1/31/2013
Sudaryatno Sudirham
• • • • • • • •
Fungsi dan Grafik Fungsi Linier Gabungan Fungsi Linier Mononom dan Polinom Bangun Geometris Fungsi Trigonometri Gabungan Fungsi Sinus Fungsi Log Natural, Eksponensial, Hiperbolik • Koordinat Polar
Pilihan Topik Matematika
2
1
• Turunan Fungsi Polinom • Turunan Perkalian Fungsi, Pangkat dari Fungsi, Fungsi Rasional, Fungsi Implisit • Turunan Fungsi Trigonometri, Trigonometri Inversi, Logaritmik, Eksponensial • Integral • Integral Tak-Tentu Fungsi-Fungsi • Persamaan Diferensial Orde-1 • Persamaan Diferensial Orde-2 • Matriks • Bilangan dan Peubah Kompleks • Permutasi dan Kombinasi • Aritmatika Interval
Fungsi dan Grafik
3
4
Contoh: panjang sebatang batang logam (= y)
(Pembahasan Tentang Fungsi dan Grafik dibatasi pada fungsi dengan peubah bebas tunggal yang berupa bilangan nyata)
merupakan fungsi temperatur (= x) Secara umum pernyataan bahwa y merupakan fungsi x dituliskan
y = f (x)
Fungsi Apabila suatu besaran y
y disebut peubah tak bebas
x disebut peubah bebas
memiliki nilai yang tergantung dari nilai besaran lain x
nilainya tergantung x
bisa bernilai sembarang
maka dikatakan bahwa
Walaupun nilai x bisa berubah secara bebas, namun nilai x tetap harus ditentukan sebatas mana ia boleh bervariasi
y merupakan fungsi x
Dalam pelajaran ini kita hanya akan melihat x yang berupa bilangan nyata. Selain bilangan nyata kita mengenal bilangan kompleks yang dibahas dalam pelajaran mengenai bilangan kompleks. 5
6
1
1/31/2013
Sistem koordinat x-y atau koordinat sudut-siku (koordinat Cartesian, dikemukakan oleh des Cartes)
Domain Domain ialah rentang nilai (interval nilai) di mana peubah-bebas x bervariasi.
Bidang dibatasi oleh dua sumbu, yaitu sumbu mendatar yang kita sebut sumbu-x dan sumbu tegak yang kita sebut sumbu-y.
Ada tiga macam rentang nilai yaitu: rentang terbuka
a
a<x
Bidang terbagi dalam 4 kuadran yaitu Kuadran I, II, III, dan IV
b
sumbu-y y 3
a dan b tidak termasuk dalam rentang Q[-2,2]
rentang setengah terbuka a≤x
-4 -3
0 -2 -1 0 -1 III
rentang tertutup
a
a≤x≤b
-2
b R[-3,-3]
a dan b masuk dalam rentang
I
1
b
a masuk dalam rentang, tetapi b tidak
sumbu-x
2 II
a
Posisi titik pada bidang dinyatakan dalam koordinat [x, y]
1
P[2,1] 2
IV
3
4
x
S[3,-2]
-3 -4
7
Kurva dari Suatu Fungsi
8
Kekontinyuan
Kita lihat fungsi: y = 0,5x
Suatu fungsi yang kontinyu dalam suatu rentang nilai x tertentu, akan membentuk kurva yang tidak terputus dalam rentang tersebut.
Setiap nilai x akan menentukan satu nilai y x
-1
0
1
2
3
4
dst.
y
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
dst.
Suatu fungsi y = f(x) yang terdefinisi di sekitar x = c dikatakan kontinyu di x = c jika dipenuhi dua syarat: (1) fungsi tersebut memiliki nilai yang terdefinisi sebesar f(c) di x = c; (2) nilai f(x) akan menuju f(c) jika x menuju c; pernyataan ini kita tuliskan sebagai lim f ( x) = f (c )
2,5
y
2
∆y Kurva y =∆x 0,5x
R
1,5
Q
1
x →c
∆y
Titik P, Q, R, terletak pada kurva
∆x
yang kita baca: limit f(x) untuk x menuju c sama dengan f(c).
0,5
P
0 -0,5 0
1
2
3
4
x
Kemiringan kurva:
-1
(kita baca: “delta x per delta y”)
9
Contoh:
10
Simetri y = u(x)
y
1. Jika fungsi tidak berubah apabila x kita ganti dengan −x maka kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-y;
Terdefinisikan di x = 0
1 0
0
yaitu y|x=0 = 1
x
2. Jika fungsi tidak berubah apabila x dan y dipertukarkan, kurva fungsi tersebut simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III.
(y untuk x = 0 adalah 1) y1
-10
-5
0 0
3. Jika fungsi tidak berubah apabila y diganti dengan −y, kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-x.
y = 1/x Tak terdefinisikan di x = 0
5
10
x
4. Jika fungsi tidak berubah jika x dan y diganti dengan −x dan −y, kurva fungsi tersebut simetris terhadap titik-asal [0,0].
(y untuk x = 0 tidak dapat ditentukan nilainya)
y = 1/x -1
11
12
2
1/31/2013
Pernyataan Fungsi Bentuk Implisit
Contoh:
y = f (x) disebut bentuk eksplisit.
Pernyataan fungsi 6
y = 0,3x2 tidak berubah bila x diganti −x (simetris terhadap sumbu-y)
y
dapat diubah ke bentuk eksplisit
-6
-3
0
3
-3
Pernyataan bentuk implisit
y= x
y2 = x
y 2 + xy + ( x 2 − 8) = 0
x + xy + y = 8 2
y2 + x2 = 9 tidak berubah jika: x diganti −x x dan y diganti dengan −x dan −y x dan y dipertukarkan y diganti dengan −y
-6
y = 1/ x
xy = 1
y = 0,05x3 tidak berubah jika x dan y diganti dengan −x dan −y (simetris terhadap titik [0,0]) x 6
0
y = 1− x2
x2 + y2 =1
3
2
Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit, setiap nilai peubah-bebas x akan memberikan satu atau lebih nilai peubah-tak-bebas y
y=
x 2 − 4( x 2 − 8)
−x ± 2
2 8 y 4 x 0
-4
0
-2
2
4
-4 -8
13
Fungsi Bernilai Banyak
Fungsi Bernilai Tunggal
Fungsi bernilai banyak adalah fungsi yang memiliki lebih dari satu nilai peubah-tak-bebas untuk setiap nilai peubah-bebas
Fungsi bernilai tunggal adalah fungsi yang hanya memiliki satu nilai peubah-tak-bebas untuk setiap nilai peubah-bebas Contoh:
Contoh:
8
y = 0,5 x
4
-1
1,6
y
y
0
0
1
2
14
3
4
0 0
2
0,8
x
0
y=+ x 0
1
2
-0,8
y
x 2
1
-1,6
10
x
2
y
y
y=− x
x
0 0
y = x = x2
y
4
-4
-2
y = log10 x
0,8
0
2 0 0
y
2
4
1
2
x
0 0
3
-1
-5
-2
-10
1
y 2 = 1/ x
2
3
y = ± 1/ x
x 0
x
5
y=± x
1
1
2
3
4
-0,8
15
16
Sistem Koordinat Polar
Fungsi Dengan Banyak Peubah Bebas
Selain sistem koordinat sudut-siku di mana posisi titik dinyatakan dalam skala sumbu-x dan sumbu-y, kita mengenal pula sistem koordinat polar.
Secara umum kita menuliskan fungsi dengan banyak peubah-bebas: w = f ( x, y, z , u , v )
Dalam sistem koordinat polar, posisi titik dinyatakan oleh jarak titik ke titik-asal [0,0] yang diberi simbol r, dan sudut yang terbentuk antara r dengan sumbu-x yang diberi simbol θ
Fungsi dengan banyak peubah bebas juga mungkin bernilai banyak, misalnya
Hubungan antara koordinat sudut siku dan koordinat polar adalah sebagai berikut
ρ2 = x2 + y2 + z 2
Fungsi ini akan bernilai tunggal jika dinyatakan sebagai
y
rcosθ r
ρ = + x2 + y2 + z 2
y = r sin θ
P
x = r cos θ
rsinθ
r = x2 + y2
θ x
17
θ = tan −1 ( y / x)
18
3
1/31/2013
Contoh:
Contoh:
r = 2(1 − cos θ) 3 P[r,θ]
rθ = 2 y
2
y
r
-1
θ
0,5
0 -3
r
1
1 θ -5
y=2 P[r,θ]
1,5
2
1 x
-1
0
-1
0 -0,5
1
2
3
x
-2 -1 -3
Bentuk ini disebut cardioid 19
20
Persamaan Garis Lurus yang melalui [0,0] Fungsi Tetapan
y = mx
y 2
Fungsi tetapan bernilai tetap untuk rentang nilai x dari −∞ sampai +∞.
∆y
1
y=k
∆x
0 0
Contoh:
1
2
3
4
kemiringan = m =
x
-1
y=4
y5
Contoh:
8
y
-5
0
x
5
y = 0,5x
0 -1
y = −3.5
-2
" delta y" dibaca : " delta x"
m>0
y=x
4 2
-4
∆y , ∆x
y = 2x
6
0
garis lurus melalui [0,0]
kemiringan garis lurus
0
1
-4
2
3
y = -1,5 x
4
x m<0
-6
22
21
Contoh:
Pergeseran Kurva dan Persamaan Garis Lurus pergeseran ke arah sumbu-x
pergeseran ke arah sumbu-y
y
10
y
y − 2 = 2x
8 6
y = 2x -1
0 -1
-2
4
0
1
2
3
x
4
( y − b) = mx menunjukkan pergeseran sebesar b ke arah sumbu-y positif
0 -2 -4
-4
Secara umum, persamaan garis lurus yang tergeser sebesar b ke arah sumbu-y positif adalah
y =2(x–1)
2 0
2
1
2
3
x
memotong sumbu x di 2
2 0
4
0
-1
1
2
3
-2
titik potong dengan sumbu-x
x
4
-4
∆y y2 − y1 0 − 4 m= = = = −2 ∆x x2 − x1 2 − 0
y = m( x − a )
y = mx + b
memotong sumbu y di 4
6
y = 2x
6 4
4
titik potong dengan sumbu-y
y8
8
menunjukkan pergeseran sebesar a ke arah sumbu-x positif
Persamaan garis: y − 4 = −2 x atau
y = mx + a′
y = −2( x − 2)
dapat dilihat sebagai garis melalui (0,0) yaitu y = -2x yang tergeser kearah sumbu-y atau tergeser kearah sumbu-x y = −2 x + 4
Bentuk umum persamaan garis lurus 23
24
4
1/31/2013
Persamaan Garis Lurus yang melalui dua titik Q
8
y
6
P
4
[x1,y1]
[x2,y2]
0 0
1
Dua garis: y1 = a1x + b1 dan Persamaan garis lurus
melalui [0,0] yang sejajar y − y1 y = mx = 2 x dengan garis yang melalui x1 − x1
2 -1
Perpotongan Garis Lurus
y − y1 m= 2 x2 − x1
2
x
-2
P dan Q Garis ini harus digeser hingga melalui P dan Q
3
-4
Contoh:
Contoh: y
y
6
y −y 8− 4 m= 2 1 = =2 x2 − x1 3 − 1
4
persamaan garis: y − b = 2 x atau y = 2( x − a )
[3,8]
8
[1,4]
2 0 0
-1
1
2
3
x
-2
4
y1 = 2 x + 3
y1
30
0
4−b = 2
8 = 2( 3 − a )
b=2
a = −1
-10
y = 2( x + 1)
-20
y − 2 = 2x
P
10
-10
-5
0
5
y2 = 4 x − 8
y1 = y 2 → 2 x + 3 = 4 x − 8 → x = 5,5 x
10
xP
y = 2 x + 3 = 2 × 5,5 + 3 = 14
yP Titik potong: P[(5,5), 14]
-30
y = 2x + 2
dan
Koordinat titik potong P harus memenuhi persamaan y1 maupun y2.
y2
20
-4
y2 = a2 x + b2
Koordinat titik potong P harus memenuhi: a1 x + b1 = a 2 x + b 2 b −b ⇒ xP = 2 1 a1 − a2 ⇒ yP = a1xP + b1 atau y P = a2 xP + b2
25
Contoh:
Contoh-Contoh Fungsi Linier dalam Peristiwa Nyata Contoh:
26
Suatu pegas, jika ditarik kemudian dilepaskan akan kembali pada posisi semula apabila tarikan yang dilakukan masih dalam batas elastisitas pegas. Gaya tarikan merupakan fungsi linier dari panjang tarikan. F = kx
Suatu benda dengan massa m yang mendapat gaya F akan memperoleh percepatan a F = ma
v (t ) = v0 + at
panjang tarikan konstanta pegas
gaya
Contoh:
Beda tegangan antara anoda dan katoda dalam tabung katoda adalah V
Kuat medan listrik: E =
anoda
]
Contoh:
katoda
Dalam sebatang konduktor sepanjang l, akan mengalir arus listrik sebesar i jika antara ujung-ujung konduktor diberi perbedaan tegangan sebesar V. Arus merupakan fungsi linier dari tegangan. V 1 G dan R i = GV = G= adalah tetapan R R
l
V l
eV l F Percepatan pada elektron: a = e me
Gaya pada elektron: Fe = eE =
gaya fungsi linier dari V
konduktansi
percepatan fungsi linier dari Fe
Apakah percepatan elektron fungsi linier dari V ?
materi masuk di xa
Peristiwa difusi: materi menembus materi lain
materi keluar di x
Ca Cx
xa
∆x
x
Fluksi materi yang berdifusi ke arah x
R=ρ
kerapatan arus Luas penampang konduktor
27
Contoh:
resistansi
i V j= = A RA
l A
panjang konduktor
resistivitas 28
Fungsi Anak Tangga Fungsi anak tangga satuan y = u (x)
Peristiwa difusi mencapai keadaan mantap,jika konsentrasi materi Ca di xa dan Cx di x bernilai konstan
u ( x) = 1 untuk x ≥ 0 = 0 untuk x < 0
y
2
y = u (x)
1
gradien konsentrasi
Fungsi ini memiliki nilai yang terdefinisi di x = 0 muncul pada x = 0
0 1
0
dC J x = −D dx
Secara umum
koefisien difusi
x
5
y = ku (x) amplitudo
Fluksi materi yang berdifusi merupakan fungsi linier dari gradien konsentrasi
Contoh:
Inilah Hukum Fick Pertama yang secara formal menyatakan bahwa fluksi dari materi yang berdifusi sebanding dengan gradien konsentrasi.
y
0 -4 29
y = 3,5u ( x )
5
0
x
5
y = −2,5u ( x) 30
5
1/31/2013
y = axu(x)
Fungsi Ramp
y = ku ( x − a )
Fungsi anak tangga tergeser
Fungsi ini baru muncul pada x = 0 karena ada faktor u(x) yang didefinisikan muncul pada x = 0 (fungsi anak tangga)
kemiringan
Pergeseran sebesar a ke arah sumbu-x positif
Fungsi ramp satuan : y = xu(x) Contoh: y
y = 3,5u ( x − 1)
5
Contoh:
6
1
x
y2 = 2xu(x)
5
y
0 0
kemiringan a = 1
y = a ( x − g )u ( x − g )
Fungsi ramp tergeser:
y1 = xu(x)
4
5
3 -4
y3 = 1,5(x-2)u(x-2)
2 1
Pergeseran searah sumbu-x
0 -1
1
0
3
2
x
4
31
Pulsa
32
Perkalian Ramp dan Pulsa
Pulsa merupakan fungsi yang muncul pada suatu nilai x1 tertentu dan menghilang pada x2 > x1
y = mxu( x) × A{u ( x − x1 ) − u ( x − x2 )}
persamaan : y = au ( x − x1 ) − au( x − x2 ) lebar pulsa : x2 − x1 Contoh:
y = mAx{u ( x − x1 ) − u ( x − x2 )}
lebar pulsa
maka y juga akan bernilai dalam selang lebar pulsa saja
y1=2u(x-1)
2
Contoh:
1
y1 + y2 = 2 u(x-1) – 2 u(x-2) 0
1
2
3 x
-1
4
y3 = y1 y2
10
= 2{u ( x − 1) − u ( x − 2)}
0 -1
pulsa hanya mempunyai nilai dalam selang lebarnya
ramp
y
8 6
-2
y2 = −2u(x−2)
perioda
y1=2xu(x)
4
y2=1,5{u(x-1)-u(x-3)}
2
y
Deretan Pulsa:
-1
0 0
1
2
3
4
x
5
x 33
34
Gabungan Fungsi Ramp
y = axu( x) + b( x − x1 )u ( x − x1 ) + c ( x − x2 )u ( x − x2 ) + .......
Contoh: y3 = y1 y2 = mx{u(x)-u(x-b)}
10
y
y
8 6
Contoh: y
y1 = mxu(x)
4
y1= 2xu(x)
8
y2 = {u(x)-u(x-b)}
Kemiringan yang berlawanan membuat y3 bernilai konstan mulai dari x tertentu
4
2 0 -1
y3= 2xu(x)−2(x−2)u(x−2)
12
0
1
2
b
3
4
x
0 0
5 -4
1
2
3
4
x
5
y2= −2(x−2)u(x−2)
-8
35
36
6
1/31/2013
Contoh:
Contoh:
y
y3= 2xu(x)−4(x−2)u(x−2)
15
y
y3= {2xu(x)−4(x-2)u(x-2)}{u(x-1)-u(x-3)}
15 10
10
y1=2xu(x) y2 lebih cepat menurun dari y1 maka y3 menurun mulai dari x tertentu
5 0 -5
Pulsa ini membuat y3 hanya bernilai dalam selang 1≤ x ≤ 3
0
1
2
3
x
4
5
0 0
y2= −4(x−2)u(x−2)
-10
y1= 2xu(x)
5
1
2
3
4
x
5
-5
y2= −4(x-2)u(x-2)
-10
37
38
4. Mononom dan Polinom Mononom adalah pernyataan tunggal yang
y = kx 2
Mononom Pangkat Dua:
10
y = 5x2
y3 = 10(x−2)2 + 30
Karena x2 ≥ 0,maka jika k > 0 → y > 0 jika k < 0 → y < 0
Contoh: y
Pergeseran kurva mononom pangkat dua
berbentuk kxn 100
y1 = 10x2
y = 3x2
9
y
Pergeseran ke arah sumbu-y positif
50
y2 = 10(x−2)2
8 7 0
6 5
-5
-4
-3
-2
y = x2
4
3
-5
4x 5
-3
-1
1
x
3
5
Pergeseran ke arah sumbu-x positif
y = −2x 2
-80
1
y -100
0 -1
2
-60
2
-2
1
-40
3
-3
0 -1 0 -20
0
1
2
x
y = −10x 2
3
y memiliki nilai maksimum
y memiliki nilai minimum
39
Mononom Pangkat Genap pada umumnya Contoh:
y y1 = 2x2
3
1 Kurva : y = 6 x
0 -1
Mononom Pangkat Ganjil
Pada mononom berpangkat genap, makin besar pangkat makin melandai kurva di sekitar titik puncak
Pangkat ganjil terendah: linier y
2
y2 = 2x4 y3 = 2x6 -1.5
40
-0.5
0
2
dan
2 4 2 =2 0.5 6x = 3x1 →xx 1.5
Jika kurva-kurva ini memiliki nilai k yang sama maka mereka y = 3x 4 berpotongan di titik P[1,k]
2
-1
-0.5
-1 0
8
y
-3
0.5
1
1.5
x
Makin tinggi pangkat mononom, makin landai kurva di sekitar titik [0,0] yaitu titik yang merupakan titik belok Jika kurva-kurva ini memiliki nilai k yang sama maka mereka berpotongan di titik P[1,k]
6 4
y = 3x4 y = x6 -1.5
y = 2x5 y = 2x3
0 -1.5
Koordinat titik potong antara kurva
-2
y = 6x2
y = 2x
1
( )4 = 12
→ x = 2 dan y = 3 2
3
-1
-0.5
2
Kurva : y = x 6 dan y = 3 x 4
0
x 6 = 3x 4 → x 2 = 3
0
0.5
1
x
1.5
→ x = 3 dan y =
Kurva mononom pangkat ganjil simetris terhadap titik [0,0]
( 3 )6 = 81
Kurva mononom pangkat genap simetris terhadap sumbu-y
41
42
7
1/31/2013
Polinom
Mononom Pangkat Tiga
y = −3x 3
Pergeseran ke arah sumbu-y positif
Polinom Pangkat Dua
y = ax 2 + bx + c
y = 10(x−2)3 + 100
y
500 600
400
y = 2x 3
300
y
y
y = 10x3
y
y1=2x2
150
y1
400
=2x2
y2=15x
200
y4 = 2x2+15x
y3=13
200
100
0
0 -5 -4 -3 -2 -100 -1 0
0 1
2
3
4
x
-5
5
-3
-1
1
3
x
-10
5
x
0
-400
-10
0
x = −15/2
-600
y=
-500
Mononom pangkat tiga
Pergeseran mononom pangkat tiga ke arah sumbu-x positif
Simetris terhadap [0,0]
10
-150
Kurva masing-masing komponen (mononom) dari polinom:
10(x−2)3
x
y2=15x
-150
-400
-300
0
10
-200
-200
150
Penjumlahan mononom pertama dan ke-dua: y = 2 x 2 + 15x
y = 2 x 2 + 15x + 13
Perpotongan dengan sumbu-x
0 = 2 x 2 + 15 x ⇒ x = −
15 2
43
y
y 150
sumbu simetri −15/4
Polinom Pangkat Dua secara umum
150
y5 = 2x2+15x+13
sumbu simetri
y4 = 0
-10
44
2x2+15x x
0
y4 =
2x2+15x
x
10
y = ax2 +bx +c
-10
b y = a x 2 + x + c a
y
0 10
0
−15/2
2
-150
2 Sumbu simetri dari y = 2 x + 15x
memotong sumbu-x di: x = −
x1
-150
y = 2 x 2 + 15x + 13
0
Penambahan komponen y3 = 13 memberikan:
15 4
0
b 2 − 4 ac − 4a
Koordinat titik puncak:
2
b b 2 − 4ac = a x + − 2a 4a
x
Pergeseran ke arah kiri sumbu-x
Sumbu simetri:
b x=− 2a
x = −15 / 4 = 3,75
b b2 = a x + +c − 2a 4a
y = ax2
x2
Pergeseran ke arah negatif sumbu-y
2
− 15 − 15 y = 2 + 15 + 13 = −15,125 4 4 45
46
Polinom Pangkat Tiga: mononom pangkat tiga + polinom pangkat dua
y = ax3 + bx 2 + cx + d
y = ax + bx + cx + d 3
2
2000
y 2 = 19 x − 80 x − 200 y
y3 = y1 + y2
2000
-10
0
x
10
0
x
-2000
Mononom pangkat tiga (y1) Dan Polinom pangkat dua (y2)
y1 = ax -2000
y3 memotong sumbu-x di 3 titik Hal ini tidak selalu terjadi Tergantung dari nilai koefisien y1 47
15
y1 -2000
10
Penjumlahan: y3 = y1 + y2
-10
y3 = y1+y2 -2000
0 -10
y1
y1 = 4x3
10
y1
y2 0
y2
y
2000
-10
2000
y2
y3 = 4 x 3 + 19 x 2 − 80 x − 200
2
3
Kasus: a kurang positif Penurunan kurva y1 di daerah x negatif tidak terlalu tajam Kurva terlihat hanya memotong sumbu-x di 2 titik Titik potong ke-3 jauh di sumbu-x negatif
y1 = ax 3 Kasus: a terlalu positif Penurunan y1 di daerah negatif sangat tajam Tak ada titik potong dengan sumbu di daerah x negatif Hanya ada satu titik potong di x positif 48
8
1/31/2013
y = ax3 + bx 2 + cx + d y2 = bx 2 + cx + d
2000
y2
y3 = y1 + y2 0 -10
Simetri
2000
•
0
15
0
-10 0
jika fungsi tidak berubah apabila x kita ganti dengan −x maka kurva fungsi tersebut simetris terhadap sumbu-y; jika fungsi tidak berubah apabila x dan y dipertukarkan, kurva funsi tersebut simetris terhadap garis-bagi kuadran I dan III. jika fungsi tidak berubah apabila y diganti dengan −y, kurva funsi tersebut simetris terhadap sumbu-x. jika fungsi tidak berubah jika x dan y diganti dengan −x dan −y, kurva fungsi tersebut simetris terhadap titik-asal [0,0].
