Analisis Tugas Pengaturan dan Pengawasan Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (Perbandingan antara Indonesia, Jerman, dan Inggris) Risha Emyta dan Dr. Yunus Husein, S.H., LL.M.1 Program Kekhususan Hukum tentang Kegiatan Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga pengawas jasa keuangan terintegrasi yang didirikan berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011. Dengan berdirinya OJK, maka tugas pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang semula dijalankan oleh Bank Indonesia kini beralih kepada OJK. Penelitian ini membahas mengenai kewenangan yang dimiliki OJK dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan, serta membandingkannya dengan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan yang dijalankan oleh lembaga pengawas jasa keuangan terintegrasi di negara lain. Perbandingan dilakukan terhadap Bundesanstalt für Finanzdienstleistungsaufsicht (BaFin) di Jerman yang dianggap berhasil, dan terhadap Financial Services Authority (FSA) di Inggris yang dianggap gagal dan telah dibubarkan. Perbandingan dalam penelitian ini ditinjau melalui kewenangan lembaga dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di negaranya, mengenai independensi lembaga, dan mengenai hubungan antara lembaga pengawas tersebut dengan bank sentral di negaranya masing-masing. Kata kunci: perbankan; bank; pengaturan dan pengawasan bank; Otoritas Jasa Keuangan
Analysis of Banking Regulatory and Supervisory Task by Indonesian Financial Services Authority (Comparison between Indonesia, Germany, and United Kingdom) Abstract Indonesian Financial Services Authority (OJK) is an integrated financial supervisory authority established under Law No. 21 Year 2011. With the establishment of OJK, the banking regulatory and supervisory task, which is previously run by Bank Indonesia, is now transferred to OJK. This thesis explains about OJK’s authority in running the banking regulatory and supervisory task, and compares it with integrated financial supervisory authorities in other country. The comparison is conducted on Bundesanstalt für Finanzdienstleistungsaufsicht (BaFin) in Germany which considered success, and on Financial Services Authority (FSA) in United Kingdom which considered fail and has already been abolished. The comparison in this thesis is analyzed based on the institutions’ authorities in running the banking regulatory and supervisory task, the institutions’ independency, and the relation between the institutions and the central bank in their respective country. Keywords: banking; bank; banking regulation and supervision; Otoritas Jasa Keuangan
1
Risha Emyta adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah mempertahankan skripsinya di hadapan sidang penguji. Dr. Yunus Husein, S.H., LL.M. adalah Dosen Fakultas Hukum UI yang merupakan dosen pembimbing dalam penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Tugas Pengaturan dan Pengawasan Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (Perbandingan antara Indonesia, Jerman, dan Inggris)”. Tulisan ini merupakan ringkasan dari skripsi yang dimaksud.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
Pendahuluan Bank menjalankan peranan yang begitu penting sebagai financial intermediary2, pemberi jasa lalu lintas pembayaran dan pelaksana kebijakan moneter.3 Bank juga disebut sebagai lembaga kepercayaan karena bergantung pada kepercayaan masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank.4 Apabila kepercayaan masyarakat terhadap bank berkurang, maka hal ini bisa menimbulkan krisis di suatu bank yang dapat menyebar ke bank-bank lain. Jika hal ini terjadi, maka dapat timbul krisis di sektor perbankan. Di Indonesia, industri perbankan menguasai sekitar 93% dari total aset industri keuangan.5 Dengan demikian, apabila terjadi krisis pada sektor perbankan, maka hal ini bisa bermuara pada krisis sektor keuangan. Mengingat pentingnya sektor perbankan, Indonesia senantiasa berupaya agar lembaga perbankan selalu berada dalam kondisi yang aman, sehat, dan stabil.6 Oleh karena itu, pengaturan dan pengawasan terhadap sektor perbankan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka memelihara kesehatan sistem perbankan. Namun, seiring berkembangnya zaman, interaksi antar lembaga-lembaga keuangan di dalam sistem keuangan juga semakin kompleks. Adanya lembaga keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan dan munculnya produk-produk perbankan yang mulai mengarah pada produk hybrid (perpaduan antara produk sektor perbankan dan sektor lembaga keuangan lainnya) memunculkan kebutuhan terhadap penataan ulang struktur organisasi dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di industri jasa keuangan yang mencakup bidang perbankan, pasar modal dan industri jasa keuangan non-bank untuk mencapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan, dimana penataan ini diarahkan kepada pembentukan suatu lembaga pengawas yang terintegrasi.7 2
Indonesia (1), Undang-undang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 3
Perry Warjiyo (Ed.), Bank Indonesia: Bank Sentral Republik Indonesia: Sebuah Pengantar, cet.1, (Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia, 2004), hlm. 135. 4
Ibid., hlm. 142.
5
Ibid., hlm. 141.
6
Ibid., hlm 139.
