!
OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR
/POJK.05/2015 TENTANG
PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
RPOJK MENIMBANG: bahwa untuk melaksanakan Pasal 18 ayat (4), Pasal 24 ayat 3, Pasal 26 ayat (2), Pasal 28 ayat (6), Pasal 31 ayat (5) dan Pasal 39 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. MENGINGAT: Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);
Penjelasan
! Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618); MEMUTUSKAN: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI SYARIAH. BAB I! KETENTUAN UMUM Pasal 1!
Umum
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, Penerbitan Undang-Undang Nomor 40 yang dimaksud dengan: Tahun 2014 tentang Perasuransian 1.! Perusahaan adalah perusahaan asuransi merupakan salah satu tonggak penting sejarah perasuransian di umum, perusahaan asuransi jiwa, perusahaan dalam asuransi umum syariah, perusahaan asuransi Indonesia, mengingat di dalam Undang– jiwa syariah, perusahaan reasuransi, dan Undang tersebut terdapat hal-hal baru terkait dengan pengawasan dan perusahaan reasuransi syariah. 2.! Perusahaan Asuransi adalah perusahaan pengembangan industri perasuransian. asuransi umum dan perusahaan asuransi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian mengamanatkan jiwa. penyempurnaan pengaturan dan 3.! Perusahaan Asuransi Syariah adalah pengawasan terhadap seluruh kegiatan perusahaan asuransi umum syariah dan industri perasuransian yang telah perusahaan asuransi jiwa syariah. berkembang pesat yang ditandai dengan 4.! Perusahaan Asuransi Umum adalah meningkatnya volume usaha, perusahaan yang melaksanakan kegiatan bertambahnya pemanfaatan jasa usaha asuransi umum. perasuransian oleh masyarakat, serta 5.! Perusahaan Asuransi Jiwa adalah perusahaan layanaan jasa persuransian yang yang melaksanakan kegiatan usaha asuransi semakin bervariasi sejalan dengan jiwa. perkembangan kebutuhan masyarakat. peran industri 6.! Perusahaan Asuransi Umum Syariah adalah Peningkatan dalam mendorong perusahaan yang melaksanakan kegiatan perasuransian pembangunan nasional terjadi apabila usaha asuransi umum syariah. 7.! Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah adalah industri perasuransian dapat lebih kebutuhan masyarakat perusahaan yang melaksanakan kegiatan memenuhi dalam menghadapi risiko yang
! usaha asuransi jiwa syariah. 8.! Perusahaan Reasuransi adalah perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha reasuransi. 9.! Perusahaan Reasuransi Syariah adalah perusahaan yang melaksanakan kegiatan usaha reasuransi syariah. 10.!Usaha Asuransi Umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti. 11.!Usaha Asuransi Jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
dihadapinya serta dalam menjalankan kegiatan usahanya. Selain hal tersebut, upaya untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif secara umum dapat dilakukan dengan penetapan peraturan baru maupun dengan penyempurnaan peraturan yang telah ada. Dalam rangka mengoptimalkan peran perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah yang merupakan bagian dari industri perasuransian untuk mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional serta menjaga stabilitas sistem keuangan sebagai landasan bagi pembangunan yang berkelanjutan, dan mewujudkan kemandirian finansial masyarakat serta mendukung upaya peningkatan pemerataan dalam pembangunan, salah satu strategi yang dikembangkan Otoritas Jasa Keuangan adalah penguatan aspek pengaturan dan pengawasan secara menyeluruh dengan penekanan pada daya saing industri untuk menunjang stabilitas sistem keuangan.
12.!Usaha Reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi, Pengaturan mengenai penyelenggaraan perusahaan penjaminan, atau perusahaan usaha perusahaan asuransi, reasuransi lainnya. perusahaan asuransi syariah, 13.!Usaha Asuransi Umum Syariah adalah usaha perusahaan reasuransi, dan perusahaan pengelolaan risiko berdasarkan Prinsip Syariah reasuransi syariah adalah salah satu guna saling menolong dan melindungi dengan pengaturan yang merupakan penuangan memberikan penggantian kepada peserta atau dari amanat Undang-Undang Nomor 40 pemegang polis karena kerugian, kerusakan, Tahun 2014 tentang Perasuransian. biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu
! peristiwa yang tidak pasti. 14.!Usaha Asuransi Jiwa Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan Prinsip Syariah guna saling menolong dan melindungi dengan memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggal atau hidupnya peserta, atau pembayaran lain kepada peserta atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. 15.!Unit Syariah adalah unit kerja di kantor pusat perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor diluar kantor pusat yang menjalankan usaha berdasarkan prinsip syariah. 16.!Usaha Reasuransi Syariah adalah usaha pengelolaan risiko berdasarkan Prinsip Syariah atas risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya. 17.!Peserta adalah pihak yang menghadapi risiko sebagaimana diatur dalam perjanjian Asuransi Syariah atau perjanjian Reasuransi Syariah. 18.!Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan Investasi, yang selanjutnya disebut PAYDI, adalah Produk Asuransi yang paling sedikit memberikan perlindungan terhadap risiko kematian, dan memberikan manfaat yang mengacu pada hasil investasi dari kumpulan dana yang khusus dibentuk untuk Produk Asuransi baik yang dinyatakan dalam bentuk unit maupun bukan unit. 19.!Polis Asuransi adalah akta perjanjian asuransi atau dokumen lain yang dipersamakan dengan akta perjanjian asuransi, serta dokumen lain yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi, yang dibuat secara tertulis dan memuat perjanjian
! antara pihak asuransi dan pemegang polis. 20.!Agen Asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah. 21.!Dana Tabarru’ adalah kumpulan dana yang berasal dari kontribusi para Peserta, yang mekanisme penggunaannya sesuai dengan Akad Tabarru’ yang disepakati. 22.!Dana Investasi Peserta adalah dana investasi yang berasal dari Kontribusi Peserta atas produk asuransi jiwa yang mengandung unsur investasi, yang dikelola Perusahaan sesuai dengan Akad yang telah disepakati. 23.!Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat kesepakatan tertentu, beserta hak dan kewajiban para pihak sesuai prinsip syariah. 24.!Akad Tabarru’ adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu Peserta kepada Dana Tabarru’ untuk tujuan tolong menolong di antara para Peserta, yang tidak bersifat dan bukan untuk tujuan komersial. 25.!Akad Tijarah adalah Akad antara Peserta secara kolektif atau secara individu dan Perusahaan dengan tujuan komersial. 26.!Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru’ dan/atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa ujrah (fee). 27.!Akad Mudharabah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi Dana Tabarru’ dan/atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa bagi hasil
! (nisbah) yang sebelumnya.
besarnya
telah
disepakati
28.!Akad Mudharabah Musytarakah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi Dana Tabarru’ dan/atau Dana Investasi Peserta, yang digabungkan dengan kekayaan Perusahaan, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya ditentukan berdasarkan komposisi kekayaan yang digabungkan dan telah disepakati sebelumnya. 29.!Kontribusi adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah dan disetujui oleh pemegang polis untuk dibayarkan berdasarkan perjanjian Asuransi Syariah atau perjanjian Reasuransi Syariah untuk memperoleh manfaat dari Dana Tabarru’ dan/atau Dana Investasi Peserta dan untuk membayar biaya pengelolaan atau sejumlah uang yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendasari program asuransi wajib untuk memperoleh manfaat. 30.!Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 31.!Program Asuransi Wajib adalah program yang diwajibkan peraturan perundang-undangan bagi seluruh atau kelompok tertentu dalam masyarakat guna mendapatkan perlindungan dari risiko tertentu, tidak termasuk program yang diwajibkan undang-undang untuk memberikan perlindungan dasar bagi masyarakat dengan mekanisme subsidi silang
! dalam penetapan manfaat dan Premi atau Kontribusinya. 32.!Program Asuransi Sosial adalah program yang memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan Undang-undang dengan mekanisme subsidi silang dalam penetapan manfaat dan Premi atau Kontribusinya. BAB II! RUANG LINGKUP USAHA Bagian Pertama Ruang Lingkup Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Pasal 2! (1)! Perusahaan Asuransi Umum hanya dapat menyelenggarakan: a.! Usaha Asuransi Umum, termasuk lini usaha asuransi kesehatan dan lini usaha asuransi kecelakaan diri; dan b.! Usaha Reasuransi untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum lain. (2)! Perusahaan Asuransi Jiwa hanya dapat menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa termasuk lini usaha anuitas, lini usaha asuransi kesehatan, lini usaha asuransi kecelakaan diri; dan (3)! Perusahaan Reasuransi hanya menyelenggarakan Usaha Reasuransi.