•
15
•
y1 y1 = ax = −kx 3
-2000
-2000
3
y3 = y1 + y2
•
a<0 Kurva y3 berpotongan dengan sumbu-x di tiga tiga tempat. Akan tetapi perpotongan yang ke-tiga berada jauh di daerah x positif
Jika a terlalu negatif kurva berpotongan dengan sumbu-x di satu tempat
49
50
Titik Potong Dengan Sumbu Koordinat
Nilai Peubah
Koordinat titik potong dengan sumbu-x dapat diperoleh dengan memberi nilai y = 0, sedangkan koordinat titik potong dengan sumbu-y diperoleh dengan memberi nilai x = 0. Apabila dengan cara demikian tidak diperoleh nilai y ataupun x maka kurva tidak memotong sumbu-x maupun sumbu-y
Dalam melihat bentuk-bentuk geometris hanya nilai-nyata dari y dan x yang kita perhatikan Kita menganggap bahwa bilangan negatif tidak memiliki akar, karena kita belum membahas bilangan kompleks Contoh:
Contoh:
y2 + x2 = 1
y2 + x2 = 1
y = ± 1− x2
Titik potong dengan sumbu-x adalah P[1,0] dan Q[−1,0]. Titik potong dengan sumbu-y adalah R[0,1] dan S[0,−1]
Apabila |x| > 1, maka (1 - x2) < 0 Dalam hal demikian ini kita membatasi x hanya pada rentang
−1 ≤ x ≤ 1
xy = 1 Kurva fungsi ini tidak memotong sumbu-x maupun sumbu-y
Karena kurva ini simetris terhadap garis y = x, maka ia memiliki nilai juga terbatas pada rentang
−1 ≤ y ≤ 1 51
Asimptot
52
Jarak Antara Dua Titik
Suatu garis yang didekati oleh kurva namun tidak mungkin menyentuhnya, disebut asimptot Jika P[xp,yp) dan Q[xq,yq], maka Contoh:
y 2 ( x 2 − x ) = x 2 + 10
y=±
PQ = ( x p − xq ) 2 + ( y p − yq ) 2
x + 10 x( x − 1) 2
Contoh: 4
y
tidak boleh < 0 agar x(x−1) > 0 haruslah x < 0 atau x > 1
0 -4
0
-4
4
[3,8]
8
y
PQ = (3 − 1) 2 + (8 − 4) 2 = 20
6 4
x
[1,4]
2
Tidak ada bagian kurva yang berada antara x = 0 dan x = 1. Garis vertikal x = 0 dan x = 1 adalah asimptot dari kurva
53
0 0
-1 -2
1
2
3
x
4
-4
54
9
1/31/2013
Parabola
y = kx 2
Bentuk kurva y
P[x,y]
[0,0]
x
2
PR = ( y + p)
= ( y − p) 2 + x 2 =
y − 2 py + p + x 2
y=
Q disebut titik fokus parabola Garis y disebut direktrik
R[x,−p]
2
dapat kita tuliskan
ada suatu nilai k sedemikian rupa sehingga PQ = PR
Q[0,p]
PQ = (PR − p) + x
y = 0,5 x 2
Parabola
P terletak pada kurva Q terletak di sumbu-y y = −p garis sejajar sumbu-x R terletak pada garis y
y=kx2
2
Contoh:
disebut parabola
1 2 1 x = x2 2 4 × 0,5
Direktrik:
Titik puncak parabola berada di tengah antara titik fokus dan direktriknya
y = − p = −0,5
Titik fokus:
Q[0,(0,5)]
2
y 2 − 2 py + p 2 + x 2 = y + p
y=
x2 4p
y=
1 2 x 4p
k=
1 4p
p=
1 4k
55
56
Lingkaran Lingkaran merupakan tempat kedudukan titik-titik yang berjarak sama terhadap satu titik tertentu yang disebut titik pusat lingkaran
Contoh: y
( x − 0,5) 2 + ( y − 0,5) 2 = r 2
1
Jika titik pusat lingkaran adalah [0,0] dan jari-jari lingkaran adalah r 0,5
r = x2 + y2
x2 + y 2 = r 2
r -1
persamaan lingkaran berjari-jari r berpusat di [0.0] Pergeseran titikpusat lingkaran sejauh a kearah sumbu-x dan sejauh b ke arah sumbu-y
1
[0,0]
x
0,5
r=1
-1
( x − a ) 2 + ( y − b) 2 = r 2
x2 + y2 = 1
Persamaan umum lingkaran berjari-jari r berpusat di (a,b) 57
Elips
58
Elips adalah tempat kedudukan titik yang jumlah jarak terhadap dua titik tertentu adalah konstan
x2 a2
Dua titik tertentu tersebut merupakan dua titik fokus dari elips y
P[-c, 0]
XQ = ( x − c ) + y 2
Q[c, 0]
kwadratkan
[0,b] y
X[x,y]
[a,0]
2
sumbu pendek = 2b P[-c, 0]
Q[c, 0]
[0,−b] sumbu panjang = 2a
( x + c) 2 + y 2 = 2a − ( x − c) 2 + y 2
Elips tergeser kwadratkan
( x − p) 2
c x = ( x − c)2 + y 2 a
a 2 − 2cx +
c2 a
2
x 2 = x 2 − 2cx + c 2 + y 2
di segitiga PXQ : XP + XQ = 2a > 2c → a 2 > c 2
x
x
( x + c) 2 + y 2 = 4a 2 − 4a ( x − c) 2 + y 2 + ( x − c) 2 + y 2 a−
=1
(kita misalkan )
⇒ ( x + c ) 2 + y 2 + ( x − c ) 2 + y 2 = 2a
sederhanakan
y2 b2
[−a,0] X[x,y]
XP = ( x + c ) 2 + y 2
XP + XQ = 2a
+
a2
+
( y − q) 2 b2
2a = 2 → a = 1
q = 0, 25
x2 a
2
+
y2 a −c 2
2
=1
x2 a
2
+
y2 b
2
=1
b 2 = a 2 − c2
( x − 0,5) 2
0
-1
0
-1 59
2b = 1 → b = 0,5
y
1
=1
1
x
2
12
+
( y − 0,25) 2 0,5 2
=1
p = 0,5 60
10
1/31/2013
Hiperbola
Hiperbola merupakan tempat kedudukan titik-titik yang selisih jaraknya antara dua titik tertentu adalah konstan
x2 a2
y2
−
=1
b2
b2 = c2 − a2
y
XP = ( x + c) 2 + y 2
X(x,y)
+∞
y
XQ = ( x − c ) 2 + y 2
X(x,y) Q[c,0]
P[-c,0]
x c
-c
x
XP − XQ = ( x + c ) 2 + y 2 = 2 a + ( x − c) 2 + y 2
( x + c) 2 + y 2 − ( x − c) 2 + y 2 = 2a
−∞
[-a,0] [a,0] (c / a ) x − a = ( x − c ) 2 + y 2
kwadratkan dan sederhanakan
kwadratkan
x2
y2
−
Kurva tidak memotong sumbu-y =1
a2 c2 − a2 Dalam segitiga PXQ, selisih (XP−XQ) < PQ → 2c < 2a → c2 − a2 = b2
x2 a2
−
y2 b2
Tidak ada bagian kurva yang terletak antara x = −a dan x = a
=1
persamaan hiperbola 61
Kurva Berderajat Dua
62
Perputaran Sumbu Koordinat
Parabola, lingkaran, elips, dan hiperbola adalah bentuk-bentuk khusus kurva berderajat dua, atau kurva pangkat dua
Hiperbola dengan titik fokus tidak pada sumbu-x y
X[x,y]
( x + a) 2 + ( y + a) 2 − ( x − a ) 2 + ( y − a ) 2 = 2a
Bentuk umum persamaan berderajat dua adalah Q[a,a]
Ax 2 + Bxy + Cy 2 + Dx + Ey + F = 0
Persamaan parabola:
x + y − a = ( x − a ) 2 + ( y − a) 2
B = C = D = F = 0; A = 1; E = −4 p
B = D = E = 0;
Lingkaran:
( x + a ) 2 + ( y + a ) 2 = 2a + ( x − a) 2 + ( y − a ) 2
x
P[-a,-a]
A = 1; C = 1;
2 xy = a 2
F = −1
y
Mempetukarkan x dengan y tidak mengubah persamaan ini. Kurva persamaan ini simetris terhadap garis y = x,
Bentuk Ax2 dan Cy2 adalah bentuk-bentuk berderajat dua yang telah sering kita temui pada persamaan kurva yang telah kita bahas. Namun bentuk Bxy yang juga merupakan bentuk berderajat dua, belum kita temui dan akan kita lihat berikut ini
Kurva hiperbola ini memiliki sumbu simetri yang terputar 45o berlawanan dengan arah perputaran jarum jam, dibandingkan dengan sumbu simetri hiperbola sebelumnya, yaitu sumbu-x.
-5
5
0
0
x
-5
63
64
Relasi-Relasi Untuk menjelaskan fungsi trigonometri, kita gambarkan lingkaran-satuan, r = 1
cosα Fungsi Cosecan csc θ =
1 1 = sin θ PQ
y
sinα cosβ sinα sinα sinβ
1 β
y
1 = sin 2 θ + cos 2 θ 1
Fungsi sinus P
r=1
-1
O [0,0]
sin θ =
PQ = PQ r
θ -θ
Q
1 x
Fungsi Cosinus P’
cos θ =
-1
Fungsi Secan sec θ =
OQ = OQ r
1 1 = cos θ OQ
Fungsi Tangent PQ sin θ = OQ cos θ P′Q −PQ tan(−θ) = = = − tan θ OQ OQ
tan θ =
Fungsi Cotangent OQ cos θ = PQ sin θ OQ OQ cot( −θ) = = = − cot θ P′Q − PQ
α -1
[0,0]
β
cosα sinβ 1x
cosα cosβ
-1
cot θ =
65
66
11
1/31/2013
Contoh:
Relasi-Relasi
a). sin( 2α) = sin(α + α) = sin α cos α + cos α sin α = 2 sin α cos α y
cosα
b). cos( 2α ) = cos(α + α) = cos α cos α − sin α sin α = cos 2 α − sin 2 α
sinα cosβ sinα sinα sinβ
1
c).
β α -1
cos(2α) = cos 2 α − sin 2 α
sin(α + β) = sin α cos β + cos α sin β
1 = cos 2 α + sin 2 α
cosα sinβ
β 1x
[0,0]
cos(2α) + 1 = 2 cos2 α
cos(α + β) = cos α cos β − sin α sin β
cos(2α) = 2 cos 2 α − 1
cosα cosβ
-1
Karena sin( −β) = − sin β cos( −β) = cos β
cos(2α) − 1 = −2 sin 2 α
sin(α − β) = sin α cos β − cos α sin β cos(α − β) = cos α cos β + sin α sin β
cos(2α) = 1 − 2 sin 2 α
67
68
Contoh:
d).
Fungsi Trigonometri Normal
sin(α + β) = sin α cos β + cos α sin β sin(α − β) = sin α cos β − cos α sin β
Kurva Fungsi Trigonometri Dalam Koordinat x-y Fungsi Sinus
sin(α + β) + sin(α − β) = 2 sin α cos β e).
sin( α + β) + sin( α − β) sin α cos β = 2
−2π
cos(α + β) + cos(α − β) = 2 cos α cos β
y
−π
0
cos(α − β) = cos α cos β + sin α sin β
cos(α + β) + cos(α − β) 2
0
π
2π
−π
0
π
0
2π
x
y = sin( x) = cos( x − π / 2) pergeseran fungsi cosinus sejauh π/2 ke arah sumbu-x positif
Contoh:
sin α sin β =
sin 56 o = cos(56 o − 90 o ) = cos 34 o
cos(α − β) − cos(α + β) 2 69
70
Fungsi Cotangent
Fungsi Tangent
sin θ cos θ
3
sin θ 1 = cos θ cot θ
2
Rentang: -π/4 < tanθ < π/4 π/4 < tanθ < 3π/4 dst. Lebar rentang: π/2
0 0 -1
tan θ =
1 0 0 -1
asimptot 3
2
π/4
-2 -3
sin θ cos θ
x
-1
cos(α + β) = cos α cos β − sin α sin β
cos(α − β) − cos(α + β) = 2 sin α sin β
perioda
1
-1
cos α cos β =
-3π/4 -π/2 -π/4
y = cos(x) y
perioda
1
cos(α + β) = cos α cos β − sin α sin β
cos(α − β) = cos α cos β + sin α sin β
f).
y = sin(x)
Fungsi Cosinus
π/2
3π/4
cot θ =
1 -3π/4 -π/2
-π/4
-2
π/4
π/2
3π/4
cos θ 1 = sin θ tan θ
Rentang: 0 < tanθ < π/2 -π/2 < tanθ < 0 dst. Lebar rentang: π/2
-3
asimptot
71
72
12
1/31/2013
Fungsi Trigonometri Inversi 3
Fungsi Secan 1 y = sec( x) = cos( x)
2 1 0 -1,5π
-π
-0,5π
0
π
0,5π
Sinus Inversi
-2 -3
Sudut y yang sinusnya = x
= sin −1 x
Rentang: -π/2 < tanθ < π/2 π/2 < tanθ < 3π/2 dst. Lebar rentang: π
1,5π
-1
y = arcsin x atau
sin y = x
y 2π
y 0,5π π
1
x
y
0,25π
asimptot 0
Fungsi Cosecan
3 2
y = csc( x ) =
1 0 -1,5π
-π
-0,5π
0
π
0,5π
1 sin( x )
-1 -2 -3
0
1
-1
x
-0,5
0
0,5
x
1− x2
1
y = sin −1 x
-0,25π
−π
Rentang: 0 < tanθ < π -π< tanθ < 0 dst. Lebar rentang: π
1,5π
0
-1
cos y = 1 − x 2 x tan y = 1− x2
-0,5π
−2π
Kurva nilai utama -π/2 < sin-1x <π/2
Kurva lengkap
-1 < x < 1 74
73
Cosinus Inversi
x = cos y
y π
y
1π
1
0,75π
0
1
x
0
0,5
x
1
0 < cos-1x < π Kurva lengkap
tan y =
0,5π
1+ x2
0,25π
-10
-5
3 x
2
0
5
x
10
1
-0,25π
y = tan −1 x x sin y = 1+ x2 1 cos y = 1+ x2
-0,5π
Kurva nilai utama
-1,5π
1− x2 x
−
Kurva lengkap
x
y
-π
sin y = 1 − x 2
Kurva nilai utama
y
0 -3 -2 -1 0 1 -0,5π
y = cos −1 x
0 -0,5
π 0,5π
0
x
0,25π
-1
−π
1− x2
y
0,5π
0
x = tan y
1,5π
y
-1
y = tan −1 x
Tangent Inversi
y = cos −1 x
π π < tan −1 x < 2 2
-1 < x < 1
75
Cotangent inversi y = cot −1 x
76
Secan Inversi
x = cot y
y = sec−1 x = cos−1
dengan nilai utama
-10
-5
0
0
1
Kurva nilai utama 0 < cot −1 x < π
x
10
x
1+ x2
0,75π
y 0,5π
x
5
y
2
y 0,5π
0 ≤ sec −1 x ≤ π
π
1+ x
y
x = sec y
dengan nilai utama
0 < cot −1 x < π 1π
1 x
1 y = sec −1 x
0,25π
y = tan −1 x 1 sin y = 1+ x2 x cos y = 1+ x2
0 -4
-3
-2
-1
0
1
2
Kurva nilai utama 0 < sec −1 x < π
3
x4
1+ x2 x 1 cos y = x
sin y =
tan y = 1 + x 2 77
78
13
1/31/2013
Cosecan Inversi y = csc −1 x = sin −1 1
x = csc y
x dengan nilai utama
0,5π y
-2
-1
0
1
Tiga besaran karakteristik fungsi sinus y = A sin( x + θ)
1+ x2
3 x 4
2
y = csc 1 sin y = x
-0,25π
-0,5π
Kurva nilai utama −
1
y
0 -3
Oleh karena itu kita akan melihat fungsi sinus dengan menggunakan waktu, t, sebagai peubah bebas
x
0,25π
-4
Banyak peristiwa terjadi secara siklis sinusoidal yang merupakan fungsi waktu, seperti misalnya gelombang cahaya, gelombang radio pembawa, gelombang tegangan listrik sistem tenaga, dsb
π π − ≤ csc −1 x ≤ 2 2
cos y =
π π ≤ csc −1 x ≤ 2 2
tan y =
−1
= A sin( 2πf 0 t + θ)
x
sudut fasa amplitudo
1+ x2 x 1
frekuensi siklus Selain frekuensi siklus, f0, kita mengenal juga frekuensi sudut, ω0, dengan hubungan
ω0 = 2πf 0
1+ x2 79
Fungsi sinus adalah fungsi periodik yaitu fungsi yang memenuhi hubungan
80
Contoh: Bentuk kurva gabungan fungsi sinus ditentukan oleh besaran karakteristik fungsi sinus penyusunnya
f (t − T0 ) = f (t ) perioda
Hubungan antara frekuensi siklus dan perioda adalah: f0 = y
0
4
T0
t
15 -4
A
T0
4
-5
1 T0 y
A
y
4 y
0 -5
y = 3 cos 2f0t
15 -4
t
y = 1 + 3 cos 2f0t
y 1
0 -A
0
t
0 0
Ts
0
t
t
-5
-A
15 -4
15 -4
y = 1 + 3 cos 2 πf 0 t − 2 cos( 2π( 2 f 0 )t )
Karena fungsi sinus adalah fungsi periodik maka gabungan fungsi sinus juga merupakan fungsi periodik walaupun tidak berbentuk sinus.
-5
y = 1 + 3 cos 2πf 0 t − 2 cos( 2π( 2 f 0 )t + π / 4)
Perbedaan amplitudo, frekuensi, dan sudut fasa menentukan bentuk gelombang gabungan 81
82
Contoh: Bentuk kurva gabungan fungsi sinus ditentukan juga oleh jumlah komponen sinus yang terlibat
Gabungan fungsi sinus yang membentuk gelombang persegi
Komponen-komponen sinus yang terlibat dalam pembentukan gelombang gabungan disebut harmonisa Komponen sinus dengan f0 disebut komponen fundamental
sinus dasar (fundamental).
Di atas komponen fundamental adalah
harmonisa-3 dan
harmonisa-5 dan
sinus dasar + harmonisa-3.
sinus dasar + harmonisa-3 + harmonisa-5.
Harmonisa ke-2 dengan frekuensi 2f0 Harmonisa ke-3 dengan frekuensi 3f0 Harmonisa ke-4 dengan frekuensi 4f0 dst. Gabungan fungsi sinus juga mungkin mengandung fungsi tetapan yang disebut komponen searah
harmonisa-7 dan sinus dasar + harmonisa-3 + harmonisa-5 + harmonisa-7.
83
hasil penjumlahan sampai pada harmonisa ke-21.
84
14
1/31/2013
Spektrum Contoh:
Jika gabungan fungsi sinus membentuk gelombang periodik yang tidak berbentuk sinus (non-sinus) maka bentuk gelombang non-sinus dapat diuraikan menjadi komponen-komponen sinus
Suatu persamaan gelombang:
y = 10 + 30 cos( 2πf 0t ) + 15 cos( 2π2 f 0t − π / 2) + 7,5 cos( 2π4 f 0t + π)
Komponen-komponen sinus itu membentuk suatu spektrum. Ada dua spektrum yaitu Spektrum Amplitudo dan Spektrum Sudut-fasa
Frekuensi
0
f0
2 f0
4 f0
Amplitudo
10
30
15
7,5
Sudut fasa
−
0
−π/2
π
Makin tinggi frekuensi harmonisa, makin rendah amplitudonya. Frekuensi tertinggi, fmaks, adalah frekuensi harmonisa yang amplitudonya sudah dapat diabaikan.
2π
Frekuensi terendah, fmin, adalah frekuensi komponen fundamental yaitu 1, atau 0 jika spektrum mengandung komponen searah
Sudut Fasa
Amplitudo
40 30 20 10 0 0
Lebar Pita Lebar pita frekuensi suatu spektrum adalah selang frekuensi yang merupakan selisih fmaks dan fmin
1
2 3 Frekuensi [×f0]
4
π/2 0 0 −π/2
1
2
3
4
5
−2π
5
Frekuensi [×f0]
Spektrum Sudut-fasa
Spektrum Amplitudo
85
86
Deret Fourier Contoh:
Penguraian suatu sinyal periodik menjadi suatu spektrum sinyal tidak lain adalah pernyataan fungsi periodik kedalam deret Fourier f (t ) = a 0 +
y
a0 = 2 A / π
A
4A / π n genap; an = 0 n ganjil 1 − n2 bn = 0 untuk semua n an =
∑[an cos(2πnf0t ) + bn sin(2πnf0t )]
t
T0
fungsi periodik Koefisien Fourier Contoh:
Contoh: y
a0 = A / π
y
an =
t
T0
2A / π
a0 = A / 2
A
an = 0 untuk semua n
n genap; a n = 0 n ganjil
1− n2 b1 = A / 2 ; bn = 0 n ≠ 1
bn = −
t
T0
A untuk semua n nπ
87
88
Fungsi Logaritma Natural Definisi ln x
6
y
Bilangan Natural
5
luas bidang antara fungsi 1/t dan sumbu-x
4
Logaritma natural adalah logaritma dengan menggunakan basis bilangan e
ln x yang dibatasi oleh t = 1 dan t = x
1/t
3
ln x =
2 1
Bilangan e ini, seperti halnya bilangan π, adalah bilangan-nyata dengan desimal tak terbatas. Sampai dengan 10 angka di belakang koma, nilainya adalah
0 0
Kurva y = ln x y
e = 2,7182818284
1
2
x
ln e = 1
ln e a = a ln e = a
4
t
2
y = ln x
1,5
ln e = 1
3
x1
∫1 t dt
1 0,5 0 -0,5
0
1
2
e
3
x
4
-1 -1,5
e = 2,7182818284…..
