PISTOS MICA (P) 009/09/2011
Mei-Juli 2012
PISTOS
*Untuk Kalangan Sendiri
Sepatah KataKata Sepatah
Salah satu gimmick yang datang bersamaan dengan pengertian iman Kristen yang di-impor dari Barat adalah pengertian bahwa iman atau agama adalah sesuatu yang private, yang tidak perlu diketahui oleh orang lain dan tidak perlu mempengaruhi orang lain. Hal ini juga bahkan meracuni hidup persekutuan di antara orang-orang beriman sehingga hidup dan pertumbuhan rohani kita menjadi sesuatu yang private dan bukan urusan orang lain. Benarkah demikian pengertian yang Alkitabiah mengenai iman Kristen?
Utama 2 Artikel "Hidup Berkomunitas di Tengah Masyarakat Individualis"
4
Rekomendasi Buku
"Sacred Companions" and "Life Together"
5 "I Have a Dream" 8 NGM, Workshop IGCF, dan Kongres FES IM 2012 Liputan
Contents Contents 12 Perintisan Pelayanan Perintisan dala m F ESIM (Pioneering) 14
Refleksi Pelayanan
Refleksi NUS, NTU, SIM ISCF
18 Surat Doa Staff
Interview 20 Alumni Arief Adhitya
22 Laporan Keuangan FESIM Jan-Mar 2012 Laporan Keuangan
23 26
Buletin Doa
"The Battles Today"
Pokok Doa NUS, NTU, SP, SIM ISCF, KM UPG dan Tim Staff
Artikel
Hidup Berkomunitas di Tengah Masyarakat Individualis
“The Kingdom is to be in the midst of your enemies. And he who will not suffer this does not want to be of the Kingdom of Christ; he wants to be among friends, to sit among roses and lilies, not with the bad people but the devout people. O you blasphemers and betrayers of Christ! If Christ had done what you are doing who would ever have been spared?” -Martin Luther-
D
emikian tegasnya teguran yang diberikan Martin Luther bagi saudara-saudari seiman di jamannya yang senang berada di dalam zona nyaman, di tengah orang-orang percaya yang baik dan disukainya. Namun bukankah demikian yang seringkali kita temukan atau alami atau bahkan kita sendiri lakukan dalam kehidupan persekutuan kita. Yang satu berkelompok dengan orang-orang yang dianggap cocok dengannya dan, secara sadar atau tidak, berusaha menjauhi orang-orang yang dianggap kurang cocok. Jelas sekali terlihat bahwa kita perlu sekali lagi mendengar teguran keras yang diberikan oleh Martin Luther di atas.
Apakah yang menjadi konsep kita selama ini mengenai komunitas? Apakah kaitan iman Kristen dengan konsep komunitas yang kita mengerti? Christianity means community through Jesus Christ and in Jesus Christ. Demikian ulasan Dietrich Bonhoeffer dalam bukunya Life Together. Komunitas dalam iman Kristen bukanlah suatu pilihan, itu adalah konsekuensi langsung. Tidak ada seorang pun yang dibenarkan untuk memilih menjadi orang Kristen secara solitaire. Menjadi orang Kristen berarti menjadi bagian dari keluarga Kerajaan Allah. Terlebih lagi, Firman Tuhan dalam Surat Yohanes berkata bahwa “persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus” (1 Yohanes 1:3). Undangan untuk beriman kepada Kristus adalah undangan untuk masuk ke dalam persekutuan dengan Allah Tritunggal. Kita memang bukan Allah, dan tidak ada suatu relasi apa pun di dunia ini yang dapat dengan jelas menggambarkan keintiman dari persekutuan di dalam Allah Tritunggal. Alangkah indahnya hidup berbagian dalam persekutuan tersebut! Hidup Kristen adalah hidup sebagai komunitas melalui Kristus dan di dalam Kristus. Apakah
makna dari hidup sebagai komunitas melalui Kristus dan di dalam Kristus? Bonhoeffer dalam bukunya tersebut memberikan tiga definisi: 1. Orang Kristen memerlukan orang lain karena Yesus Kristus; 2. Seorang Kristen datang kepada orang lain hanya melalui Yesus Kristus; 3. Di dalam Yesus Kristus kita telah dipilih di dalam kekekalan, diterima di dalam waktu, dan dipersatukan untuk kekekalan. Pertama, seorang Kristen tidak lagi mencari keselamatan dan pembenaran di dalam dirinya sendiri, tetapi di dalam Yesus Kristus semata. Firman Allah di dalam Yesus Kristus yang menyatakannya bersalah sekalipun ketika dia sedang merasa tidak bersalah. Firman Allah di dalam Yesus Kristus yang menyatakannya benar sekalipun ketika dia sedang merasa tidak benar. Seorang Kristen tidak lagi hidup dari dirinya sendiri, berdasarkan klaim dan pembenaran diri sendiri; tetapi berdasarkan klaim dan pembenaran Allah dalam Firman-Nya. Dan Allah menaruh perkataan-Nya dalam mulut manusia agar dapat dikomunikasikan kepada manusia lain. Ketika kita merefleksikan hal ini dalam hidup persekutuan dengan saudarasaudari seiman, kita melihat bahwa kita dapat menemukan perkataan atau nasihat ilahi di dalam mulut manusia, yaitu dari kesaksian saudarasaudari seiman kita. Itu sebabnya seorang Kristen memerlukan orang Kristen lainnya, yang membawakan perkataan atau nasihat Allah bagi dirinya. Kita memerlukan satu sama lain terusmenerus ketika kita merasa goyah atau kecewa. Kita memerlukan saudara seiman kita untuk menyampaikan berita ‘sukacita dan keselamatan’ bagi jiwa kita yang sedang gelisah atau berduka. Kedua, seorang Kristen datang kepada orang lain hanya melalui Yesus Kristus. Konflik dalam hubungan antar manusia adalah hal yang lumrah
PISTOS PISTOS - Edisi - Edisi Mei-Juli Mei-Juli 2012 2012
2
Artikel terjadi. Dan “Dia (Kristus)-lah damai sejahtera kita” (Efesus 2:14). Di luar Kristus, ada perseteruan antara Allah dan manusia, manusia dan manusia. Kristus menjadi Mediator yang mendamaikan kita dengan Allah, dan mendamaikan antara manusia. Di luar Kristus kita tidak dapat mengenal Allah, kita tidak dapat berseru kepada-Nya, apalagi datang kepada-Nya. Sama seperti itu juga, di luar Kristus kita tidak dapat mengenal saudara seiman, dan kita tidak dapat datang kepada dia sebagai saudara. Kristus membuka jalan bagi kita kepada Allah dan kepada saudara seiman kita. Di dalam Kristus kita dapat hidup berdamai dengan satu sama lain, saling mengasihi satu sama lain, dan kita dapat menjadi satu tubuh. Tetapi hanya melalui Yesus Kristus semata. Dia adalah Mediator kita sampai selama-lamanya. Ketiga, ketika Anak Allah inkarnasi ke dalam dunia, Ia secara riil dan secara fisik, murni karena anugerah-Nya, mengambil keberadaan kita, natur kita dan diri kita. Ini adalah ketetapan kekal Allah Tritunggal. Maka sekarang dan seterusnya kita berada di dalam Dia. Kita adalah milik-Nya karena kita berada di dalam Dia –di dalam inkarnasi, kematian dan kebangkitan-Nya. Kita telah diterima dan tinggal di dalam Kristus bersama dengan seluruh Gereja Tuhan sebagai Tubuh Kristus, dan kita juga akan bersekutu di dalam Kristus dengan satu sama lain di dalam kekekalan. Kita yang bersekutu di dalam Kristus sekarang, suatu saat juga akan bersekutu bersama di dalam kekekalan. Kita akan bersatu di dalam kekekalan nanti, termasuk bersama dengan saudara seiman yang saat ini kita sering anggap kurang cocok.