dapat
Pasal 3! (1)! Perusahaan Asuransi Umum Syariah hanya dapat menyelenggarakan: a.! Usaha Asuransi Umum Syariah, termasuk lini usaha asuransi kesehatan berdasarkan prinsip syariah dan lini usaha asuransi kecelakaan diri berdasarkan prinsip
! syariah; dan b.! Usaha Reasuransi Syariah untuk risiko Perusahaan Asuransi Umum Syariah Lain. (2)! Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah hanya dapat menyelenggarakan Usaha Asuransi Jiwa Syariah termasuk lini usaha anuitas berdasarkan prinsip syariah, lini usaha asuransi kesehatan berdasarkan prinsip syariah, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri berdasarkan prinsip syariah. (3)! Perusahaan Reasuransi Syariah hanya dapat menyelenggaraan Usaha Reasuransi Syariah. Bagian Kedua Perluasan Ruang Lingkup Usaha Asuransi Umum, Usaha Asuransi Jiwa, Usaha Asuransi Umum Syariah, dan Usaha Asuransi Jiwa Syariah. Pasal 4! Kegiatan usaha Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dapat diperluas sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan ketentuan sebagai berikut: a.! Perusahaan Asuransi Umum hanya dapat melakukan perluasan ruang lingkup usaha pada: 1.! PAYDI; 2.! kegiatan usaha berbasis imbalan jasa (Fee based); dan/atau 3.! Suretyship. b.! Perusahaan Asuransi Umum Syariah hanya dapat melakukan perluasan ruang lingkup usaha pada: 1.! PAYDI; dan/atau 2.! kegiatan usaha berbasis imbalan jasa (Fee based); c.! Perusahaan Asuransi Jiwa atau Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah hanya dapat melakukan perluasan ruang lingkup usaha pada kegiatan usaha berbasis imbalan jasa
! (Fee based). d.! Kegiatan usaha berbasis imbalan jasa (fee Penjelasan : based) sebagaimana dimaksud pada huruf a, Yang dimaksud dengan ASO terkait b, dan c hanya dapat dilakukan pada: employee benefit adalah pemberian 1.! ASO (Administrative Service Only) dalam layanan jasa oleh perusahaan asuransi rangka employee benefit; dalam pengelolaan fasilitas kesehatan 2.! pemasaran produk dari lembaga jasa suatu perusahaan bagi karyawannya. keuangan yang telah mendapat ijin dari OJK dan bukan merupakan produk asuransi atau reasuransi Pasal 5! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang melakukan perluasan ruang lingkup usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 wajib memenuhi ketentuan:
penjelasan huruf c:
yang dimaksud dengan sumber daya pendukung yang memadai adalah sumber daya pendukung yang sesuai a.! tingkat solvabilitas Perusahaan Asuransi atau dengan jenis perluasan ruang lingkup Perusahaan Asuransi Syariah; usaha yang akan diselenggarakan oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan b.! tidak sedang dikenai sanksi administratif; c.! memiliki sumber daya pendukung yang Asuransi Syariah, antara lain sumber daya manusia dan sistem informasi. memadai; dan d.! berdasarkan hasil penilaian risiko yang di lakukan oleh OJK memiliki tingkat risiko rendah atau sedang-rendah. Pasal 6!
(1)! Rencana perluasan ruang lingkup usaha yang akan dilakukan oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib dicantumkan dalam rencana bisnis Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah. (2)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang akan melakukan perluasan ruang lingkup usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari OJK. (3)! Dalam hal Perusahaan Asuransi Umum atau Perusahaan Asuransi Umum Syariah yang akan melakukan perluasan ruang lingkup
! usaha pada PAYDI, permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) mengacu kepada ketentuan mengenai Persetujuan dan Pencatatan Produk Asuransi sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Asuransi. Pasal 7! (1)! Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Perusahaan Asuransi Umum atau Perusahaan Asuransi Umum Syariah yang melakukan perluasan ruang lingkup usaha pada PAYDI wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Penjelasan: Yang dimaksud pengelola investasi adalah tenaga ahli bidang investasi yang telah lulus ujian sebagai wakil manajer investasi dan telah berpengalaman dibidangnya selama 3 (tiga) tahun.
a.!memiliki modal sendiri paling sedikit sebesar Rp 250 M (dua ratus lima puluh miliar); b.!memiliki tenaga aktuaris; c.!memiliki pengelola investasi; dan d.!memiliki sistem informasi yang memadai. (2)! PAYDI dari Perusahaan Asuransi Umum atau Perusahaan Asuransi Umum Syariah hanya menanggung risiko kematian akibat kecelakaan diri dan paling sedikit memiliki jangka waktu 5 (lima) tahun. (3)! Ketentuan mengenai PAYDI diatur Surat Edaran OJK mengenai PAYDI.
dalam
Pasal 8! (1)! Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang melakukan perluasan ruang lingkup usaha pada kegiatan usaha berbasis imbalan jasa (fee based) wajib memenuhi ketentuan: a.!memiliki pegawai yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan usaha berbasis imbalan komisi (fee based) yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus di bidang produk yang akan dipasarkan
Penjelasan: yang dimaksud dengan pegawai yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan usaha yang berbasis imbalan
! pada kantor pusat, kantor di luar kantor pusat, dan/atau lokasi lain yang melakukan kegiatan usaha berbasis imbalan komisi (fee based); b.!memiliki pejabat penanggung jawab kegiatan usaha yang berbasis imbalan komisi (fee based) pada kantor pusat, kantor di luar kantor pusat, dan/atau lokasi lain yang melakukan kegiatan usaha berbasis imbalan komisi (fee based); dan c.!telah memiliki perjanjian kerjasama secara tertulis. (2)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah hanya dapat menyelenggarakan kegiatan usaha berbasis imbalan komisi (fee based) pada kegiatan usaha ASO terkait employee benefit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d angka 1, paling lama selama 3 (tiga) tahun dengan perusahaan atau instansi yang sama. (3)! Dalam hal Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dikenai sanksi administratif berupa sanksi pembatasan kegiatan usaha, Perusahaan wajib menghentikan kegiatan usaha berbasis imbalan komisi (fee based) sampai dicabutnya sanksi pembatasan kegiatan usaha. Pasal 9! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang melakukan kegiatan usaha berbasis imbalan komisi (fee based) wajib memiliki sistem pengendalian internal secara tertulis terhadap produk berbasis komisi yang akan dipasarkan, paling sedikit memuat : a.! pemberian wewenang dan tanggung jawab yang dapat menghindari timbulnya benturan kepentingan (conflict of interest); b.! prosedur operasi standar pelaksanaan kegiatan produk berbasis komisi; dan c.! upaya dan tindakan yang dilakukan untuk
komisis (fee based) adalah pegawai perusahaan dan/atau tenaga pemasar (agen perusahaan) yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus di bidang produk yang akan dipasarkan dan memiliki bukti kepesertaan, sertifikat dan/atau ijin sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai produk yang dipasarkan.
! memperbaiki penyimpangan - penyimpangan yang terjadi. Pasal 10! (1)! Persyaratan pengajuan permohonan perluasan kegiatan usaha berbasis imbalan komisi (fee based) adalah sebagai berikut: a.! surat permohonan; b.! perjanjian kerjasama; c.! bukti kepesertaan pelatihan atau sertifikat keahlian terhadap produk yang akan dipasarkan; dan d.! produk yang akan dipasarkan telah mendapat izin dari OJK dan/atau telah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang mengatur produk yang akan dipasarkan. (2)! OJK memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan perluasan ruang lingkup usaha berbasis komisi (fee based) paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar. Pasal 11! (1)! Total pendapatan komisi yang diperoleh Perusahaan Asuransi dari seluruh kegiatan usaha berbasis imbalan komisi (fee based) tidak melebihi hasil underwriting Perusahaan Asuransi.
(2)! Total pendapatan komisi yang diperoleh Perusahaan Asuransi Syariah dari seluruh kegiatan usaha berbasis imbalan komisi (fee based) tidak melebihi total ujrah Perusahaan Asuransi Syariah yang diterima dari kegiatan Usaha Asuransi Umum Syariah atau Usaha Asuransi Jiwa Syariah. Pasal 12!
Penjelasan: Yang dimaksud dengan hasil underwriting Perusahaan Asuransi adalah merupakan selisih antara pendapatan premi dengan beban klaim dan beban komisi serta beban underwriting lainnya.