-2 89
90
15
1/31/2013
ln ax = ln a + ln x x ln = ln x − ln a; a
Sifat-Sifat
Fungsi Eksponensial Antilogaritma
Antilogaritma adalah inversi dari logaritma
x = ln y
ln x n = n ln x ln e = 1
Fungsi Eksponensial
ln e x = x
y = ex
ln x bernilai negatif untuk x < 1
Fungsi eksponensial yang sering kita jumpai adalah fungsi eksponensial dengan eksponen negatif
y = e − ax u ( x) ; x ≥ 0 Faktor u(x) membuat fungsi ini muncul pada x = 0 Namun demikian faktor ini biasa tidak lagi dituliskan dengan pengertian bahwa fungsi eksponensial tetap muncul pada t = 0 91
y
1
e−2x
0,6
y = Ae −at u (t ) = Ae −t / τ u (t )
Makin negatif eksponen fungsi ini, makin cepat ia menurun mendekati sumbu-x
e− x
0,8
Persamaan umum fungsi eksponensial dengan amplitudo A dengan waktu sebagai peubah bebas adalah
y = e − ax
Kurva Fungsi Eksponensial
92
yang dituliskan dengan singkat
τ = 1/a disebut konstanta waktu
0,4
makin kecil τ, makin cepat fungsi eksponensial menurun
0,2 0
y = Ae − at = Ae −t / τ
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
x
4
Pada saat t = 5τ, nilai fungsi sudah di bawah 1% dari A Penurunan kurva fungsi eksponensial ini sudah mencapai sekitar 36% dari nilai awalnya (yaitu nilai pada x = 0), pada saat x = 1/a
fungsi eksponensial dianggap sudah bernilai nol pada t = 5τ
Pada saat x = 5/a, kurva sudah sangat menurun mendekati sumbu-x, nilai fungsi sudah di bawah 1% dari nilai awalnya Oleh karena itu fungsi eksponensial biasa dianggap sudah bernilai nol pada x = 5/a
93
94
Gabungan Fungsi Eksponensial Definisi Kombinasi tertentu dari fungsi eksponensial membentuk fungsi hiperbolik, seperti
y1 = Ae − t / τ1 y 2 = Ae − t / τ2
A
(
y = A e − t / τ1 − e − t / τ 2
)
cosinus hiperbolik (cosh) dan sinus hiperbolik (sinh) cosh x =
e x + e− x e x − e− x ; sinh x = 2 2
Fungsi hiperbolik yang lain 0
1
2
3
4
t/τ
5
95
tanh x =
sinh x e x − e − x = ; cosh x e x + e − x
coth x =
cosh x e x + e − x = sinh x e x − e − x
sech x =
1 2 = ; cosh x e x + e − x
csch x =
1 2 = sinh x e x − e − x
96
16
1/31/2013
Kurva-Kurva Fungsi Hiperbolik
y
4
cosh x =
3
e x + e− x 2
4 y 3
2
y1 =
2
1
1 x e 2
y = sinh x =
0
-2
-1
-1
0
x
1
y1 =
1
1 x e 2
2
y = sinh x
0 -2
y2 = −
-2
e x − e− x 2
-1
-1
1 −x e 2
0
x
1
2
-2
-3
-3
-4
-4
97
98
y = csch x =
1 sinh x
4
y
y = cosh x
y 3
4 3
y = sinh x
2
2
1 1
y = sech x =
0 -2
-1
0
x
1
1 cosh x
0 -2
-1
-1
2
0
1
x
2
-2
-1
-3 -4
y = csch x 99
100
Identitas Jika untuk sin x dan cos x kita kenal hubungan:
cos2 x + sin 2 x = 1 4
untuk sinh x dan cosh x terdapat hubungan
cosh x y = coth x = sinh x
y 3
cosh 2 x − sinh 2 x =
2 1
y = tanh x =
0 -2
-1
0
1
x
sinh x cosh x
Beberapa Identitas:
2
-1
e 2 x + 2 + e −2 x e 2 x − 2 + e −2 x 4 − = =1 4 4 4
cosh 2 v − sinh 2 v = 1
1 − tanh 2 v = sech 2v
-2
y = coth x
coth 2 v − 1 = csch 2v
-3
cosh v + sinh v = e v
-4
cosh v − sinh v = e −v 101
102
17
1/31/2013
Persamaan Kurva Dalam Koordinat Polar Persamaan lingkaran berjari-jari c berpusat di O[0,0] dalam koordinat sudut-siku adalah
Relasi Koordinat Polar dan Koordinat Sudut-siku
x2 + y2 = c2 y •
yP
P(xP ,yP)
r
xP = r cos θ
r θ
θ
x
xP
[0,0]
y
yP = r sin θ
P[r,θ]
[0,0]
x
Dalam koordinat polar persamaan ini menjadi (r cos θ) 2 + ( r sin θ) 2 = c 2
103
Persamaan lingkaran berjari-jari c berpusat di O[a,0] dalam koordinat sudut-siku adalah
104
Persamaan lingkaran berjari-jari c berpusat di O[a,b] dalam koordinat sudut-siku adalah
( x − a) 2 + ( y − b) 2 = c 2
( x − a) 2 + y 2 = c 2
y
y
r
r θ
b
θ
x
[0,0]
[0,0]
x a
a
Dalam koordinat polar perswamaan ini menjadi (r cos θ − a) + (r sin θ) = c 2
2
Dalam koordinat polar perswamaan ini menjadi (r cos θ − a ) 2 + ( r sin θ − b) 2 = c 2
2
105
Contoh:
106
Contoh:
r = 2(1 − cos θ) 3 P[r,θ]
r 2 = 16 cos θ y
3
2 1 θ 0
-5
-3
-1
-1
y
2
r
P[r,θ] r
1 1 x
-5
-3
-1
0
1
θ 3
x 5
-1
-2
-2
-3
-3
Bentuk ini disebut cardioid 107
108
18
1/31/2013
Contoh:
Persamaan Garis Lurus
rθ = 2 y y
2 P[r,θ]
1,5
P[r,θ]
r
1
r
θ
0,5 -1
l1
y=2
0
0 -0,5 θ = π θ = 3π -1
1
2
x
θ
3
a
O
θ = 4π θ = 2π
x l1 : r cos θ = a
109
110
y
P[r,θ] b
P[r,θ]
y
l 2 : r sin θ = b l3 : r cos(β − θ) = a
l2
l3
r
r A θ
a
O
θ
x
β
α O
x
111
112
Parabola, Elips, Hiperbola Eksentrisitas
y
Eksentrisitas: es =
y P[r,θ]
D
l 4 : r cos(θ − β) = a
P[r,θ]
titik fokus
l4
r θ A
r
F
B
x
θ
r=
direktriks
β O
Dengan pengertian eksentrisitas ini kita dapat membahas sekaligus parabola, elips, dan hiperbola.
r = es (k + r cos θ) = es k + es r cos θ
k
a
x
Parabola:
es = 1
Elips:
es < 1
Hiperbola: es > 1 113
PF r = PD k + r cos θ
r=
r=
es k 1 − es cos θ
k 1 − cos θ
0,5 × k k = 1 − 0,5 cos θ 2 − cos θ
2× k r= 1 − 2 cos θ
(misal es = 0,5)
(misal es = 2) 114
19
1/31/2013
Lemniskat dan Oval Cassini
Lemniskat
Kurva-kurva ini adalah kurva pada kondisi khusus, yang merupakan tempat kedudukan titik-titik yang hasil kali jaraknya terhadap dua titik tertentu bernilai konstan θ = π/2
r 2 = a 2 cos 2θ ± a 2 cos 2 2θ − (1 − k 4 )
Kondisi khusus: k = 1
Kondisi khusus: k > 1, misal k = 1,1
r 2 = 2a 2 cos 2θ
P[r,θ]
Kurva dengan
r θ
θ=π
θ=0 F2[a,0]
F1[a,π]
θ = π/2
(PF2 )2 = (r sin θ )2 + (a − r cos θ )2
(PF1 )2 = (r sin θ)2 + (a + r cos θ )2 = r 2 + a 2 + 2ar cos θ
θ = π/2 1
a=1
0,6
0,5
= r 2 + a 2 − 2ar cos θ
Misalkan PF1 × PF2 = b 2
(
)(
b 4 = r 2 + a 2 + 2ar cos θ × r 2 + a 2 − 2ar cos θ
0,2
θ=π
)
-1,5
-1
θ=π
θ=0
0 -0,5 0 -0,2
0,5
1
-2
-1
4 4 2 2 = r 4 + a 4 + 2a 2 r 2 (1 − 2 cos 2 θ) = r + a − 2 a r cos 2θ
Buat b dan a berrelasi b = ka
k a = r + a − 2a r cos 2θ 4 4
4
4
2 2
r = a cos 2θ ± a 2
2
2
θ=0
0
1,5 0
1
2
-0,5 -0,6
0 = r 4 − 2a 2 r 2 cos 2θ + a 4 (1 − k 4 )
-1
cos 2θ − (1 − k 4 ) 2
115
116
r 2 = a 2 cos 2θ ± a 2 cos 2 2θ − (1 − k 4 )
Oval Cassini
Kondisi khusus: k < 1, misalkan k = 0,8 θ = π/2
Diferensiasi
1,5 1 0,5
θ=π
θ=0
0
-2
-1
0
1
2
-0,5 -1 -1,5
117
Pengertian-Pengertian
118
Garis Lengkung y = f(x) P2
y
Garis lurus dengan kemiringan ∆y/∆x memotong garis lengkung di dua titik
∆y P1 ∆x
y
Kita telah melihat bahwa kemiringan garis lurus adalah
2
∆y
1
∆x
0 0
1
2
3
4
x
m=
Jarak kedua titik potong semakin kecil jika ∆x di perkecil menjadi ∆x*
x
∆y ( y2 − y1) = ∆x ( x2 − x1 )
y = f(x)
y
-1
P1
Pada kondisi ∆x mendekati nol, kita peroleh
P2∗ ∆y*
lim
∆x → 0
∆x*
∆y f ( x + ∆x ) − f ( x ) = lim = f ′( x ) ∆x ∆x → 0 ∆x
x
Bagaimanakah dengan garis lengkung?
Ini merupakan fungsi turunan dari
f (x) di titik P Ekivalen dengan kemiringan garis singgung di titik P 119
120
20
1/31/2013
Jika pada suatu titik x1 di mana lim
y
∆x→ 0
∆y ∆x
benar ada
maka dikatakan bahwa fungsi f(x) “dapat didiferensiasi di titik tersebut”
(x2,y2) (x1,y1)
Jika dalam suatu domain suatu fungsi f(x) dapat di-diferensiasi di semua x dalam dalam domain tersebut kita katakan bahwa fungsi f(x) dapat di-diferensiasi dalam domain.
x
Pada suatu garis lengkung y = f ( x ), kita dapat memperoleh turunannya di berbagai titik pada garis lengkung tersebut
dy d ∆y = ( y ) = lim dx dx ∆x→0 ∆x
kita baca “turunan fungsi y terhadap x”
f ′(x) di titik (x1,y1) adalah turunan y di titik (x1,y1),
Penurunan ini dapat dilakukan jika y memang merupakan fungsi x. Jika tidak, tentulah penurunan itu tidak dapat dilakukan.
f ′(x) di titik (x2,y2) adalah turunan y di titik (x2,y2)
121
122
Mononom Contoh:
Contoh:
y0 = f ( x) = k
y2 = f 2 ( x) = 2 x 2
2( x + ∆x) 2 − 2 x 2 2( x 2 + 2 x∆x + ∆x 2 ) − 2 x 2 = lim ∆x ∆x → 0 ∆x = lim (2 × 2 x + 2∆x ) = 4 x
f ( x + ∆x) − f ( x) 0 = =0 ∆x → 0 ∆x ∆x
f 2′ ( x) = lim
y0′ = lim
∆x → 0
∆x → 0
Contoh:
Turunan fungsi mononom pangkat 2 berbentuk mononom pangkat 1 (kurva garis lurus)
y1 = f1 ( x ) = 2 x f1′( x) = lim
∆x → 0
y 10 8
2( x + ∆x) − 2 x 2∆x = =2 ∆x ∆x
Contoh:
∆x → 0
= lim
6
∆x → 0
f1′( x) = 2
4 2 1
2
3
x4
2( x 3 + 3 x 2 ∆x + 3x∆x 3 + ∆x 3 ) − 2 x 3 ∆x
= lim 2 × 3x 2 + 2 × 3 x∆x 2 + 2∆x 2 = 6 x 2
Fungsi tetapan
∆x → 0
0 0
2( x + ∆x )3 − 2 x 3 ∆x
f 3′ ( x) = lim
Fungsi ramp
y1 = 2 x
y3 = f 3 ( x ) = 2 x 3
5
Turunan fungsi mononom pangkat 3 berbentuk mononom pangkat 2 (kurva parabola) 123
Secara umum, turunan fungsi mononom
124
y ′ = f ′( x ) =
y = f ( x) = mx n
adalah
y ′′ = f ′′( x ) =
y ′ = (m × n) x (n −1)
Jika n = 1 maka kurva fungsi y = mx n berbentuk garis lurus *)
y ′′′ = f ′′′( x) =
dan turunannya berupa nilai konstan, y′ = f ′( x) = k Jika n > 1, maka turunan fungsi y = mx n akan merupakan fungsi x, y ′ = f ′(x)
y ′ = f ′(x)
y ′′′ = f ′′′(x ) turunan dari
y ′′ = f ′′(x )
d2y dx 2 d3y dx 3
disebut turunan pertama,
turunan kedua,
turunan ke-tiga, dst.
3 Contoh: y 4 = f 4 ( x) = 2 x
Fungsi turunan ini dapat diturunkan lagi dan kita mendapatkan fungsi turunan berikutnya, yang mungkin masih dapat diturunkan lagi
y′′ = f ′′(x) turunan dari
dy dx
y′4 = 2(3) x (3−1) = 6 x 2 ; y′4′ = 6( 2) x ( 2−1) = 12 x; y4′′′ = 12
*) Untuk n berupa bilangan tak bulat akan dibahas kemudian 125
126
21
1/31/2013
Polinom Kurva fungsi mononom y = f ( x) = mx n yang memiliki beberapa turunan
y1 = f1 ( x) = 4 x + 2
Contoh: akan berpotongan dengan kurva fungsi-fungsi turunannya.
f1′( x ) = lim
Fungsi y = x 4 dan turunan-turunannya y′ = 4x3 y′′ = 12x 2 y ′′′ = 24 x
Contoh:
∆x → x
y ′′′′ = 24
{4( x + ∆x) + 2} − {4 x + 2} = 4
10 y
∆x
f1(x) = 4x + 2
8
f1' ( x) = 4
6 200
y=x
y ′′ = 12x 2 y ′ = 4x 3
4 100
-2
-1
0 -1
y ′′′′ = 24
0 -3
2
y ′′′ = 24 x
y ′′ = 12x 2
y ′ = 4x 3
4
0
1
2
3
-0,5
-2
0
0,5
1
1,5 x
2
-4
Turunan fungsi ini sama dengan turunan f(x)=4x karena turunan dari tetapan 2 adalah 0.
4
Secara Umum: Jika F(x) = f(x) + K maka Fʹ(x) = f′ (x)
-100
127
Contoh:
f 2 ( x) = 4 x − 8
y 2 = f 2 ( x ) = 4( x − 2)
10
{4( x + ∆x)
}{
}
+ 2( x + ∆x) − 5 − 4 x 2 + 2 x − 5 ∆x = 4 × 2 x + 2 = 8x + 2 2
∆x →0
f 2 ( x ) = 4( x − 2) f 2′ ( x ) = 4
5
Contoh:
0 -1
y3 = f 3 ( x ) = 4 x 2 + 2 x − 5
y3′ = lim
f 2′ ( x ) = 4
y
Contoh:
128
0 -5
1
2
3
x
y4 = f 4 ( x ) = 5 x 3 + 4 x 2 + 2 x − 5
4
y 4′ = lim
{5( x + ∆x)
∆x →0
-10
3
}{
}
+ 4( x + ∆x ) 2 + 2( x + ∆x) − 5 − 5x 3 + 4 x 2 + 2 x − 5 ∆x
= 5 × 3x + 4 × 2 x + 2 = 15x + 8 x + 2 2
-15
2
Secara Umum: Turunan fungsi polinom, yang merupakan jumlah beberapa mononom, adalah jumlah turunan masing-masing mononom dengan syarat setiap mononom yang membentuk polinom itu memang memiliki turunan. 129
Fungsi Yang Merupakan Perkalian Dua Fungsi Jika
130
Contoh:
Turunan y = 6x 5 adalah y ′ = 30x 4 Jika dipandang sebagai perkalian dua fungsi
d (2 x 3 × 3 x 2 ) y′ = = 2 x 3 × 6 x + 3 x 2 × 6 x 2 = 12 x 4 + 18 x 4 = 30 x 4 dx
y = vw
maka ( y + ∆y ) = (v + ∆v )(w + ∆w) = (vw + v∆w + w∆v + ∆w∆v )
Jika
y = uvw d (uvw) d (uv)(w) dw d (uv ) dw du dv = = (uv ) +w = (uv) + wu + v dx dx dx dx dx dx dx dw dv du = (uv) + (uw) + (vw) dx dx dx
∆y ( y + ∆y ) − y ( wv + v∆w + w∆v + ∆w∆v) − vw = = ∆x ∆x ∆x ∆w ∆v ∆v∆w =v +w + ∆x ∆x ∆x
Contoh:
y = 6x 5 Jika dipandang sebagai perkalian tiga fungsi
dy d (vw) dw dv = =v +w dx dx dx dx
dy d (uvw) = = (2 x 2 × 3 x 2 )(1) + (2 x 2 × x )(6 x) dx dx + (3x 2 × x )(4 x ) = 6 x 4 + 12 x 4 + 12 x 4 = 30 x 4 131
132
22
1/31/2013
Fungsi Yang Merupakan Pangkat dari suatu Fungsi Contoh: y1 = v 6 = v 3 × v 2 × v
Contoh:
y = ( x 2 + 1) 3 ( x 3 − 1) 2
Kita gabungkan relasi turunan untuk perkalian dua fungsi dan pangkat suatu fungsi
dy1 dv dv 2 dv 3 = (v 3 v 2 ) + (v 3 v ) + (v 2 v ) dx dx dx dx dv dv 2 5 dv 4 dv 3 2 dv =v + v v +v +v v +v dx dx dx dx dx dv dv dv dv dv = v5 + 2v 5 + v5 + v4 v +v dx dx dx dx dx dv = 6v 5 dx dv 6 dv 6 dv dv Contoh ini menunjukkan bahwa = = 6v 5 dx dv dx dx
dy d ( x 3 − 1) 2 d ( x 2 + 1) 3 = ( x 2 + 1) 3 + ( x 3 − 1) 2 dx dx dx = ( x 2 + 1) 3 2( x 3 − 1)(3 x 2 ) + ( x 3 − 1) 2 3( x 2 + 1) 2 2 x = 6 x 2 ( x 2 + 1) 3 ( x 3 − 1) + 6 x ( x 3 − 1) 2 ( x 2 + 1) 2 = 6 x ( x 3 − 1)( x 2 + 1) 2 (2 x 3 + x − 1)
dv n dv = nv n −1 dx dx
Secara Umum:
133
134
Contoh:
Fungsi Rasional Fungsi rasional merupakan rasio dari dua fungsi y=
v w
atau
=
−1
dy d v d (vw ) dw dv =v + w −1 = = dx dx w dx dx dx dv dv − v dv 1 dv = −vw− 2 + w −1 = + dx dx w 2 dx w dx 1 dv dw w −v dx w 2 dx
Jadi:
x2 − 3
x3 dy x 3 (2 x) − ( x 2 − 3)(3x 2 ) = dx x6
y = vw −1
−1
=
y=
dw dv −v w d v dx dx = 2 dx w w
2 x 4 − (3 x 4 − 9 x 2 ) x6
Contoh:
y = x2 +
Contoh:
y=
=
− x2 + 9 x4
1
x2 dy x 2 × 0 − 1 × 2x 2 = 2x + = 2x − dx 4 x3 x2 +1
; dengan x 2 ≠ 1 (agar penyebut tidak nol) x2 −1 2 dy ( x − 1)2 x − ( x 2 + 1) 2 x = dx ( x 2 − 1) 2 =
2 x 3 − 2 x − 2x 3 − 2 x ( x 2 − 1) 2
=
− 4x ( x 2 − 1) 2
135
136
Fungsi Berpangkat Tidak Bulat p Bilangan tidak bulat n = dengan p dan q adalah bilangan bulat dan q ≠ 0 q
yq = v p
y = vn = v p / q
qy q −1
Jika y ≠ 0, kita dapatkan
(
y q −1 = v p / q
)
q −1
Apabila kita mempunyai persamaan x = f (t )
dy dv = pv p −1 dx dx
dy d (v p / q ) pv p −1 dv = = dx dx qy q −1 dx
Fungsi Parametrik dan Kaidah Rantai dan
y = f (t )
maka relasi antara x dan y dapat dinyatakan dalam t. Persamaan demikian disebut persamaan parametrik, dan t disebut parameter. Jika kita eliminasi t dari kedua persamaan di atas, kita dapatkan persamaan yang berbentuk y = F (x)
(v adalah fungsi yang bisa diturunkan)
= v p −( p / q ) sehingga
Kaidah rantai
dy d (v p / q ) pv p −1 dv p ( p −1) − p +( p / q ) dv = = = v dx dx dx qv p −( p / q ) dx q p dv = v ( p / q ) −1 q dx
Formulasi ini mirip dengan keadaan jika n bulat, hanya perlu persyaratan bahwa v ≠ 0 untuk p/q < 1. 137
Jika y = F (x) dapat diturunkan terhadap x dan x = f (t ) dapat diturunkan terhadap t,
maka y = F ( f (t ) ) = g (t ) dapat diturunkan terhadap t menjadi
dy dy dx = dt dx dt 138
23
1/31/2013
Contoh:
Fungsi Implisit
x 2 + xy + y 2 = 8
Fungsi implisit ini merupakan sebuah persamaan. Jika kita melakukan operasi matematis di ruas kiri, maka operasi yang sama harus dilakukan pula di ruas kanan agar kesamaan tetap terjaga. Kita lakukan diferensiasi (cari turunan) di kedua ruas, dan kita akan peroleh
Sebagian fungsi implisit dapat diubah ke dalam bentuk explisit namun sebagian yang lain tidak. Untuk fungsi yang dapat diubah dalam bentuk eksplisit, turunan fungsi dapat dicari dengan cara seperti yang sudah kita pelajari di atas.
dy dx dy +y + 2y =0 dx dx dx dy ( x + 2 y) = −2 x − y dx 2x + x
Untuk mencari turunan fungsi yang tak dapat diubah ke dalam bentuk eksplisit perlu cara khusus, yang disebut diferensiasi implisit. Dalam cara ini kita menganggap bahwa fungsi y dapat didiferensiasi terhadap x.
Jika ( x + 2 y ) ≠ 0 kita peroleh turunan dy 2x + y =− dx x + 2y
139
Contoh:
140
Turunan Fungsi Trigonometri
x 4 + 4 xy 3 − 3 y 4 = 4 Fungsi implisit ini juga merupakan sebuah persamaan. Kita lakukan diferensiasi pada kedua ruas, dan kita akan memperoleh
Jika
y = sin x maka
dy d sin x sin( x + ∆x ) − sin x = = dx dx ∆x sin x cos ∆x + cos x sin ∆x − sin x = ∆x
dy 3 d ( 4 x ) d (3 y 4 ) + y3 − =0 dx dx dx 3 2 dy 3 3 dy 4 x + 4 x (3 y ) + 4 y − 12 y =0 dx dx 4 x 3 + 4x
Untuk ( xy 2 − y 3 ) ≠ 0 kita dapat memperoleh turunan
Untuk nilai yang kecil, Δx menuju nol, cos∆x = 1 dan sin∆x = ∆x. Oleh karena itu
dy − ( x3 + y 3 ) = dx 3( xy 2 − y 3 )
d sin x = cos x dx
141
142
Turunan fungsi trigonometri yang lain tidak terlalu sulit untuk dicari. Jika
y = cos x maka
d tan x d sin x cos 2 x − sin x (− sin x) 1 = = = sec 2 x = dx dx cos x cos 2 x cos 2 x
dy d cos x cos( x + ∆x) − cos x = = dx dx ∆x cos x cos ∆x − sin x sin ∆x − cos x = ∆x
d cot x d cos x − sin 2 x − cos x(cos x ) −1 = = = − csc2 x = dx dx sin x sin 2 x sin 2 x
d sec x d 1 0 − ( − sin x ) sin x = = = sec x tan x = dx dx cos x cos 2 x cos 2 x
Untuk nilai yang kecil, Δx menuju nol, cos∆x = 1 dan sin∆x = ∆x. Oleh karena itu
d cos x = − sin x dx
d csc x d 1 0 − (cos x ) − cos x = = = − csc x cot x = dx dx sin x sin 2 x sin 2 x
143
144
24
1/31/2013
Contoh:
Contoh:
Hubungan antara tegangan kapasitor vC dan arus kapasitor iC adalah iC = C
dvC dt
Tegangan pada suatu kapasitor dengan kapasitansi C = 2×10-6 farad merupakan fungsi sinus vC = 200sin400t volt. Arus yang mengalir pada kapasitor ini adalah iC = C
dvC d = 2 × 106 × (200 sin 400t ) = 0,160 cos 400t ampere dt dt vC
Hubungan antara tegangan induktor vL dan arus induktor iL adalah di vL = L L dt diL d vL = L = 2,5 × (− 0,2 cos 400t ) = 2,5 × 0,2 × sin 400t × 400 = 200 sin 400t dt dt vL iL
iC
200
vL iL
200
vC iC
Arus pada suatu inductor L = 2,5 henry merupakan fungsi sinus iL = −0,2cos400t ampere.
100 0
100
-100
0 0
0.01
0.02
0.03
0.05 t [detik]
0.04
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
t[detik]
-200
-100 -200
145
Turunan Fungsi Trigonometri Inversi y = sin
−1
x = sin y
x
x = tan y
1+ x
dy 1 = dx cos y
x
y
1− x
y = tan −1 x
dx = cos ydy
1
146
x
y = cos
x = cos y
x 1
dy 1 = dx 1 + x 2
dy = cos 2 y dx
1
dx = − sin ydy
x = cot y
1+ x dy −1 = dx 1 − x2
dy −1 = dx sin y
1 − x2
y
dy
2
y = cot −1 x −1
1 cos 2 y
2
y
dy 1 = dx 1 − x2
dx =
2
y
1
dx =
−1 sin 2 y
dy
dy = − sin 2 y dx
dy −1 = dx 1 + x 2
x
x
147
y = sec−1 x
x = sec y =
x
1 cos y
x2 − 1
y 1
dx =
0 − ( − sin x) cos 2 y
148
Fungsi Trigonometri dari Suatu Fungsi dy
Jika v = f(x), maka
dy cos 2 y 1 x = = × dx sin y x 2 x 2 − 1 1 = x x2 − 1
d (sin v ) d (sin v) dv dv = = cos v dx dv dx dx d (cos v) d (cos v) dv dv = = − sin v dx dv dx dx d (tan v) d sin v cos 2 x + sin 2 x dv dv = = sec 2 v = dx dx cos v dx dx cos 2 x
y = csc −1 x
x = csc y =
x y
x2 − 1
1
1 sin y
dx =
0 − (cos x ) sin 2 y
dy sin 2 y 1 = =− × dx − cos y x2 =
dy
d (cot v) d cos v 2 dv = = − csc v dx dx sin v dx
x
d (sec v ) d 1 0 + sin v dv dv = = sec v tan v = dx dx cos v dx cos 2 v dx
x2 − 1
−1
d (csc v ) d 1 dv = = − csc v cot v dx dx sin v dx
x x2 − 1 149
150
25
1/31/2013
Jika w = f(x), maka
Turunan Fungsi Logaritmik
d (sin −1 w) 1 dw = dx 1 − w2 dx
Fungsi logaritmik f ( x) = ln x didefinisikan melalui suatu integral
−1
d (cos w) 1 dw =− dx 1 − w2 dx
y
f ( x ) = ln x =
6 5
1/t
4
d (tan −1 w) 1 dw = dx 1 + w2 dx
ln x =
3
x1
∫1 t dt
x1
∫1 t dt
1 0 0
1
2
1/x
d (sec−1 w) 1 dw = dx w w2 − 1 dx
x
3
4
x +∆x
t
1/(x+∆x)
ln(x+∆x)−lnx
d (csc−1 w) 1 dw =− dx w w2 − 1 dx
d ln x ln( x + ∆x ) − ln( x ) 1 = = ∆x ∆x dx
dy = y = ex dx Jadi turunan dari ex adalah ex itu sendiri
atau
y ′′ = e x v
y ′′′ = e x
dst.
