1
Sudaryatno Sudirham
Kapita Selekta Matematika Bilangan Kompleks Permutasi dan Kombinasi Aritmatika Interval
2
BILANGAN KOMPLEKS
Definisi
Dalam buku Erwin Kreyszig kita baca definisi bilangan bilangan kompleks sebagai berikut Bilangan kompleks z ialah suatu pasangan terurut (x,y) dari bilangan nyata x, y, yang kita tuliskan
z = ( x, y ) bagian nyata (real part) dari z kita tuliskan Re z = x
bagian khayal (imaginary part) dari z
Im z = y
Kita akan mencoba memahami definisi ini secara grafis, mulai dari pengertian tentang bilangan nyata.
3
Bilangan Nyata Kita mengenal bilangan nyata bulat seperti 1, 2, 3 dan seterusnya; bilangan nyata pecahan ¼, ½, ¾ dan seterusnya, serta bilangan nyata yang hanya dapat di angankan seperti π. Walaupun hanya dapat diangankan, bilangan ini tetap nyata, nilainya adalah 3,14……., dengan angka desimal yang tak diketahui ujungnya. Secara grafis, bilangan nyata dapat digambarkan posisinya di suatu sumbu yang disebut sumbu nyata,
|
|
|
|
|
|
|
|
-2
-1
0
1
2
3
4
5
m
4
Tinjaulah suatu fungsi
y= x
3.5
y
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
x tidak ada nilai y yang nyata untuk x negatif namun untuk x yang negatif dapat didefinisikan suatu bilangan imajiner (khayal)
−1 = j
5
Jika bilangan nyata 1 menjadi satuan dari bilangan nyata, misalnya
5 = 5×1 10 = 10 × 1 dan seterusnya maka bilangan imajiner j = √−1 menjadi satuan dari bilangan imajiner, misalnya
imajiner 2 = j2 imajiner 3 = j3 imajiner 9 = j9 dan seterusnya
6
Pernyataan Bilangan Kompleks Satu bilangan kompleks z merupakan jumlah dari komponen nyata dan komponen imajiner dan dituliskan
z = a + jb bilangan kompleks
bagian imajiner bagian nyata
7
Bilangan kompleks dapat digambarkan di bidang kompleks yang dibatasi oleh sumbu nyata (diberi tanda Re) dan sumbu imajiner (diberi tanda Im) yang saling tegaklurus satu sama lain setiap titik di bidang kompleks menunjukkan posisi bilangan-kompleks (x,,y) dengan x adalah komponen nyata dan y adalah komponen imajiner-nya
8
Diagram Argand Im disebut modulus modulus z = ρ = a + b 2
jb 2
z = a + jb
ρ
•
z = ρ(cos θ + j sin θ)
b = ρ sin θ
θ disebut argumen
a
b arg z = θ = tan −1 a
a = ρ cos θ
Re
z = a 2 + b 2 (cos θ + j sin θ)
9
CONTOH Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai z1 = 3 + j 4 Sudut dengan sumbu nyata adalah θ1 = tan −1 (4 / 3) ≈ 53,1o Pernyataan z1 dapat kita tuliskan
(
z1 = 3 2 + 4 2 cos 53,1o + j sin 53,1o
(
= 5 cos 53,1o + j sin 53,1o
)
)
10
CONTOH
Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai
(
z 2 = 10 cos 20 o + j sin 20 o
)
Pernyataan ini dapat kita tuliskan
(
z2 = 10 cos 20o + j sin 20o
)
≈ 10(0,94 + j0,34) = 9,4 + j3,4
11
Kesamaan Bilangan Kompleks
Modulus ρ =
a2 + b2
merupakan nilai mutlak
Dua atau lebih bilangan kompleks bisa saja memiliki nilai ρ yang sama akan tetapi dengan sudut θ yang berbeda; atau sebaliknya mempunyai nilai θ sama akan tetapi memiliki ρ yang berbeda. Dua bilangan kompleks dikatakan sama besar jika mereka mempunyai baik ρ maupun θ yang sama besar. Dengan kata lain, mereka memiliki bagian nyata dan bagian imajiner yang sama besar..
12
Negatif dari Bilangan Kompleks Nilai negatif dari suatu bilangan kompleks adalah nilai negative dari kedua komponennya Jika
z = a + jb maka − z = −a − jb Im
• z = a + jb
jb
ρ θ + 180 o
θ a
Re
ρ
− z = −a• − jb
13
CONTOH Jika z1 = 4 + j 6 maka z 2 = − z1 = −4 − j 6 Sudut dengan sumbu nyata
θ1 = tan −1 (6 / 4) = 56,3 o θ 2 = 56,3 o + 180 o = 236,3 o z1 dapat dinyatakan sebagai
(
z1 = 4 2 + 6 2 cos 56,3 o + j sin 56,3 o
( = 7,2(cos(56,3
= 7,2 cos 56,3 o + j sin 56,3 o − z1
o
)
)
+ 180 o ) + j sin(56,3 o + 180 o )
= 7,2(− 0,55 − j 0,83) = −3,96 − j 6
) 14
Konjugat Bilangan Kompleks Konjugat dari suatu bilangan kompleks z adalah bilangan kompleks z* yang memiliki komponen nyata sama dengan z tetapi komponen imajinernya adalah negatif dari komponen imajiner z.
