ANALISIS PENGARUH SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), NILAI TUKAR (KURS) DAN INFLASI TERHADAP PEMBIAYAAN BERMASALAH PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE JULI 2010-DESEMBER 2013
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Alfina Martiningsih 109084000015
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
ANALISIS PENGARUH SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), NILAI TUKAR (KURS) DAN INFLASI TERHADAP PEMBIAYAAN BERMASALAH PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE JULI 2010-DESEMBER 2013
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Alfina Martiningsih NIM: 109084000015
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM NIDN : 0325067004
Pembimbing II
Yoghi Citra Pratama, M.Si NIP: 19830717201101 1 011
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H/ 2014 M LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Hari ini Selasa,10 September 2013 telah dilakukan ujian komprehensif atas mahasiswa: 1. 2. 3. 4.
Nama NIM Jurusan Judul Skripsi
: Alfina Martiningsih : 109084000015 : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan : Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesi Syariah (SBIS),Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember 2013.
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut diatas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ketahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 10 September 2013
1.
Dr.Lukman M.Si NIP. 195706170617198503 1 002
( ------------------------)
2.
M.Hartana I Putra M.Si NIP.150409504
( ------------------------)
3.
Yoghi Citra Pratama M.Si NIP. 19830717201101 1 011
( ------------------------)
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Alfina Martiningsih
No. Induk Mahasiswa
: 109084000015
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
: Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya ; 1.
Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.
2.
Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3.
Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa ijin dari pemilik karya.
4.
Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5.
Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.
Jikalau dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung-jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyatan diatas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Jakarta, September 2014
Alfina Martiningsih 109084000015
DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI 1. Nama Lengkap
: Alfina Martiningsih
2. Tempat Tanggal Lahir
: Tangerang, 01 Agustus 1992
3. Alamat
: Jalan Amil Mena RT 001/01 No.78 Pondok Jagung Serpong Utara Kota Tangerang Selatan 15326
4. Agama
: Islam
5. No. Telephone/HP
: 081362473420
6. Email
:
[email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL 1. SDN Pondok Jagung IV Tahun 1997 - 2003 2. SMP Negeri 1 Serpong Tahun 2003 - 2006 3. SMA Negeri 1 Serpong Tahun 2006 - 2009 4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2009 - 2014
III. PENDIDIKAN INFORMAL 1.
Studi Banding Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) ke Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Islam Indonesia, 2010.
2.
Insurance Goes To Campus Seminar Nasional “Peran Asuransi dalam Era Globalisasi“. Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
3.
Visit Museum Bank Indonesia dan Bank Mandiri Ikatan Mahasiswa Ekonomi Syariah Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IMESIESP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
4.
Peserta Seminar “Manajemen Bank Syariah”. Ikatan Mahasiswa Ekonomi Syariah (IMES) Dan Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan
i
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (BEMJ - IESP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. 5.
Peserta Kuliah Kerja Sosial Bebas Terkendali (KKS-BT) / Magang. Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.
IV. PENGALAMAN ORGANISASI 1. Osis SMA Periode 2006 – 2009 2. Forum Komunikasi Remaja Masjid (FKRM) Tangerang Selatan 20102012
V. LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
: Tomas Margono
2. Ibu
: Tini Kartini
3. Alamat
: Jalan Amil Mena RT 001/01 No.78 Pondok Jagung Serpong Utara Kota Tangerang Selatan 15326
4. Anak ke
: 1 (satu) / 2 Bersaudara
ii
ABSTRACT The purpose of this study was to analyze the influence of Bank Indonesia Certificate Sharia (SBIS), Exchange Rate (Kurs), and Inflation of the Non Performing Financing (NPF) of Islamic Banking in Indonesia period July 2010December 2013. The dependent variable used is the Non Performing Financing (NPF) of Islamic Banking in Indonesia , while the independent variable is the influence of Bank Indonesia Certificate Sharia(SBIS), Exchange Rate (Kurs),and Inflation. The data used are time series data , namely the period July 2010December 2013. Sources of research data obtained from Bank Indonesia (BI).To analyze,the authors use regression analysis method is OLS . These results indicate that the variable Bank Indonesia Certificate Sharia (0.0030) and Exchange Rate (0.0000) negative significant effect on the Non Performing Financing (NPF) of Islamic Banking in Indonesia. While Inflation variable (0.0000) positive significant effect on the Non Performing Financing (NPF) of Islamic Banking in Indonesia. With a coefficient of determination ( R2 adj ) 69.89 % . Keywords : Bank Indonesia Certificate Sharia, Exchange Rate, Inflation and of the NPF in Indonesia, OLS .
iii
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (Kurs) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah pada Perbankan Syariah di Indonesia, Periode Juli 2010- Desember 2013. Variabel terikat yang digunakan adalah Pembiayaan Bermasalah pada Perbankan Syariah di Indonesia, sedangkan variabel bebasnya adalah pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (Kurs) dan Inflasi. Data yang digunakan adalah data time series yaitu periode Juli 2010 - Desember 2013. Sumber data penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia (BI). Untuk menganalisis, penulis menggunakan metode analisis regresi berganda yaitu OLS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Sertifikat Bank Indonesia Syariah (0.0030) dan Nilai Tukar (0.0000) berpengaruh negatif signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia. Sedangkan variabel Inflasi (0.0000) berpengaruh positif signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Dengan koefisien determinasi (adj R2) 69.89 % Kata Kunci: Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Nilai Tukar, Inflasi dan Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia,OLS
iv
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah menurunkan Islam sebagai tuntunan kehidupan yang membawa kepada kesejahteraan, keadilan, keberkahan, dan kesempurnaan dan juga atas segala limpahan rahmat-Nya kepada kita semua hingga kita dapat merasakan nikmat Islam, nikmat Iman, dan nikmat sehat wal’afiat. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Salallahu A’laihi Wassalam, pembawa risalah, penyampai amanah, dan pemberi nasihat kepada umat manusia, serta para sahabat, keluarga dan orang-ornag sholeh yang Allah ridhoi. Hanya karena rahmat, karunia, dan keridhaan-Nya lah penulis memiliki kekuatan, kemauan, kesempatan, dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember 2013 ” dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Bisnis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Alhamdulillah, dengan pertolongan dan rahmat Allah Subhanahu Wata’ala, skripsi ini telah selesai, walupun penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Namun dari lubuk hati yang paling dalam, penulis berharap semoga skripsi ini sedikit banyak mudah-mudahan insya Allah dapat bermanfaat bagi banyak orang, Amin. Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga
v
Allah SWT memberikan pahala atas amal kebaikan dari semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, diantaranya adalah: 1. Allah SWT Yang Maha Segalanya, Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha penolong setiap hamba-Nya. Yang telah melimpahkan segala karunia-Nya, rahmat-Nya, serta ilmu pengetahuan yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Teristimewa untuk kedua orang tua saya tercinta yaitu Bapak (Thomas Margono) dan Ibu (Tini Kartini) yang tidak pernah bosan memberikan kasih sayang, cinta, doa, nasihat dan motivasi untuk putrimu selama ini. Tetesan keringat, air mata dan helaan nafas kalian merupakan dukungan terbesar saya untuk memberikan yang terbaik kepada Bapak dan Ibu. Mudah-mudahan atas izin Allah SWT saya selalu dapat menjadi anak kebanggaan Bapak dan Ibu, dapat selalu mengukir senyum Bapak dan Ibu. Restu Bapak dan Ibu lah yang selama ini mengiringi langkah saya dalam beraktifitas. 3. Adikku (Omega Alfandi) yang tidak pernah henti memberikan dukungan dan motivasi untuk selalu tetap berjuang dan semangat menghadapi kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Prof.Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis. 5. Bapak Zuhairan .Y.Yunan, SE., M.Sc selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP), yang telah memberikan dukungan untuk IESP dan semua mahasiswanya. 6. Bapak Zainal Mutaqin, MPP selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang selalu memberikan informasi akademik kepada setiap mahasiswa IESP.
vi
7. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM selaku Dosen Pembimbing I yang dengan sabar dan mau meluangkan waktunya untuk membimbing, memberi arahan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi serta sebagai penggagas @Tujuhqur’an. Selain itu sebagai Dosen Ekonomi Syariah, Mikro Syariah dan Moneter Syariah. Terima kasih banyak Pak Roy, Semoga Allah SWT selalu melimpahkan nikmat iman, nikmat Islam, nikmat sehat wal’afiat dan nikmat panjang umur serta kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak. Amin Ya Allah 8. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, motivasi, semangat, saran dengan meluangkan waktu, pikiran, tenaga, dan juga memberikan ilmu dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan juga tak pernah lupa menyarankan penulis agar selalu rajin dalam beribadah kepada Allah SWT. 9. Bapak M.Hartana.I.Putra, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memberikan motivasi kepada saya agar cepat lulus. 10. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis terutama jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk mahasiswa dan kemajuan FEB khususnya, serta Bangsa Dan Negara pada umumnya. 11. Seluruh Staff Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah 12. Terima kasih banyak kepada sahabat setia saya dari pertama masuk kuliah yaitu Anissa Riska Amalia dan Fatmawati Putri untuk kebersamaannya saling memotivasi di setiap kondisi, semoga silaturahmi terus terjaga.
vii
13. Terima kasih Kepada para sahabat saya yang baik dan sering membantu :Dila, Dita,Wida,Yane,Puspita,Kemel,Sandy,Rismawan,Sahrul,Rifki,Wildan,Aziz, Zona,Romdhon,Kana,Gunawan,Candra,Gerry,Adam dan Andre. 14. Terima kasih kepada seluruh kaka senior angkatan 2007 dan 2008 yaitu Kak Ihsan,Kak Endang,Kak Veni,Kak Lutfi,Kak Hanna Kristiaji,Kak Riri,Kak Jom. 15. Terima kasih kepada seluruh teman-teman keluarga besar IESP 2009 yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, namun tidak mengurangi rasa hormat saya kepada teman-teman. 16. Terima kasih kepada seluruh teman, kerabat dan saudara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,semoga kebaikkan kalian dapat dibalas oleh Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa, isi maupun analisisnya, sehingga penulis sangat
berharap
atas
kritik
dan
saran
dari
berbagai
pihak
untuk
penyempurnaannya. Akhirnya kata penulis mengucapkan Alhamdulillahirabil’alamin. Wassalamualaikum Wr. Wb. Tangerang Selatan, 1 September 2014
(Alfina Martiningsih)
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. i ABSTRACT ........................................................................................................... iii ABSTRAK ............................................................................................................. iv KATA PENGANTAR ........................................................................................... v DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................... 1 A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………….. ........... 10 1. Tujuan Penelitian ...................................................................... 10 2. Manfaat Penelitian .................................................................... 10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 12 A. Landasan Teori ............................................................................. 12 1. PerbankanSyariah ..................................................................... 12 a. Definisi PerbankanSyariah ................................................ 12 b. Tujuan Bank Syariah ......................................................... 13 c. Prinsip Bank Syariah ......................................................... 15 d. Fungsi dan Peranan Bank Syariah ..................................... 15 e. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah ............ 16 2. Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) ......................................................................................... a.
18
Pengertian Pembiayaan Bernasalah................................... 18
b. Perhitungan Pembiayaan Bermasalah atau NPF ............... 22 c.
Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah ....................... 23
ix
3. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ................................ 27 a. Pengertian SBIS ................................................................ 27 b. Hubungan SBIS dengan Pembiayaan Bermasalah ............ 31 4. Nilai Tukar ............................................................................... 33 a.
Pengertian Nilai Tukar ...................................................... 33
b. Penentuan Nilai Tukar ....................................................... 33 c.
Sistem Kurs Mata Uang .................................................... 34
d. Nilai Tukar dalam Islam .................................................... 36 e.
Hubungan Nilai Tukar dengan Pembiayaan Bermasalah ......................................................................... 37
5. Inflasi ........................................................................................ 38 a.
Pengertian Inflasi ............................................................... 38
b. Macam-Macam Inflasi ...................................................... 40 c.
Indikator Inflasi ................................................................. 44
d. Inflasi dalam Pandangan Islam ......................................... 45 e.
Hubungan Inflasi dengan Pembiayaan Bermasalah .......... 49
B. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 50 C. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 58 D. Hipotesis........................................................................................ 62
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 63 A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 63 B. Metode Penentuan Sampel ............................................................ 63 C. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 64 D. Metode Analisis Data .................................................................... 65 1. Uji Asumsi Klasik .................................................................... 66 a. Uji Normalitas ................................................................... 66 b. Uji Multikolinearitas ......................................................... 67 c. Uji Heterokedastisitas ....................................................... 69 d. Uji Autokorelasi ................................................................ 70 2. Uji Independensi Variabel ........................................................ 71
x
a. Uji Parsial (Uji-t) ............................................................... 71 b. Uji F-Statistik .................................................................... 72 c. Uji Koefisien Determinasi (R2) ......................................... 72 3. Model Regresi. ......................................................................... 73 E. Operasional Variabel Penelitian .................................................... 74 1. Variabel Dependen ................................................................... 74 2. Variabel Independen................................................................. 75 a. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ......................... 75 b. Nilai Tukar ........................................................................ 75 c. Inflasi ................................................................................. 75
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN .................................................... 77 A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian .................................. 77 1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Dunia ........................ 77 2. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia ............................... 78 3. Perkembangan Pembiayaan Bermasalah .................................. 80 4. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ....... 82 5. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (Rupiah/US$) ................... 84 6. Perkembangan Inflasi ............................................................... 86 B. Hasil Analisis dan Pembahasan .................................................... 87 1. Uji Asumsi Klasik .................................................................... 88 a. Uji Normalitas ................................................................... 88 b. Uji Multikolinearitas ......................................................... 89 c. Uji Heterokedastisitas ....................................................... 90 d. Uji Autokorelasi ................................................................ 91 2. Uji Statistik ............................................................................... 92 a. Uji Parsial (Uji t) ............................................................... 93 b. Uji F................................................................................... 96 3. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................................ 97 C. Pembahasan Analisis Ekonomi ..................................................... 97
xi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 100 A. Kesimpulan ................................................................................... 100 B. Saran ........................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 103 LAMPIRAN ........................................................................................................... xvii
xii
DAFTAR TABEL
No
Keterangan
Hal
1.1
Komposisi NPF,SBIS,Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi Tahun 2010-2013 ... 5
2.1
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional ......................................... 16
2.2
Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 54
4.1
Uji Normalitas Jarque-Bera ........................................................................... 88
4.2
Hasil Uji Correlaion matrix .......................................................................... 89
4.3
Hasil Uji White Heterokedasticity ................................................................. 90
4.4
Hasil Uji Langrange Multiple Test (LM-Test).............................................. 91
4.5
Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square .............................................. 92
xiii
DAFTAR GAMBAR
No
Keterangan
Hal
2.1
Demand Pull Inflation .............................................................................. …. 42
2.2
Cost Push Inflation ........................................................................................ 43
2.3
Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 61
4.1
Perkembangan Pembiayaan Bermasalah Tahun 2010-2013 .......................... 81
4.2
Perkembangan SBIS Tahun 2010-2013 ......................................................... 83
4.3
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Tahun 2010-2013 .................................. 85
4.4
Perkembangan Inflasi Tahun 2010-2013 ....................................................... 86
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No
Keterangan
Hal
1
Data Penelitian Juli 2010 – Desember 2013 ..................................................... xv
2
Uji Normalitas ................................................................................................... xvii
3
Uji Multikolinearitas ......................................................................................... xvii
4
Uji Heterokedastisitas ....................................................................................... xviii
5
Uji Autokorelasi ................................................................................................ xix
6
Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square ................................................. xx
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sektor perbankan di Indonesia memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi pada saat ini. Bank berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan yakni sebagai lembaga yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan sektor perbankan kepada sektor riil berperan meningkatkan produktivitas sektor riil tersebut. Meningkatnya produktivitas sektor riil dapat meningkatkan iklim dunia usaha dan
investasi yang kemudian akan
meningkatkan pendapatan nasional (Muntoha,2011:2). Salah satu faktor yang dapat digunakan untuk mensinyalir adanya krisis perbankan adalah tingkat pembiayaan maupun kredit macet, oleh karena itu menganalisis faktor-faktor apa saja yang menentukan tingkat pembiayaan bermasalah merupakan hal penting dan substansial bagi stabilitas keuangan dan manajemen bank. Menurut Mankiw (2006), sektor investasi merupakan sector penting yang berada dalam aliran sirkuler uang dalam perekonomian. Sektor investasi ini merupakan penghubung langsung antara lembaga keuangan dan sektor riil, yaitu sektor barang dan jasa. Jika jumlah pembiayaan bermasalah
tinggi
maka
bank
akan
mempersulit
masyarakat
yang
membutuhkan dana karena bank akan lebih berhati hati dalam praktik penyaluran pembiayaan perbankan. Pertumbuhan ekonomi tentunya juga akan menurun karena aktivitaspada sektor riil semakin lesu (Diyanti,2012:1).
1
Di Indonesia, bank syariah pertama didirikan pada tahun 1992. Pada awal pendiriannya, keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukumnya hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”, dan belum ada rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Hal ini tercermin dalam UU No.7 Tahun 1992, dimana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil belum diuraikan secara jelas. Baru kemudian pada 18 Juni 2008, DPR mengesahkan Undang- Undang No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah (Muttaqiena, 2013:2). Bank syariah dalam operasionalnya meniadakan sistem bunga. Sebagai gantinya bank syariah menggunakan beberapa sistem yang didasarkan pada prinsip syariah, antara lain sistem bagi hasil, sistem jual beli, sistem sewa, sistem gadai dan lain-lainnya. Bank syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha antara: pemilik dana (shohibul mal) yang menyimpan uangnya di lembaga, lembaga selaku pengelola dana (mudhorib), dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha (Muhammad, 2009:4). Sistem bagi hasil yang digunakan oleh bank syariah berimplikasi pada pemerataan hasil dan risiko antara lembaga keuangan dengan debitur. Proses penilaian dan kekuatan proposal pengajuan pembiayaan sangat berperan penting dalam kelancaran usaha tersebut, karena jika tidak, alih-alih bisa mendapatkan bagi hasil, bank dapat dapat mengalami kerugian karena
2
pokoknya
tidak
bisa
dikembalikan.
