalah B. Tetapi, jika Anda tidak pintar namun Anda menggunakan kemampuan/pengetahuan Anda bagi kepentingan orang lain, maka nilai Anda adalah A. “Artinya, agar para siswa KPKS dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat bagi banyak orang di sekelilingnya yang membutuhkan.” 7
Misa Lingkungan St. Markus
#
Yang Istimewa bagi Lingkungan Yohanes Pembaptis DA yang Istimewa pada tahun ini bagi warga Lingkungan Yohanes Pembaptis 14. Mereka mengadakan dua kali ziarek . Pertama pada bulan April, ziarek ke Cipanas dan Bandung. Dan kedua, ziarah sembilan gereja dalam rangka memperingati Tahun Suci Luar Biasa Kerahiman Allah yang Maharahim. Tujuan ziarah untuk mengarahkan batin kita kepada belas kasih Allah yang Maharahim, merenungkan, dan ' | q} } keluarga/hidup pribadi, serta pertobatan dan kepedulian terhadap perjuangan Gereja; yang didoakan secara khusus dalam ziarah. Ziarah dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu pada 6 dan 13 November 2016. Jumlah peserta 45 orang. Yang membuat ziarah ini menjadi lebih bermakna karena para peserta orang tua membawa putra-putrinya ikut dan terlibat dalam kegiatan ini. Hal ini penting untuk menumbuhkan iman mereka sejak dini dan memperkenalkan semangat menggereja dalam kepedulian terhadap sesama yang tersingkir, tertindas, dan menderita. Adapun sembilan gereja tersebut adalah: (1) Gereja Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga Paroki Katedral,(2) St. Servatius Kampung Sawah, (3) Salib Suci Cilincing, (4) Kalvari Lubang Buaya, (5) St. Bernadet Ciledug, (6) St. Leo Agung Jatibening, (7) Damai Kristus Kampung Duri, (8) Ratu Rosari Jagakarsa, dan (9) Seminari Wacana Bhakti Pejaten. Diharapkan, melalui ziarah ini, muncul semangat baru untuk selalu berusaha mewujudkan apa yang direncanakan dan patut diperjuangkan, yang nantinya dapat menciptakan rasa kesatuan di antara umat Katolik. (BK)
A
#
unjungan pastoral Romo Faustinus Sirken, OSC ke Lingkungan St Markus dilaksanakan pada hari Kamis, 6 Oktober 2016 jam 19.30 di rumah Bapak / Ibu Ismu. Pertemuan ini diawali dengan Misa Lingkungan dan Perkenalan dengan Romo Tinus OSC sebagai Romo pendamping Lingkungan St Markus. Dalam homilinya, romo Tinus mengatakan bahwa Rasul Paulus sangat jelas mau mengedepankan bahwa diri kita membutuhkan Roh Kristus, Roh Allah. Itulah yang harus kita minta dari Tuhan, agar Roh Kudus mau mengarahkan dan membantu kita untuk memproses dan memperoleh kebutuhan kita. Contoh konkritnya jika seseorang yang mau mengambil keputusan sulit, jangan meminta Tuhan yang memilihkan, tetapi meminta kepada Tuhan supaya Roh Kudus menerangi hati, pikiran dan jiwa kita supaya dalam mengambil keputusan sesuai dengan kehendak Tuhan. Itulah yang mesti kita sadari dalam hidup kita terutama iman kita pada-Nya agar kita meminta dengan tepat, disegala hal seperti pekerjaan, kebutuhan mau pun kesulitan kita sehari hari. Proses meminta tentu jangan disalah artikan hanya dengan sekedar meminta dan menyerahkan semua proses semata-mata kepada Allah, tanpa campur tangan dari diri kita sendiri. Tentu ini sangat keliru, semua proses untuk memenuhi permintaan kita tentunya datang dari diri kita sendiri, dibantu Roh Kudus Sang Penolong yang sempurna. Romo Tinus menutup homili dengan pesan dari Paus Fransiscus : Kebahagian yang dialami keluarga, suca cita keluarga merupakan ekspresi kebahagian dan suca cita kita dalam gereja termasuk Keuskupan Agung Jakarta (KAJ). Kunjungan pastoral ke lingkungan diadakan 3 kali dalam satu tahun. Menurut Romo, kegiatan ini untuk mengenal umat Lingkungan dan memhami kebutuhan rohani lingkungan, Kunjungan dan sharing ini terkesan relaks, sambil menikmati hidangan bubur ayam khas ala bu Ismu sekeluarga dan aneka kue. %)
!(
K
Komunika · 43
Ziarah dan Syukuran Lingkungan St. Dominikus Bergandengan tangan dalam kasih, dalam satu hati... Berjalan dalam terang kasih Tuhan... Kau sahabatku, kau saudaraku… Tiada yang dapat memisahkan kita….
