BAB III PENGATURAN DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN
A. Pengaturan dan Pengawasan Industri Jasa Keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan 1.
Tujuan, Fungsi, Tugas dan Wewenang OJK Mengenai tujuan OJK dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 4 UU
Otoritas Jasa Keuangan yang berbunyi sebagai berikut:45 “Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: a. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; b. mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan c. mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat Mengenai fungsi Otoritas Jasa Keuangan ditentukan dalam pasal 5 UU
45 46
Otoritas
Jasa
Keuangan
yang
selengkapnya
Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 5 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
46
berbunyi:
46
47
“Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.” Lebih lanjut ketentuan Pasal 6 UU Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa:47 “Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Kemudian ketentuan Pasal 7 UU Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa:48 “Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang: a. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1) perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor cabang, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan 2) kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; b. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1) likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; 2) laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3) sistem informasi debitur; 4) pengujian kredit (credit testing); dan 47 48
Pasal 6 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 7 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
48
5) standar akutansi bank. c. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: 1) manajemen risiko; 2) tata kelola bank; 3) prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; 4) pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d. pemeriksaan bank. Berkaitan dengan ketentuan di atas, menurut ketentuan Pasal 8 UU Otoritas Jasa Keuangan dikemukakan bahwa:49 “Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang: a. menetapkan peraturan pelaksanaan undang-udang ini; b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; c menetapkan peraturan dan keputusan Otoritas Jasa Keuangan; d. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan; e. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan; f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan; h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 9 UU Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa:50 “Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang: a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan; 49 50
Pasal 8 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 9 UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
49
b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif; c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan; d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu; e. melakukan penunjukan pengelola statuter; f. menetapkan penggunaan pengelola statuter; g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan; dan h. memberikan dan/atau mencabut: 1) izin usaha; 2) izin orang perseorangan; 3) efektifnya pernyataan pendaftaran; 4) surat tanda terdaftar; 5) persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6) pengesahan; 7) persetujuan atau penetapan pembubaran; dan 8) penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Sebagaimana telah yang diuraikan di atas, agar tujuan Otoritas Jasa Keuangan dapat tercapai, maka Otoritas Jasa Keuangan perlu memiliki berbagai kewenangan, baik dalam rangka pengaturan maupun pengawasan sektor jasa keuangan.51 Kewenangan di bidang pengaturan diperlukan dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan baik yang diatur dalam UU Otoritas Jasa Keuangan maupun UU di sektor jasa keuangan lainnya, yang ditetapkan dalam bentuk peraturan Otoritas Jasa Keuangan maupun Peraturan Dewan Komisioner. Sedangkan dalam melaksanakan tugas pengawasan, wewenang Otoritas Jasa Keuangan adalah melakukan pengawasan,
51
Hermansyah, Hukum Perbankan, h. 228.
50
pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. 2. Anggaran dan Akuntabilitas Pelaksanaan Tugas Otoritas Jasa Keuangan Dalam menjalankan tugasnya tentu OJK sebagai sebuah lembaga supervisi membutuhkan anggaran yang memadai dan pasti, agar semua kegiatan OJK dapat berjalan efektif. Anggaran tersebut dapat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.52 Anggaran tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, administratif, pengadaan aset serta kegiatan pendukung lainnya. Dalam penetapan anggaran, OJK wajib terlebih dahulu meminta persetujuan dari DPR. OJK juga dapat menarik iuran dari para pelaku industri keuangan sebesar 0.03 persen – 0.06 persen. Pungutan ini bersifat wajib. Besaran pungutan yang dimaksud OJK mencakup biaya pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penelitian untuk satu tahun. Berikut rinciannya:53 a.
52
bank umum, bank perkreditan rakyat, bank pembiayaan rakyat syariah, asuransi jiwa, asuransi umum, reasuransi, dana pensiun lembaga keuangan, dana pensiun pemberi kerja, lembaga pembiayaan yaitu perusahaan pembiayaan, perusahaan modal ventura, dan perusahaan pembiayaan infrastruktur serta lembaga jasa keuangan lainnya yaitu Pegadaian, perusahaan penjaminan, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, dan perusahaan
Pasal 34 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Anna Suci Perwitasari, “Ini Rincian Iuran yang Akan Ditarik OJK”, http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/11/23/11423639/Ini.Rincian.Iuran.yang.Akan.Ditari k.OJK, diakses tanggal 4 April 2013. 53
51
pembiayaan sekunder perumahan, akan dikenakan besaran mulai 2013-2015 sebesar 0,03 persen-0,06 persen dari aset yang dimiliki setelah diaudit. b.
bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, penyelenggara perdagangan surat utang negara (SUN) di luar bursa efek, akan dikenakan pungutan sebesar 7,5 persen-15 persen dari pendapatan usaha.
c. penjamin emisi efek dan perantara pedagang efek yang mengadministrasikan rekening efek nasabah, akan dikenakan pungutan sebesar 0,015 persen-0,03 persen, dari aset. d.
manajer investasi, akan dikenakan besaran sebesar 0,5 persen-0,75 persen, dari imbalan pengelolaan (management fee).
e.