Alokasi
sistem
ini
cenderung
merefleksikan efisiensi yang lebih besar pada sisi permintaan dan penawaran (Muntoha, 2010:5). Bank sangat memperhatikan resiko ini, mengingat sebagian besar bank melakukan pemberian kredit sebagai bisnis utamanya.Saat ini,sejarah menunjukkan bahwa resiko kredit merupakan kontributor utama yang menyebabkan kondisi bank memburuk, karena nilai kerugian yang ditimbulkannya sangat besar sehingga mengurangi modal bank secara cepat. Indikator yang menunjukkan kerugian akibat resiko kredit adalah tercermin dari besarnya Non Performing Financing (NPF). NPF adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah. Menurut Dendawijaya (2005:82) pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan-pembiayaan yang kategori kolektabilitasnya masuk dalam kriteria pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan, dan pembiayaan macet. Peningkatan rasio pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing dapat dilihat dari beberapa indikator yang mempengaruhinya diantaranya Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi. Peningkatan NPF dipengaruhi dari salah satu instrumen moneter syariah yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Menurut Arifin (2009:198) Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia yang dibuat dalam rangka pengendalian moneter berdasarkan prinsip syariah dan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi
3
likuiditas pada bank syariah dengan menggunakan sistem bonus. Pada saat bonus SBIS menurun, bank syariah akan menggunakan dananya untuk memberikan pembiayaan produktif dibandingkan untuk menyimpan dalam SBIS. Dengan meningkatnya alokasi untuk pembiayaan produktif maka akan meningkatkan resiko pembiayaan bermasalah yang dihadapi oleh bank syariah itu sendiri (Hermawan,2012:40). Nilai tukar adalah satuan nilai yang digunakan untuk pertukaran satu mata uang dengan mata uang lain. Nilai tukar memiliki pengaruh negatif dan positif terhadap pelaku usaha ekspor impor di satu negara. Pada saat terjadi peningkatan nilai tukar (terdepresiasi) maka akan menguntungkan para eksportir, sebab para eksportir akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari selisih peningkatan kurs mata uang domestik terhadap kurs mata uang asing tersebut (keuntungan jangka pendek). Begitu juga nilai tukar mengalami penurunan (apresiasi), maka akan mengakibatkan peningkatan impor, sebab barang-barang yang diimpor harganya menjadi lebih murah. Jika nilai rupiah meningkat dibandingkan dengan valuta asing dan jika usaha tersebut dijalankan menggunakan bahan impor, maka akan memukul usaha nasabah.
Sehingga
pembiayaan
dan
nasabah akan
akan
kesulitan
meningkatkan
dalam
mengembalikan
pembiayaan
bermasalah
(Mutamimah,2011:6). Kondisi perekonomian dapat dijadikan sebagai salah satu faktor ekstern yang mampu
mempengaruhi kredit bermasalah pada perbankan.
Salah satunya indikator variabel makro adalah inflasi.Inflasi adalah suatu
4
keadaan dimana terjadi kenaikkan harga-harga secara tajam (absolute) yang berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama diikuti dengan merosotnya nilai rill (intrinsik) mata uang suatu negara (Kahalwaty,2000:5). Pada saat inflasi tinggi maka akan menyebabkan menurunnya pendapatan rill masyarakat sehingga standar hidup masyarakat juga turun dan berimbas
pada
ketidakmampuan
masyarakat
dalam
mengembalikan
pembiayaan kepada bank (Mutamimah,2011:4). Jika diamati,perkembangan rasio pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) dari tahun ketahun cenderung fluktuatif. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yang mempengaruhinya seperti Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi. Dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut: Tabel 1.1 Komposisi NPF, SBIS, Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi Tahun 2010-2013 Tahun
NPF
SBIS
Kurs
Inflasi
(%)
(Miliyar Rp)
(Rupiah)
(%)
2010
3,02
5.408
9.084
6,96
2011
2,52
9.244
8.779
4,79
2012
2,26
4.993
9.380
4,30
2013
2,62
6.699
10.451
8,38
Sumber : Bank Indonesia ( Data Diolah ) Dari tabel diatas terlihat bahwa Perkembangan pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) cenderung mengalami fluktuatif pada tahun 2010 sebesar 3,02 % yang kemudian menurun pada
5
tahun 2011 menjadi 2,52 %. Pada tahun yang sama pergerakan SBIS berbalik yaitu mengalami peningkatan dari tahun 2010 sebesar Rp 5.480 miliyar kemudian meningkat tajam hingga mencapai Rp 9.244 miliyar. Tetapi pada tahun berikutnya NPF menurun menjadi 2,26 % dengan SBIS sebesar Rp 4.993 miliyar. Hal serupa terjadi pula pada tahun 2013 bahwa ketika NPF naik menjadi 2,62 % diikuti dengan meningkat pula SBIS yaitu sebesar Rp 6.699 miliyar. Hal ini dapat terlihat bahwa baik NPF maupun SBIS cenderung fluktuatif karena adanya pengaruh dari kondisi perekonomian. Kemudian dilihat dengan pergerakan variabel nilai tukar atau kurs. Pada tahun 2011 mengalami penurunan baik NPF maupun nilai kurs yaitu dari 3,02 % menjadi 2,52 % dengan nilai kurs dari Rp 9.084 menjadi Rp 8.779. Kemudian pada tahun 2012 NPF mengalami penurunan menjadi 2,26 % tetapi pada variabel nilai tukar terjadi peningkatan menjadi Rp 9.380 lalu pada tahun 2013, NPF kembali meningkat menjadi 2,62 % dengan nilai tukar melonjak di level Rp 10.451. Terjadinya pergerakan yang tidak bersamaan antara NPF dan nilai tukar mungkin diakibatkan karena adanya pengaruh positif dan negatif dari perubahan nilai tukar bagi pelaku ekspor dan impor. Bagi eksportir peningkatan nilai tukar membawa keuntungan bagi usahanya dan begitupun sebaliknya bagi importer penurunan nilai tukar akan menambah pendapatannya. Jika dilihat bersamaan dengan variabel inflasi maka dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 nilai NPF sebesar 3,02 % kemudian menurun menjadi 2,52 % bersamaan dengan itu tingkat inflasi sebesar 6,96 % kemudian menurun menjadi 4,79 %. Tetapi pada tahun 2012, NPF mengalami penurunan menjadi 2,26 % begitu pula tingkat inflasi yang 6
mengalami penurunan menjadi 4,30 %. Kemudian di tahun 2013 terjadi peningkatan NPF dan tingkat inflasi. Dimana NPF meningkat menjadi 2,62 % dan inflasi meningkat tajam menjadi 8,38 %. Jika dilihat dari pergerakan NPF cenderung dibawah 5 % atau masih batas normal dan perbankan syariah masih mampu untuk mengatasinya. Hal ini tentu sangat berpengaruh kepada bank syariah itu sendiri karena bank merupakan suatu lembaga kepercayaan masyarakat, sehingga menjadi kewajiban bagi bank untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat dari tingkat kesehatan bank tersebut guna untuk meminimalisir kredit atau pembiayaan bermasalah. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) setiap tahunnya cenderung mengalami fluktuasi dan nilai Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang paling besar terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar Rp 9.244 miliyar. Hal ini didasari oleh adanya kebijakan pemerintah yang baru dalam bidang moneter yaitu kebijakan BI Rate atau suku bunga yang mencerminkan sikap dari kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Pada tahun 2012 nilai SBIS menurun drastis menjadi Rp 4.993 miliyar. Pada tahun yang sama justru terjadi penurunan nilai pembiayaan bermasalah pada tahun 2012 yaitu sebesar 2,26 % dari tahun 2011 sebesar 2,52 %. Tetapi pada tahun 2013 SBIS meningkat hingga mencapai Rp 6.699 miliyar.Perkembangan SBIS yang fluktuatif ini sesuai dengan kondisi perekonomian di Indonesia. Perkembangan nilai tukar dari tahun 2010 sebesar Rp 9.084 kemudian mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi sebesar Rp 8.779.Pada rasio NPF mengalami penurunan dari 3,02 % menjadi 2,52 %. Kemudian pada
7
tahun 2012 nilai tukar kembali meningkat menjadi Rp 9.380 dengan rasio NPF sebesar 2,26 % dan pada 2013 nilai tukar terus menerus mengalami peningkatan hingga mencapai level Rp 10.451 dengan rasio NPF yang meningkat pula menjadi 2,62 %. Peningkatan nilai tukar ini terjadi karena memburuknya kinerja neraca pembayaran serta kenaikan harga minyak mentah dunia yang mampu
membuat terjadinya peningkatan nilai
tukar
sebagai konsekuensi negara pengimpor minyak dari kenaikan harga barang impor. Perkembangan Inflasi dapat terlihat pada tahun 2010 sebesar 6,96 % dan pada tahun 2011 menurun menjadi 4,79 %. Hal ini juga terlihat pada menurunya rasio NPF yaitu 3,02 % pada tahun 2010 menjadi 2,52 % pada tahun 2011 kemudian menurun kembali pada tahun 2012 menjadi 2,26 % dan pada tahun yang sama inflasi juga mengalami penurunan di angka 4,30 %. Pada tahun 2013 inflasi kembali meningkat tajam menjadi 8,38 % dengan diikuti oleh meningkatnya rasio NPF menjadi 2,62 %.Peningkatan inflasi terjadi karena adanya kenaikkan BBM serta kenaikkan harga bahan makanan. Dengan demikian, penelitian
ini penting untuk dilakukan karena
belum banyak penelitian yang mencoba melakukan penelitian mengenai penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah pada perbankan syariah. Berdasarkan latar belakang tersebutlah, penulis melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENGARUH SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH TERHADAP
(SBIS),
NILAI
PEMBIAYAAN
TUKAR
(KURS)
BERMASALAH
DAN
INFLASI
PERBANKAN
SYARIAH DI INDONESIA PERIODE JULI 2010-DESEMBER 2013”.
8
B. Rumusan Masalah Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting karena langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan.Perumusan masalah pada dasarnya adalah merumuskan pertanyaan yang jawabannya akan dicari melalui penelitian berdasarkan seputar keadaan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010Desember 2013. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) secara parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010 - Desember 2013? 2. Bagaimanakah pengaruh Nilai Tukar (KURS) secara parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010 - Desember 2013? 3. Bagaimanakah pengaruh Inflasi secara parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010 - Desember 2013? 4. Bagaimanakah pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi secara simultan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010 - Desember 2013?
9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan rumusan masalah penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : a. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) secara parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia periode Juli 2010 - Desember 2013. b. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Nilai Tukar (KURS) secara parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia periode Juli 2010-Desember 2013. c. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Inflasi secara parsial terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia periode Juli 2010 - Desember 2013. d. Untuk menganalisis besarnya pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi secara simultan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia periode Juli 2010 - Desember 2013. 2. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi
mahasiswa,
praktisi,
perguruan tinggi, dan pemerintah.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi Mahasiswa Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan wawasan atau pengetahuan mengenai pola hubungan Sertifikat Bank Indonesia
10
Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah Periode Juli 2010 - Desember 2013. Serta memperoleh kesempatan menerapkan pengetahuan teoritis yang di dapat selama di perkuliahan dalam
berbagai bidang dunia kerja dan di kehidupan
sehari-hari.
b. Bagi Praktisi Lembaga Keuangan Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya para praktisi lembaga pemberdayaan umat serta praktisi lembaga - lembaga keuangan khususnya perbankan syariah atau pihak terkait didalamnya mengenai peranan serta kebijakan - kebijakan yang dapat dikembangkan di dunia usaha. c. Bagi Perguruan Tinggi Penelitian ini dapat menjadi referensi, bahan pembanding penelitian lain dan memberikan sumbangan pemikiran untuk konsentrasi
Ekonomi
Islam
Jurusan
Ilmu
Ekonomi
Studi
Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. d. Bagi Pemerintah Penelitian ini dapat dijadikan salah satu acuan pemerintah untuk menentukan kebijakan mengenai Perbankan Syariah yang dapat meningkatkan perekonomian nasional.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Perbankan Syariah a. Definisi Bank Syariah Menurut Zainul Arifin (2009:2) “istilah bank berasal dari bahasa Prancis yaitu banque dan dari bahasa Italia banco, yang berarti peti/lemari atau bangku. Konotasi kedua kata ini menjelaskan dua fungsi dasar yang ditunjukkan oleh bank konvensional. Kata peti atau lemari yang merupakan fungsi sebagai tempat menyimpan bendabenda berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya. Jadi kesimpulannya, bank adalah menyediakan tempat untuk menitipkan uang dengan aman (safe keeping function)”. Definisi bank menurut Rodoni (2006:21) adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai perantara (financial intermediary) untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan. Definisi bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. (Rodoni dan Hamid, 2008:14) Bank Islam atau bank syariah menurut M. Syafi’i Antonio (2002:13) adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan
12
bunga. Bank syariah atau biasa disebut bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan uang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.21 tahun 2000 tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, yang mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Adapun menurut Karim (2009:7) mengemukakan bahwa bank syariah merupakan bank yang berdasarkan prinsip syariah yaitu peraturan dan hukum yang
berisi
perintah dan
larangan yang
dibebankan oleh Allah SWT kepada manusia. b. Tujuan Bank Syariah Sudarsono (2008:43) bank syariah memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut : 1) Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalah secara Islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan, agar
terhindar
dari
praktek-praktek
riba
atau
jenis-jenis
usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi masyarakat.
13
2) Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana. 3) Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang usaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha. 4) Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari negara-negara yang sedang berkembang.
Upaya
bank
syariah
didalam
mengentaskan
kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah seperti : program pembinaan pengusaha produsen, program pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama. 5) Untuk menjaga stabilitas ekonomi moneter, dengan melalui aktivitas perbankan syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi yang diakibatkan oleh adanya inflasi, menghindari persaingan usaha yang tidak sehat antara lembaga lembaga keuangan. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-syariah.
14
c. Prinsip Bank Syariah Bank syariah memiliki beberapa prinsip yang berbeda dengan bank konvensional, yaitu sebagai berikut (Sudarsono, 2007:44) : 1) Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan tawar-menawar dalam batas wajar. 2) Penggunaan persentase dalam hal berkewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir. 3) Didalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti yang ditetapkan dimuka. 4) Penyerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpan dianggap sebagai titipan (Al Wadiah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank. d. Fungsi dan Peranan Bank Syariah Sudarsono (2008:43) fungsi dan peranan bank syariah yang tercantum dalam pembukuan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organizing for Islamic Financial Institution), yaitu sebagai berikut : 1) Manajer Investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah.
15
2) Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya. 3) Penyedia jasa keuangan dan lalu-lintas pembayaran, bank syariah dapat
melakukan
kegiatan
jasa-jasa
layanan
perbankan
sebagaimana mestinya. 4) Pelaksaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya. e. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Berikut ini beberapa perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional seperti ditunjukkan pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional No.
Perbedaan
Bank Syariah
Bank Konvensional
1.
Bunga
Berbasis revenue/profit loss
Berbasis Bunga
sharing (bagi hasil) 2.
Risiko
Risk sharing
Anti Risk
3.
Operasional
Beroperasi dengan
Beroperasi dengan
menggunakan sektor riil
pendekatan sektorsektor keuangan, tidak terkait langsung dengan sektor riil.
16
4.
Produk
Multi produk (jual beli, bagi
Produk tunggal (kredit)
hasil, jasa) 5.
Pendapatan
Pendapatan yang diterima
Pendapatan yang
deposan terkait langsung
diterima deposan tidak
dengan pendapatan yang
terkait dengan
diperoleh bank dari
pendapatan yang
pembiayaan
diperoleh bank dari kredit
6.
7.
Dasar hokum
Tidak mengenal negative
Mengenal negative
spread
spread
Al-Qur’an, Sunnah, Fatwa
Bank Indonesia dan
ulama, Bank Indonesia dan
Pemerintah
Pemerintah 8.
Falsafah
Tidak berdasarkan bunga
Berdasarkan atas bunga
(riba), spekulasi (maisir) dan
(riba)
ketidak jelasan (gharar) 9.
Operasional
Dana masyarakat (Dana
Dana Masyarakat
Pihak Ketiga/DPK)
(Dana Pihak
berupa titipan (wa’diah)
Ketiga/DPK) berupa
dan investasi
titipan simpanan
(mudharabah) yang baru
yang harus dibayar
akan mendapatkan hasil
bunganya pada saat
jika “diusahakan” terlebih
jatuh tempo
17
dahulu Penyaluran dana
Penyaluran dana pada sektor yang
(financing) pada usaha
menguntungkan dan
yang halal dan
aspek halal tidak
menguntungkan
menjadi prioritas utama
10.
Aspek social
Dinyatakan secara eksplisit
Tidak diketahui secara
dan tegas yang tertuang
tegas
dalam misi dan visi 11.
Organisasi
Memiliki Dewan Pengawas
Tidak memiliki Dewan
Syariah (DPS)
Pengawas Syariah (DPS)
12.