Sekarang kita akan melihat dx dan dy yang didefinisikan sedemikian rupa sehingga rasio dy/dx , jika dx≠ 0, sama dengan turunan fungsi y terhadap x. Hal ini mudah dilakukan jika x adalah peubah bebas dan y merupakan fungsi dari x: y = F (x)
1). dx, yang disebut sebagai diferensial x, adalah bilangan nyata dan merupakan peubah bebas lain selain x; 2). dy, yang disebut sebagai diferensial y, adalah fungsi dari x dan dx yang dinyatakan dengan dy = F ' ( x)dx
−1
−1 dy d tan −1 x e tan x = e tan x = dx dx 1 + x2
−1 y = e tan x
dy ∆y = lim = f ′( x ) dx ∆x→0 ∆x
dx dan dy didefinisikan sebagai berikut:
v
de de dv dv = = ev dx dv dx dx
Jika v = v(x)
dt
Turunan fungsi y(x) terhadap x dinyatakan dengan formulasi
ln y = x ln e = x
penurunan secara implisit di kedua sisi d ln y 1 dy = =1 dx y dx
y′ = e x
t
Diferensial dx dan dy
Turunan Fungsi Eksponensial
.
x + ∆x 1
∫x
Luas bidang ini lebih kecil dari luas persegi panjang (Δx × 1/x). Namun jika Δx makin kecil, luas bidang tersebut akan makin mendekati (Δx × 1/x); dan jika Δx mendekati nol luas tersebut sama dengan (Δx × 1/x). 152
d ln x 1 = dx x 151
y = ex
Tentang integral akan dipelajari lebih lanjut
luas bidang yang dibatasi oleh kurva (1/t) dan sumbu-t, dalam selang antara t = 1 dan t = x
2
d (cot −1 w) 1 dw =− dx 1 + w2 dx
( x > 0)
153
154
Penjelasan secara grafis y dy
P
Ini adalah fungsi (peubah tak bebas) dy = F ' ( x )dx
P
Ini adalah peubah bebas
θ
dx
θ x dy = tan θ dx
Jika dx berubah, maka dy dy berubah sedemikian rupa sehingga dy/dx sama dengan kemiringan garis singgung pada kurva
y dx x dy = (tan θ)dx
adalah laju perubahan y terhadap perubahan x.
adalah besar perubahan nilai y sepanjang garis singgung di titik P pada kurva, jika nilai x berubah sebesar dx
Diferensial dx dianggap bernilai positif jika ia “mengarah ke kanan” dan negatif jika “mengarah ke kiri”. Diferensial dy dianggap bernilai positif jika ia “mengarah ke atas” dan negatif jika “mengarah ke bawah”. y dx
P P
dy
dy
dx
dx
dy θ
θ x
x
Turunan Fungsi
dc = 0; c = konstan
dcv dv =c dx dx
dcv = cdv
d (v + w) dv dw = + dx dx dx
v d w dv − v dw w dx = dx dx w2
P
dv n dv = nv n−1 dx dx
θ
n
x 155
Diferensial
dc = 0; c = konstan dx
dvw dw dv =v +w dx dx dx
y
y
Dengan pengertian diferensial seperti di atas, kita kumpulkan formula turunan fungsi dan formula diferensial fungsi dalam tabel berikut. Dalam tabel ini v adalah fungsi x.
dcx = cnx n−1 dx
d (v + w) = dv + dw d (vw) = vdw + wdv
v wdv − vdw d = w w2 dv n = nv n −1dv d (cx n ) = cnx n −1 dx 156
26
1/31/2013
Ada dua cara untuk mencari diferensial suatu fungsi. 1).Mencari turunannya lebih dulu (kolom kiri tabel), kemudian dikalikan dengan dx. 2). Menggunakan langsung formula diferensial (kolom kanan tabel)
Contoh:
Integral dan Persamaan Diferensial
y = x 3 − 3x 2 + 5 x − 6 y ′ = 3x 2 − 6 x + 5
sehingga dy = (3x 2 − 6 x + 5)dx Kita dapat pula mencari langsung dengan menggunakan formula dalam tabel di atas dy = d ( x 3 ) + d (−3x 2 ) + d (5 x) + d ( −6) = 3 x 2 dx − 6 xdx + 5dx = (3 x 2 − 6 x + 5)dx 157
158
1. Integral Tak Tentu Pengertian-Pengertian Misalkan dari suatu fungsi f(x) yang diketahui, kita diminta untuk mencari suatu fungsi y sedemikian rupa sehingga dalam rentang nilai x tertentu, misalnya a< x < b, dipenuhi persamaan
Bahasan akan mencakup 1. Integral Tak Tentu 2. Integral Tentu 3. Persamaan Diferensial
dy = f (x ) dx
Persamaan yang menyatakan turunan fungsi sebagai fungsi x seperti ini disebut persamaan diferensial. Contoh persamaan diferensial dy = 2 x 2 + 5x + 6 dx d2y dx 2
+ 6 xy
dy + 3x 2 y 2 = 0 dx 160
159
Tinjau persamaan diferensial
dy = f (x ) dx
dF ( x) = f ( x) dx
Suatu fungsi y = F(x) dikatakan merupakan solusi dari persamaan diferensial jika dalam rentang tertentu ia dapat diturunkan dan dapat memenuhi
dapat dituliskan
dF ( x) = f ( x) dx
dF ( x) = f ( x) dx
Integrasi ruas kiri dan ruas kanan memberikan secara umum
Karena d [F ( x ) + K ] = dF ( x ) + dK = dF ( x) + 0 maka dx dx dx dx
∫ f ( x)dx = F ( x) + K Jadi integral dari diferensial suatu fungsi adalah fungsi itu sendiri ditambah suatu nilai tetapan. Integral semacam ini disebut integral tak tentu di mana masih ada nilai tetapan K yang harus dicari
fungsi y = F ( x ) + K juga merupakan solusi
161
162
27
1/31/2013
Contoh: Contoh:
Carilah solusi persamaan
Cari solusi persamaan diferensial
dy = x2 y dx
dy = 5x 4 dx
dy = x 2 y dx
kelompokkan peubah sehingga ruas kiri dan kanan mengandung peubah berbeda
ubah ke dalam bentuk diferensial
y −1 / 2 dy = x 2 dx
dy = 5 x dx 4
(
)
(
oleh karena itu
∫
∫
5
)
1 d 2 y1 / 2 = d x 3 3
y = 5 x dx = d ( x ) = x + K 4
1 d x3 = x 2 dx 3
d 2 y1 / 2 = y −1 / 2 dy
Kita tahu bahwa d ( x 5 ) = 5 x 4 dx
5
Jika kedua ruas diintegrasi 2 y1 / 2 + K1 = 2 y1 / 2 =
1 3 x + K2 3
1 3 1 x + K 2 − K1 = x 3 + K 3 3
163
164
Penggunaan Integral Tak Tentu Dalam proses integrasi seperti di atas terasa adanya keharusan untuk memiliki kemampuan menduga jawaban. Beberapa hal tersebut di bawah ini dapat memperingan upaya pendugaan tersebut.
Dalam integral tak tentu, terdapat suatu nilai K yang merupakan bilangan nyata sembarang. Ini berarti bahwa integral tak tentu memberikan hasil yang tidak tunggal melainkan banyak hasil yang tergantung dari berapa nilai yang dimiliki oleh K.
1. Integral dari suatu diferensial dy adalah y ditambah konstanta K.
∫ dy = y + K
yi = 10x2 +Ki y = 10x2 100
2. Suatu konstanta yang berada di dalam tanda integral dapat dikeluarkan
∫
∫
ady = a dy
3. Jika bilangan n ≠ −1, maka integral dari yndy diperoleh dengan menambah pangkat n dengan 1 menjadi (n + 1) dan membaginya dengan (n + 1).
y n +1
∫ y dy = n + 1 + K , n
100
y
-5
-3
-1
y K3 K2 K1
50
50
1
x
3
-5
5
kurva y = 10 x 2 adalah kurva bernilai tunggal
-3
-1
∫
kurva
1
3
x
5
10 x 3 dx = 10 x 2 + K 3
adalah kurva bernilai banyak
jika n ≠ −1 165
Luas Sebagai Suatu Integral
Dalam pemanfaatan integral tak tentu, nilai K diperoleh dengan menerapkan apa yang disebut sebagai syarat awal atau kondisi awal. Contoh:
Kita akan mencari luas bidang yang dibatasi oleh suatu kurva y = f (x) sumbu-x, garis vertikal x = p, dan x = q.
Kecepatan sebuah benda bergerak dinyatakan sebagai
v = at = 3t
Contoh:
kecepatan percepatan waktu
v=
Percepatan adalah laju perubahan kecepatan, ds = vdt
∫
s =. atdt = 3
ds dt
0 p
∆Apx
y = f(x) =2
3 = 0 + K
sehingga pada t = 4 posisi benda adalah
x
x+∆x
lim
∆x →0
∆Apx ∆x
=
dApx dx
= f ( x) = 2
x
q
∆Apx = 2∆x atau
dv a= dt
t2 + K = 1,5t 2 + K 2
Kondisi awal: pada t = 0, s0 = 3
Apx
y 2
s ;0 tentukanlah =3 posisi
Posisi benda pada waktu t = 0 adalah benda pada t = 4. Kecepatan adalah laju perubahan jarak,
166
∆Apx ∆x
∫
= 2 = f ( x)
∫
A px = dA px = 2dx = 2 x + K
Kondisi awal (kondisi batas) adalah Apx = 0 untuk x = p
K = 3
s = 1, 5 t 2 + 3
s4 = 27
0 = 2 p + K atau K = −2 p A px = 2 x − 2 p
167
A pq = 2q − 2 p = 2(q − p ) 168
28
1/31/2013
2. Integral Tentu
Kasus fungsi sembarang dengan syarat kontinyu dalam rentang p ≤ x ≤ q y
Integral tentu merupakan integral yang batas-batas integrasinya jelas. Konsep dasar integral tentu adalah luas bidang yang dipandang sebagai suatu limit.
f(x+∆x )
f(x)
y = f(x) y
y = f(x)
Bidang dibagi dalam segmen-segmen 0 p
x
x+∆x
Luas bidang dihitung sebagai jumlah luas segmen
x
q
Apx ∆Apx
0 p
x2
∆Apx bisa memiliki dua nilai tergantung dari pilihan ∆Apx = f(x)∆x
xk
xk+1
x
xn q
Ada dua pendekatan dalam menghitung luas segmen
atau ∆Apx = f(x+∆x)∆x
y
y
y = f(x)
y = f(x)
∆A px = f ( x)∆x ≤ f ( x0 )∆x ≤ f ( x + ∆x)∆x x0 adalah suatu nilai x yang terletak antara x dan x+∆x
Jika ∆x → 0:
lim
∆x →0
∆A px ∆x
=
dA px dx
∫
A px = dA px =
= f ( x)
∫ f ( x)dx = F ( x) + K
A pq = F (q) − F ( p) = F ( x)] qp
0 p
x2
xk xk+1
x
xn q
0 p
Luas tiap segmen dihitung sebagai f(xk)×∆xk
x2
xk xk+1
xn q
x
Luas tiap segmen dihitung sebagai f(xk+∆x)×∆xk
169
y
y
y = f(x)
0 p
x2
xk xk+1
x
xn q
y = f(x)
0 p
Luas tiap segmen dihitung sebagai f(xk)×∆xk
170
x2
y
xk xk+1
xn q
y = f(x)
x 0 p
Luas tiap segmen dihitung sebagai f(xk+∆x)×∆xk
x2
xk
Apq =
f ( xk ) ∆xk ≤ f ( x0 k ) ∆xk ≤ f ( xk + ∆x) ∆xk n
n
k =1
k =1
k =1
xn q
x
Luas bidang menjadi
Jika x0k adalah nilai x di antara xk dan xk+1 maka
n
xk+1
∑ f ( xk )∆xk ≤ ∑ f ( x0k )∆xk ≤ ∑ f ( xk + ∆x)∆xk
Apq =
q
∫p f ( x)dx
∫p f ( x)dx = F ( x)]p = F (q) − F ( p) q
q
Jika ∆xk → 0 ketiga jumlah ini mendekati suatu nilai limit yang sama Nilai limit itu merupakan integral tentu 171
172
Luas Bidang Contoh di atas menunjukkan bahwa dengan definisi mengenai Apx, formulasi
Definisi Apx adalah luas bidang yang dibatasi oleh y=f(x) dan sumbu-x dari p sampai x, yang merupakan jumlah luas bagian yang berada di atas sumbu-x dikurangi dengan luas bagian yang di bawah sumbu-x. Luas antaray = x − 12 x dan sumbu-x dari x = −3 sampai x = +3. 3
Contoh: y = x 3 − 12 x
Aa =
20 10
-4
-3 -2
0 -1 0 -10 -20
0
∫−3 ( x
3
− 12 x)dx =
x4 − 6x2 4
y y = f(x)
−3
3
4
x4 Ab = ( x − 12 x)dx = − 6x 2 0 4
∫
3
A2
p
= −0 − (20,25 − 54) = 33,75 2
q
∫p f ( x)dx = F (q) − F ( p))
tetap berlaku untuk kurva yang memiliki bagian baik di atas maupun di bawah sumbu-x
0
A3
A1
x 1
A=
3
A4 q
x
3
0
Apq =
= 20, 25 − 54 − (0) = −33,75
q
∫p f ( x)dx = F (q) − F ( p))
Apq = − A1 + A2 − A3 + A4
Apq = Aa − Ab = 33,75 − (−33,755) = 67,5 173
174
29
1/31/2013
y
p
y1
x+∆x
x
0 y2
q
Jika y1 = 4 dan y 2 = −2
Contoh:
Luas Bidang Di Antara Dua Kurva
x
y1 = f1 ( x) berada di atas y 2 = f 2 ( x )
berapakah luas bidang antara y1 dan y2 dari x1 = p = −2 sampai x2 = q = +3.
Rentang p ≤ x ≤ q dibagi dalam n segmen
A pq =
Asegmen = ∆A px = { f1 ( x ) − f 2 ( x)}∆x
+3
∫−2 ({4 − (−2)}dx = 6 x]−2 = 18 − (−12) = 30
Jika y1 = x
Contoh:
∆Apx
+3
2
dan y 2 = 4
berapakah luas bidang yang dibatasi oleh y1 dan y2.
jumlah semua segmen:
n
x = q − ∆x
1
x= p
Terlebih dulu kita cari batas-batas integrasi yaitu nilai x pada perpotongan antara y1 dan y2.
∑ Asegmen = ∑ {f1( x) − f 2 ( x)}∆x
n →∞ Dengan membuat n menuju tak Asegmen = hingga sehingga ∆x menuju nol kita A pq = lim 1 sampai pada suatu limit
∑
y2
y1 = y 2 → x 2 = 4 ⇒ x1 = p = −2, x2 = q = 2
4
q
∫p
{ f1 ( x) − f 2 ( x)}dx
y
y2 di atas y1
y1 2
-2
-1
0
x
0
1
2
A pq =
2
∫−2 (4 − x
2
x 3 )dx = 4 x − 3 -2
8 − 8 16 − 16 32 − = 8 − − − 8 − = 3 3 3 3 3
2
175
Penerapan Integral
2 Jika y1 = − x + 2 dan y2 = − x
Contoh:
Batas integrasi adalah nilai x pada perpotongan kedua kurva
4 2
-2
-1
y1
0
0
-2
y2
1
Daya adalah laju perubahan energi. Jika daya diberi simbol p dan energi diberi simbol w, maka
y1 = y2 → −x 2 + 2 = −x atau − x 2 + x + 2 = 0 2
x
x1 = p =
−1 + 12 + 8 −1− 12 + 8 = −1; x2 = q = =2 −2 −2
-4
2
y1 di atas y2
Apq =
2
∫−1(−x
2
Sebuah piranti menyerap daya 100 W pada tegangan konstan 200V. Berapakah energi yang diserap oleh piranti ini selama 8 jam ?
Contoh:
berpakah luas bidang yang dibatasi oleh y1 dan y2.
y
176
x3 x 2 + 2 + x)dx = − + + 2 x 3 2 −1
p=
dw dt
yang memberikan w =
∫ pdt
Perhatikan bahwa peubah bebas di sini adalah waktu, t. Kalau batas bawah dari waktu kita buat 0, maka batas atasnya adalah 8, dengan satuan jam. Dengan demikian maka energi yang diserap selama 8 jam adalah
w=
8 −1 1 = − + 2 + 4 − − + − 2 = 4,5 3 3 2
8
8
∫0 pdt = ∫0100dt = 100t 0 = 800 Watt.hour [Wh] 8
= 0,8 kilo Watt hour [kWh]
177
178
Volume Sebagai Suatu Integral Contoh:
Berikut ini kita akan melihat penggunaan integral untuk menghitung volume.
Arus yang melalui suatu piranti berubah terhadap waktu sebagai i(t) = 0,05 t ampere. Berapakah jumlah muatan yang dipindahkan melalui piranti ini antara t = 0 sampai t = 5 detik ?
Balok
Jika A(x) adalah luas irisan di sebelah kiri dan A(x+∆x) adalah luas irisan di sebelah kanan maka volume irisan ∆V adalah
Arus i adalah laju perubahan transfer muatan, q. i=
A( x )∆x ≤ ∆V ≤ A( x + ∆x )∆x
∫
dq sehingga q = idt dt
q
∆x
Jumlah muatan yang dipindahkan dalam 5 detik adalah 5
∫0
q = idt =
5
∫0 0,05tdt =
0,05 2 t 2
5
= 0
V=
Volume balok V adalah
∑ A( x )∆x p
luas rata-rata irisan antara A(x) dan A(x+∆x).
1,25 = 0,625 coulomb 2
Apabila ∆x cukup tipis dan kita mengambil A(x) sebagai pengganti maka kita memperoleh pendekatan dari nilai V, yaitu: V ≈
q
∑ A( x)∆x p
Jika ∆x menuju nol dan A(x) kontinyu antara p dan q maka : 179
q
V = lim
∆x → o
q
∑ A( x)∆x = ∫p A( x)dx p
180
30
1/31/2013
Rotasi Bidang Sembarang
Rotasi Bidang Segitiga Pada Sumbu-x P
y Q
O
x
f(x)
y
A(x) adalah luas lingkaran dengan jari-jari r(x); sedangkan r(x) memiliki persamaan garis OP.
A( x ) = π(r ( x) )2 = π( f ( x) )2
0 a
b
x
V=
∆x
∆x
m : kemiringan garis OP h : jarak O-Q.
V=
∫0 A( x)dx = ∫0 π[r( x)] dx = ∫0 πm x dx h
h
Vkerucut =
2
h
2 2
b
∫a π( f ( x)) dx 2
Rotasi Gabungan Fungsi Linier Fungsi f(x) kontinyu bagian demi bagian. Pada gambar di samping ini terdapat tiga rentang x dimana fungsi linier kontinyu. Kita dapat menghitung volume total sebagai jumlah volume dari tiga bagian.
f3(x)
πm 2 h 3 π( PQ/OQ) 2 h3 h = = πr 2 3 3 3
f2(x)
y f1(x) 0 a
Jika garis OP memotong sumbu-y maka diperoleh kerucut terpotong
b
x
∆x
181
3. Persamaan Diferensial Orde-1
182
Solusi
Pengertian
Suatu fungsi y = f(x) dikatakan merupakan solusi dari suatu persamaan diferensial jika persamaan tersebut tetap terpenuhi dengan digantikannya y dan turunannya dalam persamaan tersebut oleh f(x) dan turunannya.
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan di mana terdapat satu atau lebih turunan fungsi. Persamaan diferensial diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Menurut jenis atau tipe: ada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Jenis yang kedua tidak termasuk pembahasan di sini, karena kita hanya meninjau fungsi dengan satu peubah bebas.
Contoh:
karena turunan y = ke − x
2. Menurut orde: orde persamaan diferensial adalah orde tertinggi turunan fungsi yang ada dalam persamaan.
dy + y=0 dt
y = ke − x adalah solusi dari persamaan
adalah
dy = −ke − x dt
dan jika ini kita masukkan dalam persamaan akan kita peroleh
3. Menurut derajat: derajat suatu persamaan diferensial adalah pangkat tertinggi dari turunan fungsi orde tertinggi.
− ke − x + ke − x = 0
Persamaan terpenuhi. 2
Contoh:
5
d3y 2 + d y + y = ex 3 dx 2 x2 + 1 dx
Pada umumnya suatu persamaan orde n akan memiliki solusi yang mengandung n tetapan sembarang.
adalah persamaan diferensial biasa, orde tiga, derajat dua. 183
184
Persamaan Diferensial Orde-1 Dengan Peubah Yang Dapat Dipisahkan Contoh:
Pemisahan Peubah
dy = e x− y dx
Persamaan ini dapat kita tuliskan
Jika pemisahan peubah ini bisa dilakukan maka persamaan diferensial dapat kita tuliskan dalam bentuk
dy e x = dx e y
yang kemudian dapat kita tuliskan sebagai persamaan dengan peubah terpisah
f ( y )dy + g ( x) dx = 0
e y dy − e x dx = 0
Integrasi kedua ruas memberikan:
Suku-suku terbentuk dari peubah yang berbeda Apabila kita lakukan integrasi, kita akan mendapatkan solusi umum dengan satu tetapan sembarang K, yaitu
∫ e dy − ∫ e dx = K y
x
sehingga e y − e x = K atau e y = e x + K
∫ f ( y)dy + ∫ g ( x)dx) = K 185
186
31
1/31/2013
Persamaan Diferensial Homogen Orde Satu Contoh:
dy 1 = dx xy
Suatu persamaan disebut homogen jika ia dapat dituliskan dalam bentuk dy y = F dx x
Pemisahan peubah akan memberikan bentuk ydy =
dx x
ydy −
atau
Integrasi kedua ruas:
∫
dx =0 x
dx ydy − =K x
∫
2
y − ln x = K 2 atau
Pemisahan peubah:
y = ln x 2 + K ′
Ini dapat dijadikan sebagai peubah bebas baru y yang akan memberikan v= x y = vx dan dv dy dv v+x = F (v ) =v+ x dx dx dx dv x = F (v ) − v dx dv dx = F (v) − v x dx dv + =0 atau: x v − F (v )
187
Contoh:
( x 2 + y 2 )dx + 2 xydy = 0
Kita harus mencari solusi persamaan ini untuk mendapatkan v sebagai fungsi x.