! (1)! Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, perluasan ruang lingkup usaha pada penyelengaraan kegiatan suretyship wajib memenuhi ketentuan: a.! ekuitas; b.! rasio keuangan; c.! jenis suretyship; d.! pegawai, tenaga ahli, sistem informasi dan program pelatihan; e.! underwriting dan ganti rugi; f.! premi dan akuisisi; g.! nilai jaminan dan retensi sendiri; dan h.! pelaporan (2)! Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelengaraan kegiatan usaha suretyship diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran OJK mengenai penyelenggaraan usaha suretyship. Pasal 13! (1)! Perusahaan Asuransi Umum yang tidak memenuhi ketentuan pada pasal 12 ayat (1), Perusahaan Asuransi Umum wajib menghentikan kegiatan usaha suretyship. (2)! Dalam hal Perusahaan Asuransi Umum yang menghentikan kegiatan usaha suretyship sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memenuhi kembali ketentuan pada pasal 12 ayat (1), dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak penghentian kegiatan usaha suretyship, Perusahaan Asuransi Umum dapat melakukan kegiatan usaha suretyship kembali tanpa memperoleh persetujuan dari OJK. (3)! Dalam hal Perusahaan Asuransi Umum yang menghentikan kegiatan usaha suretyship sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat memenuhi kembali ketentuan pada pasal 12 ayat (1), dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak penghentian kegiatan usaha suretyship, Perusahaan
! Asuransi Umum untuk dapat melakukan kegiatan usaha suretyship kembali wajib mendapat persetujuan dari OJK. BAB III! STANDAR PERILAKU USAHA Bagian Pertama Pra Penjualan, Keagenan, dan Pialang Pasal 14! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib memberikan informasi yang akurat, jelas dan tidak menyesatkan kepada pemegang polis, tertanggung atau Peserta, terkait produk asuransi atau produk asuransi syariah yang dipasarkan. Pasal 15! (1)! Dalam melakukan promosi atau iklan produk asuransi, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib melakukan upaya terbaik untuk memastikan bahwa informasi yang diberikan dalam promosi atau iklan tersebut disampaikan secara akurat, jelas dan tidak menyesatkan. (2)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib menarik materi iklan yang tidak akurat, tidak jelas dan/atau dapat menyesatkan pemegang polis, tertanggung atau peserta. (3)! Informasi yang diberikan untuk promosi atau Penjelasan: iklan dalam bentuk brosur wajib memenuhi Yang dimaksud dengan mudah dimengerti ketentuan sebagai berikut: adalah menghindarkan bahasa asing dan a.! mudah dimengerti; istilah teknis yang belum diterima secara b.! memuat manfaat yang akan diperoleh umum. pemegang polis, tertanggung atau peserta dari produk asuransi yang ditawarkan; c.! memuat klaim;
proses
pembayaran
pengajuan
d.! memuat pengecualian yang berpengaruh terhadap proses persetujuan dan pembayaran klaim; dan
! e.! tidak menyembunyikan, mengurangi atau menghilangkan pernyataan penting; dan f.! terdapat pernyataan yang menyatakan syarat dan ketentuan polis berlaku. (4)! Informasi yang diberikan untuk promosi atau iklan selain brosur wajib memenuhi ketentuan paling sedikit sebagai berikut: a.! mudah dimengerti; b.! memuat manfaat yang akan diperoleh pemegang polis, tertanggung atau peserta dari produk asuransi yang ditawarkan; dan c.! terdapat pernyataan yang menyatakan syarat dan ketentuan polis berlaku. Pasal 16! (1)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang melakukan pemasaran melalui Agen Asuransi wajib memastikan bahwa Agen Asuransi :
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan perusahaan asuransi lain yang sejenis adalah perusahaan yang menyelenggarakan (a)! memiliki sertifikasi keagenan dan terdaftar usaha asuransi yang sejenis dengan sebagai agen di asosiasi industri asuransi kriteria sebagai berikut: yang sesuai dengan bidang usahanya a.!Perusahaan Asuransi Umum Syariah (b)! tidak sedang terikat dalam perjanjian kerja sama sebagai agen pada perusahaan asuransi lain yang sejenis.
dengan Perusahaan Asuransi Umum yang memiliki unit syariah b.!Perusahaan Asuransi jiwa Syariah dengan Perusahaan Asuransi Jiwa yang memiliki unit syariah c.! Perusahaan Asuransi Umum dengan Perusahaan Asuransi Umum d.!Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Perusahaan Asuransi Jiwa. e.! Perusahaan Asuransi Umum Syariah dengan Perusahaan Asuransi Umum Syariah. f.! Perusahaan Asuransi JIwa Syariah dengan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah. Agen yang telah melakukan kerja sama dengan Perusahaan Asuransi yang memiliki Unit Usaha Syariah tidak
! dapat menjadi agen pada Perusahaan Asuransi Syariah lainnya atau Unit Usaha Syariah pada Perusahaan Asuransi (2)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang melakukan pemasaran melalui Agen Asuransi wajib melaporkan Agen Asuransinya kepada asosiasi industri asuransi yang sesuai dengan bidang usahanya. (3)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib memiliki perjanjian secara tertulis dengan Agen Asuransi. (4)! Dalam hal Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah menggunakan jasa pemasaran Agen Asuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Perusahaan Asuransi tersebut bertanggung jawab penuh terhadap konsekuensi yang timbul dari penutupan asuransi dimaksud. Pasal 17! (1)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dilarang mempekerjakan Agen Asuransi yang masih terikat perjanjian dengan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah lain yang sejenis. (2)! Terikat perjanjian dengan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Agen Asuransi yang: a.! telah melalui jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak berakhirnya perjanjian Agen Asuransi dengan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Lain; atau b.! telah melakukan pemutusan hubungan kerja dengan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan menyampaikan surat pernyataan yang menyatakan bahwa:
! 1)! paling sedikit 1 (satu) bulan sebelumnya telah ada pemberitahuan rencana pemutuskan hubungan kerja; 2)! telah menyelesaikan kewajibannya.
seluruh
3)! Tidak melakukan pemindahan Pemegang Polis, Tertanggung atau Peserta yang diageni-nya ke Perusahaan Asuransi lain atau Perusahaan Asuransi Syariah lain paling lama 2 (dua) tahun sejak kepindahan Agen Asuransi. Pasal 18! (1)! Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah yang mengunakan Agen Asuransi dalam memasarkan produknya wajib memastikan bahwa dalam kegiatan pemasarannya, Agen Asuransi paling sedikit telah melakukan tindakan sebagai berikut:
Penjelasan: Yang dimaksud dengan produk asuransi antara lain:
informasi
a.!manfaat; b.!risiko yang ditanggung dikecualikan;
dan
yang
a.! menyampaikan identitas sebagai wakil dari c.!Syarat dan dokumen untuk Perusahaan Asuransi atau Perusahaan pengajuan klaim; Asuransi Syariah; d.!risiko yang ditanggung dan yang b.! menyampaikan informasi mengenai produk dikecualikan; asuransi yang ditawarkan; e.!besar dan cara pembayaran premi; c.! mengungkapkan informasi penting yang dan terkait syarat dan ketentuan Polis Asuransi f.! Biaya-biaya yang dibebankan kepada atau Polis Asuransi Syariah; pemegang polis, tertanggung atau d.! menyampaikan kepada pemegang polis, peserta. tertanggung atau peserta atas penerimaan atau penolakan surat penutupan asuransi dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah kepada pemegang polis, tertanggung atau peserta paling lama 5 (lima) hari kerja sejak ada keputusan penerimaan atau penolakan pertanggungan; e.! meminta dokumen yang diperlukan untuk pengajuan formulir permohonan dan dokumen lainnya yang dimintakan oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah untuk penyelesaian; dan
! f.! menginformasikan dokumen yang diperlukan untuk pengajuan formulir permohonan penutupan asuransi. g.! Memastikan pemegang polis, tertanggung atau peserta mengisi seluruh form Surat Permohonan Pertanggungan Asuransi dengan benar. (2)! Menyampaikan informasi mengenai produk asuransi yang ditawarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat disampaikan oleh Agen Asuransi yang memiliki sertifikasi dan telah memiliki perjanjian tertulis dengan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah. Pasal 19! Dalam hal Agen Asuransi tidak lagi menjadi Agen Asuransi dari sebuah Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dimaksud wajib:
Penjelasan: Pemberitahuan melalui:
dapat
dilakukan
1.!surat pemberitahuan;
2.!media masa; atau a.! memberitahukan kepada Tertanggung yang 3.!website Perusahaan. penutupan asuransinya dilakukan melalui Agen Asuransi tersebut; dan b.! memberikan informasi Agen Asuransi pengganti atau petugas pelayanan pelanggan (customer service officer). Pasal 20! Perusahaan wajib memberikan pengetahuan secara berkelanjutan mengenai produk asuransi atau produk asuransi syariah yang dipasarkan termasuk tata cara pemasaran, dan prosedur pengajuan klaim kepada Agen Asuransi. Pasal 21! (1)! Perusahaan dapat menerima bisnis dari Penjelasan: perusahaan pialang asuransi atau perusahaan Yang dimaksud dengan bisnis adalah pialang reasuransi. penutupan pertanggungan yang diperantarai oleh perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang
! reasuransi. (2)! Perusahaan wajib memastikan bahwa perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi. Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah mendapatkan izin usaha dari OJK. (3)! Dalam hal Perusahaan menerima bisnis dari perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi di luar negeri Perusahaan wajib memastikan bahwa perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi telah memiliki izin usaha dari otoritas perauransian diluar negeri. Bagian Kedua Polis, Premi atau Kontribusi Pasal 22! (1)! Perusahaan Asuransi wajib memastikan bahwa dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah pembayaran Premi atau kontribusi dan pertanggungan dinyatakan diterima, pemegang polis, tertanggung atau peserta telah menerima Polis Asuransi atau Polis Asuransi Syariah Asuransi. (2)! Dalam hal produk asuransi atau produk asuransi syariah memiliki jangka waktu pertanggungan lebih dari 3 (tiga) bulan atau bukan merupakan produk asuransi mikro, Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib memberikan kesempatan kepada pemegang polis, tertanggung atau peserta untuk mempelajari Polis Asuransi atau Polis Asuransi Syariah dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pemegang polis, tertanggung atau peserta menerima Polis Asuransi atau Polis Asuransi Syariah Asuransi. (3)! Dalam hal pemegang polis, tertanggung atau Penjelasan: peserta membatalkan pertanggungan atau Biaya – biaya yang menjadi pengurang asuransi syariah dalam jangka waktu Premi adalah sebagai berikut:
! sebagaimana di maksud pada ayat (2), 1.!biaya underwriting penutupan Polis Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi atau Polis Asuransi Syariah ; dan Asuransi Syariah wajib mengembalikan paling sedikit sejumlah Premi atau Kontribusi yang 2.!biaya penerbitan Polis Asuransi atau telah dibayarkan dikurangi biaya – biaya. Polis Asuransi Syariah. (4)! Jangka waktu pengembalian bagian Premi atau Kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 7 (tujuh) hari sejak permohonan pembatalan dari pemegang polis, tertanggung atau peserta. (5)! Jangka waktu bagian pengembalian premi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dicantumkan di dalam Polis Asuransi atau Polis Asuransi Syariah. Pasal 23! (1)! Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib menginformasikan mengenai rincian biaya kepada pemegang polis, tertanggung atau peserta.
