8/3/2013
1
Sudaryatno Sudirham
Kapita Selekta Matematika
Matriks
Matriks Sistem Persamaan Linier Bilangan Kompleks Permutasi dan Kombinasi Aritmatika Interval
2
Elemen Matriks Isi suatu matriks disebut elemen matriks
Matrik adalah susunan teratur bilangan-bilangan dalam baris dan kolom yang membentuk suatu susunan persegi panjang yang kita perlakukan sebagai suatu kesatuan.
Contoh:
baris
2 0 3 1 2 4 3 2 1
Contoh:
Bilangan ini bisa berupa bilangan nyata atau kompleks. Kita akan melihat matriks berisi bilangan nyata.
2 4 1 B= 3 0 2
2, 4, 1 dan 3, 0, 2 adalah elemen-emenen matriks yang membentuk baris 2, 3 dan 4, 0, dan 1, 2 adalah elemen-elemen matriks yang membentuk kolom
Ukuran Matriks Notasi:
kolom Nama matriks: huruf besar cetak tebal,
Secara umum suatu matrik terdiri dari b baris dan k kolom, sehingga suatu matrik akan terdiri dari b×k elemen-elemen Ukuran matriks dinyatakan sebagai b×k
Contoh:
2 0 3 A = 1 2 4 3 2 1
Contoh:
2 4 1 B= 3 0 2
2 4 1 B= 3 0 2
adalah matriks berukuran 2×3
3
4
Nama Khusus Diagonal Utama
Matriks dengan b = k disebut matriks bujur sangkar. Matriks dengan k = 1 disebut matriks kolom atau vektor kolom.
Secara umum, matriks A dapat kita tuliskan sebagai
Matriks dengan b = 1 disebut matriks baris atau vektor baris.
a11 a12 a a22 A = 21 L L am1 am 2
Matriks dengan b ≠ k disebut matrik segi panjang Notasi nama vektor: huruf kecil cetak tebal Contoh:
2 0 3 b = k = 3 A = 1 2 4 matriks bujur 3 2 1 sangkar 3×3
2 p= 4
k=1 vektor kolom
2 4 1 B= 3 0 2
q = [3 2 4]
a1n L a2 n = [abk ] L L L amn L
elemen-elemen a11 …amn disebut diagonal utama
b = 2, k = 3 matriks segi panjang 2×3
b=1 vektor baris 5
6
1
8/3/2013
Matriks Segitiga
Matriks Diagonal
Ada dua macam matriks segitiga yaitu Matriks diagonal adalah matriks yang elemen-elemen di atas maupun di bawah diagonal utamanya bernilai nol.
matriks segitiga bawah dan matriks segitiga atas Matriks segitiga bawah adalah matriks yang elemen-elemen di atas diagonal utamanya bernilai nol.
Contoh:
2 0 0 D = 0 1 0 0 0 0
Matriks segitiga atas adalah matriks yang elemen-elemen di bawah diagonal utamanya bernilai nol. Contoh: Matriks segitiga bawah :
2 0 0 T1 = − 1 1 0 3 4 3
Matriks segitiga atas :
2 − 2 1 T2 = 0 1 3 0 0 3
7
8
Anak matriks atau sub-matriks
Matriks Satuan
2 4 1 B= 3 0 2
Contoh:
Jika semua elemen pada diagonal utama adalah 1, sedang elemen yang lain adalah 0, matriks itu disebut matriks satuan.
Matriks B memiliki: Contoh:
1 0 0 A = 0 1 0 = I 0 0 1
Matriks Nol
0 2]
[2
- Tiga anak matriks 2× 1, yaitu:
2 3
- Enam anak matriks 1× 1 yaitu:
[2] , [4] , [1] , [3] , [0] , [2];
- Enam anak matriks 1× 2 yaitu:
Matriks nol, 0, yang berukuran m×n adalah matriks yang berukuran m×n dengan semua elemennya bernilai nol.
- Tiga anak matriks 2×2 yaitu:
4 1]
[3
- Dua anak matriks 1× 3 , yaitu:
4 0
1 2
[2 4] [2 1] [4 1] [3 0] [3 2] [0 2] 2 4 2 1 4 1 3 0 3 2 0 2
9
10
Matriks dapat dipandang sebagai tersusun dari anak-anak matriks yang berupa vektor-vektor Contoh:
Kesamaan Matriks
2 0 3 a1 A = 1 2 4 dapat kita pandang sebagai matriks A = a 2 3 2 1 a 3
Dua matriks A dan B dikatakan sama jika dan hanya jika berukuran sama dan elemen-elemen pada posisi yang sama juga sama. Contoh:
dengan anak-anak matriks berupa vektor baris
a 1 = [2 0 3]
a 2 = [1 2 4]
a 3 = [3 2 1]
A=B
2 4 3 0
Jika A =
Contoh yang lain:
2 0 3 A = 1 2 4 dapat kita pandang sebagai matriks A = [a1 a 2 a3 ] 3 2 1 dengan anak-anak matriks yang berupa vektor kolom 2 0 3 a1 = 1 a 2 = 2 a3 = 4 3 2 1
11
2 4 3 0
maka haruslah B =
.
12
2
8/3/2013
Penjumlahan Penjumlahan dua matriks hanya didefinisikan untuk matriks yang berukuran sama
Matriks Negatif
Jumlah dari dua matriks A dan B yang masing-masing berukuran m×n adalah sebuah matriks C berukuran m×n yang elemenelemennya merupakan jumlah dari elemen-elemen matriks A dan B yang posisinya sama
Negatif dari matriks berukuran m×n adalah matriks berukuran m×n yang diperoleh dengan mengalikan seluruh elemennya dengan faktor (−1). . Contoh:
Contoh:
− 2 − 4 −A = − 3 0
2 4 A= 3 0
Jika
2 4 A = 3 0
3 7 5 2
maka A + B =
1 3 B= 2 2
Sifat-sifat penjumlahan matriks:
A+B = B+A
(A + B) + C = A + (B + C) 13
Perkalian Matriks
Pengurangan Matriks
Perkalian antara dua matriks A dan B yaitu C = AB hanya terdefinisikan jika banyak kolom matriks A sama dengan banyak baris matriks B. Dalam perkalian matriks, urutan hatus diperhatikan.
Pengurangan matriks dapat dipandang sebagai penjumlahan dengan matriks negatif
Contoh:
14
2 4 A= 3 0
Perkalian matriks tidak komutatif.
1 3 B= 2 2
AB ≠ BA Jadi jika matriks A berukuran m×n dan B berukuran p×q
2 4 −1 − 3 1 1 A−B = + = 3 0 − 2 − 2 1 − 2
a11 a12 a a22 A = 21 L L am1 am2
a11 a21 B= L a p1
L a1n L a2 n L L L amn
A − A = A + ( − A) = 0
a12 a22 L am 2
L a1q L a2 q L L L a pq
maka perkalian AB hanya dapat dilakukan jika n = p.
A+0 = A
Hasil kali matriks AB berupa matriks berukuran m×q dengan nilai elemen pada baris ke b kolom ke k merupakan hasil kali internal (dot product) vektor baris ke b dari matriks A dan vektor kolom ke k dari matriks B 15
Perkalian Matriks dengan Bilangan Skalar
16
Perkalian Internal Vektor (dot product)
Hasil kali suatu bilangan skalar a dengan matriks berukuran m× n adalah matriks berukuran m× n yang seluruh elemennya bernilai a kali.
Perkalian internal antara dua vektor a dan b yaitu c = ab hanya terdefinisikan jika banyak kolom vektor a sama dengan banyak baris vektor b.
aA = Aa
Dalam perkalian internal vektor, urutan perkalian harus diperhatikan.
Contoh:
2 2 1 2 2 1 4 4 2 2 × 1 3 2 = 1 3 2 × 2 = 2 6 4 3 2 3 3 2 3 6 4 6
Contoh:
vektor baris: a = [2
3]
2. kolom
4 3
vektor kolom: b =
2 baris
perkalian internal dapat dilakukan
4 c = a • b = [2 3] = [2 × 4 + 3 × 3] = [17 ] 3
Perkalian matriks dengan bilangan skalar ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut a(A + B ) = aA + aB
Jika urutan dibalik, b : 1 kolom, a : 1 baris, perkalian juga dapat dilakukan tetapi memberikan hasil yang berbeda
(a + b )A = aA + bA a[bA ] = (ab )A
17
4 4 × 2 4 × 3 8 12 d = b • a = [2 3] = = 3 3 × 2 3 × 3 6 9 Perkalian matriks tidak komutatif.
18
3
8/3/2013
Perkalian Matriks Dengan Vektor
Perkalian Dua Matriks Bujur Sangkar
Contoh:
Contoh:
2 1 3 4
Misalkan A =
dan
2 b= 3
2 kolom
2 baris
2 1 A= 3 4
4 2 B= 5 3
dan
kolom = 2
dapat dikalikan
dapat dikalikan
a Matriks A kita pandang sebagai A = 1 a2
a a • b 2 × 2 + 1× 3 7 C = Ab = 1 b = 1 = = a 2 a 2 • b 3 × 2 + 4 × 3 18
baris = 2
Matriks B kita pandang sebagai B = [b1
b2 ]
a a • b a1 • b 2 C = AB = 1 [b1 b 2 ] = 1 1 a 2 a 2 • b1 a 2 • b 2 2 × 4 + 1 × 5 2 × 2 + 1 × 3 13 7 = = 3 × 4 + 4 × 5 3 × 2 + 4 × 3 32 18
Jika urutan perkalian dibalik, perkalian tidak dapat dilakukan karena b terdiri dari satu kolom sedangkan A terdiri dari dua baris.
19
Perkalian dua matriks persegi panjang
20
Pernyataan matriks dengan anak matriks pada contoh di atas adalah
Contoh:
2 4 3 A= 1 3 2
dan
1 2 B = 4 3 2 3
kolom = 3
a A = 1 a2
baris = 3
B = [b1 b 2 ]
a sehingga C = AB = 1 [b1
dapat dikalikan
a 2
a • b a1 • b 2 b2 ] = 1 1 a 2 • b1 a2 • b 2 ,
1 2 2 4 3 C = AB = 4 3 1 3 2 2 3 2 × 1 + 4 × 4 + 3 × 2 2 × 2 + 4 × 3 + 3 × 3 = 1 × 1 + 3 × 4 + 2 × 2 1 × 2 + 3 × 3 + 2 × 3
Dalam operasi perkalian matriks: matriks yang pertama kita susun dari anak matriks yang berupa . vektor baris matriks yang kedua kita susun dari anak matriks yang berupa vektor kolom
25 25 = 17 17
Jadi perkalian matriks adalah perkalian dari baris ke kolom
21
22
Sifat-sifat perkalian matriks Putaran matriks atau transposisi dari matriks A berukuran m×n adalah suatu matriks AT yang berukuran n×m dengan kolomkolom matriks A sebagai baris-barisnya yang berarti pula bahwa baris-baris matriks A menjadi kolom-kolom matriks AT
a. Asosiatif dan distributif terhadap penjumlahan
(aA )B = a (AB ) = A(aB ) A(BC) = (AB )C (A + B )C = AC + BC C(A + B ) = CA + CB
a11
a21 Jika A =
a12 a22 L
L am1 am2
b. Tidak komutatif. Jika perkalian AB maupun BA terdefinisikan, maka pada umumnya AB ≠ BA
a11 a21 a 12 a22 maka A = L L a1n a2n
c. Hukum pembatalan tidak selalu berlaku.
T
Jika AB = 0 tidak selalu berakibat A = 0 atau B = 0.