2 Usahakan menjadi homogen x 2 (1 + y )dx + 2 xydy = 0 x2 y y2 (1 + )dx = −2 dy x x2 dy 1 + ( y / x) 2 =− = F ( y / x) dx 2( y / x ) dy 1+ v2 Peubah baru v = y/x =− = F ( v) dx 2v
y = vx dy dv =v+ x dx dx
v+x x
Peubah terpisah
2vdv 1 + 3v
2
dv 1+ v =− dx 2v
dx 2vdv + =0 x 1 + 3v 2
Suku ke-dua ini berbentuk 1/x dan kita tahu bahwa 1 d (ln x) = x dx Kita coba hitung
d ln(1 + 3v 2 ) d ln(1 + 3v 2 ) d (1 + 3v 2 ) 1 = = (6v ) dv dv d (1 + 3v 2 ) 1 + 3v 2
Hasil hitungan ini dapat digunakan untuk mengubah bentuk persamaan menjadi dx 1 d ln(1 + 3v 2 ) + dv = 0 x 3 dv 1 1 Integrasi ke-dua ruas: ln x + ln(1 + 3v 2 ) = K = ln K ′ 3 3 2 3 ln x + ln(1 + 3v ) = K = ln K ′
2
dv 1 + v2 1 + 3v 2 = −v − =− dx 2v 2v =−
188
x 3 (1 + 3v 2 ) = K ′
dx 2vdv dx + =0 atau x 1 + 3v 2 x
(
)
x 3 1 + 3( y / x) 2 = K ′
(
)
x x2 + 3 y 2 = K ′
189
Persamaan Diferensial Linier Orde Satu
Persamaan diferensial linier orde satu seperti ini biasa kita temui pada peristiwa transien (atau peristiwa peralihan) dalam rangkaian listrik. Cara yang akan kita gunakan untuk mencari solusi adalah cara pendugaan
Dalam persamaan diferensial linier, semua suku berderajat satu atau nol Oleh karena itu persamaan diferensial orde satu yang juga linier dapat kita tuliskan dalam bentuk:
190
dy + Py = Q dx
P dan Q merupakan fungsi x atau tetapan Pembahasan akan dibatasi pada situasi dimana P adalah suatu tetapan. Hal ini kita lakukan karena pembahasan akan langsung dikaitkan dengan pemanfaatan praktis dalam analisis rangkaian listrik. Persamaan diferensial yang akan ditinjau dituliskan secara umum sebagai dy a + by = f (t ) dt Dalam aplikasi pada analisis rangkaian listrik, f(t) tidak terlalu bervariasi. Mungkin ia bernilai 0, atau mempunyai bentuk sinyal utama yang hanya ada tiga, yaitu anak tangga, eksponensial, dan sinus. Kemungkinan lain adalah bahwa ia merupakan bentuk komposit yang merupakan gabungan dari bentuk utama. 191
Peubah y adalah keluaran rangkaian (atau biasa disebut tanggapan rangkaian) yang dapat berupa tegangan ataupun arus sedangkan nilai a dan b ditentukan oleh nilai-nilai elemen yang membentuk rangkaian. Fungsi f(t) adalah masukan pada rangkaian yang dapat berupa tegangan ataupun arus dan disebut fungsi pemaksa atau fungsi penggerak. Persamaan diferensial linier mempunyai solusi total yang merupakan jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen. Solusi khusus adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan yang diberikan, sedangkan solusi homogen adalah fungsi yang dapat memenuhi persamaan homogen a
dy + by = 0 dt 192
32
1/31/2013
Solusi Homogen
Hal ini dapat difahami karena jika f1(t) memenuhi persamaan yang diberikan dan fungsi f2(t) memenuhi persamaan homogen, maka y = (f1+f2) akan juga memenuhi persamaan yang diberikan, sebab a
Persamaan homogen
a
dy + by = 0 dt
Jika ya adalah solusinya maka
dy d ( f1 + f 2 ) + by = a + b( f1 + f 2 ) dt dt df df df = a 1 + bf1 + a 2 + bf 2 = a 1 + bf1 + 0 dt dt dt
dy a b + dt = 0 ya a
Integrasi kedua ruas memberikan ln y a +
Jadi y = (f1+f2) adalah solusi dari persamaan yang diberikan, dan kita sebut solusi total. Dengan kata lain solusi total adalah jumlah dari solusi khusus dan solusi homogen.
sehingga
b − t+K
ya = e a
b t=K a
b ln y a = − t + K a
= K a e − (b / a )t
Inilah solusi homogen
193
Jika solusi khusus adalah yp , maka dy p a + by p = f (t ) dt
194
Contoh:
Dari suatu analisis rangkaian diperoleh persamaan dv + 1000v = 0 dt
Carilah solusi total jika kondisi awal adalah v = 12 V.
Bentuk f(t) ini menentukan bagaimana bentuk yp. Jika f (t ) = 0 → y p = 0
Persamaan ini merupakan persamaan homogen, f(t) = 0. Solusi khusus bernilai nol.
Jika f (t ) = A = konstan, → y p = konstan = K
dv + 1000dt = 0 v
Jika f (t ) = Ae αt = eksponensi al, → y p = eksponensi al = Ke αt Jika f (t ) = A sin ωt , atau f (t ) = A cos ωt → y p = K c cos ωt + K s sin ωt
ln v = −1000t + K
v = e −1000t + K = K a e −1000t
Dugaan bentuk-bentuk solusi yp yang tergantung dari f(t) ini dapat diperoleh karena hanya dengan bentuk-bentuk seperti itulah persamaan diferensial dapat dipenuhi
Penerapan kondisi awal:
This image cannot currently be display ed.
Jika dugaan solusi total adalah
Solusi total:
12 = K a
v = 12e −1000t V
Masih harus ditentukan melalui kondisi awal. 195
Contoh:
Contoh:
Suatu analisis rangkaian memberikan persamaan dv 10− 3 + v = 12 dt Dengan kondisi awal v(0+) = 0 V , carilah tanggapan lengkap.
Solusi homogen:
10
−3
dva + va = 0 dt
v p = 12
Solusi total (dugaan):
dva + 5v a = 0 dt
dv a + 5dt = 0 va ln va + 5t = K
v a = K a e −5t
Solusi khusus: v p = Ac cos 10t + As sin 10t −10 Ac sin 10t + 10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t + 5 As sin 10t = 100 cos 10t
karena f(t) = 12
10 As cos 10t + 5 Ac cos 10t = 100 cos 10t
vtotal = 12 + K a e −1000t
Penerapan kondisi awal: Solusi total:
Pada kondisi awal v = 0 V, suatu analisis transien dv menghasilkan persamaan + 5 v = 100 cos 10 t dt Carilah solusi total.
Solusi homogen:
dva + 103 dt = 0 va
v a = K a e −1000t Solusi khusus:
196
0 = 12 + K a
10 As + 5 Ac = 100 −10 Ac + 5 As = 0
−10 Ac sin 10t + 5 As sin 10t = 0
As = 8
K a = −12
Ac = 4
Solusi total (dugaan): v = 4 cos 10t + 8 sin 10t + K a e −5t
vtotal = 12 − 12e −1000t V
K a = −4
Penerapan kondisi awal: 0 = 4 + K a Solusi total : 197
v = 4 cos 10t + 8 sin 10t − 4e
−5t 198
33
1/31/2013
Mengenai Persamaan Diferensial Orde-2 Silahkan Lihat di Buku
Analisis Rangkaian Listrik Jilid-2
Matriks Dan Sistem Persamaan Linier
Di buku yang sama dapat dibaca juga Transformasi Laplace dan Transformasi Fourier
199
200
Elemen Matriks Isi suatu matriks disebut elemen matriks
Matrik adalah susunan teratur bilangan-bilangan dalam baris dan kolom yang membentuk suatu susunan persegi panjang yang kita perlakukan sebagai suatu kesatuan.
Contoh:
baris
2 0 3 1 2 4 3 2 1
Contoh:
Bilangan ini bisa berupa bilangan nyata atau kompleks. Kita akan melihat matriks berisi bilangan nyata.
2 4 1 B= 3 0 2
2, 4, 1 dan 3, 0, 2 adalah elemen-emenen matriks yang membentuk baris 2, 3 dan 4, 0, dan 1, 2 adalah elemen-elemen matriks yang membentuk kolom
Ukuran Matriks Notasi:
kolom Nama matriks: huruf besar cetak tebal,
Secara umum suatu matrik terdiri dari b baris dan k kolom, sehingga suatu matrik akan terdiri dari b×k elemen-elemen Ukuran matriks dinyatakan sebagai b×k
Contoh:
2 0 3 A = 1 2 4 3 2 1
Contoh:
2 4 1 B= 3 0 2
2 4 1 B= 3 0 2
adalah matriks berukuran 2×3
201
202
Nama Khusus Diagonal Utama
Matriks dengan b = k disebut matriks bujur sangkar. Matriks dengan k = 1 disebut matriks kolom atau vektor kolom.
Secara umum, matriks A dapat kita tuliskan sebagai
Matriks dengan b = 1 disebut matriks baris atau vektor baris.
a11 a12 a a22 A = 21 L L am1 am 2
Matriks dengan b ≠ k disebut matrik segi panjang Notasi nama vektor: huruf kecil cetak tebal Contoh:
2 0 3 b = k = 3 A = 1 2 4 matriks bujur 3 2 1 sangkar 3×3
2 p= 4
k=1 vektor kolom
2 4 1 B= 3 0 2
q = [3 2 4]
a1n L a2 n = [abk ] L L L amn L
elemen-elemen a11 …amn disebut diagonal utama
b = 2, k = 3 matriks segi panjang 2×3
b=1 vektor baris 203
204
34
1/31/2013
Matriks Segitiga
Matriks Diagonal
Ada dua macam matriks segitiga yaitu Matriks diagonal adalah matriks yang elemen-elemen di atas maupun di bawah diagonal utamanya bernilai nol.
matriks segitiga bawah dan matriks segitiga atas Matriks segitiga bawah adalah matriks yang elemen-elemen di atas diagonal utamanya bernilai nol.
Contoh:
2 0 0 D = 0 1 0 0 0 0
Matriks segitiga atas adalah matriks yang elemen-elemen di bawah diagonal utamanya bernilai nol. Contoh: Matriks segitiga bawah :
2 0 0 T1 = − 1 1 0 3 4 3
Matriks segitiga atas :
2 − 2 1 T2 = 0 1 3 0 0 3
205
206
Anak matriks atau sub-matriks
Matriks Satuan
2 4 1 B= 3 0 2
Contoh:
Jika semua elemen pada diagonal utama adalah 1, sedang elemen yang lain adalah 0, matriks itu disebut matriks satuan.
Matriks B memiliki: Contoh:
1 0 0 A = 0 1 0 = I 0 0 1
Matriks Nol
0 2]
[2
- Tiga anak matriks 2× 1, yaitu:
2 3
- Enam anak matriks 1× 1 yaitu:
[2] , [4] , [1] , [3] , [0] , [2];
- Enam anak matriks 1× 2 yaitu:
Matriks nol, 0, yang berukuran m×n adalah matriks yang berukuran m×n dengan semua elemennya bernilai nol.
- Tiga anak matriks 2×2 yaitu:
4 1]
[3
- Dua anak matriks 1× 3 , yaitu:
4 0
1 2
[2 4] [2 1] [4 1] [3 0] [3 2] [0 2] 2 4 2 1 4 1 3 0 3 2 0 2
207
208
Matriks dapat dipandang sebagai tersusun dari anak-anak matriks yang berupa vektor-vektor Contoh:
Kesamaan Matriks
2 0 3 a1 A = 1 2 4 dapat kita pandang sebagai matriks A = a 2 3 2 1 a 3
Dua matriks A dan B dikatakan sama jika dan hanya jika berukuran sama dan elemen-elemen pada posisi yang sama juga sama. Contoh:
dengan anak-anak matriks berupa vektor baris
a 1 = [2 0 3]
a 2 = [1 2 4]
a 3 = [3 2 1]
A=B
2 4 3 0
Jika A =
Contoh yang lain:
2 0 3 A = 1 2 4 dapat kita pandang sebagai matriks A = [a1 a 2 a3 ] 3 2 1 dengan anak-anak matriks yang berupa vektor kolom 2 0 3 a1 = 1 a 2 = 2 a3 = 4 3 2 1
209
2 4 3 0
maka haruslah B =
.
210
35
1/31/2013
Penjumlahan Penjumlahan dua matriks hanya didefinisikan untuk matriks yang berukuran sama
Matriks Negatif
Jumlah dari dua matriks A dan B yang masing-masing berukuran m×n adalah sebuah matriks C berukuran m×n yang elemenelemennya merupakan jumlah dari elemen-elemen matriks A dan B yang posisinya sama
Negatif dari matriks berukuran m×n adalah matriks berukuran m×n yang diperoleh dengan mengalikan seluruh elemennya dengan faktor (−1). . Contoh:
Contoh:
− 2 − 4 −A = − 3 0
2 4 A= 3 0
Jika
2 4 A = 3 0
3 7 5 2
maka A + B =
1 3 B= 2 2
Sifat-sifat penjumlahan matriks:
A+B = B+A
(A + B) + C = A + (B + C) 211
Perkalian Matriks
Pengurangan Matriks
Perkalian antara dua matriks A dan B yaitu C = AB hanya terdefinisikan jika banyak kolom matriks A sama dengan banyak baris matriks B. Dalam perkalian matriks, urutan hatus diperhatikan.
Pengurangan matriks dapat dipandang sebagai penjumlahan dengan matriks negatif
Contoh:
212
2 4 A= 3 0
Perkalian matriks tidak komutatif.
1 3 B= 2 2
AB ≠ BA Jadi jika matriks A berukuran m×n dan B berukuran p×q
2 4 −1 − 3 1 1 A−B = + = 3 0 − 2 − 2 1 − 2
a11 a12 a a22 A = 21 L L am1 am2
a11 a21 B= L a p1
L a1n L a2 n L L L amn
A − A = A + ( − A) = 0
a12 a22 L am 2
L a1q L a2 q L L L a pq
maka perkalian AB hanya dapat dilakukan jika n = p.
A+0 = A
Hasil kali matriks AB berupa matriks berukuran m×q dengan nilai elemen pada baris ke b kolom ke k merupakan hasil kali internal (dot product) vektor baris ke b dari matriks A dan vektor kolom ke k dari matriks B 213
Perkalian Matriks dengan Bilangan Skalar
214
Perkalian Internal Vektor (dot product)
Hasil kali suatu bilangan skalar a dengan matriks berukuran m× n adalah matriks berukuran m× n yang seluruh elemennya bernilai a kali.
aA = Aa
Perkalian internal antara dua vektor a dan b yaitu c = ab hanya terdefinisikan jika banyak kolom vektor a sama dengan banyak baris vektor b. Dalam perkalian internal vektor, urutan perkalian harus diperhatikan.
Contoh:
2 2 1 2 2 1 4 4 2 2 × 1 3 2 = 1 3 2 × 2 = 2 6 4 3 2 3 3 2 3 6 4 6
Contoh:
vektor baris: a = [2
3]
2. kolom
4 3
vektor kolom: b =
2 baris
perkalian internal dapat dilakukan
4 c = a • b = [2 3] = [2 × 4 + 3 × 3] = [17 ] 3
Perkalian matriks dengan bilangan skalar ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut a(A + B ) = aA + aB
Jika urutan dibalik, b : 1 kolom, a : 1 baris, perkalian juga dapat dilakukan tetapi memberikan hasil yang berbeda
(a + b )A = aA + bA a[bA ] = (ab )A
215
4 4 × 2 4 × 3 8 12 d = b • a = [2 3] = = 3 3 × 2 3 × 3 6 9 Perkalian matriks tidak komutatif.
216
36
1/31/2013
Perkalian Matriks Dengan Vektor
Perkalian Dua Matriks Bujur Sangkar
Contoh:
Contoh:
2 1 3 4
Misalkan A =
dan
2 b= 3
2 kolom
2 baris
2 1 A= 3 4
4 2 B= 5 3
dan
kolom = 2
dapat dikalikan
dapat dikalikan
a Matriks A kita pandang sebagai A = 1 a2
a a • b 2 × 2 + 1× 3 7 C = Ab = 1 b = 1 = = a 2 a 2 • b 3 × 2 + 4 × 3 18
baris = 2
Matriks B kita pandang sebagai B = [b1
b2 ]
a a • b a1 • b 2 C = AB = 1 [b1 b 2 ] = 1 1 a 2 a 2 • b1 a 2 • b 2 2 × 4 + 1 × 5 2 × 2 + 1 × 3 13 7 = = 3 × 4 + 4 × 5 3 × 2 + 4 × 3 32 18
Jika urutan perkalian dibalik, perkalian tidak dapat dilakukan karena b terdiri dari satu kolom sedangkan A terdiri dari dua baris.
217
Perkalian dua matriks persegi panjang
218
Pernyataan matriks dengan anak matriks pada contoh di atas adalah
Contoh:
2 4 3 A= 1 3 2
dan
1 2 B = 4 3 2 3
kolom = 3
a A = 1 a2
baris = 3
B = [b1 b 2 ]
a sehingga C = AB = 1 [b1
dapat dikalikan
a 2
a • b a1 • b 2 b2 ] = 1 1 a 2 • b1 a2 • b 2 ,
1 2 2 4 3 C = AB = 4 3 1 3 2 2 3 2 × 1 + 4 × 4 + 3 × 2 2 × 2 + 4 × 3 + 3 × 3 = 1 × 1 + 3 × 4 + 2 × 2 1 × 2 + 3 × 3 + 2 × 3
Dalam operasi perkalian matriks: matriks yang pertama kita susun dari anak matriks yang berupa . vektor baris matriks yang kedua kita susun dari anak matriks yang berupa vektor kolom
25 25 = 17 17
Jadi perkalian matriks adalah perkalian dari baris ke kolom
219
220
Sifat-sifat perkalian matriks Putaran matriks atau transposisi dari matriks A berukuran m×n adalah suatu matriks AT yang berukuran n×m dengan kolomkolom matriks A sebagai baris-barisnya yang berarti pula bahwa baris-baris matriks A menjadi kolom-kolom matriks AT
a. Asosiatif dan distributif terhadap penjumlahan
(aA )B = a (AB ) = A(aB ) A(BC) = (AB )C (A + B )C = AC + BC C(A + B ) = CA + CB
a11
a21 Jika A =
a12 a22 L
L am1 am2
b. Tidak komutatif. Jika perkalian AB maupun BA terdefinisikan, maka pada umumnya AB ≠ BA
a11 a21 a 12 a22 maka A = L L a1n a2n
c. Hukum pembatalan tidak selalu berlaku.
T
Jika AB = 0 tidak selalu berakibat A = 0 atau B = 0.
221
a1n L a2 n = [abk ] L L L amn L
L am1 L am 2 = a pq L L L amn
[ ] 222
37
1/31/2013
Putaran Jumlah Dua Vektor Baris
Putaran Vektor Baris Dan Vektor Kolom
Putaran jumlah dua vektor baris sama dengan jumlah putaran masing-masing vektor
Putaran vektor baris akan menjadi vektor kolom. Sebaliknya putaran vektor kolom akan menjadi vektor baris. Contoh:
Contoh:
2 a = [2 4 3] ⇒ a = 4 3 T
Jika
a = [2 4 3]
maka
a + b = [3 7 5]
5 b = 4 ⇒ bT = [5 4 3] 3
b = [1 3 2]
dan
3
2
1
5
3
2
(a + b )T = 7 = 4 + 3 = aT + bT Secara umum :
(a + b )T
= aT + bT
223
224
Contoh:
Putaran Hasil Kali Vektor Baris Dan Vektor Kolom Putaran hasil kali vektor baris dengan vektor kolom atau vektor kolom dengan vektor baris, sama dengan hasil kali putaran masing-masing dengan urutan dibalik Contoh:
4 3]
dan
b = [1 3 2]
2 × 1 2 × 3 2 × 2 4 × 2 3 × 1 3 × 3 3 × 2
1 b = 3 2 maka ab = [2 × 1 + 4 × 3 + 3 × 2]
Jika a = [2
2 a = 4 3
Jika
maka ab = 4 × 1 4 × 3
dan
2 ×1
4 × 1 3 × 1 1 4 × 3 3 × 3 = 3 [2 4 3] = b Ta T 2 × 2 4 × 2 3 × 2 2
(ab )T = 2 × 3
2 abT = [2 × 1 + 4 × 3 + 3 × 2] = [1 3 2] 4 = bTaT 3
(ab )T = b Ta T
Secara umum :
225
Putaran Jumlah Matriks
Putaran Matriks Persegi Panjang
Putaran jumlah dua matriks sama dengan jumlah putaran masingmasing matriks. Hal ini telah kita lihat pada putaran jumlah vektor baris.
Contoh: Jika
2 4 3 A= 1 3 2
maka
a1 Jika matriks A dinyatakan sebagai susunan dari A = L vektor baris
2 1 A T = 4 3 3 2
maka
a m
Jika matriks A dinyatakan dengan vektor kolom
226
A = [a1 a 2 L a m ]
(A + B )T A = [a1 L a m ]
Jika
[
A T = a1T L a Tm
]
maka
dan
= A T + BT B = [b1 L b m ]
A + B = [a1 + b1 L a m + b m ]
Dengan demikian (a + b )T a T + b T aT b T 1 1 1 1 1 1 T T L = L = L + L = A + B (a + b )T aT + b T aT b T m m m m m m
a1
(A + B )T =
maka A T = L
a m 227
228
38
1/31/2013
Putaran Hasil Kali Matriks
Matriks Simetris
Putaran hasilkali dua matriks sama dengan hasil kali putaran masing-masing dengan urutan yang dibalik. Hal ini telah kita lihat pada putaran hasil kali vektor baris dan vektor kolom.
Berkaitan dengan putaran matriks, kita mengenal kesimetrisan pada matriks nyata. Matriks simetris adalah matriks yang putarannya sama dengan matriksnya sendiri. Jadi matriks A dikatakan simetris apabila
(AB )T = BT A T Jika
a1 A = L a m maka
dan
AT = A
B = [b1 L b n ]
Jika BT = −B
a1 • b1 L a1 • b n AB = L L L am • b n L am • b n
dikatakan bahwa matriks B adalah simetris miring. Karena dalam setiap putaran matriks nilai elemen-elemen diagonal utama tidak berubah, maka matriks simetris miring dapat terjadi jika elemen diagonal utamanya bernilai nol.
Dengan demikian maka
a1 • b1 L a1 • b n b1 ABT = L L L = L [a1 L a m ] = BT A T a m • b n L am • b n b n 229
Dari sistem persamaan linier diharapkan adanya solusi yaitu satu set nilai dari x1 …xn yang memenuhi sistem persamaan tersebut.
Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui. Bentuk umum:
230
Jika sistem ini homogen, ia mengandung solusi trivial (solusi tak penting) yaitu x1 = 0, …., xn = 0.
a11 x1 + L + a1n xn = b1 a21x1 + L + a2 n xn = b2 . . . . . . . . . . .
Pertanyaan-pertanyaan yang timbul tentang solusi dari sistem persamaan ini adalah:
am1x1 + L + amn xn = bm
a). Benar adakah solusi dari sistem ini ?
Sistem ini mengandung m persamaan dengan n unsur yang tak diketahui yaitu x1 ….xn.
b). Bagaimanakah cara untuk memperoleh solusi?
Bilangan a11 …..amn disebut koefisien dari sistem itu, yang biasanya merupakan bilangan-bilangan yang diketahui.
c). Kalau sistem ini mempunyai lebih dari satu solusi, bagaimanakah himpunan solusi tersebut?
Bilangan-bilangan b1 ….bm juga merupakan bilangan-bilangan yang diketahui, bisa bernilai tidak nol maupun bernilai nol
d). Dalam keadaan bagaimanakah sistem ini tepat mempunyai satu solusi?
Jika seluruh b bernilai nol maka sistem persamaan tersebut disebut sistem persamaan homogen 231
Operasi Baris
232
Penulisan Persamaan Linier Dalam Bentuk Matriks
a11 x1 + L + a1n xn = b1 a21x1 + L + a2 n xn = b2
Sistem persamaan linier dapat dituliskan dalam bentuk matriks dengan memanfaatkan pengertian perkalian matriks. Bentuk itu adalah
. . . . . . . . . . .
a11 a12 a21 a22 L L am1 am2
am1x1 + L + amn xn = bm Pada sistem ini kita dapat melakukan operasi-operasi yang disebut operasi baris sebagai berikut: a). Ruas kiri dan ruas kanan dari setiap persamaan dapat dikalikan dengan faktor bukan nol yang sama, tanpa mempengaruhi himpunan sistem persamaan tersebut.
atau secara singkat
b). Ruas kiri dari setiap persamaan dapat dijumlahkan ke ruas kiri persamaan yang lain asal ruas kanannya juga dijumlahkan. Operasi ini tidak mengganggu keseluruhan sistem persamaan tersebut.
dengan
c). Mempertukarkan tempat (urutan) persamaan tidaklah mengganggu himpunan sistem persamaan.
233
a11 a12 a a22 A = 21 L L am1 am2
a1n x1 b1 L a2 n x2 b2 = L L L L L amn xn bm L
Ax = b a1n x1 L a2 n x ; x = 2 ; b = L L L L amn xn L
b1 b2 L bm 234
39
1/31/2013
Dari cara penulisan tersebut di atas, kita dapat membangun suatu matriks baru yang kita sebut matriks gandengan, yaitu dengan menggandengkan matriks A dengan b menjadi
a11 a12 a a22 ~ A = 21 L L am1 am2
L
a1n
L a2 n L L L amn
Setiap operasi baris akan menghasilkan matriks gandengan baru. Matriks gandengan baru ini disebut sebagai setara baris dengan matriks gandengan yang lama.
b1 | b2 | L | bm |
Operasi baris dapat kita lakukan lagi pada matriks gandengan baru dan menghasilkan matriks gandengan yang lebih baru lagi dan yang terakhir inipun setara baris dengan matriks gandengan yang lama.
