IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PENGATURAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN (Studi Analisis di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam (S.H.I)
Oleh: MUH ASROI NIM. 214 11 028
JURUSAN S1-HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015
1
NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal
: Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa : Nama
:
Muh Asroi
NIM
:
214 11 028
Judul
:
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PENGATURAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN (Studi Analisis di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga). dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqosyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
2
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYARI’AH Jalan Nakula Sadewa V No. 9 Telp.(0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722 Website : www.iainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
PENGESAHAN Skripsi Berjudul : IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP PENGATURAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN (Studi Analisis di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga). Oleh : MUH ASROI NIM. 214 11 028
3
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
:
Muh Asroi
NIM
:
214 11 028
Jurusan
:
S1 Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas
:
Syari’ah
Judul
:
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN
2011
KEUANGAN
TENTANG
TERHADAP
PENGAWASAN
LEMBAGA
OTORITAS
JASA
PENGATURAN
DAN
PERBANKAN
(Studi
Analisis di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga).
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan (Plagiat) dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah (Buku Pedoman IAIN Salatiga).
4
MOTO PENULIS “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” ( Qs. Al-Imran:139). --------------------o-----------------“Allah selalu menciptakan kejaiban ketika kita mau memberikan keajaiban kecil yang mampu kita lakukan dan membaginya pada orang lain motivator terbesar dan terhebat tidak lain adalah diri sendiri, kesuksesan yang membentang luas dihadapan hanya akan teraih dengan keberanian dan kemauan sebuah langkah pertama terlebih dahulu, sukses adalah tentang kemauan dan kerja keras” (Muhammad Asroi). --------------------o-----------------“Tuhan menciptakan manusia dalam bentuk yang berbeda, keterbatasan dan kekurangan, tetapi semua itu bukan menjadikan manusia patah semangat untuk menjalani kehidupan, semua itu akan menjadi keunikan dan kelebihan setiap pada diri manusia itu sendiri dan bagaimana manusia itu bisa meraih kesuksesan dengan keterbatasan yang ada, Suskses datang pada mereka yang mau bertindak dan mau merealisasikannya dengan kehidupan “ (Muhammad Asroi). ---------------------o-----------------“Kebahagian seseorang diukur bukan karna banyak hartanya melainkan kebahagian itu ketika kita mau bersyukur atas nikmat yang allah berikan” (Muhammad Asroi).
5
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini kepada : 1. Bapak Pawit dan ibu Wasilah tercinta, yang telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta pengorbanan selama ini. 2. Adik ku Siti Anifah, yang telah memberikan kasih sayangnya dan mendoakan agar selalu tetap istiqomah dalam hal apapun. 3. Kakak-kakak dan adik Ponakan dari keluarga Mawardi Muhdi Mundakir (M3) Law Foundation yang telah membantu dalam studi di IAIN Salatiga, baik materiil maupun non materiil. 4. Para guru sejak Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi yang penulis sayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh kesabaran. 5. Aiif Japanise Corporation yang telah memberikan kehidupan bermakna, pencerahan dan motivasi yang berarti sehingga penulis bisa semangat dalam menjalani kehidupan. 6. Abdi Masyarakat Law Foundation yang telah menerima penulis untuk mengembangkan ilmu hukum hingga saat ini. 7. Almamater Tercinta Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang penulis banggakan.
6
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat kami selesaikan sesuai dengan yang
diharapkan.
Kami
juga
bersyukur
atas
rizki
dan
kesehatan
yang telah diberikan oleh-Nya sehingga kami dapat menyusun Penulisan Skripsi ini. Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih, Spirit Perubahan, Rasullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat-sahabatnya, syafa’at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan nanti. Penulisan Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I), Fakultas Syari’ah, Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah yang berjudul: “Implementasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengaturan Dan Pengawasan Lembaga Perbankan (Studi Analisis Di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga)”. Penulis mengakui bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga
7
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah di IAIN Salatiga. 3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.I., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari’ah Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar dan baik. 4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah di IAIN Salatiga. 5. Bapak Farkhani, S.H.I., S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing yang selalu meberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan. 6. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan. 7. Bapak Gery Baldi, selaku Direktur Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga yang telah berkenan memberikan izin penelitian di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga serta memberikan informasi berkaitan penulisan skripsi. 8. Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan Regional IV di Semarang, C.q Ibu Sulistianingsih selaku Departemen Informasi dan Dokumen OJK yang telah berkenan memberikan izin penelitian di kantor Perwakilan Otoritas Jasa Keuangan yang berada di Semarang yang telah memberikan informasi
8
berkaitan penulisan skripsi tentang pelaksanaan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang OJK. 9. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi Fakultas Syari’ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan apapun. 10. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2011 di IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga. 11. Lembaga Bantuan Hukum Asyka Justice dan Advokat yang telah memberikan pengalaman dan ilmu mengenai hukum serta persoalan hukum yang ada di masyarakat. 12. Lembaga Pendampingan Usaha (LPU) “Katalis” yang bisa memberikan inspirasi dalam diskusi ekonomi dan kemasyarakatan. 13. Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) dan Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI) yang telah menjadikan penulis melihat Dunia dalam mempelajari hukum. 14. Sacipto Rahardjo Institute yang telah memberikan pemikiran berkenaan hukum progresif yang ada di Indonesia. 15. Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) IAIN Salatiga dan Forum Silaturrahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Indonesia yang telah memberikan ilmu ekonomi dan organisasi ekonomi islam.
9
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amiin. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini dibaca dan dipahami. Akhirnya, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga,
Mei 2015
Penulis.
10
ABSTRAK Asroi, Muh. 2015. Implementasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Perbankan (Studi Analisis di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga). Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan. S1 Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Farkhani, S.H.I., S.H., M.H. Kata Kunci : Implementasi, Pengaturan dan Pengawasan, UU No. 21 Tahun 2011, OJK. Dalam penelitian ini akan mengkaji tentang Implementasi UndangUndang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Perbankan (Studi Analisis di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga). Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana Implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Terhadap Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga (2) Hambatan dan Upaya apa saja yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 terhadap pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan penelitian kualitatif dengan pendekatan yang dilakukan memakai pendekatan Yuridis Normatif yang bersifat deskriptif analitis. Pendekatan yuridis normatif (normative law research) menggunakan studi hukum normatif berupa produk perilaku hukum. Pendekatan ini berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi pelaksanaan undang-undang. Deskriptif analitis itu menggambarkan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengaturan Dan Pengawasan Lembaga Perbankan (Studi Analisis di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga). Temuan penelitian ini menunjukan bahwa, Pertama: Implementasi Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Terhadap Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga belum dilaksanakan sepenuhnya oleh Otoritas Jasa keuangan. Alasan OJK belum mengimplementasikan UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK salah satunya adalah menghindari terjadinya penyesuaian yang menyulitkan kondisi perbankan nasional dan menghindari terjadinya gangguan pada sistem perbankan secara nasional. Kedua: Hambatan dan Upaya yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Implementasi Undang-undang No. 21 Tahun 2011 terhadap pengaturan dan pengawasan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga meliputi hambatan internal dan ekternal dan upaya yang dilakukan OJK untuk mengatasi hambatan yaitu; menambah Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, Melakukan sharing knowledge, continuous education, best practice learning program.
11
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...........................................................................................
i
NOTA PEMBIMBING........................................................................................
ii
PENGESAHAN………………………………………………………………...
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...........................................................
iv
MOTO..................................................................................................................
v
PERSEMBAHAN………………………………………………………………
vi
KATA PENGANTAR.........................................................................................
vii
ABSTRAK...........................................................................................................
xi
DAFTAR ISI.......................................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH............................................
1
B. FOKUS PENELITIAN…............................................................
8
C. TUJUAN PENELITIAN.............................................................
8
D. KEGUNAAN PENELITIAN......................................................
9
E. PENEGASAN ISTILAH.............................................................
10
F. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................
11
G. METODE PENELITIAN............................................................
14
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian............................................
14
2. Kehadiran Peneliti.................................................................
16
3. Lokasi Penelitian...................................................................
17
4. Sumber Data..........................................................................
17
5. Prosedur Pengumpulan Data.................................................
19
6. Analisis Data.........................................................................
21
7. Pengecekan Keabsahan Data.................................................
21
8. Tahap-tahap Penelitian..........................................................
22
H. SISTEMATIKA PENULISAN...................................................
23
12
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DAN PERBANKAN A. Otoritas Jasa Keuangan (OJK).…………………………………
25
B. Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan……….....
36
C. Lembaga Perbankan……………………………………………
43
D. Penilaian
BAB III
Kesehatan
Bank
dan
Prinsip-Prinsip
Perbankan………………………………………………………
56
GAMBARAN PENGATURAN DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN DI BANK SYARI’AH MANDIRI CABANG SALATIGA A. Gambaran Umum Bank Syari’ah Mandiri (BSM)…………….
62
B. Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga……………………………..
68
C. Hambatan dan Upaya Otoritas Jasa Keuangan dalam Implementasi Undang-Undang No. 21 Tahun 2011…………... BAB IV
73
ANALISIS TERHADAP PENGATURAN DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN DI BANK SYARI’AH MANDIRI CABANG SALATIGA A. Analisis Implementasi Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Terhadap Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga……………………….
78
B. Analisis Hambatan dan Upaya Otoritas Jasa Keuangan dalam Implementasi Undang-Undang No. 21 Tahun 2011…………... BAB V
84
KESIMPULAN A. Kesimpulan.................................................................................
88
B. Saran...........................................................................................
89
C. Penutup………………………………………………………...
90
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
13
DAFTAR GAMBAR
Tabel. 5.1 Struktur Organisasi Bank Syari’ah Mandiri…………......................
14
67
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Berdasarkan tujuan nasional yang tertuang di dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Maka dalam melaksanakan tujuan nasional tersebut perlu adanya pembangunan nasional yang dilakukan dari, oleh dan untuk rakyat dan serta dilaksanakan di dalam segala aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek hukum, ekonomi, politik, sosial budaya dan aspek pertahanan dan keamanan. Bank Indonesia dalam perannya sebagai Bank Sentral adalah stake holder yang memiliki posisi yang sangat strategis dalam
mendukung
pembangunan nasional dalam hal perekonomian negara baik dalam melayani pemerintahan negara maupun dunia keuangan dan perbankan di Indonesia, Bank Sentral sebagai Lembaga Tinggi Negara yang berwenang untuk melakukan pengawasan dan melakukan fungsi regulasi terhadap kebijakan moneter sebuah negara, adalah aspek penting dalam tercapainya cita-cita stabilitas ekonomi pada sebuah negara. Stabilitas ekonomi yang kemudian berujung pada tercapainya cita-cita bernegara dalam upaya mendorong
terciptanya
general
15
welfare
dilakukan
dengan
mengoptimalkan fungsi pengawasan dari Bank Sentral, dalam hal ini Bank Indonesia. Dasar kewenangan Bank Indonesia selaku Bank Sentral, dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap bank-bank yang ada di Indonesia diatur di dalam Pasal 8 huruf C Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Bank Indonesia. Bank merupakan perusahaan jasa yang menyediakan jasa keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat. Bank mempunyai fungsi sebagai lembaga intermediasi yaitu memberikan jasa lalu lintas pembayaran, serta sebagai sarana dalam pelaksanaan kebijakan moneter, sehingga bank mempuyai peran yang penting dalam kehidupan perekonomian. Fungsi intermediasi berarti menghubungkan kepentingan pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara, bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari sistem keuangan dan pembayaran dunia. Mengingat hal itu, maka bila suatu bank telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter di Negara yang bersangkutan, bank tersebut menjadi milik masyarakat. Oleh karena itu, eksistensinya bukan saja harus dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri, tetapi juga oleh masyarakat nasional dan global (Sutedi, 2007: 1).
16
Mengingat kegiatan perbankan bergerak dengan dana dari masyarakat atas dasar kepercayaan, maka setiap pelaku perbankan diharapkan tetap menjaga kepercayaan masyarakat tersebut. Kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan akan terjaga apabila sektor perbankan itu sendiri diselenggarakan dikelola dengan prinsip kehatihatian sehingga selalu terpelihara kondisi kesehatannya. Sejalan dengan harapan tersebut, bank Indonesia sebagai bank sentral yang mempunyai peran pula dalam menentukan dan memberikan arah perkembanganperbankan serta melindungi masyarakat, maka Bank Indonesia mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan perbankan (Djumhana, 2000: 276). Disitulah letak peran pentinnya pengawasan bank, karena sistem perbankan memiliki fungsi dan peran yang sangat penting dan strategis dalam menggerak tumbuhkan perekonomian. Setiap negara senantiasa berupaya agar lembaga perbankan selalu berada dalam kondisi yang sehat, aman, dan stabil. Kesehatan suatu bank adalah kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Suatu sistem perbankan dalam kondisi yang tidak sehat akan menyebabkan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi tidak akan berfungsi dengan optimal. Jika fungsi intermediasi terganggu maka alokasi dan penyediaan dana dari perbankan untuk kegiatan investasi dan
17
membiayai sektor-sektor yang produktif dalam perekonomian menjadi terbatas. Sistem perbankan yang tidak sehat juga akan mengakibatkan lalu lintas pembayaran yang dilakukan oleh sistem perbankan tidak lancar dan efisien, selain itu sistem perbankan yang tidak sehat juga akan menghambat efektivitas kebijakan moneter. Kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik, pengelola bank, masyarakat, pengguna jasa bank dan Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank. Faktor kepercayaan dari masyarakat juga merupakan faktor yang utama dalam menjalankan bisnis perbankan, sehingga bank dituntut untuk mempunyai kemampuan mengelola kinerja keuangan dengan baik agar dapat menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. Pada tahun 1997/1998 Indonesia memasuki krisis ekonomi yang diawali dengan turunya nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika. Krisis ekonomi itu juga melanda industri perbankan nasional, selanjutnya dikenal sebagai krisis perbankan nasional. Krisis perbankan telah mempengaruhi bangsa dan akhirnya menimbulkan krisis politik nasional. Bank komersial dilikuidasi oleh pemerintah, sebelas bank diambil alih dan 36 bank direstrukturisasi yang menghabiskan biaya
lebih dari US$ 25 Milyar.