23
a1n L a2 n = [abk ] L L L amn L
L am1 L am 2 = a pq L L L amn
[ ] 24
4
8/3/2013
Putaran Jumlah Dua Vektor Baris
Putaran Vektor Baris Dan Vektor Kolom
Putaran jumlah dua vektor baris sama dengan jumlah putaran masing-masing vektor
Putaran vektor baris akan menjadi vektor kolom. Sebaliknya putaran vektor kolom akan menjadi vektor baris. Contoh:
Contoh:
2 a = [2 4 3] ⇒ a = 4 3 T
Jika
a = [2 4 3]
maka
a + b = [3 7 5]
5 b = 4 ⇒ bT = [5 4 3] 3
b = [1 3 2]
dan
3
2
1
5
3
2
(a + b )T = 7 = 4 + 3 = aT + bT Secara umum :
(a + b )T
= aT + bT
25
26
Contoh:
Putaran Hasil Kali Vektor Baris Dan Vektor Kolom Putaran hasil kali vektor baris dengan vektor kolom atau vektor kolom dengan vektor baris, sama dengan hasil kali putaran masing-masing dengan urutan dibalik Contoh:
4 3]
dan
b = [1 3 2]
2 × 1 2 × 3 2 × 2 4 × 2 3 × 1 3 × 3 3 × 2
1 b = 3 2 maka ab = [2 × 1 + 4 × 3 + 3 × 2]
Jika a = [2
2 a = 4 3
Jika
maka ab = 4 × 1 4 × 3
dan
2 ×1
4 × 1 3 × 1 1 4 × 3 3 × 3 = 3 [2 4 3] = b Ta T 2 × 2 4 × 2 3 × 2 2
(ab )T = 2 × 3
2 abT = [2 × 1 + 4 × 3 + 3 × 2] = [1 3 2] 4 = bTaT 3
(ab )T = b Ta T
Secara umum :
27
Putaran Jumlah Matriks
Putaran Matriks Persegi Panjang
Putaran jumlah dua matriks sama dengan jumlah putaran masingmasing matriks. Hal ini telah kita lihat pada putaran jumlah vektor baris.
Contoh: Jika
2 4 3 A= 1 3 2
maka
a1 Jika matriks A dinyatakan sebagai susunan dari A = L vektor baris
2 1 A T = 4 3 3 2
maka
a m
Jika matriks A dinyatakan dengan vektor kolom
28
A = [a1 a 2 L a m ]
(A + B )T A = [a1 L a m ]
Jika
[
A T = a1T L a Tm
]
maka
dan
= A T + BT B = [b1 L b m ]
A + B = [a1 + b1 L a m + b m ]
Dengan demikian (a + b )T a T + b T aT b T 1 1 1 1 1 1 T T L = L = L + L = A + B (a + b )T aT + b T aT b T m m m m m m
a1
(A + B )T =
maka A T = L
a m 29
30
5
8/3/2013
Putaran Hasil Kali Matriks
Matriks Simetris
Putaran hasilkali dua matriks sama dengan hasil kali putaran masing-masing dengan urutan yang dibalik. Hal ini telah kita lihat pada putaran hasil kali vektor baris dan vektor kolom.
Berkaitan dengan putaran matriks, kita mengenal kesimetrisan pada matriks nyata. Matriks simetris adalah matriks yang putarannya sama dengan matriksnya sendiri. Jadi matriks A dikatakan simetris apabila
(AB )T = BT A T Jika
a1 A = L a m maka
dan
AT = A
B = [b1 L b n ]
Jika BT = −B
a1 • b1 L a1 • b n AB = L L L am • b n L am • b n
dikatakan bahwa matriks B adalah simetris miring. Karena dalam setiap putaran matriks nilai elemen-elemen diagonal utama tidak berubah, maka matriks simetris miring dapat terjadi jika elemen diagonal utamanya bernilai nol.
Dengan demikian maka
a1 • b1 L a1 • b n b1 ABT = L L L = L [a1 L a m ] = BT A T a m • b n L am • b n b n 31
32
Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui. Bentuk umum:
a11 x1 + L + a1n xn = b1 a21x1 + L + a2 n xn = b2 . . . . . . . . . . .
Sistem Persamaan Linier
am1x1 + L + amn xn = bm Sistem ini mengandung m persamaan dengan n unsur yang tak diketahui yaitu x1 ….xn. Bilangan a11 …..amn disebut koefisien dari sistem itu, yang biasanya merupakan bilangan-bilangan yang diketahui. Bilangan-bilangan b1 ….bm juga merupakan bilangan-bilangan yang diketahui, bisa bernilai tidak nol maupun bernilai nol Jika seluruh b bernilai nol maka sistem persamaan tersebut disebut sistem persamaan homogen 34
33
Dari sistem persamaan linier diharapkan adanya solusi yaitu satu set nilai dari x1 …xn yang memenuhi sistem persamaan tersebut.
Operasi Baris
a11 x1 + L + a1n xn = b1 a21x1 + L + a2 n xn = b2
Jika sistem ini homogen, ia mengandung solusi trivial (solusi tak penting) yaitu x1 = 0, …., xn = 0.
. . . . . . . . . . . am1x1 + L + amn xn = bm
Pertanyaan-pertanyaan yang timbul tentang solusi dari sistem persamaan ini adalah:
Pada sistem ini kita dapat melakukan operasi-operasi yang disebut operasi baris sebagai berikut:
a). Benar adakah solusi dari sistem ini ?
a). Ruas kiri dan ruas kanan dari setiap persamaan dapat dikalikan dengan faktor bukan nol yang sama, tanpa mempengaruhi himpunan sistem persamaan tersebut.
b). Bagaimanakah cara untuk memperoleh solusi? c). Kalau sistem ini mempunyai lebih dari satu solusi, bagaimanakah himpunan solusi tersebut?
b). Ruas kiri dari setiap persamaan dapat dijumlahkan ke ruas kiri persamaan yang lain asal ruas kanannya juga dijumlahkan. Operasi ini tidak mengganggu keseluruhan sistem persamaan tersebut.
d). Dalam keadaan bagaimanakah sistem ini tepat mempunyai satu solusi?
c). Mempertukarkan tempat (urutan) persamaan tidaklah mengganggu himpunan sistem persamaan.
35
36
6
8/3/2013
Dari cara penulisan tersebut di atas, kita dapat membangun suatu matriks baru yang kita sebut matriks gandengan, yaitu dengan menggandengkan matriks A dengan b menjadi
Penulisan Persamaan Linier Dalam Bentuk Matriks Sistem persamaan linier dapat dituliskan dalam bentuk matriks dengan memanfaatkan pengertian perkalian matriks. Bentuk itu adalah
a11 a12 a21 a22 L L am1 am2 atau secara singkat dengan
a11 a12 a a22 A = 21 L L am1 am2
a11 a12 a a22 ~ A = 21 L L am1 am2
a1n x1 b1 L a2 n x2 b2 = L L L L L amn xn bm L
a1n x1 L a2 n x ; x = 2 ; b = L L L L amn xn
a1n
L a2 n L L L amn
b1 | b2 | L | bm |
Matriks gandengan ini menyatakan sistem persamaan linier secara lengkap. Operasi-operasi baris pada sistem persamaan linier kita terjemahkan ke dalam matriks gandengan menjadi sebagai berikut
Ax = b L
L
b1 b2 L bm
a). Setiap elemen dari baris yang sama dapat dikalikan dengan faktor bukan nol yang sama. b). Satu baris boleh dijumlahkan ke baris yang lain. c). Tempat baris (urutan baris) dapat dipertukarkan. 37
38
Eliminasi Gauss
Setiap operasi baris akan menghasilkan matriks gandengan baru.
Eliminasi Gauss merupakan langkah-langkah sistematis untuk memecahkan sistem persamaan linier. Karena matriks gandengan merupakan pernyataan lengkap dari suatu sistem persamaan linier, maka eliminasi Gauss cukup dilakukan pada matriks gandengan ini.
Matriks gandengan baru ini disebut sebagai setara baris dengan matriks gandengan yang lama. Operasi baris dapat kita lakukan lagi pada matriks gandengan baru dan menghasilkan matriks gandengan yang lebih baru lagi dan yang terakhir inipun setara baris dengan matriks gandengan yang lama.
Contoh: Suatu sistem persamaan linier:
x A − xB = 8 − x A + 4 xB − 2 xC = 0 x A − 3xB + 5 xC − 2 xD = 8
Dengan singkat kita katakan bahwa operasi baris menghasilkan matriks gandengan yang setara baris dengan matriks gandengan asalnya.
− x A + 4 xB − 3xC + 2 xD = 0 Kita tuliskan persamaan ini dalam bentuk matriks:
0 x A 8 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 x 0 B = 1 − 3 5 − 2 xC 8 − 1 4 − 3 2 xD 0
Hal ini berarti bahwa matriks gandengan baru menyatakan sistem persamaan linier yang sama dengan matriks gandengan asalnya.
39
Matriks gandengnya adalah:
0 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 1 −3 5 −2 − 1 4 − 3 2
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 − 2 5 − 2 0 3 − 3 2
| 8 | 0 | 8 | 0
Langkah-1: Langkah pertama pada eliminasi Gauss pada matriks gandengan adalah mempertahankan baris ke-1 (disebut mengambil baris ke-1 sebagai pivot) dan membuat suku pertama baris-baris berikutnya menjadi bernilai nol.
| 8 | 8 | 0 | 8
| 8 | 8 | 0 | 8
Langkah-2: Langkah kedua adalah mengambil baris ke-2 dari matriks gandeng yang baru saja kita peroleh sebagai pivot, dan membuat suku kedua baris-baris berikutnya menjadi nol. Ini kita lakukan dengan mengalikan baris ke-2 dengan 2/3 kemudian menambahkannya ke baris ke-3, dan mengurangkan baris ke-2 dari baris ke-4. Hasil operasi ini adalah
Pada matriks yang diberikan ini, langkah pertama ini dilaksanakan dengan menambahkan baris ke-1 ke baris ke-2, mengurangkan baris ke-1 dari baris ke-3 dan menambahkan baris ke-1 ke baris ke-4. Hasil operasi ini adalah
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 − 2 5 − 2 0 3 − 3 2
40
0 0 1 − 1 0 3 −2 0 0 0 5 − 4 / 3 − 2 −1 2 0 0
pivot (+ baris1) (− baris 1) (+ baris 1) 41
8 8 | 16 / 3 | 0 | |
(pivot) (+2/3 baris 2) (-baris 2) 42
7
8/3/2013
0 0 1 − 1 0 3 −2 0 0 0 5 − 4 / 3 − 2 −1 2 0 0
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 0 − 1 2
8 | 8 | 16 / 3 | 0
|
Langkah-3: Langkah ketiga adalah mengambil baris ke-3 sebagai pivot dan membuat suku ke-3 dari baris ke-4 menjadi nol. Ini dapat kita lakukan dengan mengalikan baris ke-4 dengan 11 kemudian menambahkan kepadanya baris ke-3. Hasilnya adalah:
Kalikan baris ke 3 dengan 3 agar diperoleh bilangan bulat
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 0 − 1 2
8 | 8 | 16 | 0 |
8 | 8 | 16 | 0
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 16 0 0
|
8 | 8 | 16 pivot | 16 × 11 + baris 3 |
43
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 16 0 0
Hasil terakhir langkah ketiga adalah:
Sistem-sistem Tertentu Dan Tidak Tertentu
8 | 8 | 16 | 16 |
Sistem tertentu adalah sistem yang memberikan tepat satu solusi. Sistem tertentu terjadi jika unsur yang tak diketahui sama banyak dengan persamaannya, dan persamaan-persamaan ini tidak saling bergantungan.