#
L
AGU itu mengiringi wajahwajah ceria Dominicans (warga Lingkungan St. Dominikus) di dalam bus yang membawa mereka berziarah ke Kapel Santa Maria Fatima – Susteran Gembala Baik Jatinegara. Total peserta ziarah ini 72 orang; terdiri dari 27 anak dan remaja, 39 dewasa, dan enam lansia. Pada 13 Agustus 2016, warga Lingkungan St. Dominikus melakukan ziarah yang terakhir dari rangkaian ziarah rohani sembilan gereja dalam rangka Tahun Suci Luar Biasa Kerahiman Allah (TSLBKA). Selain berziarah, berdoa rosario dan mengikuti Misa di sana, warga juga merayakan syukuran ulang tahun kedelapan Lingkungan St. Dominikus yang jatuh pada 8 Agustus 2016. Perjalanan di dalam bus diisi dengan pujipujian dan sambutan oleh Ketua Lingkungan, Iman Santoso, yang menceritakan sejarah terbentuknya Lingkungan St. Dominikus, kondisi lingkungan terkini, serta seksi-seksi dalam lingkungan. Ia juga menghimbau warga untuk terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani di lingkungan. “Tujuannya untuk membangun relasi kita sendiri dengan Tuhan,” tandasnya. Acara di dalam bus dilanjutkan dengan kuiskuis berhadiah seputar Paroki Santa Monika dan lingkungan. Menjelang tiba di lokasi, para peserta mendengarkan sejarah singkat tentang
44 · Komunika
Penampakan Bunda Maria di Fatima yang dibawakan oleh Sie Pewarta. Pada pukul 15.30 WIB, para peserta tiba di Susteran Gembala Baik. Mereka segera menuju kapel untuk memulai ziarah. Selanjutnya, mereka menuju lapangan di depan gua Maria untuk mengikuti doa rosario yang dilanjutkan dengan perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh Romo Andang Binawan SJ. Misa bertema “Hati Bunda Penuh Kasih bagi Allah dan bagi Kita”. Dalam khotbahnya, Romo Andang mengajak umat untuk meneladan Bunda Maria yang memiliki hati yang selalu berserah dan percaya pada rencana Tuhan dalam keadaan apa pun, baik di kala senang maupun susah. Perayaan Ekaristi berlangsung di lapangan di bawah langit terbuka. Sementara umat duduk beralaskan koran. Seusai Misa, di bawah rinai hujan, warga Lingkungan St. Dominikus bergegas kembali ke dalam bus yang kemudian membawa mereka menuju restoran untuk bersantap malam bersama, sekaligus syukuran ulang tahun Lingkungan St. Dominikus dan salah seorang warga. Acara diakhiri dengan peniupan lilin dan pemotongan kue ulang tahun. Setelah itu, karena hari sudah malam, mereka segera kembali ke BSD. Sukacita tampak berpendar di raut wajah para peserta. %+,(
Wiwie S. Soedjana
Semuanya Perempuan IWIE S. Soedjana tampak luwes memimpin rapat Rukun Tetangga (RT) Blok B Puspita Loka BSD City pada Minggu, 23 Oktober 2016. Sesekali ia menyisipkan canda dalam perbincangannya di hadapan sejumlah warga yang hadir pada malam itu. Rapat membahas Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL). Ada yang berbeda pada rapat RT tersebut, karena sang Ketua RT perempuan. Selepas membicarakan hal-hal serius, acara berikutnya adalah santap malam. Berbagai kudapan lezat pun tersaji. Dari mpek-mpek, pastel tutup hingga es oyen yang lezat. Rupanya para pengurus RT yang semuanya perempuan telah berbagi tugas dalam menyiapkan hidangan rapat. Begitu terpilih menjadi Ketua RT Blok B Puspita Loka pada pertengahan 2016, Wiwie sengaja memilih kaum ibu sebagai pengurus RT. “Saya merasa sungkan dan risih kalau memberi tugas kepada laki-laki,” dalih Wiwie.
C
! Meski merasa tidak berbakat memimpin, berkali-kali Wiwie mengemban tugas memimpin. Sebelum menjadi Ketua RT, Wiwie pernah menjadi Ketua Lingkungan St. Mikael periode 2006-2008. “Padahal waktu itu saya belum lama dibaptis, belum Katolik bener,” katanya sembari tertawa. Syukurlah, pada dua periode sebelumnya, Wiwie sudah menjadi koordinator blok dan pengurus seksi liturgi. Alhasil, ia tidak canggung menjadi Ketua Lingkungan St. Mikael. “Semua mengalir begitu saja,” ungkap lulusan Jurusan Administrasi Niaga FISIP Universitas Parahyangan Bandung ini. Ia menilai para pengurus Lingkungan St. Mikael solid. “Saya merasa Lingkungan Mikael sudah terbentuk. Semua kegiatan yang diprogramkan berjalan dengan baik. Semuanya beres,” lanjutnya. Pada tahun 2015 ibu-ibu Lingkungan St. Mikael mulai menyelenggarakan arisan. Serta-merta semua peserta memilih Wiwie untuk menjadi ‘Ibu Ketar’ (ketua arisan). “Wiwie yang paling cocok, yang paling heboh,” komentar spontan beberapa ibu. Wiwie tak kuasa menampik ‘todongan’ tersebut. “Karena arisan ini baru pertama kali diadakan, saya mau membantu supaya jalan,” katanya. Ketika arisan putaran kedua diselenggarakan pada tahun 2016, lagi-lagi Wiwie terpilih menjadi ‘Ibu Ketar’. “Jadilah saya ketua arisan untuk kedua kalinya gara-gara ‘dikeroyok’,” imbuhnya. Berkali-kali Wiwie diminta untuk memimpin sebuah komunitas. Meski awalnya kerap muncul keraguan di hatinya, nyatanya ia sanggup memimpin. “Jujur, saya sendiri tidak mengerti mengapa saya yang dipilih,” akunya. Yang menyadarkan Wiwie punya bakat memimpin justru teman-temannya eks siswa-siswi SMP BPK Penabur Bandung. Dalam reuni, mereka memilih Wiwie menjadi ‘ketua suku’. “Padahal saya sengaja banyak diam dalam reuni karena takut terpilih menjadi ketua suku,” lanjutnya. Wiwie sungguh bersyukur dikaruniai suami yang sangat memahami keadaannya. Setiap kali ada persoalan rumit, ia tak ragu “curhat” kepada
#"
sang suami, Stephanus Djohan. “Suami selalu menyemangati supaya saya bisa mengatasinya sendiri.” Meski Wiwie kerap sibuk beraktivitas, tak sekalipun Stephanus protes. Meski demikian, Wiwie tahu diri. Urusan rumah tangga harus beres terlebih dahulu. “Dan setiap kali ada kegiatan, saya selalu minta ijin kepada suami.” Wiwie mengakui, setiap kali mendapat tugas memimpin, ia kerap dihinggapi rasa takut jika yang dilakukannya keliru. Dukungan orang-orang di sekelilingnya yang membesarkan hatinya. “Sepertinya kalau saya ngomong sesuatu, orangorang nurut,” lanjut ibu dua putri, Annasthasia dan Bethania, ini seraya melepas senyum. Memimpin sebuah kelompok atau komunitas bagi Wiwie, merupakan amanah. Ia yakin, Tuhan melancarkan tugas-tugas yang ia emban. “Saya tinggal menjalaninya saja.”