Bank Kustodian yang melakukan aktivitas terkait Pengelolaan Investasi, akan dikenakan biaya sebesar 0,5 persen, dari imbalan jasa kustodian (Custodian Fee).
f.
agen penjual efek reksadana, akan dikenakan biaya sebesar Rp 50 juta - Rp 100 juta per perusahaan.
g.
perusahaan pemeringkat efek akan dikenakan biaya sebesar Rp 7,5 juta - Rp 15 juta per perusahaan.
h.
penasihat investasi akan dikenakan biaya sebesar Rp 2,5 juta - Rp 5 juta per perusahaan.
i.
penasihat investasi, akan dikenakan biaya sebesar Rp 250.000 - Rp 500.000 per orang.
j.
emiten dan perusahaan publik yaitu perusahaan dengan jumlah aset lebih dari Rp 10 triliun, akan dikenakan biaya sebesar Rp 50 juta - Rp 100 juta berdasarkan aset. Perusahaan dengan jumlah aset lebih dari atau sama dengan Rp 5 triliun dan kurang dari atau sama dengan Rp 10 triliun akan dikenakan biaya sebesar Rp 25 juta - Rp 50 juta berdasarkan aset. Sedangkan perusahaan dengan jumlah aset lebih dari atau sama dengan Rp 1 triliun dan kurang dari Rp 5 triliun akan dikenakan biaya sebesar Rp 17,5 juta - Rp 35 juta berdasarkan aset. Perusahaan dengan jumlah aset kurang dari Rp 1 triliun, akan dikenakan biaya sebesar Rp 7,5 juta -Rp 15 juta, berdasarkan aset.
k.
lembaga penunjang perbankan yaitu lembaga pemeringkat; lembaga penunjang pasar modal yaitu biro administrasi efek, bank kustodian, dan wali amanat;
52
lembaga penunjang IKNB yaitu perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, perusahaan penilai kerugian asuransi, perusahaan konsultan aktuaria, perusahaan agen asuransi, lembaga penilai harga efek, akan dikenakan biaya sebesar Rp 2,5 juta - Rp 5 juta per perusahaan. l.
pihak penerbit daftar efek syariah, akan dikenakan biaya sebesar Rp 1,25 juta - Rp 2,5 juta berdasarkan per perusahaan.
m. perantara pedagang efek yang tidak mengadministrasikan rekening efek nasabah, akan dikenakan biaya sebesar Rp 2,5 juta - Rp 5 juta berdasarkan per perusahaan. n.
profesi penunjang perbankan yaitu akuntan dan penilai; Profesi penunjang pasar modal yaitu akuntan, konsultan hukum, penilai dan notaris; profesi penunjang IKNB yaitu akuntan, konsultan hukum, penilai, pialang asuransi, pialang reasuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan aktuaria, akan dikenakan biaya sebesar Rp 1 juta - Rp 2 juta per orang.
o.
wakil penjamin emisi efek, akan dikenakan biaya sebesar Rp 250.000 - Rp 500.000, per orang.
p.
wakil perantara pedagang efek, akan dikenakan biaya sebesar Rp 125.000 - Rp 250.000, per orang.
q.
wakil manajer investasi, akan dikenakan biaya sebesar Rp 250.000 - Rp 500.000 per orang.
r.
wakil agen penjual efek reksadana, akan dikenakan biaya sebesar Rp 125.000 - Rp250.000 per orang.
Sebagai bentuk akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas, OJK harus menyusun laporan yang terdiri atas laporan keuangan dan laporan kegiatan yang disusun secara berkala. Selengkapnya dalam ketentuan pasal 38 yang berbunyi sebagai berikut:54 (1) OJK wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri atas laporan keuangan semesteran dan tahunan. (2) OJK wajib menyusun laporan kegiatan yang terdiri atas laporan kegiatan bulanan, triwulanan, dan tahunan.
54
Pasal 38 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
53
(3) Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat memerlukan penjelasan, OJK wajib menyampaikan laporan. (4) Periode laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. (5) OJK wajib menyampaikan laporan kegiatan triwulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. (6) Laporan kegiatan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. (7) Untuk penyusunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Komisioner menetapkan standar dan kebijakan akuntansi OJK. (8) Laporan keuangan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan Pemeriksa Keuangan. (9) OJK wajib mengumumkan laporan tahunan OJK kepada publik melalui media cetak dan media elektronik. (10) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan susunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), serta tata cara, bentuk, dan susunan laporan yang diumumkan kepada publik diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner. 3.
Hubungan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan Agar tercapainya tujuan OJK, yaitu terselenggaranya kegiatan di
dalam industri jasa keuangan yang teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu menjaga stabilitas sistem keuangan dan mampu melindungi konsumen industri keuangan, maka OJK perlu dan harus membangun sistem koordinasi yang kuat dengan Bank Indonesia, Kementrian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.
54
Upaya untuk memelihara stabilitas sistem keuangan diperlukan suatu langkah aktif dan terpadu yang beranggotakan unsur pimpinan dari Kementerian Keuangan selaku otoritas fiskal, BI selaku otoritas moneter dan sistem pembayaran, OJK selaku otoritas pengatur dan pengawas sektor jasa keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) selaku lembaga yang menjamin
simpanan
nasabah,
yang
bekerja
baik
dalam
kondisi
normalmaupun kondisi tidak normal dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis. Mengenai koordinasi antara OJK dengan Bank Indonesia, diwujudkan dengan koordinasi dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan, yang meliputi kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri, penentuan instistusi bank yang masuk kategori systemically important bank, dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasisaan informasi. Lebih lanjut, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 40 UU OJK dikatakan bahwa:55 (1) Dalam hal Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK.