3
Melalui Kristus, kita telah didamaikan dengan Allah. Di dalam Kristus, kita bersekutu dengan Allah Tritunggal dan dengan saudara-saudari seiman. Kata shalom di dalam bahasa Ibrani yang berarti ‘damai’, dipakai bukan hanya untuk menggambarkan keadaan di mana tidak ada perang, tetapi juga totalitas kesejahteraan. Di dalam Hukum Taurat, Shalom atau Salem dipakai untuk menggambarkan kondisi masyarakat yang memiliki damai sejahtera di dalam Tuhan sebagai buah dari suatu keutuhan masyarakat yang memelihara Hukum Taurat, bukan sebagai gabungan shalom dari masing-masing individu di dalam masyarakat tersebut. Tetapi shalom dalam hidup sebagai satu komunitas ini tentu
saja memiliki dampak di dalam shalom masingmasing pribadi di dalam komunitas tersebut. Hal ini nampaknya terbalik dari ajaran-ajaran Kristen modern, yang kerapkali mendahulukan shalom secara pribadi barulah shalom di dalam komunitas. Pertumbuhan rohani juga hampir selalu digambarkan sebagai pertumbuhan keluar; dari pertumbuhan masing-masing secara pribadi kemudian memancar keluar di dalam persekutuan, barulah dapat memancar keluar kepada orangorang di luar persekutuan. Manakah yang benar dari kedua penekanan ini? Keduanya tidak harus saling bertentangan satu sama lain; keduanya sama-sama penting. Dan sudah seharusnya kita memastikan bahwa kedua aspek ini ada di dalam komunitas atau persekutuan kita. Sudahkah kita mencari shalom bagi komunitas di mana kita berbagian? Sudahkah kita mengalami shalom itu secara pribadi dengan Tuhan ketika kita tidak sedang bersama-sama dengan orang lain? Pesan penutup, kesempatan bersekutu di dalam kesementaraan ini adalah anugerah Tuhan semata. Kita memang hidup di jaman dan lingkungan di mana tidak ada kekang bagi kita untuk bersekutu satu sama lain. Tetapi persekutuan itu tetap adalah suatu anugerah yang tidak ternilai bagi orang beriman. Apakah kemudahan untuk bersekutu ini sudah menyebabkan kita menganggap remeh anugerah kesempatan untuk bersekutu ini? Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuanpertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat. Ibrani 10:25 Bonhoeffer, D. (1954) Life Together: The Classic Exploration of Christian Community, Harper & Row Publishers, Inc., New York
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
Sacred Companions: The Gift of Spiritual Friendship & Direction
Rekomendasi Buku
David G. Benner
Paperback, 240 pages Published October 1st 2004 by IVP Books (first published March 31st 2002)
W
e need companions on our spiritual journey. The modern world has taught us to value autonomy and individualism. Our chuches often see spirituality as personal and private. But we cannot go long in our Christian pilgrimage before realizing that isolation leads to spiritual barrenness. We soon discover that our souls long for accompaniment, intimacy and spiritual friendship. As a result, many Christians today are rediscovering the ancient practice of spiritual direction. In this inviting guide, David G. Benner introduces readers to the riches of spiritual friendship and direction, explaining what they are and how they are practiced. Spiritual direction moves beyond mere moral lifestyle accountability and goes deeper than popular notions of mentoring or discipling. Through prayerful, guided attunement to God's activity, sacred companions provide care for the soul. If we are to experience significant spiritual formation and growth, our souls must be nurtured through spiritual companions. Benner, well-accustomed to God's work through relationships, models the kind of traveling companion who can move us toward deeper intimacy with God. (http://www.goodreads.com/book/show/545702.Sacred_Companions)
Life Together: The Classic Explor ation of Christian Community By: Dietrich Bonhoeffer HarperOne / 1978 / Paperback
A
fter his martyrdom at the hands of the Gestapo in 1945, Dietrich Bonhoeffer continued his witness in the hearts of Christians around the world. In his book Life Together we learn of Pastor Bonhoeffer's experience within Christian community. This story of a unique fellowship in an underground seminary during the Nazi years reads like one of Paul's letters. It gives practical advice on how life together in Christ can be sustained in families and groups. The role of personal prayer, worship in common, everyday work, and Christian service is treated in simple, almost biblical, words. Life Together serves as bread to all who are hungry for the real life of Christian fellowship. ( h t t p : / / w w w. c h r i s t i a n b o o k . c o m / l i f e - t o g e t h e r c l a s s i c - e x p l o rat i o n - c hr i s t i a n - c o mmu ni t y / d i e t r i c h bonhoeffer/9780060608521/pd/7153)
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
4
Artikel Visi
I Have a Dream Dr Isabelo Magalit
Dr Isabelo Magalit graduated from medical school but never got round to practising his medicine; he plunged straight into student work with IVCF Philippines. Soon, his leadership was recognised and he was appointed General Secretary in 1967. In 1972, he took over the responsibilities of Associate General Secretary for East Asia from Mr Chua Wee Hian. He served in this office for 10 years and in 1982, became the Pastor of the Diliman Bible Church. In June 1989, he became President of the Asian Theological Seminary.
"I have a dream....... I dream that from the student world of this nation will come a steady stream of men and women who love nothing more than they love Jesus and hate nothing more than they hate sin."
They must first know their GOD. Know Him not only with their heads but also in intimate daily experience. Know for certain that God is alive, and that He is the God who acts. He is not a dumb idol or the vain product of wishful thinking; He is the one so clearly at work in their lives that He is the only adequate explanation for why they are so peculiar, so different from the rest of the world. They are different because they know God personally.
Some of these men and women in my dream will be pastors, occupying the great evangelical pulpits of the cities. It has been said: like pastors, like people. The vigor of the Church, God’s people, is determined by the power that comes from the preached Word. Can we overemphasize the ministry of the Word? In the book of Acts, we are told the Apostles were relieved of the task of serving at tables so they could devote themselves to the Word. No wonder Luke described the expansion and growth of the early church in these words: and the Word of God grew and multiplied (Acts 12:24). For the churches to become towers of strength in the community and in the nation, great evangelical preachers are needed behind the pulpits. Consider the vigor of All Soul’s Church in London: much of it is derived from the ministry of its minister, the Rev. John Stott.
These people must not be hermits up in a monastery forever contemplating the divine mysteries. They are real men and women living in the middle of today’s hard realities: poverty, pain, injustice, inequality. “Matira ang matibay, mayaman ang mabilis.” It is in their daily situations, not just in a religious atmosphere, that they experience the reality of Jesus and are able to share Him with other men. They recognise the spirit of the times, they have insight into the peculiar opportunities of the day, and they share their good news of Christ in terms that are meaningful to their fellows, in terms that are easily understood.
But the pastors will not only be in the cities. They will also be in the barrios. People are not so sophisticated there; neither are they able to pay a city salary. But they need the ministry of the Word just as much, and they form the great bulk of our population: 7 out of every 10 Filipinos live in the barrios. How can able men be motivated to live and work in the backwoods? This is part of the dream: that men who love Jesus and His Word will count themselves as of no reputation. The communists are willing to spend a lifetime in the mountains; why should less be expected of the servants of God?
They know God and are alive to the times. Therefore, they are constantly engaged in a ministry of reconciling two enemies: selfish and
Whether for city pulpits or barrio congregations, ministers of the Word need to be well trained. So I dream of the finest theological seminary with the ablest scholarship committed to
M
en and women who know their God, who are alive to their times, and who are therefore able to serve the living God in their generation.
5
sinful creatures on one hand, and the holy God who loves them on the other.
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
evangelicalism. Evangelicalism means the gospel first and foremost, and it is our most precious possession. But there is a tendency to divorce scholarship from evangelicalism: those who seem most scholarly in theology no longer believe the Evangel, and those who preach the Gospel wholeheartedly often seem to ignore scholarship. So we have unbelieving theologians and unthinking evangelists. This dichotomy is a heresy. The foremost evangelist was the foremost theologian: the apostle Paul. John Calvin too was both an evangelist and a theologian. We must recover this balance between scholarship and devotion, for we cannot maintain the evangelical tradition for any length of time without careful work in theology. Where will the professors of such a seminary come from? Where are the future John Calvins and B.B. Warfields to come from? They will come from among you. And from generations of students after you. Our ablest men are needed not only in the pulpits and in the seminaries but also in the universities. That is where the leaders of our nation come from and that is where Christians need to be involved if they are really concerned for this nation. We must plant men into the university world as student evangelists, professors, heads of departments, trustees, presidents. Not that we expect to convert the whole university. Nor do we hope that education will make a man a Christian. There is no other way to God except through faith and repentance. However, we believe that a minority of Christians deeply involved in the university world can accomplish two things: first, evangelise today the leaders of tomorrow and secondly, help restore the ideal of university education - that of preparing men and women who can think for themselves, are able to choose life’s higher values, and are willing to put their learning at the service of their fellowmen. From the student world will also come the professionals - doctors and engineers, lawyers, businessmen and mass media men. Consider what it would mean to have a few committed Christians in the Philippines Medical Association: perhaps adequate medical service for the 60% of our people who today do not get to see a physician
Artikel Visi even at their deathbed? And if such doctors are not able to swing PMA in this direction, many of them should still find themselves in the barrios, in the mission clinics, in the outstations, where no one else is prepared to go. Dr. Han Suyin during her recent visit told of an 80 year old doctor in China who volunteered to serve in the remotest province. Why should Christians be willing to do less? I am pleased to say that some of our doctors are even now willing to do as much. But we need to do more. Again, think of the businessman. What good a few rich Christian businessmen can do! I recently had the privilege of addressing the Christian Businessmen’s Committee in Manila. We studied Paul’s first letter to Timothy and discovered that God gave us everything richly to enjoy. Therefore, it is not wrong to be rich. But the rich man’s real attitude to his wealth is shown by how much of his wealth he gives away and how little he spends on himself. It is not wrong to make a lot of money; it is wrong to spend a lot of it on ourselves. Oh how we need Christian businessmen. I dream too of Christians involved in the movie industry. First of all, they must produce evangelistic films of such quality that these can be shown in the CINERAMA theatre on Claro M. Recto. But not just evangelistic films; also films that promote the higher values of the community and the nation. Today’s “bomba” films will not necessarily be wiped out, but they will find stiff competition from such creative and truly Filipino productions. This is no idle dream Professor Timothy Yu of the Communications Department of the Hong Kong Baptist College says that they are seeking to accomplish exactly this two-fold aim: evangelism and social uplift - through infiltration of the secular film industry there. We need not just film makers but also journalists. We have very few Filipino writers who can communicate the Good News, and very few who can write literature for building up believers. While we are thankful for our Western brothers and their excellent productions, we must insist that the best literature for Filipinos has to be
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
6
Artikel Visi written by Filipinos. We need not only writers of Christian literature, but also Christian writers for the secular press. Reputedly, we have the freest press in the world. A cursory I comparison of our own newspaper with foreign ones will show that this is probably true. Our press is so free, our columnists freely expose each other’s corruption and lack of integrity. How corrupt is the press? I don’t really know - but a Free Press article by Kerima Polotan-Tuvera two years ago was an eye opener for me. What a challenge to Christian men and women who are loyal to Jesus and to the truth. My dream includes politicians and social reformers who meet around the Word of God, discussing the nation’s needs and planning to meet those needs through political and social action. Such men include justices, governors, congressmen, industrialists, barrio captains and social workers. This is not hopeless idealism: we have a prototype in the Clapham Sect of nineteenth-century, England. We have the example of a William Wilberforce, who with likeminded friends managed to abolish slavery and the slave trade, reform the prisons and establish primary education. Finally, my dream is to see countless Christian homes - places where love and justice are dressed in the flesh and blood of daily existence. Places where future citizens are educated, where young Christians are nurtured to maturity in the faith, where neighbours are evangelized by Christians who really care about them. How often we underestimate the Christian home. In this age of Women’s Lib and MAKIBAKA, how easy even for Christian women to think that managing a home is a second-class job, a form of slavery to the dominant male! But consider Susannah Wesley and what she meant for the eighteenth century Methodist Revival. Or count how many justices, university presidents, governors and other outstanding professionals came from the family of Jonathan Edwards. In both of these cases the mothers were the main influence.