Krisis tersebut juga mengakibatkan turunya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan pemerintah, sehingga memicu penarikan dana secara besar-besaran, semakin turunnya permodalan bank-bank, banyak
18
bank tidak mampu melunasi kewajibannya karena menurunnya nilai tukar rupiah dan manajemen tidak professional (Yumya, 2008: 28). Sejalan dengan amanat Pasal 34 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia adalah dibentuknya lembaga pengawas pada jasa keuangan yang dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dengan lahirnya lembaga Otoritas Jasa Keuangan, maka peran serta Bank Indonesia sebagai lembaga pengawasan Bank beralih kepada lembaga Otoritas Jasa Keuangan. Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga negara yang mempunyai fungsi regulasi (pengaturan) dan supervisi (pengawasan) terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Sektor jasa keuangan tersebut meliputi, jasa keuangan di sektor perbankan, kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, agar kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, haruslah juga diikuti dengan suatu sistem pengaturan dan pengawasan yang baik dan taat hukum (Batunagar, 2006: 2). Alasan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ini antara lain makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa
19
keuangan. Disamping itu, salah satu alasan rencana pembentukan Otoritas Jasa Keuangan adalah karena pemerintah beranggapan bahwa Bank Indonesia, sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sektor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, dimana sebanyak 16 bank dilikuidasi pada saat itu (Yumya, 2008: 28). Kehadiran Bank yang berprinsip syari’ah di Indonesia masih relatife baru, yaitu baru awal tahun 1990-an, meskipun masyarakat Indonesia merupakan masyarakat muslim terbesar di dunia. Prakarsa untuk mendirikan Bank Syari’ah Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990. Namun, diskusi tentang Bank Syari’ah sebagai basis ekonomi islam sudah mulai dilakukan pada awal tahun 1980. Bank Syari’ah pertama di Indonesia merupakan hasil tim perbankan MUI, yaitu dengan dibentuk PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang akta pendiriannya ditanda tangani tanggal 1 November 1991. Bank ini ternyata berkembang cukup pesat sehingga saat ini BMI sudah memiliki puluhan cabang yang tersebar dibeberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, bandung, dan kota lainya. Dalam perkembangan selanjutnya kehadiran Bank Syari’ah di Indonesia khususnya cukup menggembirakan. Disamping BMI, saat ini juga telah lahir Bank Syari’ah milik pemerintah seperti Bank Syari’ah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri bank Syari’ah sebagai
20
cabang dari konvensional yang sudah ada, seperti Bank BNI, Bank IFI, dan lainnya (Kasmir, 2009: 187, 189). Sedangkan konsep dasar Bank Syari’ah menerapkan prinsip sistem bagi hasil dan jual beli sesuai Al-Quran, QS. Al-Baqarah (2):275 yaitu:
Artinya: Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (QS. Al-Baqarah 275).
Berdasarkan dari latar belakang tersebut, penulis ingin mengkaji bagaimana pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan setelah adanya UU No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK, mengingat perkembangan industri perbankan saat ini berkembang sangat pesat, sehingga penulis menyusun suatu penelitian dengan Judul: “Implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengaturan
21
dan Pengawasan Lembaga Perbankan (Studi Analisis di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga).”
B. FOKUS PENELITIAN Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, dirumuskanlah beberapa masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Terhadap Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga ? 2. Hambatan dan upaya apa saja yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 terhadap pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga ?
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu sebagai berikut : a. Untuk mengetahui Implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Terhadap Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga. b. Untuk mengetahui hambatan dan upaya yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 terhadap pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga.
22
D. KEGUNAAN PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini tidak hanya berguna untuk pribadi tetapi juga berguna untuk orang lain. Kegunaan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu Hukum pada umumnya dan dibidang Hukum Perbankan pada khususnya, terutama dalam pengawasan perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 2) Manfaat Praktis a. Bagi
Pemerintah
bermanfaat
memberikan
masukan
pada
pemerintah dalam menilai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku saat ini agar tidak tumpang tindih sehingga dapat diterapkan kepastian hukum. Saran dan penilaian terhadap isi peraturan
Perundang-undangan
tersebut
selanjutnya
dapat
dijadikan masukan apabila akan dilakukan revisi Peraturan Perundang-undangan. b. Bagi Bank Indonesia, agar dapat lebih fokus memperhatikan fungsinya yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan moneter
serta
mengatur
dan
menjaga
kelancaran
sistem
pembayaran. c. Bagi Otoritas Jasa Keuangan memberikan masukan dalam pelakasanaan fungsi pengawasan kegiatan sektor Jasa keuangan
23
agar teratur, adil, transparan, dan mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. d. Bagi Penulis, dengan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam pengetahuan pengawasan Otoritas Jasa keuangan. Selain itu kegiatan penelitian dan permasalahan yang akan diteliti sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy.).
E. PENEGASAN ISTILAH Peneliti sampaikan bahwa untuk meghindari kesalah pahaman, maka penulis kemukakan pengertian judul penelitian ini sebagai berikut: Implementasi menurut Udoji yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab (2002: 59), adalah pelaksanaan atau sesuatu kebijakan yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak di implentasikan. Pengertian implementasi diatas apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti Undang-Undang dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau di implementasikan, tetapi sebuah kebijakan dilaksanakan atau di implementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang di inginkan (Wahab, 2002: 64).
24
Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan Syari’ah
sebagaimana
dimaksud
dalam
undang-undang mengenai
perbankan dan undang-undang mengenai perbankan Syari’ah. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa keuangan adalah Lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.
F. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian ini tidak merupakan duplikasi atau pengulangan dari penelitian yang ada. Karena penelitian yang penulis teliti ini menganalisis mengenai “Implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas
Jasa
Keuangan
Terhadap
Pengaturan
dan
Pengawasan Lembaga Perbankan (Studi Analisis di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga.” Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan perbandingan bagi penelitian ini antara lain yaitu terdapat beberapa penelitian terkait yang membahas tentang Otoritas Jasa keuangan diantaranya:
25
Pertama, Skripsi Rahma Safitri (Universitas Sebelas Maret Surakarta Fakultas Ilmu Hukum ) 2013, dengan judul “Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Melakukan Pengawasan Perbankan Di Indonesia (Berdasarkan Berlakunya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan)”. Skripsi ini menjelaskan tentang idependensi pengawasan perbankan yang akan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga independen berdasarkan Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa keuangan (OJK). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dilator belakangi amanat Pasal 34 Undang-undang Bank Indonesia untuk mengalihkan pengawasan perbankan kepada Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (LPJK) yang idependen maka disahkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pengalihan pengawasan perbankan dikarenakan Bank Indonesia sebagai pengawas perbanakan tidak independen dalam melaksanakan fungsinya. Kedua, Skripsi Ajeng Kumalasari (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syari’ah dan Hukum) 2014, dengan judul “ Perlindungan Hukum Data Nasabah Dalam Internet Banking (Tinjauan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan)”. Skripsi ini menjelaskan tentang bentuk dan upaya perlindungan data nasanah dalam internet; mekanisme perlindungan hukum data nasabah internet banking; upaya yang dilakukan perbankan dalam melindungi nasabah dalam internet banking. Berdasarkan hasil
26
penelitian dapat disimpulkan bahwa data nasabah dalam internet banking membutuhkan perlindungan hukum yang jelas dan pasti serta pengamanan data nasabah secara efektif. Karena perlindungan terhadap konsumen jasa perbankan telah berpindah dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak menutup kemungkinan bahwa peraturan Bank Indonesia masih digunakan selama peraturan OJK belum ada atau tidak bertentangan dengan Peraturan Bank Indonesia. Ketiga, Skripsi Yuanita Suryo (Universitas Sebelas Maret Surakarta Fakultas Hukum) 2013, dengan judul Skripsi “Fungsi Pengaturan Dan Pengawasan Perbankan Di Indonesia Setelah Disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”. Skripsi ini menjelaskan tentang fungsi pengaturan dan pengawasan
perbankan
di
Indonesia
setelah
adanya
pengalihan
kewenangan dari Bank Indonesia (BI) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta implikasi fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan setelah disahkannya Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa setelah disahakannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan di Indonesia yang sebelumnya dijalankan oleh Bank Indonesia akan dialihkan kepada kepada OJK dan akan sepenuhnya dijalankan oleh OJK pada tahun 2014.
27
Mencermati hasil dari penelitian terdahulu jelas bahwa penelitian ini berbeda dengan penulis terdahulu. Dalam penelitian ini penulis menjelaskan mengenai Implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Terhadap Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga serta Hambatan dan Upaya yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 terhadap pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga.
G. METODOLOGI PENELITIAN 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan Penelitian Pendekatan Penelitian ini berdasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan memakai pendekatan Yuridis Normatif. Pendekatan
yuridis
Normatif
(normative
law
research)
menggunakan studi hukum normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji tentang rancangan undang-undang. Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepsikan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Sehingga penelitian hukum normatif berfokus pada inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum dalam in concreto, sistematika hukum, taraf
28
sinkronisasi hukum, perbandingan hukum serta sejarah hukum (Muhammad, 2004: 52). Sisi yuridis dalam penelitian ini akan meninjau peraturan Undang-undang yaitu, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan menjadi dasar yuridis dalam pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan. Dalam penelitian ini yang dicari adalah klarifikasi pelaksanaan (implementasi) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas
Jasa
Keuangan
(OJK)
terhadap
Pengaturan
dan
pengawasan lembaga perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga. b. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini secara spesifik bersifat deskriptif analitis artinya, hasil penelitian ini berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti (Soekanto, 1986: 10). Jenis ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data seteliti mungkin tentang objek yang diteliti. Penelitian ini untuk menggambarkan pelaksanaan Undangundang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) khususnya Pasal 7 yang menyatakan bahwa OJK mempunyai wewenang (1) pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank, seperti perizinan untuk pendirian bank, kegiatan usaha bank,
29
(2) pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank seperti likuiditas, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, (3) pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank seperti prinsip mengenal nasabah, dan anti pencucian uang, dan (4) pemeriksaan bank. Kajian tentang implementasi Undang-Undang ini sangat penting karena sesuai amanat UU No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK sejak 31 Desember 2013 fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari BI ke OJK. Penulis
memilih
ini,
karena
metode
ini
dapat
mendeskripsikan realitas yang ada di masyarakat untuk di tuntaskan dengan teori hukum yang ada, metode deskriptif analitis juga bermanfaatkan untuk menggambarkan penulisan dengan jelas dan
terstruktur
permasalahan-permasalahan
pokok
tanpa
melakukan kajian hipotesa maupun perhitungan menggunakan statistik. 2. Kehadiran Peneliti Kehadiran Peneliti dalam penelitian ini melakukan, Observasi dan wawancara secara langsung ke kantor Otoritas Jasa Keuangan Pimpinan Wilayah IV Jateng yang berada di Semarang dan Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kota Salatiga, sebagai intrumen penggali data.
30
3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga berlokasi Ruko Diponegoro A6 A7 Jalan Diponegoro 77, Kota Salatiga, Jawa Tengah dengan objek penelitian adalah Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga dan Otoritas Jasa Keuangan Pimpinan Wilayah IV Jawa Tengah yang berada di Semarang. Pemilihan objek penelitian tersebut dengan pertimbangan bahwa sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa sektor keuangan perbankan beralih dari Bank Indonesia ke Lembaga Otoritas Jasa Keuangan. 4. Sumber Data Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data dapat diperoleh (Meleong, 2000: 114). Sumber data yang
penulis
menggunakan dua sumber data yaitu: a. Data primer Data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai (Moleong 2009: 157). Sumber data primer penelitian ini, penulis peroleh baik melalui kegiatan observasi dengan ikut terlibat langsung maupun dari hasil wawancara dengan informan. Data primer diperoleh dari: 1) Informan Adalah orang yang di manfaatkan untuk memberikan informasinya tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi,
31
seorang informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Seorang informan berkewajiban secara suka rela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal (Moleong, 2002: 90). Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah Manager Pelaksana SDI dan GA di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga dan Otoritas Jasa Keuangan Pimpinan Wilayah IV Jawa Tengah yang berada di Semarang. 2) Dokumen Dokumen meliputi, buku arsip berkaitan dengan pelaporan bank kepada Otoritas Jasa Keuangan, buku transakasi nasabah baik berupa dana tabungan nasabah maupun dana yang dipinjam oleh nasabah (kredit), Sistem informasi debitur, Standar akuntansi bank di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga. b. Data sekunder Data sekunder terdiri dari 3 bahan hukum, antara lain bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, yaitu sebagai berikut : 1) Bahan hukum primer meliputi : a) Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
32
b) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 2) Bahan hukum sekunder, di dapat melalui studi kepustakaan biasanya berupa buku maupun literatur mengenai pandangan seorang ahli hukum. Literatur dalam penulisan ini antara lain: a) Buku tentang perbankan b) Buku dan literatur tentang penelitian. c) Buku-buku tentang pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan. d) Website milik Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga dan Otoritas Jasa Keuangan Pimpinan Wilayah IV Jawa Tengah yang berada di Semarang. 3) Bahan hukum tersier, adalah bahan hukum sebagai pelengkap kedua bahan hukum sebelumnya, yaitu berupa: a) Kamus Besar Bahasa Indonesia. b) Kamus Hukum. c) Artikel tentang hukum mengenai Otoritas Jasa Keuangan. 5. Prosedur pengumpulan data Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian lapangan (Ali, 2009: 107). Data yang dikumpulkan secara langsung dari sumbernya di tempat penelitian. Pada pengumpulan data secara primer, penulis beberapa tehnik guna memperoleh data antara lain :
33
menggunakan
a. Observasi (Pengamatan) Observasi dalam penelitian ini dengan cara mengumpulkan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-gejala yang tampak pada obyek penelitian yang pelaksanaanya langsung pada tempat dimana suatu peristiwa, keadaan atau situasi sedang terjadi (Nawawi, 1995: 94). Pengamatan ini yang dilakukan secara langsung pada objek yaitu Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga yang diteliti dan dimungkinkan untuk memberi penelitian pada objek yang diteliti dengan berpedoman pada Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). b. Wawancara (interview) Merupakan tanya jawab secara lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara langsung dalam proses interview ada dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda. Satu pihak sebagai pencari informasi atau interviewer sedangkan pihak lain berfungsi sebagai informan atau responden (Romy, 1990: 71). Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada informan kunci dan informan pangkal. Informan kunci yakni dari Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga dan Otoritas Jasa Keuangan Pimpinan Wilayah IV Jawa Tengah. Karena penelitian yang
digunakan
menggunakan dasar penelitian studi kasus atau analisis, maka pengumpulan data dengan wawancara secara mendalam dianggap paling tepat karena dimungkinkan untuk mendapat informasi
34
secara detail dari objek yang diteliti. Wawancara mendalam dilakukan secara langsung terhadap informan yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang sudah disusun oleh peneliti sebelumnya. 6. Analisis data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis. Analisis data yang dapat digunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan sekunder, dengan menggunakan pola pikir deduktif yang menganalisis Implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan terhadap pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga. Setelah pengumpulan data terkumpul kemudian data tersebut di analisis seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Untuk menganalisisnya, data-data yang diperoleh kemudian direduksi, dikategorikan dan selanjutnya disentisasi atau disimpulkan (Moleong, 2011: 288). 7. Pengecekan keabsahan data Dalam suatu penelitian, validalitas data mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menentukan hasil akhir suatu penelitian sehingga untuk mendapatkan data yang valid diperlukan suatu teknik untuk memeriksa keabsahan data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moleong,
35
2004: 330). Pengeceken keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data dimana dengan membandingkan apa yang telah diatur oleh Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dengan hasil penelitian pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan di bank Syari’ah mandiri cabang Salatiga. 8. Tahap-tahap Penelitian Pengumpulan awal data dilakukan dengan melakukan studi kepustakaan yakni dengan mengumpulkan bahan peraturan perundangundangan, buku maupun literatur lain yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak diteliti. Setelah itu penulis melakukan observasi lapangan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga untuk mencari gambaran mengenai permasalahan yang akan di teliti. Setelah melakukan observasi penulis melaksanakan wawancara dengan Manager Pelaksana SDI dan GA di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga. Yakni dengan mengajukan beberapa pertanyaan mendasar tentang pengaturan dan pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan ke Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga sesuai dengan rumusan masalah yang penulis perlukan. Sehingga
memudahkan penulis untuk lebih memahami
pokok permasalahan yang akan diteliti.
