KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 / HUK / 2013 TENTANG PEDOMAN PELAYANAN TERPADU DAN GERAKAN MASYARAKAT PEDULI KABUPATEN/KOTA SEJAHTERA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
a. bahwa dengan berkembangnya permasalahan sosial yang diakibatkan dari terbatasnya layanan sosial, krisis ekonomi, bencana sosial, dan konflik sosial membutuhkan penanganan yang holistik dan komprehensif; b. bahwa dalam penanganan permasalahan sosial diperlukan pendekatan pekerjaan sosial bagi individu, keluarga, kelompok dan komunitas agar mereka memiliki akses terhadap pelayanan dasar sehingga dapat mencapai kesejahteraan dan kualitas hidup yang lebih baik; c. bahwa agar pelaksanaan kesejahteraan sosial dapat dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkelanjutan, perlu menetapkan Keputusan Menteri Sosial tentang Pedoman Pelayanan Terpadu dan Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008; 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294); 5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II; 6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011; 7. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011; 8. Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial; Memperhatikan :
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pembangunan Berkeadilan; MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL TENTANG PEDOMAN PELAYANAN TERPADU DAN GERAKAN MASYARAKAT PEDULI KABUPATEN/KOTA SEJAHTERA.
2
KESATU
:
Pedoman Pelayanan Terpadu dan Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KEDUA
:
Pedoman pelayanan terpadu sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan teknis kegiatan pelaksanaan program pelayanan terpadu dan gerakan masyarakat peduli kabupaten/kota sejahtera.
KETIGA
: Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA membangun kerja sama dalam pelaksanaan, pembinaan dan pengembangan program pelayanan terpadu dan gerakan masyarakat peduli kabupaten/kota sejahtera yang berbasis pada : a. terciptanya model pengembangan kebijakan, strategi dan program pelayanan terpadu dan gerakan masyarakat peduli kabupaten/kota sejahtera; dan b. terselenggaranya program pelayanan terpadu dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya.
KEEMPAT
: Pedoman sebagaimana KESATU terdiri dari :
dimaksud
pada
Diktum
BAB I
: PENDAHULUAN
BAB II
: KERANGKA KONSEPTUAL
BAB III
: KEBIJAKAN, STRATEGI, KOMPONEN PROGRAM
BAB IV
: TAHAPAN DAN JENIS KEGIATAN
BAB V
: ORGANISASI PELAKSANAAN DAN MEKANISME KERJA
BAB VI
: PENGEMBANGAN SDM
BAB VII
: PENGENDALIAN
BAB VIII
: PENUTUP
3
DAN
KELIMA
: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Mei 2013 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, TTD SALIM SEGAF AL JUFRI
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth: 1. Para Pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Sosial. 2. Para Gubernur di Seluruh Indonesia. 3. Para Pejabat Eselon II di lingkungan Kementerian Sosial. 4. Para Kepala Dinas/Instansi Sosial di seluruh Indonesia.
Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Pusat Kajian Hukum,
BHAKTI NUSANTORO, SH NIP.19590604 198403 1 002
4
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Berkembangnya masalah sosial akibat dari terbatasnya layanan sosial dasar, tidak terpenuhinya hak dasar, krisis ekonomi, bencana alam, dan konflik sosial; membutuhkan penanganan secara holistik dan komprehensif. Jenis masalah sosial yang dimaksud dapat dikelompokkan, antara lain: kemiskinan dan kerawanan sosial ekonomi; ketunaan sosial; keterlantaran; kecacatan; keterpencilan/keterisolasian; kebencanaan dan kedaruratan, serta kekerasan sosial ekonomi. Dalam situasi tersebut, dibutuhkan pendekatan pekerjaan sosial bagi individu, keluarga, kelompok dan komunitas, agar mereka memiliki akses terhadap pelayanan sosial dasar dalam rangka mencapai taraf kesejahteraan dan kualitas hidup yang memadai. Pelayanan sosial bagi warga miskin/ tidak mampu dan mengalami masalah
sosial
harus
didukung
dengan
kebijakan
dan
program
pembangunan nasional bidang kesejahteraan sosial. Dalam hal ini Kementerian
Sosial
sebagai
bagian
dari
pemerintah
pusat
yang
mempunyai mandat dan tugas pokok serta fungsi di bidang pembangunan kesejahteraan sosial. Tantangan terbesar adalah kemampuan pemerintah melalui Kementerian Sosial dalam menangani masalah sosial dalam lima tahun terakhir hanya menjangkau rata-rata sekitar 8-10% dari total penyandang masalah kesejahteraan sosial sekitar 15,5 juta rumah tangga. Oleh karena itu dukungan Pemerintah Daerah, khususnya Pemerintah Kabupaten/kota menjadi penting. Dalam situasi dan kondisi perkembangan permasalahan sosial dan tuntutan publik terhadap kebijakan dan program pembangunan nasional yang bertumpu pada keadilan untuk semua dan melindungi hak asasi manusia, dibutuhkan perubahan paradigma dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
1
Selama ini penyelenggaraan kesejahteraan sosial masih bersifat sektoral/ fragmentaris,
jangkauan pelayanan sosial terbatas, merespon
masalah yang aktual secara reaktif, fokus pada pelayanan berbasis institusi/ panti sosial serta belum adanya rencana strategis nasional. Atas dasar itu maka ke depan harus diorientasikan pada; pelayanan sosial terpadu dan berkelanjutan; menjangkau seluruh warga yang mengalami masalah sosial; sistem dan program kesejahteraan sosial yang melembaga dan profesional; mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga serta masyarakat; dan yang terakhir berdasarkan RPJP, RPJMN, dan Renstra. Berdasarkan kerangka kerja tersebut, maka untuk mengoptimalkan kinerja penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, maka Kementerian Sosial menetapkan program/kegiatan prioritas sebagai pilot projek berupa Pelayanan Terpadu dan Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera (Pandu Gempita). Untuk mencapai sasaran strategis itu, diperlukan koordinasi serta dukungan kerjasama Pemerintah Daerah, utamanya Pemerintah Kabupaten/Kota. Berkenaan dengan maksud tersebut, maka untuk membangun kesepahaman dan mengukuhkan komitmen
aksi
bersama
pada
Tahun
2013
ini,
dilakukan
penandatanganan kesepakatan bersama (MoU) dan Perjanjian Kerjasama antara Kementerian Sosial RI dengan Pemerintah Kabupaten/Kota terpilih. Kebijakan strategis melalui MoU dan Perjanjian Kerjasama dalam rangka mewujudkan keterpaduan program sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai keterbatasan yang dirasakan selama ini. Utamanya untuk menjadikan Kabupaten/Kota yang ramah terhadap Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dengan menerapkan pelayanan satu atap
dalam pelayanan kesejahteraan sosial. Ketiadaan kebijakan
pelayanan kesejahteraan sosial yang terpadu saat ini, bagaimanapun telah membatasi pemangku kepentingan untuk menyelaraskan berbagai upaya
mereka
dalam
menciptakan
sebuah
sistem
pelayanan
kesejahteraan sosial yang berkelanjutan. Berdasarkan gambaran yang terjadi dalam konteks pelayanan kesejahteraan
sosial
dan
kondisi 2
yang
menyertainya,
terdapat
serangkaian Pemerintah
masalah Daerah,
yang
teridentifikasi.
khususnya
Secara
Kabupaten/Kota
kelembagaan masih
belum
menjadikan penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagai program dan kegiatan prioritas menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena: 1. Pemahaman tentang pelayanan kesejahteraan sosial yang diposisikan sebagai sektor pemerintah, bukan sebagai sistem pelayanan sosial bagi masyarakat yang miskin, rentan atau menjadi penyandang masalah kesejahteraan sosial agar terpenuhi hak-hak dasarnya. 2. Pembinaan/fasilitasi oleh Pemerintah (pusat) belum dilakukan secara komprehensif, akibatnya partisipasi masih rendah. 3. Upaya pengawasan belum mampu memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan penyelenggaraan kesejahteraan sosial melalui kegiatan yang efektif dan efisien serta taat azas terhadap peraturan perundang-undangan maupun ketentuan lain yang berlaku. 4. Pendampingan yang dilakukan belum mampu memperkuat dukungan, membantu memecahkan masalah, memotivasi, memfasilitasi dan menjembatani berbagai kebutuhan. Fasilitasi oleh Pemerintah (pusat) sudah semenjak lama dijalankan melalui berbagai program dan kegiatan. Namun upaya itu belum membuahkan hasil yang memuaskan sebagaimana diinginkan bersama. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan kurang berhasilnya program dan kegiatan tersebut. Salah satu faktor yang paling dominan adalah kurangnya sehingga
kesepahaman menghambat
dan daya
lemahnya
komitmen
kreativitas
dan
aksi
bersama,
inovasi
dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Sistem dan mekanisme tidak berjalan
efektif
yang
berimplikasi
pada
sulitnya
koordinasi
serta
menggalang dukungan. Belajar dari pengalaman masa lalu, maka Pelayanan Terpadu dan Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera (Pandu Gempita) diharapkan dapat menjadi kebijakan strategis, sehingga secara nyata 3
mampu menstimulasi dan menggerakkan pilar-pilar partisipan sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, pada langkah awal Pandu Gempita sebagai pilot projek menjadi bagian dari rangkaian
kegiatan
mewujudkan
yang
amat
penting
untuk
dilakukan,
guna
sistem kesejahteraan sosial nasional yang inovatif dan
kompetitif. B. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008; 2. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial; 3. Peraturan
Pemerintah
Nomor
39
Tahun
2012
tentang
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; C. Pengertian 1.
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi
sosial,
jaminan
sosial,
pemberdayaan
sosial,
dan
perlindungan sosial. 2.
Kesejahteraan
Sosial
adalah
kondisi
terpenuhinya
kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. 3.
Rehabilitasi pengembangan
Sosial
adalah
untuk
proses
memungkinkan
refungsionalisasi seseorang
dan
mampu
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
4
4.
Perlindungan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial.
5.
Pemberdayaan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
6.
Jaminan Sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
7.
Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh
melalui
pendidikan,
pelatihan,
dan/atau
pengalaman
praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. 8.
Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang Kesejahteraan Sosial.
9.
Relawan Sosial adalah seseorang dan/atau kelompok masyarakat, baik yang berlatar belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar belakang
pekerjaan
sosial,
tetapi
melaksanakan
kegiatan
penyelenggaraan di bidang sosial bukan di instansi sosial pemerintah atas kehendak sendiri dengan atau tanpa imbalan. 10. Lembaga
Kesejahteraan
perkumpulan
sosial
Sosial yang
adalah
organisasi
melaksanakan
sosial
atau
Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
5
11. Lembaga Kesejahteraan Sosial Asing adalah organisasi sosial atau perkumpulan sosial yang didirikan menurut ketentuan hukum yang sah dari negara dimana organisasi sosial atau perkumpulan sosial itu didirikan, dan telah mendapatkan izin dari Pemerintah Republik Indonesia
untuk
melaksanakan
Penyelenggaraan
Kesejahteraan
Sosial di Indonesia. 12. Standar Sarana dan Prasarana Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah ukuran kelayakan yang harus dipenuhi secara minimum baik mengenai
kelengkapan
kelembagaan,
proses,
maupun
hasil
pelayanan sebagai alat dan penunjang utama dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. D. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Mensinergikan
segenap
penyelenggaraan
potensi
kesejahteraan
dan
sosial
sumber menuju
daya
dalam
Kabupaten/Kota
sejahtera. 2. Tujuan Membangun
kerjasama
dalam
pelaksanaan,
pembinaan
dan
pengembangan pelayanan terpadu dan gerakan masyarakat peduli kabupaten/kota sejahtera yang terindikasi pada: a. Terciptanya model pengembangan kebijakan, strategi dan program kesejahteraan sosial menuju Kabupaten/Kota sejahtera; b. Terselenggaranya pelayanan sosial secara terpadu dan gerakan masyarakat
peduli
kabupaten/kota
sejahtera
dalam
rangka
menanggulangi masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya. E. Sasaran 1. Terbangunnya model kebijakan, strategi dan program pelayanan terpadu dan gerakan masyarakat peduli kabupaten/kota sejahtera, melalui: 6
a. Pendidikan
dan pelatihan sumber daya manusia
kesejahteraan
sosial; b. Penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial; c. Penyediaan data dan informasi kesejahteraan sosial; dan d. Penyediaan
sumber
daya
manusia
kesejahteraan
sosial
dan
pengembangan profesi pekerjaan sosial e. Pengembangan
sistem
sertifikasi
sumber
daya
manusia
kesejahteraan sosial dan akreditasi lembaga kesejahteraan sosial f. Bidang lainnya yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah. 2. Terselenggaranya pelayanan sosial secara terpadu dalam bentuk pelayanan
satu
atap
dalam
rangka
menanggulangi
masalah
kemiskinan dan masalah sosial lainnya di bidang: a. Pencegahan masalah sosial; b. Pelayanan rehabilitasi sosial; c. Pemberdayaan sosial; d. Perlindungan sosial; e. Jaminan sosial; dan f. Bidang lainnya yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
7
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL A. Analisis Situasi Implementasi pembangunan nasional, tidak terkecuali di bidang kesejahteraan sosial yang relatif masih kurang memperhatikan prinsip keseimbangan. Kondisi itu berdampak pada terciptanya kesenjangan sosial maupun wilayah. Banyak peneliti yang sudah membuktikan bahwa pembangunan semakin memperlebar kesenjangan antara si miskin dan orang kaya serta kota dan desa. Disadari, bahwa negara berkembang seperti lndonesia mengkonsentrasikan pembangunan ekonomi pada sektor industri yang membutuhkan investasi relatif mahal untuk mengejar pertumbuhan. Akibatnya, sektor lain seperti bidang kesejahteraan sosial dikorbankan yang akhirnya pembangunan hanya dinikmati oleh kalangan menengah-atas yang umumnya tinggal di perkotaan. Hal ini juga sesuai dengan hipotesa Kuznets dalam Todaro (2000), yang menyatakan bahwa pada tahap awal, pertumbuhan diikuti dengan pemerataan yang buruk dan baru setelah masuk pada tahap pertumbuhan lanjut, pemerataan semakin
membaik.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
kesenjangan
tersebut menurut Arndt (1988), antara lain karena perbedaan pendidikan, ketersediaan lapangan pekerjaan, infrastruktur, investasi dan kebijakan. Kemiskinan permasalahan
dan
sosial.
ketertinggalan Berkembangnya
itu
merupakan
masalah
sosial
akar
dari
akibat
dari
terbatasnya layanan sosial dasar, tidak terpenuhinya hak dasar, krisis ekonomi, bencana alam, dan konflik sosial; membutuhkan penanganan secara holistik dan komprehensif. Jenis masalah sosial yang dimaksud dapat dikelompokkan, antara lain: kemiskinan dan kerawanan sosial ekonomi;
ketunaan
keterpencilan/keterisolasian;
sosial;
keterlantaran;
kebencanaan
kekerasan sosial ekonomi.
8
dan
kecacatan;
kedaruratan,
serta
Berkembangnya permasalahan sosial tersebut terindikasi dari masih banyaknya Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), dengan karakteristik antara lain: 1. Berpenghasilan hanya cukup untuk makan atau tingkat subsistensi. 2. Mempunyai tanggungan keluarga yang banyak. 3. Tinggal dalam rumah yang sempit dan tidak layak huni. 4. Berada dalam lingkungan dengan sumber daya yang terbatas/ belum diolah. 5. Seringkali status tanahnya ilegal. 6. Sulit/tidak akses layanan sosial dasar baik bagi anaknya maupun anggota keluarga lainnya karena tidak memiliki identitas penduduk (KTP, Akte Kelahiran, Kartu Keluarga). 7. Terkena resiko sosial seperti terkena pembongkaran, penggusuran, perlakuan diskriminasi. 8. Mengalami masalah sosial lainnya seperti migrasi ke kota, eksploitasi seksual komersial, eksploitasi anak, perdagangan manusia, menjadi tenaga kerja ilegal, dan lain-lain. Fenomena
tersebut
terjadi
karena
secara
struktural
terjadi
permasalahan, seperti pembangunan dipusatkan di perkotaan bukan diperdesaan, karena adanya faktor penarik (infrastruktur, lapangan kerja, akses pasar, transportasi, dll) dan faktor pendorong (terbatas lapangan kerja, kemiskinan kronis & budaya, dll), disparitas kesejahteraan antar wilayah, anggaran belum berpihak pada yang miskin, baru berpihak pada pekerjaan
menengah
ke
atas
dan
berpihak
pada
pertumbuhan,
ketidakadilan secara sistematis dan program sektoral/ parsial. Secara internal kondisi PMKS umumnya masih berada dalam kondisi: 1.Fisik
: cacat, kurang gizi, sakit-sakitan
2. Intelektual
: kurangnya pengetahuan dan informasi
3. Mental emosional
: malas,
mudah
temperamental
9
menyerah,
putus
asa,
4. Spiritual
: kurang jujur, penipu, serakah, kurang disiplin
5. Sosial psikologis
: kurang
motivasi,
kurang
percaya
kurang relasi, kurang mampu
diri,
mencari
dukungan 6. Keterampilan
: tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja
7. Asset
: tidak bentuk
memiliki
stok
tanah,
kekayaan
rumah,
dalam
tabungan,
kendaraan, dan modal kerja. Adapun secara eksternal kondisi mereka dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni: 1. Budaya
: Kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan
2. Pelayanan
: Terbatasnya pelayanan sosial dasar
3. Perlindungan
: Hak Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah.
4. Lapangan kerja
: Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan informal
5. Kebijakan modal : Perbankan tidak mendukung sektor usaha mikro. 6. Kondisi geografis : Sulit, tandus, terpencil, atau daerah bencana 7. Dampak sosial
: Terpuruk akibat penyesuaian harga barang publik (kenaikan BBM, listrik, air bersih, dll)
Pada kondisi seperti itu PKMS umumnya: 1. Tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, papan, pangan, air bersih, kesehatan dasar, dan pendidikan dasar; 2. Tidak mampu melaksanakan tanggungjawab sebagai pencari nafkah, sebagai orang tua, dan sebagai warga masyarakat dalam suatu lingkungan komunitas; 3. Mereka juga tidak mampu mengatasi konflik kepribadian, stress, kurang
percaya
diri,
masalah
lingkungan; 10
keluarga,
dan
keterasingan
dari
4. Tidak memiliki keterampilan wirausaha, kurang keberanian memulai bisnis, sulit membangun jaringan, terbatas akses informasi; 5. Kepemilikan tanah terbatas, tidak ada sarana prasarana produksi. Oleh
karena
itu
maka
yang
timbul
adalah
kerawanan
sosial,
kehilangan prinsip keimanan, tindak kejahatan, pemicu terjadinya disintegrasi sosial, menjadi beban sosial masyarakat dan pemerintah, membutuhkan
biaya
pembangunan
yang
lebih
besar
dan
mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Disadari bahwa bagaimanapun kondisinya, dibalik banyaknya permasalahan sosial yang tampak tersimpan potensi dan sistem sumber kesejahteraan
sosial,
seperti
tersedianya
sumber
daya
manusia
kesejahteraan sosial, tanggung jawab sosial dari berbagai lembaga bisnis dan masih banyak lagi lainnya. B. Perubahan Paradigma Pembangunan Kesejahteraan Sosial Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 34 mengamanatkan Negara memelihara fakir miskin dan anak-anak yang terlantar, mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, serta bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan sosial yang layak yang diatur dengan undang-undang. Selain itu, pada Pasal 28 H ayat (2) dinyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakukan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Pada sisi lain, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya yang tertuang dalam Pasal 5 ayat (3) juga menyatakan bahwa “setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh
perlakuan
dan
perlindungan
lebih
berkenan
dengan
kekhususannya”. Untuk menjamin terpenuhinya hak sosial, dan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan sosial pada tingkat lokal, nasional, dan global, maka perlu dilakukan pembaruan sistem kesejahteraan sosial nasional secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. 11
Sistem
Kesejahteraan
Sosial
terselenggaranya
Nasional
pelayanan
(SKSN)
diarahkan
kesejahteraan
dan
untuk
investasi
menjamin
sosial
yang
berkualitas dan produktif sehingga dapat meningkatkan kapabilitas, harkat, martabat dan kualitas hidup manusia, mengembangkan prakarsa dan peran aktif masyarakat, mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial, mengembangkan sistem perlindungan dan jaminan kesejahteraan sosial, serta memperkuat ketahanan sosial bagi setiap warga negara. SKSN yang dimaksud dengan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial disajikan dalam gambar berikut ini.