Uang
Uang bukan komoditi, tetapi
Uang adalah komoditi
hanya alat pembayaran
selain sebagai alat pembayaran
Sumber : (Rodoni dan Hamid, 2008:15)
2. Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) a. Pengertian Pembiayaan Bermasalah Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor. 9/24/DPbs tahun 2007 tentang system penilaian kesehatan bank berdasarkan prinsip syariah, Non Performing Financing adalah “Pembiayaan yang terjadi ketika pihak debitur (mudharib) karena berbagai sebab, tidak
18
dapat memenuhi kewajiban untuk mengembalikan dana pembiayaan (pinjaman). Menurut
Wiraatmadja
(dalam
Mukromah,
2012:18)
pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang tidak dapat atau berpotensi
untuk
tidak
mampu
mengembalikan
pembiayaan
berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui dan ditetapkan bersama secara tiba-tiba tanpa menunjukan tanda-tanda terlebih dahulu. Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh Bank Syariah. (Ihsan 2010:22). Menurut Rahmawulan (2008:24) suatu kredit dinyatakan bermasalah jika bank benar-benar tidak mampu menghaapi resiko yang ditimbulkan oleh kredit tersebut. Resiko kredit didefinisikan sebagai resiko kerugian sehubungan dengan pihak peminjam (counterparty) tidak dapat dan tidak mau memenuhi kewajiban untuk membayar kembali dana
yang
dipinjamnya secara penuh pada saat jatuh tempo atau sesudahnya. Pembiayaan menurut kualitasnya pada hakikatnya didasarkan atas risiko kemungkinan terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah pembiayaan
dalam
memenuhi
kewajiban-kewajibannya
untuk
membayar bagi hasil, serta melunasi pembiayaannya. Jadi unsur utama dalam menetukan kualitas tersebut adalah waktu pembayaran bagi hasil, pembayaran angsuran maupun pelunasan pokok pembiayaan dan diperinci atas:
19
No
Kualitas
Kriteria
Pembiayaan 1
Pembiayaan Lancar a. Pembayaran
angsuran
pokok
dan/atau bagi hasil tepat waktu b. Memiliki rekening yang aktif; atau c. Bagian
dari
pembiayaan
yang
dijamin dengan agunan tunai (cash colateral). 2
Perhatian Khusus
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil yang belum melampui Sembilan puluh hari: atau b. Kadang-kadang terjadi cerukan; atau c. Mutasi rekening relative aktif; atau d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau e. Didukung oleh pinjaman baru
3
Kurang Lancar
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil; atau b. Sering terjadi cerukan; atau c. Frekuensi
mutasi
rekeningrelatif
rendah d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang
diperjanjikanlebih
dari
20
Sembilan puluh hari;atau e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau f. Dokumentasi pinjaman yang lemah 4
Diragukan
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil; atau b. Terdapat
cerukan
yang
bersifat
permanen; atau c. Terdapat wanprestasi lebih dari 180 hari atau d. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian pembiayaan maupun pengikatan jaminan. 5
Macet
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bagi hasil; atau b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau c. Dari segi hukummaupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar
Sumber : Rivai dan Veithzal, 2008
21
b. Perhitungan Non Performing Financing (NPF) Besarnya NPF yang diperbolehkan Bank Indonesia adalah maksimal 5%, jika melebihi 5% akan mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank yang bersangkutan yaitu akan mengurangi nilai skor yang diperoleh. Variabel ini mempunyai bobot nilai 20%, skor nilai NPF ditentukan sebagai berikut : Lebih dari 8%, skor nilai
=0
Antara 5% - 8%, skor nilai
= 80
Antara 3% - 5%, skor nilai
= 90
Kurang dari 3%, skor nilai
= 100
Bila resiko pembiayaan meningkat, margin/bunga kredit akan meningkat pula. Sementara itu, dalam ekonomi Islam sektor perbankan tidak mengenal instrumen bunga, sistem keuangan Islam menerapkan sistem pembagian keuntungan dan kerugian, bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka. 1) Non Performing Financing (Penyedia Dana Bermasalah) Gross NPF Gross adalah perbandingan antara jumlah pembiayaan yang diberikan dengan tingkat kolektabilitas 3 sampai dengan 5 dibandingkan dengan total pembiayaan yang diberikan oleh bank. Terdapat 5 kategori tingkat kolektabilitas pembiayaan yaitu: lancar (currrent), dalam perhatian khusus (special
22
mention), kurang lancar (sub-standar), diragukan (doubtful), dan macet (loss). Berikut ini adalah rumusnya: Penyediaan Dana Bermasalah NPF Gross = Total Penyediaan Dana
Keterangan : a. Penyediaan/penyaluran dana berupa piutang dan ijarah. b. Pembiayaan merupakan pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain). c. Penyediaan dana bermasalah adalah penyediaan dana denga kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. d. Penyediaan dana bermasalah dihitung secara gross tidak dikurangi PPAP. e. Angka dihitung perposisi (tidak disetahunkan). 2) Non Performing Financing (Penyaluran Dana Bermasalah) Net Penyaluran Dana Bermasalah – PPAP NPF Net = Total Penyediaan Dana Keterangan: PPAP adalah Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif sesuai ketentuan tentang PPAP yang berlaku bagi bank syariah. c. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah adalah sebagai berikut (www.shariaeconomic.com) :
23
1) Faktor internal a. Kelemahan Bank dalam analisis pembiayaan
Analisis pembiayaan tidak berdasarkan data akurat atau kualitas data
Rendah Informasi, pembiayaan tidak lengkap atau kuantitas data rendah
Analisis tidak cermat
Kurangnya akuntabilitas putusan pembiayaan
b. Kelemahan Bank dalam dokumen pembiayaan
Data mengenai pembiayaan nasabah tidak didokumentasi dengan baik
Pengawasan atas fisik dokumen tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
c. Kelemahan Bank dalam supervisi Pembiayaan
Kurang pengawasan dan pemantauan atas performance nasabah secara kontinyu dan teratur
Terbatasnya data dan informasi yang berkaitan dengan penyelamatan dan penyelesaian pembiayaan
Tindakan perbaikan tidak diterapkan secara dini dan tepat waktu
Jumlah nasabah terlalu banyak
Nasabah terpencar
Konsentrasi portofolio pembiayaan yang berlebihan
24
d. Kecerobohan petugas Bank Bank terlalu bernafsu memperoleh laba Bank terlalu kompromi Bank tidak mempunyai kebijakan pembiayaan yang sehat Bank tidak mampu menyaring risiko bisnis Pengambilan keputusan yang tidak tepat waktu Terus memberikan pembiayaan pada bisnis yang siklusnya menurun Menetapkan standar risiko yang terlalu rendah e.
Kelemahan bidang agunan Jaminan tidak dipantau dan diawasi secara baik Terlalu collateral oriented Pengikatan agunan lemah
f. Kelemahan kebijakan pembiayaan Prosedur terlalu berbelit, hingga putusan pembiayaan tidak tepat waktu Tidak ada prosedur baku/standar Tak ada funish dan Reward bagi petugas g.
Kelemahan sumber daya manusia
Terbatasnya tenaga ahli di bidang penyelematan dan penyelesaian pembiayaan
Pendidikan dan pengalaman pejabat pembiayaan sangat terbatas
25
Kurangnya
tenaga
ahli
hukum
untuk
mendukung
pelaksanaan penyelesaian dan penyelamatan pembiayaan
Terbatasnya tenaga ahli untuk recovery pembiayaan yang potensi
2) Faktor internal nasabah a) Kelemahan Karakter nasabah Nasabah tidak mau atau memang beritikad tidak baik Nasabah menghilang b) Kecerobohan nasabah
Penyimpangan penggunaan pembiayaan
Perusahaan dikelola oleh keluarga yang tidak professional
c) Kelemahan kemampuan nasabah
Tidak
mampu
mengembalikan
pembiayaan
karena
terganggunya kelancaran usaha
Kemampuan manajemen yang kurang
Pengetahuan terbatas atau kurang memadai
Pengalaman terbatas atau kurang memadai
d) Musibah yang dialami nasabah Ada berbagai musibah yanbisa saja dialami nasabah dan berdapmpak pada terjadinya pembiayaan macet diantaranya :Musibah penipuan, Musibah kecelakaan, Musibah tindak pidana, Musibah rumah tangga ,Musibah penyakit,Musibah kematian.
26
3) Faktor eksternal a) Globalisasi ekonomi yang berakibat negatif b) Perubahan kurs mata uang; c) Faktor alam yang berakibat negatif d) Inflasi dalam negeri 3. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) a. Pengertian SBIS Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana jangka pendek.SBIS merupakan piranti moneter yang sesuai prinsip pada Bank Syariahyang diciptakan dalam rangka pelaksanaan pengendalian moneter. Bank Indonesia menerbitkan instrumen moneter berdasarkan prinsip Syariah yang dinamakan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan dapat dimanfaatkan oleh Bank Syariah untuk mengatasi bila terjadi kelebihan pada tingkat likuiditas (Arifin,2009: 198). Pengelolaan likuiditas merupakan suatu fungsi terpenting yang dilaksanakan oleh lembaga perbankan. Untuk terlaksananya fungsi pengelolaan likuiditas secara efisien dan menguntungkan diperlukan adanya instrumen dan pasar keuangan; baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, untuk keperluan yang sangat mendasar yaitu penempatan dan pemenuhan kebutuhan jangka pendek untuk perbankan yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia telah tersedia instrument Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA)
27
dan aturan-aturan tentang Pasar Keuangan Antarbank dengan Prinsip Syariah (PUAS), serta Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Dalam keadaan yang sangat mendesak instrumen tersebut bermanfaat untuk mengatasi kesulitan likuiditas bank syariah jangka pendek karena arus dana yang masuk ke bank tersebut lebih kecil dibanding arus dana yang keluar pada saat kliring. Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS). FPJPS ini dimaksudkan untuk menjalankan fungsi BI sebagai “lender of last resort” jika alternatif pembiayaan
lain
tidak
dapat
diperoleh
bank
syariah
untuk
mempertahankan likuiditasnya. SBIS mempunyai fungsi untuk membantu bank syariah di Indonesia yang kelebihan likuiditas, untuk menyimpan dana “menganggurnya” di tempat yang aman dan menguntungkan. Untuk mendukung kegiatan usaha perbankan yang terkait dengan SBIS. Dewan Syariah Nasional (DSN) telah menerbitkan Fatwa No. 36/DSNMUI/ X/2002 tentang Sertifikat Wadi‟ah Bank Indonesia; sebelum tahun 2008 SBIS dikenal dengan nama SWBI atau Sertifikat Wadiah Bank Indonesia yang mengatur hal – hal sebagai berikut: Adrian Sutedi dalam (Sahria,2010:28) : 1) Bank Indonesia selaku bank sentral boleh menerbitkan instrument moneter berdasarkan prinsip Syariah yang dinamakan SWBI. 2) Akad yang digunakan untuk SWBI adalah akad wadi’ah sebagaimana yang diatur Fatwa DSN No.02/DSN-MUI/IV/2000 tentang tabungan.
28
3) SWBI tidak boleh ada imbalan yang di syaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian („athaya) yang bersifat sukarela dari pihak Bank Indonesia. 4) SWBI boleh diperjualbelikan.Bank Indonesia dapat memberikan bonus atas titipan dana yang diperhitungkan jika pada saat jatuh tempo. Jumlah dana yang dapat dititipkan ke Bank Indonesia sekurang-kurangnya Rp 500.000.00,00. Pada titipan dana tersebut hanya dapat dilakukan dalam kelipatan Rp50.000.000,00. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) diatur dalam PBI No. 2/9/2000 tanggal 23 Februari 2000, PBI No. 6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Perubahan Atas PBI No. 2/9/2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (Wirdyaningsih (2005) dalam Yuni (2011)). Selain itu juga terdapat fatwa yang menguatkan SWBI, yaitu fatwa DSN No. 36/DSN-MUI/X/2002 yang dikeluarkan tanggal 23Oktober 2002 Masehi atau tanggal 16 Sya’ban 1423 Hijriah. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 2/9/2000, yang dimaksud dengan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah (Pasal 1 Ayat 4). Sedangkan, yang dimaksud dengan wadiah di sini adalah perjanjian penitipan dana antara pemilik dana dengan pihak penerima titipan
29
yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut (Pasal 1 Ayat 3). SWBI memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut: a. merupakan tanda bukti penitipan dana berjangka pendek. b. diterbitkan oleh Bank Indonesia. c. merupakan instrumen kebijakan moneter dan sarana penitipan dana sementara. d. ada bonus atas transaksi penitipan dana. Pada tanggal 31 Maret 2008 dikeluarkanlah peraturan Bank Indonesia No. 10/ 11/ PBI/ 2008 tentang perubahan nama SWBI menjadi SBIS dengan adanya perubahan nama tersebut akad yang digunakan dalam transaksi SWBI menjadi lebih luas tidak hanya berakad wadiah melainkan dapat
dilakukan dengan akad
Mudarabah, Musyarakah, Wakalah, Qardh dan Jualah sehingga bonus yang diberikan dapat mendekati bonus yang diberikan SBI dengan skim bunga. SBIS merupakan instrumen kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kelebihan likuiditas pada bank yang beroperasi dengan prinsip syariah yang diatur oleh Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Negara. Peraturan Bank Indonesia No.10/11/PBItanggal 31 Maret 2008, SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia denganmenggunakan
akad
Mudahrabah
(Muqaradhah
dan
Qiradh), Musyarakah, Ju’alah, Wadiah, Qordh, dan Wakalah.
30
Bank
Indonesia
dalam
operasi
moneternya melalui
penerbitan SBIS mengumumkan target penyerapan likuiditas kepada bank-bank syariah sebagai upaya pengendalian moneter dan menjanjikan imbalan tertentu bagi yang turut berpartisipasi dalam pelaksanaannya. Ketentuan mengenai imbalan SBIS adalah dengan cara Bank Indonesia menetapkan dan memberikan imbalan atas SBIS yang diterbitkan kemudian Bank Indonesia membayar imbalan pada saat jatuh waktu SBIS. Ketentuan Hukum SBIS adalah sebagai berikut: 1) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrument pengendalian moneter boleh diterbitkan untuk memenuhi kebutuhan operasi pasar terbuka (OPT). 2) Bank Indonesia memberikan imbalan kepada pemegang SBIS sesuai dengan akad yang dipergunakan. 3) Bank Indonesia wajib mengembalikan dana SBIS kepada pemegangnya pada saat jatuh tempo. 4) Bank Syariah boleh memiliki SBIS untuk memanfaatkan dananya yang belum dapat disalurkan ke sektor riil.
b. Hubungan SBIS dengan Pembiayaan Bermasalah Pendekatan mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui saluran kredit didasarkan pada asumsi bahwa tidak semua simpanan masyarakat dalam bentuk uang (M1 dan M2) disalurkan oleh perbankan ke masyarakat dalam bentuk kredit. Dalam instrumen dan pasar
31
keuangan syariah terdapat penempatan dan pemenuhan kebutuhan jangka pendek untuk perbankan yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dengan tersedianya instrument moneter syariah yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka pendek dalam mata uang rupiah. SBIS merupakan salah satu instrumen pasar uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan prinsip syariah dengan tujuan untuk menyerap kelebihan likuiditas didalam sistem perbankan syariah,
sebagaimana
bank
konvensional
yang
menetapkan
cadangannya pada SBI, dengan harapan memperoleh penghasilan tambahan. Jika dilihat dari sisi internal bank syariah, turunnya SBIS akan berakibat pada meningkatnya pembiayaan bermasalah pada bank syariah sebab dana yang tidak disimpan dalam SBIS akan digunakan untuk memberikan pembiayaan produktif sehingga akan berdampak kepada resiko pembiayaan yang harus ditanggung oleh bank syariah itu sendiri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harry Andra (2010) bahwa SBIS berpengaruh negatif signifikan terhadap Pembiayaan bermasalah.Hal ini bermakna bahwa ketika bonus SBIS tinggi,bank syariah lebih tertarik mengalokasikan sebagian dananya untuk membeli SBIS dibandingkan untuk memberikan pembiayaan kepada masyarakat
32
sehingga berdampak pada turunnya rasio pembiayaan bermasalah pada bank syariah.
4. Nilai Tukar a. Pengertian Nilai Tukar Menurut Sadono Sukirno (2004:397) kurs adalah perbandingan nilai mata uang suatu negara dengan mata uang negara lainnya. Menurut Kuncoro (2008:42) kurs
rupiah adalah nilai tukar
sejumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli satu US$ (US dollar). Nilai tukar tersebut ditentukan oleh kekuatan dan penawaran pasar atau istilah lainnya adalah mekanisme pasar. Menurut Samuelson dan Nordhaus (2004:604) nilai tukar valuta asing adalah harga satuan mata uang dalam satuan mata uang lain. Nilai tukar valuta asing ditentukan dalam pasar valuta asing yaitu pasar tempat berbagai mata uang yang berbeda diperdagangkan. Menurut Miskhin (2008:116) Kurs adalah asset domestic (deposito bank, Obligasi, saham, dan lain-lain yang didenominasikan dalam mata uang domestic) dinyatakan dalam asset luat negeri (asset serupa dengan didenominasi dalam mata uang asing). b. Penentuan Nilai Tukar Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi
pergerakan nilai
tukar, yaitu (Karim, 2008:88) :
33
1) Faktor Fudamental Faktor yang berkaitan dengan indicator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relative pendapatan antar-negara, ekspetasi pasar, dan intervensi Bank Sentral 2) Faktor Teknis Faktor yang
berkaitan dengan kondisi penawaran dan
permintaan devisa pada saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya. 3) Sentiment Pasar Sentiment pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal. c. Sistem Kurs Mata Uang Ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu (Karim, 2002:88) : 1) Sistem Kurs Mengambang (Floating Exchange Rate) Sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh toritas moneter. Di dalam kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :
34
1) Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. 2) Mengambang terkendali (Managed or dirty floating exchange rate) dimana toritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. 2) Sistem Kurs Terhambat (Peged Exchange Rate) Suatu negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang merupakan
mata uang
negara partner dagang
yang
utama
“menambatkan” ke suatu mata uang. Ini berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. 3) Sistem Kurs Terhambat Merangkat (Crawling Pegs) Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodic dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Keuntungan dari sistem ini adalah suatu Negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode
yang
lebih lama
dibandingkan sistem kurs terlambat. Hal ini dapat menghindari jika perekonomian akibat revaluasi atau revaluasi yang tajam. 4) Sistem Sekeranjang Mata Uang (Basket Of Currencies) Banyak negara terutama negara
berkembang yang
meneapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata
35
uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi
mata uang
yang
dimasukkanke dalam “keranjang” umumnya ditentukan oleh perannya dalam membiayai perdagangan tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. 5) Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate) Suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit. d. Nilai Tukar dalam Islam Ada dua golongan nilai tukar dalam islam, yaitu : 1) Natural (Alamiah) Natural disebabkan oleh dua hal, yaitu : a) Fluktuasi nilai tukar akibat terjadinya berbagai perubahan pada permintaan agregatif (AD) b) Fluktuasi nilai tukar akibat berbagai perubahan yang terjadi pada penawaran agregatif (AS) 2) Humam Error (Faktor Kesalahan Manusia) Humam error disebabkan oleh tiga hal berikut :
36
a) Korupsi dan kebobrokan administrasi (corruption and bad administration). b) Penetapan pajak penjualan yang sangat tinggi terhadap barang dan jasa (excessive tax) c) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan secara berlebih (excessive seignorage). (Karim, 2002:89-100). e. Hubungan Nilai Tukar dengan Pembiayaan Bermasalah Menurut Kuncoro (2008:42) kurs rupiah adalah nilai tukar sejumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli satu US$ (US dollar). Nilai tukar tersebut ditentukan oleh kekuatan dan penawaran pasar atau istilah lainnya adalah mekanisme pasar. Tingkat nilai tukar mata uang domestik sangat terkait dengan kredit bermasalah, mengingat bahwa depresiasi mata uang domestik dapat menyebabkan meningkatnya pembiayaan impor yang dapat meningkatkan biaya produksi. Dengan demikian, tingkat nilai tukar merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap usaha debitur sehingga harus dikendalikan untuk menghindari terjadinya fluktuasi dalam kredit bermasalah. Hubungan nilai tukar dengan pembiayaan bermasalah dapat dilihat dari kurs mata uang rupiah terhadap mata uang asing. Jika nilai rupiah meningkat dibandingkan dengan valuta asing maka akan memukul usaha nasabah yang menggunakan bahan impor sehingga
37
mempersulit mereka untuk mengembalikan pembiayaan yang telah diberikan oleh bank dan mendongkrak nilai NPF perbankan syariah. Penelitian yang dilakukan oleh Zakiah Dwi Poetry
(2011)
diperoleh hasil bahwa Nilai tukar atau kurs berpengaruh negative signifikan dimana ketika terjadi kenaikan tingkat nilai tukar rupiah(terdepresiasi) terhadap dolar menjadikan produk dalam negeri menjadi lebih kompetitif karena harga barang dan jasa dalam negeri menjadi lebih rendah daripada harga barang pada negara lain. Harga barang dan jasa dalam negeri yang relatif rendah akan meningkatkan permintaan luar negeri akan barang dan jasa dalam negeri. Penjualan dalam negeri akan meningkat dan kondisi keuangan masyarakatpun membaik. Dengan demikian, kenaikan nilai tukar akan membantu nasabah pada perbankan konvensional dan nasabah perbankan syariah dalam mengembalikan kredit atau pembiayaannya.
