TRANSKRIP WAWANCARA Pewawancara : Nurul Isnaeni (NI) Subyek Wawancara : 1. Drs. Bambang Dwi Hartono, M.Pd. (BDH) 2. Ir. Hidayat Syah, MT (HS) 3. Heru (HR) 4. Dedi (DD) Posisi Subyek : 1. Walikota Surabaya 2. Kepala DKP 3. Wakil Kepala DKP 4. Kep. Bid. Operasional DKP Kategory : Pemerintah Lokasi Wawancara : Rumah Dinas Walikota Surabaya Jl. Walikota Mustajab no. 61 Surabaya Waktu Wawancara : Kamis, 13 Mei 2010 Lama Wawancara : Pukul 19.00 – 21.00 (1 jam 59 menit) Transkriptor : 1. Ainny Rakhmawatie 2. Fransiska Rima Yuanita
NI: (wawancara diawali dengan memberikan kata pengantar dan tanya jawab dengan Bpk Hidayat Syah dari DKP sambil menunggu kehadiran Bpk Walikota.) Selamat malam Pak Hidayat, Pak Heru dan Pak Dedi, terima kasih. Jadi, salah satu tujuan yg penting dari penelitian ini adalah melihat bagaimana proses dan dinamika dari hubungan kemitraan strategis antara pemerintah kota Surabaya, Unilever dan masyarakat sipil. Kenapa ini penting? Karena saya ingin mengetahui bagaimana hubungan strategis ini bisa berjalan secara efektif dalam rangka mencapai agenda pembangunan berkelanjutan. Indikatornya itu secara sederhana ada tiga yang pokok, yang paling konkrit dan penting. Yg pertama adalah kualitas lingkungan hidup, kemudian yang kedua peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan dan yg ketiga peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ini adalah indicator secara sosial dan secara umum dr pencapaian kemitraan local untuk pembangunan berkelanjutan ini. Dalam proses ke arah pencapaian ini saya juga ingin melihat adanya perubahan karakter dalam hubungan segitiga ini, karena biasanya hubungannya selalu diasumsikan negatif. Pemerintah cenderung bentrok dengan kepentingan bisnis, bisnis bentrok dengan aspirasi masyarakat atau pemerintah lebih pro ke bisnis dari masyarakat. Tapi yang saya lihat di Surabaya sejauh ini justru menunjukkan karakter hubungan yang positif. Apakah memang begini adanya, lalu bagaimana prosesnya bisa demikian? Apa saja strategi dan kendala yang ditemui selama proses berlangsung? Fenomena yang muncul asumsinya bukan cuma sekedar hubungan kausalitas ya, pak. Artinya, fenomena ini muncul karena ada program tertentu yang memaksa. Apakah adanya Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 1
program Green & Clean ini merupakan sebuah titik awal dari hubungan yang harmonis sekaligus yang sinergis dalam arti yang positif.
HS: Jadi begini, awalnya dulu di tahun 2001 itu Surabaya menjadi gunung sampah karena LPA yang di Keputih itu diprotes oleh warga dan kita tidak boleh buang sampah ke sana sehingga kemudian pemerintah mencari jalan untuk mencapai lahan LPA baru, kita taruh di Benowo. Namun khan butuh proses karena lahannya luas dan kendalanya pasti ada. Terus dari situ semuanya bergerak, kepala daerahnya pada saat itu adalah Pak Narto karena Pak Narto sakit, Pak Wakil Walikota, Pak Bambang D.H. akirnya diiserahkan mandat untuk menyelesaikan masalah ini. Pak Bambang didukung oleh PKK karena dulu awalnya kita embrionya dari PKK ya. PKK inilah yg membantu kita dalam berhubungan dengan masyarakat sehingga ada sinerginya. Setelah itu kita mencari terobosan2 karena tidak bisa menyelesaikan sampah ini tanpa melibatkan masyarakat. Itu intinya. Selanjutnya kita juga melihat bahwa ada keterbatasan PKK di samping ada kepositifannya PKK. Dari situ terus pemerintah bersinergi lah untuk meredam masalah ini sampai 2002. Saat itu kita pun mulai berpikir bahwa bagaimana caranya kita musti mengajak teman-teman dari pihak swasta. Lah privat ini sebenarnya, sejak reformasi privat ini bisa dilihat dari swasta trus dengan media, kita tidak melihat bahwa media ini, seperti dulu jamannya sebelum reformasi khan media dikungkung. Laaaah kita, juga melihat bahwa media ini juga bisa dimanfaatkan. Ada positifnya juga asal kita juga memanejemeni mereka, dan mereka minta data apapun dan informasi kita juga mesti siap, dan mereka ngecek ke lapangan pun kita musti siap. Nah disinilah tipe, apa ya…pemikiran kebersamaan antara pemerintah masyarakat, swasta dalam hal ini unilever, sebenarnya bukan Unilever saja ada banyak yang lain. Tapi yg menonjol sampai sekarang itu Unilever. NI: perusahaan yg lain apa pak? HS: aaa ini apa ya namanya... HR: tetrapack HS: ooo…iya tetrapack NI: tetra pack itu perusahaan nasional atau multinasional? HS: eee itu internasional juga HR: eee dia memasarkan kemasan seperti sprite... NI: ooo… packaging? HS: Ya! packaging gitu lho.. ya ya.. Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 2
NI: tapi internasional ya pak ya? HS: Ya! dia internasional tapi bertempat di sini, seperti Unilever juga. NI: Seperti Unilever juga ya pak? HS: Ya, kantor cabangnya di Indonesia, di Jakarta itu ya.... eee terus habis itu kita melihat juga media pada saat itu kita juga melibatkan bahkan Jawa Pos dengan Radar. Dan terus kita membuat satu konsep dengan beberapa program bahwa ini bertujuan menyelesaikan sampah, programnya (1) Surabaya Green and Clean, terus yang ke (2) Merdeka dari Sampah. Yang Green and Clean ini, kita partnernya dengan Unilever dengan Jawa pos. Terus yang merdeka dari sampah itu dengan Radar. Laaah kesinergian ini ternyata berjalan terus pada titik puncaknya kita bisa menyelesaikan sampah ini pada tahun berikutnya. Jadi 2002-2003 itu sudah mulai turun, pada saat itu juga Pak Bambang naik. Jadi Pak Bambang, walikota kita saat ini, itu khan karna memang kondisinya pada saat itu pak narto sakit dan akhirnya pak narto menyerahkan jabatannya itu ya? PRnya beliau sangat berat pada saat itu. Menyelesaikan sampah itu salah satu PR beliau. Dari situ kita bersinergi, makanya beliau sangat perhatian sampai sekarang terhadap itu yang namanya sampah itu..... NI: ini yang namanya sampah ini dianggap yang serius? HS: Oleh beliau dianggap seperti itu. Dan sampai sekarang disorot terus, dengan kacamata yang semua ya jadi. Nah disini kita melihat bahwa masyarakat di kota Surabaya rupanya lain dengan masyarakat kota yang lain. Pada saat kita memancing bahwa pemerintah itu sebenarnya perhatian, mereka juga akan memberikan yang terbaik, itu... NI:Jadi responsif ya, pak. HS: Responsifnya sangat luar biasa.... NI: karakter masyarakat disini masyarakat Surabaya umumnya.... HS: itu memang lain... NI: seperti itu ya pak ya? HS: Ya…dan Unilever ini khan karna kita juga, dia juga dianggap berhasil, sehingga dia diminta untuk mencoba merepliksi ke kota2 lain, seperti Makasar, Yogja, Medan, Balikpapan, Banjarmasin, dan Jakarta sendiri. Tapi karna tipologi masyarakatnya kurang menarik, mereka kurang antusias, jadi ya jadinya flat jadi program itu hanya seperti itu aja. Laah di sini mereka bisa berhasil. Dan ini bukan dilirik oleh masyarakat kita saja tapi juga Kementrian LH terus dunia internasional, sampai-sampai masyarakat Jepang dan Kitakyusunya datang langsung kesini. Habis itu kemarin Pak Dedi dengan Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 3
Pak Wali ke ke Jepang, kita buatkan konsep, kita buat Surabaya model, rupanya di kota2 lain di internasional sudah mengikuti. NI: Surabaya model ya pak ya? HS: Ya Surabaya model namanya! NI: cerita sedikit detail ya pak ya tetang surabaya model tentang apa yag khas. HS: itu nanti khan ke situ tanda petik ya,,,tapi sekarang kita balik lagi ke sini ya... NI: tentang prosesnya? HS: Awalnya lagi, terus pada saat kita berpikir bahwa ini adalah problem, mulai yang namanya bagian kerjasama kita tarik untuk menjadi perhatian dalam program “sister city”. Jadi ini juga sangat membantu. NI: Sister city ya pak ya? HS: Ya, dengan sister city, salah satunya dengan Kitakyusu.. NI: dengan siapa saja pak, kerjasama sister city-nya? HS: Salah satunya dengan Kitakyusu ya... terus habis itu dengan Kochi juga ada, terus dengan Busan di Korea ya sebagai negara lain. laaah terus kita lempar ini kita punya permasalahan. Naaah salah satu yang dari Kitakyusu, Profesor Takakura ke sini. Laaah pada saat mereka disini, dia kerjasama dengan salah satu ini juga lah kita mencarikan wadah universitas lain. Jadi UPN ya pak ya? HR: UBAYA (Universitas Surabya) HS: UBAYA ya,,UBAYA NI: UBAYA ya pak ya? HS: UBAYA ya,, iya UBAYA iya... NI: Bukan UNESA ya pak ya? HS:Bukan, bukan… UBAYA... HR: UNESA itu yang di Jambangan HS: Jambangan...ada dua wilayah! Jadi yang satu jambangan Unesa di tenggilis NI: kayak berbagi .............. Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 4
HS: iya iya he‟eh jadi UNESA itu di Jambangan, sedangkan UBAYA di Tenggilis. Jadi kita membagi wilayah di sini. Jadi kita eee model ini khan kita siapkan dulu untuk nanti kita bisa replikasi ke kecamatan yg lain. Nah dari situ kita bisa tau bahwa eee konsep-konsep yang dipakai itu adalah kompos salah satu yang.... Salah satu yang sebenarnya adalah “Surabaya Model” itu larinya memang ke kompos dan itu memang diakui untuk di negara2 maju bahwa kompos ini khan memang sebenarnya khan seperti ini ya eee kayak 3R programnya itu ya. Jadi pembusukan sampah itu tersebut, terus habis sudah dibusukan dijadikan kompos digunakan lagi untuk eeee kebutuhan kayak taman di kota kita laaaah itu historinya disitu ya,,,,,seperti itu laaah si Mr Takakura. Mr takakura di sini melihat masalah sampah di Surabaya, dia kembali lagi ke sana terus dia menyiapkan model yang dinamakan keranjang takakura terus dia eeee serahkan ke Ubaya, seperti itu. Karena kita juga mengajak beberapa universitas salah satunya adalah Unesa yang dia konsen di Jambangan, Ubaya konsen di Tenggilis. Nah,,,, dari dari sini, universitas lain kaya Unair konsennya di kesehatan. Bagaimana ya bagaimana supaya, konsep ini kan di SGC ini kan kita tidak bisa melihat hanya bersih trus ini, tapi dia juga mesti melihat bahwa kesehatan mesti diperhatikan. NI: Ada kaitannya kan? Sampah dengan kesehatan kan umumnya punya keterkaitan. Unair ini kan punya lembaga “tropical desease center”? HS: iya he eh,,, NI: Ya, semacam “pusat penyakit tropis” ya? HS: ya habis itu, si ITS juga menyiapkan seperti itu tapi cuman kan memang kadang2 program mereka lain2 kan ya, jadi yang menonjol memang Ubaya dan Unesa yang sangat perhatian dengan masalah ini. NI: eee keterlibatan universitas dalam konteks ini apakah memang diundang secara khusus oleh pemkot atau memang ada inisiatif dari mereka sendiri? HS: Mereka diundang! Tapi terus mereka juga ada yang perhatian, mereka kan ada lembaga2, ya lembaga2 inilah yang intens perhatiannya. Ya, jadi kitapun juga menjembatani, eee memburu waktu untuk meneliti dulu dan kita pake yang ready dulu karena permasalahan ini cepat ya,,, sampah ini bukan maen masalahnya. Nah,,, dari situ setelah dari sana baru kita ada model2, terus waktu tahun 2005, mulailah kita dengan program seperti surabaya GnC ya,,, kita sudah concern saat itu. NI: Jadi, kerjasama ini proses yang panjang ya pak? HS: panjang…dan lama … NI: nggak langsung ya pak ya,,, itu 2005 ready gitu?
Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 5
HS: Ready sudah... ready bahwa program itu gak bisa seperti ini harus ada sustainable yang diperhatikan ya, iya... dan kita mesti menggandeng pihak seperti media karena warga surabaya sangat kritis di surat kabar kegiatan mereka itu apa. Dengan membaca itu mereka akan merasa bangga. Terus yang lain jadi ikut, kok seperti ini kok mereka sering berlomba, ya ini salah satu ini ya,,, mereka mau menunjukkan bahwa mereka mampu, dari sini lah eee, dari yang namanya kita menciptakan eee kader lingkungan, dari kader kita naikkan gradenya jadi fasilitator, dari fasilitator terus itu ada motivator. Nah, awal2 dari embrio ini yang ada orang, temen2 dari Unilever yang jumlahnya 18 itu yang dari…gradenya itu yang kita tingkatkan terus yang kita isi dengan grade bawahnya dengan masyarakat. Lha salah satunya yang dari teman2 dari PKK juga dimasukkan di dalam fasilitator. Nah, jujur aja yang namanya kader lingkungan itu rata2 90% adalah perempuan, dan itu merupakan ibu-ibu yang di kampungnya aktif. Dan rata2 pada saat kegiatan PKK ya ibu2 itu juga, pada saat posyandu ya ibu2 itu juga, ya PAUD itu juga, akhirnya, ya, iya, akhirnya mempengaruhi warga sehingga kita perlu mencarikan wadah, karena kan kalau mereka pada saat melakukan aktivitas tidak ada wadah, mereka juga ah cuma gitu2 aja terus apa? lha habis gitu pertanyaannya apa ya, apa, habis itu kita berfikir bahwa ada konsep yang 3R, 3R itu menggandeng unilever karena mereka itu kan punya kemasan2 ya, kemasan-kemasan yang sebenarnya bisa digunakan, yang dibersihkan lagi terus dijual lagi. Terus digunakan lagi oleh mereka, tetrapack juga seperti itu ya,,, mungkin ya kayak botol2 aqua, ya salah satunya yang berkepentingan bersama itu juga masuk tetapi tidak satu grup cuman dia masuk, dia hanya ngambil untuk, jadi seperti kemasan aqua botol, mereka kan juga dapat direcycle. Nah di Surabaya ini program recycle ini sangat menonjol. Nah kebetulan produk juga banyak dijual di sini kecuali di jakarta, nah ini kan. Nah, terus dari hal2 yang sudah mulai menonjol seperti itu, surabaya memiliki pintu, pintunya itu Surabaya GnC, “Merdeka dari Sampah. Lha mulailah kita membentuk masyarakat. Nah pertama-tama mungkin kecamatan, tingkat kecamatan dulu, trus habis itu, setelah kecamatan seluruh kecamatan sudah ini terus kita masuk ke kelurahannya, dari kelurahannya terus ke RW, terus ke RT Rwnya. Nah sekarang ini di kota Surabaya ini sudah sekitar 1800 RW yang sudah mengikuti program seperti ini, Surabaya GnC ini. Dan dulu saat kita fokus ke sampah, dan sampah itu ada trennya bu, memang ada trennya agak sulit juga. Awalnya sih 1800 ton, lalu turun 1600, lalu turun lagi 1400, dan sekarang ini jumlahnya sekitar 1200. Jadi trennya memang menurun. Untuk ini, eee sampah yang dimasukkan ke dalam volume sampah yang ke TPA. Tapi tren untuk 3R nya naik. Terus kita kan gak bisa yang namanya cuma dia sebagai pengepul terus dia jual. Tapi dia juga mesti mencari kreasi2. Lha kreasi2 inilah yang kita mulai, dari misalnya dijadikan tempat tas, terus sandal, terus payung, tempat baby, dan lain-lain. Jadi semuanya, pemerintah kita dari PKK dan LSM ikut membantu mereka untuk memasarkan. Jadi setiap ada momen, apa ya, kayak misalnya ada momen2 Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 6
yang tertentu mereka juga bisa meng-show-kan atau memamerkan hasil karyanya. Lha,, pada saat itu, yang kota2 lain mulai sering datang ke sini. NI: belajar ya pak ya?? HS: Lha dari situlah, mereka memasarkan itu, sebenarnya banyak sekali, banyak kota2 lain. Jadi, yang yang pasti itu Jepang ini yang memang salah satu yang suka gitu membeli… NI: kemudian yang secara khusus melihat sejauh mana interrelation dari hasil sampah ini................ (wawancara dengan Bpk Hidayat & Staf terhenti karena Pak Walikota datang.... wawancara dilanjutkan dengan beliau, dan kami diminta memperkenalkan diri sekaligus mengulang secara singkat fokus penelitian dan apa yang diharapkan dari wawancara dengan beliau) NI: Terima kasih sekali lagi Bapak Wali atas kesediaan Bapak menerima saya dan kawan-kawan. Saya dosen UI sekaligus mahasiswa di Malaya. Saya sudah mempelajari walaupun mungkin masih ditataran permukaan, oleh karenanya saya merasa perlu untuk datang langsung ke Surabaya untuk bertemu langsung dengan para pelakunya untuk mengguji asumsi2 yang selama ini saya kembangkan dalam kerangka riset saya. Risetnya ini sendiri judulnya “Multinasional dan Kemitraan lokal untuk Pembangunan Berkelanjutan”. Saya mengambil studi kasusnya Surabaya, khususnya terkait program GnC nya Unilever. Sebetulnya program GnCnya Unilever ini sebagai… apa ya…katakanlah “angle” saja, semacam titik awal untuk melihat bagaimana perubahan yang terjadi dalam hubungan kemitraan strategis multipihak yang dibangun oleh pemerintah kota Surabaya, kemudian bisnis, dalam hal ini Unilever dan masyarakat sipil, khususnya di Surabaya ini, local communities atau masyarakat lokalnya. Karena selama ini bicara masyarakat sipil hanya dikaitkan dengan NGO. Nah, Surabaya ini, melalui kelurahan Jambangan, saya melihat masyarakat sipil ini, maksud saya masyarakat lokal, berperan sangat aktif sekali Pak! Sedangkan programnya sendiri menurut saya tidak mudah…karena saya melihat perlu terjadi transformasi sosial dalam cara pikir dan sikap dan perilaku masyarakat kalau kita ingin berhasil dalam mencapai pembangunan berkelanjutan khususnya dalam pencapaian tiga tujuan utama dari pembangunan berkelanjutan, yaitu: peningkatan kualitas lingkungan hidup, kemudian perbaikan kesejahteraan masyarakat secara sosial ekonomis, dan partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan. Nah dari situlah saya mencoba mungkin ada case study dari negara2 lain yang menunjukkan adanya kemitraan lokal antara perusahaan besar selevel multiasional, yang saya kira cukup besar dengan, masyarakat lokal dan pemerintah lokal ini yang mana hubungannya bisa efektif. Kemarin di UI ada workshop mempertanyakan ada tidak contoh konkret dari realita sosial yang ada tentang hal tersebut; dan sayapun Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 7
langsung bersuara ada contoh kasus yang sangat jelas, konkret dan bahkan berhasil. Jadi semacam best practice, dan bukan sebaliknya worse practice, yaitu antara Pemerintah Kota Surabaya dengan Unilever. Jadi disini saya melihat peran strategis dari Pemkot dan khususnya kepemimpinan Bapak Walikota dan jajaran bapak dalam mengubah pola hubungan segitiga ini menjadi efisien dan efektif. Efektif dalam rangka pencapaian tujuan yang disasarkan... BDH: ok nah dengan demikian saya kan tau arahnya. Jadi saya nanti jelaskan....(membenarkan letak voice recorder) Sekarang saya awali yah. Jadi kita ini lihat mainstream besar yang ini global ya. Ada 3 hal. 1, demokratisasi, 2, human right, yang ke3 environment. Jadi 3 ini arus besar yang tidak dapat dibendung. Kita masih ingat ketika demokratisasi, gelegarnya kemana-mana sampai di negara besar yang namanya Rusia, saat itu dikenal dengan gerakan glasnot dan perestroika, dimana tokohnya Gorbachev, ndak bisa mengontrol negara yang sudah eksis lama, negara dengan jumlah penduduk besar dengan luas wilayah yang demikian juga luas, tapi runtuh juga. Kemudian Cina dan ini meluncur kemana-mana. Hal ini juga terjadi pada hak asasi manusia itu dimana-mana. Hampir tidak ada di dunia ini yang mampu membendung keinginan banyak pihak untuk menghargai hak asasi manusia. Nah, sehingga dimana-mana terjadi gerakan. Kemudian persoalan lingkungan yang 3 tadi, demokratisasi, human right dan lingkungan. Eh, mulai ada kesadaran untuk memperhatikan pembangunan dari aspek lingkungan. Sehingga sekarang semua negara sudah ada kesadaran bahwa policy itu harus ditarik semua dari aspek ini… NI: mohon maaf, tadi .... BDH: saya hanya meruntut sekilas sebelum nanti masuk kesana. Sekarang sebetulnya, gerakan lingkungan ini kan diawali dari para cendikiawan yang melihat fenomena alam dan setelah melihat fenomena alam, yang semula di meja2 riset, di diskusi2 terbatas, akhirnya mereka memberikan warning pada para pemimpin dunia. „nah,awas lho, ini ada pemanasan global‟. Nah ini sudah 60 tahun yang lalu, dimana para pemimpin dunia belum, apa, belum punya visi iya, tetapi argumentasi2 yang diberikan itu positif, masuk akal. Dulu tahun 60an - 70an ketika Green Peace mulai, siapa sih orang2 yang kurang kerjaan. Tetapi pada pertemuan KTT Bumi di Rio de Johannesburgh (seharusnya Rio de Jeneiro), terus kemudian ada pertemuan Kyoto yang akhirnya menghasilkan Kyoto Protocol, dan sebagainya. Indonesia termasuk yang sudah meratifikasi Kyoto protocol. Nah ini arus besarnya. Nah sekarang kita lihat, di Indonesia itu 1, dampak dari demokratisasi, dampak dari perhatian pada human right, kemudian nanti juga ke lingkungan. Runtuhlah rezim yang sudah sekian tahun berkuasa, dimana kebijakan dulu sangat Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 8