Jika z = a + jb maka
z ∗ = a − jb
Im
jb
ρ
• z = a + jb
θ −θ a − jb
Re
• z ∗ = a − jb
15
CONTOH: Jika z = 5 + j 6 maka z ∗ = 5 − j 6 Im
• z = 5 + j6
Sudut dengan sumbu nyata
θ = tan −1 (6 / 5) = 50,2 o ∗
θ = −50,2
Re
o
• z* = 5 − j 6
z dapat dinyatakan sebagai
(
z = 52 + 6 2 cos 50,2o + j sin 50,2o
(
= 7,8 cos 50,2o + j sin 50,2o
(
)
z ∗ = 7,8 cos 50,2 o − j sin 50,2 o
)
) 16
CONTOH: z ∗ = −5 + j 6 • Jika z = −5 − j 6
maka z ∗ = −5 + j 6
Im
Re
z = −5 − j 6 •
Im
• z ∗ = 5 + j6 Jika z = 5 − j 6
maka z ∗
= 5 + j6 Re
• z = 5 − j6 17
Operasi-Operasi Aljabar
18
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Kompleks Hasil penjumlahan dua bilangan kompleks merupakan bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan jumlah komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan jumlah komponen imajiner.
z1 + z 2 = (a1 + jb1 ) + (a2 + jb2 ) = (a1 + a2 ) + j (b1 + b2 ) Hasil selisih dua bilangan kompleks adalah bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan selisih komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan selisih komponen imajiner.
z1 − z 2 = (a1 + jb1 ) − (a2 + jb2 ) = (a1 − a2 ) + j (b1 − b2 )
19
CONTOH: Diketahui s1 = 2 + j 3 dan
s2 = 3 + j 4
s1 + s2 = (2 + j 3) + (3 + j 4) = 5 + j7 s1 − s2 = (2 + j3) − (3 + j 4) = −1 − j1
20
Perkalian Bilangan Kompleks Perkalian dua bilangan kompleks dilaksanakan seperti halnya kita melakukan perkalian jumlah dua bilangan, yaitu dengan malakukan perkalian komponen per komponen ( z1 )( z 2 ) = (a1 + jb1 )(a 2 + jb2 ) = a1 a 2 + jb1 a 2 + jb1 a 2 − b1b2 = a1 a 2 + 2 jb1 a 2 − b1b2 ∗
Jika z 2 = z1
z1 × z1∗ = (a + jb)(a − jb) = a 2 − jba + jba + b 2 = a2 + b2
Perhatikan: z1 × z1∗ = z1 = a + jb 2
=
(a
2
2
+b
2
) =a 2
2
+ b2 21
CONTOH:
z1 = 2 + j 3 dan
z 2 = 3 + j4
( z1 )( z 2 ) = (2 + j 3)(3 + j 4) = 6 + j8 + j 9 − 12 = −6 + j17 CONTOH:
z1 = 2 + j 3 dan
z 2 = z1∗ = 2 − j 3
( z1 )( z1∗ ) = ( 2 + j 3)(2 − j 3) = 4 − j6 + j6 + 9 = 4 + 9 = 13 z1 z1∗
2
= z1 =
( 2 + 3 ) = 4 + 9 = 13 2
2
2
22
Pembagian Bilangan Kompleks Hasil bagi suatu pembagian tidak akan berubah jika pembagian itu dikalikan dengan 1 z1 a + jb1 a2 − jb2 = 1 × z2 a2 + jb2 a2 − jb2 =
CONTOH:
(a1a2 + b1b2 ) + j (b1a2 − b2 a1 )
z1 = 2 + j 3 dan
a22 + b22
a2 − jb2 =1 a2 − jb2
z 2 = 3 + j4
z1 2 + j 3 3 − j 4 (6 + 12) + j (−8 + 9) 18 1 = × = = +j z 2 3 + j4 3 − j4 25 25 32 + 4 2
23
Pernyataan Bilangan Kompleks Bentuk Polar
24
Fungsi Eksponensial Kompleks Jika x adalah bilangan nyata maka fungsi ekponensial
y = ex merupakan fungsi ekponensial nyata; y memiliki nilai nyata Jika z adalah bilangan kompleks z = σ + jθ fungsi eksponensial kompleks didefinisikan
e z = e (σ+ jθ) = e σ (cos θ + j sin θ) ; dengan e σ adalah fungsi eksponensial riil` Melalui identitas Euler e
jθ
= cos θ + j sin θ
fungsi exponensial kompleks dapat kita tuliskan
e z = e σ e jθ 25
Bentuk Polar Representasi bilangan kompleks dalam bentuk polar adalah
z = ρe jθ Im
• z = ρe jθ arg z = ∠z = θ
ρ θ
Re
CONTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks z = 10 e j0,5 Modulus bilangan kompleks ini adalah |z| = 10 dan argumennya ∠z = 0,5 rad Im
Bentuk sudut sikunya adalah: z = 10 (cos 0,5 + j sin 0,5) = 10 (0,88 + j 0,48) = 8,8 + j 4,8
10 0,5 rad
• z = 5e j 0,5 Re 26
CONTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks z = 3+ j4 Modulus Argumen
| z | = ρ = 32 + 4 2 = 5 ∠z = θ = tan −1
Representasi polar
4 = 0,93 rad 3
z = 5e j0,93
Im
• z = 5e j 0,93 5 0,93 rad
Re
27
CONTOH: Misalkan z = −2 + j 0 Modulus | z | = ρ = 4 + 0 = 2 Argumen θ = tan −1 (0 / − 2 ) = ± π tidak bernilai tunggal Di sini kita harus memilih θ = π rad karena komponen imajiner 0 sedangkan komponen nyata −2 Im
z = 2e jπ • −2
Re
28
.
CONTOH Misalkan z = 0 − j 2 Modulus | z | = ρ =
0+4 = 2
Argumen θ = tan −1 (− 2 / 0) = − π / 2 komponen nyata: 0 komponen imajiner: −2 Representasi polar adalah
Im
z = 2 e − jπ / 2
Re
− jπ / 2 − j 2 • z = 2e
29
Manfaat Bentuk Polar
30
Perkalian dan Pembagian Bilangan Kompleks Representasi polar dari bilangan kompleks mempermudah operasi perkalian dan pembagian.