Sasaran: a. keluarga; b. anak; c. perempuan; d. lanjut usia; e. penyandang cacat; f. komunitas Masalah sosial: a. miskin; b. telantar; c. cacat fisik dan mental; d. tuna sosial dan penyimpangan perilaku; e. terasing/terpencil; f. bencana alam dan sosial; g. tindak kekerasan; h. masalah sosial lainnya Postensi Kesejahteraan Sosial:
a. nilai kepahlawanan, kejuangan, dan keperintisan; b. nilai kesetiakawanan sosial dan kearifan lokal; c. tanggung jawab organisasi sosial/lembaga swadaya masyarakat dan tanggung jawab profesi; d. kesukarelawanan sosial/ tenaga kesejahteraan sosial masyarakat; e. tanggung jawab sosial dunia usaha; f. penggalangan dana sosial; g. ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesejahteraan sosial; h. sumbangan dan bantuan masyarakat; i. sumber daya manusia; j. sumber daya alam; dan . k. sumber kesejahteraan sosial lainnya
Prinsip:
Sumber daya a. SDM b. sarana dan prasarana c. pendanaan d. organisasi profesi e. lembaga kesos f. dunia usaha g. masyarakat
Bidang kesejahteraan sosial: a. Kesejahteraan Keluarga b. Kesejahteraan Anak c. Kesejahteraan Perempuan d. Kesejahteraan Lanjut Usia e. Kesejahteraan Penyandang Cacat f. Kesejahteraan Tuna Sosial (Gelandangan dan Pengemis, Tuna Susila, Orang Terlantar dan Korban Tindak Kekerasan, Penyalahguna Narkoba, Bekas Narapidana, Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)) g. Kesejahteraan Korban Bencana dan Musibah Sosial h. Kesejahteraan KAT
Pengelolaan: a. Metode profesional b. Promosi dan penghargaan c. Pengawasan dan evaluasi d. Akreditasi dan sertfikasi e. Pendaftaran dan perijinan lembaga kesejahteraan sosial f. Sanksi administratif dan pidana
a. kepentingan terbaik bagi penerima layanan; b. partisipasi c. kesetiakawanan sosial; d. profesionalisme; e. kemitraan, koordinasi dan keterpaduan; f. transparansi dan akuntabilitas; g. berdayaguna dan berhasil guna; dan h. non diskriminasi.
Fungsi: Pencegahan Pemulihan Pengembangan Pemberdayaan Perlindungan Pendukung
Metode: a. menggunakan prinsip-prinsip pekerjaan sosial; b. menggunakan metode pekerjaan sosial dan metode lainnya yang relevan; b. memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna; c. dilaksanakan oleh pekerja sosial bersama profesi lain; d. dilaksanakan secara terpadu ; d. dalam wahana kelembagaan
Tujuan : a. meningkatkan aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar dan fasilitas pelayanan publik; b. memulihkan kembali fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian; c. meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kelangsungan hidup; d. meningkatkan kemampuan, tanggung jawab dan kepedulian masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial; e. meningkatkan ketahanan sosial keluarga dan masyarakat; f. mencegah dan menanggulangi masalah kemiskinan, masalah sosial dan kerawanan sosial ekonomi; g. memberikan perlindungan kepada anak-anak, perempuan, lanjut usia, dan kelompok rentan lainnya dari situasi lingkungan yang buruk.
Gambar 2.1. Analisis Klasifikasi Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional Berdasarkan SKSN, agenda kebijakan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi Badiklit Kesos meliputi :
12
1. Memastikan bahwa arah kebijakan kesejahteraan sosial merupakan kebijakan yang berbasis pada bidang kesejahteraan sosial. Saat ini yang terjadi masih berbasis pada fungsi kesejahteraan sosial, seperti yang tercermin dalam Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial. Dengan
demikian
diperlukan
evaluasi
kebijakan
nasional
yang
komprehensif, sehingga ada keselarasan antara pengaturan agenda dengan fungsi Kementerian Sosial. 2. Memastikan bahwa strategi pembangunan kesejahteraan sosial merespon sasaran, masalah dan pendayagunaan potensi kesejahteraan sosial dengan mendayagunakan sumber daya dan pengelolaan yang berbasis ilmu pengetahuan dan keterampilan serta sistem nilai pekerjaan sosial. Dengan demikian diperlukan pengembangan sistem pekerjaan sosial dalam SKSN. 3. Memastikan bahwa tujuan pembangunan kesejahteraan sosial dapat dipantau dan diukur keberhasilannya. Dengan demikian diperlukan penyediaan data dan informasi, serta penelitian evaluasi kebijakan yang mampu memberikan sumbangan pemikiran yang bersifat mendasar, profesional dan prospektif bagi pembaharuan kebijakan kesejahteraan sosial. 4. Memastikan
bahwa
penanggulangan
SKSN
kemiskinan
merupakan yang
selama
landasan ini
dasar
nampaknya
dalam masih
merupakan sistem yang belum terintegrasi dengan SKSN. Dengan demikian
strategi
membangun
link
&
match
(mengkaitkan
&
mencocokkan) bukan hanya untuk lingkungan kementerian sosial, namun juga untuk lingkungan strategis nasional. Secara umum respon negara untuk pemenuhan hak dasar warga negara merupakan kewajiban negara, sedangkan agenda seting pemberdayaan masyarakat merupakan tanggung jawab masyarakat itu sendiri, dan pemerintah berperan sebagai fasilitator. 13
Sistem Kesejahteraan Sosial
Kewajiban Negara
Pemberdayaan Masyarakat -PNPM (P2KP & PPK) - CSR (Comdev) - NGO -BAZIS/ Dana Amal
Pelayanan Sosial Dasar
Subsidi/Kompensasi - Social Safety Net - UCT/ BLT
Asuransi Sosial - Asuransi Kesehatan - Askesos
Modifikasi schema Perlindungan Sosial Chu, Ke-yong & Sanjeev G, 1995 Social Safety Nets, Issues and Recent Experiences (IMF, Washington)
Tanggung Jawab Masyarakat
Jaminan Sosial & Perlindungan
Asistensi Sosial -
PKSA (CCT) PKH ( CCT)) BOS RAskin JSLU & JS ODK
Aksesibilitas
Perlindungan Sosial -
Pusat Rehabilitasi Pusat layanan anak Trauma Centre
Pemberdayaan
Modal Sosial
Gambar 2.2. Analisis Klasfikasi Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional Berdasarkan hasil analisis situasi di atas, maka dipandang perlu perubahan paradigma dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dari praktik yang selama ini masih bersifat: 1. Pelayanan sosial sektoral/ fragmentaris. 2. Jangkauan pelayanan sosial terbatas. 3. Merespon masalah yang aktual secara reaktif. 4. Fokus pada pelayanan berbasis institusi/ panti sosial. 5. Belum didasarkan perencanaan strategis nasional/daerah. Menjadi
penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial
yang
memiliki
karakteristik: 1. Pelayanan sosial terpadu dan berkelanjutan. 2. Menjangkau seluruh warga yang mengalami masalah sosial. 3. Sistem dan program kesejahteraan sosial yang melembaga dan profesional. 4. Mengedepankan peran dan tanggung jawab keluarga dan masyarakat. 5. Berdasarkan RPJMN/ RPJMD dan Perencanaan Strategis Nasional/ Daerah. 14
Tugas dan fungsi Kementerian Sosial dan Instansi Sosial/ Dinas Sosial melakukan langkah-langkah strategis dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial,
yang
meliputi
upaya
pencegahan,
rehabilitasi/
remedial,
pemberdayaan, perlindungan da jaminan sosial. Dalam pelaksanaan tugas dan
fungsi
meningkatkan
tersebut
diperlukan
efektivitas,
efisiensi
sistem dan
pendukung
kelangsungan
yang
mampu
penyelenggaraan
kesejahteraan sosial. Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial memiliki tugas dan fungsi sebagai bagian dari sistem pendukung dan sekaligus memastikan bahwa koordinasi/sinergi antar fungsi pelayanan kesejahteraan sosial dapat berlangsung efektif.
Hal ini menjadi strategi link
& match (mengkaitkan&mencocokkan) jangka pendek dan jangka menengah, karena SOTK Unit Kerja Eselon I (UKE I) dibangun berdasarkan fungsi kesejahteraan sosial, belum berdasarkan bidang kesejahteraan sosial. Dalam keadaan sekarang ini, maka tantangan bagi Badiklit Kesos bagaimana membangun link & match (mengkaitkan&mencocokkan) dengan tugas dan fungsi Uke I yang lain, serta bagaimana memastikan bahwa adanya hubungan sinergi antar tugas dan fungsi Uke I. Hal ini didasarkan bahwa penanganan masalah sosial umumnya tidak dapat direspon dengan hanya satu pendekatan, misal melalui rehabilitasi sosial, namun setiap individu/keluarga atau komunitas membutuhkan pelayanan rehabilitasi sosial, pemberdayaan, perlindungan dan jaminan sosial secara terpadu dan berkelanjutan. Oleh karena itu, dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Sosial Nomor 03/HUK/2012 tentang Fungsi Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (B2P2KS) yang tersebar di 6 (enam) wilayah regional sebagai Koordinator Wilayah Pembangunan Kesejahteraan Sosial di 6 (enam) wilayah regional menjadi sangat strategis untuk mencapai tujuan pembangunan kesejahteraan sosial.
15
Individu/ perseorangan, keluarga, komunitas
A K S E S I B I L I T A S
Disfungsi sosial Hambatan fisik, pengetahuan, keterampilan, mental/ sosial psikologis, budaya, ge ografis
Perumahan
K U A L I T A S
Pangan
H I D U P
Kesehatan
Pendidikan
P E L A Y A N A N
& K E S E J A H T E R A N
Air bersih & sanitasi lingkungan
Lapangan kerja
Kebutuhan dasar lainnya
FUNGSI PENCEGAHAN FUNGSI REMEDIAL/ REHABILITASI TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEMENTERIAN SOSIAL & IN STANSI SOSIAL DI D AERAH
FUNGSI PENGEMBANGAN/ PEMBERDAYAAN
FUNGSI PERLINDUNGAN HAM FUNGSI PENDUKUNG/ KOORDINASI
Gambar 2.3. Analisis Klasifikasi Tugas Pokok dan Fungsi Kementerian Sosial & Dinas Sosial Paradigma
baru
dalam
mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat
didasarkan kepada regulasi dan kerangka kebijakan yang kontinum dari pelaksanaan kebijakan utama yang bersifat universal, kebijakan sekunder yang
memprioritaskan
target
sasaran
yang
beresiko
terancam
kesejahteraannya sampai dengan kebijakan tertier yang memfokuskan kepada indidu yang mengalami masalah sosial.
16
Kontinum Pelayanan
Tingkat Resiko
Utama (Universal) Pendidikan, Informasi Sensitisasi
Sekunder (Target)
Tertier (Individu)
Dukungan Keluarga Intervensi Dini Intensitas Resiko
Layanan Perlindungan
Dukungan Keluarga Intensif Pelayanan Alternatif Keluarga
Kapasitas Kelembagaan
Tingkat Pencegahan
Regulasi dan Kerangka Kebijakan
Penelitian dan Analisis
Gambar 2.4. Analisis Klasifikasi Sistem Kesejahteraan Sosial Berbasis Keluarga dan Komunitas (Sumber : Unicef, 2010) Tingkat pencegahan utama (primer) berupa pendidikan masyarakat, penyebarluasan informasi dan peningkatan sesitisasi/kesadaran pihak-pihak yang
terkait
pencegahan
tentang sekunder
kesejahteraan berupa
masyarakat,
sedangkan
penguatan/dukungan
tanggung
tingkat jawab
keluarga dalam peningkatan kesejahteraan sosial dan intervensi dini dalam pencegahan masalah sosial. Adapun tingkat pencegahan tertier adalah pemberian
pelayanan
kesejahteraan
dan
perlindungan
sosial
kepada
individu/ keluarga yang mengalami masalah kemiskinan, keterlantaran, kecacatan, korban kekerasan, korban eksploitasi dan diskriminasi melalui lembaga kesejahteraan sosial/ pusat rehabilitasi sosial dengan tetap terintegrasi dengan pelayanan yang memberikan dukungan intensif terhadap keluarganya dan pelayanan alternatif yang berbasis keluarga. Berbeda dengan paradigma lama, individu/ keluarga yang mengalami masalah sosial solusinya difokuskan untuk ditangani di panti sosial sebagai alternatif penanganan di luar keluarganya. Paradigma baru akan difokuskan 17
upaya yang intensif berupa dukungan terhadap keluarga agar individu yang mengalami masalah sosial (misal anak terlantar, lanjut usia terlantar, orang dengan kecacatan, gelandangan dan pengemis, dll) memperoleh hak-hak dasarnya. Jika keluarganya mengalami masalah sosial sehingga dinilai tidak mampu menanganinya, harus diupayakan penguatan dan bantuan terhadap orang tua/keluarganya, sehingga individu yang mengalami masalah sosial tetap dapat terpenuhi hak-hak dasarnya. Jika telah diberikan dukungan terhadap orang tua/ keluarga secara intensif, namun individu yang mengalami
masalah
sosial
tetap
membutuhkan
penanganan
di
luar
keluarganya, maka akan diutamakan penanganan yang berbasis keluarga lainnya, seperti: melalui keluarga kerabat, orang tua/ keluarga pengganti, perwalian. Khusus untuk kelompok sasaran anak bisa juga melalui pengangkatan anak. Semua upaya dimaksud didasarkan pada prinsip bahwa lingkungan yang terbaik agar seseorang dalam keadaan mengalami masalah sosial dapat kembali pulih fungsi sosialnya secara maksimal adalah dalam lingkungan keluarga.
Dengan demikian pelayanan kesejahteraan sosial
berbasis Institusi/ Panti Asuhan adalah alternatif terakhir, jika penanganan berbasis keluarga benar-benar tidak dapat dilakukan. Untuk mendukung perubahan paradigma pembangunan kesejahteraan sosial yang berbasis kepada keluarga dan komunitas, maka Badiklit Kesos mengoptimalkan peran Balai Besar Penelitian Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial di Jogyakarta. Arah kebijakan penelitian yang akan dikembangkan dalam bentuk penelitian pengembangan model pelayanan kesejahteraan sosial berbasis keluarga dan komunitas dalam kerangka pengembangan program kesejahteraan sosial secara terpadu. C. Pendekatan
Sistem
dalam
Penyelenggaraan
Kesejahteraan
Sosial
Terpadu Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno 1999). 18
Dalam pelaksanaan
metode pendekatan sistem diperlukan tahapan kerja yang sistematis (Hartrisari, 2001).
Sistem itu sendiri dipahami sebagai
“pengorganisasian
dari bagian-bagian yang saling berhubungan dan saling menggantungkan diri antara yang satu dengan yang lain dan membentuk satu kesatuan” (Koeswadji, 1993). Pengertian sistem ini digunakan sebagai kerangka berpikir karena dalam pembentukan peraturan daerah terkait dengan beberapa organisasi pemerintah seperti Kepala Daerah termasuk didalamnya Dinasdinas
Daerah
dan
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah
yang
harus
diorganisasikan sehingga membentuk satu kesatuan untuk mencapai tujuan yakni terbentuknya peraturan daerah. Sistem merupakan suatu entitas atau suatu konsep yang merupakan himpunan dari bagian-bagian yang saling berkaitan, dipadukan kedalam suatu kesatuan yang bulat dan utuh, untuk “melakukan kegiatan transformasi atau proses merubah masukan menjadi keluaran dan dalam batas lingkup berdasarkan ruang dan waktu tertentu, berinteraksi dengan lingkungan dan dikendalikan oleh mekanisme kontrol yang mengerahkannya kepada pencapaian sasaran dan tujuan bersama” (Koeswadji, 1998 ). Dalam konsep ini, sasaran-sasaran yang merupakan bagian dari tujuan juga dimasukkan ke dalam konsep sistem. Oleh karena itu, lembaga pemerintah yang terlibat dalam pembentukan peraturan daerah sebaiknya memperhatikan pula sasaran-sasaran yang ingin dicapai sehubungan dengan peraturan daerah yang dibentuknya. Setelah terbentuknya suatu peraturan daerah diharapkan agar Kepala Daerah bersama dengan dinas-dinasnya melaksanakannya dengan penuh kepatuhan dan penuh rasa memiliki dan tanggung jawab yang mana perasaan ini timbul karena adanya penerapan kebulatan secara menyeluruh dalam proses terbentuknya peraturan daerah. Dalam suatu keseluruhan yang bulat dan utuh tercermin adanya saling hubungan dan saling ketergantungan antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah beserta Dinas-dinasnya sehingga hubungan ini tidak saja terjadi secara horizontal tetapi juga vertikal. Dengan demikian “dari sudut pendekatan sistem hubungan itu tidak semata-mata ‘otoritatif’ seperti pandangan klasik, 19
melainkan hubungan itu terjadi secara menyeluruh dari satu bagian ke bagian lai” (Amirin, 1996). Belajar
dari
pengalaman
masa
lalu,
maka
Pelayanan
Terpadu
diharapkan dapat menjadi kebijakan yang strategis, sehingga secara nyata mampu menstimuli dan menggerakkan pilar-pilar partisipan sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial menuju terwujudnya
kota atau
kabupaten/kota sejahtera. Terkait dengan upaya mewujudkan pelayanan terpadu diperlukan suatu kebijakan
strategis
yang
tujuan
utamanya
adalah
menjadikan
Kota/Kabupaten yang ramah terhadap Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dengan menerapkan “Pelayanan Satu Atap” dalam sistem pelayanan kesejahteraan sosial. Kalau mengikuti cara biasa memerlukan waktu lama untuk mengatasi masalah sosial yang ada, mengingat tidak ada daerah yang tidak punya masalah sosial. Oleh karena itu pelayanan satu atap ini menjadi solusi terbaik saat ini semua masalah akan terselesaikan di tempat, seperti layanan anak terlantar, lansia terlantar, dan masalah keluarga lainnya.
PELAYANAN TERPADU DAN GERAKAN MASYARAKAT PEDULI KABUPATEN/KOTA SEJAHTERA (PANDU GEMPITA) DI DAERAH KOTA/KAB. TERTINGGAL, BERKEMBANG DAN MAJU
Basis Data Terpadu
PROGRAM Prakondisi Masyarakat
PENCEGAHAN MASOS REHABSOS
Data Dasar & Peta Masalah Sosial
PERLINDUNGAN Pelayanan Satu Atap
Penyiapan Pendamping & Assesment
JAMINAN SOSIAL PEMBERDAYAAN SOSIAL PENANGG KEMISKINAN LAYANAN SOSIAL DASAR
Kerjasama Lintas Sektor KOTA/ KAB SEJAHTERA
Kerjasama Dunia Usaha & LKS
Komitmen Pemda, Perguruan Tinggi & Penggalangan CSR
Gambar 2.5. Pelayanan Terpadu dan Gerakan Masyarakat Peduli Kabupaten/Kota Sejahtera (Pandu Gempita) 20
Ketiadaan kebijakan pelayanan kesejahteraan sosial yang terpadu dan berbasis pendekatan sistem sampai saat ini, tampaknya membatasi para pemangku
kepentingan
untuk
menyelaraskan
berbagai
upaya
dalam
menciptakan sebuah sistem penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang berkelanjutan. Dalam konteks pelayanan kesejahteraan sosial yang ada saat ini, teridentifikasi berbagai persoalan: secara kelembagaan Pemerintah Daerah,
khususnya
kabupaten/kota
masih
belum
menjadikan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagai program dan kegiatan prioritas menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah
Hal
ini
(pusat)
disebabkan belum
karena:
dilakukan
1)
secara
Pembinaan/fasilitasi komprehensif,
oleh
akibatnya
partisipasi masih rendah; 2) Upaya pengawasan belum mampu memberikan keyakinan
yang
memadai
atas
tercapainya
tujuan
penyelenggaraan
kesejahteraan sosial melalui kegiatan yang efektif dan efisien serta taat asas terhadap peraturan perundang-undangan maupun ketentuan lain yang berlaku; dan 3) Pendampingan yang dilakukan belum mampu memperkuat dukungan, membantu memecahkan masalah, memotivasi, memfasilitasi dan menjembatani berbagai kebutuhan. Pembangunan kota lebih diarahkan untuk mengembangkan kota tidak saja sebagai pendorong pertumbuhan nasional dan regional, namun juga kota sebagai tempat tinggal yang berorientasi pada kebutuhan penduduk kota untuk hidup secara nyaman dan berkelanjutan. Menurut Menteri Sosial, kabupaten/kota yang dimaksud adalah kabupaten/kota sejahtera yang merupakan daerah yang ramah terhadap anak, penyandang cacat, orang lanjut usia, serta ramah pada pelayanan publik. Di daerah yang dijadikan contoh kota sejahtera itu, di dalamnya ada dinas-dinas yang melayani kesejahteraan masyarakat berada di bawah satu atap,misalnya dinas tenaga kerja, dinas kesehatan, dinas pendidikan, dan dinas sosial. Selain itu, di gedung tersebut juga ada relawan-relawan yang siap membantu warga untuk mendapatkan pelayanan dasar lainnya.
21
D. Pelayanan Kesejahteraan Sosial 1. Pengertian
dan
Ruang
Lingkup
Pelayanan
dan
Pelayanan
Kesejahteraan Sosial Memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat (publik) merupakan hal penting yang mempengaruhi kinerja kompetitif, kualitas dan produktivitas suatu organisasi pemerintahan. Albrecht dalam Lovelock (1999) mendefinisikan pelayanan sebagai “…pendekatan organisasi total yang membuat kualitas layanan seperti yang dipersepsikan oleh nasabah, kekuatan penggerak nomor satu untuk operasi bisnis”. Pelayanan merupakan suatu pendekatan organisasi total yang menjadi kualitas pelayanan yang diterima pengguna jasa sebagai kekuatan penggerak utama yang menjadi tugas organisasi. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN Nomor 81 Tahun 1993) tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum, mengemukakan bahwa pelayanan umum (publik) adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian pelayanan masyarakat tersebut secara kongkrit mengandung beberapa hal, yaitu; pertama, bahwa pelayanan sosial itu merupakan salah satu tugas utama pemerintah. Kedua, objek yang dilayani adalah masyarakat, dan ketiga, bentuk layanan itu berupa barang dan jasa yang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat serta peraturan perundang-undangan. Masyarakat adalah himpunan sekelompok anggota yang mempunyai ikatan
sosial,
ekonomi,
tujuan,
cita-cita
tertentu.