sentralistik. Kebijakan secara sentralistik, top-down. Udah kan? Nah reformasi terjadi, ketika reformasi terjadi, sistem pemerintahan berubah. Semua yang Jakarta sentralistik berubah menjadi didesentralisasikan. Kebijakan yang biasanya top-down, juga bagaimana berkembang dan itu dipayungi oleh regulasi mulai dari yang namanya amandemen Undang2, UU, PP dan seterusnya. Nah, sekarang, mestinya dalam desentralisasi ini kan ruh nya, jiwanya mendorong daerah makin berdaya. Kalau sudah, sudah berdaya, mandiri, kalau sudah mandiri, pemerintah kota, kabupaten, dimana otonomi itu diberikan tidak tergantung pada provinsi, tidak bergantung pada pusat. NI: idealnya seperti itu,,, BDH: iya, jadi pemberdayaan masyarakat sipil ini, nah kemudian ini sedikit kaitannya dengan lingkungan juga, disitu juga seiring dengan reformasi birokrasi, di pemerintahan, ada banyak pemerintahan, ada banyak perubahan regulasi, tampaknya --- juga mulai tumbuh. Berarti mulai tumbuh kesadaran tentang lingkungan. Sehingga sekarang mestinya pemerintah mana, di level manapun, di jenjang manapun, setiap policy itu ditarik yah is on environment consideration. Caranya harus gitu,, NI: masalah isu lingkungan hidup ini bisa jadi entry point BDH: iya. Entry point policy. Nah, memang tidak mudah, tidak mudah, eee merubah mindset orang yang dulu dicekoki saja, diloloi saja, kemudian diharapkan mereka punya rasa percaya diri, dia berdaya dan dia mengekspresikan apa yang dia kehendaki. Nah, saya mencoba menerjemahkan ini misalnya sejak konsep pembangunan. Nah, ketika saya kampanye saya menyusun program, saya berharap apa yang perlu saya penuhi adalah keinginan, harapan, mimpi, nafsu banyak orang ya tho,,,bukan keinginan saya pribadi, bukan mimpi saya pribadi, bukan nafsu saya. Jadi ada mimpi bersama. Oke. Nah, sekarang bagaimana sih implementasinya? Saya coba, bagaimana sejak proses perencanaan, pelibatan masyarakat itu dilakukan. Sehingga sejak proses penyusunan RPJMD, Rencana Pembangunan Jangka Menengan Daerah, jangka panjang, rencana kerja tahunan ya, RKT. Itu mulai yang disebut musbang, musyawarah pembangunan, tingkat kelurahan, disana ada yang namanya pelibatan ketua RW, RW, LKM, tokoh masyarakat di level kelurahan. Dari kelurahan naik ke kecamatan, di sana nanti ada musyawarah lagi. Dari kecamatan nanti naik ke kota. Nah, di kota, di level kota, sebelum dokumen perencanaan ini kita serahkan ke DPRD, dokumen perencanaan ini kita buka dalam sebuah ruang publik, kita undang partisipasi berbagai elemen, apakah itu unsur perguruan tinggi, LSM, Dewan, tokoh2 masyarakat kan udah tau dari situ, NI: semacam public hearing? Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 9
BDH: iya semacam itu. Kemudian, oke setelah itu selesai dengan dokumen ini selesai, kita adakan public expose. Kita ekspos, biasanya di Balai Pemuda itu kita ekspos. Nah, setelah itu baru kita serahkan ke DPR untuk mendapat persetujuan. Namun kadang ada pertanyaan begini, „kenapa public exposse tidak mendapat respon banyak, tidak banyak orang yang datang, tidak ,,,‟ ya saya katakan ya, karena aspirasinya sudah diserap. Karena keinginan mereka, mimpi mereka, aspirasi mereka sudah kita akomodir. Tetapi bisa dilihat rekaman perjalanan ini, saya tau pertama kali berapa persen aspirasi yang diakomodir, dimana dari tahun ke tahun ada rekaman ada catatan yang kelihatan persentase aspirasi masyarakat yang diakomodir yang diimplementasikan dalam program pembangunan. Sehingga di Surabaya iklimnya cukup kondusif, ya kan? Nah, sekarang menukik pada persoalan lingkungan. Nah…eee…Surabaya, Indonesia ya Indonesia. Indonesia, kalau persoalan kotanya itu hampir sama. Di kota2 besar itu persoalannya apa sih? biasanya masalah pemukiman kumuh, masalah sampah, masalah sanitasi lingkungan, masalah banjir kalau dataran rendah, kemacetan lalu lintas, air bersih. Itulah masalah2 fisik perkotaan. Hampir semua seragam. Pemerintah kota tidak boleh menangani problem air bersih dan mengabaikan yang lain. Air bersih ditangani, pemukiman ditangani, masalah yang lain nggak. Kita secara simultan, semua harus diselesaikan, tapi kan ada skala prioritas. Indonesia ini kan bangsa yang sering terlalu bangga dengan SDA nya, iya kan? Padahal ada pendapat, bahwa kemakmuran sebuah negara, kontribusi Sumber Daya Alam itu hanya sekitar 10%, 15% Sumber daya manusia, 25% itu networking, sisanya adalah inisiatif. Jadi kalau negara, bangsa yang menegara itu menjadi negara itu terlalu bangga dengan Sumber Daya Alamnya sementara lengah dengan Sumber Daya Manusianya lengah untuk membangun networking ya seperti ini, sehingga saya mencoba untuk membangun bagaimana kualitas sumber daya manusia. Nah… bagaimana kita meningkatkan Sumber Daya Manusia? Eh intervensinya, prioritas pertamanya satu pendidikan, di anggaran pendidkan saya (maksudnya Surabaya) itu sudah melebihi (berpikir) tuntutan undang-undang. Jadi kalau undang-undang kita ini kan mewajibkan setiap level pemerintah, apakah itu pusat, provinsi, maupun kota minimal mengalokasikan 20% anggaran. Nah, Surabaya ini dari 4 triliun 200 milyar, tahun ini saya anggarkan 1 triliun 318 milyar untuk pendidikan. Ya sekitar 30% lebih. Yang kedua kesehatan, mengapa prioritas pembangunan kedua kesehatan? Kalau kita anak-anak di dalam pendidikan ini kita jejali dengan ilmu, yang dijejali itu sakit-sakitan, maka ibarat (berpikir) kapasitas cangkir itu cuman segitu diisi air ya muntah terus. Maka kita, (berpikir) bagaimana anak-anak sehat, supaya kapasitasnya bisa besar, jadi saat kita jejali dengan ilmu itu dia akan mampu nampung. Oke...sekarang intervensi dalam bidang pendidikan bagus, kesehatan bagus, bagaimana kalau lingkungannya jelek? Ya kan?. Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 10
Lingkungan jelek akan memberikan dampak langsung pada kualitas kesehatan, rendahnya kualitas kesehatan akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan. Oleh karena itu kita juga punya perhatian berikutnya tentunya yaitu pada perbaikan kualitas lingkungan. Kalau kita bicara lingkungan apa sih yang perlu dapat perhatian? Ya itu tadi, misalnya infrastruktur, air bersih, sanitasi, sampah. Nah, kemudian melihat karakter, melihat kultur yang berkembang, melihat tren pembangunan, saya punya keterbatasan anggaran. Sehingga contoh ketika saya mau menanganani masalah sampah, dengan anggaran yang terbatas ini, saya kan punya 31 kecamatan, 163 kelurahan, akhirnya saya coba dulu dua kecamatan. Dua kecamatan itu adalah kecamatan Tenggilis Mejoyo dan Kecamatan Jambangan. Kecamatan Tenggilis Mejoyo itu kerjasama antara pemerintah kota, Universitas Negeri Surabaya, eh maaf (meralat) gak ada negeri, Universitas Surabaya, UBAYA. Disana punya unit yang namanya PUSDAKOTA, Pusat Pemberdayaan Masyarakat Kota, jadi PUSDAKOTA UBAYA, pemerintah kota, dan pemerintah Kitakyusu di Jepang (bekerjasama untuk menangani masalah persampahan). Ini merupakan salah satu kawasan uji coba ya di Tenggilis. Dan yang di Jambangan itu merupakan kerjasama antara pemerintah kota, Universitas Negeri Surabaya, dan Unilever. Nah, ini pertama konsentrasi di sampah. Sampah pertama. NI: sampah? Dan terbatas pada dua kecamatan itu? BDH: iya, dua kecamatan, ini berkembang ini berkembang, jadi waktu itu begini, bisa gak sih masyarakat kota ini mengenali sampah, dulu persepsi orang “buanglah sampah pada tempatnya” kalau kita buang, maka dalam persepsi kita itu barang yang tidak berguna. Sehingga merubah dulu mindset, bahwa sampah itu bisa dipilah-pilah, diidentifikasikan, ada yang bisa di reuse, recycle, dan direduce, nah kemudian kita ingat waktu itu kita coba sekitar 20 orang. Ada dosen UNESA yang membuat retest posttest design. Dengan retest posttest design ini, orang ditest di awal sebelum ada treatment. Sebelum retest, sebelum diajari bagaimana mengenali jenis-jenis sampah, dites dulu bisa gak dia membedakan. Nah, ternyata gak bisa, tapi setelah diberi penjelasan sebentar, ini lho yang masuk kategori sampah ini, ini, ini, ini, kemudian ada posttest, ternyata dari 20 orang yang salah cuman satu. Dan salahnya tidak terlalu fatal, itulah awal kita punya keyakinan bahwa masyarakat itu kalau diedukasi bisa. Nah akhirnya kita lakukan proses edukasi pada warga jambangan. Demikian juga di Tenggilis, ada proses edukasi dari PUSDAKOTA UBAYA ke masyarakat sekitar. NI: mm Mohon maaf sebelum berlanjut, alasan pemilihan dua kecamatan ini mungkin. Bisa tolong dijelaskan, pak! BDH: ooo gini gini, yang Tenggilis itu model masyarakat yang sudah apa ya (berpikir) katakanlah perkotaan. Ini Jambangan ini daerah pinggir nih, ya Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 11
pinggiran. Nah kemudian Unilever, Unilever kan punya semacam LSM namanya ULI peduli. ULI Peduli ini LSM bentukan Unilever yang ,apa ya, menyalurkan CSR dari Unilever yang bergerak di bidang lingkungan. Diawali dengan 20 anak waktu itu. Kemudian yang 20 relawan dari unilever ini membentuk kader-kader. Terbentuk kader-kader makin lama makin banyak makin banyak. Nah, pertama bergerak di daerah Jambangan, kemudian ketika kader makin banyak, si relawan ULI peduli dari Unilever ini kita naikkan gradenya, istilahnya gradenya naiklah, kita pisahkan antara kader dengan mereka, mereka ini kita sebut dengan fasilitator. Jadi ada fasilitator ada kader, oke? Nah Kemudian kader itu bertambah terus bertambah banyak seiring dengan keberhasilan, misalnya: teman-teman UNESA bisa menghasilkan komposter, komposter pengolah sampah yang dua jenis. Satu, skala komunal. Satu, skala rumah tangga. Ini disosialisasikan, dikembangkan, kemudian sementara waktu itu yang diTenggilis bersama UBAYA dalam perjalanannya menemukan keranjang sampah yang disebut dengan keranjang takakura. Nah, sebetulnya sama sebetulnya kalau secara teoritis ya, dia kan pengomposan (composting). Cuma, beda pada teknisnya, (berpikir) kesamaannya dua-duanya ini bisa mereduksi sampah dengan baik, cuman bedanya yang model di Jambangan itu masih ada belatung tapi lalat tidak ada bau tidak ada cuma ada belatung. Sedangkan, keranjang takakura itu sempurna itu, lalat tidak ada, belatung tidak ada, bau juga tidak ada. NI: Tapi sedikit perlu usaha pak, harus potong-potong dulu. BDH: iya iya betul betul. Nah, kemudian di Jambangan ini berkembang berkembang, Nah kader itu kita akhirnya pisahkan yang tadinya ada kader, ada fasilitator, makin banyak kader-kader itu kita pilih, yang bagus-bagus kemudian kita jadikan fasilitator dan fasilitator nya jadi motivator. Sehingga sekarang ada tiga grade, ada fasilitator, ada motivator, dan ada kader. Kemudian kita kerjasama dengan Jawa Pos lalu membentuk sebuah lomba yang disebut “Lomba Green and Clean”. Semakin banyak kita lombakan, memang.... (disela) NI: Mohon maaf, Pak, lomba itu ide dari dari siapa? BDH: ya kita semua, diskusi, kita kan sering ketemu. Nah memang saat itu saya sempat ada kekhawatiran, (berpikir) bahwa kelompok jambangan punya (berpikir) punya hasil, ini punya hasil, ini punya fanatisme, ini punya fanatisme, saya takut pada saat lomba green and clean itu tidak bisa menyatu. Ternyata, di luar dugaan saya, mereka bisa bersatu, ego kelompok, ego (berpikir) tidak ada, itu yang membuat saya senang itu. Okeh,, pada tahap pertama yang namanya Green and Clean itu tidak diikuti oleh semua kecamatan, namun pada tahun berikutnya sudah diikuti oleh semua kecamatan walaupun tidak seluruh kelurahan. Nah, tahun berikutnya sudah seluruh kecamatan, sudah seluruh kelurahan, namun belum seluruh RW. Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 12
Tahun berikutnya sudah seluruh kecamatan, sudah seluruh kelurahan, RW semakin banyak, RT tahun lalu sudah mencapai 2700 RT mewakili semua daerah. Harapan saya, tahun ini, tahun ini, dua kali lipat keterlibatan RT. Kalau sudah dua kali lipat berarti sudah separoh RT di Surabaya. RT di Surabaya jumlahnya sudah 9.124, RW nya 1.389. Jadi total ada 10.513 RT/RW. Nah, kembali ke…apa tadi, gradasi kader. Kader itu, pertama fasilitatornya itu cuma sekitar 50an, dididik ada 114, dididik lagi, saya setiap pendidikan fasilitator, saya selalu terlibat. Saya selalu beri bekal fasilitator, fasilitator terus berkembang berkembang, sekarang sudah ada 400 fasilitator. Kadernya sudah 27.000 ya. Jadi kalo besok butuh demo, saya tinggal kontak korlap-korlapnya 27.000 bisa kemari. NI: mohon maaf pak, sebelum diteruskan, saya melihat lomba yang diadakan pemkot ini tadi menjadi langkah yang efektif dalam menggerakan, apa namanya, partisipasi masyarakat. Dan juga memelihara motivasi para kader untuk bisa terus bergerak. Pertanyaan saya, ini siapa yang mensupport secara finansial? BDH: Ya pemkot, ya, kita kan punya APBD. (berpikir) itu APBD selalu kita siapkan, Jawa Pos juga siap dengan peliputan mungkin duit juga saya gak tau. Dan Unilever, ya tiga pihak ini. NI:Unilever ini berupa apa ya pak ya? BDH: ya duit juga ya? Iya. Dan yang menyenangkan setiap peserta, dia tidak hanya bersih pada saat lomba. Berdasarkan pengalaman saya, itu setelah lomba kita datangi secara acak, ya bersih. Dan bagusnya bagi mereka semua yang ikut lomba, yang semula kampungnya mungkin apa namanya, modal sosial dikampungnya itu tidak terlalu bagus, ketika ikut lomba, ya bapaknya, ya ibunya, ya karang tarunanya, ya anakanaknya semuanya demam. Dia mengeluarkan duit untuk perbaikan lingkungannya, luar biasa. Dan gak ada itu menang kalah protes itu gak ada. Dan sepanjang pengalaman saya, katakanlah dia mendapatkan hadiah banyak, misalnya 50 juta hadiah pertama, itu uang itu yang untuk syukuran karena rasa senangnya itu ya, untuk tumpengan gitu ya, mereka cuman ambil dari uang itu 1 juta. Kemudian sisanya dikembalikan lagi untuk perbaikan kualitas lingkungan. Inilah yang membanggakan. Jadi di sana saya melihat partisipasi masyarakat yang cukup tinggi. Jadi inilah yang sering saya sampaikan, kota Surabaya ini punya social capital yang bagus. Sehingga kita sebagai pemimpin ini, kita menentukan arah bersama kita tuju ke sana, oke kita punya target tahun depan sampai di sini, tahun depan sampai di sini kemudian membangun kesadaran kolektif khan? Untuk bergerak bersama, enak. Dan yang mungkin tidak ada di kota lain, di Surabaya saya itu setiap tahun selalu bertemu dengan seluruh kepala sekolah. Kepala sekolah TK, SD, SMP, SMU, SMK negeri dan swasta. Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 13
NI: Perguruan tinggi tidak ya pak ya? BDH: oo tidak tidak, setiap tahun saya itu mungkin yang tidak dilakukan oleh bupati atau walikota yang lain. Ada ketakutan mungkin ketemu dengan mereka, tapi kalau saya saya hadapi saja apapun, dialog. NI: Tapi kok nggak sampai perguruan tinggi sih pak? BDH: itu bukan tanggung jawab saya kalau perguruan tinggi. Khan perguruan tinggi punya otonomi. Tapi bukan berarti saya gak masuk lho ya, nanti saya ceritakan, nanti. NI: oo iya pak, maaf maaf. BDH: Nah setiap tahun saya ketemu dengan ketua dan sekretaris OSIS, SMP SMU SMK negeri dan swasta se Surabaya. Ini leader-leader khan? Kepala Sekolah sebagai pembangun mimpi, motivator siswanya. Kemudian si OSIS ini leader di siswanya, kemudian saya juga setiap tahun ketemu dengan seluruh ketua RW, seluruh ketua RT. Ini dua minggu ini saya keliling RT/RW. Tinggal besok selesai, dua kecamatan, besok tinggal Asem Rowo sama Karangpilang. Jadi dua minggu ini saya ketemu dengan 10.513 ketua RW dan ketua RT se Surabaya. Ini khan leader di kawasan. Sehingga, dia gak takuttakut, ya dialog-dialog, saya hadapi, dengan demikian ada saluran ya, jadi aspirasi enggak tersumbat ya. Sehingga, inilah civil society yang mulai berdaya. Tiap tahun, ketua RW, Ketua RT, ketua LKMK. NI: Nampaknya bapak lebih memilih turun langsung ke bawah, kan seharusnya juga bisa undang saja langsung?atau dua arah? BDH: iya dua arah yang saya lakukan, tergantung ,apa, (berpikir) banyak hal ya,, seperti selama dua minggu ini saya datang ke kecamatan-kecamatan. Terakhir khusus besok, satu kecamatan yaitu kecamatan Asem Rowo kemudian besoknya kecamatan Karangpilang. Saya lihat tidak ada gedung yang representatif, yang mampu menampung banyak orang, sedangkan itu besok pertemuan terakhir, seluruh kepala SKPD mau hadir, SKPD itu semacam kepala dinas, pak camat itu semua akan hadir, sehingga saya butuh ruang banyak, sehingga saya kumpulkan di sini. Dulu juga begitu, pertemuan dengan kepala sekolah dan OSIS itu berada pada satu titik, tapi sekarang saya sebar. Misalnya agak sepeleh nih ya, bicara agak keluar sedikit ya, kelulusan anak SMA, anak SMP, didaerah lain anak-anak turun ke jalan, di sini gak ada gak ada. Maaf ibu sudah berapa lama di sini? NI: sejak hari senin pak BDH: Lihat kejadian Priok ya? Lihat kejadian di pasar Keputran kita saat penertiban kan? Nggak ada bentrok, nggak ada letupan, nggak ada keributan khan? Saya harus monitor 24 jam. Karena saya punya keyakinan selama di Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 14
hati kita, di pikiran kita tidak punya niat menyingkirkan pasti akan ada jalan, tapi kalo dari hati saja ingin menyingkirkan orang pasti eeeuuuh....saya gak punya pemikiran seperti itu. NI: kecenderungan pembangunan kita khan seperti itu pak, merusak, mengancurkan bukan malah membangun. BDH: itulah yang saya katakan membangun dengan hati, bekerja dengan hati. Saya itu kepingin ya, ini khan kota mayoritas muslim, bagaimana ada persepsi orang karena syiar agama, dakwah itu gampang, tunjukkan wilayah, kota, kabupaten atau negara yang mayoritas muslim kotanya bersih, tertib. Itu dakwah yang bagus. NI: Saya jadi mau pindah jadi warga Surabaya deh pak, di kota saya Depok itu pak, memang sih dekat UI tapi masalah sampah tidak bisa teratasi. Katanya sih walikota nya mantan menteri sih, tapi tidak juga bisa teratasi. BDH: Saya ingat, jadi kembali bicara masalah perguruan tinggi, Jadi sejak saya masuk di pemerintah kota saya bangun kesadaran. Ini Surabaya bukan Pacitan, Pacitan daerah asal saya, yang perlu dibangun kesadaran bahwa jangan ada klaim bahwa pegawai negerinya lebih pinter dari rakyatnya. Kalau di Pacitan, birokratnya, pegawai negeri di Pacitan bisa klaim, mereka lebih pinter dari rakyatnya. Tapi di Surabaya ini kota besar, banyak warga kita apakah secara institutional apakah secara indvidual, yang punya kualitas SDM yang jauh lebih baik. Oleh karena itu, sejak saya memimpin Surabaya, saya roadshow, roadshow ke empat perguruan tinggi negeri. Pertama, ke UNAIR di sana diterima pak rektor plus pembantu rektor, dekan plus pembantu dekan. Saya roadshow ke ITS, ya, demikian juga diterima dengan rektor, pembantu rektor, dekan dan sebagainya. Ke IAIN, ke UNESA. Nah Itu yang perguruan tinggi negeri. Yang perguruan tinggi swasta, dulu saya difasilitasi UBAYA. Rektor UBAYA menyiapkan tempat, semua rektor perguruan tinggi swasta dikumpulkan di situ, saya diminta berbicara di situ. Nah, saya ingin perguruan tinggi ini khan gudangnya cendekiawan, saya tidak ingin mereka di menara gading. Saya sampaikan kepada mereka, “pak, expert nya ada di sampeyan, ya? Saya ingin katakanlah riset-riset yang aplikatif, teknologi tepat guna, yang bisa saya lakukan.” Persoalan sepele misalnya, saya sering terganggu dengan enceng gondok misalnya, ada gak riset tentang enceng gondok, apakah pemanfaatannya, atau bagaimana mengatasi enceng gondok. Berikan kepada saya. Saya selalu, bagaimana policy based on research. Jangan ketika membuat planning, tidak ada studi awal, tidak ada basic research yang mendasari. Nah kemudian setelah itu, saya buat MoU, resmi ada MoU, MoU antara pemerintah kota dan perguruan tinggi baik UNAIR, ITS, UNESA dan IAIN plus perguruan tinggi swasta. Jadi misalnya, saya secara ekstrim, misalnya kerjasama saya dengan ITS contoh Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 15