55
Pasal 40 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
55
(2) Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank. (3) Laporan hasil pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya laporan hasil pemeriksaan. Pada dasarnya wewenang pemeriksaan terhadap bank adalah wewenang OJK. Namun, dalam hal Bank Indonesia membutuhkan informasi melalui kegiatan pemeriksaan bank, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap bank tertentu sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia di bidang macroprudential dengan terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada OJK yang setidaknya memuat tujuan, ruang lingkup, jangka waktu, dan mekanisme pemeriksaan. Selain
itu,
OJK
juga
berkoordinasi
dengan
LPS.
OJK
menginformasikan kepada LPS mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan. 56 Di lain pihak, LPS dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, dengan berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK. Lingkup pemeriksaannya meliputi pemeriksaan premi, posisi simpanan bank, tingkat bunga, kredit macet dan tercatat, bank bermasalah, kualitas aset, dan kejahatan di sektor perbankan.
56
Pasal 41 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
56
Didasarkan atas kesadaran bahwa sektor jasa 'keuangan merupakan suatu sistem yang kompleks, tidak hanya karena adanya beberapa otoritas yang terkait, namun juga merupakan bagian dari suatu sistem keuangan, maka dalam UU OJK diatur dasar hukum bagi protokol koordinasi dan kerja sama, baik antar lembaga di dalam negeri, misalnya BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), maupun luar negeri.57 Protokol koordinasi yang dimaksud diatur dalam pasal 44 sampai dengan pasal 46 yang berbunyi: Pasal 44: (1) Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dengan anggota terdiri atas: a. Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator; b. Gubernur Bank Indonesia selaku anggota; c. Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota; dan d. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota. (2) Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dibantu kesekretariatan yang dipimpin salah seorang pejabat eselon I di Kementerian Keuangan. (3) Pengambilan keputusan dalam rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (4) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tercapai maka pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.58 Pasal 45: (1) Dalam kondisi normal, Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan: a. wajib melakukan pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan; 57 58
Hermansyah, Hukum Perbankan, h. 236. Pasal 44 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
57
b. melakukan rapat paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan; c. membuat rekomendasi kepada setiap anggota untuk melakukan tindakan dan/atau membuat kebijakan dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan; dan d. melakukan pertukaran informasi. (2) Dalam kondisi tidak normal untuk pencegahan dan penanganan krisis, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan/atau Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan yang mengindikasikan adanya potensi krisis atau telah terjadi krisis pada sistem keuangan, masing-masing dapat mengajukan ke Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan untuk segera dilakukan rapat guna memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis. (3) Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan berwenang mengambil dan melaksanakan keputusan untuk dan atas nama institusi yang diwakilinya dalam rangka pengambilan keputusan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan, dalam kondisi tidak normal sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan menetapkan dan melaksanakan kebijakan yang diperlukan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis pada sistem keuangan sesuai dengan kewenangan masingmasing. (5) Keputusan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang terkait dengan penyelesaian dan penanganan suatu bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik mengikat Lembaga Penjamin Simpanan.59 Pasal 46: (1) Kebijakan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan yang terkait dengan keuangan negara wajib diajukan untuk mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
59
Pasal 45 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
58
(2) Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat wajib ditetapkan dalam waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam sejak pengajuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat.60 Dalam hal hubungan internasional, OJK melakukan kerja sama dengan otoritas pengawas Lembaga Jasa Keuangan di negara lain serta organisasi internasional, seperti International Organization of Securities Commissions(IOSCO), International Organization of Pension Supervisors (IOPS), International Association of Insurance Supervisors (IAIS), organisasi pengawas dan pengatur perbankan internasionaldan lembaga internasional lainnya seperti Asian Development Bank (ADB), World Bank, Islamic Development Bank (IDB), dan Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Kerja sama dilakukan dalam bidang dan/atau kegiatan yang meliputi pengembangan kapasitas kelembagaan, pertukaran informasi, dan kerja sama dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan serta pencegahan kejahatan di sektor keuangan. Semua bentuk kerja sama internasional yang dilakukan OJK termasuk dalam bidang pengaturan, pengawasan, dan penyidikan, harus didasarkan pada prinsip timbal balik yang seimbang. 4.