36
H. SISTEMATIKA PENELITIAN Agar diperoleh penelitian yang sistematis, terarah serta mudah di pahami dan dapat dimengerti oleh para pembaca pada umumnya, maka penulisan skripsi ini dibagi ke dalam lima bab, dimana masing-masing bab dibagi atas beberapa sub bab. Urutan bab tersebut tersusun secara sitematik dan saling berkaitan antara satu dengan sama lain. Uraian singkat atas bab-bab dan sub bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: BAB I
Bab ini merupakan bab pendahuluan, yang menguraikan tentang Latar belakang masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Masalah, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teoritik, Metode Penelitian yang berisi tentang Jenis penelitian dan pendekatan, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Kebutuhan dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Analisia Data, Pengecekan Keabsahan Data, Tahap-Tahap Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II
Bab ini merupakan yang berisi Tinjauan umum tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Perbankan meliputi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga Perbankan, Penilaian Kesehatan Bank dan Prinsip-prinsip Perbankan.
BAB III
Bab ini merupakan yang berisi Gambaran Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Bank Syari’ah Mandiri (BSM) Cabang Salatiga meliputi, Gambaran Umum
37
Mengenai Bank Syari’ah Mandiri, Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga, Hambatan dan Upaya Otoritas Jasa Keuangan dalam Implementasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK terhadap pengaturan dan pengawasan Lembaga perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga. BAB IV
Bab ini merupakan yang berisi Pembahasan meliputi, Implementasi
Undang-undang
Nomor
21
Tahun
2011
Terhadap Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga, serta Hambatan dan upaya yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Implementasi UU No. 21 Tahun 2011 terhadap pengaturan dan pengawasan lembaga perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga. BAB V
Bab ini merupakan penutup yang berisi mengenai, Kesimpulan dan Saran-saran yang mungkin berguna bagi perkembangan hukum perbankan di Indonesia serta Rekomendasi.
38
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DAN PERBANKAN
A. OTORITAS JASA KEUANGAN 1. Latar Belakang Pembentukan OJK Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang melatar belakangi pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, yaitu perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat Pasal 34 Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, Pasal ini merupakan respon dari krisis yang terjadi pada 1997/1998 yang berdampak pada Indonesia mengakibatkan banyak bank yang mengalami koleps sehingga timbul keresahan terhadap Bank Indonesia dalam mengawasi bank-bank di Indonesia. Ide awal pembentukan OJK sebenarnya hasil kompromi untuk menghindari jalan bentuk pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat (Suteki, 2004: 36). Secara historis gagasan pembentukan otoritas terjadi pasca krisis ekonomi pada tahun 1997 yang melumpuhkan industri perbankan, kondisi ini memperlihatkan lemahnya perlindungan terhadap konsumen perbankan yang menyebabkan Bank Indonesia harus mengeluarkan talangan liquidity support atau dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan total
39
Rp. 218,3 triliun (Gemala, 2006: 199). Dana yang diberikan tidak hanya bank swasta namun kepada Bank Exsim yang sekarang sudah dilebur ke dalam Bank Mandiri. Gagasan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan dimaksudkan untuk memisahkan fungsi pengawasan perbankan dari bank sentral ke sebuah badan atau lembaga yang independen di luar bank sentral. Dasar hukum pemisahan fungsi pengawasan yaitu Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyatakan: (a) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan UndangUndang; (b) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Sedangkan pengawasan yang dilakukan yaitu terhadap bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Namun pada tahun 2004 pemerintah dan DPR tidak juga melahirkan otoritas baru tetapi merevisi Undang-undang Bank Indonesia, pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Bank Indonesia yang memberikan indepedensi kepada bank sentral tujuannya agar Bank Indonesia dengan pengelolaan moneter negara tidak perlu
40
dipusingkan lagi dengan masalah pengawasan yang selalu bersifat teknis (Sulistio, 2004: 252). Pada akhir tahun 2010 Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan belum juga selesai. Perencanaan awal yang akan disahkan pada rapat paripurna 17 Desember 2010 tidak terlaksana. Pemerintah dan DPR tidak sepakat mengenai struktur dan tata cara pembentukan Komisioner OJK, pemerintah mengusulkan Dewan Komisioner terdiri dari tujuh anggota dan dua orag diantaranya merupakan ex-officio yang otomatis berasal dari Kementerian
Keuangan
dan
Bank
Indonesia
(http://www.lipsus.kontan.co.id, diunduh 15 Januari 2015, Pukul 13.16 Wib). Pada tahun 2011, parlemen (DPR) yang diketuai Priyo Budi Santoso menyetujui pengesahan RUU OJK menjadi Undang-Undang dalam rapat Paripurna DPR Oktober 2011, dengan hasil: (1) fungsi penyelidikan dan penyidikan OJK disepakati; (2) masa transisi Bank Indonesia yaitu 3 tahun sejak OJK diundangkan atau ahir 2014, untuk Bapepam-LK harus sudah melebur pada akhir 2012; (3) Dewan Komisioner harus sudah dipilih pada juni 2012 yang mana penyeleksi calon Dewan Komisiosner oleh Menteri Keuangan (http://vibiznews.com, diunduh 15 Januari 2015 Pukul 14.05 Wib). Pada bulan Januari 2012 Presiden telah membentuk panitia seleksi pemeilihan sembilan calon anggota Dewan Komisioner OJK dan pada Juli 2012 terpililah ketua dewan komisioner merangkap anggota dan delapan
41
dewan komisioner merangkap anggota lainnya, OJK memiliki struktur dengan unsur chek and balance terlihat dari pemisahan jelas antara fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan bertujuan untuk sebagai berikut : (1) Menciptakan ketegasan pemisahan antara tanggung jawab dengan regulator (Dewan Komisioner) dengan tanggung jawab supervisior (kepala eksekutif masing-masing pengawas perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank); (2) menghindari pemusatan kekuasaan yang terlalu besar pada satu pihak agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan; (3) mendorong terjadinya pembagian kerja (division of labor) sehingga tercipta profesionalisme dari spesialisasi di masingmasing fungsi pengaturan dan pengawasan (Naskah Akademik OJK, 2010: 4). Pengalihan pengawasan perbankan dan non perbankan akhirnya secara resmi dilimpahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan pada 1 Januari 2014, agenda diawal tahunya mengawasi pasar modal, perbankan, reksa dana dan dana pensiun dengan masalah penarikan dana stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat atau taing off yang mempengaruhi kinerja ekonomi dan pasar modal Indonesia.
2. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Keberadaan Otoritas Jasa
42
Keuangan ini sebagai suatu lembaga pengawas sektor keuangan di Indonesia perlu untuk diperhatikan, karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut(Sundari, 2011: 44). Pada 22 November 2011, telah disahkan dan diundangkan Undangundang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253. Menurut pasal 1 angka1 Undang-undang No. 21 Tahun 2011, Menyebutkan: “Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan”. Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksa dana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada dasarnya UU tentang OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam sistem keuangan. Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas
43
sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih terintegrasi (Sinaga, 2013: 2).
3. Tujuan dan Asas-asas Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksa dana, asuransi, dana pension dan perusahaan pembiyaan. Secara normative ada empat tujuan pendirian OJK (1), meningkatkan dan memelihara kepercayaan publik di bidang jasa keuangan, (2) menegakkan peraturan perudangundangan di bidang jasa keuangan, (3) meningkatkan pemahaman public mengenai bidang jasa keuangan, dan (4) melindungi kepentingan konsumen jasa keuangan (Sutedi, 2014: 42). Menurut Pasal 4 UU OJK, Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
kegiatan jasa keuangan disektor jasa
keuangan: (a) Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; (b) Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; (c) Mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat. Dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional antara lain sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan
44
kepemilikan disektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek globalisasi (Kajian Akademik, 29). Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi atas prinsip-prinsip tata kelola yang baik yang meliputi idependensi, akuntabilitas, pertanggung jawaban, transparasi dan kewajaran. Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangan berdasarkan asas-asas sebagai berikut: a. Asas independensi, yakni idependen dalam pengambilan keputusan dan pelakasanaan fungsi, tugas dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam Negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undang dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara Otoritas Jasa Keuangan. c. Asas kepentingan Umum, yakni asas yang membela dan melidungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum. d. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggara Otoritas Jasa Keuangan. e. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundangundangan.
45
f. Asas Intregitas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tidadakan dan keputusan
yang diambil dalam
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan. g. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa keuangan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada publik (Sutedi, 2014: 113).
4. Struktur Otoritas Jasa Keuangan Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di atas, Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip chek and balance. Hal ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisioner melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan Otoritas Jasa Keuangan. Tugas dewan komisioner melalui bidang tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi, dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas dan wewenang pengawasan (Sutedi, 2014: 114). Struktur Otoritas Jasa Keuangan diatur pada BAB IV Pasal 10 sampai 25 Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Strukur Otoritas Jasa Keuangan lebih dikenal dengan nama Dewan Komisioner. Dewan Komisioner ini beranggotakan sembilan orang
46
anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Susunan Dewan Komisioner ini terdiri sebagai berikut: a. Seorang Ketua merangkap anggota. b. Seorang Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota. c. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota. d. Seorang
Kepala
Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap
anggota. e. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan,
dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
merangkap anggota. f. Seorang Ketua Dewan Audit merangkap anggota. Seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan Konsumen. g. Seorang anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia. h. Seorang
anggota
Ex-officio
dari Kementerian Keuangan yang
merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan. i. Anggota Dewan Komisioner memiliki hak suara yang sama.
Secara kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan berada di luar pemerintahan dimaknai terlepas dan tidak menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah, namun tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur kekuasaan pemerintah, karena hakikatnya OJK disektor jasa keuangan yang
47
memiliki relasi yang berkaitan dengan otoritas lain, seperti dalam hal fiskal dan moneter. Oleh karena itu lembaga ini mewakilkan unsur-unsur dari otoritas lain secara ex-officio. Keberadaan ex-officio bertujuan dalam koordinasi, kerja sama, harmonisasi dalam fiscal moneter dan sector jasa keuangan. keberadaan ex-officio juga diperlukan dalam menjaga kestabilitasan nasional dalam persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, pertukaran informasi demi memelihara stabilitas sistem keuangan. OJK harus merupakanbagian dari sistem penyelenggara urusan pemerintah yang berinteraksi dengan lembaga-lembaga Negara lainnya (Sutedi, 2014:113).
5. Hubungan Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan OJK sebagai lembaga otoritas yang dibentuk dari integrasi dua lembaga besar, yaitu Direktorat Pengatur dan Pengawas Perbankan Bank Indonesia dan Bapepam LK, Kementerian Keuangan akan menghadapi beberapa persoalan teknis dalam pelaksanaan tugas dan wewenanganya sebagai akibat dari peralihan kewenangan dari lembaga yang lama. Selain kendala kelambanan waktu, efektifitas lembaga dan cakupan wilayah kerja, OJK menghadapi permasalahan dalam mencapai model integrasi yang optimal karena peran dan kepentingan masing-masing cenderung berbeda yakni antara prinsip prudensial pada perbankan dan lembaga keuangan serta disclosure pada pasar modal.