Matriks gandeng terakhir ini menyatakan bentuk matriks:
Jika unsur yang tak diketahui lebih banyak dari persamaannya, maka sistem itu menjadi kurang tertentu. Sistem yang kurang tertentu memberikan tidak hanya satu solusi akan tetapi banyak solusi.
0 xA 8 1 − 1 0 0 3 − 2 0 x 8 B = 0 0 11 − 6 xC 16 0 16 x D 16 0 0
Jika persamaan lebih banyak dari unsur yang tak diketahui, sistem menjadi tertentu berlebihan. Sistem yang kurang tertentu selalu mempunyai solusi (dan banyak) sedangkan sistem tertentu dan tertentu berlebihan bisa memberikan solusi bisa juga tidak memberikan solusi.
Matriks terakhir ini menyatakan sistem persamaan linier:
x A − xB = 8 3 xB − 2 xC = 8
yang dengan substitusi mundur akan memberikan:
11xC − 6 xD = 16 16 xD = 16
44
xD = 1 ; xC = 2 ; xB = 4 ; x A = 12 45
Contoh Sistem Persamaan Yang Memberikan Banyak Solusi
Matriks gandengan ini menyatakan sistem persamaan :
x A − xB = 8
Contoh:
x A − xB = 8
− x A + 4 xB − 2 xC = 0
3 xB − 2 xC = 8
− 3 xB + 2 xC = −8
0=0 Dari persamaan ke-2 kita mendapatkan x B = (8 + 2 xC ) / 3
Matriks gandeng:
1 −1 0 | 8 − 1 4 − 2 | 0 0 − 3 2 | − 8
yang kemudian memberikan x A = 8 + (8 + 2 xC ) / 3 Karena xC tetap sembarang maka kita mendapatkan banyak solusi. Kita hanya akan memperoleh nilai xA dan xB jika kita menentukan nilai xC lebih dulu
Eliminasi Gauss:
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 − 3 2 | − 8
46
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 0 0 | 0 47
48
8
8/3/2013
Contoh Sistem Yang Tidak Memberikan Solusi Contoh:
Sistem persamaan dari matriks gandeng terakhir ini adalah
x A − xB = 8
x A − xB = 8
− x A + 4 xB − 2 xC = 0
3 xB − 2 xC = 8
− 3 xB + 2 xC = −10
0 = −2
Matriks gandeng dan eliminasi Gauss memberikan
1 −1 0 | 8 − 1 4 − 2 | 0 0 − 3 2 | − 10
Kita lihat di sini bahwa penerapan eliminasi Gauss pada akhirnya menghasilkan suatu kontradiksi yang dapat kita lihat pada baris terakhir.
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 − 3 2 | − 10
Hal Ini menunjukkan bahwa sistem persamaan yang sedang kita tinjau tidak memberikan solusi.
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 0 0 | − 2
49
Bentuk Eselon
dan sistem yang telah tereduksi pada langkah akhir eliminasi Gauss akan berbentuk
Bentuk matriks pada langkah terakhir eliminasi Gauss, disebut bentuk eselon. Dari contoh di atas, bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya adalah 1 − 1 0 1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 0 3 − 2 | 8 dan 0 | − 2 0 0 0 0 0
Secara umum bentuk eselon matriks gandengan adalah
a11 a12 L L L a1n 0 c 22 L L L c2n M krr L k rn 0 M 0
| | | | | | |
50
a11x1 + a12 x2 + LLLL + a1n xn = b1 c22 x2 + LLLL + a2n xn = b2′ M krr xr + L + k rn xn = br′ 0 = br′ +1 M ′ 0 = bm
dengan a11 ≠ 0, a22 ≠ 0 , krr ≠ 0 , dan r ≤ n Perhatikan bentuk ini:
b1 b2′ br′ br′ +1 bm
′ sama dengan nol atau tidak ada, maka a). Jika r = ndan br′ +1 , K , bm sistem persamaan ini akan memberikan tepat satu solusi. ′ sama dengan nol atau tidak ada, maka br′ +1,K, bm b). Jika r < ndan sistem persamaan ini akan memberikan banyak solusi.
51
′tidak sama dengan nol c). Jika r = nataupun r < ndan br′ +1,K, bm atau mempunyai nilai, maka sistem persamaan ini tidak memberikan solusi.
52
Bebas Linier Dan Tak-bebas Linier Vektor-vektor ′ Jadi suatu sistem persamaan akan memberikan solusi jika br′ +1,K, bm
Misalkan a1 , a2 , L am adalah vektor-vektor baris dari suatu matriks A =[abk].
sama dengan nol atau tidak ada. Pada suatu sistem persamaan yang memberikan solusi, ketunggalan solusi terjadi jika r = n .
Kita tinjau suatu persamaan vektor
c1a1 + c2a 2 + L + cma m = 0
Jika r < n persamaan akan memberikan banyak solusi.
Apabila persamaan vektor ini terpenuhi hanya jika semua koefisien (c1 … cm) bernilai nol, maka vektor-vektor baris tersebut adalah bebas linier.
Nilai r yang dimiliki oleh matriks gandengan ditentukan oleh banyaknya vektor baris yang bebas linier dalam matriks gandeng. Pengertian tentang kebebasan linier vektor-vektor kita bahas berikut ini.
Jika persamaan vektor tersebut dapat dipenuhi dengan koefisien yang tidak semuanya bernilai nol (artinya setidak-tidaknya ada satu koefisien yang tidak bernilai nol) maka vektor-vektor itu tidak bebas linier.
53
54
9
8/3/2013
Contoh: Jika satu himpunan vektor terdiri dari vektor-vektor yang bebas linier, maka tak satupun dari vektor-vektor itu dapat dinyatakan dalam kombinasi linier dari vektor yang lain. Hal ini dapat dimengerti karena dalam persamaan tersebut di atas semua koefisien bernilai nol untuk dapat dipenuhi.
a1 = [2 3 1 2]
dan a 2 = [4 2 6 2]
c1a1 + c2a2 = c1[2 3 1 2] + c2 [4 2 6 2] = 0
hanya akan terjadi jika
c1 = c2 = 0
Ambil vektor ketiga a3 = [4 6 2 4]
Jika vektor-vektor tidak bebas linier maka nilai koefisien pada persamaan tersebut di atas (atau setidak-tidaknya sebagian tidak bernilai nol) maka satu vektor dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor yang lain.
Vektor a3 dan a1 tidak bebas linier karena kita dapat menyatakan a3 sebagai a3 = 2a1 = 2[2 3 1 2] = [4 6 2 4]
Vektor a1 misalnya, dapat dinyatakan sebagai
a1 = −
Dua vektor baris
Vektor a1 dan a2 adalah bebas linier karena
Vektor a1, a2 dan a3 juga tidak bebas linier karena kita dapat menyatakan a3 sebagai
c2 c a 2 − L − m am = 0 c1 c1
a3 = 2a1 + 0a2 = 2 [2 3 1 2] + 0 [4 2 6 2] = [4 6 2 4]
karena koefisien-koefisien ini tidak seluruhnya bernilai nol
Akan tetapi jika kita hanya melihat a3 dan a2 saja, mereka adalah bebas linier. 55
Rank Matriks
56
Contoh:
Dengan pengertian tentang vektor yang bebas linier, didefinisikan rank matriks.
Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem persamaan yang memberikan solusi tunggal dalam contoh, adalah
Banyaknya vektor baris yang bebas linier dalam suatu matriks A = [abk] disebut rank matriks A disingkat rank A.
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 0 0 16
Jika matrik B = 0 maka rank B adalah nol.
Bagaimana menentukan rank suatu matriks? Operasi baris pada suatu matriks menghasilkan matriks yang setara baris dengan matriks asalnya. Hal ini berarti pula bahwa rank matriks baru sama dengan rank matriks asalnya.
dan
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 16 0 0
| 8 | 8 | 16 | 16
Dalam kasus ini rank matriks koefisien sama dengan rank matriks gandengan, yaitu 4. Selain dari pada itu rank matriks sama dengan banyaknya unsur yang tak diketahui yaitu 4
Dengan perkataan lain operasi baris tidak mengubah rank matriks. Jadi rank suatu matriks dapat diperoleh melalui operasi baris, yaitu sama dengan rank matriks yang dihasilkan pada langkah terakhir eliminasi Gauss. Bentuk eselon matriks yang diperoleh pada langkah terakhir eliminasi Gauss, mengandung vektor-vektor baris yang bebas linier karena vektor yang tak bebas linier telah tereliminasi. 57
Contoh:
58
Contoh:
Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem persamaan yang memberikan banyak solusi, adalah 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0
dan
Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem persamaan yang tidak memberikan solusi, adalah
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 0 0 | 0
1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0
Dalam kasus ini rank matriks koefisien sama dengan rank matriks gandengan, yaitu 2. Akan tetapi rank matriks ini lebih kecil dari banyaknya unsur yang tak diketahui.
dan
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 0 0 | − 2
Dalam kasus ini rank matriks koefisien tidak sama dengan rank matriks gandengan. Rank matriks koefisien adalah 2 sedangkan rank matriks gandengannya adalah 3. Ketidak samaan rank dari kedua matriks ini menunjukkan tidak adanya solusi.
59
60
10
8/3/2013
Sistem Persamaan Homogen
Apa yang kita amati dalam contoh-contoh di atas ternyata berlaku umum.
Sistem persamaan disebut homogen apabila nilai b di ruas kanan dari persamaan sistem bernilai nol. Jika tidak demikian maka sistem itu disebut tak homogen. Sistem persamaan homogen berbentuk
a). agar suatu sistem persamaan memberikan solusi maka rank matriks koefisien harus sama dengan rank matriks gandengannya;
a11x1 + a12 x2 + L + a1n xn = 0 a21x1 + a22 x2 + L + a2n xn = 0
b). agar sistem persamaan memberikan solusi tunggal maka rank matriks koefisien harus sama dengan banyaknya unsur yang tak diketahui;
. . . . . . . . . . . am1x1 + am 2 x2 + L + amn xn = 0
c). jika rank matriks koefisien lebih kecil dari banyaknya unsur yang tak diketahui maka akan diperoleh banyak solusi.
Bentuk matriks gandengan sistem ini adalah a11 a12 a21 a22 ~ A= L L am1 am 2
0 0 | L L amn | 0 L
a1n
|
L a2 n L L
|
61
62
Sistem Persamaan Homogen Yang Hanya Memberikan Solusi Trivial Eliminasi Gauss pada sistem demikian ini akan menghasilkan ′ a12 ′ L a1′n a11 ′ L a′2n 0 a22 ~ A′ = L L L L ′ 0 0 amn 0
x A − xB = 0
Contoh:
0 | 0 | L | 0 |
− x A + 4 xB − 2 xC = 0 x A − 3xB + 5 xC − 2 xD = 0 − x A + 4 xB − 3 xC + 2 xD = 0
Matriks gandengan sistem ini dan hasil eliminasi Gauss-nya adalah 0 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 1 −3 5 −2 − 1 4 − 3 2
Jika rank matriks gandengan terakhir ini sama dengan banyaknya unsur yang tak diketahui, r = n, sistem persamaan akhirnya akan berbentuk ′ x1 + a12 ′ x2 + L + a1′n xn = 0 a11 ′ x2 + L + a2′ n xn = 0 a22
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 16 0 0
| 0 | 0 | 0 | 0
| 0 | 0 | 0 | 0
Rank matrik koefisien adalah 4; banyaknya unsur yang tak diketahui juga 4. Sistem persamaan liniernya menjadi
M ′ xn = 0 amn
x A − xB = 0
Dari sini terlihat bahwaxn = 0 dan substitusi mundur akhirnya memberikan semua x bernilai nol. Ini merupakan solusi trivial dan solusi trivial ini diakibatkan oleh kenyataan bahwa r = n. Solusi tak trivial hanya akan diperoleh jikar < n .