Matriks gandengan ini menyatakan sistem persamaan linier secara lengkap. Operasi-operasi baris pada sistem persamaan linier kita terjemahkan ke dalam matriks gandengan menjadi sebagai berikut
Dengan singkat kita katakan bahwa operasi baris menghasilkan matriks gandengan yang setara baris dengan matriks gandengan asalnya.
a). Setiap elemen dari baris yang sama dapat dikalikan dengan faktor bukan nol yang sama.
Hal ini berarti bahwa matriks gandengan baru menyatakan sistem persamaan linier yang sama dengan matriks gandengan asalnya.
b). Satu baris boleh dijumlahkan ke baris yang lain. c). Tempat baris (urutan baris) dapat dipertukarkan. 235
236
Eliminasi Gauss Eliminasi Gauss merupakan langkah-langkah sistematis untuk memecahkan sistem persamaan linier. Karena matriks gandengan merupakan pernyataan lengkap dari suatu sistem persamaan linier, maka eliminasi Gauss cukup dilakukan pada matriks gandengan ini. Contoh: Suatu sistem persamaan linier:
Matriks gandengnya adalah:
0 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 1 −3 5 −2 − 1 4 − 3 2
| 8 | 0 | 8 | 0
Langkah-1: Langkah pertama pada eliminasi Gauss pada matriks gandengan adalah mempertahankan baris ke-1 (disebut mengambil baris ke-1 sebagai pivot) dan membuat suku pertama baris-baris berikutnya menjadi bernilai nol.
x A − xB = 8 − x A + 4 xB − 2 xC = 0 x A − 3xB + 5 xC − 2 xD = 8
Pada matriks yang diberikan ini, langkah pertama ini dilaksanakan dengan menambahkan baris ke-1 ke baris ke-2, mengurangkan baris ke-1 dari baris ke-3 dan menambahkan baris ke-1 ke baris ke-4. Hasil operasi ini adalah
− x A + 4 xB − 3xC + 2 xD = 0 Kita tuliskan persamaan ini dalam bentuk matriks:
0 x A 8 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 x 0 B = 1 − 3 5 − 2 xC 8 − 1 4 − 3 2 xD 0
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 − 2 5 − 2 0 3 − 3 2
| 8 | 8 | 0 | 8
pivot (+ baris1) (− baris 1) (+ baris 1)
237
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 − 2 5 − 2 0 3 − 3 2
| 8 | 8 | 0 | 8
0 0 1 − 1 0 3 −2 0 0 0 5 − 4 / 3 − 2 −1 2 0 0
Langkah-2: Langkah kedua adalah mengambil baris ke-2 dari matriks gandeng yang baru saja kita peroleh sebagai pivot, dan membuat suku kedua baris-baris berikutnya menjadi nol. Ini kita lakukan dengan mengalikan baris ke-2 dengan 2/3 kemudian menambahkannya ke baris ke-3, dan mengurangkan baris ke-2 dari baris ke-4. Hasil operasi ini adalah
0 0 1 − 1 0 3 −2 0 0 0 5 − 4 / 3 − 2 −1 2 0 0
8 | 8 | 16 / 3 | 0
238
8 8 | 16 / 3 | 0
| |
Kalikan baris ke 3 dengan 3 agar diperoleh bilangan bulat
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 0 − 1 2
|
(pivot) (+2/3 baris 2)
8 | 8 | 16 | 0 |
(-baris 2) 239
240
40
1/31/2013
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 0 − 1 2
8 | 8 | 16 | 0 |
8 | 8 | 16 | 16 |
Matriks gandeng terakhir ini menyatakan bentuk matriks:
Langkah-3: Langkah ketiga adalah mengambil baris ke-3 sebagai pivot dan membuat suku ke-3 dari baris ke-4 menjadi nol. Ini dapat kita lakukan dengan mengalikan baris ke-4 dengan 11 kemudian menambahkan kepadanya baris ke-3. Hasilnya adalah:
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 16 0 0
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 16 0 0
Hasil terakhir langkah ketiga adalah:
0 xA 8 1 − 1 0 0 3 − 2 0 x 8 B = 0 0 11 − 6 xC 16 0 16 x D 16 0 0
8 | 8 | 16 pivot | 16 × 11 + baris 3 |
Matriks terakhir ini menyatakan sistem persamaan linier:
x A − xB = 8 3 xB − 2 xC = 8
yang dengan substitusi mundur akan memberikan:
11xC − 6 xD = 16 16 xD = 16
xD = 1 ; xC = 2 ; xB = 4 ; x A = 12
241
Sistem-sistem Tertentu Dan Tidak Tertentu
242
Contoh Sistem Persamaan Yang Memberikan Banyak Solusi
x A − xB = 8
Contoh:
Sistem tertentu adalah sistem yang memberikan tepat satu solusi.
− x A + 4 xB − 2 xC = 0
Sistem tertentu terjadi jika unsur yang tak diketahui sama banyak dengan persamaannya, dan persamaan-persamaan ini tidak saling bergantungan.
− 3 xB + 2 xC = −8
Jika unsur yang tak diketahui lebih banyak dari persamaannya, maka sistem itu menjadi kurang tertentu. Sistem yang kurang tertentu memberikan tidak hanya satu solusi akan tetapi banyak solusi.
Matriks gandeng:
1 −1 0 | 8 − 1 4 − 2 | 0 0 − 3 2 | − 8
Jika persamaan lebih banyak dari unsur yang tak diketahui, sistem menjadi tertentu berlebihan. Eliminasi Gauss:
Sistem yang kurang tertentu selalu mempunyai solusi (dan banyak) sedangkan sistem tertentu dan tertentu berlebihan bisa memberikan solusi bisa juga tidak memberikan solusi.
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 − 3 2 | − 8
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 0 0 | 0
243
244
Contoh Sistem Yang Tidak Memberikan Solusi
Matriks gandengan ini menyatakan sistem persamaan :
Contoh:
x A − xB = 8
x A − xB = 8 − x A + 4 xB − 2 xC = 0
3 xB − 2 xC = 8
− 3 xB + 2 xC = −10
0=0
Matriks gandeng dan eliminasi Gauss memberikan
Dari persamaan ke-2 kita mendapatkan x B = (8 + 2 xC ) / 3
1 −1 0 | 8 − 1 4 − 2 | 0 0 − 3 2 | − 10
yang kemudian memberikan x A = 8 + (8 + 2 xC ) / 3 Karena xC tetap sembarang maka kita mendapatkan banyak solusi. Kita hanya akan memperoleh nilai xA dan xB jika kita menentukan nilai xC lebih dulu
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 − 3 2 | − 10
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 | − 2 0 0
245
246
41
1/31/2013
Bentuk Eselon Sistem persamaan dari matriks gandeng terakhir ini adalah Bentuk matriks pada langkah terakhir eliminasi Gauss, disebut bentuk eselon. Dari contoh di atas, bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya adalah 1 − 1 0 1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 0 3 − 2 | 8 dan 0 0 0 0 0 0 | − 2
x A − xB = 8 3 xB − 2 xC = 8 0 = −2 Kita lihat di sini bahwa penerapan eliminasi Gauss pada akhirnya menghasilkan suatu kontradiksi yang dapat kita lihat pada baris terakhir. Hal Ini menunjukkan bahwa sistem persamaan yang sedang kita tinjau tidak memberikan solusi.
Secara umum bentuk eselon matriks gandengan adalah
a11 a12 L L L a1n 0 c 22 L L L c2n M krr L k rn 0 M 0
| | | | | | |
b1 b2′ br′ ′ br +1 bm
247
dan sistem yang telah tereduksi pada langkah akhir eliminasi Gauss akan berbentuk
a11x1 + a12 x2 + LLLL + a1n xn = b1 c22 x2 + LLLL + a2n xn = b2′
248
′ Jadi suatu sistem persamaan akan memberikan solusi jika br′ +1,K, bm
M krr xr + L + k rn xn = br′ 0 = br′ +1
sama dengan nol atau tidak ada. Pada suatu sistem persamaan yang memberikan solusi, ketunggalan solusi terjadi jika r = n .
M
Jika r < n persamaan akan memberikan banyak solusi.
′ 0 = bm
dengan a11 ≠ 0, a22 ≠ 0 , krr ≠ 0 , dan r ≤ n Perhatikan bentuk ini:
′ sama dengan nol atau tidak ada, maka a). Jika r = ndan br′ +1 , K , bm sistem persamaan ini akan memberikan tepat satu solusi.
Nilai r yang dimiliki oleh matriks gandengan ditentukan oleh banyaknya vektor baris yang bebas linier dalam matriks gandeng. Pengertian tentang kebebasan linier vektor-vektor kita bahas berikut ini.
′ sama dengan nol atau tidak ada, maka br′ +1,K, bm b). Jika r < ndan sistem persamaan ini akan memberikan banyak solusi. ′tidak sama dengan nol c). Jika r = nataupun r < ndan br′ +1,K, bm atau mempunyai nilai, maka sistem persamaan ini tidak memberikan solusi.
249
250
Bebas Linier Dan Tak-bebas Linier Vektor-vektor Misalkan a1 , a2 , L am
Jika satu himpunan vektor terdiri dari vektor-vektor yang bebas linier, maka tak satupun dari vektor-vektor itu dapat dinyatakan dalam kombinasi linier dari vektor yang lain. Hal ini dapat dimengerti karena dalam persamaan tersebut di atas semua koefisien bernilai nol untuk dapat dipenuhi.
adalah vektor-vektor baris dari suatu matriks A =[abk]. Kita tinjau suatu persamaan vektor
c1a1 + c2a 2 + L + cma m = 0
Jika vektor-vektor tidak bebas linier maka nilai koefisien pada persamaan tersebut di atas (atau setidak-tidaknya sebagian tidak bernilai nol) maka satu vektor dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor yang lain.
Apabila persamaan vektor ini terpenuhi hanya jika semua koefisien (c1 … cm) bernilai nol, maka vektor-vektor baris tersebut adalah bebas linier. Jika persamaan vektor tersebut dapat dipenuhi dengan koefisien yang tidak semuanya bernilai nol (artinya setidak-tidaknya ada satu koefisien yang tidak bernilai nol) maka vektor-vektor itu tidak bebas linier.
Vektor a1 misalnya, dapat dinyatakan sebagai
a1 = −
c2 c a 2 − L − m am = 0 c1 c1
karena koefisien-koefisien ini tidak seluruhnya bernilai nol
251
252
42
1/31/2013
Contoh:
Dua vektor baris
a1 = [2 3 1 2]
Rank Matriks
dan a 2 = [4 2 6 2]
Dengan pengertian tentang vektor yang bebas linier, didefinisikan rank matriks.
Vektor a1 dan a2 adalah bebas linier karena c1a1 + c2a2 = c1[2 3 1 2] + c2 [4 2 6 2] = 0
hanya akan terjadi jika
Banyaknya vektor baris yang bebas linier dalam suatu matriks A = [abk] disebut rank matriks A disingkat rank A.
c1 = c2 = 0
Jika matrik B = 0 maka rank B adalah nol.
Ambil vektor ketiga a3 = [4 6 2 4]
Bagaimana menentukan rank suatu matriks?
Vektor a3 dan a1 tidak bebas linier karena kita dapat menyatakan a3 sebagai a3 = 2a1 = 2[2 3 1 2] = [4 6 2 4]
Operasi baris pada suatu matriks menghasilkan matriks yang setara baris dengan matriks asalnya. Hal ini berarti pula bahwa rank matriks baru sama dengan rank matriks asalnya.
Vektor a1, a2 dan a3 juga tidak bebas linier karena kita dapat menyatakan a3 sebagai
a3 = 2a1 + 0a2 = 2 [2 3 1 2] + 0 [4 2 6 2] = [4 6 2 4]
Dengan perkataan lain operasi baris tidak mengubah rank matriks. Jadi rank suatu matriks dapat diperoleh melalui operasi baris, yaitu sama dengan rank matriks yang dihasilkan pada langkah terakhir eliminasi Gauss. Bentuk eselon matriks yang diperoleh pada langkah terakhir eliminasi Gauss, mengandung vektor-vektor baris yang bebas linier karena vektor yang tak bebas linier telah tereliminasi.
Akan tetapi jika kita hanya melihat a3 dan a2 saja, mereka adalah bebas linier. 253
Contoh:
254
Contoh:
Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem persamaan yang memberikan solusi tunggal dalam contoh, adalah 0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 0 0 16
dan
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 16 0 0
Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem persamaan yang memberikan banyak solusi, adalah 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0
| 8 | 8 | 16 | 16
dan
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 0 0 | 0
Dalam kasus ini rank matriks koefisien sama dengan rank matriks gandengan, yaitu 2. Akan tetapi rank matriks ini lebih kecil dari banyaknya unsur yang tak diketahui.
Dalam kasus ini rank matriks koefisien sama dengan rank matriks gandengan, yaitu 4. Selain dari pada itu rank matriks sama dengan banyaknya unsur yang tak diketahui yaitu 4
255
256
Contoh: Apa yang kita amati dalam contoh-contoh di atas ternyata berlaku umum.
Bentuk eselon matriks koefisien dan matriks gandengannya dari sistem persamaan yang tidak memberikan solusi, adalah 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0
dan
a). agar suatu sistem persamaan memberikan solusi maka rank matriks koefisien harus sama dengan rank matriks gandengannya;
1 − 1 0 | 8 0 3 − 2 | 8 0 0 0 | − 2
b). agar sistem persamaan memberikan solusi tunggal maka rank matriks koefisien harus sama dengan banyaknya unsur yang tak diketahui;
Dalam kasus ini rank matriks koefisien tidak sama dengan rank matriks gandengan. Rank matriks koefisien adalah 2 sedangkan rank matriks gandengannya adalah 3. Ketidak samaan rank dari kedua matriks ini menunjukkan tidak adanya solusi.
c). jika rank matriks koefisien lebih kecil dari banyaknya unsur yang tak diketahui maka akan diperoleh banyak solusi.
257
258
43
1/31/2013
Eliminasi Gauss pada sistem demikian ini akan menghasilkan
Sistem Persamaan Homogen
′ a12 ′ L a1′n a11 ′ L a′2n 0 a22 ~ A′ = L L L L ′ 0 0 amn 0
Sistem persamaan disebut homogen apabila nilai b di ruas kanan dari persamaan sistem bernilai nol. Jika tidak demikian maka sistem itu disebut tak homogen. Sistem persamaan homogen berbentuk a11x1 + a12 x2 + L + a1n xn = 0 a21x1 + a22 x2 + L + a2n xn = 0
′ x2 + L + a2′ n xn = 0 a22
Bentuk matriks gandengan sistem ini adalah
M ′ xn = 0 amn
0 L a2 n | 0 L L | L L amn | 0 L
a1n
|
Jika rank matriks gandengan terakhir ini sama dengan banyaknya unsur yang tak diketahui, r = n, sistem persamaan akhirnya akan berbentuk ′ x1 + a12 ′ x2 + L + a1′n xn = 0 a11
. . . . . . . . . . . am1x1 + am 2 x2 + L + amn xn = 0
a11 a12 a21 a22 ~ A= L L am1 am 2
0 0 | L | 0 |
|
Dari sini terlihat bahwaxn = 0 dan substitusi mundur akhirnya memberikan semua x bernilai nol. Ini merupakan solusi trivial dan solusi trivial ini diakibatkan oleh kenyataan bahwa r = n. Solusi tak trivial hanya akan diperoleh jikar < n . 259
260
Sistem Persamaan Homogen Yang Hanya Memberikan Solusi Trivial
Sistem Persamaan Yang Memberikan Solusi Tak Trivial
x A − xB = 0
Contoh:
− x A + 4 xB − 2 xC = 0
Contoh:
x A − 3xB + 5 xC − 2 xD = 0 − x A + 4 xB − 3 xC + 2 xD = 0
x A − 3 x B + 5 xC − 2 x D = 0 − x A + 4 x B − 13 xC + 6 x D = 0
Matriks gandengan sistem ini dan hasil eliminasi Gauss-nya adalah 0 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 1 −3 5 −2 − 1 4 − 3 2
0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 16 0 0
| 0 | 0 | 0 | 0
| 0 | 0 | 0 | 0
Matriks gandengan dan hasil eliminasinya adalah 0 1 −1 0 − 1 4 − 2 0 1 −3 5 − 2 − 1 4 − 13 6
Rank matrik koefisien adalah 4; banyaknya unsur yang tak diketahui juga 4. Sistem persamaan liniernya menjadi x A − xB = 0 3 xB − 2 xC = 0
x A − xB = 0 − x A + 4 x B − 2 xC = 0
| 0 | 0 eliminasi Gauss: | 0 | 0
Sistem persamaan menjadi yang akhirnya memberikan x D = xC = xB = x A = 0
11xC − 6 xD = 0
| 0 | 0 | 0 | 0
x A − xB = 0 3 xB − 2 xC = 0
Inilah solusi trivial yang dihasilkan jika terjadir keadaan =n
16 xD = 0
0 1 −1 0 0 3 − 2 0 0 0 11 − 6 0 0 0 0
11xC − 6 xD = 0 0=0 261
Jika kita mengambil nilai xD = 1 xC =
maka akan diperoleh
Jika kita menetapkan nilai xD yang lain, misalnya xD = 33 akan diperoleh vektor solusi yang lain, yaitu
6 12 12 ; xB = ; xA = 11 33 33
12 12 x 2 = = 33x1 18 33
Solusi ini membentuk vektor solusi 12 / 33 12 / 33 x1 = 6 / 11 1 .
yang jika matriks koefisiennya digandaawalkan akan menghasilkan vektor nol b = 0
262
Penggandaawalan matriks koefisiennya juga akan menghasilkan vektor nol
0 12/33 0 1 − 1 0 0 3 − 2 0 12/33 0 = Ax1 = 0 0 11 − 6 6/11 0 0 0 0 0 1 0
263
Vektor solusi x2 ini merupakan perkalian solusi sebelumnya dengan bilangan skalar (dalam hal ini 33), yang sesungguhnya bisa bernilai sembarang. Secara umum vektor solusi berbentuk
xc = cx1 dengan c adalah skalar sembarang
264
44
1/31/2013
Contoh di atas memperlihatkan bahwa solusi dari sistem persamaan homogen membentuk vektor-vektor yang seluruhnya dapat diperoleh melalui perkalian salah satu vektor solusi dengan skalar serta penjumlahan vektor-vektor solusi. Kita katakan bahwa solusi dari sistem persamaan homogen membentuk suatu ruang vektor.
Vektor solusi yang lain lagi dapat kita peroleh dengan menjumlahkan vektor-vektor solusi, misalnya x1 dan x2. 12 / 33 12 12 / 33 12 + = x + 33x = 34x x 3 = x1 + x 2 = 1 1 1 6 / 11 18 1 33
Dalam sistem persamaan homogen yang sedang kita tinjau ini, ruang vektor yang terbentuk adalah ber-dimensi satu. Perhatikan bahwa setiap vektor solusi merupakan hasilkali skalar dengan vektor x1 .
Jelas bahwa x3 juga merupakan solusi karena jika digandaawalkan akan memberikan hasil vektor nol. Jadi secara umum vektor solusi dapat juga diperoleh dengan menjumlahkan vektor solusi yang kita nyatakan sebagai
Jika kita perhatikan lebih lanjut ruang vektor yang terbentuk oleh vektor solusi akan berdimensi (n − r), yaitu selisih antara banyaknya unsur yang tak diketahui dengan rank matriks koefisien. Dalam kasus yang sedang kita tinjau ini, banyaknya unsur yang tak diketahui adalah 3 sedangkan rank matriks koefisien adalah 2.
x j = ∑ xc
265
Sistem Persamaan Dengan Vektor Solusi Berdimensi 2
Jika kita memberi nilai xC = 1 dan xD = 0
x A − xB = 0
Contoh:
266
kita akan mendapatkan xB = 5 / 3 ; x A = 5/3
− x A + 4 xB − 5 xC + 2 xD = 0 x A − 4 x B + 5 xC − 2 xD = 0
5 / 3 5/ 3 x1 = 1 0
− x A + 7 xB − 10 xC + 4 xD = 0
Matriks gandengan dan hasil eliminasi Gauss adalah 0 0 1 −1 − 1 4 −5 2 1 −4 5 −2 − 1 7 − 10 4
| 0 | 0 | 0 | 0
1 − 1 0 0 3 − 5 0 0 0 0 0 0
0 | 0 2 | 0 0 | 0 0 | 0
adalah salah satu vektor solusi Ganda-awal matriks koefisien dengan vektor ini akan memberikan vektor b = 0 1. − 1 0 0 3 − 5 Ax1 = 0 0 0 0 0 0
Rank matriks ini adalah 2 sedangkan banyaknya unsur tak diketahui 4. Sistem persamaan menjadi x A − xB = 0
0 5 / 3 5 / 3 − 5 / 3 0 2 5 / 3 0 + 5 − 5 + 0 0 = = 0 0 1 0 0 0 0 0
3 xB − 5 xC + 2 x D = 0 0=0 0=0
267
Jika xC = 0 dan xD = 1 akan kita peroleh xB = −2 / 3
Jika Ax1 = 0, maka perkalian dengan skalar k akan memberikan Ak1x1 = 0
dan
dan x A = −2 / 3 yang membentuk vektor solusi
Ak2 x1 = 0
− 2 / 3 − 2 / 3 x2 = 0 1
Ak1x1 + Ak 2 x1 = A(k1 + k 2 )x1 = Ac1x1 = 0
Dengan kata lain, jika x1 adalah vektor solusi, maka ,
268
k1x1 , k 2 x1 , (k1x1 + k 2 x1 )
Dengan skalar l sembarang kita akan memperoleh vektor-vektor solusi yang lain seperti
adalah juga vektor-vektor solusi dan sebagaimana kita tahu vektorvektor ini kita peroleh dengan memberi nilaixC = 1 dan xD = 0 .
l1x 2 , l2 x 2 , (l1x 2 + l2 x 2 ) Secara keseluruhan maka vektor-vektor solusi kita adalah
x = kx1 + lx2 Inilah vektor-vektor solusi yang membentuk ruang vektor berdimensi 2. 269
270
45
1/31/2013
Kebalikan Matriks Dan Metoda Eliminasi Gauss-Jordan Dari dua contoh terakhir ini terbukti teorema yang menyatakan bahwa solusi sistem persamaan linier homogen dengan n unsur tak diketahui dan rank matriks koefisien r akan membentuk ruang vektor berdimensi (n − r).
Pengertin tentang kebalikan matriks (inversi matriks) erat kaitannya dengan pemecahan sistem persamaan linier. Namun demikian pengertian ini khusus ditujukan untuk matriks bujur sangkar n × n. Kebalikan matriks A (inversi matriks A) didefinisikan sebagai matriks yang jika digandaawalkan ke matriks A akan menghasilkan matriks identitas. Kebalikan matriks A dituliskan sebagai A−1 sehingga definisi ini memberikan relasi
A −1A = I = AA−1 Jika A berukuran n × n maka A−1 juga berukuran n × n dan demikian pula matriks identitasnya.
271
272
Berbekal pengertian kebalikan matriks, kita akan meninjau persamaan matriks dari suatu sistem persamaan linier tak homogen, yaitu
Tidak semua matriks bujur sangkar memiliki kebalikan; jika A memiliki kebalikan maka A disebut matriks tak singular dan jika tak memiliki kebalikan disebut matriks singular.
Ax = b
Jika kita menggandaawalkan kebalikan matriks A ke ruas kiri dan kanan persamaan ini, akan kita peroleh
Jika A adalah matriks tak singular maka hanya ada satu kebalikan A; dengan kata lain kebalikan matriks adalah unik atau bersifat tunggal.
A −1 Ax = A −1 b
→
Ix = x = A −1 b
Hal ini mudah dimengerti sebab jika A mempunyai dua kebalikan, misalnya P dan Q, maka AP = I =PA dan juga AQ = I =QA, dan hal ini hanya mungkin terjadi jika P = Q.
Persamaan ini menunjukkan bahwa kita dapat memperoleh vektor solusi x dari sistem persamaan linier jika kebalikan matriks koefisien A ada, atau jika matriks A tak singular.
P = IP = ( AQ)P = QAP = Q(AP) = QI = Q
Jadi persoalan kita sekarang adalah bagaimana mengetahui apakah matriks A singular atau tak singular dan bagaimana mencari kebalikan matriks A jika ia tak singular.