Perlindungan Konsumen OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa
keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan 60
Pasal 46 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
59
konsumen dan masyarakat. Perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen yang andal, meningkatkan pemberdayaan konsumen, dan menumbuhkan kesadaran pelaku usaha jasa keuangan mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat pada sektor jasa keuangan. Harapannya, para pelaku usaha jasa keuangan memperhatikan aspek kewajaran dalam menetapkan biaya atau harga produk dan/atau layanan, fee-based pricing minimum yang tidak merugikan konsumen, serta kesesuaian produk dan/atau layanan yang ditawarkan dengan kebutuhan dan kemampuan konsumen. Upaya perlindungan konsumen diarahkan untuk mencapai dua tujuan utama. Pertama, meningkatkan kepercayaan dari investor dan konsumen dalam setiap aktivitas dan kegiatan usaha di sektor jasa keuangan (Market Confidence). Kedua, memberikan peluang dan kesempatan untuk perkembangan bagi pelaku usaha jasa keuangan secara adil, efisien dan transparan. Di sisi lain konsumen memiliki pengetahuan dan pemahaman hak dan kewajiban dalam berhubungan dengan pelaku usaha jasa keuangan mengenai karakteristik, layanan, dan produk yang ditawarkan. Dalam jangka panjang, industri jasa keuangan sendiri juga akan mendapat manfaat positif untuk memacu peningkatan efisiensi sebagai respon dari tuntutan peningkatan pelayanan dalam industri jasa keuangan. Mengenai perlindungan konsumen telah diatur sebagai berikut:
60
Pasal 28: Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian Konsumen dan masyarakat, yang meliputi: a. memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; b. meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan c. tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.61 Pasal 29: OJK melakukan pelayanan pengaduan Konsumen yang meliputi: a. menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; b. membuat mekanisme pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan; dan c. memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.62 Pasal 30: (1)
61 62
Untuk perlindungan Konsumen dan masyarakat, OJK berwenang melakukan pembelaan hukum, yang meliputi: a. memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan Konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud; b. mengajukan gugatan: 1. untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik; dan/atau 2. untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada Konsumen dan/atau
Pasal 28 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 29 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
61
(2)
Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Ganti kerugian sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b angka 2 hanya digunakan untuk pembayaran ganti kerugian kepada pihak yang dirugikan.63
Pasal 31: Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindunganKonsumen dan masyarakat diatur dengan Peraturan OJK.64
Penegakan perlindungan konsumen oleh OJK, dalam penerapannya harus berdasarkan prinsip-prinsip berikut: a.
transparansi, maksudnya adalah adalah pemberian informasi mengenai produk dan/atau layanan kepada konsumen, secara jelas, lengkap, dengan bahasa yang mudah dimengerti.
b.
perlakuan yang adil, maksudnya adalah perlakuan konsumen secara adil dan tidak diskriminatif.
c.
keandalan, maksudnya adalah segala sesuatu yang dapat memberikan layanan yang akurat melalui sistem, prosedur, infrastuktur, dan sumber daya manusia yang andal.
d.
kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen, maksudnya adalah tindakan yang memberikanperlindungan, menjaga kerahasiaan dan keamanan
data
dan/atau
informasi
Konsumen,
serta
hanya
menggunakannya sesuai dengan kepentingan dan tujuan yang disetujui
63 64
Pasal 30 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 31 UU No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
62
oleh Konsumen, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang undangan yang berlaku. e.
penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.
B. Kaitan Antara Pengaturan dan Pengawasan Industri Jasa Keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan Kaidah-Kaidah Fiqh Muamalah Pembentukan OJK sendiri pada dasarnya merupakan respon Pemerintah terhadap berkembangnya sistem keuangan di Indonesia yang semakin dinamis dan kompleks sehingga diperlukan juga penyesuaian peraturan-peraturan di sektor jasa keuangan agar tercapainya kemaslahatan bagi para pelaku industri jasa keuangan itu sendiri. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Dari sini dapat dilihat bahwa Pemerintah berusaha untuk menciptakan kemaslahatan bagi pelaku industri jasa keuangan. Hal ini sesuai dengan kaidah tasharrufu ‘ala ra’yati manûthun bil mashlahah karena pemerintah membuat kebijakan yang berdasarkan kemaslahatan rakyatnya. OJK sangat menekankan pentingnya pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan serta perlindungan konsumen yang terlibat di dalam industri jasa keuangan. Hal ini merupakan upaya preventif (Kaidah La Darar wa La Dirâr) dan repesif (Kaidah Al-Dharar Yuzâl). Upaya preventif dapat
63
diihat pada pasal 6 sampai dengan pasal 9 dan pasal 28 sampai dengan pasal 29 UU No.21 Tahun 2011 Tentang OJK. Sedangkan upaya regresif OJK berwenang menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan dan melakukan pembelaan hukum kepada konsumen yang meliputi: 1.
memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan Konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;
2. mengajukan gugatan: a. untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik; dan/atau b. untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak yang menyebabkan kerugian pada Konsumen dan/atau Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
64
C. Pengaturan dan Pengawasan Industri Jasa Keuangan di Beberapa Negara 1.
Pengaturan dan Pengawasan di Inggris Sebelumnya otoritas yang berwenang dalam pengaturan dan
pengawasan di Inggris Raya adalah Financial Services Authority (FSA). Lembaga ini aktif beroperasi antara tahun 2001 hingga 2013. Berawal dari beberapa skandal pada tahun 1990-an, hingga mencapai klimaks dengan kolapsnya Barings Bank, muncul keinginan untuk mereformasi sistem pengaturan dan pengawasan di industri jasa keuangan di Inggris.65 Pada 20 Mei 1997, Menteri Keuangan Inggris Raya, Gordon Brown, mengumumkan bahwa ia menghendaki adanya satu otoritas yang bertanggungjawab atas seluruh peraturan terkait pedoman bisnis dan kehati-hatian dalam berusaha bagi sektor jasa keuangan. Pada tanggal 28 Oktober 1997, secara resmi FSA berdiri dan pada 1 Juni 1998, FSA mengambil alih tanggung jawab Bank of England (BoE) dalam mengawasi kegiatan perbankan di Inggris Raya. FSA didirikan dengan tujuan menjaga kepercayaan pasar dalam sistem keuangan Inggris Raya, memberikan kontribusi dalam perlidungan dan penguatan stabilitas sistem keuangan, menjamin tingkat perlindungan konsumen yang sesuai bagi masyarakat, mengurangi tingkat kejahatan keuangan. 66 FSA berwenang untuk mengatur dan mengawasi berbagai jasa keuangan seperti perbankan, perusahaan asuransi, dan sekuritas. Sedangkan, 65
“Financial Services Authority”, http://en.wikipedia.org/wiki/Financial_Services_Authority diakses pada tanggal 30 Mei 2013. 66 “The Financial Services and Markets Act 2010” http://www.legislation.gov.uk/ukpga/2010/28/pdfs/ukpga_20100028_en.pdf, diakses pada tanggal 30 Mei 2013.