( z1 )( z2 ) = ρ1e jθ1 ρ 2 e jθ2 = ρ1ρ 2e j ( θ1 + θ2 )
z1 ρ1e jθ1 ρ1 j ( θ1 −θ2 ) = = e jθ 2 z2 ρ2e ρ2
CONTOH: Misalkan z1 = 10 e j0,5 dan z2 = 5 e j0,4
z1 z 2 = 10e j 0,5 × 5e j 0,4 = 50e j 0,9
z1 10e j 0,5 = = 2e j 0,1 z2 5e j 0,4 31
Konjugat Kompleks argumen konjugat berlawanan dengan argumen bilangan kompleks asalnya Im
• z = ρe j θ θ
−θ
Re
• z ∗ = ρ e − jθ
Relasi-relasi antara suatu bilangan kompleks dengan konjugat bilangan kompleks lainnya adalah sebagai berikut
( z )( z*) =| z |2 atau |z| = s s *
[z1 z 2 ]* = (z1* )(z2* ) * z1 z1* = * z2 z2
32
CONTOH: Misalkan z1 = 10e
j 0, 5
z 2 = 5e j 0,4
dan
z1 z1∗ = 10e j 0,5 × 10e − j 0,5 = 100 z 2 z 2∗ = 25
[z1 z 2 ]∗ = [10e j 0,5 × 5e j 0,4 ]
∗
[
= 5 0 e j 0 ,9
] = 50e ∗
− j 0, 9
= 10e − j 0,5 × 5e − j 0,4 = 50e − j 0,9
∗
10e j 0,5 z1 = j 0, 4 5e z2 =
10e − j 0,5 5e − j 0, 4
∗
[
]
j 0,1 ∗ = 2 e = 50e − j 0,1 = 2e − j 0,1 33
Kuliah Terbuka
Bilangan Kompleks Sudaryatno Sudirham
34
Sudaryatno Sudirham
Permutasi dan Kombinasi
35
Permutasi
36
Permutasi adalah banyaknya pengelompokan sejumlah tertentu komponen yang diambil dari sejumlah komponen yang tersedia; dalam setiap kelompok urutan komponen diperhatikan Misalkan tersedia 2 huruf yaitu A dan B dan kita diminta untuk membuat kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 2 huruf
dan
BA
AB
Kelompok yang yang bisa kita bentuk adalah diperoleh 2 kelompok
Ada dua kemungkinan huruf yang bisa menempati posisi pertama yaitu A atau B Jika A sudah menempati posisi pertama, maka hanya satu kemungkinan yang bisa menempati posisi kedua yaitu B Jika B sudah menempati posisi pertama, maka hanya satu kemungkinan yang bisa menempati posisi kedua yaitu A 37
Misalkan tersedia 3 huruf yaitu A, B, dan C Kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 3 huruf adalah:
CA CB B A
BA BC C A
AB AC C B
diperoleh 6 kelompok
Jika salah satu komponen sudah menempati posisi pertama tinggal 2 kemungkinan komponen yang dapat menempati posisi kedua Jika salah satu komponen sudah menempati posisi pertama dan salah satu dari 2 yang tersisa sudah menempati posisi kedua maka hanya tinggal 1 kemungkinan komponen yang dapat menempati posisi terakhir yaitu posisi ketiga Jadi jumlah kelompok yang bisa diperoleh adalah Jumlah kemungkinan komponen yang menempati posisi pertama
3 × 2 ×1 = 6 Jumlah kemungkinan komponen yang menempati posisi kedua
Jumlah kemungkinan komponen yang menempati posisi ketiga 38
Dari 4 huruf yaitu A, B, C dan D kita dapat membuat kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 4 huruf Kemungkinan penempatan posisi pertama : 4 Kemungkinan penempatan posisi kedua : 3 Kemungkinan penempatan posisi ketiga : 2 Kemungkinan penempatan posisi keempat : 1 jumlah kelompok yang mungkin dibentuk 4×3×2×1=24 kelompok yaitu: ABCD ABDC ACBD ACDB ADCB ADBC
BACD BADC BCAD BCDA BDAC BDCA
CDAB CDBA CABD CADB CBAD CBDA
DABC DACB DBCA DBAC DCAB DCBA
ada 24 kelompok
39
Secara umum jumlah kelompok yang dapat kita bangun dari n komponen yang setiap kelompok terdiri dari n komponen adalah
n
n
n
n
× ( − 1) × ( − 2) × ......... × 1 = !
Kita katakan bahwa permutasi dari n komponen adalah n! dan kita tuliskan n Pn
= n! Kita baca : n fakultet
Namun dari n komponen tidak hanya dapat dikelompokkan dengan setiap kelompok terdiri dari n komponen, tetapi juga dapat dikelompokkan dalam kelompok yang masingmasing kelompok terdiri dari k komponen dimana k < n Kita sebut permutasi k dari n komponen dan kita tuliskan n Pk 40
Contoh: Permutasi dua-dua dari empat komponen adalah 4 P2
= 4 × 3 = 12
Di sini kita hanya mengalikan kemungkinan penempatan pada posisi pertama dan ketiga saja yaitu 4 dan 3. Tidak ada komponen yang menempati posisi berikutnya. Penghitungan 4P2 dalam contoh di atas dapat kita tuliskan 4 P2 =
4 × 3 × 2 ×1 = 12 2 ×1
41
Secara Umum: n Pk =
n! (n − k )!