(2)! Dalam hal Tertanggung atau Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Tertanggung atau Peserta dari produk asuransi kumpulan, rincian biaya dapat diinformasikan hanya kepada pemegang polis kecuali atas permintaan tertanggung atau peserta. (3)! Dalam hal Tertanggung atau Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Tertanggung atau Peserta dari produk asuransi yang dikaitkan dengan penyaluran kredit rincian biaya dapat diinformasikan hanya kepada pemegang polis kecuali atas permintaan tertanggung atau peserta. (4)! Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah harus meminta pernyataan
Penjelasan: Rincian biaya merupakan biaya administrasi, dan biaya-biaya lain yang dibayarkan dalam rangka penutupan Polis Asuransi atau Polis Asuransi Syariah.
! dari pemegang polis, tertanggung, dan/atau peserta yang menyatakan bahwa pemegang polis, tertanggung atau peserta telah menerima penjelasan mengenai rincian biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali terhadap Tertanggung atau Peserta dari produk asuransi kumpulan atau produk asuransi yang dikaitkan dengan penyaluran kredit. Pasal 24! Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah wajib menyampaikan rincian mengenai bagian dari Premi atau Kontribusi yang dibayarkan kepada perusahaan pialang asuransi di dalam Polis Asuransi atau Polis Asuransi Syariah atau dokumen yang merupakan kesatuan dengannya.
Penjelasan: Imbalan jasa keperantaraan dapat dibayarkan langsung oleh pemegang polis, tertangung atau peserta atau menjadi bagian dari Premi. Dalam hal imbalan jasa keperantaraan merupakan bagian dari Premi, dalam Polis Asuransi atau Polis Asuransi Syariah atau dokumen yang merupakan kesatuan dengannya dimuat perincian mengenai bagian Premi yang diteruskan kepada Perusahaan Asuransi dan imbalan jasa keperantaraan yang dibayarkan kepada perusahaan pialang asuransi.
Pasal 25! (1)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dapat memberikan persetujuan kepada Agen Asuransi untuk menerima pembayaran Premi atau Kontribusi dari pemegang polis, tertanggung atau Peserta.
(2)! Dalam hal Premi atau Kontribusi dibayarkan melalui Agen Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Agen Asuransi wajib menyerahkan Premi atau Kontribusi tersebut kepada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Penjelasan: Yang dimaksud dengan memberikan persetujuan adalah untuk memberikan batasan bahwa Agen Asuransi hanya dapat menerima pembayaran Premi atau Kontribusi dari pemegang polis, tertanggung atau peserta setelah mendapatkan persetujuan dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah
! Asuransi Syariah dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja berikutnya. (3)! Dalam hal Agen Asuransi menerima pembayaran Premi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Agen Asuransi wajib memberikan bukti penerimaan pembayaran Premi kepada pemegang polis, tertanggung atau peserta. Pasal 26! Dalam hal penutupan asuransi atau asuransi syariah dilakukan melalui Agen Asuransi, pertanggungan atau asuransi syariah dinyatakan mulai berlaku dan mengikat para pihak terhitung sejak Premi atau Kontribusi diterima oleh Agen Asuransi. Pasal 27! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim atau manfaat yang timbul apabila Agen Asuransi telah menerima Premi atau Kontribusi, tetapi belum menyerahkannya kepada Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi Syariah tersebut. Pasal 28! (1)! Dalam hal Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah membuka kesempatan kepada pemegang polis, tertanggung atau peserta untuk pembayaran Premi atau Kontribusi melalui perusahaan pialang asuransi, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib bertanggung jawab untuk melakukan pembayaran klaim atau manfaat yang timbul apabila pemegang polis, tertanggung atau peserta membayar Premi atau Kontribusi dalam jangka waktu pembayaran Premi atau Kontribusi yang ditentukan di dalam Polis, dan risiko yang terjadi dijamin di dalam Polis. (2)! Dalam hal Perusahaan
Perusahaan asuransi atau Asuransi Syariah menerima
! pembayaran Premi atau Kontribusi melalui perusahaan pialang asuransi setelah jangka waktu yang ditentukan didalam Polis, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib bertanggung jawab atas pembayaran klaim atau manfaat yang timbul setelah Premi atau Kontribusi diterima. (3)! Dalam hal Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah belum menerima pembayaran Premi atau Kontribusi dari perusahaan pialang asuransi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah berakhirnya jangka waktu yang ditentukan dalam Polis, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dapat menerbitkan surat pembatalan polis kepada pialang asuransi untuk disampaikan kepada pemegang polis, tertanggung atau peserta dan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah tidak bertanggung jawab atas pembayaran klaim atau manfaat yang timbul. (4)! Dalam hal terjadi klaim sebelum Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah menerima pembayaran Premi atau Kontribusi dari perusahaan pialang asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dapat membantu Tertanggung dalam penyelesaiaan klaim kepada perusahaan pialang asuransi. (5)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dilarang melakukan set-off antara Premi atau Kontribusi dengan klaim. Pasal 29! (1)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib memberikan konfirmasi atas rincian pembayaran masingmasing Polis Asuransi atau Polis Asuransi Syariah yang disampaikan perusahaan pialang
Penjelasan: Yang dimaksud dengan membantu Tertanggung dalam penyelesaian klaim antara lain melakukan penagihan klaim kepada perusahaan pialang asuransi atau menalangi pembayaran klaim terlebih dahulu.
! asuransi dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah rincian pembayaran masing-masing Polis Asuransi diterima. (2)! Perusahaan Reasuransi, atau Perusahaan Reasuransi Syariah wajib memberikan konfirmasi atau verifikasi atas rincian pembayaran yang disampaikan perusahaan pialang reasuransi dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah rincian pembayaran diterima. (3)! Dalam hal perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi tidak menyampaikan rincian pembayaran masingmasing Polis Asuransi atau Polis Asuransi Syariah, Perusahaan dapat menolak pembayaran klaim kepada pemegang polis, tertanggung, atau peserta. Pasal 30! (1)! Perusahaan wajib membayar imbal jasa atau komisi yang menjadi hak pialang asuransi atau pialang reasuransi paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah konfirmasi atas rincian pembayaran diterima oleh Perusahaan, kecuali diatur lain dalam perjanjian kerja sama. (2)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah hanya dapat memberikan bagian dari Premi atau Kontribusi yang merupakan imbal jasa atau komisi kepada pihak yang terlibat dalam proses pemasaran produk asuransi atau asuransi syariah. Bagian Ketiga Perjanjian Reasuransi Pasal 31! (1)! Setiap Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib memiliki perjanjian reasuransi. (2)! perjanjian reasuransi sebagaimana dimaksud
! pada ayat (1) wajib dibuat secara tertulis dan tidak merupakan perjanjian yang menjanjikan keuntungan pasti bagi penanggung ulang. (3)!
Dalam perjanjian reasuransi wajib dinyatakan bahwa dalam hal Perusahaan Asuransi/Perusahaan Asuransi Syariah, atau Perusahaan Reasuransi/Perusahaan Reasuransi Syariah dilikuidasi, hak dan kewajiban Perusahaan Asuransi/Perusahaan Asuransi Syariah, atau Perusahaan Reasuransi/Perusahaan Reasuransi Syariah yang timbul tetap mengikat sampai dengan saat salah satu atau kedua perusahaan tersebut dilikuidasi. Bagian Ketiga Underwriting Pasal 32!
Perusahaan wajib memiliki pedoman underwriting untuk produk yang dipasarkan, yang mencerminkan bahwa pelaksanaan proses seleksi risiko dilakukan secara hati-hati dan sesuai dengan praktik asuransi atau asuransi syariah yang berlaku umum.