5. Inflasi a. Pengertian Inflasi Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum dari barang/komoditas dan jasa selama satu periode waktu tertentu. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu komoditas. Definisi inflasi oleh para ekonom modern adalah kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit penghitung moneter) terhadap barang/komoditas dan jasa. Sebaliknya
38
jika yang terjadi adalah penurunan nilai unit penghitung moneter terhadap barang/komoditas dan jasa didefinisikan sebagai deflasi (deflation). Menurut Case dan Fair (2004:58) tingkat harga keseluruhan. Itu terjadi
inflasi adalah kenaikan ketika harga naik secara
serempak. Inflasi dapat diukur dengan melihat sejumlah besar barang dan jasa dan menghitung kenaikan harga rata-rata selama beberapa periode tertentu. Menurut Boediono (1987:161) inflasi adalah
kecendrungan
dari harga-harga untuk menaikkan secara umum dan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat perubahan dan tingkat harga secara umum. Persamaannya adalah: Tingkat harga t– tingkat harga t-1
x 100 = Rate of Inflation
Tingkat harga t-1 Umumnya, otoritas yang bertanggung jawab dalam mencatat statistik perekonomian suatu Negara menggunakan consumer price index dan producer price index sebagai pengukur tingkat inflasi (Karim,2010:136).
39
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai factor antara lain : konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihanya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang (www.wikipedia.com) b. Macam-Macam Inflasi 1)
Berdasarkan Tingkat/Laju Inflasi Menurut Paul A. Samuelson, seperti sebuah penyakit macam inflasi berdasarkan tingkat keparahannya, inflasi dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu: a) Moderate inflation, disebut juga “inflasi satu digit”, adalah inflasi dengan karakteristik terjadinya kenaikan harga secara lambat. Pada umumnya, pada tingkat inflasi ini, orang masih mau memegang uang tunai dan menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang daripada dalam bentuk aset riil. b) Galloping inflation, yaitu inflasi yang terjadi pada tingkatan 20% sampai 200% per tahun. Pada tingkatan inflasi ini, orang hanya mau memegang uang seperlunya, dan cenderung menyimpan kekayaan dalam bentuk aset-aset riil. Pasar uang akan mengalami penyusutan dan dana dialokasikan melalui cara-cara selain yang berorientasi pada tingkat bunga. Orang hanya bersedia memberikan pinjaman dengan tingkat bunga
40
yang sangat tinggi. Inflasi jenis ini mengakibatkan terjadinya gangguan serius pada perekonomian karena masyarakat cenderung menyalurkan dananya untuk berinvestasi di luar negeri daripada di dalam negeri (capital outflow). c) Hyper inflation, yaitu inflasi dengan tingkat sangat tinggi, berkisar antara jutaan persen per tahun. Jika banyak pemerintahan masih sanggup bertahan menghadapi galloping inflation, maka tidak ada yang dapat bertahan menghadapi inflasi jenis ini. Contohnya adalah Weimar Republic di Jerman pada tahun 1920-an. 2)
Berdasarkan Sumber atau Penyebab Inflasi Inflasi berdasarkan sumber atau penyebab inflasi, inflasi dapat digolongkan sebagai berikut: a) Natural Inflation dan Human Error Inflation. Sesuai dengan namanya natural Infaltion adalah inflasi yang terjadi karena sebab-sebab
alamiah
yang
manusia
tidak
mempunyai
kekuasaan dalam mencegahnya. Human error Inflation adalah inflasi
yang
terjadi
karena
kesalahan-kesalahan
yang
dilakukan oleh manusia sendiri. b) Actual /anticipated /expected inflation dan unanticipated /unexpected inflation. Pada expected inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan suku bunga pinjaman nominal dikurangi inflasi. Sedangkan pada unexpected
41
inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum atau tidak merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi. c) Demand pull inflation, inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian sedang berkembang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan tinggi, dan selanjutnya daya beli masyarakat bisa tinggi. Daya beli tinggi mendorong permintaan melebihi total produk yang tersedia. Permintaan aggregate meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, akibatnya timbul inflasi. Hal ini dapat ditunjukkan oleh grafik berikut: Gambar 2.1 Demand Pull Inflation P
AS
P2 P1 AD2 AD1 0
Q1 Q2
Q
Kondisi ini mendatangkan uang yang lebih di dalam negeri,
sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat naik AD , atau pada grafik dilukiskan sebagai kurva AD yang bergeser ke kanan, mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan P . d) Cosh push inflation, inflasi ini terjadi bila biaya produksi mengalami kenaikan secara terus menerus. Kenaikan biaya
42
produksi dapat berawal dari kenaikan harga input seperti kenaikan upah minimum, kenaikan BBM, kenaikan bahan baku dan kenaikan input yang lainnya. Hal ini dapat digrafikkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Cost Push Inflation P
AS2
P2
AS1 P1 AD
0
Q2 Q1 Q
Dengan adanya kenaikan biaya produksi P , selanjutnya
menurunkan tingkat produksi AS . Sehingga dalam pasar jumlah
quantitas
atas
produksi
tersebut
mengalami
penurunan (Q2 ke Q1). e) Spiralling Inflation. Inflasi jenis ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh inflasi akibat dari inflasi yang terjadi sebelumnya lagi dan begitu seterusnya. f) Imported Inflation dan Domestic Inflation. Imported Inflation bisa dikatakan adalah inflasi di negara lain yang ikut dialami oleh suatu negara karena harus menjadi price taker dalam
43
pasar perdagangan internasional. Domestic Inflation bisa dikatakan inflasi yang hanya terjadi di dalam negeri suatu negara yang tidak begitu mempengaruhi negara lainnya (Karim,2010:138). c. Indikator Inflasi Ada beberapa indikator yang dapat menggambarkan terjadinya inflasi antara lain Indeks Biaya Hidup (cost of living), Indeks Harga Konsumen (consumen price index), Indeks Implisit Produk Nsional (GNP Deflator) atau Indeks Harga Perdagangan Besar (whole sale prices index).Masing-masing pengukuran tersebut memiliki kelemahan dan kelebihannya.Jika pengukuran dimaksud untuk menetapkan upah buruh riil maka lebih tepat digunakan Indeks Biaya Hidup (IBH) atau Indeks Harga Konsumen (IHK).Sementara GNP Deflator yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan indeks yang lainnya lebih mencerminkan perkembangan tingkat harga umum. a) Indeks Harga Konsumen Indeks Harga Konsumen adalah indeks yang mengukur rata-rata perubahan harga antarwaktu dari suatu paket jenis barang atau jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dengan dasar suatu periode tertentu Inflasi =
x 100
b) Indeks Harga Perdagangan Indeks perdagangan besar menitikberatkan pada sejumlah
44
barang pada tingkat perdagangan besar.Termasuk didalamnya harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi.Indeks ini sejalan atau searah dengan indeks harga konsumen. Inflasi = c) GNP Deflator GNP Deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam perhitungan GNP dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan dua indeks lainnya.GNP Deflator diperoleh dengan membagi GNP Nominal (atas dasar harga yang berlaku) dengan GNP Riil (atas dasar harga konstan) atau : GNP Deflator =
x 100
d. Inflasi dalam Pandangan Islam Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena : 1) Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan, fungsi dari pembayaran di muka, dan fungsi dari unit perhitungan. 2) Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari masyarakat. 3) Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk nonprimer dan barang-barang mewah. 4) Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif, yaitu
45
penumpukkan kekayaan seperti : tanah, bangunan, logam mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi kearah produktif seperti : pertanian, industrial, perdagangan, transportasi, dan lainnya. Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 M – 1441 M), menggolongkan inflasi dalam dua golongan, yaitu : a) Natural Inflation Inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah, di mana
orang
tidak
mempunyai
kendali.
Ibn
al-Maqrizi
mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh
turunnya
Penawaran
Agregatif
(AS)
atau
naiknya
Permintaan Agregatif (AD). Jika memakai perangkat analisis konvensional yaitu persamaan : dimana :
M = jumlah uang beredar V = kecepatan peredaran uang P = tingkat harga T = jumlah barang dan jasa Y = tingkat pendapatan nasional (GDP)
maka Natural Inflation dapat diartikan sebagai : Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian (T). Misalnya T↓ sedangkan M dan V tetap, maka konsekuensinya P↑. Maksudnya, jika barang dan jasa yang dihasilkan sedikit tetapi uang yang ada di masyarakat banyak, maka untuk memperoleh barang dan jasa tersebut masyarakat harus membayar dengan harga lebih karena keterbatasan barang dan jasa
46
tersebut. Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya nilai ekspor lebih besar dari pada nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang mengakibatkan M↓ sehingga jika V dan T tetap maka P↑. b) Human Error Inflation Human Error Inflation dikatakan sebagai inflasi yang diakibatkan oleh kesalahan dari manusia itu sendiri. Human Error Inflation dapat dikelompokkan menurut penyebabpenyebabnya sebagai berikut: 1) Korupsi dan administrasi yang buruk (corruption and Bad Administration) Jika kita merunjuk pada persamaan MV = PT, maka korupsi akan mengganggu tingkat harga (P↑) karena para produsen akan menaikkan harga jual produksinya untuk menutupi biaya-biaya yang telah mereka keluarkan. Harga yang terjadi terdistorsi oleh komponen yang seharusnya tidak ada sehingga akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi (high cost economy). Pada akhirnya, akan terjadi inefisiensi alokasi sumber daya yang akan merugikan masyarakat secara keseluruhan. Jika merujuk pada persamaan AS-AD maka akan terlihat bahwa korupsi dan administrasi pemerintahan yang buruk akan menyebabkan kontraksi pada kurva Penawaran Agregatif (AS↓).
47
2) Pajak yang berlebihan (Excessive Tax); Efek yang ditimbulkan oleh pajak yang berlebihan pada perekonomian hampir sama dengan efek yang ditimbulkan oleh korupsi dan administrasi yang buruk yaitu kontraksi pada kurva Penawaran Agregatif (AS↓). 3) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (Excessive Seignorage). Seignorage arti tradisionalnya adalah keuntungan dari pencetakan koin yang didapat oleh percetakannya di mana biasanya percetakan tersebut dimiliki oleh pihak penguasa atau kerajaan. Para otoritas moneter di negara-negara Barat umumnya meyakini
bahwa
pencetakan
uang
akan
menghasilkan
keuntungan bagi pemerintah. Di lain pihak, ekonom Islam Ibn al-Maqrizi berpendapat bahwa pencetakan uang yang berlebihan jelas-jelas akan mengakibatkan naiknya tingkat harga (P↑) secara keseluruhan (inflasi). Ibn al-Maqrizi berpendapat bahwa uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk bertransaksi (jual-beli) dan dalam pecahan yang mempunyai nilai nominal kecil. e. Hubungan Inflasi dengan Pembiayaan Bermasalah Menurut Kamus Bank Indonesia, inflasi adalah keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat
48
sehingga berdampak pada menurunnya daya beli, sering pula diikuti menurunnya tingkat tabungan dan atau investasi karena meningkatnya konsumsi masyarakat dan hanya sedikit untuk tabungan jangka panjang.Inflasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Inflasi akan mempengaruhi kegiatan ekonomi baik secara makro maupun mikro termasuk kegiatan investasi. Inflasi juga menyebabkan penurunan daya beli masyarakat yang berakibat pada penurunan penjualan.Penurunan penjualan
yang terjadi
dapat
menurunkan return perusahaan. Penurunan return yang terjadi akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam membayar angsuran kredit. Pembayaran angsuran yang semakin tidak tepat menimbulkan kualitas kredit semakin buruk bahkan terjadi kredit macet sehingga meningkatkan Non-Performing Loan.(Indrawan,2011:71) Inflasi
yang
tinggi
juga
menyebabkan
menurunkan
pendapatan rill masyarakat sehingga standar hidup masyarakat juga turun. Dengan meningkatnya
inflasi
maka akan mengakibatkan
kemampuan nasabah dalam membayar cicilan kreditnya menjadi berkurang karena hampir seluruh penghasilan yang dimiliki telah dipergunakan untuk keperluan konsumsi sehari-hari. Menurut penelitian Rahmawulan (2008), Inflasi berpengaruh positif signifikan.Hal ini mengindikasikan bahwa ketika terjadi inflasi dimana terjadi kenaikkan harga secara terus-menerus, daya beli 49
masyarakat akan menurun karena nilai uang terus tergerus inflasi. Hal ini menyebabkan turunnya penjualan dan kondisi dunia usaha atau bisnispun
melemah.Kondisim
tersebut
menyebabkan
nasabah
perbankan mengalami kesulitan untuk mengembalikan kreditnya pada perbankan, sehingga kredit macet akan mengalami peningkatan. B. Penelitian Terdahulu Sebelum penulis melakukan penelitian ini telah ada penelitian terdahulu mengenai variabel Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financig (NPF), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar dan Inflasi. Diantaranya seperti yang penulis jabarkan pada permasalahan dibawah ini : Penelitian pertama dilakukan oleh Risky Indrawan (2013) dengan judul Analisis Pengaruh LDR,SBI,Bank Size dan Inflasi terhadap Non Performing Loan (NPL) Kredit Kepemilikan Rumah Bank PERSERO Tahun 2006-2012.Variabel yang diteliti adalah NPL,LDR,SBI,Bank Size dan Inflasi dengan menggunakan metode regresi linier berganda dengan softwere SPSS.Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas yang diteliti yaitu loan to deposit ratio, suku bunga SBI, bank size dan inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai non performing loan KPR.Variabel
LDR,
SBI
dan
Inflasi
berpengaruh
terhadap
NPL
KreditKepemilikan Rumah sedangkan variabel bank Size tidak berpengaruh terhadap NPL Kredit Kepemilikan Rumah. Penelitian kedua dilakukan oleh Muhammad Farhan, Ammara Sattar, Abrar Hussain Chaudhry dan Fareha Khalil (2012). University of the Pujab
50
Lahore, Pakistan. Dalam penelitian yang berjudul “Economic Determinants of Non Performing Loans: Perceptin of Pakistan Bankers”. Variabel dalam penelitian ini adalah Interest Rate, Inflation, Unemployment, Exchange Rate, Energy Crisis, GDP dan Non Performing Loans (NPL). Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh Interest Rate, Inflation, Unemployment, Exchange Rate, Energy Crisis, GDP terhadap Non Performing Loans (NPL). Teknik analisis data yang digunakan adalah Regresi Berganda atau Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Interest Rate, Inflation, Unemployment, Exchange Rate, dan Energy Crisis berpengaruh positif signifikan terhadap NPL. Sedangkan variabel GDP berpengaruh negatif signifikan terhadap NPL. Penelitian ketiga dilakukan oleh
Kevin
Greenidge
dan Tiffany
Grosvenor (2010). Research Department, Central Bank of Barbados. Dalam penelitian yang berjudul “Forecasting Non Performing Loans in Barbados”. Variabel dalam penelitian ini adalah GDP, Inflasi, Weighted Average Lending Rate, Bank Size, Total Loan Growth dan Non Performing Loans (NPL). Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh GDP, Inflasi, Weighted Average Lending Rate, Bank Size, Total Loan Growth terhadap Non Performing Loans (NPL). Teknik analisis data yang digunakan adalah Autoregressive Distributive Lag (ARDL). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel GDP, dan variabel Total Loan Growth berpengaruh negatif signifikan terhadap NPL, Variabel Inflasi, Weighted Average Lending Rate, dan Bank Size berpengaruh positif signifikan terhadap NPL
51
Penelitian keempat dilakukan oleh Zakiah Dwi Poetry (2011) yang berjudul “Pengaruh variabel Makro dan Mikro Terhadap NPL Perbankan Konvensional dan NPF Perbankan Syariah”.Variabel yang diteliti adalah Non Performing Loan (NPL), Non Performing Financing (NPF) Loan to Deposit Ratio (LDR), Financing to Deposit Ratio (FDR), dan Capital Adequacy Ratio (CAR), Sertifikat Bank Indonesia (SBI),Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS),Inflasi ,Nilai Tukar Rupiah dan GDP.Metode yang digunakan adalah analisa kuantitatif VAR (Vector Auto Regression) atau VECM (Vector Error Correction Model) dengan hasil bahawa : 1. Hasil analisis menunjukkan bahwa NPL guncangan
merespon positif terhadap
variabel inflasi dan SBI dan merespon negatif terhadap
guncangan variabel Nilai Tukar Rupiah,LDR dan CAR. 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa NPF merespon positif terhadap guncangan variabel GDP dan CAR dan merespon negatif terhadap guncangan variabel Nilai Tukar, inflasi, SBIS, dan FDR Penelitian kelima dilakukan oleh Harry Andra (2010) dengan judul “Analisis Pengaruh Instrument Kebijakan Moneter Konvensional dan Instrumen Kebijakan Moneter Syariah Terhadap Kinerja Bank Konvensional dan Bank Syariah”.Variabel yang diteliti adalah Non Performing Loan (NPL),Non Performing Financing (NPF), Return On Asset (ROA), Loan to Deposit Ratio (LDR), Financing to Deposit Ratio (FDR),Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS).Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan hasil bahwa:
52
1. Variabel SBI dan SBIS berpengaruh terhadap NPL Bank Syariah sedangkan hanya variabel SBIS yang mempengaruhi NPF Bank Syariah 2. Variabel SBI dan SBIS Berpengaruh terhadap ROA Bank Konvensional sedangan tidak berpengaruh terhadap ROA Bank Syariah 3. Variabel SBI dan SBIS tidak berpengaruh terhadap LDR Bank Konvensional dan variabel SBI berpengaruh terhadap FDR Bank Syariah Penelitian keenam dilakukan oleh Inovasi Amali Husna (2013) dengan judul “Pengaruh Size,Net Core Operating Margin,Financing to Deposit Ratio,Risk Weight Asset,Alokasi Piutang Muarabahah dibanding pembiayaan PLS dan Makroekonomi Terhadap Resiko Pembiayaan Pada Perbankan Syariah di Indonesia” .Variabel yang diteliti adalah
Non
Performing Financing (NPF),Total Aset, Net Core Operating Margin (NCOM), Financing to Deposit Ratio (FDR), Risk Weight Asset (RWA), Rasio alokasi pembiayaan Murabahah terhadap alokasi Pembiayaan Profit Loss Sharing (RF), Jumlah Uang Beredar, Tingkat Kurs dan SBIS.Metode analisis yang digunakan adalah Metode Analisis Regresi Linier Berganda Dengan hasil bahwa Variabel Asset dan RWA berpengaruh positif signifikan terhadap NPF, Variabel Kurs berpengaruh negative signifikan terhadap NPF serta Variabel NCOM,RF dan SBIS tidak berpengaruh terhadap NPF.