3 xB − 2 xC = 0
yang akhirnya memberikan x D = xC = xB = x A = 0
11xC − 6 xD = 0
Inilah solusi trivial yang dihasilkan jika terjadir keadaan =n
16 xD = 0 63
Sistem Persamaan Yang Memberikan Solusi Tak Trivial Contoh:
Jika kita mengambil nilai xD = 1
x A − xB = 0
xC =
− x A + 4 x B − 2 xC = 0 x A − 3 x B + 5 xC − 2 x D = 0
12 / 33 12 / 33 x1 = 6 / 11 1
Matriks gandengan dan hasil eliminasinya adalah | 0 | 0 eliminasi Gauss: | 0 | 0
Sistem persamaan menjadi
maka akan diperoleh
6 12 12 ; xB = ; xA = 11 33 33
Solusi ini membentuk vektor solusi
− x A + 4 x B − 13 xC + 6 x D = 0
0 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 1 −3 5 − 2 − 1 4 − 13 6
64
0 1 −1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 0 0 0
| 0 | 0 | 0 | 0
.
yang jika matriks koefisiennya digandaawalkan akan menghasilkan vektor nol b = 0
x A − xB = 0
0 12/33 0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 12/33 0 = Ax1 = 0 0 11 − 6 6/11 0 0 0 0 0 1 0
3 xB − 2 xC = 0 11xC − 6 xD = 0 0=0 65
66
11
8/3/2013
Jika kita menetapkan nilai xD yang lain, misalnya xD = 33 akan diperoleh vektor solusi yang lain, yaitu
Vektor solusi yang lain lagi dapat kita peroleh dengan menjumlahkan vektor-vektor solusi, misalnya x1 dan x2.
12 12 x 2 = = 33x1 18 33
12 / 33 12 12 / 33 12 + = x + 33x = 34x x 3 = x1 + x 2 = 1 1 1 6 / 11 18 1 33
Penggandaawalan matriks koefisiennya juga akan menghasilkan vektor nol Vektor solusi x2 ini merupakan perkalian solusi sebelumnya dengan bilangan skalar (dalam hal ini 33), yang sesungguhnya bisa bernilai sembarang. Secara umum vektor solusi berbentuk
Jelas bahwa x3 juga merupakan solusi karena jika digandaawalkan akan memberikan hasil vektor nol. Jadi secara umum vektor solusi dapat juga diperoleh dengan menjumlahkan vektor solusi yang kita nyatakan sebagai
xc = cx1
x j = ∑ xc
dengan c adalah skalar sembarang
67
68
Sistem Persamaan Dengan Vektor Solusi Berdimensi 2 Contoh di atas memperlihatkan bahwa solusi dari sistem persamaan homogen membentuk vektor-vektor yang seluruhnya dapat diperoleh melalui perkalian salah satu vektor solusi dengan skalar serta penjumlahan vektor-vektor solusi. Kita katakan bahwa solusi dari sistem persamaan homogen membentuk suatu ruang vektor.
x A − xB = 0
Contoh:
− x A + 4 xB − 5 xC + 2 xD = 0 x A − 4 x B + 5 xC − 2 xD = 0 − x A + 7 xB − 10 xC + 4 xD = 0
Dalam sistem persamaan homogen yang sedang kita tinjau ini, ruang vektor yang terbentuk adalah ber-dimensi satu. Perhatikan bahwa setiap vektor solusi merupakan hasilkali skalar dengan vektor x1 .
Matriks gandengan dan hasil eliminasi Gauss adalah 0 0 1 −1 − 1 4 −5 2 1 −4 5 −2 − 1 7 − 10 4
Jika kita perhatikan lebih lanjut ruang vektor yang terbentuk oleh vektor solusi akan berdimensi (n − r), yaitu selisih antara banyaknya unsur yang tak diketahui dengan rank matriks koefisien. Dalam kasus yang sedang kita tinjau ini, banyaknya unsur yang tak diketahui adalah 3 sedangkan rank matriks koefisien adalah 2.
| 0 | 0 | 0 | 0
1 − 1 0 0 3 − 5 0 0 0 0 0 0
0 | 0 2 | 0 0 | 0 0 | 0
Rank matriks ini adalah 2 sedangkan banyaknya unsur tak diketahui 4. Sistem persamaan menjadi x A − xB = 0 3 xB − 5 xC + 2 x D = 0 0=0 0=0
69
Jika kita memberi nilai xC = 1 dan xD = 0
Jika Ax1 = 0, maka perkalian dengan skalar k akan memberikan
kita akan mendapatkan xB = 5 / 3 ; x A = 5/3 5 / 3 5/ 3 x1 = 1 0
Ak1x1 = 0
dan
adalah salah satu vektor solusi
Ak2 x1 = 0
Ak1x1 + Ak 2 x1 = A(k1 + k 2 )x1 = Ac1x1 = 0
Dengan kata lain, jika x1 adalah vektor solusi, maka
Ganda-awal matriks koefisien dengan vektor ini akan memberikan vektor b = 0 1. − 1 0 0 3 − 5 Ax1 = 0 0 0 0 0 0
70
,
0 5 / 3 5 / 3 − 5 / 3 0 2 5 / 3 0 + 5 − 5 + 0 0 = = 0 0 1 0 0 0 0 0
k1x1 , k 2 x1 , (k1x1 + k 2 x1 ) adalah juga vektor-vektor solusi dan sebagaimana kita tahu vektorvektor ini kita peroleh dengan memberi nilaixC = 1 dan xD = 0 .
71
72
12
8/3/2013
Jika xC = 0 dan xD = 1 akan kita peroleh xB = −2 / 3 Dari dua contoh terakhir ini terbukti teorema yang menyatakan bahwa solusi sistem persamaan linier homogen dengan n unsur tak diketahui dan rank matriks koefisien r akan membentuk ruang vektor berdimensi (n − r).
dan x A = −2 / 3 yang membentuk vektor solusi − 2 / 3 − 2 / 3 x2 = 0 1
Dengan skalar l sembarang kita akan memperoleh vektor-vektor solusi yang lain seperti l1x 2 , l2 x 2 , (l1x 2 + l2 x 2 ) Secara keseluruhan maka vektor-vektor solusi kita adalah
x = kx1 + lx2 Inilah vektor-vektor solusi yang membentuk ruang vektor berdimensi 2. 73
74
Kebalikan Matriks Dan Metoda Eliminasi Gauss-Jordan Tidak semua matriks bujur sangkar memiliki kebalikan; jika A memiliki kebalikan maka A disebut matriks tak singular dan jika tak memiliki kebalikan disebut matriks singular.
Pengertin tentang kebalikan matriks (inversi matriks) erat kaitannya dengan pemecahan sistem persamaan linier. Namun demikian pengertian ini khusus ditujukan untuk matriks bujur sangkar n × n.
Jika A adalah matriks tak singular maka hanya ada satu kebalikan A; dengan kata lain kebalikan matriks adalah unik atau bersifat tunggal.
Kebalikan matriks A (inversi matriks A) didefinisikan sebagai matriks yang jika digandaawalkan ke matriks A akan menghasilkan matriks identitas. Kebalikan matriks A dituliskan sebagai A−1 sehingga definisi ini memberikan relasi
Hal ini mudah dimengerti sebab jika A mempunyai dua kebalikan, misalnya P dan Q, maka AP = I =PA dan juga AQ = I =QA, dan hal ini hanya mungkin terjadi jika P = Q.
A −1A = I = AA−1 Jika A berukuran n × n maka A−1 juga berukuran n × n dan demikian pula matriks identitasnya.
P = IP = ( AQ)P = QAP = Q(AP) = QI = Q
75
Dari pembahasan sebelumnya kita mengetahui bahwa jika matriks koefisien A adalah matriks bujur sangkar n × n, maka solusi tunggal akan kita peroleh jika rank A sama dengan n. Hal ini berarti bahwa vektor x pada persamaan di atas dapat kita peroleh jika rank A−1 sama dengan n. Dengan perkataan lain
Berbekal pengertian kebalikan matriks, kita akan meninjau persamaan matriks dari suatu sistem persamaan linier tak homogen, yaitu Ax = b
Jika kita menggandaawalkan kebalikan matriks A ke ruas kiri dan kanan persamaan ini, akan kita peroleh
A −1 Ax = A −1 b
→
76
matriks A yang berukuran n × n tak singular jika rank A = n
Ix = x = A −1 b
dan akan singular jika rank A < n. Mencari kebalikan matriks A dapat kita lakukan dengan cara eliminasi Gauss-Jordan. Metoda ini didasari oleh persamaan Ax = b.
Persamaan ini menunjukkan bahwa kita dapat memperoleh vektor solusi x dari sistem persamaan linier jika kebalikan matriks koefisien A ada, atau jika matriks A tak singular.
Jika X adalah kebalikan matriks A maka AX = I
Jadi persoalan kita sekarang adalah bagaimana mengetahui apakah matriks A singular atau tak singular dan bagaimana mencari kebalikan matriks A jika ia tak singular.
77
78
13
8/3/2013
Untuk mencari X kita bentuk matriks gandengan
Contoh:
Kita akan mencari kebalikan dari matriks
~ A = [A I ]
2 2 1 A = 3 − 2 2 − 2 4 1
~
Jika kita lakukan eliminasi Gauss pada A matriks gandengan ini berubah menjadi
[U
H]
Kita bentuk matriks gandengan [A I ]
dengan U berbentuk matriks segitiga atas.
1
2 2 | 1 0 0 − 2 2 | 0 1 0 − 2 4 1 | 0 0 1
[A I ] = 3
Eliminasi Gauss-Jordan selanjutnya beroperasi pada
[U
H]
yaitu dengan mengeliminasi unsur-unsur segitiga atas pada U sehingga U berbentuk matriks identitas I.
Kita lakukan eliminasi Gauss pada matriks gandengan ini 2 | 1 0 0 pivot 1 2 0 − 8 − 4 | − 3 1 0 − 3 × baris 1 0 8 5 | 2 0 1 + 2 × baris 1
Langkah akhir ini akan menghasilkan
[I
X] 79
2 | 1 0 0 1 2 0 − 8 − 4 | − 3 1 0 pivot 0 0 1 | − 1 1 1 + baris 2
80
Hasil terakhir ini memberikan kebalikan matriks A, yaitu
10 / 8 − 6 / 8 − 1 A −1 = 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2 − 1 1 1
Kemudian kita lakukan eliminasi Gauss-Jordan 0 0 1 2 2 | 1 0 1 1 / 2 | 3 / 8 − 1 / 8 0 × (−1 / 8) 0 0 1 | − 1 1 1
Dengan demikian untuk suatu sistem persamaan linier tak homogen yang persamaan matriksnya 2 2 x1 8 1 3 − 2 2 x = 0 2 − 2 4 1 x3 0
−2 − 2 − 2 × baris 3 1 2 0 | 3 0 1 0 | 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2 − 0.5 × baris3 0 0 1 | − 1 1 1
vektor solusinya adalah
1 0 0 | 10 / 8 − 6 / 8 − 1 − 2 × baris 2 0 1 0 | 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2 0 0 1 | − 1 1 1
2 2 x1 1 x = 3 − 2 2 2 x3 − 2 4 1
−1
8 10 / 8 − 6 / 8 − 1 8 10 0 = 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2 0 = 7 0 − 1 1 1 0 − 8
81
Kebalikan Matriks Diagonal
82
Kebalikan Dari Perkalian Matriks
Kebalikan matriks diagonal dapat dengan mudah kita peroleh. 0 a11 0 0 L 0 0 0 ann
−1
Kebalikan dari perkalian dua matriks adalah perkalian dari kebalikan masing-masing matriks dengan urutan dibalik.