7
Pastors,
theologians,
university
professors,
professionals, media men, politicians, Christian families - whose highest loyality is to Jesus and His Gospel. With such people in God’s Church, we should be able to support and send missionaries to Asia, to the Moslem World, to French Africa, to Latin America, and even to the post-Christian West. In the Singapore Evangelism Congress two years ago, Petrus Octavianus of Indonesia traced the movement of the center of the missionary entreprise from Jerusalem to Europe to America. Then he said that tomorrow’s focus is Asia. From Asia will come the next wave of overseas missionaries. Is Mr. Octavianus just dreaming? I share his dream. It is a big vision. Do we have the time? I don’t know. The communists may take over this country before we really have had a chance. Again the Lord Jesus may come tomorrow or even tonight. We do not know, and we so live today, and tomorrow, and the next twenty years as if we have the time. Twenty years? 1990. It will take at least that long to see most of my dream come to fruition. I may not even be alive then. So am I willing to give the rest of my life for this dream? In 1964, when I graduated from the medical school, I said to God, “Yes, I’ll spend two or three years in student work.” That was seven years ago. Today I am prepared to invest a whole lifetime if it should please the Lord Jesus. Share my dream. Take your place in it. Stand up and be counted for Jesus. Give Him all you have got. He deserves it. Let Him be exalted above all (Philippians 2:6-11). Amen. “The Dream” was first articulated at the Philippines IVCF missionary convention in 1970. Student activism, which was the major factor in the declaration of Martial Law in 1972, was then at its heights. In February 1989, about 20 years after the dream was being shared, the editor, interviewed the ‘’Dreamer’’ and spoke with him on the vital subject of ‘’Vision and Continuity”. VISION AND CONTINUITY ©1989 by International Fellowship of Evangelical Students. All rights reserved
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
Liputan
Liputan NGM IGCF
"Friendship in Individualistic World"
Lisman Komaladi, Jumat, 17 Februari 2012 NGM ISCF bulan Februari 2012 membahas kita juga companion in our journey. Seorang yang Friendship in The Individualistic World. Hidup di menghadirkan kenyamanan dengan memberi perkotaan membiasakan kita hidup independen ruang untuk hidup berbagi dengan orang lain, dan kurang berinteraksi dengan orang lain. hal ini lebih berharga daripada menyediakan Pembahasan dimulai dengan pertanyaan “Any uang, saran dan bantuan. Tidak hanya itu sahabat adjectives that come to mind when you hear the menarik orang lain dalam ruang hidupnya. word friend or friendship” dan “Most important quality you look for in a friend”. Ternyata caring, humor dan loyalty hanya jawaban minor, sebaliknya honesty dan trustworthy mencakup lebih dari 90 persen survey. Bahkan melalui survey kita sendiri tidak yakin sudah menjadi teman yang baik (98,8 persen). Disamping itu juga diangkat poin, teknologi telah merubah cara kita berinteraksi dengan orang lain seperti keluarga dan rekan kerja, teknologi yang efisien membuat kita jarang menyediakan waktu untuk bertemu orang secara langsung. Apakah prinsip pertemanan yang sesuai dengan Alkitab? Bagaimana prinsip Alkitab membahas tema ini sesuai kehidupan abad 21? Adakah halhal yang dapat merusak persahabatan? Mulamula pembicara Lisman Komaladi mengutip Injil Yohanes 15:12-15 dan Amsal 17:17, 18:24, 27:56, Pengkotbah 4:9-12 juga beberapa ayat penting seperti Pengkotbah 14:20 dan 19:4. Dari ayat di atas kita belajar bagaimana seorang sahabat adalah orang yang kita percayai disekitar
Dua poin penting yang dijabarkan adalah pertama sahabat memberi ruang dengan sikap perhatian pada hidup orang lain dengan mengesampingkan kepentingan pribadi. Kedua, sahabat adalah orang yang berdialog, saling membangun melalui sharing pengalaman dan menghargai lawan bicara. Dialog yang sejati semacam ini adalah tanda God’s presence yang telah memampukan kita menjalin hubungan akrab dengan orang lain, saling mempercayai dan saling membangun sesuai dengan prinsip Firman Tuhan. Pembahasan ditutup dengan pertanyaan “Sudahkah kita menjadi sahabat yang baik bagi orang lain?”, “Sudahkah kita berusaha menjadi sahabat yang baik dengna menyediakan ruang, kehadiran dan dialog kepada orang lain?” terlebih lagi “Sudahkan kita berusaha menjadi sahabat bagi orang yang dianggap minoritas atau berbeda di tempat bekerja?” (Abed)
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
8
Liputan
Liputan NGM IGCF
Skepticism in Working World (Idealism vs Reality) Johanes Kurniawan, Friday, 23 March 2012 he speaker started the session by asking each Though there are many challenges in our work, graduate on why we work. He mentioned that there are few characters that are important to it is important to make careful priority especially hold, eg: integrity, honesty. The speaker gives us in choosing our job. It is common now that salary example from his own working experience. As a has become dominant factor in deciding which businessman working in furniture industry, there job we apply or choose. The speaker pointed are few challenges, like tax issue in Indonesia out that although salary is important, there are and getting wood from illegal lodging. And he many other factors to count in. The environment testified how by keeping his integrity in running we works will affect us greatly. He gave a real the business, God has made a way for him to solve those challenges. He reminded us to be ready to pay the price or sacrifice as we choose to keep our integrity in our work.
T
example that one of his friend has changed a lot after working so many years. Before, his friend is a cheerful, postive thinking man. Perhaps due to a lot of stress and office politics, now he has become more negative thinking and suspicious towards others.
9
Our job/work is part of our calling in Christ. As our work environment may affect us greatly, we may also influence our work environment. Without realizing, most of us actually share more personal things in our conversation with our colleagues, compared to our church friend. And that’s why we may become a good showcase for our faith to our colleagues.
He also reminded us to apply the Word of God in our daily life, and to make the Bible as our supreme standard in making decisions. Nobody is immune to the sin. And most of the time, we sinned more through compromise our integrity little by little without realizing. At the end of the sharing, he asked some graduates the challenges that they face in their working places. Some struggle with the working culture like overtime and pressure to achieve some targets. It has been a personal and great reminder for each of the graduate to again re-think on our priority in working and how we should keep our integrity. (Inneke)
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
Liputan
Workshop NGM
P
Catholicism & Its Relationship with Evangelicalism
ada hari Sabtu, 24 Maret 2012, IGCF NGM (New Graduate Ministry) mengadakan sebuah workshop yang bertema: Roman Catholicism & Its Relationship with Evangelicalism. Topik ini dirasa penting untuk dipelajari oleh umat Kristen Protestan sehingga dapat lebih mengenal persamaan dan perbedaan iman Katolik dan Protestan. Topik ini dibawakan oleh Chandra Wim yang saat ini sedang menempuh pendidikan di Trinity Theological College (TTC). Rupanya topik ini mengundang cukup banyak perhatian sehingga dihadiri oleh 28 orang, di mana 6 orang di antaranya adalah students. Workshop dimulai pukul 9.30 pagi dan diawali dengan penjelasan mengenai Cathechism of the Catholic Church (CCC) yang diakui sebagai Official Teaching dari agama Katolik. CCC ini selanjutnya akan digunakan sebagai referensi penjelasan dalam workshop ini. Persamaan antara iman Katolik dan Protestan dapat diringkas sebagai berikut: Katolik mengakui Allah sebagai Pencipta, sifat Tritunggal Allah, Alkitab sebagai Firman Allah, inkarnasi Yesus Kristus, karya keselamatan Kristus di kayu salib, keselamatan adalah anugerah Allah, keselamatan melalui iman dalam Yesus Kristus, kebangkitan Kristus, kenaikan dan kedatangan kembali Kristus, Kristus sebagai hakim dalam penghakiman terakhir, urgensi untuk membagikan Kabar baik, urgensi untuk berdoa, human dignity, sexual purity, kesucian pernikahan, dan keadilan sosial.