48
Dalam penjelasan umum UU tentang OJK telah tampak adanya kesadaran preventif dari pembentuk UU ini terhadap masalah keterkaitan kewenangan OJK dengan beberapa otoritas lain seperti otoritas moneter dan otoritas fiskal. Hal ini tergambar antara lain dari struktur dan unsur kelembagaan yang secara kelembagaan, OJK berada di luar pemerintah dan tidak menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah (Khopiatuziadah, 2012). Berdasarkan Pasal 39 Undang-undang No. 21 Tahun 2011 dalam melaksanakan tugasnya, Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain: a. Kewajiban pemenuhan modal minimum bank. b. Sistem informasi perbankan yang terpadu. c. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri. d. Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya. e. Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi. Selanjutnya dalam Pasal 44 Undang-undang No. 21 Tahun 2011 hubungan kelembagaan antara lain: 1) Untuk
menjaga stabilitas sistem keuangan, dibentuk Forum
Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dengan anggota terdiri atas:
49
a) Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator. b) Gubernur Bank Indonesia selaku anggota. c) Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota. d) Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota. 2) Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dibantu kesekretariatan yang dipimpin salah seorang pejabat eselon I di Kementerian Keuangan. 3) Pengambilan keputusan dalam rapat Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. 4) Dalam hal musyawarah untuk mufakat jika tidak tercapai
maka
pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
B. PENGATURAN DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN 1. Otoritas Jasa Keuangan sebagai Otoritas Pengawas Bank Kegiatan perbankan yang dilakukan sehari-hari, baik oleh bank umum maupun bank perkreditan rakyat tidak terlepas dari berbagai kesalahan. Kesalahan ini dapat dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Oleh karena itu, agar dunia perbankan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, maka perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap segala aktivitas yang dilakukan oleh dunia perbankan. Pelaksanaan pembinaan pengawasan terhadap dunia perbankan di Indonesia dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Pembinaan dan
50
pengawasan bank yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan tersebut amanat yang diberikan di Pasal 6 point a, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (Hikmah, 2007: 7). Jadi, Otoritas sebagai Pembina dan pengawas terhadap bank berada di Otoritas Jasa Keuangan (Usman, 2003: 127). Seperti telah dibahas sebelumnya, dasar hukum lahirnya Otoritas Jasa Keuangan adalah Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004. Dalam Pasal tersebut dinyatakan tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan yang independen. Istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia asal katanya adalah “awas”, sehingga pengawasan merupakan kegiatan mengawasi saja, dalam arti melihat sesuatu dengan seksama. Tidak ada kegiatan di luar itu, kecuali melaporkan hasil kegiatan mengawasi tadi (Situmorang dan Juhir, 1994: 17). Akan tetapi, bila kita lihat dalam Pasal 9, OJK berwenang memberikan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Seharusnya apabila konsisten dengan tugas pengawasan yang diberikan oleh Bank Indonesia, OJK hanya melakukan pengawasan dan melaporkan hasil pengawasan yang dilakukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Jika kita melihat tugas dan wewenang Bank Indonesia, yaitu: a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
51
c. Mengatur dan mengawasi Bank (Gozali, dan Rachmadi, 2010: 107). Dari ketiga tugas diatas, Otoritas Jasa Keuangan mendapat amanat untuk melakukan tugas pengawasan terhadap Bank. Akan tetapi dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang OJK menyatakan Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. Dalam rumusan Pasal tersebut muncul wewenang tambahan yaitu pengaturan. Artinya, Undang-undang OJK ini memberikan kewenangan yang lebih dari sekedar pengawasan terhadap sektor perbankan (Indaryanto, 2012). Otoritas jasa Keuangan sebagai otoritas perbankan berdasarkan ketentuan perundangan memiliki kewenangan untuk membuat dan menerapkan perundangan (right to regulate) yang berkaitan dengan kegiatan operasional sebuah bank (Siamat, 2005: 193). Sedangkan sebagai pembina dan pengawasan perbankan di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dalam menjalankan peran dan fungsinya tidak terlepas tujuannya yang diatur secara eksplisit di dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 yaitu Otoritas Jasa Keuangan memiliki fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
52
2. Pelaksanaan Pengaturan dan Pengawasan Bank Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur dan mengawasi bank, menurut ketentuan Pasal 6 Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: (a) Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; (b) Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; (c) Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Selanjutnya dalam Pasal 7 Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor
Perbankan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang: a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi sebagai berikut: 1) Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank. 2) Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa. b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi sebagai berikut:
53
1) Likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank. 2) Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank. 3) Sistem informasi debitur. 4) Pengujian kredit (credit testing). 5) Standar akuntansi bank. c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi sebagai berikut: 1) Manajemen risiko. 2) Tata kelola bank. 3) Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang. 4) Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan. d. Pemeriksaan bank.
Sementara itu dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebutkan untuk melaksanakan tugas dan pengaturan dalam mejalankan perannya sebagai dimaksud dalam pasal 6, OJK mempunyai wewenang sebagai berikut: a. Menetapkan peraturan pelaksanaan. b. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. c. Menetapkan peraturan dan keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). d. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan.
54
e. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan. f. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu. g. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan. h. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban. i. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Ditambah pada Pasal 9 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa (OJK) untuk melaksanakan tugas pengawasannya sebagaimana dalam Pasal 6, Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang sebagai berikut: a. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan. b. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif. c. Melakukan
pengawasan,
pemeriksaan,
penyidikan,
perlindungan
Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
55
d. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu. e. Melakukan penunjukan pengelola statuter. f. Menetapkan penggunaan pengelola statuter. g. Menetapkan
sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. h. Memberikan dan/atau mencabut sebagai berikut: (1) Izin usaha, (2) Izin orang perseorangan, (3) Efektifnya pernyataan pendaftaran, (4) Surat tanda terdaftar, (5) Persetujuan melakukan kegiatan usaha, (6) Pengesahan, (7) Persetujuan atau penetapan pembubaran, (8) Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan. Tugas pengaturan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 6 Undangudang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK dilaksanakan oleh dewan Komisioner OJK, Peraturan Dewan Komisioner, dan/atau Keputusan Dewan Komisioner. Berdasarkan UU OJK, selaku pimpinan OJK anggota Dewan Komisioner memiliki tugas sebagai berikut: a. Menetapkan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, rancang bangun infrastruktur dan teknologi informasi, sistem sumber daya manusia, dan standar prosedur operasional. b. Menetapkan rencana kerja dan anggaran OJK tahun 2013. c. Mengangkat pejabat dan pegawai OJK d. Mengangkat pejabat dan pegawai organ pendukung Dewan Komisioner.
56
e. Menetapkan hal lain yang dioerlukan dalam rangka pengalihan fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan ke Otoritas Jasa Keuangan.
Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola dan asas-asas di atas, Otoritas Jasa Keuangan harus memiliki struktur dengan prinsip “checks and balances”. Hal ini diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan. Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan serta pengawasan dilakukan oleh Dewan Komisioner melalui pembagian tugas yang jelas demi pencapaian tujuan Otoritas Jasa Keuangan. Tugas anggota dewan komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan
Lembaga Jasa Keuangan Lainnya
(Joyosumarto, 2012: 3).
C. LEMBAGA PERBANKAN 1. Pengertian Bank Apabila dilihat dari terminologinya, kata “bank” berasal dari bahasa Italy “banca” yang berarti “bence” yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan, pihak banker Italy memberikan
57
pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku di halaman pasar (Fuady, 1999: 13). Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undangundang Nomor 14 Tahun 1967 tentang pokok-pokok Perbankan dan Undang-undang Perbankan yang telah diubah, yaitu Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian banyak juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya. Disamping itu, bank juga dikenal sebagai tempat menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah dan pembayaran lainnya (Kasmir, 2009: 25). Dari pengertian di atas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktifitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Sehingga berbicara mengenai bank tidak lepas dari masalah keuangan. Aktifitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana
58
dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah funding. Pengertian menghimpun dana maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas. Pembelian dana dari masyarakat ini dilakukan oleh bank dengan cara memasang produk-produknya sebagai strategi agar masyarakat mau menananamkan dananya dalam bentuk simpanan. Jenis simpanan yang dapat dipilih oleh masyarakat adalah sperti giro, tabungan, sertifikat deposito dan deposito berjangka (Kasmir, 2009: 26).
2. Asas Perbankan Mengenai asas perbankan yang dianut di Indonesia dapat diketahui dari ketentuan Pasal 2 Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 yang mengemukan bahwa, Perbankan Indonesia dalam melakukan usahnya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehatihatian. Menurut penjelasan resminya yang dimaksudkan dengan demokrasi ekonomi adalah demokrasi berdasrkan Pancasila dan Undangundang Dasar 1945 (Putri, 2008: 24). Mengenai apa yang dimaksud dengan prinsip kehati-hatian sebagaiman disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang Perbankan diatas tidak ada penjelasan secara resmi, tetapi dapat dikemukakan bahwa bank dan orang-orang yang terlibat didalamnya, terutama dalam membuat kebijakan dan menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas
59
dan wewenangnya masing-masing secara cermat, teleti, dan professional sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat. Selain itu, bank dalam membuat kebijakan dan menjalankan kegiatan usahanya harus selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari oleh itikad baik. Kepercayaan masyarakat merupakan kata utama bagi berkembangnya atau tidaknya suatu bank, dalam arti tanpa adanya kepercyaan dari masyarakat suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya (Hermansyah, 2007: 19, 20).
3. Fungsi Perbankan Fungsi perbankan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 Undangundang Perbankan No. 7 Tahun 1992 yang merumuskan fungsi utama perbakan Indonesia adalah sebagai penghimpun dana masyarakat. Dari Pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi bank dalam sistem hukum perbankan di Indonesia sebagai intermediary bagi masyarakat yang surplus dana dan masyarakat yang kekurangan dana. Penghimpunan dana masyarakat yang dilakukan oleh bank berdasarkan pasal tersebut dinamakan “ simpanan”, Sedangkan penyalurannya kembali dari bank kepada masyarakat dinamakan “kredit”. Kesimpulan ini mengandung konsep dasar dari sistem perbankan bahwa dana dari masyarakat yang ditempatkan pada perbankan disebut “simpanan”, tetapi dana bank yang ditempatkan pada masyarakat disebut kredit (Widiyono, 2006: 7).
60
4. Tujuan Perbankan Kehadiran bank sebagai suatu badan usaha tidak semata-mata bertujuan bisnis, namum ada misi lain, yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Secara lengkap mengenai hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 4 Undang-undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang merumuskan perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak (Sembiring, 2000: 8).
5. Jenis-jenis Bank Dalam praktiknya perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis perbankan seperti diatur dalam undang-undang perbankan. Jika kita melihat jenis perbankan sebelum keluar Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dengan sebelumnya yaitu Undangundang No. 14 Tahun 1967, maka terdapat beberapa perbedaan. Namun kegiatan utamanya atau pokok bank sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tidak berbeda dengan satu sama lainnya (Kasmir, 2004: 18). Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsinya, serta kepemilikannya. Dari segi fungsi dapat perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan serta
61
jangkauan wilayah operasinya. Sedangkan kepemilikan perusahaan dilihat dari segi kepemilikan sahamnya. Perberbedaan lainnya adalah dapat dilihat dari segi siapa nasabah yang mereka layani apakah masyarakat luas atau masyarakat lokasi tertentu. Jenis perbankan juga di bagi ke dalam bagaimana caranya menetukan harga jual dan harga beli atau dengan kata lain cara mencari keuntungan. Adapun jenis perbankan jika dilihat dari berbagai segi antara lain : a. Dilihat dari segi fungsinya Menurut Undang-undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 jenis perbankan menurut fungsinya terdiri dari : (1) Bank Umum; (2) Bank Pembangunan; (3) Bank Tabungan; (4) Bank Pasar; (5) Bank Desa; (6) Lumbung Desa; (7) Bank Pegawai. Namun setelah keluar UU pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan dikeluarnya Undang-undang RI. Nomor 10 Tahun 1998 maka jenis perbankan berdasarkan fungsinya terdiri dari : a) Bank umum b) Bank Perkreditan Rakyat Bentuk Bank pembangunan dan bank tabungan yang semula berdiri sendiri dengan keluarnya Undang-undang di atas berubah fungsinya menjadi bank umum. Sedangkan Bank Desa, Bank Pasar Lambung Desa dan Bank Pegawai menjadi Bank Prekeditan Rakyat (BPR).
62
Pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 adalah sebagai berikut: a) Bank Umum Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan diseluruh wilayah Indonesia, bahkan keluar negeri (cabang). Bank umum sering disebut komersil (commercial Bank). b) Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah. Dalam kegiatannya BPR tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya jasa-jasa perbankan yang ditawarkan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan atau jasa bank umum (Kasmir, 2004: 19,20). b. Dilihat dari segi kepemilikannya Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian
dan
penguasaan
63
saham
yang
dimiliki
bank
yang
bersangkutan. Jenis Bank dilihat dari segi kepemilikannya sebagai berikut: 1) Bank milik pemerintah Merupakan Bank yang akte pendirian maupun modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah Indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bankbank milik pemerintah Indonesia antara lain, Bank Negara Indonesia 46 (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank tabungan Negara (BTN), Bank Mandiri. Kemudian Bank Pemerintah Daerah
(BPD) terdapat di
daerah ditingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Modal BPD sepenuhnya dimilki Pemda masing-masing. Contoh :BPD DKI Jakarta, BPD Jawa Barat, BPD Jawa Tengah, BPD DI. Yogyakarta, BPD Jawa timur, dll. (Kasmir, 2004: 20). 2) Bank milik swasta nasional Merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki swasta nasional. Kemudian akte pendirianyapun didirikan oleh swasta, begitu pula dengan pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula. Contoh Bank Bumi Putra, Bank Danamon, Bank Muamalat.
64
3) Bank milik koperasi Merupakan bank yang kepemilikan saham-sahamnya dimilki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Contoh bank jenis ini adalah Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN). 4) Bank milik asing Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik swasta asing maupun pemerintah asing. Kepemilikannya pun jelas dimiliki oleh pihak asing luar negeri. Contoh: ABN AMRO Bank, America Express Bank, Bank of America. 5) Bank milik campuran Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan saham secara mayoritas dipegang oleh warga Negara Indonesia. Contoh: Bank Ficonesia, Bank Sakura Swadarma, Mitsubisi Buana Bank. c. Dilihat dari segi status Dilihat dari segi kemampuannya melayani masyarakat, bank umum dapat dibagi menjadi dua jenis. Pembagian jenis ini disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut. Kedudukan atau status ini menunjukan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi produk, modal, maupun kualitas pelayanannya. Untuk memperoleh status tertentu diperlukan penilaian-penilaian dengan kriteria tertentu pula. Jenis Bank dilihat dari segi status adalah sebagai berikut:
65
1) Bank devisa Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar negeri, trevellers chaque, pembukaan dan pembayaran letter of credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia. 2) Bank non devisa Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi bank non devisa merupakan kebalikan dari pada bank devisa, dimana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas Negara. d. Dilihat dari segi cara menentukan harga Jenis bank dapat dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga, baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam 2 kelompok yaitu: 1) Bank yang berdasarkan prinsip konvensional (barat) Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia adalah bank berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia dimana asal mula bank di Indonesia dibawah colonial belanda. Dalam mencari keuntungan dan
66
menentukan harga kepada nasabahnya, bank yang berdasarkan prensip konvensional menggunakan dua metode yaitu: a) Menetapkan bunga sebagai harga, untuk produk simpanan sperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga produk untuk untuk pinjaman (kredit) juga ditentukan berdasarkan dengan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah Spread Based. b) Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak perbankan konvensional menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau porsentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah Fee Basedd. 2) Bank berdasarkan prinsip islam (Syari’ah) Bank berdasarkan prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia. Namun diluar negeri terutama dinegara-negara timur tengah sperti mesir atau pakistan bank berdasarkan prinsip syariah sudah berkembang pesat sejak lama. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syari’ah dalam penentuan haraga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah adalah aturan dan perjanjian berdasarkan hukum islam atara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiyaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya.