0 1 / a11 0 = 0 L 0 0 1 / ann 0
(AB )−1 = B −1A −1 Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut I = (AB)(AB )−1
Kebalikan Dari Kebalikan Matriks
(A )
−1 −1
(
)
A −1I = A −1(AB)(AB )−1 = A −1A B(AB )−1 = IB(AB)−1 A −1 = B(AB)−1
Kebalikan dari kebalikan matriks adalah matriks itu sendiri.
B −1A −1 = B −1B(AB )−1 = I(AB )−1 = (AB)−1
=A
83
84
14
8/3/2013
Definisi Dalam buku Erwin Kreyszig kita baca definisi bilangan bilangan kompleks sebagai berikut Bilangan kompleks z ialah suatu pasangan terurut (x,y) dari bilangan nyata x, y, yang kita tuliskan
Bilangan Kompleks
z = ( x, y ) bagian nyata (real part) dari z
bagian khayal (imaginary part) dari z
kita tuliskan Re z = x
Im z = y
Kita akan mencoba memahami definisi ini secara grafis, mulai dari pengertian tentang bilangan nyata.
86
85
Tinjaulah suatu fungsi Bilangan Nyata
y= x
3.5
y
3 2.5
Kita mengenal bilangan nyata bulat seperti 1, 2, 3 dan seterusnya; bilangan nyata pecahan ¼, ½, ¾ dan seterusnya, serta bilangan nyata yang hanya dapat di angankan seperti π. Walaupun hanya dapat diangankan, bilangan ini tetap nyata, nilainya adalah 3,14……., dengan angka desimal yang tak diketahui ujungnya.
2 1.5 1 0.5 0 0
|
|
|
|
|
|
|
|
-2
-1
0
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
x tidak ada nilai y yang nyata untuk x negatif
Secara grafis, bilangan nyata dapat digambarkan posisinya di suatu sumbu yang disebut sumbu nyata,
namun untuk x yang negatif dapat didefinisikan suatu bilangan imajiner (khayal)
m
−1 = j
87
Jika bilangan nyata 1 menjadi satuan dari bilangan nyata, misalnya
88
Pernyataan Bilangan Kompleks
5 = 5× 1 10 = 10 × 1 dan seterusnya
Satu bilangan kompleks z merupakan jumlah dari komponen nyata dan komponen imajiner dan dituliskan
maka bilangan imajiner j = √−1 menjadi satuan dari bilangan imajiner, misalnya
z = a + jb
imajiner 2 = j2 imajiner 3 = j3
bilangan kompleks
bagian imajiner bagian nyata
imajiner 9 = j 9 dan seterusnya
89
90
15
8/3/2013
Bilangan kompleks dapat digambarkan di bidang kompleks yang dibatasi oleh sumbu nyata (diberi tanda Re) dan sumbu imajiner (diberi tanda Im) yang saling tegaklurus satu sama lain
Diagram Argand Im disebut modulus
ρ
•
b = ρ sin θ
θ
setiap titik di bidang kompleks menunjukkan posisi bilangan-kompleks (x,,y) dengan x adalah komponen nyata dan y adalah komponen imajiner-nya
z = ρ(cos θ + j sin θ)
z = a + jb
jb
modulus z = ρ = a 2 + b 2
z = a 2 + b 2 (cos θ + j sin θ)
Re
disebut argumen
a
b arg z = θ = tan −1 a
a = ρ cos θ
91
92
CONTOH
CONTOH
Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai z1 = 3 + j 4
Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai
(
Sudut dengan sumbu nyata adalah
z 2 = 10 cos 20 o + j sin 20 o
θ1 = tan −1 (4 / 3) ≈ 53,1o
Pernyataan ini dapat kita tuliskan
Pernyataan z1 dapat kita tuliskan
(
z1 = 3 2 + 4 2 cos 53,1o + j sin 53,1o
(
= 5 cos 53,1o + j sin 53,1o
)
)
(
z2 = 10 cos 20o + j sin 20o
)
)
≈ 10(0,94 + j 0,34) = 9,4 + j3,4
93
Kesamaan Bilangan Kompleks
Modulus ρ =
a2 + b2
94
Negatif dari Bilangan Kompleks Nilai negatif dari suatu bilangan kompleks adalah nilai negative dari kedua komponennya
merupakan nilai mutlak
Jika
Dua atau lebih bilangan kompleks bisa saja memiliki nilai ρ yang sama akan tetapi dengan sudut θ yang berbeda; atau sebaliknya mempunyai nilai θ sama akan tetapi memiliki ρ yang berbeda.
z = a + jb maka − z = −a − jb Im
• z = a + jb
jb
Dua bilangan kompleks dikatakan sama besar jika mereka mempunyai baik ρ maupun θ yang sama besar.
ρ θ + 180 o
θ a
Dengan kata lain, mereka memiliki bagian nyata dan bagian imajiner yang sama besar..
Re
ρ
− z = − a• − jb
95
96
16
8/3/2013
Konjugat Bilangan Kompleks
CONTOH
Konjugat dari suatu bilangan kompleks z adalah bilangan kompleks z* yang memiliki komponen nyata sama dengan z tetapi komponen imajinernya adalah negatif dari komponen imajiner z.
Jika z1 = 4 + j 6 maka z 2 = − z1 = −4 − j 6 Sudut dengan sumbu nyata
Jika z = a + jb maka
θ1 = tan −1 (6 / 4) = 56,3 o θ 2 = 56,3 o + 180 o = 236,3 o
Im
jb
z1 dapat dinyatakan sebagai
(
z1 = 4 2 + 6 2 cos 56,3 o + j sin 56,3 o
( = 7,2(cos(56,3
= 7,2 cos 56,3 + j sin 56,3 o
− z1
o
z ∗ = a − jb
o
)
)
ρ
• z = a + jb
θ −θ a
+ 180 o ) + j sin(56,3 o + 180 o )
= 7,2(− 0,55 − j 0,83) = −3,96 − j 6
)
− jb
Re
• z ∗ = a − jb
97
98
CONTOH:
CONTOH:
z ∗ = −5 + j 6 •
Jika z = 5 + j 6 maka z ∗ = 5 − j 6
Im
Im
• z = 5 + j6
Sudut dengan sumbu nyata
θ = tan
−1
(6 / 5) = 50,2
z = 52 + 6 2 cos 50,2o + j sin 50,2o
(
(
)
z ∗ = 7,8 cos 50,2 o − j sin 50,2 o
Re
z = −5 − j 6 •
• z* = 5 − j 6
z dapat dinyatakan sebagai
= 7,8 cos 50,2o + j sin 50,2o
maka z ∗ = −5 + j 6
Re
θ ∗ = −50,2 o
(
Jika z = −5 − j 6
o
Im
• z∗ = 5 + j6
) Jika z = 5 − j 6
)
maka z ∗ = 5 + j 6 Re
• z = 5 − j6 99
100
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Kompleks Hasil penjumlahan dua bilangan kompleks merupakan bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan jumlah komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan jumlah komponen imajiner.
z1 + z 2 = (a1 + jb1 ) + ( a2 + jb2 ) = ( a1 + a2 ) + j (b1 + b2 )
Operasi-Operasi Aljabar
Hasil selisih dua bilangan kompleks adalah bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan selisih komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan selisih komponen imajiner.
z1 − z 2 = (a1 + jb1 ) − (a2 + jb2 ) = (a1 − a2 ) + j (b1 − b2 )
101
102
17
8/3/2013
Perkalian Bilangan Kompleks CONTOH: Diketahui s1 = 2 + j3 dan
Perkalian dua bilangan kompleks dilaksanakan seperti halnya kita melakukan perkalian jumlah dua bilangan, yaitu dengan malakukan perkalian komponen per komponen
s2 = 3 + j 4
( z1 )( z 2 ) = ( a1 + jb1 )(a 2 + jb2 )
s1 + s2 = ( 2 + j 3) + (3 + j 4)
= a1 a 2 + jb1 a 2 + jb1 a 2 − b1b2
= 5 + j7
= a1 a 2 + 2 jb1 a 2 − b1b2
Jika z 2 = z1∗
s1 − s2 = ( 2 + j 3) − (3 + j 4) = −1 − j1
z1 × z1∗ = ( a + jb)( a − jb ) = a 2 − jba + jba + b 2 = a 2 + b2
Perhatikan: z1 × z1∗ = z1 = a + jb 2
=
(a
2
2
+ b2
) =a 2
2
+ b2
103
104
Pembagian Bilangan Kompleks CONTOH:
z1 = 2 + j3 dan
z 2 = 3 + j4
Hasil bagi suatu pembagian tidak akan berubah jika pembagian itu dikalikan dengan 1
( z1 )( z 2 ) = ( 2 + j3)(3 + j 4) = 6 + j8 + j9 − 12
z1 a + jb1 a2 − jb2 = 1 × z2 a2 + jb2 a2 − jb2
= −6 + j17
=
CONTOH:
z1 = 2 + j 3 dan
CONTOH:
= 4 − j6 + j6 + 9 = 4 + 9 = 13 2
a22
z 2 = z1∗ = 2 − j 3
( z1 )( z1∗ ) = (2 + j 3)( 2 − j 3)
z1 z1∗ = z1 =
(a1a2 + b1b2 ) + j (b1a2 − b2a1)
2
a2 − jb2 =1 a2 − jb2
z 2 = 3 + j4
z1 2 + j 3 3 − j 4 (6 + 12) + j (−8 + 9) 18 1 = × = = +j 25 25 z2 3 + j4 3 − j4 32 + 4 2
( 2 + 3 ) = 4 + 9 = 13 2
z1 = 2 + j 3 dan
+ b22
2
105
106
Fungsi Eksponensial Kompleks Jika x adalah bilangan nyata maka fungsi ekponensial
y = ex merupakan fungsi ekponensial nyata; y memiliki nilai nyata Jika z adalah bilangan kompleks z = σ + jθ
Pernyataan Bilangan Kompleks Bentuk Polar
fungsi eksponensial kompleks didefinisikan
e z = e (σ + jθ) = e σ (cos θ + j sin θ) ; dengan e σ adalah fungsi eksponensial riil` Melalui identitas Euler e
jθ
= cos θ + j sin θ
fungsi exponensial kompleks dapat kita tuliskan
e z = e σ e jθ 107
108
18
8/3/2013
CONTOH:
Bentuk Polar Representasi bilangan kompleks dalam bentuk polar adalah
Misalkan suatu bilangan kompleks z = 3+ j4
z = ρe jθ Im
| z | = ρ = 32 + 4 2 = 5
Modulus
• z = ρe jθ arg z = ∠z = θ
ρ
∠z = θ = tan −1
Argumen
θ
Re
z = 5e j0,93
Representasi polar
CONTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks z = 10 e j0,5 Modulus bilangan kompleks ini adalah |z| = 10 dan argumennya ∠z = 0,5 rad
4 = 0,93 rad 3
Im
• z = 5e j 0,93
Im
Bentuk sudut sikunya adalah:
5
z = 10 (cos 0,5 + j sin 0,5) = 10 (0,88 + j 0,48) = 8,8 + j 4,8
10 0 ,5 rad
• z = 5e j 0,5
0,93 rad
Re
Re 109
110
.