7
Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (Jakarta, 2010), hlm. 2-3.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
Pasal 34 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (selanjutnya disebut UU Bank Indonesia) mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan. Pasal ini merupakan cikal bakal pembentukan suatu lembaga pengawasan sektor keuangan terintegrasi. Pada tahun 2011, disahkan UU No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK). Undang-undang tersebut merupakan dasar hukum pendirian lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia, yang mulai beroperasi di tahun 2013. Dengan adanya OJK sebagai lembaga baru yang memikul tugas pengawasan terhadap lembaga keuangan secara menyeluruh, maka terjadi pergeseran pelaksana tugas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan. Tugas Bank Indonesia melakukan pengaturan dan pengawasan sektor perbankan akan berakhir pada Desember 2013.8 Terdapat pendapat pro dan kontra terhadap peralihan tersebut. Ada pihak yang menilai bahwa OJK perlu dibentuk, ada pula yang berpendapat OJK tidak perlu dibentuk dan seharusnya tugas pengaturan dan pengawasan perbankan tetap dijalankan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai tugas pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang kini dijalankan oleh OJK. Penulis juga tertarik untuk menganalisis keberadaan OJK sebagai lembaga yang menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia, dan membandingkannya dengan dua lembaga pengawas sektor keuangan terintegrasi di negara lain yang sudah lebih dulu berdiri, secara khusus dalam hal tugas pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang dijalankan oleh kedua lembaga tersebut berdasarkan undang-undang terkait yang berlaku di negaranya masing-masing. Objek pembanding yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembaga BaFin, otoritas jasa keuangan di negara Jerman yang dianggap sukses hingga saat ini; dan FSA,otoritas jasa keuangan di negara Inggris yang dianggap gagal dan telah dibubarkan pada tahun 2013 yang lalu, serta menganalisis hal-hal yang menjadi alasan keberhasilan BaFin dan kegagalan FSA yang dapat menjadi contoh bagi OJK sebagai lembaga pengawas jasa keuangan terintegrasi baru yang akan menjalankan tugas pengaturan dan pengawasannya, terutama pengaturan dan pengawasan terhadap sektor perbankan di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat dua hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu mengenai bagaimana kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor perbankan di Indonesia, dan bagaimana perbandingan antara Otoritas Jasa Keuangan dan lembaga pengawas jasa 8
“Menyiapkan Transisi Pengawasan Bank” Gerai Info Bank Indonesia (Desember 2012), hlm. 2.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
keuangan terintegrasi di Jerman dan di Inggris dari sudut kewenangannya dalam menjalankan tugas pengaturan pengawasan sektor perbankan.
Tinjauan Teoritis Perbankan merupakan salah satu industri yang diatur dan diawasi secara sangat ketat di kebanyakan negara.9 Pengaturan terhadap bank dilakukan dengan membuat berbagai ketentuan untuk mengatur keberadaan dan seluruh kegiatan operasional bank10. Pada dasarnya hal tersebut berisi segala ketentuan kehati-hatian yang dapat menjaga pengelolaan bank secara sehat dan kelangsungan bank, sehingga bank mampu menjalankan fungsinya sebagai financial intermediary dan sebagai pelaksana sistem pembayaran dalam sistem perekonomian. Pengaturan tersebut sering disebut dengan prudential banking regulation, yaitu berbagai ketentuan yang diperlukan untuk menjamin keberlangsungan suatu bank dan pengelolaan bank secara sehat sehingga mampu menjaga kepercayaan masyarakat dan menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dan pelayanan sistem pembayaran bagi perekonomian.11 Di sisi lain, pengawasan perbankan merupakan tugas otoritas dalam hal memeriksa dan memantau apakah pengelola bank sudah menjalankan segala ketentuan yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan yang ada.12 Tugas pengawasan bertujuan untuk mengetahui apabila ada ketentuan yang tidak dilaksanakan dan tindakan yang sebaiknya diambil dalam menangani hal tersebut. Pengawasan perbankan terdiri atas dua hal, yaitu macroeconomic prudential supervision (pengawasan makroprudensial), dan microprudential supervision (pengawasan mikroprudensial). Pengawasan makroprudensial merupakan pengawasan yang lebih mengarah kepada analisis sistem keuangan secara keseluruhan sebagai kumpulan dari individu lembaga keuangan. Pengawasan makroprudensial berkaitan dengan kebijakan moneter, sistem pembayaran dan stabilitas sistem keuangan.13 Fokus dari kebijakan makroprudensial adalah pada kebijakan sistem keuangan secara keseluruhan dan pada risiko secara agregat, misalnya 9
Nicholas A. Lash, Banking Laws and Regulations: An Economic Perspective (New Jersey: Prentice Hall Inc., 1987), p. 22. 10
Perry Warjiyo (Ed.), op.cit., hlm. 144.
11
Ibid.
12
Perry Warjiyo, loc.cit.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
terkait dengan perubahan perilaku institusi keuangan secara kolektif, yang apabila bersifat negatif, bisa saja mengarah pada kegagalan sistem keuangan secara menyeluruh.14 Berbeda
dengan
pengawasan
makroprudensial,
pengawasan
mikroprudensial
merupakan pengawasan yang lebih mengarah kepada analisis perkembangan individu lembaga keuangan15, dan dilakukan melalui pemantauan dan penilaian terhadap individu bank dengan tujuan untuk membentuk bank-bank yang sehat. Dengan demikian, karena pengawasan
mikroprudensial
berfokus
pada
individu
bank,
maka
pengawasan
mikroprudensial dapat disebut dengan istilah Pengawasan Bank.
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, yaitu merupakan penelitian yang meneliti hukum sebagai norma positif dalam sistem perundang-undangan, secara spesifik penelitian yuridis-normatif yang dilakukan melalui suatu perbandingan hukum.16 Perbandingan merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam menulis suatu penelitian hukum.17 Penelitian ini bersifat deskriptif, artinya merupakan penelitian yang memberi gambaran umum tentang suatu gejala.18 Dengan demikian, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum tentang Otoritas Jasa Keuangan sebagai otoritas pelaksana tugas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor perbankan di Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang didapatkan dari bahan pustaka.19 Adapun data-data yang digunakan penulis dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai bahan kepustakaan seperti buku, jurnal, artikel ilmiah, bahan yang diperoleh dari internet, teori atau pendapat para sarjana, dan surat kabar.
14
Hal ini dikemukakan dalam Ibid., hlm. 9, sejalan dengan argumen yang dikemukakan oleh Claudio Borio dalam tulisannya yang berjudul The Macroprudential Approach to Regulation and Supervision, 2009. Artikel ini dapat diakses melalui tautan http://www.voxeu.org/article/we-are-all-macroprudentialistsnow?quicktabs_tabbed_recent_articles_block=0 (diakses pada 14 Mei 2014). 15
Ibid., hlm. 8.