Komunika · 45
Rindu Oleh Felicia Amelie
KU terduduk di atas lantai yang dingin itu. Merunduklah kepalaku sambil menghela napas panjang. Dengan gemetaran, tanganku menggenggam erat rambutku yang panjang. Sekuat tenaga kutahan amarah di dada ini. Perkataan mereka yang tajam itu terus mengisi kepalaku. Kuhembuskan napas sekali lagi, seraya memejamkan kedua mataku sejenak. Semuanya masih kuingat dengan jelas, pemicu amarahku ini. Alasan mengapa timbul perasaan yang tercampur aduk, yang tidak jelas; yang hanya membuat dadaku semakin sesak saja. Kenapa? Kenapa mereka tahu-tahu berubah menjadi pribadi-pribadi yang tak lagi kukenal? Kenapa mereka jadi seperti ini kepadaku? Serumit-rumitnya pertanyaan matematika, kondisiku saat ini jauh lebih mudah untuk dimengerti. Tetapi, ada apa dengan mereka sehingga persoalan sederhana ini tidak dapat
A
46 · Komunika
mereka pahami? “Kenapa hidupku jadi seperti ini?” bisikku sambil mengangkat tubuhku dari lantai dan menghempaskan diri ke atas tempat tidurku. Ah sudahlah... aku lelah dengan semua ini. Sekali lagi kupejamkan mataku. “Idih, kamu kok dari tadi mainan HP mulu?” suara yang sudah lama kukenal, selama 14 tahun hidupku, tahu-tahu meneriakiku. Kuingat benar kejadian itu, yang kulakukan saat itu adalah sebuah tindakan yang amat sangat bodoh. Aku berdiri dengan cepat, dan dengan penuh amarah, meneriakinya balik, “Cukup! Kenapa Mama dan Papa nggak pernah nyediain waktu lagi untukku? Selalu saja kalian sibuk dengan pekerjaan kalian itu. Apakah kalian tahu? Aku selalu merasa kesepian di rumah. Oh tentu saja! Bagaimana kalian bisa menyadarinya, jika terus saja perhatian kalian terpaku pada angka-angka di layar komputer? Aku sampai berpikir, mungkin rasa
sayang Mama Papa sudah habis,” dengan muka masam, kulari ke kamarku. Aku sungguh bodoh, tapi memang itu yang harus kulakukan. Dengan geramnya, kuhembuskan napas panjang terus-menerus. Ternyata, menenangkan diri itu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, ya. Kupeluk bantalku dengan erat, mengubur kepalaku di kelembutan bantal tersebut. Rasa kesal terus mengawani hatiku. Selalu saja, alasan dia memarahiku adalah karena apa yang kulakukan sekarang akan berdampak buruk bagi kesehatanku kelak. Ya, aku tahu itu. Tapi, apakah masalah itu terselesaikan dengan membiarkanku kesepian? Aku merasa tubuh ini tidak ada artinya. Sejenak, hatiku jatuh, jatuh jauh dalam kehampaan. Apakah lebih baik jika aku menjadi benda mati saja, yang dapat membantu orang lain, daripada menjadi ‘aku’ dan tidak ada artinya bagi mereka? Akankah mereka puas saat mengetahui anaknya depresi? Kuangkat kedua tirai yang menutupi mataku, menatap tajam
sekeliling kamarku. Kalau boleh jujur ya, aku sungguh lelah dengan hidup semacam ini. Mereka mengaku sebagai orang tuaku, ya itu memang kenyataan, tapi ironisnya, aku tidak merasa dicintai oleh mereka. Sudah lama pertengkaran ini berlangsung, tapi kali ini aku sudah tidak tahan lagi. Semakin lama, semakin dalam juga pemikiranku. Perlahan, tetesan-tetesan air mulai membasahi mataku. Satu per satu mulai mengalir, membasahi pipiku. Rasa sedih, kesal, dan geram melapisi hati kecilku ini. Dengan kesal, kubanting bantal yang tak bersalah itu ke lantai. Dengan badan lemas dan tak berdaya, kurentangkan tubuhku di kasur itu. Mataku menatap langit-langit putih, hanya bisa berharap agar situasi membaik. Sesekali tanganku akan mengusap air mata yang terus membanjiri kelopak mataku. Pikiranku mulai melayang, kedua mataku mulai terasa berat. Tak butuh waktu lama sebelum aku pun tertidur. Perlahan-lahan, badanku mulai terasa ringan. Kulihat sekelilingku, dunia ini tampaknya berbeda namun sama. Di hadapanku, muncullah dua sosok orang muda, sangat cantik dan sangat tampan. Wajah mereka sedang tersenyum cerah. Lalu, samar-samar terdengarlah suara tawa kecil. Tatapanku berpindah dari pasangan tersebut menuju ke seorang gadis kecil yang sangatlah manis. Bulu matanya yang lentik, persis dengan bulu mata sang wanita. Rambutnya yang ikal menari tertiup angin sore hari. Di tangannya ada sekuntum bunga yang mekar semerbak. Dia berlari menuju kedua orang tersebut, dan kedatangannya itu disambut hangat oleh pasangan itu. Si anak cilik tersebut kemudian digendong oleh sang ayah. Dengan raut wajah yang riang gembira, ia menyodorkan kembang-kembang nan cantik di tangannya itu kepada ibundanya. Aku hanya bisa menonton adegan itu dari kejauhan. Oh, betapa bahagianya anak itu saat rambutnya dibelai dengan lembut oleh sepasang tangan yang akan merawatnya. Oh, betapa bahagianya anak itu saat ada sepasang tangan kuat yang akan membopongnya, tangan yang akan selalu melindunginya. Sungguh mereka memang sebuah keluarga yang bahagia. Aku perlahan mengikuti jejak kaki mereka yang mulai meninggalkan tempat, menuju kamar si kecil rupanya. Sambil tersenyum, sang gadis yang kira-kira berusia delapan tahun itu melompat ke atas tempat tidurnya. Sang ibu kemudian memangkunya sambil kembali membelai rambutnya. Sedangkan sang ayah mulai bercerita, kata-kata halus keluar dari mulutnya.