CONTOH:
CONTOH
Misalkan z = −2 + j 0
Misalkan z = 0 − j 2
Modulus | z | = ρ = 4 + 0 = 2
Modulus | z | = ρ =
Argumen θ = tan −1 (0 / − 2 ) = ± π tidak bernilai tunggal
Argumen θ = tan
Di sini kita harus memilih θ = π rad karena komponen imajiner 0 sedangkan komponen nyata −2
−1
0+4 = 2
(− 2 / 0) = −π / 2 komponen nyata: 0 komponen imajiner: −2
Representasi polar adalah
Im
Im
z = 2 e − jπ / 2 z = 2e jπ •
Re
Re
−2
− jπ / 2 − j 2 • z = 2e
111
112
Perkalian dan Pembagian Bilangan Kompleks Representasi polar dari bilangan kompleks mempermudah operasi perkalian dan pembagian.
( z1 )( z2 ) = ρ1e jθ1 ρ 2e jθ2 = ρ1ρ 2e
j ( θ1 + θ 2 )
z1 ρ1e jθ1 ρ1 j ( θ1 −θ2 ) = = e z 2 ρ 2 e jθ 2 ρ 2
Manfaat Bentuk Polar CONTOH: Misalkan z1 = 10 e j0,5 dan z2 = 5 e j0,4
z1 z 2 = 10e j 0,5 × 5e j 0,4 = 50e j 0,9
z1 10e j 0,5 = = 2e j 0,1 z2 5e j 0,4 113
114
19
8/3/2013
Konjugat Kompleks argumen konjugat berlawanan dengan argumen bilangan kompleks asalnya Im
CONTOH: j 0 ,5 Misalkan z1 = 10e
• z = ρe jθ θ −θ
z 2 = 5e j 0,4
dan
z1 z1∗ = 10e j 0,5 × 10e − j 0,5 = 100 z 2 z 2∗ = 25
Re
• z ∗ = ρe − j θ
[z1 z 2 ]∗ = [10e j 0,5 × 5e j 0,4 ]
∗
[
= 50e j 0,9
] = 50e ∗
− j 0, 9
= 10e − j 0,5 × 5e − j 0, 4 = 50e − j 0,9
Relasi-relasi antara suatu bilangan kompleks dengan konjugat bilangan kompleks lainnya adalah sebagai berikut
∗
∗ 10e j 0,5 z1 j 0,1 ∗ = 50e − j 0,1 = j 0 , 4 = 2e 5e z2
( z )( z*) =| z |2 atau |z| = s s *
( )( )
[z1 z 2 ]* = z1* z2* * z1 z1* = * z z2 2
=
10e − j 0,5 5e − j 0,4
[
]
= 2e − j 0,1
115
116
Permutasi
Permutasi dan Kombinasi
11 7
CA CB B A
diperoleh 6 kelompok
Jika salah satu komponen sudah menempati posisi pertama tinggal 2 kemungkinan komponen yang dapat menempati posisi kedua
BA
AB
Kelompok yang yang bisa kita bentuk adalah
dan
BA BC C A
Misalkan tersedia 2 huruf yaitu A dan B dan kita diminta untuk membuat kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 2 huruf
Misalkan tersedia 3 huruf yaitu A, B, dan C Kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 3 huruf adalah:
AB AC C B
Permutasi adalah banyaknya pengelompokan sejumlah tertentu komponen yang diambil dari sejumlah komponen yang tersedia; dalam setiap kelompok urutan komponen diperhatikan
118
Jika salah satu komponen sudah menempati posisi pertama dan salah satu dari 2 yang tersisa sudah menempati posisi kedua maka hanya tinggal 1 kemungkinan komponen yang dapat menempati posisi terakhir yaitu posisi ketiga
diperoleh 2 kelompok
Ada dua kemungkinan huruf yang bisa menempati posisi pertama yaitu A atau B
Jadi jumlah kelompok yang bisa diperoleh adalah
3 × 2 ×1 = 6
Jika A sudah menempati posisi pertama, maka hanya satu kemungkinan yang bisa menempati posisi kedua yaitu B Jika B sudah menempati posisi pertama, maka hanya satu kemungkinan yang bisa menempati posisi kedua yaitu A 119
Jumlah kemungkinan komponen yang menempati posisi pertama Jumlah kemungkinan komponen yang menempati posisi kedua
Jumlah kemungkinan komponen yang menempati posisi ketiga 120
20
8/3/2013
Secara umum jumlah kelompok yang dapat kita bangun dari n komponen yang setiap kelompok terdiri dari n komponen adalah
Dari 4 huruf yaitu A, B, C dan D kita dapat membuat kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 4 huruf
× ( − 1) × ( − 2) × ......... × 1 = !
Kita katakan bahwa permutasi dari n komponen adalah n! dan kita tuliskan
= n!
n Pn
jumlah kelompok yang mungkin dibentuk 4×3×2×1=24 kelompok yaitu: ABCD ABDC ACBD ACDB ADCB ADBC
BACD BADC BCAD BCDA BDAC BDCA
CDAB CDBA CABD CADB CBAD CBDA
DABC DACB DBCA DBAC DCAB DCBA
n
n
n
n
Kemungkinan penempatan posisi pertama : 4 Kemungkinan penempatan posisi kedua : 3 Kemungkinan penempatan posisi ketiga : 2 Kemungkinan penempatan posisi keempat : 1
Kita baca : n fakultet
Namun dari n komponen tidak hanya dapat dikelompokkan dengan setiap kelompok terdiri dari n komponen, tetapi juga dapat dikelompokkan dalam kelompok yang masingmasing kelompok terdiri dari k komponen dimana k < n
ada 24 kelompok
Kita sebut permutasi k dari n komponen dan kita tuliskan n Pk 121
122
Contoh: Permutasi dua-dua dari empat komponen adalah 4 P2
Secara Umum:
= 4 × 3 = 12 n Pk
Di sini kita hanya mengalikan kemungkinan penempatan pada posisi pertama dan ketiga saja yaitu 4 dan 3. Tidak ada komponen yang menempati posisi berikutnya.
=
n! ( n − k )!
Contoh: 6 P2
Penghitungan 4P2 dalam contoh di atas dapat kita tuliskan 4 P2
=
4 × 3 × 2 ×1 = 12 2 ×1
=
6! 6 × 5 × 4 × 3 × 2 ×1 = = 6 × 5 = 30 (6 − 2)! 4 × 3 × 2 ×1
Contoh: 6 P4
=
6! 6 × 5 × 4 × 3 × 2 ×1 = = 6 × 5 × 4 × 3 = 360 (6 − 4)! 2 ×1
123
124
Kombinasi merupakan pengelompokan sejumlah komponen yang mungkin dilakukan tanpa mempedulikan urutannya Jika dari tiga huruf A, B, dan C, dapat 6 hasil permutasi yaitu ABC, ACB, BCA, BAC, CAB, dan CBA
Kombinasi
namun hanya ada satu kombinasi dari tiga huruf tersebut yaitu ABC karena dalam kombinasi urutan posisi ketiga huruf itu tidak diperhatikan ABC = ACB = BCA = BAC = CAB = CBA
125
126
21
8/3/2013
Contoh:
Oleh karena itu kombinasi k dari sejumlah n komponen haruslah sama dengan jumlah permutasi nPk dibagi dengan permutasi k
Berapakah kombinasi dua-dua dari empat huruf A, B, C, dan D Jawab: 4 C2
Kombinasi k dari sejumlah n komponen dituliskan sebagai nCk
Jadi
n Ck
=
n Pk
k!
=
=
4 P2
2!
=
4! 4 × 3× 2 ×1 = =6 (4 − 2)!×2! 2 ×1× 2 ×1
yaitu: AB AC
n! (n − k )!× k!
AD BC BD CD 127
128
Distribusi Maxwell-Boltzman Energi elektron dalam padatan terdistribusi pada tingkat-tingkat energi yang diskrit; kita sebut
Contoh Aplikasi
E1
E2
E3
dst.
Distribusi Maxwell-Boltzman Setiap tingkat energi dapat ditempati oleh elektron mana saja dan setiap elektron memiliki probabilitas yang sama untuk menempati suatu tingkat energi
Distribusi Fermi-Dirac
129
Jika N adalah jumlah keseluruhan elektron yang harus terdistribusi dalam tingkat-tingkat energi yang ada dan kita misalkan bahwa distribusi yang terbentuk adalah
130
Jumlah cara penempatan elektron di E2 merupakan permutasi n2 dari (N−n1) karena sejumlah n1 sudah menempati E1
di E1 terdapat n1 elektron
P2 = n2 P( N − n1 ) =
di E2 terdapat n2 elektron
( N − n1 )! ( N − n1 − n2 )!
di E3 terdapat n3 elektron dst. maka jumlah cara penempatan elektron di E1 merupakan permutasi n1 dari N yaitu
P1 = n1 PN =
Jumlah cara penempatan elektron di E3 merupakan permutasi n3 dari (N−n1−n2) karena sejumlah (n1+n2) sudah menempati E1 dan E2
N! ( N − n1 )!
P3 = n3 P( N − n1 − n2 ) =
131
( N − n1 − n2 )! ( N − n1 − n2 − n3 )!
dst.
132
22
8/3/2013
Setelah n1 menempati E1 maka urutan penempatan elektron di E1 ini sudah tidak berarti lagi karena kita tidak dapat membedakan antara satu elektron dengan elektron yang lain
Namun setiap tingkat energi juga memiliki probabilitas untuk ditempati, yang disebut intrinksic probability Misalkan intrinksic probability tingkat E1 adalah g1, E2 adalah g2, dst. maka probabilitas tingkat-tingkat energi
Jadi jumlah cara penempatan elektron di E1 adalah kombinasi n1 dari N yaitu
C1 =
n1 PN
n1!
=
E2 ditempati n2 elektron
Demikian pula penempatan elektron di E2, E3, dst.
( N − n1 )! C2 = = ( N-n1 )!n2 ! ( N − n1 − n2 )!n2! n2
P( N − n1 )
( N − n1 − n2 )! C3 = = ( N − n1 − n3 − n3 )!n3! ( N − n1 − n2 − n3 )!n3! n3 P( N − n1 − n2 )
F1 = g1n1 C1
E1 ditempati n1 elektron
N! ( N − n1 )!n1!
F2 = g 2 2 C2 n
adalah
E3 ditempati n3 elektron
F3 = g3 3 C3
dst.
dst.
n
Dengan demikian maka probabilitas untuk terjadinya distribusi elektron seperti di atas adalah:
F = F1F2 F3 .... = g1n1 g 2 n2 g 3n3 ....C1C2C3...... = dst.
g1n1 g 2n2 g 3n3 ..... n1!n2!n3!.....
Inilah probabilitas distribusi dalam statistik Maxwell-Boltzmann
133
134
Sebagai informasi, probabilitas F ini mengantarkan kita pada formulasi distribusi Maxwell-Boltzmann
Upaya selanjutnya adalah mencari bentuk distribusi yang paling mungkin terjadi
ni =
Namun hal ini tidak kita bahas di sini, karena contoh ini hanya ingin menunjukkan aplikasi dari pengertian permutasi dan kombinasi
Jumlah elektron pada tingkat energi Ei
N g i e − Ei / k BT Z temperatur
konstanta Boltzmann tingkat energi ke-i probabilitas intrinksik tingkat energi ke-i
Pembaca dapat melihat proses perhitungan lanjutan ini di buku-e “Mengenal Sifat Material”
fungsi partisi Z=
∑ g i e −β E
i
i
135
136
Distribusi Fermi-Dirac Energi elektron dalam terdistribusi pada tingkat-tingkat energi yang diskrit, misalnya kita sebut
E1
E2
E3
Jika N adalah jumlah keseluruhan elektron yang harus terdistribusi dalam tingkat-tingkat energi yang ada, yaitu
dst.
di E1 terdapat n1 elektron
Setiap tingkat energi mengandung sejumlah tertentu status kuantum
di E2 terdapat n2 elektron di E3 terdapat n3 elektron
dan tidak lebih dari dua elektron berada pada status yang sama.
dst.