65
BoE berperan sebagai otoritas moneter dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Akibat kegagalan dalam mengatasi krisis keuangan pada tahun 2007 sampai 2008, pemerintah Inggris berencana untuk merestrukturisasi regulasiregulasi finansial dan membubarkan FSA.67 Pada tanggal 1 April 2013, FSA resmi dibubarkan dan tanggung jawabnya dipisah antara dua lembaga baru (Prudential Regulation AuthoritydanFinancial Conduct Authority) dan Bank of England. Menurut beberapa pengamat perbankan, kegagalan ini sebagian besar disebabkan karena kurangnya koordinasi antara FSA sebagai pengawas industri jasa keuangan dengan BoE sebagai lender of the last resort. Dalam kasus Northern Rock misalnya, BoE sebagai bank sentral yang selama ini tidak tahu tentang sepak terjang pengelola Northern Rock yang terlalu berani melakukan ekspansi pengucuran kredit, dipaksa untuk mengambil keputusan sulit ketika kasus tersebut dilimpahkan oleh FSA untuk di-bailout. Belajar dari pengalaman FSA di Inggris, Otoritas Jasa Keuangan bersama dengan Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan harus mau membangun sistem koordinasi yang kuat. Hal ini agar kasus yang menimpa FSA di Inggris tidak perlu sampai terjadi di Indonesia. Dan kedepannya tercipta sistem keuangan Indonesia yang stabil dan kuat. 2.
Pengaturan dan Pengawasan di Jepang Pemerintahan Jepang membentuk Financial Services Agency (FSA)
pada tahun 1998. Pembentukan ini sebagai reaksi atas kelemahan-kelemahan 67
“Financial Services Authority”, http://en.wikipedia.org/wiki/Financial_Services_Authority diakses pada tanggal 30 Mei 2013.
66
yang ada pada sistem pengaturan dan pengawasan industri keuangan yang dilakukan Ministry of Finance (MOF). Bisa dikatakan bahwa kekuasaan MOF sangatlah luas, terkait perencanaan keuangan, inspeksi keuangan, dan pengawasan lembaga keuangan. Untuk
itu pemerintah Jepang kemudian mengeluarkan fungsi
pengawas lembaga keuangan dari MOF dan mengalihkannya kepada FSA. Sedangkan Bank of Japan (BOJ) befungsi menangani kebijakan moneter untuk menjaga keuangan agar tetap stabil. Berikut adalah struktur sistem pengawasan jasa keuangan di Jepang. Gambar 3.1. Struktur Sistem Pengawasan Jasa Keuangan di Jepang Financial Crisis Management Council
Ministry of Finance (MOF)
Office of The Prime Minister
Financial Service Agency (FSA) Banking Securities Insurance
Deposit Insurance Corporation of Japan (DICJ) Sumber: The Group of Thirty, 2008.
Bank of Japan (BOJ)
67
Struktur pengawasan jasa keuangan di Jepang, dikategorikan ke dalam pendekatan integrated approach yang dilaksanakan oleh FSA, dengan Ministry of Finance dan Bank of Japan tetap memegang peranan penting. Deposit Insurance Corporation of Japan bertanggung jawab untuk mengimplementasikan tindakan praktis seperti penggantian deposito yang diasuransikan dan bantuan finansial terhadap bank gagal. Ministry of Finance bertanggung jawab mengatur anggaran negara, mempertahankan nilai mata uang, dan mempertahankan stabilitas pasar valuta asing. 68 Peranan MOF dalam pengawasan jasa keuangan dibatasi akibat pembentukan FSA, meskipun MOF tetap memegang peranan dalam Financial
Crisis
Management
Council.
Selain
itu,
MOF
juga
bertanggungjawab dalam anggaran seluruh lembaga negara, termasuk FSA. Bank of Japan, sebagai bank sentral, bertanggung jawab untuk menerbitkan mata uang dan menyelenggarakan kebijakan moneter. Selain itu, BOJ bertanggung jawab menjaga stabilitas finansial untuk memastikan pembayaran dana yang efektif. Peranan utama BOJ dalam pengawasan, yaitu on-site examination, memungkinkan BOJ untuk memenuhi tanggung jawab menjaga stabilitas finansial. Pemeriksaan ini berdasarkan hubungan kontrak dengan semua institusi yang menempatkan deposito pada bank sentral. Institusi-institusi tersebut setuju dengan pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh BOJ. Pemeriksaan tersebut memungkinkan BOJ memelihara
68
The Group of Thirty, “The Structure of Financial Supervision: Approaches and Challenges in a Global Marketplace”, http://www.group30.org/images/PDF/The%20Structure%20of%20Financial%20Supervision.pdf, diakses pada tanggal 20 Februari 2013.