Penjelasan : Yang dimaksud dengan pedoman underwriting adalah pedoman yang memuat atau mempertimbangkan hal hal antara lain sebagai berikut : a.! Kemungkinan terjadinya dimasa yang akan datang;
risiko
b.! Langkah – langkah mitigasi untuk mengurangi kemungkinan terjadinya risiko; c.! Langkah – langkah untuk menurunkan dampak dari terjadinya risiko; dan d.! Jenis-jenis ditanggung asuransi reasuransi.
risiko oleh atau
yang akan perusahaan perusahaaan
Pasal 33! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah sebelum melakukan penutupan asuransi wajib memastikan bahwa seluruh risiko yang ditanggung sudah tercover oleh Perusahaan
Penjelasan: Yang dimaksud dengan seluruh risiko yang ditanggung sudah tercover adalah bahwa permohonan atau proposal calon
! Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang Tertanggung telah melalui proses bersangkutan dan/atau reasuradur. underwriting dan sudah mendapat persetujuan penutupan pertanggungannya termasuk dukungan reasuransi atau ko-asuransi yang diperlukan. Bagian Keempat Penyelesaian Klaim Pasal 34! (1)! Perusahaan dilarang melakukan tindakan yang dapat memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim, atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan kelambatan penyelesaian atau pembayaran klaim. (2)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dapat menunjuk perusahaan penilai kerugian untuk melakukan penilaian terhadap klaim yang diajukan. (3)! Dalam hal Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah menggunakan perusahaan penilai kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dilarang mengabaikan hasil penilaian kerugian tanpa didasari argumen yang kuat. (4)! Tindakan yang dapat dikategorikan memperlambat penyelesaian atau pembayaran klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah tindakan Perusahaan: a.! memperpanjang proses penyelesaian klaim dengan meminta penyerahan dokumen tertentu, yang kemudian diikuti dengan meminta penyerahan dokumen lain yang pada dasarnya berisi hal yang sama; b.! menunda penyelesaian dan pembayaran klaim dengan mengkaitkannya pada penyelesaian dan atau pembayaran klaim reasuransinya;
! c.! tidak melakukan penyelesaian klaim yang merupakan bagian dari penutupan asuransi dengan mengaitkan pada penyelesaian klaim yang merupakan bagian dari penutupan asuransi dalam 1 (satu) polis yang sama; d.! memperlambat penunjukan perusahaan penilai kerugian asuransi, apabila jasa Penilai Kerugian Asuransi dibutuhkan dalam proses penyelesaian klaim; atau e.! menerapkan prosedur penyelesaian klaim yang tidak sesuai dengan praktek usaha asuransi yang berlaku umum. Pasal 35! (1)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah hanya dapat meminta dokumen sebagai persyaratan pengajuan klaim sesuai dengan yang tertera dalam Polis Asuransi. (2)! Dalam hal Polis Asuransi mencantumkan dokumen dan/atau syarat lain sebagai persyaratan pengajuan klaim, dokumen dan/atau syarat lain tersebut harus: a.! relevan dengan pertanggungan, dan b.!wajar dalam proses penyelesaian klaim. Pasal 36! (1)! Dalam hal Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah menunjuk perusahaan penilai kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib menunjuk perusahaan penilai kerugian yang telah mendapat izin dari OJK. (2)! Penunjukan perusahaan penilai kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama antara Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan perusahaan penilai kerugian.
! (3)! Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib paling sedikit memuat: a.! hak dan kewajiban perusahaan penilai kerugian asuransi dan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah; b.! jangka waktu pembayaran imbalan jasa penilaian klaim dan/atau imbalan jasa konsultasi terkait dengan kerugian yang terjadi atas objek asuransi; dan c.! ketentuan yang menyatakan bahwa setiap pelaksanaan penilaian klaim atas objek asuransi oleh perusahaan penilai kerugian asuransi harus didasari penugasan tertulis atau surat perintah kerja dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah. (4)! Penugasan tertulis atau surat perintah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c mengatur kinerja, atau tahapan penyelesaian penilai kerugian. Pasal 37! (1)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib telah membayar klaim paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak adanya kesepakatan antara pemegang polis, tertanggung atau peserta dan penanggung atau Perusahaan Asuransi Syariah mengenai kepastian jumlah klaim yang harus dibayar. (2)! Dalam hal Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah diwajibkan membayar klaim berdasarkan putusan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib membayar klaim tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak putusan ditetapkan atau ditetapkan lain dalam putusan Badan Mediasi Asuransi Indonesia.
! (3)! Dalam hal proses penyelesaian klaim telah dilimpahkan kepada pengadilan, Perusahaan wajib membayar klaim paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah adanya putusan pembayaran klaim yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) atau ditetapkan lain dalam putusan pengadilan. (4)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dilarang melakukan pembayaran klaim melalui perusahaan pialang Perusahaan Asuransi kecuali atas persetujuan tertulis dari pemegang polis, tertanggung atau peserta.
Penjelasan: Persetujuan berupa surat pernyataan atau surat kuasa dari pemegang polis, tertanggung atau peserta kepada pialang asuransi.
(5)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dilarang melakukan pembayaran klaim melalui pihak ketiga. Bagian Kelima Keahlian Di Bidang Perasuransian Pasal 38! (1)! Perusahaan wajib menerapkan segenap keahlian, perhatian, dan kecermatan dalam melayani atau bertransaksi dengan pemegang polis, tertanggung, atau peserta. (2)! Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usahanya wajib memiliki tenaga ahli dan aktuaris yang sesuai dengan bidang usahanya. Pasal 39! (1)! Tenaga ahli Perusahaan Asuransi Umum atau Perusahaan Asuransi Syariah memiliki tugas dan tanggung jawab melakukan evaluasi terhadap aspek teknis penyelenggaraan usaha asuransi umum atau usaha asuransi umum syariah.
Yang dimaksud dengan aspek teknis penyelenggaraan usaha asuransi antara lain: a.! pengembangan strategi dan konsep produk;
b.! perancangan dan analisis identifikasi (2)! Tenaga ahli Perusahaan Asuransi Jiwa atau pasar; Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah memiliki c.! pengelolaan operasional underwriting: tugas dan tanggung jawab melakukan evaluasi dan terhadap aspek teknis penyelenggaraan usaha d.! verifikasi klaim. asuransi jiwa atau usaha asuransi jiwa
! syariah. (3)! Tenaga ahli Perusahaan Reasuransi atau Perusahaan Reasuransi Syariah memiliki tugas dan tanggung jawab melakukan evaluasi terhadap aspek teknis penyelenggaraan usaha Reasuransi atau usaha Reasuransi syariah. Pasal 40! Dalam pelaksanaan tugasnya, tenaga ahli Perusahaan berpedoman pada standar praktik dan kode etik profesi yang berlaku yang sesuai dengan bidang usahanya. Pasal 41! (1)! Tenaga aktuaris Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memiliki tugas dan tanggung jawab melakukan valuasi terhadap kewajiban Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan/atau aspek teknis aktuaria lainnya. (2)! Dalam melaksanakan tugasnya, aktuaris perusahaan harus berpedoman pada standaar praktek dan kode etik profesi yang berlaku. Bagian Keenam Penanganan Keluhan atau Pengaduan Pasal 42! (1)! Perusahaan wajib menyelesaikan setiap keluhan atau pengaduan terkait produk asuransi yang diajukan oleh pemegang polis, tertanggung atau peserta. (2)! Perusahaan wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme penanganan keluhan atau pengaduan dari pemegang polis, tertanggung atau peserta. (3)! Mekanisme pelayanan dan penyelesaian keluhan atau pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberitahukan kepada pemegang polis, tertanggung atau peserta.
! (4)! Mekanisme penanganan keluhan atau pengaduan diadministrasikan dan/atau didokumentasikan secara elektronik, dan dimuat ke dalam website perusahaan. Pasal 43! (1)! Perusahaan wajib memiliki unit dan/atau fungsi untuk menangani menyelesaikan keluhan atau pengaduan diajukan pemegang polis, tertanggung, peserta.
kerja dan yang atau
(2)! Perusahaan dilarang mengenakan biaya apapun kepada pemegang polis, tertanggung atau peserta atas pengajuan keluhan atau pengaduan. (3)! Tata cara penyelesaian keluhan atau pengaduan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa keuangan mengenai Perlindungan Konsumen. Bagian Ketujuh Sarana Komunikasi dan Teknologi Informasi Pasal 44! Perusahaan wajib menyediakan berbagai sarana komunikasi dan informasi yang mudah untuk diakses oleh pemegang polis, tertanggung atau peserta, yang paling sedikit meliputi alamat surat, email, telepon, faximile, dan website. Pasal 45! (1)! website Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 wajib memuat Informasi paling sedikit: a.! company profile, yang secara diantaranya mencantumkan:
lengkap
1)! izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan atau otoritas lain sebelum terbentuknya OJK; 2)! struktur organisasi dan nama pejabat Perusahaan minimal komisaris, dewan pengawas syariah, direksi dan pejabat
! satu tingkat di bawah direksi; dan 3)! jaringan, alamat, nomor telepon kantor di luar kantor pusat, dan nama pejabat kantor di luar kantor pusat. b.! ringkasan informasi produk dari seluruh produk yang dipasarkan; c.! prosedur dan cara bertransaksi; d.! informasi tatacara pelayanan penyelesaian pengaduan;
dan
e.! daftar Agen Asuransi yang masih aktif memasarkan produk Perusahaan; f.! penerapan tata kelola perusahaan yang termuat dalam laporan tahunan; g.! informasi lainnya baik yang telah diwajibkan oleh peraturan lainnya maupun kebutuhan dari Perusahaan; dan h.! kinerja masing-masing sub dana investasi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dalam hal Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan PAYDI. (2)! Perusahaan wajib melakukan pengkinian informasi yang disajikan dalam website Perusahaan paling lama 20 hari kerja setelah terjadi perubahan informasi sebagaimana pada ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, dan g. Pasal 46! (1)! Perusahaan wajib menempatkan pusat data (data center) dan pusat pemulihan bencana (disaster recovery center) di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya.