67
Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut: a) Pembiyaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah) b) Pembiyaan
berdasarkan
prinsip
penyertaan
modal
(musyarokah). c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (Murobahah). d) Pembiyaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (Ijaroh). e) Atau dengan adanya pilihannya pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijaroh wa Iqtina) (Kasmir, 2004: 22, 24).
6. Jenis-jenis Kantor Bank Seperti yang telah di uraikan sebelumnya, bahwa jika dilihat dari berbagai segi bank dapat dikategorikan kedalam berbagai jenis. Demikian pula dalam satu bank terdapat berbagai jenis tingkatan. Jenis tingkatan yang ditujukan dari volume kegiatan, kelengkapan jasa ditawarkan, wewenang mengambil keputusan, serta jangkauan wilayah operasinya. Untuk menentukan tingkatan atau jenis-jenis kantor bank dapat dilihat dari pertama luasnya kegiatan jasa-jasa bank yang ditawarkan dalam suatu cabang bank. Luasnya kegiatan ini tergantung dari kebijaksanaan kantor pusat bank tersebut. Disamping itu besar kecilnya
68
kegiatan cabang bank tersebut tergantung pula dari wilayah operasinya. Begitu pula dengan wewenang mengambil keputusan suatu masalah, seperti dalam hal batas pemberian kredit juga dimilki oleh masing-masing jenis tingkatan. Jenis kantor Bank yang dimaksud sebagai berikut: a. Kantor Pusat Merupakan kantor dimana semua kegiatan perencanaan sampai kepada pengawas terdapat dikantor ini. Setiap bank memiliki satu kantor pusat tidak melakukan kegiatan operasional sebagai bank lainnya akan tetapi mengendalikan jalannya kebijaksanaan kantor pusat terhadap cabangcabangnya saja dan tidak melayani jasa bank kepada masyarakat. b. Kantor Cabang Penuh Merupakan salah satu kantor cabang yang memberikan jasa bank paling lengkap. Dengan kata lain semua kegiatan perbankan ada di kantor cabang penuh dan biasanya kantor cabang penuh membawahi kantor cabang pembantu. c. Kantor Cabang Pembantu Merupakan kantor cabang yang berada dibawah kantor cabang penuh dan kegiatan jasa bank yang dilayani hanya sebagian dari cabang penuh. Perubahan status dari cabang pembantu ke cabang penuh dimungkinkan apabila memang cabang tersebut sudah memenuhi kriteria sebagai cabang penuh dari kantor pusat.
69
d. Kantor Kas Merupakan kantor bank yang paling kecil dimana kegiatannya hanya meliputi teller/kasir saja. Dengan kata lain kantor kas hanya melakukan sebagaian kecil dari kegiatan perbankan dan berada dibawah cabang pembantu atau cabang penuh. Bahkan sekarang ini banyak kantor kas yang dilayani dengan mobil dan disebut kas keliling (Kasmir, 2004: 25, 26).
D. PENILAIAN
KESEHATAN
BANK
DAN
PRINSIP-PRINSIP
PERBANKAN 1. Penilaian Kesehatan Bank Sebagaimana layaknya manusia, di mana kesehatan merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupannya. Tubuh yang sehat akan meningkatkan kemampuan kerja dan kemampuan lainnya. Begitu pula dengan perbankan harus dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembinaan dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau dihentikan kegiatan oprasionalnya.
70
Ukuran untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh bank Indonesia. Kepada bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang bersifat rutin ataupun secara berkala mengenai seluruh aktivitasnya dalam satu periode tertentu. Penilain kesehatan bank dilakukan setiap tahun, apakah ada peningkatan atau penurunan. Bagi bank yang kesehatannya terus meningkat tidak jadi masalah, karena itulah yang diharapkan dan supaya dipertahankan terus kesehatanya. Akan tetapi, bagi bank yang terusmenerus tidak sehat, mungkin harus mendapatkan pengarahan atau sanksi dari Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembinaan dari bank-bank. Bank Indonesia dapat saja menyarankan untuk melakukan perubahan manajemen, merger, konsolidasi, akusisi atau likuidasi keberadaannya jika memang sudah parah kondisi bank tersebut (Kasmir, 2009: 49, 50). Penilaian untuk menentukan kondisi suatu bank biasanya menngunakan analisis CAMELS, yaitu sebagai berikut: a. Aspek Permodalan Yang dinilai adalah permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan kepada CAR (Capital Adequaci Ratiao) yang telah ditetapkan oleh BI. Perbandingan rasio tersebut adalah modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (AMTR) dan sesuai dengan ketentuan pemerintah CAR tahun 1999 minimal 8%.
71
b. Aspek Kualitas Aset Yaitu untuk menilai jenis-jenis asset yang dimilki oleh bank penilaian asset harus sesuai dengan peraturan oleh Bank Indonesia dengan membandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan penyisihan dihapuskan
aktiva
produktif
terhadap
aktiva
produktif
yang
diklasifikasikan. c. Aspek Kualitas Manajemen (Management) Dalam mengelola kegiatan bank sehari-hari juga diniai kualitas manajemennya. Kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam bekerja. Kualitas manajemen juga dilihat dari segi pendidikan dan pengalaman dari kariyawannya dalam menangani berbagai kasus-kasus yang terjadi. Dalam aspek ini yang dinilai adalah management permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rehabilitas, dan manajemen likuiditas. d. Aspek Likuiditas Suatu bank dapat dikatakan likuid, apabila bank yang bersangkutan dapat membayar semua utang-utangnya terutama simpanan tabungan, giro, deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiyai. Secara umum rasio ini merupakan rasio antara jumlah aktiva lancer dibagi dengan utang lancer. Yang di analisis dalam rasio ini adalah: (1) Rasio kewajiban bersih Call Money terhadap aktiva; (2) Rasio kredit terhadap dana
72
yang diterima oleh bank sperti KLBI, giro, tabungan, deposito, dan lain-lain. e. Asek Rentabilitas Merupakan ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan labanya apakah, setiap periode atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang meningkat. Penilaian juga dilakukan dengan, rasio laba Total Aset (ROA), dan perbandingan biya operasi dengan pendapatan operasi (BOPO). Semua aspek penilaian diatas dikenal dengan penilaian analisis CAMEL (Capital, Aset, Managemen, Earning, Liquidity). Disamping penilaian analisis CAMEL yang juga mempengaruhi hasil penilaian terhadap kesehatan bank adalah penilaian terhadap: 1) Ketentuan pelaksanaan pemberi kredit usaha kecil (KUK) dan pelaksanaan kredit ekspor. 2) Pelanggaran ketentuan batas maksimum pemberian kredit (BMPK) atau sering disebut legel lending limit. 3) Pelanggaran posisi devisa netto. f. Aspek Sensitivitas (Sensitivity) Aspek ini mulai dilakukan oleh Bank Indonesia sejak bulan Mei 2004. Seperti kita ketahui dalam melepaskan kreditnya, perbankan harus memperhatikan dua unsur, yaitu tingkat perolehan laba yang harus dicapai dan resiko yang akan dihadapi. Pertimbangan yang harus
73
diperhitungkan
berkaitan
erat
dengan
sensitivitas
perbankan.
Sensitivitas terhadap risiko ini penting agar tujuan memperoleh laba dapat tercapai dan akhirnya kesehatan bank juga terjamin. Resiko yang dihadapi terdiri dari risiko lingkungan, risiko manajemen, risiko penyerahan, risiko keuangan (Kasmir, 2009: 51, 53).
2. Prinsip Pengawasan Perbankan Kegiatan Perbankan merupakan kegiatan yang berkaitan dengan dana dari masyarakat. Dana tersebut diserahkan kepada lembaga bank, karena masyarakat menaruh kepercayaan. Karena itulah setiap stake holder di bidang perbankan wajib menjaga kepercayaan masyarakat. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat tersebut, dunia perbankan wajib menyelenggarakan tata kelola perbankan dengan prinsip kehati-hatian, sehingga tingkat kesehatannya terpelihara. Pengawas perbankan pada prinsipnya terbagi dalam dua jenis, yaitu, macro-economic supervision dan prudential supervision. Adapun pemahaman dari kedua hal tersebut adalah: a. Macro-economic supervision adalah pengawasan dalam rangka mendorong bank-bank untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter. b. Prudential supervision adalah pengawasan yang mendorong bank secara individual tetap sehat serta mamapu memelihara kepentingan masyarakat secara baik (Sitompul, 2002: 220).
74
Tujuan yang ingin dicapai oleh macro-prudential supervision adalah mengarahkan dan mendorong bank serta sekaligus mengawasinya, agar dapat berperan dalam berbagai program pencapaian sasaran ekonomi makro. Sedangkan tujuan prudential supervision adalah megupayakan agar setiap bank secara individual sehat dan aman, serta seluruh industri perbankan sehat, sehingga kepercayaan masyarakat dapat terjaga. Lembaga bank memang perlu dipagari dengan berbagai peraturan yang membatasi atau sekurang-kurangnya mengingatkan mengenai perlunya penanganan resiko secara seksama, dan bahkan jika perlu melarang bank melakukan kegiatan teretentu yang mengandung resiko tinggi (Sitompul, 2002: 221).
75
BAB III GAMBARAN PENGATURAN DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN DI BANK SYARI’AH MANDIRI CABANG SALATIGA A. Gambaran Umum Bank Syari’ah Mandiri 1. Sejarah Berdirinya Bank Syari’ah Mandiri Latar belakang didirikannya Bank Syari’ah Mandiri (BSM) adalah dengan adanya krisis moneter dan ekonomi pada tahun 1997 tepatnya bulan Juli, Krisis tersebut telah mengakibatkan perbankan di Indonesia yang didorong oleh bank-bank konvensional mengalami kesulitan, yang menyebabkan pemerintah Indonesia terpaksa mengambil tindakan untuk merekonstruksi dan merekapitalisasi sebagian bank di Indonesia. Lahirnya Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, telah memberi peluang yang sangat baik bagi tumbuhnya Bank Syari’ah di Indonesia. Undang-Undang tersebut telah memungkinkan baik beroperasi sepenuhnya secara syari’ah atau dengan membuka cabang Syari’ah. PT. Susila Bakti yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP), PT. Bank Dagang Negara, dan PT. Mandiri Prestasi berupaya keluar dari krisis 1997-1999 dengan berbagai cara, dari langkahlangkah menuju merger sampai pada akhirnya memilih menjadi bank Syari’ah dengan suntikan modal dari pemilik. Dengan terjadinya merger empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Daya, Bank Exim dan Bapindo)
76
ke dalam PT. Bank Mandiri pada tanggal 31 Juli 1999 rencana perubahan PT Bank Susila Bakti menjadi bank Syari’ah dengan nama Bank Syari’ah Sakinah diambil alih oleh PT. Bank Mandiri (persero). PT. Bank Mandiri (persero) selaku pemilik baru mendukung sepenuhnya dan melanjutkan rencana perubahan PT. Bank Susila Bakti menjadi bank Syari’ah dengan keinginan PT. Bank Mandiri (persero) untuk membuka bank Syari’ah, langkah awalnya adalah merubah anggaran dasar tentang nama Bank Susilo Bakti menjadi menjadi PT. Bank Syari’ah Sakinah berdasarkan Notaris Ny. Machrani M. S, S.H, No. 29 pada tanggal 19 Mei 1999 kemudian melalui Akta No 23 tanggal 8 September 1999 notaris, nama PT. Bank Syari’ah Sakinah diubah menjadi PT. Bank Syari’ah Mandiri. Pada tanggal 25 Oktober 1999 Bank Indonesia melalui surat keputusan
Gubernur
Bank
Indonesia
No.1/24/KEP.BI/1999
telah
memberikan perubahan kegiatan usaha konvensional menjadi kegiatan usaha berupa prinsip Syari’ah kepada PT. Bank Susila Bakti selanjutnya dengan surat keputusan deputi Gubernur Bank Indonesia No.1/1/KEP. Dir, pada tanggal 25 Oktober 1999 Bank Indonesia telah menyetujui Bank Susila Bakti menjadi Bank Syari’ah Mandiri (BSM), pada tanggal 1 November 1999 merupakan hari pertama beroperasinya PT. Bank Syari’ah Mandiri (BSM). Kelahiran Bank Syari’ah Mandiri (BSM) merupakan buah usaha dari para perintis Bank Syari’ah di PT. Bank Susila Bakti dan manajemen
77
PT. Bank Mandiri (persero) memandang pentingnya kehadiran Bank Syari’ah di lingkungan PT. Mandiri (persero). Bank Syari’ah Mandiri (BSM) hadir sebagai bank yang mengkombinasikan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani yang melandasi operasinya. Adapun untuk wilayah Salatiga yaitu Bank Syari’ah Mandiri Salatiga berada di Ruko Diponegoro A6 A7 Jl. Diponegoro 77 Salatiga yang berdiri dan mulai beroperasi pada tanggal 10 Januari 2011 (www.Syari’ahmandiri.co.id).
2. Profil PT. Bank Syari’ah Mandiri Nama
: PT. BANK SYARI’AH MANDIRI
Alamat kantor pusat : Wisma Mandiri I Jl.MH. Thamrin No.5 Jakarta 10340 Alamat Cabang Salatiga : Ruko Diponegoro A6-A7 Jl.Diponegoro 77, Salatiga Telepon kantor pusat : (62 - 21) 2300 509, 3983 9000 Faksimili
: (62 - 21) 3983 2989
Homepage
: www.Syari’ahmandiri.co.id
Tanggal berdiri
: 25 Oktober 1999
Tanggal beroperasi
: Sejak 1 November 1999
Modal dasar
: Rp.2.500.000.000.000
Modal disetor
: Rp.858.243.565.000
Jumlah kantor cabang : 520 Kantor layanan yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia.