Dalam
kehidupan
bermasyarakat ada kepentingan individu atau golongan dan kepentingan bersama (umum atau publik). Kepentingan umum merupakan himpunan kepentingan pribadi yang sama dari suatu masyarakat dalam suatu wilayah (negara). Dengan demikian, pelayanan masyarakat dapat diartikan sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan masyarakat terutama yang berkaitan 22
dengan kepentingan umum dan kepentingan golongan atau individu dalam bentuk barang dan jasa (Sianipar, 1999). Hakekat pelayanan sosial, adalah: a. meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan sosial; b. mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan sosial dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna; dan c. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Pelayanan sosial dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau.
Pelayanan sosial harus mengandung unsur-unsur sebagai
berikut: a. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan sosial harus jelas dan diketahui secara pasti oleh masing-masing pihak; b. Pengaturan bentuk pelayanan sosial harus disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tetap berpegang pada efisiensi dan efektivitas; c. Mutu proses dan hasil pelayanan sosial harus diupayakan agar dapat memberi keamanan, kenyamanan, kelancaran dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan; dan d. Apabila pelayanan sosial yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah terpaksa harus mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembangunan kesejahteraan sosial adalah serangkaian aktivitas yang terencana dan melembaga yang ditujukan untuk meningkatkan standar dan kualitas
kehidupan
manusia.
Menurut
Suharto
(2009)
“....
‘welfare’
(kesejahteraan) secara konseptual mencakup segenap proses dan aktivitas mensejahterakan warga negara dan menerangkan sistem pelayanan sosial dan skema perlindungan sosial bagi kelompok yang tidak beruntung”. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembangunan kesejahteraan sosial pada hakekatnya untuk mengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan manusia melalui pendekatan pelayanan kesejahteraan sosial.
23
Pelayanan kesejahteraan sosial dapat diterapkan untuk percepatan pengentasan kemiskinan di daerah tertinggal maupun diperkotaan yang rawan masalah sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial dilaksanakan dengan mengintegrasikan masalah
sosial
kesejahteraan
pelayanan dengan sosial
komunitas/masyarakat,
kesejahteraan
berdasarkan dengan dengan
sosial
kepada
kepada
potensi
menerapkan menggunakan
penyandang dan
prinsip model
sumber berbasis
pelayanan
kesejahteraan sosial rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, dan pemberdayaan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial merupakan suatu upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan untuk mengatasi permasalahan sosial dan memenuhi kebutuhan penyandang masalah kesejahteraan sosial sebagai suatu program yang dihubungkan langsung dengan kesejahteraan sosial. Johnsosn (1986) mengemukakan tentang pelayanan sosial sebagai berikut: Pelayanan sosial adalah konsep terbaru untuk analisis. Pelayanan sosial didefinisikan disini sebagai program-program atau ukuran kerja pekerja sosial atau profesional-profesional terkait dan dihubungkan langsung dengan tujuan kesejahteraan sosial. Pekerja sosial bertugas dalam banyak hal yang berbeda: di pelayanan koreksional, pekerja sosial mungkin saja bekerja sebagai pegawai probasi, dalam pelayanan sosial keluarga, sebagai konselor pernikahan; dalam bidang lansia, pekerja sosial mungkin bekerja sebagai perencana program, seorang advokat atau seorang pengorganisasi). Pada sisi lain, Khan (1979) mengemukakan bahwa
“Pelayanan
pekerjaan sosial mungkin saja adalah suatu hal yang merupakan pelayanan sosial dimana pekerja sosial memiliki peran sentral”. Kedua
definisi
tersebut
menyebutkan
bahwa
pelayanan
sosial
merupakan program kerja dari pekerja sosial secara profesional, dimana pekerja sosial mempunyai peran sentral dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Pelayanan sosial merupakan aktivitas yang terorganisir yang bertujuan untuk menolong orang-orang agar terdapat suatu penyesuaian secara timbal balik dengan lingkungannya.
24
2. Jenis Pelayanan Kesejahteraan Sosial Pelayanan
kesejahteraan
sosial
merupakan
implementasi
dari
penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas dan kelangsungan hidup melalui rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial. Siporin (1975), menyebutkan bahwa: Layanan sosial bisa dalam beberapa bentuk, sesuai dengan fungsinya: a. Layanan akses: Informasi, referal, advokasi, dan pastisipasi (seperti di kantor bulu merah, kelompok hak kesejahteraan) b. Therapy, pertolongan, rehabilitasi, termasuk perlindungan sosial dan perawatan pengganti( seperti dalam instansi-instansi konseling, kesejahteraan anak, sekolah dan pekerjaan sosial medis, program pemasyarakatan, perawatan pelindung untuk lanjut usia) c. Sosialisasi dan perkembangan layanan (seperti dalam penitipan siang hari, keluarga berencana, pusat komunitas, program pendidikan hidup keluarga). Berdasarkan pendapat tersebut, pelayanan sosial memiliki beberapa bentuk berdasarkan pada fungsinya, yaitu; pertama, pelayanan akkses, informasi, rujukan, advokasi, dan partisipasi. Kedua, terapi, pertolongan, rehabilitasi, termasuk perlindungan sosial dan perawatan pengganti; dan ketiga, pelayanan sosialisasi dan pengembangan sebagaimana di penitipan anak,
perencanaan
keluarga,
pusat
pelayanan
komunitas,
program
pendidikan kehidupan keluarga. Fungsi dari pelayanan kesejahteraan sosial adalah sebagai pelayanan akses kepada sumber-sumber yang dapat digunakan untuk penyelesaian penyelesaian
permasalahan;
rehabilitasi
sosial
termasuk
didalamnya
perlindungan sosial, jaminan sosial; serta pemberdayaan sosial. Cakupan pelayanan kesejahteraan sosial meliputi bidang yang sangat luas, seperti bidang bantuan sosial, pelayanan kesehatan, perumahan, ketenaga kerjaan, pemeliharaan pendapatan, bantuan makanan dan lain sebagainya.
25
Pelayanan kesejahteraan sosial memiliki tujuan utama memperbaiki dan mengembangkan kepribadian dan sistem sosial dari masyarakat. Hal ini pada hakekatnya untuk mengembangkan, memelihara, dan memperkuat sistem kesejahteraan sosial. Sasaran dari pelayanan kesejahteraan sosial adalah orang-orang yang mengalami permasalahan sosial, seperti yang dikemukakan oleh Brenda & Milley (2005) sebagai berikut: Bantuan umum seringkali melayani kelompok populasi khusus, seperti orang yang kurang mampu atau tidak memiliki rumah, miskin sementara, dan orang dengan retardasi mental, kecatatan pertumbuhan, atau penyakit mental kronis. Juga, beberapa lokalitas mengakses pajak khusus untuk rumah perawatan, program-program pelayanan kepemudaan, dan pelayanan kesehatan publik. telah
Keadaan akhir-akhir ini dalam partisipasi komunitas
meningkatkan
tanggungjawab
lokal
untuk
membuat
keputusan
mengenai dana distribusi yang menghubungkan komunitas lokal dari regional, negara dan sumber-sumber nasional. Pelayanan kesejahteraan sosial pada hakekatnya untuk mengatasi masalah sosial yang ada di masyarakat, sehingga dapat meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat tersebut. Ruang lingkup pelayanan kesejahteraan sosial meliputi asuransi sosial, bantuan pelayanan untuk umum, dan program perumahan serta makanan, seperti yang dikemukakan Johnson (1986) berikut ini: a. b. c.
Asuransi Sosial: Jaminan Sosial, Layanan Kesehatan, Asuransi Pengangguran, Kompensasi Pekerja; Bantuan Umum: Jaminan Penghasilan Tambahan, Bantuan Medis, Bantuan Umum, Bantuan Veteran; dan Program Makanan dan Perumahan: Kupon Makanan, Program Makanan Lainnya, Perumahan.
Pelayanan kesejahteraan sosial merupakan bentuk bantuan yang pengimplentasiannya berupa asuransi sosial, bantuan untuk umum sebagai jaring
pengamanan
sosial
serta
program
perumahan
dan
makanan.
Pelayanan sosial mempunyai beberapa tipe dan klasifikasi dari fungsi pelayanan sosial. Menurut Titmuss (1971) bahwa “.... fungsi nyata dari 26
pelayanan sosial dari perspektif masyarakat, daftar berikut ini, yang telah kita diparafrasekan, ulang, dan diilustrasikan: a. Jasa atau manfaat yang dirancang untuk menambah kesejahteraan individu, keluarga, atau kelompok, segera, atau dalam jangka panjang (program penitipan); b. Jasa atau manfaat yang dirancang untuk melindungi masyarakat (percobaan); c. Jasa atau manfaat yang dirancang sebagai investasi pada orang penting untuk prestasi gals sosial (program tenaga kerja);dan d. Jasa atau manfaat dirancang "sebagai kompensasi atas tidakan merugikan yang disebabkan sosial" di mana tanggung jawab tidak dapat dinyatakan ditugaskan (kompensasi kecelakaan industri, program kompensasi di mana telah terjadi diskriminasi rasial). Fungsi pelayanan kesejahteraan sosial merupakan program untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan untuk melindungi masyarakat yang merupakan modal bagi pencapaian tujuan kesejahteraan sosial. Klasifikasi pelayanan
sosial
dapat
digambarkan
sebagai
fungsi
dari
sosialisasi,
rehabilitasi sosial, perlindungan sosial serta akses informasi, seperti yang dikemukakan Khan (1975) bahwa “... klasifikasi berikut yang merupakan fungsi pelayanan sosial (yang digambarkan di bawah) adalah membantu dan akan digunakan dalam buku ini: (a) sosialisasi dan pengembangan; (b) terapi, bantuan, dan rehabilitasi (termasuk perlindungan sosial dan perawatan pengganti, dan (c ) akses, informasi, dan saran.” Fungsi
pelayanan
kesejahteraan
sosial
merupakan
fungsi
untuk
sosialisasi dan pengembangan, rehabilitasi, perlindungan sosial serta akses, informasi, yang ditujukan untuk penyelesaian permasalahan-permasalahan sosial yang ada di masyarakat sehingga dapat mensejahterakan masyarakat. Secara umum bidang-bidang pelayanan kesejahteraan sosial meliputi: Rehabilitasi Sosial, Perlindungan Sosial, Jaminan Sosial dan Pemberdayaan Sosial (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial). a. Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi
sosial
merupakan
proses
refungsionalisasi
dan
pengembangan yang digunakan pada pengembangan kabupaten tertinggal. Definisi rehabilitasi sosial menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 27
tentang Kesejahteraan Sosial, Pasal 1 menyebutkan: Rehabilitasi
sosial
adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Rehabilitasi sosial
adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan
yang memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi sosial pada dasarnya adalah untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi sosial dapat dilaksanakan secara persuasi, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti. Menurut Brown & Hughson (dalam Aritonang, 2001), model rehabilitasi harus merupakan proses menyeluruh, dan melihat seluruh sistem berkaitan dengan fungsi individu dan dalam beberapa kasus memerlukan teknik rehabilitasi berkaitan dengan vokasional, waktu luang, sosial dan aspek gaya kehidupan. Model pelayanan rehabitasi memberikan kesempatan untuk menanyakan apa jenis program selanjutnya yang mungkin akan dikembangkan. Model pelayanan
rehabilitasi menunjukkan
bidang-bidang kompleksitas yang lebih luas, keterlibatan masyarakat yang lebh besar. Model pelayanan rehabilitasi yang terintegrasi, harus menjamin pelayanan yang konsisten, serta harus memahami tujuan umum dan program. Pelayanan perlindungan
sosial sosial
untuk melputi:
terapi, (1)
pertolongan
layanan
keluarga
rehabilitasi dan
dan
bimbingan
perseorangan/ kerja kasus; (2) program kesejahteraan anak, utamanya anak asuh dan adopsi; (3) pekerjaan percobaan dan pembebasan bersyarat; (4) terapi kelompok; (5) kunjungan bersahabat untuk orang dengan kecacatan; kecatatan parsial tapi masih bisa beraktivitas normal atau lansia; (6) perkemahan terapeutik; (7) intitusi untuk menangani penjahat; (8) institusi bagi anak yang memerlukan pengawasan; (9) pekerjaan sosial sekolah dengan anak yang bermasalah atau sangat bermasalah; (10) pekerjaan sosial 28
medis; (11) program bimbingan anak; dan (12) pelayanan perlindungan bagi lansia. b.
Perlindungan Sosial Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Pasal 1 menyebutkan bahwa perlindungan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani risiko dan guncangan dari kerentanan sosial. Perlindungan sosial pada hakekatnya adalah untuk mencegah dan menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya
dapat
dipenuhi
sesuai
dengan
kebutuhan
dasar
minimal.
Perlindungan sosial dapat dilkukan melalui: bantuan sosial, advokasi sosial, dan/atau bantuan hukum. c.
Jaminan Sosial Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Pasal 1 menyebutkan bahwa jaminan sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Menurut Thomson (2004), “Hal ini berpendapat bahwa tidak seorangpun dalam masyarakat yang beradab harus berada dalam posisi dimana mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup”. Uraian tersebut menyebutkan bahwa masyarakat yang beradab, tidak boleh ada seorang pun yang berada dalam posisi tidak mampu memenuhi kehidupan dasarnya. Hal tersebut seperti yang dikemukakan
Suharto (2009), bahwa
jaminan sosial menunjuk pada sistem atau skema pemberian tunjangan yang menyangkut pemeliharaan penghasilan. Sebagai pelayanan sosial publik, jaminan sosial merupakan perangkat negara yang didesain untuk menjamin bahwa setiap orang sekurangkurangnya memiliki pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Jaminan sosial diperuntukkan dalam rangka menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit 29
kronis yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi, menghargai pejuang, perintis kemerdekaan, dan keluarga pahlawan atas jasa-jasanya. Jaminan sosial diberikan dalam bentuk asuransi kesjahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan. d.
Pemberdayaan Sosial Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Pasal 1 menyebutkan bahwa pemberdayaan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai
daya,
sehingga
mampu
memenuhi
kebutuhan
dasarnya.
Menurut Payne (1997: 266) pada intinya pemberdayaan adalah: “Membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yag terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya”. Hakekat pemberdayaan adalah kemampuan menentukan keputusan dalam menentukan pilihannya sendiri, sehingga mandiri dan meningkatkan segala permasalahan yang dihadapi untuk kehidupan yang lebih sejahtera. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Biestek yaitu menentukan diri sendiri dan Shardlow (1998) : “Seperti definisi pemberdayaan terpusat tentang orang-orang yang mengambil kendali atas kehidupan mereka sendiri dan memiliki kekuatan untuk membentuk masa depan mereka sendiri”. Uraian tersebut menyebutkan bahwa pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka). Pemberdayaan
sosial
adalah
untuk
memberdayakan
seseorang,
keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Pemberdayaan sosial dapat dilakukan melalui: peningkatan kemauan dan kemampuan, 30
penggalian potensi dan sumber daya, penggalian nilai-nilai dasar, pemberian akses dan atau, pemberian bantuan usaha. 3.Pelayanan Satu Atap dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Dalam pelayanan umum dikenal adanya model pelayanan pembagian dan model pelayanan terpadu. Model pertama adalah model pembagian ditandai dengan pelayanan yang diberikan oleh masing-masing sektor/dinas sesuai kewenangannya. Dengan model ini masyarakat aktif mendatangi instansi/dinas/unit kerja yang berwenang. Model pembagian ini merupakan model lama yang dijalankan di instansi pemerintah. Model kedua adalah model pelayanan terpadu. Secara umum model ini diterapkan melalui pembentukan unit pelayanan satu atap/satu pintu sebagai satu unit tersendiri dengan mengambil alih beban kerja pelayanan umum instansi sektoralnya, mulai dari pekerjaan administratif sampai dengan pemeriksaan substantif. Kebaikan model terpadu untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial adalah adanya kemudahan bagi masyarakat, utamanya warga miskin, rentan atau Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dalam mengakses pelayanan sosial dasar. Model pelayanan terpadu dapat dijadikan sebagai sarana bagi pemerintah daerah untuk memberikan semua informasi yang dibutuhkan masyarakat.
Melalui
model
terpadu
dengan
seluruh
kelengkapannya
menjadikan aksesitas pelayanan sosial akan menjadi mudah dan murah. Untuk
membentuk
Pelayanan
Terpadu
Satu
Pintu
perlu
memperhatikan: 1.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008; 2.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial; 3.Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; 31
4.Keputusan
Menteri
Pendayagunaan
63/Kep/M.Pan/7/2003
tentang
Aparatur
Pedoman
Umum
Negara
Nomor
Penyelenggaraan
Pelayanan Publik. a. Pelaksanaan Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu pada penyelenggaraan kesejahteraan sosial, terutama bagi pemerintah daerah adalah ketersediaan segala sarana yang mendukung baik perangkat lunak maupun perangkat keras yang meliputi: 1) Peraturan Daerah tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial Terpadu. Peraturan ini penting karena pertama sebagai pedoman bagi aparat pemda dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial dan atau memberikan rujukannya. 2) Peraturan Daerah yang mengatur mengenai kedudukan tugas, fungsi kewenangan dan tata kerja unit pelayanan terpadu. Dengan peraturan ini terdapat acuan yang tegas mengenai keberadaan dari lembaga pelayanan dimaksud. 3) Teknologi informasi dan komunikasi sangat penting dalam mendukung pelaksanaan tugas-tugas unit pelayanan terpadu. Teknologi lebih memungkinkan terciptanya asas, prinsip, dan pemenuhan standar pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur
Negara
Nomor
63/Kep/M.Pan/7/2003
tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. 4) Peran SDM pelaksana lembaga pelayanan terpadu, yang terdiri atas manajer program/ koordinator, Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan
Sosial
Pemerintah,
Tenaga
Kesejahteraan
Sosial
Masyarakat dan relawan sosial. SDM merupakan ujung tombak dan etalase pelayanan. Image suatu organisasi pelayanan akan tergantung pada SDM-nya. Oleh karena itu, SDM dalam lembaga ini harus mempunyai kompetensi yang memadai untuk melakukan tugas-tugas 32
pelayanan. Untuk memacu komitmen dan semangat kerja, kepada SDM dapat diterapkan sistem reward and punishment. Punishment diberikan kepada SDM yang tidak mampu melaksanakan tugasnya, dan reward atau insentif diberikan kepada SDM yang menunjukkan pekerjaan yang memuaskan. b. Pemantauan dan evaluasi Untuk memastikan pelaksanaan pelayanan terpadu satu atap dalam penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial
sudah
sesuai
dengan
yang
direncanakan, maka diperlukan pemantauan dan pengawasan secara berjenjang dan berkesinambungan terhadap pelaksanaan pekerjaan serta melakukan evaluasi guna memperbaiki pelaksanaan pekerjaan. Sebagai acuan dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut: 1) Pengawasan
terhadap
penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial
dilakukan oleh aparat pengawas dalam pemerintah sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. 2) Pengawasan atas penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan sesuai dengan tingkat urusan pemerintahan masing-masing melalui mekanisme koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. 3) Materi pengawasan yang dilakukan didasarkan pada: a) Peraturan Daerah tentang Pelayanan Kesejahteraan Sosial (jika sudah diterbitkan). b) Peraturan Daerah yang mengatur mengenai kedudukan tugas, fungsi kewenangan dan tata kerja unit pelayanan terpadu dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial (jika sudah diterbitkan). c) Pengintegrasian program dan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial
dalam
dokumen
perencanaan
pembangunan
dan
penyediaan anggarannya. d) Ketersediaan SDM Peksos, TKSM dan Relawan Sosial di daerah sesuai dengan jumlah dan kualifikasi yang diperlukan 33
e) Ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesejahteraan sosial. f)
Kinerja penyelenggaraan kesejahteraan sosial berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4) Bupati/Walikota
menyampaikan
laporan
secara
tertulis
kepada
Gubernur mengenai perkembangan pembentukan, penyelenggaraan pelayanan, capaian kinerja, kendala yang dihadapi dan pembiayaan yang disampaikan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan. 5) Gubernur menyampaikan laporan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Sosial mengenai perkembangan proses pembentukan dan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu dalam
penyelenggaraan
kesejahteraan
sosial
di
wilayahnya
berdasarkan laporan dari Bupati/Walikota. Selain pemantauan internal seharusnya dibuka pula pemantauan eksternal oleh masyarakat melalui penerimaan pengaduan dan survey kepuasan masayarakat terhadap pelayanan yang diberikan (indeks kepuasan masyarakat atau IKM) yang akan berfungsi sebagai timbal balik dalam sebuah sistem. Secara konseptual pelayanan terpadu dan gerakan masyarakat peduli kabupaten/kota sejahtera (Pandu Gempita) bertumpu pada instrumen targeting yang terpadu, hasil yang terukur dalam sistem yang terpadu, mekanisme pembiayaan terpadu serta shering data dan informasi terpadu. Sedangkan secara eksternal perlu kebijakan yang pro PMKS, khususnya yang paling rentang dan rawan sosial, seperti fakir miskin, anak dan lansia terlantar, ODA dan lainnya. Pendampingan dilakukan oleh Pekerja Sosial dengan starndar yang sama, serta didukung oleh TKSM dan relawan sosial. Adanya
keterkaitan-sistem
arahan
dengan
34
lintas
sektor.