16
Ibid., hlm. 51.
17
Joan Church et.al., Human Rights from a Comparative and International Law Perspective (South Africa: Unisa Press, 2007), p. 36. 18
Soerjono Soekanto, op.cit., hlm. 10.
19
Ibid., hlm. 51.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
Penelitian ini menggunakan dua alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka dan wawancara.20 Dalam penelitian ini, studi dokumen merupakan alat pengumpulan data yang utama, yang kemudian didukung dengan hasil wawancara dengan narasumber. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini menggunakan data sekunder. Adapun jenis sumber data sekunder yang digunakan penulis dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.21 Bahan hukum primer yang digunakan oleh peneliti adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, Inggris, dan Jerman, yang terkait dengan penelitian ini. Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, terkait dengan isi maupun implementasinya. Bahan hukum sekunder yang digunakan oleh peneliti adalah buku, jurnal, artikel ilmiah, teori para sarjana, surat kabar, dan bahan yang diperoleh dari internet. Sedangkan bahan hukum tersier, merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, dimana dalam penelitian ini bahan hukum tersier yang digunakan oleh peneliti adalah kamus. Dalam mengolah dan menganalisis data yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif-analitis.22 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, proses analisis data dilakukan melalui suatu studi perbandingan, tepatnya micro-comparison. Micro-comparison adalah bentuk pendekatan yang digunakan terhadap suatu topik atau aspek tertentu, atau institusi hukum tertentu pada dua atau lebih sistem hukum.23 Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini membandingkan lembaga otoritas jasa keuangan di Indonesia, Jerman, dan Inggris secara spesifik mengenai kewenangan dalam hal tugas pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang dijalankan oleh ketiga lembaga tersebut, dan tidak secara keseluruhan. Oleh karena penelitian ini dilakukan dalam bentuk yuridis-normatif, maka lingkup penelitian ini berfokus pada substansi kewenangan lembaga dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan baik di Indonesia, Jerman, maupun Inggris; seperti undang-undang mengenai perbankan, undang-
20
Ibid., hlm. 66.
21
Ibid., hlm. 52.
22
Ibid., hlm. 250.
23
Joan Church et.al., op.cit., p. 38.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
undang mengenai bank sentral, undang-undang mengenai otoritas jasa keuangan tersebut, dan peraturan-peraturan terkait lainnya. Sehubungan dengan tipologi penelitian ini yang berbentuk deskriptif, maka hasil dari penelitian ini akan berbentuk deskriptif-analitis.
Hasil Penelitian Berdasarkan kajian yang dilakukan penulis terhadap UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Finanzdienstleistungsaufsichtgesetz (FinDAG/undang-undang otoritas jasa keuangan Jerman), Banking Act (KWG/undang-undang perbankan Jerman), dan Financial Services and Markets Act 2000 (undang-undang otoritas jasa keuangan dan sistem keuangan Inggris), maka dapat dirumuskan hasil penelitian sebagai berikut: 1. Kewenangan OJK dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan OJK menjalankan kewenangan pengaturan dan pengawasan mikroprudensial, sedangkan Bank Indonesia (BI) menjalankan kewenangan pengaturan dan pengawasan makroprudensial. Adapun kewenangan OJK meliputi kewenangan untuk mengatur (right to regulate), kewenangan untuk mengawasi (right to control), kewenangan untuk memberikan izin (right to license), dan kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), dan kewenangan untuk melakukan penyidikan (right to investigate). Empat kewenangan pertama merupakan kewenangan-kewenangan yang juga dimiliki BI ketika BI menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan, sedangkan kewenangan untuk melakukan penyidikan merupakan kewenangan baru yang dimiliki oleh OJK. 2. Perbandingan antara OJK, BaFin, dan FSA dalam hal kewenangan menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan: Tabel 1.1 Perbandingan OJK, BaFin, dan FSA Aspek Dasar hukum Bentuk lembaga dan hubungan
OJK UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) Independen (Pasal 2 ayat (2)), Terdapat anggota ex-
BaFin Finanzdienstleistungaufsichtgesetz (FinDAG)
FSA Financial Services and Market Act (FSMA)
Disebut sebagai independen secara finansial karena tidak dibiayai
Disebut sebagai independen karena merupakan lembaga di
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
dengan pemerintah
Sumber pendanaan
Lembaga yang diawasi
Bertanggung jawab kepada
Produk hukum
officio dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dalam jajaran Dewan Komisioner (Pasal 10 ayat (4))
pemerintah, tetapi tunduk pada pengawasan hukum dan teknis dari Kementerian Keuangan (Section 1 (1) dan (2))
APBN (pada awalnya) dan pungutan OJK (Pasal 37)
Iuran dari lembaga yang diawasi (Section 14)
Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya (Pasal 6) Masyarakat, melalui penyampaian laporan tahunan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 38) Peraturan OJK (Pasal 1 angka 11)
Perbankan, Asuransi, Jasa Sekuritas dan Pasar Modal (Section 4)
luar pemerintah, tetapi dipimpin oleh board yang ditunjuk oleh HMT dan wajib menyampaikan laporan ke HMT. (Schedule I, Paragraph 10) Iuran dari lembaga yang diawasi (Schedule I, Paragraph 17) Perbankan, Perusahaan Investasi, Perusahaan dan Broker Asuransi, Pasar Modal (Part II, III, IV, V)
Ministry of Finance (Section 1 (1) dan (2))
Her Majesty’s Treasury (Schedule I, Paragraph 10)
Orders (Section 17)
Rules, codes, statements, directions, general guidance (Schedule I, Paragraph 1 (2))