Perbedaan antara iman Katolik dan Protestan yang dibahas dalam workshop ini adalah mengenai Otoritas, Keselamatan, dan pandangan mengenai Gereja. Protestan Evangelical memegang prinsip “Sola Scriptura” di mana Alkitab yang diinspirasikan Allah adalah standar otoritas tertinggi dalam hal doktrin dan kehidupan Kristen. Sementara iman Katolik yang meskipun tidak menyangkal bahwa Alkitab adalah sumber
otoritas menyatakan bahwa Alkitab berdiri bersama dengan Traditions dan the Magisterium (teaching office of the church) yang merupakan tiga serangkai yang tak terpisahkan dan yang menjadi otoritas tertinggi bagi umat Katolik. Mengenai keselamatan, umat Evangelical Protestan mempercayai bahwa keselamatan oleh anugerah melalui iman yang adalah doktrin yang terpenting. Tetapi, gereja Katolik melihat bahwa keselamatan sebagai sebuah proses seumur hidup dan mempertahankan bahwa perbuatan baik itu diperlukan untuk keselamatan. Perbedaan terakhir yang dibahas di workshop ini adalah mengenai pandangan iman Katolik mengenai Gereja. Jika Evangelical Protestan memandang Gereja sebagai kumpulan orang percaya, tubuh Kristus, dan bait Roh Kudus, iman Katolik memandang bahwa Kristus dan Gereja bersamasama membentuk “the whole Christ” (Christus totus). Gereja adalah satu dengan Kristus. Berdasarkan pengertian itulah, maka Gereja Katolik dapat menawarkan keselamatan melalui pembaptisan ke dalam Gereja (diselamatkan ketika dibaptis). Berdasarkan pengertian itu jugalah maka Paus sebagai kepala Gereja tidak mungkin salah ketika berbicara mengenai iman dan moral dan masih banyak lagi implikasiimplikasi yang disebabkan oleh pengertian ini. Secara keseluruhan sesi workshop kali ini sangat informatif dan memberikan pengertian yang jelas mengenai iman Katolik secara deskriptif. Reaksi dari para hadirin pun sangat antusias karena pertanyaan datang silih berganti, menunjukkan keinginan mereka untuk mengklarifikasi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin mereka punya selama ini. Semoga workshop dengan tema yang engaging seperti ini dapat diadakan terus oleh IGCF NGM ke depannya. Soli Deo Gloria. (Erlina)
PISTOS PISTOS - Edisi - Edisi Mei-Juli Mei-Juli 2012 2012
10
Liputan
Kongres FES IM 2012
K
ongres FES IM (Fellowship of Evangelical Student Indonesian Ministry) 2012 dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 17 Maret, di Dunmann Hall Basement Room 6, Orchard Road Presbyterian Church, yang dihadiri oleh para mahasiswa, alumni, staff dan anggota Council FESIM 2010/2012. Kongres kali ini menandakan beberapa transisi signifikan dalam pelayanan FES IM, di antaranya amandemen Anggaran Dasar
FES IM untuk mengadopsi Working Committee FES IM sebagai nama baru dari yang sebelumnya disebut Council FES IM, serta kepemimpinan baru oleh Badan Pengurus Harian Working Committee FESIM 2012/2014: Arief Adhitya sebagai ketua, Kristo Kuntadi sebagai sekretaris dan Yusita Kasdani sebagai bendahara. Kongres kali ini juga memaparkan beberapa highlights pelayanan FES IM periode 2010/2012. Dalam tim staff, Tuhan menyediakan dua staff baru, Ko Adrian (alumni NUS ISCF) dan Ko Darryl (alumni NTU ISCF), setelah Ci Melinda meneruskan pelayanannya di Indonesia. Tim staff FES IM sekarang dikomposisikan oleh “produk lokal FESIM”, yang mulai tahun ini mengangkat
11
Ko Michael sebagai Acting Head of Ministry. Dalam peran partnership dengan gereja-gereja lokal, yang merupakan salah satu fokus perhatian di Kongres sebelumnya, FESIM terus berusaha untuk terus membina hubungan baik dari segi organisasi maupun melalui para mahasiswa yang dilayani. Dari segi finansial, Tuhan terus menyatakan pemeliharaannya untuk kebutuhan pelayanan dan FES IM terus bekerja untuk membina sustainable relationship dengan para donor. Dalam pelayanan kampus, Tuhan mengizinkan kebangkitan pelayanan di NUS dan perintisan di Curtin, dan FES IM terus memikirkan dan berupaya untuk membuka kembali pelayanan di SMU. Kongres FES IM 2012 juga membahas empat topik utama untuk masa pelayanan 2012/2014, yakni sustainable support, pelayanan perintisan, pengadaan PKTB yang berkualitas, dan pelayanan alumni. Dalam sambutannya, Arief menyatakan kesungguhannya untuk bekerja sama dengan tim staff dalam keempat poin tersebut, dan memohon dukungan dari seluruh keluarga besar FES IM untuk pelayanan ke depan. Puji syukur kepada Tuhan atas Kongres yang berlangsung dengan lancar selama kurang lebih 3 jam dari pukul 13.00, yang dipimpin oleh Indra Chandra, Sutayasa dan Rendi Ein. Mari kita bawa pelayanan FES IM dalam doa, terutama dalam masa-masa transisi ke tim kepengurusan yang baru di Working Committee FES IM 2012/2014.
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
S
Pelayanan Perintisan Dalam FESIM
alah satu topik diskusi yang diangkat di dalam kongres 2012 yang lalu adalah mengenai perintisan persekutuan mahasiswa Indonesia di kampus-kampus yang belum dilayani. Mungkin akan timbul pertanyaan, apakah menjadi tanggung jawab FESIM untuk memulai persekutuan mahasiswa Indonesia di setiap kampus di Singapura? Tentunya tidak. Pemikiran tentang perintisan di kampus yang dinilai mempunyai populasi mahasiswa Indonesia yang besar bukan dikarenakan untuk memperluas pelayanan FESIM semata, tetapi lebih digerakkan dengan keyakinan bahwa menjadi panggilan FESIM untuk memikirkan pertumbuhan spiritual para mahasiswa karena pelayanan FESIM yang memang secara khusus ditujukan untuk menjangkau para siswa dan mahasiswa. Apakah mungkin apabila pelayanan ini dikerjakan oleh organisasi lain atau gereja-gereja berbahasa Indonesia di Singapura? Tentunya mungkin. Oleh sebab itu, FESIM dalam keunikannya sebagai pelayanan interdenominasi harus menggumulkan kemana Tuhan memimpin pelayanan perintisan ini sehingga apa yang dikerjakan akan menjadi pelayanan yang membangun tubuh Kristus dan membangun Kerajaan Allah dan bukan memperluas pengaruh FESIM. Populasi siswa dan mahasiswa
Di tahun 2006 diperkirakan ada sekitar 8,000 siswa & mahasiswa di Singapura.1 Jumlah tersebut meningkat dan diperkirakan ada lebih dari 10,000 siswa dan mahasiswa di Singapura pada tahun 2009.2 Jumlah perbandingan siswa dan mahasiswa diperkirakan 2:1. Jumlah ini memang sulit untuk dipastikan karena tidak ada data statistik yang dapat ditemukan, namun jumlah tersebut dapat menjadi bahan pemikiran banyaknya masyarakat Indonesia yang mengenyam pendidikan di negeri Singapura dan tidak sedikit yang pada akhirnya 1 https://www.buyusa.gov/asianow/seducation.html 2 http://www.thejakartapost.com/ news/2009/03/25/indonesian-students-survival-studious.html
Perintisan
bekerja dan menetap di negeri ini. Sekalipun mungkin jumlah tersebut terkesan kecil dibandingkan populasi mahasiswa Indonesia secara keseluruhan, tetapi dengan mengingat mungkin hanya sekitar 12-15 juta pemuda Indonesia yang mempunyai kesempatan untuk mengecap studi perguruan tinggi 3 dan mungkin kurang dari 1% saja dari mereka yang bersekolah yang mempunyai kesempatan untuk belajar di luar negeri,4 jumlah siswa dan mahasiswa Indonesia yang berada di Singapura tidak dapat diabaikan. Jikalau perhatian dipusatkan pada populasi mahasiswa Indonesia di Singapura maka dapat diperkirakan sekitar 4,000 lebih mahasiwa ada di negeri ini. Para mahasiswa tersebut tersebar bukan hanya di universitas negeri tetapi semakin meningkat dalam universitas swasta yang jumlahnya terus bertambah mengingat Singapura 3 http://www.pihf.org/index. php?option=com_content&view=article&id=92&Ite mid=83. Angka yang lebih tepat mungkin dapat didapatkan dari BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia. 4 http://www.thejakartapost.com/ news/2010/08/10/aussie-us-uk-ands%E2%80%99pore-top-choices-overseas-study.html. Jumlah tersebut mencerminkan jumlah masyarakat Indonesia yang mengecap pendidikan di berbagai tingkat, termasuk yang mengambil studi bahasa.
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
12
Perintisan yang bercita-cita untuk menjadi Education hub di Asia Tenggara.5 Para mahasiswa yang mengambil berbagai program baik dari diploma sampai doktoral. Dengan memperhatikan beberapa fakta diatas, dapat direnungkan bahwa para mahasiswa yang mengambil studi di Singapura adalah bagian dari masyarakat Indonesia yang mempunyai potensi yang besar untuk membangun masyarakat.
Tantangan dalam Perintisan Seperti yang sempat dibahas di dalam kongres, ada dua hal yang menjadi tantangan utama di dalam pelayanan ini yaitu berkenaan dengan kondisi mahasiswa yang dilayani dan kebutuhan logistik yang diperlukan. Selain sulitnya menemukan mahasiswa yang mempunyai kerinduan untuk memiliki persekutuan di kampus, jadwal kuliah yang tidak sama untuk jurusan yang berbeda menjadi salah satu faktor yang dapat menghambat pelayanan di kampus. Lebih jauh lagi, ada banyak mahasiswa yang hanya kuliah 1 tahun untuk mendapatkan gelar diploma lalu melanjutkan di luar Singapura dan ada banyak mahasiswa juga yang hanya kuliah 2 tahun untuk mendapatkan gelar Sarjana. Dalam kurun waktu yang demikian singkat, rasanya metode pelayanan seperti persekutuan mingguan dan KTB untuk pembinaan mahasiswa yang sejauh ini diterapkan perlu dimodifikasi. Tentunya tantangan yang ada akan berbeda untuk kampus yang berlainan dan 5 http://www.singaporeedu.gov.sg/htm/abo/ abo01.htm
13
tantangan lain pula akan dihadapi mahasiswa dalam program master atau doktoral. Pelayanan FESIM saat ini lebih diarahkan untuk mencoba memulai persekutuan mahasiswa bagi mahasiswa yang mengambil program diploma/sarjana dalam universitas swasta dimana diperkirakan terdapat jumlah mahasiswa Indonesia yang cukup signifikan. Berkenaan dengan kebutuhan logistik di dalam perintisan tersebut, ada dua hal yang dapat dipikirkan yang berkaitan dengan tempat dan kebutuhan pelayan. Sebagai persekutuan yang belum diakui oleh pihak sekolah, pengadaan persekutuan di kampus perintisan tidak dapat dilakukan di dalam kampus. Selain itu, untuk mengadakan persekutuan dalam bentuk apapun, diperlukan orang-orang yang dapat melayani untuk mempersiapkan persekutuan setidaknya sebagai pemandu pujian sedangkan belum tentu paramahasiswa dalam institusi ini belum memiliki pengalaman yang sejenis ditambah dengan keunikan pelayanan FESIM yang interdenominasional dan mengandalkan inisiatif mahasiswa. Peran Mahasiswa Dalam kongres yang lalu, ada beberapa ide yang muncul berkaitan dengan pelayanan ini. Salah satunya berkenaan dengan peranan mahasiswa di dalam perintisan persekutuan baru. Selain kelebihan para mahasiswa yang dapat berkomunikasi lebih baik dengan sesama mahasiswa di kampus yang lain karena pergumulan yang mirip, para mahasiswa yang sudah dibina melalui pelayanan FESIM dapat menjadi teladan dan menggerakkan para mahasiswa di kampus perintisan untuk memulai persekutuan di kampusnya. Hal ini memang seturut dengan keunikan pelayanan FESIM yang mengutamakan inisiatif mahasiswa. Ide tersebut perlu digarap dan dipikirkan lebih jauh, namun apakah mungkin untuk dikerjakan? Perintisan yang saat ini dilakukan di universitas Curtin menunjukkan hal tersebut sangat mungkin. Selain respon yang positif dari beberapa mahasiswa Curtin untuk memulai
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
persekutuan, ada setidaknya dua mahasiswa yang turut mendukung langsung pelayanan ini yakni Nicolas Kevin dan Christabella Kadim dari NUS dan seorang alumni SIM, David Lo. Mereka berperan besar khususnya di dalam relasi mereka dengan mahasiswa Curtin dan persiapan logistik yang diperlukan semenjak dimulainya persekutuan ini di bulan September yang lalu. Sekalipun jumlah yang masih sedikit, sekitar 3-8 mahasiswa, persekutuan ini telah mengadakan retret yang sederhana di bulan April yang lalu. Dalam kesibukan mereka sebagai mahasiswa dan tentunya juga sebagai bagian dari persekutuan di kampusnya masing-masing, mereka menyisihkan waktu mereka untuk pelayanan ini. Apa alasan
mereka tentunya harus ditanyakan kepada mereka secara pribadi, namun Tuhan telah memakai mereka untuk memulai persekutuan di Curtin dan pelayanan mereka menunjukkan strategisnya peran mahasiswa dalam pelayanan perintisan. Pekerjaan perintisan belum selesai dan masih banyak yang dapat dikerjakan. Kiranya beban pelayanan ini tidak hanya dimiliki oleh sekelompok kecil saja tetapi akan semakin banyak yang mendukung baik dalam doa, daya dan dana. Soli Deo Gloria VictorWibowo Staf Pelayanan Perintisan
NUS ISCF
M
elihat kembali ke perjalanan NUS-ISCF tiga bulan ke belakang, saya melihat sebuah perjalanan yang tidak mudah. Kami menyadari banyak kesalahan yang kami lakukan seperti kurangnya perenungan dalam pengambilan keputusan, kurangnya kesungguhan dalam melayani, dan terutama kurangnya disiplin dalam waktu. Namun syukur kepada Tuhan kami masih diberi kesempatan untuk melayani
Refleksi
serta mensyukuri banyak hal lainnya seperti meningkatnya kebersamaan di antara anggota ISCF, berkat pengetahuan melalui PU Kapita Selekta, dan terutama meningkatnya kesadaran di antara anggota ISCF untuk menjadi murid-murid Kristus yang nyata melalui kehidupan sehari-hari yang dapat dinyatakan melalui tindakan kasih secara tulus kepada orang lain.