Contoh: 6 P2 =
6! 6 × 5 × 4 × 3 × 2 ×1 = = 6 × 5 = 30 (6 − 2)! 4 × 3 × 2 ×1
Contoh:
6! 6 × 5 × 4 × 3 × 2 ×1 = = 6 × 5 × 4 × 3 = 360 6 P4 = (6 − 4)! 2 ×1
42
Kombinasi
43
Kombinasi merupakan pengelompokan sejumlah komponen yang mungkin dilakukan tanpa mempedulikan urutannya Jika dari tiga huruf A, B, dan C, dapat 6 hasil permutasi yaitu ABC, ACB, BCA, BAC, CAB, dan CBA namun hanya ada satu kombinasi dari tiga huruf tersebut yaitu ABC karena dalam kombinasi urutan posisi ketiga huruf itu tidak diperhatikan ABC = ACB = BCA = BAC = CAB = CBA
44
Oleh karena itu kombinasi k dari sejumlah n komponen haruslah sama dengan jumlah permutasi nPk dibagi dengan permutasi k Kombinasi k dari sejumlah n komponen dituliskan sebagai nCk
Jadi
n Pk
n! = n Ck = k! (n − k )!× k!
45
Contoh: Berapakah kombinasi dua-dua dari empat huruf A, B, C, dan D Jawab:
4! 4 × 3 × 2 ×1 = = =6 4 C2 = 2! (4 − 2)!×2! 2 ×1× 2 ×1 4 P2
yaitu: AB AC AD BC BD CD 46
Contoh Aplikasi Distribusi Maxwell-Boltzman Distribusi Fermi-Dirac
47
Distribusi Maxwell-Boltzman Energi elektron dalam padatan terdistribusi pada tingkat-tingkat energi yang diskrit; kita sebut
E1
E2
E3
dst.
Setiap tingkat energi dapat ditempati oleh elektron mana saja dan setiap elektron memiliki probabilitas yang sama untuk menempati suatu tingkat energi
48
Jika N adalah jumlah keseluruhan elektron yang harus terdistribusi dalam tingkat-tingkat energi yang ada dan kita misalkan bahwa distribusi yang terbentuk adalah
di E1 terdapat n1 elektron di E2 terdapat n2 elektron di E3 terdapat n3 elektron dst. maka jumlah cara penempatan elektron di E1 merupakan permutasi n1 dari N yaitu
P1 = n1 PN =
N! ( N − n1 )!
49
Jumlah cara penempatan elektron di E2 merupakan permutasi n2 dari (N−n1) karena sejumlah n1 sudah menempati E1
P2 = n2 P( N −n1 )
( N − n1 )! = ( N − n1 − n2 )!
Jumlah cara penempatan elektron di E3 merupakan permutasi n3 dari (N−n1−n2) karena sejumlah (n1+n2) sudah menempati E1 dan E2
P3 = n3 P( N −n1 −n2 ) =
( N − n1 − n2 )! ( N − n1 − n2 − n3 )!
dst.
50
Setelah n1 menempati E1 maka urutan penempatan elektron di E1 ini sudah tidak berarti lagi karena kita tidak dapat membedakan antara satu elektron dengan elektron yang lain Jadi jumlah cara penempatan elektron di E1 adalah kombinasi n1 dari N yaitu
C1 =
n1 PN
n1!
=
N! ( N − n1 )!n1!
Demikian pula penempatan elektron di E2, E3, dst.
C2 =
C3 =
n3
n2
P( N −n1 )
( N-n1 )!n2 !
=
( N − n1 )! ( N − n1 − n2 )!n2!
P( N − n1 −n2 )
( N − n1 − n3 − n3 )!n3!
=
( N − n1 − n2 )! ( N − n1 − n2 − n3 )!n3!
dst.
51
Namun setiap tingkat energi juga memiliki probabilitas untuk ditempati, yang disebut intrinksic probability Misalkan intrinksic probability tingkat E1 adalah g1, E2 adalah g2, dst. maka probabilitas tingkat-tingkat energi
F1 = g1n1 C1
E1 ditempati n1 elektron E2 ditempati n2 elektron
adalah
F2 = g 2 n2 C2
E3 ditempati n3 elektron
F3 = g 3n3 C3
dst.
dst.
Dengan demikian maka probabilitas untuk terjadinya distribusi elektron seperti di atas adalah:
F = F1 F2 F3 .... = g1 g 2 g 3 n1
n2
n3
g1n1 g 2n2 g 3n3 ..... ....C1C2C3 ...... = n1!n2 ! n3!.....
Inilah probabilitas distribusi dalam statistik Maxwell-Boltzmann
52
Upaya selanjutnya adalah mencari bentuk distribusi yang paling mungkin terjadi Namun hal ini tidak kita bahas di sini, karena contoh ini hanya ingin menunjukkan aplikasi dari pengertian permutasi dan kombinasi Pembaca dapat melihat proses perhitungan lanjutan ini di buku-e “Mengenal Sifat Material”
53
Sebagai informasi, probabilitas F ini mengantarkan kita pada formulasi distribusi Maxwell-Boltzmann ni = Jumlah elektron pada tingkat energi Ei
N g i e − Ei / k BT Z temperatur konstanta Boltzmann tingkat energi ke-i probabilitas intrinksik tingkat energi ke-i fungsi partisi Z=
∑
g i e −βEi
i
54
Distribusi Fermi-Dirac Energi elektron dalam terdistribusi pada tingkat-tingkat energi yang diskrit, misalnya kita sebut
E1
E2
E3
dst.
Setiap tingkat energi mengandung sejumlah tertentu status kuantum dan tidak lebih dari dua elektron berada pada status yang sama. Oleh karena itu jumlah status di tiap tingkat energi menjadi probabilitas intrinksik tingkat energi yang bersangkutan Yang berarti menunjukkan jumlah elektron yang mungkin berada di suatu tingkat energi 55
Jika N adalah jumlah keseluruhan elektron yang harus terdistribusi dalam tingkat-tingkat energi yang ada, yaitu
di E1 terdapat n1 elektron di E2 terdapat n2 elektron di E3 terdapat n3 elektron dst.