Pembahasan 1. Dalam hal kewenangan menjalankan pengaturan dan pengawasan perbankan OJK, BaFin, dan FSA sama-sama merupakan lembaga yang menjadi otoritas pengatur dan pengawas bagi sektor jasa keuangan, terutama otoritas yang menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di negaranya masing-masing. Meskipun ketiganya disebut sebagai otoritas yang bertanggung jawab terhadap kestabilan sektor perbankan, namun masing-masing dari ketiga lembaga tersebut memiliki lingkup kewenangan yang berbeda dalam menjalankan pengaturan dan pengawasan terhadap sistem perbankan. Uraian mengenai pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan yang dijalankan oleh otoritas pengatur dan pengawas ditinjau melalui 5 (lima) kewenangan, yaitu right to regulate, right to license, right to control, right to impose sanction, dan right to investigate. Right to regulate: terdapat perbedaan antara OJK, BaFin, dan FSA dalam hal kewenangan yang dimiliki masing-masing lembaga untuk membentuk peraturan. Di Indonesia, kewenangan OJK dalam hal pengaturan dijabarkan dalam Pasal 8 UU OJK, dimana OJK dalam melaksanakan tugas pengaturan berwenang untuk menetapkan berbagai macam peraturan, diantaranya adalah peraturan pelaksanaan UU OJK, peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan, peraturan OJK, peraturan mengenai pengawasan di sektor
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
jasa keuangan, dan peraturan-peraturan teknis lainnya.24 Sementara itu, lain halnya dengan BaFin. Di Jerman, tidak ada ketentuan baik dalam FinDAG maupun KWG yang mengatur mengenai kewenangan BaFin dalam hal pengaturan. Undang-undang Perbankan Jerman memang memuat ketentuan yang cukup terperinci mengenai teknis pelaksanaan kegiatan perbankan Oleh karena itu, BaFin dapat dikatakan tidak memiliki kewenangan untuk membentuk peraturan. Di Inggris, FSMA mengatur bahwa FSA memiliki kewenangankewenangan legislasi meliputi pembuatan rules, penerbitan codes, statements, pemberian directions, dan general guidance.25 Sehingga, dapat disimpulkan bahwa FSA memiliki kewenangan yang cukup besar dalam hal pembuatan peraturan teknis terkait tugas pengawasan yang dijalankannya. Right to license: dalam menjalankan tugas pengawasan, ketiga lembaga tersebut sama-sama memiliki kewenangan untuk memberikan maupun mencabut izin. Di Indonesia, OJK memiliki kewenangan untuk memberikan dan/atau mencabut izin-izin terkait yang dimiliki oleh Lembaga Jasa Keuangan.26 Hampir sama dengan di Indonesia, setiap usaha perbankan maupun jasa keuangan di sektor lainnya di Jerman wajib mendapatkan izin tertulis (written authorisation) dari BaFin sebelum memulai operasinya.27 FSA juga merupakan otoritas yang berwenang dalam mengeluarkan dan mencabut izin terkait operasi lembaga jasa keuangan di Inggris.28 Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa baik OJK, BaFin maupun FSA memiliki kewenangan yang hampir sama dalam hal memberi izin. Right to control:Secara umum, ketiga lembaga tersebut juga memiliki kewenangan dalam hal mengawasi. Namun, ada perbedaan antara pelaksanaan kewenangan mengawasi antara OJK, BaFin, dan FSA. Di Indonesia OJK memiliki kewenangan yang terbilang luas dalam hal pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 9 UU OJK.29 Di sisi lain, kewenangan mengawasi bank dijalankan oleh BaFin bersama-sama dengan Bundesbank. BaFin bersama-sama dengan Bundesbank dapat melaksanakan pengawasan secara on-site supervision, sedangkan off-site supervision melalui berbagai laporan dari bank dijalankan secara khusus oleh Bundesbank. Di Inggris, sejalan dengan regulatory objectives yang 24
Indonesia (3), op.cit., Pasal 8.
25
Inggris (1), op.cit., Schedule 1 Paragraph 1 Sentence (2).
26
Ibid., Pasal 9 huruf h.
27
Jerman (2), op.cit., Section 32 Sentence (1).
28
Inggris (1), op.cit., Section 33.
29
Indonesia (3), op.cit., Pasal 7 dan Pasal 9.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
dimilikinya, FSA memiliki kewenangan yang luas untuk menjalankan pengawasan dan pemeriksaan terhadap lembaga-lembaga penyedia jasa keuangan di Inggris. Right to impose sanction: secara umum, baik OJK, BaFin, maupun FSA memiliki kewenangan yang hampir sama dalam menjatuhkan sanksi dalam rangka menjalankan tugas pengawasan terhadap sektor jasa keuangan, terutama terhadap bank. Ketiganya memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif. Sedangkan dalam hal sanksi pidana, ketiganya tidak memiliki kewenangan tersebut, karena pengenaan sanksi pidana hanya dapat dijalankan oleh pengadilan melalui proses persidangan di negara masing-masing. Right to investigate: di Indonesia, dalam rangka menjalankan tugas pengawasan, OJK juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.30. Penyidikan dapat dilakukan oleh Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan OJK sebagaimana diatur dalam Bab XI UU OJK.31 Berbeda dengan Indonesia, dalam FinDAG maupun KWG tidak ada pasal yang mengatur mengenai adanya kewenangan BaFin untuk melakukan penyidikan secara keseluruhan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa BaFin sesungguhnya tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan; dimana penyidikan sesungguhnya dijalankan oleh otoritas lain yang berwenang untuk melakukan penyidikan di negara Jerman. Sedangkan di Inggris, FSA memiliki kewenangan untuk menyidik terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang diawasinya, dimana kewenangan ini terkait dengan kewenangan FSA untuk mengenakan sanksi. FSA bisa memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait dengan proses penyidikan,32 dan apabila pihak-pihak tersebut terbukti bersalah maka FSA dapat mengenakan sanksi berupa penalty. 2. Kerjasama antara Otoritas dengan Bank Sentral OJK dan FSA merupakan lembaga yang berwenang untuk menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan sistem perbankan secara menyeluruh tanpa ada keikutsertaan bank sentral dalam operasional pengawasannya. Pada kedua lembaga ini, keterlibatan bank sentral hanya sebatas singgungan pelaksanaan tugas bank sentral sebagai otoritas moneter 30
Ibid., Pasal 9 huruf c.