53
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Nama
Judul
Variabel
Hasil
Penulis Risky
Analisis
Variabel dependen
Teknik analisis data yang digunakan
Indrawan
Pengaruh
Non
adalah
(2013)
LDR,SBI,Bank
Performing
Ordinary Least Square (OLS).
Loan
Hasil penelitian menunjukan bahwa
Size dan Inflasi terhadap
Variabel
Performing Loan)
Independen:
Kredit Kepemilikan
Bank
PERSERO Tahun 2006-2012.
Berganda
atau
:
NPL(Non
Rumah
Regresi
Variabel bebas yang diteliti yaitu loan to deposit ratio, suku bunga
LDR
SBI, bank size dan inflasi secara
SBI
simultan berpengaruh signifikan
Bank Size
terhadap perubahan nilai non
Inflasi
performing loan KPR.
Variabel LDR, SBI dan Inflasi berpengaruh
terhadap
NPL
KreditKepemilikan Rumah
Variabel
bank
berpengaruh
Size
tidak
terhadap
NPL
Kredit Kepemilikan Rumah Muhammad
Economic
Farhan,
Determinants of :
Ammara
Non Performing Non
Sattar,
Loans:
Abrar
Perceptin
Hussain
Pakistan
Independen :
Chaudhry
Bankers.
Interest
dan Fareha
Variabel dependen Teknik analisis data yang digunakan adalahRegresi
Berganda
atau
Performing Ordinary Least Square (OLS).
Loans (NPL)
Hasil penelitian ini menunjukkan
of Variabel
Inflation,
bahwa : Rate,
Variabel Interest Rate, Inflation, Unemployment, Exchange Rate, dan Energy Crisis berpengaruh
54
Khalil
Unemployment,
(2012)
Exchange
Rate,
Energy
positif signifikan terhadap NPL.
Crisis,
Forecasting
Greenidge
Non Performing :
dan Tiffany Loans Grosvenor
variabel
GDP
berpengaruh negatif signifikan
GDP.
Kevin
Sedangkan
terhadap NPL.
Variabel dependen Teknik analisis data yang digunakan adalah Autoregressive Distributive
in Non
Barbados
(2010)
Performing Lag (ARDL).
Loan (NPL)
Hasil penelitian ini menunjukkan
Variabel
bahwa :
independen :
GDP,
Inflasi,
Total Loan Growth berpengaruh
Weighted
negatif
Average
NPL.
Lending Rate,
Variabel
signifikan
terhadap
Inflasi,
Weighted
Bank
Size,
Average Lending Rate, dan
Total
Loan
Bank Size berpengaruh positif
Growth
Zakiah Dwi Pengaruh
Variabel GDP, dan variabel
Variabel
signifikan terhadap NPL
Penelitian ini menggunakan metode
Poetry
variabel Makro Dependen
VAR (Vector Auto Regression) atau
( 2011)
dan
Mikro
Non
VECM (Vector Error Correction
Terhadap NPL
Performing
Model)
Perbankan
Loan (NPL)
Hasil penelitian ini menunjukkan
Non
bahwa :
Konvensional dan
NPF
Performing
Perbankan
Financing
Syariah).
(NPF) Variabel Independen
1. NPL merespon positif terhadap guncangan variabel inflasi dan SBI
dan
merespon
negatif
terhadap guncangan variabel
55
Loan
Nilai Tukar Rupiah,LDR dan
to
Deposit Ratio
CAR.
(LDR),
Financing
to
2. NPF merespon positif terhadap guncangan variabel GDP dan
Deposit Ratio (FDR), dan
CAR dan merespon negatif
Capital terhadap guncangan variabel
Adequacy
Nilai Tukar, inflasi, SBIS, dan
Ratio (CAR),
Sertifikat Bank
FDR
Indonesia (SBI),
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS),
Inflasi, GDP Nilai
Tukar
Rupiah Harry Andra Analisis
Variabel
Penelitian ini menggunakan metode
( 2010)
Dependen
Ordinary Least Square (OLS).
Pengaruh Instrumen
NPL
Hasil penelitian ini menunjukkan
Kebijakan
NPF
bahwa:
Moneter
ROA
Konvensional
LDR
dan
FDR
Instrumen
Variabel
SBI
berpengaruh
dan
SBIS
terhadap
NPL
Bank Syariah sedangkan hanya
Kebijakan Moneter
Variabel
Syariah
Independen
Terhadap
variabel mempengaruhi
SBIS
yang
NPF
Bank
SBI
56
Kinerja
Bank
Konvensional dan
Syariah
SBIS
Variabel
SBI
dan
SBIS
Bank Berpengaruh
Syariah
terhadap
ROA
Bank Konvensional sedangkan tidak berpengaruh
terhadap
ROA Bank Syariah
Variabel SBI dan SBIS tidak berpengaruh
terhadap
LDR
Bank Konvensional
Variabel
SBI
berpengaruh
terhadap FDR Bank Syariah Inovasi
Pengaruh
Variabel
Teknik Analisis data yang
Amali
Size,Net Core
Dependen:
digunakan adalah:
Husna
Operating
Non
(2014)
Margin,
Financing (NPF)
Performing Metode Regresi Linier Berganda.
Financing to
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
Deposit Ratio,
Variabel
Risk Weight
Dependen:
Variabel Asset dan RWA berpengaruh positif signifikan
Asset,Alokasi
Total Aset
Piutang
NCOM
Muarabahah
FDR
negative signifikan terhadap
dabanding
RWA
NPF
pembiayaan
Rasio alokasi
terhadap NPF
Variabel Kurs berpengaruh
Variabel NCOM,RF dan SBIS
PLS dan
pembiayaan
tidak berpengaruh terhadap
Makroekonomi
Murabahah
NPF
Terhadap
terhadap
Resiko
alokasi
57
Pembiayaan
Pembiayaan
Pada Perbankan
Profit
Syariah di
Sharing (RF)
Indonesia
Loss
Jumlah Uang Beredar
Tingkat Kurs
SBIS
Sumber :diolah dari berbagai refrensi
C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang ditetapkan (Rodoni,2010:15). Berikut penjelasan dari kerangka pemikiran dalam penelitian yang dilakukan :
Kegiatan utama bank adalah memberikan kredit kepada nasabahnya. Pemberian kredit yang sehat berimplikasi pada kelancaran pengembalian pokok atau bagi hasil oleh nasabah secara langsung dapat mempengaruhi kinerja bank.Bank harus meminimalisir kredit macet atau pembiayaan bermasalah dalam istilah perbankan syariah Non Performing Financing (NPF) yang harus dijaga jangan sampai melewati batas sehat 5% (Bank Indonesia).Oleh karena itu pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) berpengaruh dalam dunia perbankan syariah. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan surat berharga
58
berdasarkan prinsip syariah berjangka pendek dalam mata uang rupiah.SBIS berguna untuk menjaga likuiditas dari perbankan sehingga dana yang tidak digunakan untuk membeli SBIS dapat digunakan untuk pembiayaan produktif.Meningkatnya pembiayaan produktif tentu akan meningkatkan pulan resiko pembiayaan yang harus dihadapi oleh bank syariah. Tingkat nilai tukar mata uang domestik sangat terkait dengan kredit bermasalah, mengingat bahwa depresiasi mata uang domestik dapat menyebabkan meningkatnya pembiayaan impor yang dapat meningkatkan biaya produksi.Sehingga bagi importer, akan memberikan pengaruh terhadap pendapatan mereka yang berimbas pada meningkatnya pembiayaan bermasalah. Inflasi adalah keadaan perekonomian dimana terjadi kenaikkan harga secara cepat sehingga akan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat yang berakibat pada penurunan penjualan. Penurunan penjualan yang terjadi dapat menurunkan return perusahaan. Penurunan return yang terjadi akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam membayar angsuran kredit. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010Desember 2013. Data dari masing-masing variabel berasal dari situs resmi Bank Indonesia yaitu Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan Laporan Publikasi Bank Indonesia serta Badan Pusat Statistik (BPS). Metode analisis yang digunakan oleh penulis adalah model Regresi
59
Linier Berganda menggunakan software Eviews 6 dengan metode Ordinary Least Square (OLS) yang selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik yaitu, uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Setelah melakukan Melakukan uji asumsi klasik dilanjutkan dengan melakukan Uji statistik yaitu Uji t, Uji F dan Uji Koefisien Determinasi agar penelitian dapat diuji dengan baik dan benar sesuai metodologi penelitian. Selanjutnya peneliti melakukan analisis tersebut untuk mengambil hasil dan interprestasi data yang akan menghasilkan kesimpulan dari penelitian ini. Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas, berikut ini adalah kerangka pemikiran dari penelitian yang akan dilakukan. Untuk mewujudkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini jika divisualisasikan dalam bentuk skema atau model sederhana adalah sebagai berikut:
60
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Pengaruh SBIS, Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi Terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember 2013
SBIS (X1)
Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah Di Indonesia (Y)
Nilai Tukar (X2) Inflasi (X3)
Model Ekonometrika
Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji Multikolinieritas Uji Heteroskedastisitas Uji Autokorelasi
Regresi Linier Berganda Uji t Uji F Uji R2
Kesimpulan dan Saran
61
D. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap masalah yang diajukan dan jawaban itu masih diuji secara empiris kebenarannya. Adapun perumusan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : H0 : Diduga SBIS tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember 2013 H1 : Diduga SBIS berpengaruh secara signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember 2013 H0: Diduga Nilai Tukar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010 - Desember 2013 H1 :Diduga Nilai Tukar berpengaruh secara signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember 2013 H0 : Diduga Inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010 Desember 2013 H1 : Diduga Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010Desember 2013
62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan terhadap variabel dependen yaitu Pembiayaan Bermasalah dari Bank Syariah di Indonesia.Dan variabel independennya yaitu difokuskan pada SBIS, Nilai Tukar dan Inflasi Penelitian ini merupakan penelitian analisis pengaruh karena ingin tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dari variabel (SBIS,Nilai Tukar dan Inflasi) dengan variabel dependen (Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yang menggunakan data runtun waktu (time series) dari Juli 2010-Desember 2013. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari himpunan statistik dari SEKI (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia), Bank Indonesia serta BPS yang didapat dari internet. Diambil juga dari berbagai situs dan website yang merupakan sumber rujukan data untuk relevansi penelitian. B. Teknik Penentuan Sampel Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi yang diharapkan dapat mewakili populasi penelitian. Sampel yang baik umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut : (Kuncoro, 2009:105) 1) Sampel yang baik memungkinkan peneliti untuk mengambil
63
keputusan yang berhubungan dengan besarnya sampel untuk memperoleh jawaban yang dikehendaki. 2) Sampel yang baik mengidentifikasikan probabilitas dari setiap unit analisis untuk menjadi sampel. 3) Sampel yang baik dengan menghitung akurasi dan pengaruh (misalnya kesalahan) dalam pemilihan sampel. 4) Sampel yang baik dengan menghitung derajat kepercayaan yang diterapkan dalam estimasi populasi yang disusun dari sampel statistika. Sampel dalam penelitian ini adalah Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) pada Perbankan Syariah di Indonesia periode Juli 2010-Desember 2013.Sampel yang dipilih adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi.
C. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Field Research Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui hasil pengolahan pihak kedua (data eksternal) atau data yang sudah dipublikasi untuk menjelaskan gejala dari suatu fenomena seperti pusat refrensi Bank Indonesia
64
b. Library research Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari membaca literatur, buku, artikel, jurnal dan sejenisnya yang berhubungan dengan aspek yang diteliti sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid. c. Internet research Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atau pinjam di perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau kadaluarsa, karena ilmu selalu berkembang. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut penulis melakukan penelitian dengan teknologi yang juga berkembang yaitu internet sehingga data yang diperoleh merupakan data yang sesuai dengan perkembangan zaman
D. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif, yaitu dimana data yang digunakan dalam penelitian berbentuk angka. Dalam penelitian ini menggunakan jenis metode kuantitatif dengan format deduktif yang dimulai dari keadaan umum menuju ke hal-hal yang khusus. Dalam pengolahan data, digunakan penerapan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/OLS). Pemilihan alat analisis Ordinary Least Square ini digunakan untuk mencapai penyimpangan atau error yang minimum dengan menggunakan analisis regresi berganda (multiple regression) yaitu digunakan lebih dari sebuah variabel bebas (Nachrowi, 2006:9).
65
Menurut Wing W. Winarno (2009:4.1) OLS bertujuan mengetahui hubungan antara suatu variabel dependen dan variabel independen, apabila terdapat beberapa variabel independen. Untuk Analisis data akan dilakukan dengan bantuan aplikasi komputer yaitu, program Excel 2007 dan program Eviews 6. Dalam metode OLS ini dapat memberikan koefisien yang baik atau bersifat BLUE (best linier unbiased estimator) yang dalam hal ini harus bebas dari uji asumsi klasik. 1. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat multikolinieritas,heterokedastisitas dan autokorelasi.Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE),yang berarti model regresi tidak ada masalah.Untuk itu diperlukan pendeteksian lebih lanjut diantaranya: (Nachrowi,2006) a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya faktor gangguan, t menggunakan Jarque-Bera test. Menurut (Winarno, 2007: 3.10) Pengujian normalitas pada penelitian ini menggunakan Jarque-Bera test. Uji ini menggunakan hasil estimasi residual dan chi square probability distribution. Jarque-Bera adalah uji statistik untuk mengetahui apakahdata berdistribusi normal. Uji ini mengukur perbedaan skewness dan kurtosis data dan dibandingkan dengan data
66
bersifat normal. Mekanisme untuk mendapatkan nilai J-B adalah Dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 2 N k 2 K 3 Jarque Bera S 6 4
S adalah skewness, K adalah kurtosis, k menggambarkan banyaknya koefisien yang digunakan dalam persamaan. Cara lain untuk mengetahui data tersebut normal atau tidak dengan menggunakan Uji Jarque-Bera untuk melihat apakah data yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis: H0: Data berdistribusi Normal H1: Data tidak berdistribusi Normal Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → terima H0, tolak H1 Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → tolak H0, terima H1 Dengan H0 pada data berdistribusi normal, uji Jarque-Bera didistribusikan dengan X2 dengan derajat bebas (degree of freedom) sebesar 2. Probability menunjukkan kemungkinan nilai Jarque-Bera melebihi nilai terobservasi di bawah hipotesis nol, (Wing W. Winarno, 2009:5.37). b. Uji Multikolinearitas Uji Multikolinieritas digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya hubungan linier antar beberapa atau semua variabel independen dalam
67
model regresi. Multikolinieritas merupakan keadaan di mana satu atau lebih variabel independen dinyatakan sebagai kondisi linier dengan variabel lainnya. Artinya jika di antara peubah-ubah bebas yang digunakan sama sekali tidak berkorelasi satu dengan yang lain maka bisa dikatakan bahwa tidak terjadi multikolinieritas. Menurut Nachrowi (2006:95) Jika tidak ada korelasi antara kedua variabel tersebut, maka koefisien pada regresi majemuk akan sama dengan koefisien pada regresi sederhana. Hubungan linier antar variabel bebas ini yang disebut multikolinieritas. Pada penelitian ini, pendeteksian adanya multikolinieritas dengan menggunakan “uji koefisien korelasi” (r). sebagai aturan main (rule of tumb), menurut Nachrowi (2006:95) jika koefisien korelasi cukup
tinggi,
misalnya:
diatas
0,8,
maka
diduga
terjadi
multikolinieritas dalam model. Sebaliknya, jika koefisien relatif rendah maka diduga model tidak terjadi multikolinieritas. Uji koefisien korelasinya yang mengandung unsur kolinieritas, misalnya variabel X1 dan X2. Langkah-langkah pegujian sebagai berikut: Bila r < 0,8 (tidak ada multikolinieritas) Bila r > 0,8 (ada multikolinieritas) Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah adanya multikolinieritas, antara lain: melihat informasi sejenis yang ada, mengeluarkan
variabel
bebas
yang
kolinier
dari
model,
mentransformasikan variabel, mencari data tambahan
68
c. Uji Heteroskedastisitas Heterokedastisitas terjadi apabila variansi Ut tidak konstan atau sering berubah-ubah seiring dengan berubahnya nilai variabel independen
(Gujarati,2006).Untuk
melacak
keberadaan
heterokedastisitas dalam penelitian ini digunakan Uji White Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan
ke
pengamatan
lain
tetap,maka
disebut
Homokedastisitas dan jika variance tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan Heterokedastisitas.Model regresi yang baik adalah yang
Homokedastisitas
atau
tidak
terjadi
Heterokedastisitas
(Nachrowi,2006). Dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Langkah-langkah pegujian sebagai berikut: Hipotesis: H0 : Tidak ada heteroskedastisitas H1 : Ada Heteroskedastisitas Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Signifikan, H0 diterima Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Tidak signifikan, H0 ditolak Apabila probabilitas Obs*R2 lebih besar dari 0.05 maka model
tersebut
tidak
terdapat
heteroskedastisitas.