Keterkaitan
komponen Pandu Gempita secara lebih detil dapat disajikan dalam bentuk gambar sebagai berikut ini.
KEBIJAKAN INTERSEKTORAL • Untuk kelompok rentan paling rentan (fakir miskin, ODK, anak, lansia, WRSE, dll) • Pendampingan diberikan oleh tenaga pekerja sosial dg standar yg sama, didukung TKSK, TKSM dan relawan sosial • Keterkaitan – sistem referrals dengan lintas sektor
Gambar 2.6. Komponen Utama Pelayanan Terpadu Dari sisi pengelolaan, maka Pandu Gempita harus menganut prinsip: 1. Koordinasi wilayah. Artinya bahwa dalam satu wilayah tertentu terdapat
berbagai
pelayanan
dasar,
sehingga
ada
jaminan
ketersediaan pelayanan. 2. Koordinasi dalam penetapan sasaran penerima layanan, artinya bahwa berbagai pelayanan terfokus pada keluarga yang sama, sehingga instrumen targetingnya sama.
35
3. Pengelolaan antara sektor, artinya bahwa berbagai instansi bekerja dengan strategi yang sama, sehingga terjadi sinergi pelayanan, hasil dan pengeluaran dari koordinasi lintar sektor. 4. Pengelolaan jaringan, artinya bahwa berbagai program menggunakan data base yang terpadu, sehingga tergambar jelas peta pengembangan pelayanan arahan sistemnya. Kunci
pengelolaan
pelayanan
terpadu
yang
terintegrasi
dapat
difisualisasikan dalam bentuk gambar sebagai berikut.
Gambar 2.7. Kunci pengelolaan pelayanan terpadu ISU STRATEGIS : Pandu Gempita sebagai bagian dari implementasi perubahan paradigma Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang semua menganut prinsip “pemerataan-parsial” menjadi “penuntasan-terintegrasi”. REGULASI: 1) Peraturan perundang-undangan tentang Kesejahteraan Sosial. 2) Peraturan Daerah yang mengatur mengenai kedudukan tugas, fungsi kewenangan dan tata kerja unit pelayanan terpadu satu pintu dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. PROSES: 1) SDM 2) Teknologi Informasi 3) Sarana & Prasarana 4) Kepastian Sumber Anggaran 36
DINAS/INSTANSI TERKAIT Dinas/Instansi Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Perumahan dan Tata Kota, Dinas Koperasi/ UKM, Dinas PU, dll PENGAWASAN OLEH : 1) Pemerintah (Pusat) 2) Gubernur 3) Bupati / Walikota 4) Masyarakat HASIL : 1) Efektif/Efisien 2) Kepastian Hasil PENGELUARAN : 1) Aksesibilitas Pelayanan Kesejahteraan Sosial Meningkat 2) Pemenuhan Kebutuhan dasar Meningkat 3) Kemiskinan Menurun 4) Kesejahteraan Sosial Masyarakat Meningkat DAMPAK: Kota/Kabupaten Sejahtera Gambar 2.8. Skema Permodelan Pelayanan Terpadu
37
BAB III KEBIJAKAN, STRATEGI DAN KOMPONEN PROGRAM A. Kebijakan 1.
Menyediakan model kebijakan, strategi dan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara terpadu menuju kota/ kabupaten sejahtera.
2.
Memberikan dukungan dalam penyelenggaraan program kesejahteraan sosial
secara
terpadu
dalam
rangka
menanggulangi
masalah
kemiskinan dan masalah sosial lainnya melalui pencegahan masalah sosial, layanan rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial dan jaminan sosial. 3.
Membangun layanan satu atap dalam merespon masalah sosial.
4.
Menyelenggarakan koordinasi lintas sektor dalam mewujudkan program kesejahteraan sosial secara terpadu.
5.
Menyediakan kemudahan akses layanan sosial dasar bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.
6.
Mengupayakan pemenuhan
kebutuhan dasar secara terpadu dalam
rangka mewujudkan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat miskin, tidak mampu dan rentan mengalami masalah sosial. 7.
Menguatkan kelembagaan lintas sektor yang mendukung keterpaduan penyelenggaraan program kesejahteraan sosial terpadu
B. Strategi 1. Strategi Dasar Strategi dasar yang ditempuh dalam penyelenggaraan Pandu Gempita adalah
dengan
cara
membangun
kesepahaman
dan
memperkuat
kerjasama untuk mewujudkan: a. Model kebijakan, strategi dan program kesejahteraan sosial menuju kota/kabupaten sejahtera. b. Pelaksanaan program kesejahteraan sosial secara terpadu dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya. 38
2. Strategi Operasional Berdasarkan arah kebijan dan ruang lingkup penyelenggaraan Pandu Gempita, maka strategi operasional yang ditempuh sebagai berikut: a.
Pelaksanaan Kesepakatan Bersama berpedoman pada ketentuan perundang-undangan.
b.
Pembinaan
teknis
pelaksanaan
program
kesejahteraan
sosial
terpadu menuju kota/kabupaten sejahtera pada tingkat pemerintah (pusat) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan kemiskinan, Direktorat Jenderal Perlindungan dan
Jaminan
Sosial,
Direktorat
Jenderal
Rehabilitasi
Sosial,
Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal dan Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial. c.
Pembinaan teknis program kesejahteraan sosial terpadu menuju kota/kabupaten sejahtera pada tingkat Kota/Kabupaten dilakukan oleh
Dinas
Sosial,
Dinas
Kesehatan,
Dinas
Pendidikan
dan
Kebudayaan, Dinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil, Dinas Perumahan dan Tata Kota, Dinas Koperasi dan UKM, Kepolisian Sektor,
Dinas
Pelrindungan
Masyarakat,
Badan
KB
dan
Dinas/Instansi lainnya yang bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan penanganan masalah sosial. d.
Pelaksanaan teknis di daerah dikoordinasikan oleh Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial Regional I s.d VI.
C. Komponen Program 1. Pengembangan model kebijakan, strategi dan program kesejahteraan sosial menuju kota/kabupaten sejahtera, melalui: a. pendidikan
dan pelatihan sumber daya manusia
sosial; b. penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial; c. penyediaan data dan informasi kesejahteraan sosial; dan 39
kesejahteraan
d. penyediaan
sumber
daya
manusia
kesejahteraan
sosial
dan
pengembangan profesi pekerjaan sosial; e. pengembangan sistem sertifikasi SDM kesejahteraan sosial dan akreditasi lembaga kesejahteraan sosial; dan f. bidang lainnya yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah. 2. Penyelenggaraan program kesejahteraan sosial secara terpadu dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan dan masalah sosial lainnya di bidang: a. pencegahan masalah sosial; b. pelayanan rehabilitasi sosial; c. pemberdayaan sosial; d. perlindungan sosial; e. jaminan sosial;dan f. bidang lainnya yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah. D. Pelaksanaan Komponen program Pelaksanaan komponen program penyelenggaraan kesejahteraan sosial terpadu mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang dilaksanakan secara terencana, terpadu dan berkelanjutan. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial ditujukan kepada perseorangan; keluarga; kelompok; dan/atau masyarakat. Prioritas penyelenggaraan kesejahteraan sosial ditujukan kepada mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial yakni kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, korban bencana dan/atau korban tindak kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi.
40
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial meliputi Rehabilitasi Sosial, Jaminan Sosial, Pemberdayaan Sosial dan Perlindungan Sosial. 1. Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi Sosial merupakan upaya untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi-fungsi sosialnya yang meliputi fungsi fisik, mental dan sosial secara wajar. Rehabilitasi Sosial dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial. Rehabilitasi Sosial secara persuasif dilaksanakan dalam bentuk ajakan, anjuran, dan bujukan dengan maksud untuk meyakinkan seseorang agar bersedia direhabilitasi. rehabilitasi sosial secara motivatif dilaksanakan dalam bentuk dorongan, pemberian semangat, pujian, dan/atau penghargaan agar seseorang tergerak secara sadar. Sedangkan rehabilitasi sosial secara koersif dilaksanakan dalam bentuk tindakan pemaksaan terhadap seseorang dalam proses rehabilitasi sosial. Rehabilitasi Sosial ditujukan kepada seseorang yang mengalami kondisi kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, serta yang memerlukan perlindungan khusus yang meliputi: penyandang cacat fisik; penyandang cacat mental; penyandang cacat fisik dan mental; tuna susila; gelandangan; pengemis; eks penderita penyakit kronis; eks narapidana; eks pencandu narkotika; eks psikotik; pengguna psikotropika sindroma ketergantungan; orang dengan Human Immunodeficiency Virus/ Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS); korban tindak kekerasan; korban bencana; korban perdagangan orang; anak terlantar; dan anak dengan kebutuhan khusus. Rehabilitasi Sosial diberikan dalam bentuk motivasi dan diagnosis psikososial; perawatan dan pengasuhan; pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; bimbingan mental spiritual; bimbingan fisik;
41
bimbingan sosial dan konseling psikososial; pelayanan aksesibilitas; bantuan dan asistensi sosial; bimbingan resosialisasi; bimbingan lanjut; dan/atau rujukan. Bentuk Rehabilitasi Sosial dilaksanakan dengan melalui berbagai tahapan yakni pendekatan awal; pengungkapan dan pemahaman masalah;
penyusunan
rencana
pemecahan
masalah;
pemecahan
masalah; resosialisasi; terminasi; dan bimbingan lanjut. 2.
Jaminan Sosial Jaminan Sosial dimaksudkan untuk menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar, penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks penderita penyakit kronis yang mengalami masalah ketidakmampuan sosial ekonomi agar kebutuhan dasarnya
terpenuhi
dan
untuk
menghargai
pejuang,
perintis
kemerdekaan, dan keluarga pahlawan atas jasa-jasanya. Jaminan Sosial diberikan dalam bentuk asuransi kesejahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan. Asuransi kesejahteraan sosial
diberikan
dalam
bentuk
bantuan
iuran
oleh
Pemerintah.
Sementara bantuan langsung berkelanjutan diberikan kepada seseorang yang kebutuhan hidupnya bergantung sepenuhnya kepada orang lain dalam bentuk pemberian uang tunai atau pelayanan dalam panti sosial. Sebagai penghargaan kepada pejuang, perintis kemerdekaan, dan keluarga pahlawan nasional, jaminan sosial dalam bentuk tunjangan berkelanjutan diberikan dalam bentuk tunjangan kesehatan, tunjangan hidup, dan/atau tunjangan perumahan dan/atau tunjangan pendidikan. 3.
Pemberdayaan Sosial Pemberdayaan seseorang,
sosial
keluarga,
dimaksudkan
kelompok,
dan
untuk
masyarakat
memberdayakan yang
mengalami
masalah Kesejahteraan Sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya
42
secara mandiri serta untuk meningkatkan peran serta lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Upaya pemberdayaan dilakukan melalui peningkatan kemauan dan kemampuan; penggalian potensi dan sumber daya; penggalian nilai-nilai dasar; pemberian akses; dan/atau pemberian bantuan usaha. Bentuk upaya pemberdayaan sosial meliputi diagnosis dan pemberian motivasi; pelatihan keterampilan; pendampingan; pemberian stimulan modal, peralatan usaha dan tempat usaha; peningkatan akses pemasaran hasil usaha; supervisi dan advokasi sosial; penguatan keserasian sosial; penataan lingkungan; dan/atau bimbingan lanjut. Pemberdayaan
Sosial
terhadap
seseorang
ditujukan
kepada
seseorang sebagai individu yang miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi serta memiliki kriteria: penghasilan namun tidak mencukupi
kebutuhan
dasar
minimal;
keterbatasan
terhadap
keterampilan kerja; keterbatasan akses terhadap pelayanan sosial dasar; keterbatasan akses terhadap pasar kerja, modal, dan usaha, mempunyai kompetensi, kemauan, dan/atau kemampuan untuk berperan dalam pemberdayaan sosial, mempunyai kepedulian terhadap pemberdayaan sosial; dan mempunyai komitmen sebagai relawan mitra pemerintah dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Pemberdayaan Sosial terhadap keluarga ditujukan kepada keluarga yang miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi serta memiliki kriteria: berpenghasilan tidak mencukupi kebutuhan dasar minimal; keterbatasan
akses
terhadap
pelayanan
sosial
dasar;
dan/atau
mengalami masalah sosial psikologis. Pemberdayaan
Sosial
terhadap
kelompok
ditujukan
kepada
kumpulan orang baik yang terbentuk secara sukarela maupun yang sengaja dibentuk dengan tujuan tertentu, miskin, terpencil, dan/atau
43
rentan sosial ekonomi serta memiliki kriteria: mempunyai potensi, kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan usaha bersama; mempunyai jenis usaha dan tinggal di wilayah yang sama; dan/atau mempunyai keterbatasan akses terhadap pasar, modal, dan usaha. Pemberdayaan Sosial terhadap masyarakat ditujukan kepada komunitas adat terpencil yang terdiri dari sekumpulan orang dalam jumlah tertentu yang terikat oleh kesatuan geografis, ekonomi, dan/atau sosial budaya; dan miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi serta memiliki kriteria: keterbatasan akses pelayanan sosial dasar; sifat tertutup, homogen, dan penghidupannya tergantung kepada sumber daya alam; marjinal di pedesaan dan perkotaan; dan/atau tinggal di wilayah perbatasan antar negara, daerah pesisir, pulau-pulau terluar, dan terpencil. Pemberdayaan Sosial terhadap lembaga ditujukan kepada Lembaga Kesejahteraan
Sosial
yang
memiliki
kriteria:
mempunyai
potensi,
kemauan dan kemampuan untuk menyelenggarakan Kesejahteraan Sosial; dan mempunyai kepedulian dan komitmen sebagai mitra pemerintah dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Pelaksanaan Pemberdayaan Sosial untuk perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang mengalami masalah Kesejahteraan Sosial agar mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri dilakukan melalui tahapan kegiatan yakni persiapan pemberdayaan; pelaksanaan pemberdayaan;
rujukan;
dan
terminasi.
Sementara
pelaksanaan
pemberdayaan sosial untuk lembaga dan/atau perseorangan sebagai potensi dan sumber daya dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial dilakukan
melalui:
persiapan
pemberdayaan;
pelaksanaan
pemberdayaan; dan pendayagunaan berkelanjutan. 4. Perlindungan Sosial Perlindungan
sosial
dimaksudkan
untuk
mencegah
dan
menangani risiko dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, 44
keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal. Perlindungan
Sosial
ditujukan
kepada
seseorang,
keluarga,
kelompok, dan/atau masyarakat yang berada dalam keadaan tidak stabil yang terjadi secara tiba-tiba sebagai akibat dari situasi krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, dan fenomena alam. Perlindungan Sosial dilaksanakan melalui bantuan sosial; advokasi sosial; dan/atau bantuan hukum. Bantuan sosial dimaksudkan agar seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami guncangan dan kerentanan sosial dapat tetap hidup secara wajar.
Bantuan sosial yang diberikan
bersifat sementara dan/atau berkelanjutan. Bentuk bantuan tersebut berupa
bantuan
langsung;
penyediaan
aksesibilitas;
dan/atau
penguatan kelembagaan. Bantuan sosial yang bersifat sementara diberikan pada saat terjadi guncangan dan kerentanan sosial secara tiba-tiba sampai keadaan stabil. Sedangkan bantuan sosial yang bersifat berkelanjutan diberikan setelah bantuan sementara dinyatakan selesai. Bantuan ini diberikan sampai terpenuhinya kebutuhan dasar minimal secara wajar. Jenis bantuan langsung berupa sandang, pangan, dan papan; pelayanan kesehatan; penyediaan tempat penampungan sementara; pelayanan terapi psikososial di rumah perlindungan; uang tunai; keringanan
biaya
pengurusan
dokumen
kependudukan
dan
kepemilikan; penyediaan kebutuhan pokok murah; penyediaan dapur umum, air bersih, dan sanitasi yang sehat; dan/atau penyediaan pemakaman. Bantuan penyediaan aksesibilitas berupa pemberian rujukan; pengadaan
jejaring
kemitraan;
penyediakan
fasilitas;
dan/atau
penyediakan informasi. Sementara penguatan kelembagaan dilakukan
45
dengan kegiatan menyediakan dukungan sarana dan prasarana; melakukan supervisi dan evaluasi; melakukan pengembangan sistem; memberikan bimbingan dan pengembangan sumber daya manusia; dan/atau mengembangkan kapasitas kepemimpinan dan kelembagaan. Advokasi sosial dimaksudkan untuk melindungi dan membela seseorang, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang dilanggar haknya. Advokasi sosial diberikan dalam bentuk penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan, dan pemenuhan hak. Penyadaran hak dan kewajiban
dilaksanakan
informasi;
dan/atau
dengan
diseminasi.
kegiatan
penyuluhan;
Pembelaan
pemberian
dilaksanakan
dengan
kegiatan pendampingan; bimbingan; dan/atau mewakili kepentingan warga negara yang berhadapan dengan hukum.
Pemenuhan hak
dilaksanakan dengan kegiatan pemberian pelayanan khusus; dan/atau pemulihan hak yang dilanggar. Bantuan hukum diselenggarakan untuk mewakili kepentingan warga negara yang menghadapi masalah hukum dalam pembelaan atas hak, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Bantuan hukum ini diberikan dalam bentuk pembelaan dan konsultasi hukum. Pembelaan dan konsultasi hukum dilakukan dengan melakukan investigasi sosial; memberikan informasi, nasihat, dan pertimbangan hukum;
memfasilitasi
tersedianya
saksi;
memfasilitasi
terjadinya
mediasi hukum; memfasilitasi tersedianya jasa bantuan hukum; dan/atau memberikan pendampingan bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Untuk
mewujudkan
Kabupaten/Kota
Sejahtera
maka
setiap
daerah kabupaten/kota memfasilitasi terbentuknya Pusat Kesejahteraan sosial (Pelayanan Satu Atap) sesuai amanat pasal 44 PP Nomor 39 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
46
Pusat kesejahteraan sosial dimaksudkan sebagai tempat yang berfungsi untuk melakukan kegiatan pelayanan sosial bersama secara sinergis dan terpadu antara kelompok masyarakat dalam komunitas yang ada di desa atau kelurahan dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Standar
minimum sarana dan prasarana pusat kesejahteraan sosial meliputi ketersediaan tempat sebagai pusat kegiatan bersama; tenaga pelayanan yang terdiri dari tenaga pengelola dan pelaksana; dan peralatan yang terdiri dari peralatan penunjang perkantoran dan peralatan penunjang pelayanan teknis. E. Peran Masyarakat Peran serta masyarakat untuk mewujudkan kepedulian terhadap kabupaten/kota keluarga;
sejahtera
organisasi
sangatlah
keagamaan;
penting
organisasi
baik sosial
itu
perseorangan;
kemasyarakatan;
lembaga swadaya masyarakat; organisasi profesi; badan usaha; Lembaga Kesejahteran Sosial; dan Lembaga Kesejahteraan Sosial Asing mempunyai kesempatan
yang
luas
untuk
berperan
dalam
Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial. Peran masyarakat ini dapat berupa pemikiran, prakarsa, keahlian, dukungan, kegiatan, tenaga, dana, barang, jasa, dan/atau fasilitas untuk Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. Kegiatan yang bisa dilakukan masyarakat
diantaranya
pemberian
saran
dan
pertimbangan
dalam
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; pelestarian nilai-nilai luhur budaya bangsa, kesetiakawanan sosial, dan kearifan lokal yang mendukung Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; penyediaan sumber daya manusia dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; penyediaan dana, jasa, sarana dan prasarana dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; dan/atau pemberian pelayanan kepada penyandang masalah Kesejahteraan Sosial.
47
F. Sumber Daya Manusia Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Sumber daya manusia penyelenggara kesejahteraan sosial terdiri atas Tenaga Kesejahteraan Sosial; Pekerja Sosial Profesional; Relawan Sosial; dan Penyuluh Sosial. Sumber daya manusia ini terdiri dari unsur Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Ketentuan mengenai SDM Kesejahteraan Sosial mengacu kepada peraturan perundangan tentang sertifikasi pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan sosial, serta standar nasional pendampingan sosial.
48
BAB IV TAHAPAN DAN JENIS KEGIATAN
Pelaksanaan Pandu Gempita dilakukan sebagai upaya penanggulangan masalah kemiskinan serta masalah sosial lainnya menuju terwujudnya sistem kesejahteraan sosial nasional yang inovatif dan kompetitif. Oleh karena itu, program dan kegiatannya dilakukan melalui tahapan yang logis dan sistematis. Sesuai dengan strategi operasional, maka secara umum tahapan pelaksanaan Pandu Gempita dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori. Masing-masing adalah program/kegiatan pada tahap persiapan, pelaksanaan dan tinfdak lanjut. Sementara itu, pengendalian dilaksanakan secara simultan mulai dari kegiatan persiapan, pelaksanaan sampai dengan upaya menjamin keberlangsungannya. A. Persiapan Kegiatan
pada
tahap
persiapan
Pelaksanaan
Pandu
Gempita
meliputi: 1. Sosialisasi Sosialisasi adalah upaya memperkenalkan atau menyebarluaskan informasi mengenai Pelaksanaan Pandu Gempita kepada masyarakat sebagai penerima program, maupun kelompok masyarakat lainnya serta kepada para pelaku dan instansi atau lembaga pendukung di semua tingkatan. Hasil yang diharapkan dari proses sosialisasi Pelaksanaan Pandu Gempita adalah dimengerti dan dipahaminya secara utuh tentang konsep-konsep, prinsip prosedur, kebijakan dan tahapan-tahapan pendukung
dan
dalam
pelaksanaannya
masyarakat
sebagai
oleh
pelaku
pelaku-pelaku
sekaligus
sasaran
penerima program. Untuk mencapai pemahaman yang utuh tentang Pelaksanaan Pandu Gempita, maka proses sosialisasi tidak hanya dilakukan pada awal pelaksanaan program saja tetapi secara terus menerus sampai dengan akhir pelaksanaan program.