konkritnya apa. Ketika saya akan menyelesaikan persoalan banjir, saya meminta ITS, membuat rancangan induk sistem pematusan kota, atau dikenal dengan Surabaya dryness master plan. Nah Surabaya dryness master plan ini memandu, memandu (bepikir) pemerintah kota, didalam mengatasi persoalan masalah banjir. Artinya apa? Perguruan tinggi punya ekspert, ya, pemerintah kota punya sumber daya, ya katakanlah yang biayai risetnya,,,pemerintah kota. Hasilnya saya buat panduan. Ini saya di temanteman di pemerintah kota, dulu kan negeri ini di kenal banyak riset, di perguruan tinggi banyak riset, kalau ditumpuk sudah sampai bulan. Tapi, kita ini dikenal sebagai bangsa yang terlalu banyak bertutur, tapi action susah. Sehingga saya sampaikan pada teman-teman Pemkot, jangan sampai dokumen perencanaan ini jadi monumen perencanaan. Jadi bagaimana pembangunan kota dalam mengatasi problem banjir, ya memperhatikan rekomendasi-rekomendasi dari dokumen perencanaan ini, dulu kebetulan kepala dinas banjirnya ini (sambil menunjuk Bpk. Hidayat –kepala DKP-) pokoknya pak liat dokumen, liat apa rekomendasinya, itu contoh kecil. Misalnya saya akan menangani problem sosial ini, saya minta (berpikir). Eh, seperti tadi, eh mohon maaf kembali lagi, saya sampai kasarannya gini “pokok e Surabaya banjir, ITS bertanggung jawab”. Nah demikian juga, misalnya ketika saya ingin memetakan masalah sosial, saya minta temanteman FISIP UNAIR, coba bantu aku petakan persoalan-persoalan sosial. Nah, syukur-syukur tidak hanya mapping, tidak hanya memetakan persoalan sosial, tapi bagaimana kita memberi treatment sehingga persoalan sosial itu bisa diatasi. IAIN, UNESA misalnya, saya kerjasama dalam bidang apa, peningkatan kualitas guru misalnya. Saya kerjasama dengan UNESA misalnya. Itulah tiap-tiap perguruan tinggi punya peran, saya banyak dibantu oleh mereka, sehingga komunikasi saya dengan rektor bagus. NI: sehingga mereka juga ada rasa memiliki ya pak ya? BDH: betul betul, contoh dulu itu ya, dulu itu IAIN, UNESA, ITS, UNAIR itu khan punya kota-kota binaan. Misalnya, setiap KKN UNAIR itu selalu di kabupaten Jombang, IKIP di kabupaten ini dan ini, IAIN di kabupaten ini, ini, ini. Karena mereka punya persepsi kota ini tidak perlu mahasiswa KKN. Tapi kemudian saya sampaikan pada pak rektor UNAIR, “pak jangan dipandang, kota besar seperti Surabaya ini tidak perlu kehadiran adik-adik mahasiswa, silahkan, terserah, ini lho problem kota” kemudian tiap tahun anak mahasiswa KKN UNAIR itu di sini. NI: Maaf pak boleh saya ini... BDH: boleh silahkan NI: sangat jelas ini pak, terus terang saya sangat menikmati penjelasan bapak. Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 16
BDH: oiya lengkap saya, NI: (tertawa) kelihatannya dari penjelasan bapak, kalau kita tidak menjalani langsung ya pak ya, sepertinya smooth sekali, berjalan mulus, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengawasan, komunikasi yang luas, lalu (berpikir) BDH: Apakah ada hambatan? NI: Pastinya lebih dari itu, pak! Apakah ada konflik? Karena ya bayangan saya karakter masyarakat Surabaya positifnya sekarang sudah saya rasakan, sangat responsif, partisipatif, tapi yang selama ini yang ada dalam benak saya ekspresif yang dalam pengertian negatif, reaktif lah begitu. Nah ini, dalam konteks hubungan kemitraan strategis, masing-masing sektor khan punya kepentingan yang relatif berbeda. Bapak dari sektor pemerintahan, punya wewenang sebagai regulator, punya wewenang untuk melakukan itu, fungsinya memang di situ, tapi bisnis tentu juga harus jalan terus gitu ya pak ya, dengan segala cara lewat CSR apapun tetap profit orientednya kan ya pak ya, nah masyarakat dengan segala problematikanya akan terus dihadapi mereka. Mereka kan berpikir atas program green and clean ini mengenai keberlanjutannya ke depan. Saya juga sempat mendengar isu kejenuhan kader dalam menangani program ini, what next? Gitu ya pak ya. Ini khan sudah hijau, kemudian ada program Surabaya berbunga, wah akan lebih cantik lagi ini Surabaya, tapi juga persoalan misalnya dukungan yang relatif menurun, tuntutan yang sebenarnya juga punya implikasi positif ya. Kan semakin terkenal ya Surabaya Jambangan gitu ya, jadi banyak tamu, wargapun dituntut siap melayani tamu 24 jam, seperti itu, tapi kok ya malah nombok gitu ya (?). Saya paham dengan penjelasan bapak, tapi intinya apakah ada hubungan konfliktual, hubungan yang bernuansa konflik dalam proses kemitraan ini dengan segala dinamikanya, dan bagaimana ya bapak melihatnya, dan sebagai pemerintah berperan sebagai mediator antara kepentingan bisnis dan masyarakatnya yang cenderung berkompetisi. BDH: eee relatif, relatif tidak terlalu ya, memang karakter orang surabaya itu reaktif, spontan, sehingga kadang-kadang kalau ada policy belum tahu, udah nolak dulu. Itu itu wajar, saya sudah sangat hafal. Tapi itu tadi ada case, seperti di Jambangan ya, yang makin banyak tamu dan makin membuat mereka tombok, juga tidak hanya di Jambangan, di Gundih juga seperti itu. Gundih itu jauh lebih internasional, tamunya itu waduh. Dan saya memang selalu saya sampaikan kepada teman-teman dan saya minta mereka itu jangan sungkan-sungkan gitu, ajukan saja bantuan ke kita. Kita kan gak tau problem lokal, kita akan bantu. Seperti di Gundih itu saya juga bantu itu, karena mereka itu cerita, ”Pak saya itu sebulan itu ada sekian tamu pak, saya harus membuatkan ini, tapi untungnya RTnya itu wiraswasta jadi ada uang untuk ngopeni tamu dan sebagainya dan sebagainya.” Saya juga ingin cerita, Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 17
bagaimana setiap sikap spontan, setiap sikap reaktif, ya mungkin karena kurangnya pemahaman atau mungkin interest-interest tertentu. Misalnya tahun lalu itu saya punya program untuk membangun hutan kota, itu ada tanah pemerintah kota 8 hektar di kecamatan Lakarsantri. Lah kok tiba-tiba masyarakat menolak, khan aneh? Anehnya kenapa? (berpikir) siapa sih penerima manfaat kalau hutan kota saya bangun di situ. Ya warga situ tho? produksi oksigen bagus, dia ya yang menghirup, sampai-sampai waktu itu, ketika saya deteksi waktu itu mereka minta kalau ada apa (berpikir) parkir, mereka yang akan kelola, oke silahkan. Mereka apa kalau ada space untuk PKL, mereka akan sharing di situ, oke silahkan. Tapi tetep nolak, lho ini ada agenda tersembunyi apa. Karena saya ingin menghindarkan dari konfrontasi, saya ingin meminimalkan konflik, saya putuskan, tunda. Artinya programnya saya alihkan ke kecamatan lain. Ketika orang eh kecamatan lain, kecamatan Pakal ini orangnya sangat menerima, dan ini sudah mulai jalan, baru yang tadi nya menolak, sekarang merengek-rengek, saya katakan tidak tidak, biar ini jadi dulu dan lihat 5 tahun ke depan, biar mereka tahu. Supaya orang yang punya sikap-sikap negative tahu! Tapi saya yakin bahwa tidak banyak orang seperti ini. Ini hanya motornya saja yang berpikir tidak jauh ke depan yang mungkin hanya mementingkan kepentingan sesaat. Saya biarkan mereka diadili oleh masyarakat sekitarnya, saya biarkan mereka merengek-rengek. Contoh-contoh seperti itu, jadi saya biarkan mereka-mereka yang tidak mempunyai, apa, kesadaran kolektif, yang ingin menonjol sendiri di lingkungannya tanpa pertimbanganpertimbangan yang kurang matang diadili oleh masyarakat sekitar. Karena kita berpikir jauh ke depan, alhamdulillah ya, yang begitu itu turun turun turun terus, ini khan saya kan sedang membagi modem ya, modem untuk seluruh RT seluruh RW, ada di banyak tempat yang mengatakan “pak kok hanya modem, mana komputernya, mana laptonya?” apa jawaban saya menyingkapi hal semacam itu? Mereka saya ajak berpikir rasional. Saya katakan “pak, pemerintah kota sudah membatu warga banyak khan?” Saya setiap anak SD, saya bantu Rp.63.000 per anak perbulan SD, negeri dan swasta. Setiap anak SMP saya bantu Rp.118.000 per anak perbulan, negeri dan swasta. Setiap anak SMK saya bantu Rp.152.000 peranak perbulan, negeri dan swasta. Sehingga satu keluarga, saya itu kalo sekeluarga itu suami istri plus tiga anak, lima jiwa, tiga anak itu berarti saya sudah bantu Rp.333.000. Andaikata dia orang tidak miskin, kalau miskin, uang yang biasanya dia bayarkan sekolah, karena sekolahnya sudah kita support, maka uang itu bisa untuk bertahan hidup, kalau beras 1 kg 7000, lima jiwa itu habis 1 kg maka 1 bulan khan cuma 210.000, masih ada sisa untuk beli sayur untuk beli garam. Nah bagi yang mampu, uang itu khan bisa untuk nyicil beli laptop, beli komputer, sehingga 6 bulan lunas. Nah kemarin juga ada di daerah kecamatan Tambak Sari itu membangun Balai RW, dia masih tombok hutang 30 juta, trus minta bantuan saya. Trus Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 18