Apabila
probabilitas Obs*R2 lebih kecil dari 0.05 maka model tersebut
69
dipastikan terdapat heteroskedastisitas. Jika model tersebut harus ditanggulangi melalui transformasi logaritma natural dengan cara membagi persamaan regresi dengan variabel independen yang mengandung
heteroskedastisitas.
Setelah
dilakukan
Uji
Heteroskedastisitas dengan menggunakan Uji White, kemudian dilanjutkan dengan Uji Autokorelasi. d. Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi diantara anggota observasi yang diurut menurut waktu (seperti deret berkala) atau ruang (seperti data lintas-sektoral).(Gujarati,2006) Menurut Nachrowi (2006:196-197) dalam berbagai studi ekonometrika, data time series sangat banyak digunakan. Namun dibalik pentingnya data tersebut, ternyata data time series menyimpan berbagai permasalahan, salah satunya yaitu otokorelasi. autokorelasi ini merupakan penyebab yang mengakibatkan data menjadi tidak stasioner, sehingga bila data dapat distasionerkan maka autokorelasi akan hilang dengan sendirinya, karena metode transformasi data untuk membuat data yang tidak stasioner sama dengan transformasi data untuk menghilangkan autokorelasi. Untuk melihat ada tidaknya penyakit autokorelasi dapat digunakan uji Langrange Multiplier (LM Test) atau yang disebut Uji Breusch-Goldfrey dengan membandingkan nilai probabilitas RSquared dengan α = 0.05. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut (Gujarati, 2006:147)
70
Hipotesis :
H0 : Model tidak terdapat Autokorelasi H1 : Model terdapat Autokorelasi
Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Signifikan, H0 diterima Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Tidak Signifikan, H0 ditolak Apabila probabilitas Obs*R2 lebih besar dari 0.05 maka model tersebut tidak terdapat autokorelasi. Apabila probabilitas Obs*R2 lebih kecil dari 0.05 maka model tersebut terdapat autokorelasi. 2. Uji Independensi Variabel a. Uji Parsial ( t-Statistik ) Uji-t statistik adalah uji parsial (indvidu) dimana uji ini dilakukan untuk menguji apakah setiap variabel bebas (independen) secara masing-masing parsial) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (dependen) pada tingkat signifikansi 0.05 (5%) dengan menganggap variabel bebas bernilai konstan. Langkahlangkah yang harus dilakukan untuk uji-t dengan pengujian sebagai berikut: (Nachrowi, 2006:19) Hipotesis : H0: koefisien variabel bebas βi = 0 (Masing-masing variabel bebas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat) H1: koefisien variabel bebas βi ≠ 0 (Masing-masing variabel bebas memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat) Bila Probabilitas βi > 0.05 → Tidak Signifikan, H0 diterima, Tolak H1 Bila Probabilitas βi < 0.05 → Signifikan, H0 ditolak, Terima H1
71
b. Uji F-Statistik Uji Fisher (Uji-F) digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel bebas (independen) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat (dependen) pada tingkat signifikansi 0.05 (5%). Pengujian semua koefisien regresi secara bersama-sama dilakukan dengan uji-F dengan pengujian, yaitu : (Nachrowi, 2006:17) Hipotesis : H0: βi = 0 (secara bersama-sama tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat). H1:βi ≠ 0 (secara bersama-sama ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Bila Probability βi > 0.05 →Tidak Signifikan, H0 diterima, Tolak H1 Bila Probability βi < 0.05 → Signifikan, H0 ditolak, Terima H1 c. Uji Koefisien Determinasi (adjusted R2) Nilai koefisien determinasi (R2) ini mencerminkan mengukur seberapa besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel bebas X. Bila nilai koefisien determinasi sama dengan 0 (R2 = 0), artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 = 1, artinya variasi dari Y secara kesesluruhan dapat diterangkan oleh X. dengan kata lain jika Adjusted R2 mendekati 1 (satu) maka variabel independen mampu menjelaskan perubahan variabel dependen, tetapi jika Adjusted R2 mendekati 0 (nol), maka variabel independen tidak mampu menjelaskan variabel dependen.
72
Bila R2 = 1, maka semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi. Dengan demikian baik atau buruknya persamaan regresi ditentukan oleh R2-nya yang mempunyai nilai antara nol dan satu. R2 didefinisikan atau dirumuskan dengan: (Nachrowi, 2006:20) R2 = SSR = 1 - SSE SST SST 3. Model Regresi Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda. Model regresi untuk hubungan antara variable-variabel bebas (SBIS,Nilai Tukar dan Inflasi) dengan variabel tidak bebas (Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing).Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data log.Data variabel penelitian di log karena untuk penyertaan data dari variabel tersebut satuan datanya berbeda dan juga sebagai pemecahan persamaan yang tidak diketahuinya merupakan perangkat dari variabel lain. Hubungan variabel Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) dengan variabel SBIS, Nilai Tukar dan Inflasi diformulasikan sebagai berikut : Y = f (X1, X2, X3, e) Sedangkan model ekonometrika ditulis : Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 e NPF = β0 + β1 SB + β2 KURS + β3 INF e LN_NPF= β0 + β1 LN_SB+ β2 LN_KURS + β3 LN_INF e
73
Dimana : β0
= Kostanta
β1, β2, β3
= Koefisien regresi masing-masing variabel Independen
(LN_NPF)
= Log Pembiayaan Bermasalah atau Rasio NPF
(LN_SB)
= Log SBIS
(LN_KURS)
= Log Nilai Tukar (KURS)
(LN_ INF)
= Log Inflasi
et
= error terms
E. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Dependen (Y) Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen.Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Rasio Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia.Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kurang lancar, diragukan dan macet. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Statistik Perbankan Syariah Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari bulan Juli 2010-Desember 2013 yang dinyatakan dalam persentase.
74
2. Variabel Independen Variabel independen (X) pada penelitian ini terdiri dari : a. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana jangka pendek. SBIS merupakan piranti moneter yang sesuai prinsip pada Bank Syariah yang diciptakan dalam rangka pelaksanaan pengendalian moneter. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia berdasarkan perhitungan jangka waktu perbulan yaitu dari Juli 2010-Desember 2013 yang dinyatakan dalam miliyar rupiah. b. Nilai Tukar Nilai tukar mata uang adalah perbandingan nilai mata uang suatu Negara dengan mata uang Negara lainnya (Sukirno, 2004:397). Pada penelitian ini yang digunakan adalah nilai tukar Rupiah terhadap US$. Nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar tengah atau kurs tengah. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu Statistik
Ekonomi
Moneter
Indonesia
(SEMI)
berdasarkan
perhitungan bulanan, yaitu dari Juli 2010-Desember 2013. c. Inflasi Inflasi adalah kenaikkan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus selama periode tertentu.Data operasional yang
75
digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia berdasarkan perhitungan bulanan yaitu dari Juli 2010-Desember 2013 yang dinyatakan dalam bentuk persentase.
76
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah di Dunia Berdasarkan sejarah kemunculannya, bank syariah secara umum dikenal sebagai dikenal sebagai bank Islam itu mengalami tiga tahapan perkembangan.Tahap pertama, periode kemunculan bank dan likuiditas besar di Timur Tengah. Masa ini merupakan puncak kesadaran masyarakat muslim untuk mengembangkan lembaga keuangan Islam. Beroperasinya Mit Ghamr Local Saving Bank di Mesir pada tahun 1963 merupakan tonggak sejarah perkembangan sistem perbankan Islam. Pada Tahun 1967 pengoperasian Mit Ghamr Local Saving Bank diambil oleh National Bank of Egypt dan Bank Sentral Mesir disebabkan adanya kekacauan politik. Di Yordania berdiri Bank Islam Yordania dan kemudian disusul berdirinya Bank Sosial Nasser di Mesir. Pada tahun 1975 berdiri juga IDB (Islamic Development Bank) dan Bank Islam Dubai di Arab Saudi, berdiri atas prakarsa dari sidang menteri luar negeri yang mana dalam sidang tersebut diusulkan penghapusan sistem keuangan berdasarkan bunga dan menggantinya dengan sistem bagi hasil. Tahapan kedua, periode perkembangan di tahun 1976 sampai awal 1980an, ditandai dengan menyebarnya perbankan dari wilayah Teluk Arab ke Asia (Timur) dan selanjutnya ke Eropa (Barat). Pada tahapan ketiga,
77
periode dimana perbankan Islam telah mengalami kemajuan yaitu sekitar tahun 1983 hingga kini. Pada tahun 1983 di Malaysia berdiri Bank Islam Malaysia Berhad lalu disusul dengan berdirinya Lembaga Keuangan perseroan perbaikan investasi (al rajhi) di Arab Saudi dan Al-Barakah Turkish Finance House di Turki pada tahun 1985. 2. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia Pendirian Bank Syariah di Indonesia dapat ditelusuri sejak tahun 1998, yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang mengatur deregulasi industri perbankan di Indonesia.Para Ulama juga telah berusaha mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali adanya penafsiran dari peraturan perundang-undangan yang ada bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0 persen. Setelah adanya lokakarya Ulama tentang bunga bank dan perbankan di Bogor Agustus 1990, kemudian diikuti dengan diundangkannya UU No.7/1992 tentang perbankan dimana perbankan bagi hasil mulai diakomodasi, maka berdirilah Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang merupakan Bank Umum Islam pertama di Indonesia. (Arifin, 1999:26) Soemitra (2009:62) Pada tahun 1998 keluar UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992 yang mengakui keberadaan Bank Syariah
dan
Bank
Konvensional
serta
memperkenalkan
Bank
Konvensional membuka kantor cabang syariah. Hingga pada tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disahkan yang memberikan landasan hukum
78
industri
perbankan
syariah
nasional
dan
diharapkan
mendorong
perkembangan bank syariah yang selama lima tahun terakhir asetnya tumbuh 65% per tahun namun pasarnya (market share) secara Nasional masih dibawah 5%. Undang-undang secara khusus mengenai perbankan syariah, baik secara kelembagaan maupun kegiatan usaha. Beberapa lembaga hukum baru diperkenalkan dalam UU No. 21/2008, antara lain yakni menyangkut pemisahan (spin-off) UUS baik secara sukarela maupun wajib dan Komite Perbankan Syariah. Terdapat beberapa PBI (Peraturan Bank Indonesia) yang secara khusus merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan telah diundangkan hingga saat ini antara lain : a.
PBI No. 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
b.
PBI No. 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
c.
PBI No.10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah.
d.
PBI No. 10/23/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No. 6/21/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum dalm Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
79
e.
PBI No. 10/24/PBI/2008 tentang Perubahan Kedua Atas PBI No. 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
f.
PBI No. 10/32/PBI/2008 tentang Komite Perbankan Syariah.
g.
PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah. Kini Perbankan Syariah telah mengalami perkembangan Perbankan
Syariah Bank Indonesia, pertumbuhan bank syariah saat ini menunjukkan besarnya permintaan masyarakat terhadap jasa perbankan syariah. Hal ini tercermin dari pertumbuhan jumlah bank yang signifikan dari jaringan kantor maupun kinerja keuangan perbankan syariah selama tahun 2011, jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah mengalami peningkatan. Kondisi perbankan syariah pada tahun mendatang diperkirakan akan terus membaik. Ini terbukti dari masih tingginya minat masyarakat terhadap perbankan syariah. Dalam rangka peningkatan jangkauan melalui kemudahan untuk membuka kantor pelayanan, diharapkan dapat memberikan pengaruh pada minat masyarakat. Disisi lain, secara Internasional peluang memanfaatkan investasi asing, khususnya dari Timur Tengah ke dalam sistem perekonomian Indonesia masih terbuka lebar. 3. Perkembangan Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor. 9/24/DPbs tahun 2007 tentang system penilaian kesehatan bank berdasarkan prinsip
80
syariah, Non Performing Financing adalah “Pembiayaan yang terjadi ketika pihak debitur (mudharib) karena berbagai sebab, tidak dapat memenuhi
kewajiban
untuk
mengembalikan
dana
pembiayaan
(pinjaman). Kredit bermasalah dalam jumlah besar yang dihadapi oleh sebuah bank akan menurunkan tingkat kesehatan operasi bank.Apabila penurunan mutu kredit dan profitabilitas bank yang bersangkutan demikian parah sehingga mempengaruhi likuiditas keuangan dan solvabilitas mereka, maka akan menurunkan trust (kepercayaan) para deposan. Perkembangan Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Tahun 2010-2013 terlihat pada gambar di bawah ini : Gambar 4.1 Perkembangan Pembiayaan bermasalah Tahun 2010-2013
Sumber: Bank Indonesia (Data diolah)
81
Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa Pembiayaan Bermasalah atau disebut Non Performing Financing (NPF) periode tahun 2010 hingga tahun 2013 terlihat fluktuatif.Jika dilihat pada bulan Juli 2010 sebesar 4,14 %.Sepanjang tahun 2010 hingga 2011 nilai rasio NPF berada dikisaran 3 %. Pada Juli 2011 rasio NPF sebesar 3,75 %. Hal ini disebabkan karena semakin ketatnya persaingan diantara perbankan syariah dikarenakan semakin banyak jumlah bank syariah di Indonesia dan ketidakmampuan bank dalam mengelola keuangan bank dengan baik dalam menempatkan dana nya pada sektor rill, sehingga mengakibatkan pengembalian yang tidak lancar atau kredit macet. Pada tahun 2012 rasio NPF menyentuh 2,68 % di awal tahun dan pada akhir tahun kembali menurun yaitu sebesar 2,22 %.Angka ini merupakan rasio terendah NPF sepanjang tahun 2010 hingga tahun 2013 ini.Hal ini terjadi karena perbankan syariah mulai berhati-hati dalam memberikan pembiayaan sehingga rasio NPF terus dalam keadaan stabil di kisaran 2 %.Hingga akhir 2013,rasio NPF hanya mencapai 2,62 %.Dapat dilihat bahwa sebenarnya tingkat kesehatan bank syariah itu masih dibawah 5 % sehingga masih dalam batas yang aman dan dapat dikendalikan oleh bank syariah. 4. Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Sertikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang yang berjangka pendek. Dengan sistem bonus, SBIS merupakan salah satu
82
mekanisme yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai tukar rupiah. Dengan menjual SBIS, maka Bank Indonesia akan dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Oleh karena itu nilai SBIS selalu berfluktuasi.Perkembangan SBIS Perbankan Syariah di Indonesia Tahun 2010-2013 terlihat pada gambar dibawah ini : Gambar 4.2 Perkembangan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) Tahun 2010-2013
Sumber: Bank Indonesia (Data diolah) Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat terlihat bahwa Perkembangan SBIS mengalami fluktuatif.Pada akhir tahun 2010 nilai SBIS mencapai Rp 5.408 miliyar kemudian menurun pada bulan Juli 2011 sebesar Rp 2.576 miliyar dan meningkat secara cepat pada awal tahun 2012
yaitu sebesar Rp 10.663 miliyar. Hal ini dikarenakan tingkat
penghimpunan dana pihak ketiga sebagian dialokasiakan pada SBIS. Naik 83
turunnya nilai SBIS sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya proporsi DPK yang dialokasikan untuk kegiatan sektor riil maupun dialokasikan pada instrumen SBIS. Pada dasarnya SBIS adalah instrumen moneter yang diciptakan untuk mengatasi kelebihan likuiditas bank sebagai alat investasi alternatif agar tidak ada dana yang menganggur. Pada tahun 2013 nilai SBIS kembali menurun hingga mencapai Rp 4.709 miliyar.Dan kembali meningkat diakhir tahun 2013 menjadi Rp. 6.699 miliyar. Fluktuasi dari pergerakan nilai SBIS disebabkan oleh penurunan BI Rate yang diikuti dengan menurunnya suku bunga pinjaman pada
bank
konvensional,
yang
ditengerai
mendorong
terjadinya
perpindahan dana nasabah bank konvensional ke bank syariah karena tingkat imbalan yang ditawarkan bank syariah lebih menarik. 5. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (Rupiah/US$) Nilai tukar (kurs) adalah sejumlah besaran uang pada suatu mata uang yang dapat dipertukarkan kepada sejumlah besaran uang pada suatu mata uang lainnya, atau harga dari suatu mata uang yang dapat dipertukarkan kepada sejumlah besaran uang pada mata uang lainnya. Terdapat lima sistem nilai tukar, yaitu sistem kurs mengambang, sistem kurs
terhambat, sistem
kurs
terhambat merangkat, sistem kurs
sekeranjang mata uang dan sistem kurs tetap. Perkembangan nilai tukar Rupiah (Rupiah/US$) periode tahun 2010-2013 dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
84
Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Tahun 2010-2013
Sumber : Bank Indonesia (Data Diolah) Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa angka nilai tukar rupiah (kurs) berfluktuasi.Pada pertengahan tahun 2010 nilai tukar rupiah sebesar Rp 9.049 kemudian pada akhir tahun 2010 Rp 9.022.Hal ini mengindikasikan bahwa nilai kurs tahun 2010 cenderung stabil dikisaran Rp 9.000.Pada Januari 2011 pergerakan nilai tukar Rp 9.037 kemudian kembali menurun di bulan September 2011 ke level Rp 8.765. Penurunan nilai tukar rupiah ini seiring dengan keadaan ekonomi yang membaik dan tingkat inflasi yang terkendali.Tetapi kembali meningkat pada Juli 2012 ke level Rp 9.456. Pada awal tahun 2013 pergerakan nilai tukar rupiah sebesar Rp 9.687 kemudian terus mengalami peningkatan menjadi Rp 10.073 pada bulan Juli dan di akhir tahun terus meningkat menjadi Rp 12.087. Hal ini terjadi karena tingginya kebutuhan konsumsi BBM menyebabkan impor migas masih tinggi. Akibatnya defisit transaksi berjalan ikut tertekan.