49
Pada dasarnya proses sosialisasi Pelaksanaan Pandu Gempita dilakukan melalui dua cara, yaitu pertemuan langsung dan media informasi. a. Sosialisasi Melalui Pertemuan Langsung Sosialisasi
Pelaksanaan
Pandu
Gempita
melalui
pertemuan
langsung dilakukan dengan menggunakan pertemuan-pertemuan formal
yang
sengaja
diadakan
maupun
secara
informal
menggunakan pertemuan-pertemuan yang telah ada sebelumnya. Pertemuan sosialisasi yang memang sengaja diadakan dalam rangka Pelaksanaan Pandu Gempita adalah sebagai berikut: 1) Pertemuan Sosialisasi Pelaksanaan Pandu Gempita di Provinsi 2) Pertemuan Sosialisasi Kabupaten/kota
Pelaksanaan
Pandu
Gempita
di
3) Sosialisasi Pelaksanaan Pandu Gempita di Kecamatan dan komunitas Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan sosialisasi
Pelaksanaan
Pandu
Gempita
melalui
pertemuan
langsung antara lain: 1)
Memastikan persiapan pelaksanaan pertemuan.
2)
Memastikan ketersediaan materi yang akan diinformasikan atau disampaikan
3)
Kesiapan untuk penyampaian materi seperti: metode, media atau alat yang digunakan. Untuk
membantu
memastikan
agar
proses
sosialisasi
Pelaksanaan Pandu Gempita melalui pertemuan berjalan dengan lancar dan tidak ada informasi yang terlewatkan maka perlu dibuatkan ceklis tentang persiapan apa saja yang akan dilakukan dan
informasi-informasi
apa
yang
akan
disampaikan.
Ceklis
tersebut dapat dikembangkan sendiri sesuai kebutuhan dan kondisi di masing-masing daerah. Sosialisasi Pelaksanaan Pandu Gempita di tingkat provinsi dan kabupaten sebaiknya tidak hanya melalui forum resmi, tetapi
50
perlu ditindaklanjuti dengan pertemuanpertemuan lanjutan secara formal maupun informal terutama kepada instansi-instansi terkait, sehingga tercapai suatu persepsi yang sama tentang Pelaksanaan Pandu Gempita. Materi yang disosialisasikanpun tidak sematamata hanya konsep-konsep Pelaksanaan Pandu Gempita yang ada di Pedoman atau petunjuk resmi lainnya, tetapi proses, permasalahan yang terjadi dan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan Pelaksanaan Pandu Gempita juga perlu disebarluaskan. Dengan
mengetahui
konsep-konsep
Pelaksanaan
Pandu
Gempita secara utuh dan tahu apa yang terjadi di lapangan akan sangat membantu para pelaku pendukung Pelaksanaan Pandu Gempita di tingkat provinsi dan kabupaten/kota menjalankan fungsi dan perannya. Untuk sosialisasi langsung di tingkat komunitas/lokal, hal-hal yang harus diperhatikan adalah: 1)
Gunakan pertemuan-pertemuan formal maupun informal yang telah ada di masyarakat dan desa
2)
Manfaatkan
setiap
kesempatan
ketika
bertemu
dengan
sekumpulan masyarakat seperti: di pos ronda, lapangan olah raga, tempat pengajian, persekutuan, misa atau tempat-tempat berkumpul
masyarakat
lainnya
untuk
penyebarluasan
Pelaksanaan Pandu Gempita secara informal. 3)
Undangan pertemuan dengan masyarakat menggunakan caracara yang lazim dilakukan (seperti: menggunakan “kenthongan”, diumumkan melalui masjid, gereja atau media lainnya). Bila menggunakan undangan tertulis, usahakan undangan tersebut juga di tempel di papan-papan informasi sehingga setiap orang merasa berhak juga untuk hadir.
51
4)
Tidak boleh melakukan pertemuan sosialisasi hanya dengan kelompok dari kalangan tertentu saja atau sengaja tidak melakukan sosialisasi pada kelompok tertentu.
5)
Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti masyarakat.
6)
Informasi Pelaksanaan Pandu Gempita jangan hanya sekedar disampaikan begitu saja, tetapi perlu diberikan pemahaman kepada
masyarakat
tentang
daftar
tentang
informasi
positif/negatif
dianjurkan/dilarang
dalam
tersebut.
mengapa
Pelaksanaan
Misalnya
hal
tersebut
Pandu
Gempita,
mengapa proses atau tahapannya sering dirasakan cukup panjang, mengapa ada dana yang sifatnya hibah dan ada yang pinjaman
dan
harus
dikembalikan,
mengapa
harus
ada
kompetisi dan tidak dibagi rata saja dan lain-lain. 7)
Dalam penyampaian informasi kepada masyarakat gunakan simbol-simbol, jargon atau pepatah yang ada dimasyarakat sehingga mudah untuk diingat.
8)
Masyarakat pada dasarnya akan tertarik, menerima informasi suatu program yang datang dari luar dan akan mau berperan serta untuk memberikan kontribusinya jika mereka merasakan ada manfaat yang dapat diambil. Untuk itu perlu diberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa Pelaksanaan Pandu Gempita merupakan salah satu “jembatan” bagi masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dasarnya.
b. Sosialisasi Melalui Media Informasi Selain
melalui
pertemuan-pertemuan
langsung
dengan
masyarakat, sosialisasi dan penyebarluasan informasi Pelaksanaan Pandu Gempita dapat dilakukan melalui media-media informasi. Dewasa ini cukup banyak media informasi yang berkembang di masyarakat dan desa yang dapat digunakan sebagai media penyebarluasan
informasi,
baik 52
media
informasi
tradisional
maupun yang telah modern. Beberapa media informasi yang dapat digunakan antara lain: 1) Tokoh-tokoh masyarakat (agama, adat) yang ada di lokasi program. Tokoh-tokoh masyarakat yang ada di pedesaan seringkali merupakan tokoh panutan yang dipercaya dalam ucapan maupun tindakannya. Karena itu
keberadaan tokoh-tokoh
tersebut merupakan alternatif sebagai media sosialisasi atau penyebarluasan informasi Pelaksanaan Pandu Gempita Langkah-langkah mereka,
yang
perkenalkan
perlu diri,
dilakukan
adalah:
sampaikan
kunjungi
informasi
tentang
Pelaksanaan Pandu Gempita (latar belakang, tujuan, sasaran), minta
ijin
akan
bertemu
dengan
masyarakat
untuk
mensosialisasikan Pelaksanaan Pandu Gempita. Jika hubungan telah terjalin dengan baik ajukan permohonan agar tokoh tersebut membantu menyampaikan Pelaksanaan Pandu Gempita kepada kepada masyarakat. Hubungan akan terjalin dengan baik jika dilakukan tidak hanya sekali tetapi dilakukan berkali-kali sejauh memungkinkan. 2) Media Cetak dan Elektronika Media cetak seperti majalah, surat kabar atau media elektronika seperti
radio,
televisi
juga
merupakan
alternatif
untuk
menyampaikan informasi mengenai Pelaksanaan Pandu Gempita kepada masyarakat desa. Sebagian besar wilayah di Indonesia biasanya telah terjangkau oleh media-media tersebut. Namun demikian dapat pula membuat media cetak sendiri seperti: brosur, selebaran, bulletin, spanduk dan lain-lain dengan tetap mangacu pada panduan/pedoman resmi Pelaksanaan Pandu Gempita. 3) Papan Informasi Papan informasi merupakan media penyebarluasan informasi Pelaksanaan
Pandu
Gempita
yang
hendaknya
diwajibkan
keberadaannya untuk diletakkan di tempat-tempat umum. 53
Penempatan papan informasi tidak hanya di dalam ruangan tetapi juga di ruang terbuka dan diletakkan di tempat-tempat umum yang biasa dikunjungi orang, seperti: pasar, balai desa, pos kamling, polindes, tempat ibadah dan lain-lain. Berkaitan
dengan
papan
informasi
hal-hal
yang
perlu
diperhatikan: a) Informasi yang ditempelkan di papan informasi usahakan menggunakan bahasa dan/atau formulir yang sederhana dan bisa dimengerti masyarakat umum. b) Dalam papan informasi selalu dituliskan Nomor Kotak Pos, nama
dan
alamat
UP
Pandu
Gempita
sebagai
media
pengaduan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan oleh masyarakat, sangat dianjurkan pada setiap papan informasi disediakan kotak saran dan pengaduan yang secara periodik dibuka oleh petugas UP Pandu Gempita. Setiap pengaduan agar segera ditindaklanjuti sesuai prinsip dan prosedur penanganan pengaduan, terbuka serta adanya partisipasi masyarakat. Permasalahan dan tindak lanjut yang telah dilakukan agar selalu dilaporkan ke jenjang di atasnya, untuk memastikan penanganannya telah sesuai dengan prinsip dan prosedur dalam Pelaksanaan Pandu Gempita. c) Sekali waktu warga masyarakat/komunitas dikumpulkan di depan papan informasi. Fasilitator dan atau Pendamping serta petugas lainnya menjelaskan apa yang diinformasikan dalam papan informasi tersebut. Pada papan informasi Pelaksanaan Pandu Gempita harus tertulis nama dan alamat UP Pandu Gempita serta kotak pos pengaduan. 2. Penguatan Kebijakan Strategi penguatan kebijakan yang dilakukan adalah melalui advokasi. Strategi advokasi harus diintegrasikan ke dalam semangat dan dukungan kemitraan dengan berbagai stakeholder. Kesemuanya
54
diarahkan agar semua pihak mampu melaksanakan Pandu Gempita sesuai tugas dan fungsi masing-masing secara optimal. a. Arah dan Strategi Advokasi Advokasi diarahkan untuk menghasilkan kebijakan yang mendukung upaya Pelaksanaan Pandu Gempita. Kebijakan yang dimaksud di sini dapat mencakup peraturan perundang-undangan di tingkat nasional maupun kebijakan daerah seperti Peraturan Daerah (PERDA), Surat Keputusan Gubernur, Bupati/Walikota, Peraturan Desa, dan lain sebagainya. Strategi
advokasi
yang
digunakan
adalah
melakukan
pendekatan kepada pengambil keputusan, media massa dan sektor terkait sehingga dapat dikeluarkan pernyataan dukungan untuk Pelaksanaan Pandu Gempita. Strategi ini dilakukan untuk menjawab isu startegis tentang kurangnya dukungan dari para pemangku kepentingan terkait di daerah dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dalam pendanaan juga perlu dilakukan peningkatan kapasitas pengelola program menyusun perencanaan anggaran sebagai dasar advokasi. b. Kegiatan Advokasi Teknis pelaksanaan kegiatan advokasi dilakukan melalui proses komunikasi dalam rangka mempengaruhi kebijakan. Proses komunikasi tersebut dibedakan menjadi tiga kategori. Masingmasing adalah; proses legislasi dan jurisdiksi, politik dan birokrasi serta sosialisasi dan mobilisasi untuk Pelaksanaan Pandu Gempita. B. Pelaksanaan Pelaksanaan Pandu Gempita pada tahap awal ini diarahkan pada tiga sasaran utama. Masing-masing adalah: 1. wilayah perkotaan. 2. wilayah kabupaten berkembang 3. wilayah kabupaten tertinggal.
55
Adapun komponen kegiatan pelaksanaan Pandu Gempita, meliputi: 1. Pemetaan Sosial, Studi Etnografi, Kebutuhan/Penjajagan Awal, Studi Kelayakan
Analisis
Kegiatan ini dilakukan untuk menemukenali kondisi sosial budaya masyarakat lokal atau disebut juga sebagai kegiatan orientasi sosial dan wilayah sasaran Pandu Gempita. Kegiatan ini merupakan bagian dari proses Sosialisasi Awal, dilakukan setelah dan atau bersamaan dengan kegiatan Kunjungan Informal ke kelompokkelompok strategis di tingkat desa/kelurahan (melobi kelompok strategis) serta sebelum kegiatan Koordinasi Persiapan Sosialisasi Pandu Gempita di tingkat desa/kelurahan (komunitas lokal). Kondisi sosial budaya yang perlu ditemukenali dan atau perlu diorientasi adalah mencakup beberapa kondisi sebagai berikut :
Nilai-nilai apakah yang dianut oleh masyarakat secara dominan yang mampu menggerakkan masyarakat.
Kekuatan-kekuatan sosial apakah yang mampu mendatangkan perubahan-perubahan sehingga masyarakat dapat berubah dari dalam diri mereka sendiri.
Karakter
dan
karakteristik
masyarakat,
khususnya
dalam
menyikapi intervensi sosial.
Pola
informasi
dan
komunikasi
yang
terjadi
di
tengah
masyarakat, baik penyebaran informasi maupun dalam kerangka pembelajaran.
Media-media dan sumber belajar yang digunakan dan diyakini masyarakat sebagai sarana informasi dan pembelajaran.
Kekuatan-kekuatan sosial yang dominan di dalam kerangka perubahan sosial.
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku masyarakat.
a. Tujuan Pemetaan Sosial 1) Terpetakannya lokasi sasaran program. 2) Terpahaminya kondisi sosial masyarakat sasaran program
56
3) Tersedianya acuan dasar dalam penentuan pendekatan dan metoda pelaksanaan program 4) Tersedianya bahan penyusunan rencana kerja yang bersifat taktis terhadap permasalahan yang dihadapi. 5) Tersedianya acuan dasar untuk mengetahui terjadinya proses perubahan sikap dan perilaku pada masyarakat sasaran program b. Hasil yang Diharapkan Pemetaan sosial diharapkan menghasilkan data dan Informasi tentang : 1) Data
Demografi:
jumlah
penduduk,
komposisi
penduduk
menurut usia, gender, mata pencaharian, agama, pendidikan, dll. 2) Data Geografi: topografi, letak lokasi ditinjau dari aspek geografis, aksesibilitas lokasi, pengaruh lingkungan geografis terhadap, kondisi sosial masyarakat, dll. 3) Data Psikografi: nilai-nilai dan kepercayaan yang dianut, mitos, kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, karakteristik masyarakat, pola hubungan sosial yang ada, motif yang menggerakkan tindakan
masyarakat,
pengalaman-pengalaman
masyarakat
terutama terkait dengan mitigasi bencana, pandangan, sikap, dan perilaku terhadap intervensi luar, kekuatan sosial yang paling berpengaruh, dll. 4) Pola Komunikasi: media yang dikenal dan digunakan, bahasa, kemampuan baca tulis, orang yang dipercaya, informasi yang biasa dicari, tempat memperoleh informasi. c. Metode Pemetaan Sosial 1) Wilayah Sasaran Pemetaan Wilayah pemetaan sosial adalah setiap desa/kelurahan yang menjadi sasaran program Pandu Gempita. 2) Obyek Pemetaan Obyek yang dipetakan dalam kegiatan pemetaan sosial ini adalah meliputi : a) Tingkat aksesibilitas lokasi desa/kelurahan 57
b) Letak lokasi desa/kelurahan dari aspek geografis c) Sarana informasi yang dimiliki masyarakat d) Penyebaran atau konsentrasi PMKS dan PSKS e) Kegiatan kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat f) Hubungan sosial antar kelompok (Relasi-relasi sosial) g) Golongan masyarakat menurut agama, aliran kepercayaan, aliran politik, kepentingan, profesi, dll. h) Jenis-jenis profesi di kalangan masyarakat i) Tingkat mobilitas penduduk (baik mobilitas vertikal maupun mobilitas horizontal) j) Media-media
informasi
yang
digunakan
masyarakat,
termasuk media-media warga k) Tanggapan
masyarakat
terhadap
program-program
yang
diluncurkan pemerintah/non pemerintah l) Keterlibatan
masyarakat
dalam
program-program
yang
diluncurkan pemerintah/non pemerintah m) Pemeliharaan terhadap hasil-hasil program yang pernah diluncurkan pemerintah/non pemerintah n) Forum yang biasa digunakan masyarakat untuk menyikapin intervensi sosial o) Kebiasaan-kebiasaan
masyarakat
dalam
pengambilan
keputusan p) Cara-cara lingkungan
masyarakat fisik,
menanggulangi
masalah-masalah
masalah-masalah
sosial,
budaya
dan
mengantisipasi
dan
ekonomi masyarakat q) Cara
dan
kebiasaan
masyarakat
menanggulangi bencana dan permasalahan sosial lainnya. 3) Metode Pengumpulan Data a) Mengumpulkan data sekunder dengan cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang dibutuhkan (dokumentasi) diambil dari kelurahan, kecamatan, kabupaten dan atau sumbersumber lainnya.
58
b) Mengumpulkan data primer dengan cara : (1) Wawancara bersturktur maupun wawancara mendalam terhadap anggota masyarakat yang dianggap mengetahui informasi yang diperlukan (lurah, BPD, dan pimpinan lembaga-lembaga lokal, pemuka masyarakat, pemuka agama, dll) (2) Observasi (pengamatan langsung): terhadap kondisikondisi lingkungan fisik, lingkungan sosial, hubungan sosial, kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat, dll. (3) Diskusi dengan kelompok-kelompok masyarakat. 4) Metode Analisa Data a) Analisa dilakukan dengan menggunakan metode triangulasi yakni dengan cara melakukan cek dan ricek atas informasi yang diterima untuk melihat persamaan dan keselarasan, dan juga perbedaan. b) Hasil
triangulasi
selanjutnya
disusun
ke
dalam
suatu
rangkuman secara deskriptif, dengan melihat persamaan dan perbedaan pendapat dan pandangan yang ada di masyarakat c) Setelah
deskripsi
dilakukan
analisa
pengambilan
(RKTL/Perumusan
disusun
kesimpulan
pendekatan,
maka
selanjutnya
dan
rekomendasi
metode
dan
strategi
pendampingan/ pemberdayaan masyarakat). d. Tahapan Pelaksanaan Pemetaan Sosial Kegiatan pemetaan sosial dilaksanakan oleh Tim Fasilitator di masing-masing wilayah sasaran program dengan tahapan kegiatan sebagai berikut : 1) Tahap Persiapan a) Menyiapkan SOP Pemetaan Sosial (Orientasi Sosial dan b) Wilayah) dan mendesiminasi SOP. c) Mendetailkan
SOP
agar
implementatif
pelatihan kepada Tim Fasilitator.
59
dan
memberikan
d) Fasilitator
menyusun
RKTL
dan
jadwal
pelaksanaan
Pemetaan Sosial sesuai alokasi waktu yang tersedia dalam jadwal master 2) Tahap Pelaksanaan a) Fasilitator membagi peran dalam tim masing-masing sesuai RKTL yang telah disusun b) Fasilitator melaksanakan kegiatan pemetaan sosial sesuai dengan pembagian peran masing-masing 3) Tahap Pelaporan a) Fasilitator menyusun laporan hasil pemetaan sosial yang dilaksanakan b) Fasilitator menyampaikan laporan hasil pemetaan sosial e. Monitoring dan Evaluasi 1) Melakukan monitoring dan uji petik ke lapangan terkait dengan beberapa kegiatan sebagai berikut : a) Kegiatan pembekalan fasilitator b) Kegiatan pemetaan sosial c) Kegiatan penyusunan laporan hasil pemetaan sosial 2) Melakukan evaluasi terhadap hasil pemetaan sosial yang telah dilaksanakan. f. Instrumen yang Diperlukan Kegiatan pemetaan sosial memerlukan beberapa instrumen sebagai berikut : 1) Panduan Teknis tentang Metode Pengumpulan Data (Wawancara Terstruktur, Wawancara Mendalam, Observasi, dan FGD) 2) Format isian data sesuai kebutuhan dalam proses pemetaan sosial. 3) Format Laporan Hasil Pemetaan Sosial. 2. Penjangkauan/ Pendampingan / Bimbingan Sosial Kegiatan ini merupakan suatu konsep pengembangan masyarakat dilandasi pandangan adanya kesadaran baru bahwa masyarakat bukanlah pihak yang tidak tahu dan tidak mau maju. Sebaliknya, 60
masyarakat adalah pihak yang mau, memiliki pengetahuan lokal, mempunyai potensi besar serta kearifan tradisional. Penjangkauan/pendampingan/bimbingan sosial pada dasarnya merupakan
upaya
untuk
menyertakan
masyarakat
dalam
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki sehingga mampu mencapai
kualitas
dilaksanakan keputusan
kehidupan
untuk
berbagai
yang
lebih
baik.
memfasilitasi
pada
proses
kegiatan
masyarakat,
membangun
pendapatan,
melaksanakan
mengembangkan
yang
terkait
dalam
usaha
berskala
perencanaan
dan
pelaksanaan
ini
pengambilan
dengan
kemampuan yang
Kegiatan
kebutuhan
meningkatkan bisnis
serta
kegiatan
yang
partisipatif. Penjangkauan/pendampingan/bimbingan
sosial
sebagai
pendekatan Pandu Gempita menitikberatkan pada upaya perbaikan sistem kelembagaan (pembangunan kapasitas) dan aspek manajerial. Dilakukan secara intensif dan berkelanjutan, dengan melibatkan secara
aktif
pendamping
yang
kompeten.