56
Maka banyaknya cara penempatan elektron di tingkat E1, E2, E3 dst. merupakan kombinasi C1, C2, C3 dst
C1 =
N! ( N − n1 )!n1!
C2 =
( N − n1 )! ( N − n1 − n2 )!n2!
C3 =
( N − n1 − n2 )! ( N − n1 − n2 − n3 )!n3!
dst.
Dengan probabilitas intrinksik g1, g2, g3 maka jumlah cara untuk menempatkan elektron di tingkat E1, E2, E3 dst. menjadi
F1 =
g1! n1!( g1 − n1 )!
F2 =
g 2! ( g 2 − n2 )!n2 !
F3 =
g 3! dst. ( g 3 − n3 )!n3!
Sehingga probabilitas untuk terjadinya distribusi elektron adalah:
F = F1F2 F3 ...Fi = ∏ i
gi ! ni !( g i − ni )!
Inilah probabilitas distribusi dalam statistik Fermi-Dirac namun kita tidak membicarakan lebih lanjut karena proses selanjutnya tidak menyangkut 57 permutasi dan kombinasi
Upaya selanjutnya adalah mencari bentuk distribusi yang paling mungkin terjadi Namun hal ini tidak kita bahas di sini, karena contoh ini hanya ingin menunjukkan aplikasi dari pengertian permutasi dan kombinasi Pembaca dapat melihat proses perhitungang lanjutan ini di buku-e “Mengenal Sifat Material”, Bab-9 yang dapat diunduh di situs ini juga
58
Sebagai informasi, probabilitas F ini mengantarkan kita pada formulasi distribusi Fermi Dirac ni =
gi
e ( Ei − EF ) / k BT + 1
Jika kita perhatikan persamaan ini untuk T → 0 lim e ( Ei − EF ) / k BT = 0 untuk ( Ei − E F ) < 0
T →0
= ∞ untuk ( Ei − E F ) > 0 Jadi jika T = 0 maka ni = gi yang berarti semua tingkat energi sampai EF terisi penuh dan tidak terdapat elektron di atas EF EF inilah yang disebut tingkat energi Fermi.
59
Kuliah Terbuka
Permutasi dan Kombinasi Sudaryatno Sudirham
60
Sudaryatno Sudirham
Aritmatika Interval
61
Pengantar Dalam praktik rekayasa dijumpai operasi matematika yang melibatkan bilangan-bilangan dalam interval. Dalam keadaan demikian kita dihadapkan pada operasi-operasi interval.
62
Cakupan Bahasan Pengertian-Pengertian Interval Operasi-Operasi Aritmatika Interval Sifat-Sifat Aritmatika Interval
63
Pengertian-Pengertian Interval
64
Bilangan nyata yang biasa kita kita operasikan adalah bernilai tunggal, baik bilangan bulat maupun pecahan Dalam analisis interval, bilangan yang kita operasikan memiliki nilai yang berada dalam suatu interval tertutup *) Dengan demikian bilangan yang kita hadapi sesungguhnya merupakan kumpulan bilangan
Contoh: Bilangan dalam interval 90 dan 110 adalah kumpulan bilangan yang bernilai antara 90 dan 110 termasuk 90 dan 110 itu sendiri (interval tertutup).
*)
Lihat pula “Fungsi dan Grafik” 65
Suatu kumpulan dinyatakan dengan tanda kurung { }. Secara umum, suatu kumpulan kita nyatakan sebagai
S = {x : p( x)} menunjukkan kumpulan yang kita tinjau menunjukkan sembarang elemen dari S
menunjukkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menentukan apakah x benar merupakan elemen dari S atau tidak
66
Contoh S = {x : x ∈ R, 90 ≤ x ≤ 110}
p( x) = x ∈ R, 90 ≥ x ≤ 110 R adalah kumpulan dari semua bilangan nyata
67
Secara umum, kumpulan bilangan nyata X dalam interval antara a dan b dengan a < b dan a maupun b terletak antara −∞ dan + ∞ kita tuliskan
X = {x : x ∈ R, a ≤ x ≤ b, a, b ∈ R, − ∞ < a < b < +∞} Penulisan ini tentu agak merepotkan dalam melakukan operasioperasi interval Kita memerlukan cara penulisan yang lebih sederhana agar mudah melakukan operasi interval. Dalam operasi interval, sesungguhnya kita akan berhubungan hanya dengan batas-batas interval. Oleh karena itu kita akan menggunakan cara penulisan bilangan interval yang lebih sederhana, dengan hanya menyatakan batasbatas intervalnya.
68
Suatu interval X yang memiliki batas bawah (nilai minimum) x dan batas atas (nilai maksimum) x kita tuliskan
X = [ x, x ] kita gunakan tanda kurung [ ] untuk mengakomodasi batas-batas interval. Dalam penjelasan selanjutnya kita akan menggambarkan interval pada garis sumbu nyata sebagai berikut ( 0
x
x
)
interval X batas bawah batas atas
69
Degenerasi Suatu interval mengalami degenerasi jika
x=x dan disebut degenerate interval; interval yang tidak mengalami degenerasi disebut nondegenerate.
Dengan pengertian ini maka suatu bilangan nyata bernilai tunggal dapat dikatakan merupakan keadaan khusus dari suatu interval. Atau sebaliknya suatu interval merupakan pernyataan umum (generalisasi) suatu bilangan nyata.