Oleh karena itu jumlah status di tiap tingkat energi menjadi probabilitas intrinksik tingkat energi yang bersangkutan Yang berarti menunjukkan jumlah elektron yang mungkin berada di suatu tingkat energi 137
138
23
8/3/2013
Maka banyaknya cara penempatan elektron di tingkat E1, E2, E3 dst. merupakan kombinasi C1, C2, C3 dst
C1 =
N! ( N − n1 )!n1!
C2 =
( N − n1 )! ( N − n1 − n2 )!n2 !
C3 =
( N − n1 − n2 )! ( N − n1 − n2 − n3 )!n3!
dst.
Namun hal ini tidak kita bahas di sini, karena contoh ini hanya ingin menunjukkan aplikasi dari pengertian permutasi dan kombinasi
Dengan probabilitas intrinksik g1, g2, g3 maka jumlah cara untuk menempatkan elektron di tingkat E1, E2, E3 dst. menjadi
F1 =
g1! n1!( g1 − n1 )!
F2 =
g 2! ( g 2 − n2 )! n2 !
F3 =
g 3! dst. ( g3 − n3 )! n3!
Pembaca dapat melihat proses perhitungang lanjutan ini di buku-e “Mengenal Sifat Material”, Bab-9 yang dapat diunduh di situs ini juga
Sehingga probabilitas untuk terjadinya distribusi elektron adalah:
F = F1 F2 F3 ...Fi = ∏ i
Upaya selanjutnya adalah mencari bentuk distribusi yang paling mungkin terjadi
gi! ni !( g i − ni )!
Inilah probabilitas distribusi dalam statistik Fermi-Dirac namun kita tidak membicarakan lebih lanjut karena proses selanjutnya tidak menyangkut permutasi dan kombinasi 139
140
Sebagai informasi, probabilitas F ini mengantarkan kita pada formulasi distribusi Fermi Dirac ni =
gi
e ( Ei − EF ) / kBT + 1
Jika kita perhatikan persamaan ini untuk T → 0
Aritmatika Interval
lim e ( Ei − E F ) / k BT = 0 untuk ( Ei − E F ) < 0
T →0
= ∞ untuk ( Ei − E F ) > 0
Jadi jika T = 0 maka ni = gi yang berarti semua tingkat energi sampai EF terisi penuh dan tidak terdapat elektron di atas EF EF inilah yang disebut tingkat energi Fermi.
141
142
Cakupan Bahasan
Pengantar
Pengertian-Pengertian Interval
Dalam praktik rekayasa dijumpai operasi matematika yang melibatkan bilangan-bilangan dalam interval.
Operasi-Operasi Aritmatika Interval Sifat-Sifat Aritmatika Interval
Dalam keadaan demikian kita dihadapkan pada operasi-operasi interval.
143
144
24
8/3/2013
Bilangan nyata yang biasa kita kita operasikan adalah bernilai tunggal, baik bilangan bulat maupun pecahan Dalam analisis interval, bilangan yang kita operasikan memiliki nilai yang berada dalam suatu interval tertutup *) Dengan demikian bilangan yang kita hadapi sesungguhnya merupakan kumpulan bilangan
Pengertian-Pengertian Interval
Contoh: Bilangan dalam interval 90 dan 110 adalah kumpulan bilangan yang bernilai antara 90 dan 110 termasuk 90 dan 110 itu sendiri (interval tertutup).
*)
Lihat pula “Fungsi dan Grafik” 146
145
Suatu kumpulan dinyatakan dengan tanda kurung { }. Secara umum, suatu kumpulan kita nyatakan sebagai
Contoh S = {x : x ∈ R, 90 ≤ x ≤ 110}
S = {x : p( x)} menunjukkan kumpulan yang kita tinjau menunjukkan sembarang elemen dari S
menunjukkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menentukan apakah x benar merupakan elemen dari S atau tidak
p( x) = x ∈ R, 90 ≥ x ≤ 110 R adalah kumpulan dari semua bilangan nyata
147
Secara umum, kumpulan bilangan nyata X dalam interval antara a dan b dengan a < b dan a maupun b terletak antara −∞ dan + ∞ kita tuliskan
148
Suatu interval X yang memiliki batas bawah (nilai minimum) x dan batas atas (nilai maksimum) x kita tuliskan
X = [ x, x ]
X = {x : x ∈ R, a ≤ x ≤ b, a, b ∈ R, − ∞ < a < b < +∞}
kita gunakan tanda kurung [ ] untuk mengakomodasi batas-batas interval.
Penulisan ini tentu agak merepotkan dalam melakukan operasioperasi interval Kita memerlukan cara penulisan yang lebih sederhana agar mudah melakukan operasi interval.
Dalam penjelasan selanjutnya kita akan menggambarkan interval pada garis sumbu nyata sebagai berikut
Dalam operasi interval, sesungguhnya kita akan berhubungan hanya dengan batas-batas interval.
(
Oleh karena itu kita akan menggunakan cara penulisan bilangan interval yang lebih sederhana, dengan hanya menyatakan batasbatas intervalnya.
0
x
) x
interval X batas bawah batas atas
149
150
25
8/3/2013
Lebar Interval Degenerasi Lebar suatu interval X adalah bilangan nyata
Suatu interval mengalami degenerasi jika
w( X ) = x − x
x=x dan disebut degenerate interval; interval yang tidak mengalami degenerasi disebut nondegenerate.
Contoh:
X = [6, 15]
Dengan pengertian ini maka suatu bilangan nyata bernilai tunggal dapat dikatakan merupakan keadaan khusus dari suatu interval. Atau sebaliknya suatu interval merupakan pernyataan umum (generalisasi) suatu bilangan nyata.
w( X ) = 15 − 6 = 9 (
0
) x
x w(X)
151
152
Kesamaan
Titik Tengah
Dua interval dikatakan sama jika dan hanya jika mempunyai batasbatas yang sama.
Titik tengah atau mid point suatu interval X adalah
m( X ) = ( x + x ) / 2
Jika X = [ x, x ] dan Y = [ y, y ] maka X = Y
Contoh:
X = {4, 10} → titik tengah m( X ) = (4 + 10) / 2 = 7
jika dan hanya jika x = y dan x = y
Urutan Interval X dikatakan lebih kecil dari Y jika dan hanya jika batas maksimum X lebih kecil dari batas minimum Y, x < y
Radius Setengah dari lebar interval disebut sebagai radius interval
Contoh
w( X ) / 2
X = {6, 10} dan Y = {13, 18} → X < Y.
Contoh:
X = {4, 10}
( x X
0
→ radius interval X adalah w(X)/2 = (10−4)/2 = 3.
) x
( y
Y
Dalam contoh ini
) y
w(X) < w(Y)
153
154
Jarak
Nilai Absolut
Jarak antara dua interval didefinisikan sebagai maksimum dari selisih batas-batas keduanya
Nilai absolut suatu interval X didefinisikan sebagai maksimum dari absolut batas-batasnya
ρ( X , Y ) = max{| x − y | , | x − y |}
X = max{ x , x }
Contoh Contoh
X = {2,6}, Y = {8,18}
X = {−8, 4}
ρ( X , Y ) = max{| 2 − 8 |, | 6 − 18 |} = 12
X = max{ − 8 , 4 } = 8
Di sini
y−x
0
( x
) x X
155
| x − y |>| x − y |
y−x
( y
) y Y 156
26
8/3/2013
Irisan Simetri
Karena interval dapat dipandang sebagai kumpulan maka kita mengenal irisan interval.
Suatu interval X disebut simetris jika − x = x
Irisan antara interval X dan interval Y adalah Contoh: X = {−5, 5} (
X ∩ Y = [max{x, y}, min{x , y}] )
x
x
0 X
Contoh: X = {2, 9} dan Y = {6, 18} X
Interval simetris mengandung elemen bernilai 0. (
Tetapi tidak berarti mempunyai lebar 0. 0
Ia bukan degenerate interval.
) x
( y
x
X ∩ Y = [6, 9]
Y ) y
X ∩Y Irisan dua interval juga merupakan sebuah interval Irisan X dan Y kosong atau = Ø jika X < Y atau Y < X. 157
158
Inklusi Gabungan
Interval X berada di dalam interval Y jika dan hanya jika Gabungan antara interval X dan Y adalah
X ≤ Y dan w( X ) ≤ w(Y )
X ∪ Y = [min{ x, y}, maks{x,y}] X ∪ Y = [2, 18]
Contoh: X = [2, 9], Y = [6, 18] X ( 0
x
( y
atau
X ⊆ Y jika dan hanya jika y ≤ x dan x ≤ y Contoh: a). X = {5, 12} dan Y = {4, 16} → X ⊆ Y Y
Y ) x
) y
( ( y x
0
X ∪Y
) x
) y
X
Jika irisan dari X dan Y tidak kosong maka gabungan keduanya juga merupakan sebuah interval.
b). X ={−5, 2} dan Y = {−7, 7} ( y
Akan tetapi jika irisan antara keduanya kosong maka gabungan dua interval itu tidak merupakan sebuah interval karena sesungguhnya gabungan itu akan terdiri dari dua interval yang berbeda.
(
x
0
) x
) y
X 159
Y
160
Kita dapat membedakan interval dalam tiga katagori, yaitu: Interval yang seluruh elemennya bernilai positif, yang kita sebut interval positif. Interval yang seluruh elemennya bernilai negatif, yang kita sebut interval negatif.
Operasi-Operasi Aritmatika
Interval yang mengandung elemen bernilai negatif maupun positif termasuk nol. Degenerasi interval positif membentuk bilangan positif, degenerasi interval negatif membentuk bilangan negatif, sedangkan degenerasi interval yang mengandung nol bisa membentuk bilangan negatif, atau positif, atau nol.
161
162
27
8/3/2013
Penjumlahan Misalkan X dan Y adalah dua interval. Jumlah dari X dan Y didefinisikan sebagai
X + Y = {x + y : x ∈ X , y ∈ Y } Elemen dari jumlah interval adalah jumlah elemen masing-masing interval
Penjumlahan dan Pengurangan
Oleh karena itu maka batas bawah dari hasil penjumlahan adalah jumlah dari batas bawah, dan batas atas dari hasil penjumlahan adalah jumlah dari batas atas Dengan demikian maka penjumlahan dua interval hanya melibatkan batas-batas interval saja.
X + Y = [ x + y, x + y ]
163
Jika X = [ x, x ] dan Y = [ y, y ] , maka
164
Contoh: X = {2, 6} dan Y = {9, 14}
→ X + Y = [2+9, 6+14]=[11, 20]
X + Y = [ x + y, x + y ]
Penjumlahan dua interval selalu dapat dilakukan.
Jumlah interval juga merupakan interval. Y
X ( 0
x
Jika kedua interval yang dijumlahkan itu degenerate maka kita mendapatkan penjumlahan yang biasa kita lakukan dengan bilangan biasa.
) x
( y
) y
(
)
Perbedaan penjumlahan dan gabungan
x+ y
X ∪Y
X
Penjumlahan berbeda dengan penggabungan.
tidak merupakan sebuah interval karena X < Y.
Penggabungan dua interval tidak selalu menghasilkan suatu interval.