"Cukup! Kenapa Mama dan Papa nggak pernah nyediain waktu lagi untukku? Selalu saja kalian sibuk dengan pekerjaan kalian itu. Apakah kalian tahu? Aku selalu merasa kesepian di rumah” Kata-kata yang hangat dan menenangkan. Sesekali, anak perempuan itu tertawa, menanggapi kisah ayahnya tersebut. Seiring berlanjutnya cerita, sudah beberapa kali si kecil itu menguap. Tak tahu harus berbuat apa, aku hanya tersenyum melihat betapa senangnya anak tersebut. Kini, ia terbaring di atas kasurnya, kedua orang tuanya mengecup dahinya sambil tersenyum, “Kami sangat menyayangimu, Alyssa,” mataku terbuka lebar dengan sendirinya saat mendengar nama anak itu disebut. Nama itu terus mengiang di kepalaku, Alyssa. Samar-samar kudengar namaku dipanggil, “Lyssa, Lyssa!” Terbukanya mataku, mengembalikanku ke dunia nyata. Terdengar suara Mama dari luar pintu kamarku yang terus memanggil namaku. Langsung kubangkit berdiri dan membawa badanku berjalan, untuk membukakan pintu kamarku. Sosok wanita di hadapanku memasuki kamarku, diikuti dengan sosok pria di belakangnya. Aku pun melompat kembali ke atas kasurku, dan menatap lantai putih kamarku. “Alyssa,” panggil Papa. Kuangkat kepalaku dan memandangnya. Raut mukanya terlihat lembut, tatapannya menghangatkan, bagai pijar api. “Kami tidak pernah tahu kalau kamu merasa kesepian selama ini,” lanjutnya. “Seharusnya kami sadar atas perasaanmu, maafkan kami, sayang,” tambah Mama, sambil mengelus-elus rambutku. Oh begitu rindunya aku dengan belaian lembutnya. Sambil tersenyum, kupeluk mereka dengan erat, “Ma, Pa, sudahlah, yang sudah terjadi biarkanlah terjadi. Tetapi, sekesal-kesalnya aku pada kalian, aku akan tetap menyayangi kalian,” ucapku. Dengan sekuat tenaga, kutahan diriku agar tidak menangis di pelukan hangat mereka. “Kami juga sangat menyayangimu, Alyssa,” jawab mereka bersama-sama. Kupejamkan mataku, menenangkan diri di dalam pelukan kedua orang tuaku. Ya Tuhan, aku sungguh berterima kasih, Engkau telah memberikanku kesempatan untuk memulai hidup yang baru. Komunika · 47
Membaca Pikiran dalam Keluarga Oleh Felix Lengkong, M.A., Ph.D
ASAR kau pelit!” teriak Cathy (30 tahun, bukan nama sebenarnya) ke arah suaminya. Tuduhan itu dilatarbelakangi kenyataan, Johny (35 tahun, bukan nama sebenarnya) tidak memberi uang makan hari itu. Sebaliknya, Johny tak kalah gertak berkata, “Dasar pemboros, tidak pernah prihatin!” Sahut-sahutan ini merupakan bagian dari sejarah pertengkaran pasangan yang hidup prihatin secara ekonomi. Demikian juga yang terjadi antara klien saya – sebut saja Ruby (24 tahun) –dengan ibunya sendiri. Hubungan Ruby dengan ibunya tidak harmonis dalam konteks persaingan merebut kasih sayang ayah/suami. “Hubungan Ibu dengan Ayah memang tidak rukun. Lagi pula, Ibu menyadari, Ayah menyayangi saya,” jelas Ruby tentang relasi dengan ibunya. “Saya memang tidak suka pada Ibu,” kata Ruby tentang ibunya yang memusuhi dan tak jarang memukulinya. “Ibu selalu mencerca saya. Apa yang saya lakukan selalu keliru,” katanya seraya berurai air mata. “Ia takut kehilangan adik saya, tapi ia tak peduli
“D
48 · Komunika
sama sekali terhadap saya,” katanya tentang ibunya yang belum lama ini menampar pipinya. “Saya datang kuliah dengan wajah bengkak,” katanya malu-malu. 3 Kedua contoh tersebut merupakan contoh miskomunikasi di dalam perkawinan dan keluarga. Pihak-pihak yang bertikai terlibat argumentasi berdasarkan pesan-pesan yang disalahmaknakan. Pihak yang satu mengatakan sesuatu yang oleh pihak yang lain dipahami berbeda. Hal ini terjadi lebih sering antara laki-laki dan perempuan karena mereka mempunyai cara berkomunikasi yang berbeda. Contoh lain adalah saat seorang istri bercerita tentang harga-harga komoditi yang semakin mahal. Lalu, si suami sibuk menganalisis cara istrinya memanfaatkan uang belanja yang telah diberikannya setiap bulan. Ia bermaksud mencari jalan keluar terbaik. Namun, tindakannya ditafsirkan sebagai bentuk intervensi suami atas uang yang hanya sedikit itu. Lalu, istrinya menjadi marah.