70
Lebar Interval Lebar suatu interval X adalah bilangan nyata
w( X ) = x − x
Contoh:
X = [6, 15]
w( X ) = 15 − 6 = 9 (
0
) x
x w(X)
71
Titik Tengah Titik tengah atau mid point suatu interval X adalah
m( X ) = ( x + x ) / 2 Contoh:
X = {4, 10} → titik tengah m( X ) = (4 + 10) / 2 = 7 Radius Setengah dari lebar interval disebut sebagai radius interval
w( X ) / 2 Contoh:
X = {4, 10} → radius interval X adalah w(X)/2 = (10−4)/2 = 3. 72
Kesamaan Dua interval dikatakan sama jika dan hanya jika mempunyai batasbatas yang sama. Jika X = [ x, x ] dan Y = [ y, y ] maka X = Y
jika dan hanya jika x = y dan x = y
Urutan Interval X dikatakan lebih kecil dari Y jika dan hanya jika batas maksimum X lebih kecil dari batas minimum Y, x < y Contoh
X = {6, 10} dan Y = {13, 18} → X < Y. 0
( x X
) x
( y
Y
) y
Dalam contoh ini
w(X) < w(Y) 73
Nilai Absolut Nilai absolut suatu interval X didefinisikan sebagai maksimum dari absolut batas-batasnya
X = max{ x , x }
Contoh
X = {−8, 4} X = max{ − 8 , 4 } = 8
74
Jarak Jarak antara dua interval didefinisikan sebagai maksimum dari selisih batas-batas keduanya
ρ( X , Y ) = max{| x − y | , | x − y |} Contoh
X = {2,6}, Y = {8,18}
ρ( X , Y ) = max{| 2 − 8 |, | 6 − 18 |} = 12 Di sini
y−x
0
) x
( x X
| x − y |>| x − y |
y−x ( y
) y Y 75
Simetri Suatu interval X disebut simetris jika − x = x Contoh: X = {−5, 5} (
x
0 X
) x
Interval simetris mengandung elemen bernilai 0. Tetapi tidak berarti mempunyai lebar 0. Ia bukan degenerate interval.
76
Irisan Karena interval dapat dipandang sebagai kumpulan maka kita mengenal irisan interval. Irisan antara interval X dan interval Y adalah
X ∩ Y = [max{x, y}, min{x , y}] Contoh: X = {2, 9} dan Y = {6, 18} X ( 0
x
X ∩ Y = [6, 9]
Y
( y
) x
) y
X ∩Y Irisan dua interval juga merupakan sebuah interval Irisan X dan Y kosong atau = Ø jika X < Y atau Y < X. 77
Gabungan Gabungan antara interval X dan Y adalah
X ∪ Y = [min{x, y}, maks{x ,y}] X ∪ Y = [2, 18]
Contoh: X = [2, 9], Y = [6, 18] X ( 0
x
( y
Y ) x
) y
X ∪Y
Jika irisan dari X dan Y tidak kosong maka gabungan keduanya juga merupakan sebuah interval. Akan tetapi jika irisan antara keduanya kosong maka gabungan dua interval itu tidak merupakan sebuah interval karena sesungguhnya gabungan itu akan terdiri dari dua interval yang berbeda. 78
Inklusi Interval X berada di dalam interval Y jika dan hanya jika
X ≤ Y dan w( X ) ≤ w(Y ) atau X ⊆ Y jika dan hanya jika y ≤ x dan x ≤ y Contoh: a). X = {5, 12} dan Y = {4, 16} → X ⊆ Y Y ( ( y x
0
) x
) y
X b). X ={−5, 2} dan Y = {−7, 7} ( y
(
x
0
) x
) y
X Y
79
Operasi-Operasi Aritmatika
80
Kita dapat membedakan interval dalam tiga katagori, yaitu: Interval yang seluruh elemennya bernilai positif, yang kita sebut interval positif. Interval yang seluruh elemennya bernilai negatif, yang kita sebut interval negatif. Interval yang mengandung elemen bernilai negatif maupun positif termasuk nol. Degenerasi interval positif membentuk bilangan positif, degenerasi interval negatif membentuk bilangan negatif, sedangkan degenerasi interval yang mengandung nol bisa membentuk bilangan negatif, atau positif, atau nol.
81
Penjumlahan dan Pengurangan
82
Penjumlahan Misalkan X dan Y adalah dua interval. Jumlah dari X dan Y didefinisikan sebagai
X + Y = {x + y : x ∈ X , y ∈ Y } Elemen dari jumlah interval adalah jumlah elemen masing-masing interval Oleh karena itu maka batas bawah dari hasil penjumlahan adalah jumlah dari batas bawah, dan batas atas dari hasil penjumlahan adalah jumlah dari batas atas Dengan demikian maka penjumlahan dua interval hanya melibatkan batas-batas interval saja.
X + Y = [ x + y, x + y ]
83
Jika X = [ x, x ] dan Y = [ y, y ] , maka
X + Y = [ x + y, x + y ] Jumlah interval juga merupakan interval. Y
X ( 0
x
) x
( y
) y
(
x+ y
X ∪Y tidak merupakan sebuah interval karena X < Y.