31
Ibid., Pasal 49.
32
“FSA Enforcement Procedures”, loc.cit.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
yang bertanggung jawab menjaga kestabilan sistem keuangan. Hal ini berbeda dengan BaFin, yang mengikutsertakan bank sentral secara langsung dalam menjalankan pengawasan bank. Di Indonesia, OJK memegang otoritas penuh dalam menjalankan pengawasan mikroprudensial, dan peran Bank Indonesia dalam hal ini adalah menjadi rekan OJK dalam menyusun peraturan-peraturan bagi sektor perbankan. Kerja sama antara Bank Indonesia dan OJK diatur secara terperinci dalam Keputusan Bersama antara Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner OJK. Bertolak belakang dengan Indonesia, tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di Jerman dijalankan oleh BaFin bersama-sama dengan Bundesbank dalam suatu kerangka kerja sama yang terpadu. Bundesbank sebagai bank sentral Jerman tidak hanya menjalankan pengawasan makroprudensial, tetapi juga terlibat dalam pengawasan mikroprudensial. Bundesbank menjadi otoritas yang menjalankan ongoing monitoring, yaitu pengawasan yang meliputi pemeriksaan segala dokumen dan laporan dari bank-bank di Jerman. Kemudian, laporan hasil pemeriksaan ini akan diserahkan kepada BaFin untuk dievaluasi dan dinilai, apakah bank tersebut sehat atau memerlukan tindakan tertentu. Dengan demikian, penilaian akhir dan keputusan final berada di tangan BaFin. Segala penilaian dan pemeriksaan yang dilakukan baik oleh Bundesbank maupun oleh BaFin dijalankan berdasarkan panduan dan standar yang telah ditetapkan dan dirumuskan bersama antara BaFin dan Bundesbank. Sistem check and balances ini dijalankan oleh BaFin dan Bundesbank dengan koordinasi dengan sangat baik, sehingga hasilnya adalah terjalankannya tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di Jerman dengan sangat baik. Di sisi lain, tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di Inggris dijalankan dalam sistem yang hampir mirip dengan Indonesia. Di Inggris, pengawasan mikroprudensial dijalankan oleh FSA secara sepenuhnya. Bank of England sebagai bank sentral hanya terlibat untuk mengelola pengawasan makroprudensial dengan tujuan memelihara kestabilan sistem keuangan. Selain itu, dapat pula dilihat adanya perbedaan sistem yang dijalankan oleh OJK, FSA, dan BaFin. Ada lembaga yang mengikutsertakan bank sentral dalam pengawasan mikroprudensial, dan ada lembaga yang memisahkan bank sentral sama sekali dari pengawasan mikroprudensial. Dalam hal ini, bentuk sistem yang dijalankan Indonesia lebih mirip dengan Inggris dibandingkan dengan Jerman, dimana bank sentral hanya terlibat dalam porsi pengawasan makroprudensial dari keseluruhan porsi pengaturan dan pengawasan perbankan. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hal yang terpenting dalam hubungan antara otoritas pengawas dengan bank sentral adalah bagaimana otoritas pengawas
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
sektor jasa keuangan dengan bank sentral dapat menjalankan koordinasi yang baik di antara mereka untuk mencapai sistem perbankan yang sehat, dan sejalan dengan itu, sistem keuangan yang sehat dan stabil. Namun, merujuk pada kegagalan FSA dan keberhasilan BaFin, penulis berpendapat bahwa merupakan hal yang penting untuk melibatkan bank sentral dalam pengaturan dan pengawasan perbankan, karena bagaimanapun bank sentral merupakan otoritas bagi sektor perbankan, sehingga pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan pasti akan bersinggungan dengan kewenangan bank sentral. Sehingga, akan lebih baik apabila porsi pengaturan dan pengawasan perbankan terutama dalam aspek makroprudensial juga dipegang dan dijalankan oleh bank sentral. Dikaitkan dengan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia, sistem yang diterapkan di Indonesia dengan OJK sebagai otoritas mikroprudensial dan Bank Indonesia sebagai otoritas makroprudensial sudah merupakan hal yang tepat. Berkaca pada keberhasilan BaFin, maka sebaiknya hubungan koordinasi antara OJK dan Bank Indonesia yang telah diatur dengan baik pada peraturan perundang-undangan dijalankan dengan maksimal dan menghindari adanya perselisihan informasi sedikit pun, agar tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia dapat dijalankan dengan baik. 3. Independensi Lembaga Antara OJK, BaFin, dan FSA, ketiganya merupakan lembaga dengan struktur dan kedudukan yang berbeda dalam negaranya masing-masing. Hal yang unik adalah ketiganya mengklaim bahwa lembaganya merupakan lembaga yang independen, namun hanya OJK yang mengatur mengenai independensi lembaga secara eksplisit di dalam undang-undang yang menjadi dasar hukum33. Di sisi lain, baik FinDAG maupun FSMA tidak memuat pasal yang secara eksplisit menerangkan mengenai status independen dari BaFin maupun FSA. Secara khusus dalam hal pengaturan dan pengawasan perbankan, Marc Quintyn dan Michael W. Taylor berpendapat bahwa lembaga yang menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan harus independen dalam tingkatan tertentu—baik independen terhadap pemerintah maupun terhadap industri yang diatur—dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan kepada lembaga tersebut dan berkontribusi dalam mencapai
33
