RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan I.
PEMOHON 1. Salamuddin, sebagai Pemohon I; 2. Ahmad Suryono, sebagai Pemohon II; 3. Ahmad Irwandi Lubis, sebagai Pemohon III. KUASA HUKUM Syamsudin Slawat Pesilette, SH., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 25 Februari 2014.
II.
OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
III.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Para Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”. 2. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi “menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. 3. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengatur bahwa secara hierarkis kedudukan UUD 1945 lebih tinggi dari Undang-Undang, karena itu setiap ketentuan dalam Undang-Undang tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945, jika terdapat ketentuan yang bertentangan dengan UUD 1945 maka ketentuan tersebut dapat dimohonkan untuk diuji melalui mekanisme pengujian Undang-Undang. 4. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan para Pemohon a quo.
IV.
KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 34, Pasal 37, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
V.
NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu: − Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Otoritas jasa keuangan yang selanjutnya disebut OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan dan pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini. − Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. − Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang: 1. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; 2. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3. sistem informasi debitur; 4. pengujian kredit (credit testing); dan 5. standar akuntansi bank;
−
−
−
−
3. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: 1. manajemen risiko; 2. tata kelola bank; 3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank. Pasal 34 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 (1) Dewan Komisioner menyusun dan menetapkan rencana kerja dan anggaran OJK. (2) Anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja dan anggaran OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner Pasal 37 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 (1) OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. (2) Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan yang dikenakan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penerimaan OJK. (4) OJK menerima, mengelola, dan mengadministrasikan pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara akuntabel dan mandiri. (5) Dalam hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan melebihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke Kas Negara. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 (2) Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK. Pasal 64 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55: (b) pejabat dan/atau pegawai Bank Indonesia yang melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan. − Pasal 65 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 (1) Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55:
dan
wewenang
a. Kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan; dan b. Kekayaan negara dan dokumen yang dimiliki dan/atau digunakan Kementerian Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, dapat digunakan oleh OJK. − Pasal 66 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 (1) Sejak Undang-Undang ini diundangkan sampai dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55: a. Bank Indonesia tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu : − Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 (1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun oleh UndangUndang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. − Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. VI.
ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Bahwa para Pemohon adalah warga negara Indonesia yang memiliki kedudukan dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana yang telah dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, sehingga dalam konteks kedudukan hukum tersebut para Pemohon memiliki hak Konstitusionalitas untuk berperan serta dalam memberikan aspirasi, review konstruksi peraturan perundang-undangan serta implementasi peraturan perundangundangan terhadap konstitusi; 2. Bahwa para Pemohon juga memiliki hak konstitusional sebagai pembayar pajak yang patuh untuk mendapatkan pengelolaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) secara terbuka dan transparan dari pemerintah; 3. Bahwa para Pemohon melihat adanya kemungkinan pemborosan salah arah, perampokan terselubung dan tersistem dan perbuatan sewenagwenang dari OJK terhadap penggunaan APBN serta tumpang tindihnya kewenangan antara OJK dan Bank Indonesia. VII. PETITUM Dalam Provisi 1. Menerima permohonan provisi para Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menghentikan untuk sementara operasional OJK sampai ada putusan pengadilan yang bersifat final dan mengikat; 3. Memerintahkan Bank Indonesia untuk mengambil alih sementara fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan sampai ada putusan pengadilan yang bersifat final dan mengikat; 4. Memerintahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit, analisis dann penelitian mendalam kepada OJK terkait dengan adanya kerugian keuangan negara, potensi kerugian keuangan negara, serta memberikan rekomendasi siapa saja para pemangku kebijakan yang turut serta dalam pengambilan kebijakan tersebut. Dalam Pokok Perkara 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan khususnya Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, dan Pasal 37, bertentangan dengan UUD 1945; 3. Menyatakan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan khususnya Pasal 1 angka 1, Pasal 5, Pasal 34, dan Pasal 37, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat; 4. Menyatakan sepanjang frasa “….tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan…” sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan bertentangan dengan UUD 1945; 5. Menyatakan sepanjang frasa “….tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan…” sebagaimana termaktub dalam ketentuan Pasal 6, Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat; 6. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; 7. Atau apabila Majelis Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Catatan: − Perubahan pada norma yang diujikan dengan menambahkan Pasal 34 UndangUndang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, dan tidak dicantumkannya lagi Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.