X dan Y adalah dua
)
X+Y
x+y
Penjumlahan berbeda dengan penggabungan. Penggabungan dua interval tidak selalu menghasilkan suatu interval.
interval yang terpisah. 84
Contoh: X = {2, 6} dan Y = {9, 14}
→ X + Y = [2+9, 6+14]=[11, 20] Penjumlahan dua interval selalu dapat dilakukan. Jika kedua interval yang dijumlahkan itu degenerate maka kita mendapatkan penjumlahan yang biasa kita lakukan dengan bilangan biasa. Perbedaan penjumlahan dan gabungan Contoh: X = [2, 4], Y = [3, 6] X 0
Y
X ∪Y = [2, 6] X + Y = [5, 10] ) z
( ( ) ( ) x y x z y X ∪Y
X +Y 85
Negatif Suatu Interval. Negatif dari suatu interval didefinisikan sebagai
− X = {− x, x ∈ X } yang dapat kita tuliskan
− X = −[ x, x ] = [− x , − x]
( −x
) −x
−X
( 0
) x
x X
Batas atas −X adalah − x Batas bawah −X adalah x
86
Contoh: a). X = [2, 6] → −X = [−6, −2] ( −x
) −x
( 0
) x
x
−X
X
b). X = [−2, 6] → −X = [−6, 2] ( −x
(
x
) 0 −x
−X
X
) x
87
Pengurangan Dengan pengertian negatif interval tersebut di atas maka pengurangan interval X oleh interval Y menjadi penjumlahan interval X dengan negatif interval Y
X − Y = [ x, x ] − [ y , y ] = [ x − y , x − y ] Contoh: X = [2, 6] dan Y = [7, 12]
→ X − Y = [2, 6] − [7, 12] = [2− 12, 6 − 7] = [−10, −1] X ( ( −y x− y
) −y
(
) 0 X−Y
x
Y )( x y
) y
x−y
Dalam contoh ini X < Y dan hasil pengurangan X − Y merupakan interval negatif. 88
Perkalian dan Pembagian
89
Perkalian Interval Perkalian dua interval X dan Y didefinisikan sebagai
X ⋅ Y = {xy : x ∈ X , y ∈ Y } yang dapat dituliskan
X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y , x y, x y} Dalam formulasi ini diperlukan empat kali perkalian batas masing-masing interval untuk menentukan batas bawah maupaun batas atas dari interval hasil kali. Namun pekerjaan akan sedikit sedikit menjadi ringan jika kita memperhatikan posisi elemen masing-masing interval pada sumbu bilangan nyata
90
Pada interval X selalu dipenuhi relasi
x≤x
maka dengan memperhatikan posisi x kita akan mengetahui posisi x jika x ≥ 0 maka x ≥ 0 jika x ≤ 0 maka
x ≥ 0 atau x ≤ 0
Demikian juga pada interval Y jika y ≥ 0 maka y ≥ 0 jika y ≤ 0 maka
y ≥ 0 atau y ≤ 0
91
Karena ada tiga katagori interval, maka ada sembilan kemungkinan perkalian interval, yaitu: interval positif kali interval positif interval mengandung nol kali interval positif dan sebaliknya interval negatif kali interval positif dan sebaliknya interval negatif kali interval mengandung nol dan sebaliknya interval negatif kali interval negatif perkalian dua interval yang keduanya mengandung nol
92
Sembilan situasi yang mungkin terjadi adalah:
X 1).
( 0 x
) x
( y
X 2).
( x 0
) x
( y
X 3).
4).
( x
) ( x 0 y
X ( x
) x
( y 0
Y
Y
Y
Y
) y
) y
) y
) y
x ≥ 0 dan y ≥ 0 Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ] x < 0 < x dan y ≥ 0 Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
x ≤ 0 dan y ≥ 0 Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
x ≤ 0 dan y < 0 < y Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
93
X ( x
5).
Y ) x
( y
Y ) ( y 0 x
Y 7).
(
( y
( y
Z = X ⋅ Y = [ x y, xy ] x < 0 < x dan y ≤ 0
) x
) ( y x 0
( x
x ≥ 0 dan y < 0 < y
) x X
Y 9).
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
X ) ( 0 y x
y
x ≥ 0 dan y ≤ 0
) x
Y 8).
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
X
( y
6).
x ≤ 0 dan y ≤ 0
) y 0
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ] x < 0 < x dan y < 0 < y
X ) 0 y
) x
Z = X ⋅Y = [ min{ x y , x y}, maks{ x y , x y}] 94
Contoh dan Penjelasan
X 1).
( 0 x
) x
X = [1, 3]
( y
Y
) y
x ≥ 0 dan y ≥ 0 Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Y = [4, 6]
X ⋅Y = [ 4, 18]
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y , x y, x y} Perkalian dua interval positif akan menghasilkan interval positif. Batas atas interval hasilkali adalah hasilkali kedua batas atas sedang batas bawahnya adalah hasil kali kedua batas bawah. Jika kedua interval degenerate, maka kita mempunyai perkalian bilangan biasa: perkalian dua bilangan positif yang memberikan hasil bilangan positif. 95
Contoh dan Penjelasan
X 2).
( x 0
) x
( y
X = [−1, + 2]
Y
) y
x < 0 < x dan y ≥ 0 Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Y = [4, 8]
X ⋅Y = [−8, + 16] Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y , x y, x y} Salah satu interval mengandung nol dan memiliki batas bawah negatif. Oleh karena itu batas bawah interval hasilkali adalah batas bawah interval yang mengandung nol dan batas atas interval yang lain (yang positif). Batas atas interval hasilkali adalah hasil kali dari kedua batas atas karena kedua batas atas tersebut positif. 96
Contoh dan Penjelasan
X 3).
( x
) ( x 0 y
X = [−3, − 1]
Y
) y
x ≤ 0 dan y ≥ 0 Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
Y = [1, 4]
X ⋅Y = [−12, − 1] Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y , x y, x y} Karena salah satu interval adalah interval negatif dan yang lain interval positif, maka batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas atas interval positif. Batas atasnya adalah kasilkali batas atas interval negatif dan batas bawah interval positif
97
Contoh dan Penjelasan 4).