Yang dimaksud dengan “pusat data (data center)” adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk menempatkan Sistem Elektronik dan komponen terkaitnya untuk keperluan penempatan, penyimpanan, dan pengolahan data. Yang dimaksud dengan “pusat pemulihan bencana (disaster recovery center)” adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk memulihkan kembali data atau informasi serta fungsi-fungsi
! penting Sistem Elektronik yang terganggu atau rusak akibat terjadinya bencana yang disebabkan oleh alam atau manusia. (2)! Perusahaan dapat menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana pada lokasi yang terpisah dari kantor pusat. (3)! Ketentuan mengenai pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia mengacu pada Peraturan Perundangundangan mengenai penyelenggara sistem dan transaksi elektronik. BAB IV! PENYELENGGARAAN USAHA ASURANSI KREDIT Pasal 47! (1)! Perusahaan asuransi umum yang menyelengaraan kegiatan usaha asuransi kredit wajib memenuhi ketentuan: a.! ekuitas; b.! rasio keuangan; c.! jenis suretyship; d.! pegawai, tenaga ahli, sistem informasi dan program pelatihan; e.! underwriting dan ganti rugi; f.! premi dan akuisisi; g.! nilai jaminan dan retensi sendiri; dan h.! pelaporan (2)! Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelengaraan kegiatan usaha asuransi kredit diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran OJK mengenai penyelenggaraan usaha asuransi kredit. Pasal 48! (1)! Perusahaan Asuransi Umum yang tidak memenuhi ketentuan pada pasal 47 ayat (1), Perusahaan Asuransi Umum wajib menghentikan kegiatan usaha asuransi kredit.
! (2)! Dalam hal Perusahaan Asuransi Umum yang menghentikan kegiatan usaha suretyship sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memenuhi kembali ketentuan pada pasal 47 ayat (1), dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak penghentian kegiatan usaha suretyship, Perusahaan Asuransi Umum dapat melakukan kegiatan usaha asuransi kredit kembali tanpa memperoleh persetujuan dari OJK. (3)! Dalam hal Perusahaan Asuransi Umum yang menghentikan kegiatan usaha asuransi kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat memenuhi kembali ketentuan pada pasal 47 ayat (1), dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak penghentian kegiatan usaha asuransi kredit, Perusahaan Asuransi Umum untuk dapat melakukan kegiatan usaha asuransi kredit kembali wajib mendapat persetujuan dari OJK. BAB V! PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP SYARIAH DALAM PENYELENGGARAAN USAHA ASURANSI UMUM SYARIAH, USAHA ASURANSI JIWA SYARIAH, DAN USAHA REASURANSI SYARIAH. Pasal 49! Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip dasar sebagai berikut: a.! dipenuhinya prinsip keadilan ('adl), dapat dipercaya (amanah), keseimbangan (tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan keuniversalan (syumul); dan tidak mengandung hal-hal yang diharamkan, seperti ketidakpastian atau ketidakjelasan {gharar), perjudian (maysir), bunga (riba), penganiayaan (zhulm), suap (risywah), maksiat, dan objek haram.
! Pasal 50! (1)! Polis asuransi syariah dan perjanjian reasuransi syariah wajib mengandung Akad Tabarru’ dan Akad Tijarah. (2)! Akad Tijarah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa Akad Wakalah bil Ujrah, Akad Mudharabah, dan/ atau Akad Mudharabah Musytarakah. (3)! Penggunaan salah satu Akad Tijarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan secara konsisten sampai berakhirnya Polis Asuransi Syariah. (4)! Dalam hal disepakati perubahan Akad Tijarah, penggunaan Akad Tijarah yang baru hanya dapat diterapkan pada Polis Asuransi Syariah yang baru. (5)! Dalam hal perubahan Akad Tijarah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terjadi untuk pengelolaan investasi Dana Tabarru’, Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah wajib memisahkan Dana Tabarru’ yang dikelola berdasarkan Akad Tijarah yang lama dari Dana Tabarru’ yang dikelola berdasarkan Akad Tijarah yang baru. (6)! Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah dapat menggunakan Akad Tijarah dalam rangka pengelolaan investasi dari Dana Tabarru’ yang berbeda dengan Akad Tijarah dalam rangka kegiatan lain. Pasal 51! (1)! Perusahaan Asuransi Syariah atau Perusahaan Reasuransi Syariah dapat menggunakan akad selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dalam penyelenggaraan usaha asuransi syariah atau usaha reasuransi syariah. (2)! Penggunaan akad sebagaimana dimaksud pada
Penjelasan: Yang dimaksud dengan Akad selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) adalah akad yang digunakan dalam penyelenggaraan produk tertentu, antara lain anuitas syariah.
! ayat (1) wajib dilakukan berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 52! (1)! Akad Tabarru’ yang digunakan dalam Polis Asuransi Syariah tidak dapat diubah menjadi akad Tijarah. (2)! Akad Tabarru’ yang digunakan dalam Polis Asuransi Syariah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) wajib memuat paling sedikit sebagai berikut: a.! kesepakatan para Peserta untuk saling tolong menolong (ta’awuni); b.! hak dan kewajiban masing-masing Peserta secara individu; c.! hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dalam kelompok; d.! cara dan waktu pembayaran Kontribusi; e.! cara dan santunan/klaim;
waktu
pembayaran
f.! ketentuan mengenai boleh atau tidaknya Kontribusi ditarik kembali oleh Peserta dalam hal terjadi pembatalan oleh Peserta; g.! ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian Surplus Underwriting; dan h.! ketentuan lain yang disepakati Pasal 53! (1)! Akad Wakalah bil Ujrah digunakan dalam kegiatan meliputi namun tidak terbatas pada: a.!kegiatan administrasi, b.! pengelolaan dana; c.! pembayaran klaim; d.! underwriting; e.! pengelolaan portofolio risiko; f.! pemasaran; dan/atau
! g.! Investasi Dana Tabarru dan/atau Dana Investasi Peserta. (2)! Akad Wakalah bil Ujrah wajib memuat paling sedikit sebagai berikut: a.! objek / kegiatan pengelolaannya;
yang
dikuasakan
b.! hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dan/atau Peserta secara individu sebagai muwakkil (pemberi kuasa); c.! hak dan kewajiban Perusahaan sebagai wakil (penerima kuasa) termasuk kewajiban Perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan risiko dan/atau kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau wanprestasi yang dilakukan Perusahaan; d.! batasan kuasa atau wewenang yang diberikan Peserta kepada Perusahaan; e.! besaran, cara, ujrah (fee); dan
dan
waktu
pemotongan
f.! ketentuan lain yang disepakati. (3)! Dalam hal pengelolaan investasi Dana Tabarru’ atau Dana Investasi Peserta didasarkan Akad Wakalah bil Ujrah, Perusahaan tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi. Pasal 54! (1)! Akad Mudharabah digunakan dalam pengelolan investasi Dana Tabarru’ dan/atau pengelolaan investasi Dana Investasi Peserta. (2)! Akad Mudharabah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit sebagai berikut: a.!hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dan/atau Peserta secara individu sebagai shahibul maal (pemilik dana); b.!hak dan kewajiban Perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana) termasuk
! kewajiban Perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan Perusahaan; c.!batasan wewenang yang diberikan Peserta kepada Perusahaan; d.!bagi hasil (nisbah), cara, dan pembagian hasil investasi; dan
waktu
e.!ketentuan lain yang disepakati. Pasal 55! (1)! Akad Mudharabah Musytarakah digunakan dalam pengelolan investasi Dana Tabarru’ dan / atau pengelolaan investasi Dana Investasi Peserta. (2)! Akad Mudharabah Musytarakah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memuat paling sedikit sebagai berikut: a.!hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dan/atau Peserta secara individu sebagai shahibul maal (pemilik dana); b.!hak dan kewajiban Perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana) termasuk kewajiban Perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan Perusahaan; c.!batasan wewenang yang diberikan Peserta kepada Perusahaan; d.!cara dan waktu penentuan besar kekayaan Peserta dan kekayaan Perusahaan; e.!bagi hasil (nisbah), cara, dan pembagian hasil investasi; dan f.! ketentuan lain yang disepakati. BAB VI!