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
14
Refleksi Persekutuan Umum (PU) HUT yang diadakan awal Februari yang lalu kami mencoba memperdalam pengenalan tentang ISCF, meningkatkan rasa kebersamaan di antara anggota ISCF, dan juga mengenali masalah-masalah yang ada dalam ISCF untuk kemudian diperbaiki. Dari sini saya belajar betapa pentingnya untuk mengenali masalah yang ada dan sungguh-sungguh berusaha untuk menyelesaikannya. Dari salah satu PU, saya juga belajar mengenai kuasa doa dan juga tanggung jawab seorang yang berdoa, yaitu untuk siap menjadi alat Tuhan dalam mewujudkan apa yang dinyatakan melalui doa tersebut. Doa adalah hal yang mungkin terlihat kecil yang perlu kita lakukan, namun itu juga merupakan sebuah komponen penting yang tak terpisahkan dari hidup seorang Kristen yang tidak boleh kita lupakan atau anggap remeh. Melalui salah satu Persekutuan Doa yang kami alokasikan untuk mendoakan anggota ISCF agar dapat mendukung berlangsungnya kamp ISCF, kami tertegur bahwa dalam sebuah komunitas Kristen yang sejati, kasih tidak ditunjukkan hanya melalui acara-acara khusus, melainkan menjadi satu hal yang terintegrasi dalam hidup seharihari.
Mengingat dasar pelayanan selama setahun ini, yaitu untuk pemuridan melalui KTB, penginjilan ke teman yang belum percaya, dan persekutuan yang bersatu dalam kasih, selama tiga bulan ke belakang saya melihat usaha yang nyata dalam menjalani dasar pelayanan itu, terutama penginjilan ke teman yang belum percaya. Melalui pertemuan doa mingguan yang dihadiri beberapa anggota ISCF, kami mulai mencoba untuk lebih aktif dalam mengabarkan injil melalui tindakan kasih yang tulus kepada teman-teman terdekat kami. Dari situ kami juga belajar untuk saling menguatkan dan mendukung dalam hal pekabaran injil. Dasar-dasar pelayanan itu juga diperkuat melalui kamp ISCF yang rencananya akan diadakan 7-12 Mei yang memiliki tema “Christ-like community”. Persiapan kamp ISCF yang tidak mudah mengingatkan kami semua untuk tidak main-main dalam pelayanan, dan dalam prosesnya kami juga belajar bahwa untuk hidup berintegritas kami perlu mengorbankan beberapa hal, contohnya kemudahan dan fleksibilitas dalam perencanaan. Sebagai exco, saya melihat beban kerja yang meningkat dalam pelayanan selama tiga bulan terakhir seiring meningkatnya juga beban pelajaran di NUS. Melalui berbagai masalah dan konflik yang terjadi, saya diingatkan kembali bahwa pelayanan ini tidak mungkin dilakukan tanpa mengandalkan Tuhan, yang empunya seluruh pelayanan ini. Syukur pada Tuhan atas penyertaan-Nya dalam pelayanan NUS-ISCF khususnya selama tiga bulan terakhir. Akhir kata, saya meminta dukungan doa untuk seluruh pelayanan mahasiswa di Singapura, agar jangan sampai pada akhirnya kita mendapati kita ternyata tidak melayani Tuhan, tetapi diri masingmasing. Soli Deo Gloria. (Aldrian Obaja)
15
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
NTU ISCF
Refleksi
dengan yang lain dan turut mendukung dalam pekerjaan pelayanan di manapun mereka berada.
D
alam beberapa bulan terakhir, selain persekutuan umum dan persekutuan doa, persekutuan NTU ISCF banyak mengadakan acara-acara non-rutin, seperti workshop, worship training, bible study, dan acara makan malam bersama. Workshop dan bible study memberi fasilitas untuk anggota bisa belajar firman Tuhan lebih dalam, melalui topik-topik khusus yang telah dipersiapkan oleh panitia. Worship training kami adakan sebagai follow-up kami untuk feedback dari beberapa anggota di mana suasana ibadah dalam persekutuan umum terasa kurang khidmat. Kami juga berharap ikatan antar anggota NTUISCF bisa semakin dieratkan dengan adanya acara masak-masak dan makan malam bersama. Selain tujuan spesifik yang telah disebutkan, kami berharap acara-acara ini juga membawa suasana baru bagi para anggota dan juga bisa menarik anggota yang lebih jarang datang ke persekutuan NTU-ISCF.
Memasuki tahap akhir komite NTU-ISCF periode 2011-2012, para exco sedang sibuk mempersiapkan pertanggungjawaban mereka untuk AGM NTU ISCF yang diadakan pada tanggal 5 Mei mendatang. Suka dan duka sudah kami lalui setelah kurang lebih 8 bulan melayani di persekutuan NTU ISCF. Di luar segala kesibukan kami dalam pelayanan, yang kami harapkan hanyalah agar pelayanan kami bisa menjadi persembahan yang harum dan menyenangkan hati Tuhan. Tantangan untuk komite periode selanjutnya sudah di depan mata, seperti: berkurangnya jumlah calon mahasiswa Indonesia yang masuk universitas di Singapura, berkurangnya jumlah calon pemimpin KTB, bertambah sulitnya mendapat tempat untuk mengadakan kegiatan persekutuan, dan lainnya. Namun, kami percaya bahwa segala tantangan akan bisa kami hadapi bersama Tuhan. Tuhan yang telah memimpin NTU ISCF selama belasan tahun ke belakang, Dialah juga yang terus memimpin persekutuan ini pada tahun-tahun yang akan datang. Kiranya persekutuan ini bisa membawa lebih banyak orang mengenal Tuhan dan kiranya anggota-anggota NTU ISCF bisa terus bertumbuh dan menjadi saksi Tuhan di lingkungan sekitar mereka. (Vincent Sebastian)
Selain acara-acara internal yang diadakan NTUISCF, sebagai salah satu bagian dari organisasi gabungan NTU-CF, para anggota juga diajak untuk datang ke acara bersama, seperti Campus Day of Prayer, CF-night dan AGM NTU-CF. Sayangnya, partisipasi anggota NTU-ISCF masih terasa sangat kurang untuk ikut acara-acara bersama ini. Sebagai bagian dari tubuh Kristus, kami bersama berharap supaya sesama orang percaya di kampus ini bisa lebih mengenal satu
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
16
Refleksi
SIM ISCF
September 2009 adalah kali pertama saya mengikuti SIM ISCF. Saya masih ingat jelas hari itu adalah acara welcome tea SIM ISCF, dan Ko Mike sebagai pembicara juga menyempatkan menjelaskan visi misi serta distinctive dari FESIM. Dalam benak saya saat itu, sama sekali tidak terbayang apa itu FESIM, apa arti visi misi FESIM, apalagi bayangan bahwa suatu saat saya lah yang akan menyampaikan kalimat-kalimat panjang tersebut. Namun itulah kenyataannya; dua tahun kemudian sayalah yang mempresentasikan distinctive serta visi misi FESIM dalam acara welcome tea SIM ISCF tahun 2011, sebagai ketua SIM ISCF.