Padahal tujuan si istri bercerita tentang barang-barang yang semakin mahal itu sebenarnya hanya ungkapan perasaan. Ia butuh didengarkan saja.
&! = Pengalaman konsultasi dengan pasangan suami/istri menunjukkan kepada saya bahwa pertukaran emosi negatif sering dilatarbelakangi pikiran dasar yang biasanya tersembunyi. Andaikan kedua pihak yang bertengkar dapat mendeteksi pikiran dasar itu, sebenarnya mereka gampang memahami amarah dan kebencian mereka dan mampu menyelesaikan pertengkaran. Demikian tulis + : # . pencetus Terapi Kognitif dalam bukunya Prisoners of Hate: The Cognitive Basis of Anger, Hostility, and Violence (1999). Saya ingin menelaah proses komunikasi antara suami-istri, Johny dan Cathy. Jelaslah bahwa mereka lepas lepas kontrol. Kekerasan verbal alias komunikasi tidak efektif di antara mereka berproses dalam beberapa langkah. Kenyataannya -- Johny tidak memberi uang -- ditafsirkan Cathy sebagai
penolakan untuk memenuhi kewajiban menafkahi istri. Ini selanjutnya ditafsirkan sebagai kurangnya penghargaan terhadap istri. Mengapa? Karena saat itu Cathy melihat Johny sedang merokok. Lalu, ia berproses pikir: “Untuk rokoknya ia mempunyai uang, sedang untuk makanan saya tak ada uang. Lalu, siapa saya baginya? Saya bukan apa-apa!” Proses pikir ini disebut egocentricity (-keberpusatan pada diri sendiri). Egocentricity berlebihan kemudian memberi celah pada letupan emosi, amarah. Egocentricity Cathy berlebihan karena ia lalu membandingkan dirinya (yang tidak diberi uang makan) dengan diri Johny (yang merokok). Ia berpikir, dirinya kurang dihargai dan karena itu ia layak marah dan menyerang dengan tuduhan “dasar kau pelit”. Kemarahannya itu makin bertambah saat ia membandingkan dirinya dengan para istri orang-orang lain yang keadaannya lebih baik. Kenyataan ini menciptakan dalam diri Cathy perasaan terisolasi dari lingkungan (social isolation). Ia berpikir, “Saya diperlakukan tidak adil dan saya diperlakukan salah.” Jadi, tampaklah bahwa suami-istri terbiasa dan terburu-buru menggunakan perspektif diri sendiri saat melakukan interpretasi pernyataan pikiran pasangan. &
&
Dalam proses dari egocentricity ke amarah, sebenarnya Cathy melakukan sesuatu yang dalam Terapi Kognitif disebut mind reading (membaca pikiran). Ia ‘membaca’ bahwa Johny mengutamakan diri sendiri dan tidak menghargai Cathy. Ia juga ‘membaca’, Johny sengaja berlaku tidak adil dan melecehkan Cathy secara verbal. Berdasarkan ‘fakta’ (hasil mind reading) tersebut, lalu ia berkesimpulan bahwa dirinya layak untuk marah dan menyerang (aggression) balik secara verbal maupun Mind reading merupakan perangkat pikir yang kita butuhkan dalam proses komunikasi positif dengan pasangan. Masalahnya, kita sering kurang akurat membaca pikiran pasangan kita. Bacaan yang kurang akurat dan terburu-buru menghasilkan kesimpulan keliru. Akibatnya, emosi negatif
dan kontraproduktif (kurang pas) menggelegar di dada. Akibat lanjutan adalah tindakan-tindakan negatif meletup, seperti memarahi pasangan, berteriak, menuduh pasangan tentang hal-hal yang tidak sesuai. Dalam kasus di atas, Cathy tidak menyadari bahwa rokok itu merupakan pemberian teman; bukan dibeli sendiri dengan uang Johny. Sesungguhnya, pada hari itu Johny yang pengangguran tidak mempunyai uang. &
Merasa bahwa Johny telah memperlakukannya salah (dilecehkan), Cathy berkesimpulan bahwa suaminya adalah lawan alias musuh. Pikiran dasar ini melatarbelakangi ujaran dalam banyak pertengkaran suami-istri: “Saya tidak suka kamu lagi.” Kesimpulan bahwa pasangan itu lawan atau musuh (“Saya tidak suka kamu lagi”) merupakan interpretasi keliru yang berlebihan (catastrophic distortion) terhadap pikiran, motivasi, dan sikap pasangan. Akibatnya, kita merasa dilecehkan, marah, dan benci. Perasaanperasaan ini menyebabkan tindakan dan perilaku negatif. Lingkaran setan ini (pikiran, emosi, dan tindakan negatif) bisa berulang terjadi dalam berbagai situasi dan masalah, karena pasangan itu telah terjebak dalam “bingkai permusuhan” alias hostile frame. Mereka bagaikan memfoto dan membingkai diri masingmasing dalam pola pikir negatif. Biasanya, mereka melihat diri sebagai “korban” dan pasangan sebagai “pelaku kejahatan”. Pembingkaian negatif (pola pikir negatif) membuat mereka keliru menginterpretasi setiap tindakan, motif, pikiran pasangannya. Ada dua kekeliruan utama yang sering diakibatkan oleh bingkai permusuhan. Kekeliruan pertama adalah catastrophic distortion. Kesalahan kecil pasangan merusak seluruh citra baik pasangan itu. Misalnya, kenyataan -- bahwa pada hari itu Johny tidak mempunyai uang – ditafsirkan sebagai “Johny itu tidak lain dan tak bukan pelit”. Kekeliruan kedua adalah pola pikir generalisasi. Kenyataan -- bahwa hari itu Johny tidak mempunyai uang – ditafsirkan sebagai Johny selalu