waktu
! PENGALIHAN PORTOFOLIO PERTANGGUNGAN Pasal 56! (1)! Pengalihan sebagian atau seluruh portofolio pertanggungan oleh Perusahaan hanya dapat dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan OJK. (2)! Pengalihan portofolio pertanggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan bahwa pengalihan dimaksud: a.!tidak mengurangi hak pemegang tertanggung, peserta atau ahli waris;
polis,
b.!dilakukan pada Perusahaan sejenis; c.!Perusahaan yang menerima pengalihan telah memiliki produk sejenis; dan d.!tidak menyebabkan Perusahaan yang menerima pengalihan dimaksud melanggar ketentuan yang berlaku di bidang perasuransian. (3)! Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh OJK paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan atau setelah dilaksanakannya pemeriksaan khusus terkait pengalihan portofolio dimaksud oleh OJK. (4)! Dalam hal dilaksanakan pemeriksaan khusus terkait pengalihan portofolio, persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh OJK paling lama 10 (sepuluh) hari sejak tanggal diterbitkan laporan hasil pemeriksaan final. (5)! Setelah mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Perusahaan yang akan mengalihkan portofolio pertanggungan wajib terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis kepada setiap pemegang polis, tertanggung atau peserta. (6)! Perusahaan
yang
mengalihkan
portofolio
! pertanggungan wajib mengumumkan pengalihan tersebut pada website Perusahaan dan surat kabar harian Indonesia yang berperedaran luas sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) hari berturut-turut. (7)! Setelah selesainya pengalihan portofolio pertanggungan, Perusahaan wajib melaporkan kepada OJK hasil pelaksanaan pengalihan portofolio pertanggungan dimaksud. (8)! Dalam hal Perusahaan mengalihkan seluruh portofolio pertanggungannya Perusahaan wajib mengembalikan izin usaha. (9)! OJK mencabut izin usaha Perusahaan yang telah mengalihkan seluruh portofolionya. BAB VII! KERJA SAMA PERUSAHAAN DALAM RANGKA PEROLEHAN BISNIS DAN KERJA SAMA DALAM MELAKSANAKAN SEBAGIAN FUNGSI DALAM PENYELENGGARAAN USAHANYA Pasal 57! (1)! Perusahaan dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka memperoleh bisnis atau melaksanakan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usahanya. (2)! Kerja sama dalam rangka memperoleh bisnis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dengan Agen Asuransi, bank, atau badan usaha selain bank Pasal 58! (1)! Dalam hal Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah melakukan kerja sama dengan badan usaha selain bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat 2 merupakan badan usaha yang mempekerjakan Agen Asuransi, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib: a.! memastikan badan usaha dimaksud tidak sedang terikat dalam perjanjian kerja sama dengan Perusahaan Asuransi yang sejenis
! atau Perusahaan Asuransi Syariah yang sejenis dengan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dimaksud; b.! memastikan Agen Asuransi yang dipekerjakan oleh badan usaha harus memenuhi ketentuan mengenai Agen Asuransi sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1); c.! melaporkan kerja sama keagenan kepada OJK. (2)! Dalam hal Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah melakukan kerja sama dengan bank atau badan usaha selain bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah wajib memastikan bahwa pegawai bank atau badan usaha selain bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang secara aktif memberikan penjelasan mengenai produk asuransi, memiliki sertifikat Agen Asuransi yang diterbitkan oleh asosiasi industri asuransi terkait. Pasal 59! 1.! Dalam hal Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah melakukan kerja sama dalam rangka memperoleh bisnis sebagaimana dimaksud dalam pasal 57, keputusan menerima atau menolak pertanggungan tetap menjadi kewenangan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah. 2.! Perusahaan dilarang memberikan imbalan jasa keperantaraan selain kepada agen asuransi atau pihak lain yang memiliki perjanjian secara tertulis mengenai kerja sama pemasaran dalam memperoleh bisnis. Pasal 60! Kerja sama dalam rangka melaksanakan sebagian Penjelasan: fungsi penyelenggaraan usahanya sebagaimana Yang dimaksud dengan kegiatan utama dimaksud dalam Pasal 57 ayat 1, wajib memenuhi
! ketentuan sebagai berikut :
antara lain:
a.! dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
a.! persetujuan underwriting
b.! dilakukan dengan Perusahaan;
perintah
langsung
dari b.! persetujuan klaim
c.! fungsi akturia dalam menetapkan besarnya premi dan manfaat c.! tidak menghambat kegiatan operasional dan non-operasional Perusahaan; dan d.! dituangkan dalam perjanjian tertulis. Pasal 61! (1)! Perusahaan wajib memastikan bahwa pihak Penjelasan: lain yang melaksanakan Kerjasama memenuhi Yang dimaksud dengan hubungan ketentuan sebagai berikut: afiliasi adalah : a.! perseorangan dan/atau institusi yang a.! hubungan keluarga karena memiliki izin usaha dari instansi yang perkawinan dan keturunan sampai berwenang; derajat kedua baik secara horizontal maupun vertikal; b.! memiliki standar kompetensi sesuai dengan standar bisnisnya; b.! hubungan antara pihak dengan c.! tidak memiliki benturan kepentingan; dan pegawai satu tingkat di bawah direksi, anggota direksi, atau d.! merupakan perusahaan yang tidak anggota dewan komisaris dari pihak mempunyai hubungan afiliasi. tersebut; c.! hubungan antara 2 (dua) perusahaan atau lebih dimana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau anggota dewan komisaris yang sama; dan/atau d.! hubungan antara perusahaan dengan pemegang saham utama. (2)! Dalam pelaksanaan kerja sama Perusahaan wajib memiliki dan menerapkan standar seleksi dan akuntabilitas. Pasal 62! (1)! Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf d wajib dilaporkan kepada OJK. (2)! Dalam hal kerjasama dalam rangka melaksanakan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usaha dilakukan secara borongan atau dengan pekerja waktu tertentu,
! ketentuan kerjasama perundang-undangan ketenagakerjaan.
mengikuti di
peraturan bidang
BAB VIII! PENUTUPAN ASURANSI SECARA BERSAMASAMA (KO-ASURANSI) Pasal 63! (1)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dapat melakukan penutupan pertanggungan melalui mekanisme penutupan asuransi secara bersama-sama (ko-asuransi). (2)! Mekanisme penutupan asuransi secara bersama-sama dapat dilakukan atas produk asuransi yang dirancang untuk dipasarkan dan risiko dikelola secara bersama-sama atau produk asuransi lainnya dalam rangka penyebaran risiko untuk satu objek pertanggungan yang dilakukan kasus per kasus.
Penjelasan:
(3)! Ko-asuransi untuk yang bukan merupakan penutupan asuransi secara bersama-sama hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang sebelumnya telah memasarkan produk asuransi pada lini usaha yang sama dengan yang akan di ko-asuransikan.
Penjelasan:
(4)! Dalam hal telah memiliki lini usaha yang sama namun belum memiliki produk yang sama Ko-asuransi dapat dilakukan sepanjang Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memiliki retensi sendiri yang cukup. Pasal 64! (1)! Ko-Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) wajib dituangkan dalam perjanjian tertulis dan/atau dokumen lainnya yang mencantumkan hal-hal sebagai berikut: a.! susunan
keangotaan
yang
terdiri
dari
Yang dimaksud dengan produk asuransi yang dirancang untuk dipasarkan dan risiko dikelola secara bersama-sama adalah produk asuransi bersama
yang dimaksud dengan produk asuransi pada lini usaha yang sama adalah produk asuransi yang menjamin penyebab risiko yang sama.
! ketua (leader) dan anggota (member); b.! ketua (leader) ko-asuransi menanggung porsi risiko terbesar; c.! ketua (Leader) memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan underwriting dan persetujuan klaim; d.! Proses pembayaran klaim dilakukan oleh ketua (leader) atau atas persetujuan ketua (leader) dapat dilakukan oleh anggota (member) lain; e.! cara pembayaran premi oleh Pemegang polis, tertanggung atau peserta; f.! prosedur penerimaan dan penerusan premi antara ketua (leader) dan anggota (member). (2)! Dalam Polis Asuransi wajib mencantumkan nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan porsi pertanggungan dari setiap anggota ko-asuransi. (3)! Pentutupan dan Penerbitan Polis Asuransi dilakukan oleh ketua (Leader). (4)! Ketua (leader) wajib menjelaskan kepada pemegang polis, tertanggung atau peserta mengenai keanggotaan Ko-Asuransi sebelum penutupan pertanggungan. (5)! Dalam hal ketua (leader) atau anggota (member) melakukan pembayaran seluruh klaim, anggota lainnya wajib membayar kewajiban sesuai porsinya paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak seluruh klaim dibayarkan. BAB IX! ANTI FRAUD Pasal 65! (1)! Dalam rangka mengendalikan risiko terjadinya fraud, perusahaan wajib melaksanakan fungsi pengendalian fraud dan menerapkan strategi anti fraud.