Dan tak terasa dua tahun sudah saya diberi anugerah kesempatan melayani Tuhan melalui SIM ISCF; sebagai wakil ketua dan ketua. I used to think that serving God is about being blessings for others, doing works for God and others; but I learnt that serving God makes you blessed in so many ways. Saya mengikuti SIM ISCF tanpa ekspektasi banyak, saya mengira saya sudah tau banyak tentang Firman Tuhan melalui sekolah minggu dan gereja di Indonesia. Namun yang terjadi justru sebaliknya; di SIM ISCF lah saya belajar untuk bukan sekedar tahu Firman, tapi menjalankan Firman. Saya belajar untuk pergi ke persekutuan dan gereja bukan karena kebiasaan atau norma, tapi karena kerinduan. Saya belajar untuk mendahulukan Tuhan, dan saya menyaksikan bagaimana Tuhan turut campur dalam segala aspek hidup saya, dalam studi saya, dalam pelayanan saya, bagaimana Tuhan yang bekerja saat saya menyediakan diri sebagai alatNya. Saya tidak mengatakan bahwa segala sesuatunya
17
menjadi mudah dan lancar sejak saya melayani. Banyak tantangan yang saya dan teman-teman exco hadapi, banyak persoalan pribadi yang saya alami; tapi saya belajar untuk berserah pada rencana Tuhan dan terus tekun berjalan di dalam FirmanNya. Saya memulai pelayanan sebagai ketua SIM ISCF dengan 3 orang exco, dan 10-15 anggota, kebanyakan diantaranya adalah teman-teman seangkatan dengan saya, yang akan lulus bersama saya setahun kemudian. Regenerasi dan kontinuitas SIM ISCF adalah hal yang sangat krusial pada awal pelayanan saya. Saya dan teman-teman exco berserta Ko Mike sebagai staff dan Ko Nandes sebagai ASW senantiasa berdoa bagi SIM ISCF agar bertumbuh, bukan hanya dalam kuantitas namun juga dalam kualitas. Dalam waktu beberapa bulan, dua orang sahabat saya bergabung dalam exco SIM ISCF, dan jumlah anggota pun melonjak naik dengan banyaknya freshmen yang bergabung dan setia dalam SIM ISCF. Sebagian dari freshmen ini adalah para exco SIM ISCF yang sekarang, dan saya percaya God will do much greater things in ISCF through them. Pesan saya kepada teman-teman sepelayanan, milikilah hati yang rindu untuk mengasihi dan melayani Tuhan, dan bertekun lah didalam Dia. Sometimes God will deliver you from the fire. Other times God will make you fireproof and take you through the fire. Percayalah Tuhan mempunyai rancangan yang luar biasa bagi kita. Kerikil-kerikil kecil yang saat ini kita hadapi, bisa Tuhan pakai sebagai pijakan kita untuk mencapai gunung yang besar. Selamat melayani, selamat memberkati dan diberkati. (Vivien)
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
Adrian
Surat Doa Staff
M
emasuki bulan Mei 2012 ini, setahun sudah Tuhan memberi saya anugerah melayani di FES. Saya bersyukur untuk setiap bentuk pelayanan yang TUHAN percayakan selama setahun ini, yang memberi saya pengenalan yang lebih jauh akan TUHAN, diri, dan mahasiswamahasiswa di sekeliling saya. Saya semakin mengerti mengapa dan bagaimana TUHAN begitu mengasihi generasi anak muda, khususnya mahasiswa, yang sedang berada di dalam masa-masa sangat krusial di dalam hidupnya. Semakin menyadari limitasi dan kelemahan diri, saya juga semakin mengerti apa artinya dipercayakan pelayanan bukan karena kelayakan dan kemampuan saya, melainkan semata-mata karena kemurahan Allah yang mengijinkan saya berbagian bekerja, menyaksikan, dan menikmati pekerjaan Allah di tengah-tengah kehidupan para mahasiswa. Secara spesifik, saya bersyukur untuk setiap perubahan hidup mahasiswa yang saya saksikan, yang meskipun kalau dilihat sekilas mungkin terlihat kecil, tetapi yang kalau saya pikirkan lagi mungkin sebetulnya adalah inti isi hati TUHAN sendiri, yakni melihat umat pilihanNya menjadi semakin serupa seperti Kristus, bagi kemuliaan diriNya.
B
ersyukur untuk pelayanan perintisan di Curtin. Bulan April yang lalu, ada camp yang diadakan dengan dihadiri sekitar 8 mahasiswa Curtin. Sekalipun dalam banyak tantangan yang ada, bersyukur untuk komitmen dari mahasiswa Curtin dan mahasiswa ISCF yang mendukung pelayanan ini. Untuk pelayanan di bidang misi, ada sekitar 8 mahasiswa yang mengikuti pelatihan namun hanya 1 orang yang menyatakan bersedia untuk pergi Exposure Trip. Bulan Mei/Juni akan direncanakan secara lebih detail, apa yang akan dikerjakan. Secara pribadi, disamping pelayanan yang dikerjakan, ada 2 mata kuliah yang tugastugasnya harus diselesaikan dalam 3 bulan ke depan. Bersyukur untuk kekuatan yang Tuhan berikan untuk mengatur waktu pelayanan, keluarga dan studi.
Untuk 3 bulan ke depan ini, tolong doakan beberapa hal. Pertama, tolong doakan untuk camp NUS ISCF dari tanggal 7-12 Mei ini di Aloha Changi dengan tema “Christ-like Community”. Doakan supaya bila Allah mengaruniai kebangunan rohani, setiap peserta boleh siap menantinya dan meresponinya dengan tepat. Doakan juga supaya keseluruhan peserta sebagai komunitas boleh menangkap pesan dari Allah melalui camp ini, sehingga kami semua boleh mengerti apa yang perlu diperbaiki ke dalam dan apa yang perlu dilakukan ke luar sebagai komunitas orang percaya di dalam konteks NUS secara umum. Kedua, tolong doakan untuk penyelesaian tugas-tugas dari 1 kelas BGST saya di bulan Mei ini. Tolong doakan supaya saya bisa fokus bukan hanya menyelesaikan tugas-tugas ini tetapi juga merefleksikan aplikasinya dalam kehidupan saya. Ketiga, tolong doakan juga untuk beberapa rencana pelayanan, pelengkapan diri, dan istirahat di bulan Juni dan Juli ini. Terakhir, doakan juga untuk kepengurusan NUS ISCF yang baru dan penyambutan mahasiswa baru di tahun ajaran depan bulan Agustus nanti.
Vibo Mohon dukungan doa teman-teman: 1. Untuk kelanjutan pelayanan di Curtin dimana diharapkan boleh ada tempat yang lebih kondusif di samping terus memikirkan strategi pelayanan. 2. Perencanan Exposure Trip yang akan direncanakan di bulan Mei/Juni. Doakan peserta yang akan mengikutinya 3. Untuk tugas-tugas kuliah yang akan dikerjakan selama 3 bulan ke depan 4. Sharing Firman Tuhan di CLPC tanggal 27 Mei dan pemuda GPBB di 30 Juni
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
18
Surat Doa Staff
M
elalui beberapa percakapan santai dengan teman-teman dan juga mahasiswa, saya diingatkan akan tidak terasanya waktu yang dijalani selama 5 bulan ke belakang. Saya melihat tantangan demi tantangan di mana banyak pemahaman dan pengertian saya diuji. Namun, saya terus diyakinkan (dan terus berusaha meyakinkan) akan pentingnya, melalui apa yang saya lihat dan rasakan lewat setiap interaksi dengan mahasiswa. Saya bersyukur dan dikuatkan ketika mendengar sharing berkat maupun kehidupan yang disaksikan mahasiswa, maupun alumni, yang mengubah, atau memberi dampak positif bagi orang atau lingkungan sekitarnya, juga kehidupan maupun karakter yang pelan-pelan diubahkan. Di sisi lain, itu memberikan tantangan dalam
Mike
P
uji syukur kepada Tuhan atas penyertaannya di bulan-bulan yang baru lewat, khususnya dalam masa transisi dan adaptasi saya sebagai Head of Ministry, dan juga penyertaan Tuhan dalam Kongres FES IM dan dalam terpilihnya tim BPH (Badan Pengurus Harian) yang baru. Doakan untuk proses transisi BPH dan pembentukan Working Committee yang baru agar dapat berjalan dengan baik. Doakan juga untuk saya secara pribadi yang mewakili tim staff di Working Committee, agar dapat bekerja sama dengan baik bersama Working Committee dan tim staff. Puji Syukur kepada Tuhan juga atas penyertaanNya dalam proses pindahan rumah saya dan
19
Darryl
proses pemuridan, sekaligus pengingatan, bahwa di samping usaha kita, Tuhanlah yang memberi pertumbuhan. Yang dituntut dari kita adalah bahwa kita dapat dipercaya (1 Kor 4:2). Dan kita perlu untuk senantiasa submit dan bergantung kepada penyertaan-Nya. Tolong doakan saya dalam disiplin pribadi untuk belajar dan juga untuk persiapan dalam menghadapi transisi pergantian kepengurusan di kampus, supaya saya diberi kekuatan dan juga bijaksana dalam mendengarkan dan mendampingi kampus, dalam pengambilan keputusan dan pergumulan-pergumulan yang ada. Dan biar saya bisa jujur, selalu menjaga motivasi agar berlandaskan kasih dalam setiap hal dan interaksi yang ada sehari-hari.
keluarga ke tempat yang baru di Ang Mo Kio, sehingga prosesnya dapat berjalan dengan baik. Kami bersyukur Tuhan telah memberikan kami rumah ini dan dapat settle-in dengan baik di tempat yang baru. Kiranya rumah ini dapat menjadi berkat bagi kami sekeluarga dan juga orang-orang di sekeliling kami. Doakan juga rencana saya untuk melanjutkan study Theologia semester depan setelah berhenti selama lebih dari 1 semester. Kiranya Tuhan perlengkapi saya untuk dapat melayani lebih baik lagi dalam pelayanan kampus. Juga kiranya saya diberikan kekuatan, motivasi dan ketekunan dalam menjalankan study Theologia ini.
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
Profil Alumni
Arief Adhitya
Alumni B.Eng (Chemical Engineering) 2004, M. Eng (Chemical Engineering) 2005 Institute of Chemical and Engineering Sciences, Senior Research Engineer GPBB - Majelis Jemaat bidang misi dan kesaksian FES IM: Ketua Working Committee, PKTB, ASW
Setelah hampir sepuluh tahun lulus dari NUS (atau terlibat secara langsung sebagai mahasiswa di NUS ISCF), bagaimana Anda menjaga gairah/semangat terhadap gerakan pelayanan mahasiswa? Di tengahtengah kesibukan Anda bekerja dan melayani di gereja lokal, mengapa Anda masih ingin dan bersedia untuk mengalokasikan waktu dan tenaga Anda untuk melayani sebagai ketua Working Committee FES IM yang baru?