Dalam
pelaksanaan
pendampingan Pandu Gempita diperlukan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas serta mampu berperan sebagai fasilitator, komunikator dan dinamisator selama kegiatan berlangsung dan berfungsi sebagai konsultan sewaktu diperlukan. Perubahan perilaku untuk mandiri dan kreatif dalam penanganan masalahan kesejahteraan sosial merupakan fokus program pendampingan Pandu Gempita. Tenaga pendamping berasal dari luar komunitas (diutamakan pekerja sosial). a. Maksud dan Tujuan 1) Maksud Penjangkauan/pendampingan/bimbingan sosial Pandu Gempita dimaksudkan sebagai upaya fasilitatasi, mediasi, advokasi dan motivasi
dalam
rangka
meningkatkan
kemampuan
serta
aksesitas dalam menemukenali permasalahan, potensi
dan
sumber daya yang ada di lingkungannya, sehingga mampu
61
merencanakan,
mengorganisasikan,
melaksanakan,
maupun
mengendalikan program/kegiatan dengan optimal. 2) Tujuan Tujuan penjangkauan/pendampingan/bimbingan sosial Pandu Gempita adalah: a) Memperkuat kelembagaan sosial, sehingga dapat menjadi penggerak penyelenggaraan kesejahteraan sosial. b) Menumbuhkan
dan
mengembangkan
pelayanan
kesejahteraan sosial sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. c) Memperkuat sistem ketahanan sosial pada tingkat individu, keluarga/rumahtangga dan komunitas. d) Membangun
mekanisme
pengambilan
keputusan
secara
partisipatif dalam semua aspek pengelolaan sumberdaya masyarakat. e) Meningkatkan peran serta aparat, tokoh masyarakat dan pilar-pilar
partisipan
sosial
dalam
memperkuat
sistem
kesejahteraan sosial nasional. b. Sasaran 1) Sasaran Subjek a) Warga Kabupaten/Kota b) PMKS dan PSKS c) Aparat Pemerintah 2) Sasaran Lokasi Pendampingan dilaksanakan di wilayah kerja Pandu Gempita yang didampingi, baik pada level Kabupaten/kota maupun lokal. 3) Sasaran Target Pencapaian Secara umum target pencapaian kegiatan pendampingan Pandu Gempita adalah sebagai berikut: a) Tercapainya penguatan Pandu Gempita, sehingga dapat menjadi
pengungkit
pemenuhan
kebutuhan
peningkatan kesejahteraan masyarakat .
62
dasar
dan
b) Tercapainya pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, utamanya bagi PMKS. c) Tercapainya penguatan sistem ketahanan sosial pada tingkat individu, keluarga/rumahtangga dan komunitas. d) Terbangunnya mekanisme pengambilan keputusan secara partisipatif dalam semua aspek pengelolaan sumberdaya masyarakat. e) Tercapainya masyarakat
peningkatan dan
peran
pilar-pilar
serta
partisipan
aparat,
tokoh
sosial
dalam
memperkuat sistem kesejahteraan sosial nasional. Mengacu pada kedudukan sasaran subjek dalam Pandu Gempita seperti tersebut di atas, maka tingkat/level penjangkauan/ pendampingan/bimbingan
sosial
dan
target
capaian
yang
diharapkan sebagai berikut: Matrik Tingkat atau level Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan Sosial dan Target Capaian Pandu Gempita No 1.
2.
3.
Level Pendamping an Individu, keluarga dan masyarakat (komunitas) Lembaga (Pandu Gempita) Kabupaten/ kota
Target Pencapaian Adanya perkembangan terhadap: Pola Pikir Pola Sikap Pola Tindak Berkembangnya nilai-nilai dan struktur social baru. Kelembagaan makin efektif menstimuli dan menggerakkan sistem kesejahteraan sosial. Adanya kebijakan baru yang mengubah pola hubungan dan distribusi kekuasaan yang lebih berpihak pada masyarakat/warga.
c. Strategi Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan Sosial Dalam rangka mencapai tujuan sesuai sasaran sepereti tersebut di atas, maka perlu menentukan strategi penjangkauan/ pendampingan/bimbingan sosial Pandu Gempita, yang meliputi: 63
Matrik Strategi Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan Sosial Pandu Gempita No 1.
2
3
4
Strategi Penguatan kelembagaan Pandu Gempita
Uraian Kegiatan Konsolidasi Struktur Internal untuk Pembenahan struktur organisasi Merikrut pimpinan yang kapabel Optimalisasi pelayanan kepada masyarakat dengan melakukan pembenahan sistem/norma-norma organisasi Penerbitan dokumentasi administrasi dan pembukuan secara profesional, transparan dan akuntabel Pengembang Konsolidasi jaringan internal an Kejelasan informasi dan nilai Jaringan/ hubungan kemitraan dengan Kemitraan meningkatkan kemampuan Pandu pelayanan kesejahteraan sosial, Gempita khususnya terhadap PMKS Mendorong munculnya inovasi dalam pelayanan kesejahteraan sosial Melakukan diversifikasi pelayanan kesejahteraan sosial Terjadinya sinergi dalam hubungan kerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam sistem Pandu Gempita Penggalian Optimalisasi pendayagunaan sistem sumber daya untuk sumber penyelenggaraan kesejahteraan kesejahteraa sosial n sosial Optimalisasi penggunaan sumberdaya secara efektif dan efisien Pendistribusian pelayanan secara adil dan merata Meningkatka Mensinergikan pelaksanaan Pandu n peran Gempita dari, oleh dan untuk semua serta komponen masyarakat. masyarakat, aparat pemerintah desa dan 64
tokoh masyarakat dalam Pandu Gempita d. Lingkup Kerja Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan Sosial Lingkup
kerja
Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan
Sosial
Pandu Gempita, meliputi: Perencanaan,
yakni
membantu
masyarakat
dalam
menyusun
rencana dan target penyelenggaraan kesejahteraan sosial ke depan secara terukur, terarah, dan wajar. 1) Pengorganisasian,
yakni
membantu
masyarakat
dalam
pengkoordisasian program/kegiatan yang akan dilakukan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2) Implementasi, yakni membantu masyarakat dalam menjalankan rencana yang telah disusunnya, membantu mencarikan solusi ketika menghadapi kendala dan permasalahan. 3) Pengendalian, yaitu membantu masyarakat dalam pemantauan, supervisi,
evaluasi
dan
pelaporan
dalam
rangka
turut
memberikan penilaian atas kinerja yang dicapai lembaga, dan membantu
dalam
menemukan
penyebab
terjadinya
penyimpangan dari target yang telah dibuat. 4) Pengembangan,
yakni
turut
membantu
dalam
menyusun
rencana pengembangan dari hasil yang telah dicapai selama ini. e. Prinsip Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan Sosial Prinsip-prinsip pendampingan yang dapat digunakan sebagai panduan dalam upaya pelaksanaan Pandu Gempita meliputi: 1) Prinsip Kemitraan Pandu Gempita dibangun dari, oleh dan untuk kepentingan masyarakat dan desa. Selain dengan anggota Pandu Gempita sendiri, kerjasama juga dikembangkan dengan mitra kerjanya, agar
upayanya
berkembang, 65
sehingga
dapat
memenuhi
kebutuhan
dasar
dan
meningkatkan
kesejahteraan
sosial
masyarakat desa. 2) Prinsip Keberlanjutan Seluruh
kegiatan
penumbuhan
dan
pengembangan
diorientasikan pada terciptanya sistem dan mekanisme yang mendukung
pemberdayaan
Pandu
Gempita
secara
berkelanjutan. Berbagai kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan yang memiliki potensi untuk berlanjut di kemudian hari. 3) Prinsip Keswadayaan Anggota dan pengelola Pandu Gempita diberi motivasi dan didorong untuk berusaha atas dasar kemauan dan kemampuan sendiri dan tidak selalu tergantung pada bantuan dari luar. 4) Prinsip Kesatuan Pandu Gempita tumbuh dan berkembang sebagai satu kesatuan yang utuh. Tim pusat hingga lokal beserta segenap masyarakat merupakan pemacu dan pemicu kemajuan. Prinsip ini menuntut para pendamping untuk memberdayakan seluruh subjek dan sekaligus objek Pandu Gempita dapat berperan serta dalam meningkatkan kesejahteraan sosial. 5) Prinsip Belajar Menemukan Sendiri Pandu Gempita tumbuh dan berkembang atas dasar kemauan dan kemampuan warga desa beserta aparatnya untuk belajar menemukan sendiri apa yang mereka butuhkan dan apa yang akan mereka kembangkan, termasuk upaya untuk mengubah penghidupan dan kehidupannya. f. Jenis dan Tahapan Kegiatan Penjangkauan/Pendampingan/ Bimbingan Sosial 1) Jenis Kegiatan Penjangkauan/Pendampingan/Bimbingan Sosial Fokus dari serangkaian kegiatan Penjangkauan/Pendampingan/ Bimbingan Sosial Pandu Gempita seperti tersebut di atas, diarahkan pada upaya-upaya sebagai berikut: 66
a) Memotivasi partisipasi sosial masyarakat dalam pelaksanaan Pandu Gempita. b) Memantapkan penyusunan Rencana Kerja. c) Memfasilitasi lembaga dalam peningkatan dan perluasan pelayanan kesejahteraan sosial. d) Memfasilitasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dalam rangka pelaksanaan Pandu Gempita. e)
Mengembangkan kemitraan strategis dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
f)
Memperkuat sistem administrasi Pandu Gempita.
g)
Membuat laporan monitoring dan evaluasi.
2) Tahapan Kegiatan Pendampingan Pendampingan terhadap Pandu Gempita selayaknya memiliki tahap-tahap kegiatan agar lebih terarah dan dapat dipahami kapan program
akan
berakhir.
Tahap-tahap
ini
pada
hakikatnya
merupakan target atau sasaran yang ingin dicapai pada kurun waktu tertentu. Tahapan kegiatan pendampingan adalah sebagai berikut: a) Tahap Awal/persiapan (1) Membuat kesepakatan antara penyelenggara Pandu Gempita dengan
pendamping
tentang
fokus,
waktu,
dan
cara
melakukan pendampingan. (2) Mengumpulkan data melalui observasi, wawancara dan pencatatan. b) Tahap Pelaksanaan (1)
Mendefinisikan
keanggotaan
atau
siapa
yang
akan
dilibatkan pengalaman dan perbedaan-perbedaan. (2)
Mendefinisikan tujuan keterlibatan.
(3)
Mendorong komunikasi dan relasi, serta menghargai keterampilan.
(4)
Memfasilitasi keterikatan dan kualitas sinergi sebuah sistem: menemukan kesamaan dan perbedaan. 67
(5)
Memfasilitasi
pendidikan/pelatihan:
membangun
pengetahuan dan dalam pelaksanaan kegiatan. (6)
Memberikan
model
atau
pemecahan
masalah
contoh
bersama:
dan
memfasilitasi
mendorong
kegiatan
kolektif. (7)
Mengidentifikasi
masalah-masalah
yang
akan
dipecahkan. (8)
Memfasilitasi penetapan tujuan.
(9)
Merancang solusi-solusi alternatif.
(10)
Mendorong pelaksanaan tugas.
(11)
Memelihara relasi system.
(12)
Memecahkan konflik.
c) Tahap Pasca Pendampingan Mengembangkan Rencana Tindak Lanjut (RTL) 3. Penataan dan pembangunan permukiman, sanitasi lingkungan, sarana prasarana pelayanan sosial dasar dan pengembangan infrastruktur sosial ekonomi secara terpadu. a. Permasalahan umum 1) Ketidaksesuaiannya persediaan dan permintaan sarana dan prasarana. 2) Pesatnya pertumbuhan penduduk yang tidak sebanding dengan penyediaan sarana dan prasarana permukiman menyebabkan permasalahan yang serius. Perpindahan penduduk ini terkait erat dengan kegiatan ekonomi dan pembangunan sarana dan prasarana yang masih terpusat di perkotaan. 3) Meningkatnya arus migrasi akibat semakin timpangnya perkembangan antar wilayah sehingga penyebaran penduduk tidak merata 4) Menurunnya kualitas permukiman, seperti : a) Kepadatan permukiman yang terlalu tinggi. b) Taman dan ruang terbuka semakin berkurang. c) Jaringan air bersih, listrik, pembuangan air kotor tidak memadai.
68
d) Tingkat pelayanan dan fasilitas umum seperti sekolah, tempat pertemuan dan olahraga, serta rekreasi semakin menurun. e) Ciri khas atau karakter spesifik permukiman daerah setempat semakin terkikis. b. Tujuan Terciptanya sarana dan prasarana kawasan permukiman menuju ‘sehat dan kondusif” c. Sasaran 1) Kampung dalam Kota 2) Permukiman tradisional di perkotaan, 3) Permukiman yang tidak didukung sarana dan prasarana yang memadai 4) Permukiman yang kurang sehat, 5) Penduduk yang mayoritas bekerja di sektor informal. 6) Terbentuknya permukiman secara spontan tanpa perencanaan d. Kriteria Sasaran : 1) Kepadatan penduduk 250 -400 jiwa/ha (untuk wilayah perkotaan) 2) Jalan-jalan sempit tidak dapat dilalui kendaraan roda empat, cendrung berupa jalan tanah, belum berupa perkerasan. 3) Fasilitas drainase sangat tidak memadai sehingga ketika hujan sangat mudah tergenang air. 4) Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim. 5) Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan sumur dangkal, air hujan atau membeli secara kalengan. 6) Tata bangunan sangat tidak teratur, bangunan umumnya tidak permanen. 7) Rawan terhadap penularan penyakit akibat kepadatan yang tinggi. 8) Pemilikan hak terhadap lahan sering ilegal. e. Komponen Kegiatan Komponen kegiatan penataan dan pembangunan permukiman, penataan sanitasi lingkungan, peningkatan sarana prasarana pelayanan sosial dasar dan pengembangan infrastruktur sosial ekonomi secara terpadu 1) Jalan/gang/pedestrian. 2)
Rumah. 69
3)
Rumah Ibadah.
4)
Warung.
5)
Pasar Tradisional.
6)
Ruang Terbuka.
7)
Stasiun Kereta Api.
8)
Sekolah.
9)
Pusat Kesehatan Masyarakat.
10)
Pusat Pertemuan Rakyat.
11)
Keberadaan Situ di sekitar permukiman.
12)
Sarana komunikasi umum.
13)
Drainasi.
4. Diversifikasi dan Pengembangan Usaha Ekonomi Sesuai dengan potensi dan Sumber Lokal Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, angkatan kerja pedesaan terus bertambah, sementara pertambahan luas lahan pertanian yang relative tidak meningkat secara signifikan, sehingga penyerapan tenaga kerja di sector pertanian menjadi tidak produktif. Disisi lain, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di pedesaan relatif rendah yang menyebabkan pemanfaatan Sumer Daya Alam (SDA) yang cenderung tidak dimanfaatkan dengan baik. Untuk mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan desa, maka upaya konprehensif yang dilakukan adalah dengan menitikberatkan
pada
pemberdayaan
ekonomi
masyarakat
di
perdesaan. a. Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat dan Wilayah/Daerah Dengan memperhatikan masalah dan tantangan yang dihadapi serta peluang yang ada dan berdasarkan misi yang diemban, maka kebijakan pemberdayaan masyarakat dirumuskan sebagai berikut: 1)
Pemberdayaan diarahkan pada penyelenggaraan mekanisme demokrasi.
2)
Pemberdayaan didasarkan atas potensi dan sumber daya lokal. 70
3)
Pemberdayaan dilakukan melalui pengembangan inisiatif lokal.
4)
Pemberdayaan dijalankan dengan cara fasilitasi, komunikasi, penguatan inisiatif dan pemberian penghargaan.
5)
Pemberdayaan
dilakukan
dalam
rangka
mewujudkan
penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dalam kemandirian
kerangka
meningkatkan
masyarakat,
maka
kemampuan
pendekatan
yang
serta perlu
dikembangkan adalah sebagai berikut. 1)
Menempatkan
masyarakat
sebagai
subjek
dan
sekaligus
subjek dalam proses pemberdayaan masyarakat dan desa. 2)
Mengembangkan
usaha
ekonomi
produktif
untuk
meningkatkan pendapatan serta kesejahtraan masyarakat dan desa. 3)
Optimalisasi peran aktif serta kemandirian masyarakat dan desa dalam proses pemberdayaan.
4)
Mengembangkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dan desa.
5)
Optimalisasi
manfaat
serta
pelestarian
hasil
untuk
keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat dan desa. Pokok-pokok kebijakan program pemberdayaan masyarakat meliputi beberapa hal sebagai berikut. 1)
Mengembangkan kemampuan serta kemandirian masyarakat melalui pemberdayaan di segala bidang kehidupan.
2)
Pembangunan
yang
berpusat
pada
manusia,
yaitu
menempatkan masyarakat sebagai subjek atau pelaku utama dalam
proses
pengelolaan
pembangunan
melalui
pengembangan kemampuan dan kemandirian masyarakat, peningkatan
partisipasi/peran
aktif
masyarakat,
serta
pengembangan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan pembangunan.
71
3)
Pemberdayaan yang meliputi, (a) aspek ekonomi, yaitu upaya pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat, (b) aspek sosial budaya, yaitu pemantapan nilai-nilai sosial budaya lokal sebagai pengatur sikap dan prilaku bersama menuju keharmonisan kehidupan masyarakat, (c) aspek politik, yaitu pengembangan demokratisasi dalam proses pengelolaan
pembangunan
pemerintahan,
(d)
aspek
dan
penyelenggaraan
lingkungan,
yaitu
peran
aktif
masyarakat dalam mendayagunakan Sumber Daya Alam (SDA) dan melestarikan lingkungan agar dapat digunakan secara berkelanjutan. b. Program Pemberdayaan Masyarakat dan Wilayah/daerah Program dan kegiatan prioritas pemberdayaan meliputi: 1) Penataan dan pemantapan kelembagaan badan pemberdayaan masyarakat
di
daerah,
yaitu
bimbingan,
supervisi,
dan
pengawasan dalam pembentukan organisasi perangkat daerah, khususnya pembentukan Badan/Kantor pemberdayaan. 2) Pemantapan
dan
peningkatan
kapasitas
penyelenggaraan
pemerintahan, yaitu mengatur penetapan dan penegasan batas wilayah/daerah, penggabungan
pembentukan (desa,
dan
kecamatan)
penghapusan penggabungan
atau desa,
perubahan status menjadi kelurahan, tata cara pelaporan dan pertanggungjawaban
penyelenggaraan
pemerintahan,
pengelolaan keuangan, dan kerja sama wilayah/daerah. 3) Akselerasi berorientasi
program/kegiatan pemberdayaan
pembangunan
masyarakat,
yaitu
berbasis (a)
dan
Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), (b) pemantapan peran kelembagaan dan kader pemberdayaan masyarakat, (c) pengembangan lembaga ekonomi dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat,
(d)
peningkatan
ketahanan
dan
kesejahtraan
keluarga, dan (e) pendayagunaan teknologi tepat guna dan pelestarian lingkungan.
72
4) Percepatan
penanggulangan
kemiskinan
melalui
Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). 5) Peningkatan kegiatan sosial ekonomi masyarakat melalui (a) penguatan lembaga keuangan mikro dalam penyediaan kredit modal
usaha,
(b)
pengembangan
infrastruktur
sosial
dan
ekonomi wilayah untuk mendukung percepatan pembangunan ekonomi
masyarakat,
(c)
pengembangan
cadangan
pangan
melalui lumbung pangan masyarakat, dan (d) penguatan peran pasar dalam memasarkan produk masyarakat. 5. Pengembangan Sistem Rujukan dan Kemitraan 1) Sistem Rujukan dan Kemitraan dalam Pelayanan Kesejahteraan Sosial: a)
Dilaksanakan
secara
berjenjang,
mulai
dari
pelayanan
kesejahteraan sosial tingkat pertama/dasar yang berlanjut sampai dengan tingkat diatasnya. b)
Pelayanan kesejahteraan sosial tingkat lanjutan/di atasnya hanya dapat diberikan atas rujukan pelayanan di bawahnya, kecuali
dalam
keadaan
rescue;
bencana;
kekhususan
permasalahan; dan pertimbangan geografis. c)
Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan dan peningkatan
efektifitas
pelayanan
kesejahteraan
sosial
rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan sesuai kebutuhan klien. d)
Keseluruhan
pelayanan
sesuai
dengan
levelnya
dibatasi
dengan parameter standar yang terukur secara jelas 2) Tata Cara Rujukan: a. Rujukan Vertikal :
Antar pelayanan kesejahteraan sosial yang berbeda tingkatan dari yang lebih rendah/dasar ke yang lebih tinggi atau sebaliknya.
b.Rujukan Horizontal : Antar pelayanan kesejahteraan dalam satu tingkatan 73
sosial
6. Peningkatan Akses Terhadap Pelayanan Sosial Dasar Permasalahan
penting
yang
Penyelenggaraan kesejahteraan sosial aksesibilitas terutama
terhadap
pada
pelayanan
kelompok
masih
dalam
saat ini adalah terbatasnya
sosial
penduduk
dihadapi
dasar
miskin,
yang berkualitas, penduduk
daerah
tertinggal, terpencil dan di daerah perbatasan serta pulau-pulau terluar. hal ini, antara lain, disebabkan oleh karena kendala jarak, biaya dan kondisi fasilitas yang masih minim. Kelompok kurang mampu/miskin pada umumnya mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan status
kesejahteraan
rata-rata
penduduk.