78
Jumlah jaringan ATM : Total 47.000 meliputi: ATM Syari’ah Mandiri, ATM Mandiri, ATM Bersama, ATM Prima dan Malaysia. Jumlah karyawan
: 7902 orang
Pemeringkatan
: AA (idn), berdasarkan Fitch Rating 2010, Peringkat Nasional “AA” menandakan suatu kualitas kredit yang sangat kuat dibandingkan emiten-emiten atau surat-surat utang lainnya di negara yang sama. Risiko kredit yang tidak dapat dipisahkan
di
dalam
kewajiban-kewajiban
keuangan ini hanya berbeda sedikit dari emitenemiten atau surat-surat utang yang mendapat peringkat tertinggi di suatu negara. Tanda “+” atau “-“ dapat ditambahkan pada suatu peringkat untuk menandakan posisi relatif dalam kategorikategori utama pemeringkatan. 3. Visi dan Misi Bank Syari’ah Mandiri (BSM) a. Visi: Menjadi Bank Syari’ah Terpercaya Pilihan Mitra Usaha. b. Misi: 1) Mewujudkan
pertumbuhan
dan
keuntungan
yang
berkesinambungan. 2) Mengutamakan penghimpunan dana konsumen dan penyaluran pembiayaan pada segmen UMKM. 3) Merekrut dan mengembangkan pegawai profesional dalam lingkungan kerja yang sehat. 4) Mengembangkan nilai-nilai syari’ah universal.
79
5) Menyelenggarakan operasional bank sesuai standar perbankan yang sehat.
4. Budaya Perusahaan Setelah melalui proses yang melibatkan seluruh jajaran pegawai sejak pertengahan 2005, lahirlah nilai-nilai perusahaan yang baru yang disepakati bersama untuk di-shared oleh seluruh pegawai Bank Syari’ah Mandiri yang disebut Shared Values Bank Syari’ah Mandiri. Shared Values Bank Syari’ah Mandiri disingkat “ETHIC”. a. Excellence:
Berupaya mencapai kesempurnaan melalui perbaikan yang terpadu dan berkesinambungan. b. Teamwork:
Mengembangkan lingkungan kerja yang saling bersinergi. c. Humanity:
Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan religius d. Integrity:
Menaati kode etik profesi dan berpikir serta berperilaku terpuji. e. Customer Focus:
Memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan untuk menjadikan Bank
Syari’ah
Mandiri
sebagai
menguntungkan.
80
mitra
yang
terpercaya
dan
5. Struktur Organisasi BSM Organisasi dalam menjalankan usahanya melakukan aktivitasaktivitas pokok agar tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Bank perlu adanya struktur organisasi yang tepat dan dapat dengan jelas membagi wewenang dan tanggung jawab seseorang yang ada dalam organisasi tersebut. Organisasi adalah wadah serta proses kerjasama sejumlah manusia yang terkait dalam hubungan formal dalam rangka hirarki untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam setiap organisasi selalu terdapat rangkaian hirarki atasan dan bawahan. Berikut ini adalah bagan struktur organisasi BSM Salatiga masingmasing bagian: Kepala Cabang
DKP PKP Pelaksana Operation Manager
Marketing Manager
Account Officer
Funding Officer
CS Representatif
Pelaksana Admin
Pelaksana SDI & GA
Hary, Yasin Pelaksana Marketing Support
Teller
Gambar 5.1 : Struktur organisasi BSM Cab. Salatiga Sumber: Bank Mandiri Syariah Cabang Salatiga
81
Pelaksana D&C Security, Messenger, Driver, Office Boy
B. Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselasaran, dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan, termasuk di bidang ekonomi dan keuangan. Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak kurang menguntungkan. Sementara itu, perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. Oleh karena itu, diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi termasuk sektor perbankan sehingga
diharapkan
akan
dapat
memperbaiki
dan
memperkukuh
perekonomian nasional. Untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil diperlukan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, sehingga diperlukan OJK yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan
82
secara terpadu, independen dan akuntabel sesuai dengan Pasal 4 Undangundang OJK. Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Kementerian Keuangan ke OJK. Sejak 31 Desember 2013 fungsi, tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari BI ke OJK. Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan maka OJK mempunyai wewenang (1) pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank, seperti perizinan untuk pendirian bank, kegiatan usaha bank, (2) pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank seperti likuiditas, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, (3) pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank seperti prinsip mengenal nasabah, dan anti pencucian uang, dan (4) pemeriksaan bank. Keberadaan lembaga baru ini yang memiliki kewenangan pengaturan dan pengawasan di disektor perbankan belum dirasakan oleh bank, salah satunya Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga (BSM), meski Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga dalam segi pengaturan dan pengawasan mengikuti
83
dari kantor pusat Bank Syari’ah Mandiri yang berada di Jakarta akan tetapi untuk mengenai hal-hal baru berkaitan pengaturan dan pengawasan setiap kantor cabang Bank Syari’ah Mandiri di beri informasi jika ada perubahanperubahan berkaitan perbankan, baik dari segi peraturan maupun pengawasan yang ada di setiap kantor cabang Bank Syari’ah Mandiri (Wawancara dengan Operasional Manager pelaksana SDI dan GA, pada tanggal 5 Mei 2015). Sedangkan dari segi pengaturan yang ada di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga salah satunya adalah Good Corporate Governance (GCG) sesuai dengan ketentuan Bank lndonesia tentang Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum Syari’ah (BUS) Nomor 11/33/PBI/2009. Sehingga Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga untuk saat ini belum ada pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK baik pengawasan secara langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya, sesuai dengan Pedoman GCG Perbankan Indonesia,
tujuan GCG merupakan usaha mengembalikan kepercayaan
kepada dunia perbankan Indonesia melalui restrukturisasi dan rekapitalisasi yang mempunyai dampak jangka panjang apabila disertai tiga tindakan penting yakni : a. Ketaatan terhadap Prinsip kehati-hatian b. Pelaksanaan GCG. c. Pengawasan yang efektif dari otoritas pengawasan Oleh karena itu ketaatan akan prinsip-prinsip GCG, antara lain transparasi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban, dan kewajaran dalam menjalankan perbankan dan segala prosedur yang ada di dalamnya
84
haruslah dilaksanakan dengan baik agar perbankan dapat berkembang dengan baik dan sehat. Dalam hal pengawasan bank yang berada di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga berkaitan dengan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan dalam hal ini diwakilkan Kantor Wilayah OJK Regional IV Jateng yang berada di Semarang, Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga belum ada pengawasan terbaru artinya pengawasan yang saat ini ada di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga di lakukan oleh Dewan Pengawas Syari’ah dan Dewan Komisaris yang berada di Internal Bank Syari’ah Mandiri. Untuk pelaporan hasil pengawasan yang ada di Bank Syari’ah Mandiri terutama Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga meliputi; a) Dewan Pengawas Syari’ah wajib menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode semester berakhir, b) Semester dimaksud adalah periode 6 (enam) bulanan yang berakhir pada bulan Juni dan Desember dan laporan hasil pengawasan DPS meliputi antara lain; a) Kertas kerja pengawasan terhadap proses pengembangan produk baru Bank, b) Kertas kerja pengawasan terhadap kegiatan Bank dilaporkan kepada Bank Indonesia yang berada di Kantor Wilayah Semarang (Wawancara dengan Operasional Manager pelaksana SDI dan GA, pada tanggal 5 Mei 2015). Sementara itu, alasan OJK belum sepenuhnya mengimplementasikan Undang-undang No. 21 Tahun 2011, dalam melaksanakan perpindahan sebagai wewenang yang dipegang oleh Bank Indonesia dalam masa transisi ke
85
OJK, adalah OJK mengupayakan tidak terdapat perubahan signifikan sehingga menghindari terjadinya penyesuaian yang menyulitkan kondisi perbankan nasional. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya gangguan pada sistem perbankan atau sistem keuangan termasuk internal pengawasan bank. Di bidang pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktuwaktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis, dan evaluasi melalui pelaporan yang disampaikan oleh bank, akan tetapi pada tahun ini OJK belum melaksanakan apa yang menjadi pengawasan OJK dalam perbankan disebabkan masih dalam pengintegrasian kelembagaan dari BI ke OJK. Di bidang pengaturan OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor:1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) di sektor Jasa Keuangan, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/POJK.03/2014 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Sedangkan seluruh Peraturan Bank Indonesia (PBI), Surat Edaran Ekstern (SE BI) dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Ekstern (SK, DIR) di bidang perbankan telah dikompilasi oleh Bank Indonesia. Kompilasi termasuk perizinan yang dinyatakan masih berlaku di OJK sampai dengan dilakukannya perubahan atau pencabutan oleh OJK. Di bidang pertukaran data dan informasi, Bank Indonesia dan OJK telah menyepakati untuk dapat saling mengakses secara penuh terhadap data
86
atau informasi dan sistem pelaporan Lembaga Jasa Keuangan. Di bidang logistik, Bank Indonesia telah meminjampakaikan gedung dan ruangan di Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jakarta untuk tempat kerja sebagian pegawai di shared function OJK yakni di bidang audit, edukasi dan perlindungan konsumen dan pengawasan perbankan. Selain itu, bank Indonesia juga meminjampakaikan sebagian ruangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah untuk operasional kegiatan OJK. Kesemua hal tersebut menunjukkan bahwa OJK masih belum memiliki indepedensi operasional yang penuh (Wawancara dengan bidang Informasi dan Dokumen OJK, 12 Mei 2015).
C. Hambatan dan Upaya Otoritas Jasa Keuangan dalam Implementasi Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Upaya perbaikan terhadap pola pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel maka Otoritas Jasa Keuangan selalu melakukan koordinasi dengan lembaga terkait, seperti Bank Indonesia, Bapepam LK, dan Kementerian Keuangan dalam rangka transsisi ke OJK, dikarenakan lembaga ini juga masih baru secara keseluruhan dalam melaksanakan pengaturan dan pengawasan masih belum optimal. Akan tetapi OJK mensyaratkan penilaian obyektif atas kekurangan dan kelebihan yang dimiliki Otoritas Pengawas Perbankan terdahulu. Pola pengawasan
87
perbankan di Indonesia pra OJK memiliki kelemahan yang kemudian diperbaiki dalam masa pengawasan yang sama oleh Bank Indonesia mendekati masa peralihannya ke OJK. Adapun hambatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Implementasi Undang-undang No. 21 Tahun 2011 dalam hal Pengawasan sebagai berikut: 1. Hambatan internal a. Sumber Daya Manusia (SDM) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga OJK tidak dapat bekerja secara optimal khususnya pengawasan transaksi perbankan. Otoritas Jasa Keuangan memiliki tanggung jawab yang dipikul oleh OJK tersebut ternyata tidak sebanding dengan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimilikinya. OJK membutuhkan bangunan organisasi yang kuat, pimpinan yang solid, dan dukungan tenaga-tenaga SDM yang mempunyai kompetensi di bidang pengawasan. b. Experience (Pengalaman) Masalah tidak hanya dari segi jumlah, kemampuan Sumber Daya Manusia
menjadi
tantangan
tersendiri.
Tuntutannya
adalah
membangun sistem pengawasan yang terintegrasi menghadapi konglomerasi sektor jasa keuangan. Sementara, selama ini pengalaman SDM adalah melakukan pengawasan secara sektoral sesuai bidang masing-masing.
88
c. Knowledge (Pengetahuan) Pengetahuan yang dimaksudkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dijadikan sebagai faktor penghambat dari internal ialah kurangnya pengetahuan mengenai sektor jasa keuangan terutama perbankan oleh pegawai Otoritas Jasa Keuangan tersebut. Kurangnya pengetahuan tersebut dapat mengganggu dalam kinerja terutama mewujudkan pengawasan yang terintegrasi. d. Belum terintegrasinya sistem pengawasan sektor perbankan, Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dengan pengawasan yang masih terpisah-pisah sehingga supervisi tidak terintegrasi. Walapun supervisi dilaksanakan dengan baik di satu sisi, tetapi belum tentu dilaksanakan dengan baik di sisi yang lain. Hal tersebut berpotensi menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi industri keuangan secara keseluruhan terutama apabila terjadi "trouble" di salah satu sektor dalam industri keuangan. Sehingga dibutuhkan pengawasan yang terintegrasi. 2. Hambatan ekternal yang dihadapi OJK ialah kompleksitanya transaksi yang beragam, cross border, multi produk. Karena banyak kompleksitas dalam kegiatan perbankan maka menjadi penghambat OJK sebagai lembaga pengawas lembaga perbankan khususnya pengawasan transaksi perbankan yang setiap harinya meningkat. Sementara itu, upaya yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Implementasi Undang-undang No. 21 Tahun 2011 sebagai berikut:
89
1. Upaya mengatasi hambatan internal a. Menambah Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Upaya yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengatasi hambatan SDM ialah dengan melakukan penerimaan pegawai Otoritas Jasa Keuangan untuk menambah Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dengan menjalani berbagai seleksi. Selain itu, untuk menambah Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, OJK juga memberikan pendidikan dan pelatihan kepada para pegawai OJK. b. Melakukan sharing knowledge, continuous education, best practice learning program. Sharing Knowledge yang dilakukan OJK ialah dengan berbagi ilmu atau mengadakan diskusi antar pegawai. Selain itu, continuous education
dengan
memberikan pelatihan-pelatihan kepada para
pegawai OJK serta mempelajari secara praktek mengenai lembaga perbankan. Hal ini terus dilakukan OJK untuk menambah pengetahuan pegawai OJK yang dapat mendukung kinerja mereka dalam bekerja. c. Teknik pengawasan dipertajam. Teknik pengawasan yang di pertajam yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan khususnya direktorat pengawasan transaksi perbankan ialah dengan menambah jam bekerja yang lebih banyak sehingga pengawasan terhadap transaksi perbankan semakin meningkat.