Indonesia (3), op.cit.,Pasal 1 (1), Pasal 2 (2), dan Penjelasan Umum.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
kestabilan sistem keuangan.34
Semakin independen suatu lembaga pengawas, maka
diharapkan kinerja lembaga tersebut akan semakin baik terutama dalam hal mengambil tindakan terkait penanganan masalah-masalah yang timbul dalam sistem keuangan. Selain itu, dengan independennya suatu lembaga, maka kinerja pengawasan dapat dilakukan dengan lebih objektif sehingga pengawasan dapat berjalan dengan baik untuk mencapai sistem keuangan yang sehat dan stabil. Dalam pembahasannya mengenai independensi lembaga pengatur dan pengawas sektor perbankan, Quintyn dan Taylor mengemukakan 4 (empat) dimensi dari independensi, yaitu dalam aspek pengaturan (regulatory independence), aspek pengawasan (supervisory independence), aspek kelembagaan (institutional independence), dan aspek anggaran (budgetary independence).35 Oleh karena itu, pembahasan dalam terkait perbandingan antara OJK, BaFin, dan FSA dalam hal independensi masing-masing lembaga akan dilakukan melalui tinjauan berdasarkan keempat dimensi dari independensi tersebut. Aspek Pengaturan: Independensi dalam aspek pengaturan mengacu kepada kemampuan suatu lembaga pengawas dalam memiliki otonomi dalam tingkat tertentu untuk menetapkan suatu ketentuan dan peraturan, terutama dalam hal teknis, terhadap sektor yang diawasinya di dalam suatu kerangka hukum.36 Peraturan yang dimaksud dalam hal ini terutama adalah peraturan mengenai kehati-hatian atau prudential regulation, yang mencakup peraturan-peraturan yang sifatnya umum mengenai kriteria kecukupan modal dan ketentuan mengenai persyaratan manajemen senior dari suatu bank, hingga peraturan-peraturan yang sifatnya khusus seperti batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit), ketentuan mengenai klasifikasi pinjaman, maupun ketentuan mengenai pinjaman-pinjaman luar negeri.37 Independensi pengaturan dapat mengacu kepada sejauh mana suatu lembaga dapat membentuk peraturan tanpa adanya campur tangan dari pihak lain, dalam hal ini adalah campur tangan pemerintah. Berdasarkan uraian mengenai kewenangan membuat peraturan sebagaimana telah dijabarkan di atas, maka hanya OJK dan FSA yang memiliki kewenangan 34
Dalam naskah asli tulisan tersebut dikemukakan bahwa “bank regulators and supervisors need a substantial degree of independence—both from the government and the industry—in order to fulfill their mandate and contribute to that achievement and preservation of financial (sector) stability. Lebih lanjut lihat Marc Quintyn dan Michael W. Taylor, Regulatory and Supervisory Independence and Financial Stability, International Monetary Fund Working Paper, Maret 2002, p. 3. 35
Ibid., p. 13.
36
Ibid., p. 14.
37
Ibid., p. 15.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
dalam membuat peraturan. BaFin tidak memiliki kewenangan untuk membuat peraturan teknis. Di antara OJK dan FSA, hanya OJK yang dalam undang-undang dijelaskan secara eksplisit bahwa OJK merupakan lembaga yang bersifat independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. Di sisi lain, FSA merupakan lembaga yang sangat dipengaruhi oleh HM Treasury, terutama dalam hal penunjukan executive board. Sehingga, dapat dilihat bahwa FSA memang merupakan lembaga yang tidak independen. Namun, meskipun OJK dinyatakan sebagai lembaga yang independen, sangat disayangkan UU OJK tidak mengatur mengenai adanya larangan intervensi38 dari pihak lain, terutama pemerintah, terhadap pelaksanaan tugas OJK. Bank Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU Bank Indonesia dilindungi terhadap segala bentuk intervensi dari pihak-pihak luar, dan terhadap semua pihak yang melakukan intervensi dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UU Bank Indonesia. Tidak adanya larangan intervensi ini menunjukkan bahwa independensi OJK sesungguhnya masih terbilang lemah, karena tidak ada pagar yang membatasi apabila ada pihak lain yang hendak turut campur dalam pelaksanaan tugas-tugas OJK. Sehingga, dapat dinyatakan bahwa OJK merupakan lembaga yang paling independen diantara ketiganya, meskipun sayangnya tidak ada ketentuan yang memperkuat status independen OJK tersebut. Aspek Pengawasan: Independensi dalam aspek pengawasan mengacu kepada kemampuan suatu lembaga pengawas dalam menjalankan tugas pengawasannya terhadap sektor yang diawasi, meliputi kemampuannya untuk menjalankan pemeriksaan baik secara on-site maupun off-site, kemampuan untuk menjatuhkan sanksi dan menjalankan penerapan sanksi tersebut.39 Independensi dalam aspek pengawasan dapat mengacu kepada sejauh mana suatu lembaga dapat mengawasi tanpa adanya campur tangan dari pihak lain, dalam hal ini adalah campur tangan pemerintah. Kajian mengenai independensi ketiga lembaga tersebut dalam aspek pengawasan hampir sama dengan independensi lembaga dalam hal pengaturan. Secara umum, OJK merupakan lembaga yang paling independen di antara ketiganya, karena BaFin tunduk pada pengawasan teknis maupun hukum dari Ministry of Finance dan begitu pula FSA yang berkewajiban menyampaikan laporan kepada HM Treasury. Aspek Kelembagaan: Independensi suatu lembaga pengawas dalam aspek kelembagaannya merujuk kepada status dari lembaga tersebut sebagai suatu institusi yang 38