Rendahnya
tingkat
kesejahteraan penduduk miskin/kurang mampu terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan sosial dasar akibat kendala
geografis
dan
kendala
biaya.
Selain
itu,
penduduk
miskin/kurang mampu belum seluruhnya terjangkau oleh sistem jaminan/asuransi sosial. Asuransi sosial sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial sosial hanya menjangkau 18,7 persen penduduk. Walaupun Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Badan Penyelenggara Jaminan Kesejahteraan Sosial (BPJS) telah ditetapkan serta didirikan, pengalaman di berbagai wilayah
menunjukkan
bahwa
keterjangkauan
penduduk
miskin
terhadap pelayanan sosial dasar belum cukup terjamin. Meskipun pelayanan sosial dasar bagi penduduk miskin telah tersedia, belum semua memanfaatkan pelayanan ini karena mereka tidak mampu menjangkau fasilitas pelayanan yang disediakan akibat kendala biaya, jarak dan transportasi. Permasalahan lainnya yang berkaitan dengan distribusi kartu miskin adalah penyalahgunaan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) oleh orang yang tidak berhak.
74
Banyak pihak yang mengharapkan bahwa asuransi sosial dapat menjadi cikal bakal asuransi kesejahteraan sosial nasional. Namun, banyak hal dari sistem dan pengelolaannya yang perlu disempurnakan.
7.Kegiatan Pelayanan Khusus bagi Anak-Anak, Perempuan, Lansia, ODK dan Lainnya. Kebutuhan merupakan
kabupaten/kota
suatu
kesetiakawanan
bentuk
sosial
dan
ramah
respon
logis
kontribusi
PMKS untuk seluruh
pada
dasarnya
promosi warga
rasa dalam
mempertahankan keberlangsungan kabupaten/kota. Bagaimana merumuskan kriteria sebuah kabupaten/kota ramah PMKS;
Kabupaten/kota ramah PMKS paling kurang memenuhi
8
standar kehidupan, yaitu: 1) Tersedia fasilitas umum untuk semua warga, seperti; ruang terbuka
dan
bangunan
dengan
lingkungan
yang
bersih,
menyenangkan dan tidak bising; taman yang menyenangkan; jalan yang cukup lebar, aman dan pedestrian serta trotoar yang cukup lebar untuk pejalan kaki; bangunan yang memiliki aksesibilitas cukup dan toilet umum yang bersih; 2) Transportasi;
jadwal angkutan yang tepat, ada prioritas jalan
masuk dan tempat duduk untuk lansia, perempuan dan anak-anak serta penyandang disabilitas. Kendaraan yang tangganya rendah, lantainya rendah dan tempat duduk yang nyaman, supir yang sopan dan mau berhenti sabar menunggu penumpang, informasi yang jelas, tempat parkir yang yang mudah terjangkau dekat dengan gedung, tidak deskriminatif dan lain-lain; 3) Tersedia lingkungan perumahan untuk semua golongan warga masyarakat yang menyenangkan serta memiliki aksesibilitas yang dibutuhkan.
75
4) Partisipasi Sosial; diantaranya adalah menyediakan tempat untuk berkumpulnya warga masyarakat tidak terkecuali masyarakat kelas bawah (marjinal) untuk melaksanakan aktivitas seperti usaha, olah raga, pelayanan kesehatan, pendidikan dan pemenuhan kebutuhan sosial dasar lainnya. 5) Penghormatan
dan
penghargaan
dari
lingkungan
socialnya.
Penghormatan terhadap PMKS diharapkan dari seluruh warga kabupaten/kota tanpa kecuali. PMKS ini dimudahkan dalam berbagai kegiatan dan mendapat dukungan dari semua pihak, baik oleh pemerintah, masyarakat maupun swasta. 6) Partisipasi dan pekerjaan; pada dasarnya PMKS tidak seluruhnya tidak berdaya, kebanyakan malah masih cukup potensial sehingga membutuhkan kegiatan dan lapangan pekerjaan. 7) Informasi dan komunikasi; PMKS diharapkan dapat bertemu dalam pertemuan publik dipusat komunitas sehingga mereka dapat menerima
dan
mengakses
informasi
yang
diperlukan untuk
mereka. Komunikasi ini diharapkan dapat disampaikan dengan bahasa yang sederhana dan bila perlu dicetak dalam bentuk leaflet ataupun brosur dengan huruf yang cukup jelas dibaca oleh PMKS. 8) Tersedia pelayanan sosial dasar yang memadahi, seperti layanan pendidikan, kesehatan dan bantuan sosial. 8.Perlindungan Hak Ulayat, Hukum Adat, Ilmu Pengetahuan dan Kearifan Lokal, Advokasi dan Legislasi. Hak ulayat, hukum adat, ilmu pengetahuan dan kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat di Indonesia harus diangkat dan dilindung. Upaya ini penting untuk memberi manfaat yang lebih baik kepada masyarakat. Selama ini telah banyak eksploitasi sumberdaya alam maupun sosial, namun masyarakat lokal pemilik kekayaan tidak mendapat manfaatnya secara optimal.
76
Pembangunan
ekonomi
boleh
jalan
tapi
masyarakat
dan
lingkungan harus tetap lestari. Oleh karena itu, memperjuangkan masyarakat melindungi hak ulayat dan kearifan local menjadi bagian penting dari Pandu Gempita. Pembangunan yang berkelanjutan harus melihat
pada
lingkungan
karena
lingkungan
yang
menjamin
keberlangsungan pembangunan tersebut. Terkait dengan hal ini, maka dipandang perlu untuk senantiasa menjaga hak ulayat, hukum adat, ilmu pengetahuan dan kearifan lokal yang berlaku di masing-masing daerah agar tidak punah. Hal itu memiliki tujuan untuk melindungi hak ulayat, hukum adat,
ilmu
pengetahuan
pemanfaatannya
dan
kearifan
lokal,
mengendalikan
serta menjamin pemenuhan hak masyarakat dan
menjadi dasar kebijakan perlindungan dan pengelolaan yang dapat digunakan sebagai pengembangan kebijakan publik baik di tingkat internasional, nasional, maupun daerah. Pemerintah
kabupaten/kota
sebagai
pemegang
otoritas
berwenang untuk hak ulayat, hukum adat, ilmu pengetahuan dan kearifan lokal. Untuk mengimplementasikan hal tersebut maka pemerintah perlu melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Mengatur dan mengembangkan kebijakan perlindungan hak ulayat, hukum adat, ilmu pengetahuan dan kearifan lokal. 2) Mengatur pemanfaatan dan pengelolaan hak ulayat, hukum adat, ilmu pengetahuan dan kearifan. 3) Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang lain atau subyek hukum lainya serta pembuatan hukum terhadap sumber sumberdaya, termasuk sosial kapital. 4) Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial. 5) Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi hak ulayat, hukum adat, ilmu pengetahuan dan kearifan lokal sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 9. Transformasi Strategi Untuk Keberlanjutan Program
77
Kegiatan pada tahap transformasi strategi pelaksanaan Pandu Gempita meliputi: a. Fasiilitasi dalam rangka Optimalisasi Manfaat 1) Mengoptimalkan partisipasi sosial masyarakat sebagai modal sosial. 2) Mengefektifkan
pemeliharaan
dan
pelestarian
hasil-hasil
pelaksanaan Pandu Gempita 3) Mengoptimalkan pemanfaatan hasil pelaksanaan Pandu Gempita untuk
sebanyak-banyaknya
meningkatkan
taraf
kesejahteraan
sosial masyarakat. b. Fasilitasi dalam rangka Pelestarian 1)
Melembagakan pelaksanaan Pandu Gempita.
2)
Melakukan rekonsiliasi dan penilaian kinerja pelaksanaan Pandu Gempita.
c. Fasilitasi dalam rangka Pengembangan 1)
Memperbesar
jumlah
penerima
manfaat
dan
memperluas
jangkauan pelayanan dalam pelaksanaan Pandu Gempita secara efektif dan efisien. 2)
Deversifikasi
dan
peningkatan
kegiatan
dalam
rangka
pelaksanaan Pandu Gempita. 3)
Meningkatkan
kuantitas
dan
kualitas
pelayanan
dalam
pengendalian
dalam
pelaksanaan Pandu Gempita. 4) Meningkatkan
kuantitas
dan
pelaksanaan Pandu Gempita.
78
kualitas
BAB V ORGANISASI PELAKSANAAN DAN MEKANISME KERJA Pandu Gempita dilakukan secara terorganisir dan berkelanjutan, sehingga pada tahap awal ini dapat diharapkan mampu mewujudkan pengembangan model kebijakan, strategi dan program kesejahteraan sosial secara terpadu dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan serta masalah sosial lainnya. Dengan demikian pada gilirannya nanti dapat diadopsi oleh Kabupaten/kota lain di seluruh Indonesia menuju terwujudnya sistem kesejahteraan sosial nasional yang inovatif dan kompetitif. Untuk itu, diperlukan dukungan dari semua pihak, termasuk Pemerintah Provinsi, pendamping, pilar-pilar partisipan sosial dan instansi/lembaga sektoral terkait dalam pelaksanaannya. A. Struktur Organisasi 1. Pemerintah (Pusat) a. Pemerintah (pusat) cq Kementerian Sosial RI adalah penanggung jawab program dan kegiatan Pandu Gempita. b. Untuk mendukung pelaksanaan program tersebut dibentuk Unit Pelayanan
Terpadu
dan
Gerakan
Masyarakat
Peduli
Kabupaten/Kota (UP Pandu Gempita) Pusat yang berkedudukan di Kementerian Sosial RI . c. UP Pandu Gempita
(pusat) mewadahi dua komponen, masing-
masing adalah Tim Koordinasi Pandu Gempita
(pusat) pada
level kebijakan dan Tim Teknis (pusat) untuk operasionalisasi program. d. Kementerian/lembaga sektoral pada tingkat pusat berperan sebagai penyalur bantuan sosial 2. Pemerintah Provinsi a. Pada tingkat provinsi dibentuk Unit Pelayanan Terpadu dan Gerakan
Masyarakat
Peduli
Kabupaten/Kota
(UP
Pandu
Gempita) yang berkedudukan di Dinas/instansi Sosial Provinsi.
79
b. UP Pandu Gempita Provinsi mewadahi Tim Koordinasi Pandu Gempita Provinsi. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota a. Pada tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Unit Pelayanan Terpadu dan
Gerakan
Masyarakat
Peduli
Kabupaten/Kota
yang
berkedudukan di Dinas/instansi Sosial Kabupaten/Kota. b. UP Pandu Gempita Kabupaten/Kota mewadahi Tim Koordinasi Pandu Gempita Kabupaten/Kota. c. Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan, maka pada tingkat Kabupaten/Kota dapat dibentuk UP Pandu Gempita lokal. e. Dinas/instansi/lembaga sektoral pada tingkat Kabupaten/Kota berperan sebagai pemberi layanan atau penyalur bantuan sosial setelah
mendapat
persetujuan
pusat
kesejahteraan
sosial/
layanan satu atap. 4. Kecamatan Tanggung jawab teknis pelaksanaan kegiatan ini berada pada pemerintah tingkat kecamatan. Mereka adalah para petugas penyalur bantuan yang secara sinergis bersama-sama SDM Kesejahteraan Sosial (Pendamping Pandu Gempita, Peksos, TKSM dan Relawan Sosial) sebagai ujung tombok pelaksanaan di lapangan.
80
Struktur
organisasi
pelaksanaan
Pandu
Gempita
dapat
digambarkan dalam bentuk diagram sebagai berikut: Tim Koordinasi Pandu Gempita Pusat & Tim Teknis
Kemensos RI UP Pandu Gempita Pusat
Lembaga Penyalur bantuan Sosial
Pusat UP Pandu Gempita Dinasos Provinsi
Tim Koordinasi Pandu Gempita Provinsi
Provinsi
UP Pandu Gempita Dinasos Kabupaten/kota
Tim Koordinasi Pandu Gempita Kabupaten/Kota
Kabupaten/ Kota
UP Pandu Gempita Lokal
Pendamping, Peksos, TKSM Relawan Sosial
Lembaga Penyalur bantuan Sosial
Kecamatan
Gambar 5.1. Struktur Organisasi Pelaksanaan Pandu Gempita
B. Tugas dan Fungsi 1. Kementerian Sosial RI Kementerian Sosial RI melalui UP Pandu Gempita Pusat sebagai penanggung memfasilitasi
jawab
Pandu
koordinasi
Gempita,
persiapan
mempunyai dan
kewajiban
pelaksanaan
serta
mengendalikan, dengan melaksanakan tugas antara lain: a. Merumuskan kebijakan Pandu Gempita. b. Membentuk UP Pandu Gempita Pusat c. Memfasilitasi terbentuknya Tim Koordinasi dan Tim Teknis Pandu Gempita Pusat d. Menyusun Pedoman Umum Pandu Gempita, sebagai acuan dalam pelaksanaannya. 81
e. Menyusun Panduan Teknis, seperti Manajemen Operasional pelayanan
satu
atap,
Pembinaan,
Pengawasan
dan
Pendampingan serta lainnya, untuk mengarahkan kegiatan dalam mencapai tujuan dan sasaran kebijakan yang ditetapkan. f. Menggalang kemitraan dengan kementerian/lembaga sektoral terkait tingkat pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota dalam pelaksanaan fasilitasi dan pengendalian program. g. Mengalokasikan anggaran Pandu Gempita melalui APBN h. Menyusun laporan pertanggungjawaban sebagai penyelenggara program dan anggaran. i. Memfasilitasi pembentukan dan berfungsinya Unit Pengaduan Masyarakat Tingkat Pusat. 2. Pemerintah Provinsi a. Membentuk UP Pandu Gempita Provinsi b. Memfasilitasi terbentuknya Tim Koordinasi Pandu Gempita Provinsi c. Menyusun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) sesuai keperluan dengan mengacu pada Penduan Umum dan Panduan Teknis. d. Melakukan koordinasi lintas sektoral antar instansi di tingkat propinsi dalam rangka pelaksanaan Pandu Gempita. e. Melakukan koordinasi dengan Tim Koordinasi Pandu Gempita Kabupaten/kota dalam pengendalian (pemantauan, supervisi, evaluasi
dan
pelaporan)
serta
membantu
mengatasi
permasalahan di lapangan. f. Mengalokasikan anggaran Pandu Gempita melalui APBD Provinsi g. Menyusun laporan hasil pengendalian serta menyampaikan laporan ke UP Pandu Gempita Pusat. h. Memfasilitasi pembentukan dan berfungsinya Unit Pengaduan Masyarakat Tingkat Provinsi. 3. Pemerintah kabupaten/kota a. Menandatangani MoU dan kesepakatan bersama pelaksanaan Pandu Gempita dengan Kementerian Sosial RI b. Membentuk UP Pandu Gempita Kabupaten/kota 82
c. Memfasilitasi terbentuknya Tim Koordinasi Pandu Gempita Kabupaten/kota dan tingkat lokal. d. Menyusun Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) sesuai keperluan dengan mengacu pada Penduan Umum dan Panduan Teknis. e. Melakukan koordinasi lintas sektoral antar instansi di tingkat Kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan Pandu Gempita. f.
Melakukan koordinasi dengan Tim Koordinasi Pandu Gempita Kabupaten/kota, tingkat lokal dan petugas pelaksana lapangan dalam pengendalian (pemantauan, supervisi, evaluasi dan pelaporan)
serta membantu mengatasi permasalahan di
lapangan. g. Mengalokasikan
anggaran
Pandu
Gempita
melalui
APBD
Kabupaten/kota h. Menyusun laporan hasil pengendalian serta menyampaikan laporan ke UP Pandu Gempita Pusat dan provinsi. i.
Memfasilitasi pembentukan dan berfungsinya Unit Pengaduan Masyarakat Tingkat kabupaten/kota dan tingkat lokal.
4. Pendamping, Peksos, Relawan Sosial dan petugas Pandu Gempita pada Tingkat Kecamatan lainnya: a. Menjalin komunikasi, memberikan informasi dan edukasi (KIE) serta menampung dan menyalurkan aspirasi Masyarakat. b. Melakukan pendekatan dan koordinasi dengan para pemangku kepentingan serta sistem sumber lainnya guna mendapatkan dukungan. c. Memfasilitasi,
memediasi,
mengadvokasi
dan
memotivasi
masyarakat dalam pelaksanaan program/kegiatan. d. Memberikan saran dan pertimbangan kepada pimpinan dalam pelaksanaan Pandu Gempita. e. Melaporkan kegiatannya kepada Tim Koordinasi Pandu Gempita Kabupaten/kota dan tingkat lokal. 5. Instansi/lembaga Sektoral Terkait: a. Koordinasi lintas sektor dalam pelaksanaan Pandu Gempita
83
b. Menjalin relasi, komunikasi dan pertukaran informasi antar instansi/lembaga/unit
dalam
rangka
pelaksanaan
Pandu
Gempita c. Mewujudkan
sinergisitas
instansi/lembaga/unit
dalam
program/kegiatan rangka
lintas
pelaksanaan
Pandu
Gempita d. Membangun kesepahaman dan kerjasama kemitraan strategis dalam pelaksanaan Pandu Gempita e. Memberikan fasilitasi pelaksanaan Pandu Gempita melalui one stop services sesuai tugas dan fungsi pokok masing-masing dalam perannya sebagai penyalur bantuan sosial. f. Mengawasi,
memonitor,
mengevaluasi
dan
melaporkan
pelaksanaan program/kegiatan fasiitasi pelaksanaan Pandu Gempita sesuai jalur dan jenjang dalam Struktur Organisasi Pelaksanaan. C. Prosedur Kerja Mengacu pada struktur organisasi pelaksanaan serta tugas dan fungsinya,
maka
mekanisme
pelaksanaan
Pandu
Gempita
dapat
dideskripsikan sebagai berikut: 1. Kementerian Sosial RI melalui
UP Pandu Gempita Pusat sebagai
penanggung jawab, menyelenggarakan Pandu Gempita pada skala nasional. Melalui kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang digariskan
berupaya
pelaksanaan
Pandu
untuk
mengkoordinasikan
Gempita,
mulai
dari
penyelenggaraan
tahap
persiapan,
pelaksanaan sampai pada pengendaliannya. Koordinasi dilaksanakan secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan
program/kegiatan
dengan
kementerian/lembaga di tingkat nasional. Sedangkan secara vertikal dilakukan secara khirarkhis mulai para tingkat pemerintah provinsi, kabupaten/kota, hingga pendamping dan petugas pelaksana teknis lainnya.
84
2. Pemerintah Provinsi sebagai penanggung jawab fungsional dan pengendali, melalui UP Pandu Gempita Provinsi melaksanakan Pandu Gempita sesuai kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang digariskan Pemerintah (pusat) di wilayah kerja masing-masing. Fasilitasi pelaksanaan Pandu Gempita, dilakukan mulai dari tahap persiapan,
pelaksanaan
sampai
pada
pengendaliannya.