X ( x
) x
X = [−4, − 2]
( y 0
Y
) y
x ≤ 0 dan y < 0 < y Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
Y = [ −1, 3]
X ⋅Y = [−12, + 4] Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y , x y, x y} Salah satu interval adalah interval negatif sedangkan interval yang lain mengandung nol. Batas bawah interval hasilkali adalah hasil kali batas bawah interval negatif dan batas atas (positif) interval yang mengandung nol. Batas atasnya adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas bawah (yang bernilai negatif) dari interval yang mengandung nol. 98
Contoh dan Penjelasan X ( ) ( 5). x y x
X = [ −7, − 5]
Y
x ≤ 0 dan y ≤ 0
) y 0
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
Y = [−4, − 1] X ⋅Y = [5, 28]
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y , x y, x y}
Kedua interval adalah interval negatif. Batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali kedua batas atas. Batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali kedua batas bawah.
99
Contoh dan Penjelasan
Y 6).
( y
X ) ( y 0 x
X = [1, 4]
) x
x ≥ 0 dan y ≤ 0 Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Y = [−3, − 1] X ⋅Y = [−12, − 1]
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y , x y, x y} Karena salah satu interval adalah interval negatif dan yang lain interval positif, maka batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas atas interval positif. Batas atasnya adalah kasilkali batas atas interval negatif dan batas bawah interval positif
100
Contoh dan Penjelasan
Y 7).
(
y
X ) ( 0 y x
X = [2, 5]
) x
x ≥ 0 dan y < 0 < y Z = X ⋅ Y = [ x y, xy]
Y = [−3, 1] X ⋅Y = [−15, 5] Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y , x y, x y} Salah satu interval mengandung nol dan memiliki batas bawah negatif. Oleh karena itu batas bawah interval hasilkali adalah batas bawah interval yang mengandung nol dan batas atas interval yang lain (yang positif). Batas atas interval hasilkali adalah hasil kali dari kedua batas atas karena kedua batas atas tersebut positif. 101
Contoh dan Penjelasan Y 8).
( y
X ) ( y x 0
X = [−1, 3]
x < 0 < x dan y ≤ 0
) x
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Y = [−5, − 2] X ⋅Y = [−15, 5]
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y , x y, x y} Salah satu interval adalah interval negatif sedangkan interval yang lain mengandung nol. Batas bawah interval hasilkali adalah hasil kali batas bawah interval negatif dan batas atas (positif) interval yang mengandung nol. Batas atasnya adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas bawah (yang bernilai negatif) dari interval yang mengandung nol. 102
Contoh dan Penjelasan Y 9).
( y
x < 0 < x dan y < 0 < y
X ) 0 y
( x
X = [ −2, 5]
) x
Z = X ⋅Y = [ min{ x y , x y}, maks{ x y , x y}]
Y = [−4, 1]
X ⋅Y = [min{−2,−20}, maks{5, 8}] = [−20, 8] Kedua interval mengandung nol. Pada formulasi umum
X ⋅ Y = [min{ x y, x y , x y , x y}, maks {x y, x y , x y, x y} Akan bernilai negatif sehingga tak mungkin menjadi batas maksimum
Akan bernilai positif sehingga tak mungkin menjadi batas minimum
103
Kebalikan Interval Apabila X adalah satu interval yang tidak mengandung 0, kebalikan dari X didefinisikan sebagai
1 = {1 / x : x ∈ X } X Dengan memperhatikan batas atas dan batas bawahnya, maka
1 = [1 / x , 1 / x] X Contoh: X = [2, 10] → 1/X = [0.1, 0.5] Jika ditinjau keadaan umum dimana interval X mengandung 0, kebalikan dari X akan terdiri dari dua interval terpisah satu sama lain. Keadaan demikian ini belum akan kita lihat.
104
Pembagian Interval Pembagian interval X oleh interval Y adalah perkalian antara X dengan kebalikan Y.
X 1 = X ⋅ = [ x, x ] ⋅ [1 / x , 1 / x] Y Y
Contoh:
X = [4, 10], Y = [2, 10]
→ X/Y = [4, 10] [0.1, 0.5] = [0.4, 5]
105
Sifat-Sifat Aritmatika Interval
106
Jika interval-interval mengalami degenerasi, maka operasioperasi aritmatika interval berubah menjadi aritmatika bilangan biasa yang sudah kita kenal. Kita boleh mengharap bahwa sifat-sifat aritmatika bilangan biasa yang kita kenal, muncul juga dalam aritmatika interval. Ternyata memang demikian. Akan tetapi muncul juga perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok.
107
Operasi penjumlahan dan perkalian interval telah didefinisikan sebagai
X + Y = {x + y : x ∈ X , y ∈ Y } X ⋅ Y = {xy : x ∈ X , y ∈ Y } Penjumlahan bersifat asosiatif dan perkalian bersifat komutatif.
X + (Y + Z ) = ( X + Y ) + Z ; X (YZ ) = ( XY ) Z ;
X +Y = Y + X XY = YX
108
Nol dan Satu adalah interval yang mengalami degenerasi: [0, 0] dan [1, 1] yang dituliskan sebagai 0 dan 1 Jadi X + 0 = 0 + X
dan 1·X = X·1
Perbedaan menyolok dengan aritmatika biasa adalah bahwa dalam aritmatika interval: X−X≠0
dan
X/X≠1
jika w(X) > 0
X − X = [ x − x , x − x] = w( X )[−1, 1]
X / X = [ x / x , x / x] jika X > 0 X / X = [ x / x, x / x ] jika X < 0
109
Sifat distributif dalam aritmatika interval adalah: X (Y + Z) = XY + XZ Sifat distributif ini tetap berlaku dalam kasus-kasus khusus berikut: 1) Jika Y dan Z adalah interval simetris; 2) Jika YZ > 0 Namun sifat distributif tidak senantiasa berlaku: [0, 1] (1-1) = 0 tetapi [0, 1] − [0, 1] = [−1, 1]
110
Kuliah Terbuka
Aritmatika Interval Sudaryatno Sudirham
111