Larangan intervensi semacam ini termuat juga dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dimana terdapat adanya larangan terhadap campur tangan dari pihak manapun terhadap kinerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. 39
Quintyn dan Taylor, op.cit., p. 17.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
terpisah dari kekuasaan eksekutif dari pemerintahan.40 Beberapa hal yang penting terkait pembahasan mengenai independensi dalam aspek kelembagaan meliputi (1) status dan kedudukan lembaga tersebut dalam struktur pemerintahan, dan (2) mekanisme penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian pimpinan lembaga. Pasal 2 ayat (2) UU OJK menyatakan secara eksplisit bahwa OJK merupakan lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, termasuk di dalamnya adalah campur tangan pemerintah. Berbeda dengan OJK, Section 1 (1) dan (2) FinDAG menyatakan bahwa BaFin adalah lembaga yang tunduk pada pengawasan hukum dan teknis dari Kementerian Keuangan. Hampir sejalan dengan BaFin, FSA berdasarkan Schedule I Paragraph 10 FSMA dinyatakan sebagai lembaga yang berada di luar pemerintah, tetapi wajib menyampaikan laporan kepada HMT (Kementerian Keuangan Inggris). Berdasarkan hal tersebut, maka terlihat bahwa dalam hal status dan kedudukan lembaga, OJK merupakan lembaga yang paling independen diantara ketida lembaga tersebut. Yang kedua, adalah pembahasan mengenai independensi kelembagaan ditinjau dari proses penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian pimpinan lembaga tersebut. UU OJK mengatur bahwa Dewan Komisioner OJK ditetapkan oleh Presiden melalui Keputusan Presiden.41 Masa jabatan anggota Dewan Komisioner OJK (selain anggota ex-officio) adakah selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) masa jabatan.42 Anggota Dewan Komisioner dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden atau Gubernur Bank Indonesia atau Menteri Keuangan (untuk anggota Dewan Komisioner ex-officio Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan). DI Jerman, Section 9 FinDAG mengatur bahwa Executive Board BaFin ditunjuk oleh Presiden Federal Jerman berdasarkan usulan yang diberikan oleh Pemerintah Federal Jerman. Masa kerja anggota Executive Board pada umumnya adalah 8 (delapan) tahun dan dapat kembali ditunjuk untuk menjadi anggota Executive Board tanpa ada batasan jumlah penunjukannya.43 Di Inggris, Schedule I Paragraph 2 FSMA mengatur bahwa FSA memiliki Executive Board; dimana didalamnya termasuk seorang Chairman (Ketua).44 Executive Board ini ditunjuk oleh
40
Quintyn dan Taylor, op.cit., p. 20.
41
Indonesia (3), op.cit., Pasal 10 ayat (3).
42
Indonesia (3), op.cit., Pasal 14 ayat (3).
43
Jerman (1), op.cit., Section 9.
44
Inggris (1), op.cit., Schedule I Paragraph 2 Sentence (1) dan (2).
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
HM Treasury.45 Tidak ada ketentuan dalam FSMA yang mengatur mengenai masa jabatan anggota Executive Board tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa HM Treasury memiliki kewenangan penuh untuk menunjuk siapapun untuk menjadi anggota dalam Executive Board FSA, dan di sisi lain berwenang penuh pula untuk memberhentikan anggota Executive Board FSA kapanpun itu. Melihat kepada cara pemilihan, penunjukan, dan pengangkatan pimpinan lembaga, maka dapat disimpulkan bahwa OJK dan BaFin masih lebih independen daripada FSA. Dengan demikian, terlihat bahwa FSA sama sekali tidak independen secara kelembagaan: FSA berada di bawah kontrol penuh dari Pemerintah Inggris, dalam hal ini melalui HM Treasury. Aspek Anggaran: Independensi dalam aspek anggaran mengacu kepada sejauh mana peran pemerintah, dalam hal ini kekuasaan eksekutif maupun legislatif, dalam mengontrol anggaran dan penggunaan anggaran lembaga pengawas. Suatu lembaga akan dipandang sebagai lembaga yang paling independen dan paling mampu mengambil tindakan dan respon tertentu terhadap hal-hal yang diatur dan diawasinya apabila lembaga tersebut secara otonom memiliki sumber dana sendiri dan menetapkan besaran dana yang dianggarkan serta tujuan penggunaan anggaran tersebut.46 Baik OJK, BaFin, maupun FSA, ketiganya memberlakukan adanya pungutan dari institusi yang diawasi olehnya sebagai sumber pendanaan utama. BaFin menarik pungutan dan mengelola pungutan dari lembaga yang diawasi berdasarkan ketentuan Section 14 FinDAG, dan FSA juga menarik pungutan sejenis berdasarkan Schedule I Paragraph 17 FSMA. Begitu pula dengan OJK, yang mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan berdasarkan Pasal 37 ayat (1) UU OJK. Simpulan Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik dua simpulan sebagai berikut: pertama, lembaga Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia dalam menjalankan tugasnya sebagai otoritas baru yang mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan memiliki berbagai kewenangan, secara khusus dalam mengatur dan mengawasi bank OJK mempunyai kewenangan yang meliputi kewenangan untuk membuat peraturan, kewenangan untuk memberikan atau mencabut izin, kewenangan untuk mengawasi, kewenangan untuk mengenakan sanksi, dan kewenangan untuk melakukan penyidikan. Selain itu, saat ini tugas pengaturan dan 45
Ibid., Schedule I Paragraph 2 Sentence (3).