Secara
horizontal bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pelaksanaan program/kegiatan dengan dinas/instansi/lembaga/unit kerja sektoral terkait di tingkat provinsi. Sedangkan secara vertikal dilakukan secara khirarkhis mulai para tingkat pemerintah kabupaten/kota hingga pendamping dan petugas pelaksana teknis lainnya. 3. Pemerintah Kabupaten/kota sebagai penanggung jawab pelaksana, melalui UP Pandu Gempita Kabupaten/kota dan lokal melaksanakan Pandu Gempita sesuai kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang digariskan Pemerintah (pusat) dan Pemerintah Provinsi
serta Mou
dan kesepakatan bersama yang telah ditandatangani di wilayah kerja masing-masing. Fasilitasi pelaksanaan Pandu Gempita, dilakukan mulai
dari
tahap
pengendaliannya.
persiapan,
Secara
mengkoordinasikan
horizontal
bertanggung
pelaksanaan
dinas/instansi/lembaga/unit kabupaten/kota.
pelaksanaan
Sedangkan
sampai jawab
program/kegiatan
kerja
sektoral
secara
terkait
vertikal
pada untuk dengan
di
dilakukan
tingkat secara
khirarkhis pada tingkat Kecamatan hingga pendamping dan petugas pelaksana teknis lainnya. 4. Pendamping dan petugas pelaksana teknis lainnya sebagai ujung tombak pelaksanaan Pandu Gempita menjalankan aktifitasnya sesuai kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang digariskan Pemerintah (pusat), Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota di wilayah kerja masing-masing. Fasilitasi pelaksanaan Pandu Gempita, dilakukan mulai
dari
tahap
persiapan,
pelaksanaan
sampai
pada
pengendaliannya. Secara teknis dan fungsional bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan
pelaksanaan
85
program/kegiatan
di
lapangan serta dengan aparat dinas/instansi/lembaga/unit kerja sektoral terkait. 5. Instansi/lembaga Sektoral terkait dalam perannya sebagai lembaga penyalur bantuan sosial, sesuai kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang digariskan Pemerintah pada levelnya turut serta berpartisipasi secara aktif melaksanakan Pandu Gempita di wilayah kerja masing-masing. Fasilitasi pelaksanaan Pandu Gempita dapat dilakukan mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai pada pengendaliannya. Secara teknis fungsional dapat berkoordinasi dan bekerjasama sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing. D.Alur Kerja Berdasarkan prosedur kerja seperti uraian di atas, maka alur kerja pelaksanaan Pandu Gempita dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut: Kemensos RI UP PANDU GEMPITA Pusat
Tim Koordinasi PANDU GEMPITA Pusat & Tim Teknis
Lembaga Penyalur bantuan Sosial
Pusat
UP PANDU GEMPITA Dinasos Provinsi
Tim Koordinasi PANDU GEMPITA Provinsi
Provinsi
UP PANDU GEMPITA Dinasos Kabupaten/kota
Tim Koordinasi PANDU GEMPITA Kabupaten/Kota
Kabupaten/ Kota
UP PANDU GEMPITA Lokal
Lembaga Penyalur bantuan Sosial
Pendamping, Peksos, TKSM Relawan Sosial
Kecamatan
Gambar 5.2. Alur Kerja pelaksanaan Pandu Gempita
86
BAB VI PENGEMBANGAN SDM A. Rekrutmen SDM Pandu Gempita Tersedianya SDM Pandu Gempita
yang kompeten (memiliki
kecakapan dalam bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan), sangat diperlukan untuk mendukung pelaksanaan program/kegiatan dalam upaya mencapai tujuan. 1. Kriteria SDM Pandu Gempita Fasilitator Pandu Gempita, baik sebagai pendamping, TKS atau relawan sosial selayaknya merupakan kaidah. Dengan demikian dilakukan oleh orang yang berkompeten dan secara terus-menerus. Jadi bukan hanya sekedar sebagai kebijaksanaan, dalam arti kegiatan
fasilitasi
hanya
merupakan
suatu
kebijakan
penyela
terhadap kebijakan lain yang memiliki dimensi temporal yang lebih panjang. Kegiatan fasilitasi perlu memiliki tujuan dan sasaran yang jelas dan merupakan sesuatu yang dapat diukur. Pencapaian tujuan dan sasaran akan lebih terarah apabila dirumuskan secara berjenjang serta bertahap. Dengan cara ini, upaya fasilitasi dapat dimonitor dan dievaluasi tingkat keberhasilannya. Perekrutan SDM Pandu Gempita merupakan salah satu tahap yang menentukan bagi keberhasilan program. Proses rekruitmen ini harus
dapat
menghasilkan
SDM
yang
berdedikasi
tinggi
dan
mempunyai motivasi yang kuat untuk membantu pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan Pandu Gempita. Atas dasar itu, maka pendampingan Pandu Gempita bukanlah merupakan suatu tugas yang mudah. Untuk menjadi seorang Pandu Gempita, dipersyaratkan sejumlah kriteria yang harus dimiliki, yakni:
87
a. Pendamping: 1)
Berstatus PNS (jabatan fungsional Pekerja Sosial) atau Non PNS (Satuan Bakti Pekerja Sosial)
2)
Diprioritaskan berdomisili di Kabupaten/kota tempat lokasi
3)
Sehat jasmani dan rohani (mental sosial dan spiritual).
4)
Jenjang pendidikan minimal S1 Pekerjaan Sosial atau bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial.
5)
Prioritas
diberikan
kepada
yang
sudah
berpengalaman
di bidang pendampingan pemberdayaan masyarakat. 6)
Mempunyai komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk membantu pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan Pandu Gempita.
7)
Memiliki profesionalitas, motivasi dan kematangan dalam pelaksanaan pekerjaan.
8)
Memiliki
kemauan/integritas
yang
sangat
kuat
untuk
membagi apa yang dianggapnya baik bagi pelaksanaan Pandu Gempita. 9)
Memiliki
kemampuan
pengembangan
memfasilitasi
individu,
keluarga,
perubahan kelompok
dan
maupun
komunitas 10) Memiliki kompetensi kognitif atau pengetahuan yang dalam dan luas dibidang pelaksanaan Pandu Gempita. 11) Memiliki
kemampuan
dalam
mengumpulkan
data,
menganalisis dan identifikasi masalah, baik sendiri maupun bersama-sama pengelola Pandu Gempita lainnya. 12) Memiliki
kemampuan
untuk
melakukan
interaksi
atau
membangun hubungan dengan para pemangku kepentingan. 13) Memiliki kemampuan berorganisasi dan mengembangkan kelembagaan. 14) Bersedia dan sanggup mematuhi peraturan dan tata laksana Pandu Gempita.
88
Selain kriteria tersebut, pendamping perlu memiliki kemampuan untuk dapat berfungsi sebagai pemrakarsa, penunjuk jalan, pendorong, pendamai, pengumpul fakta dan pemberi fakta, serta penyelarasan
(konvergensi)
kepentingan-kepentingan
semua
pihak. b. TKS Aparatur Pemerintah: 1)
Berstatus sebagai PNS.
2)
Diutamakan mereka yang punya komitmen tinggi pada pemahaman
kebutuhan
masyarakat
dan
bersedia
ditempatkan di lokasi kegiatan 3)
Diprioritaskan berdomisili di Kabupaten/kota tempat lokasi.
4)
Sehat jasmani dan rohani (mental sosial dan spiritual).
5)
Jenjang pendidikan minimal SLTA.
6)
Prioritas
diberikan
kepada
yang
sudah
berpengalaman
di bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 7)
Mempunyai komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk membantu pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan Pandu Gempita.
8)
Memiliki profesionalitas, motivasi dan kematangan dalam pelaksanaan pekerjaan.
9)
Memiliki
kemauan/integritas
yang
sangat
kuat
untuk
membagi apa yang dianggapnya baik bagi pelaksanaan Pandu Gempita. 10) Memiliki
kemampuan
pengembangan
individu,
memfasilitasi keluarga,
perubahan kelompok
dan
maupun
komunitas 11) Memiliki kompetensi kognitif atau pengetahuan yang dalam dan luas dibidang pelaksanaan Pandu Gempita.
89
12) Memiliki
kemampuan
dalam
mengumpulkan
data,
menganalisis dan identifikasi masalah, baik sendiri maupun bersama-sama pengelola Pandu Gempita lainnya. 13) Memiliki
kemampuan
untuk
melakukan
interaksi
atau
membangun hubungan dengan para pemangku kepentingan. 14) Memiliki kemampuan berorganisasi dan mengembangkan kelembagaan. 15) Bersedia dan sanggup mematuhi peraturan dan tata laksana Pandu Gempita. Selain kriteria tersebut, TKS perlu memiliki kemampuan untuk dapat berfungsi sebagai pemrakarsa, penunjuk jalan, pendorong, pendamai, pengumpul fakta dan pemberi fakta, serta penyelarasan (konvergensi) kepentingan-kepentingan semua pihak. c. Relawan Sosial: 1)
Berstatus bukan sebagai PNS.
2)
Diutamakan mereka yang punya komitmen tinggi pada pemahaman
kebutuhan
masyarakat
dan
bersedia
ditempatkan di lokasi kegiatan 3)
Diprioritaskan berdomisili di Kabupaten/kota tempat lokasi
4)
Sehat jasmani dan rohani (mental sosial dan spiritual).
5)
Mempunyai komitmen dan dedikasi yang tinggi untuk membantu pihak-pihak terkait dalam pelaksanaan Pandu Gempita.
6)
Memiliki
kemauan/integritas
yang
sangat
kuat
untuk
membagi apa yang dianggapnya baik bagi pelaksanaan Pandu Gempita. 7)
Memiliki
kemampuan
untuk
melakukan
interaksi
atau
membangun hubungan dengan para pemangku kepentingan.
90
8)
Bersedia dan sanggup mematuhi peraturan dan tata laksana Pandu Gempita.
Selain kriteria tersebut, relawan sosial perlu memiliki kemampuan untuk dapat berfungsi sebagai pemrakarsa, penunjuk jalan, pendorong, pendamai, pengumpul fakta dan pemberi fakta, serta penyelarasan kepentingan-kepentingan semua pihak. 2. Mekanisme Perekrutan Pendamping 1) Rekruitmen
SDM
Pandu
Gempita
dilaksanakan
oleh
Dinas/instansi/ kantor/unit kerja sosial kabupaten/kota. 2) Proses
rekrutmen/seleksi
penerimaan
SDM
Pandu
Gempita
menggunakan sistem gugur, meliputi tahapan: a) Tes kesehatan. b) Seleksi administrasi c) Test tertulis dengan materi potensi akademik, pengetahuan umum dan pengetahuan khusus tentang PMD dan Pandu Gempita. d) Tes Psikologi/Diskusi Kelompok/Wawancara. 3) Wawancara. Persyaratan Umum a) Mendaftar/menyampaikan lamaran yang ditujukan kepada Bupati/walikota c.q. Dinas/instansi/kantor/unit kerja sosial setempat. b) Menyampaikan lamaran sesuai batas waktu yang ditentukan Panitia c) Panitia Rekrutmen hanya memproses surat lamaran yang dikirim melalui alamat tercantum di atas. d) Test/seleksi penerimaan dilaksanakan secara serentak dalam waktu yang bersamaan di kabupaten/kota yang bersangkutan.
91
e) Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan Surat Keterangan
dari
Lembaga
Pelayanan
Kesehatan
Resmi
(Puskesmas, Rumah Sakit dan lain sejenisnya). f) Tidak dipungut biaya apapun untuk mengikuti program rekrutmen/seleksi
penerimaan
calon
pendamping
Pandu
Gempita. g) Hanya
Pelamar
yang
memenuhi
persyaratan
yang
akan
dipanggil untuk mengikuti seleksi/test yang diselenggarakan dengan sistem gugur. h) Tidak ada korespondensi berkaitan dengan rekrutmen. i) Keputusan Panitia tidak dapat diganggu gugat. 4) Surat Lamaran Surat
lamaran
ditujukan
kepada
ditujukan
kepada
Bupati/walikotai c.q. Dinas/instansi/kantor/unit kerja sosial setempat, dengan melampirkan: a) Riwayat hidup ( CV ). b) Foto copy ijasah minimal: o
Pendamping
: S1 Pekerjaan Sosial atau Ilmu Kesejahteraan Sosial dan transkripsi nilai, keduanya telah dilegalisir.
o
TKS
: SLTA yang telah dilegalisir.
o
Relawan Sosial : SLTP yang telah dilegalisir.
c) Foto copy KTP dan Akte Kelahiran. d) Pas foto terbaru ukuran 4 x 6 sebanyak 3 lembar. e) Surat
keterangan
Kesehatan
Resmi
berbadan
sehat
(Puskesmas,
Lembaga
Rumah
Sakit
Pelayanan dan
lain
sejenisnya). f) Melampirkan pendampingan
pernyataan Pandu
sanggup
Gempita
ketentuan yang berlaku.
92
melaksanakan sesuai
peraturan
tugas dan
g) Surat lamaran yang telah dikirim/diterima oleh Panitia tidak dapat ditarik kembali. h) Pengumuman-pengumuman
selanjutnya
yang
berkaitan
dengan rekrutmen disampaikan kemudia. B. Pelatihan Sumber Daya Manusia Pandu Gempita. Kegiatan pelatihan pendamping dan fasilitator (TKS dan relawan Sosial) ini adalah untuk menyiapkan SDM pedukung agar memahami situasi tempat bekerja,
mampu mengidentifikasi serta memberikan
alternatif penyelesaian masalah yang dihadapi di lapangan. Pelatihan untuk pendamping dan fasilitator dilakukan oleh BBPPKS regional yang bersangkutan. Materi pelatihan meliputi materi dasar, inti
dan
penunjang, dengan mengkategorikan sebagai berikut: a. Pendamping: Menekankan pada peningkatan kompetensi Spesialis dengan tidak mengabaikan keterampilan teknis dan bidang. b. TKS: Menekankan pada peningkatan kompetensi genelaris dengan tidak mengabaikan keterampilan teknis dan bidang. c. Relawan
Sosial:
Menekankan
pada
peningkatan
kompetensi
praktis/teknis. Uraian selengkapnya tentang pelatihan pendamping dan fasilitator pengembangan Pandu Gempita masing-masing akan dibahas dalam Modul tersendiri. C. Pemantapan Manajemen Pandu Gempita. Pemantapan manajemen Pandu Gempita menyiapkan
SDM
pengelola
agar
ini adalah untuk
memahami
dan
cakap
melaksanakan keseluruhan kegiatan Pandu Gempita. Pemantapan Pandu Gempita diperuntukkan bagi semua pengelola sesuai dengan levelnya. Kegiatan ini dapat diselenggarakan oleh BBPPKS regional setempat atau Kabupaten/kota serta pihak lain sesuai dengan
93
keperluan. Uraian selengkapnya tentang Pemantapan Manajemen Pandu Gempita dibahas dalam Modul tersendiri. Kegiatan pemantapan manajemen Pandu Gempita dengan dilaksanakan
dalam
bentuk
bimbingan teknis.
94
pendidikan
dan
pelatihan
atau
BAB VII PENGENDALIAN A. Indikator Keberhasilan 1. Indikator Dampak a. Peningkatan kualitas hidup (terpenuhi kebutuhan dasar) b. Keberdayaan masyarakat (aktualisasi diri dan koaktualisasi eksistensi komunitas) c. Ketahanan Sosial masyarakat 2. Indikator Pengeluaran a. Ramah PMKS (persuasif, aksesibilitas, kemudahan) b. Apresiasi (kesadaran, tanggung jawab & peran aktif) c. Pemanfaatan sumber sosial ekonomi berkelanjutan d. Mekanisme penanganan & pencegahan oleh masyarakat 3. Indikator Indikator a. Pengendalian
(bobot dan pertumbuhan) masalah sosial satu
atap. b. Peningkatan cakupan pelayanan. c. Derajat penggunaan potensi dan sumber masyarakat d. Peran aktif masyarakat B. Indikator kinerja Pandu Gempita sampai dengan tahun 2014 1. Terbangunnya layanan satu atap untuk penanggulangan kemiskinan dan masalah sosial lainnya 2. Peningkatan
aksesibilitas
layanan
sosial
dasar
yang
mudah,
murah/gratis, berkualitas bagi warga miskin dan rentan (pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan, lapangan kerja, air bersih, layanan kesos, dll) 3. Bangkitnya gerakan kesetiakawanan sosial terpadu (bedah kampung, aksi bersama, CSR, dll)
95
4. Terbangunnya
mekanisme
yang
ramah
dalam
penanganan
bagi
penyandang
penyandang masalah sosial 5. Terbangunnya
sarana
prasarana
mobilitas
disabilitas dan kelompok rentan (lansia, perempuan hamil dan anakanak) C. Mekanisme Pengendalian Mekanisme pengendalian disusun sebagai rambu-rambu bagi para
penyelenggara
maupun
pelaksana
atau
bahkan
bagi
pendamping/fasilitator. Pengendalian merupakan upaya agar program atau kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah digariskan. Pengendalian Pandu Gempita
dilakukan dengan membentuk
Tim Pengendali yang terdiri dari unsur tingkat (pusat) provinsi, kabupaten/kota dan lokal. Struktur Tim Pengendali Pandu Gempita dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
Penanggung Jawab Pandu Gempita (Kementerian Sosial)
Tim Pengendali Tk. Pusat (UP Pandu Gempita Pusat)
Tim Pengendali Tk Provinsi (UP Pandu Gempita Provinsi) Instansi/ Lembaga Sektoral Terkait
Tim Pengendali Tk. Kabupaten/Kota (UP Pandu Gempita Kabupaten/Kota)
Pendamping Pandu Gempita Tim Pengendali Tk. Lokal (UP Pandu Gempita Lokal)
Warga Masyarakat
Gambar 7.1. Struktur Pengendali Pandu Gempita
96
Ada tiga fungsi, yang harus dilakukan oleh tim pengendali yaitu fungsi pengembangan program, pengawasan dan fungsi pendampingan. Dalam prosesnya, pengendalian dijalankan juga dari tingkat pusat sampai ke daerah. a. Supervisi 1) Tujuan, supervisi bertujuan untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan
dalam
pelaksanaan
kegiatan
serta
membantu
mengatasi permasalahan yang timbul di lapangan. 2) Pelaksana a) Kementerian Sosial b) Dinas/ Instansi Sosial Provinsi c) Instansi sektoral terkait d) Kabupaten/ Kota. e) Pendamping/fasilitator f)
Lembaga non pemerintah.
3) Sasaran, lembaga pelaksana, tim pengelola, pendamping dan tim
pengendali. 4) Pelaksanaan, pertemuan antara supervisor dengan pengurus
lembaga
pelaksanan,
tim
pengelola,
pengendali yang dilakukan secara berkala. 5) Aspek-aspek Supervisi a) Kondisi sumber daya manusianya b) Manajemen pengelolaan c) Pemanfaatan dana yang tersedia d) Proses pelaksanaan Pandu Gempita e) Pendampingan sosial
97
pendamping
dan
tim
b. Pengawasan 1) Tujuan a) Memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam kegiatan
telah menjalankan peranan dan fungsi sesuai tugas serta tanggung jawab masing-masing. b) Mengetahui proses pelaksanaan program 2) Pelaksana a) Kementerian Sosial b) Dinas/ Instansi Sosial Provinsi c) Pemerintah Kabupaten/Kota d) Instansi sektoral terkait e) Pendamping Sosial 3) Pelaksanaan, dilakukan dengan cara mengamati, menanyakan
dan mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan proses pelaksanaan kegiatan. 4) Aspek-aspek Pengawasan a) Managerial kelembagaan b) Pelaksanaan Pandu Gempita c) Perluasan
jangkauan
dan
peningkatan
kualitas
Pandu
Gempita. d) Pemanfaatan Pandu Gempita. e) Pendampingan. c. Evaluasi 1) Tujuan, untuk mengetahui kesiapan, hambatan, peluang dan
tingkat keberhasilan pelaksanaan program sebagai acuan dalam upaya perbaikan dan penyempurnaan. 2) Pelaksana: a) Departemen Sosial b) Dinas /Instansi Sosial Provinsi
98
c) Dinas /Instansi Sosial Kabupaten / Kota d) Instansi sektoral terkait e) Pendamping sosial 3) Pelaksanaan a) Dilakukan secara bersama-sama antara Kementerian Sosial,
Dinas /Instansi Sosial Provinsi, Kabupaten/Kota, penerima santunan, pendamping, tim pengelola, lembaga pelaksana, dan pihak-pihak terkait. b) Dilakukan pada awal, saat berjalan dan akhir setiap periode
kegiatan atau saat dibutuhkan. 4) Aspek-aspek yang dievaluasi a) Tujuan Pandu Gempita. b) Efektifitas kegiatan Pandu Gempita. c) Target pencapaian Pandu Gempita. d) Kinerja petugas. e) Manajemen pelayanan. f)
Proses pelayanan.
g) Kelayakan sarana dan prasarana Pandu Gempita. h) Pendampingan sosial. d. Laporan 1) Laporan bertujuan, untuk menginformasikan pelaksanaan Pandu
Gempita baik dari sisi masukan/input, proses, keluaran/output, dan kendala pelaksanaan Pandu Gempita
serta tingkatan
pencapaian dari indicator kinerja yang telah disusun sebelumnya sebagai
bahan/dokumen
bagi
perkembangan
pelaksanaan
kegiatan Pandu Gempita lebih lanjut. 2) Laporan, dilakukan oleh pendamping, tim pengelola, lembaga
pelaksana,
Dinas/Instansi
Sosial
Kabupaten/Kota,
kepada Departemen Sosial secara berjenjang.
99
Provinsi
3) Pelaksanaan, pelaporan dibuat setiap triwulan, semester dan
akhir tahun kegiatan atau setiap waktu bilamana dipandang perlu dan mendesak harus dilaporkan.
100
BAB VIII PENUTUP
Pedoman Pandu Gempita
diharapkan dapat menjadi acuan dan
pendorong bagi seluruh pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial terpadu untuk mewujudkan Kota/Kabupaten yang maju, aman, adil dan sejahtera searah dengan pembangunan nasional. Indikator Kabupaten/Kota dapat dinilai sejahtera jika : 1. Terbangunnya layanan satu atap untuk penanggulangan kemiskinan dan masalah sosial lainnya. 2. Peningkatan
aksesibilitas
layanan
sosial
dasar
yang
mudah,
murah/gratis, berkualitas bagi warga miskin dan rentan (pangan, pendidikan, kesehatan, perumahan, lapangan kerja, air bersih, layanan kesos, dan lain-lain). 3. Bangkitnya gerakan kesetiakawanan sosial terpadu (bedah kampung, aksi bersama, CSR, dan lain-lain). 4. Terbangunnya mekanisme yang ramah dalam penanganan penyandang masalah sosial. 5. Terbangunnya sarana prasarana mobilitas bagi penyandang disabilitas dan kelompok rentan (lansia, perempuan hamil dan anak-anak). Dalam pelaksanaan Pandu Gempita
harus dilakukan beberapa
langkah untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pembangunan kesejahteraan sosial, antara lain: 1. Harus diciptakan pelayanan sosial terpadu yang berkelanjutan; 2. Menyediakan layanan yang mudah diakses, dikontrol dan menjangkau seluruh warga yang mengalami masalah kesejahteraan sosial; 3. Sistem
dan
professional
program didukung
kesejahteraan oleh
SDM
Kesejahteraan Sosial
101
sosial Pekerja
yang
melembaga
Sosial
dan
dan
Tenaga
4. Melibatkan peran dan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, kalangan perguruan tinggi, swasta, maupun masyarakat dalam satu kesatuan gerakan pembangunan kesejahteraan sosial. 5. Memastikan penyelenggaran pembangunan kesejahteraan sosial terarah, terpadu dan berkelanjutan.
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,
SALIM SEGAF AL JUFRI
102