Saya rasa ada 2 faktor, dorongan dan tarikan. Faktor dorongan dari diri sendiri, yaitu karena saya merasa sangat diberkati dan banyak bertumbuh di NUS ISCF pada waktu kuliah dulu. Karena merasakan langsung manfaatnya, saya teryakinkan bahwa pelayanan mahasiswa adalah sesuatu yang berharga dan penting. Secara nalar juga saya setuju dan melihat nilai strategis dari pelayanan ini dan visi-misinya. Karena itulah ada dorongan dari dalam hati untuk memberikan apa yang bisa saya berikan, untuk ikut mengambil bagian dalam pekerjaan Tuhan di FES IM. Faktor tarikan adalah dari luar, yaitu kesempatan-kesempatan pelayanan yang terus dibukakan. Pada awalnya tentu tidak pernah berpikir atau terpikir untuk menjadi ketua working committee FES IM. Dimulai dari NUS ISCF, saya diajak dan ditawarkan untuk ikut pelayanan. Setelah lulus, saya diajak untuk melayani di divisi keuangan FES IM. Kemudian berlanjut diminta jadi bendahara FES IM, dan akhirnya diminta untuk jadi ketua. Jadi ada proses dimana satu demi satu kesempatan dibukakan, yang menarik saya untuk terus terlibat dalam pelayanan FES IM. Passion yang ada terus terjaga karena dalam keterlibatan saya, semakin melihat dan teryakinkan akan pentingnya pelayanan ini, menjangkau dan memuridkan para mahasiswa untuk kemuliaan Kristus. Sebagai ketua Working Committee FES IM yang baru, bisakah Anda membagikan gambaran tentang prioritas pelayanan FES IM di dalam dua tahun ke depan?
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
20
Profil Alumni
Working Committee IM periode sebelumnya sudah menggumulkan dan menggariskan 4 area utama yang perlu diperhatikan dalam 2 tahun ke depan. Empat hal inilah yang menjadi topik diskusi kelompok dalam Kongres FES IM di bulan Maret yang lalu. (1) Dukungan yang berkelanjutan - untuk menjaga agar kebutuhan dana untuk pelayanan FES IM dapat terus tercukupi. (2) Pelayanan perintisan - seiring dengan meningkatnya arus mahasiswa Indonesia, terutama di institusi-institusi swasta dimana belum ada persekutuan mahasiswa. (3) Pengadaan P K TB (Pemimpin Kelompok Tumbuh Bersama) yang berkualitas - supaya terjadi pertumbuhan yang baik dalam K TB-K TB, yang adalah tulang punggung dari pelayanan kita. (4) Pelayanan alumni - yaitu melalui IGCF memikirkan bagaimana para alumni yang dihasilkan mencerminkan visi yang dipegang oleh FES IM. FES IM akan berumur 14 tahun pada akhir tahun ini. Ini adalah umur yang cukup panjang yang mungkin membuat FES IM terjebak berubah dari sebuah gerakan mahasiswa menjadi monumen yang statis. Menurut Anda, bagaimana supaya kita bisa mencegah agar hal ini tidak terjadi?
Sudah 14 tahun usia FES IM, berarti ada alumni yang sudah 10 tahun lulus, jumlah alumni sudah cukup banyak dan akan terus bertambah. Para alumni inilah hasil dan buah dari pelayanan kampus. Kita bersyukur melihat cukup banyak jumlah alumni yang melibatkan diri, mendukung pelayanan FES IM baik melalui daya, dana, maupun doa. Hampir seluruh komponen pelayanan FES IM adalah oleh alumni ISCF, produk dari pelayanan FES IM sendiri: mulai dari staffworker, ASW (Associate Staffworker) pendamping, ASW narasumber, P K TB, working committee, IGCF, divisi keuangan, dan donatur. Untuk menghindari FES IM menjadi statik, kita mungkin perlu melakukan evaluasi bagaimana para alumni yang telah dibina di kampus menghidupi visi FES IM dalam kehidupannya setelah lulus, apa yang dapat ditingkatkan baik di pembinaan mahasiswa maupun pelayanan alumni. Bisa juga dipikirkan untuk meningkatkan engagement antara mahasiswa dan alumni. Sejauh ini mungkin engagement ini terbatas pada alumni yang menjadi ASW atau P K TB, apakah ada model lain dimana hal ini bisa ditingkatkan. Para mahasiswa dapat belajar dari pengalaman dan keteladanan para alumni, dan para alumni dapat membangun kembali semangat dan idealisme dari para mahasiswa. Belakangan ini, kata "visi" sudah semakin jarang dibicarakan dan disebut-sebut di antara para mahasiswa dan alumni kita. Ini mungkin menyatakan sesuatu yang baik apabila memang benar visi gerakan pelayanan mahasiswa ini sudah begitu mendarahdaging di dalam hati
21
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
kita. Di sisi lain, fenomena ini mungkin menyatakan sebuah ancaman, yakni apabila kita tidak lagi peduli dan menangkap mengapa dan untuk apa para bapak pendiri gerakan ini pada mulanya memulai gerakan ini. Dapatkah Anda memberikan komentar terhadap fenomena ini? Bagaimanakah kita dapat meneruskan kontinuitas visi ini?
Saya rasa seiring dengan perkembangan pelayanan FES IM, makin banyak hal yang telah dibuat dan ditetapkan, yang menjadi ciri dan bentuk dari pelayanan FES IM. Misalnya kurikulum, struktur, dan program. Tentunya ketika membuat hal-hal ini, semuanya mengacu kepada visi FES IM sehingga dapat dikatakan visi FES IM tertanam dalam hal-hal tersebut. Jadi saya rasa cukup wajar jika visi menjadi semakin sedikit dibicarakan. Bagaimana agar visi tidak hilang dan dilupakan, dan pelayanan ini tidak menyimpang dari visinya? Inilah tugas dari Working Committee FES IM untuk menjaga dan memperhatikannya, tentunya dengan dukungan dari seluruh anggota keluarga besar FES IM.
Laporan Keuangan
FES IM (Januari-Maret 2012) FES IM Income and Expense (CY12) $40,000 $30,000
K
arena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan. (2 Timotius 1:12)
Tidak terasa kita sudah memasuki quarter kedua dari tahun 2012. Melihat ke belakang, kami tidak $10,000 berhenti bersyukur atas penyertaan Tuhan yang $0 dinyatakan salah satunya dengan memelihara Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec pelayanan FES IM dari segi dana. Kami bersyukur -$10,000 Tuhan terus menggerakkan hati para donatur -$20,000 untuk peduli pada FES IM khususnya pada saat Actual Income Actual Expense MTD Flux Cash YTD Flux Cash divisi keuangan melakukan fund raising di akhir tahun 2011. Hasil dari fund raising digunakan untuk memberi AWS kepada staff yang sudah dibayarkan pada bulan Jan 2012. Sekali lagi kami berterima kasih untuk semua donatur yang dengan setia mendukung pelayanan FES IM dalam doa dan dana. Kiranya Tuhan saja yang membalas dengan berlipat ganda. $20,000
Seperti disebutkan dalam kongres FES IM 2012, ada peningkatan dalam kebutuhan dana FES IM. Divisi Keuangan masih terus berusaha untuk mengupayakan peningkatan pemasukan. Kami percaya bahwa Tuhan sendiri yang akan mencukupkan kebutuhan FES IM. Berikut adalah daftar pemasukan dan pengeluaran untuk quarter pertama tahun 2012.
Jan ’12
Feb ’12
Mar ’12
Total (Jan-Mar’12)
Pemasukan:
$34,922.22 $14,181.52 $14,653.71 $63,757.45
Pengeluaran:
$21,449.15 $16,515.92 $16,957.09 $54,922.16
Surplus/Defisit:
$13,473.07 $(2,334,40) $(2,303.38) $8,835.29
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
22
Artikel Visi
The Battles Today Dr. Oliver Barclay
Dr Oliver Barclay is the son of missionary parents (they worked in Japan). He was President of the Cambridge Inter Collegiate Christian Union. From 1945 to 1986, he worked with the British movement occupying several positions - University Students Secretary, Graduates Secretary, Research Scientists Secretary and General Secretary. It was in the latter capacity that Oliver made significant contributions to the church in Britain and also to the international students world. He was General Secretary from 1963 to 1982. He was chairman of the IFES Executive Committee from 1971 to 1979 and his chief passion was to challenge his fellow leaders to think biblically. He is also a distinguished author and editor.