dan selamanya tidak mempunyai uang. 7 :
###F Menghadapi para klien (lebih banyak istri daripada suami) yang biasanya nyerocos tentang sikap dan tindakan negatif pasangannya, saya biasanya menyela dengan pertanyaan “Lalu, bagaimana...?” Biasanya mereka kaget dan bertanya balik, “Ya, bagaimana ya, Pak?” Saya biasanya mengajak klien untuk menganalisa pikiran spontan (automatic thoughts) dan pikiran dasarnya (belief) sebagaimana terbersit dalam letupan rangkaian emosi dan ujaran klien. Mereka biasanya mengakui adanya egocentricity dalam pola pikir mereka. Mereka juga menyadari, mereka sering melakukan mind reading yang keliru. Akibatnya, mereka merasa dilecehkan (= tidak dianggap) dan terisolasi. Perasaan dilecehkan dan terisolasi membuat marah dan merasa berhak untuk melawan balik. & IL N Jadi, bagaimana...? Ini pertanyaan penyembuh yang dicetuskan oleh + pencetus terapi kognitif lain yang sekarang dinamai Rational Emotive Behavioral Therapy dalam buku Handbook of Rational-Emotive Therapy (1977). Pertanyaan ini menyembuhkan karena mengandung upaya jalan keluar dari masalah. Salah satu jalan keluar, Elis memberikan solusi, bahwa kita harus keluar dari bayang-bayang penguasa bernama ‘harus’. Kebiasaan kita -“mengharuskan” diri kita dan diri orang lain untuk begini atau begitu -- membuat diri kita ditindas oleh penguasa yang dinamai ‘harus’. Dalam contoh di atas, Cathy menuntut bahwa Johny “harus” memberinya makan. Dengan memberi makan, Johny itu baik. Pemutlakan “harus” ini membuat Cathy terkungkung dan tidak lagi bisa melihat kemungkinan lain. Apa yang terjadi pada Cathy juga berlangsung dalam diri Johny. Akibatnya, bertengkarlah mereka. Jadi, bagaimana? “Harus” itu baik. Tapi, tidak selalu demikian. Ada waktunya tidak harus demikian seperti seharusnya. Begitulah hidup.
Komunika · 49
Di negeri yang indah ini, murid Kristus masih berada pada kelompok minoritas. Namun, kita bersyukur bahwa negara kita yang sangat majemuk ini berdasarkan Pancasila dan memiliki semboyan ‘Bhinneka Tunggal Ika’, sehingga keberadaan kita sebagai murid Kristus dijamin negara.
Keluarga Katolik Indonesia:
Minoritas di Tengah Masyarakat Majemuk Oleh Clara Evi Citraningtyas
K
EHIDUPAN berkeluarga senantiasa menghadapi tantangan dari zaman ke zaman. Berbagai tantangan hidup berkeluarga bisa dalam bentuk kesulitan ekonomi, arus globalisasi, situasi sosial budaya, agama, dan kepercayaan yang tidak selaras dengan nilainilai kristiani, perkembangan teknologi yang menggantikan perjumpaan pribadi, pemujaan kebebasan serta kenikmatan pribadi, dan masih banyak lagi. Selain tantangan-tantangan tersebut, keluarga Katolik yang telah ditempatkan Tuhan di Indonesia mendapat tantangan tambahan. Tantangan tambahan tersebut adalah tantangan menjadi minoritas di tengah masyarakat majemuk. Kita dilahirkan di Indonesia, sebuah negeri indah yang sangat majemuk, terdiri dari ribuan pulau, ratusan suku, ratusan bahasa. 50 · Komunika
&
Menjadi minoritas di Indonesia bukanlah pilihan maupun kemauan kita. Tetapi, sebagai murid Kristus, kita percaya bahwa tidak ada sesuatu pun yang kebetulan. Tuhan tentu memiliki rencana penting mengapa kita dilahirkan sebagai kelompok minoritas di Indonesia. Menjadi minoritas tidaklah mudah. Sering kita merasa kecil dan tidak mampu berbuat apa-apa karena kita minoritas. Tidak menutup kemungkinan anak-anak kita merasa tidak berdaya, minder, sedih, atau bahkan stres menjadi minoritas. Di media sosial, bahkan telah bermunculan berita yang memuat jeritan hati saudara-saudara kita yang merasa minoritas dan trauma pada peristiwa 98. Saudara-saudara kita ini takut kalaukalau peristiwa 98 akan terulang lagi. Lalu, apa yang bisa orang tua jelaskan kepada anak-anak untuk menyikapi hal ini? Sebagai orang tua, kita bisa bantu menjelaskan kepada anak-anak bahwa menjadi minoritas bukanlah sebuah kekurangan. Menjadi minoritas justru bisa menjadi sebuah kesempatan untuk menunjukkan kasih kerahiman Allah di dunia. Sebagai minoritas, kita diutus untuk semakin menunjukkan kasih kerahiman Allah tersebut kepada masyarakat luas. Meskipun jumlahnya kecil, menjadi minoritas