X dan Y adalah dua
X ∪ Y = [2, 6]
Contoh: X = [2, 4], Y = [3, 6]
x+y
X+Y
0
X + Y = [5, 10]
Y
) z
( ( ) ( ) x y x z y
X +Y
X ∪Y
interval yang terpisah. 165
Negatif Suatu Interval. Negatif dari suatu interval didefinisikan sebagai
166
Contoh: a). X = [2, 6] → −X = [−6, −2]
− X = {− x, x ∈ X } ( −x
yang dapat kita tuliskan
(
)
−x
0
−X
− X = −[ x, x ] = [− x , − x]
) x
x X
b). X = [−2, 6] → −X = [−6, 2] ( −x
(
)
−x −X
0
( −x
) x
x X
Batas atas −X adalah − x
(
x
) 0 −x
−X
X
) x
Batas bawah −X adalah x
167
168
28
8/3/2013
Pengurangan Dengan pengertian negatif interval tersebut di atas maka pengurangan interval X oleh interval Y menjadi penjumlahan interval X dengan negatif interval Y
X − Y = [ x, x ] − [ y, y ] = [ x − y, x − y]
Perkalian dan Pembagian
Contoh: X = [2, 6] dan Y = [7, 12]
→ X − Y = [2, 6] − [7, 12] = [2− 12, 6 − 7] = [−10, −1] X ( ( −y
) −y
0 X−Y
x− y
(
)
x
Y )( x y
) y
x−y
Dalam contoh ini X < Y dan hasil pengurangan X − Y merupakan interval negatif. 169
170
Perkalian Interval Pada interval X selalu dipenuhi relasi x ≤ x maka dengan memperhatikan posisi x kita akan mengetahui posisi x
Perkalian dua interval X dan Y didefinisikan sebagai
X ⋅ Y = {xy : x ∈ X , y ∈ Y }
jika x ≥ 0 maka x ≥ 0
yang dapat dituliskan
jika x ≤ 0 maka
X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y, x y, x y}
x ≥ 0 atau x ≤ 0
Demikian juga pada interval Y
Dalam formulasi ini diperlukan empat kali perkalian batas masing-masing interval untuk menentukan batas bawah maupaun batas atas dari interval hasil kali.
jika y ≥ 0 maka y ≥ 0 jika y ≤ 0 maka
Namun pekerjaan akan sedikit sedikit menjadi ringan jika kita memperhatikan posisi elemen masing-masing interval pada sumbu bilangan nyata
y ≥ 0 atau y ≤ 0
171
172
Sembilan situasi yang mungkin terjadi adalah: Karena ada tiga katagori interval, maka ada sembilan kemungkinan perkalian interval, yaitu:
X 1).
( 0 x
) x
( y
) x
( y
X
interval positif kali interval positif interval mengandung nol kali interval positif dan sebaliknya
2).
( x 0
3).
( x
4).
( x
Y
Y
x ≥ 0 dan y ≥ 0
) y
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
) y
Z = X ⋅Y = [x y, x y]
) y
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
) y
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
x < 0 < x dan y ≥ 0
interval negatif kali interval positif dan sebaliknya interval negatif kali interval mengandung nol dan sebaliknya interval negatif kali interval negatif
X ) ( x 0 y
perkalian dua interval yang keduanya mengandung nol
173
X ) x
( y 0
Y
Y
x ≤ 0 dan y ≥ 0
x ≤ 0 dan y < 0 < y
174
29
8/3/2013
X
Y
( x
5).
) x
( y
Y ) ( y 0 x
Y 7).
(
y
Y
Y 9).
( y
) x
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
) x
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Y
( y
X = [1, 3]
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Y = [4, 6] Nilai terkecil yang bisa dicapai
Perkalian dua interval positif akan menghasilkan interval positif. Batas atas interval hasilkali adalah hasilkali kedua batas atas sedang batas bawahnya adalah hasil kali kedua batas bawah.
Z = X ⋅Y = [ min{ x y , x y}, maks{ x y , x y}]
Jika kedua interval degenerate, maka kita mempunyai perkalian bilangan biasa: perkalian dua bilangan positif yang memberikan hasil bilangan positif. 176
175
Contoh dan Penjelasan
X 2).
( x 0
) x
Contoh dan Penjelasan
Y
( y
X = [−1, + 2]
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y}
x < 0 < x dan y < 0 < y
) x
x ≥ 0 dan y ≥ 0
) y
X ⋅Y = [4, 18]
x < 0 < x dan y ≤ 0
X ) 0 y
( x
) x
x ≥ 0 dan y < 0 < y
X ) ( y x 0
( 0 x
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
X
( y
8).
1).
x ≥ 0 dan y ≤ 0
) x
) ( 0 y x
X
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
X
( y
6).
Contoh dan Penjelasan
x ≤ 0 dan y ≤ 0
) y 0
X
x < 0 < x dan y ≥ 0
) y
3).
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
( x
X = [−3, − 1]
Y = [4, 8]
Y
) ( x 0 y
x ≤ 0 dan y ≥ 0
) y
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
Y = [1, 4]
X ⋅Y = [−12, − 1]
X ⋅Y = [−8, + 16] Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y} Salah satu interval mengandung nol dan memiliki batas bawah negatif. Oleh karena itu batas bawah interval hasilkali adalah batas bawah interval yang mengandung nol dan batas atas interval yang lain (yang positif).
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y} Karena salah satu interval adalah interval negatif dan yang lain interval positif, maka batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas atas interval positif. Batas atasnya adalah kasilkali batas atas interval negatif dan batas bawah interval positif
Batas atas interval hasilkali adalah hasil kali dari kedua batas atas karena kedua batas atas tersebut positif. 177
Contoh dan Penjelasan 4).
X ( x
) x
X = [−4, − 2]
( y 0
Y
) y
178
Contoh dan Penjelasan X ( ) ( 5). x y x
x ≤ 0 dan y < 0 < y Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Y = [−1, 3]
X = [−7, − 5]
X ⋅Y = [ −12, + 4]
Y
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
Y = [ −4, − 1] X ⋅Y = [5, 28]
Nilai terkecil yang bisa dicapai
x ≤ 0 dan y ≤ 0
) y 0
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y}
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y}
Salah satu interval adalah interval negatif sedangkan interval yang lain mengandung nol. Batas bawah interval hasilkali adalah hasil kali batas bawah interval negatif dan batas atas (positif) interval yang mengandung nol.
Kedua interval adalah interval negatif. Batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali kedua batas atas. Batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali kedua batas bawah.
Batas atasnya adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas bawah (yang bernilai negatif) dari interval yang mengandung nol. 179
180
30
8/3/2013
Contoh dan Penjelasan
Y 6).
Contoh dan Penjelasan
X
( y
) ( y 0 x
X = [1, 4]
Y
x ≥ 0 dan y ≤ 0
) x
7).
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Nilai terkecil yang bisa dicapai
y
X ) ( 0 y x
X = [2, 5]
Y = [−3, − 1] X ⋅Y = [−12, − 1]
(
Z = X ⋅ Y = [ x y, xy ]
Y = [−3, 1] X ⋅Y = [−15, 5]
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y}
x ≥ 0 dan y < 0 < y
) x
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y} Salah satu interval mengandung nol dan memiliki batas bawah negatif. Oleh karena itu batas bawah interval hasilkali adalah batas bawah interval yang mengandung nol dan batas atas interval yang lain (yang positif).
Karena salah satu interval adalah interval negatif dan yang lain interval positif, maka batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas atas interval positif. Batas atasnya adalah kasilkali batas atas interval negatif dan batas bawah interval positif
Batas atas interval hasilkali adalah hasil kali dari kedua batas atas karena kedua batas atas tersebut positif. 181
Contoh dan Penjelasan Y 8).
( y
X )( y x 0
X = [−1, 3]
Contoh dan Penjelasan Y
x < 0 < x dan y ≤ 0
) x
9).
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Y = [ −5, − 2] X ⋅Y = [−15, 5]
182
( y
X = [−2, 5] Nilai terkecil yang bisa dicapai
x < 0 < x dan y < 0 < y
X ) x
) 0 y
( x
Z = X ⋅Y = [ min{ x y , x y}, maks{ x y , x y}]
Y = [−4, 1]
X ⋅Y = [min{−2,−20}, maks{5, 8}] = [ −20, 8]
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y}
Kedua interval mengandung nol. Pada formulasi umum
X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y , x y , x y}
Salah satu interval adalah interval negatif sedangkan interval yang lain mengandung nol. Batas bawah interval hasilkali adalah hasil kali batas bawah interval negatif dan batas atas (positif) interval yang mengandung nol.
Akan bernilai negatif sehingga tak mungkin menjadi batas maksimum
Batas atasnya adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas bawah (yang bernilai negatif) dari interval yang mengandung nol.
Akan bernilai positif sehingga tak mungkin menjadi batas minimum
184
183
Kebalikan Interval
Pembagian Interval
Apabila X adalah satu interval yang tidak mengandung 0, kebalikan dari X didefinisikan sebagai
Pembagian interval X oleh interval Y adalah perkalian antara X dengan kebalikan Y.
1 = {1 / x : x ∈ X } X
X 1 = X ⋅ = [ x, x ] ⋅ [1 / x , 1 / x] Y Y
Dengan memperhatikan batas atas dan batas bawahnya, maka
1 = [1 / x , 1 / x] X
Contoh:
X = [4, 10], Y = [2, 10]
→ X/Y = [4, 10] [0.1, 0.5] = [0.4, 5]
Contoh: X = [2, 10] → 1/X = [0.1, 0.5] Jika ditinjau keadaan umum dimana interval X mengandung 0, kebalikan dari X akan terdiri dari dua interval terpisah satu sama lain. Keadaan demikian ini belum akan kita lihat.
185
186
31
8/3/2013
Jika interval-interval mengalami degenerasi, maka operasioperasi aritmatika interval berubah menjadi aritmatika bilangan biasa yang sudah kita kenal.
Sifat-Sifat Aritmatika Interval
Kita boleh mengharap bahwa sifat-sifat aritmatika bilangan biasa yang kita kenal, muncul juga dalam aritmatika interval. Ternyata memang demikian. Akan tetapi muncul juga perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok.
188
187
Operasi penjumlahan dan perkalian interval telah didefinisikan sebagai
Nol dan Satu adalah interval yang mengalami degenerasi:
X + Y = {x + y : x ∈ X , y ∈ Y }
yang dituliskan sebagai 0 dan 1
[0, 0] dan [1, 1]
Jadi X + 0 = 0 + X
dan 1·X = X·1
X ⋅ Y = {xy : x ∈ X , y ∈ Y } Perbedaan menyolok dengan aritmatika biasa adalah bahwa dalam aritmatika interval:
Penjumlahan bersifat asosiatif dan perkalian bersifat komutatif.
X + (Y + Z ) = ( X + Y ) + Z ; X (YZ ) = ( XY ) Z ;
X−X≠0
X +Y = Y + X
X/X≠1
dan
jika w(X) > 0
X − X = [ x − x , x − x] = w( X )[−1, 1]
XY = YX
X / X = [ x / x , x / x] jika X > 0 X / X = [ x / x, x / x ] jika X < 0
190
189
Sifat distributif dalam aritmatika interval adalah: X (Y + Z) = XY + XZ Sifat distributif ini tetap berlaku dalam kasus-kasus khusus berikut: 1) Jika Y dan Z adalah interval simetris;
Kapita
2) Jika YZ > 0 Namun sifat distributif tidak senantiasa berlaku:
S
S
u
e
d
a
l
r
e
y
k
a
t
t
n
Matematika
a
o
S
u
d
i r
h
a
m
[0, 1] (1-1) = 0 tetapi [0, 1] − [0, 1] = [−1, 1]
191 1 9 2
32