W
hen the first generation of leaders in a movement is lost and a new generation takes over, inevitably and rightly, changes occur. The danger is that these changes will weaken what is really important and lead to a loss of clear vision for the movement. There are many analogies in the scriptures which give very helpful guidance for this kind of situation. The Original Vision When the movement first started, the original vision was usually quite clear. It was evangelistic (including missionary) and it was to create a clearly Bible based witness. It was a double battle. The first was to "contend for the faith once delivered to the Saints" (Jude 3); and the second was the evangelistic task in a specially open student community. The Gospel had not only to be redefined and defended, but also preached (Philippians 1:16-18). The word that describes this double battle in a single phrase is "Witness". "Witness" combines both elements - witness to God's truth in life as well as word and witness towards those who are either unbelievers or Christians who do not hold an orthodox faith. "You are my witnesses ....." is a strong theme in both the Old and New Testaments. We are, as student movements, A WITNESS. This is seen very clearly by almost everyone at the start of our work. In the course of time, the battles may have changed to some extent. The evangelistic responsibility and opportunity remain the same, but there is often little clear opposition. There are other evangelistic (and generally Bible believing) organisations in the field with us. It is not so easy to find our identity as over against these organisations. Our
23
movements are usually larger and no longer hold together easily round a group of nationally recognised personalities as they often did in the pioneering stages. How should we respond to these situations? A Vision For Today The main aims of the work are rather basic. There is no need to change them. Indeed they should not be changed. It would be wrong to become a church substitute, or to make fellowship or worship primary, as these activities are obviously best experienced in a far wider community than merely a student circle. Matured leadership and discipline is needed as it is easy for a new generation of leaders to create uncertainty by their questioning of the methods, organisation and principles of the work when they really need to be reaffirming the basic concepts of what such a movement is all about. Methods of organisation may change as an increase in size and other factors may dictate. However, if discussions about the structures and methods of organisation become central, distraction from the simplicity of the main aims as well as dissension among the staff may occur. There is a need to constantly help one another to be thrilled by the marvellous privilege of being God's witnesses in this field. There is a particular danger that staff and others become somewhat bored by constantly re-emphasising similar things to new generations of students. The challenge is to be able to go over the same ground in fresh ways with continual enthusiasm. We must therefore, strive to keep the fundamentals fundamental in our work. There is always a temptation that as a new generation arises, tiredness of the fundamentals may allow the
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
Artikel Visi relatively unimportant enthusiasms of younger leaders to become too important and distracting. The search for a new, clearer vision can become the search for some secondary emphases to replace what is and always must be primary. The basic emphases of the Bible are too offensively simple for some people! The Battles Today In the book of Judges, we were told that when the Israelites grew strong, they did not drive the Canaanites out completely as God had commanded. What had been taken for granted in the early stages of the conquest did not seem urgent once the people of the land were subdued. The Israelites got tired of battle and did not think it mattered so much now that they were strong. This describes exactly some of the dangers down through church history and in our movements. When we are successful, we can become complacent and forget to keep fighting. We need to be frequently asking ourselves, "What are the real battles to be fought today?" We must attack the real enemy so that we be less likely to fight one another! We shall only stay together and be a coherent movement when we know what we are fighting for. We are "earnestly to contend...... for the faith". We are united by fighting for the Gospel - for biblical truth and life against error and compromise. Let us then identify those things that are the real enemies of a consistent faith and life today. What are the real temptations which lead our students and young graduates away from biblical Christianity, or undermine faith altogether? Who Does The Fighting The policy of Moses in delegating responsibility and training Joshua, and the policy of Paul and Barnabas in working with a team of mostly younger workers, are models for us. One of our key policies must be to give young leaders real responsibility so that they learn by their mistakes as well as by their successes. Many movements have found that they have not done this. There is then too big a gap between a group of elder
statesmen and the young untried new leaders, because the latter "have not known war" (Judges 3:2). Paul ordained as elders, people who were extraordinarily young in faith, that he himself might move on to new fields of work. We must not deny young people the privilege of responsibility. Good staff members in student work are always working with students so as to train them, not theoretically, but by actually doing the work. Our best training is always on the job. Can we give more responsibility to younger people and work with them as Moses and Paul did? Of course, there will always be a place for elder statesmen to be consulted and to give their unasked for advice at times (Paul's letters to Timothy and Titus). But, until the new generation actually feels the pressures of responsibility on their own shoulders and is driven to real prayer and seeking of God's way for the movement, they will not learn to be good fighters. We need to ask whether a new generation is arising that will do equally well in their turn. If not, it may well be partly because we did not teach them to fight. Many leaders in student work and church work never understand and feel the real necessity of biblical policy until they have begun to face the problems for themselves. It is extraordinary how some rather weak student leaders can change once they have responsibility. Fitting The Task To The Workers It is vital to put before any group of people (committee or individuals), tasks that correspond to their abilities. To ask a committee to discuss things either too high or too low for them, is to waste their gifts. One of our jobs therefore, is to put before the students and other young leadership, tasks in line with the knowledge and experience that they have. This is not to say that we do not allow our fellow workers to develop their capacity. Rather, it is discouraging to be asked to give opinions on matters which one does not understand; the tendency for one to feel merely a 'rubber stamp' to the older generation. It is equally futile and discouraging to be asked only to deal with details where a little common sense is all that is needed. This is not to despise training
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
24
Artikel Visi people in attention to detail and learning if they have accepted a task, to carry it out efficiently and completely. The story of Samson is a constant warning that the gifted (gifted by God) are not always spiritually strong. Note also that one of the qualifications of bishops in 1 Timothy is "tested ethical reliability". We must beware of the merely clever or gifted staff and students, because they can deceive us. We need gifted people, but they must first of all be spiritually reliable and willing to take everything to the teaching of scriptures. Samson today would be likely to be trusted because he was an international athlete, or his equivalent because he has academic gifts or personality. But, Samson was in fact as weak as water in the areas which mattered most. Simplistic Over-reaction If one of the problems of the untried leaders is that they do not fight hard enough and do not realise the need to take a very strong stand against evil in all its forms, it is also true that they can overreact in a way that is going to create great trouble. The older leadership therefore, will find itself sometimes restraining the ardent enthusiasm of the young and at other times encouraging them to be more firm. This can only be done by keeping biblical principles - Judges 19, 20& 21. Conclusion The greatest danger on the issue of vision and continuity in a student movement is that of our failure to keep some of the simple and fundamental things in the fundamental position - the encouragement of personal prayer and Bible study; the emphasis on life as well as doctrine; the importance of the whole life of our group being part of the witness in membership basis; trustworthiness of leaders; the practical
25
authority of the Bible; the certainty of the Cross. Secondly, we must be adaptable in our methods, organisation, etc, as we face new situations. We must not just continue to do things because they were successful in a previous generation, but they must serve the same fundamental purposes as before. The fact that something is new, or is acceptable to the culture of a new generation, does not mean that it is helpful to our witness. If we keep both these in mind, we should be able to avoid on the one hand, loosing our priorities and on the other hand, mere fossilization of an old form of life. We must recognise at the same time that student culture is extraordinarily similar in all ages and all countries. Student prayer meetings and Bible studies are crucial. There never has been a substitute for personal prayer and Bible study. In all ages, the witness of godly life (including a godly corporate life) has frequently been the first demonstration to non-Christians that this is a work of God. There are some obvious lessons to learn from church history. Whenever there is growth, there is danger of the wrong kind of people getting into leadership and there is a danger of diluting the standards which were clear when the movement was young and fighting for its existence. A mature movement will both learn from the past and will have "understanding of the times", seeing how the Bible applies to our situation today. It will be constantly reformed by the Word of God and applying that Word to its changing situation, rather than merely learning from sociology, psychology or other modern sciences and fashions of our times.
VISION AND CONTINUITY ©1989 by International Fellowship of Evangelical Students. All rights reserved
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
NUS ISCF
MEI-JULI 2012
1. Berdoa untuk persiapan camp yang dilakukan oleh panitia. Kiranya Tuhan sertai mereka dan berikan kebijaksanaan dalam mereka mengambil keputusan sehingga camp dapat berjalan dengan baik, menjadi berkat bagi peserta dan yang paling penting memuliakan nama Tuhan. 2. Berdoa untuk seluruh kepengurusan NUS ISCF yang masa pelayanannya tinggal sebulan lagi. Kiranya Tuhan berikan mereka faithfulness untuk menyelesaikan dengan baik tanggung jawab mereka dan juga berikan kerendahan hati dan ketulusan untuk membereskan masalahmasalah yang ada di dalam kepengurusan. 3. Berdoa untuk seluruh anggota NUS ISCF yang akan memasuki masa-masa exam dan projects deadline. Kiranya Tuhan yang berikan mereka kekuatan dan kesehatan untuk menyelesaikan tanggung jawab mereka dengan baik dan mendapatkan hasil yang memuliakan Tuhan. 4. Berdoa untuk persiapan AGM yang akan dilaksanakan tanggal pada awal Mei 2012. Kiranya persiapan dapat dilaksanakan dengan baik, moderator diberikan hikmat untuk memimpin rapat dan para notulen dapat diberikan endurance untuk mengikuti meeting dengan baik. Berdoa juga semoga para anggota NUS ISCF dapat datang dengan kesungguhan hati untuk mau memikirkan bersama-sama arah pelayanan setahun kedepan. 5. Berdoa untuk regenerasi NUS ISCF. Kiranya Tuhan saja yang memilih orang yang tepat untuk menjadi pemimpin NUS ISCF tahun depan. Sehingga pelayanan NUS ISCF semakin dipakai Tuhan menjadi alat untuk memperbesar kerajaanNya.
Buletin Doa
SP ISCF 1. Doakan teman2 mahasiswa SP yang barus saja memulai semester baru di academic year yang baru ini. Kiranya mereka dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan modul dan workload yang baru. 2. Doakan teman2 pengurus SP ISCF yang sedang mengerjakan penjangkauan kepada anak2 freshie, kiranya Tuhan membuka jalan untuk dapat membagikan Injil dan visi pelayanan mahasiswa kepada para mahasiswa baru.
SIM ISCF 1. Doakan teman2 mahasiswa dalam program DE (Diploma in Economics) dan UOL (University of London) yang sedang menjalani revision period dan akan menghadapi ujian di bulan Mei ini. Doakan untuk waktu persiapan mereka agar mereka dapat konsentrasi dalam belajar dan tidak meninggalkan waktu persekutuan. 2. Doakan untuk teman2 pengurus SIM ISCF agar dapat melayani dengan tekun dan dengan kasih kepada satu sama lain di dalam Kristus.
Tim Staff 1. Doakan untuk kesehatian tim staff di dalam mengerjakan pelayanan bersama, khususnya di tengah kesibukan aktivitas di kampus di sekitar bulan Mei-Juli ini: AGM, camp, pembentukan exco baru, persiapan penjangankauan ke mahasiswa baru dan Welcome Tea. 2. Doakan agar selama vacation period ini tim staff dapat fokus pada training dan self-development.
NTU ISCF
KM UPG
1. Berdoa untuk masa-masa ujian dan liburan setelahnya. Semoga di tengah semuanya anggota dapat tetap melihat karya Tuhan dan setia melayani-Nya
1. Bersyukur utk pembahasan buku yg tengah berjalan (buku Speaking of Jesus oleh Carl Medearis). Kiranya proses ini dapat lebih membuat kami menggumulkan dan punya hati untuk bersaksi bagi Kristus dan lebih serupa dengan cara Kristus.
2. Berdoa untuk AGM 2012 agar berlancar dengan lancar. Kiranya Tuhan memimpin proses regenerasi dan perumusan fokus tujuan tahunan ke depan 3. Berdoa untuk anak-anak Final year dalam proses pencarian kerja/studi lanjut. Kiranya mereka terus mencari kehendak Tuhan dalam masa depan mereka
2. Berdoa untuk para pekerja lapangan di Indonesia khususnya rekan-rekan pekerja di suku M1. Dengan berbagai tantangan dan pergumulan yang ada, kiranya Tuhan terus menyertai dan memimpin hidup mereka dan memakai mereka lebih lagi buat kemuliaan Allah.
PISTOS - Edisi Mei-Juli 2012
26
Fellowship of Evangelical Students Indonesian Ministry 420 North Bridge Road #05-05 Singapore 188727 tel: 63383665, fax: 63382054, website: www.fessingapore.org