46
Quintyn dan Taylor, op.cit., p. 21.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
pengawasan perbankan memang dijalankan oleh OJK, namun masih ada peran Bank Indonesia dalam hal ini, yaitu menjalankan pengawasan makroprudensial. OJK dan Bank Indonesia juga memiliki keharusan untuk berkoordinasi dalam hal menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan, yang diwujudkan dalam hal-hal seperti pembuatan peraturan, pertukaran informasi, koordinasi saat adanya bank yang dilanda krisis, dan hal-hal lain yang terkait dengan tugas Bank Indonesia dalam mengawasi sistem pembayaran. Kedua, dalam hal perbandingan ketiga lembaga mengenai kewenangan dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: a. Secara umum OJK memiliki kewenangan yang luas, ditinjau dari kewenangan untuk mengatur, mengawasi, memberi izin, mengenakan sanksi, dan menginvestigasi. Berbeda halnya dengan BaFin yang tidak memiliki kewenangan untuk mengatur dan untuk menyidik, sedangkan kerangka kewenangan yang dimiliki FSA hampir sama dengan OJK. b. Ditinjau dari sisi independensi, dapat disimpulkan bahwa OJK merupakan lembaga yang paling independen dibandingkan dengan kedua lembaga lainnya, karena FSA dan BaFin tunduk secara kelembagaan kepada Kementerian Keuangan di negara masingmasing. FSA dan BaFin hanya independen secara anggaran karena sumber pendanaannya berasal dari pungutan yang ditarik dari lembaga-lembaga keuangan yang diawasi. c. Hal yang terpenting dalam pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di negara yang memiliki otoritas lembaga keuangan yang terintegrasi adalah adanya koordinasi dan kerja sama yang baik antara otoritas tersebut dengan bank sentral. OJK telah memiliki kerangka koordinasi yang baik dengan Bank Indonesia sebagai bank sentral, sehingga diharapkan kerangka koordinasi tersebut dapat diimplementasikan dengan baik sehingga dengan adanya OJK tugas pengaturan dan pengawasan perbankan dapat dijalankan dengan lebih baik.
Saran Berdasarkan simpulan tersebut, ada dua saran yang dapat penulis berikan terkait hal ini. Yang pertama, OJK dan Bank Indonesia perlu mengelola dan membangun koordinasi serta kerja sama yang baik sesuai dengan kerangka kerja sama yang telah diatur baik dalam UU OJK maupun dalam Surat Keputusan Bersama Gubernur Bank Indonesia dan Ketua
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
Dewan Komisioner OJK, terutama untuk mengantisipasi adanya krisis perbankan yang mungkin timbul di masa yang akan datang. Hal ini sangat penting, mengingat sektor perbankan sangat rentan terhadap adanya krisis yang bisa berdampak sistemik terhadap keseluruhan sistem keuangan. Saran kedua adalah sebaiknya terhadap independensi OJK diberikan juga pagar perlindungan tambahan berupa larangan intervensi dari pihak manapun yang diikuti dengan sanksi pidana. Hal ini dapat membantu memperkuat OJK agar dapat menjadi otoritas pengatur dan pengawas sektor perbankan yang benar-benar independen sehingga dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan objektif dan bebas dari pengaruh apapun.
Daftar Referensi Buku Church, Joan, et.al. Human Rights from a Comparative and International Law Perspective. South Africa: Unisa Press, 2007. Lash, Nicholas A. Banking Laws and Regulations: An Economic Perspective. New Jersey: Prentice Hall Inc., 1987. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: UI Press, 2010. Warjiyo, Perry (Ed.). Bank Indonesia: Bank Sentral Republik Indonesia: Sebuah Pengantar. Cet. 1. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia, 2004. Artikel/Jurnal Ilmiah Quintyn, Marc dan Michael W. Taylor. “Regulatory and Supervisory Independence and Financial Stability”. International Monetary Fund Working Paper. Maret 2002. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. Undang-undang Bank Indonesia. UU No. 23 Tahun 1999. LN No. 66 Tahun 1999. TLN No. 3843. ________. Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan. UU No. 21 Tahun 2011. LN No. 111 Tahun 2011. TLN No. 5253. ________. Undang-undang Perbankan. UU No. 7 Tahun 1992. LN No. 32 Tahun 1992. TLN No. 3473.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014
________. Undang-undang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. UU No. 10 Tahun 1998. LN No. 182 Tahun 1998. TLN No. 3790. ________. Undang-undang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. UU No. 3 Tahun 2004. LN No. 7 Tahun 2004. TLN No. 4901. Dokumen Her Majesty’s Treasury. A New Approach to Financial Regulation: Judgement, Focus, and Stability. CM 7874. United Kingdom: Her Majesty’s Stationary Office, 2010.
. Inggris. Financial Services and Markets Act. 2000. . Jerman. Act Establishing the Federal Financial Supervisory Authority (Finanzdienstleistungsaufsicht – FinDAG). Federal Law Gazette I Page 1310. . ________. Banking Act (Gesetz über das Kreditwesen - KWG). Federal Law Gazette I Page 2776. . Publikasi Elektronik Borio, Claudio. The Macroprudential Approach to Regulation and Supervision. 2009. (diakses pada 14 Mei 2014). “FSA Enforcement Procedures”. (diakses pada 1 Juni 2014). Sumber Lain Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Surat Keputusan Bersama Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan tentang Kerja Sama dan Koordinasi dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. SK Gubernur Bank Indonesia Nomor 15/1/KEP.GBI/2013. SK Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor PRJ-11/D.01/2013. Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan. Jakarta, 2010.
Analisis tugas…, Risha Emyta, FH UI, 2014