bukan berarti kita tidak bisa berbuat apa-apa. Yesus telah banyak memberi teladan bagaimana Dia mengerjakan karya besar melalui hal-hal kecil. Contohnya, Yesus memberi makan lebih dari 5.000 laki-laki (tidak termasuk perempuan dan anak-anak) hanya dengan lima roti jelai dan dua ekor ikan (Yoh. 6:5-10). Kita tahu bahwa lima potong roti dan dua ekor ikan adalah jumlah yang sangat kecil. Bahkan muridNya pun berkata, “Apalah artinya itu untuk orang sebanyak ini”. Tetapi, Yesus membuktikan bahwa jumlah sekecil itu bisa membuat kenyang belasan atau bahkan mungkin puluhan ribu orang. Masih sisa 12 bakul. Dan Yesus tidak berhenti di situ. Ia juga mengambil lima roti jelai dan dua ekor ikan tersebut dari seorang anak kecil. Lagi-lagi Yesus mengajarkan kepada kita bahwa jumlah dan ukuran yang kecil tidak perlu membuat kita tidak berguna. Yesus justru memilih anak kecil tersebut, yang membawa makanan dalam jumlah
kecil, untuk mewujudkan karya besar. Sebagai kelompok minoritas, kita pun bisa melakukan hal-hal kecil dalam keluarga kita, yang bisa memberikan dampak luar biasa pada masyarakat. Kita menyadari bahwa akhir-akhir ini, kebhinnekaan kita sedang diuji. Ada banyak kecurigaan, kemarahan, ketidakpercayaan, kekerasan, kebrutalan yang mengguncang persatuan di negeri indah kita yang Bhinneka Tunggal Ika. Di sosial media, bersliweran kata-kata kasar, hujatan, makian, kemarahan, ancaman yang ditujukan kepada mereka yang berseberangan pendapat. Dan anak-anak kita sebagai generasi yang sangat akrab dengan sosial media, tibatiba terpapar pada berbagai bentuk kekerasan ini. Tak jarang mereka juga merasa bahwa serangan kekerasan ini ditujukan kepada mereka juga, karena mereka minoritas.
!
Bagaimana keluarga Katolik menyikapi hal ini? Kita semua bisa belajar dari seruan Paus Fransiskus yang senantiasa memiliki semangat yang sangat toleran terhadap perbedaan. Bapa Paus konsisten menyerukan pesan-pesan yang sejuk dan ‘adem’ dalam menjangkau sesama, tanpa harus mengkompromikan iman kita. Pesan dari Bapa Paus senantiasa memiliki nuansa dan semangat yang mengajak kita meninggalkan eksklusivitas, namun tetap berakar kuat dan berbuah lebat. Bahkan yang sangat fenomenal adalah ketika Paus Fransiskus menyatakan “I believe in God – not a Catholic God. There is no Catholic God.” Pesan ini menyejukkan bagi saudara-saudara kita yang berbeda iman, karena pesan ini betul-betul membongkar eksklusivitas kita sebagai pemeluk agama Katolik, dan membangun inklusivitas. Namun, apakah dengan pesan tersebut Paus mengajak kita untuk _ @ kita: “I believe in Jesus Christ”. Kita tetap berakar kuat pada Yesus Kristus karena Dialah Jalan Kebenaran dan Hidup. Sebagai orang tua, kita bisa memberi contoh kepada anak-anak kita, tindak nyata sesuai pesan Bapa Paus. Tindak nyata yang membongkar semangat eksklusivitas dan membangun semangat inklusivitas, namun tetap berakar kuat. Memiliki akar yang kuat sangat penting bagi sebatang pohon agar mampu bertahan. “Akar orang benar tidak akan goncang” (Amsal 12:3b). Akar iman yang kuat di dalam Yesus Kristus juga akan membuat kita tumbuh subur dan berbuah lebat. Berbuah lebat dalam konteks dewasa ini bisa berarti orang tua memberi contoh untuk tidak turut memperkeruh suasana dengan ikut menyebarkan berita-berita yang memancing amarah. Berbuah bisa juga dengan memberi teladan untuk terus menjaga dan menjalin hubungan harmonis dengan saudara-saudara yang mungkin turut memojokkan kaum minoritas. Berusaha untuk tidak terpengaruh juga merupakan wujud dari berbuah lebat. Berbuah lebat berarti ‘menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya’ (1 Petrus 3: 11). Semuanya mampu kita lakukan kalau kita berakar kuat pada Pokok Anggur yang Benar. Selain itu, para orang tua bisa mendampingi anak-anak untuk memahami bahwa menjadi minoritas hendaknya tidak membuat kita takut dan gentar. Jangan takut! Karena, “Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi” (Yos. 1:9). Dengan demikian keluarga Katolik, meskipun minoritas tetap bisa berakar kuat dan berbuah lebat di tengah masyarakat majemuk.
Untuk donasi di Komunika mohon ditransfer ke : 2+2++9C*+ 9 P
# #& && U"
Jika kami tidak mengetahui kiriman dari mana/siapa maka akan dituliskan sebagai NN. Agar kami dapat mengetahui para penyumbang, mohon mengirim pesan ke : &!!4.;/8#;88#<<-#;Q %UC !! " ( Bagi yang mengirim donasi atas
! supaya mengirim SMS/Whatsapp memberitahukan dari lingkungan mana kiriman donasi itu.