saya gak langsung bilang saya bantu, nggak, saya nggak mau mematikan semangat gotong royong. Saya tanya pak RW, “Berapa KKnya?”, “1200 pak”, ”oke begini saja Rp.30 juta dibagi 1000 jangan 1200, 1000 saja, kalau pembaginya tambah besar kan hasilnya tambah kecil, sekarang kita bagi 1000 aja. Sehingga kalau Rp.30 juta dibagi 1000 jadinya Rp.30.000 per bulan 1 KK. Oke, kalau Rp.30.000 per bulan, berarti setiap harinya nabung Rp.1000 tho? Jadi kalo bapk ibunya setiap KK setiap harinya nabung Rp.1000, 1 bulan Rp.30 juta lunas. Jadi mereka itu saya ajak berfikir, apa itu namanya (berpikir) simplification ya? Menyederhanakan ya? Mengajak mereka berpikir sehingga possible ya alasannya, oiya iya,,, masuk-masuk (istilah meyetujui dalam bahasa gaul Surabaya) setelah saya jelaskan. Dia kan menganggap ini angka besar, tapi jumlah, eh angka yang besar ini ketika dibagi dengan jumlah KK, dibagi 30 hari, kecil. Saya gunakan cara-cara seperti ini, kalau nggak seperti ini mereka akan menganggap angka ini besar. NI: okeh pak,,,mmm untuk prospek ke depan lah ya pak ya, tahap selanjutnya, sustainabilitynya ini, dalam konteks program Green and Clean ini, saya melihat salah satu keunikannya dan atau keberhasilannya yang belum saya temukan di case studi yang lain adalah sustainabilitynya atau keberlanjutannya, BDH: itu itu memang sudah harus menjadi komitmen, bagaimana pembangunan sustain? Semua policy harus ke sana, jangan sampai pembangunan sustain ini tidak terancang dengan baik, dan itu bisa terjadi kalau, ada kesadaran kolektif, social capitalnya makin bagus, dan masyarakat itu makin berdaya, pasti sustain itu nanti. NI: itu betul ya pak ya, itu salah satu aspek penting, karena SDM kita banyak ya pak ya secara kuantitas, tapi saya pikir ada usaha yang harus diupayakan yaitu institusionalisasi, jadi artinya begini pak, ini saja di level rendah RT, kita kemarin sudah cukup berbincang-binang begini, ganti pak RT ganti juga policy dan komitmennya gitu, nah kalau di tingkat kota seperti itu repot ya pak ya, tingkat presiden apalagi gitu, ini jadi (berpikir) pelembagaannya seperti apa? BDH: Makanya kebijakan seperti pro-poor, pro-environment, itu saya kunci di PERDA. Nah kalau dia akan merubah, katakanlah ganti walikota mau merubah ini harus berbicara dengan DPR, pasti akan perdebatan, jadi akan susah itu. Karena kalau tidak dikunci dengan regulasi, maka keinginan kita akan sebuah sistem itu yang terlembagakan akan jadi mudah digoyah, ketika, katakanlah leadernya ganti, ini saya inginnya sistemik, maka tidak tergantung pada satu figur, jadi sistem jalan. Nah saya juga contohkan bagaimana saya menyiapkan sebuah generasi yang, katakanlah, yang tua-tua itu sudah keluar orbit, generasi ke depan ini lebih punya keberpihakkan pada aspek-aspek environment. Saya ini didik setiap Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 19
tahun kader-kader lingkungan, misalnya SD sekian angkatan, sekian angkatan itu 100 orang, dan ini itu biasanya saya nyentuh itu sendiri, saya kerjasama dengan PPLH, pusat pendidikan lingkungan hidup di Trawas itu, SMP juga SMA juga, dan saya juga pelibatan dinas pendidikan, pelibatan apa dinas Pak Dayat ini, dinas pertanian, dalam koordinasi badan lingkungan hidup ini saya lembagakan juga, sehingga dengan dikunci dari situ, orang kalau sampai ada tren penurunan, tren penurunan anggaran di bidang lingkungan hidup, waaah orang mesti ada pemberontakan khan? Biarkan sampai nanti pemimpin tidak ada keberpihakan, pasti terjadi pemberontakan, termasuk kader-kader yang tercetak, fasilitator yang sekian ribu ya, eh masih 500an ya? Kader itu pasti bergolak, kalau ada perubahan kebijakan di lingkungan, pasti itu. Saya jamin! HS: Selain itu ada UKM2 itu dari 3R itu tadi. NI: oiya iya, ini apa, mohon maaf pak ini masih di sekitar perda nih, saya kira ini penting, karena di beberapa penelitian dalam kaitan desentralisasi menunjukkan perda-perda yang dihasilkan oleh pemerintah daerah itu, boleh dikata lebih dari 60% 70% itu tidak berpihak ya kepada kepentingan lingkungan artinya karena mengejar pada pendapatan asli daerah maka kepentingan sosial dan lingkungan yang secara prinsipil sesungguhnya jauh lebih strategis dan penting karena menyangkut bagi hajat hidup orang banyak ini, jadi terbaikan, begitu pak. Jadi, kalau bapak, sepanjang kepemimpinan bapak yang kira-kira berapa perda yang sudah bapak hasilkan terkait ini? BDH: Saya tidak hafal itu, NI: Sekda itu ya pak ya? BDH: Ya… tapi misalnya, berapa daerah atau kota yang katakanlah melindungi pasar tradisionalnya lewat perda, di Indonesia hanya ada 3, termasuk Surabaya. Pasar tradisional dibiarkan saja dan ada ancaman mall dan hypermarket, dan sebagainya. Di Surabaya sudah saya lindungi PERDA, sehingga walau tubuh mall tumbuh (berpikir) saya katakan bahwa ada tren, tren berbelanja ke depan itu misalnya kenyamanan keamanan. Orang belanja itu asal nyaman asal aman itu pasti datang, kenyamanan itu seperti apa? Mungkin pasarnya itu enggak becek, ada kualitas barang yang bagus, walaupun katakanlah mereka “negotiated price”. Pasar tradisional dan pasar modern itu ciri bedanya itu,, kalau pasar modern itu “fixed price” ya? Sedangkan pasar tradisional itu negotiate, tetapi ada yang mengkhawatirkan bahwa pasar tradisional itu akan punah, saya kok berpikir terbalik, tidak ya, karena ada hal-hal yang hakiki, universal, misalnya sifat perempuan, perempuan itu di seluruh dunia itu suka nawar, iya dia akan ada pride, ketika dia mampu menawar dan dia merasa bisa menghemat uang suami, dia merasa lebih baik dari perempuan yang lain karena bisa menawar ke harga rendah, itu semua sudah universal. Sehingga dari asumsi itu saya tidak takut Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 20
pasar tradisional akan hilang. Tinggal apa sih persoalan tradisioanal? Kumuh, kualitas barang kadang-kadang tidak ada jaminan. Oleh karena itu slogam harga kaki lima kualitas bintang lima itu harus diterjemahkan oleh pengelola pasar itu dengan baik. Oleh karena itu kenyamanan, keamanannya dijamin, pasar tradisional jangan,,(berpikir) koridornya yang bagus, tapi tidak hanya mengelola pendagangnya juga harus diberi edukasi. Seperti misalnya, saya buat pasar, koridornya udah bagus, tapi kemudian pedagangnya nambah barang-nambah barang akhirnya sempit lalu orang-orang umpel-umpelan lagi, akhirnya gak nyaman. Ketika gak nyaman akan mengudang ketidakamanan, nyopet. NI: sebenarnya kalau banyak hal simpel logis bisa diselesaikan ya pak ya.. BDH: Ya… sehingga saya dorong yang namanya fresh market. Fresh market itu ya fresh marketnya, kita buat desain yang simpel sesuai dengan iklim kita, terbuka, ada artinya ada pohon yang rindang, hijau, jadi akan fresh pasarnya, fresh dagangannya, syukur-syukur fresh orangnya, jadi orang belanja itu suka. Ini adalah sebuah contoh, nanti ibu sarankan ke fresh market yang ada di Citraland. Saya ingin semua kecamatan itu bangun fresh market, ini nanti gak akan mati pasar tradisional ini. Ini contoh lain ya, bagaimana memberdayakan warga. Jadi ya itu tadi loh kuncinya, masyarakat sipil dibuat berdaya, setelah berdaya akan mandiri, gak akan tergantung pada pemerintahnya. Pemerintah nya nanti akan lebih konsentrasi sebagai regulator. Menjembatani kepentingan, seperti tadi termasuk dengan Unilever, dulu memang belum ada undang-undang. Undang-undang yang mengatur memaksa sebuah corporate untuk menyisihkan sebagaian keuntungannya untuk corporate sosial resposibility, tapi lahir undang-undang baru, Undangundang No 40 tahun 2007, dipasal 74 itu ada ayat yang mengharuskan perusahaan harus menyisihkan keuntungannya untuk CSR. Unilever merupakan perusahaan, telkom juga itu yang sebelum undang-undang no 40 tahun 2007 itu lahir, sebelum pasal 174 itu ada, mereka adalah corporate yang punya komitmen tinggi untuk menyisihkan sebagian keuntungan untuk CSR. Jadi, ULI Peduli ini adalah implementasi dari komitmen Unilever untuk CSR. NI: Itu ada MoU nya khan pak? Atau hanya sekedar sukarela saja? BDH: ya kita punya ada MoU kerjasama. NI: Jadi apakah keberhasilan program Green and Clean ini jadi pemicu bagi corporate-corporate lain? BDH: iya-iya betul, sekarang banyak orang yang involve pada programprogram pemerintah kota. NI: tanpa diundang lagi mungkin ya pak, ya? Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 21
BDH: Betul-betul! Karena mungkin masalah trust, kenapa sih salah satu faktor yang mendorong reformasi ini adalah citra pemerintah yang jelek, trust yang hilang. Trust dari siapa? Hilangnya kepercayaan di pemerintahan dari masyarakat maupun lembaga baik dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga ketika saya masuk dalam pemerintahan kota. Saya upayakan membangun trust, bagaimana langkahnya, saya punya formula sebetulnya antara partisipasi publik, trust, transparansi, dan akuntabilitas itu adalah sebuah hal yang llinier saja. Iya khan? Logikanya begini, jangan harap muncul partisipasi masyarakat apakah secara individual, institutional, dari corporate, kalau tidak ada trust. Jangan harapkan muncul trust kalau tidak ada transparansi, jangan harap ada transparansi kalau akuntabilitas tidak ada. Sehingga ketika mendesain sebuah program pembangunan maka akuntability harus yang dikedepankan, begitu ada akuntability kita bisa melakukan transparansi. Ketika ada transparansi akan muncul trust. Begitu ada trust partisipasi akan bangkit. Sudah! itu automatically saja. Sehingga ketika, ooo Telkom kerjasama dengan pemerintah kota, Unilever kerjasama dengan pemerintah kota, tidak ada uang yang hilang, semua kita pertanggungjawabkan dengan baik, ada akuntability ada transparansi, trus mucul. Nah dari mulut ke mulut ini mungkin. Sekarang banyak pihak yang kerjasama, seperti Sampoerna berapa dia keluarkan uang, saat saya mau bangun hutan kota, mangrove itu berapa? 2400 hektar. Itu risetnya 1 milyar lebih, itu dibiayai Sampoerna. Saya punya banyak gedung-gedung lama dicat oleh Axonobel dari Belanda, LSM, itu mungkin karena dia dengar dari mana-mana. Bahwa ternyata saya lacak, dia punya jaringan dengan Unilever juga Axonobel ini, SCI dulu itu. Mungkin karena kerjasama dengan pemkot itu semuanya jelas tidak ada yang ditarik-tarik. Sementara saya dengar di beberapa daerah, kalau mau ada perusahaan mau bantu disunat itu mungkin uangnya, iya diamankan. Disini banyak banyak perusahaan, seperti Tetrapack, yang apa yang yang sudah tergugah. Apalagi dengan undang-undang no 40 tahun 2007 ini, mereka akan tergerak. Pertamina, Bank Jatim, banyak banyak, pemerintah Korea Selatan juga. NI: Implikasi positifnya berterus ya pak ya? BDH: Betul betul, makanya saya selalu yakinkan kawan-kawan trust yang sudah cukup berkembang, kepercayaan masyarakat, secara individual maupun dari corporate yang sudah terbangun. Terus tingkatkan. NI: Tapi kalau yang Unilever itu kayaknya menarik ya pak, karena kalau kita membangun yang secara fisik itu mungkin telah selesai. Kerjasama itu akan dapat dialihkan untuk keperluan yang lain, begitu. Tapi kalau misalnya seperti unilever itu khan pembangunan sosial ya, pak, katakanlah membentuk kader ya gitu. Nah itu, model MoUnya itu involve langsung sampai selesai atau ada batas waktu yang ditentukan? Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 22