85
Sementara itu neraca modal dan finansial juga tertekan yang membuat kinerja neraca pembayaran semakin memburuk. 6. Perkembangan Inflasi Menurut Boediono (1987:161) inflasi adalah kecendrungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut dengan inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain. Perkembangan Inflasi tahun 2010-Desember 2013 dapat terlihat pada gambar dibawah ini: Gambar 4.4 Perkembangan Inflasi Tahun 2010-2013
Sumber:Bank Indonesia (Data Diolah) Berdasarkan tabel dan grafik diatas, Inflasi mengalami fluktuasi setiap bulan dan tahunnya.Pada bulan Juli 2010 tingkat inflasi sebesar 6,22 %. Kemudian pada Desember 2010 sebesar 6,96 %.Khusus pada
86
tahun 2010 ini sumbangan terbesar inflasi berasal dari bahan makanan yaitu sebesar 3,5 %.Komuditi beras menjadi penyumbang inflasi terbanyak sepanjang Januari 2010 hingga Desember 2010. Kemudian pada awal tahun 2011 meningkat tajam sebesar 7,02 %.Hal ini dikarenakan harga BBM subsidi mengalami peningkatan sehingga akan berpengaruh kepada harga kebutuhan pangan.Sepanjang tahun 2012, tingkat inflasi masih berada di angka 4 %.Pada bulan Oktober 2012 inflasi sebesar 4,61 % kemudian akhir tahun ditutup dengan menurunnya inflasi menjadi 4,30 %. Pada tahun 2013 tingkat inflasi mencapai puncaknya di bulan Juli 2013 yaitu sebesar 8,61 %. Hal ini diakibatkan karena pemerintah Republik Indonesia baru saja melakukan penyesuaian harga baru untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang akan sangat mempengaruhi harga barang kebutuhan pokok yang ada dipasaran (Bank Indonesia). B. Analisis Data dan Pembahasan Data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret waktu (time series) yang berbentuk manual mulai Juli tahun 2010 hingga Desember tahun 2013. Penelitian mengenai Pembiayaan bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) Perbankan Syariah di Indonesia.Sebagai variabel dependen (variabel tidak bebas) adalah Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) Sedangkan variabel independen terdiri dari Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar Rupiah (KURS) dan Inflasi.Keseluruhan dari data yang digunakan sebagai bahan penelitian diperoleh dari laporan bulanan Bank Indonesia.
87
Model yang digunakan oleh peneliti sebagai alat analisis regresi berganda adalah Ordinary Least Square (OLS). Model OLS merupakan metode estimasi yang sering digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi populasi dari fungsi regresi sampel (Ajija, 2011:23). Alat pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak (software) komputer Eviews 6.0 untuk mempercepat perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti, dengan metode analisis secara ekonometrik. Adapun hasil dan analisis dari uji yang sudah dilakukan, yakni : 1. Uji Asumsi klasik a. Uji Normalitas Uji
normalitas
yang
digunakan
pada
penelitian
ini
menggunakan teknik Jarque-Bera. Pedoman yang digunakan adalah apabila nialai jarque-berra lebih besar jika dibanding nilai X2 tabel (dengan α 5%) atau probabilitas < 0,05 data yang digunakan tidak berdistribusi normal dan sebaliknya, bila probabilitas > 0,05 maka data yang digunakan adalah berdistribusi normal (Winarno, 2011:5.37) Tabel 4.1 Uji Normalitas Jarque-Bera Jarque-Bera
0.394730
Probability
0.820891
Sumber : Lampiran 2 Berdasarkan tabel 4.1 menggambarkan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal. Terlihat dari nilai probability
88
sebesar 0.820891 yang lebih besar dari derajat kepercayaan 0.05 (5%) dan nilai Jarque-Bera sebesar 0.394730 kurang dari 2 sehingga dapat dinyatakan signifikan. Menurut Winarno (23:2009) menyatakan bahwa jika nilai dari Jarque-Bera benilai lebih kecil dari 2 dan Probability bernilai lebih dari 0.05 (5%) maka data dapat dikatakan hasil regresi tersebut sudah berdistribusi normal dan H0 diterima. b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang signifikan diantara dua atau lebih variabel independen dalam model regresi.Deteksi adanya multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar variabel independen.Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel independen dapat diputuskan apakah data terkena multikolinearitas atau tidak, yaitu dengan menguji koefisien korelasi antar variabel independen.Jika terjadi korelasi, maka terdapat multikolinearitas, dimana model regresi yang baik adalah tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen dengan variabel dependen. Hasil pengujian multikolinearitas menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 4.2 Hasil Uji Correlation Matrix LN_SB
LN_KURS
LN_INF
LN_SB
1
0.176104
- 0.084236
LN_KURS
0.176104
1
0.528047
LN_INF
- 0.084236
0.528047
1
Sumber :Lampiran 3
89
Pada
tabel
diatas
dapat
dilihat
hasil
analisis
uji
multikolinearitas dengan Correlation Matrix menunjukkan bahwa korelasi antar variabel independen LN_SB dan LN_KURS maupun sebaliknya sebesar
0.176104, antara LN_SB dan LN_INF sebesar
maupun sebaliknya sebesar -0.084236 antara LN_KURS dan LN_INF maupun sebaliknya sebesar 0.528047 Terlihat dari tabel 4.2 diatas nilai korelasi dari masing-masing variabel independen dibawah atau lebih kecil dari 0.8 sehingga dapat disimpulkan H0 diterima, bahwa data tersebut terbebas dari multikolinieritas dan model Ordinary Least Square (OLS) yang dilakukan dapat dikatakan terbebas dari gejala multikolinieritas. c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
ke
pengamatan
lain
tetap,
maka
disebut
Homoskedastisitas dan jika variance tidak konstan atau berubah-ubah disebut Denfan Heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas (Nachrowi, 2008:109).Metode
yang
digunakan
untuk
mendeteksi
adanya
heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah Uji White. Tabel 4.3 Hasil Uji White Heteroskedasticity Test F-Statistic Obs*R-Squared
1.332363
Prob. F
3.997365
Prob. Chi Square
0.2782 0.2617
Sumber : Lampiran 4 90
Dari tabel 4.3 diatas diketahui bahwa nilai Obs*R2 sebesar 3.997365 dan Probabilitas Chi-Square sebesar 0.2617 yang lebih besar dari tingkat kepercayaan sebesar 0.05 (5%) sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak bersifat heteroskedastisitas atau H0 diterima. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi untuk mengetahui apakah dalam model regresi ada korelasi antara kesalahan pada periode waktu yang lain. Untuk mendeteksi masalah autokorelasi digunakan uji Langrange Multiplier (LM-Test).Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat. Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai probabilitas ChiSquare.Jika probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat signifikan 5% maka tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas Chi-Square lebih kecil dari 5% maka terdapat autokorelasi. Tabel 4.4 Hasil Uji Langrange Multiple Test Obs* R-Square
11.94702
Prob.Chi-Square
0.0632
Sumber :Lampiran 5 Dari tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa nilai Obs*R2 sebesar 11.94702 dan nilai Probabilitas Chi-Square sebesar 0.0632 yang lebih besar dari nilai 0.05 maka H0 diterima sehingga dapat disimpulkan data tersebut tidak terdapat masalah autokorelasi. .
91
2. Uji Statistik Hasil pengolahan data atau hasil estimasi yang dilakukan dengan menggunakan program aplikasi komputer Eviews 6 dengan menggunakan metode regresi linier berganda atau Ordinary Least Square (OLS) yang ditampilkan pada tabel berikut : Tabel 4.5 Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS) Variabel
Koefisien
t-Statistik
Probabilitas
C
18.32267
9.752887
0.0000
LN_SB
- 0.132097
- 3.169530
0.0030
LN_KURS
- 1.544148
-7.679202
0.0000
LN_INF
0.452265
6.568724
0.0000
F-Statistik
32.73414
Probabilitas (F-stat)
0.000000
Adjusted R-squared
0.698977
Durbin-Watson stat
1.021459
Sumber : output Eviews 6.0 yang diolah Dari tabel 4.5 diatas, maka dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : LN_NPF = 18.32267 – 0.132097 LN_SB – 1.544148 LN_KURS + 0.452265 LN_INF 1) Jika segala sesuatu variabel independen dianggap konstan atau bernilai nol, artinya variabel independen tidak terjadi kenaikan atau penurunan maka besarnya nilai Pembiayaan Bermasalah sebesar 18.32267 atau 18.32 %.
92
2) Nilai koefisien regresi SBIS sebesar - 0.132097 persen yang berarti setiap penurunan SBIS sebesar 1 persen maka akan meningkatkan Pembiayaan Bermasalah sebesar 0.132097 %. 3) Nilai koefisien Nilai Tukar (KURS) sebesar - 1.544148 persen yang berarti setiap penurunan Nilai Tukar (KURS) sebesar 1 persen maka akan meningkatkan Pembiayaan Bermasalah sebesar 1.544148 %. 4) Nilai koefisien regresi Inflasi sebesar 0.452265 persen yang berarti setiap peningkatan Inflasi sebesar 1 persen maka akan meningkatkan Pembiayaan Bermasalah sebesar 0.452265 %. a.
Uji Parsial (Uji-t) Uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial (individu)variabel-variabel independen (SBIS, Nilai Tukar dan Inflasi) terhadap variabel dependen yaitu (Pembiayaan Bermasalah). Salah satu cara untuk melakukan uji-t adalah dengan melihat nilai probabilitas pada tabel uji statistik t. Apabila nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikan α = 0.05 berarti variabel independen secara parsial (individu) mempengaruhi variabel dependen. Dari hasil tabel 4.5 bahwa didapatkan dari uji statistik t yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Pengaruh t-statistik untuk SBIS terhadap Pembiayaan bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Berdasarkan pada tabel 4.5 diperoleh hasil t-hitung sebesar -3.169530
dengan tingkat signifikan 0.0030. Karena tingkat
signifikan lebih kecil dari 0.05 maka secara parsial SBIS memiliki pengaruh secara signifikan dan negatif terhadap terhadap 93
Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF). Hal ini berarti bahwa ketika SBIS meningkat maka pembiayaan bermasalah menjadi menurun.Dimana SBIS dalam mekanisme yang ditentukan Bank Indonesia berupa bonus atau fee.Jadi ketika bonus SBIS tinggi maka Bank Syariah akan lebih tertarik mengalokasikan dananya untuk membeli SBIS dibandingkan untuk menyalurkan pembiayaan kepada masyarkat sehingga berdampak kepada menurunnya jumlah pembiayaan bermasalah pada bank syariah itu sendiri.Hal ini juga diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Harry Andra (2010) 2) Pengaruh t-statistik untuk Nilai Tukar (KURS) terhadap terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh t-hitung sebesar -7.679202 dengan tingkat signifikan sebesar 0.0000.Karena tingkat signifikan lebih kecil dari 0.05 maka secara parsial Nilai Tukar (KURS) memiliki pengaruh secara signifikan dan negatif terhadap Pembiayaan
Bermasalah
atau
Non
Performing
Financing
(NPF).Hal ini berarti jika semakin tinggi nilai tukar (nilai rupiah terdepresiasi)
maka
akan
semakin
menurun
pembiayaan
bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) pada bank syariah.Hal ini berarti bahwa ketika terjadi kenaikan tingkat nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadikan produk dalam negeri menjadi lebih kompetitif karena harga barang dan jasa dalam negeri menjadi lebih rendah daripada harga barang pada negara
94
lain. Harga barang dan jasa dalam negeri yang relatif rendah akan meningkatkan permintaan luar negeri akan barang dan jasa dalam negeri. Penjualan dalam negeri akan meningkat dan kondisi keuangan masyarakatpun membaik. Dengan demikian, kenaikan nilai tukar akan membantu nasabah pada perbankan konvensional dan nasabah perbankan syariah dalam mengembalikan kredit atau pembiayaannya.Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Zakiyah Dwi Poetry (2011). 3) Pengaruh t-statistik untuk Inflasi terhadap terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Berdasarkan pada tabel 4.5 diperoleh hasil t-hitung sebesar 6.568724 dengan tingkat signifikan 0.0000. Karena tingkat signifikan lebih kecil dari 0.05 maka secara parsial Inflasi memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF).Hal ini berarti jika inflasi meningkat maka pembiayaan bermasalah akan mengalami peningkatan pula.Hal ini mengindikasikan bahwa ketika terjadi inflasi dimana terjadi kenaikkan harga secara terusmenerus, daya beli masyarakat akan menurun karena nilai uang terus tergerus inflasi. Hal ini menyebabkan turunnya penjualan dan kondisi dunia usaha atau bisnispun melemah. Kondisi tersebut menyebabkan nasabah perbankan mengalami kesulitan untuk mengembalikan kreditnya pada perbankan, sehingga kredit macet
95
akan mengalami peningkatan.Hasil ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Rahmawulan (2008) Penelitian
yang
dilakukan
Wikutama
(2010)
juga
menyatakan bahwa inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah. Inflasi dapat berpengaruh terhadap kredit bermasalah, inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan menurunnya pendapatan riil masyarakat sehingga standar hidup masyarakat juga turun. Kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian
(uncertainty)
bagi
pelaku
ekonomi
dalam
mengambil keputusan. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibandingkan inflasi dinegara tetangga menjadikan tingkat suku bunga riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan
tekanan kepada nilai tukar rupiah. Dengan
meningkatnya inflasi maka akan mengakibatkan kemampuan nasabah dalam membayar cicilan kreditnya juga akan terganggu. b. Uji Fisher (Uji-F) Uji-F bertujuan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independen (SBIS, Nilai Tukar dan Inflasi) secara simultan (bersamasama) terhadap variabel dependen yaitu Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh hasil F-statistik sebesar
96
32.73414 dengan nilai probabilitas (F-stat) sebesar 0.000000. Karena probabilitas (F-stat) lebih kecil dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa
SBIS,Nilai
Tukar
dan
Inflasi
secara
bersama-sama
berpengaruh terhadap Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) Perbankan Syariah di Indonesia 3. Uji Koefisien Determinasi Koefisien determinasi R2 yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi terbaik. Dikarenakan dalam penelitian ini menggunakan lebih darisatu variabel independen. Berdasarkan hasil regresi pada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa nilai Adjusted R-Squared sebesar 0.698977, hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel dependen (Pembiayaan Bermasalah atau Non Performing Financing) secara bersama-sama mampu dijelaskan oleh variasi variabel independen (SBIS, Nilai Tukar dan Inflasi) sebesar 69.89 % Sedangkan sisanya sebesar 30.11 % dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti.
C. Pembahasan Analisis Ekonomi Besarnya kepercayaan nasabah terhadap bank syariah menyebabkan dana yang disalurkan bank syariah tidak hanya melalui pembiayaan tetapi juga sebagian dana digunakan membeli SBIS. SBIS dapat digunakan oleh bank syariah yang mempunyai kelebihan likuiditas sebagai sarana dalam menitipkan dana jangka pendek guna menjaga asetnya.Bank Indonesia
97
menjalankan mekanisme SBIS dengan sistem bonus.Besarnya SBIS merupakan indikator bahwa pembiayaan yang disalurkan bank semakin kecil.Dengan semakin menurunnya pembiayaan maka akan mengakibatkan menurunnya pembiayaan bermasalah pada bank syariah.Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya pengaruh signifikan dan negatif antara SBIS dengan pembiayaan bermasalah. Perubahan nilai tukar memberikan pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap pembiayaan bermasalah.Ketika terjadi kenaikan tingkat nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadikan produk dalam negeri menjadi lebih kompetitif karena harga barang dan jasa dalam negeri menjadi lebih rendah daripada harga barang pada negara lain. Harga barang dan jasa dalam negeri yang relatif rendah akan meningkatkan permintaan luar negeri akan barang dan jasa dalam negeri. Penjualan dalam negeri akan meningkat dan kondisi keuangan masyarakatpun membaik.Sehingga para nasabah lebih mudah dalam mengembalikan pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah. Variabel
inflasi
berpengaruh
signifikan
dan
positif
terhadap
pembiayaan bermasalah.Hal ini mengartikan bahwa ketika inflasi meningkat maka akan meningkatkan pula pembiayaan bermasalah yang diterima oleh bank syariah. Saat ini banyak kalangan menilai perbankan merupakan institusi yang sangat riskan terkena krisis. Faktor makro yang kerapkali menyebabkan krisis perbankan diantaranya tingginya inflasi.Dengan meningkatnya inflasi maka akan berakibat pada turunnya daya beli masyarakat sehingga berakibat pada menurunnya return yang diterima perusahaan sehingga perusahaan akan
98
kesulitan dalam membayarkan kredit atau pembiayaan yang telah diberikan oleh perbankan.Kemudian dampak inflasi juga terjadi dengan turunnya tingkat pendapatan riil masyarakat sehingga masyarakat akan kesulitan membayar kredit yang diberikan perbankan karena pendapatannya sebagian besar sudah dialokasikan untuk kebutuhan sehari-hari.