&:
#
Pengiriman dana ke alamat dibawah ini mohon mempergunakan nomor account yang baru seperti tercantum dibawah ini. Untuk mengetahui pengiriman dana dari siapa mohon SMS ke nama yang tercantum dibawah ini &V 2+4P
# #& && U" #
2 4.;/-#QX.#;.#/.. ASAK : 2+4P
# #& && U" #
+#== 4.;8Q/8<<<;./ # V 2+4P
# #& && U" #
'
4.;/8#/.X;<.P;
Komunika · 51
ada tanggal 30 Oktober 2016 dilaksanakan penerimaan Sakramen Krisma oleh Mgr. Ignatius Suharyo dan dibantu oleh Mgr. Antonius Subianto di Gereja Santa Monika. Hari itu menjadi hari istimewa untuk Tim Komsos, karena salah seorang awak Komunika yaitu Josephine Winda menerima Sakramen Krisma, setelah “menunggu saatnya
P
ini Winda menulis : “ Masing-masing orang memiliki alasan, perjuangan dan pengorbanan untuk tetap mengikut Yesus. Makjlebs! Saya lalu mulai melupakan cerita tentang keraguan Tomas. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu (Yoh 15:16).” Selamat untuk bu Winda, semoga semakin mantap dalam karya pelayanannya. Pada tanggal tersebut juga ada kegiatan lain yang dilaksanakan di The Breeze, yaitu fun walk, yang merupakan acara dari Komsos Dekenat Tangerang dalam rangka memperingati 88 tahun Sumpah Pemuda. Fun walk yang diikuti kurang lebih 1.000 orang dari paroki-paroki se- Dekenat Tangerang ini lebih banyak diikuti oleh orang-orang muda. Namun demikian ada lumayan banyak orang tua, bahkan yang sudah berjalan dengan tongkat mengikuti acara ini dengan penuh antusiasme. Romo Antara Pr mewakili KAJ yang memberikan sambutan dan mengibarkan bendera start. Pada 20 Nopember yang lalu dilaksanakan sosialisasi program karya untuk Dewan Paroki Pleno di Hotel Salak – Bogor. Tim Komsos hadir lengkap, baik dari Seksi Komsos, maupun dari Sub Seksi : Komunika, Website maupun Warta Monika. Selain itu juga hadir 2 orang fotografer Komunika, jadi kehadiran yang lengkap. Ditengah berbagai kesibukan dari tim Komsos, kita semua meluangkan waktu untuk hadir dalam sosialisasi tersebut dengan harapan bisa mensinkronkan berbagai rencana kerja Komsos dengan rencana kerja paroki. Dari teman-teman yang hadir, nampaknya langsung bisa memilih berbagai alternatif tema yang untuk diangkat dalam Komunika edisi 2017, meskipun itu tetap harus didiskusikan dengan tim redaksi maupun dengan pendamping dan pastor moderator. Dengan demikian kehadiran dalam sosialisasi program karya tersebut memang perlu dan wajib supaya lebih memahami rencana paroki dan dapat melangkah bersama sebagai suatu kesatuan Gereja, bukan hanya Gereja Santa Monika – Paroki Serpong tetapi sebagai Gereja Keuskupan Agung Jakarta. Sejalan dengan langkah Gereja Keuskupan Agung Jakarta, selama tahun 2017 Komunika akan mengambil tema besar : " Makin Adil, Makin Beradab" dengan sub tema : Berkeadilan terhadap kaum disabel dengan berbagai sub tema. Sub tema edisi pertama dengan topik : Berkeadilan terhadap Kaum Disable. Dengan demikian diharapkan kita semakin memahami dan melaksanakan bersama Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta 2017 sekaligus menghayati dan mewujudkan " Kemanusiaan yang adil dan beradab." RALAT PENGIRIMAN DONASI KOMUNIKA Dalam edisi 05/XVI tertulis : ;
Donasi dari Ibu Rosjani Tjandra sebesar Rp 1.008.000,adalah donasi dari St Don Bosco
;
Untuk donasi sebesar Rp 324.000,- adalah donasi yang salah kirim, donasi ini seharusnya untuk SPKSM dana telah di kirim kembali oleh Komunika ke SPKSM
52 · Komunika
Donasi yang diterima edisi 06/XVI Okt - Nov 2016 (data dalam rupiah)
a/n Florence Radjito St Matius St Bernadette St Dominikus St Gaspar NN 0459 St Paulus St Agatha St Kornelius St Hugo St Klaudius St Bonaventura St Margaretha St Laurensius St Paulinus St Gisela St Katarina St Mikael St Matius St Yohanes St Bernadette St Aloysius Gonzaga St Yosafat St Yudith St Elisabeth St Bonifasius St Theresa Avilla St Dominikus St Koleta St Yohanes de Britto St Lucia St Theodorus Studite St Thomas Rasul St Franzeska St Albertus Agung St Keluarga Kudus St Sebastinus St Yustinus St Yohanes Pembaptis a/n Antonius Kunta St Gisella Total donasi
3,000,000 72,000 126,000 150,000 738,000 800,000 774,000 864,000 2,000,000 648,000 200,000 432,000 500,000 1,500,000 1,521,000 120,000 2,628,000 1,584,000 72,000 1,260,000 126,000 1,476,000 207,000 84,000 828,000 105,000 120,000 150,000 144,000 450,000 600,000 300,000 1,116,000 500,000 648,000 900,000 1,272,000 750,000 1,764,000 258,000 240,000 31,027,000