68
pemahaman yang rinci mengenai kesehatan keuangan dari institusi-institusi tersebut, dengan menyediakan informasi-informasi penting bagi BOJ untuk melaksanakan fungsinya sebagai lender of the last resort. Financial Service Agency merupakan bagian dari Cabinet Office. FSA
bertanggung
jawab
memastikan
stabilitas
sistem
keuangan,
perlindungan konsumen, dan melancarkan sistem keuangan.69 FSA dipimpin oleh seorang komisaris yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan atas persetujuan kabinet. Untuk pelaksanaan tugasnya FSA di biayai oleh anggaran yang berasal dari anggaran belanja pemerintah. 70 Berikut adalah struktur organisasi FSA
69
“Financial Service Agency”, http://www.fsa.go.jp/en/about/pamphlet.pdf, diakses pada tanggal 21 Februari 2013. 70 Zaidatul Malina, “Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia: Melihat Dari Pengalaman Di Negara Lain”, Jurnal Akutansi Unesa, 1(2012), h. 18.
69
Gambar 3.2. Struktur Organisasi FSA Minister for Financial Service Senior Vice Minister
Parliamentary Secretary Administrative Law Judge
Financial Service Agency
Planning and Coordination Bureau • Vice Commissioner for Policy Coordination • Vice Commissioner for International Affairs • Deputy Commissioner for International Affairs
Commissioner
Inspection Bureau
Supervisory Bureau
Securities and Exchange Surveillance Commission
Certified Public Accountants and Auditing Oversight Board
Chairperson Commissioner (2) Executive Bureau
Chairperson Commissioner (9) Executive Bureau
Sumber: Financial Service Agency, 2012. Komisioner membawahi administrative law judge dan tiga biro. Biro-biro tersebut adalah Planning and Coordination Bureau, Inspection Bureau, dan Supervisory Bureau. Planning and Coordination Bureau bertugas melakukan koordinasi kebijakan, mengatur hubungan internasional, membuat perencanaan terkait permasalahan legal, pasar keuangan, dan corporate
70
accounting and dislosure. Inspection Bureau bertugas melakukan inspeksi dan evaluasi. Sedangkan Supervisory Bureau membawahi Supervisory Coordination Division, Bank division I & II, Insurance Business Division, dan Securities Business Division. FSA juga membawahi Securities and Exchange Surveillance Commission dan Certified Public Accountants and Auditing Oversight Board. Securities and Exchange Surveillance Commission dipimpin oleh seorang chairperson, dua orang komisioner dan biro eksekutif yang membawahi coordination
division,
market
survellaince
division,
inspection
division,director for inspection management, administrative monetary division, disclosure statement inspection division, dan investigation division. Sementara Certified Public Accountants and AuditingOversight Board juga dipimpin oleh seorang chairperson, sembilan orang komisioner dansebuah biro eksekutif yang membawahi office of coordination and examination dan office of monitoring and inspection. Sistem pengawasan tunggal yang diterapkan oleh Pemerintahan Jepang dengan membentuk FSA terbukti cukup berhasil dalam melakukan tugasnya untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.71 Hal ini disebabkan oleh koordinasi yang kuat antar lembaga, baik antar lembaga di dalam FSA maupun antara FSA dengan lembaga lain seperti BOJ, MOF, dan DICJ. Koordinasi seperti ini sangat diperlukan terutama saat terjadinya krisis.
71
Tim Peneliti FE UI & UGM, “Alternatif Struktur OJK yang Maksimum: Kajian Akademik”, http://xa.yimg.com/kq/groups/24063110/2095520493/name/KajiAkademikOJK-UIUGMversi+230810.pdf, diakses pada tanggal 21 Oktober 2012.
71
3.
Pengaturan dan Pengawasan di Jerman Bundesanstalt für Finanzdienstleistungsaufsicht atau lebih dikenal
dengan BaFin merupakan lembaga pengawas jasa keuangan di Jerman. BaFin yang didirikan pada tanggal 1 Mei 2002,72 merupakan penggabungan tiga lembaga pengawasan, yaitu Bundesaufsichtsamt für das Kreditwesen (BAKred)
yang
merupakan
lembaga
pengawas
perbankan,
Bundesaufsichtsamt für den Wertpapierhandel (BAWe) yang merupakan lembaga pengawas perdagangan sekuritas, dan Bundesaufsichtsamt für das Versicherungswesen (BAV) yang merupakan lembaga pengawas asuransi. Dasar hukum pendirian BaFin adalah Gesetz über die integrierte Finanzaufsicht (FinDAG) atau UU Jasa Keuangan dan Integrasi. BaFin memiliki wewenang terkait pengawasan lembaga kredit, perusahaan asuransi, perusahaan investasi dan lembaga keuangan lainnya.73 BaFin memiliki beberapa fungsi pokok yaitu solvency supervision, market supervision dan investor protection. 74 Dalam solvency supervision, BaFin bertanggung jawab untuk memastikan bahwa lembaga kredit, perusahaan asuransi
dan
penyedia jasa
keuangan dapat
memenuhi kewajiban
pembayarannya setiap waktu. Dalam market supervision, BaFin selalu meningkatkan penyelenggaraan praktek perdagangan yang sehat dan transparan. Selain itu, BaFin juga bertanggung jawab untuk melakukan 72
“ Federal Financial Supervisory Authority”, http://en.wikipedia.org/wiki/BaFin, diakses pada tanggal 21 Juni 2013. 73 Zaidatul Amina, “Kajian Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia: Melihat Dari Pengalaman Di Negara Lain”, Jurnal Akutansi Unesa, 1(2012), h. 14. 74 Tim Peneliti FE UI & UGM, “Alternatif Struktur OJK yang Maksimum: Kajian Akademik”, http://xa.yimg.com/kq/groups/24063110/2095520493/name/KajiAkademikOJK-UIUGMversi+230810.pdf, diakses pada tanggal 21 Oktober 2012.