BDH: Jadi gini, sebetulnya mereka itu khan punya target-target ya dan mereka juga ingin melakukan replikasi, apa success story yang disini itu direplikasi di tempat lain, karena mereka itu ingin melihat lingkungan yang berubah itu tidak hanya Surabaya. Tetapi ada hal yang tidak tau, ada something ya, ketika program seperti di Surabaya ini direplikasi ke kota lain, susah, nggak jalan, saya tidak mengatakan apakah itu institusi? Oo tidak, apakah itu karakter? Mungkin di situ. Kultur karakter mungkin, tapi kontribusi leader saya katakan NO, tidak terlalu dominan. NI: Faktor kepemimpinan barangkali? BDH: Saya rasa enggak-enggak. Di sini yang saya bangga ada karakter yang apa masyarakat Surabaya yang egaliter, itu sulit-sulit itu untuk ditiru ya. Nah itu ada ciri-ciri, biasanya masyarakat pantai sejak dulu khan ada akulturasi, Di sini tempat persinggungan, di sini pelabuhan khan? Mestinya karakter orang pantai khan seperti itu. Tapi agak-agak beda antara Makasar yang juga sama-sama punya pantai, Semarang yang sama-sama juga punya pantai. NI: Itu para SDMnya itu pak yang saya tau. BDH: Wah ya nggak tau, makanya gini, saya bagaimana membangun dengan hati. Saya juga linier aja, seperti itu ya. Partisipasi, trust, transparansi, akuntability itu linier, saya juga begitu. Orang kalau hatinya baik, pikirannya pasti baik. Kalau hatinya baik, pikirannya baik, perbuatannya pasti baik. Jarang rasanya orang yang perbuatannya baik tidak muncul dari pikirannya yang baik, pikirannya yang baik tidak muncul dari hatinya yang baik. Kalau hatinya baik, pikiran baik, perbuatan baik ini diulang-ulang menjadi sebuah kebiasaan baik. Dan kalau kebiasaan baik ini permanen ini akan menjadi karakter yang baik. Jadi karakter building itu dari hati. Oleh karena itu Aa‟ Gym mengatakan jagalah hati. NI: (tertawa) Begini pak saya tadi mendengar penjelasan Bapak Hidayat bahwa keberhasilan Surabaya menjadi sebuah model yang direplikasi di tempat-tempat lain. Nah tadi istilahnya “Surabaya Model”, bahkan ini, ditiru di negara-negara lain. Karena mungkin prospek ke depan untuk melakukan studi banding yang lebih luas, jadi apa ini karakter atau keunikan dari Surabaya model ini? BDH: Begini sebenarnya bukan saya yang bicara, kita ini khan jadi anggota Kitakyusu Initiative City Network yaitu jaringan kota-kota yang dimotori Kitakyushu. Kitakyushu ini jaringan, disamping kitakyushu juga ada citynet, ada UNSPAC, United Nation for Economic and Social Commission for Asia Pacific, macam-macam lembaga internasional, lembaga-lembaga internasional, jaringan-jaringan ini melihat kok ini Surabaya bagus, kemudian ini seperti pemakaian keranjang sampah takakura ini, dimana itu Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 23
memerlukan pelibatan nasyarakat, memerlukan kepedulian masyarakat, kesungguhan masyarakat, pemahaman masyarakat, sehingga sampah itu bisa direduksi. Ini direplikasi, di Malaysia itu di kota Sibu. Di Filiphina itu di empat kota, itu di Santo Thomas, Santo Picesa, Baguio City, kemudian Cebu. Kemudian di Bangkok di Thailand, kemudian di Bangladesh. Si ini, dari KIN ini, Kitakyusu Initiative Network ini, menyebut Surabaya Model, jadi Surabaya Model ini bukan dari kita yang menamai, tapi dari mereka. Mereka yang menyebut oo Model Surabaya itu bagus, Ayo model surabaya itu direplikasi. Dan sebelum direplikasi di luar negeri, ini direplikai di dalam negeri, misalnya di Balikpapan, di Makasar, di Jogja, dan di beberapa kota. Bulan apa ya, saya seminar di Kitakyusu, itu Prof. Emil Salim itu ad di samping saya, beliau juga agak terperangah. “Lho kok kamu kok nggak ngajari Jakarta, ajari itu Jakarta, ajari itu Bandung itu, saya paling sebel itu Bandung itu kok gak mau belajar kayak Surabaya ini!”. Beliau itu tanya terus gitu, itu tentang keranjang takakura, kebetulan disitu ada profesor Takakura, ya saya katakan “prof, nanti saya kenalkan pada profesor takakura itu”. Begitu break, saya kenalkan dengan prof. Takakura, wah langsung aja asik diskusi gitu. NI: itu teknologi dari Jepang itu khan pak? sampai dikembangkan di sana? BDH: Betul, sampai profesor Emil Salim itu tanya sama saya, apakah ini diterapkan di Jepang? Saya katakan, “Prof, proses pengomposan itu bagus dilakukan di daerah yang beriklim tropis”. Jadi ini sebetulnya kalau di Jepang ini nggak bagus. Salah kita Prof, mengapa para expert, para cendikiawan kita itu tidak terperas otaknya? Saya malu sebenarnya, kenapa kok harus dari luar negeri. Tapi saya tetap menghargai komposter yang skala komunal ya, tapi khan masih ada belatungnya. Bagaimana ini, di Indonesia banyak profesor, banyak doktor yang ahli composting tapi tidak aplikatif hasil-hasil risetnya. Setelah itu saya ada pertemuan di Jakarta untuk tingkat Asia Pasific yang kemudian membuat kesepakatan untuk membuat lomba semacam Adipura untuk tingkat Asia Pasific. Waktu seminar itu adalah kelanjutan dari Kitakyusu, itu memang profesor Emir Salim itu datang ke Kitakyushu itu untuk persiapan seminar yang di Jakarta itu. Tapi pada saat itu saya gak datang itu, Pak Togar yang mewakili. NI: Oke pak jadi, kalau saya kaitkan dengan Program Green and Clean dan setelah mendengar penjelasan bapak, kesan saya bahwa mungkin saya salah menyebut program Green and Clean ini entry point! karena mungkin sebenarnya sebelum program ini, niat untuk menjadikan Surabaya tata kelola yang lebih baik, menerapkan prinsip good governance, itu sebenarnya sudah dirintis jauh sebelum Program Green and Clean ini, ya pak? BDH: oiya NI: Bapak tepatnya kapan bapak menjadi walikota pak? Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 24
BDH: Saya tahun 2002, NI: Tapi itu memang sudah dirintis khan ya pak ya? BDH: oiya, tapi sebetulnya… NI: oo mohon maaf pak, gini maksud saya, Program Green and Clean ini kaitannya dengan tata kelola yang baik BDH: Iya iya, ini bagian kecil saja dari tata kelola yang baik dalam skala besar, simultan semua berjalan, iya iya. NI: Juga bukan satu-satunya faktor pemicu ya? BDH: iya NI: Ada faktor kepemimpinan BDH: iya NI: Faktor respon masyarakat BDH: Ya, termasuk tadi kan, membangun trust kan dengan logika yang sangat simple, sudahlah jangan harapkan partisipasi masyarakat kalau yang kita lakukan ini tidak transparan, ditutupi, sehingga masalah akuntabilitas dalam setiap proyek harus tampak. Gini ya, yang saya liat juga, ada peningkatan gradasi, misalnya dulu itu kader-kader itu kader sampah, kader yang memisahkan sampah yang mengelola sampah, ternyata automatically kader-kader ini akhirnya menjadi kader lingkungan. Yang semula hanya perhatian dengan sampah, sekarang punya perhatian menanam pohon. Nah terus, ternyata ketika kepeduliannya kepada lingkungan makin baik, ternyata tidak hanya lingkungan fisik, tetapi juga lingkungan sosial. Contohnya kayak PAUD, itu khan sudah ke lingkungan sosial, makanya itu dari sampah ke lingkungan, lingkungan yang fisik, kemudian ke lingkungan sosial. Sehingga ini seolah membentuk karakter manusia, berawal dari hati. Jadi itulah, saya merubah sebuah perubahan perilaku, orang yang semula peduli dengan sampah, dan kemudian peduli pada lingkungan, dengan pertama secara fisik, kemudian sosial. Kepekaan, kepulian sosial terasah. Dan saya selalu sampaikan pada mereka-mereka, jangan berbagi harta nunggu kaya, jangan berbagi rasa nunggu bahagia. Nah sekarang sudah sampai sana, yang namanya akal budi terbangun, saya ingin karakter warga saya 20 tahun lagi akan ciamik ini. Yang ada hanya senyum, yang ada hanya memuji orang, enggak sulit memberikan apresiasi orang. Sementara karakter orang Surabaya dipersepsikan keras, dengan mudahnya mengumpat, ini bagian dari pembentukan karakter. Saya dulu dikecam, ooh orang Surabaya itu sukanya STMJ, bukan susu telor madu jahe, tapi sholat terus maksiat jalan, (tertawa) jadi ada pemisahan antara hakikat dan syariat. Saya bilang, gak Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 25