273
Dari pembahasan sebelumnya kita mengetahui bahwa jika matriks koefisien A adalah matriks bujur sangkar n × n, maka solusi tunggal akan kita peroleh jika rank A sama dengan n. Hal ini berarti bahwa vektor x pada persamaan di atas dapat kita peroleh jika rank A−1 sama dengan n. Dengan perkataan lain
274
Untuk mencari X kita bentuk matriks gandengan ~ A = [A I ]
~
Jika kita lakukan eliminasi Gauss pada A matriks gandengan ini berubah menjadi
[U
matriks A yang berukuran n × n tak singular jika rank A = n
H]
dengan U berbentuk matriks segitiga atas.
dan akan singular jika rank A < n.
Eliminasi Gauss-Jordan selanjutnya beroperasi pada
Mencari kebalikan matriks A dapat kita lakukan dengan cara eliminasi Gauss-Jordan. Metoda ini didasari oleh persamaan Ax = b.
[U
H]
yaitu dengan mengeliminasi unsur-unsur segitiga atas pada U sehingga U berbentuk matriks identitas I.
Jika X adalah kebalikan matriks A maka AX = I
Langkah akhir ini akan menghasilkan
[I 275
X] 276
46
1/31/2013
2 | 1 0 0 1 2 0 − 8 − 4 | − 3 1 0 pivot 0 0 1 | − 1 1 1 + baris 2
Kita akan mencari kebalikan dari matriks
Contoh:
2 2 1 A = 3 − 2 2 − 2 4 1
Kemudian kita lakukan eliminasi Gauss-Jordan
Kita bentuk matriks gandengan [A I ]
0 0 1 2 2 | 1 0 1 1 / 2 | 3 / 8 − 1 / 8 0 × (−1 / 8) 0 0 1 | − 1 1 1
1
2 2 | 1 0 0 − 2 2 | 0 1 0 − 2 4 1 | 0 0 1
[A I ] = 3
−2 − 2 − 2 × baris 3 1 2 0 | 3 0 1 0 | 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2 − 0.5 × baris3 0 0 1 | − 1 1 1
Kita lakukan eliminasi Gauss pada matriks gandengan ini 2 | 1 0 0 pivot 1 2 0 − 8 − 4 | − 3 1 0 − 3 × baris 1 0 8 5 | 2 0 1 + 2 × baris 1
1 0 0 | 10 / 8 − 6 / 8 − 1 − 2 × baris 2 0 1 0 | 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2 0 0 1 | − 1 1 1 277
Kebalikan Matriks Diagonal
Hasil terakhir ini memberikan kebalikan matriks A, yaitu
A −1
10 / 8 − 6 / 8 − 1 = 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2 − 1 1 1
Kebalikan matriks diagonal dapat dengan mudah kita peroleh. 0 a11 0 0 L 0 0 0 ann
Dengan demikian untuk suatu sistem persamaan linier tak homogen yang persamaan matriksnya 2 2 x1 8 1 3 − 2 2 x = 0 2 − 2 4 1 x3 0
−1
−1
0 1 / a11 0 = 0 L 0 0 0 1 / ann
Kebalikan Dari Kebalikan Matriks Kebalikan dari kebalikan matriks adalah matriks itu sendiri.
vektor solusinya adalah 2 2 x1 1 x = 3 − 2 2 2 x3 − 2 4 1
278
(A )
−1 −1
8 10 / 8 − 6 / 8 − 1 8 10 0 = 7 / 8 − 5 / 8 − 1 / 2 0 = 7 0 − 1 1 1 0 − 8
=A
279
280
282
Kebalikan Dari Perkalian Matriks Kebalikan dari perkalian dua matriks adalah perkalian dari kebalikan masing-masing matriks dengan urutan dibalik.
(AB )−1 = B −1A −1
BILANGAN KOMPLEKS
Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut I = (AB)(AB )
−1
−1
A I=A
−1
(AB)(AB )−1 = (A −1A )B(AB )−1 = IB(AB)−1
A −1 = B(AB)−1
B −1A −1 = B −1B(AB )−1 = I(AB )−1 = (AB)−1
281
47
1/31/2013
Bilangan Nyata Definisi Kita mengenal bilangan nyata bulat seperti 1, 2, 3 dan seterusnya; bilangan nyata pecahan ¼, ½, ¾ dan seterusnya, serta bilangan nyata yang hanya dapat di angankan seperti π. Walaupun hanya dapat diangankan, bilangan ini tetap nyata, nilainya adalah 3,14……., dengan angka desimal yang tak diketahui ujungnya.
Dalam buku Erwin Kreyszig kita baca definisi bilangan bilangan kompleks sebagai berikut Bilangan kompleks z ialah suatu pasangan terurut (x,y) dari bilangan nyata x, y, yang kita tuliskan
z = ( x, y ) bagian nyata (real part) dari z
Secara grafis, bilangan nyata dapat digambarkan posisinya di suatu sumbu yang disebut sumbu nyata,
bagian khayal (imaginary part) dari z
kita tuliskan Re z = x
Im z = y
|
|
|
|
|
|
|
|
-2
-1
0
1
2
3
4
5
m
Kita akan mencoba memahami definisi ini secara grafis, mulai dari pengertian tentang bilangan nyata.
283
Tinjaulah suatu fungsi
y= x Jika bilangan nyata 1 menjadi satuan dari bilangan nyata, misalnya
3.5
y
284
3
5 = 5× 1
2.5 2
10 = 10 × 1 dan seterusnya
1.5
maka bilangan imajiner j = √−1 menjadi satuan dari bilangan imajiner, misalnya
1 0.5 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
imajiner 2 = j2 imajiner 3 = j3
10
x tidak ada nilai y yang nyata untuk x negatif
imajiner 9 = j 9 dan seterusnya
namun untuk x yang negatif dapat didefinisikan suatu bilangan imajiner (khayal)
−1 = j
285
Bilangan kompleks dapat digambarkan di bidang kompleks yang dibatasi oleh sumbu nyata (diberi tanda Re) dan sumbu imajiner (diberi tanda Im) yang saling tegaklurus satu sama lain
Pernyataan Bilangan Kompleks Satu bilangan kompleks z merupakan jumlah dari komponen nyata dan komponen imajiner dan dituliskan
z = a + jb bilangan kompleks
286
setiap titik di bidang kompleks menunjukkan posisi bilangan-kompleks (x,,y) dengan x adalah komponen nyata dan y adalah komponen imajiner-nya
bagian imajiner bagian nyata
287
288
48
1/31/2013
CONTOH Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai
Diagram Argand
z1 = 3 + j 4
Sudut dengan sumbu nyata adalah Im disebut modulus
z = ρ(cos θ + j sin θ)
z = a + jb
jb
ρ
modulus z = ρ = a 2 + b 2
•
b = ρ sin θ
θ
z = a 2 + b 2 (cos θ + j sin θ)
Re
a
disebut argumen arg z = θ = tan a
Pernyataan z1 dapat kita tuliskan
(
z1 = 3 2 + 4 2 cos 53,1o + j sin 53,1o
(
a = ρ cos θ
−1 b
θ1 = tan −1 (4 / 3) ≈ 53,1o
= 5 cos 53,1o + j sin 53,1o
)
)
289
290
Kesamaan Bilangan Kompleks CONTOH Modulus ρ =
Suatu bilangan kompleks dinyatakan sebagai
(
z 2 = 10 cos 20 o + j sin 20 o
)
(
merupakan nilai mutlak
Dua atau lebih bilangan kompleks bisa saja memiliki nilai ρ yang sama akan tetapi dengan sudut θ yang berbeda; atau sebaliknya mempunyai nilai θ sama akan tetapi memiliki ρ yang berbeda.
Pernyataan ini dapat kita tuliskan z 2 = 10 cos 20 o + j sin 20 o
a2 + b2
)
Dua bilangan kompleks dikatakan sama besar jika mereka mempunyai baik ρ maupun θ yang sama besar.
≈ 10(0,94 + j 0,34) = 9,4 + j 3,4)
Dengan kata lain, mereka memiliki bagian nyata dan bagian imajiner yang sama besar..
291
292
Negatif dari Bilangan Kompleks
CONTOH
Nilai negatif dari suatu bilangan kompleks adalah nilai negative dari kedua komponennya Jika
Jika z1 = 4 + j 6 maka z 2 = − z1 = −4 − j 6
z = a + jb maka − z = −a − jb
Sudut dengan sumbu nyata
θ1 = tan −1 (6 / 4) = 56,3 o
Im
• z = a + jb
jb
ρ θ + 180 o
θ a
θ 2 = 56,3 o + 180 o = 236,3 o z1 dapat dinyatakan sebagai
Re
( ( = 7,2(cos(56,3
z1 = 4 2 + 6 2 cos 56,3 o + j sin 56,3 o
ρ
= 7,2 cos 56,3 o + j sin 56,3 o
− z = − a• − jb
− z1
293
o
)
)
+ 180 o ) + j sin(56,3 o + 180 o )
= 7,2(− 0,55 − j 0,83) = −3,96 − j 6
) 294
49
1/31/2013
Konjugat Bilangan Kompleks
CONTOH: Jika z = 5 + j 6 maka z ∗ = 5 − j 6
Konjugat dari suatu bilangan kompleks z adalah bilangan kompleks z* yang memiliki komponen nyata sama dengan z tetapi komponen imajinernya adalah negatif dari komponen imajiner z.
Im
θ = tan −1 (6 / 5) = 50,2 o
z ∗ = a − jb
Jika z = a + jb maka
Re
θ ∗ = −50,2 o
• z* = 5 − j 6
z dapat dinyatakan sebagai
Im
jb
• z = 5 + j6
Sudut dengan sumbu nyata
ρ
• z = a + jb
(
z = 5 + 6 cos 50,2 + j sin 50,2 2
(
2
o
= 7,8 cos 50,2o + j sin 50,2o
θ
Re
−θ a
(
)
z ∗ = 7,8 cos 50,2 o − j sin 50,2 o
o
)
)
∗
− jb
• z = a − jb
295
CONTOH: z ∗ = −5 + j 6 •
296
1. Operasi-Operasi Aljabar
Im
Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Kompleks Jika z = −5 − j 6
maka z ∗ = −5 + j 6
Re
Hasil penjumlahan dua bilangan kompleks merupakan bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan jumlah komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan jumlah komponen imajiner.
z = −5 − j 6 •
z1 + z 2 = (a1 + jb1 ) + ( a2 + jb2 ) = ( a1 + a2 ) + j (b1 + b2 )
Im
• z∗ = 5 + j6 Jika z = 5 − j 6
Hasil selisih dua bilangan kompleks adalah bilangan kompleks yang komponen nyatanya merupakan selisih komponen nyata dan komponen imajinernya juga merupakan selisih komponen imajiner.
maka z ∗ = 5 + j 6 Re
z1 − z 2 = (a1 + jb1 ) − (a2 + jb2 ) = (a1 − a2 ) + j (b1 − b2 )
• z = 5 − j6 297
298
Perkalian Bilangan Kompleks
CONTOH: Diketahui s1 = 2 + j3 dan
s2 = 3 + j 4
Perkalian dua bilangan kompleks dilaksanakan seperti halnya kita melakukan perkalian jumlah dua bilangan, yaitu dengan malakukan perkalian komponen per komponen
s1 + s2 = ( 2 + j 3) + (3 + j 4) = 5 + j7
( z1 )( z 2 ) = ( a1 + jb1 )(a 2 + jb2 ) = a1 a 2 + jb1 a 2 + jb1 a 2 − b1b2 = a1 a 2 + 2 jb1 a 2 − b1b2
s1 − s2 = ( 2 + j 3) − (3 + j 4)
Jika z 2 = z1∗
= −1 − j1
z1 × z1∗ = ( a + jb)( a − jb ) = a 2 − jba + jba + b 2 = a 2 + b2
Perhatikan: z1 × z1∗ = z1 = a + jb 2
= 299
(a
2
2
+ b2
) =a 2
2
+ b2 300
50
1/31/2013
CONTOH:
Pembagian Bilangan Kompleks
z1 = 2 + j 3 dan
z 2 = 3 + j4
Hasil bagi suatu pembagian tidak akan berubah jika pembagian itu dikalikan dengan 1
( z1 )( z 2 ) = (2 + j 3)(3 + j 4) = 6 + j8 + j 9 − 12
z1 a + jb1 a2 − jb2 = 1 × z2 a2 + jb2 a2 − jb2
= −6 + j17
=
( z1 )( z1∗ ) = ( 2 + j3)(2 − j 3)
CONTOH:
= 4 − j6 + j 6 + 9 = 4 + 9 = 13 z1 z1∗ = z1 = 2
a22 + b22
z 2 = z1∗ = 2 − j 3
CONTOH: z1 = 2 + j 3 dan
2
z1 = 2 + j 3 dan
z 2 = 3 + j4
z1 2 + j 3 3 − j 4 (6 + 12) + j (−8 + 9) 18 1 = × = = +j z2 3 + j4 3 − j4 25 25 32 + 4 2
( 2 + 3 ) = 4 + 9 = 13 2
a2 − jb2 =1 a2 − jb2
(a1a2 + b1b2 ) + j (b1a2 − b2a1)
2
301
302
Pernyataan Bilangan Kompleks Bentuk Polar
Bentuk Polar Representasi bilangan kompleks dalam bentuk polar adalah
Fungsi Eksponensial Kompleks
z = ρe jθ
Jika x adalah bilangan nyata maka fungsi ekponensial
Im
y = ex
merupakan fungsi ekponensial nyata; y memiliki nilai nyata
• z = ρe jθ arg z = ∠z = θ
ρ θ
Jika z adalah bilangan kompleks z = σ + jθ
Re
fungsi eksponensial kompleks didefinisikan CONTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks z = 10 e j0,5
e z = e( σ+ jθ) = e σ (cos θ + j sin θ) ;
Modulus bilangan kompleks ini adalah |z| = 10 dan argumennya ∠z = 0,5 rad
dengan e σ adalah fungsi eksponensial riil Melalui identitas Euler e
jθ
Im
Bentuk sudut sikunya adalah:
= cos θ + j sin θ
z = 10 (cos 0,5 + j sin 0,5) = 10 (0,88 + j 0,48) = 8,8 + j 4,8
fungsi exponensial kompleks dapat kita tuliskan
10 0 ,5 rad
e z = e σ e jθ
• z = 5e j 0,5 Re
303
304
.
CONTOH: Misalkan suatu bilangan kompleks z = 3+ j4 Modulus Argumen
| z | = ρ = 32 + 4 2 = 5 ∠z = θ = tan −1
Representasi polar
CONTOH:
Im
• z = 5e j 0,93
5
4 = 0,93 rad 3
0,93 rad
Misalkan z = 0 − j 2 Modulus | z | = ρ =
Re
z = 5e j0,93
Argumen θ = tan
−1
0+4 = 2
(− 2 / 0) = −π / 2 komponen imajiner: −2 komponen nyata: 0
CONTOH: Misalkan z = −2 + j 0 Modulus | z | = ρ = 4 + 0 = 2
Representasi polar adalah
Argumen θ = tan −1 (0 / − 2 ) = ± π tidak bernilai tunggal Di sini kita harus memilih θ = π rad karena komponen imajiner 0 sedangkan komponen nyata −2
z = 2 e jπ
• −2
Im
z = 2 e − jπ / 2
Im
Re
− jπ / 2 − j 2 • z = 2e
Re
305
306
51
1/31/2013
Manfaat Bentuk Polar
Konjugat Kompleks argumen konjugat berlawanan dengan argumen bilangan kompleks asalnya
Perkalian dan Pembagian Bilangan Kompleks Representasi polar dari bilangan kompleks mempermudah operasi perkalian dan pembagian. jθ1
( z1 )( z2 ) = ρ1e ρ 2e
Im
• z = ρe jθ
z1 ρ1e jθ1 ρ1 j ( θ1 −θ2 ) = = e z 2 ρ 2 e jθ 2 ρ 2
jθ 2
= ρ1ρ 2e j ( θ1 + θ 2 )
θ −θ
Re
• z = ρe − j θ
CONTOH:
∗
Relasi-relasi antara suatu bilangan kompleks dengan konjugat bilangan kompleks lainnya adalah sebagai berikut
Misalkan z1 = 10 e j0,5 dan z2 = 5 e j0,4
z1 z 2 = 10e j 0,5 × 5e j 0,4 = 50e j 0,9
( z )( z*) =| z |2 atau |z| = s s *
[z1 z 2 ]* = (z1* )(z2* )
j 0,5
z1 10e = = 2e j 0,1 z2 5e j 0,4
* z1 z1* = * z z2 2 307
308
CONTOH: j 0 ,5 Misalkan z1 = 10e
z 2 = 5e j 0,4
dan
z1 z1∗ = 10e j 0,5 × 10e − j 0,5 = 100 z 2 z 2∗ = 25
[z1 z 2 ]∗ = [10e j 0,5 × 5e j 0,4 ]
∗
[
= 50e j 0,9
] = 50e ∗
Permutasi dan Kombinasi − j 0, 9
= 10e − j 0,5 × 5e − j 0, 4 = 50e − j 0,9
∗ 10e j 0,5 z1 = j 0, 4 z 5e 2
=
∗
[
]
j 0,1 ∗ = 50e − j 0,1 = 2e
10e − j 0,5 5e − j 0,4
= 2e − j 0,1 31 0
309
1. Permutasi CA CB B A
diperoleh 6 kelompok
Jika salah satu komponen sudah menempati posisi pertama tinggal 2 kemungkinan komponen yang dapat menempati posisi kedua
BA
AB
Kelompok yang yang bisa kita bentuk adalah
dan
BA BC C A
Misalkan tersedia 2 huruf yaitu A dan B dan kita diminta untuk membuat kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 2 huruf
Misalkan tersedia 3 huruf yaitu A, B, dan C Kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 3 huruf adalah:
AB AC C B
Permutasi adalah banyaknya pengelompokan sejumlah tertentu komponen yang diambil dari sejumlah komponen yang tersedia; dalam setiap kelompok urutan komponen diperhatikan
Jika salah satu komponen sudah menempati posisi pertama dan salah satu dari 2 yang tersisa sudah menempati posisi kedua 3 × 2 ×1 = 6 maka hanya tinggal 1 kemungkinan komponen yang dapat menempati posisi terakhir yaitu posisi ketiga
diperoleh 2 kelompok
Ada dua kemungkinan huruf yang bisa menempati posisi pertama yaitu A atau B
Jadi jumlah kelompok yang bisa diperoleh adalah
Jika A sudah menempati posisi pertama, maka hanya satu kemungkinan yang bisa menempati posisi kedua yaitu B Jika B sudah menempati posisi pertama, maka hanya satu kemungkinan yang bisa menempati posisi kedua yaitu A 311
Jumlah kemungkinan komponen yang menempati posisi pertama Jumlah kemungkinan komponen yang menempati posisi kedua
Jumlah kemungkinan komponen yang menempati posisi ketiga 312
52
1/31/2013
Secara umum jumlah kelompok yang dapat kita bangun dari n komponen yang setiap kelompok terdiri dari n komponen adalah
Dari 4 huruf yaitu A, B, C dan D kita dapat membuat kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 4 huruf
n
n
n
n
Kemungkinan penempatan posisi pertama : 4 Kemungkinan penempatan posisi kedua : 3 Kemungkinan penempatan posisi ketiga : 2 Kemungkinan penempatan posisi keempat : 1
× ( − 1) × ( − 2) × ......... × 1 = !
Kita katakan bahwa permutasi dari n komponen adalah n! dan kita tuliskan
= n!
n Pn
jumlah kelompok yang mungkin dibentuk 4×3×2×1=24 kelompok yaitu: ABCD ABDC ACBD ACDB ADCB ADBC
BACD BADC BCAD BCDA BDAC BDCA
CDAB CDBA CABD CADB CBAD CBDA
DABC DACB DBCA DBAC DCAB DCBA
Kita baca : n fakultet
Namun dari n komponen tidak hanya dapat dikelompokkan dengan setiap kelompok terdiri dari n komponen, tetapi juga dapat dikelompokkan dalam kelompok yang masingmasing kelompok terdiri dari k komponen dimana k < n
ada 24 kelompok
Kita sebut permutasi k dari n komponen dan kita tuliskan n Pk 313
314
Contoh: Permutasi dua-dua dari empat komponen adalah 4 P2
Secara Umum:
= 4 × 3 = 12 n Pk
Di sini kita hanya mengalikan kemungkinan penempatan pada posisi pertama dan ketiga saja yaitu 4 dan 3. Tidak ada komponen yang menempati posisi berikutnya.
=
n! ( n − k )!
Contoh: 6 P2
Penghitungan 4P2 dalam contoh di atas dapat kita tuliskan 4 P2
=
4 × 3 × 2 ×1 = 12 2 ×1
=
6! 6 × 5 × 4 × 3 × 2 ×1 = = 6 × 5 = 30 (6 − 2)! 4 × 3 × 2 ×1
Contoh: 6 P4
=
6! 6 × 5 × 4 × 3 × 2 ×1 = = 6 × 5 × 4 × 3 = 360 (6 − 4)! 2 ×1
315
316
2. Kombinasi Oleh karena itu kombinasi k dari sejumlah n komponen haruslah sama dengan jumlah permutasi nPk dibagi dengan permutasi k
Kombinasi merupakan pengelompokan sejumlah komponen yang mungkin dilakukan tanpa mempedulikan urutannya
Jika dari tiga huruf A, B, dan C, dapat 6 hasil permutasi yaitu
Kombinasi k dari sejumlah n komponen dituliskan sebagai nCk
ABC, ACB, BCA, BAC, CAB, dan CBA namun hanya ada satu kombinasi dari tiga huruf tersebut yaitu ABC
n Ck
=
n Pk
k!
=
n! ( n − k )!× k!
karena dalam kombinasi urutan posisi ketiga huruf itu tidak diperhatikan
Jadi
ABC = ACB = BCA = BAC = CAB = CBA
317
318
53
1/31/2013
Contoh Aplikasi Contoh: Berapakah kombinasi dua-dua dari empat huruf A, B, C, dan D Jawab: 4 C2
=
4 P2
2!
=
Distribusi Maxwell-Boltzman Energi elektron dalam padatan terdistribusi pada tingkat-tingkat energi yang diskrit; kita sebut
4! 4 × 3× 2 ×1 = =6 (4 − 2)!×2! 2 ×1× 2 ×1
E1
yaitu: AB AC
E2
E3
dst.
Setiap tingkat energi dapat ditempati oleh elektron mana saja dan setiap elektron memiliki probabilitas yang sama untuk menempati suatu tingkat energi
AD BC BD CD 319
Jika N adalah jumlah keseluruhan elektron yang harus terdistribusi dalam tingkat-tingkat energi yang ada dan kita misalkan bahwa distribusi yang terbentuk adalah
320
Jumlah cara penempatan elektron di E2 merupakan permutasi n2 dari (N−n1) karena sejumlah n1 sudah menempati E1
di E1 terdapat n1 elektron
P2 = n2 P( N − n1 ) =
di E2 terdapat n2 elektron
( N − n1 )! ( N − n1 − n2 )!
di E3 terdapat n3 elektron dst. maka jumlah cara penempatan elektron di E1 merupakan permutasi n1 dari N yaitu
P1 = n1 PN =
Jumlah cara penempatan elektron di E3 merupakan permutasi n3 dari (N−n1−n2) karena sejumlah (n1+n2) sudah menempati E1 dan E2
N! ( N − n1 )!
P3 = n3 P( N − n1 − n2 ) =
( N − n1 − n2 )! ( N − n1 − n2 − n3 )!
dst.
321
Setelah n1 menempati E1 maka urutan penempatan elektron di E1 ini sudah tidak berarti lagi karena kita tidak dapat membedakan antara satu elektron dengan elektron yang lain
Namun setiap tingkat energi juga memiliki probabilitas untuk ditempati, yang disebut intrinksic probability Misalkan intrinksic probability tingkat E1 adalah g1, E2 adalah g2, dst. maka probabilitas tingkat-tingkat energi
Jadi jumlah cara penempatan elektron di E1 adalah kombinasi n1 dari N yaitu
C1 =
n1
PN
n1!
=
E1 ditempati n1 elektron E2 ditempati n2 elektron E3 ditempati n3 elektron dst.
N! ( N − n1 )!n1!
Demikian pula penempatan elektron di E2, E3, dst.
( N − n1 )! C2 = = ( N-n1 )!n2! ( N − n1 − n2 )!n2! n2
322
P( N − n1 )
P( N − n1 − n2 )
adalah
F2 = g 2 n2 C2 F3 = g 3n3 C3 dst.