72
proteksi terhadap konsumen. Tugas memberikan perlindungan konsumen ini dilakukan dengan membuka helpline dimana konsumen dapat memberikan pengaduannya. Dalam pengawasan industri perbankan, BaFin membagi tugasnya dengan Deutsche Bundesbank yang merupakan bank sentral Jerman. Kerjasama dua lembaga ini diatur dalam Section 7 of the Banking Act, yang menetapkan bahwa Bundesbank sebagai bagian dari proses pengawasan, menganalisis laporan yang disampaikan oleh bank secara reguler untuk menilai apakah bank tersebut memiliki kecukupan modal dan apakah prosedur manajemen risikonya sudah memenuhi standar. Laporan evaluasi perbankan ini diserahkan pada BaFin. Bundesbank jugalah yang menetapkan peraturan-peraturan umum seperti prinsip-prinsip dan peraturan perbankan terkait. Sementara BaFin nantinya akan mengevaluasi kembali laporan yang diberikan Bundesbank dan menetapkan apakah suatu bank sudah dikatakan dapat memenuhi standar ketentuan minimum permodalan dan standar manajemen risikonya. BaFin memiliki kewenangan untuk menyelesaikan permasalahan terkait sektor perbankan dan jasa keuangan yang melangggar ketentuan dan laku bisnis yang dapat membahayakan perekonomian secara keseluruhan. BaFin jugalah yang memiliki wewenang untuk menentukan prosedur dan skema proteksi simpanan. Pemisahan tugas antara BaFin dan Bundesbank diatur dalam sebuah Memorandum of Understanding. BaFin bekerjasama dengan BundesBank mengeluarkan sebuah panduan pengawasan yaitu "Guideline on the execution and quality assurance of the ongoing
73
supervision of credit and financial services institutions by the Deutsche Bundesbank." Gambar 3.3. Struktur Sistem Pengawasn Jasa Keuangan di Jerman
Ministry of Finance
Federal Level
Administrative Council
Federal Financial Supervisory Authority (BAFin)
Advisory Council
European Union
Deutsche Bundesbank Banking
Banking Securities
State Level
Bundeslander Supervise Stock Exchanges
Asuransi Cross Sector
Sumber: The Group of Thirty, 2008. 4.
Pengaturan dan Pengawasan di Korea Selatan Pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di Korea Selatan
dilakukan oleh Financial Service Commission (FSC). FSC ini membawahi Securities and Futures Commision (SFC) dan Financial Supervisory Services (FSS) yang kemudian membawahi seluruh lembaga keuangan. FSC bertanggung jawab terhadap perdana menteri dan merupakan lembaga yang independen dari menteri keuangan. FSC bertugas untuk melakukan pertimbangan dan penentuan kebijakan keuangan dan hal penting lainnya
74
dalam pengawasan keuangan, seperti pengawasan, pemeriksaan, dan pemberian sanksi terhadap lembaga keuangan, serta pengesahan dan perizinan lembaga keuangan.
75
Fungsi-fungsi utama dari FSC adalah
melakukan pembahasan dan resolusi dari isu-isu keuangan yang penting. Isuisu mengenai kemajuan dalam industri keuangan, stabilitas pasar keuangan, dan mempromosikan sistem kredit yang sehat dan praktik
bisnis
yang
jujur, serta mengarahkan dan mensupervisi Financial Supervisory Services (FSS) terkait dengan pasal-pasal penyatuan dan persetujuan anggaran dan laporan keuangan. SFC merupakan sebuah badan dalam FSC yang diketuai oleh Vice Chairman FSC. SFC terdiri dari lima komisioner, yaitu Vice Chairman, satu standing commissioner dan tiga nonstanding commissioners, ditunjuk berdasarkan rekomendasi dari FSC Chairman. Tugas pokok SFC adalah sebagai berikut : a.
Melakukan investigasi terhadap perdagangan yang curang
b.
Standar akuntansi dan review audit
c.
Menyelesaikan permasalahan yang didelegasikan oleh FSC untuk manajemen, pemantauan, dan supervisi pasar modal dan bursa berjangka.
d.
Menyelesaikan permasalahan yang didelegasikan pada SFC terkait dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Financial Supervisory Service (FSS) dibentuk pada tanggal 2
Januari 1999, dibawah undang-undang Act on Establishment of Financial 75
“ Financial Supervisory Service (South Korea)”, http://en.wikipedia.org/wiki/Financial_Supervisory_Service_(South_Korea)#Financial_Services_ Commission, diakses tanggal 1 Mei 2013.