bisa memahami agama secara itu. Sehingga, bagaimana ada internalisasi dalam diri setiap orang, sehingga dia bisa menjadi manusia indonesia seutuhnya. Saya yakin ya 30 tahun lagi, ketika anak-anak masih di PAUD, di SD, SMP, kalau guru itu punya persepsi yang sama untuk membangun mimpi, memotivasi muridnya jadi mewujudkan mimpinya, wah ciamik itu. NI:mungkin ini pak kurikulum lokal, mungkin kurikulum berbasis lokal, isu lingkungan hidup ini menjadi agenda pengamatan ini ya pak? sampai adanya sekolah adiwiyata BDH: oiya iya, saya sampai ini ya, selama 2 minggu lalu saya secara acak datang ke sekolah-sekolah sampai saya liat pertanyaan-pertanyaan ulangan. Seperti PPKN, contoh ya lho kok tidak ada pertanyaan atau soal yang mengajari anak, apa sih fungsi jalan, apa sih fungsi trotoar, supaya anak dari kecil itu dididik tau bahwa fungsi jalan itu untuk lalu lintas kendaraan, trotoar itu fungsinya untuk pejalan kaki, pasar itu fungsinya sebagai tempat transaksi, sungai itu untuk pelaluan air bukan untuk tempat buang sampah, gak ada pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Sampai akhirnya saya bel kepala dinas sosial itu, “Pak, saya coba carikan soal anak SD, SMP, SMA yang mengungkap itu”. Saya akhirnya dikirimi soal itu tapi belum semua saya buka. Saya lihat secara acak, ya nggak ada. Bagaimana bisa memahami persoalan itu secara utuh, kalau demikian. Jadi mesti guru terlibat dalam pendidikan ini. NI: Wah mungkin ini menjelang terakhir ya pak, terkait konsep sustainability city. Jadi prospek ke depan nya pak! Saya rasa kita perlu bicarakan keberlanjutan Program Green & Clean ini ke depan, kan bapak sudah menyiapkan regenerasi kepemimpinan, mungkin seperti itu. Tapi di dalam konteks isu lingkungan hidup sebagai inti permasalahan dari keseluruhan agenda pembangunan keberlanjutan, dua hal yang ingin saya tanyakan: apakah fokus permasalahan yang sampah ini bisa bergeser ke yang lebih jauh? Dalam hal ini misalnya energy saving ya. Jadi, sejauh mana pemerintah kota mulai merintis ke arah itu ya. Kadang-kadang kalau kita bicara masalah sampah ditertawakan padahal itu masalah penting dan mendasar. Tren ke depan ini soal energy saving ini, mulai dari … BDH: Oleh karena itu kita tidak hanya bicara sampah, tidak hanya bicara energy saving, tapi juga bicara lingkungan ya. Nanti kalau bicara lingkungan kaitannya akan bicara mengenai hemat energi,dsb. Misalnya saja, pemakaian bahan bakar saja saya itu ya sejak tahun 2003 itu ya ingin bensin di Surabaya itu tanpa timbel. Walaupun realisasinya baru 2-3 tahun lalu, terus saya beri contoh, mobil dinas pemerintah kota itu ada 100 ada konverternya, sehingga berbahan bakar gas. Itu untuk mengurangi karbon dioksida, sehingga harapan saya nanti polusi udara di kota ini bisa ditekan. Saya dua hari yang lalu baru saja menandatangani perbaikan kendaraan umum, dimana Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 26
kendaraan umum yang diperbaiki nanti akan langsung kita pasang konverter gas, kalau selama ini ada keluhan stasiun bahan bakar gas karena hanya ada tiga. Ini, akan kita atasi bahwa stasiun bahan bakr gas ini pengisiannya mobile. Ada tangki yang punya bahan bahan bakar gas di truk, kemudian dia stay di terminal mungkin, sehingga semua kendaraan yang berbahas gas bisa mengisi di situ. Kemudian kita juga secara bertahap, misalnya penerangan jalan umum ini kita rubah tenaga matahari. Cuma problemnya di kemampuan baterai, di depan kantor bapeko ini saya coba dua lampu, yang satu itu tahan 6 jam tapi yang satunya sudah tahan sampai 12 jam. Tahun ini juga saya juga sudah menyiapkan anggaran untuk DKP untuk melakukan perubahan tiang penerangan jalan umum, yang problemnya kabel PLN yang semrawut, kemudian kalau nabrak pohon, pohonnya yang dikorbankan. Kemudian pergantian bola lampu, di kantor-kantor sudah banyak kita ganti lampu-lampu yang lebih hemat energi. Kemudian AC, ada bahan baru keluaran produknya pertamina, namanya musicool. Musicool itu bisa menggantikan freon. Yang penting bagaimana penghematan energi dilakukan. Termasuk saya ini agak cerewet ya untuk membangun gedung. Orang Belanda ini pintar dalam membangun gedung di daerah tropis, maka ketika membangun gedung maka tinggi, kemudian ini pintunya khan besar-besar. Sementara kita bangun sekolah sekarang, sempit-sempit. Sehingga toh kalo gak ada AC nggak akan terlalu panas. NI: memang pemanasan global pak, jadi memang bisa dimengerti. BDH: Iya,Tapi kita misal dalam penanaman pohon, kita pasti pilih, presiden baru saja menghimbau untuk menanam trembesi, saya udah sekian tahun lalu. NI: Bapak nantinya akan membangun seperti yang di Kualalumpur nggak pak? Semacam monorel gitu. Soalnya khan untuk mengantisipasi pertambahan penduduk ya. BDH: Sebenarnya sudah mulai tahun 2009, Jadi kita itu sebenarnya dibantu oleh Perancis, jadi ada program G to G, Perancis dan Indonesia. Itu nanti akan membangun kereta pake elveted double way track. Jadi sudah ada studi sampai detail engineering design, mestinya fisik itu mulai 2009. Tapi nampaknya lama masuk blue-booknya Bappenas, sampai sekarang nggak mulai-mulai. Itu mulai dari Surabaya barat masuk ke utara, kemudian melewati lintasan ini, kemudian arah Waru, Waru ke kanan, ke Tarik terus ke Mojokerto, terus ke kiri ke Juanda. Tapi karena ini nggak jalan-jalan saya kedatangan dari Sumitomo, Sumitomo itu baru ketemu sekali nggak maju lagi. Baru minggu lalu saya dapat calon investor baru dari China, China itu khan sekarang sedang membangun kereta cepat, dan kecepatan 360km/jam dari China itu nanti akan sampai London, sekarang masih ada pembicaraan
Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 27
dengan Rusia, kan lewat Siberia, iya Trans-Siberia, itu yang kecepatan 360km/jam NI: semacam sinkansen, ya pak! BDH: oo ini di atas sinkansen, sinkasen kan cuman 300an. Yang untuk dalam kota tidak perlu kecepatan seperti itu, dan mereka siap duit. Makanya terus saya jembatani dengan PT. KAI. Nanti kalau Perancis itu terlalu mahal, tinggal, saya ingin China ini. NI: Tapi teknologinya? BDH: ooo itu teknologi Jerman itu, magnet itu, tapi didevelop oleh China dengan harga yang lebih miring. NI: Tapi bapak tetap menggadeng PT. KAI? INKA mungkin maksud bapak. BDH: lho, PT. KAI, INKA itu industri nya dibawah PT. KAI. Waktu SNCF perusahaan keretaapi Perancis itu harus mengunakan deal dengan PT. INKA dan mereka mau. Seperti gerbong, cukup di sini, tapi dibawah pengawasan SNCF. Tapi engine tetap dari sana. Dulu mestinya tahun 2009... wong saya tanya itu kalau untuk elveted ini khan cepet, precast khan, tiang itu dicetak di tempat, trus datang itu tinggal plek plek trus diinstal gitu, wong mereka bilang itu “pak ini gak nyampe setahun pak untuk nginstal rel” . jadi kontruksi itu ditempatkan dimana, supaya tidak mengganggu. Mereka akan kerjakan malam, dia cerita detail dengan saya, dia tertawa cerita bangun monorel di jakarta, dipasang, gak jadi-jadi khan? “pak kita gak seperti itu pak, kita itu nanti seperti gak ada apa, terus nanti tiba-tiba ada tiang-tiang, besoknya lagi rel sudah pasang. NI: iya lah pak, saya do‟akan ya pak mudah-mudahan. Saya inginnya Surabaya itu bisa seperti Kualalumpur. Soalnya saya selama di sini kan naik kendaraan pribadi pak, jadi saya belum melihat transportasi umum, seperti bus yang bagus-bagus. BDH: nanti kalau menteri perhubungannya ganti nanti. NI: Ini pak ada titipan pertanyaan nih pak, katanya sikap mental ini dirasakan masih ada kekhawatiran kalau ini hanya sekedar lomba gitu. BDH: Sudahlah kalo gak dari hati ya itu, yaaa orang islam itu khan memisahkan antara syariat dan hakikat. Tidak adanya satunya kata dan perbuatan, orang kita itu terlalu banyak simbolik-simbolik. NI: Jadi secara keseluruhan bapak sudah merasa cukup puas ya pak ya? Dengan BDH: Dengan apa? Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 28
NI: Dengan capaian-capaian sejauh ini. BDH: ya belum lha,,pertanyaan sulit kalau ada yang tanya “pak apakah sudah cukup puas?” itu ya relatif, tapi kan paling tidak sudah ada capaian-capaian yang sudah jelas. Seperti air bersih, air bersih ini, eee kalau kita melihat target MDG‟s, tapi saya gak melihat MDG‟s nya ya, untuk kota metropolitan, itu cakupan layanan 80%. Tapi saya dulu itu bertekad untuk memenuhi kebutuhan air bersih itu karena justru aspek keadilan. Karena orang yang sudah tersambung instalansi PDAM, dia akan menikmati harga murah per meter kubik. Sementara bagi warga yang tidak mampu, yang tidak memiliki sambungan rumah, itu kan beli gledekan, nah jatunya kalau dibagi per meter kubik mahal. Jadi orang miskin jatuh dapat beban, sehingga saya bertekad untuk menaikkan kapsitas produksi, dari kapasitas produksi saya ingin meningkatkan kapasitas layanan. Sampai saat ini, kapasitas produksi kota Surabaya sudah 10.300 meter per detik ini kapasitas produksi, kemudian cakupan layanan, saya sudah bisa melayani 73% penduduk, itu menurut ketentuan mendagri ya? Tapi kalau real, rumah, saya sudah mendekati 80%. Jadi kalo hanya target MDG‟s 80% perkotaan, tahun depan, eh tahun ini saja saya sudah selesai. Dan PDAM saya itu PDAM terbaik di Indonesia. Saat di PDAM lain mau kolaps, PDAM saya mampu menekan kebocoran, mampu menaikan kapasitas cakupan layanan, mampu membukukan keuntungan, tahun 2009 saja 149 milyard setelah pajak. Besar, PDAM saya bagus. Karena dibangun juga dengan hati. Dan saya juga sekarang campaign hemat air, saya bangun kesadaran. Pertama, air adalah sumber kehidupan. Yang kedua, air adalah barang yang mahal. Oleh karena itu mari hemat air. Nah siapa orang-orang yang saya jadikan kader hemat air? Ya diantaranya kader-kader itu. NI: Termasuk IPAL itu ya pak ya? Apa Instalasi Pengolahan Air Limbah itu. BDH: Sekarang saya itu sedang sanitasi kawasan. HS: Sudah ke Gundih? Di Gundih itu sanitasinya jauh lebih baik daripada di jambangan. NI: ooo, iya iya pak. Baik pak, saya kira ini lebih dari cukup. Sekali lagi, terima kasih banyak atas semua penjelasan Bapak. Semoga Surabaya terus bertambah baik.
*****
Transkrip.wawancara.bambang-dh.walikotasby.05/2010
Page 29