Dengan demikian maka probabilitas untuk terjadinya distribusi elektron seperti di atas adalah:
F = F1 F2 F3 .... = g1 1 g 2 2 g 3 3 ....C1C2C3 ...... = n
( N − n1 − n2 )! C3 = = ( N − n1 − n3 − n3 )!n3! ( N − n1 − n2 − n3 )!n3! n3
F1 = g1n1 C1
dst.
n
n
g1n1 g 2n2 g 3n3 ..... n1!n2 ! n3!.....
Inilah probabilitas distribusi dalam statistik Maxwell-Boltzmann
323
324
54
1/31/2013
Sebagai informasi, probabilitas F ini mengantarkan kita pada formulasi distribusi Maxwell-Boltzmann
Upaya selanjutnya adalah mencari bentuk distribusi yang paling mungkin terjadi
ni =
Namun hal ini tidak kita bahas di sini, karena contoh ini hanya ingin menunjukkan aplikasi dari pengertian permutasi dan kombinasi
Jumlah elektron pada tingkat energi Ei
N g i e − Ei / k BT Z temperatur
konstanta Boltzmann tingkat energi ke-i probabilitas intrinksik tingkat energi ke-i fungsi partisi
Pembaca dapat melihat proses perhitungan lanjutan ini di buku-e “Mengenal Sifat Material”
Z=
∑ g i e −β E
i
i
325
326
Distribusi Fermi-Dirac Energi elektron dalam terdistribusi pada tingkat-tingkat energi yang diskrit, misalnya kita sebut
E1
E2
E3
Jika N adalah jumlah keseluruhan elektron yang harus terdistribusi dalam tingkat-tingkat energi yang ada, yaitu
dst.
di E1 terdapat n1 elektron
Setiap tingkat energi mengandung sejumlah tertentu status kuantum
di E2 terdapat n2 elektron di E3 terdapat n3 elektron
dan tidak lebih dari dua elektron berada pada status yang sama.
dst.
Oleh karena itu jumlah status di tiap tingkat energi menjadi probabilitas intrinksik tingkat energi yang bersangkutan Yang berarti menunjukkan jumlah elektron yang mungkin berada di suatu tingkat energi 327
328
Maka banyaknya cara penempatan elektron di tingkat E1, E2, E3 dst. merupakan kombinasi C1, C2, C3 dst
C1 =
N! ( N − n1 )! n1!
C2 =
( N − n1 )! ( N − n1 − n2 )! dst. C3 = ( N − n1 − n2 )!n2! ( N − n1 − n2 − n3 )! n3!
Dengan probabilitas intrinksik g1, g2, g3 maka jumlah cara untuk menempatkan elektron di tingkat E1, E2, E3 dst. menjadi
F1 =
g1! n1!( g1 − n1 )!
F2 =
g 2! ( g 2 − n2 )!n2 !
F3 =
g 3! dst. ( g 3 − n3 )! n3!
Sehingga probabilitas untuk terjadinya distribusi elektron adalah:
F = F1F2 F3 ...Fi = ∏ i
Upaya selanjutnya adalah mencari bentuk distribusi yang paling mungkin terjadi Namun hal ini tidak kita bahas di sini, karena contoh ini hanya ingin menunjukkan aplikasi dari pengertian permutasi dan kombinasi Pembaca dapat melihat proses perhitungang lanjutan ini di buku-e “Mengenal Sifat Material”, Bab-9 yang dapat diunduh di situs ini juga
gi ! ni !( g i − ni )!
Inilah probabilitas distribusi dalam statistik Fermi-Dirac namun kita tidak membicarakan lebih lanjut karena proses selanjutnya tidak menyangkut permutasi dan kombinasi 329
330
55
1/31/2013
Sebagai informasi, probabilitas F ini mengantarkan kita pada formulasi distribusi Fermi Dirac ni =
gi
e ( Ei − EF ) / kBT + 1
Jika kita perhatikan persamaan ini untuk T → 0
Aritmatika Interval
lim e ( Ei − E F ) / k BT = 0 untuk ( Ei − E F ) < 0
T →0
= ∞ untuk ( Ei − E F ) > 0
Jadi jika T = 0 maka ni = gi yang berarti semua tingkat energi sampai EF terisi penuh dan tidak terdapat elektron di atas EF EF inilah yang disebut tingkat energi Fermi.
331
332
1. Pengertian-Pengertian Interval Pengantar
Bilangan nyata yang biasa kita kita operasikan adalah bernilai tunggal, baik bilangan bulat maupun pecahan
Dalam praktik rekayasa dijumpai operasi matematika yang melibatkan bilangan-bilangan dalam interval.
Dalam analisis interval, bilangan yang kita operasikan memiliki nilai yang berada dalam suatu interval tertutup *)
Dalam keadaan demikian kita dihadapkan pada operasi-operasi interval.
Dengan demikian bilangan yang kita hadapi sesungguhnya merupakan kumpulan bilangan
Cakupan Bahasan
Contoh:
Pengertian-Pengertian Interval
Bilangan dalam interval 90 dan 110 adalah kumpulan bilangan yang bernilai antara 90 dan 110 termasuk 90 dan 110 itu sendiri (interval tertutup).
Operasi-Operasi Aritmatika Interval Sifat-Sifat Aritmatika Interval
*)
Lihat pula “Fungsi dan Grafik”
333
Suatu kumpulan dinyatakan dengan tanda kurung { }. Secara umum, suatu kumpulan kita nyatakan sebagai
Contoh S = {x : x ∈ R, 90 ≤ x ≤ 110}
S = {x : p( x)} menunjukkan kumpulan yang kita tinjau menunjukkan sembarang elemen dari S
334
menunjukkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menentukan apakah x benar merupakan elemen dari S atau tidak
p( x) = x ∈ R, 90 ≥ x ≤ 110 R adalah kumpulan dari semua bilangan nyata
335
336
56
1/31/2013
Secara umum, kumpulan bilangan nyata X dalam interval antara a dan b dengan a < b dan a maupun b terletak antara −∞ dan + ∞ kita tuliskan
Suatu interval X yang memiliki batas bawah (nilai minimum) x dan batas atas (nilai maksimum) x kita tuliskan
X = [ x, x ]
X = {x : x ∈ R, a ≤ x ≤ b, a, b ∈ R, − ∞ < a < b < +∞}
kita gunakan tanda kurung [ ] untuk mengakomodasi batas-batas interval.
Penulisan ini tentu agak merepotkan dalam melakukan operasioperasi interval Kita memerlukan cara penulisan yang lebih sederhana agar mudah melakukan operasi interval.
Dalam penjelasan selanjutnya kita akan menggambarkan interval pada garis sumbu nyata sebagai berikut
Dalam operasi interval, sesungguhnya kita akan berhubungan hanya dengan batas-batas interval.
(
Oleh karena itu kita akan menggunakan cara penulisan bilangan interval yang lebih sederhana, dengan hanya menyatakan batasbatas intervalnya.
0
) x
x
interval X batas bawah batas atas
337
338
Lebar Interval Degenerasi
Lebar suatu interval X adalah bilangan nyata Suatu interval mengalami degenerasi jika
w( X ) = x − x
x=x dan disebut degenerate interval; interval yang tidak mengalami degenerasi disebut nondegenerate.
Contoh:
X = [6, 15] Dengan pengertian ini maka suatu bilangan nyata bernilai tunggal dapat dikatakan merupakan keadaan khusus dari suatu interval. Atau sebaliknya suatu interval merupakan pernyataan umum (generalisasi) suatu bilangan nyata.
w( X ) = 15 − 6 = 9 (
0
) x
x w(X)
339
340
Kesamaan
Titik Tengah
Dua interval dikatakan sama jika dan hanya jika mempunyai batasbatas yang sama.
Titik tengah atau mid point suatu interval X adalah
m( X ) = ( x + x ) / 2
Jika X = [ x, x ] dan Y = [ y, y ]
Contoh:
maka X = Y
jika dan hanya jika x = y dan x = y
X = {4, 10} → titik tengah m( X ) = (4 + 10) / 2 = 7 Urutan Interval X dikatakan lebih kecil dari Y jika dan hanya jika batas maksimum X lebih kecil dari batas minimum Y, x < y
Radius Setengah dari lebar interval disebut sebagai radius interval
Contoh
w(X ) / 2
X = {6, 10} dan Y = {13, 18} → X < Y.
Contoh:
X = {4, 10} 0
→ radius interval X adalah w(X)/2 = (10−4)/2 = 3. 341
( x X
) x
( y
Y
) y
Dalam contoh ini juga w(X) < w(Y) 342
57
1/31/2013
Jarak
Nilai Absolut
Jarak antara dua interval didefinisikan sebagai maksimum dari selisih batas-batas keduanya
Nilai absolut suatu interval X didefinisikan sebagai maksimum dari absolut batas-batasnya
ρ( X , Y ) = max{| x − y | , | x − y |}
X = max{ x , x } Contoh
Contoh
X = {−8, 4}
X = {2,6}, Y = {8,18}
ρ( X , Y ) = max{| 2 − 8 |, | 6 − 18 |} = 12
X = max{ − 8 , 4 } = 8
Di sini
y−x
( x
0
| x − y |>| x − y |
y−x
) x
( y
) y Y
X 343
344
Irisan Simetri
Karena interval dapat dipandang sebagai kumpulan maka kita mengenal irisan interval.
Suatu interval X disebut simetris jika − x = x
Irisan antara interval X dan interval Y adalah Contoh: X = {−5, 5} (
X ∩ Y = [max{x, y}, min{x , y}] )
x
x
0 X
Contoh: X = {2, 9} dan Y = {6, 18} X
Interval simetris mengandung elemen bernilai 0. (
Tetapi tidak berarti mempunyai lebar 0. 0
Ia bukan degenerate interval.
) x
( y
x
X ∩ Y = [6, 9]
Y ) y
X ∩Y Irisan dua interval juga merupakan sebuah interval Irisan X dan Y kosong atau = Ø jika X < Y atau Y < X. 345
346
Inklusi Gabungan
Interval X berada di dalam interval Y jika dan hanya jika Gabungan antara interval X dan Y adalah
X ≤ Y dan w( X ) ≤ w(Y )
X ∪ Y = [min{ x, y}, maks{x,y}] X ∪ Y = [2, 18]
Contoh: X = [2, 9], Y = [6, 18] X ( 0
x
( y
atau
X ⊆ Y jika dan hanya jika y ≤ x dan x ≤ y Contoh: a). X = {5, 12} dan Y = {4, 16} → X ⊆ Y Y
Y ) x
) y
( (x y
0
X ∪Y
) x
) y
X
Jika irisan dari X dan Y tidak kosong maka gabungan keduanya juga merupakan sebuah interval.
b). X ={−5, 2} dan Y = {−7, 7} ( y
Akan tetapi jika irisan antara keduanya kosong maka gabungan dua interval itu tidak merupakan sebuah interval karena sesungguhnya gabungan itu akan terdiri dari dua interval yang berbeda.
(
x
0
) x
) y
X 347
Y
348
58
1/31/2013
2. Operasi-Operasi Aritmatika
Penjumlahan Misalkan X dan Y adalah dua interval. Jumlah dari X dan Y didefinisikan sebagai
Kita dapat membedakan interval dalam tiga katagori, yaitu:
X + Y = {x + y : x ∈ X , y ∈ Y }
Interval yang seluruh elemennya bernilai positif, yang kita sebut interval positif.
Elemen dari jumlah interval adalah jumlah elemen masing-masing interval
Interval yang seluruh elemennya bernilai negatif, yang kita sebut interval negatif.
Oleh karena itu maka batas bawah dari hasil penjumlahan adalah jumlah dari batas bawah, dan batas atas dari hasil penjumlahan adalah jumlah dari batas atas
Interval yang mengandung elemen bernilai negatif maupun positif termasuk nol.
Dengan demikian maka penjumlahan dua interval hanya melibatkan batas-batas interval saja.
Degenerasi interval positif membentuk bilangan positif, degenerasi interval negatif membentuk bilangan negatif, sedangkan degenerasi interval yang mengandung nol bisa membentuk bilangan negatif, atau positif, atau nol.
X + Y = [ x + y, x + y ]
349
Jika X = [ x, x ] dan Y = [ y, y ] , maka
350
Contoh: X = {2, 6} dan Y = {9, 14}
→ X + Y = [2+9, 6+14]=[11, 20]
X + Y = [ x + y, x + y ]
Penjumlahan dua interval selalu dapat dilakukan.
Jumlah interval juga merupakan interval. Y
X ( 0
x
Jika kedua interval yang dijumlahkan itu degenerate maka kita mendapatkan penjumlahan yang biasa kita lakukan dengan bilangan biasa.
) x
( y
) y
(
)
Perbedaan penjumlahan dan gabungan
x+ y
X ∪Y = [2, 6]
Contoh: X = [2, 4], Y = [3, 6]
x+y
X+Y
X +Y = [5, 10]
X ∪Y
X
Penjumlahan berbeda dengan penggabungan. Penggabungan dua interval tidak selalu menghasilkan suatu interval.
tidak merupakan sebuah interval karena X < Y.
X dan Y adalah dua
0
Y ) z
( ( ) ( ) x y x z y
interval yang terpisah.
X +Y
X ∪Y 351
Negatif Suatu Interval. Negatif dari suatu interval didefinisikan sebagai
352
Contoh: a). X = [2, 6] → −X = [−6, −2]
− X = {− x, x ∈ X }
( −x
yang dapat kita tuliskan
)
−x
( 0
−X
− X = −[ x, x ] = [− x , − x]
) x
x X
b). X = [−2, 6] → −X = [−6, 2]
( −x
(
)
−x −X
0
( −x
) x
x X
(
x
) 0 −x
−X
X
) x
Batas atas −X adalah − x Batas bawah −X adalah x
353
354
59
1/31/2013
Perkalian Interval
Pengurangan
Perkalian dua interval X dan Y didefinisikan sebagai
Dengan pengertian negatif interval tersebut di atas maka pengurangan interval X oleh interval Y menjadi penjumlahan interval X dengan negatif interval Y
X ⋅ Y = {xy : x ∈ X , y ∈ Y }
X − Y = [ x, x ] − [ y, y ] = [ x − y, x − y]
yang dapat dituliskan
X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y, x y, x y} Contoh: X = [2, 6] dan Y = [7, 12]
→ X − Y = [2, 6] − [7, 12] = [2− 12, 6 − 7] = [−10, −1] X ( ( −y
) −y
0 X−Y
x− y
(
)
)( x y
x
Dalam formulasi ini diperlukan empat kali perkalian batas masing-masing interval untuk menentukan batas bawah maupaun batas atas dari interval hasil kali.
Y ) y
Namun pekerjaan akan sedikit sedikit menjadi ringan jika kita memperhatikan posisi elemen masing-masing interval pada sumbu bilangan nyata
x−y
Dalam contoh ini X < Y dan hasil pengurangan X − Y merupakan interval negatif. 355
Pada interval X selalu dipenuhi relasi x ≤ x maka dengan memperhatikan posisi x kita akan mengetahui posisi x
Karena ada tiga katagori interval, maka ada sembilan kemungkinan perkalian interval, yaitu:
jika x ≥ 0 maka x ≥ 0 jika x ≤ 0 maka
356
x ≥ 0 atau x ≤ 0
interval positif kali interval positif interval mengandung nol kali interval positif dan sebaliknya interval negatif kali interval positif dan sebaliknya
Demikian juga pada interval Y jika y ≥ 0 maka y ≥ 0 jika y ≤ 0 maka
interval negatif kali interval mengandung nol dan sebaliknya
y ≥ 0 atau y ≤ 0
interval negatif kali interval negatif perkalian dua interval yang keduanya mengandung nol
357
X
Sembilan situasi yang mungkin terjadi adalah:
X 1).
( 0 x
) x
( y
X 2).
( x 0
) x
( y
X 3).
4).
( x
) ( x 0 y
X ( x
) x
( y 0
Y
Y
Y
Y
) y
) y
358
( x
5).
Y ) x
x ≥ 0 dan y ≥ 0
( y
Y
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ] 6).
( y
7).
(
x ≤ 0 dan y ≤ 0
) y 0
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
X ) ( y 0 x
x ≥ 0 dan y ≤ 0
) x
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
x < 0 < x dan y ≥ 0
Y
Z = X ⋅Y = [x y, x y]
x ≤ 0 dan y ≥ 0
) y
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
) y
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
X ) ( 0 y x
y
Y ( y
8).
x ≤ 0 dan y < 0 < y ( y
( x
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
) x
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
X ) ( y x 0
Y 9).
x ≥ 0 dan y < 0 < y
) x
x < 0 < x dan y ≤ 0
x < 0 < x dan y < 0 < y
X ) 0 y
) x
Z = X ⋅Y = [ min{ x y , x y}, maks{ x y , x y}] 360
359
60
1/31/2013
Contoh dan Penjelasan
Contoh dan Penjelasan
X ( 0 x
1).
) x
Y
( y
X = [1, 3]
X
x ≥ 0 dan y ≥ 0
) y
2).
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Y = [4, 6]
( x 0
) x
Y
( y
X = [−1, + 2]
X ⋅Y = [4, 18]
x < 0 < x dan y ≥ 0
) y
Z = X ⋅ Y = [x y , x y]
Y = [4, 8]
X ⋅Y = [−8, + 16] Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y} Perkalian dua interval positif akan menghasilkan interval positif. Batas atas interval hasilkali adalah hasilkali kedua batas atas sedang batas bawahnya adalah hasil kali kedua batas bawah.
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y}
Salah satu interval mengandung nol dan memiliki batas bawah negatif. Oleh karena itu batas bawah interval hasilkali adalah batas bawah interval yang mengandung nol dan batas atas interval yang lain (yang positif).
Jika kedua interval degenerate, maka kita mempunyai perkalian bilangan biasa: perkalian dua bilangan positif yang memberikan hasil bilangan positif.
Batas atas interval hasilkali adalah hasil kali dari kedua batas atas karena kedua batas atas tersebut positif. 361
Contoh dan Penjelasan
Contoh dan Penjelasan
X 3).
( x
Y
) ( x 0 y
X = [−3, − 1]
362
x ≤ 0 dan y ≥ 0
) y
4).
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
X ( x
) x
X = [−4, − 2]
Y = [1, 4]
X ⋅Y = [−12, − 1] Nilai terkecil yang bisa dicapai
Y
) y
x ≤ 0 dan y < 0 < y Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Y = [−1, 3]
X ⋅Y = [ −12, + 4]
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y}
( y 0
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y} Salah satu interval adalah interval negatif sedangkan interval yang lain mengandung nol. Batas bawah interval hasilkali adalah hasil kali batas bawah interval negatif dan batas atas (positif) interval yang mengandung nol.
Karena salah satu interval adalah interval negatif dan yang lain interval positif, maka batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas atas interval positif. Batas atasnya adalah kasilkali batas atas interval negatif dan batas bawah interval positif
Batas atasnya adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas bawah (yang bernilai negatif) dari interval yang mengandung nol. 363
Contoh dan Penjelasan X ( ) ( 5). x y x
X = [−7, − 5]
364
Contoh dan Penjelasan Y
Y
x ≤ 0 dan y ≤ 0
) y 0
6).
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y]
Y = [ −4, − 1] X ⋅Y = [5, 28]
Nilai terkecil yang bisa dicapai
( y
X ) ( y 0 x
X = [1, 4]
) x
Y = [−3, − 1] X ⋅Y = [−12, − 1]
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y}
x ≥ 0 dan y ≤ 0 Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y}
Karena salah satu interval adalah interval negatif dan yang lain interval positif, maka batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas atas interval positif.
Kedua interval adalah interval negatif. Batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali kedua batas atas. Batas bawah interval hasilkali adalah hasilkali kedua batas bawah.
Batas atasnya adalah kasilkali batas atas interval negatif dan batas bawah interval positif 365
366
61
1/31/2013
Contoh dan Penjelasan
Contoh dan Penjelasan
Y 7).
(
y
X ) ( 0 y x
X = [2, 5]
Y
x ≥ 0 dan y < 0 < y
) x
8).
Z = X ⋅ Y = [ x y, xy ]
Y = [−3, 1]
( y
X )( y x 0
X = [−1, 3]
X ⋅Y = [−15, 5] Nilai terkecil yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{x y , x y , x y, x y}, maks { x y , x y , x y , x y}
Z = X ⋅ Y = [ x y, x y ]
Y = [ −5, − 2] X ⋅Y = [−15, 5]
Nilai terbesar yang bisa dicapai
x < 0 < x dan y ≤ 0
) x
Nilai terkecil yang bisa dicapai
Nilai terbesar yang bisa dicapai
Formula umum: X ⋅ Y = [min{ x y , x y , x y , x y }, maks { x y , x y , x y , x y }
Salah satu interval mengandung nol dan memiliki batas bawah negatif. Oleh karena itu batas bawah interval hasilkali adalah batas bawah interval yang mengandung nol dan batas atas interval yang lain (yang positif).
Salah satu interval adalah interval negatif sedangkan interval yang lain mengandung nol. Batas bawah interval hasilkali adalah hasil kali batas bawah interval negatif dan batas atas (positif) interval yang mengandung nol.
Batas atas interval hasilkali adalah hasil kali dari kedua batas atas karena kedua batas atas tersebut positif.
Batas atasnya adalah hasilkali batas bawah interval negatif dan batas bawah (yang bernilai negatif) dari interval yang mengandung nol. 367
Contoh dan Penjelasan Y 9).
( y
Kebalikan Interval
X = [−2, 5]
x < 0 < x dan y < 0 < y
X ) x
) 0 y
( x
368
Z = X ⋅Y = [ min{ x y , x y}, maks{ x y , x y}]
Y = [−4, 1]
1 = {1 / x : x ∈ X } X Dengan memperhatikan batas atas dan batas bawahnya, maka
X ⋅Y = [min{−2,−20}, maks{5, 8}] = [ −20, 8]
1 = [1 / x , 1 / x] X
Kedua interval mengandung nol. Pada formulasi umum
X ⋅ Y = [min{x y, x y , x y, x y}, maks {x y, x y , x y , x y} Akan bernilai negatif sehingga tak mungkin menjadi batas maksimum
Apabila X adalah satu interval yang tidak mengandung 0, kebalikan dari X didefinisikan sebagai
Contoh: X = [2, 10] → 1/X = [0.1, 0.5]
Akan bernilai positif sehingga tak mungkin menjadi batas minimum
Jika ditinjau keadaan umum dimana interval X mengandung 0, kebalikan dari X akan terdiri dari dua interval terpisah satu sama lain. Keadaan demikian ini belum akan kita lihat.
369
3. Sifat-Sifat Aritmatika Interval
Pembagian Interval Pembagian interval X oleh interval Y adalah perkalian antara X dengan kebalikan Y.
Jika interval-interval mengalami degenerasi, maka operasioperasi aritmatika interval berubah menjadi aritmatika bilangan biasa yang sudah kita kenal.
X 1 = X ⋅ = [ x, x ] ⋅ [1 / x , 1 / x] Y Y Contoh:
370
Kita boleh mengharap bahwa sifat-sifat aritmatika bilangan biasa yang kita kenal, muncul juga dalam aritmatika interval. Ternyata memang demikian.
X = [4, 10], Y = [2, 10]
→ X/Y = [4, 10] [0.1, 0.5] = [0.4, 5]
Akan tetapi muncul juga perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok.
371
372
62
1/31/2013
Operasi penjumlahan dan perkalian interval telah didefinisikan sebagai
Nol dan Satu adalah interval yang mengalami degenerasi:
X + Y = {x + y : x ∈ X , y ∈ Y }
yang dituliskan sebagai 0 dan 1
[0, 0] dan [1, 1]
Jadi X + 0 = 0 + X
dan 1·X = X·1
X ⋅ Y = {xy : x ∈ X , y ∈ Y } Perbedaan menyolok dengan aritmatika biasa adalah bahwa dalam aritmatika interval:
Penjumlahan bersifat asosiatif dan perkalian bersifat komutatif.
X + (Y + Z ) = ( X + Y ) + Z ; X (YZ ) = ( XY ) Z ;
X−X≠0
X +Y = Y + X
dan
X/X≠1
jika w(X) > 0
X − X = [ x − x , x − x] = w( X )[−1, 1]
XY = YX
X / X = [ x / x , x / x] jika X > 0 X / X = [ x / x, x / x ] jika X < 0
373
374
Sifat distributif dalam aritmatika interval adalah: X (Y + Z) = XY + XZ Sifat distributif ini tetap berlaku dalam kasus-kasus khusus berikut:
Kuliah Terbuka
1) Jika Y dan Z adalah interval simetris;
Pilihan Topik Matematika
2) Jika YZ > 0 Namun sifat distributif tidak senantiasa berlaku:
Sudaryatno Sudirham
[0, 1] (1-1) = 0 tetapi [0, 1] − [0, 1] = [−1, 1]
375
376
63