90
d. Masih melakukan proses pengintegrasian lembaga perbankan Dalam melakukan pengawasan integrasi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga di luar pemerintah yang mempunyai tugas pengaturan dan pengawasan di sektor keuangan sebagaimana berdasarkan pasal 6 UU OJK, Otoritas Jasa Keuangan beroperasi secara penuh pada Tanggal 31 Desember 2013. Jika dilihat pengoperasian tersebut OJK baru berjalan 1 tahun, Sehingga masih dalam proses pengintegrasian. Proses pengintegrasian sektor keuangan, Menurut Deputi Informasi, Komunikasi dan Dokumentasi Otoritas Jasa Keuangan Regional IV Jateng dan DIY di Semarang Ibu Sulistianingsih mengatakan OJK juga memperdalam sektor keuangan, khususnya di perbankan. Program pada penguatan infrastruktur sistem teknologi informasi, penyediaan regulasi yang akomodatif bagi industri sekaligus lebih melindungi investor, peningkatan sisi penawaran dan permintaan produk, serta efektifnya pengawasan dan penegakan hukum. 2. Upaya mengatasi hambatan eksternal yang dihadapi OJK yakni dengan cara memahami proses transaksi perbankan, produk perbankan dan semua kegiatan dalam perbankan (Wawancara dengan bidang Informasi dan Dokumen OJK, 12 Mei 2015).
91
BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGATURAN DAN PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN DI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG SALATIGA
A. Analisis Implementasi Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Terhadap Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Perbankan di Bank Syariah Mandiri Cabang Salatiga Dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas
dan seimbang di semua sektor perekonomian, serta memberikan
kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia maka program pembangunan ekonomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif dan mampu menggerakan kegiatan perekonomian nasional yang memiliki jangkauan yang luas dan menyentuh ke seluruh sektor riil dari perekonomian masyarakat Indonesia. Program pembangunan ekonomi nasional juga harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel yang berpedoman pada prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk mencapai tujuan tersebut, program pembangunan ekonomi nasional perlu didukung oleh tata kelola pemerintahan yang baik yang secara terus menerus melakukan reformasi terhadap setiap komponen dalam sistem perekonomian nasional. Salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional dimaksud adalah
92
sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional. Fungsi intermediasi yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga jasa keuangan, dalam perkembangannya telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, Negara senantiasa memberikan perhatian yang serius terhadap perkembangan kegiatan sektor jasa keuangan tersebut, dengan mengupayakan terbentuknya kerangka peraturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang terintegrasi dan komprehensif. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Mulai 31 Desember 2013, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mengawasi kinerja seluruh bank yang ada di Indonesia, mengambil alih tugas perbankan yang selama ini dilakukan Bank Indonesia. Hal ini sesuai amanat Undang-undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pasal 55, terhitung sejak 31 Desember 2013, pengaturan dan pengawasan bank dilakukan OJK. Dengan demikian BI akan fokus pada pengendalian inflasi dan stabilitas moneter.
93
Menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pasal 7 menyatakan bahwa untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan maka OJK mempunyai wewenang (1) pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank, seperti perizinan untuk pendirian bank, kegiatan usaha bank, (2) pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank seperti likuiditas, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, (3) pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank seperti prinsip mengenal nasabah, dan anti pencucian uang, dan (4) pemeriksaan bank. Sedangkan menurut penulis, salah satu aspek yang terpenting dalam pelaksanaan kegiatan perbankan adalah adanya pengaturan dan pengawasan. Dalam pengawasan dimaksudkan untuk mengusahakan pelaksanaan berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan yaitu berupa pengaturan berkaitan pengawasan atau Undang-undang yang berlaku. Pengawasan juga mempuyai posisi yang sangat vital untuk menyakinkan bahwa pelaksanaan kegiatan organisasi tetap berada dalam jalur yang sesuai untuk mencapai visi dan misi dalam perbankan. Temuan penulis di lapangan sangat berbeda dengan keberadaan lembaga baru ini (OJK) yang memiliki kewenangan pengaturan dan pengawasan di disektor perbankan, OJK belum dirasakan oleh bank, salah satunya Bank Syariah Mandiri Cabang Salatiga (BSM), meski Bank Syariah Mandiri Cabang Salatiga dalam segi pengaturan dan pengawasan mengikuti dari kantor pusat Bank Syariah Mandiri yang berada di Jakarta akan tetapi
94
untuk mengenai hal-hal baru berkaitan pengaturan dan pengawasan setiap kantor cabang Bank Syariah Mandiri di beri informasi jika ada perubahanperubahan berkaitan perbankan, baik dari segi peraturan maupun pengawasan yang ada di setiap kantor cabang bank mandiri syariah. Sedangkan segi pengaturan yang ada di Bank Syariah Mandiri Cabang Salatiga salah satunya adalah Good Corporate Governance (GCG) yang diterbitkan oleh Bank lndonesia tentang Pelaksanaan GCG Bagi Bank Umum Syariah (BUS) Nomor 11/33/PBI/2009. Sementara itu, dalam pengawasan bank yang berada di Bank Syariah Mandiri Cabang Salatiga berkaitan dengan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan Pimpinan Wilayah Regional IV yang berada di semarang, Bank Syariah Mandiri Cabang Salatiga belum ada pengawasan terbaru artinya pengawasan yang saat ini ada di Bank Syariah Mandiri Cabang Salatiga di lakukan oleh Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Komisaris yang berada di Internal Bank Syariah Mandiri. Untuk pelaporan hasil pengawasan yang ada di Bank Syariah Mandiri terutama Bank Syariah Mandiri Cabang Salatiga meliputi; a) Dewan Pengawas Syariah wajib menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada bank Indonesia paling lambat 2 (dua) bulan setelah periode semester berakhir, b) Semester dimaksud adalah periode 6 (enam) bulanan yang berakhir pada bulan Juni dan Desember dan laporan hasil pengawasan DPS meliputi antara lain; 1) Kertas kerja pengawasan terhadap proses pengembangan produk baru Bank, 2) Kertas kerja pengawasan terhadap kegiatan Bank dilaporkan kepada
95
Bank Indonesia yang berada di Kantor Wilayah Semarang. Oleh karena itu dalam pelaksanaan Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang OJK ini dari segi pengaturan dan pengawasan masih menggunakan peraturan Bank Indonesia. Seharusnya OJK sebagai salah satu lembaga baru yang mengawasi di sektor jasa keuangan bisa memberikan kebijakan disektor perbankan baik dari segi pengaturan maupun dari segi pengawasan sehingga instrument keuangan dalam pertumbuhan ekonomi membutuhkan adanya pengaturan dan pengawasan dari OJK agar kegiatan perbankan berjalan efesien dan wajar sesuai dengan amanat UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK. Hal ini, alasan OJK belum sepenuhnya mengimplementasikan Undang-undang No. 21 Tahun 2011, dalam melaksanakan perpindahan sebagai wewenang yang dipegang oleh Bank Indonesia dalam masa transisi ke OJK, OJK mengupayakan tidak terdapat perubahan signifikan sehingga menghindari terjadinya penyesuaian yang menyulitkan kondisi perbankan nasional. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya gangguan pada sistem perbankan atau sistem keuangan termasuk internal pengawasan bank. Di bidang pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktuwaktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis, dan evaluasi melalui pelaporan yang disampaikan oleh bank, akan tetapi pada tahun ini OJK belum melaksanakan apa yang menjadi
96
pengawasan OJK dalam perbankan disebabkan masih dalam pengintegrasian kelembagaan dari BI ke OJK. Di bidang pengaturan OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor:1/POJK.07/2014 Tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) di sektor Jasa Keuangan, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/POJK.03/2014 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Sedangkan seluruh Peraturan Bank Indonesia (PBI), Surat Edaran Ekstern (SE BI) dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Ekstern (SK, DIR) di bidang perbankan telah dikompilasi oleh Bank Indonesia. Kompilasi termasuk perizinan yang dinyatakan masih berlaku di OJK sampai dengan dilakukannya perubahan atau pencabutan oleh OJK. Di bidang pertukaran data dan informasi, Bank Indonesia dan OJK telah menyepakati untuk dapat saling mengakses secara penuh terhadap data atau informasi dan sistem pelaporan Lembaga Jasa Keuangan. Di bidang logistik, Bank Indonesia telah meminjampakaikan gedung dan ruangan di Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jakarta untuk tempat kerja sebagian pegawai di shared function OJK yakni di bidang audit, edukasi dan perlindungan konsumen dan pengawasan perbankan. Selain itu, bank Indonesia juga meminjampakaikan sebagian ruangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah untuk operasional kegiatan OJK. Kesemua hal tersebut menunjukkan bahwa OJK masih belum memiliki indepensi operasional yang penuh.
97
B. Analisis Hambatan dan Upaya yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dalam Implementasi Undang-undang No. 21 Tahun 2011 terhadap pengaturan dan pengawasan di Bank Syariah Mandiri Cabang Salatiga. Perkembangan sektor keuangan yang terintegrasi menuntut OJK untuk melakukan pengawasan secara terintegrasi dengan tujuan meningkatkan efektivitas pengawasan atas lembaga jasa keuangan secara terintegrasi antar sub sektor keuangan. Pelaksanaan pengawasan terintegrasi diharapkan dapat menurunkan potensi risiko sistemik kelompok jasa keuangan, mengurangi potensi
moral
hazard, mengoptimalkan perlindungan konsumen jasa
keuangan dan mewujudkan stabilitas sistem keuangan. Upaya perbaikan terhadap pola pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel maka Otoritas Jasa Keuangan selalu melakukan koordinasi dengan lembaga terkait, seperti Bank Indonesia, Bapepam LK, dan Kementerian Keuangan dalam rangka transsisi ke OJK, dikarenakan lembaga ini juga masih baru secara keseluruhan dalam melaksanakan pengaturan dan pengawasan masih belum optimal. Adapun hambatan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengimplementasikan Undang-undang No. 21 Tahun 2011 dalam hal Pengawasan meliputi: Hambatan internal seperti (a) Sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di Otoritas Jasa Keuangan belum banyak sehingga OJK tidak dapat bekerja secara optimal khususnya pengawasan transaksi perbankan, dan tanggung
98
jawab yang dipikul oleh OJK tersebut ternyata tidak sebanding
dengan
jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimilikinya. Sementara itu, OJK membutuhkan bangunan organisasi yang kuat, pimpinan yang solid, dan dukungan tenaga-tenaga SDM yang mempunyai kompetensi di bidang pengawasan; (b) Experience (Pengalaman) Masalah tidak hanya dari segi jumlah saja berkaitan SDM yang ada di OJK, kemampuan Sumber Daya Manusia yang bekerja di OJK menjadi tantangan tersendiri. Tuntutannya adalah membangun sistem pengawasan yang terintegrasi menghadapi konglomerasi sektor jasa keuangan. Sementara itu, selama ini pengalaman SDM adalah melakukan pengawasan secara sektoral sesuai bidang masingmasing; (c) Knowledge (Pengetahuan) faktor penghambat dari internal ialah kurangnya pengetahuan mengenai sektor jasa keuangan terutama perbankan oleh pegawai Otoritas Jasa Keuangan tersebut. Kurangnya pengetahuan tersebut dapat mengganggu dalam kinerja terutama mewujudkan pengawasan yang terintegrasi; (d) Belum terintegrasinya sistem pengawasan sektor perbankan, Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dengan pengawasan yang masih terpisah-pisah sehingga supervisi tidak terintegrasi. Walapun supervisi dilaksanakan dengan baik di satu sisi, tetapi belum tentu dilaksanakan dengan baik di sisi yang lain. Hal tersebut berpotensi menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan bagi industri keuangan secara keseluruhan terutama apabila terjadi "trouble" di salah satu sektor dalam industri keuangan. Sehingga dibutuhkan pengawasan yang terintegrasi.
99
Hambatan ekternal yang dihadapi OJK ialah kompleksitanya transaksi yang beragam, cross border, multi produk. Karena banyak kompleksitas dalam kegiatan perbankan maka menjadi penghambat OJK sebagai lembaga pengawas lembaga perbankan khususnya pengawasan transaksi perbankan yang setiap harinya meningkat. Sedangkan upaya yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengimplementasikan Undang-undang No. 21 Tahun 201 meliputi: Upaya mengatasi hambatan internal (a) Menambah Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Upaya yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengatasi hambatan SDM ialah dengan melakukan penerimaan pegawai Otoritas Jasa Keuangan untuk menambah Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dengan menjalani berbagai seleksi. Selain itu, untuk menambah Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, OJK juga memberikan pendidikan dan pelatihan kepada para pegawai OJK; (b) Melakukan sharing knowledge, continuous education, best practice learning program, Sharing Knowledge yang dilakukan OJK ialah dengan berbagi ilmu atau mengadakan diskusi antar pegawai. Selain itu, continuous education dengan memberikan pelatihan-pelatihan kepada para pegawai OJK serta mempelajari secara praktek mengenai lembaga perbankan; (c) Teknik pengawasan dipertajam yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) khususnya Direktorat pengawasan transaksi perbankan dengan menambah jam bekerja yang lebih banyak sehingga pengawasan terhadap transaksi perbankan semakin meningkat; (d) Masih melakukan proses pengintegrasian lembaga perbankan
100
dalam melakukan pengawasan integrasi, hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga di luar pemerintah yang mempunyai tugas pengaturan dan pengawasan di sektor keuangan sebagaimana berdasarkan pasal 6 UU OJK, Otoritas Jasa Keuangan beroperasi secara penuh pada Tanggal 31 Desember 2013. Jika dilihat pengoperasian tersebut OJK baru berjalan 1 tahun, Sehingga masih dalam proses pengintegrasian. Sementara itu, upaya mengatasi hambatan eksternal yang dihadapi OJK yakni dengan cara memahami proses transaksi perbankan, produk perbankan dan
semua kegiatan dalam perbankan. Selain itu minimnya
pengetahuan masyarakat tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi kendala besar, masyarakat banyak yang belum mengetahui tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menjadi tugas utama lembaga baru ini. Maka OJK harus lebih efektif bersosialisasi kepada masyarakat umum.
101
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil analisis yang ada di bab empat dapat disimpulkan yaitu sebagai berikut: 1. Implementasi Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Terhadap Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Perbankan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga belum dilaksanakan sepenuhnya oleh Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini disebabkan karena Otoritas Jasa Keuangan sendiri masih lembaga baru dan masih dalam proses pengentegrasian kelembagaan dari BI ke OJK. Meskipun mulai 31 Desember 2013, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi mengawasi kinerja seluruh bank yang ada di Indonesia, mengambil alih tugas perbankan yang selama ini dilakukan Bank Indonesia. Adapun alasan OJK belum mengimplementasikan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang OJK adalah salah satunya menghindari terjadinya penyesuaian yang menyulitkan kondisi perbankan nasional. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya gangguan pada sistem perbankan atau sistem keuangan termasuk internal pengawasan bank. Di bidang pengaturan dan pengawasan yang berada di Bank Indonesia berkaitan bidang perbankan telah dikompilasi oleh Bank Indonesia. Kompilasi termasuk perizinan yang dinyatakan masih berlaku di OJK sampai dengan dilakukannya perubahan atau pencabutan oleh OJK.