99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dari penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi Terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010- Desember 2013”. 1. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) mempunyai pengaruh secara signifikan dan negatif terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia. Nilai koefisien regresi SBIS sebesar – 0.132097 yang berarti bahwa setiap penurunan SBIS sebesar 1 persen maka akan meningkatkan NPF sebesar 0.132097 dan sebaliknya. 2. Nilai Tukar (KURS) mempunyai pengaruh secara signifikan dan negatif terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia. Nilai koefisien regresi Nilai tukar (KURS) sebesar – 1.544148 yang berarti bahwa setiap penurunan Nilai Tukar (KURS) sebesar 1 persen maka akan meningkatkan NPF sebesar 1.544148 dan sebaliknya. 3. Inflasi mempunyai pengaruh secara signifikan dan positif terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia. Nilai koefisien regresi Inflasi sebesar 0.452265 yang berarti bahwa setiap peningkatan Inflasi sebesar 1 persen maka akan meningkatkan NPF sebesar 0.452265
100
dan sebaliknya. 4. Secara simultan variabel SBIS, Nilai Tukar dan Inflasi mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia dengan nilai probabilitas sebesar (0.000000). 5. Nilai adjusted R-squared sebesar 0.698977. Hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel dependen (Pembiayaan Bermasalah) secara bersamasama mampu dijelaskan oleh variasi variabel independen (SBIS, Nilai Tukar dan Inflasi) sebesar 69,89 % sedangkan sisanya sebesar 30,11 % dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti.
B. Saran Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan pada penelitian tentang “Analisis Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Nilai Tukar (KURS) dan Inflasi terhadap Pembiayaan Bermasalah Perbankan Syariah di Indonesia Periode Juli 2010-Desember 2013”, maka dapat ditarik implikasi teoritis yaitu: 1. Untuk meminimalisir potensi terjadinya kredit bermasalah, bank syariah harus lebih peka terhadap kondisi makroekonomi terutama tingkat inflasi sehingga dapat menentukan kebijakkan penyaluran pembiayaan secara tepat agar dapat mengendalikan terjadinya pembiayaan bermasalah. 2. Terkait dengan resiko pembiayaan agar meminimalisir potensi terjadinya kredit bermasalah, bank syariah dapat mengedepankan
101
return yang kompetitif dan meningkatkan monitoring yang lebih intensif kepada debiturnya. Bank syariah saat ini mempunai tingkat kredit bermasalah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan bank konvensional ataupun BPRS. Oleh karena itu sebaiknya bank syariah tetap mempertahankan dan meningkatkan kinerja yang telah dicapai, Antara lain dengan cara: mempertahankan dan meningkatkan penyaluran pembiayaan secara lebih ekspansif/agresif, meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam meyalurkan dana, lebih inovatif dalam mengembangkan produk-produknya dengan tetap memperhatikan prinsip syariah, meningkatkan kualitas pelayanan, memperluas kantor cabang dengan memperhatikan potensi wilayah yang bersangkutan, meningkatkan perolehan keuntungan dengan mengembangkan jasa perbankan/operasional lainnya, melakukan kerjasama dengan mitra strategis, dan mengembangkan sistem informasi manajemen serta kualitas sumber daya manusia yang lebih handal. 3. Bagi
penelitian
berikutnya
agar
dapat
melanjutkan
dan
memperpanjang periode waktu penelitian, serta dapat menggunakan lebih
banyak
lagi
variabel-variabel
yang
mungkin
dapat
mempengaruhi pembiayaan bermasalah perbankan syariah. Sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih akurat dan lebih baik serta dapat mengetahui penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah di bank syariah apakah dari kelemahan sistem operasional di bank syariah atau faktor lain.
102
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Al-Qur’an Ajija, Shochrul Rohmatul, dkk. “Cara Cerdas Menguasai Eviews”, Salemba Empat, Jakarta, 2011. Anton, H. Gunawan. “Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia”, Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 1991. Arifin, Zainul. “Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah”, Azkia Publisher, Tangerang, 2009. Arikunto, Suharsimi. “Prosedur Penelitian”, Rineka Cipta, Jakarta, 2002. Balanchard. “Economics”, Prentice Hall International, inc., New Jersey, 2000. Boediono. “Teori Pertumbuhan Indonesia”, Penerbit Yogyakarta: BPFE, Yogyakarta, 1985. Boediono. “Ekonomi Moneter”, BPFE, Yogyakarta, 1987. Boediono. “Ekonomi Moneter”, BPFE, Yogyakarta, 1990. Case dan Fair. “Prinsip-prinsip Ekonomi Makro”, Edisi Kelima, PT. Indeks, Jakarta, 2004. Chapra, M. Umer. “Sistem Moneter Islam”, Cet. 1, Gema Insani, Jakarta, 2000. Firdaus, H Rachmat & Maya Ariyanti. “Manajemen Perkreditan Bank Umum”. Bandung: Alfabetta, 2009. Gujarati, Damodar. “Ekonometrika Dasar”, Erlangga, Jakarta, 2006. Hamid, Abdul. Modul Perbankan Syariah “Landasan Teori dan Praktek”, FEIS, Jakarta, 2008. Hamid, Abdul. “Panduan Penulisan Skripsi”, FEB UIN Press, Jakarta, 2012. Karim, Adiwarman. “Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam”, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.
103
Karim, Adiwarman. “Ekonomi Makro Islami”, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008. Khalwaty, Tajul. “Inflasi dan Solusinya”, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Umum, 2000. Kuncoro, Mudrajat. “Metode Riset untuk Bisnis Ekonomi bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis?”, Erlangga, Jakarta, 2009. Mankiw, N. Gregory. “Macroeconomics”, Edisi 5, Harvard University, Edisi Indonesia, Erlangga, Jakarta, 2003. Miskhin, Federic S. “Ekonomi Uang dan Perbankan dan Pasar Keuangan”, Salemba Empat, Jakarta, 2008. Muhammad. “Manajeman Bank Syariah”, Edisi Revisi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2002. Nachrowi, Nachrowi D, Hardius Usman. “Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrikal Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan”, FEUI, Jakarta, 2006. Ponco, Wibowo Hamid. “Pengaruh Variabel Makro Terhadap Kinerja Perbankan Syariah”, Magister Manajemen Universitas Indonesia, 2006. Putong, Iskandar dan Nuring Dyah Anjaswati. “Pengantar Ekonomi Makro”, Edisi 2, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2011. Riyadi, Selamet. “Banking Assets and Liability Management”. 3rd edition, Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta, 2006. Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul. “Lembaga Keuangan Syariah”, Zikrul Hakim, Jakarta, 2008. Samuelson, Paul A dan William D. Nordhaus. “Ilmu Makro Ekonomi Edisi Tujuh Belas”, Alih Bahasa Gretta, Theresa Tanoto, Bosco Carvallo, Anna Elly, PT Media Global Edukasi, Jakarta, 2004. Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”, Kebijakan Moneter dan Perbankan Edisi Kelima, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2005. Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan”, Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, 2005.
104
Sudarsono, Heri. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi”, Ekonisia, Yogyakarta, 2007. Sumitro, Warkum. “Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait”, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 1996. Sukirno, Sadono. “Makro Ekonomi Teori Pengantar” Edisi Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000. Sukirno, Sadono. “Pengantar Teori Ekonomi Makro”, Rajawali Press, Jakarta, 2004.Wirdyaningsih, Perwataatmadjaya, Gemala, dan Yeni. ”Bank dan Asuransi Islam di Indonesia”, Kencana dan Fakultas Hukum UI, 2006. Surat Edaran BI No. 9/24/DPbs 30 Oktober 2007 Tentang Sistem Penilaian Kesehatan Berdasarka Prinsip Syariah. Syafi’i, Muhammad Antonio. “Bank Syariah an Teori ke Praktik”, Gema Insani, Jakarta, 2001. Tan, Inggrid. “Bisnis dan Investasi Sistem Syariah”, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta, 2009. Widarjono, Agus. “Ekonomi: Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis”, Ekonisia, Yogyakarta, 2005. Winarmo, W Wahyu. “Ekonometrika dan Statistik dengan Eviews”, Edisi ke 3, Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta, 2009.
B. Penelitian / Jurnal Ahmad dan Bashir. “Explanatory Power of Macroeconomic Variables as Determinants of Non Performing Loans: Evidence Form Pakistan”, Iqra National University, Peshawar and University of Gujrat, Pakistan, 2013 Andra,Harry. “Analisis Pengaruh Instrumen Kebijakan Moneter Konvensional dan Instrumen Kebijakan Moneter Syariah Terhadap Kinerja Bank Konvensional dan Bank Syariah”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010 Arya, Wikutama. “Faktor-faktor yang mempengaruhi Non performing Loan Bank Pembangunan Daerah (BPD)”, Tesis, Program Pasca Sarjana Magister Akutansi Universitas Indonesia, 2010.
105
Diyanti,Anin. “ Analisis Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Terjadinya Non Performing Loan”,Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro,2012. Faiz, Ihda A. “Ketahanan Kredit Perbankan Syariah terhadap Krisis Keuangan Global”, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2010. Farhan, sattar, Chaudhry dan Khalil. “Economic Determinants of Non Performing Loans: Perceptin of Pakistan Bankers”, University of the Pujab Lahore, Pakistan, 2012. Greenidge, Kevin dan Tiffany Grosvenor. “Forecasting Non Performing Loans in Barbados” Central Bank of Barbados,2010 Husna,Inovasi Amali. “Pengaruh Size,Net Core Operating Margin,Financing to Deposit Ratio,Risk Weight Asset,Alokasi Piutang Muarabahah dibanding pembiayaan PLS dan Makroekonomi Terhadap Resiko Pembiayaan Pada Perbankan Syariah di Indonesia”, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014. Hermawan, Candra Dedy. “Analisis Pengaruh Jumlah Kantor Bank Syariah, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Pembiayaan Murabahah Perbankan Syariah di Indonesia”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013. Ihsan, Muntoha. “Pengaruh Gross Domestic Product, Inflasi, dan Kebijakan jenis Pembiayaan terhadap Rasio Non Performing Financing Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2005-2010”. Fakultas Ekonomi Universitas Diponogoro, Semarang, 2010. Indrawan,Risky. “Analisis Pengaruh LDR,SBI,Bank Size dan Inflasi terhadap Non Performing Loan (NPL) Kredit Kepemilikan Rumah Bank PERSERO Tahun 2006-2012.Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta,2012. Khemraj, Tarron dan Pasha, Sukrishnalall. “The determinants of nonperforming loans: an econometric case study of Guyana” university Guyana, 2010. Mukromah. “Analisis pengaruh Nilai Tukar Rupiah (KURS), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Dana Pihak Ketiga (DPK), Financing Deposit to Rasio (FDR) terhadap Non Performing Financing (NPF) Perbankan Syariah di Indonesia”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2012.
106
Mutamimah, dan Chasanah Siti Nur Zaidah. “Analisis Eksternal dan Internal dalam Menentukan Non Performing Financing Bank Umum Syariah di Indonesia”, Fakultas Ekonomi Unissula Semarang, 2012. Muttaqiena, Abida. “Analisis pengaruh PDB, Inflasi, Tingkat Bunga, dan Nilai Tukar terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah di Indonesia 2008-2012”, Fakultas Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Semarang, 2013. Padmantyo, Sri dan Muqorrobin, Agus. “Analisis Variabel yang Mempengaruhi Kredit Macet Perbankan di Indonesia”, Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011. Poetry,Dwi Zakiah. “Pengaruh Variabel Makro dan Mikro Terhadap NPL Perbankan Konvensional dan NPF Perbankan Syariah” Islamic Finance & Business Review,2011 Rahmawulan, Yunis. “Perbandingan Faktor penyebab Timbulnya NPL dan NPF pada Perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia”, Tesis, Pasca Sarjana FEUI, Jakarta, 2008.
C. Website www.bi.go.id www.bps.go.id www.google.com
107
Lampiran 1
Data Penelitian Periode Juli 2010 – Desember 2013 Bulan Jul-10 Aug-10 Sep-10 Oct-10 Nov-10 Dec-10 Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 May-11 Jun-11 Jul-11 Aug-11 Sep-11 Oct-11 Nov-11 Dec-11 Jan-12 Feb-12 Mar-12 Apr-12 May-12 Jun-12 Jul-12 Aug-12 Sep-12 Oct-12 Nov-12 Dec-12 Jan-13
NPF
SBIS
KURS
INF
4,14% 4,10% 3,95% 3,95% 3,99% 3,02% 3,28% 3,66% 3,65% 3,79% 3,76% 3,55% 3,75% 3,53% 3,50% 3,11% 2,74% 2,52% 2,68% 2,82% 2,76% 2,85% 2,93% 2,88% 2,92% 2,78% 2,74% 2,58% 2,50% 2,22% 2,49%
Rp 2.576.000.000.000 Rp 1.882.000.000.000 Rp 2.310.000.000.000 Rp 2.783.000.000.000 Rp 3.287.000.000.000 Rp 5.408.000.000.000 Rp 3.968.000.000.000 Rp 3.659.000.000.000 Rp 5.870.000.000.000 Rp 4.042.000.000.000 Rp 3.879.000.000.000 Rp 5.011.000.000.000 Rp 5.214.000.000.000 Rp 3.647.000.000.000 Rp 5.885.000.000.000 Rp 5.656.000.000.000 Rp 6.447.000.000.000 Rp 9.244.000.000.000 Rp 10.663.000.000.000 Rp 4.243.000.000.000 Rp 6.668.000.000.000 Rp 3.825.000.000.000 Rp 3.644.000.000.000 Rp 3.936.000.000.000 Rp 3.036.000.000.000 Rp 2.918.000.000.000 Rp 3.412.000.000.000 Rp 3.321.000.000.000 Rp 3.242.000.000.000 Rp 4.993.000.000.000 Rp 4.709.000.000.000
Rp 9.049 Rp 8.971 Rp 8.975 Rp 8.927 Rp 8.938 Rp 9.022 Rp 9.037 Rp 8.912 Rp 8.761 Rp 8.651 Rp 8.555 Rp 8.564 Rp 8.533 Rp 8.532 Rp 8.765 Rp 8.895 Rp 9.015 Rp 9.088 Rp 9.109 Rp 9.025 Rp 9.165 Rp 9.175 Rp 9.290 Rp 9.451 Rp 9.456 Rp 9.499 Rp 9.566 Rp 9.597 Rp 9.627 Rp 9.645 Rp 9.687
6,22% 6,44% 5,80% 5,67% 6,33% 6,96% 7,02% 6,84% 6,65% 6,16% 5,98% 5,54% 4,61% 4,79% 4,61% 4,42% 4,15% 4,79% 3,65% 3,97% 4,50% 4,50% 4,45% 4,53%
xvii
4,56% 4,58% 4,31% 4,61% 4,32% 4,30% 4,57%
Feb-13 Mar-13 Apr-13 May-13 Jun-13 Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 Dec-13
2,72% 2,75% 2,85% 2,92% 2,64% 2,75% 3,01% 2,80% 2,96% 3,07% 2,62%
Rp 5.103.000.000.000 Rp 5.611.000.000.000 Rp 5.343.000.000.000 Rp 5.423.000.000.000 Rp 5.443.000.000.000 Rp 4.640.000.000.000 Rp 4.299.000.000.000 Rp 4.523.000.000.000 Rp 5.213.000.000.000 Rp 5.107.000.000.000 Rp 6.699.000000.000
xviii
Rp 9.686 Rp 9.709 Rp 9.724 Rp 9.760 Rp 9.881 Rp 10.073 Rp 10.572 Rp 11.346 Rp 11.366 Rp 11.613 Rp 12.087
5,31% 5,90% 5,57% 5,47% 5,90% 8,61% 8,79% 8,40% 8,32% 8,37% 8,38%
Lampiran 2 Uji Normalitas Jarque-Bera 9
Series: Residuals Sample 1 42 Observations 42
8 7 6 5 4 3
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-7.27e-17 0.001739 0.156528 -0.198683 0.085135 -0.164977 2.658400
Jarque-Bera Probability
0.394730 0.820891
2 1 0 -0.2
-0.1
-0.0
0.1
Lampiran 3 Uji Multikolinearitas Correlation Matrix
LN_SB
LN_KURS
LN_INF
LN_SB
1
0.176104
- 0.084236
LN_KURS
0.176104
1
0.528047
LN_INF
- 0.084236
0.528047
1
xix
Lampiran 4
Uji Heterokedastisitas Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
1.332363 3.997365 2.713325
Prob. F(3,38) Prob. Chi-Square(3) Prob. Chi-Square(3)
0.2782 0.2617 0.4380
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 09/01/14 Time: 06:53 Sample: 1 42 Included observations: 42 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LN_SB LN_KURS LN_INF
-0.154181 0.005381 -0.001355 0.009926
0.193579 0.004294 0.020719 0.007094
-0.796477 1.253119 -0.065380 1.399197
0.4307 0.2178 0.9482 0.1699
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.095175 0.023742 0.009112 0.003155 139.8294 1.332363 0.278171
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
xx
0.007075 0.009222 -6.468069 -6.302576 -6.407409 1.919706
Lampiran 5
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
2.120170 11.94702
Prob. F Prob. Chi-Square
0.0782 0.0632
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 09/01/14 Time: 06:52 Sample: 1 42 Included observations: 42 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LN_SB LN_KURS LN_INF C RESID(-1) RESID(-2) RESID(-3) RESID(-4) RESID(-5) RESID(-6)
0.011235 -0.022867 0.005753 -0.128235 0.538148 -0.062565 -0.118456 0.152880 -0.307372 0.209992
0.039250 0.204286 0.064086 1.857182 0.175261 0.202268 0.195016 0.196424 0.200849 0.202361
0.286246 -0.111938 0.089763 -0.069048 3.070558 -0.309318 -0.607418 0.778315 -1.530361 1.037706
0.7765 0.9116 0.9290 0.9454 0.0043 0.7591 0.5479 0.4421 0.1358 0.3072
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.284453 0.083205 0.081516 0.212637 51.40719 1.413447 0.223697
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
xxi
-7.27E-17 0.085135 -1.971771 -1.558040 -1.820122 1.919184
Lampiran 6
Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square
Dependent Variable: LN_NPF Method: Least Squares Date: 09/01/14 Time: 06:51 Sample: 1 42 Included observations: 42 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LN_SB LN_KURS LN_INF C
-0.132097 -1.544148 0.452265 18.32267
0.041677 0.201082 0.068851 1.878692
-3.169530 -7.679202 6.568724 9.752887
0.0030 0.0000 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.721004 0.698977 0.088432 0.297167 44.37833 32.73414 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
xxii
1.118325 0.161179 -1.922777 -1.757285 -1.862118 1.021459