75
Supervisory Organizations.76 Lembaga ini dibentuk dengan menggabungkan empat badan pengawasan, yaitu otoritas pengawasan perbankan, lembaga pengawas pasar modal, lembaga pengawas asuransi, dan otoritas pengawas lembaga keuangan non-bank menjadi satu otoritas pengawas jasa keuangan. Tujuan dibentuknya FSS adalah untuk memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, dengan cara: a.
mempromosikan kemajuan industri keuangan dan stabilitas pasar finansial;
b.
membangun kerangaka kredit yang sehat dan praktek transaksi keuangan yang wajar;
c.
perlindungan konsumen. Gambar 3.4. Struktur Sistem Pengawasan Jasa Keuangan di Korea Selatan
Financial Service Commission Securities and Futures Commision
Financial Supervisory Service
Seluruh Lembaga Keuangan Sumber: Tim Peneliti UGM dan UI, 2009.
76
http://english.fss.or.kr/fss/en/eabu/int/est.jsp, diakses tanggal 1 Mei 2013.
Ministry of Finance and Economy
76
5.
Pengaturan dan Pengawasan di Singapura. Otoritas pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di Singapura
adalah Monetary Authority of Singapore (MAS) yang didirikan pada tahun 1971. Lembaga ini memiliki wewenang terkait pengawasan perbankan, asuransi, pasar modal, sektor keuangan secara umum, dan juga berwenang untuk menerbitkan mata uang.77 MAS adalah suatu lembaga yang dipimpin oleh suatu Dewan Direktur yang terdiri dari empat sampai dengan sembilan Direktur. Direktur ini diangkat oleh Presiden dengan rekomendasi dari Kabinet untuk waktu tiga tahun. Dewan Direktur bertanggung jawab terakhir kepada Parlemen melalui Menteri Keuangan.78 Gambar 3.5 Struktur Sistem Pengawasan Jasa Keuangan di Singapura Singapore Deposit Insurance Corporation (SDIC)
Monetary Authority of Singapore (MAS)
Ministry of Finance (MOF)
Banking Securities Insurance
Monetary Policy Investmant & Research
Development & ExternalRelat ions
Prudential Supervision
Marketing Conduct
Currency & Corporation Resources
Sumber: The Group of Thirty, 2008. 77
“Monetary Authority of Singapore”, http://en.wikipedia.org/wiki/Monetary_Authority_of_Singapore, diakses tanggal 14 Agustus 2013. 78 Sulistyandari, Hukum Perbankan: Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pemyimpan Melalui Pengawasan Perbankan di Indonesia (Sidoarjo: Laros, 2012), h. 44.
77
Sebagai pengawas jasa keuangan yang terpadu, MAS melakukan pengawasan berbasis risiko pada setiap lembaga keuangan. Ini termasuk kuasa atau pemberian izin kepada lembaga keuangan untuk menawarkan jasa keuangan, menetapkan aturan, dan mengambil tindakan terhadap setiap pelanggaran yang dilakuaan oleh institusi ataupun individu. MAS juga memonitor sistem keuangan untuk mengidentifikasi tren yang berkembang dan potensi kelemahan demi menjaga dan mendukung aktivitas-aktivitas regulasi. MAS juga berwenang untuk memberi pinjaman kepada lembaga keuangan berdasarkan Monetary Authority of Singapore Act jika tindakan ini dirasa perlu untuk menjaga stabilitas sistem keuangan atau menjaga kepercayaan
masyarakat
terhadap
sistem
keuangan.
MAS
dapat
mengeluarkan peraturan dan pengarahan ke lembaga keuangan yang telah terdaftar dan berlisensi. MAS mendapatkan pemasukan dari kegiatan investasinya sendiri yang modalnya berasal dari negara. Dari beberapa negara diatas maka dapat dibuat tabel perbandingan seperti berikut ini:
Tabel 3.1 Perbandingan Sistem Pengawasan Jasa Keuangan antara Indonesia dengan Negara Lain No. Negara 1 Indonesia
Dasar Hukum Asas-Asas UU No. 21 Tahun - Independensi 2011 Tentang - Kepastian hukum OJK - Kepentingan umum - Keterbukaan - Profesionalitas - Integritas - Akuntabilitas
Persamaan -
Perbedaan -
78
2 Inggris
3 Jepang
4 Jerman
5 Korea Selatan
6 Singapura
Financial Services and Markets Act 2000
The Financial Service Agency Law
Gesetz über die integrierte Finanzaufsicht (FinDAG)
Act on Establishment of Financial Supervisory Organizations
Monetary Authority of Singapore Act
- Ekonomis dan Efisien - Peran manajemen - Proporsional - Inovasi - International Character - Kompetisi
-
-
-
-
- Negara yang menerapkan sistem pengawasan terpadu - Otoritas pengawas yang independen
- Anggaran hanya berasal dari pungutan terhadap industri jasa keuangan
- Negara yang menerapkan sistem pengawasan terpadu
- Otoritas pengawas bernaung dibawah menteri keuangan - Anggaran berasal dari negara
- Negara yang menerapkan sistem pengawasan terpadu - Otoritas pengawas yang independen
- Anggaran hanya berasal dari pungutan terhadap industri jasa keuangan
- Negara yang menerapkan sistem pengawasan terpadu - Anggaran berasal dari Negara dan pungutan terhadap industri jasa keuangan
- Otoritas pengawas bernaung dibawah perdana menteri. Dan terpisah dari menteri keuangan.
- Negara yang menerapkan sistem pengawasan terpadu
- Otoritas pengawas bertanggung jawab kepada menteri keuangan - Mendapatkan
79
pemasukan dari kegiatan investasinya sendiri.