102
2. Hambatan dan Upaya yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan dalam mengimplementasikan Undang-undang No. 21 Tahun 2011 terhadap pengaturan dan pengawasan di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Salatiga meliputi; Hambatan internal yaitu, Sumber daya manusia, Experience (pengalaman), Knowledge (pengetahuan), Belum terintegrasinya sistem pengawasan sektor perbankan, Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dengan pengawasan yang masih terpisah-pisah sehingga supervisi tidak terintegrasi. Sementara itu, untuk Hambatan ekternal yang dihadapi OJK ialah kompleksitanya transaksi yang beragam, cross border, multi produk. Sedangkan upaya dalam mengatasi hambatan internal salah satunya menambah Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, Melakukan sharing knowledge, continuous education, best practice
learning
program. Teknik pengawasan dipertajam, Masih melakukan proses pengintegrasian lembaga perbankan. Adapun untuk upaya mengatasi hambatan eksternal yang dihadapi OJK yakni dengan cara memahami proses transaksi perbankan, produk perbankan dan semua kegiatan dalam perbankan.
B. Saran 1. Pengawasan transaksi perbankan perlu diperketat karena dengan banyak produk yang berkembang dalam kegiatan perbankan serta akses lintas negara. Maka dibutuhkan pengawasan yang lebih baik guna terhindar dari kejahatan-kejahatan perbankan diantaranya pencucian uang. Selain itu,
103
pengawasan terintegrasi lebih cepat dilakukan sehingga mempermudah dan memperlancar pengawasan perbankan khususnya dalam transaksi dunia perbankan yang semakin modern. 2. Pemantapan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Otoritas yang membawahi sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun serta Industri Keuangan Non Bank (IKNB) baik dalam SDM yang berkualitas, kinerja dan sebagainya. 3. Otoritas Jasa Keuangan sebagai Self Regulation Organization (SRO) dapat membuat pengaturan dan pengawasan di dunia perbankan untuk perusahaan keuangan yang sehat dan baik sehingga terciptanya perekonomian yang kuat sehingga tidak mengulangi sejarah masa lalu yaitu krisis moneter tahun 1997/1998.
C. Penutup Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkah karunia dan nikmatnya kepada kita semua. Akhirnya dengan kerja yang sangat melelahkan, susah senang, duka lara yang penulis rasakan selama menyelesaikan
skripsi ini. Harapan penulis semoga karya yang sangat
sederhana ini dan jauh dari sempurna dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi masyarakat yang sangat senang pada kajian-kajian pada umumnya. Akhirnya masukan serta kritik yang bersifat kontruktif
sangat
penulis harapkan demi perbaikan karya ini pada saat ini dan dapat berguna di masa yang akan datang. Amiin.
104
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku Ali, Zainudin. 2009. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta:Sinar Grafika. Djumhana, Muhammad. 2000. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Djoni, Gozali dan Rachmadi, Usman. 2010. Hukum Perbankan. Jakarta: Sinar Grafika. Fuady, Munir. 1999. Hukum Perbankan Modern (Berdasarkan Undang-undang Tahun 1998) buku kesatu. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Gemala, Dewi. 2006. Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana pernada Media Grup. Hermansyah. 2007. Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi. Jakarta: Kenacana. Moleong, lexy. 1999. Metodologi Penelitian. Bandung:PT.Remaja Rosada Karya. Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT.Citra
Aditya Bakti.
Kasmir. 2004. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta:PT Raja Grafindo. Kasmir. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Press. Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Mada University Press.
105
Yogyakarta:Gadjah
Romy, Suemitro. 1990. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurementri. Jakarta: Ghalia Indonesia. Situmorang, Victor M dan Juhir, Jusuf. 1994. Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam Lingkungan Aparatur pemerintah. Jakarta: Rineka Cipta. Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penulisan Hukum. Jakarta: UI Press. Sutedi, Andrian. 2007. Hukum Perbankan;Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuiditasi, dan Kepailitan. Jakarta:Sinar Grafika. Suteki, Adrian. 2014. Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan. Jakarta:Raih Asa Sukses. Sulistio, Tito. 2004. Mencari Ekonomi Pro Pasar; Catatan Tentang Pasar Modal, Privatisasi Dan Konglomerasi Lokal. Jakarta: The Investor. Sutedi, Adrian. 2014. Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan. Jakarta: Raih Asa Sukses. Sundari, Siti. 2011. Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Kementrian Hukum dan Ham Republik Indonesia. Sembiring, Sentosa. 2000. Hukum Perbankan. Bandung:Mandar Maju. Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan (Kebijakan Moneter dan Perbanka. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia. Usman, Rachmadi. 2003. Aspek-aspek Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wahab, Solichin Abdul. 2002. Analisis Kebijaksanaan. Jakarta:Sinar Grafika Offiset.
106
Widiyono, Try. 2006. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia: Simpan Pinjam, Jasa dan Kredit. Bogor: Ghalia Indonesia. W.J.S Poerwadarminto. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Karya Ilmiah Batunagar, Sukarela. 2006. Jaring Pengaman Keuangan: Kajian Literatur dan Prakteknya di Indonesia, Hukum Perbankan dan Kesentralan Volume 4 Nomor 3, Desember 2006) Jakarta: Buletin. Indaryanto, Wisnu. 2012. Pembentukan Dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan.
Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 9 No. 3 - Oktober 2012.
Kumalasari, Ajeng. 2014. Perlindungan Hukum Data Nasabah Dalam Internet Banking. Skripsi. Fakultas Syariah dan Hukum. Jakarta: Univ. Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Khopiatuziadah. 2012. Hubungan Kelembagaan Antar Pengawas Sektor Perbankan:
Perspektif Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Jurnal Legislasi
Indonesia Vol. 9 No. 3 - Oktober 2012.
Putri, Harningtias. 2008. Pengaturan Dan Pengawasan Bank Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan The Basel Core Principles For Effective Banking Supervision. Skripsi. Fakultas Hukum. Sumantera Utara: Universitas Sumatera Utara. Safitri, Rahma. 2013. Indepedensi Otoritas Jasa Keuangan dalam Melakukan Pengawasan Perbankan di Indonesia (Berdasarkan Berlakunya Undang-
107
undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan). Skripsi. Fakultas Hukum. Surakarta: Univ. Sebelas Maret. Suryo, Yuanita. 2013. Fungsi Pengaturan dan Pengawasan Perbankan di Indonesia
setelah disahkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011
Tentang Otoritas
Jasa Keuangan. Skripsi. Fakultas Hukum. Surakarta: Univ.
Sebelas Maret. Sitompul, Zulkarnain. 2002. Perlindungan Dana Nasabah Bank:Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia. Skripsi. Fakultas Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia. Sundari, Siti. 2011. Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Kementrian
Hukum dan HAM RI.
Sinaga, Rebeka Dosma. 2013. Sistem Koordinasi antara Bank Indonesia dan Otoritas
Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Bank Setelah Lahirnya
Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Jurnal Hukum Ekonomi. Sumantera Utara: Universitas Sumatera Utara. Tim panitia antar Departemen Rancangan Undang-undang tentang Otoritas Jasa Keuangan. 2010.Naskah Akademik Pembentukan OJK. Jakarta. Tim Kerja Sama Panitia FEB-UGM dan FE-UI. Alternative Struktur OJK Yang Optimum: Kajian Akademik. Yumya, Afika. 2008. Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan. Skripsi. Fakultas Hukum. Depok: Universitas Indonesia.
108
Joyosumarto, Subarjo Pemenuhan Kompentensi Dewan Komisioner dan Rekrutmen
Pegawai OJK. Jakarta:Makalah dipresentasikan dalam Seminar
OJK, 13
Februari 2012.
Hikmah, Mutiara. 2007. Fungsi Bank Indonesia Sebagai Pengawas Perbankan Di Indonesia, (Jurnal Hukum dan Pembangunan, Tahun Ke 37, Nomor 4. Fakultas Hukum. Jakarta: Univ. Indonesia.
Perundang-undangan Republik Indonesia Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
6 Tahun
2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-
Undang. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
109
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan (OJK) Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111. Sekretariat Negara. Jakarta.
Wawancara Sulistianingsih. 2015. Wawancara. Semarang: Bidang Informasi dan Dokumen OJK. Exclanta, Ruli. 2015. Wawancara. Salatiga: Manager Pelaksana SDI & GA BSM Cabang Salatiga.
Internet Otoritas Jasa Keuangan, Liputan Khusus Otoritas Jasa Keuangan;Selamat Datang
Wasit baru Indusri Keuangan, diunduh 15 Januari 2015, Pukul
13.16 Wib
http://www.lipsus.kontan.co.id).
Vibiz News, OJK Optimis Pasar Modal Indonesia Tetap Terbaik di Asia, diunduh 15
Januari 2015 Pukul 14.05 Wib http://vibiznews.com).
www. Ojk.go.id www.Syari’ahmandiri.co.id
110
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: MUH ASROI
Tempat/Tanggal Lahir
: Magelang, 30 Juli 1993
Alamat
: Dsn. Campurejo Rt. 002/Rw.02, Ds. Kembangkuning, Kec. Windusari, Kab. Magelang.
Fakultas
: Syariah dan Hukum
Jurusan
: S1 Hukum Ekonomi
No. Hp
: 085-643 906-907
E-mail
:
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN 1. Pendidikan Dasar dan Menengah
2.
Tahun 1998/1999
: Lulus TK Rodhotul Alfa Kembangkuning
Tahun 2004/2005
: Lulus SD N 1 Kembangkuning
Tahun 2007/2008
: Lulus SMP N 1 Windusari
Tahun 2010/2011
: Lulus SMA N 1 Bandongan
Pendidikan Tinggi Tahun 2014/2015
RIWAYAT PEKERJAAN 1. Tahun 2011-2012 2.
Tahun 2012-Sekarang
: Lulus IAIN Salatiga
: Asuransi Takaful bidang Marketing. : Lembaga
Bantuan
Hukum
bidang
Penelitian. 3.
Tahun 2014-Sekarang
: Lembaga Bantuan Hukum Asyka Justice dan Advokat
4.
Tahun 2015-Sekarang
: Lembaga Pendamping Usaha “Katalis” bidang Direktur Penelitian dan Penerbitan
5.
Tahun 2015
: Asisten Dosen Fakultas Syariah dan Hukum IAIN Salatiga.
111
RIWAYAT ORGANISASI 1. Tahun 2002-2003
: Ketua Pramuka SDN 1 Kembangkuning
2.
Tahun 2005-2006
: Ketua OSIS SMP N 1 Windusari
3.
Tahun 2005-2006
: Ketua Adat Pramuka SMP N 1 Windusari
4.
Tahun 2009-2010
: Ketua Umum OSIS SMA N 1 Bandongan
5.
Tahun 2009-2010
: Ketua Adat Bantara SMA N 1 Bandongan
6.
Tahun 2011-2012
: Ketua HMPS S1 Hukum Ekonomi Syariah
7.
Tahun 2011-2012
: Ketua
Divisi
Oprasional
Resimen
Mahasiswa
Mahadipa Sat. 953 Kalimosodo IAIN Salatiga. 8.
Tahun 2011-2012
: Ketua Divisi Sosial Politik Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Syariah
9.
Tahun 2012-2013
: Sekretaris
Jenderal
Forum
Silaturrahim
Studi
Ekonomi Islam (FoSSEI) Komisariat Semarang 10.
Tahun 2012-2013
: Wakil Sekretaris Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) IAIN Salatiga
11.
Tahun 2013-2014
: Ketua Umum Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) IAIN Salatiga
12.
Tahun 2013-2014
: Ketua Departemen Nasional (DEPNAS) Forum Silaturrahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI).
13.
Tahun 2013-2014
: Ketua DPD Liga Mahasiswa NasDem Kota Salatiga
14.
Tahun 2014-Sekarang
: Ketua/Pendiri Forum Mahasiswa Hukum Islam Fakultas Syariah IAIN Salatiga.
15.
Tahun 2013- Sekarang : Ketua
Bidang Hukum dan Politik Ikatan Senat
Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI). 16.
Tahun 2013-Sekarang
: Ketua Penelitian Persatuan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI).
17.
Tahun 2013-Sekarang
: Direktur Abdi Masyarakat Law Foundation
18.
Tahun 2015-2016
: Sekretaris
Karang
Taruna
“KARCABA”
Desa
Kembangkuning, Kec. Windusari. 19.
Tahun 2013-Sekarang
: Anggota Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jawa Tengah.
112
20.
Tahun 2014-Sekarang
: Anggota Keluarga Alumni (KA) Forum Silaturrahim Studi Ekonomi Islam Indonesia (FoSSEI Nasional).
21.
Tahun 2014-Sekarang
: Ketua
Badan
Lingkungan
Hidup
Desa
Kembangkunig, Kec. Windusari.
KARYA ILMIAH 1. Judul: Dinar dan Dirham Solusi Ekonomi Indonesia. Karya Ilmiah. 2012. Semarang: Temu Ilmiah Regional (TEMILREG) Jawa Tengah. 2. Judul: Implementasi Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2003 Tentang Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Pasar tiban di Jalan Baru Kota Salatiga). Penelitian. 2013. Tidak dipublikasikan. 3. Judul: Optimalisasi Pengelolaan Zakat Dalam Pemberdayaan Kemiskinan Dengan Adanya Undang Undang No 23 Tahun 2011 (Studi Di Lembaga Amil Zakat Al-Ihsan Jawa Tengah Cabang Salatiga). Penelitian. 2014. Tidak dipublikasikan. 4. Judul: Kedudukan Nadzir Terhadap Pengelolaan Tanah Wakaf Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Di Badan Wakaf Muhammadiyah Kabupaten Magelang). Penelitian. 2015. Tidak dipublikasikan. 5. Judul: Implementasi Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan terhadap pengaturan dan pengawasan di lembaga perbankan (Studi Analisis di Bank Syariah Cabang Salatiga). Skripsi. 2015. Fakultas Syariah dan Hukum. Salatiga: IAIN Salatiga. 6. Judul: Peran Masjid dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat. Karya Ilmiah. 2015. Tidak dipublikasikan. Demikian, Curriculum Vitae ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Salatiga, Mei 2015 Pembuat CV
MUH ASROI
113