penjelasan: Yang dimaksud dengan fraud adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk
! mengelabui, menipu, atau memanipulasi Perusahaan, pemegang polis, tertanggung, peserta, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan Perusahaan dan/atau menggunakan sarana Perusahaan sehingga Perusahaan, pemegang polis, tertanggung, peserta, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung. (2)! Fungsi pengendalian fraud sebagaimana di maksud pada ayat (1) meliputi aspek sebagai berikut: a.!pengawasan aktif manajemen; b.!organisasi dan pertanggungjawaban; c.!pengendalian dan pemantauan; dan d.!edukasi dan pelatihan; (3)! Dalam rangka melaksanakan aspek pengendalian dan pemantauan fraud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, Perusahaan wajib menerapkan strategi anti fraud yang meliputi: a.!pencegahan; b.!deteksi; c.!investigasi, pelaporan dan sanksi; dan d.!pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut. (4)! Perusahaan wajib menyampaikan strategi anti fraud kepada OJK berikut:
laporan sebagai
a.! laporan penerapan strategi anti fraud setiap semester untuk posisi akhir bulan juni dan Desember, paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir bulan. b.! laporan setiap fraud yang diperkirakan berdampak negatif secara signifikan terhadap Perusahaan, pemegang polis, tertanggung, peserta dan/atau perusahaan ceding termasuk yang berpotensi menjadi
! perhatian publik, paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah perusahaan mengetahui terjadinya fraud. c.! Laporan sebagaimana dimaksud huruf b. paling sedikit memuat :
pada
1.!nama pelaku; 2.!bentuk atau jenis penyimpangan; 3.!tempat kejadian; 4.!informasi singkat mengenai modus; dan 5.!indikasi kerugian. (5)! Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian fraud dan penerapan strategi anti fraud bagi Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2), diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran OJK mengenai pengendalian fraud dan penerapan strategi anti fraud. BAB X! ASURANSI WAJIB Pasal 66! (1)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dapat menyelenggarakan Program Asuransi Wajib. (2)! Program Asuransi Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk melayani seluruh masyarakat atau golongan masyarakat tertentu. (3)! Program Asuransi Wajib yang diselenggarakan oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dilaksanakan secara kompetitif.
Penjelasan: Yang dimaksud dengan kompetitif adalah tidak diselenggarakan oleh satu perusahaan saja.
Pasal 67! (1)! Program Asuransi Wajib dapat dilakukan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah sesuai dengan ruang lingkup usahanya dengan ketentuan sebagai berikut:
Penjelasan: Yang dimaksud dengan ekuitas antara lain adalah:
a.! modal disetor; a.! memiliki kantor di luar kantor pusat yang b.!tambahan modal disetor, terdiri atas: dapat mendukung Program Asuransi Wajib
! kecuali Program Asuransi Wajib yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah; b.! tingkat solvabilitas (Risk Based Capital) 200%;
1)! agio/disagio saham; 2)! biaya emisi efek Ekuitas; dan 3)! lainnya sesuai dengan prinsip standar akuntansi keuangan;
c.! tingkat likuiditas 150%; dan
c.! selisih nilai transaksi restrukturisasi entitas pengendali; d.! memiliki pegawai yang telah memperoleh pelatihan terkait pengelolaan risiko d.!saldo laba/rugi; dan/atau Program Asuransi Wajib. e.! laba/rugi tahun berjalan. Penjelasan: Yang dimaksud dengan tingkat likuiditas adalah perbandingan antara aset lancar dengan kewajiban lancar sebagaimana dimaksud pada laporan keuangan tahunan terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik yang terdafttar di OJK. (2)! Program Asuransi Wajib sebagaimana dimaksud Pasal 66 ayat (1) dapat diselengarakan secara individual maupun secara konsorsium. Pasal 68! (1)! Setiap Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah secara individual maupun konsorsium yang menyelenggarakan Program Asuransi Wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) wajib memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari OJK. (3)! Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) mengacu kepada ketentuan mengenai Persetujuan dan Pencatatan Produk Asuransi sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Asuransi. BAB XI! PELAPORAN Pasal 69!
! (1)! Perusahaan wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan usaha kepada OJK meliputi: a.! laporan triwulanan; dan b.! laporan tahunan. (2)! Perusahaan wajib menyampaikan: a.! laporan penyelengaraan usaha tahunan yang berakhir pada tanggal 31 Desember sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya; dan b.! laporan penyelengaraan usaha triwulan yang berakhir pada tanggal 31 Maret 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 1 (satu) bulan sejak berakhirnya triwulan. (3)! Dalam hal batas akhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jatuh pada hari libur, batas akhir penyampaian laporan adalah hari kerja pertama berikutnya. (4)! Dalam hal Perusahaan memperoleh izin usaha kurang dari 6 (enam) bulan hingga tahun takwim berakhir, kewajiban penyampaian laporan penyelenggaraan usaha tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tahun takwim berikutnya. (5)! Bentuk, susunan dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c dan huruf d diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 70! OJK setiap saat dapat meminta laporan atau informasi khusus selain laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1). BAB XII! SANKSI
Penjelasan: Yang dimaksud dengan kurang dari enam bulan dari tahun takwim berakhir adalah sejak 1 Juli sampai dengan 31 Desember.
! Pasal 71! (1)! Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 3 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 ayat (1), ayat (2), Pasal 7 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (1) ayat (3), Pasal 14, Pasal 15 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), Pasal 16 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 17 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), ayat (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21 ayat (2), ayat (3), Pasal 22 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (5), Pasal 23 ayat (1), Pasal 24, Pasal 25 ayat (2), ayat (3), Pasal 27, Pasal 28 ayat (1), ayat (2), ayat (5), Pasal 29 ayat (1), ayat (2), Pasal 30 ayat (1), ayat (2), Pasal 31 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34 ayat (1), ayat (3), Pasal 35 ayat (1), Pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 37 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), Pasal 38 ayat (1), ayat (2), Pasal 42 ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 43 ayat (1), ayat (2), Pasal 45 ayat (1) ayat (2), Pasal 46 ayat (1), Pasal 47 ayat (1), Pasal 48 ayat (1), ayat(3), Pasal 49, Pasal 50 ayat (1), ayat (3), ayat (4), ayat (5), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), Pasal 53 ayat (2), Pasal 54 ayat (2), Pasal 55 ayat (2), Pasal 56 ayat (1) ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), 58 ayat (1), ayat (2), Pasal 59 ayat (2), Pasal 60, Pasal 61 ayat (1), ayat (2), Pasal 62 ayat (1), Pasal 63 ayat (3), Pasal 64 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), Pasal 65 ayat (1), ayat (3), ayat (4), Pasal 68 ayat (1), Pasal 69 ayat (1), ayat (2), dan Pasal 74 ayat (1) Peraturan OJK ini dan peraturan pelaksanaannya dikenai sanksi administratif berupa: a.! peringatan tertulis; b.! pembatasan kegiatan usaha, untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha; dan c.! pencabutan izin usaha.
! (2)! Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap. (3)! Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan dapat menambahkan sanksi tambahan berupa: a.! larangan untuk memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah untuk lini usaha tertentu; dan/atau b.! larangan menjadi pemegang saham, pengendali, direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, pengendali, direksi, dan dewan komisaris, atau menduduki jabatan eksekutif di bawah direksi, atau yang setara dengan jabatan eksekutif di bawah direksi, pada Perusahaan Perasuransian. (4)! OJK dapat mengenakan sanksi pencabutan izin usaha tanpa didahului pengenaan sanksi administratif yang lain terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 8 ayat (3) Peraturan OJK ini dan peraturan pelaksanaannya. Pasal 72! (1)! Dalam hal Perusahaan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf b, Pasal 68 ayat (1), Pasal 69 ayat (2) huruf a dan huruf b, Peraturan OJK ini dan peraturan pelaksanaannya dikenai sanksi administratif tambahan berupa denda administratif. (2)! Pelangaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan Denda administratif sebesar Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk pengunaan setiap Agen Asuransi. (3)! Pelangaran terhadap ketentuan Pasal 68 ayat (1) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan Denda administratif sebesar Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
! (4)! Pelangaran terhadap ketentuan Pasal 69 ayat (2) huruf a dan huruf b sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan Denda administratif sebagai berikut: a.! Rp1.000.000 (satu juta rupiah) untuk setiap jenis laporan dan untuk setiap hari keterlambatan. b.! paling banyak Rp360.000.000 (tiga ratus enam puluh juta rupiah) untuk setiap laporan yang terlambat disampaikan. Pasal 73! Prosedur dan tata cara pengenaan sanksi diatur dalam Peraturan OJK mengenai prosedur dan tata cara pengenaan sanksi administratif. BAB XIII! KETENTUAN PERALIHAN Pasal 74! (1)! Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah yang telah menyelengarakan kegiatan usaha asuransi kredit atau suretyship sebelum berlakunya Praturan OJK ini, wajib melakukan penyesuaian terhadap ketentuan dalam Peraturan OJK ini paling lama 1 (tahun) sejak Peraturan OJK ini diundangkan dan peraturan pelaksanaannya ditetapkan. (2)! Dalam hal peraturan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan kegiatan usaha asuransi kredit atau suretyship belum ditetapkan ketentuan mengenai penyelenggaraan kegiatan usaha asuransi kredit atau suretyship tunduk pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 124/PMK.010/2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship. Pasal 75! Dalam hal Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai prosedur dan tata cara pengenaan sanksi administratif belum diundangkan,
! ketentuan mengenai prosedur dan tata cara pengenaan sanksi administratif tunduk pada Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008. BAB XIV! KETENTUAN PENUTUP Pasal 76! Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku, ketentuan mengenai Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaah Reasuransi, Dan Perusahaan Reasuransi Syariah tunduk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini. Pasal 77! Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal KETUA KOMISIONER
DEWAN
OTORITAS KEUANGAN
MULIAMAN D. HADAD
JASA